Anda di halaman 1dari 27

A.

Latar Belakang
Sebelum masuknya agama Islam ke Nusantara, Agama Hindu-Budha telah
berkembang dan mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia selama 600–700 tahun,
akan tetapi penyebaran agama Islam di Nusantara berlangsung dengan lancar, bahkan
dengan mudah dapat diterima oleh masyarakat nusantara. Agama Islam mudah diterima
oleh masyarakat nusantara karena untuk masuk agama islam syaratnya tidak berat yaitu
cukup hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, upacara-upacara keagamaan
dalam agama Islam sangat simpel (sederhana), dalam agama Islam tidak mengenal kasta
seperti pada agama lain, Islam tidak menentang adat istiadat dan tradisi setempat, dan
penyebaran agama Islam di Nusantara dilakukan dengan jalan damai.1 Cerita tersebut
membuktikan mudahnya perkembangan penyebaran Islam di Indonesia, begitu pula di
dunia.

Sebelum agama Islam lahir di Arab, antara bangsa arab dengan bangsa India sudah
saling mengenal. Dengan bukti adanya peninggalan pedang Arab yang disebut ”Saif
Muhannad” artinya pedang yang di tempa secara India. Kemudian adanya perkataan ”
Handasah” yang artinya ilmu ukur yang diambil dari kata ”Hindu”. Setelah agama islam
lahir yang mengenalkan islam ke India adalah Khalifah Umar bin Khattab: Pada tahun 16 H
(636 M) Khalifah Umar mengirimkan pasukan ke Persia di bawah pimpinan Saad bin Abi
Waqas. Beliau berjuang selama 16 tahun, akhirnya dapat menguasai seluruh Persi kemudian
diperluas ke Khurasan kemudian diteruskan ke India; Pada masa Khalifah Usman, dikirim
lah Hakim bin Jabalah ke India, untuk menjelajahi mengenal negeri India yang luas itu;
Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, tahun 38 H (659 M) Al Harrits Murrah Al Abdi ke
India untuk mengyelidiki jalan-jalan India, ilmu pengetahuan dan adat istiadat India.2

Islam adalah ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhamad SAW untuk
menyempurnahkan agama yang telah ada sebelumnya. Islam dikenal dengan rahmatal lil
alamin nya, dimana Allah tuhan pencipta alam semesta hanya mengakui islam sebagai satu-
satu nya agama yang mendapat dan karunia dari Allah SWT. Islam pada zaman Nabi dahulu
berkembang secara perlahan-lahan, tidak semua bangsa arab langsung menerima
kedatangan islam dengan suka cita. Hal ini terjadi karena sebagian besar masyarakat arab
adalah kaum kafir Qurasy dimana kesaharian mereka beribada menyembah berhala. Islam
masuk dengan cara damai dan tidak membutuhkan banyak syarat seperti agama lainya tapi
hal ini malah menjadikan bumerang bagi bangsa arab yang bergerak hatinya untuk memeluk

1
http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2014/09/mengapa-agama-islam-mudah-diterima-oleh.html
2
https://hbis.wordpress.com/2007/12/11/perkembangan-islam-di-dunia/
dan meyakini islam sebagai agamnya.3

Secara umum, dunia masyarakat Arab sebelum Islam hampir sama seperti Hobbesian,
kondisi peperangan di mana seorang bertarung dengan lainnya. Montgomerey Watt penulis
modern biografi Nabi Muhammad membandingkan umma Muslim yang baru dengan suatu
suku Arab, malahan suatu suku yang dianggap memiliki kelebihan yang mementingkan
hubungan keluarga dan kedaerahan, dalam perkembangannya, kerjasama persaudaraan antar
umat Muslim semakin kuat. Sebelum Muhammad, masyarakat tidak pernah bersatu dengan
tujuan apapun selain memiliki bahasa yang sama, warisan puisi yang kaya, dan
banyaknya kesamaan dalam tradisi agama, masyarakat dan kebudayaan. Setelah
pengembangan Umma oleh Muhammad, berdasarkan atas suatu keyakinan masyarakat dan
bukan berdasarkan hubungan kekeluargaan, penyatuan masyarkat yang ideal semakin
berakar dan menyebar keseluruh daratan yang menjadi Muslim yang berkembang selama
berabad-abad dalam peradaban Islam.4

Islam adalah agama dunia, hal ini sudah diterima (diakui) oleh sebgaian ilmuwan,
orientalis, para filosof dan cendikiawan Barat. Islam adalah tatanan tunggal agama yang
terbaik, dan satu-satunya risalah umat manusia yang abadi, seperti yang diucapakan oleh
George Salton, dosen pada Universitas Harvard dalam buku Zakaria Hasyim Zakaria:
“sesungguhnya Islam merupakan tatanan agama yang paling tepat sekaligus paling indah.
Kamipun sependapat bahwa ia memang merupakan paling tepat dan paling indah dibanding
dengan lainnhya. Tetapi sangat disayangkan bahwa kaum muslimin sendiri terlalu jauh dari
hakekat yang dibawa Islam...”5

Sebagai agama paling besar kedua di dunia, Islam terus menyebar ke seluruh bumi.
Islam adalah agama Abrahamic yang termuda, yang memiliki banyak kesamaan dengan
agama sebelumnya, Kristen dan Yahudi. Malahan sangat dekat dengan tradisi tersebut,
sehingga Alquran sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad kira-kira
(570-632 M), mengungkapkan bahwa Islam menjadi pelengkap dari agama-agama
sebelumnya, yang menjelaskan, memurnikan, dan menyempurnakan di antara agama-agama
sebelumnya yang terkadang melenceng dari jalan Allah. Nabi Muhammad mengajarkan
Islam dengan penuh cinta kasih agar dengan mudah dapat diterima oleh bangsa Arab yang
notabene memiliki sifat keras.6

3
Dianti, dkk. Perkembangan Islam di Zaman Modern. (Makalah, 2013)
4
Harold Coward and Gordan S. Smith, Religion and Peacebuilding, h. 131
5
Zakaria Hasyim Zakaria. 1992. Pendapat Cendekiawan dan Filosof Barat tentang Islam. Gema Insani Press :
Jakarta, h. 13
6
Harold Coward and Gordan S. Smith, Religion and Peacebuilding. (State University: New York Press, Tt), h. 129.
Islam sebagai suatu simbol dan perdamaian yang Universal; Islam Agama Dialogis;
Hal yang paling baik untuk dilakukan dalam rangka menciptakan perdamaian adalah,
menemukan dan memanfaatkan faktor-faktor positif yang ada dalam sistem hubungan
internasional secara optimal, melalui diplomasi pro-aktif, untuk membangun dan
memantapkan perdamaian domestik pada tingkat nasional. Suatu konsep strategi nasional
untuk perdamaian akan gagal apabila tidak memperhitungkan faktor-faktor strategis,
dinamika hubungan internasional; Islam menawarkan konsep perdamaian. Pentingnya
perdamaian dan ketentraman menjadi diskusi yang menarik untuk dipikirkan oleh berbagai
elemen dalam menciptakan dunia yang aman dan damai. Konsep perdamaian tersebut
diambil dari tuntunan Alquran dan Hadits Nabi Muhammad Saw; Islam mengajarkan di
setiap perjumpaan saling mengucapkan salam, “Assalamu’alaikum”, memberikan makna
damai bagi semua manusia.7

Islam adalah agama yang paling cepat pertumbuhannya di dunia dan itu terjadi bukan
hanya di negara-negara dengan mayoritas muslim: 10% dari seluruh populasi di benua
Eropa diproyeksikan sebagai muslim pada 2050 nanti. Temuan itu didapat dari riset yang
dilakukan Pew Research Center dan dirilis pekan ini. Menurut penelitian tersebut, antara
2010 dan 2050 populasi muslim di seluruh dunia akan meningkat sebanyak 73%, diikuti
populasi Kristen yang diproyeksikan tumbuh 35%, dan populasi Hindu 34%. Artinya, pada
akhir abad ini Islam akan menggeser Kristen sebagai agama terbesar penganutnya di dunia,
menurut penelitian tersebut. Penyebabnya, kaum perempuan Muslim punya lebih banyak
anak, rata- rata 3,1 anak dibandingkan 2,3 anak pada perempuan penganut agama-agama
lainnya secara keseluruhan. Selain itu, usia penganut Islam secara rata-rata tujuh tahun lebih
muda daripada non-muslim.

Berdasar latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mnulis makalah
dengan tema “prinsip-prinsip ajaran Islam yang membuat Islam mudah berkembang di
dunia”.

B. Pembahasan
1. Prinsip Tauhid atau Monoteisme
Dalam Islam semua manusia terlahir ke dunia ini dalam keadaan kebertauhidan
(fitrah). Kepercayaan kepada Tuhan karenanya merupakan hal yang alami sehingga
manusia disebut sebagai homo religius. Keberlanjutan fitrah seseorang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan terutama kedua orang tua, ada yang tetap dalam kefitrahan
7
Deni Irawan. Islam dan Peace Building. (Religi, Vol. X, No. 2, 2014).
dan ada yang mengalami perubahan dari kefitrahan tersebut. Islam merupakan agama
yang mengklaim diri sebagai agama yang tetap menjaga kefitrahan (monoteisme)
manusia dengan konsep tauhidnya laa ilaaha illallah.

Ajaran monoteisme (tauhid) dalam Islam yang terumus dalam laa ilaaha illallah
tidaklah cukup seseorang hanya meyakini keesaan Allah semata. Seseorang juga harus
mengimani Allah dalam kualitas-Nya sebagai pencipta seluruh alam, satu-satunya Dzat
yang memiliki sifat ketuhanan (ilahiyah) dan sama sekali tidak memandang “sesuatu”,
“seseorang”, atau “alam” memiliki kekuatan atau salah satu sifat Allah Swt. Allah-lah
satu satunya Dzat Pencipta semuanya (laa khaliqa illallah), Pemberi rezeki atau
kekayaan (laa raziqa illallah), Penjaga kehidupan alam (laa hafidza illallah), Pengatur
nasib semua makhluk dan alam ini (laa mudabbira illallah), Pemilik semuanya;
perjodohan, karier, nasih, dll (laa malika illallah), Pelindung dari mara bahaya dan
petaka (laa waliya illallah), Penentu hal-hal terbaik bagi setiap manusia (laa hakima
illallah), Tujuan hidup semua manusia (laa ghayata illallah), dan Yang Ditakuti,
Diharap, dan Disembah (laa ma’buda illallah). Semua itu ada dalam kekuasaan Allah
Swt dan tidak ada satu pun makhluk, baik sesuatu (keris, jimat), manusia (“orang
pinter,”dukun,), atau jin, yang mampu melakukan semua hal tadi.

Karena dalam konsep monoteisme Islam (tauhid) laa ilaaha illallah, Allah Swt
adalah segalanya, maka semua makhluk-Nya memiliki derajat yang sama. Sehingga
tauhid membebaskan manusia dari penyembahan atau pemberhalaan “sesama
manusia”, terhadap “sesuatu” dan “alam”. Dalam konteks demikian seorang yang
bertauhid menjadi orang yang bebas dalam kehidupannya. Ia bebas untuk berhubungan
langsung dan meminta kepada Allah Swt tanpa harus melalui atau perantara manusia
lain baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Seorang yang bertauhid
juga bebas dalam bersikap dan perilaku kehidupan. Semua hari adalah baik untuk
bepergian, bekerja dan meneliti. Tidak ada takut untuk mengeksplorasi alam seperti
gunung, hutan, laut maupun sawah. Tidak pula hari lahir dan hal- hal terkait dengannya
yang mempengaruhi rezeki, karier, jodoh, dan sukses hidup seseorang.8

2. Prinsip Peribadatan yang Indah, Dinamis dan Natural


Bentuk peribadatan umat Islam yang indah, dinamis dan natural menunjukan
kepada dunia bahwa Islam merupakan agama yang bebas dalam menjalankan
peribadatan. Bahkan semua orang tidak bisa mencampuri urusan ibadah orang lain,

8
Roni Ismail. Hakikat Monoteisme Islam (kajian atas Konsep Tauhid “laa ilaaha illallah”). Religi, Vol. 10, No. 2,
2014)
artinya amalan ibadah yang diperbuat sesuai ketaatan masing-masing dalam
melaksanakan ibadah (amaluna amalukum). Kebebasan tersebut membentuk karakter
umat Islam dalam beribadah sehingga tampil dipermukaan peribadatan yang indah,
dinamis dan natural.

Ibadah dalam arti umum adalah segala perbuatan orang Islam yang halal yang
dilaksanakan dengan niat ibadah. Sedangkan ibadah dalam arti yang khusus adalah
perbuatan ibadah yang dilaksanakan dengan tata cara yang telah ditetapkan oleh
Rasulullah Saw. Ibadah dalam arti yang khusus ini meliputi Thaharah, Shalat, Zakat,
Shaum, Hajji, Kurban, Aqiqah Nadzar dan Kifarat. Dari dua pengertian tersebut jika
digabungkan, maka Fiqih Ibadah adalah ilmu yang menerangkan tentang dasar-dasar
hukum-hukum syar’i khususnya dalam ibadah khas seperti meliputi thaharah, shalat,
zakat, shaum, hajji, kurban, aqiqah dan sebagainya yang kesemuanya itu ditujukan
sebagai rasa bentuk ketundukan dan harapan untuk mecapai ridla Allah.
Adapun prinsip melaksanakan Ibadah sebagai berikut:
a. Niat lillahi ta’ala
b. Ikhlash
c. Tidak menggunakan perantara
d. Dilakukan sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan Sunnah
e. Seimbang antara dunia akherat
f. Tidak berlebih-lebihan
g. Mudah (bukan meremehkan) dan meringankan bukan mempersulit9

3. Prinsip Muamalat
Muamalah adalah merupakan bagian dari hukum Islam yang mengatur hubungan
antara dua pihak atau lebih dalam suatu transaksi.10 Dari pengertian ini ada dua hal yang
menjadi ruang lingkup dari muamalah:

Pertama, bagaimana transaksi itu dilakukan. Hal ini menyangkut dengan etika
(adabiyah) suatu transaksi, seperti ijab kabul, saling meridhai, tidak ada
keterpaksaan dari salah satu pihak, adanya hak dan kewajiban masing-masing,
kejujuran; atau mungkin ada penipuan, pemalsuan, penimbunan, dan segala sesuatu
yang bersumber dari indra manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta dalam
kehidupan masyarakat.

9
Hatib Rachmawan. (Diakses 04-08-2017) http://lpsi.uad.ac.id/fiqih-ibadah-dan-prinsip-ibadah-dalam- islam.asp
10
Hendi Suhendi, 2002, Fiqh Muamalah, (Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada), h. 5
Kedua, apa bentuk transaksi itu. Ini menyangkut materi (madiyah) transaksi yang
dilakukan, seperti jual beli, pegang gadai, jaminan dan tanggungan, pemindahan utang,
perseroan harta dan jasa, sewa menyewa dan lain sebagainya.

Dalam prinsip-prinsip muamalah, dua pihak yang melakukan transaksi


diposisikan mempunyai kedudukan yang sama dalam hak dan kewajiban. Kesan yang
ditimbulkan dari undang-undang perbankan lebih banyak mengatur dan memproteksi
bank sebagai lembaga keuangan. Sementara posisi nasabah tidak mendapatkan porsi
yang cukup dalam undang- undang, sehingga terkesan nasabah dalam suatu perjanjian
lebih cenderung sebagai obyek bukannya subyek.11

Prinsip tersebut menunjukan keadilan yang seadil-adilnya dalam melakukan


sesuatu yang berhubungan deng orang lain, artinya prinsip muamalah bersifat
perjanjian mufakat. Tidak ada belah pihak yang dirugikan, melainkan diantara
keduanya memiliki kedudukan yang sama. Misalnya dalam akad jual beli, antara
penjual dan pembeli memiliki kedudukan yang sama.

4. Prinsip Penggunaan Akal


Akal dalam pandangan Islam adalah Hujjah atau dengan kata lain merupakan
anugerah Allah SWT, dengannya manusia dibedakan dari mahluk lain. Akal juga
merupakan alat yang digunakan untuk mencari serta menyampaikan kebenaran dan
sekaligus sebagai pembukti, pembeda antara yang haq dan yang bathil. Semakin orang
menggunakan akal nya maka akan semakin dekat dengan Tuhannya. Akal memiliki
peran yang sangat besar dalam ajaran Islam sebagaimana Hadist Rasulullah SAW.
bersabada “segala sesuatu memiliki alat dan perangkat; alat dan perangkat orang
munngkin adalah akal, segala sesuatu memiliki tunggangan tunggangan manusia adalah
akal. Segala sesuatu meiliki tujuan tujuan ibadah adalah akal. Setiap kaum memiliki
gembala gembala para ahli ibadah adalah akal. Setiap puing reruntuhan pasti ada
pembangunannya pembangunan akhirat adalah akal. Dan setiap perjalan jauh ada
tempat untuk berteduh tempat berteduh orang muslim adalah akal”. Jelas bahwa akal
bisa menjadi alat yang efektif dalam Taqarub kepada Allah SWT.12

Islam merupakan ajaran agama yang dapat diterima dan dimengerti dengan akal,
bahkan para cendikiawan barat pun banyak yang mengatakan bahwa islam adalah
11
Nurfaizal. Prinsip-prinsip Muamalah dan Implementasinya dalam Hukum Perbankan Indonesia. (Hukum Islam,
Vol. XIII, No. 1, 2013)
12
Rian. (Diakses 04-08-2017) http://rianboedakbageur.blogspot.co.id/2014/08/1024x768-normal-0-false-false-
false-en_16.html
agama yang sempurna, salah satunya yang dikemukakan oleh George Sarton tadi di
atas.

5. Prinsip Sistem Nilai atau Akhlakul Karimah


Akhlak adalah tingkah laku manusia, atau tepatnya nilai dari tingkah lakunya,
yang bisa bernilai baik (mulia) atau sebaliknya bernilai buruk (tercela). Yang dinilai di
sini adalah tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan Tuhan, yakni dalam
melakukan ibadah, dalam berhubungan dengan sesamanya, yakni dalam bermuamalah
atau dalam melakukan hubungan sosial antar manusia, dalam berhubungan dengan
makhluk hidup yang lain seperti binatang dan tumbuhan, serta dalam berhubungan
dengan lingkungan atau benda-benda mati yang juga merupakan makhluk Tuhan.
Secara singkat hubungan akhlak ini terbagi menjadi dua, yaitu akhlak kepada Khaliq
(Allah Sang Pencipta) dan akhlak kepada makhluq (ciptaan-Nya).

Akhlak merupakan konsep kajian terhadap ihsan. Ihsan merupakan ajaran tentang
penghayatan akan hadirnya Tuhan dalam hidup, melalui penghayatan diri yang sedang
menghadap dan berada di depan Tuhan ketika beribadah. Ihsan juga merupakan suatu
pendidikan atau latihan untuk mencapai kesempurnaan Islam dalam arti sepenuhnya
(kaffah), sehingga ihsan merupakan puncak tertinggi dari keislaman seseorang. Ihsan
ini baru tercapai kalau sudah dilalui dua tahapan sebelumnya, yaitu iman dan islam.
Orang yang mencapai predikat ihsan ini disebut muhsin. Dalam kehidupan sehari-hari
ihsan tercermin dalam bentuk akhlak yang mulia (al-akhlak al-karimah). Inilah yang
menjadi misi utama diutusnya Nabi Saw. ke dunia, seperti yang ditegaskannya dalam
sebuah hadisnya: “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak
mulia”.13

Gambaran tersebut menjadi salah satu daya tarik ajaran Islam sebagai agama yang
sedang berkembang di dunia ini. Islam membimbing manusia kepada akhlah yang baik
kepada Tuhan dan kepada seluruh makhluk ciptaanNya.

6. Prinsip Kebersihan Jiwa dan Raga


Islam sangan menjungjung tinggi nilai kebersihan, baik jiwa, raga maupaun
lingkungan, slogan “kebersihan bagian dari iman”, ini menunjukan bahwa keseriusan
perhatian terhadap kebersihan yang dikakukan oleh umat Islam. Hidup bersih
merupakan kebutuhan setiap manusia yang akan mengakibatkan terciptanya jiwa dan

13
Marzuki. 2009. Prinsip Dasar Akhlak Mulia. Debut Wahana Press : Yogyakarta, h. 9
raga yang sehat. Namun jiwa dan raga yang sehat tentunya harus diupayakan dalam
bentuk perilaku hidup bersih dan sehat. Ajaran Islam telah mengatur dan membimbing
perilaku hidup bersih dan sehat tersebut melalui al-Qur’an dan Sunnah.

Pada hakekatnya semua manusia itu membutuhkan kesehatan seluruh


dimensinya, baik pisiknya, psikisnya (mentalnya), sosialnya dan spiritualitasnya. Guna
pemenuhan kebuthan esensial hamba tersebut ajaran islam menawarkan prinsip prinsip
kesehatan yang paripurna yang holistic untuk bisa diterapkan oleh hamba hambanya,
agar dikemudian hari menjadi umat muslim yang sehat lahir batin secara totalitas
demensionalnya, yaitu hamba yang memiliki kepribadian yang prima sesuai harapan
agama.

Guna menanamkan dan menegakkan prinsip prinsip kesehatan islami dimaksud


kepada seluruh generasi muslim, kelihatannya unit keluarga menjadi prioritas
pilihan utama dan pertama menjadi sentrum penanaman dan penumbuhkembangan nilai
nilai tersebut serta aplikasinya menjadi landasan dan tradisi kesehariannya oleh para
orang tua dan anggota keluarganya. Bila nilai nilai kesehatan islami tersebut suatu saat
telah menjadi acuan setiap keluarga beserta anggotanya , maka tidak mustahil umat
islam dimasa mendatang akan menjadi umat yang benar benar sehat, tangguh dan kuat
secara utuh bersemayam dalam diri kepribadiannya, yang mampu melaksanakan
amanah di dunia dan diakherat nantinya dan ia menjadi orang yang berjiwa taqwa..
Profil umat yang seperti inilah yang menjadi dambaan Allah dan rasulnya, sebagaimana
firmanNya: Orang mukmin yang sehat, kuat lahir batinnya akan lebih dicintai Oleh
Allah dari pada orang muslim yang lemah”. Kemudian Dalam surat As- syuara’ ayat
89-90 Allah mendiskripsikan umat yang seperti ini adalah “ orng orang yang ketika
menghadap Allah kondisi hatinya damai, sehat, selamat, bersih dan suci.”, Maka surga
akan didekatkan pada hamba hambanya yang muttaqin”. Amin yaa Rabbal A’lamiiin.14

7. Prinsip al-Qur’an sebagai Softwere atau Informasi dari Langit yang Dahsyat
Sebagai wahyu yang dipandang begitu bernilai, al-Qur’an dengan tingkat
sakralitasnya telah menghadirkan pemahaman tanpa batas. Pemahaman ini bisa dilacak
berdasarkan sejumlah peristiwa yang berkembang dalam konteks sosial masyarakat,
dan konteks tersebut tampaknya begitu terikat dengan tanda-tanda (‘ayah) empiris,
seperti manusia terkadang siap menerima sesuatu yang memiliki kebenaran (tasdiq)
Zaenal Abidin. Keluarga Sehat dalam Perspektif Islam. (Komunika, Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto, Vol. 6,
14

No. 1, 2012)
atau terkadang siap menolak sebagai kepalsuan (takhdhib). Dua bentuk ini dapat
dianggap sebagai rahmat dan obat penawar bagi manusia. Bahkan tanda-tanda yang
dimaksudkan dalam al-Qur’an, yang oleh Allah merupakan ungkapan kongkret
bertujuan membimbing (ihtida’) manusia ke jalan yang benar, dan bukan sebagai laknat
bagi hambanya.

Pertimbangan akan adanya rahmat tentu melewati berbagai proses, yang salah
satunya berupa sabar dan jujur. Kedua sifat ini merupakan arah pembentukan karakter
seorang hamba yang hendak membentuk sikap daya tahan yang dijalani seorang hamba
dalam menerima ujian-ujian dari Tuhan. Memperlihatkan seorang hamba telah beriman
kepada Tuhan berarti ikut membatasi segala keyakinannya yang berada di luar konteks
Tuhan. Bagaimana pun, nilai-nilai yang didapat seorang hamba atas rahmat Tuhan
telah memberikan pilihan tentang kebaikan, dan kebaikan yang berada di sekitar
hambanya adalah bukti konkrit adanya tingkat kepedulian Tuhan kepada hambanya
juga.

Kebenaran pada nilai-nilai al-Qur’an dipandang sebagai kebenaran yang absolut,


meski faktor keseimbangan menjadi hal urgen bagi manusia dalam
mengkonfirmasikan dirinya pada wilayah yang lebih istimewa; dan proses pencapaian
yang demikian dapat dikategorikan ke dalam rahmat. Bahkan sebagai umat Islam,
tentunya al-Qur’an mesti sebagai pedoman utama dalam menjalani segala aspek
kehidupan. Dalam al-Qur’an terdapat begitu banyak ayat yang memerintahkan manusia
untuk berpikir, membaca dan merenungkan ayat-ayat serta segala sesuatu yang ada di
sekitarnya. Semuanya merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah Swt. Pada dasarnya,
setiap manusia menghendaki hidup dan kehidupan yang sehat, tenang, tentram dan
bahagia, meskipun tidak selamanya kemauan dan keinginan tersebut akan tercapai.

Dikarenakan Islam sebagai agama, tentu memperhatikan keberadaan manusia,


karena itulah Islam membentangkan konsep yang sangat tegas tentang kehidupan yang
sehat kepada manusia, misalnya mengenai apakah hidup dan kehidupan itu serta
kemana arah tujuannya. Al-Qur’an memberikan kedudukan penting dalam hal kekuatan
fisik. Kekuatan ini hanya dimiliki oleh orang yang memiliki jasmani yang sehat,
sehingga dalam memilih seorang pemimpin pun kekuatan fisik menjadi salah satu
syarat yang harus dipertimbangkan dengan baik. Pada dasarnya al-Qur’an merupakan
kitab suci yang menerangkan masalah akidah dan hidayah, hukum syari’at dan akhlak,
akan tetapi di dalamnya banyak terdapat ayat yang menunjukan berbagai hakikat
ilmiyah yang memberikan dorongan kepada manusia untuk mempelajari, membahas
dan memahaminya.15

Al-Qur’an merupakan putunjuk, pedoman, yang bersumber dari wahyu Alloh


Swt. yang memberikan informasi kepada manusia tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan hidup manusia yang dijalani. Manusia harus memahami dan
menjalankan petunjuk tersebut agar terhidar dari kesesatan.

8. Prinsip Persaudaraan
a. Ukhuwah islamiyah berarti “persaudaraan yang bersifat islami atau yang
diajarkan oleh Islam”.
b. Di dalam kitab suci ini memperkenalkan paling tidak empat macam persaudaraan:
1) Ukhuwah ‘ubudiyah atau saudara kesemahlukan dan kesetundukan kepada
Allah.
2) Ukhuwah Insaniyah (basyariyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah
bersaudara, karena mereka semua berasal dari seorang ayah dan ibu.
3) Ukhuwah wathaniyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan
kebangsaan.
4) Ukhuwah fi din Al-Islam, persaudaraan antarsesama Muslim. Rasulullah
Saw. Bersabda.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, secara garis besar ukhuwah dibagi
menjadi dua yaitu:
1) Ukhuwah Islamiyah yang bersifat abadi dan universal karena berdasarkan
akidah dan syariat Islam.
2) Ukhuwah Jahiliyah yang bersifat temporer (terbatas waktu dan tempat), yaitu
ikatan selain ikatan akidah (missal: ikatan keturunan orang tua-anak,
perkawinan, nasionalisme, kesukuan, kebangsaan, dan kepentingan pribadi).

c. Manfaat ukhuwah Islamiyah:


1) Merasakan lezatnya iman.
2) Mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat (termasuk dalam 7 golongan
yang dilindungi).
3) Mendapatkan tempat khusus di surga.
d. Untuk mencapai nikmatnya ukhuwah, perlu kita ketahui beberapa proses
terbentuknya ukhuwah Islamiyah antara lain :
1) Melaksanakan proses Ta’aruf
2) Melaksanakan proses Tafahum
3) Melakukan At-Ta’aawun
15
Umar Latif. Al-Qur’an sebagai Sumber Rahmat dan Obat Penawar (Syifa’) bagi Manusia. (Jurnal Al-Bayan,
Vol. 21, No. 30, 2014).
4) Melaksanakan proses Takaful16

9. Prinsip Bermasyarakat
Islam dijalankan berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah yang mengatur berbagai
aspek kehidupan manusia, salah satunya kehidupan bermasyarakat. Masyarakat yang
merupakan perkumpulan dari barbagai individu memiliki nilai manajemen, artinya
tidak dapat secara spontan individu mengarah pada satu arah atauran atau budaya di
masyarakat. Namun al- qur’an dan Sunah telah mengatur hal tersebut, sehingga dengan
sendirinya individu membentuk masyarakat yang beriman dan bertaqwa kepada Alloh
Swt. yang menghasilkan masyarakat madani.

Dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umat haruslah


berpacu pada Al- Qur‟an dan As-Sunnah yang diamanatkan oleh Rasullullah kepada
kita sebagai umat akhir zaman. Sebelumnya kita harus mengetahui dulu apa yang
dimaksud dengan masyarakat madani itu dan bagaimana cara menciptakan suasana
pada masyarakat madani tersebut, serta ciri-ciri apa saja yang terdapat pada masyarakat
madani sebelum kita yakni pada zaman Rasullullah. dalam Islam mengenal yang
namanya zakat, zakat memiliki dua fungsi baik untuk yang menunaikan zakat maupun
yang menerimanya. Dengan zakat ini kita dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat
higga mencapai derajat yang disebut masyarakat madani. Selain zakat, ada pula yang
namanya wakaf. Wakaf selain untuk beribadah kepada Allah juga dapat berfungsi
sebagai pengikat jalinan antara seorang muslim dengan muslim lainnya. Jadi wakaf
mempunyai dua fungsi yakni fungsi ibadah dan fungsi sosial. Inilah asset ekonomi
ummat yang perlu diberdayakan demi kemakmuran ummat.17

10. Prinsip Membela Kebenaran tanpa Membedakat Warna Kulit


Islam merupakan agama yang universal yang tanpa membeda-bedakan
kedudukan, warna kulit, dan budaya. Dalam membela kebenaran Islam tidak mengacu
kepada perbedaan tersebut, tetapi Islam berpedoman kepada al-Qur’an dan Sunnah.
Yang salah dikatakan salah, yang benar dikatakan benar, jadi kebenaran dalam Islam
adalah milik seluruh umat manusia.

Islam mengajarkan bahwa adanya perbedaan diantara manusia, baik dari sisi etnis

http://kumpulan-makalah-islami.blogspot.co.id/2009/06/ukhuwah-islamiyah.html diakses 04-08-2017


16

17
Muhammad Soim. Miniatur Masyarakat Madani (Perspektif Pengembangan Masyarakat Islam). (Jurnal Risalah,
Vol. 26, No. 1, 2015)
maupun perbedaan keyakinan dalam ber- agama merupakan fitrah dan sunnatullah atau
sudah menjadi ketetapan Tuhan, tujuan utamanya adalah supaya diantara mereka
saling mengenal dan berinteraksi. Barangkali, adanya beragam perbedaan
merupakan kenyataan sosial, sesuatu yang niscaya dan tak dapat dipungkiri.18

11. Prinsip Keberlanjutan dan Tidak Boleh Berhenti


Keberlanjutan merupakan sebuah prinsip ajaran Islam yang mendasar, yang wajib
dijalankan oleh seluruh umat. Umat harus menjalankan agama semaksimal muingkin
agar menjadi agama pemersatu yang menghasilkan kesejahteraan bagi seluruh umat.
Agama dijalankan dengan baik berdasarkan al-Qur’an untuk mencapai ridho Alloh,
sehingga seluruh umat selamat di dunia dan akhirat. Keberlanjutan proses beragama
salah satunya melalui proses pendidikan, yang mana di Indonesia telah berjalan
semnjak dahulu.

Konsep Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan mencakup sebuah visi


baru pendidikan yang mengusahakan pemberdayaan orang segala usia untuk turut
bertanggungjawab dalam menciptakan sebuah masa depan berkelanjutan.19

12. Prinsip Berserah Diri Kepada Alloh SWT


Aa Gym, nama panggilan (Abdullah Gymnastiar) menyampaikan agar manusia
hendaknya berserah diri kepada Allah SWT. Sikap berserah diri dapat ditunjukkan
dalam hidup dengan hanya mengandalkan Allah SWT dalam setiap hal, di mana saja
dan kapan saja. Menurut Aa Gym, kemampuan berserah diri merupakan satu
keberuntungan tersendiri bagi manusia. Hal ini juga menjadi kebahagiaan tersendiri
bagi yang menjalaninya. Rasulullah SAW adalah salah satu utusan Allah SWT yang
senantiasa berserah diri. Dalam salah satu doanya, beliau pernah berkata, "Duhai
Allah, wahai Yang Maha Menguasai, mengurus segalanya sendiri, dengan rahmat-Mu
ya Allah, tolong saya perbaiki urusan saya seluruhnya dan jangan serahkan pada saya
walau sekejap mata," ujar Aa Gym menirukan salah satu doa Rasulullah SAW. Aa Gym
meyakini, sikap berserah diri akan membawa manusia pada pertolongan Allah SWT
dalam menghadapi setiap permasalahan. Sayangnya, tidak semua orang mampu
berserah diri. Sebaliknya, manusia sering kali mengandalkan pada selain Allah.

18
Adeng Muchtar Ghazali. Toleransi Beragama dan Kerukunan dalam Perspektif Islam. (Jurnal Agama dan Lintas
Budaya, Vol. 1, No. 1, 2016)
19
Ilyas Nasaruddin Siregar. 2015. Konsep Pendidikan Untuk Pembangunan Keberlanjutan dalam Perspektif
Pendidikan Islam. (Skripsi, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta), h. 13
Berserah diri terkait langsung dengan kedekatan manusia kepada Allah SWT. Karena
itu, rasa tidak sabar yang menghambat kepasrahan diri umumnya disebabkan oleh
adanya delay, yaitu kelambatan untuk terhubung dengan Allah SWT.20
1. Definisi/Pengertian Khalifah
Manusia bertanggung jawab terhadap keberlanjutan ekosistem karena manusia
diciptakan sebagai khalifah (Nahdi, 2008).21 Dalam konteks Al-Quran memandang manusia
sebagai “wakil” atau “khalifah” Allah di bumi, untuk memfungsikan kekhalifahannya Tuhan
telah melengkapi manusia potensi intelektual dan spiritual sekaligus (Hafsin, 2007).22 Sesuai
dengan UU RI Nomor 23 Tahun 1997 yang menyatakan pengertian lingkungan hidup itu
sendiri yang didalamnya telah melibatkan peranan manusia dan perilakunya dalam
menyejahterakan makhluk hidup dan dirinya. Karena secara etika manusia berkewajiban dan
bertanggung jawab terbesar terhadap lingkungan dibandingkan dengan makhluk lainnya.
Allah menganugrahi akal kepada manusia, dan dengan akal itulah Allah menurunkan
agama. agama sebagai petunjuk dan pedoman dalam kehidupan, merupakan dasar untuk
mengatur bagaimana berhubungan dengan sang pencipta dan hubungan dengan alam
semesta. Manusia dalam agama merupakan bagian dari lingkungan hidupnya, sehingga
manusia ditunjuk sebagai
khalifah di muka bumi ini. Seperti dalam firman Allah, yaitu:
Yang artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (QS.
Al- Baqarah [2] : 30).
Khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan
dan penerapan hukum- hukum syariah (HTI, 2008).23 Khalifah adalah wakil umat dalam
kehidupan di muka bumi. Seperti dalam firman Allah SWT:
Yang artinya: “Allah telah berjanjian kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-
amal yang salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di
bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang- orang sebelum mereka berkuasa, akan meneguhkan
bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan akan menukar (keadaan) mereka
setelah mereka berada dalam ketakutan menjadikan aman sentosa, mereka tetap menyebah-Ku
tanpa mempersekutukan apapun dengan Aku. Siapapun yang sudah kafir sesudah janji itu maka
mereka itulah orang-orang yang fasik” (Q.S. An-Nur [24]: 55).
Khalifah adalah sebutan yang diberikan kepada pemagang kekuasaan tertinggi dalam
suatu pemerintahan islam, muncul pertama kali di Tsaqifah (Rumah) Bani Sa’idah yang
merupakan suku di Madinah, berdasarkan prinsip pemilihan khalifah dari suku Quraisy
(Usmani, 2016).24 Makna khalifah dalam islam sebagai satu-satunya pemimpin di seluruh
penjuru dunia, sehingga khalifah menjadi pemimpin seluruh umat islam dari segala penjuru
dunia.

20
http://www.republika.co.id/berita/koran/dialog-jumat/16/02/19/o2s0g722-sukses-dengan-berserah-kepada-
allah-swt, (diakses; 04-08-2017)
21
Nahdi, Maize Said. Konservasi Ekosistem dan Keanekaragaman Hayati Hutan Tropis Berbasis Masyarakat. Jurnal
Kaunia, Vol.4, No.2; hlm 159-172, 2008.
22
Hafsin, Abu. 2007.Islam dan Humanisme: Akulturasi Humanisme Islam di Tengah Krisis Humanisme Universal.
Yogyakarta : IAIN Walisongo dengan Pustaka Pelajar.
23
Hizbut Tahrir Indonesia. 2008. Struktur Negara Khilafah. Jakarta : Dar Al-Ummah.
24
Usmani, Ahmad Rofi’. 2016. Jejak-jejak Islam. Yogyakarta : Bunyan.
Interaksi antara manusia dengan sumber-sumber alam harus berlangsung berdasarkan
kaidah-kaidah yang diatur oleh Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW. Bahkan Allah
mengamanahkan bumi kepada manusia untuk menyikapi ketentuan dan hukum- hukumnya.

2. Ekologis dalam ajaran Islam


Ekologis adalah ilmu tentang hubungan timbang balik antara makhluk hidup dengan
lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup menurut Soemarwoto (1987)25 adalah hubungan
makhluk hidup, khususnya manusia, dengan lingkungan hidupnya, dalam pandangannya
menyebutkan hubungan timbal balik tersebut adalah ekologi. Lebih lanjut lagi bahwa
konsep sentral dalam ekologi merupakan ekosistem yang dimana suatu sistem ekologi yang
terbentuk oleh hubungan timbal balik antara mankhluk hidup dengan lingkungannya.
Mufid (2010)26 ekologi merupakan ilmu dasar memahami dan meyelidiki alam bekerja,
eksistensi kehidupan makhluk hidup dalam sistem kehidupannya, tentang kelangsungan
hidup dalam habitatnya, cara mencukupi kebutuhannya, bentuk-bentuk interaksi dengan
komponen dan spesies lain, tentang adaptasi dan toleransi terhadap perubahan yang terjadi,
tentang pertumbuhan dan perkembangan yang berlangsung secara alami dalam sebuah
ekosistem. Lingkungan hidup adalah ruang yang ditempati oleh makhluk hidup bersama
dengan benda-benda hidup dan tidak hidup didalamnya (Soemarwoto, 1987).
Haeckel adalah seorang ahli ilmu Yunani yang pertama kali mengenalkan atau
menggunakan Istilah ekologi, yang beasal dari dua kata oikos yang berarti “rumah” dan logos
yang berarti “ilmu”. Soemarwoto (1987)27 Mengemukakan bahwa ekologis merupakan
sebuah ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya, yang dapat diartikan juga sebagai ilmu
tentang rumah tangga makhluk hidup. Pada dasarnya semua agama mengatur segala
kehidupan manusia, termasuk interaksi antara manusia dan alam. Hubungan antara manusia
dan alam bersifat komprehensif, dari bagaimana manusia berperilaku terhadap alam ataupun
lingkungannya. Bahkan secara tegas hubungan manusia dan alam harus terjalin secara
harmonis demi terjalinnya kehidupan berkesinambungan, dalam semua ajaran agama,
khususnya islam sangat banyak ayat dan hadits nabi untuk menjaga dan melestarikan
lingkungan hidup secara keseluruhan.
Dalam perspektif Islam, alam adalah segala sesuatu selain Allah SWT, alam adalah
segala sesuatu yang diciptakan Allah dengan segala isinya, dalam konteks ini, bahwa alam
tidak hanya benda angkasa atau bumi dan segala isinya, tetapi alam juga terdapat diantara
keduanya. Sehingga Allah menciptakan alam dengan sangat kompleks dan luas cakupannya
(Muhaimin, 2015).28 Allah mempersilahkan kepada umat manusia untuk mengambil manfaat
dan memberdayakan hasil alam dengan sebaik-baiknya demi kemakmuran dan
kemasalahatan artinya manusia diberi kebebasan baik mengelola alam atau hanya sebatas
mengambil manfaat dari alam, selagi manusia tidak mengakibatkan kerusakan pada alam.
Sehubungan dengan krisis lingkungan banyak ayat Allah yang memberikan peringatan
kepada manusia tentang kerusakan lingkungan dan bahayanya bagi manusia. Seperti yang
terkandung dalam surat Al-Baqarah [2] ayat 22, yaitu:
Yang artinya “dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap
dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-
buahan sebagai rezki untukmu, karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi
Allah, padalah kamu mengetahui” (QS. Al- Baqarah [2]: 22).

25
Soemarwoto, Otto. 1987. Ekologi, Lingkungan Hidup Dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan.
26
Soemarwoto, Op.Cit
27
Soemarwoto, Op.Cit
28
Muhaimin. 2015. Membangun Kecerdasan Ekologis (Model Pendidikan untuk Meningkatkan Kompetensi
Ekologis). Bandung: Alfabeta.
Dalam agama Islam terdapat tingkatan pendidikan yang mempunyai peran penting dan
strategis dalam mensosialisasikan dan mentransformasikan konsep, teori ilmu pengetahuan
dan teknologi, yang diinternalisasikan dari nilai-nilai ajaran islam, bahkan termasuk konsep
tentang ekologi dan lingkungan hidup kepada masyarakat dan peserta didik.29

3. Peranan manusia sebagai khalifah (Khalifah Allah di Muka Bumi)


Kekhalifahan manusia di satu pihak berperan sebagai subjek dan di sisi lain menjadi
objek, sebagai subjek, manusia mempunyai tanggung jawab yang lebih kompleks dalam
meningkatkan kualitas dirinya. Seperti dalam LKNU menyatakan bahwa Manusia berkualitas
harus bercermin keimanannya, sehat jasmani dan rohani, berpendidikan, mengerjakan amal
saleh, berbuat baik kepada orang lain, bertanggung jawab terhadap keluarganya, bertanggung
jawab terhadap keluarganya, arif terhadap lingkungan hidupnya (Mufid, 2010).30
Dalam konsep ekologi manusia, terdapat berbagai macam pandangan dalam memandang
hubungan antara manusia dan alam. Islam mengakui keberadaan semua makhluk hidup di
muka bumi sebagai kesatuan atas penciptaan dari sang khalik, sehingga jika terjadi
kerusakan terhadap ciptaan Allah, hal ini merupakan pengingkaran terhadap ciptaan Allah.
bahkan lebih dalam lagi, islam memiliki prinsip-prinsip dasar dalam upaya melestarikan
lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Kewajiban manusia untuk mengelola alam dan menjaga akan diminta
pertanggungjawabannya, sehingga manusia tidak berhak berlaku sewenang-wenang dalam
memimpin dan mengelola alam. Mengenai kewajiban manusia sebagai khalifah atau
penguasa (pemimpin) yang harus bertanggung jawab atas perbuatannya terdapat pada hadits
nabi yaitu “masing-masing kamu adalah orang yang bertanggung jawab, maka akan diminta
(kelak) pertanggungjawabannya, raja adalah orang yang bertanggung jawab atas rakyat
yang dipimpinya, dan dia (penguasa) akan dimintai pertanggungjwabannya tentang mereka,
seorang laki-laki kepala rumah tangga bertanggung jawab atas keluarganya dan akan
dimintai pertanggungjawabannya tentang mereka, dan seora ng perempuan sebagai ibu
rumah tangga harus bertanggung jawab atas suami dan anak-anaknya dan akan dimintai
pertanggungjawabannya tentang mereka, pembantu bertanggung jawab atas harta
majikannya, dan akan diminta pertanggungjawabannya tentang itu, ingatkah bahwa masing-
masing kamu adalah orang yang bertanggung jawab, dan setiap kamu akan dimintai
pertanggungjawaban atas apa yang kamu lekolanya” (HR. Imam Bukhari dari Abdullah Ibnu
Umar).
Islam sebagai agama dalam kehidupan sejatinya memiliki visi dan misi rahmah li al-
Alamin (kebaikan bagi semesta alam), dengan mewujudkan visi dan misi tersebutlah Allah
menugaskan kepada manusia sebagai khalifah di Bumi. Seperti yang dijalaskan dalam surat
Al-Ahzab [33] ayat 72, yaitu:
Yang artinya: “Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-
gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan
menghianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia, sesungguhnya manusia itu amat zalim dan
amat bodoh” (QS.Al-Ahzab [33 ]: 72).

Tugas manusia sebagai khalifah adalah untuk menjaga dan bertanggungjawab atas
dirinya, sesama manusia dan alam yang menjadi sumber penghidupan. Karena sudah menjadi
kewajiban bagi manusia yang merupakan khalifah di bumi memiliki dua bentuk sunatullah
yang harus dilakukan, yaitu baik kewajibannya antara manusia dengan tuhannya, antara
sesama manusia sendiri, dan antara manusia dengan ekosistemnya. Kewajiban tersebut haru
29
Zed, Mestika. 2008.Metode Penelitian Kepustakaan . Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
30
Mufid, Op.Cit.
dilaksanakan karena merupakan amanah dari Allah sang pencipta. Tanggung jawab manusia
terhadap moral agama sebagai khalifah di bumi yaitu mengelola sebaik-baiknya alam semesta
dan kehidupan sosial didalamnya. Kehidupan manusia sangat tergantung kepada komponen-
komponen lain dalam ekosistem sehingga secara moral manusia terhadap alam dituntut untuk
bertanggungjawa kepada kelangsungan, keseimbangan dan kelestarian alam yang menjadi
sumber kehidupannya.
Menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup, baik alam ataupun lingkungan
sosial merupakan tugas daripada khalifah dalam upacara memformasi bumi, Madjid
menegaskan bahwa muara dari semua prinsip kekhalifahan manusia adalah reformasi bumi
(Madjid, 2009).31 Permasalahan lingkungan alam semakin berkembang seiring berjalannya
waktu dan saling terkait secara global. Bahkan masing-masing manusia dalam setiap negara
berlomba-lomba merusak sumber daya alam dengan dilakukannya pembangunana yang
dilakukan, khususnya yang paling banyak berada di negara berkembang.
Tugas dari seorang khalifah menjadikan perlindungan bagi umat dan menjaga
kelestarian alam (ekosistem), sehingga khalifah dan umat harus bersatu dan saling mencintai
guna menjalankan kehidupan sesuai dengan syariat islam dan keberlangsungan hidup.
Tugas khalifah dalam Al-Qur’an biasa disebut imaratul ardh (memakmurkan bumi) dan
ibadatullah (beribadah kepada Allah). Allah menciptakan manusia dari bumi ini dan
menugaskan manusia untuk melakukan imarah dimuka bumi dengan mengelola dan
memeliharanya. Tugas kekhalifahan terhadap alam (natur) meliputi:32
a. Mengulturkan natur (membudayakan alam), yakni alam yang tersedia ini agar
dibudayakan, sehingga menghasilkan karya- karya yang bermanfaat bagi kemaslahatan
hidup manusia.
b. Mengulturkan kultur (mengalamkan budaya), yakni budaya atau hasi karya manusia
harus disesuaikan dengan kondisi aam, jangan sampai merusak alam atau lingkungan
hidup, agar tidakmenimbulkan malapetaka bagi manusia dan lingkungannya.
c. MengIslamkan kultur (mengIslamkan budaya), yakni dalam berbudaya harus tetap
komitmen dengan nilai- nilai Islam yang rahmatan lil-‘alamin, sehingga berbudaya
berarti mengerahkan segala tenaga, cipta, rasa dan karsa, serta bakat manusia untuk
mencari dan menemukan kebenaran ajaran Islam atau kebenaran ayat-ayat serta
keagungan dan kebesaran Ilahi.
Konsep khalifah sebagai yang telah dikemukakan diatas menunjukkan bahwa dalam
ajaran islam memiliki relevansi dan perhatian yang sangat besar terhadap konsep ekologis
dan lingkungan hidup. Sehingga untuk itu, ajaran islam mengenai konsep ekologis dan
lingkungan hidup perlu dikonstruksi sebagai sistem, keyakinan akan nilai-nilai dan cita-cita
lingkungan hidup, yang dapat dipahami, ditransformasikan dan diinternalisasikan oleh
seluruh umat untuk diperjuangan guna mewujudkan cita- cita tersebut. Sehingga peranan
khalifah di muka bumi sangatlah penting dalam menjaga keseimbangan alam atau lingkungan
hidup. Seperti yang dijlaskan dalam surat Al-An’am [6] ayat 165, yaitu:
Yang artinya: “Dan dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah- khalifah di Bumi
dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas
(karunia) yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat memberi
hukuman, dan sungguh Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang” (QS.Al-An’am [6]:
165)”.
31
Madjid, Nurcholish. 2009.Cita-Cita Politik Islam . Jakarta : Paramadina & Dian Rakyat.
32
Wahyu Supraptiningtyas.Tugas Manusia Sebagai Khalifah di Muka Bumi.
http://blog.unnes.ac.id/malikhatundayyanah/2019/11/24/tugas.manusia-sebagai- khalifah-di-muka-bumi/diupload,
pad 2 Maret 2011 21:34 WIB
Kemudian dijelaskan pula pada Surat Al al-A’raf ayat 7 dan ayat 17 sebagai berikut:
“Dan hendakah kamu bahwa ada peringatan yang datang dari Tuhanmu melalui seorang laki-laki
dari kalanganmu, untuk memberi peringatan kepadamu? Ingatlah ketika Dia menjadikan kamu
sebagai khalifah-khalifah setelah kamu Nuh, dan Dia lebihkan kamu dalam kekuatan tubuh dan
perawakan, Maka, Ingatlah akan nikmat Allah agar kamu beruntung”(QS. Al-A’raf [7]: 69).

Yang artinya: “Dan ingatlah ketika Dia menjadikan kamu khalifah-khalifah setelah kaum ‘Ad dan
menempatkan kamu di bumi. Di tempat yang datar kamu dirikan istana-istana dan bukit-bukit
kamu pahat menjadi rumah-rumah. Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu
membuat kerusakan di Bumi” (QS. Al- A’raf [7]: 74).
Dan dalam suratAl-Isra [17]: 37, sebagai berikut:
Yang artinya: “Dan janganlah engkau berjalan di Bumi ini dengan sombong, karena
sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi
gunung (QS.Al-Isra ‘[17]: 37)”.

Bahkan dalam selain dalam surat Al-Isra’ dijelaskan pula dalam surat Al-Anbiya [21]:
31, sebagaimana dijelaskan akan penciptaan bumi dan isinya dan sebagaimana mereka
berjalan sesuai perintah Allah, dalam firman Allah yaitu:
Yang artinya: “Dan Kami telah menjadikan di Bumi ini gunung-gunung yang kukuh agar (tidak)
guncang bersamaan dan Kami jadikan (pula) di sana jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat
petunjuk” (QS.Al-Anbiya [21]: 31).»
Pengertian maksud daripada ayat diatas menjelaskan bahwa Allah telah menciptakan
tempat yang baik bagi manusia sebagai tugas kekhalifahan dan memerintahkan kepada
manusia untuk memakmurkannya. Sehingga manusia harus menjaga dan melestarikan bumi
dan lingkungannya karena menjadi bagian dari tugas manusia sebagai khalifah. Seperti yang
dijelaskan pada surat An-Naml [27]: 62, yaitu sebagai berikut:
“Bukankah Dia (Allah) yang memperkenankan (doa) orang yang dalalm kesulitan apabila dia
berdoa kepada-Nya dan menghilangkan kesusahan dan menjadikan kamu (manusia) sebagai
khalifah (pemimpin) di Bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)? Sedikit sekali
(nikmat Allah) yang kamu ingat” (Qs. An- Naml [27]: 62).

4. Peran Khalifah dan Pengetahuan Ekologis


Hubungan manusia sebagaimana sebagai hamba Allah dan diutus menjadi Khalifah
di muka bumi memiliki posisi saling terkait kuat, karena dalam tugas manusia sebagai
khalifah memiliki wewenang mengelola dan mengatur bumi beserta isinya. Sedangkan tugas
manusia sebagai hamba, manusia melakukan segala aktivitas sesuai dengan aturan Allah dan
bertanggungjawab atas semua tindakannya.
Pandangan Domanska (dalam Supriatna 2016)33 memandang hubungan manusia dengan
lingkungan alam melalui peran negara maju dan negara berkembang dalam mengeksplotasi
Sumber Daya Alam. Dengan menyimpulkan bahwa negara-negara maju lebih banyak
menyumbang kerusakan lingkungan daripada negara tertinggal, karena eksplotasi terhadap
alam dilakukan secara besar- besaran untuk mencapai kemajuan teknologi. Sedangkan dalam
kawasan periphery, eksploitasi terhadap lingkungan disebabkan karena faktor kemiskinan
dan rendahnya kebijakan politik dan ekonomi yang mendukung pelestarian alam.
Munculnya teori Darwin tentang survival of the fiftest telah menempatkan manusia
sebagai makhluk yang lebih unggul dari makhluk lainnya, sehingga manusia berusaha
menguasai alam dan mampu menklukan alam. Hal tersebutlah menyebabkan terjadinya
33
Supriatna, Op.Cit
kerusakan alam di berbagai belahan bumi. Dampak dari teori Darwin semakin
menunjukkan bahwa manusia tidak lagi menjadi makhluk yang bergantung kepada alam,
melainkan manusia menjadi faktor penentu atas keberlangsungan alam. Dampak negatif dari
hal tersebut semakin menjadikan manusia mencapai level tinggi dalam pengelolaan alam,
sehingga semakin mempercepat proses kerusakan alam karena terjadinya eksploitasi akan
Sumber Daya Alam secara besar-besaran.
Selain itu krisis lingkungan yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor seperti
pertumbuhan penduduk, industrialisasi, urbanisasi, pengeseran fungsi lahan, deforestasi,
konflik antar etnik memperebutkan wilayah dan lain-lain (Supriatna, 2016).34 Islam telah
melarang manusia untuk melakukan eksploitasi dan pengerusakan terhadap alam dan
spesies tumbuhan serta hewan. Seperti halnya dalam surat Al-A’raf [7]: 31:
Yang artinya: “wahai anak cucu adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiao (memasuki)
masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan” (QS. Al-A’raf [7]: 31).
Makna dalam kandungan ayat tersebut menyatakan bahwa islam telah mengatur manusia
dalam mengelola dan memanfaatkan alam dengan porsi dan batasan agar tidak merusak
alam, tidak boros (mubazir), tidak serakah dan tidak menyia-nyiakannya yang tidak
diperlukan.
Pemikiran Agama Islam dalam beberapa prinsip dasar yang terkait lingkungan dan
menjadi basis elaborasi konsep ekologis dalam islam, sebagai berikut (Quddus, 2012)26:

a. Tawbid:unity of all creation


Tawbid merupakan basis atau kerangka dasar bagi keseluruhan pandangan dan
worldview-nya. Tawbid seperti khazanah yang dipadatkan, meskipun sederhana dalam
permukaannya namun ketika diuraikan secara detail akan mencakup seluruh islam.
Tawbid menjadi intisari dalam setiap agama yang dibawa oleh para nabi sebelum
kedatangan Islam yang dibawa Nabi Muhammad. Hakikat Tawbid penyerahan diri secara
utuh (bulat) kepada kehendak Allah, menyangkut ibadah dan mu’amalah, sehingga
tawbid menjadi dasar seluruh konsep umat islam baik ekonomi, politikk, dan sosial-
budaya. Cara padang tawbid melihat segalanya tentang alam bersumber dari Allah dan
akan kembali kepada-Nya. Sehingga alam diciptakan dengan tujuan keberlangsungan
hidup manusia dan wajib memelihara ciptaan Allah beserta segala isi didalamnya.
Pandangan manusia sebagai khalifah tidaklah menjadikan manusia sebagai pemegang
mutlak pada dirinya dan alam, karena segala sesuatu yang dimiliki manusia berasal dari
Tuhan, dan tugas manusia hanyalah menjaga dan memelihara serta menggunakan sesuai
kebutuhannya. Dalam konteks krisi lingkungan, tawbid menjadi nilai dasar manusia dalam
memahami alam, alam yang dapat mengantarkan manusia untuk sampai pada realitas
sejati.
b. Amanah
Manusia dan alam semesta adalah milik Allah, manusia bukanlah pemilik dari alam,
manusia hanyalah di amanahkan untuk menjaga alam dan pada saatnya akan
mempertanggungjawabkan perbuatannya terhadap pemilik-Nya. Dalam Al-Quran manusia
bersedia menerima amanah yang diberikan oleh Allah, seperti yang terdapat dalam Surah
al-Ahzab [33]: 72 :
Yang artinya: “sesungguhnya kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan
34
Ibid
gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak
akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia, sungguh manusia itu
sangat zalim dan bodoh” ( QS. Al-Ahzab [33]: 72).
Keunggulan dan kekuatan manusia dalam mengontrol sikapnya terhadap alam dan
makhluk lainnya merupakan sebuah amanah yang diterima manusia dari Allah. Sehingga
manusia harus mampu menunjukkan tanggungjawab atas pemanfaatan dan pemeliharaan
alam dan segala isinya sebagai amanah yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Karena
sudah menjadi kewajiban bagi manusia sebagai seorang khalifah (pemimpin) dalam
mengelola alam. Jikalau manusia melalaikan tugasnya dalam menjaga amanah dan
menyalahgunakan, maka manusia telah jatuh dari julukannya sebagai khalifah menjadi
seorang yang zalim. Ayat Allah dalam Al-Quran yang memerintahkan manusia untuk
amanah dalam menjaga alam dan tidak menjadi zalim atas alam, seperti dalam Al-
Baqarah [2]: 205,
Yang artinya: «. dan apabila dia berpaling (dari engkau), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di
bumi, serta merusak tanam-tanaman dan ternak, sedang Allah tidak menyukai kerusakan” (QS.
Al-Baqarah [2] : 205)”.
Dalam ayat diatas tampak jelas bahwa manusia diciptakan untuk melindungi dan
mengelola alam karena manusia telah ditunjuk sebagai khalifah dimuka bumi, sehingga
kerusakan yang terjadi terhadap alam merupakan tindakan yang zalim.
c. Akbirah
Prinsip lainnya yang terkait lingkunagn yaitu konsep islam tentang akhirat atau hal
yang berhubungan dengan eskatologi. Umat islam yang beriman akan meyakini bahwa
akan adanya kehidupan selanjutnya (akhirat) setelah meninggalnya jasad manusia.
Kehidupan di akhirat merupakan konsekuensi kehidupan di dunia. Akhirat, dimana
manusia harus mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang telah dilakukan selama
hidup didunia, baik bersifat vertikal maupun horizontal dalam mengemban tugasnya
sebagai khalifah untuk menjaga amanah dalam hal interaksi sesama manusia, interaksi
dengan alam, dan interaksi antara manusia dengan sang pencipta. Konsep ini menjadi
dasar lahirnya etika terhadap lingkungan yang bersifat holistik dan integral, yaitu dengan
adanya konsekuensi dalam setiap perbuatan manusia menjadikan manusia bersikap hati-
hati dan mempersiakan apa yang akan di pertanggungjawabkan di akhirat nanti. Dengan
konsep ini akan menjadi rambu-rambu dalam pemanfaatan dan pengelolaan manusia
terhadap alam. Sehingga manusia tidak seenaknya membuat kerusakan di bumi ini.
Manusia tidak dapat bersifat destruktif dan dominasi terhadap alam karena sesungguhnya
semua milik Allah dan segalanya akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah.
Ajaran islam tentang manusia sebagai khalifah di muka bumi dan kewajibannya
dalam menjaga ekologi dan lingkungan hidup perlu di konstruksi sebagai sebuah sistem
keyakinan (aqidah) mengenai nilai akan lingkungan hidup, yang harus dipahami dan
diinternalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan diperjuangkan untuk mencapai
misi tersebut.

5. Manusia Dan Amanah Allah Swt Di Bumi


Dengan tujuan untuk lebih fokus pada ulasan kajian ini, maka dalam mengkaji materi
yang menjadi amanah Allah buat manusia di bumi ini dan apa akibat dari kelalaian atas
amanah itu, penulis akan mengikuti alur fikir dari Prof. DR.H. Abdul Muin Salim
(semoga Allah swt. melipat gandakan seluruh amal kebaikannya dan mengampuni
segala dosa dan kekhilafannya) pada buku Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Qur’an.
Menurut Muin Salim, penciptaan manusia di bumi sekurang-kurangnya
mengemban tiga tugas pokok, yaitu sebagai:
1. Manusia sebagai ‘Abid
2. Manusia sebagai Pemimpin Formal
3. Manusia sebagai Makhluk Pembangun.

1) Manusia sebagai Abid


Kata ‘abid’ berasal dari bahasa Arab, yakni dari kosa kata - "‫ﻋﺒﺎدة – ﻋﺒﺪ‬
‫ "ﻋﺒﻮدﯾﺔ‬yang berarti 1) beribadah, 2) menyembah dan 3) mengabdi kepada. 35 Dari
pengertian kata tersebut dikaitkan dengan manusia berarti bahwa di antara kedudukan
manusia di bumi ini adalah sebagai penyembah, pengabdi, ahli ibadah. Al Qur’an
memastikan bahwa seluruh pengabdian, peribadatan dan penyembahan manusia
haruslah seikhlas-ikhlasnya hanya kepada Allah swt. Hal ini dipahami dari konteks
firman Allah swt pada QS al-Bayyinah (98): 5 sbb.:
Terjemahnya:
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian
itulah agama yang lurus.
Menurut Muin Salim, kata "‫ "ﻋﺒﺪ‬pertama kali ditemukan dalam al-Qur’an
pada QS al-‘Alaq (96): 9 sebagai berikut:
Terjemahnya:
Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang(9) Seorang hamba ketika
mengerjakan shalat (10).

Kemudian kata tersebut dalam bentuk kata kerja ditemukan pada QS al- Fatihah
(1): 5
Terjemahnya:
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami
meminta pertolongan.

Dari konteks ayat 5 surah al-Fatihah ini oleh para ulama, sebagaimana dikutip
35
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Progressif,
1984), h. 950.
oleh Muin Salim diberikan penjelasan sebagai berikut: 1) Ibnu Abbas dalam
menyatakan bahwa manusia diciptakan agar mengakui ketuhanan Allah swt Yang Esa,
baik secara rela ataupun secara terpaksa. 2) Ali bin Abi Thalib menyatakan bahwa
manusia diciptakan untuk diperintah melakukan ibadah kepada Allah swt. 3) Al-Raghib
al-Asfahani menyebutkan empat macam hamba, yakni: a) hamba karena status hukum,
yakni para budak; b) hamba karena penciptaan, yakni seluruh makhluk termasuk
manusia; 3) hamba karena pengabdian kepada Allah swt, yakni seluruh orang yang
beriman dan beramal shaleh, dan d) hamba karena memburu dunia dan kesenangan
yang ada padanya, yakni mereka yang dibutakan oleh dunia sehingga lupa Allah swt.
Mereka ini yang ditunjuk oleh hadist nabi saw: ‘Celakalah hamba dirham, celakalah
hamba dinar’36
Dari keterangan di atas dipahami bahwa seorang hamba, dalam hal ini manusia
dalam kedudukannya sebagai ‘abid’, seyogyanya berkomitmen bulat bahwa ia adalah
hamba Allah swt. melakukan pengabdian, peribadatan atau penyembahan hanya untuk
Allah swt saja. Sudah barang tentu hal ini menyangkut dua hal pokok, yakni pertama,
keikhlasan hamba mengabdi hanya kepada Allah swt, Allah Yang Esa, dan kedua
adalah kesiapan sang hamba untuk merelakan atau menundukkan sifat-sifat negatif,
antara lain seperti sifat berlebih-lebihan, sifat serakah, sifat zalim yang ada pada diri
manusia kepada yang dikehendaki atau diridhai oleh Allah swt. Dengan demikian,
maka sepanjang hidupnya ia hanya mau hidup sejalan dengan apa yang diizinkan,
dibolehkan, diharuskan dan diperintahkan oleh Allah swt. Baik yang berkaitan dengan
dirinya sendiri, berkaitan dengan Tuhannya dan berkaitan dengan makhluk Allah
lainnya.

2) Manusia sebagai Pemimpin Formal


Istilah “Pemimpin Formal” adalah istilah yang diambil dari salah satu makna kata
“khalifah” dalam Al Qur’an. Kata atau istilah ‘khalifah’ dengan pengertian tersebut
sudah sangat populer di Indonesia, terutama setelah salah satu kelompok ormas Islam,
yakni Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI gencar memperjuangkan ditegakkannya
‘khilafah.’ Bukan hanya dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
tapi bahkan untuk seluruh dunia. Konsep-konsep pemikiran, ideologi, perjuangan dan
dakwah HTI dapat disimak lewat majalah bulanan, Media Politik dan Dakwah al-
Wa’ie.”37 dan situs resminya, yakni: https://hizbut- tahrir.or.id/ Bagi HTI, Khilafah
36
Abdul Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Qur’an, h. 147-148.
37
Majalah al-Wa’ie adalah media Politik dan Dakwah, Media untuk Membangun kesadaran Umat yang diterbitkan
adalah kepemimpinan umum bagi seluruh umat Islam se-dunia, untuk menegakkan
syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.38 Dalam konsep
khilafah HTI, Dunia Islam wajib dipimpin oleh seorang khalifah, karena Islam adalah
satu, Islam tidak mengenal batas-batas wilayah sebagaimana yang dikenal dalam sistem
Negara kebangsaan. Hal ini antara lain dapat disimak dari pernyataan Amir kedua
Hizbut Tahrir, Syaikh Abdul Qadim Zallum:
Mengangkat seorang khalifah adalah wajib atas kaum muslimin seluruhnya di
seluruh penjuru dunia. Melaksanakan kewajiban ini sebagaimana kewajiban
manapun yang difardhukan Allah atas kaum muslimin adalah perkara yang pasti,
tak ada pilihan di dalamnya dan tak ada toleransi dalam urusannya. Kelalaian
dalam melaksanakan itu termasuk sebesar-besar maksiat, yang pelakunya akan
diazab Allah dengan azab se pedih-pedihnya.39

Selanjutnya, bagi HTI, negara dan syariah atau khilafah dan syariah adalah satu
kesatuan yang tak dapat dipisahkan satu dari yang lainnya, bagaikan dua sisi dari satu
mata uang. Artinya adalah bahwa dalam konsep ini, syariah hanya bisa ditegakkan
dengan seutuhnya pada negara khilafah dan sebaliknya, tanpa negara khilafah, syariah
mustahil ditegakkan.
Muin Salim menunjuk beberapa ayat Suci Al Qur’an yang mengandung makna
term ini sebagai berikut:
a. QS al-Hadid /57: 7 sebagai berikut:
Terjemahnya:
Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari
hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang
yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya
memperoleh pahala yang besar.

b. QS al-A’raf (7): 142 sebagai berikut:


Terjemahnya:

secara nasional oleh Hizbutt Tahrir Indonesia (HTI) dan disebarkan ke seluruh Indonesia. Majalah ini didesain
cukup indah dan menarik. Kertas bagian dalam memakai kertas HVS. Rubik tetap: Pengantar, Dari Redaksi, Opini,
Muhasabah, Fokus, Analisis, Afkar, Tafsir, Soal-jawab, Akhbar, Dunia Islam, Reportase, Hiwar, Siyasah Dakwahm
Kesaksian dan Hadis Pilihan. Jumlah halaman, antara 70 sd. 80 dengan patokan harga: Rp. 7.500/eksemplar (harga
yang berlaku sampai bulan September 2015)
38
Redaksi al-Wa’ie, “Keruntuhan Khilafah Pangkal Malapetakan” dalam Majalah al- Wa’ie No 178 Tahun XV,
1-30 Juni 2015, h. 3.
39
Redaksi al-Wa’ie, “Rubik Afkar: Syariah dan Khilafah untuk Rahmatan Lil ‘Alamin” dalam Majalah al-Wa’ie
No 178 Tahun XV, 1-30 Juni 2015, h. 22
Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu
waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan
sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya
empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun:
"Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah
kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan".

c. QS. Shad /38: 26 sebagai berikut:


Terjemahnya:
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka
bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari
jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan
mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.

Dengan mengutip keterangan ahli tafsir Imam al-Qurthubi, Muin Salim menulis
bahwa ayat di atas menegaskan kedudukan Nabi Daud as. sebagai seorang khalifah
Allah. Bahwa sebagai khalifah dalam pengertian pemegang wewenang untuk mengatur
masyarakat, nabi Daud as. dituntut untuk menegakkan hukum- hukum Allah di tengah-
tengah masyarakat dengan wanti-wanti, ia menjauhi tipu daya setan yang berpotensi
mengajak untuk melakukan penyalahgunaan wewenang, sehingga berujung pada
perbuatan melanggar hukum-hukum Allah itu.40
Lebih jauh Muin Salim menegaskan bahwa dari pernyataan ayat di atas memberi
ketegasan tentang dua hal pokok. Pertama yaitu penetapan status atau pengangkatan
nabi Daud as. sebagai khalifah, dan yang kedua adalah kewajiban yang timbul dari
kedudukan atau status sebagai khalifah, yaitu menegakkan hukum-hukum Allah swt.
Dengan begitu maka khalifah dalam dimensi politik bermakna kepala pemerintahan
yang berkewajiban untuk menegakkan hukum- hukum Allah swt. di tengah-tengah
masyarakat yang dipimpinnya dengan cara yang benar.41

3) Manusia sebagai Pembangun.


Seperti telah dikemukakan di atas, salah satu kelebihan manusia atas makhluk-
makhluk Allah swt. lainnya adalah bahwa manusia itu diberi kelebihan berupa akal, hati
40
Abdul Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Qur’an, h. 111-112.
41
Abdul Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Qur’an, h. 113.
dan nafs. Ketiga komponen kelebihan ini memberi kemampuan atau daya kepada
manusia untuk memahami dan mengetahui hal-hal yang ada di sekitarnya, baik yang
dapat dicapai oleh inderanya maupun yang tidak dapat dicapai dengan inderanya atau
dalam istilah populernya ‘yang ghaib’.
Karena kemampuan itu, manusia kemudian mampu menciptakan budaya dan
peradaban, dan dengan peradabannya itu, manusia membina taraf kehidupannya ke arah
yang lebih maju. Artinya adalah, dengan peradaban manusia, mereka dapat mengubah
kehidupannya ke arah yang lebih baik, lebih sejahtera, lebih makmur.
Memang, al-Qur’an al-Karim memberi informasi bahwa bumi dan seluruh
fasilitas yang ada padanya diperuntukkan buat manusia ‫اﻷرض ﻣﺎﻓﻲ ﻟﻜﻢ ﺟﻌﻞ ھﻮاﻟﺬي" "ﺟﻤﯿﻌﺎ‬.
Kaitan dengan tugas atau kedudukan manusia sebagai abid, dipahami bahwa Allah swt.
menyiapkan fasilitas di bumi untuk dinikmati oleh manusia dalam rangka menunaikan
salah satu tugas keabidannya tersebut.
Bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah swt. dalam keadaan seimbang. Tata
kehidupan di bumi telah Allah ciptakan secara seimbang. Kata seimbang di sini
dimaknai dengan terjadinya kehidupan yang saling mendukung antara satu jenis
makhluk dengan makhluk Allah lainnya, yang bila dipertahankan keseimbangannya,
maka kehidupan di bumi ini menjadi makmur, dan seperti itulah yang dikehendaki oleh
Allah swt. Dalam hal ini, Allah swt berfirman dalam QS. Shaad /38:27 sebagai berikut:
Terjemahnya:
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya
tanpa hik-mah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka
celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.
ِ
َ ‫ﻼ‬tً‫ر َض ََوﻣﺎ ﺑ َْـﻴـَﻨـ ُﻬ َﻤﺎ َ ﻃ‬t‫ َْﻷ‬tْ‫َﻘﻨﺎ اﻟ ﱠﺴ َﻤﺎَء َوا‬tْ‫ َوﻣﺎ َﺧَﻠ‬term memaknai Buchory Abdushshomad pada ayat
tersebut sebagai ungkapan sebagaimana yang dipahami dengan term “ekologi” di atas.
Sehingga dengan demikian, dapat pula dipahami bahwa mengabaikan ekologi sama
dengan perbuatan melanggar keinginan atau amanah Allah bagi manusia di bumi.42
Kalau demikian, yang perlu dikaji selanjutnya, apa sesungguhnya kewajiban
manusia bila dikaitkan dengan ekologi. Bila pertanyaan ini dijawab, memerlukan kajian
yang cukup komprehensif.
Sebenarnya, Allah swt menyebutkan tentang bagaimana “amanah memakmurkan
bumi” ini diberikan kepada makhluk-Nya. Ternyata, sebelum manusia menerimanya,
Allah telah menawarkan kepada makhluk-makhluk-Nya yang lain, namun tidak ada

42
Abdushsomad Buchory, Bunga Rampai Kajian Islam, h. 384-385.
satupun dari mereka yang menerimanya. Ternyata, makhluk yang bernama “manusia”
siap menerimanya. Perhatikan firman Allah swt pada QS. /72:33:
Terjemahnya:
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,

Bahwa kesiapan dan kesanggupan manusia untuk menerima amanah


memakmurkan kehidupan di atas bumi adalah kenyataan yang tak dapat disangkal.
Sudah barang tentu yang perlu dijawab adalah, apa saja yang harus dilakukan oleh
manusia untuk menunaikan tanggungajwabnya itu, dan apa saja akibat yang mungkin
muncul, sekiranya amanah itu dilalaikan.
Abdushshomad Buchory menyebutkan bahwa untuk menunaikan amanah
tersebut, sekurang-kuranya ada dua hal penting yang harus digaris bawahi.
Pertama, manusia dalam hidupnya haruslah senantiasa berpikir dan berperilaku
positif, yang dalam istilah Al Qur’annya ber Ihsan.43 Term ini lebih luas bermakna
melakukan kebaikan bukan hanya kepada Sang Khalik, Allah swt., tapi juga kepada
seluruh makhuk-Nya, baik pada diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara serta
seluruh unsur pembangun lingkungan. Dalam hal ini, Abdushshomad Buchory
menunjuk firman Allah swt. pada QS. Al-Baqarah /2: 195.
Kedua, manusia hendaknya menjauhkan diri dari berpikir dan berperilaku negatif
deskruktif. Dalam bahasa Al Qur’an, disebut sebagai “fasad”. Menurut Abdushshomad
Buchory, cukup banyak ayat Al Qur’an yang menunjukkan betapa bencinya Allah swt.
yang melakukan hal-hal yang dapat mengakibatkan hancurnya ekosistem, baik langsung
maupun tidak langsung. Dalam hal ini, dapat disebutkan di antaranya adalah:
1. Firman Allah swt. dalam QS. Al-Qashash /28: 77
Terjemahnya:
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
43
Terminologi Ihsan dalam hadist adalah melakukan aktifits hidup dengan kesadaran akan kehadiran Allah swt.
(‘an ta’budallah ka annak tarah, fa in lam takun tarahu fainnahu yaraka)
Dalam ayat ini jelas Allah swt. menegaskan larangan merusak ekosistem tidak

untuk tegas perintah yakni ‫َﻷر‬tْ‫ﺒ ِﻎ اﻟَْﻔ َﺴﺎ َد ِﰲ ا‬tْ‫ َوﻻ َﺗـ‬Pertama, ungkapan: dua melalui melakukan
َ
apapun yang berakibat terjadinya kerusakan di bumi, dan kedua, pintar manusia

agar santun pesan yakni َ‫وَأ ْﺣ ِﺴﻦ َﻛ َﻤﺎ َأ ْﺣ َﺴ َﻦ ا ﱠ‬dُ ‫ َ ِإَْﻟﻴ‬ungkapan dengan pintar menjaga

ekosistem dengan melakukan tindakan konstruktif sebagaimana Allah melakukan


kebaikan kepadanya. Selanjutnya, perhatikan firman Allah swt pada QS. Al-
Baqarah /2: 195
Terjemahnya :
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.

Pada intinya, misi dari ayat ini sama dengan ayat di atas, namun ada

merusak perbuatan bahwa, َ ‫ﺔ‬tِ‫ﻘﻮا َِ ْﻳ ِﺪﻳ ُﻜ ْﻢ إَِﱃ اﻟﺘﱠـ ْﻬُﻠ َﻜ‬tُ‫ﻠ‬tْ‫ َوﻻ ُﺗـ‬yakni: spesifik, ungkapan ekosistem sama

dengan menceburkan diri ke alam kebinasaan.


1. Firman Allah swt pada QS al-Nahl /16:15
Terjemahnya :
Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak
goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-
jalan agar kamu mendapat petunjuk.
Ayat di atas memberi petunjuk secara langsung bahwa setiap unsur ciptaan Allah
swt. ada hikmah atau tujuan kegunaannya masing-masing yang kesemuanya mengarah
untuk menunjang kehidupan makmur di atas bumi ini. Ungkapan tersebut sekaligus
juga memberi informasi, betapa perlunya manusia menjaga dan melestarikannya,
Karena bila hal tersebut tidak diperhatikan, akan membawa kesulitan dalam kehidupan
ini.

Firman Allah swt pada QS Rum /30:41


Terjemahnya :
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Dua ayat terakhir tampak jelas bahwa potensi merusak ekosistem dari manusia
cukup tampak, dan dalam hal inilah, Allah swt. menegaskan betapa perlunya manusia
berlaku bijaksana sehingga tidak membawa diri dan yang lainnya rusak binasa.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, kenapa manusia yang sesungguhnya
seperti dikemukakan sebelumnya memiliki potensi luar biasa sebagai makhluk
pembangun, justru juga memiliki potensi merusak.

Anda mungkin juga menyukai