Anda di halaman 1dari 27

HASAN AL-BANNA

Hassan Ahmad Abdul Rahman Muhammad al-Banna, (atau lebih dikenal sebagai Syekh Hassan al-
Banna), adalah seorang guru sekolah dan Imam asal Mesir.

Ia dilahirkan pada 14 Oktober 1906 di Desa Mahmudiyah, Al Buhayrah. Pada saat usia 12 tahun,
Hasan al-Banna telah menghafal al-Qur'an. Ia adalah seorang mujahid dakwah, peletak dasar-
dasar gerakan Islam sekaligus sebagai pendiri dan pimpinan Ikhwanul Muslimin, salah satu
organisasi revivalis Islam terbesar dan paling berpengaruh pada abad ke-20. Ia
memperjuangkan Islam menurut Al-Quran dan sunnah hingga dibunuh oleh penembak misterius
yang oleh banyak kalangan diyakini sebagai penembak 'titipan' pemerintah pada 12 Februari
1949 di Kairo.

Hasan Al-Banna pun wafat pada tanggal 14 Rabiul Tsani tahun 1368 Hijriyah bertepatan dengan
12 Februari 1949 M. Menurut beberapa Ulama pada zamannya Hasan Al-Banna mati syahid
karena dibunuh oleh kaki tangan penguasa yang dzalim di Mesir. Sebelumnya tersiar kabar
bahwa Hasan Al-Banna termasuk orang yang berbahaya di kalangan bangsa penjajah di Eropa.
Hingga saat wafatnya tersebut, kaum penjajah Eropa merayakan kematiannya.

Kepergian Hassan al-Banna pun menjadi duka berkepanjangan bagi umat Islam. Ia mewariskan 2
karya monumentalnya, yaitu Catatan Harian Dakwah dan Da'i serta Kumpulan Surat-surat.
Selain itu, Hasan al-Banna mewariskan semangat dan teladan dakwah bagi seluruh aktivis
dakwah saat ini.
Al-Banna juga dikenal akan cara berdakwahnya yang sangat tidak biasa. Ia terkenal sangat
tawaduk dikarenakan ia sering berdakwah di warung-warung kopi tempat orang-orang yang
berpengetahuan rendah berkumpul untuk minum-minum kopi sehabis lelah bekerja seharian.
Ternyata cara tersebut memang lebih efektif dilakukan dalam berdakwah.

Kepemimpinan Al-Banna penting bagi pertumbuhan persaudaraan selama tahun 1930-an dan
1940-an. Ketika Hassan al-Banna berusia 12 tahun, ia mulai terbiasa mendisiplinkan
kegiatannya menjadi empat; siang hari di pergunakanya untuk menuntut ilmu di sekolah,
kemudian belajar membuat dan membetulkan jam dengan orang tuanya hingga sore,
waktu sore hingga menjelang tidur ia gunakan untuk mengulang kembali pelajaran
sekolah. Sementara membaca dan mengulang-ulang hafalan Al-Qur'an ia lakukan seusai
shalat Subuh. Jadi tidak mengherankan bila Hassan al-Banna mencetak prestasi-prestasi
gemilang di kemudian hari.

Berdirinya organisasi Ikhwanul Muslimin bertepatan pada tanggal 20 Maret 1928. Bersama
keenam temannya, Hassan Al-Banna mendirikan organisasi Ikhwanul Muslimin di kota
Isma'iliyah. Pertumbuhan masyarakat makin berkembang terutama setelah Al-Banna
memindahkan kantor pusatnya ke Kairo pada tahun 1932. Faktor paling penting yang membuat
ekspansi ini dramatis mungkin adalah kepemimpinan organisasi dan ideologis yang disediakan
oleh Al-Banna.

Dalam Isma'iliyah, di samping kelas siang hari, dia melakukan niatnya memberi kuliah malam
kepada orang tua muridnya. Dia juga berkhotbah di masjid, dan bahkan di warung kopi. Pada
awalnya, beberapa pandangannya tentang poin yang relatif kecil dari praktik Islam menyebabkan
perbedaan pendapat yang kuat dengan elit agama setempat, dan ia mengadopsi kebijakan
menghindari kontroversi agama. Dia tidak menyangka ternyata banyak tanda-tanda mencolok
dominasi militer dan ekonomi asing di Isma'iliyah: kamp-kamp militer Inggris, bidang pelayanan
umum yang dimiliki oleh kepentingan asing, dan tempat tinggal mewah dari karyawan asing dari
Perusahaan Terusan Suez, bersebelahan dengan tempat tinggal kaum pinggiran pekerja Mesir.
Dia berusaha untuk membawa perubahan, dia berharap untuk melalui lembaga-gedung,
aktivisme tanpa henti di tingkat akar rumput, dan bergantung pada komunikasi massa. Dia
melanjutkan untuk membangun sebuah gerakan massa yang kompleks yang menampilkan
struktur pemerintahan canggih; bagian yang bertanggung jawab untuk melanjutkan nilai-nilai
masyarakat di kalangan petani, buruh, dan profesional; unit dipercayakan dengan fungsi-fungsi
kunci, termasuk pembawa pesan, penghubung dengan dunia Islam, dan diterjemahkan, sebelum
ke komite khusus untuk urusan keuangan dan hukum.

Dalam pemahaman ini organisasi ke dalam masyarakat Mesir, Al-Banna mengandalkan jaringan
sosial yang sudah ada (Ikhwanul Muslimin), khususnya yang dibangun di sekitar masjid, asosiasi
kesejahteraan Islam, dan kelompok-kelompok lingkungan. Ikatan tradisional menjadi struktur
khas modern pada akar kesuksesannya. Langsung terpasang bagi persaudaraan, dan makan
ekspansi, dilakukan berbagai usaha, klinik, dan sekolah. Selain itu, anggota yang berafiliasi
dengan gerakan melalui serangkaian sel, usar revealingly disebut families tunggal: usrah. Materi,
dukungan sosial dan psikologis yang diberikan instrumental sehingga kemampuan gerakan untuk
menghasilkan loyalitas yang sangat besar di antara para anggotanya dan untuk menarik anggota
baru. Layanan dan struktur organisasi masyarakat sekitar yang dibangun tersebut dimaksudkan
untuk memungkinkan individu untuk berintegrasi ke dalam pengaturan jelas Islam, prinsip-
prinsip sendiri dibentuk oleh masyarakat.

Berakar dalam Islam, pesan Al-Banna ditangani masalah termasuk kolonialisme, kesehatan
masyarakat, kebijakan pendidikan, manajemen sumber daya alam, Marxisme, kesenjangan
sosial, nasionalisme Arab, kelemahan dunia Islam di kancah internasional, dan konflik yang
berkembang di Palestina. Dengan menekankan keprihatinan yang menarik berbagai konstituen,
Al-Banna mampu merekrut dari antara bagian-lintas masyarakat Mesir meskipun pegawai negeri
modern-berpendidikan, karyawan kantor, dan profesional tetap dominan di kalangan aktivis
organisasi dan pengambil keputusan. Al-Banna juga aktif dalam menentang imperialisme Inggris
di Mesir. Selama Perang Dunia II, ia sempat ditangkap oleh pemerintah pro-Inggris, yang
melihatnya sebagai subversif.

Antara 1948 dan 1949, tidak lama setelah masyarakat mengirim relawan untuk bertempur dalam
perang di Palestina, konflik antara monarki dan masyarakat mencapai puncaknya. Prihatin
dengan meningkatnya ketegasan dan popularitas persaudaraan, serta dengan desas-desus bahwa
Itu merencanakan kudeta, Perdana Menteri Mahmoud El Nokrashy Pasha
membubarkan Ikhwanul Muslimin pada bulan Desember 1948. Aktivis organisasi yang
ditangkap dan puluhan anggotanya yang dikirim ke penjara. Kurang dari tiga minggu kemudian,
perdana menteri dibunuh oleh seorang anggota persaudaraan, Abdul Majid Hasan Ahmad.

Setelah pembunuhan itu, Al-Banna segera mengeluarkan pernyataan mengutuk pembunuhan itu,
yang menyatakan teror yang bukan cara yang bisa diterima dalam Islam. Hal ini pada gilirannya
mendorong pembunuhan Al-Banna. Pada tanggal 12 Februari 1949 di Kairo, Al-Banna di kantor
pusat Jamiyyah al-Shubban al-Muslimin dengan saudaranya iparnya Abdul Karim Mansur untuk
bernegosiasi dengan Menteri Zaki Ali Basha yang mewakili pihak pemerintah. Menteri Zaki Ali
Basha tidak pernah tiba. 5 jam malam Al-Banna dan saudaranya iparnya memutuskan untuk
pergi. Pembunuhan itu terjadi ketika Al-Banna dan saudaranya sedang menunggu taksi.
Saat mereka berdiri menunggu taksi, mereka ditembak oleh dua orang. Al-Banna terkena tujuh
tembakan. Dia dibawa ke rumah sakit dan mereka telah menerima perintah dari monarki untuk
tidak memberinya perawatan di mana ia meninggal dalam kematian lambat dari luka-luka,
Hassan Al-Banna menyadari bahwa mereka telah diperintahkan untuk tidak memperlakukan dia
dan dia membuat 3 doa terhadap Monarki. Hassan Al-Banna wafat pada tanggal 12 Februari
1949.

Hassan al-Banna dikenal memiliki dampak yang besar dalam pemikiran Islam modern. Dia
adalah kakek dari Tariq Ramadan dan kakak Gamal al-Banna. Untuk membantu menguduskan
tatanan Islam, al-Banna menyerukan melarang semua pengaruh Barat dari pendidikan dan
memerintahkan semua sekolah dasar harus menjadi bagian dari masjid. Dia juga menginginkan
larangan partai politik dan lembaga demokrasi lainnya dari Syura (Dewan Islam) dan ingin
semua pejabat pemerintah untuk memiliki belajar agama sebagai pendidikan utama.
SEJARAH KEHIDUPAN HASAN AL-
BANNA
Diposkan pada Desember 1, 2008

Hasan Al-Banna dilahirkan di kota Mahmudiyah, Distrik Bahirah Mesir pada bulan Oktober

1906 M. Orangtua beliau adalah seorang ulama besar pada masanya, yaitu Syaikh Ahmad Abdur

Rahman Al-Banna, yang banyak berkarya di bidang ulumul…hadits. Diantara karyanya yang

terkenal adalah kitab “Al Fath Ar Rabbany li Tartib Musnad Al-Imam Ahmad”. Disamping

menulis kitab-kitab hadits, beliau juga bekerja memperbaiki jam.

Sejak dini Hasan Al-Banna sudah ditempa oleh keluarganya yang taat beragama untuk meraih

dan memperdalam ilmu di berbagai tempat dan majelis ilmu. Pertama kali beliau menggali ilmu

di Madrasah Ar Rasyad, kemudian melanjutkan di Madrasah ‘Idadiyah di kota Mahmudiyah

tempat beliau dilahirkan.

Pada usianya yang masih muda, Hasan Al-Banna sudah memiliki perhatian yang besar terhadap

persoalan da’wah. Ia pun mampu beraktifitas untuk menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar.

Bersama teman-temannya di sekolah, dibentuklah perkumpulan “Akhlaq Adabiyah” dan “Al-

Man’il Muharramat”. Nampaknya sejak muda ia memang menginginkan da’wah Islamiyah

tegak dan kokoh.

Pada tahun 1920 Hasan Al-Banna melanjutkan pendidikannya di Darul Mu’allimin Damanhur,

hingga menyelesaikan hafalan Qur’an diusianya yang belum genap 14 tahun. Beliaupun aktif

dalam pergerakan melawan penjajah.

Pada tahun 1923 ia melanjutkan pendidikannya di Darul Ulum Kairo. Disinilah ia banyak

mendapatkan wawasan yang luas dan mendalam. Pendidikannya di Darul Ulum diselesaikan

pada tahun 1927 M, dengan hasil yang memuaskan, menduduki rangking pertama di Darul Ulum

dan rangking kelima di seluruh Mesir dalam usianya yang baru menginjak 21 tahun.
Semenjak di Darul Ulum Kairo, Hasan Al-Banna mendapatkan cakrawala berfikir lebih luas dan

wawasan yang mendalam dan semakin giat dalam amal islami, bersama kawan-kawannya ia

melaksanakan da’wah di berbagai tempat, baik di perkumpulan-perkumpulan, kedai kopi

ataupun di klab-klab. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Darul Ulum Kairo, ia bekerja

sebagai guru Ibtidaiyah (setingkat SD) di Ismailiyah meskipun mendapatkan penawaran untuk

melanjutkan pendidikan, namun beliau lebih menyenangi menjadi guru di Ismailiyah hingga 19

tahun beliau berkhidmat mengajar disana.

Hasan Al-Banna menikah dengan putri salah seorang tokoh Ismailiyah Al Haj Husain As Shuly

pada malam 27 Ramadhan 1351 H. Ia kemudian dikaruniai 5 orang anak, 4 orang anak

perempuan yaitu Wafa’, Sinai, Raja dan Hajar. Adapun anak lelaki beliau adalah Ahmad Saiful

Islam. Hasan Al-Banna memberikan perhatian yang besar pada pendidikan keluarganya dengan

adab dan akhlaq Islam. Hasil perhatiannya terhadap keluarga dapat kita lihat pada anak beliau

yang sangat dihormati Ahmad Saiful Islam.

Hal-hal yang mendasari berdirinya da’wah.

Perpindahan Al Banna dari tempat kelahirannya Mahmudiyah ke Damanhur kemudian ke Kairo

membuatnya banyak mengetahui permasalahan situasi dan kondisi umat Islam.

Dimasa beliau tinggal di Mahmudiyah, daerah yang tenang dan menjaga tradisi Islam dan

ajarannya, belum terlintas di benaknya bahwa di ibukota Mesir, Kairo, banyak terjadi

penyimpangan dan kerusakan yang menurutnya sangat parah. Belum pernah terbayangkan

olehnya bahwa para penulis terkemuka, ulama dan para pakar ada yang bekerja demi

kepentingan musuh Islam. Ulama sibuk dengan urusan pribadi dan masyarakat umum dalam

keadaan bodoh.

Surat kabar, majalah dan sarana informasi lainnya banyak memuat dan menyebarkan pemikiran

yang bertentangan dengan ajaran Islam dan pornografi. Ia pun melihat kemungkaran di mimbar
politik, masing-masing partai hanya mementingkan golongannya dan cenderung menjadi ajang

permusuhan dan perpecahan ummat.

Masyarakat cenderung tergiring menjauhi nilai-nilai luhur, merasa asing dengan nilai-nilai Islam.

Begitupun di Perguruan Tinggi yang tadinya disiapkan untuk menjadi lampu penerang, pusat

kebangkitan dan mimbar peradaban, malah menjadi sumber malapetaka, pusat kerusakan dan

alat penghancur sehingga banyak orang memahami bahwa Perguruan Tinggi dan Universitas

adalah tempat revolusi perlawanan terhadap akhlaq, menentang agama dan memusuhi tradisi

yang baik.

Kondisi muslimin di luar Mesir pun sangat mengelisahkannya. Turki yang tadinya menjadi pusat

Khilafah Islamiyah, pada tahun 1924 M sudah berubah menjadi negara sekuler. Selain Mesir,

negeri-negeri Islam di seluruh penjuru bumi saat ini kebanyakan dalam keadaan terjajah,

walhasil perekonomian ummat Islam pun dikuasai oleh orang-orang asing kaum penjajah.

Semua itu disaksikan oleh Hasan Al-Banna, sementara kondisi dan situasi semakin memburuk

sehingga menyusahkannya dan ia menjadi gelisah. Sampai beliau tidak dapat tidur selama 15

hari di bulan Ramadhan. Akan tetapi ia tidak putus asa, tidak menyerah bahkan semakin

bersemangat dan bertekad untuk berbuat sesuatu agar bisa mengembalikan Khilafah Islamiyah,

mengusir penjajah dan mengangkat martabat. Dengan kesungguhan, kerja yang tak mengenal

lelah dan gerakan yang berkesinambungan, ia yakin cita-cita luhur itu dapat tercapai.

Hasan Al-Banna mulai melakukan aktifitasnya dengan menghubungi para pemimpin, tokoh

masyarakat dan para ulama. Ia ajak mereka untuk membendung arus kerusakan itu. Ia

mendatangi Syeik Ad Dajawi salah seorang ulama Mesir terkemuka, lalu dijelaskannya

permasalahan umat kepada Syeikh tersebut. Namun Syeikh ternyata hanya memperlihatkan

keprihatinannya saja, menurutnya tidak ada sesuatu yang dapat dilakukan saat ini dengan alasan

bahwa Mesir sedang dijajah Inggris yang memiliki kekuatan dan persenjataan yang dapat

menghadapi gerakan apapun yang menentangnya.


Hasan Al Banna tidak ridho dan tidak puas dengan jawaban Ad Dajawi itu dan membuatnya

nyaris lemah semangat. Kemudian Syeikh Ad Dajawi mengajaknya berziarah ke rumah Syeikh

Muhammad Saad yang merupakan salah satu ulama terkemuka juga, disana banyak yang hadir

selain Syeikh Ad Dajawi, Syeikh Muhammad Saad dan Hasan Al-Banna. Kemudian Al Banna

menjelaskan lagi permasalahan ummat namun Syeikh Ad Dajawi memintanya untuk berfikir,

tapi Hasan Al Banna seorang pemuda yang bersemangat tinggi berpendapat waktu itu bukan

saatnya untuk berfikir tapi untuk berbuat.

Syeikh Muhammad Saad pada waktu itu menjamu para tamunya dengan kue-kue khas yang

dibuat untuk bulan Ramadhan. Para tamu asyik menikmati makan dan minuman yang

disuguhkan. Pemandangan ini membuat Hasan Al-Banna semakin bersedih dan prihatin. Ia

memahami bahwa mereka dalam keadaan lalai dari kondisi Islam, maka ia berusaha

menyadarkan mereka seraya berkata : “Wahai Syeikh! Islam sedang diperangi dengan dahsyat,

sementara para tokoh, pelindung dan para pemimpin ummat sedang menghabiskan waktunya

dengan kenikmatan seperti ini, apakah kalian mengira bahwa Allah tidak akan menghisab apa

yang kalian sedang lakukan? Jika kalian tahu disana ada pemimpin Islam dan pelindungnya

selain kalian, tunjukilah saya kepada mereka agar saya mendatangi mereka, mudah-mudahan

saya dapati apa yang tidak ada pada kalian”.

Perkataan Hasan Al-Banna menyentuh hati Syeikh Muhammad Saad, sehingga membuatnya

menangis, hadirin yang lainpun turut menangis. Lalu Syeikh bertanya : “Apa yang mesti saya

lakukan wahai Hasan …?”

TERBITNYA MAJALAH AL FATH

Hasan Al-Banna kemudian mengusulkan agar Syeikh mengumpulkan nama-nama para ulama

dan zuama serta para pemuka, lalu mereka diundang untuk suatu pertemuan dalam rangka

memikirkan dan memusyawarahkan apa-apa saja yang harus mereka lakukan. Sekalipun hanya
menerbitkan majalah mingguan untuk mengimbangi majalah-majalah yang ada atau membentuk

perkumpulan yang dapat menampung para pemuda.

Syeikh setuju atas usulan Hasan Al-Banna itu dan ia mencatat sebagian nama ulama terkemuka

seperti : Syeikh Yusuf Ad Dajawi, Syeikh Muhammad Khudlori Husain, Syeikh Abdul Aziz

Jawis, Syeikh Abdul Wahab Najjar, Syeikh Muhammad Khudlori, Syeikh Muhammad Ahmad

Ibrahim, Syeikh Abdul Aziz Khuli, dan Syeikh Muhammad Rasyid Ridho.

Sementara dari kalangan tokoh terkemuka, seperti : Ahmad Taimur Pasya, Nasim Pasya, Abu

Bakar Yahya Pasya, Abdul Aziz Muhammad Pasya, Mutawalli Ghonim Bik, dan Abdul Hamid

Said Bik.

Mereka semua diundang untuk suatu pertemuan dan terlaksanalah pertemuan demi pertemuan,

sehingga dapat menerbitkan majalah “Al-Fath” yang dipimpin oleh As-Sayid Muhibuddin

Khattib dengan pimpinan redaksinya Syeikh Abdul Baki Surur. Perkumpulan dan kegiatan ini

terus berlangsung sampai Hasan Al Banna lulus kuliah dari Darul Ulum dan terus menggerakkan

beberapa orang pemuda sehingga terbentuklah Jam’iyyah Syubanul Muslimin.

Hasan Al Banna juga berhasil mengumpulkan beberapa ulama dan tokoh masyarakat terkemuka,

dan terbentuklah Jama’ah Islamiyah yang menyeru untuk menghadapi arus gelombang

kehidupan materialis, membatasi kegiatan maksiat dan kekufuran.

Akan tetapi Hasan Al Banna melihat aktifitas jama’ah itu tidak cukup, dimana kegiatannya

terbatas pada menyampaikan ceramah atau nasehat di masjid-masjid dan menulis artikel di

majalah-majalah, akan tetapi siapa yang menyampaikan da’wah kepada orang-orang yang tidak

ke masjid yang sebenarnya mereka lebih berhak dari pada orang-orang yang aktif ke

masjid. Siapa yang menyampaikan da’wah kepada orang-orang yang tidak membaca koran dan

majalah.Dengan demikian harus adanya kader yang siap berda’wah ke berbagai lapisan

masyarakat.
Hasan Al–Banna melihat bahwa yang dapat melaksanakan tugas berat itu adalah para mahasiswa

Al–Azhar dan Darul Ulum. Ia kemudian mengumpulkan beberapa orang rekannya untuk berlatih

berpidato, khotbah di masjid, berda’wah di warung-warung kopi dan tempat-tempat umum,

kemudian pergi ke kampung-kampung. Diantara mereka yg terlibat dalam aktivitas

ini adalah Syeikh Muhammad Madkur, Syeikh Hamid Askari dan Syeikh Ahmad Abdul Hamid.

Setelah mereka berlatih dan siap terjun ke lapangan, Al Banna mengajak rekan-rekannya untuk

berda’wah ke warung-warung kopi dengan memperhatikan tiga hal : Memilih tema yang

sesuai;Sistem penyajian yang menarik; Memperhatikan waktu dan jangan sampai membosankan.

Peristiwa berdirinya Jama’ah Al-Ikhwanul Muslimin.

Pada bulan September tahun 1927 M, Hasan Al Banna diangkat menjadi guru SD di Kota

Isma’iliyah, disanalah beliau memulai da’wahnya, di warung-warung kopi kemudian pindah ke

masjid. Da’wah yang dilakukannya di warung-warung kopi ini bukan pengalaman yang pertama

baginya, tapi beliau sudah terbiasa da’wah di tempat-tempat seperti ini, ketika beliau masih

mahasiswa di Darul Ulum, Kairo.

Da’wah Hasan Al Banna mendapat sambutan dari para pengunjung warung-warung kopi,

sehingga sebagian diantara mereka bertanya kepadanya tentang apa yang harus dilakukan demi

agama dan tanah air.

Setelah beberapa lama berda’wah di warung-warung kopi kemudian Hasan Al Banna pindah dari

warung kopi ke mushalla (Zawiyah). Di Zawiyah inilah beliau berbicara dan mengajarkan

praktek ibadah, dan meminta kepada mereka agar meninggalkan kebiasaan hidup boros

bermewah-mewahan. Para pendengar menyambutnya dengan baik.

Hasan Al Banna juga memperluas interaksinya kepada seluruh unsur yang berpengaruh terhadap

masyarakat, yaitu para ulama, Syaikh kelompok sufi, tokoh masyarakat (wujaha), dan berbagai

perkumpulan-perkumpulan.
Pada bulan Dzul Qo’dah tahun 1347 H atau bulan Maret 1928 M, datanglah 6 orang laki-laki

yang tertarik dengan da’wah Hasan Al-Banna, mereka adalah: Hafiz Abdul Hamid (tukang

bangunan), Ahmad Al Hushor (tukang cukur), Fuad Ibrahim (tukang gosok pakaian), Ismail Izz

(penjaga kebun), Zaki Al Maghribi (tukang rental dan bengkel sepeda), dan Abdurrahman

Hasbullah (supir).

Mereka berbicara kepada Hasan Al-Banna tentang apa yang harus mereka lakukan demi agama

dan mereka menawarkan sebagian harta milik mereka yang sedikit. Mereka pun meminta Hasan

Al-Banna menjadi pimpinan mereka. Lalu mereka berbai’at kepadanya untuk bekerja demi Islam

dan mereka bermusyawarah tentang nama perkumpulan mereka. Imam Al Banna berkata : “Kita

ikhwah dalam berkhidmat untuk Islam, dengan demikian kita Al Ikhwanul Muslimin”.

Kemudian mereka menjadikan kamar di suatu rumah sewaan yang sangat sederhana

sebagai“Kantor Jama’ah” dengan mengambil nama Madrosah At Tahzab. Disanalah Hasan Al-

Banna mulai meletakkan manhaj tarbawi bersama pengikut-pengikutnya, manhaj tarbawi pada

waktu itu adalah :

1. Al-Qur’anul Karim (tilawah dan hafalan).

2. As Sunnah An Nabawiyah (menghafal sejumlah hadits).

3. Pelatihan khutbah.

4. Pelatihan mengajar untuk umum.

Setelah beberapa bulan jumlah pengikut jama’ah menjadi 76 orang, kemudian terus

bertambah.Dan mereka mendermakan harta mereka untuk da’wah sampai dapat membeli

sebidang tanah untuk dibangun diatasnya markas jama’ah: Darul Ikhwanul Muslimin, terdiri

dari 1masjid, 1 sekolah untuk putra, 1 sekolah untuk putri, dan nadi (tempat pertemuan) ikhwan.
Pertumbuhan pesat da’wah ikhwan sejak awal.

Pada bulan Oktober tahun 1932 M, Hasan Al-Banna dimutasi kerja oleh Pemerintah ke Kairo

sebagai guru di Madrasah Abbas I, Distrik Sabtiah. Perpindahan kerja ini menjadi peluang

baginya untuk membawa da’wah ke Kairo ibukota Mesir.

Di Kairo Hasan Al Banna dan ikhwan memilih rumah di jalan Nafi No.24 sebagai Markaz Amm,

dan ia tinggal bertempat di lantai atas selama 7 tahun da’wah di Kairo dari tahun 1932 sampai

1939 M.

Markaz Amm mengalami beberapa kali pindah :

1. Di jalan Nafi No.24

2. Di rumah di Suqus Silah

3. Di jalan Syamasyiji No.5

4. Di jalan Nashiriyah No.13

5. Di jalan Medan Atobah No.5 di perumahan wakaf

6. Di jalan Ahmad Bik Umar di Hilmiyah

Di Kairo disamping banyaknya partai politik yang bersaing untuk menjadi partai yang berkuasa,

didapati pula banyak organisasi Islam dan non Islam.

Di tengah-tengah kehidupan Kairo, da’wah ikhwan terus meluncur membuktikan keberadaannya,

efektifitasnya dan menarik banyak pengikut dan pendukungnya serta membuka syu’bah-syu’bah

baru.

Da’wah di Kairo belum sampai satu tahun Hasan Al-Banna telah mampu menyebarkan da’wah

di seluruh kota Kairo dan telah membuka syu’bah-syu’bah baru lebih dari 50 kabupaten,

dimana Ia mendatangi perkampungan negeri Mesir untuk berda’wah tidak mengenal letih,

apalagi malas, hal itu dilakukannya disaat-saat musim liburan sekolah.


Sekilas pintas pribadi Mursyid

Profesi dan pekerjaannya.

Hasan Al-Banna adalah guru SD (Ibtidaiyah), beliau disiplin melaksanakan tugasnya dengan

optimal dan maksimal, Ia belum pernah terlambat datang ke sekolah (tempat

kerja), karenamerasakan ni’mat dan kebahagiaan dalam bekerja. Ia meyakini bahwa Allah telah

menciptakannya menjadi pendidik.

Hasan Al-Banna disenangi dan dihormati oleh murid-murid, para guru, kepala sekolah dan

karyawan. Mereka pun mencintai da’wah Al Banna. Mereka berkeinginan membantunya, agar

mempunyai banyak waktu untuk mengemban tugas da’wah, akan tetapi beliau bersikeras

melaksanakan tugasnya dengan sempurna tanpa membebani orang lain.

Bila ada ikhwan yang menelponnya ketika dia sedang mengajar di kelas, kemudian petugas

memberitahukannya ada orang yang menelponnya, lalu ia berpesan kepada petugas tersebut :

“Katakan kepadanya, saya sedang mengajar dan tidak dapat meninggalkan kelas sebelum selesai

jam pelajaran”.

Tugas Rumah.

Hasan Al Banna melaksanakan tugasnya di rumah sebagai kepala keluarga, suami, ayah dengan

baik, tidak pernah terjadi pertengkaran dalam rumahnya. Ia memberikan perhatian yang penuh

kepada anak-anaknya, juga membantu pekerjaan istrinya di rumah sekalipun dengan kesibukan

da’wahnya. Ia mengetahui kebutuhan rumah, dan tiap hari mencatat kebutuhan rumah tangga,

sehingga ia mengetahui kapan disimpan barang seperti bawang, minyak dan lain-lain.

Aktifitas Da’wah.

Da’wah bagi Hasan Al Banna menjadi alasan hidupnya, dan semua kehidupannya da’wah, siang

dan malam kesibukannya adalah da’wah. Da’wah memenuhi hati dan pikirannya, sehingga

da’wah terlihat jelas pada pribadinya, bila berbicara, berbicara dengan da’wah dan untuk
da’wah.Dan bila diam, diamnya da’wah, bila bergerak demi da’wah, cinta dan bencinya karena

da’wah dan bila tertawa atau menangis karena da’wah.

Hasan Al Banna tidak hidup untuk dirinya sendiri, tidak menyimpan uang, tenaga waktu dan

kesehatannya kecuali untuk da’wah, semua gajinya dijadikan untuk da’wah, tidak dikurangi

kecuali untuk kepentingan keluarga yang pokok, Ia mengambil standar minimal/terendah untuk

hidupnya. Hasan Al Banna menjadikan hidupnya untuk da’wah, ucapan, diam, gerak, bangun,

tidur, suka, benci, tulisan, bacaan, pikirannya semua untuk Islam.

Ranjau-Ranjau Sepanjang Perjalanan Da’wah Imam Hasan Al-Banna.

Ketika dua aktifis Ikhwan di Thontho, Muhammad Abdussalam dan Jamaluddin Fakih dituduh

oleh rezim sebagai pelopor gerakan subversib dan ini adalah awal mihnah yang menimpa jamaah

maka Hasan Al-Banna segera mengadakan lobi dengan lembaga bantuan hukum untuk

mengadakan pembelaan secara maksimal dan mengerahkan seluruh ikhwan agar memiliki

perhatian serta mengikuti persidangan-persidangan yang berlangsung bahkan Ia sendiripun selalu

mengikuti persidangan-persidangan yang berlangsung dan sekaligus membantah tuduhan yang

ditujukan kepada dua aktifis maupun kepada jamaah dengan lewat mass media internal maupun

external.

Dengan upaya yang maksimal dan dukungan seluruh fihak akhirnya kedua aktifis dinyatakan

bersih dari tuduhan. Keprihatinan Hasan Al Banna terhadap peristiwa itu

terungkap:“Sesungguhnya masalah ini membikin aku gelisah untuk tidur, karena aku tahu

bahwa hal ini benar-benar telah dipersiapkan secara matang, mereka memiliki dan menguasai

seluruh perangkatnya, mulai dari birokrasi, hakim, hingga saksi-saksi palsu dan apabila mereka

berhasil meringkus kedua aktifis kita kedalam penjara dengan tuduhan subversif, maka da’wah

al ikhwan akan punah dimata masyarakat”.


Memang Hasan Al Banna mengajarkan kepada Al-Ikhwan untuk menjadi generasi yang

pemberani dalam kebenaran, menganggap para penjajah adalah musuh dan bentuk perbudakan

yang paling buruk sepanjang sejarah manusia, mereka begitu semangat dan berebut untuk

mendapatkan izin menuju Palestina untuk meraih syahadah ketika DK PBB pada tahun 1948

secara resmi membagi tanah Palestina menjadi dua. Hasan Al-Banna sendiri dalam pidatonya

dimuka khalayak ramai di hotel intercontinental mengatakan, “Pembagian Palestina menjadi

dua adalah tanda bahwa dunia telah tidak waras”. Hal serupa juga pernah disampaikan kepada

pemerintah Inggris lewat perwakilannya di Kairo tahun 1939 M, bahwa ummat Islam akan

mempertahankan Palestina hingga titik darah terakhir.

Hasan Al-Banna juga seorang yang lembut hati, hidupnya hanya untuk perhatian da’wah dan

para ikhwannya, ketika seorang akhwat menderita sakit, beliau sendiri menghubungi dokter dan

ketika sang dokter sedang menulis resep obat lalu beliau mencolek kepada Mahmud Abdul

Halim untuk meminjam uang untuk menebus obat karena tak sepeser junaihpun ada ditangannya.

Perlawanan para ikhwan menghadapi penjajah Inggris atas intervensinya terhadap kota

Isma’iliyah awal perang dunia kedua 1939 M merupakan bukti keberanian mereka. Melihat

keberhasilan Hasan Al Banna dengan jamaahnya yang cukup gemilang, dimana pada waktu yang

relatif singkat fikroh ikhwan telah mampu mempengaruhi dan mewarnai di berbagai bidang

ekonomi, sosial politik dan keagamaan, khususnya sikap masyarakat luas terhadap Palestina dan

penjajah, maka Inggrispun sangat gerah terhadap Hasan Al Banna dan sangat berkepentingan

untuk membunuhnya dan membubarkan jamaahnya.

Untuk merealisasikan mimpi Inggris itu pada tanggal 10 Nopember 1948 M ‘tiga segitiga

setan’mengadakan pertemuan secara rahasia, mereka adalah Inggris, Amerika dan Perancis di

Paid, memutuskan agar Al-Ikhwan Al-Muslimun segera dibubarkan. Sebulan kemudian tepat

pada tanggal 8 Desember 1948 datang SK militer yang berisikan pembubaran terhadap jamaah.

Rupanya pembubaran jamaah tidak berdampak terhadap aktifitas dan keberadaannya di tengah-

tengah masyarakat, justru pembelaan dari masyarakat luas semakin kentara dari hari ke hari,
kewibawaan dan kemampuan Hasan Al Banna merekrut masyarakat luas sangat diakui

lawannya, kemampuan membangkitkan semangat ummat, membuka hati yang tertutup,

menghimpun kekuatan arus bawah sangat ditakuti lawan. Maka tidak ada lagi pilihan lain,

kecuali harus merencanakan sebuah makar yang lebih besar yang belum pernah terpikir di benak

mereka yaitu dengan membunuh pendirinya.

Sejak itu rezim Faruq benar-benar memperhitungkan langkah untuk menguasai

Hasan Al Banna :

1. Dengan memenjarakan seluruh anggota Al-Ikhwan dan membiarkan Hasan Al Banna

seorang diri agar masyarakat luas menganggap bahwa rezim masih memiliki rasa tolerir

terhadapnya, padahal itu sebuah siksaan batin, setiap harinya hanya tangisan ribuan anak

kecil dan rintihan ibu-ibu yang didengarnya, menengok kanan dan kiri tidak ada yang

peduli seakan-akan seluruh rakyat telah diintimidasi oleh rezim, takut untuk melakukan

sebuah kebaikan, siapa bersedekah akan mati, siapa menolong orang yang kelaparan

dianggap pemberontak. Hasan Al-Banna hanya mampu mengumpulkan sebesar 150 junaih

Mesir (+ $.140) setelah upaya sana sini dan itupun hasil hutang dari salah seorang teman.

2. Setelah perasaan yang mencekam benar-benar menyelimuti seluruh rakyat Mesir, polisi

intel segera memenjarakan adik kandung Hasan Al Banna, Abdul Basith yang merupakan

anggota polisi, padahal adiknya ini bukan anggota Al-Ikhwan. Hal itu dilakukan untuk

mempermudah penangkapan terhadap Hasan Al-Banna kapan mereka menginginkannya.

Sebenarnya Hasan Al-Banna telah mencium makar terhadap dirinya. Namun justru

keberanian dan perasaan tidak takut mati semakin lebih nampak lagi, terutama setelah di

suatu malam ia mimpi bertemu dengan Sayyidina Umar bin Khattab yang berkata

padanya: “Wahai Hasan, kau akan dibunuh!”. Ketika Hasan Al-Banna mengajukan untuk

tinggal di luar kota Kairo bersama saudaranyapun tidak diizinkan, hal itu semakin

memperjelas makar yang dirancang oleh rezim untuk meringkusnya secara perlahan.
3. Setelah seluruh persenjataan ikhwan, dan kekayaannya termasuk pistol dan mobil

pribadiHasan Al-Banna yang statusnya pinjaman itu disita oleh penguasa yang serakah,

maka tinggal episode yang terakhir. Mereka merekayasa sebuah pertemuan antara Hasan

Al-Banna dengan Mohammad An Naqhi (salah satu pengurus Dar Asy-Syubban) pada

hari Jum’at tanggal 11 Desember 1949 M pukul 17.00. Namun hingga pukul 20.00

masalah yang diagendakan belum ada kejelasan yaitu salah seorang menteri yang

diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah Ikhwan, lalu

pulanglah ia dengan menantunya Ustadz Mansur dengan komitmen akan datang kembali

esok harinya, namun tiba-tiba ia dapati suasana yang sungguh lain, di jalan protokol “Quin

Ramses” yang biasanya ramai dengan hiruk pikuk lalu lintas lalu lalang manusia saat itu

tak sebuah mobil dan seorangpun yang lewat kecuali sebuah taxi yang menongkrong di

depan gerbang pintu Dar Asy Syubban.Toko-toko dan rumah-rumah makan yang

berdekatan juga sudah tutup. Kecurigaan semakin tinggi ketika baru akan melangkahkan

kaki menuju jalan raya tiba-tiba seluruh lampu penerang jalan mati, saat itulah peluru api

meluncur sebagian mengenainya dan peluru yang lain mengenai Ustadz Mansur.

Namun Hasan Al-Banna masih kuat untuk naik sendiri menuju gedung Dar Asy Syubban

memutar telepon untuk meminta pertolongan ambulance, meskipun demikian ia

kemudian terlantar di salah satu kamar Rumah Sakit“Qosr Aini” karena tak seorangpun

dari perawat atau dokter yang berani menolongnya sekalipun banyak dokter muslim yang

ingin merawatnya, namun kepala RS tidak mengizinkan atas perintah kerajaan. Dering

telepon tak henti-hentinya untuk meyakinkan kematian Hasan Al-

Banna hingga ia menemui robbul izzah dengan kepahlawanannya.

Tepat hari Sabtu malam Minggu tanggal 12 Desember 1949 beliau pulang ke

Rahmatullah.Terselimutilah di hari itu langit dunia dengan kesedihan yang mendalam

karena kematiannya berarti hilangnya seorang pembela kebenaran penegak keadilan di

tengah-tengah kelaliman.
Pagi harinya hari Minggu tanggal 12 Desember 1949 sampailah berita kematian kepada

orang tuanya Syaikh Ahmad Al Banna. Yang lebih menyedihkan rezimpun tidak

mengizinkan ummat Islam untuk merawat jenazahnya dan berta’ziyah ke rumah shohibul

musibah. Untuk menunjukkan keangkuhan serta kedengkiannya terhadap Hasan Al-Banna

mereka susun penjagaan militer secara ketat yang siap untuk bertempur dan tank-tank

yang seakan-akan menghadapi sebuah pertempuran yang dahsyat. Tidak seorangpun

diizinkan membawa jenazahnya menuju makam kecuali orang tuanya beserta kedua

saudari perempuannya.

Jamaah Al-Ikhwan yang telah didirikan diatas genangan darah Hasan Al-Banna dan di

ukir dengan darah para syuhada akankah ditunggu oleh ummat seluruh dunia sebagai

pahlawan penegak kebenaran, pendobrak kebatilan dan pembawa

bendera KhilafahIslamiyah? Jawabannya tentu tergantung kepada kualitas nilai dan

pengorbanan para penerusnya.


10 Wasiat Imam Hasan Al Banna
Imam Hasan Al-Bana, pendiri gerakan dakwah Ikhwan yang terkenal ke seluruh dunia, banyak
meninggalkan catatan penting pada sejarah perjuangan Islam modern. Ingat, kehadiran Imam
Hasan bertepatan dengan hanya beberapa saat setelah hancurnya kekhalifan Islam yang terakhir.
Tak pelak, setelah kepergian beliau, tak ada lagi figur dakwah yang bisa dijadikan acuan dalam
gerakan Islam.

Setiap hari, dalam dakwahnya, ia berjalan kaki tidak kurang dari 20 KM. Beliau menyambangi
desa-desa dan dilakukannya tanpa pamrih sedikitpun dari manusia. Ia duduk di warung kopi pada
beberapa malam, menyatu dengan masyarakat yang sebenarnya, dan ia mampu mengingat nama
orang yang baru saja ditemuinya walaupun hanya sekali, sehingga orang yang diajak bicara
olehnya menjadi simpati.

Banyak warisan dari Imam Hasan yang sangat menggelorakan semangat dakwah Islam. Berikut
ini beberapa di antaranya dari sekian wasiat-wasiatnya:

1. Bangunlah segera untuk melakukan sholat apabila mendengar adzan walau


bagaimanapun keadaannya.
2. Baca, Telaah dan dengarkan Al-Quran atau dzikirlah kepada Allah dan janganlah engkau
menghambur-hamburkan waktumu dalam masalah yang tidak ada manfaatnya.
3. Bersungguh-sungguhlah untuk bisa berbicara dalam bahasa Arab dengan fasih.
4. Jangan memperbanyak perdebatan dalam berbagai bidang pembicaraan sebab hal ini
semata-mata tidak akan mendatangkan kebaikan.
5. Jangan banyak tertawa sebab hati yang selalu berkomunikasi dengan Allah (dzikir)
adalah tenang dan tentram.
6. Jangan bergurau karena umat yang berjihad tidak berbuat kecuali dengan bersungguh-
sungguh terus-menerus.
7. Jangan mengeraskan suara di atas suara yang diperlukan pendengar, karena hal ini akan
mengganggu dan menyakiti.
8. Jauhilah dari membicarakan kejelekan orang lain atau melukainya dalam bentuk apapun
dan jangan berbicara kecuali yang baik.
9. Berta’aruflah dengan saudaramu yang kalian temui walaupun dia tidak meminta, sebab
prinsip dakwah kita adalah cinta dan ta’awun (kerja sama).
10. Pekerjaan rumah kita sebenarnya lebih bertumpuk dari pada waktu yang tersedia, maka
manfaatkanlah waktu dan apabila kalian mempunyai sesuatu keperluan maka
sederhanakanlah dan percepatlah untuk diselesaikan.

Di antaranya adalah yang dikenal sebagai 10 wasiat Hasan Al-Banna. Wejangan Imam Syahid
yang sepuluh ini bersifat sederhana dan mudah dihafal. Layaknya seperti kiat-kiat aktifitas rutin
harian yang setiap saat harus dihayati dan dilaksanakan oleh setiap anggota Jamaah Al-
Ikhwan Al-Muslimun. Imam Hasan Al Banna adalah ulama yang juga tokoh pemimpin gerakan
islam dunia yang sangat legendaris. Ia adalah pendiri gerakan Al-Ikhwan Almuslimun atau
Ikhwanul Muslimin. Imam Hasan Al Banna adalah imam para dai di abad 20, sesuai dengan
namanya beliau adalah pembangun generasi yang baik.
Biografi Hasan Al Banna
Written By HAYDAR ALI on Rabu, 15 Agustus 2012 | 10.14

Hasan Al Banna dilahirkan di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah, Mesir tahun 1906 M.
Ayahnya, Syaikh Ahmad al-Banna adalah seorang ulama fiqh dan hadits. Sejak masa kecilnya,
Hasan al Banna sudah menunjukkan tanda-tanda kecemerlangan otaknya. Pada usia 12 tahun,
atas anugerah Allah, Hasan kecil telah menghafal separuh isi Al-Qur'an.

Sang ayah terus menerus memotivasi Hasan agar melengkapi hafalannya. Semenjak itu Hasan
kecil mendisiplinkan kegiatannya menjadi empat. Siang hari dipergunakannya untuk belajar di
sekolah.

Kemudian belajar membuat dan memperbaiki jam dengan orang tuanya hingga sore. Waktu sore
hingga menjelang tidur digunakannya untuk mengulang pelajaran sekolah. Sementara membaca
dan mengulang-ulang hafalan Al-Qur'an ia lakukan selesai shalat Shubuh. Maka tak
mengherankan apabila Hasan al Banna mencetak berbagai prestasi gemilang di kemudian hari.
Pada usia 14 tahun Hasan al Banna telah menghafal seluruh Al-Quran. Hasan Al Banna lulus
dari sekolahnya dengan predikat terbaik di sekolahnya dan nomor lima terbaik di seluruh Mesir.
Pada usia 16 tahun, ia telah menjadi mahasiswa di perguruan tinggi Darul Ulum.

Demikianlah sederet prestasi Hasan kecil. Selain prestasinya di bidang akademik, Ia juga
memiliki bakat leadership yang cemerlang. Semenjak masa mudanya Hasan Al-Banna selalu
terpilih untuk menjadi ketua organisasi siswa di sekolahnya. Bahkan pada waktu masih berada di
jenjang pendidikan i'dadiyah (semacam SMP), beliau telah mampu menyelesaikan masalah
secara dewasa, kisahnya begini:

Suatu siang, usai belajar di sekolah, sejumlah besar siswa berjalan melewati mushalla kampung.
Hasan berada di antara mereka. Tatkala mereka berada di samping mushalla, maka adzan pun
berkumandang. Saat itu, murid-murid segera menyerbu kolam air tempat berwudhu. Namun tiba-
tiba saja datang sang imam dan mengusir murid-murid madrasah yang dianggap masih kanak-
kanak itu. Rupanya, ia khawatir kalau-kalau mereka menghabiskan jatah air wudhu. Sebagian
besar murid-murid itu berlarian menyingkir karena bentakan sang imam, sementara sebagian
kecil bertahan di tempatnya. Mengalami peristiwa tersebut, al Banna lalu mengambil secarik
kertas dan menulis uraian kalimat yang ditutup dengan satu ayat Al Qur'an, "Dan janganlah
kamu mengusir orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari, sedang mereka
menghendaki keridhaan-Nya."(Q. S. Al-An'aam: 52).

Kertas itu dengan penuh hormat ia berikan kepada Syaikh Muhammad Sa'id, imam mushalla
yang menghardik kawan-kawannya. Membaca surat Hasan al Banna hati sang imam tersentuh,
hingga pada hari selanjutnya sikapnya berubah terhadap "rombongan anak-anak kecil" tersebut.
Sementara para murid pun sepakat untuk mengisi kembali kolam tempat wudhu setiap mereka
selesai shalat di mushalla. Bahkan para murid itu berinisiatif untuk mengumpulkan dana untuk
membeli tikar mushalla!

Pada usia 21 tahun, beliau menamatkan studinya di Darul 'Ulum dan ditunjuk menjadi guru di
Isma'iliyah. Hasan Al Banna sangat prihatin dengan kelakuan Inggris yang memperbudak
bangsanya. Masa itu adalah sebuah masa di mana umat Islam sedang mengalami kegoncangan
hebat. Kekhalifahan Utsmaniyah (di Turki), sebagai pengayom umat Islam di seluruh dunia
mengalami keruntuhan. Umat Islam mengalami kebingungan. Sementara kaum penjajah
mempermainkan dunia Islam dengan seenaknya. Bahkan di Turki sendiri, Kemal Attaturk
memberangus ajaran Islam di negaranya. Puluhan ulama Turki dijebloskan ke penjara.
Demikianlah keadaan dunia Islam ketika al Banna berusia muda. Satu di antara penyebab
kemunduran umat Islam adalah bahwa umat ini jahil (bodoh) terhadap ajaran Islam.

Maka mulailah Hasan al Banna dengan dakwahnya. Dakwah mengajak manusia kepada Allah,
mengajak manusia untuk memberantas kejahiliyahan (kebodohan). Dakwah beliau dimulai
dengan menggalang beberapa muridnya. Kemudian beliau berdakwah di kedai-kedai kopi. Hal
ini beliau lakukan teratur dua minggu sekali. Beliau dengan perkumpulan yang didirikannya "Al-
Ikhwanul Muslimun," bekerja keras siang malam menulis pidato, mengadakan pembinaan,
memimpin rapat pertemuan, dll. Dakwahnya mendapat sambutan luas di kalangan umat Islam
Mesir. Tercatat kaum muslimin mulai dari golongan buruh/petani, usahawan, ilmuwan, ulama,
dokter mendukung dakwah beliau.

Pada masa peperangan antara Arab dan Yahudi (sekitar tahun 45-an), beliau memobilisasi
mujahid-mujahid binaannya. Dari seluruh Pasukan Gabungan Arab, hanya ada satu kelompok
yang sangat ditakuti Yahudi, yaitu pasukan sukarela Ikhwan. Mujahidin sukarela itu terus
merangsek maju, sampai akhirnya terjadilah aib besar yang mencoreng pemerintah Mesir.
Amerika Serikat, sobat kental Yahudi mengancam akan mengebom Mesir jika tidak menarik
mujahidin Ikhwanul Muslimin. Maka terjadilah sebuah tragedi yang membuktikan betapa
pengecutnya manusia. Ribuan mujahid Mesir ditarik ke belakang, kemudian dilucuti. Oleh siapa?
Oleh pasukan pemerintah Mesir! Bahkan tidak itu saja, para mujahidin yang ikhlas ini lalu
dijebloskan ke penjara-penjara militer. Bahkan beberapa waktu setelah itu Hasan al Banna,
selaku pimpinan Ikhwanul Muslimin menemui syahidnya dalam sebuah peristiwa yang
dirancang oleh musuh-musuh Allah.

Dakwah beliau bersifat internasional. Bahkan segera setelah Indonesia memproklamasikan


kemerdekaannya, Hasan al Banna segera menyatakan dukungannya. Kontak dengan tokoh ulama
Indonesia pun dijalin. Tercatat M. Natsir pernah berpidato didepan rapat Ikhwanul Muslimin.
(catatan : M. Natsir di kemudian hari menjadi PM Indonesia ketika RIS berubah kembali
menjadi negara kesatuan).

Syahidnya Hasan Al-Banna tidak berarti surutnya dakwah beliau. Sudah menjadi kehendak
Allah, bahwa kapan pun dan di mana pun dakwah Islam tidak akan pernah berhenti, meskipun
musuh-musuh Islam sekuat tenaga berusaha memadamkannya.

Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan
Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. (Q. S. Ash-Shaff:
8)
Masa-masa sepeninggal Hasan Al-Banna, adalah masa-masa penuh cobaan untuk umat Islam di
Mesir. Banyak murid-murid beliau yang disiksa, dijebloskan ke penjara, bahkan dihukum mati,
terutama ketika Mesir di perintah oleh Jamal Abdul Naseer, seorang diktator yang condong ke
Sovyet. Banyak pula murid beliau yang terpaksa mengungsi ke luar negeri, bahkan ke Eropa.
Pengungsian bagi mereka bukanlah suatu yang disesali. Bagi mereka di mana pun adalah bumi
Allah, di mana pun adalah lahan dakwah. Para pengamat mensinyalir, dakwah Islam di Barat
tidaklah terlepas dari jerih payah mereka. Demikianlah, siksaan, tekanan, pembunuhan tidak
akan memadamkan cahaya Allah. Bahkan semuanya seakan-akan menjadi penyubur dakwah itu
sendiri, sehingga dakwah Islam makin tersebar luas.

Di antara karya penerus perjuangan beliau yang terkenal adalah Fi Dzilaalil Qur'an (di bawah
lindungan Al-Qur'an) karya Sayyid Quthb. Sebuah kitab tafsir Al-Qur'an yang sangat berbobot di
jaman kontemporer ini. Ulama-ulama kita pun menjadikannya sebagai rujukan terjemahan Al-
Qur'an dalam Bahasa Indonesia. Di antaranya adalah Al-Qu'an dan Terjemahannya keluaran
Depag RI, kemudian Tafsir Al-Azhar karya seorang ulama Indonesia Buya Hamka. Mengenal
sosok beliau akanlah terasa komplit apabila kita mengetahui prinsip dan keyakinan beliau.

Berikut ini adalah prinsip-prinsip yang senantiasa beliau pegang teguh dalam dakwahnya:
Saya meyakini: "Sesungguhnya segala urusan bagi Allah. Nabi Muhammad SAW junjungan
kita, penutup para Rasul yang diutus untuk seluruh umat manusia. Sesungguhnya hari
pembalasan itu haq (akan datang). Al-Qur’an itu Kitabullah. Islam itu perundang-undangan yang
lengkap untuk mengatur kehidupan dunia akhirat."

Saya berjanji: "Akan mengarahkan diri saya sesuai dengan Al-Qur’an dan berpegang teguh
dengan sunah suci. Saya akan mempelajari Sirah Nabi dan para sahabat yang mulia."

Saya meyakini: "Sesungguhnya istiqomah, kemuliaan dan ilmu bagian dari sendi Islam."

Saya berjanji: "Akan menjadi orang yang istiqomah yang menunaikan ibadah serta menjauhi
segala kemunkaran. Menghiasi diri dengan akhlak-akhlak mulia dan meninggalkan akhlak-
akhlak yang buruk. Memilih dan membiasakan diri dengan kebiasaan-kebiasaan islami semampu
saya. Mengutamakan kekeluargaan dan kasih sayang dalam berhukum dan di pengadilan. Tidak
akan pergi ke pengadilan kecuali jika terpaksa, akan selalu mengumandangkan syiar-syiar islam
dan bahasanya. Berusaha menyebarkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk seluruh lapisan
umat ini."

Saya meyakini: "Seorang muslim dituntut untuk bekerja dan mencari nafkah, di dalam hartanya
yang diusahakan itu ada haq dan wajib dikeluarkan untuk orang yang membutuhkan dan orang
yang tidak punya.

Saya berjanji: "Akan berusaha untuk penghidupan saya dan berhemat untuk masa depan saya.
Akan menunaikan zakat harta dan menyisihkan sebagian dari usaha itu untuk kegiatan-kegiatan
kebajikan. Akan menyokong semua proyek ekonomi yang islami, dan bermanfaat serta
mengutamakan hasil-hasil produksi dalam negeri dan negara Islam lainnya. Tidak akan
melakukan transaksi riba dalam semua urusan dan tidak melibatkan diri dalam kemewahan yang
diatas kemampuan saya."

Saya meyakini: "Seorang muslim bertanggung jawab terhadap keluarganya, diantara


kewajibannya menjaga kesehatan, aqidah dan akhlak mereka."
Saya berjanji: "Akan bekerja untuk itu dengan segala upaya. Akan menyiarkan ajaran-ajaran
islam pada seluruh keluarga saya, dengan pelajaran-pelajaran islami. Tidak akan memasukkan
anak-anak saya ke sekolah yang tidak dapat menjaga aqidah dan akhlak mereka. Akan menolak
seluruh media massa, buletin-buletin dan buku-buku serta tidak berhubungan dengan
perkumpulan-perkumpulan yang tidak berorientasi pada ajaran Islam."

Saya meyakini: "Di antara kewajiban seorang muslim menghidupkan kembali kejayaan Islam
dengan membangkitkan bangsanya dan mengembalikan syariatnya, panji-panji islam harus
menjadi panutan umat manusia. Tugas seorang muslim mendidik masyarakat dunia menurut
prinsip-prinsip Islam."

Saya berjanji: "Akan bersungguh-sungguh dalam menjalankan risalah ini selama hidupku dan
mengorbankan segala yang saya miliki demi terlaksananya misi (risalah) tersebut."

Saya meyakini: "Bahwa kaum muslim adalah umat yang satu, yang diikat dalam satu aqidah
islam, bahwa islam yang memerintahkan pemelukya untuk berbuat baik (ihsan) kepada seluruh
manusia."

Saya berjanji: "Akan mengerahkan segenap upaya untuk menguatkan ikatan persaudaraan antara
kaum muslimin dan mengikis perpecahan dan sengketa di antara golongan-golongan mereka."

Saya meyakini: "Sesungguhnya rahasia kemunduran umat Islam, karena jauhnya mereka dari
"dien" (agama) mereka, dan hal yang mendasar dari perbaikan itu adalah kembali kepada
pengajaran Islam dan hukum-hukumnya, itu semua mungkin apabila setiap kaum muslimin
bekerja untuk itu."

Mengenali Anak-Anak Hassan al-Banna


Kenalkan, Mereka adalah Anak-Anak Hasan Al Banna Sebagaimana Al Banna rahimahullah
berhasil menjalankan misi besar dakwahnya hingga menyebar dari lokasi terpencil hingga negara
besar, Al Banna juga berhasil dalam membangun keluarga yang istimewa. Keluarga Al Banna
telah dibina atas dasar keimanan kepada Allah SWT dan keistimewaan dalam kehidupan, lalu
penerapannya dalam prinsip tarbiyah yang benar. Al Banna menyodorkan contoh langsung yang
unik dalam peran seorang ayah terhadap pendidikan anak-anaknya. Mari kita lihat terlebih
dahulu komposisi keluarga Imam Hasan Al Banna Rahimahullah. Al Banna dikaruniai enam
orang anak, terdiri dari satu orang anak laki-laki dan lima orang anak perempuan.
Urutannya seperti ini:
1. Wafa: Adalah anak perempuannya yang paling besar, sekaligus istri dari seorang dai terkenal
yakni Sa’ad ramadhan rahimahullah. Saat Al Banna wafat, ia sudah berusia 17 tahun.
2. Ahmad Saiful Islam : Seorang advokat sekaligus sekjen Aliansi Advokat Mesir dan mantan
anggota parlemen Mesir. Dilahirkan tanggal 22 November 1934. Berhasil memperoleh gelar
sarjana di bidang HAM tahun 1956, dan Darul Ulum 1957. Usianya baru 14 tahun, dua
bulan, dua puluh hari saat Al Banna wafat.
3. Dr. Tsana : Dosen Urusan Pengaturan Rumah Tangga, mengajar di sejumlah universitas di
Saudi Arabia, Ia masih 11 tahun saat Al Banna meninggal.
4. Ir. Roja’ : Ketika Al Banna wafat, usianya sekitar lima setengah tahun.
5. Dr. Halah : Dosen kedokteran anak di Universitas Al Azhar. Usianya baru dua tahun lebih
saat Al Banna meninggal.
6. Dr. Istisyhad : Dosen Ekonomi Islam. Ia masih berupa janin di perut ibunya saat Al Banna
menghembuskan nafas terakhirnya. Semula, menurut analisa dokter, ia harus digugurkan dari
kandungan mengingat sakit yang diderita sang ibu dan bahaya kehamilan yang bisa
mengancam kehidupan sang ibu. Para medis telah menetapkan itu pada 12 Februari
bertepatan dengan hari wafatnya Imam Hasan Al Banna. Tapi Allah SWT berkehendak lain.
Istisyhad tetap lahir dengan sehat. Dan karena rangkaian peristiwa itulah ia dinamakan
istisyhad yang berarti memburu mati syahid.

Lantunan Bacaan Al Qur’an Yang Menyejukkan Hati Ibu


Yang dilakukan Al Banna sebagai tahap utama dalam membina dan anak-anak yang akan
menjadi keturunannya, dimulai sejak proses pemilihan perempuan yang mendampinginya.
Ustadz Mahmud Abdul Halim berkisah tentang pernikahan Al Banna: “Di antara penduduk
Ismailiyah yang cepat merespon dakwah yang disampaikan Al Banna adalah sebuah keluarga
terhormat yang disebut keluarga As Shauli. Mereka umumnya para pedagang kelas menengah
dan mempunyai sentimen agama yang baik sehingga anak-anaknya terbina dalam lingkar
agama yang baik. Ibu Al Banna suatu ketika berkunjung ke rumah keluarga ini. Saat itu ia
mendengar alunan suara pembacaan Al Qur’an yang baik sekali. Ibu Al Banna bertanya,
“Suara siapa itu?” Pemilik rumah mengatakan, bahwa itu adalah suara fulanah yang sedang
shalat. Ketika Ibu Al Banna pulang ke rumah, ia pun memberitakan apa yang terjadi di rumah
keluarga tadi. Saat itulah Al Banna mulai terbetik bahwa wanita seperti itulah yang layak
menjadi pendamping hidupnya. Akhirnya Al Banna menikahi wanita itu yang sekaligus menjadi
ibu bagi anak-anaknya. Dialah istri yang mendampinginya saat lapang dan sempit, sulit dan
senang. Dialah penolong yang baik dalam dakwahnya, sampai akhirnya Al Banna menyongsong
kematian menemui Rabb-nya sebagai seorang yang dizalimi. (Al Ikhwan Al Muslimun, Ahdast
Shana’at Tariikh, Mahmud Abdul Halim, hal 68)
Kisah Hidup Hassan Al Banna
byRahman Hatim-Disember 26, 2012

Disini diceritakan sedikit mengenai Hassan Al Banna dan keturunan beliau:

Latifah binti Hussin Al Soli adalah isteri pilihan ibu Hasan Al Banna. Kisah bermula
apabila si ibu berkunjung ke rumah Hussin Al Soli lalu mendengar suara seorang gadis
sedang membaca al Quran. Keduanya ditunangkan pada 1 Ramadan dan dikahwinkan
pada 27 Ramadan.

Hasan Al Banna memanggi Isterinya “Wahai Ummu Wafa” dan Latifah memanggil
suaminya “Wahai Ustaz Hasan.” Sebagai ketua Ikhwan Muslimin rumah mereka sering
dikunjungi orang ramai sedangkan rumah mereka kecil sahaja. Pernah Latifah
mencadangkan kepada suaminya mencari rumah yang lebih selesa.

“Wahai Ummu Wafa, istana kita menanti di syurga, Yakinlah bahawa Allah tidak akan
mensia-siakan usaha kita di dunia ini,” kata Hasan Al Banna. Latifah akur dengan kata-
kata suaminya itu.

Pada hari Hasan Al Banna ditembak Latifah melahirkan seorang bayi perempuan lalu
dinamakan Istisyhad artinya orang yang syahid. Setelah pemergian suaminya Latifah
terus mendidik anak-anaknya sehingga menjadi orang yang berjaya.
Anak-anak Hasan Al Banna:

1.Wafa – Berusia 17 tahun ketika ayahnya syahid. Berkahwin dengan Dr. Said
Ramadhan.

2.Ahmad Saiful Islam, berusia 14 tahun ketika ayahnya syahid. Beliau seorang peguam
dan pernah menjadi Ahli Parliman Mesir.

3.Tsana, berumur 11 tahun ketika ayahnya syahid. Pensyarah di Universiti Kaherah.

4.Roja, berumur 5 tahun ketika ayahnya syahid. Beliau Seorang Doktor.

5.Halah berumur 2 tahun ketika ayahnya syahid. Pensyarah di Universiti Al Azhar.

6.Istisyhad, lahir pada hari ayahnya syahid. Dinamakan Istisyhad bermakna memburu
syahid. Beliau Seorang pensyarah.

TAJDID
mengenal adanya istilah at-tajdid dalam kehidupan beragama. Istilah ini kemudian menjadi
jargon dalam gerakan pembaruan Islam. Lantas, apa artinya tajdid: PEMBAHARUAN? Dikutip
dari buku Muhammadiyah Gerakan Pembaruan oleh Dr. Haedar Nashir, tajdid bermakna
pembaruan. Kata ini setara dengan jadid yang artinya sesuatu yang baru. Istilah tajdid dikenal
luas di kalangan Muhammadiyah sebagai suatu gerakan pembaruan.

Tajdid berasal dari kata jadda - yajiddu - jiddan/ jiddatan artinya sesuatu yang ternama, yang
besar, nasib baik, dan baru. Tajdid dimaknai dalam tiga hal. Pertama, sebagai i'adat al-syaiy ka'l-
mubtada atau mengembalikan sesuatu pada tempat semula.

Ulama tafsir M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul Membumikan Al-Quran Jilid 2
mengartikan tajdid sebagai keniscayaan bagi ajaran Islam yang dinyatakan sebagai ajaran yang
selalu sejalan dengan waktu, situasi, dan tempat. Tajdid mengandung makna pemantapan,
pencerahan, dan pembaruan. Di mana ketiganya mencakup aspek sangat luas.

Tajdid dalam arti pemantapan dijelaskan melalui sabda Nabi Muhammad SAW dalam
perintahnya untuk memperbarui iman (tajdid iman). "Perbaruilah iman kamu! Ditanyakan:
"Wahai Rasul Allah, Bagaimana memperbarui iman kami?" Beliau menjawab: "Perbanyaklah
(mengucapkan/menanamkan dalam benak) ucapan Laa Ilaaha Illaa Allah."

Tajdid dalam arti pencerahan adalah penjelasan ulang dalam kemasan yang lebih baik mengenai
ajaran agama yang pernah dijelaskan para pendahulu. Sementara itu, tajdid dalam arti pembaruan
adalah mempersembahkan sesuatu yang benar-benar baru yang belum pernah dijelaskan atau
diungkap oleh siapa pun.

Lebih lanjut Quraish Shihab menerangkan, perlunya tajdid membuat Al Quran menekankan
berulang kali tentang perlunya berpikir, merenung, mengingat, mengambil pelajaran dari
pengalaman masa lalu, dan sebagainya. Aktivitas berpikir tak lepas dari kondisi dan situasi yang
dialami.

Pemikiran Tajdid Pemikiran tajdid berkembang di kalangan Muhammadiyah. Sebagai organisasi


Islam,Muhammadiyah membawa gerakan dakwah dan tajdid dalam perkembangannya.
Sejatinya, dakwah&tajdid merupakan sistem gerakan Muhammadiyah sejak awal berdirinya
ormas ini.

"Muhammadiyah sendiri memang sejatinya sejak awal berdirinya merupakan gerakan Islam
yang berwatak dan bergerak dalam lapangan dakwah dan tajdid, sehingga tajdid maupun dakwah
atau dakwah maupun tajdid merupakan bagian dari manhaj atau sistem gerakan
Muhammadiyah," tulis Haedar Nashir seperti dikutip pada Jumat, (28/5/2021).

Pemikiran tajdid selaras dengan salah satu hadits Nabi Muhammad SAW dalam sebuah riwayat
Abu Dawud. Rasulullah SAW bersabda:

‫ِإَّن َهَّللا َيْبَع ُث ِلَهِذِه اُأْلَّمِة َع َلى َر ْأِس ُك ِّل ِم اَئِة َس َنٍة َم ْن ُيَج ِّدُد َلَها ِد يَنَها‬

Artinya: "Sesungguhnya pada setiap penghujung seratus tahun, Allâh Subhanahu wa Ta'ala akan
mengutus untuk umat ini orang yang akan memperbaharui agama mereka." (HR. Abu Dawud no.
3740 dan dinilai shahih oleh Syeikh al-Albani dalam Silsilah Ahadits ash-Shahihah no. 599).
MUJADDID
Mujaddid (bahasa Arab: ‫)مجدد‬, dalam etimologi Islam, berasal dari bahasa Arab yang artinya
adalah orang yang membawa pembaruan atau seorang pembaru. Dalam budaya muslim,
Mujaddid adalah orang yang memperbaiki kerusakan yang ada pada urusan atau praktik
agama Islam yang dilakukan oleh umat muslim. Mujaddid tidak membawa agama baru, tetapi
hanyalah membawa metode-metode baru dan memperbaiki metode yang menyimpang
berdasarkan al-Qur'an dan Hadits serta memperbaiki kerusakan-kerusakan yang sudah terjadi
pada urusan agama Islam. Mujaddid muncul pada tiap awal kurun waktu/abad tertentu dalam
kalender Hijriah. Mujaddid bisa saja seorang Ulama, Khalifah, cendekiawan, tetapi yang pasti,
mereka adalah orang yang berpengaruh besar dalam menegakkan agama Islam di zamannya.
Mujaddid memiliki tugas untuk memperbaiki, membangkitkan dan membersihkan Islam yang
dinodai unsur Bid'ah, Kurafat, dan sebagainya. Di dalam hadits Nabi Islam Muhammad,
dari Abu Hurairah:
‫ِإَّن َهللا َيْبَع ُث ِلَهِذِه اُأْلَّمِة َع َلى َر ْأِس ُك ِّل ِم اَئِة َس َنٍة َم ْن ُيَج ِّدُد َلَها ِد يَنَها‬

"Sesungguhnya Allah akan menurunkan (orang) setiap permulaan 100 tahun seseorang kepada
Umat yang akan (Tajdid) mengembalikan kegemilangan Agama mereka" [Hadits diriwayatkan
oleh Abu Daud, Hakim di dalam Mustadrak dan al-Baihaqi di dalam al-Ma'rifah].
Banyak umat muslim yang memiliki pendapat tentang identitas tiap Mujaddid pada tiap abadnya,
contoh orang yang dianggap Mujaddid oleh mayoritas umat muslim adalah Imam asy-
Syafi'i dan al-Ghazali, tetapi walaupun sekiranya mereka bukan Mujaddid yang ditunjuk Allah,
mereka tetap cendikiawan muslim yang hebat dan membawa angin segar untuk umat muslim
dalam penegakkan agama Islam.

Anda mungkin juga menyukai