Anda di halaman 1dari 16

METODOLOGI KITAB TAFSIR AL-AZHAR KARYA HAMKA DAN AL-MISBAH

KARYA MUHAMMAD QURAISH SHIHAB

Elsi Yuana
Uin Ftmawati Sukarno Bengkulu
Elsiyuana7@gmail.com

ABSTRAK

Tafsir Al Azhar dan Al Misbah merupakan karya dari tokoh terkemuka di Indonesia yaitu
Buya Hamka dan M.Quraish Shihab yang memiliki nama lengkap Haji Abdul Malik Karim
Amrullah dan Muhammad Quraish Shihab. Setiap Ulama Tafsir memiliki sudut pandang dan
cara yang berbeda saat memaknai Al-Qur'an. Perbedaan tersebut bisa timbul karena banyak
faktor dan latar belakang seperti kondisi sosial, politik, budaya dan latar belakang
pendidikan. Sehingga penafsiran yang dilakukan para mufassir memiliki ciri khasnya
tersendiri yang akan sangat menarik untuk dikaji. Penelitian ini ditujukan untuk menemukan
bagaimana metode Hamka dan Quraish Shihab dalam menafsirkan. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa perbandingan dari Tafsir Al Azhar dan Al Misbah yang didapat dalam
tulisan ini ialah yang pertama, biografi pengarang kitab Tafsir Al Azhar dan Al Misbah. Yang
kedua, metodelogi penulisan kitab Tafsir Al Azhar dan Al Misbah. Yang ketiga, karakteristik
kitab Tafsir Al Azhar dan Al Misbah. Keempat, corak,sumber,latar belakang, dan contohnya.

PENDAHULUAN

PendahuluanStudi Islam di Indonesia telah memiliki sejarah yang panjang. Pada abad
16, bahkan mungkin sebelumnya di wilayah Indonesia telah muncul para ulama’ yang karya-
karyanya telah didistribusikan secara luas.1Tradisi keilmuan tentang perkembangan Islam
pada abad ke-20 juga menunujukkan bahwa para penulis muslim Indonesia dewasa ini telah
menghasilkan lebih banyak buku yang menjadi kontribusi penting bagi perkemangan
pemikiran Islam, baik secara lokal di Asia Tenggara maupun yang lain. Karya tafsir
Hamka diantaranya, membahas tentang ajaran-ajaran Islam bagi pembaca yang telah
dipengaruhi nasionalisme dan pemikiran ilmiah. Karya yang dinamakan tafsir al-Azhar
ini secara generalmenghindari mistisisme dan teologi tradisional dan doktrin-doktri para
ahli hukum serta praktik-praktik Islam secara sunni. Tafsir ini secara dominan merefleksikan
pemikiran Muhammad Abduh yang cenderung modernis dan memposiskan al-Qur’an
sebagai “Hudan” petunjuk bagi umat Islam, bukan sebagai teks yang ditujukan hanya

1
untuk dibaca. Diandingkan dua karya tafsir lain yang satu generasi dengan tafsir al-
azhar, yakni tafsir al-Bayan Hasbi Al-Siddiqiy dan Tafsir al-Qur’an al-Karim karya
Halim Hasan, karya Hamka ini selain memiliki pembahasanyang luas, seperti membahas
masalah-masalah sejarah dan peristiwa kontempoer (dalam hal ini seperti orientalisme),
tafsir ini juga dinilai paling mempunyai pengaruh di hati umat mulai awal penyusunan
hingga sekarang. Oleh karena itu, penulis tergugah untuk mengkaji dan
membandingkan tafsir al-Azhar dengan karya tafsir yang terbaru anak bangsa, yakni Tafsir
Al-Misbah karya M. Qurais Shihab.

METODOLOGI

Metode yang digunakan dalam tulisan ini menggunakan metode kepustakan (library
research) yaitu dengan meneliti dan menelaah berdasarkan sumer-sumber kepusutakaan
dengan berpedoman kitab tafsir diantaranya afsir Al-Azhar dan Al-Misbah dan beberapa buku
terkait dan datanya berasal dari bahan-bahan tertulis berupa buku, naskah, dokumen, jurnal,
dan lain-lain.1

PEMBAHASAN

BIOGRAFI HAMKA

Abdul Malik adalah nama kecil dari penulis tafsir al-azhar, ia lahir di sungai Batang
Maninjau Sumatra Barat 16 Februari 1908 M/ 13 Muharram 1326 H Abdul Malik kemudian
lebih dikenal dengan nama Hamka yang sebenarnya merupakan akronim dari Haji Abdul
Malik Karim Amrullah.2 Haji Rasul bin Syekh Muhammad Amrullah bin Tuanku Abdul Saleh
atau Haji Abdul Abdul Karim Amrullah adalah seorang Ayah sekaligus tokoh pembaharu di
Sumatera Barat. Tidak mengherankan jika Hamka lahir dan tumbuh dalam suasana
pembaharuan yang diperjuangkan oleh ayahnya sejak tahun 1906 di Minangkabau. Setelah
ayahnya kembali dari menuntut ilmu di Mekkah pada Syekh Ahmad Khatib - akibatnya,
ketegangan dan polarisasi sosial akibat penolakan ‘orang tua’ terhadap ide pembaruan ‘kaum
muda’ yang dipelopori ayahnya juga ikut membentuk jati diri Hamka pada masa mendatang.
Hamka mengawali pendidikannya dengan belajar al-Quran di rumah orang tuanya sampai
khatam. Kemudian mereka sekeluarga pindah pada tahun 1914 dari Minanjau ke Padang

1
Prof. Dr. H. Nashruddin Baidah Dan Dr. Hj. Erati Aziz, M.Ag. Metodologi Khusus Penelitian Tafsir.
(Yogyakarta :pustaka Pelajar, 2019), Hlm,27-28.
2
Husnul Hidayati. METODOLOGI TAFSIR KONTEKSTUAL AL-AZHAR KARYA BUYA HAMKA.
Jurnal Ilmu al-Quran dan Tafsir. Volume 1, Nomor 1. 2018. Blm.31-32

2
Panjang yang merupakan basis pergerakan kaum muda Minangkabau. Pada usia 7 tahun,
Hamka dimasukkan di sekolah desa. Kemudian masuk sekolah diniyah di pasar Usang
Padang Panjang yang didirikan oleh Zainuddin Labai el-Yunusi pada tahun 1916. Jadwal
sekolahnya sangat padat kala itu, Ia pergi ke sekolah pagi hari, sore hari ke diniyah, dan
malam hari belajar di surau bersama temantemannya.

Pada usia ke-16, Hamka rihlah ke tanah Jawa di Yogyakarta dan Pekalongan (1924-
1925). Rihlah tersebut membawa dampak besar terhadap cara pandang keislaman Hamka. Di
Yogyakarta, Hamka bertemu langsung dengan tokoh Islam terkemuka saat itu, yaitu Ki Bagus
hadikusomo. Dari beliaulah, Hamka untuk pertamakalinya, memperoleh metode baru
mempelajari tafsir yaitu mementingkan maksud atau kandungan ayat al-Quran. Kemudia,
Hamka bertemu dengan HOS Cokroaminoto (Pimpinan Syarikat Islam), RM. Suryopronoto
dan Haji Fachruddin (Tokoh Muhammadiyah). Dari ketiga tokoh ini, Hamka mendapatkan
nilai kehidupan yang berbeda-beda, yaitu tentang Islam, sosialisme dan sosiologi, dan nama
yang terakhir ia mendapatkan kajian khusus Agama Islam. Di Pekalongan, jasa Ahmad
Rasyid Sutan Mansur tidak pernah dilupakan Hamka yang telah mempertemukannya dengan
aktifis pemuda Islam Osman Pujotomo, Muhammad Rum dan Iskandar Idris. Secara
keseluruhan, akumulasi pengaruh kedua tokoh itu (Ayah dan pamannya) dan tokoh lainnya
turut membentuk mission, cita-cita hidup Hamka, yaitu “Bergerak untuk kebangkitan kembali
umat Islam” ungkapnya sendiri.3

Pada usia ke-29 tahun, Hamka memulai karirnya dengan menajdi seorang guru
Agama di Perkebunan Tebing Tinggi. Kemudian, sebagai seorang pengajar di Universitas
Islam Jakarta dan Universitas Muhammadiyah di Padang Panjang dari tahun 1957 sampai
tahun 1958. Setelah itu, Hamka dilantik sebagai seorang rektor Perguruan Tinggi Islam
Jakarta dan juga menjabat sebagai guru besar di Universitas Mustopo Jakarta. Kiprah Hamka
dalam bidnag keilmuan memperoleh pengakuan dari beberapa Universitaskemukaka dunia. Ia
dia anugrahi gelar Doctor Honoris Causa oleh Universitas Al-Azhar, Mesir dengan pidato
pengukuhan “Pengaruh Muhammad Abduh di Indonesia” pada tahun 1958. Dan pada tahun
1974, Hamka juga memperoleh gelar yang serupa diUniversitas Kebangsaan Malaysia.

Pada hari Jum’at, tanggal 24 Juli tahun 1981 Hamka wafat. Sebelum wafat, Hamka
mengundurkan diri dari jabatan ketua umum MUI, sehubungan dengan kontroversi fatwa

3
Avif Alviyah. METODE PENAFSIRAN BUYA HAMKA DALAM TAFSIR AL-AZHAR : Jurnal Ilmu Al-
Qur’an Dan Tafsir Vol. 15, No. 1. 2016.hlm.12.

3
keharaman keikutsertaan umat Islam dalam perayaan Natal. Namun pemerintah (dalam hal
ini Menteri Agama RI) keberatan dengan fatwa tersebut dan memerintahkan MUI untuk
mencabutnya. Meskipun pada akhirnya fatwa tersebut dicabut, namun perlu dicatat ungkap
Hamka “Fatwa boleh dicabut, tetapi kebenaran tak bisa diingkari. Hamka ahli dalam bidang
agama, sejarah, budaya, sastra dan politik.

LATAR BELAKANG PENULISAN KITAB TAFSIR AL-AZHAR

Perlu dipahami lebih awal bahwa, dalam genealogi intelektual, setiap pemikiran selalu
merupakan aksi sekaligus reaksi terhadap wacana yang sudah ada. 4 Pernyataan tersebut
tersebut ketika dikaitkan dengan Tafsir al-Azhar, akan menciptakan satu pertanyaan.
Mengapa dan apa motivasi Hamka dalam menyusun karya tafsir tersebut?Jika dirunut ke
belakang, kandungan Tafsir Al-Azhar, sebenarnya berasal dari ceramah atau kuliah subuh
Hamka yang disampaikannya di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta, sejak tahun 1959. Kupasan
Hamka mengenai tafsir al-Qur’an setelah shalat subuh tersebut kemudian dimuat secara
teratur dalam majalah Gema Islam yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman dan Kolonel
Muchlas Rowi. Meskipun dalam perjalanannya, Hamka kemudian melanjutkan dan
menyelesaikan tafsir tersebut dalam tahanan Karena ditangkap oleh penguasa orde baru
selama dua tahun. Sebagaimana pengakuan Hamka sendiri dalam muqaddimahnya, bahwa
penamaan karya tafsirnya tersebut dengan Tafsir Al-Azhar dilatar belakangi beberapa faktor,
diantaranya adalah bahwa tafsir tersebut merupakan kajian di Masjid Agung Al-Azhar
sendiri, dan alasan yang kedua adalah merupakan sebuah penghargaan dan bentukterimakasih
kepada Al-Azhar Mesir yang telah menganugerahkannya gelar ilmiah yang disebutnya
Ustdziyah Fakhriyah (Doktor Honoris Causa).

Adapun tujuan terpenting dalam penulisan Tafsir al-Azhar adalah untuk memperkuat
dan memperkukuh hujjah para muballigh dan mendukung gerakan dakwah.5

SISTEMATIKA TAFSIR AL-AZHAR

Sistematika Tafsir al-Azhar Tafsir al-Azhar karya Hamka ditulis dalam bahasa
Indonesia yang terdiri dari 30 uz ayat-ayat al-Quran dimulai dari surat al-Fatihah sampai

4
Husnul Hidayati. METODOLOGI TAFSIR KONTEKSTUAL AL-AZHAR KARYA BUYA HAMKA.
Jurnal Ilmu al-Quran dan Tafsir. Volume 1, Nomor 1. 2018. Blm.30-31.

5
Avif Alviyah. METODE PENAFSIRAN BUYA HAMKA DALAM TAFSIR AL-AZHAR : Jurnal Ilmu Al-
Qur’an Dan Tafsir Vol. 15, No. 1. 2016.hlm.12.

4
surat al-Nas. Dalam tafsirnya, Hamka merujuk kepada beberapa tafsir yaitu tafsir al-Manar
karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, Tafsir Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin
alRazi, Tafsir al-Thabari karya Ibn Jarir al-Thabari, tafsir Ibnu Katsir, tafsir Fi Zilal al-
Qurankarya Sayyit Qutb, Tafsir al-Nasafi Madariku al-Tanzil wa Haqa’iqu al-Ta’wil karya
alKhazin, tafsir Ruhu al-Bayan karya al-Alusi, dan masih banyak rujukan-rujukan tafsir yang
digunakan oleh Hamka.

Dalam penyusunan tafsir al-Azhar, Hamka menggunakan beberapa sistematika,

sebagai berikut :

1. Dari segi penyusunan tafsir, Hamka menggunakan tertib usmani yaitu menafsirkan
ayat al-Quran secara berurutan mulai dari surat al-Fatihah sampai surat al-Nas.
2. Sebelum menafsirkan al-Quran, Hamka memberikan pengantar dan muqaddimah, dan
senantiasa memberikan pesan dan nasehat di akhir penafsiran untuk pembaca supaya
dapat mengambil ibrah.
3. Sebelum menafsirkan al-Quran, Hamka menulis nama surat beserta arti, jumlah ayat,
nomor urut ayat, dan tempat diturunkan ayat.
4. Mencantumkan beberapa ayat (disesuaikan dengan tema kelompok) dan
diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia dan diikuti dengan penafsiran beliau.
5. Menyajikan tema besar dalam setiap pembahasan
6. Mengaitkan pemaknaan dan pemahaman ayat dengan problematikan masyarakat
7. Mencantumkan asbab al-nuzul

Bentuk Penafsiran Dalam tafsil al-Azhar bentuk penafsiran yang digunakan adalah
tafsir bi al-Ma’tsur dan bi al-Ra’yi. Hamka memadukan antara keduanya yaitu memasukkan
Riwayat-riwayat dari Nabi, sahabat, tabi’in maupun para ulama, selain itu juga beliau
mencoba menjelaskan makna yang terkandung dari suatu ayat dan menuangkan
pemikiranpemikirannya dalam tafsirnya dengan redaksi yang menarik. Menurut penulis,
bentuk penafsiran dalam tafsir al-Azhar secara umum lebih cendrung kepada bi al-ra’yi.6

SUMBER PENAFSIRAN KITAB TAFSIR AL-AZHAR

Sumber penafsiran dalam Tafsir al-Azhar dibagi dalam dua kategori, Primer dan
Sekunder. Primer dimaksudkan bahwa, Hamka tidak lepas dari kaidah tafsir bi al-ma’tsur
yakni menafsirkan alQur’an dengan al-Qur’an, sunnah dan perkataan para sahabat.
6
Avif Alviyah. METODE PENAFSIRAN BUYA HAMKA DALAM TAFSIR AL-AZHAR : Jurnal Ilmu Al-
Qur’an Dan Tafsir Vol. 15, No. 1. 2016.hlm.14.

5
Kemudian data sekunder adalah sumber rujukan yang dipakai Hamka dalam menjelaskan
makna ayat yang diambil dari qaul tabi’in, kitabkitab tafsir konvensional sebelumnya, dan
juga beberapa karya tafsir Indonesia tidak luput dari kajian perbandingannya. Sumber rujukan
tafsir yang digunakan Hamka dapat terbaca dalam kata pengantarnya, diantaranya: Tafsir al-
Thabari karya Ibn Jarir al-Thabari, Tafsir Ibn Katsir, Tafsir al-Razi, Lubab al-Ta’wil Fi
Ma’ani al-Tanzil, Tafsir al-Nasafi-Madariku al-Tanzil wa Haqa’iqu al-Ta’wil, karya al-Khazi,
Fath al-Qadir, Nailu al-Athar, Irsyad alFuhul (Ushul Fiqh) karya al-Syaukani, Tafsir al-
Baghawi, Ruhul Bayan karya al-Alusi, Tafsir Al-Manar karya Sayyid Rasyid Ridha, Tafsir al-
Jawahir karya Tanthawi Jauhari, Tafsir Fi Zhilal al-Qur’an karya Sayyid Qutb, Mahasin al-
Ta’wil karya Jamaluddin al-Qasimi, Tafsir al-Maraghi karya Syaikh al-Maraghi, Al-Mushaf
al-Mufassarkarya Muhammad Farid Wajdi, al-Furqan karya A Hassan, Tafsir al-Qur’an karya
bersama H. Zainuddin Hamidi dan Fahruddin H.S, Tafsir al-Qur’anul Karim karya Mahmud
Yunus, Tafsir An-Nur karya TM Hasbi as-Shiddiqie, Tafsir al-Qur’anul Hakim karya bersama
HM Kassim Bakri, Muhammad Nur Idris dan AM Majoindo, al-Qur’an dan Terjemahan
Depag RI, Tafsir al-Qur’anul Karim karya Syaikh Abdul Halim Hasan, H. Zainal Arifin
Abbas dan Abdurrahim alHaitami, Fathurrahman Lithalibi ayati al-Qur’an karya Hilmi Zadah
Faidhullah al-Hasani, Fath al-Bari karya Ibn Hajar al-‘Asqalani, Sunan Abu Daud, Sunan al-
Tirmizi, Riyadh al-Shalihin, Syarh al-Muhazzabkarya Syaikh Nawawi, Al-Muwaththa’ karya
Imam Malik, Al-Umm dan al-Risalah karya Imam Syafi’i, al-Fatawa, al-Islam ‘Aqidah wa al-
Syari’ah karya Syaikh Mahmud Syalthut, Subulussalam fi Syarh Bulug al-Maram karya Amir
Ash-Shan’ani, al-Tawassul wa al-Wasilahkarya Ibn Taimiyah, Al-Hujjatul Balighah karya
Syah Waliyullah alDihlawi, dan lain lain.7

METODE PENAFSIRAN

Metode yang digunakan oleh Hamka dalam tafsir al-Azhar adalam metode
tahlili(analitis). Yaitu mengkaji ayat-ayat al-Quran dari segala segi dan maknanya,
menafsirkan ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai urutan mushaf usmani, menguraikan
kosa kata dan lafazhnya, menjelaskan arti yang dikendaki, sasaran yang dituju dan kandungan
ayat serta mengemukakan kaitan antara yang satu dengan yang lain, merujuk kepada asbabun
nuzul, hadis Nabi, riwayat sahabat ataupun tabiin. 8

CORAK PENAFSIRAN
7
Husnul Hidayati. METODOLOGI TAFSIR KONTEKSTUAL AL-AZHAR KARYA BUYA HAMKA.
Jurnal Ilmu al-Quran dan Tafsir. Volume 1, Nomor 1. 2018. Blm.31-32
8
Avif Alviyah. METODE PENAFSIRAN BUYA HAMKA DALAM TAFSIR AL-AZHAR : Jurnal Ilmu Al-
Qur’an Dan Tafsir Vol. 15, No. 1. 2016.hlm.15.

6
Tafsir al-Azhar bercorak adabi ijtima’i (sastra kemasyarakatan). Disini memuat
banyak tema-tema sosial kemasyarakatan yang sangat kental. Di dalamnya banyak tertuang
pengalaman hidup beliau. Sebagaimana penafsiran beliau yang yang telah dijelaskan di atas.
Hamka mendesain tafsir ini secara elastis sehingga mudah dicerna oleh masyarakat dan tidak
rumit serta tidak bosan bagi yang membacanya. Dala tafsir alAzhar sangat kental akan
budaya Indonesia sehingga banyak sekali Bahasa, adat dan kebiasaan masyarakat Indonesia
yang menjadi bagian dari tafsir ini tanpa mengabaikan syariat Islam.9

Karya-Karya Buya Hamka

Sebagai seorang yang ahli dalam bidang agama, sejarah, budaya, sastra dan politik,
Buya HAMKA banyak menuangkan pengetahuannya tersebut ke dalam karya-karya tulis.
Beliau adalah seorang penulis yang banyak menghasilkan karya, hasil-hasil karya tulisnya
baik yang berhubungan engan sastra dan agama semuanya berjumlah sekitar 79 karya.
Diantara karya-karyanya tersebut yaitu Khatib Ummah jilid 1-3 yang ditulis dengan
menggunakan bahasa Arab, Layla Majnun, Di Bawah Lindungan Ka’bah, Tasawuf Modern,
Islam dan Demokrasi, Perkembangan Tasawuf dari Abad ke Abad, Mengembara di Lembah
Nil, Di Tepi Sungai Dajlah, Islam dan Kebatinan, Ekspansi Ideologi, Falsafah Ideologi Islam,
Urat Tunggang Pancasila, Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi, Muhammadiyah di
Minangkabau, dan karyanya yang begitu masyhur, yakni Tafsir al-Azhar Juz 1-30, dan masih
banyak lagi.

CONTOH TAFSIR AL-AZHAR

Ayat Kebebasan Beragama

‫ت َويُْؤ ِم ْن بِۢا هّٰلل ِ فَقَ ِد ا ْستَ ْم َسكَ بِا ْلعُرْ َو ِة‬ ِّ ‫اَل ۤ اِ ْك َراهَ فِى ال ِّدي ِْن ۗ قَ ْد تَّبَيَّنَ الرُّ ْش ُد ِمنَ ْالغ‬
ِ ْ‫َي ۚ فَ َم ْن يَّ ْكفُرْ بِا لطَّا ُغو‬
‫ۗ وا هّٰلل ُ َس ِم ْي ٌع َعلِ ْي ٌم‬
َ  ‫صا َم لَهَا‬َ ِ‫ْال ُو ْث ٰقى اَل ا ْنف‬

Terjemahan;

“Tidak ada paksaan dalam agama. Telah nyata kebenaran dan kesesatan. Maka,
barangsiapa yang menolak segala pelanggaran besar dan beriman kepada Allah maka
sesungguhnya telah berpeganglah dia dengan tali yang amat teguh, yang tidak akan putus
selama-lamanya. Dan Allah adalah Maha mendengar, lagi Mengetahui”. (QS al-Baqarah
[2]: 256).10

9
Luthviyah Romziana. PERNIKAHAN LINTAS AGAMA STUDI PERBANDINGAN ANTARA TAFSIR
AL-MISHBAH DAN TAFSIR AL-AZHAR.REVELATIA: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan TafsirVol. 2, No. 1.
2021.hlm.15

7
Tafsir Dalam penafsiran Hamka terhadap ayat ini menjelaskan korelasi dengan ayat
sebelumnya yang dikenal sebagai ayat kursi. Ayat 255 (Ayatul Kursi) menjelaskan inti sari
dari ajaran Islam yaitu tauhid. Kemudian makna daripada tauhid tersebut meliputi makna
ketuhanan seluruhnya yang sesuai dengan fitrah manusia. Maka dari itu, jika hati seorang
manusia tulus dan ikhlas yang tidak dipengaruhi oleh taklid terhadap nenek moyang atau dari
paksaan para pemuka agama dalam melakukan dogmatisasi, maka dengan sendirinya akan
menerima pesan dari ayat kursi tersebut, sehingga tidak perlu adanya paksaan karena sudah
jelas jalan yang benar dan jalan yang sesat. Kemudian dalam tafsir al-Azhar tersebut, Hamka
juga menambahkan asbabun nuzul dari ayat 256 ini berkaitan dengan ayah dari kaum Anshar
yang meminta tolong kepada Rasulullah saw jika perlu dengan paksa untuk mengambil
anaknya dari orang Yahudi ketika pergi meninggalkan Madinah karena melanggar aturan
yang berlaku. Akan tetapi, Rasulullah saw hanya memanggil anak-anak itu dan disuruh
memilih, apakah mereka sudi menerima agama ayah mereka, atau tetap dalam agama
Yahudi? Menurut riwayat, diantara anak-anak itu ada yang menerima agama Islam dan ada
yang terus menjadi Yahudi lalu berangkat dengan pengasuhnya untuk meninggalkan
Madinah. Menurut Hamka agama Islam memberi orang kesempatan untuk menggunakan
pikirannya secara murni untuk mencari kebenaran. Jika seseorang membebaskan dirinya dari
taklid dan pengaruh hawa nafsu, niscaya dia akan bertemu dengan kebenaran. Suasana
tersebut tidak bisa dilakukan dengan paksa, harus melalui keinsafan diri. Disamping itu,
Hamka menambahkan ayat tersebut menjadi tantangan bagi semua manusia khususnya umat
beragama. Islam sebagai agama yang benar, maka tidak akan dipaksa memeluknya, tetapi
orang hanya diajak untuk berpikir. Jika orang tersebut berpikir sehat, dia pasti akan sampai
kepada Islam. Sedangkan, jika ada paksaan, pastilah muncul perkosaan pikiran dan
berimplikasi kepada taklid. Manusia akan mengalami siklus kehidupan dengan adanya
kehidupan dan kematian. Akan tetapi, pikiran manusia akan berjalan terus. Penilaian manusia
atas agama akan dilanjutkan dan kebebasan berpikir dalam memilih keyakinan menjadi
tujuan dari manusia yang telah maju.7 Sarjana Kristen Arabia, Prof. Phillips Hitti yang telah
menjadi warga negara Amerika, di dalam bukunya “Sejarah Arab” mengakui bahwa ayat ini
merupakan salah satu ayat dalam Islam yang patut menjadi panutan manusia dalam segala
agama.8 Dalam riwayat yang menjelaskan pengusiran Bani Nadhir itu sudah sangat jelas
perbedaan antara persoalan politik dengan persoalan keyakinan agama. Mereka diusir dari
Madinah karena mereka hendak membunuh Nabi saw. Akan tetapi, mereka tidak dipaksa

10
Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar: Jilid 1Diperkaya dengan Pendekatan Sejarah,
Sosiologi, Tasawuf, Ilmu Kalam, Sastra, dan Psikologi, (Jakarta: Gema Insani, 2015), Cet.1, hlm. 512.

8
untuk masuk Islam dan anak orang Arab sendiri yang telah memeluk agama Yahudi tidak
dipaksa agar memeluk agama ayah-bunda mereka. Hal ini tentunya menafikan fitnah kepada
Islam bahwa Islam dimajukan dengan perang, yang sudah dijelaskan oleh Hamka panjang
lebar.

BIOGRAFI M. QURAISH SHIHAB

Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish Shihab. Ia lahir di Bugis tanggal 16


Februari 1944 di Rappang, Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Ia merupakan
keturunan Nabi Muhammad dari Arab Quraish marga Shihab yang terpelajar. Ayahnya,
Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir. Abdurrahman
Shihab dipandang sebagai salah seorang ulama, pengusaha, dan politikus yang memiliki
reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan.11

Sebagai putra dari seorang guru besar, Quraish Shihab mendapatkan motivasi awal
dan benih kecintaan terhadap bidang studi tafsir dari ayahnya yang sering mengajak anak-
anaknya duduk bersama setelah magrib. Pada saat-saat seperti inilah sang ayah
menyampaikan nasihatnya yang kebanyakan berupa ayat-ayat alQur`an. Quraish kecil telah
menjalani pergumulan dan kecintaan terhadap al-Qur`an sejak umur 6-7 tahun. Ia harus
mengikuti pengajian al-Qur`an yang diadakan oleh ayahnya sendiri. Selain menyuruh
membaca al-Qur`an, ayahnya juga menguraikan secara sepintas kisah-kisah dalam al-Qur`an.
Di sinilah, benih-benih kecintaannya kepada al-Qur`an mulai tumbuh.Pendidikan formalnya
di Makassar dimulai dari sekolah dasar sampai kelas 2 SMP. 12 Pada tahun 1956, ia di kirim ke
kota Malang untuk “nyantri” di Pondok Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyah. Karena
ketekunannya belajar di pesantren, 2 tahun berikutnya ia sudah mahir berbahasa Arab.
Melihat bakat bahasa Arab yang dimilikinya, dan ketekunannya untuk mendalami studi
keislaman, Quraish beserta adiknya Alwi Shihab dikirim oleh ayahnya ke AlAzhar Cairo
melalui beasiswa dari Provinsi Sulawesi pada tahun 1958 dan diterima di kelas dua I’dadiyah
Al-Azhar (setingkat SMP/Tsanawiyah di Indonesia) sampai menyelesaikan tsanawiyah
AlAzhar. Setelah itu, ia melanjutkan studinya ke Universitas Al-Azhar pada Fakultas
Ushuluddin, Jurusan Tafsir dan Hadits. Pada tahun 1967 ia meraih gelar LC. Dua tahun
11
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung : Mizan,1998),6.
12
Luthviyah Romziana. PERNIKAHAN LINTAS AGAMA STUDI PERBANDINGAN ANTARA TAFSIR
AL-MISHBAH DAN TAFSIR AL-AZHAR.REVELATIA: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan TafsirVol. 2, No. 1. 2021.
hlm.8.

9
kemudian (1969), Quraish Shihab berhasil meraih gelar M.A. pada jurusan yang sama dengan
tesis berjudul “al-I’jaz at-Tasryri’i al-Qur`an al-Karim (kemukjizatan al-Qur`an al-Karim dari
Segi Hukum)”. Pada tahun 1973 ia dipanggil pulang ke Makassar oleh ayahnya, yang ketika
itu menjabat rektor, untuk membantu mengelola pendidikan di IAIN Alauddin. Ia menjadi
wakil rektor bidang akademis dan kemahasiswaan sampai tahun 1980. 13

Untuk mewujudkan cita-citanya, ia mendalami studi tafsir. Pada 1980, Quraish Shihab
kembali menuntut ilmu ke almamaternya, AlAzhar Cairo, mengambil spesialisasi dalam studi
tafsir al-Qur`an. Ia hanya memerlukan waktu dua tahun untuk meraih gelar doktor dalam
bidang ini. Disertasinya yang berjudul “Nazm ad-Durar li al-Biqa’i Tahqiq wa Dirasah (Suatu
Kajian dan analisis terhadap keotentikan Kitab Nazm ad-Durar karya al-Biqa’i)” berhasil
dipertahankannya dengan predikat penghargaan Mumtaz Ma’a Martabah asy-Syaraf al-Ula
(summa cum laude).Pendidikan tingginya yang kebanyakan ditempuh di Timur Tengah, Al-
Azhar Cairo ini, oleh Howard M. Federspiel dianggap sebagai seorang yang unik bagi
Indonesia pada saat di mana sebagian pendidikan pada tingkat itu diselesaikan di Barat.
Mengenai hal ini ia mengatakan sebagai berikut: “Ketika meneliti biografinya, saya
menemukan bahwa ia berasal dari Sulawesi Selatan, terdidik di pesantren, dan menerima
pendidikan tingginya di Mesir pada niversitas Al-Azhar, di mana ia menerima gelar master
dan doktornya. Ini menjadikan ia terdidik lebih baik dibandingkan dengan hampir semua
pengarang lainnya yang terdapat dalam Popular Indonesian Literature of the Quran, dan lebih
dari itu, tingkat pendidikan tingginya di Timur Tengah seperti itu menjadikan ia unik bagi
Indonesia pada saat di mana sebagian pendidikan pada tingkat itu diselesaikan di Barat. Dia
juga mempunyai karier mengajar yang penting di IAIN (sekarang: UIN) Makassar dan
Jakarta dan kini, bahkan, ia menjabat sebagai rektor di IAIN (sekarang: UIN) Jakarta. Ini
merupakan karier yang sangat menonjol.14

LATAR BELAKANG PENYUSUNAN

Latar belakang penulisan Tafsir al-Misbah adalah karena semangat untuk menghadirkan
karya tafsir Alquran kepada masyarakat secara normatif dikobarkan oleh apa yang
dianggapnya sebagai suatu fenomena melemahnya kajian Alquran sehingga Alquran tidak

13
Wardani, Ddk. Kajian A-Qur’an Dan Tafsir Di Indonesia. (Yogyakarta : Zahir Publishing,
2022),hlm.23.
14
Wardani, Ddk. Kajian A-Qur’an Dan Tafsir Di Indonesia. (Yogyakarta : Zahir Publishing,
2022),hlm.24.

10
lagi menjadi pedoman hidup dan sumber rujukan dalam mengambil keputusan. Menurut
Quraish dewasa ini masyarakat Islam lebih terpesona pada lantunan bacaan Alquran, seakan-
akan kitab suci Alquran hanya diturunkan untuk dibaca.

Quraish juga menyepakati penafsiran Ibn Qoyyim atas ayat ke-30 Q.S. al-Furqān
yang menjelaskan bahwa di hari kemudian kelak Rasullah saw. Akan mengadu kepada Allah
swt, beliau berkata,” Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku/umatku menjadikan Alquran
sebagai sesuatu yang mahjūra”, (QS. Al-Furqan (25): 30), mahjūra, dalam ayat tersebut
mencakup, antara lain: 1) Tidak tekun mendengarkannya; 2) Tidak mengindahkan halal dan
haramnya walau dipercaya dan dibaca; 3) Tidak menjadikan rujukan dalam menetapkan
hukum menyangkut Ushulludin (prinsip-prinsip ajaran agama) dan rinciannya; 4) Tidak
berupaya memikirkan dan memahami apa yang dikehendaki oleh Allah yang
menurunkannya; 5) Tidak menjadikannya sebagi obat bagi semua penyakit-penyakit
kejiwaan.

KITAB TAFSIR AL-MISBAH

Tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab ditulis dalam bahasa Indonesia yang berisi 30
juz ayat-ayat al-Quran yang terbagi menjadi 15 jilid berukuran besar. Pada setiap jilidnya
berisi satu, dua atau tiga juz. Kitab ini dicetak pertama kali pada tahun 2001 untuk jilid satu
sampai tiga belas. Sedangkan jilid empat belas sampai lima belas dicetak pada tahun 2003.

Dalam tafsir al-Mishbah, beliau merujuk kepada beberapa tafsir diantaranya adalah tafsir
Nazm al-Durar karya Ibrahim bin Umar al-Biqa’i, Sayyid Muhammad Thantawi, Syeikh
Mutawali Sya’rawi, tafsir Fi Dzilal al-Quran karya Sayyid Qutb, Muhammad Thahir Ibn
‘Asyur, tafsir al-Mizan karya Muhammad Husein Thaba’thaba’i, tafsir alQur’an al-‘Adzim
karya Ibn Kasir, tafsir Jalalain karya Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin al-Suyuthi, tafsir
al-Kabir karya Fakhruddin al-Razi, dan masih banya tafsir lainnya yang menjadi rujukan
dalam tafsir al-Mishbah. 15

Sedangkan sistematika penulisan tafsir al-Mishbah sebagai berikut :

a. Dari segi penyusunan tafsir, tafsir al-Mishbah menggunakan tertib usmani yaitu
menafsirkan ayat al-Quran secara berurutan mulai dari surat al-Fatihah sampai surat
al-Nas.
15
Luthviyah Romziana. PERNIKAHAN LINTAS AGAMA STUDI PERBANDINGAN ANTARA TAFSIR
AL-MISHBAH DAN TAFSIR AL-AZHAR.REVELATIA: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan TafsirVol. 2, No. 1. 2021.
hlm.10.

11
b. Sebelum menafsirkan al-Quran, Quraish Shihab memberikan pengantar terhadap surat
yang akan ditafsirkannya.
c. Nama surat, nama lain surat (jika ada), alasan penamaan surat, juga disertai
keterangan tentang ayat-ayat yang dijadikan nama surat, serta mencantumkanturunnya
ayat tersebut.
d. Pemberian nomor surat berdasarkan urutan mushaf dan urutan turunnya, terkadang
juga menyebutkan nama-nama surat yang turun sebelum atau sesudah.
e. Penyebutan munasabah antara sebelum dan sesudah.
f. Menyajikan tema besar dalam setiap pembahasan
g. Pemberian kosakata atau tafsir mufradat dalam ayat tersebut.
h. Di akhir penafsiran surat, Quraish Shihab menyebutkan wallahu a’lam sebagai
penutup.

Kelebihan dan kekurangan Tafsir al-Misbah

Di antara keistimewaan tafsir dengan corak kebahasaan adalah pada


pemahaman yang seksama, karena tafsir dengan corak kebahasaan menekankan
pentingnya penggunaan bahasa dalam memahami al-Qur’an, terjaminnya ketelitian
redaksi ayat dalam penyampaian pesan-pesan yang dikandung al-Qur’an, kecilnya
kemungkinan terjebaknya mufassir dalam subjektifitas yang terlalu jauh, karena
pendekatan ini mengikat mufassir dalam bingkai pemahaman tekstual ayat-ayat
alQur’an.

Sementara itu diantara kelemahan dari tafsir dengan corak kebahasaan, adalah:
Kemungkinan terabaikannya makna-makna yang dikandung oleh AlQur’an, karena
pembahasan dengan pendekatan kebahasaan menjadikan para mufassir terjebak pada
diskusi yang panjang dari aspek bahasa. Di samping itu, seringkali latar belakang
turunnya ayat atau asbab al-nuzul dan urutan turunnya ayat, termasuk ayat-ayat yang
berstatus nasikh wa mansukh, hampir terabaikan sama sekali. Sehingga menimbulkan
kesan seolah-olah Al-Qur’an tidak turun dalam ruang dan waktu tertentu.Tafsir Al-
Mishbah ini tentu saja tidak murni hasil penafsiran (ijtihad) Quraish Shihab saja.
Sebagaimana pengakuannya sendiri, banyak sekali ia mengutip dan menukil
pendapat-pendapat para ulama, baik klasik maupun kontemporer.16 Yang paling
dominan tentu saja kitab Tafsîr Nazm al-Durar karya ulama abad pertengahan Ibrahim
16
Muhammad Iqbal, “Metode Penafsiran al-Qur’an M. Quraish Shihab”, JurnalTSAQAFAH, Vol. 6,
No. 2, Oktober 2010, 260.

12
ibn ‘Umar al-Biqa‘i (w. 885/1480). Ini wajar, karena tokoh ini merupakan objek
penelitian Quraish ketika menyelesaikan program Doktornya di Universitas Al-Azhar.
Muhammad Husein Thabathab’i, ulama Syi‘ah modern yang menulis kitab Tafsîr al-
Mîzân lengkap 30 juz, juga banyak menjadi rujukan Quraish dalam tafsirnya ini. Dua
tokoh ini kelihatan sangat banyak mendapat perhatian Quraish Shihab dalam Tafsir
Al-Mishbah -nya. Selain al-Biqa‘i dan Thabathaba’i, Quraish juga banyak mengutip
pemikiranpemikiran Muhammad at-Thantawi, Mutawalli as-Sya‘rawi, Sayyid Quthb
dan Muhammad Thahir ibn Asyur.17

SUMBER PENAFSIRAN KITAB TAFSIR AL-MISBAH

Dalam menulis tafsir Al-Mishbah, metode yang digunakan Quraish Shihab, menurut
Hamdani Anwar yang dikutip oleh Anshari dalam disertasinya, bahwa sumber penafsiran
yang digunakan dalam Tafsir al-Misbah ada dua, yaitu: (1) bersumber dari ijtihad penulisnya;
dan (2) bersumber dari pendapat dan fatwa para ulama baik yang terdahulu maupun yang
masih hidup dewasa ini.

Hal ini dilakukan oleh Quraish Shihab demi memantapkan setiap tafsirannya kepada
ayat-ayat al-Quran. Di samping itu, Quraish Shihab juga menafsiri ayat-ayat al-Quran dengan
ayat-ayat yang senada dan hadis-hadis Rasulullah Saw yang mendukung ayat-ayat
bersangkutan. Dari sini bisa disimpulkan bahwa Quraish Shihab, dalam menafsiri ayat-ayat,
menggunakan sumbersumber bi al-ma’thur sekaligus bi al-ra’y. Namun menurut penulis
secara umum, tafsir alMishbah lebih cendrung kepada tafsir bi al-ma’thur.

METODE PENAFSIRAN KITAB TAFSIR AL-MISBAH

Dalam menulis tafsir al- misbah metode tulisan M. Quraish Shihab lebih bernuansa
kepada tafsir tahlili. Ia menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dari segi ketelitian redaksi kemudian
menyusun kandungannya dengan redaksi indah yang menonjolkan petunjuk al-Qur’an bagi
kehidupan manusia serta menghubungkan pengertian ayat-ayat al-Qur’an dengan hukum-
hukum alam yang terjadi dalam masyarakat. Uraian yang ia paparkan sangat memperhatikan
kosa kata atau ungkapan al-Qur’an dengan menyajikan pandangan pakar-pakar bahasa,
kemudian memperhatikan bagaimana ungkapan itu dipakai dalam al-Qur’an.

CORAK

17
Quraish Shihab, Lentera Al-Qur’an: Kisah dan Hikmah Kehidupan (Bandung: Mizan, 2008), 10

13
Tafsir al-Misbah cenderung bercorak sastra budaya dan kemasyarakatan (adabi al-
ijtimā’i) yaitu corak tafsir yang berusaha memahami nash-nash al-Qur'an dengan cara
mengemukakan ungkapan-ungkapan al-Qur'an secara teliti. Kemudian menjelaskan makna-
makna yang dimaksud al-Qur'an tersebut dengan bahasa yang indah dan menarik, dan
seorang mufassir berusaha menghubungkan nash-nash al- Qur'an yang dikaji dengan
kenyataan sosial dengan sistem budaya yang ada. corak penafsiran ini ditekankan bukan
hanya ke dalam tafsir lughawi, tafsir fiqh, tafsir ilmi dan tafsir isy'ari akan tetapi arah
penafsirannya ditekankan pada kebutuhan masyarakat dan sosial masyarakat yang kemudian
disebut corak tafsir Adabi alIjtimā'i.18

KARYA-KARYA

Sebagai penafsir kontemporer al-Qur`an dan penulis yang produktif, M. Quraish


Shihab telah menghasilkan berbagai karya yang telah banyak diterbitkan dan
dipublikasikan.19 Diantara karyakaryanya, khususnya yang berkenaan dengan studi al-Qur`an
adalah:Tafsir Al-Manar: Keistimewan dan Kelemahannya (1984), Filsafat Hukum Islam
(1987), Mahkota Tuntunan Illahi: Tafsir Surat AlFatihah (1988), Membumikan al-Quran:
Fungsi dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan Maysarakat (1994), Studi Kritis Tafsir AlManar
(1994), Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan (1994), Wawasan Al-Qur`an: Tafsir
Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat (1996), Hidangan Ayat-Ayat Tahlil (1997), Tafsir al-
Qur`an al-Karim: Tafsir Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunya Wahyu (1997),
Mukjizat al-Qur`an Ditinjau dari Berbagai Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan
Pemberitaan Ghaib (1997), Sahur Bersama M. Quraish Shihab di RCTI (1997), Menyingkap
Tabir Ilahi: al-Asma’ al-Husna dalam Prespektif al-Qur`an (1998), dan Fatwa-Fatwa Seputar
Al-Qur`an dan Hadist (1999).20

CONTOH PENAFSIRAN Tafsir al-Misbah

Ayat Kebebasan Beragama

‫ت َويُْؤ ِم ْن بِۢا هّٰلل ِ فَقَ ِد ا ْستَ ْم َسكَ بِا ْلعُرْ َو ِة‬ ِّ ‫اَل ۤ اِ ْك َراهَ فِى ال ِّدي ِْن ۗ قَ ْد تَّبَيَّنَ الرُّ ْش ُد ِمنَ ْالغ‬
ِ ْ‫َي ۚ فَ َم ْن يَّ ْكفُرْ بِا لطَّا ُغو‬
‫ۗ وا هّٰلل ُ َس ِم ْي ٌع َعلِ ْي ٌم‬
َ  ‫صا َم لَهَا‬َ ِ‫ْال ُو ْث ٰقى اَل ا ْنف‬
18
Fajrul Munawwir, Pendekatan Kajian Tafsir, dalam M. Alfatih Suryadilaga (dkk), Metodologi Ilmu
Tafsir, (Yogyakarta: Teras 2005), 138.
19
Wardani, Ddk. Kajian A-Qur’an Dan Tafsir Di Indonesia. (Yogyakarta : Zahir Publishing,
2022),hlm.25.
20
Atikwartini, Corak Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah, Hunafah: Jurnal Studia
Islamika, Vol.11, No.1, Juni 2014,117.

14
Terjemahan:
“Tidak ada paksaan untuk (menganut) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas yang benar
dari jalan yang sesat. Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman kepada
Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh kepada gantungan tali yang amat kuat
yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS alBaqarah [2]:
256)21
Tafsir Dalam memulai penafsiran ayat tersebut, pertama yang dilakukan Quraish
Shihab ialah menjelaskan korelasi ayat diatas dengan ayat sebelumnya. Pada ayat sebelumnya
menjelaskan berkaitan dengan kekuasaan Allah yang tidak terbendung dari segalanya,
sehingga kemungkinan dugaan bahwa dengan maha kuasanya Allah menjadi alasan untuk
memaksa makhluk menganut agama-Nya, untuk menampik dugaan ini, datanglah ayat 256
diatas.23 Kalimat pertama ayat tersebut menyatakan “tidak ada paksaan dalam menganut
agama”. Dalam penafsiran Quraish Shihab menjelaskan bahwa Allah sendiri tidak
membutuhkan sesuatu sehingga buat apa ada paksaan, selain itu Quraish Shihab juga
menambahkan dengan ayat al-Qur‟an pada surat al-Maidah ayat 48 dengan kalimat,
“sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu ummat (saja)”. Dalam hal
ini, tidak perlu adanya paksaan karena memang adanya perbedaan dalam menganut agama
dan memilih aqidah kehendak dari Allah swt. Kembali kepada penegasan ayat ini, tidak ada
paksaan dalam menganut keyakinan agama; Allah menghendaki agar setiap orang merasakan
kedamaian. Hal ini selaras dengan nama Islam itu sendiri yang berarti damai. Kedamaian
tidak dapat diraih jika jiwa tidak damai. Jiwa yang tidak damai tersebut disebabkan dari
paksaan, sehingga tidak perlu adanya paksaan dalam menganut keyakinan agama Islam.

REFERENSI

1. Wardani, Ddk. (2022). Kajian A-Qur’an Dan Tafsir Di Indonesia. Yogyakarta : Zahir
Publishing.

2. Prof. Dr. H. Nashruddin Baidah Dan Dr. Hj. Erati Aziz, M.Ag 2019. Metodologi
Khusus Penelitian Tafsir. (Yogyakarta :pustaka Pelajar,),

3. Hidayati.Husnul 2019METODOLOGI TAFSIR KONTEKSTUAL AL-AZHAR KARYA


BUYA HAMKA. Jurnal Ilmu al-Quran dan Tafsir. Volume 1, Nomor 1.

21
Quraish Shihab. 2000. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an. Ciputat: Lentera
Hati. Cet. 1. Vol. 1. hlm. 514.

15
4. Alviyah.Avif . 2016.METODE PENAFSIRAN BUYA HAMKA DALAM TAFSIR AL-
AZHAR : Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir Vol. 15, No. 1
5. Luthviyah Romziana. 2021.PERNIKAHAN LINTAS AGAMA STUDPERBANDINGAN
ANTARA TAFSIR AL-MISHBAH DAN TAFSIR AL-AZHAR.REVELATIA: Jurnal Al-
Qur’an dan TafsirVol. 2, No. 1.

6. Shihab M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung : Mizan,1998),.

7. Iqbal Muhammad, “Metode Penafsiran al-Qur’an M. Quraish Shihab”,


JurnalTSAQAFAH, Vol. 6, No. 2, Oktober 2010,
8. Quraish Shihab, Lentera Al-Qur’an: Kisah dan Hikmah Kehidupan (Bandung: Mizan,
2008), 10

9. Fajrul Munawwir, Pendekatan Kajian Tafsir, dalam M. Alfatih Suryadilaga (dkk),


Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras 2005),
10. Atikwartini, Corak Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah, Hunafah:
Jurnal Studia Islamika, Vol.11, No.1, Juni 2014,117.

11. Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar: Jilid 1Diperkaya dengan
Pendekatan Sejarah, Sosiologi, Tasawuf, Ilmu Kalam, Sastra, dan Psikologi, (Jakarta:
Gema Insani, 2015), Cet.1,

12. Quraish Shihab. 2000. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an.
Ciputat: Lentera Hati. Cet. 1. Vol. 1.

16

Anda mungkin juga menyukai