Anda di halaman 1dari 13

Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman

ISSN : 2685-6115 (Online)


2685-2853 (Cetak
STUDI PEMIKIRAN HASAN AL- BANNA TENTANG PENDIDIKAN ISLAM

Oleh : Muhammad As’adurrofik, S.Th.I, M.Ag.


Dosen STIT Batu Bara Sumatera Utara Program Studi Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah

ABSTRAK

Sejarah telah mencatat para generasi dakwah Islam di era modern akan banyak pahlawan,
dan hal tersebut telah terjadi, dan akan terus terjadi dari mereka yang memiliki sikap dan prinsip
dengan tetap berpegang teguh pada manhaj Islam yang benar dan lurus. Jika boleh dikatakan bahwa
mereka mampu mencapai puncak hingga peringkat sebagai pengemban dan pembawa manhaj ilahi
dari generasi pertama umat Islam, dan tugas dari gerakan Islam adalah mengenang para
pahlawannya dan mengapresiasi para syuhada di jalannya, sehingga kelak mereka menjadi panutan
yang dapat memberikan pencerahan dan petunjuk bagi generasi dakwah setelahnya, dan setiap orang
yang mengambil jalan ini. Kiranya tidak berlebihan jika Hasan al Banna –selain dikenal sebagai
tokoh pergerakan- dia juga dikenal sebagai seorang tokoh pendidikan.

Dengan konsep pendidikannya yang menggunakan metode yang berbeda dengan yang
berkembang di Mesir dan beberapa negara islam pada saat itu, beliau ingin menunjukka bahwa
konsep pendidikannya dapat menjadi alternatif terbaik untuk mengatasi kondisi bangsa Mesir
khususnya dan umat islam pada umumnya. Hasan al-Banna adalah seorang ilmuan dan pemikir
muslim dari mesir yang tidak sedikit kontribusinya dalam bidang pendidikan.

Kata Kunci : Pemikiran, Pendidikan Islam, Hasan al- Banna

A. Biografi Tokoh

Hasan Al Banna dilahirkan di kota kecil Mahmudiyah di muara Sungai Nil, sembilan puluh
mil di sebelah barat laut Kairo, pada tahun 19061. Julukannya adalah Pembaharu Islam Abad ke-20.2
Ayahandanya, bernama Syeikh Ahmad Abdurrahman Al Banna, yang lebih terkenal dengan
panggilan as-Sa'ati, atau si tukang arloji. Syeikh Ahmad sehari-harinya di samping sebagai tukang
reparasi arloji juga merangkap sebagai imam masjid dan guru agama di masjid setempat.

Hasan Al Banna lahir dari keluarga yang cukup terhormat dan dibesarkan dalam suasana
keluarga yang taat. Sebagai seorang ayah, Syeikh Ahmad mencita-citakan putranya (Hasan) sebagai
mujahid (pejuang) disamping seoarang mujaddid (pembaharu). Sejak kecil Hasan Al Banna telah
dituntut untuk menghafalkan Al-Qur‟an penuh. Baru setelah itu ia di masukkan sekolah persiapan
yang dirancang pemerintah Mesir menunit model sekolah dasar, tanpa pelajaran bahasa asing. Dan

1
Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan Kontemporer, (Semarang: Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan Pustaka Pelajar,1999). h.253.
2
Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. (Jakarta; Pustaka Al-Kautsar, 2007),
h. 244.

321
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak
ketika di rumah Hasan bergelut dengan perpustakaan pribadi ayahnya, yang berisi buku agama,
hukum, hadis dan ilmu bahasa.3

Aktivitas dakwah Hasan al-Banna bermula ketika dia masih seorang bocah tanggung. Pada
usia 12 tahun, ia bergabung dengan Masyarakat untuk Tingkah Laku Moral. Hal ini menunjukkan
bahwa bocah kelahiran 1906 ini sudah tertarik pada masalah-masalah keagamaan sejak usia dini.4
Pada usia 14 tahun (1920), Hasan Al Banna masuk sekolah guru tingkat pertama di Damanhur. Dan
dalam usia itu pula Hasan Al Banna juga menjadi anggota aktif golongan sufi Hasafiyah, dan tetap
aktif di jamiyah tersebut sampai dua puluh tahun berikutnya. Sejak di sekolah menengah hasan
sudah terpilih sebagai ketua Jam‟iyatul Ikhwanial-adabiyah, yakni sebuah perkumpulan yang terdiri
dari calon pengarang. Ia juga mendirikan dan sebagai ketua Jam‟iyatul Man‟il Muharramat,
semacam serikat pertobatan serta pendiri dan sekretaris Jam‟iyatul Hasafiyah Khairiyah, semacam
organisasipembaharuan. Kemudian ia juga menjadi anggota Makarimul Akhlaqil Mukarramah, yaitu
Perhimpunan Etika Islam.

Pada usia enam belas tahun, ia pergi ke Kairo untuk melanjutkan sekolah guru bahasa Arab,
sebuah lembaga pendidikan produk abadpembaharuan yang berdiri pada abad 19 dan boleh
dikatakan sebagai miniatur Al-Azhar. Pada tahun 1927, saat usia Hasan Al Banna mencapai 21
tahun, ia lulus dari al-Ulum dan mendapat tugas sebagai guru Sekolah Dasar Ismailiyah markas
besar Perusahaan Terusan Suez yang dikuasai oleh Inggris.

Pada bulan Maret 1928, di kota Ismailiyah, ia mendirikan Gerakan Ikhwanul Muslimin5. Dia
membentuk Ikhwanul Muslimin dengan tujuan memulai gerakan revolusioner untuk memandu
bangsanya yang salah arah. Anggota Ikhwanul Muslimin adalah orang-orang yang berdedikasi dan
beriman sehingga mereka tidak akan menyimpang dari prinsip-prinsip. Mereka mengunjungi semua
rumah dan berusaha meyakinkan penghuni rumah untuk bergabung dengan mereka dan menghindari
gemerlap dunia dan nilai-nilai Barat.6 Gerakan ini dalam perjalanan perjuangannya di Mesir
akhirnya mengalami beberapa hambatan dari pemerintahan Mesir sendiri, setelah kekhawatiran
pemerintah atas keterlibatan Ikhwanul Muslimin dalam agitasi dan kekerasan, tepatnya pada tahun
1948, ketika pecah perang Palestina dan peran Mesir yang mengecewakan.

Puncaknya tanggal 8 Desember 1948, dengan keluar perintah militer yang berisi pembubaran
Ikhwanul Muslimin dan cabangnya di mana saja, menutup pusat-pusat kegiatannya, menyita koran,
dokumen, majalah dan semua publikasinya serta uang dan kekayaan Ikhwanul Muslimin.
Kebijaksanaan pemerintah tersebut juga dibarengi dengan penangkapan dan pengahalauan para
pejuang dan tokoh-tokoh Ikhwan ke kamp-kamp konsentrasi dan penjara.

Hasan Al Banna masih mencoba mendekatkan pengertian untuk menjernihkan masalah, tapi
pada tanggal 28 Desenber 1948, perdana menteri an-Nuqrasy terbunuh, dan tuduhan dialamatkan ke
kelompok Ikhwan, dan menjadikan kondisi bertambah parah. Tujuh minggu setelah kejadian

3
Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan Kontemporer,. h.253.
4
Herry Mohammad, dkk.. Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani Press. 2006),
h. 202.
5
Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan Kontemporer , h. 253-254.
6
M. Atiqu Haque, Seratus Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia, (Jogjakarta: Diglossia, 2007) h. 376.

322
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak
tersebut pada tanggal 12 Februari 1949, Hasan Al Banna dibunuh oleh agen-agen dinas rahasia
Mesir.7

Peristiwa itu terjadi pada masa Ibrahim Abdul Hadi yang menggantikan Nuqrasy sebagai
perdana menteri dengan bekerjasama dengan istana dan agen imperialis Inggris. Setelah tewasnya
Hasan Al Banna terjadilah penangkapan dan penyiksaan serta pembunuhan besar-besaran kepada
anggota Ikhwanul Muslimin.8

Imam Asy-Syahid mempunyai beberapa murid seperti, Yusuf AlQardhawi, Syaikh


Mutawalli Sya‟rawi, Musthafa As-Siba'i, Abdul Qadir Audah, Umar At-Tilmisani, Mustafa
Masyhur dan lain-lainnya. Ia mewariskan dua karya monumentalnya, yaitu Mudzakkirat al-Dakwah
wa Da‟iyyah (Catatan Harian Dakwah dan Da‟i), dan Majmu‟ah Rasail (Kumpulan Surat-Surat).
Selain itu, Hasan al-Banna mewariskan semangat dan teladan dakwah bagi seluruh aktivis dakwah
sepanjang zaman.9

B. Karya-Karya

Imam Hasan Al-Banna adalah seorang pendakwah Islam dan juga tokoh pembaharuan.
Hasan Al-Banna himpunkan sekumpulan orang-orang Islam yang berwibawa serta mempunyai
kesanggupan untuk hidup dan mati dalam memperjuangkan Islam. Beliau ingin menegakkan cara
hidup Islam di Mesir. Lantaran itu, beliau menumpukan lebih banyak masanya di sudut amali
gerakannya, iaitu memberi latihan akhlak dan rohani kepada para anggota Ikhwan.

1. Muzakirat ad-Da‟awah wa-Dai‟yiah

Inilah hasil karyanya yang terulung. Buku ini terbahagi kepada dua bahagian. Bahagian
pertama menyentuh kehidupan pribadinya dan bahagian kedua pula ialah mengenai kegiatan
Ikhwanul Muslimin.

2. Risaail-Al-Imamu-Syahid.

Buku ini ialah himpunan beberapa makalah yang disusunnya pada waktu waktu tertentu
sepanjang hayatnya.

Buku ini terbagi kepada tajuk-tajuk yang berikut:

1. Risalatu Ta'alim.

Buku kecil ini mengandungi arahan-arahan yang diberinya kepada mereka yang memasuki
gerakan Ikhwanul Muslimin.

2. Risalah Jihad

7
Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan Kontemporer, h. 254-255
8
Imam Al-Ghazali Said. Ideologi Kaum Fundamentalis, Pengamh Politik al-Maududi Terhadap Gerakan
Jamaah islamiyyah Trans Pakistan-Mesir, (Surabaya: Diantara, 2003), h. 167.
9
Herry Mohammad, dkk.. Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, h. 207.

323
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak
Makalah ini menerangkan kewajiban, kepentingan dan kelebihan Jihad. Imam Hasan Al-
Banna menulis makalah ini ketika para sukarelawan „Ikhwanul Muslimin‟ melancarkan Jihad
terhadap Yahudi di Palestin. Manakala ini merupakan panduan untuk para mujahidin Islam.

3. Da‟watuna Fi Taauri Jadid:

Makalah ini bermaksud „Dakwah kami di tahap baru‟. Makalah ini ditulis ketika gerakan
Ikhwanul Muslimin sedang pesat berkembang dan ramai para belia sedang menganggotainya.

4. Ar-Risail Ats-Tsalaasah:

Karya Hasan Al-Banna yang ini pula terdiri daripada tiga makalah. Tajuk makalah yang
pertama ialah „Apakah tugas kita?‟. Tajuk makalah yang kedua ialah „Ke arah mana kita menyeru
manusia?‟. Tajuk makalah yang ketiga pula ialah „Risalah Cahaya‟.

5. Perbandingan di antara yang dahulu dan sekarang.

Makalah ini ialah yang pertama sekali ditulis oleh Imam Hasan Al-Banna. Dalam makalah
ini, beliau menerangkan dasar-dasar Islam dan ciri ciri pembaharuan ummah.

6. Risalatul Mu‟tamarul Khamis.

Makalah ini merupakan syarahan Hasan Al-Banna di dalam Muktamar Kelima Ikhwanul
Muslimin. Dalam syarahannya ini beliau menilai kembali pencapaian Ikhwanul Muslimin sepanjang
sepuluh tahun yang lepas.

7. Ikhwanul Muslimin di bawah panji-panji Al-Quran.

Dalam syarahan ini, matlamat dan tujuan Ikhwan telah dijelaskan. Beliau juga
membincangkan tugas serta kewajipan para belia. Makalah ini juga mengemukakan saranan supaya
dilakukan pemberontakan terhadap kuasa-kuasa penjajah yang sedang menghancurkan masyarakat
Mesir.

8. Persoalan-persoalan negara dari segi kaca mata Islam.

Imam Hasan Al-Banna menulis makalah ini selepas tertubuhnya negara Pakistan. Beliau
membincangkan masalah masalah politik negara Mesir dan negara-negara Islam yang lain. Turut
dibincangkan ialah negara baru Pakistan yang sedang diancam oteh India dengan bantuan pihak
Kornunis.

Dalam bahagian pertama, beliau membincangkan segala keburukan yang ada corak kerajaan
waktu itu dan kemudian beliau memberi penyelesaian kepada masalah tersebut menurut dasar dasar
Islam.

Dalam bahagian kedua, dasar ekonomi diperbincangkan. Seterusnya, beliau menghuraikan


sistem ekonomi Islam dan penyelesaian kepada masalah ekonomi Barat.

324
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak
9. Syarahan syarahan Imam Hasan AI Banna.

Buku ini mengandungi syarahan syarahan dan kuliah-kuliah Hasan Al-Banna. Ia merupakan
satu khazanah ilmu.

10. Maqalat Hasan Al-Banna.

Buku ini ialah himpunan nasihat nasihat dan arahan arahan Imam Hasan AlBanna kepada
sahabat-sahabat dan para anggota Ikhwanul Muslimin.

11. Al-Ma‟thurat.

Buku ini ialah himpunan do‟a-do‟a dan zikir yang disusun oleh Imam Hasan Al-Banna
sendiri. la dibaca beramai-ramai oleh para anggota Ikhwan sebelum solat Maghrib. Ia merupakan
pembaharuan ikrar mereka kepada Allah dalam.menjalankan dakwah Islamiah.

C. Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Tokoh Hasan Al-Banna

1. Tujuan

Pada hakekatnya tujuan pendidikan Madrasah Hasan Al Banna merupakan suatu perwujudan
dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang dikehendaki, yang mempengaruhi
dan menggejala dalam prilaku, berorientasi untuk merealisasikan identitas Islami, yaitu , membentuk
kepribadian muslim.10

Hasan Al Banna sering mengatakan bahwa pendidikan (tarbiyah) adalah upaya ikhtiari
manusia untuk merubah kondusi ke arah yang lebih baik. Beliau berkata :

“Pendidikan (tarbiyah) harus menjadi pilar kebangkitan. Pertamatama, umat Islam harus
terdidik, dengan itu akan mengerti hak-haknya yang harus diterimanya secara utuh, dan mempelajari
berbagai sarana agar dapat memperoleh hak-hak tersebut”11

Mencermati kutipan di atas, setidaknya ada tiga hal yang sangat mendasar dan perlu
digarisbawahi yang berkaitan dengan pendidikan umat Islam :

a) Umat Islam tidak boleh menjadi umat yang bodoh, ia harus punya pendidikan.
b) Umat Islam harus mengetahui dan menjalankan kewajibankewajibannya, dengan itu ia akan
mengetahui akan hak-hak yang harus menjadi miliknya.
c) Umat Islam tidak hanya dituntut punya pengetahuan teoritis, tapi juga keterampilan (skill)
sebagai saran memperoleh hal-hal yang berkenaan dengan haknya.

10
Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan Kontemporer ,h. 256
11
Utsman Abd. Al-Mu‟iz Ruslan, al-Tarbiyah al-Siyasiyyah „Ind al-Ikhwan al-Muslimin, (Kairo: Dar al-Tauz-
wa al-Nasyr al-Islamiyyah. 2000), h. 39.

325
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak
2. Materi

a. Ketuhanan.

Aspek ketuhanan atau keimanan merupakan segi terpenting dalam pendidikan Islam12. Yang
demikian itu karena tujuan pertama dari pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang beriman
kepada Allah. Dalam Al-Qur'an ada ayat yang mengisyaratkan hal ini, yaitu ayat :
َ ُ َٰ َّ ُ ُ َ َٰٓ َ ْ ُ َّ َ ۡ ُ َ َ ۡ َٰ َ ۡ َ ْ ُ َ َٰ َ َ ْ ُ َ ۡ َ ۡ َ َّ ُ َّ ْ ُ َ َ َ َّ َ ُ ۡ ُ ۡ َ َّ
ُ ‫ٱَّللِ َو َر‬
‫ٱَّللِ أولئِم هم ٱلصدِكون‬ ِۚ ‫يل‬
ِ ِ ‫ب‬ ‫س‬ ‫ِف‬
ِ ‫م‬ ‫ه‬
ِ ِ‫س‬ ‫ىف‬ ‫أ‬‫و‬ ‫م‬ ‫ه‬
ِ ِ ‫ل‬ ‫و‬‫ن‬ ‫أ‬ِ ‫ة‬ ‫وا‬‫د‬‫ه‬ ‫ج‬‫و‬ ‫وا‬ ‫اة‬‫ت‬‫ر‬ ‫ي‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫م‬ ‫ث‬ ‫ِۦ‬ ِ
‫وِل‬ ‫س‬ ِ ‫إِنها ٱلهؤنِيون ٱَّلِيو ءانيوا ة‬

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya
(beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang
benar.” grdn gardn-gardn hallrj adader .llrjA hrlrd arer adader hiir erd jraar eddnrd )dahijre((
(QS. Al-Hujurat: 15).

Tiang pendidikan berdasar Ketuhanan adalah hati yang hidup yang berhubungan dengan
Allah Swt, meyakini pertemuan denganNya dan hisab-Nya, mengaharapkan rahmat-Nya dan takut
akan siksaNya. Hati adalah satu-satunya pegangan yang dapat ditunjukkan oleh seorang hamba
kepada Tuhannya pada hari kiamat sebagai sarana bagi keselamatannya.

Allah Swt berfirman:

‫ِيم‬ ‫ل‬‫س‬ َ َّ ‫ون إ ََّل َن ۡو َأ ََت‬


َ ‫ٱَّلل ة َل ۡلب‬ َ َُ ََ ٞ َ ُ َ َ َ ََۡ
ٖ ٖ ِ ِ ‫يوم َل ييفع نال وَل بي‬

Artinya : (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang
menghadap Allah dengan hati yangbersih. (QS. Asy-Syu‟ara: 88-89)

Di antara nilai-nilai pokok yang dilaksanakan oleh pendidikan Ketuhanan Ikhwanul


Muslimin adalah ibadah kepada Allah Swt. Itulah tujuan pertama dari penciptaan manusia.

Di antara unsur-unsur pokok yang ditekankan dalam ibadah adalah :

1) Tetap mengikuti Sunnah dan menjauhi bid'ah, sebab setiap bid‟ah adalah sesat.
2) Mengutamakan ibadah-ibadah fardhu, sebab Allah tidak menerima ibadah sunnah sebelum
ditunaikan yang fardhu.
3) Menggemarkan shalat berjamaah, meskipun mazhab-mazhab berbeda pendapat mengenai
hukumnya, ada yang mengatakan fardhu ain, ada yang mengatakan fardhu kifayah dan ada
yang mengatakan sunnah muakkad.
4) Menggemarkan amalan sunnah
5) Menggemarkan berzikir kepada Allah.

Allah Swt berfirman :


‫َ َ ُّ َ َّ َ َ َ ُ ْ ۡ ُ ُ ْ َّ َ ۡ ٗ َ ٗ َ َ ّ ُ ُ ُ ۡ َ ٗ َ َ ا‬
‫صيًل‬ َٰٓ
ِ ‫يأيها ٱَّلِيو ءانيوا ٱذنروا ٱَّلل ذِنرا نثِريا وستِحوه ةكرة وأ‬

12
Yusuf Qardhawi, Sistem Pendidikan Ikhwanul Muslimin. (Jakarta: Media Da‟wah, 1988), h. 9.

326
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang
sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” (QS.Al- Ahzab: 41-
42)13

b. Sempurna dan Lengkap

Sesungguhnya kesempurnaan dan kelengkapan yang menyeluruh adalah ciri khas Islam baik
dalam bidang akidah, ibadah dan hukum. Semuanya mendapat tempat yang khas dalam bidang
pendidikannya.

1) Aspek Akal

Ikhwanul Muslimin menaruh perhatian besar pada aspek ini, sesuai dengan perhatian Islam
sendiri padanya. Ayat pertama yang diturunkan Allah kepada Muhammad Saw adalah:
َ َ َّ َ ۡ ‫ۡٱك َرأۡ ة‬
‫ٱس ِم َر ّبِم ٱَّلِي خل َق‬ِ

Artinya: “bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.” (QS. Al-Alaq: 1)

Berpikir dalam Islam adalah ibadah, mencari bukti adalah wajib dan menuntut ilmu adalah
fardu, sebagaimana kejumudan itu adakah keji dan taklid adalah kejahatan. Berpikir dalam Islam
adalah ibadah, mencari bukti adalah wajib dan menuntut ilmu adalah fardu, sebagaimana kejumudan
itu adakah keji dan taklid adalah kejahatan. Islam menuntut dari seorang muslim supaya mempunyai
bukti-bukti tentang Tuhannya dan dakwahnya hendaklah berlandaskan akal. Iman seorang mukallid
tidaklah diterima dan Islam tidak membenarkan penganutnya menjadi pengekor, berpikir dengan
kepala orang lain, lalu ia mengikuti saja tanpa pemikiran dan pengertian. Bahkan ia harus berpikir,
sendiri merenungkan dan memahami. Al-Qur‟an menempatkan ilmu lebih dahulu dari iman dan
ta‟at, kedua-duanya adalah hasil dari ilmu atau cabang daripadanya.

Demikian pendidikan Ikhwanul Muslimin yang menempatkan pember.tukan akal atau ilmu
pada tempat terdepan dalam sistemnya yang bersifat menyeluruh. Kekeliruan kaum muslimin
memahami Islam adalah akibat dua perkara penting yaitu:

a) Endapan-endapan masa kemunduran dan apa yang masuk ke dalam Islam pada masa itu
berupa percampur-adukan, bid'ah, dan pengertian yang salah disebabkan penyelewengan dari
mereka yang ekstrim, usaha dari mereka yang sengaja membuat kebatilan dan penafsiran
orang-orang bodoh. Dalam suasana seperti ini taklid dan fanatik mazhab berkembang dengan
subur.
b) Pengaruh-pengaruh pertarungan pemikiran atau penjajahan kebudayaan yang menimpa
negeri-negeri Islam pada masa penjajahan asing, yang memasukkan pengertian-pengertian
baru dan pemikiran-pemikiran asing dalam kehidupan kaum muslimin. Semua ini dimajukan

13
Yusuf al-Qardhawi. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna. terj. Bustami A. Gani, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1980), h. 27-32.

327
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak
dan diperkuat melalui lembaga-lembaga pendidikan dan pengajaran dan badanbadan ilmiah
dan pengarahan.14

Al-Qur'an dan tafsir adalah sumber yang pertama bagi Ikhwanul Muslimin, dengan ketentuan
tafsir ulama salaf yang didahulukan atas tafsir-tafsir lainnya. Sebab itu mereka bertumpu pada Tafsir
Ibnu Katsir dan menjadikannya sebagai sumber utama. As-Sunnah sebagai sumber kedua, dengan
ketentuan mengenai keautentikannya dan syarahnya (penjelasannya) mereka harus berpegang pada
imam-imam Hadits yang terpercaya.

Pada akhir hayatnya, Imam Hasan Al Banna menyadari bahwa jama‟ahnya perlu memperdalam
aspek pemikiran dan ilmiah pada anggota-anggotanya dari satu segi dan menjelaskan aspek-aspek
Islam dan tujuannya kepada selain anggota dari segi lain. Lalu beliau menerbitkan majalah bulanan
Asy-Syihab untuk mengisi kekosongan ini dan merealisasikan tujuan tersebut. Majalah ini
menggantikan majalah Al-Manar yang telah terhenti penerbitannya seelah pemimpinnya Sayid
Rasyid wafat. Kebanyakan isinya ditulis oleh Hasan Al Banna sendiri.15

2) Aspek Akhlak

Di antara aspek pendidikan yang terpenting menurut Ikhwanul Muslimin ialah aspek
kejiwaan atau akhlak. Mereka sangat mementingkan dan mengutamakannya serta menganggapnya
sebagai tonggak pertama untuk perubahan masyarakat. Imam Hasan Al Banna menamakannya
“Tongkat Komando Perubahan”, seperti tongkat yang mengalihkan perjalanan kereta api dari satu
jalur ke jalur lainnya.

Islam memandang akhlak utama sebagian daripada iman atau sebagian dari buahnya yang
matang. Sebagaimana iman, begitu pula Islam tergambar pada keselamatan akidah dan keikhlasan
beribadah, tergambar pula pada kemantapan akhlak.

Akhlak mencakup hal yang lebih luas dan lebih dalam dari aspek-aspek kehidupan termasuk
pengendalian diri, benar dalam perkataan, baik dalam perbuatan, amanah dalam mu'amalah, berani
dalam mengeluarkan pendapat, adil dalam memutuskan, tegas dalam kebenaran. bulat tekad untuk
kebaikan, menyuruh kepada yang ma'ruf, melarang dari yang mungkar, antusias tehadap kebersihan,
menghormati peraturan dan tolong menolong atas kebaikan dan takwa.

Diantara hal yang paling penting yang ditanamkan oleh Ikhwanul Muslimin ke dalam jiwa
pengikutnya yaitu: Sabar, Tabah, Cita-cita, Pengorbanan.

3) Aspek Jasmani

Ikhwanul Muslimin tidak mengabaikan aspek jasmani dalam pendidikan anggota-


anggotanya. Sebab tubuh adalah sarana manusia untuk mencapai maksudnya serta melaksanakan
kewajiban-kewajiban agama dan dunia.

Tujuan dari pendidikan ini adalah:

14
Yusuf al-Qardhawi. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna. terj. Bustami A. Gani, h. 44-45
15
Yusuf al-Qardhawi. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna. terj. Bustami A. Gani, h. 47

328
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak
a) Kesehatan badan dan terhindarnya dari penyakit.
b) Kekuatan jasmani dan ketrampilannya.
c) Keuletan dan ketahanan tubuh.

Karena itu Ikhwanul Muslimin mendirikan klub-klub olahraga, team-team kepanduan,


menyiapkan gerak jalan dan perkemahan yang bersifat rutin dan periodik sebagai latihan yang
intensif untuk hidup dalam kekurangan, tahan dan sabar di padang pasir, didaerah pegunungan di
bawah terik matahari dan udara yang sangat dingin atau menghadapi hujan atau kurangnya air dan
makanan.16

4) Aspek Jihad

Aspek pendidikan Ikhwanul Muslimin yang paling menonjol adalah pendidikan jihad. Imam
Hasan Al Banna menganggap jihad sebagai salah satu rukun bai'at yang sepuluh dan salah satu
semboyan yang diteriakkan oleh jama'ah adalah kalimat “Jihad itu adalah jalan kami dan mati pada
jalan Allah adalah cita kami yang tertinggi.”

5) Aspek Politik

Pendidikan politik madrasah Hasan Al Banna didasarkan atas sejumlah prinsip, yaitu:

a) Memperkuat kesadaran dan perasaan wajib membebaskan negeri Islam dengan segala cara
yang sah.
b) Mernbangkitkan kesadaran dan perasaan atas wajibnya mendirikan “pemerintahan Islam”,
c) Mernbangkitkan kesadaran dan perasaan akan wajib terwujudnya persatuan Islam. Persatuan
adalah kewajiban agama dan keharusan hidup.

3. Metode

Menurut Hasan Al Banna, metode pendidikan harus seirama dengan konsep dan martabat
manusia sebagai khalifah Allah. Artinya, metode dan pendekatan dalam pendidikan haruslah
mencontoh prinsip prinsip Qur‟ani, yaitu :

a) Bersifat komprehensif, yaitu satu sama lain saling mengisi.


b) Mampu mendidik manusia untuk layak berintegrasi bagi kehidupan dunia akhirat.
c) Mengakui adanya kekuatan dalam diri manusia, ruh, akal, jasmani, dan bekerja demi
memenuhi kebutuhannya.
d) Siap untuk diterapkan, artinya tidak terlalu idealis dan mungkin diikuti dan diterapkan oleh
manusia.
e) Metode praktik, bukan sekedar teoritis.
f) Bersifat kontinue, sesuai bagi seluruh manusia dan berlangsung sampai manusia menemui
Rabbnya.

16
Yusuf al-Qardhawi. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna. terj. Bustami A. Gani, h. 60-62

329
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak
g) Menguasai seluruh perkembangan dalam hidup manusia, mencapai batasan yang mampu
diakses oleh manusia dengan kekuatan yang dimilikinya.17

4. Pendidik dan Peserta Didik

Tentang hubungan pendidik dengan peserta didik menurut pemikiran Hasan Al Banna dapat
terbaca dari cuplikan-cuplikan pidato dan surat-surat yang ia kirimkan kepada anggota-anggota dan
simpatisan al-Ikhwan al-Muslimin yang selalu memakai tema al-ikhwan18. Kata “nahnu dengan arti
“kita”, dan memakai kata kerja berawalan “nun” (fill mudhari), seperti” na‟taqidu ( ‫ ) نعتق‬dengan arti
kita meyakini, nunadihim dengan arti kita ajak mereka, dan lain-lain.

Hubungan yang dekat antara Hasan Al Banna dengan jamaahnya merupakan refleksi dari
pemikirannya tentang perlunya membangun hubungan yang erat antara murabby dengan murabba.
Hubungan antara murabby (Tuhan) dengan murabba (alam semesta) merupakan manifestasi dari
pemahamannya terhadap potongan ayat “al-hamd li Allah Rabb al- Ilamin”. Suatu hubungan yang
melambangkan kasih tanpa pilih terhadap anak-anak didik yang notabenenya mereka berasal dari
berbagai strata kehidupan dan kemampuan yang variatif. Kehangatan hubungan antara seorang
pendidik dengan anak didik merupakan suatu hal yang krusial yang mestinya diwujudkan dalam
pendidikan, sebab hal itu menurut sebuah penelitian akan memberikan pengaruh positif terhadap
usaha belajar siswa/anak didik.

Jika dianalisis secara seksama pemikiran Hasan Al Banna yang tertuang dalam karyanya
yang cukup monumental itu, melahirkan kesan bahwa beliau itu boleh dikatakan tidaklah seorang
teoritisi yang hanya bergelut dengan pemikifan tanpa aplikasi di dunia nyata. la sebenarnya lebih
dekat dikatakan sebagai seorang praktisi lapangan. Implementator dari setiap gagasan yang ia petik
dan ia pahami dari isyarat-isyarat Qur‟ani.

Pandangan semacam ini identik dengan pendapat Shalaluddin Jursyi, menurutnya, Hasan Al
Banna itu lebih menonjol kemampuan memimpinnya dan mendidik umat dengan berbagai
kecakapan yang dimilikinya dan ia selalu berperan sebagai orang tua dalam hubungannya dengan
para pengikutnya.19

Suatu hal yang rasanya perlu dicatat terutama bagi pengelola pendidikan terutama bagi
orang-orang yang berkiprah di dunia pendidikan. Menurut beliau, hendaklah ditangani oleh orang
yang punya kekuatan jiwa, tekad yang kuat dan semangat yang tegar. Memiliki kesetiaan yang utuh,
bersih dari sikap lemah dan jauh dari sifat munafik. Punya sifat rela berkorban, tidak mudah
diperdayakan oleh hal-hal material, dan jauh dari sifat serakah.20 Seluruhnya merupakan kompetensi
kpribadian yang hams dimiliki setiap individu yang bergerak dalam dunia pendidikan.

17
Ali Abd. Halim Mahmud, Pendidikan Ruhani, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani Press,
2000), h. 53-54.
18
Hasan Al-Banna. Majmu 'at Rasa „il al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna, (Kairo: Dar alDa'wah, 1411 H), h.
59.
19
Shalaluddin Jursyi, Membumikan Islam Progresif, terj. M. Aunul Abiet Syah, (Jakarta: Paramadina. 2004), h.
60.
20
Hasan Al-Banna. Majmu 'at Rasa „il al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna, h. 97.

330
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak
Hal yang perlu diteladani dari pemikiran Hasan Al Banna terutama dalam hal hubungan
pendidik dengan peserta didik yang merupakan gambaran kompetensi kepribadian adalah, mendidik
dengan hati dan selalu mendoakan anak didik.

Dalam hal kelemah lembutan, Saiful Islam anak kedua dari Hasan Al Banna-Sekjen Aliansi
Advokat dan anggota Parlemen Mesir menuturkan: “Ayah mengajari kami dengan penuhb cinta
kasih, ketulusan, kelembutan dan penuh rasa harap.”21

5. Evaluasi Pendidikan Islam

Evaluasi sebagai salah satu komponen pendidikan sasarannya adalah proses belajar
mengajar. Namun bukan berarti evaluasi itu hanya tertuju kepada hasil belajar murid, ia juga bisa
meramalkan tentang keuntungan yang diperoleh melalui penyelenggaraan yang tepat dalam
merumuskan tehnik-tehnik.22

Dalam pelaksanaan evaluasi, ada beberapa hal yang muncul dari pemikiran Hasan Al Banna
di antaranya yang paling penting sekali adalah kejujuran. Untuk membentuk sifat jujur di dalm diri
peserta didik, ia menerapkan sebuah model evaluasi “al-muhasabah” sebagai sebuah metode untuk
membentuk sikap percaya diri sendiri, yaitu membuat pertanyaan-pertanyaari'yang ditujukan oleh
seseorang kepada dirinya sendiri dan ia sendiri yang harus menjawabnya dengan “ya” atau “tidak”.
Introspeksi hanya dilakukan sendiri tidak memerlukan pengawasan orang lain. Tujuannya adalah
menanamkan kepercayaan pada diri sendiri.23

Untuk membentuk jiwa yang jauh dari kecurangan, Hasan Al Banna menanamkan keyakinan
kepada mereka bahwa Allah selalu menyertai mereka. Sedangkan dari aspek tujuan evaluasi adalah
untuk menjadi sarana kenaikan manzilah (kedudukan).

D. Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam Tokoh Hasan Al-Banna Dengan Pendidikan Masa Terkini

Tujuan pendidikan menurut Hasan Al-Banna yang menekankan pada keseimbangan antara
jasmani, akal, dan hati sangatlah sesuai dengan tujuan pendidikan pada masa sekarang. Hal tersebut
bisa dilihat dari pendidikan sekarang yang menekankan keseimbangan antara ranah kognitif, afektif,
dan psikomotorik.

Tiga strategi yang diterapkan Hasan Al-Banna untuk mereformasi kurikulum pendidikan seperti

a) melakukan seleksi terhadap materi-materi pelajaran,


b) menyeleksi dan menyiapkan para guru,
c) menyeleksi buku-buku ajar masih diterapkan sebelum pembelajaran dimulai di era sekarang
ini, hal tersebut dapat dilihat dari persiapan seorang pendidik yang membuat RPP (Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran) sebelum memulai proses belajar mengajar.

21
Muhammad Lili Nur Aulia. Cinta di Rumah Hasan al-Banna, (Jakarta: Puslaka Da'watuna, 2007), h. 39.
22
Lesler D. Crow, Educational Psychology, terj. Z. Kasejen, (Surabaya: Bina ilmu, 1987), h. 5
23
Yusuf al-Qardhawi. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, terj. Bustami A. Ghani. (Jakarta:
Bulan Bintang), h. 33.

331
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak
Metode pendidikan yang digunakan Hasan Al-Banna merupakan metode pembelajaran
modern yang pada masa sekarang masih relevan, mengingat sebagian besar dari metode tersebut
masih digunakan pada proses pembelajaran sekolah-sekolah, terutama sekolah ideal. Pemikiran
Hasan al-Banna dapat dikategorikan kedalam pemikiran rasional religius, yakni mengedepankan
akal dengan tetap berpegang teguh pada sumber ajaran agama yaitu al-Qur‟an dan Sunnah.
Pemikiran Hasan al-Banna dalam hal pendidikan dapat dikategorikan ke dalam aliran
rekontruksionisme yaitu suatu aliran yang berusaha mengatasi krisis kehidupan modern dengan
membangun tata susunan hidup yang baru melalu lembaga dan proses pendidikan. Adapun teori dan
ide pokok kependidikan yang ditawarkannya sangat ideal dan relevan untuk saat ini, hal ini terlihat
adanya aspek-aspek yang diterapkannya melalui pendidikan madrasah, disana terdapat
keseimbangan antara pengetahuan umum dan pendidikan agama.

E. Kesimpulan

Berdasarkan uaraian tersebut terlihat jelas bahwa konsep pendidikan yang ditawarkan
Ikhwan al-Muslimin sejalan dengan visi dan orientasi perjuangannya, yaitu membebaskan
masyarakat dari keterbelakangan, baik dalam kehidupan keagamaan, ekonomi, politik, sosial, ilmu
pengetahuan, maupun kebudayaan. Dengan demikian, Ikhwan al-Muslimin menempatkan
pendidikan sebagai alat untuk meningkatkan harkat dan martabat ummat Islam khususnya yang
berada di Mesir pada saat itu. Untuk mencapai visi dan misi tersebut, Ikhwan al-Muslimin telah
menggunakan semua jenis dan model pendidikan, dari yang bersifat formal sampai kepada yang
bersifat non formal untuk mewujudkan visi dan misinya itu.

Demikian pula berbagai metode yang dipandang efektif dan berdaya guna dapat digunakan
sebagai cara untuk menerapkan pendidikan. Seluruh kegiatan pendidikannya itu terlihat didasarkan
pada ajaran yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan praktek kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya.
Dalam kaitan ini, maka Ikhwan al-Muslimin dapat digolongkan kepada kelompok sunni dan salafi,
karena selalu merujuk kepada kemurnian ajaran Islam.

F. Daftar Pustaka

Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan Kontemporer, Semarang:
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan Pustaka
Pelajar,1999,

Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan Kontemporer , h. 253-254.

Ali Abd. Halim Mahmud, Pendidikan Ruhani, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, Jakarta: Gema Insani
Press, 2000,
Hasan Al-Banna. Majmu 'at Rasa „il al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna, Kairo: Dar alDa'wah,
1411 H,
Herry Mohammad, dkk.. Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Jakarta: Gema Insani
Press. 2006,

Imam Al-Ghazali Said. Ideologi Kaum Fundamentalis, Pengamh Politik al-Maududi Terhadap
Gerakan Jamaah islamiyyah Trans Pakistan-Mesir, Surabaya: Diantara, 2003,

332
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak
Lesler D. Crow, Educational Psychology, terj. Z. Kasejen, Surabaya: Bina ilmu, 1987,

M. Atiqu Haque, Seratus Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia, Jogjakarta: Diglossia, 2007,

Muhammad Lili Nur Aulia. Cinta di Rumah Hasan al-Banna, Jakarta: Puslaka Da'watuna, 2007,

Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Jakarta; Pustaka Al-Kautsar,
2007,

Shalaluddin Jursyi, Membumikan Islam Progresif, terj. M. Aunul Abiet Syah, Jakarta: Paramadina.
2004,
Utsman Abd. Al-Mu‟iz Ruslan, al-Tarbiyah al-Siyasiyyah „Ind al-Ikhwan al-Muslimin, Kairo: Dar
al-Tauz-wa al-Nasyr al-Islamiyyah. 2000,

Yusuf al-Qardhawi. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, terj. Bustami A. Ghani.
Jakarta: Bulan Bintang,
Yusuf al-Qardhawi. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna. terj. Bustami A. Gani,
Jakarta: Bulan Bintang, 1980,

Yusuf Qardhawi, Sistem Pendidikan Ikhwanul Muslimin. Jakarta: Media Da‟wah, 1988,

333

Anda mungkin juga menyukai