Muhammad Abduh adalah salah satu tokoh pemikir dan pembaharu Islam pada abad 19M. Beliau adalah putra dari Muhammad Abdul bin Khairullah yang memiliki silsilah keturunan bangsa Turki dan Ibunya Junainah yang memiliki silsilah bangsa Arab sampai Khalifah Umar bin Khattab. Muhammad Abduh lahir pada tahun 1849 M di Buhaira, Mesir dan wafat pada tahun 1905 M. Muhammad Abduh dibesarkan oleh kedua orangtuanya yang tidak berpendidikan formal tetapi mampu mendidik beliau hingga menjadi pribadi yang teguh, cerdas, saleh. Diusianya 12 tahun ia sudah mempu menghadal al-Quran seluruhnya. Kemudian, pada tahun 1862 ia melanjutkan belajar di Masjid Ahmadi di Tanta. Setelah itu, beliau pulang kampung dan memutuskan untuk menikah diusia 16 tahun pada tahun 1865. Tidak lama setelah menikah, ayahnya memintanya untuk kembali belajar ke Thanta. Namun, dalam perjalanan menujua ke Thanta beliau mengingat kejenuhannya belajar di Thanta akhirnya beliau membelot dan bertemu seorang syekh bernama Darwisy Khadar. Bersama syekh tersebut beliau kembali mendapatkan semangat belajarnya, dan tidak hanya belajar tentang sufi, tetapi juga etika dan moral, serta praktik kezuhudan dalam dunia sufi. Pada tahun 1866 beliau melanjutkan belajarnya di al-Azhar dan bertemu dengan Al-Afghani kemudian menjadi muridnya dan belajar ilmu filsafat. Beliau adalah tokoh terkenal di Mesir dan dikenal sebagai penggagas kebebasan berfikir dalam bidang agama dan politik. Pada tahun 1877, Muhammad Abduh lulus dari al-Azhar dan mendapat gelar al-Alim dan diangkat menjadi guru di Dar al-Ulum. Beliau memanfaatkan kesempatan ini untuk berbicara dan menulis masalah politik, sosial dan masalah pendidikan nasional. Kemudian, pada tahun 1879 beliau bersama al-Afghani diusir dari Mesir karena sikap politiknya dianggap terlalu keras. Namun pada tahun 1880 ia diundang kembali dan diangkat sebagai kepala redaktur surat kabar resmi al-Waqai’u al-Mishriyyah. Pada tahun 1896, Muhammad Abduh menjadi dewan administrasi al-Azhar dan mendirikan madrasah. Dan pada tahun 1899 ia kembali dikeluarkan dari dunia pendidikan dan diangkat menjadi mufti besar di Mesir. Di posisi tersebut beliau mengupayakan unrtuk memperbaharui sistem administrasi waqaf dan hukum. Dan jabatan ini dipegangnya hingga ia meninggal pada tanggal 11 Juli 1905. B. Pemikiran Pembaharuan Muhammad Abduh 1. Rasionalitas Muhammad Abduh Menurutnya, iman tidak sempurna apabila tidak didasarkan atas akal. Iman harus berdasarkan keyakinan kepada Tuhan, Rasul, serta kemahakuasanNya. Sehingga kedudukan akal sangat penting dalam memahami semua hal. Menurut beliau, pembaharuan agama berarti membebaskan akal pikiran dari taklid, memahami agama lewat kaum salaf, kembali kepada sumber utama dan asli dalam memperoleh pengetahuan (agama) agar manusia tidak tergelincir dan tersesat. 2. Pembaharuan Pendidikan Muhammad Abduh Menurutnya, uapaya pembaharuan harus dimulai dengan membangun sistem pendidikan yang kritis dan metode yang modern. Bahwa metode selama ini hanya mengandalkan hafalan dan perlu dilengkapi dengan metode rasional dan pemahaman. Sehingga, siswa mampu menghafal bahan ajaran dan memahaminya dengan kritis dan komprehensif. Selain itu, beliau juga mengusulkan agar menghidupkan metode munadzarah (diskusi) dan memperbaiki bahasa Arab yang dipakai pemerintah maupun surat kabar dan menjadikannya sebagai bahasa ilmiah. Melalui sistem pendidikan diharapkan terjadi perubahan pola pikir keagamaan bangsa Mesir. Pada tahun 1896, belaiu juga mengajukan agar al-Azhar membuka fakultas kedokteran dan farmasi, dan penambahan materi kuliah seperti ilmu hitung, aljabar, sejarah, geografi, logika filsafat, dan ilmu lainnya. Mengingat pada saat dulu beliau menjadi mahasiswa di sana, al-Azhar masih dalam keadaan terbelakang dan jumud. Bahkan segala sesuatu yang berlawanan dengan kebiasaan dianggap kekafiran misalnya seperti membaca buku geografi, ilmu alam atau falsafah adalah hal yang dianggap bid’ah. 3. Pembaharuan Politik dan Pemerintahan Muhammad Abduh Menurut Muhammad Abduh dalam bidang politik beliau lebih menekankan kebebasan dalam menentukan apkah negara dengan bentuk khalifah atau demokrasi seperti yang terjadi di Barat. Beliau memberikan kebebasan politik dan kebebasan berorganisasi kepada masyarakat. Kebebasan ini disebut sebagai kebebasan Insyaniah dalam menetapkan. Dari kebebasan tersebut, beliau berharap manusia dapat melakukan dengan penuh kesadaran, sehingga apa yang diharapakan dapat dicapai. Selain itu, beliau juga mementingkan kepemimpinan karena kepemimpinan merupakan kunci dalam dinamika kehidupan. Menurut beliau sebuah kekuasaan perlu adanya pembatasan dengan aturan yang jelas, sebab tanpa adanya aturan maka akan terjadi kesewenang- wenangan. Maka dari itu, beliau mengajukan prinsip musyawarah yang dapat mewujudkan kehidupan yang demokratis. Sedangkan urusan pemerintahan, beliau berpendapat perlu adanay desentralisasi dan pemberian kebebasan dalam setiap institusi pemerintahan secara adminitratif. Beliau juga mengajukan pemerintahan yang sama seperti Tasyi’iyah (legislatif), Tanfidhiyah (eksekutif), dan Qadha’iyah (yudikatif). Walaupun ketiganya memiliki kekuasaan masing-masing tetapi dapat saling membantu dan bekerjasama. 4. Pembaharuan Sosial Keagamaan Menurut beliau, kemajuan agama Islam tertutup oleh umat Islam itu sendiri, dimana umat Islam masih kaku dalam memahami ajaran Islam yang masih menganut metode klasik seperti menghafal lafadznya tetapi tidak berusaha mengamalkan isinya. Pemikiran beliau dalam hal ini yaitu akal mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam, ajaran Islam harus sesuai dan mengikuti pengetahuan modern, begitu pula ilmu pengetahuan harus sesuai dengan ajaran Islam. Sumber : Wiranata, Ricky Satria Rz. 2019 Pemikiran Abduh dan Relevansinya dalam MPI Era Kontempore. Al-Fahim Vol.1 No.1. Komaruzaman.2017. Studi Pemikiran Muhammad Abduh.Tarbawi Vol.3.No. 01. Satia Pohan, Indra. 2019. Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad Abduh. Wahana Inovasi Volume 8 No.1. Suwito Dan Fauzan. 2015. Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan.UIN Surabaya. https://sc.syekhnurjati.ac.id