Dosen Pengampu :
A. M. Ismatulloh S. Th.I., M.S.I
Disusun Oleh:
1. Tati Khofifah (2017501050)
2. Nur Fatin Aliyah (2017501059)
3. Ragha Sathtreia Shihab (2017501081)
Dalam rentang waktu 14 abad, Tafsir Al-Qur’an memiliki peran yang sangat besar
dalam perjalanan Sejarah Peradaban Islam para ahli tafsir yang punya andil dalam
mentafsirkan Al-Qur’an Al-Karim. Namun demikian, kebutuhan masyarakat akan Tafsir Al-
Qur’an Al-Karim masih sangat tinggi. Oleh karena itu para ulama kontemporer berusaha
menghadirkan tafsir-tafsir yang sesuai dengan kebutuhan zaman dan menjadi solusi untuk
permasalahan- permasalahan umat.Diantara tafsir tersebut adalah tafsir Al-Azhar karya Prof.
Dr. Buya Hamka. Tafsir Al-Azhar merupakan karya dari Ulama Nusantara dimana ia ditulis
di saat kondisi umat Islam membutuhkan Solusi dari permasalah-permasalahan yang dihadapi
oleh mereka saat itu; diantaranya adalah lemahnya Umat islam Indonesia di bidang Tafsir dan
pemahaman terhadap Al-Qur’an Al-Karim.
Al-Qur’an diyakini oleh umat Islam sebagai sumber hukum dan pedoman hidup
menuju kebahagiaan dunia akhirat.Sebagai seorang mu’jizat penafsiran terhadap Alqur’an
tidak akan pernah habis,bahkan semakin berkembang seiring berkembangnya peradaban dan
berjalannya masa.Dengan kata lain pancaran sinar sebagai interpretasi manusia terhadap kitab
suci ini akan terus muncul dari sumber yang sama yang tidak pernah berubah.Oleh karena
itu,bermunculannya Tafsir-tafsir Alqur’an harus dianggap suatu dinamika dan cerminan
perkembangan wawasan para penafsirnya sesuai dengan situasi dan kondisi serta tidak bisa
dipisahkan oleh masa munculnya tafsir tersebut.
Perkembangan Tafsir Indonesia sejak awal abad ke-20 hingga tahun 1960-an
memberikan tiga corak penafsiran yaitu: (a). Penafsiran surat-surat tertentu (b). Penafsiran
terhadap juz-juz tertentu dan (c). Penafsiran secara keseluruhan Alqur’an.Contoh corak
pertama antara lain:Tafsir Alqur’an Al-karim,yasin,karya Adnan Lubis yang diterbitkan di
Medan pada tahun 1951.Tafsir ini hanya menafsirkan satu surat yaitu surat yasin.Contoh
corak kedua adalah:al-Burhan,Tafsir Juz Amma,karya H. Abdul Karim Amrullah,diterbitkan
tahun 1922 di Padang.Sedangkan Tafsir Hamka menjadi salah satu model tafsir ketiga,yaitu
lengkap 30 juz,disamping tafsir-tafsir yang lain.Tafsir ini diterbitkan pertama kali tahun 1967
di jakarta.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Hamka
Nama lengkap Buya Hamka adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah.
Namun ia lebih dikenal dengan Hamka yang merupakan akronim namanya sendiri.
Sebutan buya di depan namanya tak lain merupakan panggilan buat orang
Minangkabau yang disadur dari bahasa Arab, abi atau abuya, yang berarti ayah kami
atau seseorang yang sangat dihormati. Ia lahir di Kampung Molek, Maninjau,
Sumatera Barat pada 1908 / 14 Muharram 1326 H,beliau wafat pada umur 73
tahun.Pada hari Jum’at jam 10.41.Pada tanggal 24 Juli 1981 M bertepatan dengan 22
Ramadhan 1401 H, beliau menghembuskan napas terakhirnya di rumah sakit pusat
Pertamina.1
Ayahnya adalah seorang ulama islam terkenal yaitu Dr H Abdul Karim bin
Muhammad Amrullah bin tuanku Abdullah Saleh, alias haji rasul pembawa faham-
faham pembaharuan Islam di Minangkabau khususnya dan di Sumatra pada umumnya
yang dikenal pada waktu itu dengan sebutan kaum muda. Pergerakan yang dibawanya
adalah menentang ajaran rabithah, yang menghadirkan guru dalam ingatan, salah satu
sistim yang ditempuh oleh penganut-penganut tarikat apabila mereka akan memulai
mengerjakan suluk. Setelah itu beliau menyatakan pendapat-pendapat yang lain yang
berkenaan dengan masalah khilafiyah.2
Hamka merupakan sebuah akronim dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah.
Nama asli Hamka yang diberikan oleh ayahnya adalah Abdul Malik, proses
penambahan nama hajinya setelah pulang dari menunaikan rukun Islam yang kelima,
ketika itu dikenal dengan nama Haji Abdul Malik. Sementara penambahan nama di
belakangnya dilakukan dengan mengambil nama ayahnya Karim Amrullah. Proses
penyingkatan namanya dari Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah menjadi
HAMKA berkaitan dengan aktivitas beliau dalam bidang penulisannya.
1
Tim Wartawan Pan jimas, Perjalanan Terakhir Buya Hamka, (Jakarta: Panji Masyarakat,1981), 1.
2
Rusydi, Pribadi dan Martabat Buya, Hamka, (Pustaka Panjimas: Jakarta, 1983), 1.
Ibunya bernama Siti Shafiyah Tanjung binti Haji Zakaria yang mempunyai
gelar Bagindo Nan Batuah. Dikala mudanya terkenal sebagai guru tari, nyanyian dan
pencak silat. Merupakan istri ketiga dari HAMKA. Dalam perkawinannya ini
Shafiyah di karuniai empat orang anak yaitu: Hamka, Abdul Kudus, Asman dan
Abdul Muthi. Dari geneologis ini dapat diketahui, bahwa ia berasal dari keturunan
yang taat beragama dan memiliki hubungan dengan generasi pembaharuan Islam di
Minangkabau pada akhir abad XXVIII dan awal abad XIX. Ia lahir dalam struktur
masyarakat Minangkabau yang menganut sistem matrilineal. Oleh karena itu, dalam
silsilah Minangkabau ia berasal dari suku Tanjung, sebagaimana suku ibunya.
C. Tafsir Al-Azhar
1. Pengenalan Tafsir Al-Azhar
Hamka di Indonesia bahkan di mancanegara di kenal sebagai seorang
mufassir salah satu karyanya adalah tafsir al-Azhar yang menjadi karya
manumental dari seluruh karyanya.Tafsir al-Azhar pada mulanya merupakan
materi yang di sampaikan dalam acara kuliah subuh yang diberikan oleh
3
Mif Baihaqi, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan: Dari Abendanon Hingga Imam Zarkasyi (Bandung: Nuansa,
2007), h. 62
4
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka., h. 47
Hamka di masjid Agung al-Azhar Kebayoran, Jakrta sejak tahun 1959.Ketika
itu masjid tersebut belum dinamakan masjid al-Azhar.Dalam waktu yang sama
bulan Juli 1959 Hamka bersama KH. Fakih Usman HM. Yusuf Ahmad
(Mentri Agama dalam kabinet Wilopo 1952, Wafat tahun 1968 ketika
menjabat ketua Muhamadiyyah menerbitkan majalah “Panji Masyarakat”
yang menitik beratkan soal-soal kebudayaan dan pengetahuan Agama Islam.
Dalam Kata Pengantar, Hamka menyebut beberapa nama yang ia anggap
berjasa bagi dirinya dalam pengembaraan dan pengembangan keilmuan
keislaman yang ia jalani.
Nama-nama yang disebutnya itu boleh jadi merupakan orang-orang
pemberi motivasi untuk segala karya cipta dan dedikasinya terhadap
pengembangan dan penyebarluasan ilmu-ilmu keislaman, Tidak terkecuali
karya tafsirnya.Nama-nama tersebut selain disebut Hamka sebagai orang-
orang tua dan saudara-saudaranya, juga disebutnya sebagai guru-gurunya.
Nama-nama itu antara lain, ayahnya sendiri yang merupakan gurunya sendiri,
Dr. Syaikh Abdulkarim Amrullah, Syaikh Muhammad Amrullah (kakek),
Abdullah Shalih (Kakek Bapaknya).
5
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), Jilid I , h.59
6
Ibid., h.48
a. Menyajikan ayat awal pembahasan
Hamka dalam menafsirkan ayatterlebih dahulu beliau menyajikansatu
sampai lima ayat yang menurutnya ayat-ayat tersebut satu topik.
b. Terjemahan dari ayat
Untuk memudahkan penafsiran, terlebih dahulu Hamka menerjemahkan
ayat tersebut kedalam bahasa Indonesia, agar mudah dipahami oleh
pembaca.
c. Tidak menggunakan penafsiran kata
Hamka tidak memberikan pengertian kata dalam penafsirannya, menurut
hemat penulis dikarenakan pengertiannya telah tercakup dalam terjemah.
d. Memberikan uraian terperinci
Setelah menerjemahkan ayat secara global, Hamka memulai tafsirnya
terhadap ayat tersebut dengan luas dan terkadang dikaitkan dengan
kejadian pada zaman sekarang, sehingga pembaca dapat menjadikan
Alquran sebagai pedoman sepanjang masa.
4. Sumber Penafsiran
Sumber Penafsiran, dalam hal ini Buya Hamka dalam tafsirnya
menggunakan tafsir bi al-ra’yu, beliau memberikan penjelasan secara ilmiah
(ra’yu) apalagi terkait masalah ayat-ayat kauniyah.7 Namun walaupun demikian
beliau juga tetap menggunakan tafsir bi al-Ma’ŝur8 sebagaimana yang beliau
jelaskan sendiri dalam pendahuluan tafsirnya bahwa Alquran terbagi kedalam
tiga bagian besar (fiqih, Aqidah dan Kisah) yang menjadi keharusan (bahkan
wajib dalam hal fiqih dan akidah) untuk disoroti oleh sunnah tiap-tiap ayat yang
ditafsirkan tersebut. Beliau juga berpandangan bahwa ayat yang sudah jelas,
terang dan nyata maka merupakan pengecualian ketika sunnah bertentangan
dengannya.9
7
Ibid. h. 27-28
8
Tafsir bi al-Ma’tsur ialah tafsir yang berpegang kepada riwayat yang Shahih, yaitu menafsirkan Alquran
dengan Alquran, atau dengan sunnah karena ia berfungsi menjelaskan kitabullah, atau dengan perkataan para
Sahabat karena merekalah yang paling mengetahui kitabullah atau denganapa yang dikatakan oleh tokoh tokoh
besar tabi’in karena pada umumnya mereka menerima dari para Sahabat. Lihat. Manna’ Khalil al-Qat ṭt ṭan,
Mabāhis fi ‘Ulumil Qur’an, Terj. Mudzakir As, Studi Ilmu-Ilmu Alquran (Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar
Nusa, 2007), h. 482
9
Hamka, Tafsir al-Azhar., h. 26
5. Metode penafsiran
Metode yang digunakan Hamka dalam Tafsir al-Azhar adalah dengan
menggunakan metode Tahlîli10, yaitu mengkaji ayat-ayat Alquran dari segala
segi dan maknannya, menafsirkan ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai
dengan urutan Mushṣ af Uŝmanī ṣ,menguraikan kosa kata dan lafaznya,
menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat
yakni unsur Balâghah, i’jaz dan keindahan susunan kalimat, menisbatkan
hukum dari ayat tersebut, serta mengemukakan kaitan antara yang satu dengan
yang lain, merujuk kepada asbabun nuzul, hadis Rasulullah saw, riwayat dari
Sahabat dan Tabi’în.11
6. Corak Penafsiran
Menurut penulis, corak yang mendominasi penafsiran Hamka adalah
al-adab al-ijtima’’i yang nampak terlihat dari latar belakang Hamka sebagai
seorang sastrawan dengan lahirnya novel-novel karya beliau sehingga beliau
berupaya agar menafsirkan ayat dengan bahasa yang dipahami semua golongan
dan bukan hanya ditingkat akademisi atau ulama, di samping itu beliau
memberikan penjelasan berdasarkan kondisi sosial yang sedang berlangsung
(pemerintahan orde lama) dan situasi politik kala itu. Misalnya dapat dilihat
saat beliau menafsirkan ayat Alquran berikut.:
ض ُكم بَ ْعضًا فَ ْليَُؤ ِّد ٱلَّ ِذى ُ ُوضةٌ ۖ فَِإ ْن َأ ِمنَ بَ ْع َ ُوا َكاتِبًا فَ ِر ٰهَ ٌن َّم ْقب ۟ َوِإن ُكنتُ ْم َعلَ ٰى َسفَر َولَ ْم تَ ِجد
ٍ
“۟ ق ٱهَّلل َ َربَّ ۥهُ ۗ َواَل تَ ْكتُ ُم
َوا ٱل َّش ٰهَ َدةَ ۚ َو َمن يَ ْكتُ ْمهَا فَِإنَّ ٓۥهُ َءاثِ ٌم قَ ْلبُ ۥهُ ۗ َوٱهَّلل ُ بِ َما تَ ْع َملُون ِ َّٱْؤ تُ ِمنَ َأ ٰ َمنَتَ ۥهُ َو ْليَت
َعلِي ٌم
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian
10
Metode tahlili yaitu menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di
dalamnya ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya sesuai
dengan keahlian dan kecendrungan mufassirnya. Lihat Nasruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Alquran
(Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 31
11
Ali Hasan al-Arid, Sejarah dan Metodologi Tafsîr (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), h. 41
kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.12
12
Q.S al-Baqarah / 2: 283
13
Hamka, Tafsir al-Azhar., Jilid 2. Juz 1, h. 36
14
Kata al-adaby dilihat dari bentuknya termasuk mashdar dari kata kerja aduba, yang berarti sopan
3. Tafsir ini dilengkapi materi pendukung lainnya seperti ringkasan surat,
yang membantu pembaca dalam memahami materi apa yang
dibicarakan dalam surat-surat tertentu dari al-Qur’an.
4. Dalam tafsir ini juga Hamka berusaha mendemonstrasikan keluasan
pengetahuannya pada hampir semua disiplin bidang-bidang ilmu
agama Islam, ditambah juga dengan pengetahuan-pengetahuan non
keagamaannya yang begitu kaya dengan informatif.
5. Dalam penyajiannya Hamka terkadang membicarakan permasalan,
antropologi, sejarah; seperti ketika menafsirkan lafad “Allah” ia
mengaitkan dengan sejarah Melayu dengan mengutip sebuah tulisan
klasik yang terdapat pada batu kira-kira ditulis pada tahun 1303, atau
peristiwa-peristiwa kontemporer. Sebagai contoh ketika ia menafsirkan
tentang pengaruh orientalisme terhadap gerakan-gerakan kelompok
nasionalis di Asia pada abad ke-20.
B. Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan
dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, kami sebagai penulis akan terus
memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun tentang pembahasaan makalah di atas.
Daftar Pusaka
Tim Wartawan Pan jimas, Perjalanan Terakhir Buya Hamka, (Jakarta: Panji
Masyarakat,1981), 1.
Rusydi, Pribadi dan Martabat Buya Hamka, (Pustaka Panjimas: Jakarta, 1983), 1.
Mif Baihaqi, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan: Dari Abendanon Hingga Imam Zarkasyi
(Bandung: Nuansa, 2007), h. 62.
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka, h.
47.
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), Jilid I , h.59.
Hamka, Tafsir al-Azhar, h. 26.
Ali Hasan al-Arid, Sejarah dan Metodologi Tafsîr (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), h.
41
Hamka, Tafsir al-Azhar., Jilid 2. Juz 1, h. 36
http://repository.uinsu.ac.id/581/4/BAB_III.pdf
https://tafsirweb.com/1049-surat-al-baqarah-ayat-283.html
https://123dok.com/article/karya-karya-buya-hamka-biografi-buya-hamka.q5m2eojg