Pembagian dzawil furudh dan ‘ashabah ini dapat diklasifasikan kepada empat kelompok: a. Ahli waris yang menerima sebagai dzawil furudh saja dan tidak akan menerima ‘ashabah,yaitu: 1) Suami. 2) Istri. 3) Saudara laki-laki seibu. 4) Saudara perempuan seibu. 5) Ibu. 6) Nenek dari pihak bapak. 7) Nenek dari pihak ibu. b. Ahli waris yang menerima bagian sebagai ‘ashabahI saja. Dengan kemungkinan bisa menerima seluruh harta warisan, menerima sisa harta atau mungkin sama sekali tidak menerimanya. Mereka adalah: 1) Anak laki-laki. 2) Cucu laki-laki dari anak laki-laki. 3) Saudara laki-laki sekandung. 4) Saudara laki-laki sebapak. 5) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung. 6) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak. 7) Paman sekandung. 8) Paman sebapak. 9) Anak laki-laki paman sekandung. 10) Anak laki-laki paman sebapak. c. Ahli waris ada kalanya sebagai dzawil furudh dan ada kalanya sebagai ‘ashabah, yaitu: 1) Anak perempuan. 2) Cucu perempuan dari anak laki-laki. 3) Saudara perempuan kandung. 4) Saudara perempuan sebapak. d. Ahli waris yang ada kalanya menerima bagian sebagai dzawil furudh, adakalanya sebagai‘ashabah dan ada kalanya sekaligus sebagai dzawil furudh dan ‘ashabah. Mereka adalah: 1) Bapak. 2) Kakek dari pihak bapak. 2. ‘Ashabah Adapun tentang ‘ashabah terbagi kepada tiga bagian, yaitu: a. ‘Ashabah Binafsih ‘Ashabah binafsih, yaitu menerima sisa harta karena dirinya sendiri, bukan karena sebab lain. Yang termasuk ashabah binafsih adalah semua ahli waris laki-laki kecuali saudara laki-laki seibu. Rasulullah saw. bersabda: و أِل َوْ لَى َرج ٍُلAَ ُض بِأ َ ْهلِهَا فَ َما بَقِ َي فَه هّٰللا هّٰللا َ ِصلَّى ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَ ْل ِحقُوا ْالفَ َرائ َ َال ق َ ِ ال َرسُوْ ُل َ َس ق ٍ َع ِن اب ِْن َعبَّا )َذ َك ٍر (متفق عليه Artinya: “Dari Ibnu Abbas, ia berkata, ‘Rasulullah saw. bersabda, ‘Berikanlah ketentuan-ketentuan warisan itu kepada yang berhak, kemudian jika masih sisa untuk ahli waris laki-laki yang lebih dekat’.” (HR. Muttafaq ‘alaih) b. ‘Ashabah Bil Ghairi ‘Ashabah bil ghairi, yaitu ahli waris yang menerima sisa harta karena bersama dengan ahli waris laki-laki yang setingkat dengannya. Yang termasuk ‘ashabah ini adalah ahli waris perempuan yang bersamanya ahli waris laki-laki, yaitu: 1) Anak perempuan, jika bersama anak laki-laki. 2) Cucu perempuan, jika bersama cucu laki-laki. 3) Saudara perempuan kandung, jika bersmanya saudara laki-laki kandung. 4) Saudara perempuan sebapak, jika bersamanya saudara laki-laki sebapak. c. ‘Ashabah ma’al ghairi ‘Ashabah ma’al ghairi, yaitu menjadi ‘ashabah karena sama-sama dengan ahli waris perempuan dalam garis lain, yakni mereka yang menerima harta sebagi dzawil furudh. Jadi, bersama dengan ahli waris lain yang tidak setingkat. Yang termasuk ‘ashabah ini adalah ahli waris perempuan yang bersamanya ada ahli waris perempuan yang tidak segaris/setingkat, yaitu: 1) Saudara perempuan kandung, jika bersamanya ada ahli waris: a) Anak perempuan (satu orang atau lebih), atau b) Cucu perempuan (satu orang atau lebih). 2) Saudara perempuan sebapak, jika bersamanya ada ahli waris: a) Anak perempuan (satu orang atau lebih), atau b) Cucu perempuan (satu orang atau lebih). Rasulullah saw. bersabda: هّٰللا هّٰللا ِ لِال ْبنَ ِة النِّصْ فُ وَاِل ْبنَ ِة ااْل ْب ِن ال ُّس ُدسُ تَ ْك ِملَةَ الثُّلُثَي ِْن َولِاْل ُ ْخ صلَّى ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ت َما بَقِ َي َ َق َ ِ ضى َرسُوْ ُل )(رواه الجماعه اال المسلم والنسائى من ابن مسعود Artinya: ‘Rasulullah saw. menetapkan untuk anak perempuan setengah bagian, cucu perempuan (dari anak laki-laki) seperenam bagian untuk mencukupi dua pertiga bagian, dan sisanya untuk saudara perempuan.” (HR. Jamaah, kecuali Muslim dan Nasa’i dari Ibnu Mas’ud)