Anda di halaman 1dari 11

1.

Ibnu Rusyd (520‒595 H) Tokoh-Tokoh pada Masa Kejayaan Islam Ibnu Rusyd Ibnu Rusyd
merupakan salah satu tokoh pada masa kejayaan Islam. Nama lengkapnya adalah Abu Al-Walid
Muhammad Ibnu Rusyd, lahir di Cordova (Spanyol) pada tahun 520 H. dan wafat di Marakesy
(Maroko) pada tahun 595 H. Beliau menguasai ilmu fiqh, ilmu kalam, sastra Arab, matematika,
kedokteran, fisika astronomi, dan filsafat. Karya-karya beliau antara lain: Kitab Bidayat Al-
Mujtahid (kitab ini membahas tentang fiqh), Kuliyat Fi At-Tib (buku tentang kedokteran yang
dijadikan pegangan bagi para mahasiswa kedokteran di Eropa), Fasl al-Magal fi Ma Bain Al-
Hikmat wa Asy-Syariat. Ibnu Rusyd berpendapat bahwa antara filsafat dan agama Islam tidak
bertentangan, bahkan Islam menganjurkan para penduduknya untuk mempelajari ilmu Filsafat.

2. Al-Ghazali (450‒505 H) Tokoh-Tokoh pada Masa Kejayaan Islam Al-Ghazali Al-Ghazali


merupakan salah satu tokoh besar pada masa kejayaan Islam. Nama lengkapnya Abu Hamid al-
Ghazali, lahir di Desa Gazalah, dekat Tus, Iran Utara pada tahun 450 H dan wafat di Tus juga
pada tahun 505 H. Beliau dididik dalam keluarga dan guru yang zuhud (hidup sederhana dan
tidak tamak terhadap duniawi). Al-Ghazali belajar di Madrasah Imam AI-Juwaeni. Setelah
beliau menderita sakit, beliau ber-khalwat (mengasingkan diri dari masyarakat ramai dengan
niat beribadah mendekatkan diri kepada Allah Swt.) dan kemudian menjalani kehidupan tasawuf
selama 10 tahun di Damaskus, Jerusalem, Mekah, Madinah, dan Tus. Adapun jasa- jasa beliau
terhadap umat Islam antara lain sebagai berikut. Memimpin Madrasah Nizamiyah di Bagdad dan
sekaligus sebagai guru besarnya. Mendirikan madrasah untuk para calon ahli fiqh di Tus.
Menulis berbagai macam buku yang mencapai 288 buah buku, mengenai tasawwuf, teologi,
filsafat, logika, dan fiqh. Di antara bukunya yang terkenal, yaitu Ihya 'Ulum ad-Din, buku ini
membahas masalah-masalah ilmu akidah, ibadah, akhlak, dan tasawwuf berdasarkan al- Qur'an
dan hadis. Dalam bidang filsafat, beliau menulis Tahafut al-Falasifah (tidak konsistennya para
filsuf). Al-Ghazali merupakan ulama yang sangat berpengaruh di dunia Islam sehingga
mendapat gelar Hujjatul Islam (bukti kebenaran Islam).

3. AI-Kindi (805‒873 M) Tokoh-Tokoh pada Masa Kejayaan Islam AI-Kindi Al-Kindi


merupakan salah satu tokoh pada masa kejayaan Islam. Nama lengkapnya Yakub bin Ishak AI-
Kindi yang lahir di Kufah pada tahun 805 M dan wafat di Bagdad pada tahun 873 M. AI-Kindi
termasuk cendekiawan muslim yang produktif. Hasil karya Al-Kindi di bidang-bidang filsafat,
logika, astronomi, kedokteran, politik, ilmu jiwa, musik, dan matematika. Beliau berpendapat,
bahwa filsafat tidak bertentangan dengan agama karena keduanya sama-sama membicarakan
tentang kebenaran. Al-Kindi juga merupakan satu-satunya filosof Islam dari Arab. Ia disebut
Failasuf al-Arab (filosof orang Arab).

4. AI-Farabi (872‒950 M) Tokoh-Tokoh pada Masa Kejayaan Islam AI-Farabi Al-Farabi


merupakan salah satu tokoh pada masa kejayaan Islam. Nama lengkapnya Abu Nashr
Muhammad Ibnu Tarkhan Ibnu Uzlag AI-Farabi, beliau lahir di Farabi Transoxania pada tahun
872 M dan wafat di Damsyik pada tahun 950 M. Beliau keturunan Turki. Al-Farabi menekuni
berbagai bidang ilmu pengetahuan, antara lain: logika, musik, kemiliteran, metafisika, teologi,
ilmu alam, dan astronomi. Di antara karya ilmiahnya yang terkenal berjudul Ar- Royu Ahlul al-
Madinah wa aI-Fadilah (pemikiran tentang penduduk negara utama).

5. Ibnu Sina (980‒1037 M) Tokoh-Tokoh pada Masa Kejayaan Islam Ibnu Sina Ibnu Sina
merupakan salah satu tokoh pada masa kejayaan Islam. Nama lengkapnya Abu Ali AI-Husein
Ibnu Abdullah Ibnu Sina, lahir di Desa Afsyana di dekat Bukhara, beliau wafat dan dimakamkan
di Hamazan. Beliau belajar bahasa Arab, fisika, geometri, logika, ilmu hukum Islam, teologi
Islam, dan ilmu kedokteran. Pada usia 17 tahun, Ibnu Sina telah terkenal dan dipanggil untuk
mengobati Pangeran Samani, Nuh bin Mansyur. Beliau menulis lebih dari dua ratus buku dan di
antara karyanya yang terkenal berjudul Al-Qanun Fi At-Tibb, yang berisi ensiklopedi tentang
ilmu kedokteran dan Al-Syifa, ensiklopedi tentang filsafat dan ilmu pengetahuan. Tokoh-tokoh
di atas hanya sebagian kecil dari tokoh-tokoh Muslim yang hasil pemikiran maupun karya-
karyanya telah ikut mengubah perjalanan sejarah dunia. Kita tidak hanya harus bangga kepada
mereka, tapi harus berusaha keras agar dapat mengikuti jejak mereka.
Sumber: http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2014/08/tokoh-tokoh-pada-masa-kejayaan-
islam.html
Selanjutnya, tokoh-tokoh yang tidak dijelaskan biografinya, bisa dicari melalui buku-buku,
artikel-artikel, majalah dan sumber-sumber lain yang membahasnya. Berikut ini tokoh-tokoh
muslim yang telah menyumbangkan karyanya untuk kejayaan umat Islam pada khususnya dan
peradaban umat manusia pada umumnya.

1. Ibnu Rusyd (520‒595 H) Ibnu Rusyd merupakan salah satu tokoh pada masa kejayaan Islam.
Nama lengkapnya adalah Abu Al-Walid Muhammad Ibnu Rusyd, lahir di Cordova (Spanyol)
pada tahun 520 H. dan wafat di Marakesy (Maroko) pada tahun 595 H. Beliau menguasai ilmu
fiqh, ilmu kalam, sastra Arab, matematika, kedokteran, fisika astronomi, dan filsafat. Karya-
karya beliau antara lain: Kitab Bidayat Al- Mujtahid (kitab ini membahas tentang fiqh), Kuliyat
Fi At-Tib (buku tentang kedokteran yang dijadikan pegangan bagi para mahasiswa kedokteran
di Eropa), Fasl al-Magal fi Ma Bain Al-Hikmat wa Asy-Syariat. Ibnu Rusyd berpendapat bahwa
antara filsafat dan agama Islam tidak bertentangan, bahkan Islam menganjurkan para
penduduknya untuk mempelajari ilmu Filsafat.

2. Al-Ghazali (450‒505 H) Al-Ghazali merupakan salah satu tokoh besar pada masa kejayaan
Islam. Nama lengkapnya Abu Hamid al-Ghazali, lahir di Desa Gazalah, dekat Tus, Iran Utara
pada tahun 450 H dan wafat di Tus juga pada tahun 505 H. Beliau dididik dalam keluarga dan
guru yang zuhud (hidup sederhana dan tidak tamak terhadap duniawi). Al-Ghazali belajar di
Madrasah Imam AI-Juwaeni. Setelah beliau menderita sakit, beliau ber-khalwat (mengasingkan
diri dari masyarakat ramai dengan niat beribadah mendekatkan diri kepada Allah Swt.) dan
kemudian menjalani kehidupan tasawuf selama 10 tahun di Damaskus, Jerusalem, Mekah,
Madinah, dan Tus. Adapun jasa- jasa beliau terhadap umat Islam antara lain sebagai berikut.
Memimpin Madrasah Nizamiyah di Bagdad dan sekaligus sebagai guru besarnya. Mendirikan
madrasah untuk para calon ahli fiqh di Tus. Menulis berbagai macam buku yang mencapai 288
buah buku, mengenai tasawwuf, teologi, filsafat, logika, dan fiqh. Di antara bukunya yang
terkenal, yaitu Ihya 'Ulum ad-Din, buku ini membahas masalah-masalah ilmu akidah, ibadah,
akhlak, dan tasawwuf berdasarkan al- Qur'an dan hadis. Dalam bidang filsafat, beliau menulis
Tahafut al-Falasifah (tidak konsistennya para filsuf). Al-Ghazali merupakan ulama yang sangat
berpengaruh di dunia Islam sehingga mendapat gelar Hujjatul Islam (bukti kebenaran Islam).

3. AI-Kindi (805‒873 M) Al-Kindi merupakan salah satu tokoh pada masa kejayaan Islam.
Nama lengkapnya Yakub bin Ishak AI-Kindi yang lahir di Kufah pada tahun 805 M dan wafat di
Bagdad pada tahun 873 M. AI-Kindi termasuk cendekiawan muslim yang produktif. Hasil karya
Al-Kindi di bidang-bidang filsafat, logika, astronomi, kedokteran, politik, ilmu jiwa, musik, dan
matematika. Beliau berpendapat, bahwa filsafat tidak bertentangan dengan agama karena
keduanya sama-sama membicarakan tentang kebenaran. Al-Kindi juga merupakan satu-satunya
filosof Islam dari Arab. Ia disebut Failasuf al-Arab (filosof orang Arab).

4. AI-Farabi (872‒950 M) Al-Farabi merupakan salah satu tokoh pada masa kejayaan Islam.
Nama lengkapnya Abu Nashr Muhammad Ibnu Tarkhan Ibnu Uzlag AI-Farabi, beliau lahir di
Farabi Transoxania pada tahun 872 M dan wafat di Damsyik pada tahun 950 M. Beliau
keturunan Turki. Al-Farabi menekuni berbagai bidang ilmu pengetahuan, antara lain: logika,
musik, kemiliteran, metafisika, teologi, ilmu alam, dan astronomi. Di antara karya ilmiahnya
yang terkenal berjudul Ar- Royu Ahlul al-Madinah wa aI-Fadilah (pemikiran tentang penduduk
negara utama).

5. Ibnu Sina (980‒1037 M) bnu Sina merupakan salah satu tokoh pada masa kejayaan Islam.
Nama lengkapnya Abu Ali AI-Husein Ibnu Abdullah Ibnu Sina, lahir di Desa Afsyana di dekat
Bukhara, beliau wafat dan dimakamkan di Hamazan. Beliau belajar bahasa Arab, fisika,
geometri, logika, ilmu hukum Islam, teologi Islam, dan ilmu kedokteran. Pada usia 17 tahun,
Ibnu Sina telah terkenal dan dipanggil untuk mengobati Pangeran Samani, Nuh bin Mansyur.
Beliau menulis lebih dari dua ratus buku dan di antara karyanya yang terkenal berjudul Al-
Qanun Fi At-Tibb, yang berisi ensiklopedi tentang ilmu kedokteran dan Al-Syifa, ensiklopedi
tentang filsafat dan ilmu pengetahuan. Tokoh-tokoh di atas hanya sebagian kecil dari tokoh-
tokoh Muslim yang hasil pemikiran maupun karya-karyanya telah ikut mengubah perjalanan
sejarah dunia. Kita tidak hanya harus bangga kepada mereka, tapi harus berusaha keras agar
dapat mengikuti jejak mereka.

6. Muhammad bin Musa al-Khwārizmī al-Majousi al-Katarbali 780- 850 Nama Asli dari al-
Khawarizmi ialah Muhammad Ibn Musa al-khawarizmi. Selain itu beliau dikenali sebagai Abu
Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Yusoff. Al-Khawarizmi dikenal di Barat sebagai al-
Khawarizmi, al-Cowarizmi, al-Ahawizmi, al-Karismi, al-Goritmi, al-Gorismi dan beberapa cara
ejaan lagi. Beliau dilahirkan di Bukhara.Tahun 780-850M adalah zaman kegemilangan al-
Khawarizmi. al-Khawarizmi telah wafat antara tahun 220 dan 230M. Ada yang mengatakan al-
Khawarizmi hidup sekitar awal pertengahan abad ke-9M. Sumber lain menegaskan beliau hidup
di Khawarism, Usbekistan pada tahun 194H/780M dan meninggal tahun 266H/850M di
Baghdad. Dalam pendidikan telah dibuktikan bahawa al-Khawarizmi adalah seorang tokoh
Islam yang berpengetahuan luas. Pengetahuan dan keahliannya bukan hanya dalam bidang
syariat tapi di dalam bidang falsafah, logika, aritmatika, geometri, musik, ilmu hitung, sejarah
Islam dan kimia. Al-Khawarizmi sebagai guru aljabar di Eropa Beliau telah menciptakan
pemakaian Secans dan Tangen dalam penyelidikan trigonometri dan astronomi. Dalam usia
muda beliau bekerja di bawah pemerintahan Khalifah al-Ma’mun, bekerja di Bayt al-Hikmah di
Baghdad. Beliau bekerja dalam sebuah observatory yaitu tempat belajar matematika dan
astronomi. Al-Khawarizmi juga dipercaya untuk memimpin perpustakaan khalifah. Beliau
pernah memperkenalkan angka-angka India dan cara-cara perhitungan India pada dunia Islam.
Beliau juga merupakan seorang penulis Ensiklopedia dalam berbagai disiplin. Al-Khawarizmi
adalah seorang tokoh yang pertama kali memperkenalkan aljabar dan hisab. Banyak lagi ilmu
pengetahuan yang beliau pelajari dalam bidang matematika dan menghasilkan konsep-konsep
matematika yang begitu populer yang masih digunakan sampai sekarang. PERANAN DAN
SUMBANGAN AL-KHAWARIZMI Sumbangsihnya dalam bentuk hasil karya diantaranya
ialah : 1. Al-Jabr wa’l Muqabalah : beliau telah mencipta pemakaian secans dan tangens dalam
penyelidikan trigonometri dan astronomi. 2.Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah : Beliau telah
mengajukan contoh-contoh persoalan matematika dan mengemukakan 800 buah masalah yang
sebagian besar merupakan persoalan yang dikemukakan oleh Neo. Babylian dalam bentuk
dugaan yang telah dibuktikan kebenarannya oleh al-Khawarizmi. 3.Sistem Nomor : Beliau telah
memperkenalkan konsep sifat dan ia penting dalam sistem Nomor pada zaman sekarang.
Karyanya yang satu ini memuat Cos, Sin dan Tan dalam penyelesaian persamaan trigonometri ,
teorema segitiga sama kaki dan perhitungan luas segitiga, segi empat dan lingkaran dalam
geometri. Banyak lagi konsep dalam matematika yang telah diperkenalkan al-khawarizmi .
Bidang astronomi juga membuat al-Khawarizmi terkenal. Astronomi dapat diartikan sebagai
ilmu falaq [pengetahuan tentang bintang-bintang yang melibatkan kajian tentang kedudukan,
pergerakan, dan pemikiran serta tafsiran yang berkaitan dengan bintang]. Pribadi al-Khawarizmi
Kepribadian al-Khawarizmi telah diakui oleh orang Islam maupun dunia Barat. Ini dapat
dibuktikan bahawa G.Sarton mengatakan bahwa“pencapaian-pencapaian yang tertinggi telah
diperoleh oleh orang-orang Timur….” Dalam hal ini Al-Khawarizmi. Tokoh lain, Wiedmann
berkata…." al-Khawarizmi mempunyai kepribadian yang teguh dan seorang yang mengabdikan
hidupnya untuk dunia sains". Beberapa cabang ilmu dalam Matematika yang diperkenalkan oleh
al-Khawarizmi seperti: geometri, aljabar, aritmatika dan lain-lain. Geometri merupakan cabang
kedua dalam matematika. Isi kandungan yang diperbincangkan dalam cabang kedua ini ialah
asal-usul geometri dan rujukan utamanya ialah Kitab al-Ustugusat[The Elements] hasil karya
Euklid : geometri dari segi bahasa berasal daripada perkataan yunani iaitu ‘geo’ yang berarti
bumi dan ‘metri’ berarti pengukuran. Dari segi ilmu, geometri adalah ilmu yang mengkaji hal
yang berhubungan dengan magnitud dan sifat-sifat ruang. Geometri ini dipelajari sejak zaman
firaun [2000SM]. Kemudian Thales Miletus memperkenalkan geometri Mesir kepada Yunani
sebagai satu sains dalam kurun abad ke 6 SM. Seterusnya sarjana Islam telah menyempurnakan
kaidah pendidikan sains ini terutama pada abad ke9M. Algebra/aljabar merupakan nadi
matematika. Karya Al-Khawarizmi telah diterjemahkan oleh Gerhard of Gremano dan Robert of
Chaster ke dalam bahasa Eropa pada abad ke-12. sebelum munculnya karya yang berjudul
‘Hisab al-Jibra wa al Muqabalah yang ditulis oleh al-Khawarizmi pada tahun 820M. Sebelum ini
tak ada istilah aljabar.
7. al battani Sejak berabad-abad lamanya, astronomi dan matematika begitu lekat dengan umat
Islam. Tak heran bila sejumlah ilmuwan di kedua bidang tersebut bermunculan. Salah seorang di
antaranya adalah Abu Abdallah Muhammad Ibn Jabir Ibn Sinan Al-Battani. Ia lebih dikenal
dengan panggilan Al-Battani atau Albatenius. Al Battani lahir di Battan, Harran, Suriah pada
sekitar 858 M. Keluarganya merupakan penganut sekte Sabbian yang melakukan ritual
penyembahan terhadap bintang. Namun ia tak mengikuti jejak langkah nenek moyangnya, ia
lebih memilih memeluk Islam. Ketertarikannya dengan benda-benda yang ada di langit
membuat Al Battani kemudian menekuni astronomi. Secara informal ia mendapatkan
pendidikan dari ayahnya yang juga seorang ilmuwan, Jabir Ibn San’an Al-Battani. Keyakinan ini
menguat dengan adanya bukti kemampuan Al Battani membuat dan menggunakan sejumlah
perangkat alat astronomi seperti yang dilakukan ayahnya. Beberapa saat kemudian, ia
meninggalkan Harran menuju Raqqa yang terletak di tepi Sungai Eufrat, di sana ia melanjutkan
pendidikannya. Di kota inilah ia melakukan beragam penelitian hingga ia menemukan berbagai
penemuan cemerlangnya. Pada saat itu, Raqqa menjadi terkenal dan mencapai kemakmuran. Ini
disebabkan karena kalifah Harun Al Rashid, khalifah kelima dalam dinasti Abbasiyah, pada 14
September 786 membangun sejumlah istana di kota tersebut. Ini merupakan penghargaan atas
sejumlah penemuan yang dihasilkan oleh penelitian yang dilakukan Al Battani. Usai
pembangunan sejumlah istana di Raqqa, kota ini menjadi pusat kegiatan baik ilmu pengetahuan
maupun perniagaan yang ramai. . Berdasarkan perhitungannya, ia menyatakan bahwa bumi
mengelilingi pusat tata surya tersebut dalam waktu 365 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik.
Perhitungannya mendekati dengan perhitungan terakhir yang dianggap lebih akurat. Itulah hasil
jerih payahnya selama 42 tahun melakukan penelitian yang diawali pada musa mudanya di
Raqqa, Suriah. Ia menemukan bahwa garis bujur terajauh matahari mengalami peningkatan
sebesar 16,47 derajat sejak perhitungan yang dilakukan oleh Ptolemy. Ini membuahkan
penemuan yang penting mengenai gerak lengkung matahari. Al Battani juga menentukan secara
akurat kemiringin ekliptik, panjangnya musim, dan orbit matahari. Ia pun bahkan berhasil
menemukan orbit bulan dan planet dan menetapkan teori baru untuk menentukan sebuah kondisi
kemungkinan terlihatnya bulan baru. Ini terkait dengan pergantian dari sebuah bulan ke bulan
lainnya.Penemuannya mengenai garis lengkung bulan dan matahari, pada 1749 kemudian
digunakan oleh Dunthorne untuk menentukan gerak akselerasi bulan. Dalam bidang matematika,
Al Battani juga memberikan kontribusi gemilang terutama dalam trigonometri. Laiknya,
ilmuwan Muslim lainnya, ia pun menuliskan pengetahuannya di kedua bidang itu ke dalam
sejumlah buku. Bukunya tentang astronomi yang paling terkenal adalah Kitab Al Zij. Buku ini
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 dengan judul De Scienta Stellerum u De
Numeris Stellerum et Motibus oleh Plato dari Tivoli. Terjemahan tertua dari karyanya itu masih
ada di Vatikan. Terjemahan buku tersebut tak melulu dalam bahasa latin tetapi juga bahasa
lainnya. Terjemahan ini keluar pada 1116 sedangkan edisi cetaknya beredar pada 1537 dan pada
1645. Sementara terjemahan karya tersebut ke dalam bahasa Spanyol muncul pada abad ke-13.
Pada masa selanjutnya baik terjemahan karya Al Battani dalam bahasa Latin maupun Spanyol
tetap bertahan dan digunakan secara luas. Tak heran bila tulisannya, sangat memberikan
pengaruh bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa hingga datangnya masa Pencerahan.
Dalam Fihrist, yang dikompilasi Ibn An-Nadim pada 988, karya ini merupakan kumpulan
Muslim berpengaruh pada abad ke-10, dinyatakan bahwa Al Battani merupakan ahli astronomi
yang memberikan gambaran akurat mengenai bulan dan matahari. Al Battani juga menemukan
sejumlah persamaan trigonometri: Beliau juga memecahkan persamaan sin x = a cos x dan
menemukan rumus: dan menggunakan gagasan al-Marwazi tentang tangen dalam
mengembangkan persamaan-persamaan untuk menghitung tangen, cotangen dan menyusun tabel
perhitungan tangen. Informasi lain yang tertuang dalam Fihrist menyatakan pula bahwa Al
Battani melakukan penelitian antara tahun 877 dan 918. Tak hanya itu, di dalamnya juga termuat
informasi mengenai akhir hidup sang ilmuwan ini. Fihrist menyatakan bahwa Al Battani
meninggal dunia dalam sebuah perjalanan dari Raqqa ke Baghdad. Perjalanan ini dilakukan
sebagai bentuk protes karena ia dikenai pajak yang berlebih. Al Battani memang mencapai
Baghdad untuk menyampaikan keluhannya kepada pihak pemerintah. Namun kemudian ia
menghembuskan nafas terakhirnya ketika dalam perjalanan pulang dari Baghdad ke Raqqa.

8. Tsabit bin Qurrah Tsabit bin Qurrah lahir pada tahun 833 di Haran, Mesopotamia. Ia dikenal
sebagai ahli geometri terbesar pada masa itu. Tsabit merupakan salah satu penerus karya al-
Khawarizmi. Beberapa karyanya diterjemahkan dalam bahasa Arab dan Latin, khususnya karya
tentang Kerucut Apollonius. Tsabit juga pernah menerjemahkan sejumlah karya ilmuwan
Yunani, seperti Euclides, Archimedes, dan Ptolomeus. Karya orisinal Archimedes yang
diterjemahkannya berupa manuskrip berbahasa Arab, yang ditemukan di Kairo. Setelah
diterjemahkan, karya tersebut kemudian diterbitkan di Eropa. Pada tahun 1929, karya tersebut
diterjemahkan lagi dalam bahasa Jerman. Adapun karya Euclides yang diterjemahkannya
berjudul On the Promises of Euclid; on the Propositions of Euclid dan sebuah buku tentang
sejumlah dalil dan pertanyaan yang muncul jika dua buah garis lurus dipotong oleh garis ketiga.
Hal tersebut merupakan salah satu bukti dari pernyataan Euclides yang terkenal di dunia ilmu
pengetahuan. Selain itu, Tsabit juga pernah menerjemahkan sebuah buku geometri yang
berjudulIntroduction to the Book of Euclid. Buku Elements karya Euclides merupakan sebuah
titik awal dalam kajian ilmu geometri. Seperti yang dilakukan para ilmuwan muslim lain, Tsabit
bin Qurrah pun tidak mau ketinggalan mengembangkan dalil baru tersebut. Ia mulai
mempelajari dan mendalami masalah bilangan irasional. Dengan metode geometri, ia ternyata
mampu memecahkan soal khusus persamaan pangkat tiga. Sejumlah persamaan geometri yang
dikembangkan Tsabit bin Qurrah mendapat perhatian dari sejumlah ilmuwan muslim, terutama
para ahli matematika. Salah satu ilmuwan tersebut adalah Abu Ja’far al-Khazin, seorang ahli
yang sanggup menyelesaikan beberapa soal perhitungan dengan menggunakan bagian dari
kerucut. Para ahli matematika menganggap penyelesaian yang dibuaat Tsabit bin Qurrah sangat
kreatif. Tentu saja, hal tersebut disebabkan Tsabit bin Qurrah sangat menguasai semua buku
karya ilmuwan asing yang pernah diterjemakan.Biografi Tsabit bin Qurrah: Ahli Geometri Islam
Terbesar Tsabit bin Qurrah juga pernah menulis sejumlah persamaan pangkat dua (kuadrat),
persamaan pangkat tiga (kubik), dan beberapa pendalaman rumus untuk mengantisipasi
perkembangan kalkulus integral. Selain itu, ia melakukan sejumlah kajian mengenai parabola,
sebelum kemudian mengembangkannya. Dalam bukunya yang berjudul Quadrature of Parabola,
ia menggunakan bentuk hitungan integral untuk mengetahui sebuah bidang dari parabola. Selain
mahir matematika, Tsabit juga ahli astronomi. Ia pernah bekerja di Pusat Penelitian Astronomi
yang didirikan oleh Khalifah al-Ma’mun di Baghdad. Selama bekerja di sana, Tsabit meneliti
gerakan sejumlah bintang yang disebut Hizzatul I’tidalain, yang ternyata mempengaruhi
terjadinya gelombang bumi setiap 26 tahun sekali. Sejak 5000 tahun yang lalu, para ahli
perbintangan Mesir telah menemukan sebuah bintang yang bergerak mendekati Kutub Utara,
yang disebut Alfa al-Tanin. Pada tahun 2100 nanti, bintang tersebut akan menjauhi Kutub Utara.
Pada tahun 14000, akan muncul kembali sebuah bintang utara yang bernama an-Nasr. Bintang
tersebut adalah bintang utara yang paling terang. Tsabit juga memimpin sebuah penelitian pada
masa pemerintahan Khalifah al-Rasyid. Tsabit mengukur luas bumi dengan menggunakan garis
bujur dan garis lintang secara teliti. Penemuan Tsabit tersebut memberikan inspirasi pada para
pelaut, seperti Colombus, untuk melakukan pelayaran keliling dunia yang dimulai dari Laut
Atlantik. Berkat penemuan tersebut, para pelaut bisa memastikan kalau mereka tidak akan
tersesat dan kembali ke tempat semula, yaitu Laut Atlantik. Penemuan penting Tsabit yang lain
adalah jam matahari. Jam ini menggunakan sinar matahari untuk mengetahui peredaran waktu
dan menentukan waktu shalat. Tsabit juga membuat kalender tahunan berdasarkan sistem
matahari. Tsabit bin Qurrah meninggal dunia pada tahun 911 di Baghdad.

9. Abu Wafa Al-Buzjani. Ahli matematika Muslim fenomenal di era keemasan Islam ternyata
bukan hanya Al-Khawarizmi. Pada abad ke-10 M, peradaban Islam juga pernah memiliki
seorang matematikus yang tak kalah hebat dibandingkan Khawarizmi. Matematikus Muslim
yang namanya terbilang kurang akrab terdengar itu bernama Abul Wafa Al-Buzjani. “Ia adalah
salah satu matematikus terhebat yang dimiliki perabadan Islam,” papar Bapak Sejarah Sains,
George Sarton dalam bukunya bertajuk Introduction to the History of Science. Abul Wafa
adalah seorang saintis serba bisa. Selain jago di bidang matematika, ia pun terkenal sebagai
insinyur dan astronom terkenal pada zamannya. Kiprah dan pemikirannya di bidang sains diakui
peradaban Barat. Sebagai bentuk pengakuan dunia atas jasanya mengembangkan astronomi,
organisasi astronomi dunia mengabadikannya menjadi nama salah satu kawah bulan. Dalam
bidang matematika, Abul Wafa pun banyak memberi sumbangan yang sangat penting bagi
pengembangan ilmu berhitung itu. “Abul Wafa dalah matematikus terbesar di abad ke 10 M,”
ungkap Kattani. Betapa tidak. Sepanjang hidupnya, sang ilmu wan telah berjasa melahirkan
sederet inovasi penting bagi ilmu matematika. Ia tercatat menulis kritik atas pemikiran Eucklid,
Diophantos dan Al-Khawarizmisayang risalah itu telah hilang. Sang ilmuwanpun mewariskan
Kitab Al-Kami (Buku Lengkap) yang membahas tentang ilmu hitung (aritmatika) praktis.
Kontribusi lainnya yang tak kalah penting dalam ilmu matematika adalah Kitab Al-Handasa
yang mengkaji penerapan geometri. Ia juga berjasa besar dalam mengembangkan trigonometri.
Abul Wafa tercatat sebagai matematikus pertama yang mencetuskan rumus umum si nus. Selain
itu, sang mate ma tikus pun mencetuskan metode baru membentuk tabel sinus. Ia juga
membenarkan nilai sinus 30 derajat ke tempat desimel kedelapan. Yang lebih menga gumkan
lagi, Abul Wafa mem buat studi khusus tentang ta ngen serta menghitung se buah tabel tangen.
Jika Anda pernah mempelajari matematika tentu pernah mengenal istilah secan dan co secan.
Ternyata, Abul Wafalah yang pertama kali memperkenalkan istilah matematika yang sangat
penting itu. Abu Wafa dikenal sangat jenius dalam bi dang geometri. Ia mampu me nyelasikan
masa lah-masalah geometri dengan sangat tang kas. Buah pemikirannya dalam matematika
sangat berpengaruh di dunia Barat. Pada abad ke-19 M, Baron Carra de Vaux meng ambil
konsep secan yang dicetuskan Abul Wafa. Sayangnya, di dunia Islam justru namanya sangat
jarang terdengar. Nyaris tak pernah, pelajaran sejarah peradaban Islam yang diajarkan di Tanah
Air mengulas dan memperkenalkan sosok dan buah pikir Abul Wafa. Sungguh ironis. Sejatinya,
ilmuwan serbabisa itu bernama Abu al-Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yahya Ibn Ismail
Ibn Abbas al-Buzjani. Ia terlahir di Buzjan, Khurasan (Iran) pada tanggal 10 Juni 940/328 H. Ia
belajar matematika dari pamannya bernama Abu Umar al- Maghazli dan Abu Abdullah
Muhammad Ibn Ataba. Sedangkan, ilmu geometri dikenalnya dari Abu Yahya al-Marudi dan
Abu al-Ala’ Ibn Karnib. Abul Wafa tumbuh besar di era bangkitnya sebuah dinasti Islam baru
yang berkuasa di wilayah Iran. Dinasti yang ber nama Buwaih itu berkuasa di wilayah Persia —
Iran dan Irak ñ pada tahun 945 hingga 1055 M. Kesultanan Buwaih menancapkan benderanya di
antara periode peralihan kekuasaan dari Arab ke Turki. Dinasti yang berasal dari suku Turki itu
mampu menggulingkan kekuasaan Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad pada masa
kepemim -pinan Ahmad Buyeh. Dinasti Buwaih memindahkan ibu kota pemerintahannya ke
Baghdad saat Adud Ad-Dawlah berkuasa dari tahun 949 hingga 983 M. Pemerintahan Adud Ad-
Dawlah sangat mendukung dan memfasilitasi para ilmuwan dan seniman. Dukungan itulah yang
membuat Abul Wafa memutuskan hijrah dari kampung halamannya ke Baghdad. Sang ilmuwan
dari Khurasan ini lalu memutuskan untuk mendedikasikan dirinya bagi ilmu pengetahuan di
istana Adud ad-Dawlah pada tahun 959 M. Abul Wafa bukanlah satusatunya matematikus yang
mengabdikan dirinya bagi ilmu pengetahuan di istana itu. Matematikus lainnya yang juga
bekerja di istana Adud ad-Dawlah antara lain; Al- Quhi dan Al-Sijzi. Pada tahun 983 M, suksesi
kepemimpinan terjadi di Dinasti Buwaih. Adyd ad-Dawlah digantikan puteranya bernama
Sharaf ad-Dawlah. Sama seperti sang ayah, sultan baru itu juga sangat mendukung
perkembangan matematika dan astronomi. Abul Wafa pun makin betah kerja di istana. Al-Quhi
pun mewujudkan ambisi sang sulatan. Obser vatorium astronomi itu dibangun di taman is tana
sultan di kota Baghdad. Kerja keras Abul Wafa pun berhasil. Observatorium itu secara resmi
dibuka pada bulan Juni 988 M. Untuk memantau bintang dari observatorium itu, secara khusus
Abul Wafa membangun kuadran dinding. Sayang, observatorium tak bertahan lama. Begitu
Sultan Sharaf ad-Dawlah wafat, observatorium itu pun lalu ditutup. Sederet karya besar telah
dihasilkan Abul Wafa selama mendedikasikan dirinya di istana sultan Buwaih. Beberapa kitab
bernilai yang ditulisnya antara lain; Kitab fima Yahtaju Ilaihi al- Kuttab wa al-Ummal min ‘Ilm
al-Hisab sebuah buku tentang aritmatika. Dua salinan kitab itu, sayangnya tak lengkap, kini
berada di perpustakaan Leiden, Belanda serta Kairo Mesir. Ia juga menulis “Kitab al-Kamil”.
Dalam geometri, ia menulis “Kitab fima Yahtaj Ilaih as-Suna’ fi ‘Amal al-Handasa”. Buku itu
ditulisnya atas permintaan khusus dari Khalifah Baha’ ad Dawla. Salinannya berada di
perpustakaan Masjid Aya Sofya, Istanbul. Kitab al-Majesti adalah buku karya Abul Wafa yang
paling terkenal dari semua buku yang ditulisnya. Salinannya yang juga sudah tak lengkap kini
tersimpan di Perpustakaan nasional Paris, Pran cis. Sayangnya, risalah yang di buatnya tentang
kritik terha dap pemikiran Euclid, Diophantus serta Al-Khawarizmi sudah musnah dan hilang.
Sungguh peradaban modern berutang budi kepada Abul Wafa. Hasil penelitian dan karya-
karyanya yang ditorehkan dalam sederet kitab memberi pengaruh yang sangat signifikan bagi
pengembangan ilmu pengetahun, terutama trigonometri dan astronomi. Sang matematikus
terhebat di abad ke-10 itu tutup usia pada 15 Juli 998 di kota Baghdad, Irak. Namun, hasil karya
dan pemikirannya hingga kini masih tetap hidup. Abadi di Kawah Bulan Abul Wafa memang
fenomenal. Meski di dunia Islam modern namanya tak terlalu dikenal, namun di Barat sosoknya
justru sangat berkilau. Tak heran, jika sang ilmuwan Muslim itu begitu dihormati dan disegani.
Orang Barat tetap menyebutnya dengan nama Abul Wafa. Untuk menghormati pengabdian dan
dedikasinya dalam mengembangkan astronomi namanya pun diabadikan di kawah bulan. Di
antara sederet ulama dan ilmuwan Muslim yang dimiliki peradaban Islam, hanya 24 tokoh saja
yang diabadikan di kawah bulan dan telah mendapat pengakuan dari Organisasi Astronomi
Internasional (IAU). Ke-24 tokoh Muslim itu resmi diakui IAU sebagai nama kawah bulan
secara bertahap pada abad ke-20 M, antara tahun 1935, 1961, 1970 dan 1976. salah satunya
Abul Wafa. Kebanyakan, ilmuwan Muslim diadadikan di kawah bulan dengan nama panggilan
Barat. Abul Wafa adalah salah satu ilmuwan yang diabadikan di kawah bulan dengan nama asli.
Kawah bulan Abul Wafa terletak di koordinat 1.00 Timur, 116.60 Timur. Diameter kawah bulan
Abul Wafa diameternya mencapai 55 km. Kedalaman kawah bulan itu mencapai 2,8 km. Lokasi
kawah bulan Abul Wafa terletak di dekat ekuator bulan. Letaknya berdekatan dengan
sepasangang kawah Ctesibius dan Heron di sebelah timur. Di sebelah baratdaya kawah bulan
Abul Wafa terdapat kawah Vesalius dan di arah timur laut terdapat kawah bulan yang lebih
besar bernama King. Begitulah dunia astronomi modern mengakui jasa dan kontribusinya
sebagai seorang astronom di abad X. Matematika Ala Abul Wafa Salah satu jasa terbesar yang
diberikan Abul Wafa bagi studi matematika adalah trigo no metri. Trigonometri berasal dari kata
trigonon = tiga sudut dan metro = mengukur. Ini adalah adalah sebuah cabang matematika yang
berhadapan dengan sudut segi tiga dan fungsi trigo no met rik seperti sinus, cosinus, dan tangen.
Trigonometri memiliki hubungan dengan geometri, meskipun ada ketidaksetujuan tentang apa
hubungannya; bagi beberapa orang, trigonometri adalah bagian dari geometri. Dalam
trigonometri, Abul Wafa telah memperkenalkan fungsi tangen dan memperbaiki metode
penghitungan tabel trigonometri. Ia juga tutur memecahkan sejumlah masalah yang berkaitan
dengan spherical triangles. Secara khusus, Abul Wafa berhasil menyusun rumus yang menjadi
identitas trigonometri. Inilah rumus yang dihasilkannya itu: sin(a + b) = sin(a)cos(b) +
cos(a)sin(b) cos(2a) = 1 - 2sin2(a) sin(2a) = 2sin(a)cos(a) Selain itu, Abul Wafa pun berhasil
membentuk rumus geometri untuk parabola, yakni: x4 = a and x4 + ax3 = b. Rumus-rumus
penting itu hanyalah secuil hasil pemikiran Abul Wafa yang hingga kini masih bertahan.
Kemampuannya menciptakan rumus-rumus baru matematika membuktikan bahwa Abul Wafa
adalah matematikus Muslim yang sangat jenius. 10. Abu al-Abbas bin Muhammad bin Kalir al-
Farghani. Al-Farghani adalah seorang ahli astronomi muslim yang sangat berpengaruh. Nama
lengkapnya adalah Abu al-Abbas bin Muhammad bin Kalir al-Farghani. Di Barat, para ahli
astronomi abad pertengahan mengenalnya dengan sebutan al-Farghanus. Al-Farghani berasal
dari Farghana, Transoxania. Farghana adalah sebuah kota di tepi sungai Sardaria, Uzbekistan. Ia
hidup di masa pemerintahan khalifah al-Ma'mun (813-833) hingga masa kematian al-
Mutawakkil (847-881). Al-Farghani sangat beruntung hidup di dua masa tersebut karena
pemerintah kekhalifahan memberi dukungan penuh bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Buktinya, sang khalifah membangun sebuah lembaga kajian yang disebut Akademi
al-Ma'mun, dan mengajak al-Farghani untuk bergabung. Bersama para ahli astronomi lain, ia
diberi kesempatan menggunakan peralatan kerja yang sangat canggih pada masa itu. Ia
memanfaatkan fasilitas yang ada untuk mengetahui ukuran bumi, meneropong bintang, dan
menerbitkan laporan ilmiah. Pada tahun 829, al-Farghani melakukan penelitian di sebuah
observatorium yang didirikan oleh khalifah al-Ma'mun di Baghdad. Ia ingin mengetahui
diameter bumi, jarak, dan diameter planet lainnya. Pada akhirnya, ia berhasil menyelesaikan
penelitian tersebut dengan baik. Al-Farghani juga termasuk orang yang turut memperindah
Darul Hikmah al-Ma'mun dan mengambil bagian dalam proyek pengukuran derajat garis lintang
bumi. Al-Farghani juga berhasil menjabarkan jarak dan diameter beberapa planet. Pada masa itu,
hal tersebut merupakan pencapaian yang sangat luar biasa. Hasil penelitian al-Farghani di
bidang astronomi ditulisnya dalam berbagai buku. Harakat as-Samawiyya wa Jawami Ilm an-
Nujum (Asas-Asas Ilmu Bintang)adalah salah satu karya utamanya yang berisi kajian bintang-
bintang. Sebelum masa Regiomontanus, Harakat as-Samawiyya wa Jawami Ilm an-Nujum
adalah salah satu buku yang sangat berpengaruh bagi perkembangan astronomi di Eropa. Di
dalam buku tersebut, al-Farghani memang mengadopsi sejumlah teori Ptolemaeus, tapi ia
mengembangkanya lebih lanjut hingga membentuk teorinya sendiri. Tak heran, Harakat a-
Samawiyya wa Jawami Ilm an-Nujum mendapatkan respon yang positif dari para ilmuwan
muslim dan non muslim. Buku ini pun diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Harakat as-
Samawiyya wa Jawami Ilm an-Nujum yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris mengalami
perubahan judul menjadi The Elements of Astronomy. Pada abad XII, buku ini diterjemahkan
pula dalam dua versi bahasa Latin. Salah satunya diterjemahkan oleh John Seville pada tahun
1135, sebelum kemudian direvisi oleh Regiomontanus pada tahun 1460-an. Sebelum tahun
1175, karya ini juga sempat diterjemahkan oleh Gerard Ceremona. Selanjutnya, Dante
melengkapi karya al-Farghani ini dengan menambahkan pendapatnya tentang astronomi dan
memasukkan karyanya yang berjudul La Vita Nuova. Seorang ilmuwan Yahudi yang bernama
Jacob Anatoli juga menerjemahkan karya ini dalam bahasa Yahudi, dan menjadi terjemahan
latin versi ketiga (1590). Pada tahun 1669, Jacob Golius menerbitkan teks Latin yang baru.
Bersamaan dengan itu, sejumlah ringkasan karya al-Farghani telah beredar di kalangan para
ilmuwan. Di kemudian hari, The Elements of Astronomy diakui sebagai sebuah karya yang
sangat berpengaruh bagi para ilmuwan masa itu. Tidak hanya aktif di bidang astronomi, al-
Farghani juga aktif di bidang lain, seperti teknik. Seorang ilmuwan yang bernama Ibnu Tughri
Birdi berkata bahwa al-Farghani pernah ikut melakukan pengawasan pada proyek pembangunan
Great Nilometer di Kairo Lama (861). Nilometer adalah sebuah alat pengukur pasang-surut air
sungai Nil. Alat ini dibangun di pulau Roda, sebuah pulau yang terletak di sebelah selatan Kairo.
Nilometer berbentuk tiang yang mampu mencatat ketinggian air. Bangunan tersebut berhasil
diselesaikan bersamaan dengan meninggalnya khalifah al-Mutawwakil, sang pencetus
pembagunan Nilometer. Al-Farghani juga pernah ditugaskan melakukan pengawasan pada
sebuah proyek penggalian kanal di kota baru, al-Ja'fariyya, yang terletak berdekatan dengan
Samaran di daerah Tigris. Proyek tersebut bernama Kanal al-Ja'fari. Saat itu, al-Farghani
memerintahkan para pekerja untuk membuat bagian hulu kanal lebih dalam dari pada bagian
yang lain. Dengan begitu, tidak akan ada air yang mengaliri kanal tersebut, kecuali jika
permukaan air sungai Tigris sedang pasang. Kebijakan al-Farghani ini sempat membuat khalifah
marah, namun hitungan al-Farghani kemudian dibenarkan oleh seorang pakar teknik yang
berpengaruh, Sind bin Ali. Akhirnya, sang khalifah mau menerima kebijakan tersebut. Dalam
bidang teknik, al-Farghani juga membuat karya dalam bentuk buku, yaitu Kitab al-Fusul,
Ikhtiyar al-Majisti, dan Kitab 'Amal al-Rukhamat. Karya utama al-Farghani yang berbahasa
Arab masih tersimpan baik di Oxford, Paris, Kairo, dan di perpustakaan Universitas Princeton.
Atas karya dan jasanya yang begitu banyak, nama al-Farghani dikenal sebagai salah satu perintis
astronomi modern. Al-Farghani adalah tokoh yang memperkenalkan sejumlah istilah astronomi
asli Arab pada dunia, seperti azimuth, nadir, dan zenith. 11. Abu Ishaq Ibrahim Ibnu Yahya al-
Zarqali, di dunia Islam ia dikenal dengan nama al-Zarqalluh atau al-Zarqallah, sedangkan
masyarakat Barat menyebutnya Arzachel, adalah seorang ahli matematika sekaligus astronom
Muslim legendaris Toledo, Spanyol / Andalusia. Ia tak hanya menciptakan peralatan astronomi
berteknologi, namun juga sederet terori penting. Al-Zarqali lahir di Toledo, Andalusia pada
tahun 1029 M. Al-Zarqali tumbuh besar ketika kejayaam peradaban Islam di Andalusia berada
di tabir kehancuran. Saat itu, Andalusia diserang pasukan Kristen dari berbagai penjuru. Pada
akhir abad ke-11 M, pusat peradaban Islam di Eropa itu nyaris jatuh dikuasai pasukan Kristen.
Untunglah, pasukan tentara Dinasti Murabbitun dari Maroko berhasil mematahkan serangan
pasukan musuh. Setelah kekuasaan Dinasti Murabbitun berakhir, peradaban Islam di Andalusia
masih sempat bersinar selama dua abad hingga pertengahan abad ke-13 M. Ilmu pengetahuan
berkembang pesat di Andalusia, karena mendapat dukungan dari para penguasa. Pada masa
kekuasaan Khalifah al-Hakam II, Andalusia memiliki sekitar 70 perpustakaan umum. Tak hanya
sains yang berkembang, kota-kota di Andalusia pun menjelma menjadi metropolitan terkemuka.
Penemuan Nama al-Zarqali tercatat bersama 23 ilmuwan muslim kenamaan lainnya yang diakui
oleh dunia sains modern. Pada akhir abad kesebelas M, al-Zarqali menemukan bahwa orbit
planet adalah berbentuk bidang elips atau lonjong, bukan sirkular. Pada 1060 M, al-Zarqali
membuat perangkat observatorium astronomi yang didedikasikan untuk Yahya Ibnu Abi
Mansur. Awalnya, al-Zarqali memang bekerja dengan membuat peralatan untuk para ilmuwan
lain karena karya ciptanya yang luar biasa memang berhasil mengundang ketertarikan dari para
ilmuwan lain. Dictionary of Scientific Biography menyebutkan bahwa pada tahun 1062 M, al-
Zarqali tercatat sebagai anggota perkumpulan para ilmuwan di Andalusia. Setelah berhasil
menyejajarkan dirinya dengan para ilmuwan besar lainnya, al-Zarqali tak lagi menciptakan
peralatan untuk para saintis lain. Beliau mulai menciptakan penemuan untuk dirinya sendiri.
Bahkan, al-Zarqali pun juga mengajarkan ilmu otodidak yang dikuasainya. Sejak saat itulah, dia
kemudian dikenal sebagai seorang ilmuwan terkemuka di Andalusia. Salah satu penemuan al-
Zarqali yang paling fenomenal adalahmetode pembuatan jam di Toledo. Jam yang diciptakannya
itu masih bisa berfungsi hingga tahun 1135 M. Penemuannya itu kemudian menarik perhatian
Raja Alphonso IV yang kemudian, secara khusus, berupaya mencari tahu bagaimana jam yang
diciptakan al-Zarqali itu bekerja. Selain berhasil menciptakan jam air yang sangat
mengagumkan, al-Zarqali juga mampu membuat astrolabe yang diciptakannya tergolong paling
bagus di antara astrolabe-astrolabe lain yang pernah dibuat sebelumnya maupun yang dibuat
pada masa itu. Astrolobe ciptaannya juga bisa digunakan untuk mengamati siklus zodiak. Selain
itu, perangkat itu juga didesain secara khusus untuk bisa digunakan dalam mengukur garis
lintang dan memproyeksikan letak ekuator. Teknologi astrolobe yang dibuatnya juga bisa
digunakan untuk menentukan perjalanan jam atau waktu. Selama berabad-abad, karyanya yang
fenomenal, yakni Tabel Toledo, begitu dikagumi Masyarakat Kristen di Barat. Karyanya ini
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard dari Cremona. Karyanya al-Zarqali
itu mampu bertahan dan terus digunakan selama lebih dari dua abad berikutnya. Pengaruh al-
Zarqali yang begitu kuat telah membuat penyusunan tabel-tabel astronomi lainnya di Eropa
merujuk pada hasil pengukuran al-Zarqali. Tabel Marseilles yang didasarkan pada Tabel Toledo
buatan al-Zarqali juga diadaptasi ke meridian London, Paris dan Pisa. Raymond dari Merseilles
merupakan salah satu tokoh yang pertama kali mengadaptasi tabel al-Zarqali di Eropa, yakni di
kota Marseilles. Leopold dari Austria juga tercatat sebagai astronom Austria yang juga
terpengaruh dengan pemikiran al-Zarqali. Tak cuma itu, Tablas Alfonsinas yang dibuat Alfonso
juga disusun berdasarkan pada hasil kerja al-Zarqali. Selain berhasil menemukan fakta bahwa
orbit planet itu adalah berbentuk elips(bukan sirkular), al-Zarqali juga mampu mengoreksi data
geografis yang dibuat Ptolemeus. Secara khusus, dia mengoreksi pannjang Laut Mediterania.
Al-Zarqali juga mampu menemukan sejumlah fakta penting terkait rahasia langit, seperti planet,
bintang, bulan dan matahari. Penemuan-penemuan yang diciptakannya ditulis dalam kitab
berjudul al-Safiha al-Zarqaliya alias Azafea. Dalam risalah itu, tercatat juga sejumlah
penemuannya yang lain seperti astrolobe universal, tabel 29 bintang serta perangkat-perangkat
lainnya. Dalam catatannya, al-Zarqali mengungkapkan adanya observatorium yang juga
dibangun di Toledo serta Cordoba. Observatorium yang dibangun di bawah kekuasaan Dinasti
Umayyah Spanyol itu diyakini telah menggunakan peralatan astronomi yang tercanggih di
zamannya. Beberapa di antaranya merupakan cipataan al-Zarqali. Pengaruh ke dunia barat Al-
Zarqali begitu populer di dunia Barat. Selama berabad-abad, karyanya yang fenomenal, yakni
Tabel Toledo begitu dikagumi Masyarakat Kristen Barat. Hasil buah pikirnya itu begitu
berpengaruh bagi masyarakat Barat. Karyanya itu kemudian diterjemhakan ke dalam bahasa
Latin oleh Gerard of Cremona. Karyanya al-Zarqali itu mampu bertahan selama lebih dari dua
abad. Pengaruh al-Zarqali yang begitu kuat itu membuat table-table astronomi lainnya di Eropa
didasarkan pada hasil pengukuran al-Zarqali. Tabel Marseilles yang didasarkan pada Tabel
Toledan buatan al-Zarqali juga diadaptasi ke meridian London, Paris dan Pisa. Raymond dari
Marseilles merupakan salah seorang yang pertama kali mengadaptasi tabel al-Zarqali di Eropa
yakni kota Marseilles. Leopold dari Austria, juga tercatat sebagai astronom Austria yang juga
terpengaruh dengan pemikiran al-Zarqali. Tak cuma itu, Tablas Alfonsinas yang dibuat Alfonso
juga didasarkan pada hasil kerja al-Zarqali. Wafatnya Al-Zarqali Al-Zarqali tutup usia pada
tahun 1087 M. Meski begitu, buah pikir dan karya-karyanya telah memberi inspirasi bagi
ilmuwan lain terutama di Eropa. Peradaban Islam masa kini sudah seharusnya menumbuhkan
kembali semangat dan perjuangan hidup seorang al-Zarqali. 12 Abu Ma'shar Astrolog Muslim
Dari Persia Al-Falaki. Gelar itu ditabalkan para ilmuwan di era kejayaan Kekhalifahan
Abbasiyah kepada Abu Mashar berkat kehebatannya dalam bidang astrologi (ilmu
perbintangan). Gerrit Bos dalam tulisannya bertajuk Abu Mashar: The Abbreviation of the
Introduction to Astrology, Together with the Medieval Latin Translation of Adelard of Bath,
menyebut Abu Mashar sebagai astrolog hebat di abad ke-9 M. Karya-karya Abu Mashar dalam
bidang astrologi begitu populer dan sangat ber pengaru h bagi peradaban masyarakat Eropa
Barat di abad pertengahan, ujar Bos. Betapa tidak. Sederet adikarya sang Astrolog Muslim itu
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Menurut Bos, Abu Mashar tak hanya berpengaruh
dalam bidang astrologi, ia juga berkontribusi dalam bidang kedokteran. Penjelasan mengenai
soal epidemik, papar Bos, merupakan salah satu pengaruh besar Abu Mashar dalam bidang
kedokteran di Eropa. Ia menghubungkan masalah kedokteran dengan fenomena luar angkasa
lewat teorinya yang disangat popular, yakni Theory of the Great Conjunctions. Menurut teori
ini, hubungan planet tertentu dapat menyebabkan bencana alam dan politik, tutur Bos. Salah satu
bencana besar yang dihubung-hubungkan para dokter di abad ke -14 dengan teori yang
dicetuskan Abu Mashar adalah fenomena Black Death. Hal ini menunjukkan betapa pemikiran
Abu Mashar begitu berpengaruh terhadap peradaban Barat. Keiji Yamamoto dalam tulisannya
tentang sejarah hidup Abu Mashar mengungkapkan, ilmuwan Muslim terkemuka di abad ke-9
M itu terlahir pada 10 Agustus 787 M di Balkh, Persia (sekarang Afganistan). Sejatinya ia
memiliki nama lengkap Jafar ibnu Muhammad Abu Mashar al-Balkhi. Selain dikenal dengan
sebutan Abu Mashar, atrolog yang satu ini juga biasa disebut dengan panggilan Abulmazar. Abu
Mashar merupakan seorang ilmuwan serbabisa. Selain dikenal sebagai seorang ahli astrologi
(ilmu perbintangan), Abu Mashar juga menguasai matematika, astronomi, dan filsafat Islam. Ia
menekuni matematika saat berusia 47 tahun, setelah kenal dan berkecimpung dalam dunia
astrologi. Ia merupakan murid dari seorang guru yang sangat legendaris, yakni al-Kindi,
ilmuwan Muslim di abad ke-8 M. Seperti sang guru, nama Abu Mas'har begitu populer di dunia
Barat. Abu Ma'shar telah berjasa menyatukan pelajaran ilmu perbintangan dari berbagai sumber
Islam yang luas. Menurut Yamamoto, Abu Ma'shar juga merupakan salah satu orang yang berpe
-ran sangat penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Sayangnya, tak
banyak umat Islam di era modern yang mengetahui kisah hidup Abu Mashar. Para sejarawan
sains pun sangat jarang mengupas kisah hidup sang ilmuwan. Tak heran, jika banyak hal dalam
sejarah hidup sang ilmuwan yang masih misterius dan menjadi perdebatan di kalangan
sejarawan. Menurut Yamamoto, Abu Ma'shar terkenal dengan karya astrologinya. Yamamoto
menuturkan, Abu Ma'shar pernah menulis mengenai ilmu perbintangan, termasuk tabel
astronomi. Ada beberapa pertanyaan mengenai tanggal kelahiran dan kematiannya, karena
pendahulunya mengetahuinya hanya semata-mata berdasarkan pada kutipan horoskop (zodiak)
yang tak dikenal dalam bukunya yang bertajuk The Revolutions of the Years of Nativities, papar
Yamamoto. Sejarah hidup Abu Ma'shar, tutur Yamamoto, ditulis seorang sejarawan pada abad
ke-10 M bernama Ibnu al-Nadim (wafat 995/998 M). Salah satu misteri yang belum terungkap
secara pasti tentang Abu Ma'shar adalah tahun wafatnya. Yamamoto memperkirakan, Abu
Ma'shar wafat di Irak pada tahun 886 M. Sementara itu, al-Biruni (973-1048M) dalam karyanya
bertajuk Chronology of the Ancient Nation menuturkan bahwa Abu Ma'shar masih melakukan
pengamatan astrologi pada 892 M atau enam tahun sesudah tahun kematian yang disebutkan
oleh para sejarawan. Al-Biruni dalam karyanya Book of Religions and Dynasties juga
mengambil referensi dari karya Abu Ma'shar mengenai posisi bintang yang ditulis pada 896/897
M. Karya tersebut ditulis Abu Ma'shar ketika berusia lebih dari 100 tahun. Ibnu al-Nadim dalam
karyanya Fihrist mengungkapkan bahwa Abu Ma'shar merupakan ilmuwan dan filsuf yang
menentang pandangan Helenistik. Pandangan Abu Ma'shar ini kemudian dimanfaatkan al-Biruni
untuk memetahkan pendapat filsuf Islam sebelumnya yakni al-Kindi (801-873 M).
Kemasyhuran Abu Ma'shar sebagai ahli astrologi hebat di istana Kekhalifahan Abbasiyah di
Baghdad membuat namanya masuk dalam cerita tentang astrologi. Bahkan, Ibnu Tawus
(1193n1266 M) mengumpulkan beberapa anekdot Abu Ma'shar dalam karyanya berjudul Faraj
al-Mahmum (Biografi Para Astrolog). Sayangnya, nyaris semua karya Abu Ma'shar dalam
astronomi telah hilang, dan hanya karya astrologinya dalam bahasa Arab yang masih tersisa.
Nama Abu Ma'shar tampaknya lebih populer di dunia Barat, ketimbang di dunia Islam modern.
Nyaris tak ada pelajaran yang diajarkan di sekolah di Indonesia yang menyebut nama dan
kontribusi Abu Ma'shar di era kekhalifahan. Sungguh sangat ironis. Kontribusi Sang Astrolog
Siapa yang membaca akan mengetahui. Siapa yang menulis tak akan pernah mati. Peribahasa
orang Perancis itu menemukan faktanya. Meski Abu Ma'shar telah tiada belasan abad silam,
namun namanya tetap dikenang dan diperbincangkan kalangan ilmuwan, khususnya di dunia
Barat. Salah satu buku yang ditulis Charles Burnett bertajuk Abu Ma'shar: The Abbreviation of
the Introduction to Astrology merupakan bukti betapa pemikiran sang ilmuwan masih dianggap
penting oleh dunia Barat. Richard Lemay dalam karyanya berjudul Abu Ma'shar and Latin
Aristotelianism in the Twelfth Century, The Recovery of Aristotles Natural Philosophy through
Iranian Astrology, masih tertarik dengan pemikiran sang astrolog Muslim. Dalam bukunya itu
Lemay berargumentasi bahwa tulisan Abu Ma'shar sangat mirip dengan salah satu karya
terpenting teori Aristoteles tentang alam. Salah satu karya Abu Ma'shar dalam bidang astrologi
yang sangat berpengaruh berjudul Kitab al-Mudkhal al-Kabir. Kitab ini terdiri dari 106 bab.
Karyanya ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada tahun 1133 M dan tahun 1140 M.
Selain itu, buku yang ditulis Abu Mafshar pun diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Tak
heran, jika buah pikir Abu Mafshar telah memiliki pengaruh yang signifikan kepada ahli filsafat
Barat, salah satunyai Albert The Great. Abu Ma'shar juga menulis sebuah versi ringkas dalam
mengenalkan karyanya Kitab Mukhtafar alfMudkhal yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin
oleh Adelard of Bath. Buku lainnya yang ditulis Abu Ma'shar yang terkenal dan diterjemahkan
ke dalam bahasa Latin bertajuk Introductorium in Astronmiam. Buku itu merupakan terjemahan
dari kitab berbahasa Arab yakni Kitab al-Mudkhal al-Kabir ila eIlm Ahkam Annujjum, yang
ditulis Abu Ma'shar di Baghdad pada 848 M. Kali pertama, kitab itu dialihbahasakan ke dalam
bahasa Latin oleh John of Seville pada 1133 M, dan selanjutnya, literatur dibuat lebih sedikit
dan ringkas oleh Herman of Carinthia pada 1140 M. Karya lainnya yang ditulis Abu Ma'shar
adalah sejarah astrologi yang memperkenalkan tradisi Sasaniah. Ini dibuat pada era kekuasaan
Khalifah al-Mansur, khalifah kedua pada dinasti Abbasiyah. Ini merupakan bagian strategi
politik al-Mansur untuk memberikan sebuah yayasan untuk lahirnya dinasti baru, dan tentu saja
itu digunakan paling efektif antar Dinasti Abbasiyah sebelumnya. Buku Abu Ma'shar yang
monumental dalam kategori sejarah adalah Kitab al-Milal wa-l-Duwal (Kitab tentang agama-
agama dan dinasti). Buku itu terdiri dari delapan bagian dalam 63 bab. Karyanya yang satu ini
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan dibaca oleh Roger Bacon, Pierre dfAilly, dan Pico
della Mirandola (1463n1494 M). Pemikiran Abu Ma'shar ini tentunya juga dibahas dalam karya
besar mereka. Karya lain dalam kategori ini meliputi Fi dhikr ma tadullu elayhi al-ashkhas al-
fulwiyya, Kitab aldalalat elaalittisalat waqiranat al-kawakib,dan Kitab aluluf (Book of
Thousands), yang tidak bertahan lama tapi ringkasannya dipelihara oleh Sijzi (945-1020M).
Karya lainnya dari sang ilmuwan dikategorikan dalam genethlialogi, ilmu pengetahuan
mengenai pemilihan kelahiran. Salah satu contoh adalah Kitab Tahawil Sini al-Mawalid (Book
of the revolutions of the years of nativities). Buku ini juga telah dialihbahasakan ke dalam
bahasa Yunani. Kitab itu terdiri dari sembilan volume dan terbagi menjadi 96 bab. Yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani hanya lima volume dan terdiri dari 57 bab. Karya lain
Abu Ma'shar yang masuk dalam kategori ini adalah Kitab Mawalid al-Rijal wa-al-Nisa atau
(Buku Asal Pira dan Wanita). Dalam karyanya Introductorium in Astronomiam and De magnis
coniunctionibus, Abu Ma'shar, mengatakan, dunia diciptakan ketika tujuh planet bergabung
dengan Aries, dan ramalan itu bisa berakhir ketika fenomena yang sama terjadi pada Pisces.
Terjemahan kedalam bahasa Latin dan dalam bahasa sehari-hari menjadikan karyanya beredar
luas di Eropa dan menjadi sumber inspirasi untuk literatur penggambaran astrologi dengan
beberapa pengarang minor awal era modern. Astronomi Abu Ma'shar mengembangkan model
planet yang beberapa penafsiran sebagai sebuah model heliosentrik. Ini menunjukkan pada
revolusi orbital planet diberikan sebagai revolusi heliosentrik lebih baik dari pada revolusi
geosentrik dan hanya diketahui teori planet di kejadian ini dalam teori heliosentrik.

Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu

Anda mungkin juga menyukai