Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap agama mempunyai karakteristik ajaran yang membedakan dari agama-agama


lainnya. Agama yang didakwahkan secara sungguh-sungguh diharapkan dapat
menyelamatkan dunia yang terpecah-pecah dalam berbagai bagian-bagian. Perpecahan saling
mengintai dan berbagai krisi yang belum diketahui bagaimana cara mengatasinya.
Tidak mudah membahas karakteristik ajaran islam, karena ruang lingkupnya sangat
luas, mencakup berbagai aspek kehidupan umat islam. Untuk mengkaji secara rinci semua
karakteristik ajaran islam perlu di telusuri, mulai dari risalah Allah terakhir dan menjadi
agama yang di ridhoi Allah, untuk dunia dan seluruh umat manusia sampai datangnya hari
kiamat.
Karakteristik yang dimiliki islam, yakni karakteristik ilmu dan kebudayaan,
pendidikan, social, ekonomi, kesehatan, politik, pekerjaan, dan disiplin ilmu. Karakteristik
ajaran islam adalah suatu karaktek yang harus dimiliki oleh umat muslim dengan
bersandarkan Al-Qur’an dan Hadist dalam berbagai bidang ilmu, kebudayaan, pendidikan,
social, ekonomi, kesehatan, politik, pekerjaan, disiplin ilmu, dan berbagai macam ilmu
khusus. Karakteristik ini banyak terdapat di dalam sumber-sumber ajaran Al-Qur’an dan Al-
Hadist.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari penamaan islam dan karakteristik ajarannya dalam kehidupan
manusia?
2. Apa sajakah karakteristik islam?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENAMAAN ISLAM DAN KARAKTERISTIK AJARANNYA DALAM


KEHIDUPAN MANUSIA.
Wilfred cantwell smith menyatakan, bahwa “the first observation is that of all the
world’s religious traditions the Islamic would seem to be the one with a built-in name.
The world “islam” occurs in the Qur’an itself, and muslim are insistent on using this term
to disegnate their system of faith. In contrast to what has happened with other religious
communities”1 (Pengamatan pertama ialah,bahwa dari semua tradisi keagamaan di dunia,
tradisi islam akan tampak sebagai satu-satunya nama yang built-in (terpasang tetap). Kata
islam sendiri terdapat dalam Al-Qur’an, dan orang-orang teguh menggunakan istilah itu
untuk mengenal system keimanan mereka. Berbeda dengan apa yang terjadi pada
masyarakat keagamaan lain).
Pengamatan smith tersebut menunjukkan, bahwa agama islam bukan
”Mohammedanism” sebagaimana banyak ditulis oleh para penulis barat (Orientalist).
Mereka menamakan demikian karena dikaitkan dengan si pembawanya, yaitu
Muhammad SAW. Sebagaimana yang terjadi pada agama-agama lainnya. Padahal di
dalam Al-Qur’an sudah jelas dinyatakan bahwa nama agama itu adalah islam.

Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Maidah ayat 3 yang artinya :


“Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan
kepadamu nikmat-ku, dan telah kuridhoi islam itu menjadi agama bagimu”.
Dan Nabi Muhammad sendiri menyatakan dirinya sebagai muslim. Sebagaimana
dijelaskan di dalam QS. Al-An’am ayat 163 yang artinya:
“Dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).

Nama islam bukan nama yang lahir berdasarkan nama pendirinya seperti agama
budha karena tokoh yang mendirikan adalah budha Gautama; agam masehi atau Kristen,
Karena tokoh yang mendirikannya adalah nabi isa atau yesus yang bergelar al-masih atau
kristus; confusianisme yang dibawa Confucius atau kong hucu. Nama islam bukan

1
Wilfred cantweel smith, The Meaning and End Religion, (New York: The New American Library of the
World Literature, 1964), hlm. 75.

2
berdasar pada nama tempat kelahiran tokoh (seperti, misalnya: agama hindu, karena
muncul di india, yakni lembah atau seberang sungai indus). Juga bukan berdasarkan
kebangsaan, kesukuan, atau dinasti (seperti: agama yahudi, karena tumbuh dikalangan
bangsa, suku atau dinasti yahuda atau yuda; dan juga tidak dibuat berdasarkan nama
tempat kelahiran tokoh yang mendirikan, seperti; agama nasrani, yang berdasarkan
tempat kelahiran isa, yaitu Nazareth di palestina.2
Menurut anggapan orang islam, bahwa pemakaian nama “Mohammedanism”
untuk menunjukkan islam, selain “salah” juga merupakan “penghinaan”. Dikatakan
“salah” karena Muhammad bukanlah yang membikin agama itu, tetapi yang
membikinnya Allah SWT. Muhammad hanyalah menyampaikan apa yang diajarkan
olehnya. Dikatakan “penghinaan” karena Mohammedanism mengandung pengertian
bahwa islam itu berpusat kepada Muhammad, sebagai sosok manusia, dan bukan kepada
tuhan. Penggunaan nama “agama Kristen” memang cocok untuk orang-orang Kristen,
tetapi tidak relevan jika disebut Mohammedanism untuk agama islam. Jadi, nama yang
tepat bagi agama islam adalah “islam” yang berasdal dari Allah SWT.3
Sebagai implikasi dari penamaan tersebut, maka islam merupakan agama
universal, karena berasal dari zat yang menguasainya, mengatur, dan memelihara sekalian
alam. Ajaran islam dimaksudkan untuk seluruh umat, bukan untuk kelompok tertentu,
karena Nabi Muhammad diutus untuk seluruh umat manusia (QS.al-Anbiya: 107).
Berbeda dengan para rasul sebelumnya yang hanya diutus untuk satu bangsa dan
wilayah tertentu. Kehadiran Nabi/ Rasul sebelumnya dan meluruskan ajaran yang telah
diselewengkan oleh bangsa di wilayah tertentu. Kehadiran Nabi Muhammad adalah rasul,
yang diutus untuk seluruh umat manusia. Karena itu, walaupun islam pertama kali
tumbuh dan berkembang di jazirah arab namun titahnya menjangkau semua lapisan
bangsa arab dan non-arab dalam tingkat titah yang sama, serta tidak tergantung kepada
satu ras, bahasa, tempat, ataupun masa dan kelompok manusia.
Di samping itu, salah satu prinsip yang fundamental dalam islam ialah bahwa
orang islam harus percaya kepada para Nabi dan Rasul yang dibangkitkan sebelum Nabi
Muhammad. Islam menuntut pemeluknya supaya percaya kepada semua agama di dunia
yang mendahuluinya yang diturunkan oleh tuhan. Hal ini dinyatakan oleh Allah dalam

2
H. A. Mukti Ali, Memahaami Beberapa Aspek Ajaran Islam, (Bandung: Mizan, 1991) hlm. 49-50. Lihat Pula:
Maulana Muhammad Ali, The Religion Of Islam, (Lahore-Pakistan: Ahmadiyah Anjuman Ishaat Islam, 1950),
hlm. 1. Abul A’la al-maududi, Toward Understanding Islam, (Lahore-Dacca Pakistan: Islamic Publication Ltd. t.t),
hlm. 1.
3
H. A. Mukti Ali, ibid.

3
QS. al-Baqarah ayat 4 dan 136. Apabila dibandingkan dengan pemeluk agama lainnya,
maka seorang muslim adalah orang yang percaya kepada Nabi-nabi dan kitab-kitab suci
dari bangsa-bangsa lain. Seorang yahudi hanya percaya kepada Nabi-nabi keturunan
Israel. Seorang kristen hanya percaya kepada Yesus Kristus dan sebagian dari Nabi-nabi
Bani Israel. Seorang Budhis hanya percaya kepada Gautama Budha. Seorang Zoroastrian
hanya percaya kepada Zoroaster. Seorang hindu hanya percaya kepada orang-orang yang
mereka anggap Nabi yang dibangkitkan oleh india. Seorang kong Hucu hanya percaya
kepada Kong Hucu. Tetapi seorang muslim percaya kepada mereka semua, juga percaya
kepada Nabi Muhammad SAW. Karena itu agama islam adalah agama yang mencakup
semua ajaran agama yang diwahyukan oleh Allah di dunia ini, sebagaimana Al-Qur’an
merupakan himpunan dari semua kitab suci yang pernah diturunkan oleh Allah di dunia
ini.4 Hal ini juga merupakan indikasi dari universalitas ajaran agama islam.
Dilihat dari segi sejarahnya, dakwah islam mengarah kepada perbaikan standar
nilai-nilai kemanusiaan yang unggul, baik dalam tingkah laku pribadi maupun hubungan
antara sesame umat manusia. Dakwah Islam memang dimulai di mekkah kemudian di
yastrib (Madinah), sebagai pilot project, berdasarkan kenyataan bahwa umat manusia di
dalamnya telah terjerumus ke dalam sistem dan pandangan hidup jahiliah atau ke lembah
materialism dalam tingkah laku maupun antar sesame mereka. Jahiliah, bukan berarti
tidak mempunyai peradaban dalam pengertian materi atau kekuatan materil, tetapi yang
dimaksud adalah tidak berprikemanusiaan, dan kecenderungan egoism yang berlebihan
dalam tingkah laku dan pergaulan. Pandangan semacam itu tidak hanya melekat pada
masyarakat mekkah yatsrib, tetapi juga merata di semenanjung Arab, emperor persi di
timur, dan juga emperior Romawi di Utara dan Barat, atau bahkan merata di seluruh
dunia.
Diturunkannya Al-Qur’an dalam bahasa Arab adalah karena bahasa mereka yang
dipakai untuk eksperimen pertama dalam membentuk masyarakat yang komitmen dengan
nilai-nilai kemanusiaan, bukan karena dakwah islam hanya berlaku untuk orang Arab.
Adalah salah besar jika seseorang mengatakan, bahwa terpilihnya bahasa Arab sebagai
bahasa Al-Qur’an menunjukkan bahwa islam hanya untuk orang Mekkah atau Madinah
saja, karena hal itu mengurangi universalitas dakwah islam. Sifat universalitas dari
dakwah ini dapat disaring dari prinsip-prinsip umum diserunya, yaitu dasar-dasar yang
khusus dalam tabiat manusia, tabiat manusia yang benar-benar masih polos.
Universalisme dakwah islam berbeda dengan lokalitas revolusi. Sekalipun revolusi itu
4
Ibid

4
berpindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya, atau diekspor oleh bangsa yang
melakukan revolusi terhadap bangsa yang lainnya. Karena dasar-dasar revolusi sangat
dipengaruhi oleh dimana revolusi itu tumbuh, bukan Karen panggilan pada tabiat manusia
yang masih asli, manusia sebagai manusia, di mana saja dan kapan saja.
Menjelaskan universalitas ajaran islam dapat pula ditempuh melalui analisis dan
kajian tentang pengertian islam, karena yang pertama-tama menjadi sumber ide tentang
universitas islam adalah pengertian islam itu sendiri. Kata islam mengandung arti atau
makna yang bermacam-macam tetapi mengandung kesatuan makna. Sebagaimana dapat
dipahami dan direnungkan pada uraian ini.
Pertama, “islam” berasal dari kata al-salamu, al-salmu, dan al-silmu, yang berarti:
menyerahkan diri, pasrah, tunduk, dan patuh.5 Dengan demikian “Islam” mengandung
sikap penyerahan diri, pasrah, tunduk, dan patuh dari manusia terhadap tuhannya atau
makhluk terhadap khalik, Tuhan Yang Maha Esa.
Menjalankan al-Islam bagi umat manusia adalah sama nilainya dengan
berjalannya alam mengikuti hukum-hukumnya sendiri yang ditetapkan oleh Allah.
Karena itu, al-Islam bersifat alami, wajar, fitri, dan natural, sedangkan sikap menentang
terhadap kehendak dan rencana Tuhan adalah tidak alami, tidak wajar sebagaimana
wajarnya alam yang tidak berjalan tidak mengikuti hukum-hukumnya sendiri.
Adakalanya manusia telah ber-islam, namun karena factor eksternal yang
memengaruhinya, maka ia berpaling darinya. Firaun semasa hidupnya enggan mengakui
keislamannya, tetapi ketika mulai tenggelam dan ajalnya sudah diambang kematian, ia
mengakui adanya kebenaran islam tersebut (QS. Yunus: 90).
Bagi manusia yang memiliki roh Ilahi, maka ia mempunyai kesadaran penuh dan
kemampuan untuk memilih dan membebaskan, sehingga kalaupun roh Ilahi yang melekat
pada tubuh materil manusia telah melakukan perjanjian dengan Tuhan, tetapi ketundukan
dan kepasrahan manusia kepada tuhan tidak terjadi secara otomatis dan pasti, melakukan
karena pilihan dan keputusannya sendiri. Aktualitas keislaman manusia itu ditentukan
oleh diri sendiri dalam perkembangannya dari waktu ke waktu, sehingga pilihannya itu
ada yang mengarah kepada pilihan baiknya dan ada pula yang mengarah pada pilihan
buruknya. Karena itu Allah selalu mengingatkan melalui para Nabi atau Rasul-Nya, agar
senantiasa tetap berada pada naturnya sendiri, yaitu taat, patuh, dan pasrah kepada-nya.
Sikap taat, patuh, tunduk, dan pasrah kepada Tuhan (menjalankan al-Islam) yang
menjadi sikap setiap makhluk (benda-benda mati dan benda hidup), dan merupakan unsur
5
‘Afif’ Abd al-Fatah Thabarah, Ruh al-Din al-Islami, (Damaskus: Syarif Khalil Sakar, 1966), hlm. 18.

5
kemanusiaan yang alami atau fitri dan sejati, serta merupakan kesatuan kenabian/
kerasulan dan ajaran para Nabi? Rasul hingga Nabi Muhammad (Rasul Terakhir) untuk
semua umat dan bangsa itu, menjadi dasar universalisme ajaran islam, Karena diakui
kebenarannya secara universal dan menjadi tuntutan naluri/fitri setiap manusia di semua
zaman dan tempat. Bagi manusia yang melanggarnya atau melupakannya misalnya
melanggar atau mengubah hukum alam dalam pengembangan Iptek dan sebaliknya, maka
tentunya akan mengakibatkan kesengsaraan dan malapetaka, baik lagi umat manusia itu
sendiri maupun alam sekitarnya (QS. Fathir: 39).
Kedua, “Islam” berasal dari kata al-silmu atau al-salmu yang berarti damai dan
aman.6 Hal ini mengandung makna bahwa orang yang ber-islam berarti, orang yang
masuk dalam perdamaian dan keamanan, dan seorang berarti, orang yang masuk dalam
perdamaian dan keamanan dengan Tuhan, manusia, dirinya sendiri, dan alam. Damai
dengan tuhan berarti tunduk dan patuh secara menyeluruh kepada kehendaknya. Damai
dengan manusia tidak hanya berarti meninggalkan perbuatan jelek dan tidak menyakitkan
orang lain, tetapi juga berbuat baik kepada orang lain, karena manusia tidaklah terlepas
dari ketergantungan kepada orang lain. Damai dengan dirinya sendiri berarti selalu
memelihara diri dan menjaganya dari berbagai macam ancaman dan siksaan atau
penderitaan, apakah berupa penyakit (jasmani maupun rohani), dan atau lain-lainya.
Sedangkan damai dengan alam berarti memelihara, memakmurkan, dan membudayakan
alam, serta memanfaatkannya selaras dengan sifat dan kondisi dari alam itu sendiri, dan
tidak merusaknya atau melanggar hukum-hukum alam (sunnatullah).
Pengertian itu dapat dipahami dari firman Allah dalam QS. al-Baqarah ayat 208;
an-Nisa’ ayat 91; at-Tahrim ayat 6; al-Anbiya: 105-107. Pengertian ini merupakan
konsekuensi dari makna al-Islam yang berarti “penyerahan diri atau pasrah” kepada
tuhan. Dengan kepasrahan terhadap Tuhan, maka seseorang akan mampu
mengembangkan seluruh kepribadiannya secara menyeluruh untuk berdamai dan
membikin kedamaian serta keamanan di muka bumi ini. Hal ini disebabkan karena Tuhan
mengajarkan kepada umat manusia. Untuk menciptakan perdamaian dan keamanan di
muka bumi (QS. al-Baqarah: 208).

B. Karakteristik islam
1. Karakteristik umum

6
Ibid

6
a. islam sebagai agama prophetic, revealed religion, mission religion, agama wahyu,
agama samawi, merupakan kontinuitas, penyempurnaan, dan penutup risalah para
Nabi.
b. Islam sebagai sebuah din dan tamaddun sekaligus, bersifat eternal, universal,
mencakup semua sendi kehidupan manusia baik dimensi vertical maupun
horizontal.
c. Islam adalah agama yang mengakui adanya pluralitas, keanekaragaman
keyakinan, kepercayaan, agama, manusia.
d. Islam merupakan agama yang terbuka, bias dikaji dari berbagai keilmuan.
Sehingga bagi umat islam Al-Qur’an yang merupakan sumber utama ajaran islam,
merupakan sebuah grand theory, dalam pengembangan ilmu pengetahuan.7

2. Karakteristik khusus
a. Bidang Akidah
1) Akidah Islam adalah aqidah tauqifiyyah, artinya adalah akidah islam
dijelaskan secara terperinci. Mana perbuatan-perbuatan yang masuk
dalam kategori tauhid dan syirik disebutkan secara jelas, tanpa ada
sedikitpun yang tercecer. Hal ini disebabkan bahwa akidah merupakan
bagian yang terpenting dalam ajaran islam.
2) Akidah islam adalah aqidah ghaibiyyah, artinya ajarannya berpangkal dari
keyakinan dan kepercayaan terhadap apa adanya yang gaib, Allah,
Malaikat, dan hari Akhir. Walaupun demikian, bukan berarti bahwa ajaran
islam tidak bias dicerma oleh akal pancaindra.
3) Akidah Islam adalah aqidah syumuliyyah, artinya di dalam ajarannya
terdapat integritas antara dimensi substansi dan aplikasi, teori dan praktik,
ilmu, iman, dan amal. Di samping itu, akidah islam memiliki persepsi yang
integral tentang masalah-masalah kemanusiaan universal, seperti Tuhan,
manusia, dan alam.

b. Bidang Ibadah dan Muamalah

7
Didiek Ahmad Supadie, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 97.

7
1) Islam tidak mengenal konsep dikotomis tentang ibadah. Ibadah dalam
islam meliputi semua segi kehidupan manusia, yang dibagi menjadi dua,
yakni ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah
adalah ibadah yang jenis dan tata cara pelaksanaannya telah ditentukan
oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain.
Sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah mencakup semua aspek
kehidupan manusia, seperti sosial, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan
teknik, seni, dan filsafat.
2) Islam memandang, ibadah merupakan konsekuensi tauhid, sehingga
ibadah harus merupakan realisasi dari ketauhidan seseorang. Orang yang
menyatakan bahwa Tuhan yang menciptakan dan memelihara alam
semesta adalah Allah, konsekuensinya ia harus beribadah hanya kepada
Allah.
3) Konsep ibadah di dalam islam bersifat humanisme teosentris, artinya
semua bentuk ibadah hanya ditujukan kepada Allah, tetapi manfaat atau
hikmahnya harus bias mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar
Ibadah puasa, harus bias menumbuhkan solidaritas sosial, dan lain-lain.
c. Bidang Akhlak
1) Akhlak Islam adalah akhlak rabbaniyyah, artinya ia menjadikan ajaran
Tuhan (Al-Qur’an dan Hadis) sebagai sumber nilai untuk menentukan baik
dan buruk. Ukuran baik-buruk dalam akhlak islam bukan berasal dari
pemikiran seseorang, atau adat-istiadat suatu masyarakat, sebagaimana
yang menjadi ukuran baik dan buruk dalam etika sekuler, akan tetapi dari
Al-Qur’an dan Hadis.
2) Akhlak Islam adalah akhlak insani, artinya ajaran-ajaran akhlak islam
sejalan dengan tuntutan fitrah manusia, meletakkan akal dan naluri sesuai
dengan proporsi dan profesinya masing-masing.
3) Akhlak Islam adalah akhlak universal, mencakup semua aspek kehidupan
manusia, baik sebagai makhluk pribadi, social, maupun makhluk Tuhan.
4) Akhlak Islam adalah akhlak keseimbangan, yakni menghayalkan manusia
sebagai malaikat yang suci dan manusia sebagai binatang (pada sifat
keburukan)

8
5) Akhlak Islam adalah akhlak realistic. Di samping memiliki idealism yang
tinggi tetap memerhatikan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki
kelemahan, sehingga di dalam akhlak islam terdapat rukhsah dan darurat.
6) Akhlak Islam menjadikan iman sebagai sumber motivasi. Artinya segala
perbuatan baik harus dilaksanakan atas kesadaran keimanan terhadap
Allah SWT.

9
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kata islam menurut istilah adalah mengacu kepada agama yang bersumber pada
wahyu yang datang dari Allah SWT. Bukan dari manusia, dan bukan pula berasal dari
Nabi Muhammad SAW. Posisi Nabi dalam agama islam diakui sebagai yang ditugasi
oleh Allah untuk menyebarkan ajaran islam tersebut kepada umat manusia.
Selanjutnya dilihat dari segi ajarannya, islam adalah agama yang sepanjang sejarah
manusia. Agama dari seluruh Nabi dan Rasul yang pernah diutus oleh Allah SWT.

10
DAFTAR PUSTAKA

Smith, Wilfred cantweel. 1964. The Meaning and Relegion. New York: The New American
Library of the World Literature.

Ali, Mukti. 1951. Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam. Bandung: Mizan.

Muhammad Ali, Maulana. 1950. The Religion Of Islam. Lahore-Pakistan: Ahmadiyah


Anjuman Ishaat Islam.

Thabarah, Abd al-Fatah. 1966. Ruh al-Din al-Islami. Damaskus: Syarif Khalil Sakar.

Supadie, Ahmad. 2011. Pengantar Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

11

Anda mungkin juga menyukai