Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tokoh-tokoh pembaru mulai bermunculan pada awal abad ke-18 banyak sekali
tokoh-tokoh pemikirna islam merusmskan sebuah garakan pembaharuan. Tujuan mereka
tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mengajak kita untuk keluar dari kejumuddan.
Gerakan-gerakan yang ditawarkan oleh tokoh pembaru adalah Gerakan yang tidak hanya
memandang syariat dalam satu sudut pandang, namun dari berbagai pandangan dengan
ilmu-ilmu umum.

Di Indonesia sendiri banyak tokoh-tokoh pembaharu sejak awal abad ke-19. Salah
satu nama tokoh pembaru yang akan kita angkat pada tema pembahasan kali ini ialah
Muhammad Yunus sang tokoh pembaharu yang menggerakan motorika pergerakan
pembaharuan dalam ilmu Pendidikan islam. Dari beliau kita banyak belajar betapa
pentingnya seorang umat muslim menjadi seorang yang bukan hanya berilmu dalam ilmu
agama tetapi juga dengan ilmu umum.

Maka dari itu diharapkan dari adanya makalah ini dapat diambil sebuah intisari yang
bisa menyemangati kita untuk semangat belajar.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Siapa Mahmud Yunus?
2. Apa itu kitab tafsir Al Quran Al Karim?
3. Bagaiman Metode dan Coraknya?
BAB II

PEMBAHASAN

Profil Muhammad Yunus

Muhammad Yunus lahir di desa Sungayang, Batusangkar, Sumatera Barat, Sabtu


10 Febuari 1899.Keluaganya dikenal sebagai tokoh agama terkemuka. Sang ayah
bernama Yunus bin Icek, beliau seorang pengajar di masjid yang dikelola sendiri. Ibunya
bernama Hafsah binti Imam Samiun yang merupakan anak Engku Gadang M Tahir bin
Ali, pendiri dan pengurus surau di wilayah itu.

Sejak kecil, Muhammad Yunus didik dalam lingkungan agama. Muhamad yunus
tidak pernah duduk di sekolah umum. Ketika berumur tujuh tahun, Mahmud berguru
dengan kakeknya sendiri untuk belajar Al-Quran serta ibadah lainnya. Muhammad
Yunus dulu sempat duduk di sekolah desa selama tiga tahun, namun di tahun setelahnya
pada kelas empat beliau hengkang dari sekolah itu sebab merasa tidak betah dengan
pelajaran yang diulang-ulang. Setelah itu ia memutuskan memasuki Madrasah di Surau
Tanjung Pauh bernama Madras School, diasuh oleh H.M Thalin Umar, seorang tokoh
pembaru Islam Minangkabau.

H,M Umar tahlib tercatat sebagai orang yang erpengaruh dalam pembentukan
keilmuan Muhammad Yunus. Melalui tulisan-tulisan dari gurunya itu, Muhammad Yunus
lahir semangat pembaharuan. Contoh semangat pembaruan yang diwariskan adalah dalm
kitab Al-Munir, ditekankan untuk menguasai pengetahuan umum serta bahasa Eropa.
Karena itu pula santri di surau asuhan H.M Umar Thalib diwajibkan mempelajari ilmu
agama, Bahasa Eropa maupun ilmu pengeahuan umum. Maksudnya agar para santri dapa
juga memanfaatkan ilmu-ilmu tersebut bagi peningkatan kesejahteraan umat dan
kemajuan islam.

Saat duduk di Madras School tahun 1917-1823, Gerakan pembaruan islam di


Minang kabau mulai tumbuh berkat para alumni Timur Tengah. Umumnya pembaruan
Islam terbentuk dalam dua rupa purifikasi dan modernisasi. Langkah yang diambil para
alumni adalah pengembalian islam ke zaman awal islam dan menyingkirkan segala
tambahan yang datang dari zaman setelahnya (Purifikasi).
Muhammad Yunus mulai terbawa arus pergerakan pembaruan saat
berlangsungnya rapat besar ulama Minagkabau tahun 1919 di Padang Panjang. Hadirnya
ia disana utuk mewakili gurunya. Pertemuan itu secara tidak langsung memengaruhi pola
pemikiran pembaruannya. Pendapat yang di lontarkan oleh Sebagian tokoh pembaru
seperti Abdullah Ahmad dan Abdul karim Amirullah mendobrak hatinya sehingga
menggebu-gebu.

Bersama staf pengajar lainnya yang bergiat di gerakan pembaruan, tahun 1920
Muhammad yunus membentuk perkumpulan pelajar Islam di Sungayang bernama
Sumatera Thawalib. Salah satu kegiatan kelompok ini adalah menerbitkan majalah al-
Basyir dengan Muhammad Yunus menjadi pemimpin redaksinya. Interaksi yang kian
intens dengan gerakan pembaru, mendorongnya untuk menimba pengetahuan lebih jauh
di Mesir. Tidak mudah untuk mewujudkan hasratnya itu, berbagai kendala dihadapi.
Namun pada akhirnya kegigihanya, ia dapat mengantarkannya ke al-Azhar, Kairo, tahun
1924.

Selama duduk disana ia mempelajarai ushul fiqih, ilmu tafsir, fiqih Hanafi dan ilmu
lainnya. Muhammad yunus adalah seorang murid yang cerdas. Hanya dalam satu tahun,
ia erhasil mendapatkan Syahadah Alimiyah dari al-Azhar dan menjadi orang Indonesia
kedua yang memperoleh predikat itu.

Dengan pencapaiannya itu ia masih belum merasa cukup sebab pengetahuan


umumnya belum meningkat. Ia pun berkeinginan melanjutkan studi ke madrasah Dar al-
Ulum yang mengajarkan penetahuan umum. Muhammad Yunus kemudian mengikuti
seluruh persyaratan yang diminta dan terbukti mampu memenuhinya. Dia dietakan
sebagai mahasiswa di kelas bagian malam (qiyam lail). Semua mahasiswanya
berkebangsaan Mesir, kecuali ia. Tercatat bahwa ia orang Indonesia pertama yang masuk
di Dar al-Ulum.

Perkuliahanya berakhir dengan lancar. Tahun 1929, ia menerima ijazah dipoma guru
dengan spesialisasi bidang ilmu kependidikan. Setelah itu, ia Kembali ke kampung
halamannya di Sungyang Batusangkar. Gerakan pembaruan ternyata telah berkembang
disana. Tentu ini merupakan angin segar bagi Muhammad Yunus yang setelahnya
mendirikan dua Lembaga Pendidikan Islam, ahun 1931, yaitu al-Jamiah Islamiah di
Sungayang dan Norma Islam di Padang. Di kedua Lembaga ini diterapkanlah
pengetahuan dan pengalaman yang didapatya dari Dar al-Ulum, kairo. Karena
kekurangan pengajar, al-jamiah Islamiyah ditutup tahun 1933. Sedangkan norma islam
hanya menerima tamatan madrasah 7 tahun dan dimasudkan untuk mendidik calon guru.
Ilmu yang diajarkan berupa ilmu agama, bahasa Arab, pengetahuan umm, ilmu mengajar,
ilmu jiwa dan ilmu Kesehatan.

Dua penekanan dalam pembaruan Muhammad Yunus di lembaga pendidikannya


yakni pengenalan pengetahuan umum dan pembaruan pengajaran bahasa Arab.
Pengajaran pengetahuan umum di sekolahnya sebenarnya tidaklah baru. Tahun 1909
Abdullah Ahmad sudah mengajarkan berhitung, bahasa Eropa di Adabiyah School.
Sementara Muhammad Yunus menambahkan beberapa pelajaran umum semisal ilmu
alam, hitung dagang, dan tata buku. Pada bidang pengajaran bahasa Arab, pembaruan
Muhammad Yunus tak hanya menekankan penguasaan bahasa Arab, namun juga
menunjukkan bagaimana secara didaktis-metodis modern para siswa menguasai bahasa
tersebut dengan cepat dan mudah. Dia memimpin Normal Islam selama 11 tahun, mulai
19311938- dan 1942 dan 1946. Pada tahun 30-an, dia juga aktif di organisasi Islam antara
lain menjadi salah satu anggota Minangkabau Raad. Lantas tahun 1943 dipilih menjadi
Penasehat Residen mewakili Majelis Islam Tinggi. Demikian pula di kementerian agama
yakni dengan menjabat selaku Kepala Penghubung Pendidikan Agama.
Di tahun 1970 kesehatan Muhammad Yunus menurun dan berulang kali masuk
rumah sakit. Tahun 1982, ia memperoleh gelar doctor honoris causa di bidang ilmu
tarbiyah dari IAIN Jakarta atas karya-karyanya dan jasanya dalam pembangunan islam di
Indonesia. Sepanjang hidupnya, Muhammad Yunus menulis tidak kurang dari 43 buku,
pada tahun 1982, Muhammad Yunus meninggal dunia.

Buah tangan Mahmud Yunus

1. Bidang Pendidikan Sejarah

Pendidikan Islam di Indonesia (Penerbit Mutiara Jakarta, 1997), Pendidikan di Negara


negara Islam dan Intisari Pendidikan Barat (CV. Al-Hidayah Jakarta, 1968), Pengetahuan
Umum dan Ilmu Mendidik: Methodik Khusus Pendidikan Agama (PT. Hidakarya Agung
Jakarta, 1980), Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia; Pokok-pokok Pendidikan
dan Pengajaran (PT. Hidakarya Agung Jakarta, 1978), Al-Tarbiyah wal Ta’lim
(Pendidikan dan Pengajaran).

2. Bidang Bahasa Arab


Pelajaran Bahasa Arab I, Pelajaran Bahasa Arab II, Pelajaran Bahasa Arab III, Pelajaran
Bahasa Arab IV, Durus Al-Lughat Methodik Khusus Bahasa Arab: Kamus Arab
Indonesia: Contoh Tulisan Arab, (17) Muthall’ah wa Mahfuzhar (Bedah Buku dan Kata
Mutiara): Darus Al-Lughat al-’Arabiyah II (PT. Hidakarya Agung Jakarta, 1980): Durus
Al-Lughat Al-Arabiyah III (PT. Hidakarya Agung Jakarta, 1980): Muhadatsat Al-
Arabiyah/ Percakapan: Bahasa Arab (PT. Hidakarya Agung Jakarta, 1981):Al-Muktarat
Lil Muthalla’ah wal Mahfuzhat (Kapita Selekta Bedah Buku dan Kata Mutiara).

3. Bidang Fiqh (Hukum Islam)

Bukunya Antara lain: Marilah Sembahyang I (Hidakarya Agung, Jakarta, 1979),


Marilah Sembahyang II (Hidakarya Agung Jakarta, 1979), Puasa dan Zakat (Hidakarya
Agung Jakarta, 1979), Haji ke Mekkah (Hidakarya Agung Jakarta, 1979), Hukum
Warisan dalam Islam (Hidakarya Agung, Jakarta 1974), Hukum Perkawinan dalam Islam
4 Mazhab (Hidakarya Agung, Jakarta, 1979), Pelajaran Sembahyang untuk Orang
Dewasa: Soal jawab Hukum Islam: Fiqh Al-Wadhih I: Al-Fiqh Al-Wadhih II (Hidakarya
Agung, Jakarta, 1935), Al- Fiqh Al-Wadhih III (Hidakarya Agung Jakarta,1936),
Mabadi’ al- Fiqh Al-Tsanawiy:Tarikh Al-Fiqh Al- Islamiy (Sejarah Fiqh Islam), Al-
Masail Al-Fiqhiyah ’ala Madzahib Al-Arab’ah (Masalah Masalah Fiqh Empat Madzhab).

4. Bidang Tafsir

Tafsir Al-Qur’an Karim 30 Juz Tafsir Al-Fatihah (Sa’adiyah Putra, Padang Panjang
Jakarta, 1971), Tafsir Ayat Akhlak (Al- Hidayah Jakarta, 1975), Juz ’Amma dan
Terjemahnya (Hidakarya Agung, Jakarta, 1978), Tafsir Al-Qur’an Juz 110-, Pelajaran
Huruf Al-Qur’an I-II, 1973: Kesimpulan Isi Al-Qur’an, Tahun 1978, Alif Ba Ta wa Juz
’Amma Muhadharat Al-Israiliyat fi Tafsir wal Hadits (Cerita Israiliyat dalam tafsir dan
hadist), Tafsir Al-Qur’an Karim Juz II 20, 1973, Tafsir Al-Qur’an Karim juz 211973 ,30-,
Kamus Al-Qur’an I: Kamus Al-Qur’an II Kamus Al-Qur’an Juz 130- (Hidakarya Agung
Jakarta, 1978: Surat Yasin dan Terjemahannya, 1977).
5. Bidang Akhlak

Keimanan dan Akhlak I (1979): Keimanan dan Akhlak II (1979): Keimanan dan Akhlak
III (1979): Keimanan dan Akhlak II (1979): Beriman dan Berbudi Pekerti (Hidakarya
Agung, Jakarta 1981): Lagu-lagu Baru Pendidikan Agama/ Akhlak Bahasa Indonesia:
Moral Pembangunan dalam Islam: Akhlak (1978).
6. Bidang Sejarah Islam
Sejarah Islam di Minangkabau tahun 1971: Tarikh Al-Islam (Hidakarya Agung, Jakarta,
1971).

7. Bidang Perbandingan Agama

Ilmu Perbandingan Agama (Hidakarya Agung, Jakarta, 1978), Al-Adyan (agama-agama).

8. Bidang Dakwah

Pedoman Dakwah Islamiyah (Hidakarya Agung, Jakarta, 1978).

9. Bidang Ushul Fiqh

Mudzakarat ushul Al-Fiqh

10. Bidang Tauhid

Durus Al-Tauhid (pelajaran tauhid)

11. Bidang Ilmu Jiwa

Buku Tentang Doa seperti: Kumpulan Do’a (Hidakarya Agung Jakarta, 1976), Doa-doa
Rasulullah (Hidakarya Agung, Jakarta, 1979).

12. Buku tentang Pemikiran

Mari Kembali ke Al-Qur’an (Hidakarya Agung Jakarta, 1971) dan Al-Syuhur Al-
Arabiyah fil Bilad Al-Islamiyah.

13. Buku tentang Kisah

Beberapa Kisah Nabi dan Khalifahnya (Hidakarya Agung, Jakarta, 1980), Khulashah
Tarikh Hayat Al-Ustadz Mahmud Yunus (Ringkasan Biografi Mahmud Yunus).

14. Buku tentang Pelajaran Agama

Pemimpin Pelajaran Agama I: Pemimpin Pelajaran Agama II: Pemimpin Pelajaran


Agama III (Al-Hidayah Jakarta).

Latar belakang dan sejarah penulisan Minat

Minat Mahmud Yunus terhadap studi Al-Qur’an serta bahasa Arab telah
menimbulkan hasrat besar dalam dirinya. Sehingga Pada tahun 1922, beliau mulai
menterjemahkan Al-Qur’an dan diterbitkan dengan huruf Arab- Melayu untuk memberi
pemahaman bagi mayarakat yang belum begitu paham bahasa Arab. Meskipun waktu itu
umumnya ulama Islam mengatakan haram menterjemah Al-Qur’an, tetapi beliau sekali
tidak terpengaruh bantahan tersebut dan beliaupun tetap melanjutkan usahanya
menterjemahkan Al-Quran Al-Karim tersebut.

Karya ini merupakan salah satu pionir bagi karya dalam kajian Al-Qur’an di
Indonesia dalam bentuk baru, yaitu dilihat dari sudut keberanian menampilkan
terjemahan Al-Qur’an di tengahtengah masyarakat yang masih menganggap haram
menterjemahkan Al-Qur’an di luar bahasa Arab. Karena menurut gagasan mayoritas
dalam ortodoksi Islam, bahwa terjemahan Al-Quran dalam pengertian yang sebenarnya
dari kata tersebut adalah suatu kemustahilan. Gagasan ini terutama didasarkan pada
karakter i’jaz (keunikan) Al-Quran yang tidak bisa diimitasi atau ditandingi manusia
dengan cara apapun. Menurut sudut pandang ini, karakteristik tersebut akan hilang dalam
terjemahan Al-Quran, karena terjemahan dibuat oleh manusia.

Namun usaha Mahmud Yunus tersebut terhenti, karena beliau pergi melanjutkan
studinya ke Mesir pada tahun 1924 M. Ketika belajar di Darul ‘Ulum beliau mendapatkan
pelajaran dari Syaikh di sana, bahwa menterjemahkan Al-Qur’an itu hukumnya adalah
mubah (boleh), bahkan dianjurkan atau termasuk fardhu kifayah dengan tujuan untuk
menyampaikan dakwah Islamiyah kepada bangsa asing yang tidak mengetahui bahasa
Arab. Karena bagaimana mungkin dapat menyampaikan kitabullah kepada mereka, jika
tidak diterjemahkan ke dalam bahasa mereka. Dengan menerima pelajaran tersebut
membuat Mahmud Yunus merasa berbesar hati, karena hal itu sesuai dengan usaha
menterjemahkan Al-Qur’an yang selama ini beliau tekuni.

Setelah kembali dari Mesir, maka dengan berbagai ilmu yang telah diserap pada
bulan Ramadhan tahun 1354 H (Desember 1935) beliau mulai kembali menterjemahkan
Al-Quran dan disertai tafsir ayat-ayatnya yang dianggap penting yang kemudian beliau
beri nama : Tafsir Al-Quran Al-Karim.

Dengan susah payah karya tafsir tersebutpun di terbitkan 2 juz setiap bulan.
Sedang dalam menterjemahkan juz 7 sampai dengan 18 Mahmud Yunus dibantu oleh
H.M.K. Bakry. Sehingga pada bulan April 1938 dengan pertolongan Allah Ta’ala
selesailah terjemahan Al-Qur’an dan tafsirnya lengkap 30 juz dan didistribusikan ke
seluruh Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1950 dengan petunjuk menteri Agama
pada waktu itu Wahid Hasyim, salah seorang penerbit Indonesia berkeinginan untuk
menerbitkan Tafsir Al-Quran Al-Karim ini dengan mendapatkan fasilitas kertas dari
Menteri Agama dan di cetak sebanyak 200.000 eksemplar. kritikan dari Ulama
Yogyakarta, supaya pencetakan Tafsir Al-Quran Al-Karim ini dihentikan. Kritikan itu
dikirim kepada Menteri Agama RI, akan tetapi beliau sendiri tidak menerima kritikan
tersebut. Boleh jadi karena kritikan itu karena sebab-sebab yang lain, pemilik percetakan
itu tidak mau melanjutkan mencetak Tafsir Al-Quran Al-Karim ini, padahal pada waktu
itu sudah mulai dicetak dengan jumlah yang cukup banyak. Akhirnya diambil alih oleh
M. Baharata direktur percetakan Al Ma’arif Bandung, kemudian Tafsir ini dicetak dan di
terbitkan sebanyak 200.000 eksemplar dan dijualnya dengan harga Rp. 21 per eksemplar.

Ditegaskan oleh Mahmud Yunus bahwa tafsir ini yang juga disertai dengan
kesimpulan isi Al-Quran, bukanlah merupakan tejemahan dari kitab bahasa arab,
melainkan hasil penelitiannya sejak berusia 20 tahun sampai saat itu berumur 73 tahun.
Sebab itu tafsir ini berbeda dengan tafsir-tafsir yang lain pada masa itu. Dalam tafsir ini
yang paling dipentingkan ialah menerangakan dan menjelaskan petunujuk-petunjuk yang
termaktub dalam Al-Quran untuk diamalkan kaum Muslimin khususnya dan seluruh umat
manusia pada umumnya sebagai petunjuk universal. Selain itu ditegaskan pula sebab-
sebab majunya satu umat dan sebab- sebab mundurnya, sebab kuat dan lemahnya, sebab
tegaknya dan jatuhnya, sebab hidup dan matinya. Demikian itu dengan mengambil ‘ibrah
dan pengajaran dari sejarah umat terdahulu.

Mahmud Yunus juga menegaskan bahwa jika tafsir ini dan isi kesimpulan Al-
Qur’an yang disertakan di dalamnya memilki nilai kebenaran, maka hal itu semata-mata
merupakan hidayah dan karunia Allah. Sebaliknya, jika terdapat kekhilafan dan kesalahan
maka kesalah tersebut tidak lain merupakan kesalahan dari dirinya sendiri. Sehingga
beliau di dalam pendahuluan tafsirnya berdoa: “Ya Tuhan kami, jangan siksa kami jika
kami lupa atau salah. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. Dan terimalah terima taubat kami, sesungguhnya Engkau penerima taubat
lagi Maha Penyayang”.1

Metode dan corak tafsir

1
http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/al-fikra/article/viewFile/3665/2446
Membaca setiap lembar dari karya mahmud Yunus ini, maka akan dapati
penyajian ulasan ayat- ayat Al Qur’an dalam Tafsir Al Qur’an Al Karim lebih
menonjolkan aspek-aspek metode ijmali (Hal ini jika mengikuti teori yang
diklasifikasikan oleh Al Farmawi yang membagi menjadi empat metode tafsir, yaitu:
tahlili, ijmali, muqaran dan maudhu’i. Metode ijmali adalah suatu penafsiran ayat-ayat Al
Qur’an, di mana penjelasan yang dilakukan cukup singkat dan global. Dengan kata lain
penafsiran dengan metode ini berusaha menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an secara ringkas
tapi dengan menggunakan bahasa yang popular, mudah dimengerti dan enak dibaca.
Sedangkan mufassir diharapkan dapat menghidangkan makna-makna dalam bingkai
suasana Qur’ani. Maksudnya, penyajian tafsir dengan metode ini tidak terlalu jauh dari
gaya bahasa Al Qur’an sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan masih tetap
mendengar Al Qur’an. Sehingga dengan penggunaan metode ini, akan timbul kesan mirip
dengan terjemahan secara tafsir

Pendapat lain berucap bahwa metode yang digunakan ialah metode tahlili yang
mana penulisnya menguraikan makna yang dikandung oleh al-Qur’an, ayat demi ayat dan
surah demi surah sesuai urutannya di dalam mushaf. Uraian tersebut menyangkut
berbagai aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan seperti pengertian kosa kata,
konotasi kalimatnya, latar belakang turun ayat, dan tak ketinggalan pendapat pendapat
yang berkenaan dengan tafsir ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh nabi,
sahabat, para tabi’in maupun ahli tafsir lainnya.2

Sebagai contoh bagaimana Mahmud Yunus menjelaskan arti kosa kata pada ayat
tertentu adalah misalnya kata ‫ ولي ج أولي**اء‬pada ayat 175 dalam surah ali Imran/3, ia
menguraikan :

Arti waliy = maulaa, yakni yang menolong, yang memelihara, yang memimpin,
seperti: Allahu waliyu’lmukminin artinya, Allah wali = Yang menoling orang2 Mukmin.

Arti waliy = yang ditolong, yang dipelihara yang dipimpin, seperti: al-Mukminu
waliyu’llaah, artinya: orang Mukmin wali = yang ditolong Allah, dan seperti Asy-
syaithanu yukhauwifu auliya-ah, artinya: Syaitan itu mempertakuti wali2nyayang
dipimpinnya, yang ditolongnya.

2
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1998), hlm. 31
Arti waliy = wali nikah, wali anak yatim dsb. Pendeknya arti wali itu = dua orang
yang sangat berdekatan, menolong atau ditolong.3

Dalam upaya menghadirkan makna-makna yang terkandung dalam setiap ayat Al


Qur’am, Mahmud Yunus tampak kecenderungannya menggunakan kekuatan nalarnya
(ra’yi). Namun beliau juga berusaha menampilkan riwayat-riwayat yang berkenaan
dengan penjelasan makna suatu ayat, meskipun relatif sedikit jumlahnya. Maka dari itu
dapat disimpulkan bahwa beliau menggunakan gabungan antara bil ma’tsur dan bil ra’yi.

Salah satu contoh Mahmud yunus menggunakan metode bil Ma’tsur ialah Ketika
Mahmud Yunus seringkali menafsirkan satu ayat Mahmud Yunus seringkali
menafsirkanya dengan ayat lain pada surah yang berbeda. Ketika menafsirkan ayat 41
dari surah al-rum/30 tentang kerusakan yang terjadi di darat dan di lautan karena ulah
manusia, ia menjelaskan ayat ini dengan menghubungkannya dengan ayat 208.

dari surah al-Baqarah/2. Ia menulis :


Dalam ayat 208 surah al-Baqarah juz ke II hal 44. Allah menyuruh, supaya
manusia hidup dalam perdamaian dan berkasih-kasihan antara satu sama lain, supaya
dunia ini aman sentosa. Tetapi kebanyakan manusia tidak mau menurut perintah Allah
itu, malahan mereka suka berbantah-bantah, bermusuh-musuhan dan berperang-perangan,
sehingga bertebarlah bencana (kerusakan) di muka bumi, baik di daratan maupun di
lautan.

Ringkasnya kerusakan yang terjadi karena peperangan itu, tidak dapat kita
lukiskan dengan tulisan. Cukuplah tuan-tuan membacanya dalam surat-surat kabar.
Semuanya itu sebabnya ialah karena usaha manusia itu sendiri, supaya mereka menerima
sebagian dari balasan (siksa) Allah karena tidak mau menurut perintahnya. Mudah-
mudahan mereka insaf dan taubat kepada Allah.

Dalam bentuk tafsir bi al-ra’y, juga ditemukan di beberapa tempat dalam


tafsirnya. Ia misalnya, ketika menafsirkan ayat dari QS al-Baqarah/2: 163. Dengan
panjang lebar ia menulis : Tuhan kita ialah Tuhan yang Esa, buktinya ialah:

Tentang kejadian langit dan bumi. Jika kita perhatikan peralanan bumi mengedari
matahari, bulan mengedari bumi dan bintang-bintang beredar, semuanya berjalan dengan
3
Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim, hlm. 98
teratur, sepeti kereta api yang berjalan diatas relnya. Menurut akal yang waras, tak dapat
tidak mestilah ada yang mengaturnya dan yang mengadakannya. Jika terlalai yang
memelihara itu satu menitpun, niscaya perjalanannya menjadi gagal atau rusak.
Sebenarnya di sana ada kekuatan tarik menarik, tetapi kekuatan itu Allah juga yang
mengadakannya.

Selanjutnya, berkenaan dengan corak tafsir yang merupakan tujuan instruksional


dari suatu penafsiran yang coba ia tuangkan dalam karya tafsirnya nampak
kecenderungannya pada aspek-aspek sosial kemasyarakatan, yaitu suatu kecenderungan
yang berusha menafsirkan Al Qur’an dengan keadaan sosial masyarakat yang ada di
sekitar penafsir. Dan jika mengkuti klasifikasi yang dibuat oleh Muhammad Amin Suma,
maka dapatlah dikatakan Mahmud Yunus lebih berorientasi pada bidang keahliannya,
yaitu kependidikan dan akhlak (corak tarbawi akhlaqi). Mengingat Mahmud Yunus
terlihat mencoba memunculkan aspek-aspek pendidikan dan pesan etik moral seperti apa
saja yang terkandung dari setiap ayat yang ia tafsirkan.

karena didominasi penafsiran mengenai sosial kemasyarakatan, maka corak tafsir


Mahmud Yunus yakni corak adabu ijtima’i. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim juga bercorak
ilmi, karena terlihat dari beberapa penafsiran al-Qur’an mengenai kemajuan pendidikan
yang disesuaikan dengan zaman, bahwasanya Islam tidak bertentangan dengan ilmu
pengetahuan umum. Bahkan Mahmud Yunus sudah banyak berkontribusi dalam
pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia, termasuk dalam pengajaran Bahasa Arab.4

4
http://digilib.uinsgd.ac.id/30649/2/MENELUSURI%20PENGARUH%20PEMBAHARUAN%20DI
%20MESIR.pdf
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Muhammad Yunus lahir di desa Sungayang, Batusangkar, Sumatera


Barat, Sabtu 10 Febuari 1899. Keluaganya dikenal sebagai tokoh agama
terkemuka. Sang ayah bernama Yunus bin Icek, beliau seorang pengajar di
masjid yang dikelola sendiri. Ibunya bernama Hafsah binti Imam Samiun yang
merupakan anak Engku Gadang M Tahir bin Ali, pendiri dan pengurus surau di
wilayah itu. Muhamad Yunus menulis tidak kurang dari 43 buku, pada tahun
1982, Muhammad Yunus meninggal dunia. Kitab Tafsir Al-Quran Al-Karim
ditulis dengan metode tahlili. Corak Tafsir ini ialah adabu ijtima’I dan Ilmi
Beliau mengkombinasikan sumber penafsirannya dengan bil ra’yi dan bil
ma’stur.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Dalip. 2020. “MELACAK METODOLOGI PENAFSIRAN MAHMUD


YUNUS DALAM KITAB TAFSIR “QURAN KARIM.” Tafsere. Volume 8 Nomor 1.

Khairunnas Jamal. 2017. WAWASAN KEINDONESIAAN DALAM TAFSIR


AL QUR’AN AL KARIM KARYA MAHMUD YUNUS. Al-Fikra: jurnal ilmiah keislaman.
Vol. 16, No. 1.

M. Amursid & Amaruddin Asra. 2015. STUDI TAFSIR AL-QUR’AN AL-


KARIM KARYA MAHMUD YUNUS. Jurnal Syahadah. Vol. III. No. 2.

Anda mungkin juga menyukai