Anda di halaman 1dari 3

A.

Warisan Khuntsa (Waria)

1. Pengertian Khuntsa

Khuntsa adalah orang yang mempunyai alat kelamin laki-laki sekaligus alat kelamin perempuan dalam
waktu yang sama, atau sama sekali tidak memiliki salah satu di antaranya, atau orang yang tidak dikenal
apakah dia dari jenis laki-laki atau perempuan

Khuntsa yang mempunyai alat kelamin mudah diketahui jenisnya, bisa dilihat dari kemiripannya. Namun,
ia menjadi musykil jika ada orang yang hanya memiliki lubang air seni namun tidak mirip dengan salah
satu pun di antara dua alat kelamin. Orang semacam ini benar-benar musykil, tidak diketahui dengan
jelas selama yang bersangkutan masih bayi. Akan tetapi apabila telah balig, baru dapat diketahui dengan
jelas jenisnya.

2. Hukum Waris bagi Khuntsa

Cara mewarisi khuntsa terpengaruh oleh status jenis laki-laki dan jenis perempuan yakni:

a. Jika si khuntsa jelas cenderung kepada jenis laki-laki melalui pertanda yang menunjukan bahwa dia
adalah seorang lelaki, maka ia mewarisi sebagai seorang laki-laki.

b. Jika ia terlihat jelas cenderung kepada jenis wanita melalui pertanda yang menunjukkan bahwa dia
adalah seorang wanita, maka ia mewarisi sebagai seorang wanita

c. jika tidak menonjol pada diri si khuntsa kepada salah satu dari ked jenis dan tidak pula terlihat
kecenderungan kepada salah s maka dia adalah seorang khuntsa yang musykil.

Ulama Syafi'iyah mengatakan bahwa yang diamalkan berdasarkan yang meyakinkan, baik yang berkaitan
dengan dirinya maupun diri a waris yang lain. Selanjutnya bagian yang masih diragukan dimauquf
(ditangguhkan) sampai jelas duduk perkaranya. Hal yang meyakinka berkenaan dengan dirinya ialah ia
diberi bagian yang paling rendah nilainya, dan demikian pula halnya dengan hak ahli waris yang lain
sampa jelas duduk perkaranya, meskipun hanya berdasarkan pengakuanny yang masih diragukan.
Contohnya seseorang yang mati meninggalka suami, ayah dan anak yang khuntsa. Yang paling
meyakinkan dan bagian yang paling rendah adalah seorang anak perempuan.

Jika khusntsa laki-laki maka ia sebagai 'ashobah, jika perempuan maka ayh sebagai 'ashobah.

B. Dzawil Arham

1. Pengertian Dzawil Arham

Secara umum, dzawil arham berarti orang yang memiliki hubungan kekerabatan (hubungan darah)
dengan orang yang meninggal, baik tergolong ashabil furudh (pemilik bagian pasti) ataupun 'ashabah,
berdasarkan QS. Al- anfal: 75:
ٍ ‫ضهُ ْم َأوْ لَى بِبَع‬
‫ْض فِي ِكتب هللا‬ ُ ‫وأولُوا اَألرْ َح ِام بَ ْع‬

Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya
(daripada yang bukan kerabat) di dalam Kitab Allah.

Adapun yang dimaksud dengan dzawil arham dalam ilmu Faraidh adalah kerabat (famili), baik laki-laki
ataupun perempuan yang tidak memiliki bagian tertentu dan bukan 'ashabah.

2.Hukum Warisan Dzawil Arham

Ulama Hanafiyah, Hanabilah, sebagian ulama Syafi'iyah dan ulama Malikiyah mengatakan bahwa apabila
tidak dijumpai seorang pun dari ahli waris yang mempunyai bagian tertentu atau 'ashabah, maka tirkah
diserahkan sepenuhnya kepada dzawil arham sebagai warisan. Berdasarkan QS. Al- Anfal [8]: 75
sebagaimana disebutkan di atas dan QS, an-Nisa [4]:7 yang berbunyi:

‫ك ْال َوالِدَن‬ ِ َ‫ك ْال َوالِ َد ِن َواَأْل ْق َربُونَ َولِلنِّ َسا ِء ن‬


َ ‫صيبُ ِم َّما تَ َر‬ َ ‫َصيبٌ ِم َّما ت ََر‬
ِ ‫ال ن‬
ِ ‫لل ِّر َج‬

َ‫َواَأْل ْق َربُون‬

Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak
bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya." (An-Nisa [4]: 7)

M. Ali Ash-Shabuni menegaskan bahwa jika mayat tidak meninggalkan ahli waris dari ashhabul furudh
dan ashabah, maka yang berhak mewarisi harta warisannya adalah dzawil arham. Kewarisan dzawil
arham ini didasarkan pada mazhab Hambali, Hanafi, Maliki dan sekarang sudah menjadi undang-undang
perdata Islam (al-ahwal asy-syaksiyyah),10 Di lain pihak, sebagian Ulama Syafi'iyah mengatakan bahwa
dzawil arham tidak dapat mewarisi, karena tidak disebutkan di dalam Al-Qur'an, seandainya mereka
berhak mewarisi tentulah ahli wala (yang memerdekakan) tidak didahulukan atas mereka.

4. Ahli Waris Pengganti: Dzawil Arham

Dzavil arham dapat menerima bagian sebagai ahli waris pengganti atau karena tidak ada dzawil furudh
dan/atau 'ashabah yang telah disebutkan di atas mereka adalah:

1. Cucu (laki-laki atau perempuan) dari anak perempuan yang berkedu- dukan sama dengan anak
perempuan yakni apabila anak mendapat 1/2 maka ia juga mendapat 1/2 (separo). perempuan

2 Anak (laki-laki atau perempuan) dari cucu perempuan yang berkedu- dukan sama dengan cucu
perempuan

.3. Kakek (ayah dari ibu) kedudukannya sama dengan ibu.

4. Nenek dari pihak kakek (ibu dari kakek yang tidak menjadi ahli waris, seperti halnya nenek dari ibu).
Kedudukannya sama dengan ibu.
5. Anak perempuan dari saudara laki-laki sekandung atau sebapak.

Kedudukannya sama dengan saudara laki-laki.

6. Anak (laki-laki atau perempuan) dari saudara seibu. Kedudukannya sama dengan saudara seibu.

7. Anak (laki-laki atau perempuan) dari saudara perempuan sekandung, seayah atau seibu.
Kedudukannya sama dengan saudara perempuan sekandung atau seayah.

8. Bibi (saudara perempuan dari ayah) dan saudara perempuan dari kakek Kedudukannya sama dengan
ayah. 9. Paman yang seiba dengan ayah dan saudara laki-laki yang seibu dengan kakek. Kedudukannya
sama dengan ayah.

10. Saudara (laki-laki atau perempuan) dari ibu. Kedudukannya sama ibu. a dengan

11. Turunan dari rahim-rahim tersebut di atas.

Mereka tersebut dapat menerima warisan dengan syarat (1) sudah tidak ada ashhab al-furudh atau
ashabah sama sekali. Jika ada sisa warisan, maka di- add-kan (dikembalikan) kepada ahli waris yang ada,
tidak diberikan kepada dzawil furudh, atau (2) bersama dengan salah seorang suami-istri. Suami atau
istri tidak menerima radd maka setelah semua bagian (fardh) istri atau suami diberikan, sisanya
dibagikan kepada dzawil arham. Istri atau suami tidak dapat terhijab oleh cucu (lk atau pr) dari anak
perempuan, atau anak (Ik atau pr) dari cucu perempuan karena mereka adalah far'u ghair al-warits
(keturunan yang tidak termasuk ahli waris). Jumhur ulama sepakat bahwa dalam pembagian waris
dzawil arham apabila ia hanya seorang diri baik laki- laki maupun perempuan maka ia menerima seluruh
harta warisan atau sisa setelah diberikan kepada suami atau istri. Misalnya, ahli waris terdiri atas
seorang istri dan cucu perempuan pancar perempuan (bintu binti) maka bagian istri 1/4 (seperempat)
dan sisanya diberikan kepada cucu pr. pner pr. Jika mereka lebih dari seorang yang berbeda rumpun
atau serumpun namun berbeda jihat, derajat dan kekuatan kekerabatannya maka dapat mengikuti
madzhab ahl tanzil atau ahlu al-qarabah.

Anda mungkin juga menyukai