BAB II
Syi`ah, sebagai bagian dari aliran dalam Islam dikenal memiliki konsepsi
politik yang khas. Kekhasan doktrin politik inilah yang membedakannya dengan
konsepsi politik sekte lainnya dalam Islam. Sunni misalnya lebih memilih doktrin
Islam, mulanya berawal dari wafatnya Nabi Muhammad. Karena dalam Islam,
Muhammad SAW diyakini sebagai nabi terakhir, penutup para nabi yang bertugas
menyampaikan wahyu Tuhan kepada manusia.1 Ini berarti wahyu Tuhan berakhir
wahyu Allah yang diberikan, kepada para rasul, semenjak Nabi Adam AS,
Dengan demikian sesudah ayat terakhir dalam al-Qur'an turun, "Hari ini aku
dan Aku ridha bagimu Islam sebagai agama"2, berakhirlah proses penurunan
wahyu dari Allah. Penjelasan ini menunjukkan bahwa terdapat evolusi di dalam
agama, dimana Islam dimunculkan sebagai bentuk terakhir dan dengan demikian
1
QS Al-Azhab/33: 4 yang artinya Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari
seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
2
QS. al-Maidah: 3 yang artinya Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama
bagimu.
32
Islam merupakan agama yang paling memadai dan sempurna. Atau dengan kata
lain, wahyu Syari’at yang dibawa oleh Muhammad adalah syari’at terakhir yang
diperuntukkan bagi umat manusia. Karenanya sifat dari wahyu ini adalah eternal.3
Nabi Muhammad lalu merespon dengan baik problem yang disampaikan padanya
diterima dari Allah. Namun, bila wahyu tidak memberikan penjelasan yang
dan pendapat Nabi inilah yang kemudian bisa dijumpai dalam Hadits. Hadits pada
hakikatnya tidak hanya mengandung pemikiran dan pendapat Nabi saja, tetapi
lagi. Umat Islam saat itu memiliki dua pegangan dalam menyelesaikan
persoalan yang mereka hadapi. ini didasarkan atas pernyataan Nabi Muhammad
yang memang pernah memperingatkan umat Islam tentang kedua pegangan ini:
3
Pokok pikiran yang ada dalam pendahuluan bagian awal Bab II ini merupakan intisari
dari apa yang pernah ditulis dalam Tedi Kholiludin, Hukum Islam dan Perubahan Sosial, dalam
“Dekonstruksi Islam Mazhab Ngaliyan: Pergulatan Pemikiran Keagamaan Anak Muda Semarang,
Semarang: Rasail dan eLSA, 2005, hlm. 269-280.
33
"Aku tinggalkan bagimu bagi pedoman, dan kamu tidak akan tersesat selama
kamu berpegang pada keduanya, yakni Kitab Allah (al-Qur'an) dan Sunnah
Nabinya”.
mencapai tingkat kedewasaan rasional dan oleh karena itu wahyu dalam artian
persoalan sosial dan keagamaan mereka. Dan ketika beliau sudah tidak ada
keagamaan umat Islam, maka umat Islam haruslah senantiasa merujuk dua
pedoman yang ditinggalkan oleh beliau, yakni al-Qur'an dan Sunnah Nabi.
Malah bukan itu saja, semasa beliau masih hidup, beliau pernah berpesan, bila
menjadi wewenang kaum Muslim. Tidak ada sangkut pautnya dengan tugas
risalah yang beliau bawa. Hadits mengatakan, "Kamu lebih tahu tentang masalah-
masalah duniamu."
34
Sesuai dengan petunjuk yang ditinggalkan oleh Nabi, maka umat Islam
paska Nabi, mengacu penyelesaian ke dalam al-Qur'an dan Sunnah atas masalah-
masalah yang mereka jumpai. Tetapi dengan cepat dapat dirasakan dan diketahui
dan Sunnah. Bahkan tidak jarang masalah-masalah yang muncul tersebut tidak
Fenomena seperti ini ditemui oleh kaum Muslim generasi pertama tersebut
manakala Islam sudah meluas keluar semenanjung Arabia dan masuk ke Suria,
dan bertambah kepelikannya. Ini tak lain, karena doktrin Islam bersinggungan
dengan setting sosial yang berbeda dengan Mekkah. Yang terjadi kemudian,
persoalan yang terkait dengan relevansi Islam dengan konteks lokal masyarakat
kekuasaan Islam, pada waktu kewafatan Nabi Muhammad tahun 632 M, hanya
Islam, terutama di masa pemerintahan Umar bin Khattab serta dua dinasti besar
Umayyah dan Abbasiyah, daerah kekuasaan Islam tidak lagi hanya penduduk
Arab. Dan Islam saat itu dihadapkan dengan agama lain penduduk setempat yakni
Kristen, Yahudi, Zoroaster. Selain itu bahasa yang digunakan juga berbeda satu
35
dengan yang lain. Sangat beralasan jika dalam kondisi ini, masalah yang timbul
dalam masyarakat yang beraneka ragam itu sangat berbeda dengan masalah-
Allah hanya bisa diperoleh dengan selalu melakukan rujukan pada al-Qur'an
dan Hadits yang ditinggalkan oleh Muhammad SAW itu. Dan sebagaimana
yang dikatakan oleh beliau, selama umat Islam berpegang teguh dengan kedua
sumber tersebut umat Islam tidak akan sesat. Oleh sebab itu setiap kaum
dikandungnya, yang dengan kebenaran itu arah moral kehidupan menjadi jelas.
kaum Muslim untuk mengatur kehidupan sosial dan keagamaan mereka dengan
selalu merujuk kepada dua sumber al-Qur'an dan hadits. Bahkan ketika al-
dihadapi, kaum Muslim diberikan keluangan untuk mempergunakan al-ra 'yu atau
ijtihad mereka.
masalah yang cukup pelik, yang tak pernah timbul di kala Nabi masih hidup
serta tak dijumpai cara penyelesaiannya dalam al-Qur'an. Satu contoh adalah
dalam wilayah politik yakni yang terkait dengan masalah suksesi. Pertanyaan
yang paling mendasar saat Muhammad wafat adalah siapa yang menggantikan
36
telah menjadi ibu kota dari negara yang bercorak konfederasi dari suku-suku
bangsa Arab yang terdapat di Semenanjung Arabia di kala itu. Jadi ketika beliau
wafat, beliau mempunyai kedudukan bukan saja sebagai Rasul Allah, tetapi
juga sebagai kepala negara. Untuk menyelesaikan persoalan ini, para ahli sejarah
dan Ansar di Saqifah Bani Sa'adah. Karena tidak adanya petunjuk yang jelas
dalam al-Qur'an tentang siapa pengganti Nabi sebagai kepala negara Madinah
tama pendukung dakwah Nabi Muhammad. Jika saja Kaum Muhajirin tidak ada,
tidak akan mungkin Islam berkembang dari jumlah yang sangat kecil, namun lama
membawa perkataan Nabi "al-Aimmah min Quraisy" (Para Pemimpin itu dari
pelaksanaan tugas menjadi imam shalat kepada Abu Bakar, yang orang Quraisy
itu, ketika beliau sakit. Terhadap argumen-argumen yang diajukan oleh kaum
Muhajirin itu, kaum Ansar mundur, maka terpilihlah Abu Bakar sebagai
khalifah pertama, pengganti nabi dalam kedudukan beliau sebagai kepala negara.
argumen yang dianggap kuat adalah argumen yang mempunyai referensi al-
Qur'an dan hadits. Kaum Ansar tidak mempunyai argumen itu, mereka hanya
perkataan dan perbuatan Nabi. Hadits "para pemimpin harus dari suku Quraisy”
Karena tidak ada penjelasan yang tegas, timbullah berbagai pendapat, sebagai
lawan dari pendapat yang menyatakan bahwa para pemimpin dari suku Quraisy.
Kaum Syi'ah, salah satu sekte dalam Islam, lebih spesifik melihat bahwa
para imam dari kaum Syi'ah, memang rentetan keturunan yang mempunyai
hubungan darah dengan Nabi, yang dimulai dari Ali bin Abi Thalib, menantu
Nabi sendiri. Berbeda dengan kedua pandangan Sunni dan Syi'ah tersebut, kaum
Khawarij mengatakan bahwa pengganti Nabi tidaklah mesti dari suku Quraisy
ataupun dari keturunan Nabi sendiri. Siapa saja dari kaum Muslim, bukan Arab
persoalan kompromi di wilayah publik. Dari sini, memang keputusan itu tidak
38
karenanya menjadi hal yang tidak bisa dihindarkan dalam kompromi tersebut.
Begitu juga yang terjadi di generasi awal umat Islam. Mereka mendapatkan
kebimbangan yang luar biasa, karena tidak ada referensi yang secara eksplisit
Islam itu sendiri, yang di dasarkan atas ijtihad mereka. Dengan demikian,
terpilihnya Abu Bakar dalam pertemuan di Saqifah Bani Sa’idah tersebut (meski
dengan argumentasi normatif) juga tidak lepas dari berbagai kompromi yang
pelik lainnya yang dihadapi oleh kaum Muslim masa awal itu adalah problem
teologis, yakni tentang siapa yang disebut mukmin dan siapa yang disebut kafir.
dan kufur. Namun karena tidak adanya penjelasan yang pasti tentang itu,
mukmin dan kafir dimunculkan kali pertama oleh kaum Khawarij. Berawal dari
protes keras terhadap kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, selaku Khalifah
keempat, karena tidak mampu menemukan siapa pembunuh Usman bin Affan.
Yang lebih ekstrem , kaum Khawarij menuduh Ali bin Abi Thalib berkolaborasi
bin Abi Thalib dengan wakilnya Abu Musa al-Asy'ari dengan Mu'awiyah bin Abi
Sufyan dengan wakilnya Amr bin 'Ash. Jalan tahkim yang dipergunakan
menyelesaikan persoalan tersebut ditolak oleh sebagian dari pasukan Ali yang
kemudian dikenal dengan nama Khawarij. Menurut mereka, tahkim itu adalah
tradisi jahiliyah, bukan penyelesaian dengan jalan berpedoman kepada apa yang
diturunkan oleh Allah, yakni al-Qur'an. Maka dengan membawa ayat 44 surat al-
Maidah, "Siapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah,
mereka adalah orang kafir." Dengan dasar pandangan itu, Khawarij kemudian
memutuskan bahwa Ali, Mu'awiyah, Amr dan Abu Musa sudah kafir. Orang
muslim yang kemudian beralih menjadi kafir berarti murtad. Pesan Nabi orang
murtad darahnya halal dan wajib dibunuh. Maka mereka memutuskan untuk
dinasti Bani Umayyah sudah berbuat kedhaliman dan oleh karena itu telah
berbuat dosa besar. Para penguasa Islam bila sudah berbuat dosa besar, itu berarti
semua perbuatan dosa besar, seperti berzina, bersumpah palsu, mendurhaka ibu
Sebagai reaksi terhadap pendapat sempit dan ekstrem di atas, sebagian kaum
Muslim berpendapat bahwa yang disebut mukmin dan muslim adalah orang-orang
40
yang sudah mengucap dua kalimah syahadat "La ilaha illa 'l-Lah wa
Muhammad Rasul-u 'l-Lah" (Tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad itu
utusan Allah). Dosa besar yang dilakukan tidak mempengaruhi imannya. Dalam
sejarah teologi Islam, golongan yang menganut paham ini dikenal dengan
nama Murji'ah. Kaum Murji'ah memandang orang yang telah melakukan dosa
besar tetap mukmin, tidak menjadi kafir. Berbeda dengan Khawarij, Murji'ah
Kemudian timbul paham yang lain, yakni bila seseorang yang mengucap
dua kalimah syahadat itu melakukan dosa besar, ia hanya boleh disebut muslim.
Di sini dibedakan antara mukmin dengan muslim. Mukmin adalah muslim yang
tidak melakukan dosa besar, sedangkan muslim adalah orang Islam yang
melakukan dosa besar. Paham ini dianut oleh Mu'tazilah. Mereka memberi
predikat orang muslim itu dengan fasiq, yang menempati posisi antara tidak
mukmin dan tidak kafir. Paham ini kemudian masuk dalam doktrin dasar
Dua kasus di atas, pertama tentang masalah politik kenegaraan dan masalah
kala Nabi Muhammad tidak ada lagi. Wahyu memang sudah berhenti turun. Allah
tidak akan menurunkan wahyu baru lagi dan tidak membangkitkan seorang rasul
utusan sesudah Muhammad. Oleh sebab itu tidak ada otoritas pribadi mana pun
paling sah dari wahyu-wahyu Tuhan dalam al-Qur'an dan segala perkataan dan
perbuatan serta ketetapan Nabi sebagai yang termaktub dalam hadits beliau.
Dengan tetap berpedoman pada Kitabullah dan Sunnah Rasul kaum Muslim
dalam kehidupan social dan keagamaan mereka dengan mengerahkan ra'yu atau
pemikiran dalam bentuk ijtihad. Dan memang Muhammad SAW, penutup utusan
Allah itu, pernah berkata, bahwa tidak ada yang salah (kerugian) dalam
berijtihad. Bila ijtihadnya benar akan mendapat dua pahala, dan bila ijtihadnya
adalah individu yang memiliki watak yang dinamis dan kreatif. Proses ini tak
peristiwa baru yang terlahir sebagai dinamika peradaban manusia, yakni finalnya
Karenanya realita yang tidak pernah berhenti pada satu titik ini tidak bisa diikat
tersebut. Dengan iijtihad inilah peristiwa baru tersebut akan mendapat pijakan
agar ditemukan élan vitalnya, dan selaras dengan kemaslahatan umat manusia
sebagaimana yang dikehendaki Tuhan. Oleh karena al waqa`i akan terlahir secara
42
memiliki seting sejarah yang berbeda satu dengan yang lain, maka bisa dikatakan
ijtihad adalah kebutuhan sepanjang masa dan berjalanan secara paralel dengan
lahirnya al waqa`i.
Islam. Umat Islam dari sekte Syi’ah rupanya menyadari betul hal ini. Dalam
dan tuntunan Tuhan. Konsep tentang Imamah bisa dikatakan sebagai buah dari
ijtihad ulama Syi’ah. Begitupula konsep wilayat al-faqih yang merupakan ijtihad
4
Penulis merasa perlu memberi judul sub bab II ini dengan istilah teologi politik, bukan
teori politik. Dalam doktrin politik Syi`ah, politik bukan semata-mata wilayah profan dan
mundane. Politik, bagi kaum Syi`ah memiliki spirit ilahiyyah yang diamanatkan kepada manusia
melalui seorang khalifah. Singkatnya, politik dan kekuasaan dalam tradisi politik Syi`ah memiliki
dimensi sakral. Karenanya teori politik yang dibangun oleh para penganut Syi`ah sepenuhnya
didasarkan atas legitimasi teologis. Kekuasaan dalam pandangan Syi`ah sepenuhnya merupakan
kedaulatan Tuhan (God Sovereignty). Atas dasar inilah penulis merasa lebih sreg jika sub judul
yang akan membeberkan historisitas kemunculan Syi`ah plus doktrin politiknya ini dengan istilah
teologi politik.
43
“Syi’ah sebagai pengikut Ali bin Abi Thalib a.s. (imam pertama kaum Syi’ah)
sudah muncul sejak Muhammad SAWW masih hidup. Hal ini dibuktikan dengan
realita-realitas sebagai berikut. Pertama, ketika Rasulullah SAWW mendapat
perintah dari Allah SWT untuk mengajak keluarga terdekatnya masuk Islam, ia
berkata kepada mereka: “Barang siapa di antara kalian yang siap untuk
mengikutiku, maka ia akan menjadi pengganti dan washiku setelah aku meninggal
dunia”. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang bersedia untuk mengikutinya
kecuali Ali a.s. Sangat tidak masuk akal jika seorang pemimpin pergerakan --di
hari pertama ia memulai langkah-langkahnya--memperkenalkan penggantinya
setelah ia wafat kepada orang lain dan tidak memperkenalkanya kepada para
pengikutnya yang setia. Atau ia mengangkat seseorang untuk menjadi
penggantinya, akan tetapi, di sepanjang masa aktifnya pergerakan tersebut ia tidak
memberikan tugas sedikit pun kepada penggantinya dan memperlakukannya
sebagaimana orang biasa. Keberatan-keberatan di atas adalah bukti kuat bahwa
Imam Ali a.s. setelah diperkenalkan sebagai pengganti dan washi Rasulullah
SAWW di hari pertama dakwah, memiliki misi yang tidak berbeda dengan missi
Rasulullah SAWW dan orang yang mengikutinya berarti ia juga mengikuti
Rasulullah SAWW. Kedua, berdasarkan riwayat-riwayat mutawatir yang dinukil
oleh Ahlussunnah dan Syi’ah, Rasulullah SAWW pernah bersabda bahwa Imam
Ali a.s. terjaga dari setiap dosa dan kesalahan, baik dalam ucapan maupun perilaku.
Semua tindakan dan perilakunya sesuai dengan agama Islam dan ia adalah orang
yang paling tahu tentang Islam. Ketiga, Imam Ali a.s. adalah sosok figur yang telah
berhasil menghidupkan Islam dengan pengorbanan-pengorbanan yang telah
lakukannya. Seperti, ia pernah tidur di atas ranjang Rasulullah SAWW di malam
peristiwa lailatul mabit ketika Rasulullah SAWW hendak berhijrah ke Madinah
dan kepahlawannya di medan perang Badar, Uhud, Khandaq dan Khaibar.
Seandainya pengorbanan-pengorbanan tersebut tidak pernah dilakukannya, niscaya
Islam akan sirna di telan gelombang kebatilan. Keempat, peristiwa Ghadir Khum
adalah puncak keistimewaan yang dimiliki oleh Imam Ali a.s. Sebuah peristiwa --
yang seandainya dapat direalisasikan sesuai dengan kehendak Rasulullah SAWW--
akan memberikan warna lain terhadap Islam. Semua keistimewaan dan
keistimewaan-keistimewaan lain yang diakui oleh Ahlussunnah bahwa semua itu
hanya dimiliki oleh Imam Ali a.s. secara otomatis akan menjadikan sebagian
pengikut Rasulullah SAWW yang memang mencintai kesempurnaan dan hakikat,
akan mencintai Imam Ali a.s. dan lebih dari itu, akan menjadi pengikutnya. Dan
tidak menutup kemungkinan bagi sebagian pengikutnya yang memang memendam
rasa dengki di hati kepada Imam Ali a.s., untuk membencinya meskipun mereka
melihat ia telah berjasa dalam mengembangkan dan menjaga Islam dari
kesirnaan.”6
5
Bandingkan dengan Nourouzzaman Shiddiqi, Syi’ah dan Khawarij: Dalam Perspektif
Sejarah, Yogyakarta: PLP2M, 1985, hlm 8. Nourouzzaman mengatakan bahwa kaum Syi’ah
muncul atau berkembang pasca wafatnya Muhammad SAW.
6
Data ini penulis peroleh dari situs “resmi” komunitas Syi’ah yakni www.al-shia.com.
Situs ini merupakan rujukan jika ingin mendapatkan keterangan yang agak komprehensif tentang
sejarah, doktrin dan pandangan-pandangan ulama Syi’ah. Untuk memperluas jangkauan situs ini
diprogram dengan menggunakan beberapa bahasa dunia. Ini tentu menunjukan bahwa komunitas
benar-benar telah menjadi bagian dari masyarakat dunia.
44
(juga Sunni) secara faktual terlihat setelah Nabi Muhammad wafat pada
tahun 632 M.8 Beberapa pengikut Ali meyakini bahwa Ali harus menjadi
saat pembicaraan di Tsaqifah Bani Sa’idah, telah ada usulan yang muncul
menjadi tiga kelompok. (i) Banu Hasyim, termasuk Ali. Mereka yang masuk
kepada mereka. (ii) Muhajirin yang dipimpin oleh Abu Bakr dan Umar. (iii)
7
Nader Poerhasan adalah seorang penganut Syi’ah yang cukup kontroversial. Sisi
kontroversial ini ia tunjukan dengan melakukan kritik terhadap pelbagai produk pemikiran ulama
Syi’ah.
8
Nader Poerhasan, The Corruption of Moslem Minds, terj R. Cecep Lukman Yasin,
“Gara-gara Ulama: kerancuan Pemikiran Pemimpin Agama”, Jakarta: Serambi, 2004, hlm. 33.
9
Sebenarnya kelompok Sunni juga beranggapan sama dengan Syi’ah, bahwa Ali adlaah
penerus pilihan Nabi. Namun, saat Nabi wafat mereka menganggap Ali masih muda, sehingga
tongkat kepemimpinan harus dipegangn oleh tiga orang sahabat senior yang ketiga-tiganya
meninggal sebelum Ali yakni Abu Bakar (sahabat Nabi dan lelaki pertama yang masuk Islam),
Umar (yang memerintahkan terhadap tempat-tempat ibadah orang Kristen di Yerussalem) dan
Usman (yang bertanggung jawab dalam menyalin dan menyebarluaskan al-Qur’an ke berbagai
wilayah Islam). Usman ini yang kemudian digantikan oleh Ali. Lihat Ibid.
10
Nourouzzaman Shiddiqi, loc. cit.
11
Ibid.
45
Anshar dibawah pimpin oleh ‘Ubadah.12 Isu hak legitimasi ahlul bait untuk
jabatan khalifah mereda sejak Ali memberikan baiat kepada Abu Bakr as-
tentang hak Ali. Ia bahkan dengan lantang mengatakan bahwa Ali bukan
saja orang yang berhak untuk menjadi seorang Imam, bahkan Ali adalah
12
Ibid,, hlm 9.
13
Pada masa Umar, gelombang ekspansi pertama terjadi, kota Damaskus jatuh di tahun
635 M. dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, daerha
Suria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Suria sebagai basis, ekspansi diteruskan
ke Mesir di bawah pimpinan Amr Ibn Al-Aas dan ke Irak di Bawah pimpinan Sa’ad bin Abi Al-
Waqqas. Babilon di Mesir dikepung pada tahun 640 M. Sementara itu, tentara Bizantium di
Heliopolis dikalahkan dan Alexandria kemudian menyerah di tahun 641 M. dengan demikian
Mesir jatuh pula ke tangan Islam. Al-Qarisiyah, suatu kota dekat al-Hirah di Irak jatuh pada tahun
637 M dan dari sana serangan dilanjutkan ke Al-Madain ibu kota Persia dan dapat dikuasai saat itu
juga. Ibu kota baru daerah ini adalah al-Kufah. Dengan adanya gelombang ekspansi pertama ini,
kekuasaan Islam di bawah Khalifah Umar telah meliputi selain Semenanjung Arabia juga
Palestina, Suriah, Irak, Persia dan Mesir. Selengkapnya Harun Nasution, Islam Ditinjau dari
Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, jilid I, 2001, hlm. 51-52.
14
Para pengikut Abdullah ibn Saba ini biasa dikenal dengan sebutan al-Sabaiyah. Dalam
sejarah kaum Syi’ah, aliran ini masuk dalam kategori ekstrem. Karenanya, pengikut aliran ini tidak
diakui sebagai bagian dari Syi’ah dan dianggap telah keluar dari Islam.
46
Usman.
Muawiyah bin Abu Sufyan, yang juga masih kerabat Usman, bahkan
menentukan jabatan khalifah tidak lagi merupakan hak mereka yang berada
di Madinah saja.15 Hal ini tentu bisa dipahami karena Muawiyah merupakan
Suria.
itu, Ali juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Usman kepada
15
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Jakarta: Universitas Indonesia, edisi 5,
1993, hlm 28.
16
Kebijakan-kebijakan itulah yang membuat keluarga Usman naik pitam. Muawiyah
tentu menjadi figur sentral yang terus menerus merongrong kekuasaan Ali. Pada saat Ali berkuasa,
salah satu pemberontakan yang terekam dalam sejarah adalah kudeta yang dilakukan oleh Thalhah,
Zubair dan Aisyah. Mereka beranggapan bahwa Ali tidak juga segera mencari dan menghukum
47
Shiffin.17
Situasi seperti ini tentu sangat tidak menguntungkan posisi Ali. Dan
tidak lama kemudian pada tanggal 20 Ramadhan 660 M, Ali terbunuh oleh
para pembunuh Usman. Meski Ali sudah mengirimkan surat ajakan berdamai, tetapi Thalhah dan
Zubair tidak mau mendengar ajakan damai dari Ali. Terjadilah perang yang dalam sejarah umat
Islam dikenal sebagai Perang Jamal. Dalam peperangan tersebut Ali berhasil mengalahkan lawan-
lawannya. Thalhah dan Zubair terbunuh ketika keduanya hendak melarikan diri, sementara Aisyah
ditawan dan dikembalikan lagi ke Medinah. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:
RajaGrafindo Persada dan LSIK, Cet 12, 2001, hlm 39-40.
17
Karenanya, perang ini juga sering dinamakan sebagai Perang Shiffin.
18
Hal ini bisa dilihat dari timbulnya beberapa kekuatan politik pasca perang shiffin antara
lain, (i) Mu’awiyah (ii) Ali dan (iii) Khawarij. Kelompok ketiga ini merupakan sempalan dari
barisan Ali yang menganggap bahwa Ali telah melakukan kesalahan besar besar karena mau diajak
berdamai oleh Muawiyah. Dari sini persoalan kemudian merembet ke ranah teologi. Kelompok
Khawarij menganggap orang yang terlibat dalam tahkim itu adalah orang-orang kafir. Keadaan ini
tentu sangat tidak menguntungkan posisi Ali.
48
enam sebagai tambahan bagi lima rukun Islam yang diyakini oleh umat
19
Nourouzzaman Shiddiqi, op. cit. hlm 9-10.
20
Rahman sendiri menyebut bahwa klaim legitimis ini adalah tonggak utama Syi’isme
Arab yang betul-betul bersifat politis. Fazlur Rahman, Islam, terj Ahsin Mohammad, “Islam”,
Bandung: Pustaka, 2000, hlm. 249.
21
Mahmoud M. Ayoub, The Crisis of Muslim History: Religion and Politics in Early
Islam, (terj) Munir A. Mu’in, “The Crisis of Muslim History: Akar-akar Krisis Politik dalam
Sejarah Muslim”, Bandung: Mizan, 2004, hlm. 210.
22
Ada beberapa bahasan yang akan penulis paparkan dalam bab ini, yang kesemuanya
merupakan bagian dari konsep politik Syi’ah. Beberapa diantaranya adalah Imamah, Wilayah dan
Mahdaiyyat. Dalam bab ini juga perlu penulis tegaskan, bahwa ajaran Syi’ah yang menjadi pokok
pembicaraan adalah Syi’ah Imamiyah. Perlu dipahami dalam tradisi Syi’ah terdapat pembagian
aliran yang tergantung pada jumlah Imam yang diakui sebagai penerus nabi. Kelompok utama
dalam Syi’ah dalam hal jumlah pengikut, keterpusatannya dalam spectrum agama tradisional
adalah Syi’ah Dua Belas Imam (Imamiyah). Sementara Syi’ah Tujuh Imam (Ismailiyah) dan Syiah
Lima Imam disebut Syi’ah Zaidiyyah. Dan yang menjadi agama resmi Iran adalah Syi’ah
Imamiyah.
49
yang religius dan ia memiliki cahaya suci sehingga dianggap maksum dalam
yakni Khalifah, Ijma' dan Bay'ah. Sementara tiga konsep kunci dalam
tujuh perbedaan antara Syi’ah dan Sunni dalam segala aaspek. Karena
dari filsafat, teologi dan yurisprudensi Syi’ah saja yang berbeda dari Sunni,
tetapi juga dalam gaya dan pikiran atau iklim intelektual.26 Tujuh hal yang
23
David Sagiv, Fundamentalism and Intellectual, (terj) Yudian W. Asmin, Islam
Otentisitas Liberalisme, Jogjakarta: LKiS, 1997, hlm. 148-149.
24
Jalaludin Rakhmat, Skisme dalam Islam: Sebuah Telaah Ulang, Selengkapnya lihat
dalam http://media.isnet.org/islam/Paramadina/Konteks/SkismeJ1.html
25
Ibid
26
Murad W. Hofmann, Islam: The Alternative, (terj) Rahmani Astuti, “Menengok
Kembali Islam Kita”, Bandung: Pustaka Hidayah, 2002, hlm. 141.
50
doktrinal.
legalitasnya tatkala berasal dari Tuhan. Bahkan Nabi sendiri tidak memiliki
27
Ibid., hlm 142.
51
hak dan peran independen dalam menentukan khalifah setelah beliau. Beliau
adalah bagian dari mullah. Mullah adalah para pengendali kekuasaan. Kata
itu berasal dari kata Arab maula, penguasa atau master, suatu jabatan yang
keagamaan.31
28
Muaddib atau guru umumnya dengan inisiatifnya sendiri mendirikan kuttab, taman
pendidikan al-Qur’an untuk anak-anak.
29
Mufti adalah konsultan hukum. Ia adalah orang yang membuat pendapat hokum yang
dengannya ia menginterpretasikan hukum. Karena tidak terstruktur secara sistematis, seringkali
terjadi bahwa jabatan ini memiliki peran sebagai orang yang menerima permohonan (banding)
untuk keputusan hukum.
30
Qadi adalah jabatan keagamaan yang pertama kali dilembagakan dalam Islam. Dalam
setiap masa, qadi dipilih di antara orang-orang yang memiliki reputasi dalam memahami
kerumitan hukum. Dan yang lebih penting lagi adalah masalah integritasnya.
31
Habib Boulares, Islam: The Fear and the Hope, (terj) Ilham Mashuri, “Islam: Tumpuan
Harapan atau Biang Ketakutan”, Bandung: Pustaka Hidayah, 2003, hlm. 145.
32
Habib Boulares, Ibid.
52
Oleh karena itu, Imamah sama seperti kenabian dan bertalian langsung
dengan hak-hak Ilahiah. Jika para nabi dilantik melalui mandat Ilahi dari
langit maka seorang imam pun juga harus demikian. Dalam pandangan
umat dari sisi intelektual dan jiwa, sebagaimana ia juga bertugas untuk
menjaga syari’at yang dibawa oleh para rasul, dan mewujudkan tujuan-
dimiliki oleh Nabi, selain kenabian sendiri. Segala ucapan dalam rangka
ditaati. Moojan Momen menggambarkan paling tidak ada enam tugas yang
harus dilaksanakan oleh Imam yaitu, memimpin perang suci (the holy war,
53
ﺎﻣﹰﺎﺱ ِﺇﻣ
ِ ﺎﻚ ﻟِﻠﻨ
ﺎ ِﻋﻠﹸﻲ ﺟﻦ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ِﺇﻧ ﻤﻬ ﺗﺕ ﹶﻓﹶﺄ
ٍ ﺎ ِﺑ ﹶﻜ ِﻠﻤﺑﻪﺭ ﻢ ﺍﻫِﻴﺑﺮﺘﻠﹶﻰ ِﺇﺑﻭِﺇ ِﺫ ﺍ
ﲔ
ﻬﺪِﻱ ﺍﻟﻈﱠﺎِﻟ ِﻤ ﻋ ﺎ ﹸﻝﻳﻨ ﻳﺘِﻲ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﹶﻻﺭ ﻭﻣِﻦ ﹸﺫ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa
kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.
Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam
bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga)
dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak
mengenai orang-orang yang lalim".
ada yang mewarisi fungsi esoteriknya dan yang meneruskan tugas untuk
menerangkan arti batin hukum Tuhan. Sama halnya dengan fungsi kenabian,
sebagai penafsir arti batin bagi manusia dan menjaga hubungan dengan
33
Moojan Momen, An Introduction to Shi’i Islam: The History and Doctrines of Twlever
Shi’ism, New Haven and London: Yale University, 1985, hlm. 189.
34
Sayyed Hossein Nasr, Ideals and Realities of Islam, (terj) Abdurrahman Wahid dan
Hasyim Wahid, “Islam Antara Cita dan Fakta”, Yogyakarta: PUSAKA, 2001, hlm. 128.
35
Kata wilayah secara umum, dalam bahasa arab bermakna kesucian dan orang-orang
suci disebut waliyullah atau Sahabat Tuhan. Tetapi dalam konteks Syi’ah, kata tersebut tidak
54
sebagai jaminan kenabian. Sejak itu tidak akan turun lagi petunjuk dalam
siklus kehidupan manusia saat ini. Tetapi berakhirnya siklus tersebut berarti
babak baru bagi kemunculan siklus pensucian (dairat al-wilayah). Siklus ini
esoterik dari wahyu dan diperoleh langsung dari Nabi yang menjadi sumber
dari dimensi esoterik dan eksoterik sekaligus. Siklus tersebut akan terus
Fokus pembicaraan kita bergerak pada person atau siapa yang berhak
Nabi Muhammad. Dan garis kekuasaan merupakan hak dari keluarga Nabi
atau ahlul bayt. Dua belas Imam yang dipercaya meneruskan garis
kekuasaan Nabi adalah (1) Ali bin Abi Thalib, (2)Imam Hasan, (3)Imam
Husein, (4) Ali Zain al-Abidin, (5) Muhammad al-Baqir, (6) Ja’far al-
hanya bermakna kesucian, tetapi juga berarti fungsi sebagai penafsir dimensi esoterik dari
petunjuk Tuhan. Ibid.
36
Hal itulah yang menyebabkan, mengapa Imam Ali disebut sebagai waliyullah. Ibid.,
hlm. 129.
55
Shadiq, (7) Musa al-kazim, (8) Ali al-Ridha, (9) Muhammad al-Jawwad,
(10) Ali al-Hadi, (11) Al-Hasan al-Askari dan (12) Muhammad al Muntazar.
tunggu hingga saat ini. Doktrin ini yang biasa dikenal dengan mahdiyyat
ini dapat dibagi ke dalam dua tahap.37 Pertama pemikiran ketika para imam
Dalam sejarah Yurisprudensi Syi’ah Dua belas, tahap ini dikenal sebagai era
setelah gaibnya Imam al-Mahdi, baik selama gaibah sugra (kegaiban kecil,
dan seterusnya.
(1) Usman ibn Sa’id al-‘Umari, (2) Abu Ja’far Muhammad ibn Usman, (3)
Abu al-Qasim al-Hussain ibn Rauh al-Khillani dan (4) Ali ibn Muhammad
al-Samiri (w. 873 H/941 M). Sementara kegaiban besar berlangsung sejak
37
Didin Saefudin, Pemikiran Modern dan Postmodern Islam: Biografi Intelektual 17
Tokoh, Jakarta: Grasindo, 2003, hlm. 118-119.
38
Ahmad Mousasawi, “Teori Wilayat Faqih; Asal Mula dan Penampilannya dalam
Literatur Hukum Syi’ah”, dalam Mumtaz Ahmad (ed), State, Politics and Islam. (terj) Ena Hadi,
Masalah-masalah Teori Politik Islam, Bandung: Mizan, 1996, cet III, hlm. 132.
56
wafatnya Ali Ibn Muhammad. Sejak itu pula kepemimpinan imam melalui
selama kegaiban besar, berada pada raja-raja (al-Sultan al’Adil) dan ulama-
waktunya.39
bahwa status faqih sama dengan Rasul dan Imam. Karena apa yang menjadi
dikembangkan.
Teori wilayat faqih dalam beberapa hal adalah kelanjutan dari doktrin
pilihan rakyat yang berbeda dengan diangkatnya Imam oleh Allah.41 Namun
ada hal yang tidak berubah yakni kekuasaan individual seorang pemimpin
Rakhmat, kata wala, walayah, wilayah, wali, maula dan derivasi lainnya
39
Didin Saefudin, Ibid.
40
Ayatullah Ruhullah Khomeini, “Sebuah Pandangan tentang Pemerintahan Islam”,
dalam Sallim Azzam (ed), Beberapa Pandangan tentang pemerintahan Islam, Bandung: Mizan,
1983, hlm. 131.
41
Ahmad Mousasawi, op.cit., hlm. 130.
57
banyak sekali disebut dalam al-Qur’an. Sebagai kata kerja disebut 124 kali
dan sebagai kata benda disebut 112 kali.42 Hal ini menunjukkan bahwa
al-Qur’an.
kata “waliyan” yang berarti dekat dan memiliki kekuasaan atas sesuatu.
Legitimasi doktrinal atas konsep wilayat itu menunjukan bahwa dalam Islam
otoritas keagamaan dan politik itu satu dan serupa.44 Karenanya, konsep
otoritas Islami yang absah dalam Syi’ah dpat dilihat dari kuatnya al-Qur’an
42
Jalaludin Rakhmat, “Pemikiran Politik Islam, dari Nabi Saw.via al-Farabi hingga
Ayatullah Khomeini”, kata pengantar, Yamani, Filsafat Politik Islam: Antara Al-Farabi dan
Khomeini, Bandung: Mizan, 2002, hlm. 15.
43
Ahmad Mousasawi, op.cit., hlm. 130.
44
Wilayat sesuai yang dipaparkan oleh Abdul Aziz Sachedina, merupakan konsep yang
berkaitan dengan segenap kehidupan umat Muslim dengan akibat bahwa umat Muslim tidak
pernah mencampakkan keyakinannya kepada identitas agama dan pemerintah, identitas keduanya
yang pernah dilihatnya pada diri pendiri Islam. Keberadaan Nabi dipercayai oleh umat Islam
mengandung maksud yang asasi yaitu mentransformasikan struktur kesukuan masyarakat Arab
pada masa itu ke dalam suatu umat Muslim, suatu komunitas religio-sosio-politis yang berada di
bawah wilayat al-ilahiyyah yang dirancang oleh Allah itu. Abdul Aziz Sachedina, The Just Ruler
in Shi’ite Islam, (terj) Ilyas Hasan, “Kepemimpinan dalam Islam: Perspektif Syi’ah”, Bandung:
Mizan, 1991, hlm. 163.
58
mereka yang beriman. Frasa terakhir (mereka yang beriman) ini, menurut
Musawi, ayat ini sudah dengan sangat jelas diturunkan berkenaan dengan
berbeda oleh kalangan Sunni. Meski pada intinya ayat itu bercerita tentang
kesalehan dan ketakwaan Ali, tetapi kata al-Wali, menurut Wahbah Zuhaili
dalam Tafsir al Munir, kata tersebut bukan merujuk pada Ali sebagai
45
A. Syarafudin al-Musawi, Al-Muraja’at, (terj) Muhammad al Baqir, “Dialog Sunnah
Syi’ah”, Bandung: Mizan, cet VII, 1994, hlm. 196,
59
keterkaitan dengan sifat-sifat yang ada dalam ayat tersebut, bukan lainnya.
Syi’ah mengambil kata ini dalam arti pokoknya yaitu al-awla atau al-ahaq
pemilikan akan otoritas yang memberi wali hak untuk bertindak dengan cara
hanya bisa diemban oleh orang yang ditunjuk untuk ini oleh al-wali al-
muthlaq (otoritas Mutlak, Allah swt), atau oleh orang yang ditunjuk Nabi
perwakilan). Karenanya Imam yang ditunjuk oleh nash sebagai wali harus
(wakil Imam) dan kedudukan Faqih sebagai hakim (qadhi). 1). Nuwwab
46
Lihat dalam Wahbah Zuhaily, Tafsir al Munir, Beirut: Dar al Fikr, Juz 5, tt, hlm. 237.
47
Thobathoba’I, Tafsir al-Mizan, Beirut: Muassasat al-A’lami lil Mathbu’at, 1991, hlm.
11-12.
48
Abdul Aziz Sachedina, op.cit., hlm. 166.
60
dilakukan oleh Imam atau wakil dan pengakuan umat. Karena fungsi
imamah tergantung pada imam itu sendiri, maka sebenarnya tidak ada
Dalam artian, bahwa di sini tidak ada pembagian yang tetap terhadap
tugas-tugas imam. Namun, ada empat bentuk na’ib Imam yang berfungsi
mendapat gelar nuwwab khashshah adalah sufara (duta besar) selama masa
Gaib kecil imam kedua belas. Ketiga, na’ib ‘am. Jenis ini dipakai untuk
ulama pada tiap-tiap masa yagn mencapai tingkat mujtahid dan ketika tidak
ada ulama. Tugas mereka yang menjadi na’ib imam adalah dibatasi pada
umum).
atau diserahi sepenuhnya kekuasaan imam selama gaibnya imam.49 2). Faqih
49
Di antara bentuk-bentuk perwakilan sebelumnya, hanya jenis pertama dan kedua saja
yang dapat ditemukan selama tahap yuridis pertama. Karya yuridis pada saat ini terutama
berkenaan dengan Imam dan kemaksumannya, bukannya dengan para wakilnya yang harus
melaksanakan fungsi-fungsi politik Imam. Kenyataannya, proses yuridis selama tahap tersebut
seraya mempertahankan gagasan ghaybat, tidak memberikan konsep lain selain intizhar, selama
hari-hari sesudah gaib besar. Ahmad Mousasawi, op.cit., hlm. 134.
61
thaqhut (para penguasa yang zalim) melainkan agar mencari siapa saja yang
konsep wilayat al-Faqih. Konsep ini sangat terkait erat dengan prinsip-
prinsip dasar yang terkait dengan pemikiran politik religius Syi’ah seperti
kesetiaan, imamah dan taqlid. Namun, teori Imamah yang harus diwujudkan
dalam era saat ini tentu berbeda dengan imamah pada masa-masa awal.
Teori imamah mengatakan bahwa harus ada seorang Imam yang ada dalam
masa kegaiban tidak diketahui dan tidak diketahui apa yang menjadi
gagasannya.
yang ada dalam komunitas Syi’ah, baik di kalangan sejarawan Syi’ah dan
baru ini adalah mereka (komunitas Syi’ah) tidak membutuhkan Imam secara
dilanjutkan oleh faqih. Jadi seorang mujtahid atau faqih mempunyai hak
yang menjadi dasar dalam konsep Islam. Pertama, Allah adalah hakim
memimpin umat. Keempat, para faqih adalah khalifah para imam dan
Faqih adalah Muslim yang sudah mencapai tingkat tertentu dalam Ilmu
Allah, mampu membedakan sunnah yang sahih dan yang palsu yang mutlak
dan terbatas, yang umum dan yang khusus. Ia juga harus mampu
52
Jalaludin Rakhmat, “Pemikiran Politik Islam, dari Nabi Saw.via al-Farabi hingga
Ayatullah Khomeini”, op.cit., hlm. 15-17.
63
taqiyah atau bukan, serta memahami kriteria yang telah ditetapkan.53 Para
kualifikasi tertentu.
Beberapa point penting yang harus dimiliki oleh faqih antara lain:
dari watak buruk. Hal ini ditunjukan dengan sifat istiqamah, al-shalah dan
nabi harus juga dipenuhi oleh fuqaha yang adil. Keadilan adalah konsep
yang lebih luas dari amanat dan mungkin seseorang adalah amanat pada
53
Jalaludin Rakhmat, Ibid.
54
Jalaludin Rakhmat, Ibid.
55
Imam Khomeini, Islamic Government, (terj) Muhammad Anis Maulachela, “Sistem
Pemerintahan Islam”, Jakarta: Pustaka Zahra, 2002, hlm. 92-93.
64
kualifikasi untuk menjadi faqihpun sangatlah ketat. Selain bisa berbuat adil,
faqih juga harus memiliki pengetahuan yang luas tentang hukum Islam.
Selain itu faqih juga harus memiliki kemampuan administratif serta bisa
yang tinggi.
Selain kualifikasi yang diemban oleh calon faqih tugas lain yang harus
tugas komunikasi dengan umat (al Ittishal bil ummah), keempat, tugas
dan pengaturan negara serta pelaksanaan hukum syariat yang suci. Dan ini
merupakan beban serta tugas yang berat dan sangatlah penting. Meski
wilayat al-faqih yang adil sama dengan wilayah Nabi dan Imam, namun
mereka sama adalah otoritas atau wewenangnya. Dengan kata lain, wilayat
56
Jalaludin Rakhmat, Islam Alternatif: Ceramah-ceramah di Kampus, Bandung: Mizan,
2003, Cet XI, hlm. 256-257.
65
faqih.57 Tetapi seorang faqih, tidak memiliki wilayah mutlak atas fuqaha lain
Tidak ada tingkatan hierarkis yang menunjukkan bahwa faqih yang satu
57
Imam Khomeini, Islamic Government, Ibid., hlm. 69.
66
Nabi
Ali
Hasan
Husein
Ali Z. Abidin
Muhammad al-Baqir
Ja’far al-Sadiq
Musa al-Kazim
Ali al-Ridla
Muhammad al-Jawwad Pemegang Kedaulatan
Ali al-Hadi
Al-Hasan al-Askari
Muhammad al-Muntazar
Perwakilan Umum
Umat
Iran, termuat dalam pasal 5 Konstitusi Republik Islam Iran. Sistem ini
berpendapat rakyatnya.
Sirkulasi elit, yang tercermin dalam sistem ini sebenarnya tidak lepas
dari tujuan awal kemunculan sistem ini pada masa menjelang revolusi. Saat
itu paling tidak ada dua tujuan politis yang ingin dicapai dengan menggiring
isu wilayat al-faqih58. Pertama, para ulama yang menjadi motor penggerak
rakyat.
bahwa kedaulatan mutlak atas dunia adalah milik Tuhan. Hanya Tuhanlah
Tuhan menuju Faqih dan akhirnya sampai pada manusia. Ketiga, pada pasal
dan memberikan hak untuk memilih presiden dan anggota majelis kepada
masyarakat. pada saat yang sama, faqih yang menjadi anggota tanpa dipilih
presiden dan anggota majelis. Lebih lanjut, dewan pelindung memiliki veto
Iran saat ini merupakan reinkarnasi dari konsep klasik teologi politik Syi`ah
59
Mohsen Millani, Ibid.
69
Perdana Menteri dalam sejarah Islam? Delapan puluh persen yang kita
terdiri dari 270 anggota yang dipilih langsung oleh rakyat untuk masa
60
Mohsen Millani, Ibid.
70
diikuti oleh sekitar 50,57 % rakyat Iran yang berhak memberikan suara.
Usut punya usut, salah satu penyebab minimnya jumlah rakyat Iran
kubu reformis. Dari jumlah 8144 caleg yang mendaftar, Dewan Garda
ditempatkan di area-area kuburan, karena pada hari Jumat tradisi rakyat Iran
menziarahi kuburan.61
fuqaha yang diangkat oleh Imam atau Dewan Kwimanan dan enam ahli
hukum yang mahir dalam berbagai cabang hukum di antara para ahli hukum
tertinggi (Shuraye A’li-ye Qazaii). Keenam ahli hukum itu diangkat oleh
Majelis.
61
M. Guntur Romli, Pemilu Iran dan Dilema Demokrasi Agama, Pengurus Cabang
Istimewa Nahdlatul Ulama Mesir: Buletin Tanwirul Afkar, Edisi 13, 2004.
71
pemimpin spiritual. Presiden dipilih untuk masa jabatan empat tahun dan
dipilih melalui pemilihan umum. Presiden hanya dapat dipilih kembali untuk
social rakyat.62
62
Selain kekuasaan di tiga pilar tersebut, terdapat berbagai macam instrumen
pemerintahan yang biasa dikenal dalam system pemerintahan suatu negeara, di Iran terdapat
beberapa Dewan yang menjadi cirri keunikan pemerintahan revolusioner yang sangat berperan dan
berpengaruh yakni Majelis Ulama yang terdiri dari 80 Ulama pilihan yang bertanggungjawab
dalam hal-hal utama seperti melaksanakan revisi terhadap UU Dasar 1979 serta memilih pengganti
atau penerus Khomeini. Kedua, Dewan Penjaga Konstitusi yang terdiri dari 12 anggota bergugas
melakukan penyaringan dan memodifikasi semua Undang-undang dari Majelis sebelum diteruskan
ke Faqih. Ketiga, Dewan Revolusi yang bertugas mengatur Pasukan Pengawal Revolusi atau
Pasdaran. Keempat, sebagai tambahan dari seksi Dewan Militer Revolusi, dibentuklah seksi sosial
politik dan ekonomi yang dihubungkan dengan masjid yang tersebar di seluruh Iran. Kelima, para
pemimpin agama yang ditempatkan di masjid-masjid berfungsi sebagai Administrator Lokal.
Selengkapnya lihat dalam Noor Arif Maulana, Revolusi Islam Iran dan Realisasi Vilayat-I Faqih,
Jogjakarta: Kreasi Wacana, 2003, hlm. 175-177
72
keagamaan dan sistem politik modern, tetapi bukan berarti idealitas tersebut
merembet pada dataran realitas. Satu contoh yang bisa kita ambil adalah
betapa kecilnya partisipasi politik warga Iran pada pemilu legislatif 2004.
terhadap sistem politik negara Iran yang tidak memberikan ruang bagi
mutlak dan tidak terbatas. Sedangkan Dewan Garda sebagai tangan panjang
Dari sini, memang kerumitan sistem politik itu cukup kentara terlihat.
Meski rakyat berhak memilih presiden dan wakil presiden serta wakilnya di
legislatif, tetapi ihwal siapa yang berhak dipilih, semuanya ditentukan oleh
wali faqih dan dewan garda tersebut. Tentu saja keputusan tersebut tidak
lepas dari tarik menarik kepentingan antara kubu konservatif dan reformis.
Khatami yang berasal dari kubu reformsi, tidak bisa melepaskan diri dari
hampir 75% dari kursi yang tersedia. Selain tentu saja karena faktor sistem
tersendat.
saat ini, bahkan paling rumit sejak revolusi 1979. Di satu sisi rakyat Iran
itu.63
wilayat al-faqih) yang masih diliputi perdebatan yang cukup rumit. Ada
63
Musthafa Abd. Rahman, Iran Pasca Revolusi: Fenomena Pertarungan Kubu Reformis
dan Konservatif, Jakarta: Kompas 2003, hlm. 98.
64
Musthafa Abd. Rahman, Ibid., hlm. xxi-xxii
74
baik bagi pemikirannya. Ia mengatakan, “I’m not a good judge for my own
ideas”.66
pasti mendapatkan reaksi yang cukup keras dari kelompok Mullah. Kaum
mullah dan fakih mengatakan bahwa para penentang konsep wilayat al-faqih
harus berdasarkan tuntutan dan mandat rakyat, sehingga tak satu pun yang
kebebasan”.67
Iran saat ini. Ada pertarungan antara kubu reformis dan konservatif dan
tafsir yang beragam atas konsep wilayat al-faqih. Satu lagi yang tak kalah
65
Elaborasi mengenai pemikiran Abdul Karim Soroush selengkapnya pada bab III ,
terutama dalam sub bab Anakronisme Wilayat al-Faqih.
66
Abdul Karim Soroush, Democracy and Rationality, Shargh Newspaper, 2003.
67
Musthafa Abd. Rahman, op.cit., hlm. xxii.
75
dengan Amerika.
mengatakan bahwa kebijakan luar negeri Iran akan ia bangun diatas prinsip
hubungan Iran dan Amerika mengalami pasang surut. Ini tak lain akibat
Hubungan Iran Amerika yang tak menentu ini nampaknya akan semakin
Untuk membuat dunia lebih yakin dengan program nuklir Iran, Putin
damai. Moskow dan Teheran, yang hubungan nuklirnya sudah terjalin sejak
ini yang melicinkan jalan bagi Busher untuk memulai kegiatannya pada
akhir 2006.
dan AS akan segera membaik dalam waktu dekat. Apalagi kemudian melihat
konteks percaturan politik global, hal ini memang sudah lumrah dan menjadi
semacam menu utama hidangan politik dunia. Dampaknya hingga saat ini,
(baca Iran) dengan hasrat yang tinggi untuk menguasai minyak mentah dan
gas alam di kawasan itu. Tak jarang pemerintah AS turut intervensi terhadap
70
Kompas, 25 Juni 2005.
77
lain. Apakah juga ada kecenderungan yang sama ketika mereka melihat AS
yang dulu digagas oleh Abraham Lincoln. Juga bukan kebencian terhadap
atas rakyat, melainkan abdi negara. Bila mereka mengatakan, kami tidak
yang juga berkembang di AS. Kenyataan ini bertambah kuat manakala kita
berkembang di Iran.
dinamika pemerintahan Iran adalah isu tentang gender. Di Iran, salah satu
aktif mebahas peran dan hak wanita Iran yang mereka pandang sangat
dikutip oleh Bambang Cipto, dalam penerbitan perdananya pada tahun 1991
majalah ini menyoroti secara kritis nasib getir kaum perempuan Iran.
71
Kompas, 13 Juli 2003.
72
Lihat dalam Bambang Cipto, Dinamika Politik Iran: Puritanisme Ulama, Proses
Demokratisasi dan Fenomena Khatami, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 82.
79
mereka tetap yakin bahwa perempuan tidak lebih dari sekadar alat
kelamin kedua yang tidak memiliki kepribadian tanpa kehadiran suami dan
pertanyaan besar dalam dinamika politik Iran pasca Revolusi. Terma yang
Ideologi, Islam dan Modernitas, Islam dan Barat, Pluralisme, Agama dan
suara rakyat dengan suara Tuhan, wilayat al-faqih justru membuat dua
supremasi Tuhan yang diwakili oleh suara agama melalui gaungan oleh para
faqih.
73
Bambang Cipto, Ibid.
74
Mehrzad Boroujerdi, “The Paradoxes of Politics in Post-Revolutionary Iran”, dalam
John L. Esposito and R.K. Ramazani, Iran at the Crossroads, New York: 2001, hlm. 13-27.
80
nasihat. Tetapi para faqih juga turut campur dalam persoalan eksekusi
jawab eksekutif.
saat ini. Karena bagaimanapun juga demokrasi sangat terkait dengan upaya
kebebasan berpendapat.
logika politik yang saat ini berkembang. Kualifikasi pemimpin yang baik
saat ini bukan didasarkan pada model kekerabatan. Tetapi persoalan yang
menjadi Imam ketika menunggu kehadiran Imam kedua belas yang entah
justru perdebatan akan semakin tidak menentu dan menjurus pada truth
claim.
gadang bisa menjadi solusi atas semua problem juga pada prakteknya tidak
Dari sini, umat Islam seharusnya sadar dan tidak terjebak dalam
romantisme sejarah masa lalu. Konsep politik Islam klasik baik Imamah
diletakan pada porsi yang tepat. Keduanya merupakan doktrin yang ideal
pada zamannya. Dan belum tentu relevan jika dipraktekan pada saat ini.
dalam masyarakat agamis. Menurutnya saat ini kita memerlukan orang yang
82
dapat mengajarkan kita tentang agama yang bisa eksis di dunia modern.75
Dan orang yang mampu melaksanakan fungsi itu, bukanlah seorang faqih
juga bukan teolog. Dia adalah seorang yang memiliki kapasitas setara
75
Abdul Karim Soroush, Mahdaviyat va Ehya-ye Din, op.cit.
76
Abdul Karim Soroush, Mahdaviyat va Ehya-ye Din, Ibid.
77
Akbar S. Ahmed, Islam Under Siege: Living Dangerously in a Post-Honor World,
(terj) Agung Prihantoro, “Islam Sebagai Tertuduh: Kambing Hitam di Tengah Kekerasan Global”,
Bandung: Arasy, 2004, hlm. 172-178.
83
kepemimpinan jenis ini memiliki daya topang atau daya tarik yang tidaklah
terlalu besar.
biasa dipraktekan oleh pemimpin yang ada di Mesir, Turki dan Bangladesh
krisis.
sebenarnya bisa kita jadikan sebagai starting point untuk melihat di mana
78
Kepemimpinan model monarchiredites sebenarnya patut menjadi sorotan. Ini tak lain
karena biasanya dalam sistem pemerintahan ini, demokrasi sulit untuk bernafas. Keputusan atau
kebijakan semuanya terpusat dan diputuskan oleh negara. Tidak ada suara lain yang bisa
seenaknya bergema selain suara penguasa. Tafsir atas doktrin keagamaan didesain sama dan hanya
tafsiran sang penguasalah yang paling absah. Arab Saudi, dalam pandangan saya sangat tepat
untuk menggambarkan situasi seperti ini. Apalagi sejak kongkalikong Muhammad Ibn Saud yang
penguasa dengan Muhammad Ibn Abd Wahhab (1703-1783) yang berakhir dengan dijadikannya
Wahabisme sebagai ideologi negara. Ibn Abd Wahhab adalah salah satu dari sekian banyak
pemikir yang berjasa bagi gerakan revivalis khususnya menyediakan konteks bagi perkembangan
Islamisme di Timur Tengah abad ke 18. Lihat dalam Tedi Kholiludin, Gelombang Neo
Wahabisme, Jurnal Justisia edisi 28, 2005, hlm. 2-8.
84
sebenarnya konsep kedaulatan yang ada di Iran melalui sistem wilayat al-
mana sumber kedaulatan yang dimiliki oleh pemerintah itu berasal. Istilah
Kata tersebut menunjuk pada pengertian kekuasaan tertinggi dalam atau dari
Kata kedaulatan itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Arab yaitu
dala, yadulu daulatan atau dalam bentuk jamak duwal yang asal maknanya
adalah perubahan atau pergantian. Selain itu istilah daulat juga dipergunakan
Kedaulatan Tuhan. Teori ini merupakan teori yang paling tua dilihat dari sisi
kemunculannya. Inti dari teori ini adalah bahwa kekuasan pemerintahan itu
79
M. Hasbi Amirudin, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman,Yogyakarta: UII
Press, 2000, hlm. 101.
85
hubungannya dengan perkembangan agama baru yang timbul pada saat itu
keagamaan yaitu gereja dan dikepalai seorang Paus. Dalam paham ini sering
mengatasnamakan Tuhan.
adalah Tuhan, tetapi ketika berbicara siapa wakil Tuhan di muka bumi,
dan Paus adalah sama, hanya tugasnya saja yang berlainan, raja dalam
Penganut teori ini adalah Thomas Aquinas. Dan kelompok terakhir adalah
mereka yang berpendapat bahwa raja itu adalah wakil Tuhan untuk
80
M. Hasbi Amirudin, Ibid., hlm. 103.
86
berkehendak apa saja karena mereka merasa itu semua dikehendaki Tuhan.
Bahkan raja tak jarang menetapkan agama dan kepercayaan yang harus
Marsilius.81
kelanjuutan dari teori tentang kekuasaan tertinggi gereja yang setelah abad
keamanan dan ketentraman.83 Dan ini hanya dapat dicapai oleh pemerintah
81
M. Hasbi Amirudin, Ibid., 104-105.
82
Sebagaimana dikutip oleh John Markoff, Waves of Democracy, Social Movements and
Political Change, (terj) Ari Setyaningrum, “Gelombang Demokrasi Dunia: Gerakan Sosial dan
Perubahan Politik”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan CCCS, 2002, hlm. 29.
83
M. Hasbi Amirudin, Ibid.
87
berdaulat karena ada negara. Jadi sumber kedaulatan adalha negara itu
sendiri. Karen ada negara maka ada kekuasaan yang diperoleh oleh
pemintah dari negara itu.84 Dalam teori ini disebutkan bahwa negaralah yang
berdasarkan hukum.
rakyat. Dalam ilmu politik kita kenal istilah social contract. Ini artinya
Lima teori yang berkembang di atas juga dapat kita temukan dalam
temukan dalam sejarah politik Islam pada masa Bani Abasiyah. Di masa
84
Moh. Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta: Rineka
Cipta, 2001, hlm. 67.
88
Sementara teori kedaulatan rakyat pernah diajukan oleh Ibnu Sina yang
berpendapat bahwa pemilihan kepala negara bisa dijalankan dengan dua cara
pilihan oleh para elit yang dipercayai oleh rakyat.85 Gambaran ini
rakyat.
benar dan model kedaulatan apa yang saat ini dijalankan oleh pemerintahan
kedaulatan itu, maka jawabannya tentu semua teori itu bisa benar karena
memang berangkat dari gagasan maupun dari realitas. Begitu juga ketika
kita ingin melihat kedaulatan yang ada dalam pemerintahan Iran. Meski
dalam pasal 2 konstitusi Iran dinyatakan bahwa Republik Islam Iran adalah
suatu sistem yang berlandaskan keyakinan pada Ketuhanan Yang Maha Esa.
tertentu kita melihat ada kedaulatan lain yang tidak semata-mata milik
Tuhan.
85
Hasbi Amirudin, op.cit, hlm 109.
89
a). Pada mulanya sovereignty berarti kekuasaan absolut tertinggi dan tidak
wilayahnya masing-masing.
b). (Tetapi) setelah muncul raja-raja yang absolut maka kekuasaan itu
bahwa arti kedaulatan terbagi ke dalam tiga fase yaitu, pertama, Fase
komparatif yaitu fase yang mengartikan kedaulatan pada zaman feudal abad-
abad pertengahan yakni ketika kedaulatan berada pada raja-raja dan tuan
tanah. Kedua, fase absolut yaitu fase ketika zaman raja-raja absolut saat
Ketiga, fase relatif yaitu Fase zaman modern yang ternyata kedaulatas satu
86
Moh. Mahfud MD, op.cit., hlm. 68.
87
Ibid.
88
Ahmad Baso, Islam Pasca Kolonial: Perselingkuhan Agama, Kolonialisme dan
Liberalisme, Bandung: Mizan, 2005, hlm. 157.
90
kekayaannya.89
dominasi.
dengan kata-kata kedaulatan Tuhan. Jika yang menjadi rujukan adalah pasal
89
Ahmad Baso, Ibid.
90
Ahmad Baso, Ibid.
91
Ahmad Baso, Ibid.
91
2 dalam konstitusi, mungkin jawabannya ya. Tetapi jika yang dilihat adalah
sistem dan praktek politik secara holistik, maka sebenarnya ada dimensi
Iran mutlak milik Tuhan, tetapi ihwal siapa yang menjadi presiden dan
kekuasaan yang tak terbatas dari Faqih. Meski rakyat berkehendak, tetapi
kehendak tersebut tidak bisa melampaui kekuasaan faqih. Atas dasar ini
maka penulis bisa menarik benang merah bahwa demokrasi yang coba
dipadukan dengan system politik dari sekte Syi’ah barulah sebatas pseudo
milik Tuhan.
Atau jika merujuk pada pembagian lima konsep kedaulatan di atas, apa
yang dipraktekan di Iran lebih condong pada teori kedaulatan Tuhan seperti
yang diajarkan oleh Marsilius. Ini didasarkan atas satu fakta bahwa dalam
Islam tidak ada sistem kepausan atau hierarki. Jadi faqih murni adalah
seorang raja dalam ajaran Marsilius. Faqih inilah yang menggantikan imam