Anda di halaman 1dari 10

PEMIKIRAN PEMBAHARUAN HASAN AL-BANNA

DALAM LINGKUP PENDIDIKAN ISLAM

Oleh :
Mochammad Rifky Bachtiar (A72219057)

Program Studi Sejarah Peradaban Islam


Fakultas Adab Dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Abstrak
Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui pemikiran Hasan Al Banna tentang
komponen-komponen dalam pendidikan Islam serta memperdalam pemahaman tentang
prinsip pemikiran Hasan Al Banna dalam pendidikan Islam. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud
menggambarkan tentang suatu variabel, gejala, atau keadaan “apa adanya”, dan tidak
dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu. Ditunjang oleh data-data yang diperoleh
melalui penelitian kepustakaan (library research). Karena permasalahan yang akan
diteliti adalah mengkaji sejarah, maka dari itu diperlukan banyaknya literatur-literatur
yang relevan terkait dengan pemikiran pembaharuan pendidikan Hasan Al-Banna.
Hasil dari penulisan ini menunjukkan adalah bahwa konseptual yang dibangun Hasan
Al-Banna dalam pemikiran-pemikiran pembaharuannya tentang pendidikan yang
diaplikasikan dalam Madrasah Hasan Al Banna adalah seperti membangun dasar
pendidikan, menyusun tujuan pendidikan serta metode pendidikan dan penerapan
materi-materi yang mencakup aspek ketuhanan, akal, jasmani, jihad serta politik, dan
yang terakhir ialah terkait dengan evaluasi pendidikan islam. Sedangkan metode
pendidikan yang dapat diterapkan dalam proses pendidikan meliputi enam model; yaitu
metode diakronis, sinkronik-analitik, hallul musykilat, tajribiyyat, al-istiqraiyyat, dan
metode al-istinbathiyyat.
Kata Kunci : Hasan Al-Banna, Pendidikan, Pembaharuan.

Pendahuluan
Hasan al-Banna adalah seorang tokoh pembaru atau modernis dalam dunia
Islam. Beliau dikenal sebagai tokoh pembaru, tidak hanya dalam bidang pendidikan,
tetapi juga dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan. Hasan alBanna
memiliki gagasan bahwa kejumudan umat Islam disebabkan kesalahan dalam bidang
pendidikan. Menurut Hasan al-Banna, Allah telah menjadikan akal manusia sebagai
faktor yang dominan dan untuk itu manusia diperintahkan untuk meneliti, menganalisa,
dan berpikir. Islam menurut pemikiran Hasan Al Banna merupakan sistem yang
menyeluruh, mencakup seluruh aspek kehidupan, yakni mencakup negara dan tanah
air; pemerintahan dan umat; moral dan kekuatan; kasih sayang dan keadilan; wawasan
dan undang-undang; ilmu pengetahuan dan hukum; materi dan kekayaan alam; jihad
dan dakwah; sebagaimana juga Islam adalah akidah yang murni dan ibadah yang benar,
tidak kurang tidak lebih.
Oleh karena itu, dalam pemikiran Hasan al-Banna, proses pendidikan yang
dibutuhkan adalah bagaimana mengupayakan agar dapat mengoptimalkan penggunaan
daya pikir pada anak didik. Sebab, dengan proses pendidikan yang mampu mendorong
terciptanya kekuatan daya pikir dan rasa tersebutlah yang dapat menciptakan anak didik
memiliki kualitas yang tinggi dan siap dalam menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Dalam bidang pendidikan, beliau menjelaskan bahwa pendidikan yang
ideal adalah pendidikan yang seimbang yang mementingkan aspek akal dan rohani
sekaligus, dilandasi oleh Al-Qur'an dan Hadist, serta me'miliki corak keislaman yang
jelas. Dari latar belakang diatas dapat diambil pembahasan 1. Bagaimana biografi dari
Hasan Al-Banna ? 2. Bagaimana pemikiran pembaharuan Hasan Al-Banna dalam
bidang pendidikan ?

Biografi Hasan Al-Banna


Hasan Al Banna dilahirkan di kota kecil Mahmudiyah di muara Sungai Nil,
sembilan puluh mil di sebelah barat laut Kairo, pada tahun 1906.1 Ayahandanya,
bernama Syeikh Ahmad Abdurrahman Al Banna, yang lebih terkenal dengan panggilan
as-Sa'ati, atau si tukang arloji. Syeikh Ahmad sehari-harinya di samping sebagai tukang
reparasi arloji juga merangkap sebagai imam masjid dan guru agama di masjid
setempat. Syeikh Ahmad menguasai ilmu fiqh, ilmu tauhid, ilmu bahasa dan menghafal
Al-Qur'an. Bahkan Syeikh Ahmad pernah belajar sebagai mahasiswa Al-Azhar pada

1
Abdul Kholiq. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan Kontemporer. (Semarang:
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 1999), 253.
waktu Muhammad Abduh mengajar di lembaga itu. Sehingga tak mengherankan jika
ia disegani oleh sejumlah besar ulama di Mesir.
Hasan Al Banna lahir dari keluarga yang cukup terhormat dan dibesarkan dalam
suasana keluarga yang taat. Sebagai seorang ayah, Syeikh Ahmad mencita-citakan
putranya (Hasan) sebagai mujahid (pejuang) disamping seoarang mujaddid
(pembaharu). Sejak kecil Hasan Al Banna telah dituntut untuk menghafalkan Al-
Qur‟an penuh. Baru setelah itu ia di masukkan sekolah persiapan yang dirancang
pemerintah Mesir menunit model sekolah dasar, tanpa pelajaran bahasa asing. Dan
ketika di rumah Hasan bergelut dengan perpustakaan pribadi ayahnya, yang berisi buku
agama, hukum, hadis dan ilmu bahasa.
Aktivitas dakwah Hasan al-Banna bermula ketika dia masih seorang bocah
tanggung. Pada usia 12 tahun, ia bergabung dengan Masyarakat untuk Tingkah Laku
Moral. Hal ini menunjukkan bahwa bocah kelahiran 1906 ini sudah tertarik pada
masalah-masalah keagamaan sejak usia dini.2 Pada usia 14 tahun (1920), Hasan Al
Banna masuk sekolah guru tingkat pertama di Damanhur. Dan dalam usia itu pula
Hasan Al Banna juga menjadi anggota aktif golongan sufi Hasafiyah, dan tetap aktif di
jamiyah tersebut sampai dua puluh tahun berikutnya. Sejak di sekolah menengah hasan
sudah terpilih sebagai ketua Jam‟iyatul Ikhwanial-adabiyah, yakni sebuah
perkumpulan yang terdiri dari calon pengarang. Ia juga mendirikan dan sebagai ketua
Jam‟iyatul Man‟il Muharramat, semacam serikat pertobatan serta pendiri dan
sekretaris Jam‟iyatul Hasafiyah Khairiyah, semacam organisasi pembaharuan.
Kemudian ia juga menjadi anggota Makarimul Akhlaqil Mukarramah, yaitu
Perhimpunan Etika Islam. Pada usia enam belas tahun, ia pergi ke Kairo untuk
melanjutkan sekolah guru bahasa Arab, sebuah lembaga pendidikan produk abad
pembaharuan yang berdiri pada abad 19 dan boleh dikatakan sebagai miniature Al-
Azhar. Dalam lingkungan pendidikan tersebut Hasan Al Banna mampu
mengorganisasikan kelompok mahasiswa Universitas Al-Azhar dan kelompok
mahasiswa Universitas Dar al-Ulum yang melatih diri berkhotbah di masjid-masjid.
Dalam kesempatan belajar di Kairo, Hasan Al Banna sering berkunjung ke toko-toko
buku yang dimiliki oleh gerakan Shalafiyah pimpinan Rasyid Ridha. Di Mesir pula ia

2
Herry Mohammad, dkk. Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani Press.
2006), 202.
aktif membaca al-Manar dan berkenalan dengan Rasyid Ridha serta menjalin
komunikasi dengan murid-murid Abduh lainnya.
Pada tahun 1927, saat usia Hasan Al Banna mencapai 21 tahun, ia lulus dari al-
Ulum dan mendapat tugas sebagai guru Sekolah Dasar Ismailiyah markas besar
Perusahaan Terusan Suez yang dikuasai oleh Inggris. Pada bulan Maret 1928, di kota
Ismailiyah, ia mendirikan Gerakan Ikhwanul Muslimin. Dia membentuk Ikhwanul
Muslimin dengan tujuan memulai gerakan revolusioner untuk memandu bangsanya
yang salah arah. Anggota Ikhwanul Muslimin adalah orang-orang yang berdedikasi dan
beriman sehingga mereka tidak akan menyimpang dari prinsip-prinsip. Mereka
mengunjungi semua rumah dan berusaha meyakinkan penghuni rumah untuk
bergabung dengan mereka dan menghindari gemerlap dunia dan nilai-nilai Barat. Pada
mulanya ia hanya memiliki enam orang pengikut dan sekelompok siswa yang taat
kepada guru. Tapi dalam perkembangannya gerakan ini setapak demi setapak mulai
mendapatkan simpati dari masyarakat. Gerakan Ikhwanul Muslimin yang pada
mulanya memfokuskan perhatian pada bidang sosial dan pendidikan bahkan pada
akhirnya menjelma sebagai kekuatan politik yang dikagumi di Mesir dan dunia Arab.
Puncaknya tanggal 8 Desember 1948, dengan keluar perintah militer yang berisi
pembubaran Ikhwanul Muslimin dan cabangnya di mana saja, menutup pusat-pusat
kegiatannya, menyita koran, dokumen, majalah dan semua publikasinya serta uang dan
kekayaan Ikhwanul Muslimin. Kebijaksanaan pemerintah tersebut juga dibarengi
dengan penangkapan dan pengahalauan para pejuang dan tokoh-tokoh Ikhwan ke
kamp-kamp konsentrasi dan penjara. Hasan Al Banna masih mencoba mendekatkan
pengertian untuk menjernihkan masalah, tapi pada tanggal 28 Desenber 1948, perdana
menteri an-Nuqrasy terbunuh, dan tuduhan dialamatkan ke kelompok Ikhwan, dan
menjadikan kondisi bertambah parah. Tujuh minggu setelah kejadian tersebut pada
tanggal 12 Februari 1949, Hasan Al Banna dibunuh oleh agen-agen dinas rahasia Mesir.
Pemikiran Pendidikan Hasan Al-Banna
Sistem pendidikan yang diterapkan Hasan Al Banna dalam Madrasah Hasan Al
Banna berbeda kontras dengan sistem pendidikan yang dibangun oleh dasar
individualis maupun sosialis komunis. Bahkan pendidikan Al Banna dalam masyarakat
yang diatur oleh Al-Qur’an dan di dalamnya dominan ajaran-ajaran Islam berbeda pula
dengan pendidikan muslim yang di dalamnya terdapat ide sekuler. Sistem pendidikan
yang dibangun Hasan Al Banna mengacu kepada tujuan yang jelas, langkah-langkah
yang nyata, sumber yang terang yang digali dari ajaran Islam kaffah bukan dari ajaran
yang lainnya. Konseptual dasar yang dibangun Hasan Al-Banna dalam pemikiran-
pemikiran pembaharuannya tentang pendidikan yang diaplikasikan dalam Madrasah
Hasan Al Banna adalah sebagai berikut:
1. Dasar-dasar Pendidikan menurut Hasan Al-Banna
Madrasah Hasan al-Banna dibangun dengan landasan agama Islam yang
bersumber pada Al-Qur‟an dan tafsirnya, terutama mengutamakan tafsir salaf
seperti Tafsir Ibnu Katsir. Sumber yang kedua adalah al-Hadist dengan
keauntentikan dan syarahnya berpegang pada imam-imam hadist yang terpercaya.
Dalam pandangan Hasan, bahwa kedua sumber tersebut adalah tempat kembali
setiap muslim untuk mengetahui hukum Islam. Dan keduanya sebagai dasar Islam
hams dipahami secara total dan universal sebagaimana mestinya dengan
memperhatikan keautentikan dan kevalidannya.
Madrasah Hasan al-Banna mendasarkan pembentukan kepribadian, mengacu
pada pemahaman Islam yang sempurna dan universal “total islam”, sebagaimana
yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan al-Hadist. Hal ini didasarkan atas
pemahaman Hasan Al Banna tentang Islam yang dipahami sebagai peraturan yang
menyeluruh yang mencakup setiap aspek kehidupan, meliputi negara dan tanah air,
pemerintahan dan bangsa, penciptaan dan kekuasaan, rahmat dan keadilan, budaya
dan hukum, ilmumpengetahuan dan ketetapan, jihad dan seruan menuju Allah,
angkatan bersenjata dan pemikiran serta ritual keagamaan.
2. Tujuan Pendidikan
Pada hakekatnya tujuan pendidikan Madrasah Hasan Al Banna merupakan
suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang
dikehendaki, yang mempengaruhi dan menggejala dalam prilaku, berorientasi
untuk merealisasikan identitas Islami, yaitu , membentuk kepribadian muslim.
Hasan Al Banna sering mengatakan bahwa pendidikan (tarbiyah) adalah upaya
ikhtiari manusia untuk merubah kondusi ke arah yang lebih baik. Beliau berkata :
“Pendidikan (tarbiyah) harus menjadi pilar kebangkitan. Pertamatama, umat Islam
harus terdidik, dengan itu akan mengerti hak-haknya yang harus diterimanya secara
utuh, dan mempelajari berbagai sarana agar dapat memperoleh hak-hak tersebut”.3
3. Metode Pendidikan

3
Utsman Abd. Al-Mu‟iz Ruslan. al-Tarbiyah al-Siyasiyyah ,Ind al-Ikhwan al-Muslimin, (Kairo: Dar
al-Tauz-wa al-Nasyr al-Islamiyyah. 2000), 39.
Adapun metode pendidikan yang ditawarkan oleh Hasan al-Banna meliputi
enam metode, yaitu 1) metode diakronis, 2) metode sinkronik-analitik, 3) metode
hallul musykilat, 4) metode tajribiyyat, 5) metode al-istiqra’iyyat, dan 6) metode
al-istinbathiyyat. Dari keenam metode ini, secara singkat dapat dijelaskan sebagai
berikut.
a. Metode diakronis, yaitu suatu metode pengajaran yang menonjolkan aspek
sejarah. Metode ini memberi kemungkinan ilmu pengetahuan sehingga anak
didik memiliki pengetahuan yang relevan, memiliki hubungan sebab akibat
atau kesatuan integral. Oleh karena itu, metode ini disebut juga dengan metode
sosio-historis.
b. Metode sinkronik-analitik, yaitu metode pendidikan yang memberi
kemampuan analisis teoretis yang sangat berguna bagi perkembangan
keimanan dan mental intelektual. Metode ini banyak menggunakan teknik
pengajaran seperti diskusi, lokakarya, seminar, resensi buku, dan lain-lain.
c. Metode hallul musykilat (problem solving), yaitu metode yang digunakan
untuk melatih anak didik berhadapan dengan berbagai masalah dari berbagai
cabang ilmu pengetahuan sehingga metode ini sesuai untuk mengembangkan
potensi akal, jasmani, dan qalb.
d. Metode tajribiyyat (empiris), yaitu metode yang digunakan untuk
memperolehkemampuan anak didik dalam mempelajari ilmu pengetahuan
agania dan ilmu pengetahuan umum melalui realisasi, aktualisasi, serta
internalisasi sehingga menimbulkan interaksi sosial. Metode ini juga sangat
cocok untuk pengembangan potensi akal, hati, dan jasmani. Metode al-
istiqraiyyat yaitu metode yang digunakan agar anak didik memiliki
kemampuan riset terhadap ilmu pengetahuan agama dan umum dengan cara
berpikir dari hal- hal yang khusus kepada hal-hal yang umum, sehingga
metode ini sesuai untuk mengembangkan potensi akal dan jasmani.
e. Metode al-istinbathiyyat (deduktif), yaitu metode yang digunakan untuk
menjelaskan halhal yang umum kepada hal-hal yang khusus, kebalikan dari
metode induktif
4. Penerapan materi-materi dalam Pendidikan
Materi pendidikan yang dimaksud adalah semua bahan atau materi yang disajikan
kepada anak didik agar tujuan pendidikan yang telah dirumuskan tercapai secara
optimal. Hasan Al-Banna menjelaskan niengenai materi pendidikan ini meliputi
materi aspek pendidikan ketuhanan, akal, jasmani, serta jihad dan politik.
a. Aspek Ketuhanan
Aspek ketuhanan atau keimanan merupakan segi terpenting dalam
pendidikan Islam.4 Dalam Islam, Iman bukannya sekedar ucapan atau
pengakuan belaka. Iman merupakan kebenaran yang jika masuk ke dalam akal
akan memberi kepuasan akli, jika masuk ke dalam perasaan akan
memperkuatnya, jika masuk ke dalam iradah atau keinginan akan membuatnya
dinamis dan mampu menggerakkan. Tiang pendidikan berdasar Ketuhanan
adalah hati yang hidup yang berhubungan dengan Allah Swt, meyakini
pertemuan denganNya dan hisab-Nya, mengaharapkan rahmat-Nya dan takut
akan siksaNya. Di antara nilai-nilai pokok yang dilaksanakan oleh pendidikan
Ketuhanan Ikhwanul Muslimin adalah ibadah kepada Allah Swt. Di antara
unsur-unsur pokok yang ditekankan dalam ibadah adalah :
1) Tetap mengikuti Sunnah dan menjauhi bid'ah, sebab setiap bid‟ah adalah
sesat.
2) Mengutamakan ibadah-ibadah fardhu, sebab Allah tidak menerima ibadah
sunnah sebelum ditunaikan yang fardhu.
3) Menggemarkan shalat berjamaah.
4) Menggemarkan amalan sunnah
5) Menggemarkan berzikir kepada Allah
b. Aspek Akal
Hasan Al-Banna memberikan perhatian yang cukup serius terhadap
perkembangan akal anak didik. Ilmu pengetahuan agama dan cabang-
cabangnya merupakan materi pendidikan yang dapat mengembangkan potensi
akal anak didik. Adapun materi pendidikan akal terdiri atas ilmu pengetahuan
agama, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu pengertahuan sosial beserta cabang-
cabangnya. Materi ilmu pengetahuan agama sebagai dasar pertama bagi anak
didik sebelum ia mempelajari ilmu pengetahuan lainnya. Namun, ketiga materi
tersebut hendaknya dipelajari oleh anak didik untuk mencapai ma’rifatullah.
c. Aspek Jasmani

4
Yusuf Qardhawi, Sistem Pendidikan Ikhwanul Muslimin. (Jakarta: Media Da‟wah, 1988), 9.
Ikhwanul Muslimin tidak mengabaikan aspek jasmani dalam pendidikan
anggota-anggotanya. Sebab tubuh adalah sarana manusia untuk mencapai
maksudnya serta melaksanakan kewajiban-kewajiban agama dan dunia.
Tujuan dari pendidikan ini adalah:
1) Kesehatan badan dan terhindarnya dari penyakit.
2) Kekuatan jasmani dan ketrampilannya.
3) Keuletan dan ketahanan tubuh.
d. Aspek Jihad dan Politik
Aspek pendidikan Ikhwanul Muslimin yang paling menonjol adalah
pendidikan jihad dan politik. Imam Hasan Al Banna menganggap jihad
sebagai salah satu rukun bai'at yang sepuluh. Pendidikan politik madrasah
Hasan Al Banna didasarkan atas sejumlah prinsip, yaitu:
1) Memperkuat kesadaran dan perasaan wajib membebaskan negeri Islam
dengan segala cara yang sah.
2) Mernbangkitkan kesadaran dan perasaan atas wajibnya mendirikan
“pemerintahan Islam”,
3) Mernbangkitkan kesadaran dan perasaan akan wajib terwujudnya
persatuan Islam. Persatuan adalah kewajiban agama dan keharusan hidup.
5. Evaluasi Pendidikan Islam
Dalam pelaksanaan evaluasi, ada beberapa hal yang muncul dari pemikiran
Hasan Al Banna di antaranya yang paling penting sekali adalah kejujuran. Untuk
membentuk sifat jujur di dalm diri peserta didik, ia menerapkan sebuah model
evaluasi “al-muhasabah” sebagai sebuah metode untuk membentuk sikap percaya
diri sendiri, yaitu membuat pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan oleh seseorang
kepada dirinya sendiri dan ia sendiri yang harus menjawabnya dengan “ya” atau
“tidak”. Introspeksi hanya dilakukan sendiri tidak memerlukan pengawasan orang
lain. Tujuannya adalah menanamkan kepercayaan pada diri sendiri.5
Untuk membentuk jiwa yang jauh dari kecurangan, Hasan Al Banna
menanamkan keyakinan kepada mereka bahwa Allah selalu menyertai mereka.
Sedangkan dari aspek tujuan evaluasi adalah untuk menjadi sarana kenaikan
manzilah (kedudukan). Oleh karena itu, apapun bentuk ujian terhadap manusia

5
Yusuf al-Qardhawi. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, terj. Bustami A. Ghani.
(Jakarta: Bulan Bintang), 33.
seluruhnya bersifat positif. Itulah sebabnya Hasan Al Banna selalu melihat sebuah
bencana yang menimpa umat sebagai sebuah ujian diri. Evaluasi kinerja sebagai
seorang yang menapaki jalur dakwah dan pendidikan.

Kesimpulan
Hasan Al Banna dilahirkan di kota kecil Mahmudiyah di muara Sungai Nil,
sembilan puluh mil di sebelah barat laut Kairo, pada tahun 1906. Hasan Al Banna
lahir dari keluarga yang cukup terhormat dan dibesarkan dalam suasana keluarga yang
taat. Sebagai seorang ayah, Syeikh Ahmad mencita-citakan putranya (Hasan) sebagai
mujahid (pejuang) disamping seoarang mujaddid (pembaharu). Hasan Al Banna
masuk sekolah guru tingkat pertama di Damanhur. Sejak di sekolah menengah hasan
sudah terpilih sebagai ketua Jam‟iyatul Ikhwanial-adabiyah, yakni sebuah
perkumpulan yang terdiri dari calon pengarang. Ia juga mendirikan dan sebagai ketua
Jam‟iyatul Man‟il Muharramat, semacam organisasi pembaharuan. Pada tahun 1927,
saat usia Hasan Al Banna mencapai 21 tahun, ia lulus dari al-Ulum dan mendapat
tugas sebagai guru Sekolah Dasar Ismailiyah. Pada bulan Maret 1928, di kota
Ismailiyah, ia mendirikan Gerakan Ikhwanul Muslimin. Dia membentuk Ikhwanul
Muslimin dengan tujuan memulai gerakan revolusioner untuk memandu bangsanya
yang salah arah.
Sistem pendidikan yang diterapkan Hasan Al Banna dalam Madrasah Hasan Al
Banna berbeda kontras dengan sistem pendidikan yang dibangun oleh dasar
individualis maupun sosialis komunis. Bahkan pendidikan Al Banna dalam
masyarakat yang diatur oleh Al-Qur’an dan di dalamnya dominan ajaran-ajaran Islam.
Konseptual yang dibangun Hasan Al-Banna dalam pemikiran-pemikiran
pembaharuannya tentang pendidikan yang diaplikasikan dalam Madrasah Hasan Al
Banna adalah seperti membangun dasar pendidikan, menyusun tujuan pendidikan
serta metode pendidikan dan penerapan materi-materi yang mencakup aspek
ketuhanan, akal, jasmani, jihad serta politik, dan yang terakhir ialah terkait dengan
evaluasi pendidikan islam.

Daftar Pustaka
Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan Kontemporer.
Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan
Pustaka Pelajar, 1999.
Haque, M. Atiqul, Seratus Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia. Yogyakarta:
Diglossia, 2007.
Herry Mohammad, dkk, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20. Jakarta:
Gema Insani Press. 2006.
Utsman Abd. Al-Mu‟iz Ruslan, al-Tarbiyah al-Siyasiyyah ,Ind al-Ikhwan al-
Muslimin. Kairo: Dar al-Tauz-wa al-Nasyr al-Islamiyyah. 2000.
Yusuf Qardhawi, Sistem Pendidikan Ikhwanul Muslimin. Jakarta: Media Da‟wah,
1988.

Anda mungkin juga menyukai