Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

Kajian Studi Tokoh Pemikiran Politik Islam


“Hasan al- Banna”

Dosen pembimbing:
DR.H. ARSYAD SOBBY KESUMA,LC., M.A

Disusun Oleh:
1. Aldo Febirada Mega Putra (1631040075)

UNIVERSITAS NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG


FAKULTAS USHULUDDIN
PEMIKIRAN POLITIK ISLAM
2019

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………................i

KATA PENGANTAR………………………………………………....................ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………...................1

BAB I PENDAHULUAN….…………………………...…………....................2

A. Latar Belakang Masalah……………………….......……………................4

B. Rumusan Masalah………………………...….….……………...................6

BAB II PEMBAHASAN………………………………..………….................. 7

A. Biografi Hasan Al-Banna …………………………........……..………6


B. Karya-Karya Hasan al-Banna ……………………………...…..………7
C. Ide-ide Pembaharuan Hasan Al-Banna………………………………..… 9
D. Gerakan Hasan Al-Banna ……………………….................................…14
E. Hasan Al-Banna Dan Pemikiran Politik Ikhwan …………………..…17
F. Pemikiran Politik Hasan al- Banna.................... ………………....…20

BAB III PENUTUP…….............…..……..…...........…….…..……..…..............23

A. Kesimpulan……..……..…...........…..……..…...........…..........................23
B. Daftar Pustaka……..…...........…..……..…...........………..……..…........26

2
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca. Harapan saya semoga makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih
baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

3
BAB1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semenjak kehadirannnya, Islam selalu menoreh sejarah dan peradaban.
Mulai dari zaman permulaannya yaitu zaman Nabi Muhammad, kemudian
pada zaman sepeninggal beliau yaitu masa kekhalifahan dimana Islam mulai
berkembang dan mencapai puncak ke-emasannya. Hingga pada masa
kemundurannya, lalu kembali merangkak bangkit hingga hari ini.
Semuanya tidak lepas dari peran para pemuda dan mujahid-mujahid
Islam yang gigih berjuang tanpa kenal lelah. Demi tegaknya kalimatillahi
ta’ala. Dalam dunia Islam dari masa kemasa, dalam setiap kurun yang dilalui
umat ini, selalu terdapat didalamnya krisis dalam aspek-aspek tertentu.
Godaan, cobaan, rintangan dan tantangan selalu menerpa setiap gerak maju
umat Islam.  Seiring dengan itu pula selalu bermunculan tokoh-tokoh yang
pembaharu. Tidak terkecuali pada masa gejolak mesir, muncullah seorang
tokoh yang mempunyai perhatian terhadap  kondisi umat yang kian terpuruk
ini,  yaitu Hasan Al Banna. Seorang anak muda yang lahir disebuah kota kecil
di pojok iskandariah, mesir. Beliau sangat khawatir dengan kondisi umat Islam
kala itu, ditambah lagi dengan pendindasan kaum penjajah. Belum lagi konflik
internal di berbagai lini kehidupan yang menerpa negeri musa as tersebut,
membuat hati beliau terenyuh dan bercita-cita untuk bangkit dari semua
kendala ini.
Melalui, latar belakang diataslah penulis mencoba untuk mengupas
perjalanan hidup beliau, pergerakan beliau, kontribusi dan sumbangsi beliau
dalam peradaban Islam hingga nama beliau tercatat dalam ulasan sejarah.
B. Rumusan Masalah
Guna melancarkan dalam penulisan atau agar tidak melebarnya pokok
pembahasan maka kami dari penulis membuat rumusan masalah adapun
rumusan masalah itu adalah :
a. Bagaimana riwayat Hasan Al-Banna ?
b. Apa kontribusi pemikiran Hasan Al-Banna.?

4
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan yakni:
a. Mengetahui Kehidupan Hassan Al Banna
b. Mengetahui Latar belakang pemikiran Hasan Al banna
c. Memamparkan membagi wawasan tentang Hassan Al banna

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Hasan Al-Banna
Hasan al-banna Dilahirkan pada bulan Oktober 1906 di kota
Mahmudiyyah provinsi Buhayra, Ia anak yang tertua dari lima bersaudara
Laki-laki, Ayahnya bernama Syaikh Ahmad ibn Abd al-rahman ibn
muhammad al banna yang di beri gelar al-sa’aty (Tukang jam) yang menjadi
guru dan imam di masjid Ma’zoon. Ayahnya ini semasa dengan Muhammad
Abduh ketika belajar di al-Azhar, dan pernah menyerahkan kitab hadist
Musnad al-imam Ahmad Ibn Hanbal. Hasan dibesarkan dari keluarga
berpendidikan dan taat agama, kaya, dan dihormati1
Pada masa kanak-kanak Hasan al-Banna mendapatkan langsung
pendidikan dari orang tuanya tentang Al-quran, Hadist, Fiqih, Bahasa, dan
tasawuf. Pada 1920 ia meneruskan sekolah guru di Damanhur. Ketika itu ia
hafal Al-Qur’an sebelum umur 14 tahun dan pada umur 16 tahun ia
melanjutkan pelajaran di Dar al-Ulum Kairo. Ia juga dikenal sebagai pengikut
tarekat dan penganut Mazhab Hambaly2
Pada September 1927 ia bekerja sebagai guru, ia memilih pekerjaannya
sebagai guru karena ia melihat para pendidik adalah sumber cahaya terang
benderang yang menerangi masyrakat banyak.3
Hasan al-Banna banyak menyerap bacaan dari luar kurikulum sekolah. Ia
memiliki ingatan yang kuat sehinggal menghimpun banyak catattan tertulis,
baik berupa prosa, puisi. Ia tidak pernah berhenti membaca dari perpustakaa
ayah nya dan gurunya syaikh Muhammad Zahran. Pada waktu itu ia hanya
memusatkan untuk mendalami tiga hal yaitu
1. Al-Qur’an, Hadist dan ilmu agama keseluruhan
2. Sufisme dan riwayat hidup Nabi Muhammad Saw.
3. Karya Sastra dan cerita rakyat
Selain itu ia banyak membaca buku tentang politik, sejarah dan ilmu teori
modern di bidang hukum, pendidikan, etika dll
1
Prof. Ris’an Rusli, M.A., Pembaharuan Pemikiran modern dalam Islam, Raja Grafindo persada, depok,
2013, hlm 186
2
Harun Nasution dan A. Mukti Ali, ibid.
3
Hasan al-Banna, Muzakkirat al-Da’wah wa al-Daiyah, Beirut: Al-maktabah al-islamiyah, 1974) hlm 59-60

6
Hasan al-Banna dikenal sebagai orator mampu menggugah pendengar
dengan bahasa yang jelas di mengerti dari kalangan berpendidikan dan
kalangan buta huruf, selain itu ia dikenal seorang penulis. Dirinya mempunyai
tubuh yang kuat dan sanggup mengadakan perjalanan jauh, berkerja siang
malam, berpidato, menulis, mengadakan pertemuan mengkontrol
organisasinya.4

B. Karya-Karya Hasan al-Banna


Hasan Al Banna mewariskan dua karya monumental yaitu Mudzakkirat
al Dakwah wa Da’iyah, dan Majmu’ah Rasail.5 Mudzakkirat al Dakwah wa
Da’iyah telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Memoar
Hasan Al Banna oleh Salafuddin Abu Sayyid yang diterbitkan oleh penerbit
Era Intermedia Solo. Majmu‟ah Rasail merupakan kumpulan risalah – risalah
yang ditulis Hasan Al Banna juga telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
dan diterbitkan oleh beberapa penerbit yakni penerbit Media Dakwah dengan
judul Konsep Pembaruan Masyarakat Islam,
Majmu’ah Rasail terdiri dari beberapa risalah antara lain sebagaimana
yang disebutkan oleh Ali Abdul Halim Mahmud, yaitu:
a. Risalah “Akidah” ditulis pada tahun 1350 H/1931M,
dalam risalah ini Al Banna mengumumkan target dan tujuan Ikhwan
sejalan dengan masa pertumbuhannya. Dalam risalah ini juga
ditetapkan berbagai dimensi dakwah Islamiyah, serta menegaskan
sejak semula bahwa target Ikhwan adalah untuk mewujudkan
kebaikan duniawi dan ukhrawi.
b. Risalah “Dakwah Kami” ditulis pada tahun 1936 M.
Berisi tentang program dan tujuan Ikhwan. Dalam risalah ini al
Banna membagi masyarakat ke dalam empat tipe manusia, yaitu
orang mukmin, orang yang ragu-ragu, orang yang oportunis, dan
orang yang memusuhi. Dan ia juga menjelaskan bahwa dakwah

4
Ibid., Hlm. 41-2.
5
Hery Muhammad dkk, Tokoh – Tokoh Islam yang Berpengaruh abad 20, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2006), hlm. 206

7
Ikhwan menyentuh semua sendi kehidupan. Artinya Islam adalah
agama yang mengatur seluruh dimensi kehidupan manusia.
c. Risalah “Ke Mana Kami Membawa Umat ditulis pada tahun 1936
M, di dalamnya dibahas masalah agama, politik, dan nasionalisme
secara jelas dan meyakinkan.
d. Risalah “Menuju Cahaya”ditulis tahun 1936 M,dan ditujukan
kepada Raja Faruk, kepada kepala pemerintahan pada saat itu,
Mustafa al-Nahas Pasha, dan seluruh raja, amir, dan penguasa di
semua negara Islam. Di dalamnya al-Banna menekankan
pentingnya membebaskan umat Islam dari segala bentuk ikatan
politik yang membelenggunya, dengan menggunakan segala cara
yang legal, dan dengan menerapkan sistem Islam. Dalam risalah
ini pula Hasan Al Banna mencantumkan Indonesia sebagai salah
satu negara yang harus mendapat perhatian oleh orang – orang
Islam karena Indonesia sebagai negara dengan populasi penduduk
muslim terbesar di dunia yang masih berada dalam jajahan
Belanda.
e. Risalah “Untukmu Para Pemuda” ditulis juga pada tahun 1936
M, di dalamnya Al Banna menjelaskan bentuk amal Islami yang
hendaknya dilaksanakan para pemuda. Amal itu berupa
pembentukan pribadi muslim, rumah tangga muslim, masyarakat
muslim, pemerintah muslim, dan bangsa muslim dengan
menyatukan seluruh negara Islam yang sudah dipecah belah
akibat perbedaan politik. Al Banna juga menjelaskan bahwa
keberhasilan suatu konsep ditentukan oleh empat faktor yakni
keimanan, keikhlasan, semangat dan usaha.

f. Risalah yang ditujukan kepada Konferensi Pelajar merupakan


teks pidato yang disampaikan al-Banna pada bulan Muharram
1357 H /Maret 1938 M di hadapan para pelajar muslim. Di
dalamnya Al Banna menyinggung masalah Islam dan politik,

8
kebebasan berpendapat sebagai hal yang sangat penting dalam
mencari kebenaran.
g. Risalah “Ikhwanul Muslimin di Bawah Bendera Al- Qur‟an” ( )
ini adalah pidato yang disampaikan Al Banna pada tanggal 14
Shafar 1358 H /4 April 1939 M, berisi ajakan untuk kembali
kepada Islam yaitu menyandarkan segala sendi kehidupan pada
al- Qur‟an dan sunnah.
h. Risalah “Antara Kemarin dan Hari Ini” ditulis pada tahun 1942
M. Di dalamnya al-Banna membicarakan sistem pendidikan
secara serius dan mendalam.
i. Risalah “Pengarahan”ditulis pada tahun 1943 M. Di dalamnya Al
Banna mengungkapkan program pendidikan dan pembinaan
jama‟ah, serta target dan sarana pendidikan mereka.6
C. Ide-ide Pembaharuan Hasan Al-Banna
Pemikiran pembaharuan Hasan al-Banna berdasarkan atas keyakinan bahwa
agama Islam adalah agama universal yang sesuai dengan perkembangan
peradaban manusia, yang pada intinya dapat dikemukakan dalam 5 aspek:
1. Bidang Agama
a).Fiqih; menurut Hasan al-Banna, perbedaan pendapat dalam masalah
fiqih hendaknya tidak menjadi sebab terjadinya perpecahan dalam agama,
juga tidak membawa pada permusuhan dan saling membenci. Setiap
mujtahid akan mendapatkan pahalanya. Selanjutnya al-Banna menjelaskan
bahwa para sahabat Nabi berbeda pendapat dalam masalah furu’ fiqhiyyah,
tetapi mereka tidak terpecah jamaahnya dan tidak terjadi kemarahan di
antara mereka.
b).Aqidah; dasar aqidah Islam dan seluruh hukum Islam menurut Hasan al-
Banna ialah al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Selain aqidah Islam
didasari oleh dua sumber itu, aqidah juga dikuatkan oleh akal dan
ditetapkan oleh pandangan yang benar. Oleh sebab itu, Islam melarang
bertaqlid dalam bertauhid dan umat Islam harus berpikir dalam memahami
aqidah dan mengharapkan pertolongan Allah dalam memahami dasar-

6
Ali Abdul Halim Mahmud, Ikhwanul Muslimin Konsep Gerakan Terpadu Jil 1, hlm. 365-397.

9
dasar agama sehingga dapat mencapai tingkat kesempurnaan. Dalam
bidang ini, al-Banna berusaha keras untuk memurnikannya dari aspek
syirik dan ia bermaksud untuk memberantas kemungkaran.
c).Tasawuf; ada dua macam tasawuf menurut al-Banna, tasawuf yang
dilaksanakan dengan baik dan yang dilaksanakan secara tidak baik.7
2. Bidang politik
Hasan al-Banna bercita-cita mendirikan negara yang berdasarkan kepada
al-Quran dan Hadits sebagai fungsi dasar sebagai bapak asuh dakwah
islamiyah yang berperan dalam menyatuan suara aspirasi umat islam dan
mengembangkan misi Allah. Dengan demikian fitnah kekufuran akan sirna
dengan kenyataan agama hanyalah milik Allah.
Menurut Hasan al-Banna terwujudnya suatu Negara islam adalah naluri
dari islam sendiri, karna islam tidak akan bias diterapkan secara kaffah jika
tidak ada yang mewadahi yaitu suatu Negara.
Negara islam yang dimaksud ialah benar benar menjalankan perintah
Allah. Tegaknya Islam sesuai dengan garis garis yang di tentukan Allah dan
dijelaskan oleh Rasul-Nya. Islam mustahil akan tegak secara kaffah jika
dibawah naungan suatu Negara non-islam yang bersifat acuh dan tidak merasa
prihati jika islam diganggu, dirampas haknya. Butuhnya suatu Negara
berdasarkan islam untuk melaksanakan hukum-hukumnya.8
Pemerintahan dalam islam berdiri tiga prinsip yaitu :
1. Tanggung Jawab Pemimpin
Seorang pemimpin bertanggung jawab di depan Allah dan rakyatnya.
Seorang pemimpin juga adalah petugas untuk melayani kepentingan
umat manusia.Ikatan antara pemerintah dan umat adalah untuk
menjaga kepentingan umum
2. Persatuan Umat
Umat islam adalah satu, sebab persaudaran adalah dasar untuk
mewujudkan dalam penyempurnaan keimanan. Hal ini bukan berarti
melarang adanya perbedaan pendapat antara satu dengan lainnya.
7
Prof. Dr. Ris’an Rusli, M. A. Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2013,
hal. 158-191.
8
Jabir Rizq, Al-Daulah wa al-siasah Fi fikr Hasan al-Banna, (Ter.) M.Azhari Hatim, (Jakarta: CV. Esya, tt),
Hlm. 110-17.

10
Justru dalam itu hal tersebut adalah amal ma’ruf dan nahi munkar.
Perbedaan dalam berbagai cabang tidak lah penting dan tidak perlu
terjadi permusuhan. Karena suatu yang ada Nash nya tidak perlu
diijtihadkan, Sedangkan yang tidak Nash nya, maka harus ditentukan
oleh pemimpin untuk persatuan umat islam.
3. Menghormati Umat
Adalah hak umat islam untuk mengawasi pemimpinnya kemudian
memberikan peringatan untuk melakukan kebaikan. Pemimpin juga
harus mengadakan musyawah dengan rakyat dan menghormati hak-
hak asasinya, serta pendapat yang menuju kebaikan bersama.9
Gagasan al-Banna dapat dibuktikan dari bunyi suratnya kepada Raja
Farouk yang menyatakan bahwa “di dunia ini, tidak ada sistem yang mampu
mempersenjatai bangsa dalam kebangkitan kecuali Islam”. Kecenderungan
Hasan al-Banna dalam ide pembaharuannya tentang aspek politik ini sangat
realistis, sebab Islam adalah agama yang menyentuh segenap aspek kehidupan
masyarakat. Hal ini dapat kita lihat dalam pernyataannya bahwa hukum Islam
yang berkenaan dengan individu, keluarga, bangsa, masyarakat, pemerintahan,
ikatan bangsa, dan lengkap adanya dan jauh lebih sempurna dari sekalian
hukum yang pernah dikenal oleh manusia secara keseluruhan
Ide pembaharuan Hasan al-Banna dalam bidang politik pada dasarnya
bukanlah untuk merebut kekuasaan dari tangan penguasa, akan tetapi semata-
mata untuk menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat dan
bernegara. Menurutnya pemerintah tidak mutlak diperintah oleh ulama atau
tokoh partai Islam, akan tetapi siapa saja yang mempunyai kemampuan dan
sanggup menerapkan ajaran Islam. Mesir sebenarnya sudah berdasarkan Islam,
namun kenyataannya Islanm belum diterapkan sepenuhnya dalam kehidupan
politik. Oleh sebab itu, ide pembaharuan Hasan al-Banna cenderung
mendukung paradigma politik yang bebas dan bertanggungjawab terhadap
realisasi ajaran Islam. Suatu tuntutan dan fenomena sejarah yang tidak dapat
dielakkan oleh kenyataan historis bagi pembaharu-pembaharu Islam abad ke-
20.

9
Yayasan Islamiyah, Op. Cit., hlm.375-8

11
Ide untuk mewujudkan negara yang berdasarkan kepada Islam
sebenarnya telah dilontarkan Jamaluddin al-Afghani dengan Pan-Islamismenya
dan ide Rasyid Ridha dengan sistem kekhalifahannya. Ide politik Hasan al-
Banna berdasarkan prinsip-prinsip Islam sangat mempengaruhi perilaku politik
masyarakat. Prinsip ini bertentangan dengan politik rezim penguasa, akibatnya
timbul pertentangan yang tajam menjurus ke tindak kriminal yang membawa
korban bagi pihak pemerintah dan gerakan Ikhwanuk Muslimin (IM) di Mesir.
3. Bidang Sosial

Ide pembaharuan Hasan al-Banna dalam bidang sosial senantiasa


berpijak pada kondisi objektif masyarakat yang menyentuh dalam persoalan
keadilan sosial dan kesetaraan. Dalam hal ini, Islam telah menetapkan
peratuaran dasar mengenai kepentingan manusia atas prinsip salaing
bekerjasama dan tolong-menolong dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup.
Prinsip semacam ini menurut Islam merupakan persaudaraan agamis dalam hal
hak dan kewajiban sosial bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Hasan al-Banna, untuk meningkatkan kesejahteraan dan


keadilan sosial masyarakat diperlukan adanya solidaritas sosial sesama umat
islam berdasarkan al-qu’ran surat al-Hujurat ayat 10:

“orang-orang yang beriman antara satu dengan yang lainnya saling


bersaudara”.

Apabila hal ini terwujud dengan baik, maka akan timbul suatu rasa
persamaan yang lebih mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan
pribadi dan golongan. Timbulnya kesadaran saling membantu serta
memperjuangkan kepentingan bersama merupakan suatu peningkatan
kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh anggota masyarakat. Dengan
demikian, maka terhindarlah pola hidup yang menjurus kepada kepentingan
yang individual serta terhindarnya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.

Untuk menciptakan kondisi sosial yang serasi dan mencerminkan aspek


keadilan sosial, maka perlu ditumbuhkan kesadaran untuk mengeluarkan zakat
dan wakaf di kalangan umat Islam. Zakat dan wakaf dari umat Islam dapat
menjadi umber dana yang potensial yang dapat digunakan secara produktif
bagi kesejahteraan umat, seperti pembangunan rumah sakit, lembaga
pendidikan, modal perusahaan, modal usaha bagi fakir miskin, baitul mal, dan
sebagainya. Salah satu aktivitas di bidang sosial yang dilaksanakan oleh Hasan
al-Banna adalah serangkaian kegiatan sosial yang meliputi bidang kesehatan,
seperti mendirikan klinik kesehatan dan rumah sakit, membangun masjid untuk
tempat pertemuan masyarakat. Demikian pula, al-Banna aktif dalam

12
perdagangan untuk membantu fakir miskin dan mendirikan organisasi wanita
yang diberi al-Fatayat.

Mereka juga berusaha mengajarkan umat Islam berjuang melawan


kemiskinan, kebiasaan-kebiasaan buruk serta mendorong kegiatan yang
bermanfaat bagi peningkatan hidup umat Islam.

4. Aspek ekonomi

Menyadari situasi perekonomian umat Islam pada waktu itu yang


senantiasa bergantung kepada ekonomi asing, maka Hasan al-banna
mengambil inisiatif untuk mendirikan perusahaan secara mandiri. Ia
membangun pabrik pemintal benang dan perusahaan tenun, ia mengadakan
percetakan surat kabar dan usha pertanian. Hasan al-Banna mengusulkan
kepada pemerintah Mesir, seperti penguasaan sumber daya alam, penghapusan
modal asing untuk kesejahteraan masyarakat Mesir sendiri.

Selanjutnya dia menyeru kepada pemerintah Mesir dan rakyatnya untuk


mengkoordinir sumber daya alam yang ada dalam Mesir. Di samping itu juga
menyarankan kepada pemerintah Mesir untuk membentuk undangpundangyang
menjamin hak-hak petani dari tuan tanah dan hak-hak buruh dari pemilik
perusahaan. Demikian juga, Hasan al-Banna menuntut kepada pemerintah
untuk menghapus semua bentuk riba dan bunga bank. Untuk memperbaharui
situasi dan kondisi perekonomian, maka umat Islam harus melepaskan diri dari
ikatan imperialis dan golongan Yahudi lainnya.

Perkembangan sosial ekonomi perjuangan Hasan al-Banna ini dapat


menyadarkan para pemikir muslim untuk menelusuri dan meneliti
kepincangan/kemunduran sosial bagi umat Islam. Menurutnya, salah satu jalan
atau cara untuk menanggulangi kemelut ini umat Islam harus menguasai dan
mengambil alih teknologi perekonomian berdasarkan Islam.10

5. Aspek pendidikan

a)      Konsep pendidikan

Konsep Hasan al-Banna tentang pendidikan meliputi dua sisi, yaitu


pengembangan potensi jasmani, akal, dan hati, yang dimiliki manusia dan
sekaligus sebagai pewarisan Kebudayaan Islam. Pendidikan dipandang sebagai
proses aktualisasi potensi-potensi yang dimiliki anak didik dengan jalan
mewariskan nilai-nilai ajaran Islam. Aktualisasi potensi-potensi yang
dikehendaki oleh Hasan al-Banna adalah dapat melahirkan sosok individu yang
memiliki kekuatan jasmani, akala, dan qalb guna mengabdi kepada Allah, serta
mampu menciptakan lingkungan hidup yang damai dan tentram. Oleh karena
10
Prof. Dr. Kurnial Ilahi, Perkembangan Modern dalam Islam, hal. 222-226

13
itu, pendidikan menurut Hasan al-Banna harus berorientasi pada ketuhanan,
bercorak universal dan terpadu, bersifat positif konstruktif, setra membentuk
persaudaraan dan keseimbangan dalam hidup dan kehidupan manusia.

D. Gerakan Hasan Al-Banna


Pada Maret 1928 bersama enam orang temannya berkumpul di tempat
kediamannya untuk memebahas kemajuan umat islam dimana mereka melihat
kebudayaan mesir telah merosot dimana orang islam tidak mempunyai
kemulian . Akhirnya mereka memutuskan dan berikrar”kami bersaudara
berdedikasi untuk kepentingan islam. Oleh karna itu munculah Organisasi “al-
Ikhwanul al-Muslimun” munculnya gerakan ini akibat dari krisis yang melanda
mesir di bidang Agama, Sosial, Pendidikan, Ekonomi, dan Politik11
Tujuang Pokok didirikan Ikhwanul Muslimin ada dua yaitu :
1. Membebaskan negara islam dari negara asing
2. Menegakkan di dalam negara itu suatu pemerintahan yang merdeka
dan sanggup melaksanakan hukum-hukum islam menerapkan hukum
sosial, Mengumandangkan dasar-dasar yang lurus dan menyapaikan
dakhwah yang bijaksana kepada seluruh umat.

Selama negara semacam ini belum terwujud, maka seluruh muslimin


berdosa dan bertanggung jawab di hadapan Allah atas kelalaian mereka dalam
mendirikan islam12

Gerakan ikhwanul muslimin tumbuh dengan pesat , Metode gerakan ini


bertumpu pada tarbiiyah (pendidikan) secara bertahap yaitu membentuk pribadi
muslim dan keluarga muslim, masyarakat muslim, pemerintah muslim, negara
islam, khalifah islam dan akhirnya menjadi Kepoloporan dunia.

1. Gerakan Tarbiyah Hasan Al-Banna


Hasan al Banna tidak kenal lelah dalam membina kehidupan agama
masyarakat. Dengan enam temannya mereka berdakwah di berbagai
tempat dalam setiap kesempatan: Di warung kopi, tempat bekerja, di
rumah- rumah, masjid-masjid, dengan tujuan terbentuknya
masyarakat religius islami.Hasan al-Banna memahamkan para
pengikutnya untuk sentiasa mengkader belia dan selalu mengkontrol
mereka agar tetap selalu berbuat baik dan mengerjakan suruhan
agama dan meninggalkan larangan. Tazkiyah nafs sangat berperan
dalam mentarbiyah, disamping itu Hasan al-Banna juga
memahamkan maksud “al-fahm” dengan rincian yang beliau sebut al-
Usûl `isyrîn, ikhlas, `Amal, Jihad, Taat, Stabat, Tadhhîyah, Tajarrad,
ûkhwah, Tsiqqah. Sifat-sifat ini haruslah dimiliki seorang Murabby
“yang mengajar” dan yang diajar. Semua ini lebih beliau tekankan
11
Hasan al-Banna, Op.Cit.,hlm. 72
12
Jabir Nasution dan A. Mukti Ali, Op.Cit., hlmn. 320.

14
terhadap para belia dan pelajar, walaupun proses ini membutuhkan
waktu yang panjang. Namun, merekalah nantinya yang akan menjadi
penerus tarbiyah ini. (Umar al-Talmasâny 1984: 128))
2. Gerakan Dakwah Hasan Al-Banna

Hasan al-Banna barangkali adalah batu asas pertama yang memberikan


nafas, penunjuk arah kepada bagaimana seharusnya gerakan dakwah
Islamiyyah itu harus memainkan peranannya. Pada zaman modern, tak salah
jika kita katakan bahawa mujahid dakwah ini telah meletakkan asas-asas
kepada gerakan Islam. Buah fikir dakwahnya benar-benar jauh menjelajah di
mana-mana belahan dunia Islam dan mempengaruhi gerakan Islam yang
tumbuh kemudiannya.

Dakwah Al-Ikhwan Al-Muslimun memiliki ciri khas tersendiri sejak


awal berdirinya; memiliki prinsip kembali pada dua sumber asal Islam yaitu
kitab dan sunnah, melepaskan diri dari berbagai pertikaian dan perkhilafan
parsial dan mazhab. Dan imam Al-Banna memfokuskan alasannya terhadap
pentingnya mengerahkan tenaga dan potensi untuk melakukan pembinaan
generasi yang beriman dan memahami Islam secara benar dan kaffah; bahwa
Islam adalah agama dan negara, ibadah dan jihad, syariat dan konstitusi, agama
yang menata kehidupan umat manusia seluruhnya dari berbagai sisi; tarbiyah,
ekonomi dan politik.

Gerakan jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Muhammad


Rasyid Ridha, memberikan pengaruh yang besar pada diri Imam Hasan Al-
Banna. Karena itu dakwah imam Al-Banna adalah kembali pada universalitas
Islam yang mencakup berbagai sisi kehidupan, dan hal tersebut merupakan
tajdid (pembaharuan) pada bidang ideology Islam. Imam Al-Banna di
Ismailiyah, disana tempat beliau mendirikan jamaah, mendirikan masjid dan
darul ikhwan, ma’had Hira Al-islami, serta madrasah Ummahatul Mukminin,
dan dari sana dakwahnya menyebar ke pelosok desa dan kota yang berada
disampingnya.

3. Gerakan Reformasi dan Sumbangan Hasan Al-Banna terhadap


Ikhwan Muslimin

Pada awalnya Hasan al-Banna dengan 6 orang Al-Ikhwan (Hafiz Abdul


Hamid, Ahmad al-Hashry, Pu`ad Ibrahim, Abdurrahman Hasballah, Ismail Izz,
Zaky Maghriby) melakukan mu’ahadah (perjanjian) yang bersepakat
mendirikan harakah Islamiyah yang mereka namakan dengan ”Jamaah Al-
Ikhwan Al-Muslimun”, yaitu pada bulan Dzul Qaidah tahun 1347, atau
bertepatan dengan bulan Maret tahun 1928. Dan beliau juga bersama 6 Ikhwah
tersebut terus melakukan dakwah kepada Allah dan sibuk berfikir terhadap
dakwah tersebut. Beliau mengajak kawan-kawannya untuk berdakwah di

15
berbagai majlis, café, dan club-club pertemuan.
Namun,

Pada tahun 1932 imam Al-Banna pindah ke Kairo, dan dengan


berpindahnya beliau kesana maka kantor Pusat Al-Ikhwan Al-Muslimun juga
pindah ke kairo. Di Kairo, beliau banyak melakukan rihlah memantau aktivitas
masyarakat di pedesaan dengan ditemani oleh ikhwan yang lain yang baru
dibina, guna memberikan pelajaran kepada mereka akan akhlak dakwah
sehingga dapat memiliki kemampuan melakukan dakwah secara maksimal
pada masa yang akan datang. Dan beliau memantau aktivitas dakwah secara
terus menerus dan teliti, sehingga dakwahnya tersebar ke berbagai penjuru kota
dan desa di Mesir..

“.. Al-Ikhwan jelas mempunyai ideologi atau seperti yang mereka


namakan: fikrah. Islam sebagai satu ideologi, oleh mereka dipandang
mencakup seluruh kegiatan hidup manusia di dunia, sehingga merupakan
doktrin, ibadat, tanah air, kewarganegaraan, agama, negara, spirituallitas, aksi,
al-Quran dan militer. Semangat al-Ikhwan adalah kembali ke dasar-dasar
Islam, hal ini menjadi inti dari dokrin kebangkitan Islam.

Bagi al-Banna, Islam adalah revolusi (tsaura) melawan korupsi pemikiran


dan korupsi hukum (fasad fi al-fikr wa fasad fi al-hukm), revolusi menentang
korupsi moral dan opresi sosial, revolusi terhadap monopoli (ihtikar) dan
terhadap perampasan kekayaan rakyat secara sewenang-wenang (al-akhz
amwal an-nas bi al-bathil)” (Dr. M.Amien Rais, Cakrawala Islam, hal. 189)

Reformasi yang diserukan oleh Hasan al-Banna adalah diperkirakan


sebagai reformasi yang lengkap dan mencakup seluruh sendi-sendi agama.
Usaha Al-Ikhwan dalam mewujudkan tujuannya yang dibangun untuknya
masih terus berjalan; yaitu melakukan perbaikan dan memberantas kerusakan
di tengah masyarakat dalam berbagai tingkatan, dan memerangi penjajahan
Inggris serta memberantas gerakan-gerakan destruktif. Usaha ini dilakukan
sejak hari pertama didirikan oleh Imam Syahid Al-Banna jamaah Al-Ikhwan
Al-Muslimun hingga saat ini, sekalipun terdapat pertentangan oleh rezim
berkuasa saat itu namun karena banyak kerusakan yang menimpa masyarakat,
akhirnya usaha ini masih terus berjalan.

Sejak awal mendirikan jamaah, imam Al-Banna telah menyadari akan


pentingnya media dan peranannya yang signifikan dalam memberikan
pengaruh terhadap masyarakat, maka beliapun berusaha mengambil dengan
membuat media-media al-ikhwaniyah; seperti majalah mingguan Al-Ikhwan
Al-Muslimun pada era tahun 30 an, dan majalah setengah bulan dan harian Al-
Ikhwan Al-Muslimun pada era tahun 40 an, majalah As-Syihab, majalah At-
Ta’aruf dan majalah Kasykul al-jadid; untuk menjadi bagian dari mimbar

16
menyebarkan kebenaran dan sarana dalam menghadapi majalah dan media
yang memiliki tujuan menyebarkan aib, pornografi, nilai-nilai tercela dan nista.

E. Hasan Al-Banna Dan Pemikiran Politik Ikhwan

Empat tahun yang dihabiskan Imam Syahid Al-Banna di Kairo


membuatnya terkena gejolak politik Mesir di awal 1920-an, dan meningkatkan
kesadaran tentang sejauh mana cara-cara sekuler dan Barat telah menembus
masyarakat. Saat itulah Al-Banna menjadi sangat sibuk dengan kenyataan
bahwa generasi muda menjauh dari Islam. Dia percaya bahwa hati dan pikiran
pemuda mejadi sesuatu yang penting bagi kelangsungan hidup agama yang
dikepung oleh serangan gencar Barat. Sambil belajar di Kairo, ia
menenggelamkan diri dalam tulisan-tulisan para pendiri reformisme Islam
(gerakan Salafiyyah), termasuk “Muhammad Abduh (1849-1905), Rasyid
Ridha (1865-1935). Keduanya diyakinisangat memengaruhi Al-Banna.

Al-Banna adalah seorang pembaca Al-Manar yang penuh dedikasi,


majalah yang diterbitkan oleh Ridha di Kairo dari 1898 sampai wafatnya pada
tahun 1935. Ia mempelajari buah pikiran Ridha tentang kepedulian penurunan
peradaban Islam menuju Barat. Dia juga percaya bahwa kecenderungan ini
dapat dihindari hanya dengan kembali ke bentuk Islam yang murni.

Imam Hasan al-Banna menyatakan: “Islam tidak mengenal batas wilayah


geografis, tidak juga mengakui perbedaan ras dan darah, mengingat semua
Muslim sebagai kesatuan umat. Ikhwan menganggap ini kesatuan yang kudus
dan percaya dalam persatuan ini. Ikhwan bersama semua umat Islam
memperkuat ukhuwah Islam, menyatakan bahwa setiap inci tanah yang dihuni
oleh umat Islam adalah tanah air mereka Ikhwan tidak menentang setiap orang
yang memperjuangkan tanah air mereka sendiri. Mereka percaya bahwa
khalifah merupakan simbol Persatuan Islam.”

Kepemimpinan Al-Banna merupakan tonggak penting dalam


pertumbuhan spektakuler Ikhwan selama tahun 1930-an dan 1940-an. Pada
awal 1950-an, cabang Ikhwan telah didirikan di Suriah, Sudan, dan Yordania.
Tak lama, gerakan itu meluas pengaruhnya ke tempat-tempat di luar Teluk dan
negara-negara non-Arab seperti Iran, Pakistan, Indonesia, dan Malaysia.

Sejak awal, tujuan Ikhwan adalah bergerak dalam bidang sosial dan
politik, mempromosikan kebaikan, amal dan pengembangan di satu sisi, dan
kemerdekaan Islam di sisi lain. Melalui sejarah Ikhwan, Islamisme berarti
reformasi masyarakat. Tujuan ini telah diperluas untuk mencakup pendirian
syari’at secara penuh. Sejak awal, al-Banna khawatir dengan memburuknya
kondisi umat Islam di Mesir dan di tempat lain di seluruh dunia. Dengan tegas,

17
Imam Hasan menolak gagasan politik Pan-Islam. Imam Hasan tak pernah lelah
mendengungkan persatuan bangsa-bangsa Islam.

Pendekatan Imam Hasan ini bertujuan untuk menetralkan nasionalisme


lokal dengan mempertimbangkan semua orang Islam untuk menjadi satu tanah
air Islam (Wathan). Jika tidak dalam satu negara Islam, maka alternatifnya
adalah sebuah asosiasi negara-negara Muslim (Hayatu Ummam Islamiah).
Sikap ini disejajarkan dengan sikap Imam Hasan Al-Banna yang berusaha
untuk mengecilkan arti perbedaan antara kelompok-kelompok Islam.

F. PEMIKIRAN POLITIK HASAN AL – BANNA

Di setiap tempat selalu ada pemikir dalam bidang politik dalam skala
yang berbeda. Dalam skala Timur Tengah, pemikiran politik dari Mesir Kuno
hingga Mesir Modern memiliki pengaruh bagi wilayah, bahkan lintas daerah.
Nasionalisme Arab, sebagai salah satu contoh selain tentang Zionisme dan
ideologi kiri Islam, menurut A. Rahman Zainuddin adalah jenis pemikiran yang
dianggap sangat menentukan dewasa ini

Di Mesir, menurut Yusuf al-Qaradhawi, sebelum adanya dakwah Hasan


al-Banna dan lembaga pendidikan yang beliau dirikan, aspek politik tidak
mendapatkan perhatian sama sekali oleh masyarakat Islam. Dari sini kemudian
terjadi dikotomi antara seorang agamis dan seorang politisi. “Seorang agamis,”
tulis ulama yang kini bermukin di Qatar itu, “dilarang berkecimpung dalam
masalah politik,” sebaliknya juga, “seorang politisi dilarang berkecimpung
dalam masalah agama.”

Hasan al-Banna sebagai salah satu tokoh pergerakan Islam yang memiliki
pengaruh di Mesir, bahkan dunia Islam memiliki pemikiran dan praksis dalam
kancah politik. Pemikiran politik Hasan al-Banna, setidaknya ada empat hal,
yaitu: ‘Urubah (Arabisme), Wathaniyah (Patriotisme), Qaumiyah (Nasionalism
e), dan ‘Alamiyah (Internasionalisme).13

a.      ‘Urubah (Arabisme)

Arabisme memiliki tempat tersendiri dan peran yang berarti dalam


dakwah Hasan al-Banna. Bangsa Arab adalah bangsa yang pertama kali
menerima kedatangan Islam. Dia juga merupakan bahwa yang terpilih. Hal ini
sesuai dengan apa yang disabdakan oleh Rasulullah Saw, “Jika bangsa Arab
hina, maka hina pulalah Islam.” Arabisme menurut al-Banna adalah kesatuan
bahasa. Ia berkata dalam Muktamar Kelima Ikhwan,“…Bahwa Ikhwanul
Muslimin memaknai kata al-‘Urubah (Arabisme) sebagaimana yang
diperkenalkan Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Katsir dari Mu’adz

13
Abdul hamid Al- ghazali,2001,  Meretas jalan Kebangkitan Islam , Solo: Era Intermedia hal 110

18
bin Jabal ra, Ingatlah, sesungguhnya Arab itu bahasa. Ingatlah, bahwa Arab itu
bahasa.”

Menurut al-Banna, Arab adalah umat Islam yang pertama, yang


merupakan bangsa pilihan. Islam, menurutnya, tidak pernah bangkit tanpa
bersatunya bangsa Arab. Batas-batas geografis dan pemetaan politis tidak
pernah mengoyak makna kesatuan Arab dan Islam. Islam juga tumbuh pertama
kali di tanah Arab, kemudian berkembang ke berbagai bangsa melalui orang-
orang Arab. Kitabnya datang dengan bahasa Arab yang jelas, dan berbagai
bangsa pun bersatu dengan namanya.

Dalam riwayat Ibnu Asakir, dengan sanad dari Malik bahwa Rasulullah
Saw bersabda: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Tuhan itu satu, bapak
itu satu, dan agama itu satu. Bukanlah Arab di kalangan kamu itu sebagai
bapak atau ibu. Sesungguhnya, Arab itu adalah lisan (bahasa), maka
barangsiapa yang berbicara dengan bahasa Arab, dia adalah orang Arab.”

Dalam hadits ini, tulis Hasan al-Banna, kita mengetahui bahwa bangsa-
bangsa Arab yang membentang dari Teluk Persi sampai Maroko dan
Mauritania di Lautan Atlantik, semuanya adalah bangsa Arab. Mereka
dihimpun oleh akidah serta dipersatukan oleh bahasa dan teritorial yang satu.
Tidak ada yang memisahkan dan membatasinya. Menurut al-Banna, ketika kita
beramal untuk Arab, berarti kita juga beramal untuk Islam dan untuk kebaikan
dunia seisinya
Atas dasar ini, menurut Abdul Hamid al-Ghazali, dalam bukunya Meretas
Jalan Kebangkitan Islam, kita dapat menyimpulkan beberapa unsur dari
pemikiran al-Banna bahwa berbangga dengan Arabisme tidak termasuk
fanatisme dan tidak berarti merendahkan pihak lain.Arabisme dengan tujuan
untuk membangkitkan Islam demi tersebarnya Islam adalah dibolehkan.

b.      Wathaniyah (Patriotisme)

Banyak definisi tentang patriotisme. Ada yang menyebut sebagai


kecintaan yang mendalam terhadap bangsa, negara dan tanah air. “Man who
have offered their life for their country, know that patriotism is not the fear of
something, it is the love of something,” demikian salah satu definisinya.
Dalam memaknai Wathaniyah (patriotisme), ada tiga arti yang dikemukakan
oleh Hasan al-Banna, yaitu: Pertama, Patriotisme Kerinduan (Cinta Tanah
Air). Al-Banna berkata: “Jika yang dimaksud dengan patriotisme oleh para
penyerunya adalah cinta negeri ini, keterikatan padanya, kerinduan padanya,
dan ikatan emosional dengannya, maka hal itu sudah tertanam secara alami
dalam fitrah manusia di satu sisi, dan dianjurkan Islam di sisi lainnya.” Kedua,
Patriotisme Kemerdekaan dan Kehormatan (Kemerdekaan Negeri). Al-Banna
berkata: “Jika yang mereka maksudkan dengan patriotisme adalah keharusan

19
berjuang untuk membebaskan tanah air dari cengkeraman perampok imperialis,
menyempurnakan kemerdekaannya, dan menanamkan kehormatan diri dan
kebebasan dalam jiwa putra-putra bangsa, maka kami sepakat dengan mereka
tentang itu.” Ketiga, Patriotisme Kebangsaan (Kesatuan Bangsa). Al-Banna
berkata: “Jika yang mereka maksudkan dengan patriotisme adalah mempererat
ikatan antara anggota masyarakat suatu Negara dan membimbingnya ke arah
memberdayakan ikatan itu untuk kepentingan bersama, maka kami pun sepakat
dengan mereka.”

Patriotisme juga memiliki prinsip di mata Hasan al-Banna. Ia


mengatakan: “Suatu kekeliruan bagi orang-orang yang menyangka bahwa
Ikhwanul Muslimin berputus asa terhadap kondisi negeri dan tanah airnya.
Sesungguhnya kaum Muslimin adalah orang-orang yang paling ikhlas
berkorban bagi negara, habis-habisan berkhidmat untuknya, dan menghormati
siapa saja yang mau berjuang dengan ikhlas dalam membelanya. Dan anda tahu
sampai batas mana mereka menegakkan prinsip patriotisme mereka, serta
kemuliaan macam apa yang mereka inginkan bagi umatnya. Hanya saja,
perbedaan prinsip antara kaum muslimin dengan kaum yang lainnya dari para
penyeru patriotisme murni adalah bahwa asas patriotisme Islam adalah akidah
Islamiyah…Adapun tentang patriotisme Ikhwanul Muslimin, cukuplah bahwa
mereka menyakini dengan kukuh bahwa sikap acuh terhadap sejengkal tanah
yang ditinggali seorang muslim yang terampas merupakan tindakan kriminal
yang tidak terampuni, hingga dapat mengembalikannya atau hancur dalam
mempertahankannya. Tidak ada keselamatan bagi mereka dari siksa Allah
kecuali dengan itu.”

Al-Banna juga mengkiritik pandangan tentang patriotisme yang hanya


berpikir untuk membebaskan regionalnya saja. Seperti dalam kasus masyarakat
Barat yang lebih cenderung pada pembangunan unsur fisik dalam tatanan
kehidupannya, ini tidak dikehendaki oleh Islam. Adapun kami, kata beliau,
“kami percaya bahwa di pundak setiap muslim terpikul amanah besar untuk
mengorbankan seluruh jiwa, darah, dan hartanya demi membimbing umat
manusia menuju cahaya Islam.” Dari sini, kita mendapatkan gambaran bahwa
tujuan hidup seorang muslim tidaklah hanya dibatasi oleh region-
region tertentu, akan tetapi dalam skala yang lebih luas adalah untuk seluruh
umat manusia.                

c.       Qaumiyah (Nasionalisme)

Menurut Ensiklopedia Wikipedia, Nasionalisme adalah satu paham yang


menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa
Inggris “nation”) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk
sekelompok manusia. Menurut Hasan al-Banna ada tiga unsur nasionalisme,

20
yaitu: nasionalisme kejayaan, nasionalisme umat, dan berkata tidak pada
nasionalisme jahiliyah.

Tentang nasionalisme kejayaan, Al-Banna mendukung nasionalisme


yang berarti bahwa generasi penerus harus mengikuti jejak para pendahulunya
dalam mencapai kejayaannya. Ini adalah maksud yang baik, menurutnya dan
mendukung. Hal ini sejal dengan sabda Rasululllah Saw yang
berbunyi, “Manusia seperti tambang. Yang terbaik di antara mereka di masa
jahiliahnya adalah juga yang terbaik di masa Islam, jika mereka memahami.”

Menurutnya, jika yang dimaksud dengan nasionalisme adalah anggapan


bahwa suatu kelompok etnis atau sebuah komunitas masyarakat adalah pihak
yang paling berhak memperoleh kebaikan-kebaikan yang merupakan hasil
perjuangannya, maka ia benar adanya. Jika yang mereka maksudkan dengan
nasionalisme adalah bahwa setiap kita dituntut untuk bekerja dan berjuang,
bahwa setiap kelompok harus mewujudkan tujuannya hingga kita bertemu—
dengan izin Allah—di medan kemenangan, maka inilah pengelompokan
terbaik. Semua makna nasionalisme ini adalah indah dan mengagumkan, tidak
diingkari oleh Islam. Itulah tolak ukur terbaik menurut al-Banna.

Nasionalisme Islam bersumber dari hadits Nabi: “Orang muslim itu


saudara muslim yang lain.” Sedangkan sabdanya yang lain mengatakan:
”Orang-orang muslim itu satu darah, orang-orang yang berada di atas bekerja
untuk menyantuni yang lain, dan mereka bersatu untuk melawan
musuhnya.”Ini berarti bahwa nasionalisme Islam tidak terbatas pada negara
saja.

Islam datang untuk menghapus budaya jahiliyah. Nasionalisme yang


jahiliyah haruslah ditinggalkan oleh umat Islam. Ia berkata bahwa jika yang
dimaksudkan dengan nasionalisme adalah menghidupkan tradisi jahiliyah yang
sudah lapuk, menegakkan kembali peradaban yang telah terkubur dan
digantikan oleh peradaban baru yang telah eksis dan bermanfaat, atau
melepaskan dirinya dari ikatan Islam dengan klaim demi nasionalisme dan
harga diri kebangsaan, maka pengertian nasionalisme seperti ini adalah buruk,
hina akibatnya, dan jelek kesudahannya.

d.       ‘Alamiyah (Internasionalisme)

Allah Swt berfirman dalam al-Qur’an surat al-Anbiya ayat 107: “Dan


tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.”  Ayat ini berarti bahwa diutusnya nabi Muhammad Saw adalah
ditujukan untuk seluruh umat manusia dari seluruh suku bangsa. ”Rahmatan
Lil’Alamin” adalah konsep yang menjelaskan tentang internasionalisme Islam
yang tidak mengenal sekat-sekat teritori.

21
Jika internasionalisme diterjemahkan dengan “Pemerintahan Dunia”,
maka pengertiannya yang bisa diberikan adalah “Sebuah kesatuan 
pemerintahan dengan otoritas mencakup planet Bumi.Tidak pernah ada satu
Pemerintahan Dunia yang pernah terjadi sebelumnya, meskipun kerajaan besar
dan superpower telah mendapatkan tingkatan kekuasaan yang mirip. Contoh
sejarah telah dihambat oleh kenyataan bahwa komunikasi dan perjalanan yang
tak memungkinkan membuat organisasi dunia ini tidak terjadi. Beberapa
internasionalis mencari pembentukan pemerintahan dunia sebagai cara
mendapatkan kebebasan dan sebuah peraturan hukum di seluruh dunia.
Beberapa orang khawatir bahwa pemerintah dunia harus dapat menghormati
keragaman negara atau manusia yang tercakup di dalamnya. Dan di sisi lain
memandang ide ini sebagai sebuah kemungkinan mimpi buruk, dalam dunia
yang kacau pemerintah berusaha menciptakan negara totalitarian yang tak
berakhir tanpa ada kemungkinan untuk kabur atau revolusi.

Internasionalisme menurut Hasan al-Banna inheren dalam Islam, oleh


karena Islam adalah agama yang diperuntukkan untuk seluruh umat manusia.
“Adapun dakwah kita disebut internasional, karena ia ditujukan kepada seluruh
umat manusia. Manusia pada dasarnya bersaudara; asal mereka satu, bapak
mereka satu, dan nasab mereka pun satu. Tidak ada keutamaan selain karena
takwa dan karena amal yang dipersembahkannya, meliputi kebaikan dan
keutamaan yang dapat dirasakan semuanya,” demikian tulisnya.

Konsep internasionalisme merupakan lingkaran terakhir dari proyek


politik al-Banna dalam program ishlahul ummah (perbaikan umat). Dunia,
tidak bisa tidak, bergerak mengarah ke sana. Persatuan antar bangsa,
perhimpunan antar suku dan ras, bersatunya sesama pihak yang lemah untuk
memperoleh kekuatan, dan bergabungnya mereka yang terpisah untuk
mendapatkan hangatnya persatuan, semua itu merupakan pengantar menuju
terwujudnya kepemimpinan prinsip internasionalisme untuk menggantikan
pemikiran rasialisme dan kesukuan yang diyakini umat manusia sebelum ini.
Dahulu memang harus meyakini ini untuk menghimpun unsur-unsur dasar, lalu
harus dilepaskan kemudian untuk menggabungkan berbagai kelompok besar,
setelah itu terwujudlah kesatuan total di akhirnya. Langkah ini, menurutnya
memang lambat, namun itu harus terjadi.

Untuk mewujudkan konsep ini juga Islam telah menyodorkan sebuah


penyelesaian yang jelas bagi masyarakat untuk keluar dari lingkaran masalah
seperti ini. Langkah pertama kali yang dilakukan adalah dengan mengajak
kepada kesatuan akidah, kemudian mewujudkan kesatuan amal. Hal ini sejalan
dengan ayat dalam al-Qur’an surat Asyura 13: “Dia telah mensyari’atkan bagi
kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nabi Nuh dan
apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan

22
kepada Nabi Ibrahim, Musa dan Isa yaitu ‘Tegakkanlah agama dan janganlah
kamu berpecah belah tentangnya.”

Dalam Risalah Pergerakan, Hasan al-Banna berharap pada negerinya


yaitu Mesir yang mendukung upaya dakwah Islamiyah, menyatukan seluruh
bangsa Arab untuk kemudian melindungi seluruh kaum muslimin di
penjuru bumi.Namun, harapan ini tetaplah belum membuahkan hasil maksimal
karena sejak Hasan al-Banna wafat sampai sekarang Mesir belum menjadi
sentrum dari kesatuan umat Islam sedunia. Malah, pada beberapa kasus, seperti
masalah invasi Israel ke Gaza Palestina (2009), Mesir banyak mendapat
kecaman karena tidak kooperatif dengan aktivis pergerakan Islam namun dekat
dan bahkan pada titik tertentu, mendapatkan intervensi dari Barat.

G. Akhir Hayat Imam Syahid Hasan Al Banna

Pada 12 Februari 1949 Perjuangan Hasan Al-Banna berakhir ketika ia di


tembak mati oleh kolonel mahmud abd al-Majid atas perintah Raja Faraoq
Laknatullah di jalan raya kairo 14

“Sebuah pertemuan direkayasa antara Hasan Al-Banna dengan


Mohammad An Naqhi (salah satu pengurus Dar Asy-Syubban) pada hari
Jum’at tanggal 11 Desember 1949 pukul 17.00. Namun hingga pukul 20.00
masalah yang diagendakan belum ada kejelasan ,yaitu salah seorang menteri
yang diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah Ikhwan. Lalu
pulanglah ia dengan menantunya Ustadz Mansur dan sepakat akan datang
kembali esok harinya. Namun tiba-tiba ia mendapati suasana yang berbeda di
jalan protokol Quin Ramses, yang biasanya ramai dengan hiruk pikuk lalu
lintas lalu lalang manusia, saat itu tak sebuah mobil dan seorangpun yang lewat
kecuali sebuah taxi yang ada di depan gerbang pintu Dar Asy Syubban.

Toko-toko dan rumah-rumah makan yang berdekatan juga sudah tutup.


Kecurigaan semakin tinggi ketika baru akan melangkahkan kaki menuju jalan
raya tiba-tiba seluruh lampu penerang jalan mati. Saat itulah beberapa peluru
meluncur, sebagian mengenainya dan peluru yang lain mengenai Ustadz
Mansur. Namun Hasan Al-Banna masih kuat untuk naik sendiri menuju
gedung Dar Asy Syubban dan memutar telepon untuk meminta pertolongan
ambulance. Meskipun demikian, ia kemudian terlantar di salah satu kamar
Rumah Sakit “Qosr Aini” karena tak seorangpun dari perawat atau dokter yang
berani menolongnya, sekalipun banyak dokter muslim yang ingin merawatnya
karena kepala RS tidak mengizinkan hal tersebut sesuai perintah kerajaan.

14
Muhammad Abd al-Halim hamid, Ma’an Ala Thariq al- Da’wah Syaikh Hasan al- Banna, 1988,
hlm. 14

23
Dering telepon tak henti-hentinya untuk meyakinkan kematian Hasan Al-
Banna hingga ia menemui Robbul izzah dengan kepahlawanannya”.15

BAB  III

PENUTUP
15
Hasan Al Banna, risalah pergerakan ikhwanul muslimin (Solo: Era Intermedia, 2004) hlm.19

24
A. KESIMPULAN 

Hassan al-Banna mendirikan Ikhwanul Muslimin, salah satu dari abad


ke-20 terbesar dan paling berpengaruh organisasi Islam revivalis.
Kepemimpinan Al-Banna adalah penting bagi pertumbuhan ikhwanul
muslimin selama tahun 1930-an dan 1940-an. Seperti banyak orang lain,
mereka menemukan bahwa belajar Islam dan kesalehan tidak lagi dihargai di
ibukota (akibat paham sekular yang begitu kuat saat itu,paham itu dibawa oleh
kolonial inggris untuk merobohkan semangat kaum muslimin), dan bahwa
keahlian tidak bisa bersaing dengan industri berskala besar. berdirinya
organisasi ikhwaul muslimin bertepatan dengan tanggal 20/maret/1928.

Gerakan Ikhwan Muslimin membawa perubahan hebat kepada Dunia


Arab. Ia telah menegakkan semula kebenaran dan kekuatan Islam. Hasan Al-
Banna adalah seorang yang berwibawa dan berhati tabah. Beliau memiliki
peribadi Muslim sejati. Setiap tindakannya melambangkan ciri-ciri hidup
Islam.

Beliau adalah seorang faqih dengan sebenarnya, politikus ulung,


memiliki pengalaman yang luas, kejeniusan dan kedudukan yang disaksikan
oleh setiap orang yang mengenalnya baik dari musuh maupun teman dalam
kadar yang sama. Robert Jackson telah bertemu dengan Ustadz Hasan Al-
Banna pada tahun 1946 mengatakan: “Saya memperkirakan akan datang suatu
hari yang mana laki-laki ini mengusai kepemimpinan masyarakat, tidak hanya
di Mesir, bahkan di seluruh wilayah Timur. Dr. Kamjian, seorang dosen ilmu
politik di Universitas New York mengatakan: “Kemunculan Al-Banna
merupakan contoh yang melambangkan kepribadian keluarga yang muncul
pada waktu-waktu krisis untuk melakukan tugas kebebasan sosial spiritual.
Thanthawi Jauhari berkata: “Dalam pandangan saya, Hasan Al-Banna lebih
besar dari Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Beliau memiliki temperamen
yang menakjubkan yang berupa takwa dan kecerdikan politis, Beliau berhati
Ali dan berotak Mu’awiyah. Saya melihat padanya sifat-sifat seorang
pemimpin yang mana dunia Islam sedang kehilangan tokoh seperti itu.
Robert Jackson mengatakan tentang kepemimpinan Hasan Al-Banna: “Beliau
adalah seorang yang paling jenius di antara para politisi, paling kuat di antara
para pemimpin, paling berargumen di antara para ulama, paling beriman di
antara para sufi, paling semangat di antara para atlit, paling tajam di antara para
filsuf, paling diplomatis di antara para orator, dan paling bermisi di antara para
penulis. Masing-masing sisi dari sisi-sisi ini muncul dengan istimewa pada
waktu yang pas pula.

Hasan Al-Banna merupakan tokoh kharismatis yang begitu dicintai oleh


pengikutnya. Cara memimpin jamaahnya bagai seorang syaikh sufi memimpin

25
tarekatnya. Banna dalam segi gerakan sangat memperhatikan fungsi setiap
komponen organisasi. Unit terkecil yakni usrah (keluarga) menurutnya
memiliki tiga tiang. Yang pertama adalah saling kenal, yang akan menjamin
persatuan. Kedua, anggota usroh harus saling memahami satu sama lain,
dengan saling menasehati. Dan yang ketiga adalah memperlihatkan solidaritas
dengan saling membantu. Bagi Hasan Al-Banna al-usroh merupakan
mikrokosmos masyarakat Muslim ideal, di mana sikap orang beriman terhadap
satu sama lain seperti saudara, dan sama-sama berupaya meningkatkan segi
religius, sosial, dan kultural kehidupan mereka.

Hasan Al-Banna dengan segala kegigihannya telah berjuang untuk


menegakkan tatanan Islam. Ia merupakan figur yang dengan keikhlasannya
telah memperjuangkan nilai-nilai Islam. Usahanya yang tak kenal lelah dalam
membangun masyarakat muslim yang berawal keluarga dapat menjadi contoh
kita membuat gerakan dakwah melalui tatanan sosial yang paling kecil itu.

B. DAFTAR PUSTAKA
1. Al- ghazali,  Abdul hamid. 2001, Meretas jalan Kebangkitan Islam , Solo:
Era Intermedia
2. Al- bahnasawi , Sali ali. 1995,  Wawasan Sistem Politik Islam , Jakarta :
Pustaka Al- Kautsar.
3. Hanafi , Hasan. 2003,  Aku Bagian dari Fundamentalis Islam ,
Yogyakarta: Futuh Printika
4. Mubarok, Jaik. 2004, Sejarah Peradaban Islam , Bandung: Pustaka Bani
Quraisy.
5. Zallum, Abdul Qadum.2001,  Pemikiran Politik Islam, Jawa Timur:
Penerbit Izzah.
6. Prof. Ris’an Rusli, M.A., Pembaharuan Pemikiran modern dalam Islam,
Raja Grafindo persada, depok, 2013
7. Hery Muhammad dkk, Tokoh – Tokoh Islam yang Berpengaruh abad 20,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2006)
8. Prof. Dr. Kurnial Ilahi, Perkembangan Modern dalam Islam
9. Rizq, Al-Daulah wa al-siasah Fi fikr Hasan al-Banna, (Ter.) M.Azhari Hatim,
(Jakarta: CV. Esya,)

26

Anda mungkin juga menyukai