Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HUKUM ISLAM DI MASA SEKARANG ( KONTEMPORER )

( ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Tarikh Tasyrik )

Dosen Pengampu : Dr. JURIONO. M. Ag.

Disusun Oleh :

Kelompok 3

SITI ROFI’AH ( 2001010172 )

ALFI SYAHRI ( 2001010015 )

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PRODI PAI C NON REGULER

UNIVERSITAS AL WASHLIYAH UNIVA MEDAN

T.A. 2022 -2023


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zaman senantiasa melaju dengan pesat bagaikan roda yang berputar terus
menerus tanpa henti-hentinya. Dalam perputaran itu, selalu terjadi perubahan
(change) sebagai konsekuensi dari arus perkembangan pemikiran manusia dalam
rangka mencari cara baru untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Perubahan
menuju kepada perkembangan (modern), banyak menimbulkan persoalan baru,
terutama karena bias dari kemajuan sains dan teknologi. Perkembangan modern
tersebut melahirkan berbagai macam bentuk perubahan, baik secara struktural
maupun kultural.

Dalam era modernisasi ini, salah satu aspek pemikiran yang ikut mengalami
tuntutan respon dan perubahan adalah bidang hukum Islam, dimana banyaknya
persoalan-persoalan baru yang muncul pada abad modern ini, yang belum
dijelaskan dalam nash Al Qur’an Hadits, bahkan oleh para Fuqaha. Dalam
menghadapi persoalan inilah, penafsiran dan upaya penemuan hukum dan ahli
hukum Islam sangat dituntut. Karena nash Al Qur’an -Hadits tidak begitu saja
disosialisasikan untuk merespons persoalan kultural, atau berlaku hanya pada
waktu tertentu saja, tapi juga diperuntukkan buat seluruh masyarakat (pada waktu
tertentu), sampai hari kiamat.

Menurut Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa kondisi masyarakat yang selalu


berubah dan berkembang, akan senantiasa melahirkan masalah-masalah baru yang
memerlukan jawaban secara pasti tentang status hukumnya, terutama zaman
sekarang ini, ijtihad menjadi lebih dibutuhkan, karena terjadi perubahan luar biasa
dalam kehidupan sosial setelah revolusi industri.1

1
Yusuf Al-Qardhawy, Tentang Ijtihad Kontemporer, Alih Bahasa: Ahmad Syathori, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1987). h. 132

1
B. Rumusan Masalah
a. Ulama - ulama kontemporer dan karyanya ?
b. Perbandingan Pendapat Antar ulama Mengenai Hukum Islam Pada Masa
Sekarang ( Kontemporer )?
c. Contoh Kasus Hukum Islam di Masa Sekarang ( Kontemporer )
Berdasarkan Fatwa MUI No. 24 Tahun 2017 ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ulama – Ulama Kontemporer Dan Karya – Karyanya

Secara umum, Ulama adalah orang yang memiliki ilmu. Ilmu yang
dimaksudkan tentu sangat luas baik ilmu agama maupun ilmu umum. Namun,
banyak kalangan yang mengatakan ulama adalah seseorang yang memahami
berbagai ilmu, seperti ilmu fiqih, ilmu hadits, ilmu tauhid dan lainnya. Karena
batasan makna ulama begitu luas maka cara memahaminya juga sangat luas.

Sebelumnya telah diuraikan mengenai ulama. Untuk selanjutnya akan


dipaparkan terkait dengan ulama kontemporer. Terlebih dahulu akan dikaji
mengenai apa itu kontemporer. Kontemporer berarti masa kini, berubah menuju
perbaikan, keadaan sekarang yang terkontaminasi dengan modernisasi. Ulama
kontemporer berarti orang yang memahami ilmu dengan menggunakan
metodologi yang disesuaikan dengan era sekarang. Mereka berorientasi kepada
pemikiran-pemikiran baru sebagai pembaharuan dari pemikiran terdahulu.

Menurut Abdullah Saeed, menyatakan ulama kontemporer berarti kalangan


yang berasal dari argumen kontekstual dengan menggunakan pendekatan sosio-
historis dalam memahami beberapa ayat Al-Qur’an. Intinya dengan memahami
teks Al -Qur’an yang disesuaikan dengan kontektual yang sedang terjadi 2. Sedikit
bisa diambil kesimpulan bahwa ulama kontemporer yaitu ulama yang berada pada
saat sekarang dengan mengambil metodologi berlatar sosio-kultural dengan tujuan
untuk perbaikan.

Berikut ini Ulama – ulama Kontemporer beserta karya-karyanya di


antaranya, yaitu :

1. Ulama Yusuf Al Qardhawi


2
(Abdullah Saeed, Interpreting The Al-Qur’an To wards a Comtemporary Approach (New York:
Roudledge, 2006). h. 1-7

3
Yusuf Al-Qardhawi lahir di desa Shafat Thurab, Mesir bagian Barat, pada
tanggal 9 September 1926. Desa tersebut adalah tempat dimakamkannya salah
seorang sahabat Rasulullah SAW, yaitu Abdullah bin Harits r.a.3

Yusuf Al-Qardhawi berasal dari keluarga yang taat beragama. Ketika berusia
2 tahun, ayahnya meninggal dunia. Sebagai anak yatim ia hidup dan diasuh oleh
pamannya, yaitu saudara ayahnya. Ia mendapat perhatian cukup besar dari
pamannya sehingga ia menganggap pamannya itu sebagai orang tuanya sendiri.
Seperti keluarganya, keluarga pamannya pun taat menjalankan agama Islam.
Sehingga ia terdidik dan dibekali dengan berbagai ilmu pengetahuan agama dan
Syariat Islam.4

Yusuf al-Qardlawi kemudian masuk ma‟had agama “Thantha” yang


dirampungkan selama empat tahun, lalu melanjutkan ke ma‟had Tsanawiyah
(menengah) selama lima tahun dan melanjutkan di universitas Al-Azhar Kairo. Di
sana, ia belajar di Fakultas Ushuluddin mengambil bidang studi agama dan
mendapat ijazah Lc (S1). Pada tahun 1953, ia berhasil mencapai peringkat
pertama di antara 500 mahasiswa tiga fakultas di Universitas tersebut. Kemudian
ia masuk spesialis mengajar di Fakultas Bahasa Arab dan mendapatkan ijazah
M.A (S2) serta ijazah mengajar. Pada tahun 1957, ia masuk Ma’had al-Buhus wa
al-dirasah al-„Arabiyyah al-‟Aliyah (Institut Pembahasan dan Pengkajian Arab
Tertinggi) di bawah Universitas Negara-negara Arab dan ia memperoleh Diploma
tinggi di bidang bahasa dan sastra.

Yusuf al-Qardlawi merupakan seorang ulama yang gigih dalam mempertahan


dan menjelaskan Islam melalui buku-bukunya. Buku-buku karangannya melebihi
100 buah buku amat baik dibaca, diteliti dan dikaji oleh anak-anak muda dalam
membentuk pemikiran Islam. Hasil mutiara pemikirannya perlu digarap
sepenuhnya oleh generasi kini dan akan datang. Adapun Karya-karyanya yaitu :
(1) Fatawa Mu’ashirah, (2) . Al-Khashaish al-Ammah li Al-Islam, (3) Fii Fiqhil-

3
Yusuf Al-Qardhawi, Fatawa Qardhawi, terj: H. Abdurrahman Ali Bauzir, (Surabaya: Risalah
Gusti,1996), h. 399
4
Yusuf Al-Qardhawi, Pasang Surut Gerakan Islam, terj: Faruq Uqbah, (Jakarta: Media Dakwah,
1987), h. 153

4
Auliyyaat Diraasah Jadiidah Fii Dhau’il-Qur’ani was-Sunnati, (4) Al-halal wa al-
Haram fi al-Islam, (5) As-sunnah Mashdaran li Al-Ma’rifah wa al-Hadharah, (6)
Syariat Islam di Tantang Zaman.

2. Ulama Syekh Sa'id Ramadhan Al – Buthi

Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi yang mempunyai nama


lengkap Muhammad Sa’id ibnu Mula Ramadhan ibnu Umar al-Buthi lahir pada
tahun 1929 di Desa Jilka, Pulau Buthan ( Ibn Umar), sebuah kampung yang
terletak di bagian utara perbatasan antara Turki dan Irak.

Beliau wafat diserang bom bunuh diri tepat saat beliau mengisi Ta'lim di
Masjid Jami' Al Iman di Kota Damaskus, Suriah, ba`da maghrib hari Kamis, 21
Maret 2013. Beliau Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi adalah salah
seorang tokoh ulama dunia yang menjadi sumber rujukan masalah-masalah
keagamaan. Beliau juga merupakan seorang pemikir Islam moderat sekaligus
penulis yang sangat produktif. Terhitung total jumlah karya yang beliau buat
sebanyak 75 buku. Karya-karyanya juga banyak syariah, sastra, filsafat, sosial
bahkan dalam bidang ilmu kebudayaan.5

Adapun beberapa karya-karya al-Buthi yang diterjemahkan ke dalam bahasa


Indonesia seperti Al-Hub fil Qur’an (Al-Qur’an Kitab Cinta), La ya’thi al-Bathil
(Takkan Datang Kebathilan Terhadap Al-Qur’an), Fiqh al-Sirah al-Nabawiyah
(Sirah Nabawiyah: Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa
Rasul saw.). Dhowabith Al -Maslahah fi al-Syari’ah al-Islamiyyah merupakan
referensi primer dalam kajian Bahtsul Masail (BM).

3. Ulama Buya Yahya

5
Ibid, h. 10-11

5
Buya Yahya memiliki nama lengkap: Yahya Zainul Ma ’arif Jamzuri. Beliau
lahir di Blitar, Jawa Timur pada hari Rabu Legi tanggal 16 Rojab tahun 1393
Hijriyah atau 10 Agustus 1973 Masehi. Saat ini Buya Yahya bertempat tinggal di
lingkungan Lembaga Pengembangan Dakwah (LPD) Al-Bahjah Kel. Sendang
Kec. Sumber Kab. Cirebon, Jawa Barat. Adapun Karya – karya Buya Yahya
diantarnya yaitu :

1) Indahnya Memahami Perbedaan Para Ulama


2) [Silsilah Fiqih Praktis] Fiqih Bepergian: Solusi Shalat di Perjalanan & Saat
Macet
3) Buya Yahya Menjawab
4) [Silsilah Aqidah Praktis] Aqidah 50
5) [Silsilah Fiqih Praktis] Bab: Thoharoh
6) [Silsilah Fiqih Praktis] Bab: Shalat

4. Ulama Quraisy Shihab

Nama lengkap adalah Muhammad Quraish Shihab. Ia lahir tanggal16


Februari 1944 di Rappang. Sulawesi Selatan. Ia berasal dari keluarga keturunan
Arab yang terpelajar ayahnya, Prof. Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama
dan guru besar dalam bidang tafsir. Abdurrahman Shihab di pandang sebagai
salah seorang ulama, pengusaha dan politikus yang memiliki reputasi baik di
kalangan Masyarakat Sulawesi Selatan.

M. Quraish Shihab sangat aktif sebagai penulis. Saat ini, aktivitas harian
Quraish lebih banyak didedikasikan untuk menulis buku, data mencatat sudah ada
sekitar 61 judul buku yang beliau tulis, dan tentunya Quraish juga memiliki karya
besar, Tafsir Al-Misbah, dan semua buku karya Quraish yang penerbitnya adalah
Lentera Hati. Quraish Shihab adalah ulama-pemikir yang sangat produktif
menciptakan karya tulis. Selain itu, ia sangat Istiqomah pada jalannya, yakni
pembahasan Alquran dan tafsir. Mendekati seluruh karyanya yang berkolerasi
dengan persoalan Alquran dan tafsir. Karya beliau pun mendapat respon positif

6
dan apresiasi dari masyarakat serta menjadi karya terbaik yang beberapa kali
pencetakan ulang. Adapun Karya-karyanya yaitu, diantaranya :

1) “40 Hadits Qudsi pilihan (2007)”


2) “Anda Bertanya, Quraish Shihab Menjawab: Berbagai Masalah
Keislaman (2002)”
3) “Al -Lubab : Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah-Surah Alquran
(2008)”
4) “Islam yang saya Pahami (2018)”
5) “Islam yang Disalahpahami (2018)”
6) “Jawabannya adalah Cinta (2019)”
7) “Jilbab pakaian wanita muslimah (2004)”

B. Perbandingan Pendapat Antar ulama Mengenai Hukum Islam


Pada Masa Sekarang ( Kontemporer )

Adapun pandangan Ulama- ulama Mengenai Hukum Islam Pada Masa Sekarang
( Kontemporer ) yaitu :

1. Pandangan Menurut Ulama Quraisy Shihab tentang Hukum memakai Jilbab


‫يا يها النبي قل اٱلزواجك وبنتك وبنتك ونسآء المؤمنين يد نين عليهن من جال بيبهن ذلك‬
‫ادنئ إن يعرفن فال يؤدين وكان هللا غفرارحيما‬

Menurut Quraish Shihab ayat di atas tidak memerintahkan wanita


Muslimah untuk memakai jilbab karena jika dilihat dari sejarahnya ketika itu
sebagian dari wanita terdahulu telah memakai jilbab, hanya saja cara memakainya
belum sesuai dengan apa yang dikehendaki ayat ini. Kesan tersebut diperoleh dari
redaksi ayat diatas yang menyatakan bahwa jilbab yang dikenakan oleh wanita
terdahulu belum sesuai dengan yang diperintahkan yaitu, “hendaklah mereka
mengulurkannya”. Hal ini menggambarkan bahwa mereka telah memakai jilbab
tetapi belum mengulurkannya, lebih-lebih lagi bagi yang belum memakainya.

7
M. Quraish Shihab juga berpendapat meskipun ayat jilbab menggunakan
redaksi perintah, tetapi bukan berarti semua perintah dalam Al-Qur’an merupakan
perintah wajib. Namun perintah berjilbab bagi wanita merupakan perintah dalam
artian “sebaiknya” bukan seharusnya. Seperti tasymit al-athis atau perintah
mengunjungi orang sakit dan mengantar jenazah, yang ke semuanya hanya
merupakan anjuran yang sebaiknya dilakukan bukan seharusnya. Maka dari itu,
siapa pun tidak boleh berkata bahwa yang menutup seluruh badannya kecuali
wajah dan telapak tangannya telah menjalankan ayat tersebut, bahkan mungkin
berlebih. Tetapi di saat yang sama juga tidak boleh menyatakan mereka yang tidak
memakai kerudung atau yang menampakkan tangannya bahwa mereka secara
pasti telah melanggar petunjuk agama, karena Al-Qur’an tidak menyebut batas
aurat.

Tak hanya itu, M. Quraish Shihab juga berargumen bahwa rambut bukan
merupakan aurat, karena menurutnya masih ada anggota tubuh lain yang lebih
besar daya rangsangannya selain rambut misalnya, suara yang merdu, badan yang
indah, dan pacar masa kini berupa aneka bedak dan make-up yang sedemikian
rupa. Jadi, ketika wajah dipenuhi oleh pacar lebih besar daya rangsangannya
daripada hanya menampakkan keindahan rambut wanita, karena wajah merupakan
perhiasan wanita yang paling berharga.

Jadi, menurut Quraish Shihab hukum memakai jilbab bukan merupakan


sebuah kewajiban. Menurutnya, tidak ada dalil yang jelas dan tegas dalam
perintah penetapan kewajiban jilbab tersebut. Seandainya ada dalil yang
menunjukkan kewajiban berjilbab bagi wanita Muslimah dengan jelas dan tegas,
maka mungkin tidak ada perbedaan pendapat oleh para ulama dulu maupun
sekarang.

2. Pandangan Menurut Ulama Yusuf Al Qardlawi tentang Hukum memakai


jilbab
‫يا يها النبي قل اٱلزواجك وبنتك وبنتك ونسآء المؤمنين يد نين عليهن من جال بيبهن ذلك‬
‫ادنئ إن يعرفن فال يؤدين وكان هللا غفرارحيما‬

8
Jilbab adalah pakaian yang lebarnya semacam baju kurung yang digunakan
oleh wanita dengan tujuan untuk menutup tubuhnya. Sebagian perempuan
jahiliyah masa lampau apabila keluar rumah mereka menampakkan sebagian
kecantikannya sehingga mereka diganggu oleh laki-laki yang usil dan fasik.

Adapun yang dimaksud dengan jilbab dalam pandangan Yusuf Qordowi


adalah jilbab yang menutupi seluruh tubuh perempuan kecuali wajah dan telapak
tangan. Sedangkan pakaian yang menutupi seluruh tubuh perempuan hingga
wajah dan telapak tangan seperti niqab, tidak wajib bagi perempuan.

Menurut Yusuf Qordowi dalam bukunya Halal dan Haram dalam Islam,
mengatakan bahwa semua bagian tubuh yang tidak boleh ditampakkan adalah
aurat. Dengan kata lain, aurat adalah bagian-bagian tubuh seseorang yang sudah
balig yang apabila dibuka atau diperlihatkan itu haram hukumnya.

Jadi, Menurut Yusuf qordowi hukum memakai jilbab bagi wanita


Muslimah adalah wajib, karena berdasarkan pada Al-Qur’an surat al Azhab 33
dan 59 dan kesepakatan para ulama terdahulu bahwa untuk masalah jilbab
semuanya sepakat walaupun ada yang tidak sependapat tetapi itu hanya di dalam
lingkup batasan aurat yang wajib ditutupi oleh wanita Muslimah, tidak sampai
kepada ketidak wajibkan untuk memakai jilbab.

3. Pandangan Menurut Ulama Ramadhan Al Buthi tentang memakai jilbab

Prof. Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi, dalam bukunya yang


berjudul Ma’an Nas: Masyurat Wal Fatawa mengatakan bahwa Jilbab hukumnya
wajib bagi perempuan Muslimah. Dan perintah mengenakan jilbab ini tidak hanya
ditujukan kepada istri-istri Nabi saja melainkan kepada seluruh wanita Muslimah.
Dengan demikian, maka menjadi jelas bahwa jilbab dalam pandangan Prof. Dr.
Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi adalah kewajiban kaum Muslimah.

4. Contoh Kasus Mengenai Fatwa MUI No. 24 Tahun 2017

9
Mengenai Fatwa MUI No. 24 Tahun 2017 Tentang FATWA TENTANG
HUKUM DAN PEDOMAN BERMUAMALAH MELALUI MEDIA SOSIAL
yaitu Sebagai Berikut :

Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan:

a) Ketentuan umum
1. Bermuamalah adalah proses interaksi antar individu atau kelompok yang
terkait dengan hubungan antar sesama manusia (hablun minannas)
meliputi pembuatan (produksi), penyebaran (distribusi), akses (konsumsi),
dan penggunaan informasi dan komunikasi.
2. Media Sosial adalah media elektronik, yang digunakan untuk
berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi dalam bentuk Blog, jejaring
sosial, forum, dunia virtual, dan bentuk lain.

b) Ketentuan Hukum
1) Dalam bermuamalah dengan sesama, baik di dalam kehidupan riil
maupun media sosial, setiap muslim wajib mendasarkan pada keimanan
dan ketakwaan, kebajikan (mu‟asyarah bil ma‟ruf), persaudaraan
(ukhuwwah), saling wasiat akan kebenaran (al-haqq) serta mengajak pada
kebaikan (al-amr bi al-ma‟ruf) dan mencegah kemunkaran (al-nahyu „an
al-munkar).

2) Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial wajib


memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tidak
mendorong kekufuran dan kemaksiatan.
b. Mempererat persaudaraan (ukhuwwah), baik persaudaraan
keIslaman (ukhuwwah Islamiyyah), persaudaraan kebangsaan,
(ukhuwwah wathaniyyah), maupun persaudaraan kemanusiaan
(ukhuwwah insaniyyah).

10
c. Memperkokoh kerukunan, baik intern umat beragama, antar umat
beragama, maupun antara umat beragama dengan Pemerintah.

3) Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan


untuk:
a. Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan.
b. Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar
suku, agama, ras, atau antar golongan.
c. Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan
tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup.
d. Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang
terlarang secara syar’i.
e. Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat
dan/atau waktunya

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ulama kontemporer yaitu ulama yang berada pada saat sekarang dengan
mengambil metodologi berlatar sosio-kultural dengan tujuan untuk perbaikan.

Menurut Quraish Shihab hukum memakai jilbab bukan merupakan sebuah


kewajiban. Menurutnya, tidak ada dalil yang jelas dan tegas dalam perintah
penetapan kewajiban jilbab tersebut. Seandainya ada dalil yang menunjukkan
kewajiban berjilbab bagi wanita Muslimah dengan jelas dan tegas, maka mungkin
tidak ada perbedaan pendapat oleh para ulama dulu maupun sekarang.

Menurut Yusuf qordowi hukum memakai jilbab bagi wanita Muslimah


adalah wajib, karena berdasarkan pada Al-Qur’an surat al Azhab 33 dan 59 dan
kesepakatan para ulama terdahulu bahwa untuk masalah jilbab semuanya sepakat
walaupun ada yang tidak sependapat tetapi itu hanya di dalam lingkup batasan
aurat yang wajib ditutupi oleh wanita Muslimah, tidak sampai kepada ketidak
wajibkan untuk memakai jilbab.

Prof. Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi, dalam bukunya yang


berjudul Ma’an Nas: Masyurat Wal Fatawa mengatakan bahwa Jilbab hukumnya
wajib bagi perempuan Muslimah. Dan perintah mengenakan jilbab ini tidak hanya
ditujukan kepada istri-istri Nabi saja melainkan kepada seluruh wanita Muslimah.
Bahwa Jilbab dalam pandangan Prof. Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi
adalah kewajiban kaum Muslimah.

12
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf Al-Qardhawy, Tentang Ijtihad Kontemporer, Alih Bahasa: Ahmad


Syathori, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987).

Abdullah Saeed, Interpreting The Al-Qur’an To wards a Comtemporary


Approach (New York: Roudledge, 2006).

Yusuf Al-Qardhawi, Fatawa Qardhawi, terj: H. Abdurrahman Ali Bauzir,


(Surabaya: Risalah Gusti,1996)

13

Anda mungkin juga menyukai