Anda di halaman 1dari 12

Tokoh tokoh pada masa kejayaan islam

1. Ibnu Rusyd (520‒595 H) 

Ibnu Rusyd merupakan salah satu tokoh pada masa kejayaan Islam. Nama lengkapnya adalah Abu Al-
Walid Muhammad Ibnu Rusyd, lahir di Cordova (Spanyol) pada tahun 520 H. dan wafat di Marakesy
(Maroko) pada tahun 595 H. Beliau menguasai ilmu fiqh, ilmu kalam, sastra Arab, matematika,
kedokteran, fisika astronomi, dan filsafat. Karya-karya beliau antara lain: Kitab Bidayat Al- Mujtahid
(kitab ini membahas tentang fiqh), Kuliyat Fi At-Tib (buku tentang kedokteran yang dijadikan
pegangan bagi para mahasiswa kedokteran di Eropa), Fasl al-Magal fi Ma Bain Al-Hikmat wa Asy-
Syariat. Ibnu Rusyd berpendapat bahwa antara filsafat dan agama Islam tidak bertentangan, bahkan
Islam menganjurkan para penduduknya untuk mempelajari ilmu Filsafat.

2. Al-Ghazali (450‒505 H)

Al-Ghazali merupakan salah satu tokoh besar pada masa kejayaan Islam. Nama lengkapnya Abu
Hamid al-Ghazali, lahir di Desa Gazalah, dekat Tus, Iran Utara pada tahun 450 H dan wafat  di Tus
juga pada tahun 505 H. Beliau dididik dalam keluarga dan guru yang zuhud (hidup sederhana dan
tidak tamak terhadap duniawi). Al-Ghazali belajar di Madrasah Imam AI-Juwaeni. Setelah beliau
menderita sakit, beliau ber-khalwat (mengasingkan diri dari masyarakat ramai dengan niat
beribadah mendekatkan diri kepada Allah Swt.) dan kemudian menjalani kehidupan tasawuf selama
10 tahun di Damaskus, Jerusalem, Mekah, Madinah, dan Tus. Adapun jasa- jasa beliau terhadap
umat Islam antara lain sebagai berikut.

- Memimpin Madrasah Nizamiyah di Bagdad dan sekaligus sebagai guru besarnya


- Mendirikan madrasah untuk para calon ahli fiqh di Tus.
- Menulis berbagai macam buku yang mencapai 288 buah buku, mengenai tasawwuf, teologi,
filsafat, logika, dan fiqh.

Di antara bukunya yang terkenal, yaitu Ihya 'Ulum ad-Din, buku ini membahas masalah-masalah ilmu
akidah, ibadah, akhlak, dan tasawwuf berdasarkan al- Qur'an dan hadis. Dalam bidang filsafat, beliau
menulis Tahafut al-Falasifah (tidak konsistennya para filsuf). Al-Ghazali merupakan ulama yang
sangat berpengaruh di dunia Islam sehingga mendapat gelar Hujjatul Islam (bukti kebenaran Islam). 

3. AI-Kindi (805‒873 M) 

Al-Kindi merupakan salah satu tokoh pada masa kejayaan Islam. Nama lengkapnya Yakub bin Ishak
AI-Kindi yang lahir di Kufah pada tahun 805 M dan wafat di Bagdad pada tahun 873 M. AI-Kindi
termasuk cendekiawan muslim yang produktif. Hasil karya Al-Kindi di bidang-bidang filsafat, logika,
astronomi, kedokteran, politik, ilmu jiwa, musik, dan matematika. Beliau berpendapat, bahwa
filsafat tidak bertentangan dengan agama karena keduanya sama-sama membicarakan tentang
kebenaran. Al-Kindi juga merupakan satu-satunya filosof Islam dari Arab. Ia disebut Failasuf al-Arab
(filosof orang Arab).
4. AI-Farabi (872‒950 M) 

Al-Farabi merupakan salah satu tokoh pada masa kejayaan Islam. Nama lengkapnya Abu Nashr
Muhammad Ibnu Tarkhan Ibnu Uzlag AI-Farabi, beliau lahir di Farabi Transoxania pada tahun 872 M
dan wafat di Damsyik pada tahun 950 M. Beliau keturunan Turki. Al-Farabi menekuni berbagai
bidang ilmu pengetahuan, antara lain: logika, musik, kemiliteran, metafisika, teologi, ilmu alam, dan
astronomi. Di antara karya ilmiahnya yang terkenal berjudul Ar- Royu Ahlul al-Madinah wa aI-Fadilah
(pemikiran tentang penduduk negara utama).

5. Ibnu Sina (980‒1037 M) 


Ibnu Sina merupakan salah satu tokoh pada masa kejayaan Islam. Nama lengkapnya Abu Ali AI-
Husein Ibnu Abdullah Ibnu Sina, lahir di Desa Afsyana di dekat Bukhara, beliau wafat dan
dimakamkan di Hamazan. Beliau belajar bahasa Arab, fisika, geometri, logika, ilmu hukum Islam,
teologi Islam, dan ilmu kedokteran. Pada usia 17 tahun, Ibnu Sina telah terkenal dan dipanggil untuk
mengobati Pangeran Samani, Nuh bin Mansyur. Beliau menulis lebih dari dua ratus buku dan di
antara karyanya yang terkenal berjudul Al-Qanun Fi At-Tibb, yang berisi ensiklopedi tentang ilmu
kedokteran dan Al-Syifa, ensiklopedi tentang filsafat dan ilmu pengetahuan.

6. Muhammad bin Musa al-Khwārizmī al-Majousi al-Katarbali 780- 850

Nama Asli dari al-Khawarizmi ialah Muhammad Ibn Musa al-khawarizmi. Selain itu beliau dikenali
sebagai Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Yusoff. Al-Khawarizmi dikenal di Barat sebagai al-
Khawarizmi, al-Cowarizmi, al-Ahawizmi, al-Karismi, al-Goritmi, al-Gorismi dan beberapa cara ejaan
lagi. Beliau dilahirkan di Bukhara.Tahun 780-850M adalah zaman kegemilangan al-Khawarizmi. al-
Khawarizmi telah wafat antara tahun 220 dan 230M. Ada yang mengatakan al-Khawarizmi hidup
sekitar awal pertengahan abad ke-9M. Sumber lain menegaskan beliau hidup di Khawarism,
Usbekistan pada tahun 194H/780M dan meninggal tahun 266H/850M di Baghdad.

Dalam pendidikan telah dibuktikan bahawa al-Khawarizmi adalah seorang tokoh Islam yang
berpengetahuan luas. Pengetahuan dan keahliannya bukan hanya dalam bidang syariat tapi di dalam
bidang falsafah, logika, aritmatika, geometri, musik, ilmu hitung, sejarah Islam dan kimia.
7. al battani

Sejak berabad-abad lamanya, astronomi dan matematika begitu lekat dengan umat Islam. Tak heran
bila sejumlah ilmuwan di kedua bidang tersebut bermunculan. Salah seorang di antaranya adalah
Abu Abdallah Muhammad Ibn Jabir Ibn Sinan Al-Battani. Ia lebih dikenal dengan panggilan Al-Battani.

Al Battani lahir di Battan, Harran, Suriah pada sekitar 858 M. Keluarganya merupakan penganut
sekte Sabbian yang melakukan ritual penyembahan terhadap bintang. Namun ia tak mengikuti jejak
langkah nenek moyangnya, ia lebih memilih memeluk Islam. Ketertarikannya dengan benda-benda
yang ada di langit membuat Al Battani kemudian menekuni astronomi. Secara informal ia
mendapatkan pendidikan dari ayahnya yang juga seorang ilmuwan, Jabir Ibn San’an Al-Battani.
Keyakinan ini menguat dengan adanya bukti kemampuan Al Battani membuat dan menggunakan
sejumlah perangkat alat astronomi seperti yang dilakukan ayahnya.

Beberapa saat kemudian, ia meninggalkan Harran menuju Raqqa yang terletak di tepi Sungai Eufrat,
di sana ia melanjutkan pendidikannya. Di kota inilah ia melakukan beragam penelitian hingga ia
menemukan berbagai penemuan cemerlangnya. Pada saat itu, Raqqa mencapai kemakmuran.

Ini disebabkan karena kalifah Harun Al Rashid, khalifah kelima dalam dinasti Abbasiyah, pada 14
September 786 membangun sejumlah istana di kota tersebut. Ini merupakan penghargaan atas
sejumlah penemuan yang dihasilkan oleh penelitian yang dilakukan Al Battani. Usai pembangunan
sejumlah istana di Raqqa, kota ini menjadi pusat kegiatan baik ilmu pengetahuan maupun
perniagaan yang ramai.
8. Tsabit bin Qurrah

Tsabit bin Qurrah lahir pada tahun 833 di Haran, Mesopotamia. Ia dikenal sebagai ahli geometri
terbesar pada masa itu. Tsabit merupakan salah satu penerus karya al-Khawarizmi. Beberapa
karyanya diterjemahkan dalam bahasa Arab dan Latin, khususnya karya tentang Kerucut Apollonius.
Tsabit juga pernah menerjemahkan sejumlah karya ilmuwan Yunani, seperti Euclides, Archimedes,
dan Ptolomeus.

Karya orisinal Archimedes yang diterjemahkannya berupa manuskrip berbahasa Arab, yang
ditemukan di Kairo. Setelah diterjemahkan, karya tersebut kemudian diterbitkan di Eropa. Pada
tahun 1929, karya tersebut diterjemahkan lagi dalam bahasa Jerman. Adapun karya Euclides yang
diterjemahkannya berjudul On the Promises of Euclid; on the Propositions of Euclid dan sebuah buku
tentang sejumlah dalil dan pertanyaan yang muncul jika dua buah garis lurus dipotong oleh garis
ketiga. Hal tersebut merupakan salah satu bukti dari pernyataan Euclides yang terkenal di dunia ilmu
pengetahuan. Selain itu, Tsabit juga pernah menerjemahkan sebuah buku geometri yang
berjudulIntroduction to the Book of Euclid.Buku Elements karya Euclides merupakan sebuah titik
awal dalam kajian ilmu geometri. Seperti yang dilakukan para ilmuwan muslim lain, Tsabit bin
Qurrah pun tidak mau ketinggalan mengembangkan dalil baru tersebut. Ia mulai mempelajari dan
mendalami masalah bilangan irasional. Dengan metode geometri, ia ternyata mampu memecahkan
soal khusus persamaan pangkat tiga. Sejumlah persamaan geometri yang dikembangkan Tsabit bin
Qurrah mendapat perhatian dari sejumlah ilmuwan muslim, terutama para ahli matematika. Salah
satu ilmuwan tersebut adalah Abu Ja’far al-Khazin, seorang ahli yang sanggup menyelesaikan
beberapa soal perhitungan dengan menggunakan bagian dari kerucut. Para ahli matematika
menganggap penyelesaian yang dibuaat Tsabit bin Qurrah sangat kreatif.
9. Abu Wafa Al-Buzjani.

Ahli matematika Muslim fenomenal di era keemasan Islam ternyata bukan hanya Al-Khawarizmi.
Pada abad ke-10 M, peradaban Islam juga pernah memiliki seorang matematikus yang tak kalah
hebat dibandingkan Khawarizmi. Matematikus Muslim yang namanya terbilang kurang akrab
terdengar itu bernama Abul Wafa Al-Buzjani. “Ia adalah salah satu matematikus terhebat yang
dimiliki perabadan Islam,” papar Bapak Sejarah Sains, George Sarton dalam bukunya bertajuk
Introduction to the History of Science. Abul Wafa adalah seorang saintis serba bisa. Selain jago di
bidang matematika, ia pun terkenal sebagai insinyur dan astronom terkenal pada zamannya.

Kiprah dan pemikirannya di bidang sains diakui peradaban Barat. Sebagai bentuk pengakuan dunia
atas jasanya mengembangkan astronomi, organisasi astronomi dunia mengabadikannya menjadi
nama salah satu kawah bulan. Dalam bidang matematika, Abul Wafa pun banyak memberi
sumbangan yang sangat penting bagi pengembangan ilmu berhitung itu.
Abul Wafa tercatat sebagai matematikus pertama yang mencetuskan rumus umum si nus. Selain itu,
sang mate ma tikus pun mencetuskan metode baru membentuk tabel sinus. Ia juga membenarkan
nilai sinus 30 derajat ke tempat desimel kedelapan. Yang lebih menga gumkan lagi, Abul Wafa mem
buat studi khusus tentang ta ngen serta menghitung se buah tabel tangen.
PEMBAHASAN

PUSAT-PUSAT PERADABAN ISLAM 1

(MEKKAH, MADINAH, BAGDAD, KAIRO)

1. Mekkah (Pada masa Nabi Muhammad)

Mekkah disebut Macoroba diambil dari bahasa Saba, Makuraba, yang berarti tempat
suci. Kata ini menunjukkan bahwa kota ini didirika oleh suatu kelompok keagamaan. Mekkah
adalah tempat yang panas seperti cerita Ibn bathuthah yang kepanasan sewaktu thowah di
Ka’bah. Mekkah juga merupakan tempat persinggahan orang-orang mushafir dari Ma’rib dan
Gazza. Mekkah adalah salah satu pusat kota di jazirah Arab, berada pada jalur penting arabia
selatan sampai utara mediterania. Mekkah pada itu dikuasai oleh suku Qurais. Suku Qurais
melakukan semua upaya untuk meningkatkan perdagangan di Mekkah  dan pada masa
berikutnya mereka menjadi suku dominan dan yang menggap merekalah yang mempunyai
hak Preogatif

 Kehidupan Sosial Ekonomi

Mekkah menjadi pusat perdagangan dan perkembangan intelektual dan politik.


Mekkah hampir memonopoli perdagangan antara lautan India dan Mediterania. hubungan
diplomatik dan perdagngan juga sudah ada antara suku-suku Arab dan Pejabat Romawi

 Kehidupan Politik

Pada umumnya di Arab pada saat itu tidak mengenal istilah Raja. Yang mereka kenal
adalah istilah Senat atau dalam bahasa Arabnya disebut Mala’a. Didalam senat terdiri dari
kepala tiap-tiap suku. tidak ada hal eksekutif yang dapat mengatur atau menjalankan suatu
aturan, hanya keputusan bulat yang dapat dijalankan secara eferktif. Dalam kepemrintahan
ini juga tidak ada pemungutan pajak atau administrasi lainya.  semunya dijalankan dengan
syariah islam.

Mekkah pada masa nabi muhammad lebih dititik beratkan pada menata masyarakatnya
pada aqidah. sedangkan untuk ilmu-ilmu lain banyak diterapkan di Madinah. Mekkah
menjadi pusat Keagamaan umat islam dunia. Mereka banyak berdatangan ke Mekkah untuk
Haji dan umroh. serta memperdalam ilmu agamanya.

2. Madinah

Awalnya bernama Yasrib kemudia berganti nama menjadi Madinah Peradaban Madinah
berkembang ketika nabi muhammad datang ke Kota itu, dimana onta nabi muhammad
berhenti disuatu bidang lahan untuk pembangunan masjid Nabawi. Pada saat itu kaum
muslimin melakukan berbagai aktifitasnya di dalam masjid ini, baik beribadah, memutuskan
suatu perkara, jual eli maupun perayaan-perayaan. tempat ini menjadi faktor pemersatu
umat. Selanjutnya kota ini menjadi pusat kekhalifahan sebagai penerus Nabi Muhammad.
Terdapat tiga khalifah yang memerintah dari kota ini yakni Abu Bakar, Umar bin Khattab,
dan Utsman bin Affan. Pada masa Ali bin Abi Thalib pemerintahan dipindahkan
ke Kufah di Irak karena terjadi gejolak politik akibat terbunuhnya khalifah Utsman.

Secara sistematik, proses peradaban yang dilakukan oleh nabi pada masyarakat islam di
yatsrib adalah

a. Nabi Muhammad mengubah nama dari yasrib menjadi Madinah Al-munawarah.


Perubahan nama itu bukan secara kebetulan, perubahan itu menggambarkan cita-cita
nabi Muhammad Saw. yaitu membentuk suatu masyarakat yang tertib dan maju dan
berperadaban.

b. membangun masjid bukan sebagai tempat ritual saja, tapi juga menjadi sarana penting
untuk mempersatukan kaum muslimin dengan musyawaah dalam merundingkan
masalah-masalah yang dihadapi. Masjid juga sebagai pusat pemerintahan.
c. Nabi muhammad membentuk kegiatan Mu’akhat (persaudaraan) yang
mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar
d. membentuk persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama islam
e. membentuk tentara untuk mengantisipasi gangguan yang dilakukan musuh.

Hubungan antara muslim dengan muslim lainya berdasarkan piagam madinah terdapat
5 prinsip

i)     bertetngga baik

ii)    saling membantu

iii)   membela yang dianiyaya

iv)   saling menasehati

v)    menghormati kebebasan agama

3. Bagdad

Kota Bagdad didirikan di tepi barat Tigris di suatu waktu antara


tahun 762 dan 767 oleh kekholifahan Abbasiyah yang dipimpin oleh Kalifah al-Mansyur.
Kota ini kemungkinan dibangun di bekas sebuah perkampungan Persia. Dalam jangka
waktu satu generasi sejak didirikan, Bagdad telah menjadi pusat pendidikan
dan perdagangan. Beberapa sumber memperkirakan ia hanya memiliki lebih dari sejuta
penduduk, meski yang lainnya menyatakan bahwa angka sebenarnya bisa jadi hanya
sebagian dari jumlah tersebut. Sebagian besar penduduknya berasal dari
seluruh Iran terutama dari Khorasan. Banyak dari kisah-kisah dalam Seribu Satu
Malam berlokasi di Bagdad pada periode ini—yang disebut “Madinat as-Salam” (“Kota
Kedamaian”) oleh Shahrazad—dan mengisahkan pemimpinnya yang paling dihormati,
Kalifah kelima, Harun al-Rashid. Kisah Seribu Satu Malam, termasuk cerita Sindbad yang
termasyhur, melambangkan kehebatan budaya Bagdad selama masa keemasannya sebagai
pemimpin dunia Arab dan Islam yang diakui.

Pada abad ke-8 dan 9, Bagdad dianggap sebagai kota terkaya di dunia. Para pedagang
Tiongkok, India, dan Afrika Timur bertemu di sini, bertukaran benda-benda kebudayaannya
dan melambungkan Bagdad menjadi renaisans intelektual. Rumah sakit dan observatorium
dibangun; para penyair dan seniman dibina; dan karya besar Yunani diterjemahkan
ke bahasa Arab.

Bagdad adalah salah satu dari kota terbesar dan paling kosmopolitan di dunia dan
menjadi rumah bagi umat Muslim, Kristiani, Yahudi dan penganut paganisme dari
seluruh Timur Tengah dan Asia Tengah.

Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu
pengetahuan dalam Islam. Itulah sebabnya, Philip K. Hitti menyebutnya sebagai kota
intelektual. Menurutnya, di antara kota-kota dunia, Baghdad merupakan profesor
masyarakat Islam. Al-Manshur memerintahkan penerjemahan buku-buku ilmiah dan
kesusastraan dari bahasa asing: India, Yunani lama, Bizantium, Persia, dan Syria. Para
peminat ilrnu dan kesusastraan segera berbondong-bondong datang ke kota itu.

Setelah masa Al-Manshur, kota Baghdad menjadi lebih masyhur lagi karena perannya
sebagai pusat perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam. Banyak para ilmuwan dari
berbagai daerah datang ke kota ini untuk mendalami ilmu pengetahuan yang ingin
dituntutnya. Masa keemasan kota Baghdad terjadi pada zaman pemerintahan Khalifah
Harun Al-Rasyid (786 – 809 M) dan anaknya Al-Ma’mun (&13 – 833 M). Dari kota inilah
memancar sinar kebudayaan dan peradaban Islam ke seluruh dunia. Prestise politik,
supremasi ekonomi, dan aktivitas intelektual merupakan tiga keistimewaan kota ini.
Kebesarannya tidak terbatas pada negeri Arab, tetapi meliputi seluruh negeri Islam.
Baghdad ketika Itu meniadi pusat peradaban dan kebudayaan yang tertinggi di dunia. Ilrnu
pengetahuan dan sastra berkembang sangat pesat. Banyak buku filsafat yang sebelumnya
dipandang sudah “mati” dihidupkan kembali dengan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Khalifah Al-Ma’mun memiliki perpustakaan yang dipenuhi dengan beribu-ribu buku ilmu
pengetahuan. Perpustakaan itu bernama Bait al- Hikmah.[8]

4.  Kairo

Kota seribu menara. Itulah julukan yang disandang Kairo – salah satu kota penting
dalam sejarah peradaban Islam. Pada abad pertengahan, ibukota Mesir yang berada di
benua Afrika itu memainkan peranan yang hampir sama pentingnya dengan Baghdad di
Persia serta Cordoba di Eropa. Kairo yang terletak di delta Sungai Nil telah didiami manusia
Mesir Kuno sejak tahun 3500 SM. Mesir Kuno sempat mencapai kemakmuran di bawah
penguasa Zoser, Khufu, Khafre, Menaure, Unas dan lainnya. Di masa itu, ibukota Mesir Kuno
itu sudah menjadi salah satu kota yang berpengaruh di dunia. Kekuasaan Romawi di Mesir
tumbang ketika Islam menjejakkan pengaruhnya pada tahun 641 M.komando jenderal
perang Muslim, Amar bin Al-Ash yang pertama kali menancapkan pengaruh Islam di Mesir.
Saat itu, Amar bin Al-Ash justru menjadikan Fustat – kini bagian kota Cairo – sebagai pusat
pemerintahannya.

Di Fustat itulah, bangunan masjid pertama kali berdiri di daratan Afrika. Fustat tercatat
mengalami pasang-surut sebagai sebuah kota utama di Mesir selama 500 tahun. Penjelajah
dari Persia, Nasir-i-Khusron mencatat kemajuan yang dicapai Fustat. Ia melihat betapa
eksotik dan indahnya barang-barang di pasar Fustat, seperti tembikar warna-warni, kristal
dan begitu melimpahnya buah-buahan dan bunga, sekalipun di musim dingin.

Dari tahun 975 sampai 1075 M Fustat menjadi pusat produksi keramik dan karya seni
Islami – sekaligus salah satu kota terkaya di dunia. Ketika Dinasti Umayyah digulingkan
Dinasti Abbasiyah pada 750 M, pusat pemerintahan Islam di Mesir dipindahkan ke Al-Askar –
basis pendukung Abbasiyah. Kota itu bertahan menjadi ibukota pemerintahan hingga tahun
868 M. Sekitar 1168 M, Fustat dibumihanguskan agar tak dikuasai tentara Perang Salib.

Berdirinya Cairo sebagai ibukota dan pusat pemerintahan diawali gerakan penumpasan
golongan Syiah yang dilancarkan penguasa Abbasiyah di Baghdad. Kongsi yang dibangun
golongan Syiah dengan Bani Abbas untuk menjatuhkan Bani Umayyah akhirnya pecah.
Penguasa Abbasiyah mencoba meredam perlawanan golongan Syiah Ismailiyah di bawah
pimpinan Ubaidillah Al-Mahdi. Setelah sempat ditahan, Ubadilah akhirnya dibaiat menjadi
khalifah bergelar Al-Mahdi Amir Al-Mu’minin (909 M). Pengganti Khalifah Ubaidilah Al-
Mahdi, Muizz Lidinillah mulai mengalihkan perhatiannya ke Mesir. Ia menunjuk Panglima
Jauhar Al-Katib As-Siqili untuk menaklukan Mesir. Tahun 969 M, Mesir berada dalam
kekuasaan Syiah Ismailiyah. Sejak itu, mereka membangun kota baru yang diberi nama Al-
Qahirah atau Kairo yang berarti ‘penaklukan’ atau ‘kejayaan’. Pada 972 M, di Kairo telah
berdiri Masjid Al-Azhar.

Kota Cairo tumbuh pesat setelah pada tahun 973, seiring dengan hijrahnya Khalifah
Mu’izz Lidinillah dari Qairawan ke Mesir. Sejak saat itu, Kairo mencapai kejayaan sebagai
pusat pemerintahan Dinasti Fatimiyah. Dinasti itu menorehkan kegemilangan selama 200
tahun. Di masa itu, Mesir menjadi pusat kekuasaan yang mencakup Afrika Utara, Sisilia,
pesisir Laut Merah Afrika, Palestina, Suriah, Yaman, dan Hijaz. Kairo tumbuh dan
berkembang sebagai pusat perdagangan luas di Laut Tengah dan Samudera Hindia. Kairo
pun menggabungkan Fustat sebagai bagian dari wilayah administratifnya. Tak heran, jika
Cairo tumbuh semakin pesat sebagai salah satu metropolis modern yang diperhitungkan dan
berpengaruh.

Pada era itu pula, Cairo menjelma menjadi pusat intelektual dan kegiatan ilmiah baru.
Bahkan, pada masa pemerintahan Abu Mansur Nizar Al-Aziz (975 M – 996 M), Kairo mampu
bersaing dengan dua ibu kota Dinasti Islam lainnya yakni, Baghdad di bawah Dinasti
Abbasiyah dan Cordoba pusat pemerintahan Umayyah di Spanyol. Kini, Universitas Al-Azhar
menjadi salah satu perguruan tinggi terkemuka yang berada di kota itu. Jika kedua dinasti
lainnya mampu membangun istana, Bani Fatimiyah pun mampu mendirikannya. Selain itu,
ketiga dinasti yang tersebar di tiga benua itu juga berlomba membangun masjid. Dinasti
Abbasiyah di Baghdad bangga memiliki Masjid Samarra, Dinasti Umayyah memiliki Masjid
Cordoba dan Fatimiyah memiliki Masjid Al-Azhar.

Fatimiyah mencapai kemajuan yang pesat dalam administrasi negara. Karena, pada saat
itu, dinasti itu mengutamakan kecakapan dibandingkan keturunan dalam merekrut pegawai.
Toleransi pun dikembangkan. Penganut Sunni yang profesional pun diangkat kedudukannya
laiknya Syiah. Toleransi antarumat beragama pun begitu tinggi. Siapapun yang mampu bisa
duduk di pemerintahan.

Kairo saat di Dinasti Mamluk. Sekitar tiga abad lamanya Mamluk menjadikan Kairo
sebagai pusat pemerintahannya. Ketika Baghdad dihancurkan bangsa Mongol pada 1258 M,
pasukan Hulagu Khan tak mampu menembus benteng pertahanan Kairo. Selama periode itu,
Kairo menjadi salah satu pusat kebudayaan Islam dan gudang barang-barang dagang untuk
Eropa dan dunia Timur.

Kairo juga sempat dikuasai Turki. Sejak kekuasaan Turki berakhir pada 1517 M, kota itu
sempat tenggelam. Kairo kembali menggeliat ketika pada awal abad modern, Muhammad
Ali memimpin Mesir. Kota itu pun menjelma sebagai pusat pembaruan Islam zaman modern.

Anda mungkin juga menyukai