Anda di halaman 1dari 6

3. a).

Empat Filsuf Muslim Terkemuka

Al-Kindi (180-260 H/796-873 M)

Filsuf Muslim yang pertama muncul adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi, atau lebih
dikenal dengan sebutan al-Kindi. Ia berasal dari keturunan bangsawan Arab dari suku Kindah,
suku bangsa yang pada masa sebelum Islam bermukim di wilayah Arab Selatan. Al-Kindi
dilahirkan di Kufah. Ayahnya adalah gubernur Basrah pada masa pemerintahan Khalifah
Abbasiyah, al-Hadi (169-170 H/785-786 M) dan Harun ar-Rasyid (170-194 H/786-809 M).

Ibnu Abi Usaibi’ah, pengarang Tabaqat al-Atibba’, mencatat bahwa al-Kindi sebagai salah satu
dari empat penerjemah mahir pada masa gerakan penerjemahan. Ia terutama sekali ikut
memperbaiki terjemahan Arab dari sejumlah buku. Selain itu, aktivitasnya lebih banyak tertuju
pada upaya menyimpulkan pandangan-pandangan filsafat yang sulit dipahami dan kemudian
mengarang sendiri.

Jumlah karya tulis al-Kindi cukup banyak, yakni 241 buah risalah dalam bidang filsafat, logika,
psikologi, astronomi, kedokteran, kimia, matematika, politik, optik, dan lain-lain. Sayangnya,
kebanyakan karya tulisnya itu tidak atau belum dijumpai. Baru sekitar 25 buah karyanya yang
berhasil ditemukan, yang kemudian diterbitkan dalam dua jilid. Jilid pertama pada tahun 1950
dan jilid kedua pada 1953 di Kairo, dengan judul Rasa’il al-Kindi al-Falsafiyyah.

Al-Kindi juga dijuluki sebagai filsuf Arab. Itu karena ia satu-satunya yang murni berdarah Arab.
Dia pernah memperoleh penghargaan tinggi dari Khalifah Al-Mu’tasim, tapi juga pernah
mengalami perlakuan buruk dari pihak-pihak yang iri kepadanya atau benci kepada filsafat.

Al-Ghazali (450-505 H/1058-1111 M)

Nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad at-Tusi al-Ghazali. Ia merupakan
ulama terkemuka yang amat berpengaruh di dunia Islam, terutama di kalangan Suni.

Al-Ghazali lahir di Desa Gazaleh, dekat Tus. Ia belajar di Tus, Jurjan, dan Nisabur. Ia kemudian
bermukim di Mu’askar selama lima tahun dan di Baghdad selama lima tahun berikutnya. Di sana
ia menjadi pemimpin dan guru besar Madrasah Nizamiyah Baghdad. Di sana pula ia berupaya
keras mempelajari filsafat dan menunjukkan pemahamannya tentang filsafat dengan menulis
buku berjudul Maqasid al-Falasifah (tentang pemahaman-pemahaman para filsuf).

Ia dikenal karena kemampuannya mengkritik argumen-argumen kaum filsuf dengan menulis


buku Tahafut al-Falasifah. Buku tersebut ia tulis dalam rangka memberikan kesan tentang
kelemahan atau kekacauan pemikiran-pemikiran para filsuf Muslim, seperti al-Kindi, al-Farabi,
dan Ibnu Sina.

Semasa hidupnya, Al-Ghazali dikenal sebagai fakih, mutakalim, dan sufi. Ia mahir berbicara dan
amat produktif dalam mengarang. Karya tulisnya lebih dari 228 buku dan risalah. Karya tulisnya
yang paling populer di dunia Islam adalah Ihya’ ‘Ulum ad-Din (Menghidupkan Ilmu-Ilmu
Agama).    

Ibnu Rusyd (520-595 H/1126-1198 M)

Salah satu filsuf Muslim yang muncul di belahan barat adalah Abu al-Walid Muhammad Ibnu
Ruysd. Ia berasal dari keluarga hakim. Ia lahir di Cordoba dan wafat di Marakech. Ia dikuburkan
di sana, tapi tiga bulan setelah itu jenazahnya dipindahkan ke Cordoba.

Ibnu Rusyd menguasai berbagai bidang ilmu, seperti fikih, ilmu kalam, sastra Arab, matematika,
fisika, astronomi, kedokteran, logika, dan filsafat. Ia berhasil menjadi ulama dan filsuf yang sulit
ditandingi. Ia juga pernah menjadi hakim di Cordoba pada 1171 M. Ibnu Rusyd juga pernah
menjadi dokter istana.

Kehebatan Ibnu Rusyd dapat dilihat melalui karya-karya tulisnya. Ia menulis Bidayah al-
Mujtahid, sebuah karya besar berupa fikih perbandingan, yang secara luas dipakai oleh para
fukaha sebagai buku rujukan penting.

Ia juga menulis Kulliyyat fi at-Thibb, yang membicarakan garis-garis besar ilmu kedokteran, dan
menjadi pegangan para mahasiswa kedokteran di Eropa selama berabad-abad di samping karya
Ibnu Sina, Al-Qanun. Karya tulisnya yang merupakan ulasan atas karya Aristoteles dibukukan ke
dalam tiga buku ulasan, yaitu Al-Asghar (Yang Lebih Kecil), Al-Ausath (Yang Lebih Sedang),
dan Al-Akbar (Yang Lebih Besar).
Sosok Ibnu Rusyd juga dikenal karena pandangan-pandangannya yang mengkritik pandangan
Al-Ghazali. Sebagai tangkisan terhadap karya Al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah (Kacaunya Kaum
Filsuf), ia menulis buku Tahafut at-Tahafut al-Falasifah (Kacaunya Tahafut al-Ghazali). 

Ar-Razi (250-313 H/864-925 M)

Filsuf Muslim terkemuka yang muncul setelah al-Kindi adalah Abu Bakar Muhammad bin
Zakaria ar-Razi. Ia lahir, tumbuh, dan wafat di Rayy, dekat Teheran, Iran. Tetapi, ia juga pernah
hidup berpindah-pindah dari satu negeri ke negeri lain. Ia adalah dokter terbesar yang dilahirkan
dunia Islam zaman klasik. Ia pernah menjadi direktur rumah sakit Rayy dan pernah pula menjadi
direktur rumah sakit Baghdad.

Ketekunan dan kesungguhannya dalam menulis luar biasa. Ia pernah menulis dalam setahun
lebih dari 20 ribu lembar kertas. Karya-karya tulisnya mencapai 232 buah buku atau risalah,
yang kebanyakan dalam bidang kedokteran.

Di samping itu, ia juga banyak menulis karya-karya yang berhubungan dengan filsafat. Namun,
hampir semua karya tulisnya dalam bidang filsafat belum dijumpai. Banyak pihak menduga
karya-karya filsafatnya telah dihancurkan oleh lawan-lawannya yang telah menuduhnya sebagai
seorang mulhid (menyimpang dari, atau mengingkari ajaran Islam).

b). Pentingnya mempunyai ilmu adalah untuk membuktikan kekuasaan Allah SWT. Dengan


adanya ilmu, manusia dapat membaca Al Quran yang mana terkandung segala persoalan yang
nyata di muka bumi ini. Ilmu juga membolehkan manusia mengkaji alam semesta ciptaan Allah
ini. Berikut ini keutamaan menuntut ilmu, diantaranya:

1. Dapat mengetahui kebenaran

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak untuk disembah) melainkan Dia,
Yang Menegakkan Keadilan. Para malaikat dan orang-orang berilmu (juga yang menyatakan
demikian itu). Tak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran : 18)
Dalam ayat diatas kita dapat mengambil hikmah kebenaran yaitu kebenaran terhadap allah Dia
yang maha tahu,Yang maha bijaksana dan Tak ada tuhan selain allah

2. Mendapatkan pahala yang sama kepada orang yang diajarkan

Dalam sebuah hadist “Barang siapa mengajarkan suatu ilmu, maka dia mendapatkan pahala dari
orang-orang yang mengamalkannya dengan tidak mengurangi sedikit pun pahala orang yang
mengerjakannya itu.” (HR Ibnu Majah) bahwa kita mengajarkan ilmu kebada orang lain akan
mendapatkan pahala jariyah yaitu pahala yang tidak akan terputus setelah kita meninggal

3. Terhindar dari fitnah dan laknat

Hal ini telah disebutkan dalam sebuah hadits yang di riwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya dunia itu terlaknat, terlaknat segala isinya, kecuali zikir kepada Allah dan
amalan- amalan ketaatan, demikian pula seorang yang alim atau yang belajar.” (HR.Tirmidzi dan
Ibnu Majah, dihasankan oleh syaikh Al-Albani dalam sahih al-jami’)

Dalam menjelaskan makna dari hadits tersebut, syaikh Al-Munawi berkata: “dunia terlaknat,
disebabkan karena ia memperdaya jiwa-jiwa manusia dengan keindahan dan kenikmatannya,
yang memalingkannya dari beribadah kepada Allah lalu mengikuti hawa nafsunya.” (Tuhfatul
ahwadzi:6/504)

4. Allah tidak memerintahkan nabinya meminta tambahan selain ilmu

“Dan katakanlah,‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu“. (QS. Thaaha [20] : 114). dalil
ini merujuk bahwasanya nabi meminta ilmu kepada allah

5. Orang berilmu akan diangkat derajatnya

Dengan mencari ilmu, maka kita akan menjadi seorang yang berilmu dan sebagai cara  sukses
dunia akhirat menurut Islam. Jangan lupa bahwa janji Allah yang kepada mereka yang berilmu
ialah mengangkat derajat mereka. Sebagaimana dalam artikel berikut ini :
“Allah mengangkat orang beriman dan memiliki ilmu diantara kalian beberapa derajat dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan). (QS. Mujadilah 11)

6. Menjalankan kewajiban

jika diingat kembali bahwa wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
merupakan surat Al-alaq 1-5 yang di dalamnya berisi perintah untuk membaca. Dalam hal ini
tentu sangat berkaitan dengan keutamaan mencari ilmu, dimana tentunya hal ini merupakan
sebuah bentuk kewajiban yang harus dijalankan oleh semua umat muslim yang ada di dunia.
Dimana untuk senantiasa mencari ilmu agar memperoleh nilai nilai dan pengetahuan yang
bermanfaat. Hal tersebut sebagaimana dalam firman Allah SWT berikut ini.

“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia)
dengan perantaran qolam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
(QS. Al ‘Alaq: 1-5)

c). Ulama dan Filsuf Mesir

Sekularisme merupakan pembangunan struktur kehidupan tanpa dasar agama. Karena itu,
sekularisme bertentangan dengan Islam, bahkan merupakan musuh Islam yang paling berbahaya.

Altaf Gauhar

Filsuf Muslim Kontemporer dari Mesir

Sekularisme dan Islam tak memiliki tempat berpijak yang sama. Esensi Islam berantitesis
terhadap sekularisme.

Syed Muhammad Naquib Al-Attas

Sekularisme menunjuk pada ideologi yang mendesakralisasi alam dan politik. Islam tidaklah
sama dengan Kristen. Karena itu, sekularisasi yang terjadi pada masyarakat Kristen Barat
tidaklah sama dengan apa yang terjadi pada masyarakat Muslim.  Islam pada dasarnya menolak
segala bentuk sekularisme.

Bahkan, Islam menolak penerapan apa pun mengenai konsep-konsep sekuler, sekularisasi, serta
sekularisme, karena semuanya bukanlah milik Islam dan berlawanan dengannya dalam segala
hal. Islam adalah agama yang sempurna dan lengkap. Karena itu, tak membutuhkan sekularisme.

Prof Dr H Mohammad Rasjidi

Belum ada dalam sejarah bahwa istilah sekularisme dan sekularisasi tak mengandung prinsip
pemisahan antara persoalan agama dan dunia. Sekularisme dan sekularisasi membawa pengaruh
merugikan bagi Islam dan umatnya. Karena itu, keduanya harus dihilangkan. Istilah sekularisme
tak memiliki akar dalam Islam dan hanya tumbuh dan berlaku di Barat.

Yusuf Al-Qaradhawi

Sekularisme tidak pernah bisa diterima secara umum dalam sebuah masyarakat Islam. Islam
adalah sebuah sistem ibadah komprehensif dan legislasi (syariah). Menerima sekularisme berarti
meninggalkan syariah. Ini berarti menampik aturan Ilahi dan penolakan terhadap perintah-
perintah Allah. Sekularisme hanya cocok dengan konsep Tuhan ala Barat yang berpendapat
bahwa Tuhan menciptakan dunia dan membiarkan manusia mengaturnya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai