Anda di halaman 1dari 14

REVIEW TOKOH PENDIDIKAN ISLAM :

HASAN AL-BANNA

Kelompok 06:
Agustiana Kusniatul Ummah

Program Studi Strata (S1)


Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Agama Islam (FAI)
Universitas Muhammadiyah Surabaya
A. Riwayat Hidup
Imam Hasan Al-Banna memiliki nama panjang yaitu Hasan bin Ahmad
bin Abdurrahman Al-Banna, beliau lahir pada tanggal 14 oktober 1906 M di
daerah Mahmudiyah kota kecil dekat Iskandariyah Mesir.1 Ayahnya seorang
ulama yang diakui keilmuannya oleh ulama lain. Disamping itu beliau bekerja
sebagai tukang reparasi jam dan penjilidan buku sehingga ayahnya dikenal
dengan julukkan Asy-Syaikh As-Sa’ati. Lingkungan pedesaan yang jauh dari
suasana kota turut membantu perkembangan Hasan Al-Banna, sehingga dalam
usia yang sangat muda yaitu 12 tahun beliau sudah berhasil menghafal Al-
Qur’an. Beliau disamping beguru pada ayahnya juga berguru pada ulama lain,
sampai pada akhirnya menghantarkan beliau di Universitas Darul Ulum
Kairo. Sebelum usia 14 tahun Hasan Al-Banna telah menghafal seluruh Al-
Qur’an.
Beliau menempuh pendidikan formalnya di mulai pada Madrasah Ar-Rasyid
Ad-Diniyyat, kemudian melanjutkan sekolah menengah pertama di Al-
Mahmudiyat. Pada tahun 1920 beliau melanjutkan belajar ke Madrasah Al-
Mu’allimin Al-Awaliyat yaitu sekolah guru tingkat pertama di Damanhur.
Kemudian pada tahun 1923, ia pindah ke Kairo dan belajar di Dar Ulum sampai
selesai pada tahun 1927.2 Di Dar ulum inilah beliau mempelajari ilmu-ilmu
pendidikan, filsafat, psikologi dan logika, serta beliau juga tertarik pada masalah-
masalah politik, industri, dan olahraga.3
Imam Hasan Al-Banna lulus dari sekolahnya dengan predikat terbaik
disekolahnya dan nomor lima terbaik di seluruh Mesir. Pada usia 16 tahun, ia
telah menjadi mahasiswa diperguruan tinggi Dar Ulum. Pada tahun 1927 M
Imam Hasan Al-Banna telah menamatkan studinya Dar Ulum ketika belaiu
berusia 21 tahun. Setelah itu pada tanggal 19 september 1927 beliau mulai
bekerja sebagai guru di sekolah lanjutan Isma’iliyyah. Beliau menjadi guru
karena beliau melihat bahwa guru adalah sumber cahaya yang terang
benderang yang menerangi masyarakat banyak.4
Imam Hasan Al-Banna merupakan sosok yang cerdas beliau banyak

1
Ramayulis, Samsul Nizar,Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam: Mengenal Tokoh Pendidikan Di
Dunia Islam Dan Indonesia, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), Cet.1 h.85.
2
A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta:Amzah,2010),Cet.2, h.62
3
Ibid.,
4
Ris’an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Moderen Dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), Cet.1,
h.186-187.
menyerap informasi-informasi dari luar sehingga belaiu menyerap bacaan dari
luar kurikulum sekolah. Beliau memiliki ingatan yang kuat yang mampu
menghimpun sangat banyak catatan tertulis, baik berupa prosa maupun puisi.
Beliau hampir tidak pernah berhenti membaca baik diperpustakaan ayahnya
maupun perpustakaaan gurunya yang pertama, Syaikh Muhammad Zahran. Ketika
itu ia memusatkan tiga hal yaitu:
a. Al-Qur’an, Hadis dan ilmu agama keseluruhan.
b. Sufisme dan riwayat hidup Nabi Muhammad Saw.
c. Karya sastra dan cerita rakyat.5
Dengan banyak prestasi di bidang akademik, beliau juga memiliki bakat
leadership yang cemerlang. Imam Hasan Al-Banna merupakan pendiri dari
Ikhwanul Muslimin salah satu organisasi islam terbesar dan berpengaruh pada
abad ke 20. Beliau juga dikenal sebagai guru dan seorang reformis Mesir sosial
dan politik Islam, yang terkenal karena mendirikan Ikhwanul Muslimin.

B. Kiprah Hasan Al-Banna dalam Organisasinya


Imam Hasan Al-Banna merupakan tokoh yang aktif pada dunia politik
hingga beliau mendirikan sebuah organisasi yang terkenal yaitu Ikhwanul
Muslimin. Sebagai pendiri beliau juga merupakan pemimpin yang inspiratif bagi
kader-kadernya. Dalam kegiatan organisasinya beliau sangat aktif dalam
melancarkan gerakan-gerakan untuk para Ikhwan. Pada tahun 1327 H atau
tepatnya di bulan April 1928 M inilah cikal bakal beliau mendirikan
organisasinya pada awalnya gerakannya berlangsung di Isma’iliyyah yang pada
akhirnya pada tahun 1932 beliau pindah ke Kairo sehingga gerakannya pun
berpindah ke Kairo. Untuk melancarkan gerakannya sehingga mampu dikenal
orang beliau menggunakan media massa yaitu menerbitkan berita-berita
mingguan yang dipelopori oleh Muhibuddin Khatib pada tahun1886-1969
M. Setelah itu pada tahun 1938 M beliau menerbitkan tulisan-tulisan pada
sebuah buletin yaitu Al-Nadzir. Kemudian beliau juga menerbitkan lagi buletin
yang berjudul Al-Syihab pada tahun 1947 M.6
Dalam kiprahnya di Ikhwanul Muslimin selain menulis kitab-kitab, membuat
tulisan di surat kabar dan majalah beliau juga ikut dalam peperangan bersama-

5
Ris’an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Moderen Dalam Islam, h.186-187.
6
Yusuf Qaradhawi, Aku Dan Al Ikhwan Muslimun, diterjemahkan Oleh M. Lili Nur Aulia, dari Judul
Asli Mudzakkirat Al Qaradhawi, (Jakarta: Tarbawi Press,2007), h.Xvii.
sama kadernya yang pada tahun 1941M berjumlah 100 orang mereka
melakukan perang khusus yakni banyak melakukan perlawanan dalam berbagai
tulisan yang di muat dalam media massa. Beliau sangat menentang sekali
pemerintahan Mesir untuk di ajak bekerjasama dalam gerakan Revolusi karena
saat itu terjadi konflik antara Mesir dan Inggris sehingga menurut para Ikhwan
kerjasama itu tidak sejalan dengan mereka. Imam Hasan Al-Banna dan para
kadernya sangat menentang pemerintah Mesir dikala itu hingga beberapa
kadernya ditangkap dan dijebloskan kepenjara, di dalam penjara para kadernya
disiksa. Akan tetapi semangat perjuangan para Ikhwan untuk membela kebenaran
tidak tergoyahkan. Sehingga organisasi yang didirikan Imam Hasan Al-Banna
menjadi salah satu organisasi yang berpengaruh dalam pemerintah Mesir. Beliau
telah berperan aktif di berbagai situasi politik dan telah memberi pengaruh pada
pemerintah Mesir pada khususnya dan di dunia Islam secara umum.7
C. Karya-Karya Hasan Al-Banna
Imam Hasan Al-Banna mengembangkan gagasan-gagasannya sebagian besar

berdasarkan pada peristiwa yang berkenaan dengan keadaan yang tengah

berlangsung. Beliau meninggalkan banyak karangan, karangan yang terpenting

ialah Majmum’at Al-Rasail yang dibukukan dalam satu kitab dan kitab

Muzakkirat al-Dakwah Wa al- Da’iyah. Karangan yang lain banyak sekali

yang masih berupa manuskrip.8

Diantara karya-karya Hasan Al-Banna yaitu: Mudzakirah al Da'wah wa al

Da'iyah,berisi berupa catatan harian dakwah dan sang da'i sedangkan Majmu'at

Al Rasail, yaitu kumpulan surat-surat dan risalah yang beliau tulis, diantaranya:

1) Risalah Aqidatuna, risalah ini menjelaskan tentang penetapan berbagai

dimensi dakwah islamiyah, serta menegaskan kembali target dari gerakan

Ikhwanul Muslimun adalah untuk mewujudkan kebaikan duniawi dan

ukhrawi.

2) Risalah Da'watuna, risalah ini berisi mengenai program dan tujuan jamaah

7
Muhammad Muhith Ishaq, Fiqh Politik Hasan Al-Banna., h.23.
8
Ris’an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Moderen Dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), Cet.1,, 188
Ikhwanul Muslimun, risalah ini menjelaskan tentang prinsip- prinsip

dakwahnya, dimana salah satu bahasannya menjelaskan ajaran jihad yang

menjadi tujuannya dan Ikhwan.

3) Risalah Ila as-Syabbab, risalah ini sudah diterjemahkan kedalam bahasa

Indonesia dengan judul "pemuda militan" risalah ini berisi tentang anjuran

para pemuda sebagai penerus bangsa untuk mengajarkan Islam dan anjuran

senantiasa berjihad dijalan Allah SWT.

4) Risalah yang ditujukan kepada konferensi pelajar, risalah ini

merupakan teks pidato yang disampaikan Imam Hasan Al-Banna pada bulan

muharram 1357 H/ maret 1938 dihadapan pelajar Ikhwanul Muslimin. Imam

Hasan Al-Banna banyak mengungkapkan permasalahan Islam dan politik

dalam risalah ini.

5) Risalah al Ta'lim, ditulis tahun 1361 H/ 1943 M, risalah ini banyak

membicarakan tentang sistem dan program serta konsep-konsep pendidikan

Hasan Al-Banna dalam organisasinya.

6) Risalah Jihad, risalah ini menjelaskan tentang jihad. Jihad merupakan suatu

kewajiban atas setiap muslim, tentang hukum jihad serta kendala-kendala

dan cobaan-cobaan yang dialami para Ikhwan. Risalah ini senantiasa

menganjurkan jihad.

7) Risalah Muskilatuna, risalah ini mengungkapkan tentang pentingnya

melaksakan amanah dan memenuhi tugas dakwah. Didalamnya

terdapat orientasi pemikiran al Ikhwan dalam melakukan reformasi dan

menghadapi persoalan di Mesir serta diberbagai Negara Islam lainnya, yang

kondisinya serupa dengan kondisi Mesir.

8) Risalah menuju Cahaya, risalah yang berbentuk surat yang ditulis untuk

ditujukan kepada raja faruq, kepada kepala pemerintahan saat itu, Mustafa
an Nahas Pasya dan kepada seluruh raja, amir dan penguasa di semua Negara

Islam. Serta ditujukan kepada sejumlah besar pemimpin dan tokoh

pembaharuan yang tidak resmi di Negara- negara mereka. Dalam risalah

tersebut, Imam Hasan Al-Banna menekankan pentingnya membebaskan umat

Islam dari segala bentuk ikatan politik yang membelenggunya, dengan

menggunakan cara yang legal. Mereka yang menerima surat itu dituntut

untuk membangun kembali umat Islam agar mereka menempuh jalan yang

benar dalam mengarungi kehidupan ini.

9) Risalah al Ma'tsurat, yaitu berisi kumpulan wadhifah Imam Hasan Al- Banna

berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an dan As-Sunnah yang harus diamalkan.

D. Pemikiran Hasan Al-Banna tentang Pendidikan Islam

1. Konsep Manusia

Hasan al-Banna sangat tertarik dengan pengkajian tentang hakikat

manusia. Manusia merupakan objek kajian yang paling menarik, karena unsur

pribadinya yang unik, dan hakikat manusia itu sendiri juga sulit untuk

dipahami oleh manusianya sendiri.

Dalam pandangan Hasan al-Banna, manusia terdiri dari beberapa unsur

pokok, yaitu 1) jasmani atau badan, 2) hati (qalb), dan 3) akal. Jasmani

identik dengan jasad atau badan, yang secara fisiologi memiliki makna tubuh

yang terdiri atas tulang, daging, kulit dan lain-lain. Jasmani memiliki anggota

tubuh yang terdiri atas kepala, mata, hidung, telinga, mulut, kaki dan

sebagainya. Selain itu, ada beberapa indikator yang menunjukkan bahwa

manusia memiliki unsur jasmani, yaitu makanan, minuman, pakaian, dan

adanya gerak fisik.

Pertama, jasmani. Jasmani yang dimiliki manusia harus dirawat, dan

digerakkan sesuai dengan fungsinya. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem
pendidikan yang memerhatikan aspek jasmani. Dalam dunia pendidikan,

pemberdayaan aspek jasmani sangat diperhatikan agar anak didik terampil,

cekatan, dan terhindar dari berbagai kerusakan, terutama dari berbagai

macam penyakit. Pendidikan jasmani ini dikategorikan ke dalam domain

psikomotorik.

Kedua, akal. Akal sebagai alat untuk menyingkap rahasia- rahasia alam

dan pernak-pernik alam nyata. Dengan kegiatan itu akan bertambah kualitas

intelektual dan pemikiran anak didik. Akal yang dimiliki manusia harus

difungsikan untuk berpikir. Oleh karena itu, perlu adanya sistem pendidikan

yang menekankan kepada aspek akal dan sesuai dengan fungsinya. Dalam

dunia pendidikan, akal dapat dikategorikan ke dalam domain kognitif.

Ketiga, hati (qalb). Hati (qalb) adalah wadah dari pengajaran, kasih

sayang, rasa takut, dan keimanan. Oleh karena itu, hati manusia menampung

hal-hal yang dapat disadari oleh pemiliknya. Hati pada diri manusia dapat

melahirkan berbagai macam aktivitas. Apabila hatinya baik maka

aktivitasnya baik, sebaliknya apabila hatinya tidak baik maka aktivitasnya

pun tidak baik. Dalam konteks pendidikan, pendidikan qalb termasuk domain

afektif.

2. Konsep Pendidikan

Istilah pendidikan dalam konteks ajaran Islam lebih banyak dikenal

dengan menggunakan term kata ‘at-tarbiyah, at-ta’lim, at-tahzib, ar-

riyadhah.’, dan lain- lain. Hasan al-Banna sering menggunakan istilah

pendidikan dengan al-tarbiyah’ dan al-ta’lim. Al-Tarbiyah adalah proses

pembinaan dan pengembangan potensi manusia melalui pemberian berbagai

ilmu pengetahuan yang dijiwai oleh nilainilai ajaran agama. Dalam

penggunaan kata al-tarbiyah’ ini, Hasan al-Banna sering pula


menggunakannya untuk pendidikan jasmani, pendidikan akal, dan pendidikan

qalb. Sedangkan al-Ta’lim adalah proses transper ilmu pengetahuan agama

yang menghasilkan pemahaman keagamaan yang baik pada anak didik

sehingga mampu melahirkan sifat-sifat dan sikap-sikap yang positif. Sifat dan

sikap positif yang dimaksud adalah ikhlas, percaya diri, kepatuhan,

pengorbanan, dan keteguhan.

Bertolak dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa konsep Hasan

alBanna tentang pendidikan meliputi dua sisi, yaitu potensi jasmani, akal, dan

hati (qalb), yang dimiliki manusia dan sekaligus sebagai pewarisan

kebudayaan Islam. Pendidikan dipandang sebagai proses aktualisasi potensi-

potensi yang dimiliki anak didik dengan jalan mewariskan nilai-nilai ajaran

Islam. Aktualisasi potensi-potensi yang dikehendaki oleh Hasan al-Banna

adalah dapat melahirkan sosok individu yang memiliki kekuatan jasmani,

akal, dan qalb guna mengabdi kepada-Nya, serta mampu menciptakan

lingkungan hidup yang damai dan tenteram. Oleh karena itu, pendidikan

menurut Hasan al-Banna harus berorientasi pada ketuhanan, bercorak

universal dan terpadu, bersifat positif konstruktif, serta membentuk

persaudaraan dan keseimbangan dalam hidup dan kehidupan umat manusia.

3. Tujuan Pendidikan

Tujuan merupakan masalah pokok dalam pendidikan, karena tujuan dapat

menentukan setiap gerak, langkah, dan aktivitas dalam proses pendidikan.

Penetapan tujuan pendidikan berarti penentuan arah yang akan dituju dan

sasaran yang hendak dicapai melalui proses pendidikan, serta menjadi tolok

ukur bagi penilaian keberhasilan dalam pelaksanaan pendidikan. Menurut

Hasan al-Banna, tujuan adalah sebuah dasar yang mendorong manusia kepada

suatu perjalanan. Dalam kaitan dengan tujuan pendidikan, Hasan al-Banna


menegaskan bahwa tujuan pendidikan yang paling pokok adalah

mengantarkan anak didik agar mampu memimpin dunia, dan membimbing

manusia lainnya kepada ajaran Islam yang syamil atau komprehensif, serta

memperoleh kebahagiaan di atas jalan Islam. Secara terperinci, Hasan al-

Banna menjelaskan tujuan pendidikan ini ke dalam beberapa tingkatan, mulai

dari tingkat individu, keluarga, masyarakat, organisasi, politik, negara,

sampai tingkat dunia. Hal tersebut diuraikan secara panjang lebar dalam

kitabnya Risalat Al-Ta’lim, dalam Majmu Rasa’il Al-Imam Al-Syahid Hasan

al-Banna.

Yang paling relevan dengan kajian kita adalah tujuan pendidikan pada

tingkat individu karena individu merupakan sasaran utama dalam program

pendidikan. Menurut Hasan al-Banna, tujuan pendidikan pada tingkat

individu mengarah pada beberapa hal, di antaranya sebagai berikut.

a. Setiap individu memiliki kekuatan fisik sehingga mampu menghadapi

berbagai kondisi lingkungan dan cuaca.

b. Setiap individu memiliki ketangguhan akhlak sehingga mampu

mengendalikan hawa nafsu dan syahwatnya.

c. Setiap individu memiliki wawasan yang luas sehingga mampu

menyelesaikan berbagai persoalan hidup yang dihadapinya.

d. Setiap individu memiliki kemampuan bekerja dalam dunia kerjanya.

e. Setiap individu memiliki pemahaman akidah yang benar berdasarkan

Alquran dan sunnah.

f. Setiap individu memiliki kualitas beribadah sesuai dengan syariat Allah

dan rasul-Nya.

g. Setiap individu memiliki kemampuan untuk memerangi hawa nafsunya

dan mengokohkan diri di atas syariat Allah melalui ibadah dan amal
kebaikan.

h. Setiap individu memiliki kemampuan untuk senantiasa menjaga waktunya

dari kelalaian dan perbuatan sia-sia.

i. Setiap individu mampu menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain.

4. Metode Pendidikan

Metode diartikan cara atau jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan,

dalam hal ini mencapai tujuan pendidikan. Tujuan utama penggunaan metode

ini adalah untuk memperoleh efektivitas dari kegiatan pendidikan. Adanya

efektivitas ditandai dengan terwujudnya keharmonisan hubungan antara

pendidik dan peserta didik sehingga di antara keduanya timbul rasa senang

mengerjakan suatu pekerjaan karena apa yang dikerjakannya itu ada

manfaatnya.

Hasan al-Banna mempunyai perhatian yang sungguh-sungguh terhadap

metode pendidikan. Menurutnya, keberhasilan pembinaan yang dilakukan

adalah karena adanya guru atau pendidik yang baik. Pendidik yang baik

ditandai dengan beberapa kriteria, di antaranya ia harus memiliki:

1. pemahaman Islam yang benar,

2. niat yang ikhlas karena Allah,

3. aktivitas hidup dan kehidupan yang dinamis,

4. kesanggupan dan menegakkan kebenaran,

5. pengorbananjiwa, harta, waktu, kehidupan, dan segala sesuatu yang

dimilikinya,

6. kepatuhan dan menjalankan syariat Islam,

7. keteguhan hati,

8. kemurnian pola pikir,

9. rasa persaudaraan yang berdasarkan ikatan akidah, dan


10. sifat kepemimpinan

Hasan al-Banna sangat memperhatikan pendidik sebagai faktor penentu

dalam keberhasilan proses pendidikan. Menurutnya, salah satu keberhasilan

pendidikan ditentukan oleh kualitas pendidik, baik kualitas dari segi keilmuan

maupun kualitas keteladanan atau akhlaknya. Oleh karena itu, seorang

pendidik dituntut untuk senantiasa bekerja secara professional, yakni memiliki

kompetensi, komitmen, wawasan, visi, sikap, dan penampilanyang sesuai

dengan kultur lingkungannya. Kompetensi berati memiliki keahlian yang

bermutu, yang muncul dari pendidikan dan pelatihan khusus, seperti lembaga

pendidikan guru. Guru yang berkomperensi adalah mereka yang benar-benar

ahli, terampil, cakap, tangguh, dan berkualitas dalam menjalankan tugas dan

tanggung jawabnya.

Adapun metode pendidikan yang ditawarkan oleh Hasan al-Banna

meliputi enam metode, yaitu: metode diakronis, metode sinkronik-analitik,

metode hallul musykilat, metode tajribiyyat, metode al-istiqra’iyyat, dan

metode al-istinbathiyyat. Dari keenam metode ini, secara singkat dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a. Metode diakronis, yaitu suatu metode pengajaran yang menonjolkan

aspek sejarah. Metode ini memberi kemungkinan ilmu pengetahuan

sehingga anak didik memiliki pengetahuan yang relevan, memiliki

hubungan sebab akibat atau kesatuan integral. Oleh karena itu, metode

ini disebut juga dengan metode sosio-historis.

b. Metode sinkronik-analitik, yaitu metode pendidikan yang memberi

kemampuan analisis teoretis yang sangat berguna bagi perkembangan

keimanan dan mental intelektual. Metode ini banyak menggunakan

teknik pengajaran seperti diskusi, lokakarya, seminar, resensi buku, dan


lain-lain.

c. Metode hallul musykilat (problem solving), yaitu metode yang digunakan

untuk melatih anak didik berhadapan dengan berbagai masalah dari

berbagai cabang ilmu pengetahuan sehingga metode ini sesuai untuk

mengembangkan potensi akal, jasmani, dan qalb.

d. Metode tajribiyyat (empiris), yaitu metode yang digunakan untuk

memperoleh kemampuan anak didik dalam mempelajari ilmu

pengetahuan agania dan ilmu pengetahuan umum melalui realisasi,

aktualisasi, serta internalisasi sehingga menimbulkan interaksi sosial.

Metode ini juga sangat cocok untuk pengembangan potensi akal, hati,

dan jasmani.

e. Metode al-istiqraiyyat yaitu metode yang digunakan agar anak didik

memiliki kemampuan riset terhadap ilmu pengetahuan agama dan umum

dengan cara berpikir dari hal- hal yang khusus kepada hal-hal yang

umum, sehingga metode ini sesuai untuk mengembangkan potensi akal

dan jasmani.

f. Metode al-istinbathiyyat (deduktif), yaitu metode yang digunakan untuk

menjelaskan halhal yang umum kepada hal-hal yang khusus, kebalikan

dari metode induktif

5. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari pemikiran Hasan al-Banna tentang pendidikan

adalah sebagai berikut:

1) Hasan al-Banna memberikan uraian secara panjang lebar perihal

pendidikan Islam, mulai dari tujuan, materi, dan metode pendidikan.

2) Materi pendidikan meliputi tiga aspek, yaitu materi pendidikan akal,

jasmani, dan hati (qalb). Ketiga materi tersebut dapat diperoleh dari ilmu
pengetahuan agama, eksakta, ilmu sosial dan cabang-cabangnya.

3) Metode pendidikan yang dapat diterapkan dalam proses pendidikan

meliputi enam model; yaitu metode diakronis, sinkronik-analitik, hallul

musykilat, tajribiyyat, al-istiqraiyyat, dan metode al-istinbatiyyat.


DAFTAR PUSTAKA

A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2010, cet .2.


Muhammad Muhith Ishaq, Fiqh Politik Hasan Al-Banna, Jakarta:Robanni
Press,2012.
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002.
Ris’an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Moderen Dalam Islam, Jakarta: Rajawali
Pers, 2013, Cet.1.
Yusuf Qaradhawi, Aku Dan Al Ikhwan Muslimun, diterjemahkan Oleh M. Lili Nur
Aulia, dari Judul Asli Mudzakkirat Al Qaradhawi, Jakarta: Tarbawi
Press,2007.
Zainal Abidin, Filsafat Pendidikan Islam: Pengantar Kearah Pemikiran
Kependidikan Dalam Islam, Yogyakarta: Kaukaba, 2014.

Anda mungkin juga menyukai