Anda di halaman 1dari 10

METODOLOGI PENELITIAN SEJARAH

“HEURISTIK”

Disusun Oleh:

Intan Bahrotul Ilmiah (A92219090), Isnanda Osama Islamuddin (A92219092),

Kharisma AP (A92219092)

PRODI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

A. Pengertian Heuristis

Sejarah pada awalnya merupakan kajian keilmuan yang masih belum dikatakan “ilmiah”,
karena sumber data yang digunakan pada masa itu masih bersumber dari filsafat spekulatif dan
kisah-kisah sastra masa lalu. Kemudian, pada tahun 1876 terbit sebuah jurnal Revue Historique
dengan tujuan membuat sejarah menjadi sebuah “sains positif”. Pada jurnal tersebut dibagi
menjadi tiga bagian yang harus dipakai secara berurutan untuk memperoleh/menghasilkan
penelitian sejarah positif.1 Heuristis adalah kegiatan mencari sumber untuk mendapatkan data-data
atau materi sejarah, atau evidensi sejarah.

Menurut Notosusanto2, heuristis berasal dari bahasa Yunani keuriskein, artinya sama
dengan to find yang berarti tidak hanya menemukan, tetapi mencari dahulu. Pada tahap ini,
kegiatan diarahkan pada penjajakan, pencarian, dan pengumpulan sumber-sumber yang akan
diteliti, baik yang terdapat di lokasi penelitian, temuan benda maupun sumber lisan. Pada tahap
pertama, peneliti berusaha mencari dan mengumpulkan sumber yang berhubungan dergan topik
yang akan dibahas. Mengumpulkan sumber yang diperlukan dalam penulisan merupakan

1
Helius Sjamsuddin. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak. 2007. Hal. 86.
2
Notosusanto. Norma-Norma Dasar Penelitian Penulisan Sejarah. Jakarta: Dephankam. 1971. Hal. 18

1
pekerjaan pokok yang dapat dikatakan gampang-gampang susah, sehingga diperlukan kesabaran
dari penulis.

Dari pengertian ini, kita mendapat gambaran berat dan sulitnya pekerjaan yang akan
dilakukan oleh seorang peneliti atau sejarawan dalam membuat sebuah sejarah terkait dengan
penguin pulan bahan atau data-data yang diperlukan dalam membuat/menyusun buku sejarah.
Ketika sedang melakukan penelusuran atau pencarian bahan sejarah dan menemukannya, kita akan
merasakan perasaan yang sangat bahagia bahkan lebih karena sulitnya untuk memperoleh data
yang dibutuhkan untuk sebuah sumber sejarah. Tahap heuristis banyak menyita waktu, biaya,
tenaga, pikiran, dan perasaan. Ketika mencari bahan dan mendapakan yang dicari, kita merasakan
seperti menemukan “tambang emas”. Akan tetapi, ketika berusaha mencari (baik dalam negeri
maupun luar negeri) ternyata tidak mendapatkan apa-apa, kita bisa “frustasi”. Oleh sebab itu, kita
harus menggunakan kemampuan pikiran untuk mengatur strategi: di mana dan bagaimana
mendapatkan bahan-bahan tersebut; berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk perjalanan,
akomodasi ke tempat-tempat lain, untuk fotokopi, informan? Untuk menjadi sejarawan yang
profesional, kegiatan pengumpulan data dan sumber sejarah menjadi sesuatu yang “wajib”.

B. Sumber, Bukti, dan Fakta Sejarah

1. Sumber Sejarah

Sejarawan harus memilih suatu subjek dan mengumpulkan informasi mengenai subjek itu
(heuristis). Heuristis sejarah tidak berbeda dengan kegiatan bibliografi, menyangkut buku-buku
yang tercetak. Akan tetapi, sejarawan harus menggunakan banyak materiel yang tidak terdapat di
dalam buku-buku. Jika bahan-bahan itu berupa arkeologi, epigrafis, atau numismatis, sejarawan
harus bertumpu pada museum. Jika bahan-bahan itu berupa dokumen resmi, sejarawan dapat
mencarinya dari arsip di pengadilan-pengadilan, perpustakaan pemerintah, dan lain-lain. Jika
bahan-bahan itu berupa dokumen pribadi, harus mencarinya di perusahaan-perusahaan, ruang
piagam, dan sebagainya. Jika telah memikirkan suatu objek, dengan pembatasan yang bersifat pasti
mengenai perseorangan, wilayah, waktu, dan fungsi yang bersangkutan, ia mencari bahan-bahan
yang ada sangkut-pautnya dengan perseorangan di wilayah tersebut. Semakin cermat
pembatasannya mengenai perseorangan, wilayah, waktu, dan fungsi, semakin besar

2
kemungkinannya bahwa sumber-sumbernya ada sangkut-pautnya dengan subjeknya3.
Beberapa ahli memberi pengertian sumber sejarah sebagai berikut. Helius Sjamsuddin
(2007) menyebutkan bahwa sumber sejarah merupakan segala sesuatu yang langsing ataupun tidak
langsung menceritakan tentang kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lalu. Menurut R. Moh
Ali, sumber sejarah adalah segala sesuatu yang berwujud dan tidak berwujud serta berguna bagi
penelitian sejarah Indonesia sejak zaman purba sampai sekarang. Adapun Sidi Gazaiba
mengatakan bahwa sumber sejarah adalah warisan yang berbentuk lisan, tertulis, dan visual.
Sementara Muh. Yamin menjelaskan bahwa sumber sejarah adalah kumpulan benda kebudayaan
untuk membuktikan sejarah.4

Dari semua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber sejarah adalah segala
warisan kebudayaan yang berbentuk lisan, tertulis, visual serta dapat digunakan untuk mencari
kebenaran, baik yang terdapat di Indonesia maupun di luar wilayah Indonesia sejak zaman
prasejarah sampai sekarang.

Sumber sejarah terbagi menjadi tiga, yaitu:

a. Sumber tertulis, yaitu semua keterangan dalam bentuk laporan tertulis yang memuat
fakta-fakta sejarah secara jelas. Sumber ini dapat ditemukan di batu, kayu, kertas, dinding
gua.

b. Sumber lisan, yaitu semua keterangan yang dituturkan oleh pelaku atau saksi peristiwa
yang terjadi pada masa lalu. Sumber ini merupakan sumber pertama yang digunakan
manusia dalam mewariskan peristiwa sejarah, tetapi kadar kebenarannya sangat terbatas
karena bergantung pada kesan, ingatan, dan tafsiran pencerita.

c. Sumber benda, yaitu segala keterangan yang dapat diperoleh dari benda-benda
peninggalan budaya atau lazim dinamakan benda-benda purbakala atau kuno. Sumber ini
dapat ditemukan pada benda-benda yang terbuat dari batu, logam, kayu, tanah. .

Sumber sejarah dapat juga dibedakan menjadi sumber primer dan sumber sekunder.

3
Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah. Penerjemah Nugroho Notosusanto. Jakarta: UI-Press. 1985. Hal. 41
4
Helius Sajamsuddin. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak. 2007.

3
a. Sumber primer adalah kesaksian dari seorang saksi yang melihat peristiwa bersejarah
dengan mata kepala sendiri atau panca indra lain atau alat mekanis yang hadir pada
peristiwa itu (saksi pandangan mata, misalnya kamera, mesin ketik, alat tulis, kertas).
Sumber primer harus sezaman dengan peristiwa yang dikisahkan.

b. Sumber sekunder adalah kesaksian dari orang yang bukan merupakan saksi pandangan
mata, yaitu seseorang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan. Misalnya, hasil
liputan koran dapat menjadi sumber sekunder, karena Koran tidak hadir langsung pada
suatu peristiwa. Peliputnya (wartawan) yang hadir pada peristiwa itu terjadi.

2. Bukti Sejarah

Bukti sejarah terbagi menjadi bukti tertulis dan bukti tidak tertulis. Bukti tertulis mirip
dengan sumber tertulis pada sumber sejarah yang memuat fakta sejarah secara jelas. Bukti tidak
tertulis dapat berupa cerita atau tradisi. Bukti tidak tertulis tidak berwujud benda konkret,
meskipun mengandung unsur-unsur sejarah.5

3. Fakta Sejarah

Fakta sejarah adalah data yang terseleksi yang berasal dari berbagai sumber sejarah6.
Dalam fakta sejarah terdapat beberapa unsur berikut.

a. Fakta mental, yaitu kondisi yang dapat menggambarkan kemungkinan suasana alam,
pikiran, pandangan hidup pendidikan, status sosial, perasaan, dan sikap yang mendasari
penciptaan suatu benda. Misalnya, pembuatan nekara perunggu.

b. Fakta sosial, kondisi yang menggambarkan keadaan sosial sekitar tokoh pencipta
benda, seperti suasana zaman, keadaan lingkungan, dan sistem kemasyarakatannya.
Berdasarkan hasil penemuan benda-benda sejarah, seorang sejarawan dapat
memperkirakan fakta sosialnya.

Bukti dan fakta sejarah merupakan kumpulan peristiwa yang dipilih berdasarkan tingkat
dan keterkaitannya dengan proses sejarah tertentu. Berbagai macam fakta yang pada
awalnya berdiri sendiri direkonstruksi kembali menjadi satu-kesatuan yang saling

5
Sulasman. Metodologi Penelitian Sejarah: Teori, Metode, Contoh Aplikasi. Bandung: Pustaka Setia, 2014. hal .96
6
Ibid., hal.96-97

4
berhubungan dan bermakna. Berbagai peristiwa masa lalu, bahkanratusan tahun lalu yang
dapat direkonstruksi kembali berdasarkan sumber-sumber sejarah.

C. Lokasi Sumber Sejarah

1. Perpustakaan

Berdasarkan arti tradisional, perpustakaan adalah tempat koleksi buku dan majalah.
Walaupun dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan, namun perpustakaan lebih dikenal
sebagai koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah kota atau institusi, dan
dimanfaatkan oleh masyarakat yang tidak mampu membeli sekian banyak buku atas biaya sendiri.
Akan tetapi, dengan koleksi dan penemuan media baru selain buku untuk menyimpan informasi,
banyak perpustakaan kini juga merupakan tempat penyimpanan dan/atau akses ke map, cetak atau
hasil seni lainnya, mikrofilm, tape audio, CD, LP, tape video dan DVD, serta menyediakan fasilitas
umum untuk mengakses gudang data CD-ROM dan internet.

Perpustakaan dapat juga diartikan sebagai kumpulan informasi yang bersifat ilmu
pengetahuan, hiburan, rekreasi, dan ibadah yang merupakan kebutuhan hakiki manusia. Oleh
karena itu, per- pustakaan modern telah didefinisikan kembali sebagai tempat untuk mengakses
informasi dalam format apa pun, baik disimpan di gedung perpustakaan maupun tidak. Di
perpustakaan modern, selain kumpulan buku tercetak, sebagian buku dan koleksinya ada di
perpustakaan digital (dalam bentuk data yang bisa diakses melalui jaringan komputer).

Adapun dari perpustakaan terdapat referensi yang dapat diambil, yaitu sebagai berikut.

a. Materi referensi, terdiri atas publikasi-publikasi pemerintah, surat kabar (majalah,


jurnal), indeks;

b. Buku referensi;

c. Apa yang tersedia di perpustakaan?

1. Kartu; daftar nama pengarang, atau judul, atau subjek yang dicari;

2. Bibliografi atau daftar pustaka;

3. Indeks jurnal atau majalah;

4. Indeks surat kabar;


5
5. Buku-buku referensi;

6. Atlas atau peta sejarah;

7. Pamflet, buletin, newsletter ;

8. Referensi bibliografi;

9. Manuskrip (tulis tangan), alat-alat bantu sejarah, mikrofon, microfiche tape


recording, film, tabel-tabel.

Arsip adalah koleksi penyimpanan catatan dan data-data yang juga dapat merujuk pada
tempat catatan dan data-data ini disimpan. Sebuah arsip mirip dengan perpustakaan. Perbedaanya
adalah arsip tidak selalu dapat digunakan semua orang, kecuali arsip negara.

Arsip mempunyai manfaat sebagai berikut:

a. Mengingatkan pemuatannya terhadap hak-hak kegiatan serta membantu pembuatannya


untuk mempertahankan hak-haknya dan rencanakan tindakan selanjutnya;

b. Menyediakann informasi mengenai perkembangan politik, ekonomi, dan budaya dari


masa lalu.

2. Museum

Berdasarkan definisi yang diberikan International Council of Museums (ICOM), museum


adalah institusi permanen, nirlaba, melayani kebutuhan publik dengan sifat terbuka, dengan cara
melakukan usaha pengoleksian, inengonservasi, meriset, mengomunikasikan, dan memamerkan
benda nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan, dan kesenangan. Museum bisa
menjadi bahan studi bagi kalangan akademis dan pemikiran imajinatif pada masa depan. Sejak
tahun 1977, setiap dokumentasi kekhasan masyarakat tertentu, ataupun dokumentasi tanggal 18
Mei diperingati sebagai hari Hari Museum Internasional.7

Temuan Sumber Baru

Sumber-sumber baru sejarah secara terus-menerus bermunculan berupa peninggalan dan


catatan penting dari masa lalu dan jauh dari koleksi dokumen lama yang dimiliki oleh

7
Ibid., hal. 98

6
perseorangan. Koleksi itu disumbangkan pada perpustakaan atau arsip dan untuk pertama kali
dipergunakan oleh para sejarawan. Sumber-sumber temuan baru tidak selalu mengubah substansi
pengetahuan sejarah, tetapi memperkuat bukti-bukti sejarah yang sudah ditemukan dan tentu akan
memperkaya pengetahuan sejarawan.

Pengumpulan Sumber Menurut Kuntowijoyo

1. Pengumpulan Sumber

Sumber (sumber sejarah disebut juga data sejarah; data dari bahasa Inggris datum (bentuk tunggal
atau data (bentuk jamak]; bahasa Latin datum berarti “pemberian”) yang dikumpulkan harus sesuai
dengan jenis sejarah yang akan ditulis. Kita umpamakan kita sedang melakukan penelitian sejarah
sebuah keluarga. Keluarga pedagang yang pada Januari 1946 membangun rumah dinas sewaktu
pemerintahan pindah dari Jakarta ke Yogyakarta, sekarang seolah-olah dilupakan sejarah. Sumber
apa yang harus kita kumpulkan? Sumber itu, menurut bahannya, dapat dibagi menjadi dua: tertulis
dan tidak tertulis, atau dokumen dan artifact (artefact). Selain itu, karena kita akan menulis hal-hal
yang baru, pastilah ingatan orang akan peristiwa-peristiwa tahun 1946 masih dapat direkam.
Apalagi kita meneliti masalah-masalah sekarang, sumber lisan itu bukan saja ada, tetapi harus
dicari dengan sejarah lisan. Demikian juga, karena yang akan kita tulis adalah keluarga pedagang,
sumber yang berupa angka-angka pasti tersedia. Dengan kata lain, sejarah kuantitatif sangat perlu.
Pedagang biasanya sangat peka dengan angka-angka, sehingga termasuk kepandaian tersendiri
untuk mendapatkannya. Kita hanya akan membicarakan sumber primer, meskipun dalam
kelangkaannya, sumber-sumber tertulis yang berupa koran, buku-buku, dan penerbitan lain amat
menentukan.8

A. Dokumen Tertulis

Kalau kita sudah menentukan subject matter yang akan ditulis dan lokasinya, yaitu
Yogyakarta, kemudian luasan waktu, yaitu 1925-190. Kita ambil tahun 1925 sebagai permulaan,
dengan perhitungan bahwa yang sanggup membangun rumah-rumah pada awal tahun 1946,
pastilah pada tahun itu sudah jadi sesuatu. Dan kita akhiri dengan tahun 1990 dengan harapan kita
bisa melihat perubahan yang terjadi di dalam tiga generasi. Dengan harapan itulah kita mulai

8
Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2003. hal. 73

7
mencari sumber sejarah. Dalam tingkat ini -jadi, sebelum memulai keabsahan dari interpretasi
masih kita sebut data sejarah, belum menjadi fakta sejarah.

Dokumen (dari bahasa Latin docere, yang berarti “mengajar”) tertulis dapat berupa surat-
surat, notulen rapat, kontrak kerja, bon-bon, dan sebagainya. Surat-surat dapat berupa surat
pribadi, surat dinas kepada pribadi dan sebaliknya, serta surat antardinas. Surat semacam itu dapat
kita temukan di lemari pribadi atau dinas. Notulen rapat dinas dapat kita temukan di kantor, dan
notulen rapat ormas dapat kita temukan di kantor ormas. Sering kita dengar tentang pemusnahan
dokumen, baik oleh dinas maupun ormas, sebelum sempat sejarawan menyentuhnya. Kita hanya
dapat menyayangkan, tetapi tidak bisa berbuat apa- apa. Adapun kontrak kerja dan bon-bon sama
saja tempatnya, di pribadi, perusahaan atau dinas. Tetapi kita khawatir bahwa dokumen tertulis
sudah tidak ada, sehingga kita hanya tergantung kepada artifact, sumber lisan, dan sumber
kuantitatif.

B. Artifact

Artifact dapat berupa foto-foto, bangunan, atau alat-alat. Foto sangat mungkin dimiliki oleh
keluarga pedagang. Foto dari setiap generasi akan menunjukkan perubahan sosial antarkeluarga
dan antargenerasi. Latar belakang foto -kalau foto diambil di rumah- akan menunjukkan gaya
hidup tiap keluarga. Demikian juga data lain tentang perabot rumah, pakaian, kendaraan,
“klangenan”, mungkin terungkap lewat foto. Yang masih besar kemungkinan adanya adalah
bangunan. Sedapat mungkin temukan bangunan yang masih asli. Kita menduga banyak bangunan
baru yang dibangun oleh setiap generasi, begitu pula renovasi. Perubahan bangunan pasti terjadi,
sebab kita tidak bisa mengharapkan semuanya akan bergerak dalam bidang bisnis. Fungsi
bangunan akan mengikuti profesi. Pengusaha batik pasti punya tempat jemuran, alat-alat pembatik,
seperti cap dan canting, tempat-tempat pencelupan, dan toko.9

Menurut urutan penyampaiannya, sumber itu dapat dibagi ke dalam sumber primer dan
sekunder. Sumber sejarah disebut primer bila disampaikan oleh saksi mata. Misalnya, catatan
rapat, daftar anggota organisasi, dan arsip-arsip laporan seorang asisten residen abad ke-19.
Sejarawan harus berusaha mendapatkan sumber primer. Apa yang disebut sumber primer oleh
sejarawan, misalnya arsip-arsip kelurahan, sering disebut sebagai sumber sekunder dalam

9
Ibid., hal. 74

8
penelitian ilmu sosial. Hal ini terjadi, karena yang dianggap sumber primer dalam ilmu sosial ialah
wawancara langsung dengan responden. Adapun dalam ilmu sejarah, sumber sekunder ialah yang
disampaikan oleh bukan saksi mata. Misalnya, kebanyakan buku hanya mengandung sumber
sekunder. Sejarawan tidak mempersoalkan sumber primer atau sekunder kalau hanya terdapat satu
sumber. Misalnya, data sejarah tentang jual beli tanah atau jumlah murid sekolah pada abad ke-
19, sejarawan hanya tergantung pada laporan tercetak. Sejarawan wajib menuliskan darimana data
itu diperoleh, baik primer maupun sekunder.

C. Sumber Lisan

Dapat dipastikan bahwa pohon silsilah itu, setelah sampai generasi ketiga, semakin banyak
dan beragam profesinya. Misalnya, pada generasi kedua dan ketiga apa saja bisnisnya, dansecara
fisik perubahan apa yang terjadi. Ini lebih baik ditanyakan, sebab apa yang kita lihat belum tentu
mewakilinya. Bagaimana anak-anak dibesarkan di tengah keluarga pedagang, dulu dan sekarang?
Pola makan, pola hiburan? Sebelum kita bertanya sesuatu, ada baiknya kita sudah banyak
membaca.

Ada dua syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan interview.10 Pertama, harus
dikuasai sungguh-sungguh bagaimana mengoperasikan tape recorder. Ada cara-cara tertentu
bagaimana supaya suara-suara di luar tidak terdengar, bagaimana supaya suara lebih keras atau
lebih lunak, bagaimana interviu di dalam atau di luar, bagaimana mengatur supaya tape tidak
mengganggu, bagaimana mengatur interviu bersama-sama. Ada interview tunggal dan ada interviu
simultan; soal keluarga biasanya suami-istri menemui pewawancara bersama-sama atau beberapa
keluarga menjadi satu. Akan sangat memalukan, kalau sekedar mengoperasikan tape saja kita tidak
bisa.

Kedua, sebelum pergi, belajarlah sebanyak-banyaknya. Itu akan membuat kita yakin diri.
Jangan terlalu banyak bertanya, tetapi juga jangan kehilangan bahan pertanyaan. Jangan ada kesan
memaksa, kita harus siap menjadi pendengar. Kita harus menyiapkan pertanyaan terurai,
setidaknya ada daftar pertanyaan berupa check-list. Sesampai di rumah, tape harus kita dengarkan
kembali dan kita transkrip, lalu kita mintakan tanda tangan.

10
Ibid., 76

9
Untuk menghormati hak interviu, kita harus menanyakan apa semuanya bisa didengar
orang. Ada juga interviu yang bersifat “rahasia”, baru boleh dibuka setelah dia meninggal.
Interview semacam itu, yang sifatnya confidential, biasanya kita simpan di tempat aman, misalnya
Arsip Nasional. Masalah hukum juga penting diketahui pewawancara.

D. Sumber Kuantitatif

Pedagang dapat dipastikan punya sumber kuantitatif, baik yang berupa pajak, akunting,
atau catatan lain. Yang perlu diyakinkan adalah keingintahuan sejarawan itu aman, semata-mata
untuk kepentingan ilmu. Angka-angka yang dikira urusan pribadi itu, ternyata mempunyai makna
sosial, social significance, yang andaikata tidak ada sejarawan pastilah hanya berupa catatan-
catatan pribadi.

Untuk mengetahui perkembangan kekayaan antargenerasi, sumbangan kepada lingkungan


sosial, keagamaan, politik, pendidikan, kebudayaan, dan sebagainya, perlu diketahui angka-angka
itu. Apakah masih menguntungkan bekrja di sektor sekunder disbanding sektor tersier (sektor
primer adalah produsen, sektor sekunder berupa manufacturing, dan sektor tersier adalah jasa)?

DAFTAR PUSTAKA

Sulasman. Metodologi Penelitian Sejarah: Teori, Metode, Contoh Aplikasi. Bandung: Pustaka
Setia, 2014.

Helius Sjamsuddin. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak, 2007.

Louis Gottschalk. Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press, 2008.

Notosusanto. Norma-Norma Dasar Penelitian Penulisan Sejarah. Jakarta: Dephankam. 1971.

10

Anda mungkin juga menyukai