Anda di halaman 1dari 5

CEMERLANGNYA ILMUWAN MUSLIM DINASTI ABBASIYAH

 LEBIH DEKAT DENGAN ILMUWAN DINASTI ABBASIYAH


Dinasti Bani Abasiyiah, yang berkuasa lebih dari lima abad, sejak 132-656 H/750-1258 M,
merupakan dinasti Islam yang memberikan sumbangan besar bagi kegemilangan peradaban Islam.
Dengan dukungan para khalifah yang memiliki perhatian besar bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan peradaban, melahirkan banyak ilmuan dan para ulama cemerlang yang karya-
karyanya abadi sepanjang sejarah sekaligus membuktikan bahwa peradaban dan kebudayaan
Islam memberi sumbangan besar bagi peradaban dunia. Untuk mengenal lebih dekat, ilmuwan dan
ulama ulama besar tersebut, berikut uraiannya.

1. Ali Ibnu Rabbani At-Tabari (838-870M), Penemu Pertama Ensiklopedia Kedokteran


Abu Al-Hasan Ali bin Sahl Rabban At-Tabari, berasal dari keluarga Syria Yahudi terkenal di Merv
dan pindah ke Tabaristan, sehingga dikenal dengan sebutan At-Tabari. Ayahnya Sahal bin Bisyr
adalah seorang pejabat negara, yang berpendidikan tinggi dan dihormati masyarakat. Ali bin Sahl
At-Tabari masuk Islam pada masa kekhalifahan Al-Mu’tasim. Ia mahir berbahasa Syria dan Yunani,
dua bahasa yang menjadi sumber untuk tradisi pengobatan kuno. Selanjutnya, At-Tabari dikenal
sebagai seorang dokter. Dia juga menjadi ilmuwan yang menulis ensiklopedia kedokteran, berjudul
Fidaus al-Hikmah yang ditulisnya setelah memeluk agama Islam.
Fidaus al-Hikmah ditulis dalam bahasa Arab, kemudian diterjemahkan sendiri ke dalam bahasa
Syiria. Buku ini dibagi ke dalam tujuh bagian; bagian pertama memuat masalah doktrin ilmu
kesehatan kontemporer, berjudul Kulliyatu at-Thibb; bagian kedua berisi uraian bagian-bagian
organ tubuh manusia, peraturan mejaga kesehatan dan laporan tentang penyakit-penyakit yang
menghinggapi otot; bagian ketiga berisi deskripsi tentang diet; bagian keempat tentang seluruh
penyakit yang biasa menimpa badan; bagian kelima berisi deskripsi tentang rasa dan warna; bagian
keenam tentang obat-obatan dan racun; dan bagian ketujuh berisi diskusi tentang astronomi, juga
ringkasan pengobatan ala India.
Ali Rabbani At-Tabari bukan hanya seorang dokter, ia juga ilmuwan yang menguasai berbagai
macam ilmu lain diantaranya ahli dalam ilmu astronomi, filsafat, matematika, dan sastra. Ali
merupakan guru dari seorang ahli pengobatan muslim terkenal lainnya, yakni Zakaria Abu Bakar
Ar-Razi.

2. Abu Ali Al-Husayn bin Abdullah bin Sina/ Ibnu Sina (370 H – 428 H / 980 M – 1037 M)
Ibnu Sina, di dunia Barat dikenal dengan nama Avvicenna, lahir bulan Shafar 370 H/Agustus 980 M
di Ifsyina (negeri kecil dekat Charmitan), suatu kota di Bukhara. Orang tuanya pegawai tinggi pada
pemerintahan Dinasti Saman. Ibnu Sina dibesarkan di Bukhara. Pada usia sepuluh tahun telah
banyak mempelajari ilmu agama Islam dan berhasil menghafal Al-Qur’an. Dari Abu Abdellah Natili,
Ibnu Sina belajar ilmu logika untuk mempelajari buku Isagoge dan Porphyry, Euclid dan Al-Magest
Ptolemus. Setelah itu ia mendalami metafisika Plato dan Arsitoteles.
Ibnu Sina mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya, ilmuwan Kristen. Pada usia 17 tahun
telah dikenal sebagai dokter dan pernah mengobati pangeran Nuh Ibnu Mansur sehingga pulih
kembali kesehatannya. Sejak itu, Ibnu Sina mendapat akses untuk mengunjungi perpustakaan
istana yang terlengkap yaitu Kutub Khana.
Dalam dunia kedokteran, Ibnu Sina adalah ilmuwan muslim pertama yang menemukan peredaran
darah manusia, dimana enam ratus tahun kemudian disempurnakan oleh William Harvey. Dia juga
yang pertama kali mengatakan bahwa bayi selama masih dalam kandungan mengambil
makanannya lewat tali pusarnya. Dia juga yang mula-mula mempraktekkan pembedahan dan
menjahitnya. Dan dia juga terkenal sebagai dokter ahli jiwa yang kini disebut psikoterapi .Ibnu Sina
adalah ilmuwan produktif, menulis buku mencapai 200 buah yang meliputi filsafat, kedokteran,
geometri, astronomi, teologi, filologi, dan kesenian. Karya monumentalnya berjudul Al-Qanun fit-
Tibb. Buku ini merupakan kumpulan pemikiran kedokteran Yunani-Arab. Karya Ibnu Sina ini
dipakai sebagai buku panduan bagi para mahasiswa yang mempelajarai kedokteran dari abad ke-
12 sampai abad ke-17 M. Buku ini membedakan antara mediastinum dan pleurisy (pembengkakan
pada paru-paru); mengenai kemungkinan penalaran wabah penyakit phthisis (penyakit saluran
pernafasan, utamanya asma dan TBC) melalui pernafasan dan penyebaran berbagai penyakit
melalui air dan debu. Ibnu Sina juga memberikan diagnosis ilmiah tentang penyakit ankylostomisis
dan menyebutkan cacing pita sebagai penyebabnya. Sekitar 170 jenis obat-obatan disebutkan
dalam buku ini.
Karya-karya lain Ibnu Sina adalah :
1. Buku mengenai politik seperti: Risalah As-Siyasah, Fi Isbati an-Nubuwah, Al-Arzaq,
2. Buku mengenai Tafsir seperti: Surah al-Ikhlas, Surah al-Falaq, Surah an-Nas, Surah al-
Mu’awizataini, Surah al-A’la.
3. Buku Psikologi seperti: An-Najat.
4. Buku ilmu kedokteran selain Al-Qanun fi al-Thibb, adalah al-Urjuzah fi At-Tibi, al-Adwiyah al-
Qolbiyah, Kitabuhu al-Qoulani, Majmu’ah Ibnu Sina al-Kubra, Sadidiyya.
5. Buku tentang Logika seperti: Al-Isyarat wat Tanbihat, al-Isyaquji, Mujiz, Kabir wa Shaghir
6. Buku tentang musik seperti: Al-Musiqa.
7. Al-Mantiq, diuntukkan buat Abul Hasan Sahli.
8. Buku Fisika seperti: fi Aqsami al-Ulumi al-Aqliyah
9. Qamus el Arabi, terdiri atas lima jilid.
10. Buku filsafat seperti As-Syifa’, Hikmah al-Masyiriqiyyin, Kitabu al-Insyaf, Danesh Nameh,
Kitabu al-Hudud, Uyun-ul Hikmah
11. dan sebagainya.

3. Abu Bakar Muhammad bin Zakariya Ar-Razi (251-313H/864-930M)


Abu bakar Muhammad bin Zakaria ar Razi, berasal dari Persia, lahir di Ray pada tahun 865 M di
dunia Barat dikenal dengan panggilan ‘Ar-Razes. Ar-Razi adalah murid cemerlang dari Ali bin Sahl
Rabban At-Tabari. Setelah mempelajari matematika, astronomi, logika, sastra, dan kimia, ia
memusatkan perhatiannya pada kedokteran, dan filsafat. Ia menjadi seorang dokter dan filosof
besar pada zamannya.
Ar-Razi sangat rajin melakukan penelitian dan menuliskan berbagai hasil penelitiannya. Ia pernah
menulis dalam setahun lebih dari 20.000 lembar kertas. Karya ar-Razi mencapai 232 buku atau
risalah dan kebanyakan dalam bidang kedokteran.
Karya tulis hasil penelitiannya yang termashur adalah al-Hawi, Ensiklopedi Kedokteran berjumlah
20 jilid. Buku ini berisi ilmu kedokteran Yunani, Arab, dan diterjemahkan ke dalam bahasa latin
pada tahun 1279 M. Sejak saat itu, buku tersebut menjadi rujukan di universitas -universitas Eropa
sampai abad ke-17 M. Bukunya yang lainnya yang terkenal adalah Fi al-Judari wa al-Hasbat yang
membahas penyakit campak dan cacar dan diterjemahkan juga ke dalam bahasa latin. Pada tahun
1866 M, buku itu dicetak untuk yang ke-40 kalinya. Ar-Razi wafat pada tahun 932 M di kota kota
kelahirannya.

4. Abu Yusuf Ya’qub Ibnu Ishaq Al-Sabah Al-Kindi (801-873M), Filosof Muslim Pertama
Nama lengkapnya Abu Yusuf Ya’qub bin Ishak bin Sabah bin Imran bin Ismail bin Muhammad bin
Al-Asy’as bin Qais Al-Kindi. Nama al-Kindi berasal dari nama salah satu suku Arab yang besar
sebelum Islam, yaitu suku Kindah. Al-Kindi lahir di Kufah pada tahun 185 H /801 M pada masa
kekhalifahan Harun Ar-Rasyid. Ayahnya bernama Ibnu As-Sabah pernah menjadi Gubernur Kufah
pada masa kekhalifahan Al-Mahdi (775 M – 785 M) dan Harun Ar-Rasyid (786 M – 809 M).
Kakeknya, Asy’ats bin Qais, dikenal sebagah salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW.
Al-Kindi sosok yang dikenal berotak encer. Tiga bahasa penting, yaitu Yunani, Suryani, dan Arab
dikuasainya, sebuah kelebihan yang jarang dimiliki orang pada era itu. Al-Kindi adalah filosof
muslim pertama, karena ia adalah orang Islam pertama yang mendalami ilmu-ilmu filsafat. Pada
saat itu, sampai abad ke-7 M, pengetahuan filsafat masih didominasi orang-orang Kristen Suriah. Al-
Kindi menerjemahkan dan menyimpulkan karya-karya filsafat Helenisme. Ia juga dikenal sebagai
pemikir muslim pertama yang menyelaraskan filsafat dan agama. Al-Kindi memandang filsafat
sebagai ilmu yang mulia. Ia melukiskan filsafat sebagai ilmu dari segala ilmu dan kearifan dari
segala kearifan. Filsafat bertujuan untuk memperkuat kedudukan agama dan merupakan bagian
dari kebudayaan Islam.
Al-Kindi menguasai beragam ilmu pengetahuan. Karyanya berjumlah kurang lebih 270 buah,
yang dapat dikelompokkan dalam bidang filsafat, logika, ilmu hitung, musik, astronomi, geometri,
medis, astrologi, psikologi, politik, dan meteorologi. Salah satu karya Al Kindi di bidang filsafat
adalah Risalah fi Madkhal al Mantiq bi Istifa al Qawl fih yang berisi tentang sebuah pengatar logika.
Al-Kindi mengalami kehidupan tidak kurang dari lima periode khalifah Dinasti Abbasyiah, yakni,
Al-Amin, Al-Makmun, Al-Mu’tasim, Al-Wasiq dan Al-Mutawakkil. Dia menjadi salah satu ilmuwan
besar sekaligus bukti hidup kegemilangan kebudyaaan Islam era kejayaan Islam Baghdad di bawah
kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Ia juga diangkat sebagai guru dan tabib kerajaan. Al-Kindi meninggal
pada tahun 869 M.

5. Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Al-Tusi Al-Syafi’i (450-505H/1058-


1111M)
Nama lengkap Imam Al-Ghazali ialah Muhammad bin Ahmad Al-Imamul Jalil Abu Hamid Ath Thusi
Al-Ghazali, lahir di Thusi daerah Khurasan wilayah Persia pada tahun 450 H /1058 M. Ayah Al-
Ghazali seorang pemintal benang dan ahli tasawuf yang hebat.
Pada masa kecilnya ia sudah mempelajari ilmu fiqh kepada Syekh Ahmad bin Muhammad Ar-
Rozakani, teman ayahnya sekaligus orang tua asuh Al-Ghazali. Kemudian belajar kepada Imam Abi
Nasar Al-Ismaili di negeri Jurjan. Selanjutnya, ia berangkat ke Nisafur dan belajar pada Imam Al-
Haramain Al-Juwaini, guru besar di Madrasah Nizhamiyah Nisafur. Dengan cepat Al-Ghozali dapat
menguasai ilmu –ilmu pengetahuan pokok, seperti ilmu matiq (logika), falsafah dan fiqh madzhab
Syafi’i. Karena kecerdasannya ini Imam Al-Haramain mengatakan bahwa al-Ghazali itu adalah
”lautan tak bertepi’’.
Setelah Imam Al-Haramain wafat, Al-Ghazali meninggalkan Naishabur (Nisafur), pergi ke Mu’askar
untuk mengunjungi Perdana Menteri Nizam Al-Muluk, pemerintahan Bani Saljuk. Al-Ghazali
disambut dengan penuh kehormatan sebagai seorang ulama besar. Menteri Nizam Al-Muluk
akhirnya melantik Al-Ghazali pada tahun 484 H/1091 M, sebagai guru besar pada perguruan Tinggi
Nizamiyah di kota Baghdad. Al-Ghazali kemudian mengajar di perguruan tinggi tersebut.
Disamping menjadi guru besar di Nizamiyah, Al-Ghazali diangkat sebagai mufti untuk membantu
pemerintah dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul dalam masyarakat.
Al-Ghazali selalu hidup berpindah-pindah, khususnya untuk mendalami pengetahuan. Setelah dari
Baghdad berangkat ke Syam, menetap hampir 2 (dua) tahun untuk berlatih membersihkan diri,
menyucikan hati dengan mengingat Tuhan dan beri’tikaf di mesjid Damaskus. Kemudian menuju
ke Palestina untuk mengunjungi kota Hebron dan Jerussalem, tempat di mana para Nabi sejak dari
Nabi Ibrahim sampai Nabi Isa mendapat wahyu pertama dari Allah. Terus berangkat ke Mesir, yang
merupakan pusat kedua bagi kemajuan dan kebesaran Islam sesudah Baghdad. Di Mesir, dari Kairo
dilanjutkan ke Iskandariyah, selanjutnya ke Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima
dan berzirah ke kuburan Nabi Ibrahim. Selanjutnya ia kembali ke Naisabur dan mendirikan
Madrasah Fiqh dan asrama (khanqah) untuk melatih Mahasiswa-mahasiswa dalam paham sufi.
Al-Ghazali menulis banyak sekali kitab, meliputi bidang ilmu yang populer pada zamannya, di
antaranya tentang tafsir al-Qur’an, ilmu kalam, ushul fiqh, fiqih, tasawuf, mantiq, falsafat, dan lain-
lain. Beberapa yang sangat termasyhur dan banyak menjadi rujukan di lembaga-lemba pendidikan
di Indonesia adalah:
a) Ihya Ulum Ad-Din, yang membahas ilmu-ilmu agama.
b) Tahafut al-Falasifah, menerangkan pendapat para filsuf ditinjau dari segi agama.
c) Al-Munqidz min adh-Dhalal, menjelaskan tujuan dan rahasia-rahasia ilmu.
d) Al-Iqtashad fi Al-‘Itiqad (inti ilmu ahli kalam),
e) Jawahir Al-Qur’an (rahasia-rahasia yang terkandung dalam al-Qur’an)
f) Mizan Al-‘Amal (tentang falsafah keagamaan)
g) Al-Maqasshid Al-Asna fi Ma’ani Asma’illah Al-Husna (tentang arti nama- nama Tuhan).
h) Al-Basith (fiqh).
i) Al-Mustasfa (ushul fiqh), dan lain-lain.
A-Ghazali wafat di Tusia, sebuah kota tempat kelahirannya pada tahun 505 H (1111 M) dalam
usianya yang ke 55 tahun.

6. Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Ya’qub Ibnu Miskawaih (320-412H/ 932-1030M)


Nama lengkapnya, Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Ya'qub Ibnu Miskawaih, lebih dikenal Ibnu
Miskawaih atau Maskawaih. Nama itu diambil dari nama kakeknya yang semula beragama Majusi
(Persia), kemudian masuk Islam. Julukannya adalah Abu ’Ali, yang yang merujuk kepada sahabat
’Ali Ibnu Abi Tholib, di samping juga bergelar al-Khazin yang berarti bendaharawan, karena
jabatannya sebagai bendaharawan/ menteri keuangan pada masa kekuasaan ’Adlud al-Dawlah dari
Bani Buwaih (al-dawlah al-buwaihiyyah).
Ibnu Miskawaih dilahirkan di Ray (Teheran Iran, sekarang). Para penulis sejarah berselisih
pendapat tentang tanggal kelahirannya. Namun pendapat yang lebih kuat mengatakan Miskawaih
lahir pada tahun 330 H/942 M, dan meninggal dunia pada tanggal 9 Shafar 421H/16 Pebruari 1030
M.
Tidak banyak informasi yang menjelaskan riwayat pendidikannya. Sejarawan Ahmad Amin
menjelaskan bahwa pendidikan anak-anak pada zaman Abbasiyah adalah bahwa pada umumnya
anak-anak memulai menuntut ilmu pengetahuan dengan belajar membaca, menulis, mempelajari
al-Qur’an dan dasar dari bahasa Arab (nahwu) serta membuat syair-syair. Dilanjutkan dengan
mempelajari ilmu Fiqhi, sejarah, matematika dan ilmu-ilmu peraktis seperti ilmu musik, catur dan
kemiliteran. Ada keterangan keterangan Ibnu Miskawaih belajar sejarah dari Abu Bakr Ahmad
Ibnu Kamil Al-Qadi, mempelajari filsafat dari Ibnu Al-Akhmar, dan mempelajari kimia dari Abu
Thayyib. Ia juga berkawan dengan para ilmuwan diantaranya Ibnu Sina.
Ibnu Miskawaih dikenal sebagai sejarawan besar yang kemasyhurannya melebihi pendahulunya,
At-Thabari. Ia juga seorang dokter, penyair, dan ahli bahasa serta seorang filosof muslim yang
mampu memadukan tradisi pemikiran Yunani dan Islam, di samping juga ahli dalam filsafat
Romawi, India, Arab, dan Persia. Selanjunya yang menjadi perhatian terbesarnya adalah filsafat
etika Islam, hal ini terlihat pada banyak buku-buku karyaya, diantaranya: Risalah fi al-Lazzat wa al-
Alam, Risalah fi at-Thabi'at, Risalah fi Jaubar an-Nafs, Maqalat an-Nafs wa al-'Aql, Fi Isbat as-Shuwar
al-Ruhaniyat allati la Yabula Lama, min Kitab al-'Aql wa al-Ma'qul, Ta'rif li Miskawaih Yumayyizu
bihi bain ad-Dahr wa az-Zaman, Tahzib al-Akhlaq wa Tathhir al-A'raq dan Risalah fi Jawab fi Su'ali li
'Ali Ibnu Miskawaih Ila Abi Hayyan as-Shauli fi Haqiqat al-'Adl.
Oleh sebab itu, Ibnu Miskawaih menjadi ilmuwan muslim pertama di bidang filsafat akhlak.

7. Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan (750-803M)


Orang Barat mengenalnya dengan sebutan ‘Geber’. Abu Musa Jabir bin Hayyan lahir di Kufah pada
tahun 750 M. Sumbangan terbesar Jabir dalam dunia ilmu pengetahuan adalah dalam bidang kimia.
Keahliannya itu didapatnya dari seorang guru bernama Barmaki Vizier pada era pemerintahan
Harun Ar-Rasyid di Baghdad. Ia mengembangkan teknik eksperimentasi sistematis di dalam
penelitian kimia, sehingga setiap eksperimen dapat direproduksi kembali.
Jabir menekankan bahwa kuantitas zat berhubungan dengan reaksi kimia yang terjadi. Jabir dapat
dipandang telah merintis ditemukannya hukum perbandingan tetap.
Sumbangan lainnya yang penting antara lain dalam penyempurnaan proses kristalisasi, distilasi,
kalsinasi, sublimasi, dan penguapan serta pengembangan instrumen untuk melakukan proses-
proses tersebut.
Jabir menulis kitab-kitab penting bagi pengembangan ilmu kimia, antara lain; Kitab Al-Kimya, Kitab
Al-Sab’een, Kitab Al Rahmah, Al Tajmi, Al Zilaq al Sharqi, Book of The Kingdom, Book of Eastern
Mercury, dan Book of Balance.

8. Muhammad Ibnu Musa Al-Khawarizmi (780-850M)


Nama lengkap Al-Khawarizmi adalah Muhammad Ibnu Musa Al-Khawarizmi atau Abu Abdullah
Muhammad bin Ahmad bin Yusoff. Di dunia Barat dikenal sebagai Al-Khawarizmi, Al-Cowarizmi,
Al-Ahawizmi, Al-Karismi, Al-Goritmi, Al-Gorismi dan beberapa ejaan lain. Tentang tahun
kelahirannya banyak pendapat. Ada yang mengatakan Al-Khawarizmi hidup sekitar awal
pertengahan abad ke-9 M. Sumber lain mengatakan hidup di Khawarism, Usbekistan pada tahun
194 H/780 M dan meninggal tahun 266 H/850 M di Baghdad.
Al-Khawarizmi, ilmuwan muslim yang berpengetahuan luas, bukan hanya dalam bidang syariat tapi
di dalam bidang filsafat, logika, aritmatika, geometri, musik, ilmu hitung, sejarah Islam dan kimia
serta penulis ensiklopedia dalam berbagai disiplin.
Dalam usia muda bekerja di Bait al-Hikmah di bawah pemerintahan Khalifah Al-Makmun. Ia bekerja
dalam sebuah observatorium matematika dan astronomi. Al-Khawarizmi juga dipercaya untuk
memimpin perpustakaan khalifah.
Al-Khawarimi memperkenalkan angka-angka India dan cara-cara perhitungan India pada dunia
Islam. Ia adalah ilmuwan yang pertama kali memperkenalkan aljabar dan hisab. Pengetahuan
dalam bidang matematika dan menghasilkan konsep-konsep matematika yang masih digunakan
sampai sekarang.
Beberapa karya yang menjadi sumbangan besarnya bagi pembangan ilmu pengetahuan modern
diantaranya:
a) Al-Jabr wa’l Muqabalah, pemakaian secans dan tangens dalam penyelidikan trigonometri dan
astronomi.
b) Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah, contoh-contoh soal matematika.
c) Sistem nomor dan memperkenalkan Cos, Sin, Tangen dalam penyelesian persamaan
trigonometri, teorema segitiga sama kaki, segi empat, dan lingkaran dalam geometri.
d) Ilmu perbintangan (astronomi).
e) Memperkenalkan cabang-cabang ilmu matematika seperti, geometri, aljabar, aritmatika.
f) Angka nol memiliki nilai, dengan angka nol terbuka jutaan kemungkinan. Dari gagasan inilah
operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bisa jadi lebih mudah dan
sederhana.
g) Mengembangkan sistem nilai-tempat desimal dengan angka 1 sampai 9 sebagai angka sekaligus
pengisi nilai tempat dan angka nol sebagai angka saja.
Karya-karya Al-Khawarizmi di bidang aljabar telah diterjemahkan oleh Gerard of Gremano dan
Robert of Chaster kedalam bahasa Eropa pada abad ke 12.

Anda mungkin juga menyukai