Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Keislaman
Pertemuan Ke-II
Disusun Oleh :
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah yang berjudul
“Islam Sebagai Objek Kajian dan Sistematika Ajaran Islam” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun sebagai rasa tanggung jawab atas tugas yang diberikan oleh
Drs. Abu Mansur, M.Pd.I, sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliah Studi KeIslaman.
A. LATAR BELAKANG
Kehadiran ajaran agama Islam dalam era kenabian yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SWT dapat diyakini membawa keselamatan serta terwujud
nyakehidupan sejahtera umat manusia baik didunia maupun akhirat. Agama islam
merupakan agama samawi yang sempurna. Islam menjadi tumpuan cara
pandangan manusia. Ia harus mengangkat manusia dari kehinaan menjadi
kemuliaan, menunjukkan manusia kejalan yang terang dan bukan kejalan yang
tersesat, membebaskan manusia dari semua ancaman kedzaliman, kebijakan,
memerdekakan manusia dari kemeiskinan rohani dan materi dan sebagainya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. TUJUAN
Tujuan islam adalah untuk kesejahteraan dan kebahagian kehidupan
manusia di duniadan di akhirat. Maka, untuk mencapai tujuan itu islam
mengajarkan segi-segi yang berhubungan dengan ukhrowi (M.ImamPamungkas.
2012:4)
Islam hadir di tengah masyarakat jahiliyah yang kenal kurang
manusiawi.Maka tawaran solusinya yang paling mendasar ialah memeperbaiki
etika kehidupan mansuia sebagai khalifatullahfilardh (pemegang agama Tuhan
dalam kehidupan dunia).
Islam tampil sebagai agama yang memiliki cirri khas dan karakter
.Karakter Islam tentunya bukkan sebagai agama yang gemarambisius dan urusan
kekuasaan, melainkan karakte rakhlak mulia.Etika atau akhlak ini merupakan pilar
islam terpenting bersama tauhid dan syariat. Ketiga komponen inilah yang
menjadi landasan gerak pemeluknya.
Pendidikan dalam islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan
manusia menuju aklif (kedewasaan), baik secara akal, mental, maupun moral.
Untuk menjalankan fungsi kemanusiaannya yang diemban sebagai seorang hamba
(abd) di hadapan khaliqnya Allah SWT dansebagai ―pemelihara‖ (khalifah) pada
semesta.Sedangkan berdasarkan UU system pendidikan Nasiona lnomor 20 tahun
2003, pendidikan berfungsi mengembangka npotensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang
demokrasi serta bertanggung jawab.
Munir Musi mengatakan bahwa salah satu tujuan akhir dari pendidikan
islamya itu pengembang anak ahlak dan pembinaan kepribadian. Oleh karena itu
penegasan konsep diri dalam pendidikan islam sangat penting keberadaannya
untuk menunjang seorang muslim dalam membentuk kepribadiannya dan juga jati
dirinya sebagai seorang muslim.
Al-Qur‘an yang menjadi pedoman hidup bagi setiap muslim dapat
membantu para pendidik dalam memahami konsep diri sesuai ajaran islam.
Dengan konsep diri yang baik maka terlahir pula pribadi yang baik. Di dalam al-
qur‘an banyak sekali ayat-ayat tentang pribadi seorang muslim, salah satunya
adalah sebagaimana yang allah forman kan dalam Q.S al-Baqaroh ayat 127-129.
127. dan ingatlah, ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar
Baitullah bersama ismail (sorayaberdoa) : “Yatuhan kami terimalah dari pada
kami (amalan kami), sesungguhnya engkaulah yang maha mendengar lagi maha
mengetahui”
128. Yatuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh
kepada engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk
pateh kepada engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara - cara dan tempat-
tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya engkaulah
yang maha menerima taubat lagi maha penyayang.
129. Yatuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan
mereka, Al kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan
mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang maha kuasa lagi maha Bijaksana.
3
ISLAM SEBAGAI AGAMA TEOLOGI
B. PENDAHULUAN
Teologi Islam (bahasa Arab: ػ ) إل س ميmerupakan salah satu dari
ilmu-ilmu Islam yang membahas tentang akidah keyakinan Islam dan membela
atas hal-hal itu. Teologi untuk membuktikan permasalahan-permasalahannya dan
meyakinkan audiensinya, menggunakan aneka ragam metode logika seperti
analogi (qiyas), tamtsil dan jidal. Persoalan teologi tidak terbatas pada usuluddin
atau dasar-dasar akidah, akan tetapi teolog bertugas untuk menjawab setiap
kejanggalan dan isu mengenai ajaran-ajaran dan ahkam agama.
Berkenaan dengan sejarah asal mula kemunculan ilmu ini telah dikatakan
bahwa pembahasan teologis sudah ada sejak permulaan Islam dan masalah
pertamanya adalah tentang jabr dan ikhtiar. Pembahasan tentang sifat-sifat Tuhan,
terutama Tauhid dan Keadilan Tuhan, permasalahan husn dan qubh, qada dan
qadar, tentang kenabian, ma'ad, tugas kewajiban (taklif) dan mukjizat adalah
topik-topik penting dalam ilmu teologi. Perselisihan dalam pembahasan teologis
telah menyebabkan munculnya banyak aliran teologis dalam Islam. Aliran-aliran
penting dalam mazhab Syiah seperti, Imamiyah, Zaidiyah, Ismailiyah, Ghulat dan
Kisaniyah, juga aliran-aliran teologis dalam Ahlusunah seperti Khawarij,
Murji'ah, Mu'tazilah, Ahli Hadis, Asya'irah, Maturidiyah dan Wahhabisme.
Sehubungan dengan sama atau berbedanya ilmu neo teologi dengan
teologi klasik ada persilisihan pendapat. Topik pembahasan ilmu ini adalah
sebagai berikut: Definisi, asal muasal, cakupan dan pemahaman tentang agama,
kebutuhan manusia kepada agama, akal dan agama, akal dan iman, ilmu dan
agama, pengalaman beragama dan pluralisme agama.
D. LANDASAN TEORI
Islam sebagai agama rahmatan lilalamin, tentu saja landasan hukum
dasarnya adalah Al-Qur‘an dan Al-Hadist sebagai sumber ilmu pengetahuan yang
memuat nilai-nilai untuk mengkerangkai tata kehidupan ini. Sebagai agama
rahmat bagi seluruh alam yang kebenarannya dianggab absolute, maka haruslah
dikaji dari berbagai macam perspektif untuk menemukan ajaran Islam yang
seutuhnya dan sesungguhnya ditengah agama-agama yang ada.
Pada konstek saat ini, acapkali Islam dianggap sebagai agama teroris,
agama yang mengedepankan kekerasan (anarkis), agama yang stagnan (karena
doktrin ditutupnya pintu ijtihad), agama primitif, semua itu secara mendasar
melahirkan Islam yang terkotak-kotak. Ada Islam NU, Islam Muhammadiyah, ada
Islam Mu‘tazilah, ada Islam Syia‘ah, dan seterusnya. Yang manakah menurut
Tuhan yang paling benar. Semuanya terlahir dari sebuah konsepsi pemikiran
manusia yang mempunyai keyakinan pribadi dengan menunjukkan dalil-dalil
yang sesuai dengan tradisi (konstektual).
Diakui ataupun tidak, pada hakekatnya Islam secara legal formal terlahir di
negara arab, dan yang membawa risalah tersebut adalah Muhammad yang dibabtis
oleh Tuhan menjadi seorang nabi dan Rasul (Utusan) Tuhan dimuka bumi untuk
menyampaikan ajaran tentang seluruh kehidupan, karena hal tersebut sudah tertera
didalam Al-Qur‘an, baik yang tersurat maupun yang tersirat, walaupun banyak
para tokoh muslim maupun non muslim yang berusaha untuk mendekonstruksi
anggapan mayoritas kebenaran itu sendiri, baik melalui fakta-fakta aktual maupun
secara teoritis-empiris.
Islam sebagai landasan teologis dalam bingkai membangun daya
intelektualisme gerakan kader-kader HMI sejauh mana kebenaran tersebut mampu
dicapai sebagai agama rahmatan lil alamin yang kebenarannya absolute?. Dalam
lintasan sejarah perjalanannya Islam dalam lingkaran multi tafsir telah melahirkan
suatu pemahaman yang bebeda-beda didalam tubuh ummat muslim, sehingga
banyak anekdot-anekdot truth claim baik diinternal ummat beragama maupun
sesama agama. Ada yang mengatakan semua agama secara substansi mempunyai
kebenarannya masing-masing, namun hal itu kami kira bisa dibantah, karena
pemahaman dari keber-agama-an dan keberagaman tersebut tidak bisa diukur
secara teoritis ansich. Sebab secara teoritis-aplikatif semua agama tidak lepas dari
perkembangan zaman yang didalamnya pasti akan menuai perubahan-perubahan,
disanalah sebenarnya keikutsertaan manusia dalam merumuskan ajaran agamanya.
Islam sebagai agama samawi, yang mempunyai ajaran universal, menuntut
sebuah interpretasi yang utuh, sebagai landasan dan pemeahaman yang
menyeluruh terhadap pemahaman keagamaan ummat muslim, dan juga sebagai
tiang yang mampu menjadi penyangga nilai-nilai kebenaran, yang tidak hanya
dari Tuhan, tetapi juga kebenaran dari manusia yang mampu untuk dipertanggung
jawabkan.
Islam sebagai agama yang mempunyai kebenaran mutlak yang datang dari
Tuhan semesta alam, sebenarnya sudah mulai tercerabut oleh campur tangan dan
pemikiran manusia yang berbeda-beda, sehingga melahirkan kelompok-kelompok
yang cenderung arogan, merasa paling benar, dan menganggap kelompok lain
salah, melahirkan kelompok anarkhis dengan mengatasnamakan jihad fi sabilillah,
sampai dengan sangat ironis, kelompok Islam menghakimi kelompok Islam pula,
bahkan kelompok Islam tersebut adalah aliran yang sangat sesat, suatu fenomena
tentang keyakianan yang dibawa keranah social.
BAB IV
ISLAM DALAM SISTEM TEOLOGI
2. Kalam
Kalam ialah ilmu yang membicarakan tentang wujudnya Tuhan (Allah),
sifat-sifat yang mesti ada padaNya, sifat-sifat yang tidak ada padaNya dan sifat-
sifat yang mungkin ada padaNya dan membicarakan tentang Rasul-rasul Tuhan,
untuk menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat yang mesti ada
padanya, sifat-sifat yang tidak mungkin ada padanya dan sifat-sifat yang mungkin
terdapat padanya. Ilmu ini dinamakan ilmu kalam (teologi) karena dasar ilmu
kalam ialah dalil-dalil fikiran dan pengaruh dalil-dalil ini nampak jelas dalam
pembicaraan-pembicaraan para mutakallimin.8 Mereka berbeda dengan golongan
Hanabilah yang berpegangan teguh kepada kepercayaan orang-orang salaf.
Berbeda juga dengan orang-orang tasawuf yang mendasarkan pengetahuannya
(ilmunya; ma‘rifah) kepada pengalaman batin dan renungan atau kasyf (terbuka
dengan sendirinya). Mutakallimin juga berbeda dari golongan filosof yang
mengambil alih pemikiran-pemikiran filsafat Yunani dan menganggap bahwa
filsafat itu benar seluruhnya. Juga mereka berbeda dengan golongan Syi‘ah
Ta‘limiyyah (doctrinaire) yang mengatakan bahwa dasar utama untuk ilmu, bukan
yang didapati akal bukan pula yang didapati dari dalil-dalil naql (Qur‘an dan
Hadis), tetapi didapati dari iman-iman mereka yang suci (ma‘sum).
3. Ushul al-Din
Ushul al din ialah ilmu yang membahas padanya tentang prinsip-prinsip
kepercayaan agama dengan dalil-dalil yang qath‘i (al Qur‘an dan Hadis
mutawatir) dan dalil-dalil akal fikiran. Ilmu ushul al din dinamakan juga dengan
ilmu kalam (teologi) sebab ilmu ini membahas tentang prinsip-prinsip agama
Islam.10 Dalam istilah Arab ajaran-ajaran dasar itu disebut ushul al din dan oleh
karena itu buku yang membahas soal-soal teologi dalam Islam selalu diberi nama
kitab Ushul al Din oleh para pengarangnya. Ajaran dasar itu disebut juga ‗aqa‘id,
credos atau keyakinan-keyakinan dan buku-buku yang mengupas keyakinan-
keyakinan itu diberi judul al ‗aqa‘id seperti Al ‗Aqa‘id al Nasafiah dan Al ‗Aqa‘id
Adudiah.
Dalam al-Qur‘an antara lain dijelaskan oleh Allah Swt. yang tercantum
dalam surat al-Baqarah ayat 136:
م م م س ؼ س ؼ س
م م س م ػ م م
م
Katakanlah (hai orang-orang mukmin): “Kami beriman kepada Allah dan
apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada
Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang
diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-
nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara
mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.”
BAB VII
SESTEMATIKAN AJARAN ISLAM & KAJIAN
KEILMUAN
A. PENGERTIAN DAN POSISI STRATEGIS STUDI ISLAM
Terminologi Studi Islam atau Kajian Islam, dalam makna etimologis
(bahasa), adalah merupakan terjemahan dari istilah Dirasah Islamiyah dalam
bahasa Arab, yang dalam studi keislaman di Eropah disebut Islamic Studies.
Dengan demikian, Studi Islam (Kajian Islam) secara harfiah (bahasa) dapat
dinyatakan sebagai ―kajian tentang hal-hal yang berkaitan dengan agama
keislaman‖, atau bisa dinyatakan sebagai ―usaha mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan agama Islam‖. Ringkasnya, Studi Islam atau Kajian Islam
secara bahasa dapat diartikan sebagai ―kajian tentang hal-hal mengenai agama
Islam‖. Dan sudah barang tentu pangertian Studi Islam atau Kajian Islam dengan
makna kebahasaan semacam ini masih bersifat sangat umum, dan oleh karena itu
penting dilakukan pemaknaan secara terminologis atau istilah mengenai term
Studi Islam atau Kajian Islam itu sendiri.
Adapun secara istilah (terminologi), ditemukan adanya sejumlah pengertian yang
disampaikan oleh para ahli tentang Studi Islam (Kajian Islam). Tim Penulis IAIN
Sunan Ampel menyampaikan rumusan definisi Studi Islam sebagai ―kajian secara
sistematis dan terpadu untuk mengetahui, memahami dan menganalisis secara
mendalam hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam, baik yang menyangkut
sumber-sumber ajaran Islam, pokok-pokok ajaran Islam, sejarah Islam, maupun
realitas pelaksanaannya dalam kehidupan‖. 3 Dan sementara itu Muhaimin, Abdul
Mujib dan Mudzakkir menyampaikan pendapatnya bahwa Studi Islam merupakan
―usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas
secara mendalam tentang seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan
agama Islam, baik berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun praktek-praktek
pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari- hari, sepanjang
sejarahnya‖. 4 Syamsul Arifin, dengan merujuk Nur A. Fadhil Lubis, memberikan
pengertian Studi Islam sebagai ―usaha untuk mempelajari halhal yang
berhubungan dengan agama Islam melalui berbagai bentuk empirisnya, serta
ajaran-ajaran idealnya‖.5
Memperhatikan sejumlah definisi tersebut dapat ditegaskan bahwa agama
Islam merupakan objek atau sasaran dalam Studi Islam (Studi Islam). Keberadaan
agama Islam yang diposisikan sebagai objek atau sasaran kajian di dalam Studi
Islam adalah dalam makna luasnya, ajaran idealnya dan elaborasi teoritisnya serta
aplikasinya dalam kehidupan masyarakat Islam. Berdasarkan penjelasan ringkas
ini kemudian dapat diberikan suatu penegasan sekaligus sebagai suatu kesimpulan
bahwa Studi Islam adalah: ―Suatu usaha sistematis membahas agama Islam, baik
mengenai ajaran-ajaran ideal dan elaborasi teoritis serta aplikasi-praksisnya agar
diperoleh pemahaman yang benar tentang agama Islam untuk kemudian
diamalkan‖.
Sejalan dengan penjelasan mengenai Studi Islam di atas, keterangan yang
disampaikan oleh Wandenburg perihal makna dan cakupan Studi Islam (Islamic
Studies) berikut ini penting diperhatikan: Studi Islam meliputi kajian agama Islam
dan aspek-aspek keislaman masyarakat dan budaya Muslim…. Atas dasar
pembedaan di atas, kiranya
mungkin untuk mengidentifikasi tiga pola kerja yang berbeda yang masuk dalam
ruang umum Studi Islam. Pertama, pada umumnya kajian normative agama Islam
dikembangkan oleh sarjana Muslim untuk memperoleh ilmu pengetahuan atas
kebenaran keagamaan (Islam). Kajian ini mencakup kajiankajian keagamaan
tentang Islam, seperti tafsir al-Qur‘an, ilmu hadis, jurisprudensi (fiqih) dan teologi
Islam (Ilmu Kalam). Biasanya kajian ini
berkembang di masjid-masjid atau sekolah keagamaan (madrasah). Biasanya, di
universitas atau institut keislaman yang ada di negara-negara Muslim, bidang-
bidang di atas masuk dalam kajian tentang syari‘ah, ilmu pokok-pokok agama
(ushul ad-din). Ini perlu diperhatikan karena bagaimana pun, kajiankajian
normatif di atas juga digeluti oleh orang-orang non-Muslim, seperti intelektual
Kristen yang menarik dirinya ke dalam dunia Muslim atau untuk membangun
sebuah teologi agama dalam ruang khusus yang ditetapkan dalam Islam. Kedua,
kajian non-normatif agama Islam. Biasanya, kajian ini dilakukan di universitas-
universitas dalam bentuk penggalian lebih mendalam apa yang telah dikaji oleh
Islam sehingga kemudian menjadi suatu ajaran keagamaan dalam Islam dan apa
yang terus mengalami perkembangan dalam Islam sehingga menjadi sesuatu yang
hidup secara dinamis dalam bentuk ekspresi faktual keagamaan Muslim. Kajian
non-normatif seperti ini juga dilakukan baik oleh intelektual Muslim maupun non-
Muslim, di mana mereka berusaha melakukan observasi dengan aturan-aturan
umum yang ada dalam penelitian keilmiahan, yang kemudian sering disebut
dengan studi-studi Islam. Ketiga, kajian non-normatif atas berbagai aspek
keislaman yang berkait dengan kultur dan masyarakat Muslim. Dalam lingkup
yang lebih luas, kajian ini tidak secara langsung terkait dengan Islam sebagai
suatu norma. Kajian ini mengambil cakupan konteks yang cukup luas, mendekati
keislaman dari sudut pandangan sejarah, literatur, atau sosiologi dan antropologi
budaya, dan tidak hanya
terfokus pada satu perspektf, yaitu studi agama.
BAB VIII
KEBERADAAN AKIDAH/TAUHID
(KEIMANAN DALAM ISLAM)
A. PENGERTIAN AKIDAH & TAUHID
Aqidah ( ) ؼmerupakan keyakinan yang kuat terhadap sesuatu tanpa
terselip keraguan sedikitpun (Al Mu‘jam Al Washith 2/614). Islam memiliki
aqidah yang sudah pasti benar karena bersumber dari Allah subhanahu wa ta‘ala.
Definisi aqidah tidak hanya diuraikan oleh satu sumber. Para ahli dan
ulama juga turut menguraikan pengertian aqidah. Berikut ini pengertian aqidah
menurut beberapa ulama:
Aqidah merupakan sesuatu yang dipegang teguh dan tertancam kuat di
dalam hati dan tak dapat beralih dari padanya (M Hasbi Ash Shiddiqi).
Aqidah yaitu sesuatu yang diharuskan hati membenarkannya sehingga menjadi
ketentraman jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari kebimbangan dan
keragu-raguan (Syekh Hasan Al-Bannah).
Aqidah adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat-
sifat yang wajib tetap pada-Nya, juga membahas tentang Rasul-rasul-Nya,
meyakinkan mereka, meyakinkan apa yang wajib ada pada mereka, apa yang
boleh dihubungkan pada diri mereka dan apa yang terlarang menghubungkannya
kepada diri mereka (Syekh Muhammad Abduh).
Aqidah ialah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia
berdasarkan akal sehat, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia
di dalam hati serta diyakini keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu
yang bertentangan dengan kebenaran itu (Abu Bakar Jabir al-Jazairy).
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aqidah
ialah keteguhan iman terhadap Allah subhanahu wa ta‘ala dengan melaksanakan
segala perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, sekaligus beriman kepada malaikat-
malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, dan lain sebagainya.
Tauhid ( ) yaitu menyatakan keesaan Allah dalam hal-hal yang
menjadi kekhususan diri-Nya, diantaranya meliputi rububiyah, uluhiyah, dan
asma‘ wa shifat (Al-Qaul Al-Mufid, 1:5).
Hukum mempelajari ilmu tauhid ialah wajib bagi setiap umat Islam. Sebagaimana
yang tertuang dalam dalil di bawah ini.
Sebenarnya definisi tauhid terbilang luas. Hal ini dapat diketahui dari
beberapa pendapat dari para ulama berikut ini.
Tauhid Rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian
yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa
Allah Ta‘ala adalah Rabb, Raja dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang
mengatur dan mengubah keadaan mereka (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17).
Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan
baik yang zhahir maupun batin (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17).
Tauhid Al Asma‘ was Sifat adalah mentauhidkan Allah Ta‘ala dalam penetapan
nama dan sifat Allah, yaitu sesuai dengan ditetapkan dalam Al Qur‘an dan Hadits
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam (Syarh Tsalatsatil Ushul).
Itulah ulasan mengenai pengertian aqidah dan tauhid dengan dalil-dalil
yang mendukung. Semoga dapat menambah pengetahuan Islami Anda sekaligus
meningkatkan keimanan kita.
Menurut Abu Bakar Jabir al Jazairy, Aqidah adalah sejumlah kebenaran
yang dapat diterima secara umum (aksioma) oleh manusia berdasarakan akal,
wahyu dan fitrah.Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta
diyakini kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu
yang bertentangan dengan kebenaran itu
ؼ
Terjemahnya :
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembahKu. (QS. al-Żāriyat/51: 56)
Berdasar pada rumusan ini, maka ibadah menurut Muhammmad Abduh dalam
tafsir al-Manar adalah :
... ؼ ض عم خ غ ش ئي ػ س ؼ ؼظ
ؼ ؼ ف ه م ػ ك م ه..
B. CARA BERIBADAH
Dari segi turunnya ayat-ayat Alquran, istilah abdun yang merupakan akar
kata ibadah, pertama kali ditemukan dalam QS. al-Alaq, selanjutnya dalam QS.
alfatihah. Pengungkapan ibadah dalam QS. al-Alaq, belum begitu jelas tentang
cara beribadah, sementara dalam QS. al-Fatihah dikemukakan secara jelas obyek
yang disembah yakni Allah. 21 Penyebutan obyek, yakni Allah swt sebagai satu-
satunya Tuhan yang harus disembah melahirkan berbagai interpretasi dalam
berbagai ayat di dalam Alquran tentang bagai-mana cara beribadah kepadaNya.
Di dalam Alquran, kata ibadah disebut sebanyak 277 kali. 154 dalam
bentuk ism dan 13 kali dalam bentuk fi‘il, 5 kali fi‘il mādhi, 81 fi‘il mudhāri‘ dan
37 kali fi‘il amr.
Dari sejumlah ayat-ayat Alquran ini, ditemukan di antaranya yang
berbicara tentang cara beribadah. Cara ibadah pada dasarnya bermacam-macam
menurut perbedaan agama dan
waktu. Tetapi semuanya disyaratkan untuk mengingatkan manusia kepada
kekuasaan Yang Maha Agung dan kepada kerajaan-Nya Yang Maha Tinggi. Juga
untuk meluruskan akhlak yang tercela dan membersihkan jiwa manusia.
Ibadah dalam berbagai bentuknya telah dicontohkan oleh Nabi saw,
walaupun dalam kenyataannya umat Islam dalam melaksanakan ibadah tersebut
tampak sangat bervariasi. Misalnya saja, ―ibadah shalat‖. Tampak sekali bahwa
kaum muslim dalam melaksanakan shalat tersebut, memiliki perbedaan antara
satu dengan lainnya, dan atau antara kelompok satu dengan kelompok lainnya.
Mulai cara takbīratul ihrām, cara membaca surah al-fātihah (bismillah jahar - non
jahar) dan seterusnya.
Perbedaan- perbedaan cara beribadah seperti yang telah dikemukakan,
tidaklah berarti bahwa yang satu adalah benar dan selainnya adalah salah. Adanya
perbedaan cara beribadah dalam prihal shalat yang dicontohkan, wajar terjadi
karena masing-masing orang memiliki dalil tersendiri yang dapat dipertanggung
jawabkannya, dan praktis bahwa dengan cara beribadah yang beraragam ini dapat
saja diterima di sisi-Nya asalkan saja sesuai dengan ketentuan syara‘ sebagaimana
yang termaktub dalam kitab-kitab fikih.
Di samping yang telah dikemukakan, maka cara beribadah yang harus
terpenuhi menurut Alquran adalah dengan cara ―ikhlas‖. Bagaimana pun bentuk
ibadah dan ragamnya itu, harus didasari oleh keikhlasan. Ayat yang sangat terkait
dengan masalah ini adalah QS. al-Bayyinat (98): 5,
ؼ ي
ك
ي
Terjemahnya :
Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan penuh
keikhlasan (kepada-Nya dalam menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama
yang lurus.
Ayat serupa ditemukan pula dalam QS. al-Taubah (9): 31, namun dalam ayat
tersebut tidak ditemukan keterangan tentang perintah shalat dan zakat
sebagaimana dalam ayat di atas. Ayat lain yang juga masih terkait dengan firman
Allah tersebut adalah QS. al-Zumar (39): 2. Dalam ayat-ayat ini, disebutkan
bahwa dalam beribadah kepada-Nya harus dengan cara meng-ikhlaskan diri dalam
arti ibadah tersebut dilaksanakan dengan penuh kecintaan kepada-Nya dan
menghindarkan diri sari sikap riya‘ dalam beribadah.
Muhammad Ali al-Shabūni memberi keterangan mengenai kata
mukhlishin dalam QS. al-Bayyinah (98): 5 yang telah dikutip bahwa ikhlas adalah
inti atau isi ibadah dan hanya dengan keikhlasan, amal ibadah akan diterima oleh
Allah, karena ikhlas dimaksudkan sebagai pengabdian hanya semata kepada
Allah. 23 Di sisi lain, Prof. Dr. H. Muin Salim juga memberi keterangan bahwa
ikhlas dalam menjalankan.
(QS. al-Nisā/4:1)
adalah terkait dengan perintah beribadah kepada-Nya dalam arti luas. Dalam QS.
al-Baqarah (2): 2-4, ditemukan empat kriteria orang-orang yang bertaqwa, yakni :
beriman kepada yang ghaib; mendirikan shalat; menafkahkan sebagian rezki yang
diberikannya; beriman dengan kitab suci Alquran.
BAB X
KEBERADAAN AKHLAK DALAM ISLAM
A. LATAR BELAKANG
Pertama, aqidah berasal dari kata ‗aqada- ya‘qidu-‗ yang artinya ikatan.
Maksudnya adalah ikatan yang kuat (mistaqan ghalidhan) antara seorang hamba
dengan Allah SWT meyakini bahwa tidak ada sesembahan yang patut untuk
disembah melainkan Allah SWT, meyakini bahwa Allah yang menciptakan
seluruh jagad raya ini beserta isinya. Oleh karena itu, muncullah istilah aqidah al-
islamiyyah, yaitu meyakini dengan hati bahwa Islam adalah agama yang hanif
(lurus) menuhankan pada Tuhan Yang Esa yaitu Allah Rabbul ‗Izzati.
Ruang lingkup pembahasan pada aspek Aqidah terangkum dalam rukun
Iman yaitu Iman kepada Allah, iman kepada para malaikat, iman kepada kitab-
kitabnya Allah, iman kepada rasul-rasul-Nya, iman kepada hari kiamat, iman
kepada qadha dan qadhar-Nya Allah.
Penanaman aqidah (keimanan) yang kuat dalam diri seseorang akan melahirkan
pribadi super yaitu sopan, santun, lembut tutur katanya, empati, simpati, dan lain-
lain.
Begitu dahsyatnya dimensi iman apabila tertanam kokoh dalam diri
seseorang, akan melahirkan buah yang manis yaitu akhlaqul karimah.
Sebagaimana Rasulullah saw bersabda dari abu hurairah, ―Barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari kiamat maka janganlah dia menyakiti tetangganya,
dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat hendaklah dia
memuliakan tamunya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari
kiamat maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam‖.(HR, Shohih Bukhori,
jilid 5 hal 2273)
Akhlak dalam Islam menduduki posisi yang sangat penting. Bukti
kepentingan posisi akhlak dalam Islam adalah berdasarkan Al-Qur‘an yang mana
sepertiga dalam isi Al-Qur‘an tersebut menjelaskan tentang akhlak. Sehingga
akhlak digunakan sebagai nilai moralitas dalam Islam yang memberikan peran
penting bagi kehidupan, baik yang bersifat individual maupun kolektif.
Dalam QS. Al- Ahzab ayat 21 yang berbunyi:
Sungguh, telah ada pada (diri) rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
yang banyak mengingat Allah. (QS. Al- Ahzab (33) ayat 21) Dan dalam Hadits
juga dijelaskan Mukmin yang paling sempurna imannya, adalah orang yang paling
bagus akhlaknya. (HR. At-Tirmidzi).
Berdasarkan ayat Al-Qur‘an dan Hadits tersebut, maka semakin jelas
bahwa eksistensi akhlak dalam agama Islam sangat dijunjung tinggi. Karena
ajaran Islam memperjuangkan kesempurnaan, kebaikan, dan keutamaan akhlak
bagi pemeluknya. Dan bagi manusia yang mau mengikuti aturan-aturan tersebut,
niscaya ia tidak akan tersesat, dan akan memperoleh kebahagiaan baik di dunia
maupun di akhirat.
Akhlak dalam Islam aalah perangai serta tingkah laku yang terdapat pada
diri seseorang yang telah melekat, dilakukan dan dipertahankan secara terus
menerus. Akhlak erat kaitannya dengan perbuatan. Bila seseorang melakukan
perbuatan baik, maka perbuatan tersebut dikatakan akhlak mulia. Sebaliknya, bila
seseorang melakukan perbuatan buruk maka perbuatan tersebut dikatakan akhlak
yang buruk
Adapun dasar yang menjadi alat pengukur untuk menyatakan bahwa
seseorang baik atau buruk adalah Al-Qur‘an dan As-Sunnah. Dimana segala
sesuatu yang baik menurut AlQur‘an dan As-Sunnah adalah yang baik untuk
pegangan kehidupan sehari-hari. Dan apa yang dianggap buruk oleh AlQur‘an dan
As-Sunnah adalah tidak baik dan harus dijauhi (Amin, 2016:59). Satu hal lagi
yang penting bagi kehidupan manusia, yaitu akhlak yang baik.
Adapun alasan yang membuat keberadaan akhlak amat dibutuhkan dalam
kehidupan suatu masyarakat, yaitu karena akhlak menjadi barometer moralitas
suatu masyarakat yang mencerminkan asa kebahagiaan mereka. Akhlak juga
merupakan cerminan dari keadaan jiwa dan perilaku manusia karena tidak ada
seorang pun manusia yang dapat terlepas dari akhlak. Sehingga manusia akan
dinilai berakhlak mulia apabila jiwa dan tindakannya menunjukkan kepada hal-hal
yang baik, dan manusia akan dinilai berakhlak buruk apabila jiwa dan
tindakannya menunjukkan perbuatan yang dipandang tercela. Akhlak yang baik
tidak akan terwujud pada seseorang tanpa adanya pembinaan yang dilakukan.
Oleh karena itu perlu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Peran
akhlak dalam kehidupan manusia menjadi hal penting, baik secara individu
maupun sebagai anggota masyarakat. Sebab jatuh bangunnya, jaya hancurnya,
sejahtera-rusaknya suatu bangsa dan masyarakat, tergantung kepada bagaimana
akhlaknya. Apabila akhlaknya baik (berakhlak ), akan sejahteralah lahir batinnya,
akan tetapi apabila akhlaknya buruk (tidak berakhlak), rusaklah lahirnya atau
batinnya. Suatu masyarakat terdiri dari individu-individu. Maka apabila ada
seorang dari anggota masyarakat itu melakukan tindakan yang tidak berakhlak,
maka masyarakat itu juga akan tercemar (Djatmika, 2012:11)
BAB XII
MANFAAT AKIDAH (KEIMANAN), SYARIAH
(IBADAH), & AKHLAK BAGI MANUSIA
A. MANFAAT AKIDAH
Kata ―‗Aqidah‖ diambil dari kata dasar ―al-‗aqdu‖ yaitu ar-rabth (ikatan),
al-Ibraamal-ihkam (pengesahan), (penguatan), at-tawatstsuq (menjadi kokoh,
kuat), asy-syaddu biquwwah (pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk(pengokohan)
dan al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin
(keyakinan) dan al-jazmu (penetapan).
―Al-‗Aqdu‖ (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian, pelepasan). Dan
kata tersebut diambil dari kata kerja: ‖ ‗Aqadahu‖ ―Ya‘qiduhu‖ (mengikatnya), ‖
‗Aqdan‖ (ikatan sumpah), dan ‖ ‗Uqdatun Nikah‖ (ikatan menikah). Allah Ta‘ala
berfirman, ―Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang
tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan
sumpah-sumpah yang kamu sengaja …‖ (Al-Maa-idah : 89).
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang
mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah
berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah
dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id. (Lihat kamus
bahasa: Lisaanul ‗Arab, al-Qaamuusul Muhiith dan al-Mu‘jamul Wasiith: (bab:
‗Aqada).
Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara
pasti adalah aqidah; baik itu benar ataupun salah.
Aqidah menurut syara‘ ialah : iman yang kokoh terhadap segala sesuatu yang
disebut dalam Al Qur‘an dan Hadits Shahih yang berhubungan dengan tiga sendi
Aqidah Islamiyah, yaitu :
Ketuhanan, meliputi sifat-sifat Allah SWT, Nama-nama-Nya yang baik dan segala
pekerjaan-Nya.
Kenabian, meliputi sifat-sifat Nabi, keterpeliharaan mereka dalam
menyampaikan risalah, beriman tentang kerasulan dan mukjizat yang diberikan
kepada mereka dan beriman dengan kitab-kitab yang diturunkan kepada mereka.
Alam Kebangkitan;
Alam Rohani, membahas alam yang tidak dapat dilihat oleh mata.
Alam Barzah, membahas tentang kehidupan di alam kubur sampai bangkit pada
hari kiamat.
Kehidupan di alam akhirat, meliputi tanda-tanda kiamat, huruhara, pembalasan
amal perbuatan.
Kata ―‗Aqidah‖ diambil dari kata dasar ―al-‗aqdu‖ yaitu ar-rabth (ikatan),
al-Ibraamal-ihkam (pengesahan), (penguatan), at-tawatstsuq (menjadi kokoh,
kuat), asy-syaddu biquwwah (pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk(pengokohan)
dan al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin
(keyakinan) dan al-jazmu (penetapan).
―Al-‗Aqdu‖ (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian, pelepasan). Dan
kata tersebut diambil dari kata kerja: ‖ ‗Aqadahu‖ ―Ya‘qiduhu‖ (mengikatnya), ‖
‗Aqdan‖ (ikatan sumpah), dan ‖ ‗Uqdatun Nikah‖ (ikatan menikah). Allah Ta‘ala
berfirman, ―Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang
tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan
sumpah-sumpah yang kamu sengaja …‖ (Al-Maa-idah : 89)
Tujuan beraqidah dalam beragama islam adalah agar menjadi pondasi
agama yang kuat dan benar yang menjadi pandangan hidup pemeluknya. Untuk
mengetahui petunjuk hidup yang benar dan dapat membedakan mana yang benar
dan mana yang salah sehingga hidup untuk mencari keridhaan Allah SWT.
B. MANFAAT IBADAH
Untuk memperoleh manfaat ibadah harus dilandasi dengan niat dan
semangat sungguh-sungguh, memahami prinsip-prinsipnya, dan tujuan-tujuannya.
Tidak boleh sidkitpun menganggap remeh segala hal yang berhubungan dengan
ibadah. Menganggap enteng sesuatu perkara atau suatu urusan ibadah dapat
menghambat tercapainya target dan menghilangkan manfaat yang seharusnya
diperoleh.
Misalnya, jika meremehkan ilmu tentang tatacara dan ketentuan shalat
maka tidak akan dapat melaksanakan ibadah shalat dengan baik. Akibat
berikutnya tidak memperoleh manfaat dari ibadah shalat itu.
Sebaliknya manfaat suatu ibadah akan diperoleh tatkala kita memahami
tatacara, tujuan, dan hikmah dari ibadah itu. Orang melakukan sesuatu ibadah
ditentukan oleh pengetahuannya atas hikmah ibadah itu. Misalnya, ada orang yang
dengan cepat bangun pagi untuk melaksanakan shalat fajar dua rakaat, kerena
memang ia tahu manfaat dan keutamaannya. Nabi Muhammad saw bersabda,
bahwa dua rakaat fajar keutamaannya lebih baik dari dunia dan seisinya. Apabila
terlambat bangun dan kehilangan kesempatan shalat fajar tentu akan merasa rugi.
Manfaat utama yang akan diperoleh dari ibadah dari serorang manusia
adalah akan mendapat ridha Allah. Bagi seorang Muslim yang taat tidak ada hal
yang lebih berharga dalam hidup ini selain mendapat ridha Allah SwT. Kerelaan
Allah atas segala amal ibadah yang dilakukan manusia menjadi tujuan sekaligus
dan pintu utama dibukanya nikmat, rizki, dan rahmat Allah.
Ibadah harus mengantarkan pada ketakwaan, suatu sikap moral yang
menuntun pelakunya tetap dalam garis kesadaran bahwa pengawasan Allah selalu
menyertai setiap langkah dan detak jantungnya. Ibadah mengantarkan pelakunya
memiliki keluhuran akhlak yang mulia terhadap sesama.
C. MANFAAT AKHLAK
Penanaman sikap yang baik perlu sejak kecil agar saat anak sudah besar
tetap memiliki sikap yang baik. Karena berubah sikap yang tidak baik saat sudah
besar agak sulit sekali. Akhlak dalam kehidupan manusia memiliki peranan yang
penting sekali. Agamapun menganjurka agar setiap umatnya menanamkan akhlak
yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Karena akhlak yang baik itu
menentramkan hati dan fisik. Dalam kajian ilmu sudah ada bahasan mengenai
ilmu akhlak. Bahasan mengenai ilmu akhlak ini berkaitan dengan sikap terpuji
dan sikap tercela yang dibahas secara detail melalui teori yang ada. Berikut ini
manfaat dari ilmu akhlak antara lain :
1.Sisi baik dan buruk manusia
Dengan mempelajari ilmu akhlak maka Anda akan mengetahui
pembahasan teori tentang sisi baik dan buruk seorang hamba. Sebagai hamba
semua manusia pasti pernah melakukan kesalahan baik disengaja ataupun tidak
disengaja. Disinilah terasa manfaat dari ilmu akhlak, setelah mengetahui bahwa
sisi buruk itu merugikan kehidupan kita jadi berbenah untuk tidak mengulanginya
lagi. Diawal mungkin sulit namun itu merupakan cobaan yang harus bisa kita atasi
sendiri. Kitalah yang mengendalikan diri kita sendiri.
2. Mensyukuri hidup
Manfaat dari ilmu akhlak selanjutnya adalah menjadikan kita manusia
yang bersyukur. Dalam firmanNYa Allah SWT mengatakan bahwa Dia akan
menambah nikmat bagi hamba yang senantiasa bersyukur. Dengan ilmu kita tahu
bahwa akhlak terpuji yang kita lakukan dengan ikhlas merupakan anugerah dari
Allah SWT, dan tidak semua orang dianugerahi sikap yang baik. Dengan ikhlas
ini menjadikan kita mensyukuri kehidupan di dunia yang hanya sementara ini.
4. Bahagia selalu
Manfaat dari mempelajari ilmu akhlak yaitu kebahagian yang terasa dihati.
Meskipun hidup tidak memberikan kebahagiaan selamanya. Namun kita tetap
memiliki kebahagian yang terasa dihati dan kebahagian yang dapat dibagikan bagi
orang – orang disekitar kita. Karena kita tidak akan merasa hidup ini
memberatkan melainkan hidup ini untuk mencari pahala yang kemudian
mengantarkan kita sebagai orang yang tidak merugi sama sekali hidup di dunia.