Latar Belakang
Sebelum masuknya agama Islam ke Nusantara, Agama Hindu-Budha telah
berkembang dan mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia selama 600–700 tahun,
akan tetapi penyebaran agama Islam di Nusantara berlangsung dengan lancar, bahkan
dengan mudah dapat diterima oleh masyarakat nusantara. Agama Islam mudah diterima
oleh masyarakat nusantara karena untuk masuk agama islam syaratnya tidak berat yaitu
cukup hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, upacara-upacara keagamaan
dalam agama Islam sangat simpel (sederhana), dalam agama Islam tidak mengenal kasta
seperti pada agama lain, Islam tidak menentang adat istiadat dan tradisi setempat, dan
penyebaran agama Islam di Nusantara dilakukan dengan jalan damai.1 Cerita tersebut
membuktikan mudahnya perkembangan penyebaran Islam di Indonesia, begitu pula di
dunia.
Sebelum agama Islam lahir di Arab, antara bangsa arab dengan bangsa India sudah
saling mengenal. Dengan bukti adanya peninggalan pedang Arab yang disebut ”Saif
Muhannad” artinya pedang yang di tempa secara India. Kemudian adanya perkataan ”
Handasah” yang artinya ilmu ukur yang diambil dari kata ”Hindu”. Setelah agama islam
lahir yang mengenalkan islam ke India adalah Khalifah Umar bin Khattab: Pada tahun 16 H
(636 M) Khalifah Umar mengirimkan pasukan ke Persia di bawah pimpinan Saad bin Abi
Waqas. Beliau berjuang selama 16 tahun, akhirnya dapat menguasai seluruh Persi kemudian
diperluas ke Khurasan kemudian diteruskan ke India; Pada masa Khalifah Usman, dikirim
lah Hakim bin Jabalah ke India, untuk menjelajahi mengenal negeri India yang luas itu;
Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, tahun 38 H (659 M) Al Harrits Murrah Al Abdi ke
India untuk mengyelidiki jalan-jalan India, ilmu pengetahuan dan adat istiadat India.2
Islam adalah ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhamad SAW untuk
menyempurnahkan agama yang telah ada sebelumnya. Islam dikenal dengan rahmatal lil
alamin nya, dimana Allah tuhan pencipta alam semesta hanya mengakui islam sebagai satu-
satu nya agama yang mendapat dan karunia dari Allah SWT. Islam pada zaman Nabi dahulu
berkembang secara perlahan-lahan, tidak semua bangsa arab langsung menerima
kedatangan islam dengan suka cita. Hal ini terjadi karena sebagian besar masyarakat arab
adalah kaum kafir Qurasy dimana kesaharian mereka beribada menyembah berhala. Islam
masuk dengan cara damai dan tidak membutuhkan banyak syarat seperti agama lainya tapi
hal ini malah menjadikan bumerang bagi bangsa arab yang bergerak hatinya untuk memeluk
1
http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2014/09/mengapa-agama-islam-mudah-diterima-oleh.html
2
https://hbis.wordpress.com/2007/12/11/perkembangan-islam-di-dunia/
dan meyakini islam sebagai agamnya.3
Secara umum, dunia masyarakat Arab sebelum Islam hampir sama seperti Hobbesian,
kondisi peperangan di mana seorang bertarung dengan lainnya. Montgomerey Watt penulis
modern biografi Nabi Muhammad membandingkan umma Muslim yang baru dengan suatu
suku Arab, malahan suatu suku yang dianggap memiliki kelebihan yang mementingkan
hubungan keluarga dan kedaerahan, dalam perkembangannya, kerjasama persaudaraan antar
umat Muslim semakin kuat. Sebelum Muhammad, masyarakat tidak pernah bersatu dengan
tujuan apapun selain memiliki bahasa yang sama, warisan puisi yang kaya, dan
banyaknya kesamaan dalam tradisi agama, masyarakat dan kebudayaan. Setelah
pengembangan Umma oleh Muhammad, berdasarkan atas suatu keyakinan masyarakat dan
bukan berdasarkan hubungan kekeluargaan, penyatuan masyarkat yang ideal semakin
berakar dan menyebar keseluruh daratan yang menjadi Muslim yang berkembang selama
berabad-abad dalam peradaban Islam.4
Islam adalah agama dunia, hal ini sudah diterima (diakui) oleh sebgaian ilmuwan,
orientalis, para filosof dan cendikiawan Barat. Islam adalah tatanan tunggal agama yang
terbaik, dan satu-satunya risalah umat manusia yang abadi, seperti yang diucapakan oleh
George Salton, dosen pada Universitas Harvard dalam buku Zakaria Hasyim Zakaria:
“sesungguhnya Islam merupakan tatanan agama yang paling tepat sekaligus paling indah.
Kamipun sependapat bahwa ia memang merupakan paling tepat dan paling indah dibanding
dengan lainnhya. Tetapi sangat disayangkan bahwa kaum muslimin sendiri terlalu jauh dari
hakekat yang dibawa Islam...”5
Sebagai agama paling besar kedua di dunia, Islam terus menyebar ke seluruh bumi.
Islam adalah agama Abrahamic yang termuda, yang memiliki banyak kesamaan dengan
agama sebelumnya, Kristen dan Yahudi. Malahan sangat dekat dengan tradisi tersebut,
sehingga Alquran sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad kira-kira
(570-632 M), mengungkapkan bahwa Islam menjadi pelengkap dari agama-agama
sebelumnya, yang menjelaskan, memurnikan, dan menyempurnakan di antara agama-agama
sebelumnya yang terkadang melenceng dari jalan Allah. Nabi Muhammad mengajarkan
Islam dengan penuh cinta kasih agar dengan mudah dapat diterima oleh bangsa Arab yang
notabene memiliki sifat keras.6
3
Dianti, dkk. Perkembangan Islam di Zaman Modern. (Makalah, 2013)
4
Harold Coward and Gordan S. Smith, Religion and Peacebuilding, h. 131
5
Zakaria Hasyim Zakaria. 1992. Pendapat Cendekiawan dan Filosof Barat tentang Islam. Gema Insani Press :
Jakarta, h. 13
6
Harold Coward and Gordan S. Smith, Religion and Peacebuilding. (State University: New York Press, Tt), h. 129.
Islam sebagai suatu simbol dan perdamaian yang Universal; Islam Agama Dialogis;
Hal yang paling baik untuk dilakukan dalam rangka menciptakan perdamaian adalah,
menemukan dan memanfaatkan faktor-faktor positif yang ada dalam sistem hubungan
internasional secara optimal, melalui diplomasi pro-aktif, untuk membangun dan
memantapkan perdamaian domestik pada tingkat nasional. Suatu konsep strategi nasional
untuk perdamaian akan gagal apabila tidak memperhitungkan faktor-faktor strategis,
dinamika hubungan internasional; Islam menawarkan konsep perdamaian. Pentingnya
perdamaian dan ketentraman menjadi diskusi yang menarik untuk dipikirkan oleh berbagai
elemen dalam menciptakan dunia yang aman dan damai. Konsep perdamaian tersebut
diambil dari tuntunan Alquran dan Hadits Nabi Muhammad Saw; Islam mengajarkan di
setiap perjumpaan saling mengucapkan salam, “Assalamu’alaikum”, memberikan makna
damai bagi semua manusia.7
Islam adalah agama yang paling cepat pertumbuhannya di dunia dan itu terjadi bukan
hanya di negara-negara dengan mayoritas muslim: 10% dari seluruh populasi di benua
Eropa diproyeksikan sebagai muslim pada 2050 nanti. Temuan itu didapat dari riset yang
dilakukan Pew Research Center dan dirilis pekan ini. Menurut penelitian tersebut, antara
2010 dan 2050 populasi muslim di seluruh dunia akan meningkat sebanyak 73%, diikuti
populasi Kristen yang diproyeksikan tumbuh 35%, dan populasi Hindu 34%. Artinya, pada
akhir abad ini Islam akan menggeser Kristen sebagai agama terbesar penganutnya di dunia,
menurut penelitian tersebut. Penyebabnya, kaum perempuan Muslim punya lebih banyak
anak, rata- rata 3,1 anak dibandingkan 2,3 anak pada perempuan penganut agama-agama
lainnya secara keseluruhan. Selain itu, usia penganut Islam secara rata-rata tujuh tahun lebih
muda daripada non-muslim.
Berdasar latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mnulis makalah
dengan tema “prinsip-prinsip ajaran Islam yang membuat Islam mudah berkembang di
dunia”.
B. Pembahasan
1. Prinsip Tauhid atau Monoteisme
Dalam Islam semua manusia terlahir ke dunia ini dalam keadaan kebertauhidan
(fitrah). Kepercayaan kepada Tuhan karenanya merupakan hal yang alami sehingga
manusia disebut sebagai homo religius. Keberlanjutan fitrah seseorang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan terutama kedua orang tua, ada yang tetap dalam kefitrahan
7
Deni Irawan. Islam dan Peace Building. (Religi, Vol. X, No. 2, 2014).
dan ada yang mengalami perubahan dari kefitrahan tersebut. Islam merupakan agama
yang mengklaim diri sebagai agama yang tetap menjaga kefitrahan (monoteisme)
manusia dengan konsep tauhidnya laa ilaaha illallah.
Ajaran monoteisme (tauhid) dalam Islam yang terumus dalam laa ilaaha illallah
tidaklah cukup seseorang hanya meyakini keesaan Allah semata. Seseorang juga harus
mengimani Allah dalam kualitas-Nya sebagai pencipta seluruh alam, satu-satunya Dzat
yang memiliki sifat ketuhanan (ilahiyah) dan sama sekali tidak memandang “sesuatu”,
“seseorang”, atau “alam” memiliki kekuatan atau salah satu sifat Allah Swt. Allah-lah
satu satunya Dzat Pencipta semuanya (laa khaliqa illallah), Pemberi rezeki atau
kekayaan (laa raziqa illallah), Penjaga kehidupan alam (laa hafidza illallah), Pengatur
nasib semua makhluk dan alam ini (laa mudabbira illallah), Pemilik semuanya;
perjodohan, karier, nasih, dll (laa malika illallah), Pelindung dari mara bahaya dan
petaka (laa waliya illallah), Penentu hal-hal terbaik bagi setiap manusia (laa hakima
illallah), Tujuan hidup semua manusia (laa ghayata illallah), dan Yang Ditakuti,
Diharap, dan Disembah (laa ma’buda illallah). Semua itu ada dalam kekuasaan Allah
Swt dan tidak ada satu pun makhluk, baik sesuatu (keris, jimat), manusia (“orang
pinter,”dukun,), atau jin, yang mampu melakukan semua hal tadi.
Karena dalam konsep monoteisme Islam (tauhid) laa ilaaha illallah, Allah Swt
adalah segalanya, maka semua makhluk-Nya memiliki derajat yang sama. Sehingga
tauhid membebaskan manusia dari penyembahan atau pemberhalaan “sesama
manusia”, terhadap “sesuatu” dan “alam”. Dalam konteks demikian seorang yang
bertauhid menjadi orang yang bebas dalam kehidupannya. Ia bebas untuk berhubungan
langsung dan meminta kepada Allah Swt tanpa harus melalui atau perantara manusia
lain baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Seorang yang bertauhid
juga bebas dalam bersikap dan perilaku kehidupan. Semua hari adalah baik untuk
bepergian, bekerja dan meneliti. Tidak ada takut untuk mengeksplorasi alam seperti
gunung, hutan, laut maupun sawah. Tidak pula hari lahir dan hal- hal terkait dengannya
yang mempengaruhi rezeki, karier, jodoh, dan sukses hidup seseorang.8
8
Roni Ismail. Hakikat Monoteisme Islam (kajian atas Konsep Tauhid “laa ilaaha illallah”). Religi, Vol. 10, No. 2,
2014)
artinya amalan ibadah yang diperbuat sesuai ketaatan masing-masing dalam
melaksanakan ibadah (amaluna amalukum). Kebebasan tersebut membentuk karakter
umat Islam dalam beribadah sehingga tampil dipermukaan peribadatan yang indah,
dinamis dan natural.
Ibadah dalam arti umum adalah segala perbuatan orang Islam yang halal yang
dilaksanakan dengan niat ibadah. Sedangkan ibadah dalam arti yang khusus adalah
perbuatan ibadah yang dilaksanakan dengan tata cara yang telah ditetapkan oleh
Rasulullah Saw. Ibadah dalam arti yang khusus ini meliputi Thaharah, Shalat, Zakat,
Shaum, Hajji, Kurban, Aqiqah Nadzar dan Kifarat. Dari dua pengertian tersebut jika
digabungkan, maka Fiqih Ibadah adalah ilmu yang menerangkan tentang dasar-dasar
hukum-hukum syar’i khususnya dalam ibadah khas seperti meliputi thaharah, shalat,
zakat, shaum, hajji, kurban, aqiqah dan sebagainya yang kesemuanya itu ditujukan
sebagai rasa bentuk ketundukan dan harapan untuk mecapai ridla Allah.
Adapun prinsip melaksanakan Ibadah sebagai berikut:
a. Niat lillahi ta’ala
b. Ikhlash
c. Tidak menggunakan perantara
d. Dilakukan sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan Sunnah
e. Seimbang antara dunia akherat
f. Tidak berlebih-lebihan
g. Mudah (bukan meremehkan) dan meringankan bukan mempersulit9
3. Prinsip Muamalat
Muamalah adalah merupakan bagian dari hukum Islam yang mengatur hubungan
antara dua pihak atau lebih dalam suatu transaksi.10 Dari pengertian ini ada dua hal yang
menjadi ruang lingkup dari muamalah:
Pertama, bagaimana transaksi itu dilakukan. Hal ini menyangkut dengan etika
(adabiyah) suatu transaksi, seperti ijab kabul, saling meridhai, tidak ada
keterpaksaan dari salah satu pihak, adanya hak dan kewajiban masing-masing,
kejujuran; atau mungkin ada penipuan, pemalsuan, penimbunan, dan segala sesuatu
yang bersumber dari indra manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta dalam
kehidupan masyarakat.
9
Hatib Rachmawan. (Diakses 04-08-2017) http://lpsi.uad.ac.id/fiqih-ibadah-dan-prinsip-ibadah-dalam- islam.asp
10
Hendi Suhendi, 2002, Fiqh Muamalah, (Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada), h. 5
Kedua, apa bentuk transaksi itu. Ini menyangkut materi (madiyah) transaksi yang
dilakukan, seperti jual beli, pegang gadai, jaminan dan tanggungan, pemindahan utang,
perseroan harta dan jasa, sewa menyewa dan lain sebagainya.
Islam merupakan ajaran agama yang dapat diterima dan dimengerti dengan akal,
bahkan para cendikiawan barat pun banyak yang mengatakan bahwa islam adalah
11
Nurfaizal. Prinsip-prinsip Muamalah dan Implementasinya dalam Hukum Perbankan Indonesia. (Hukum Islam,
Vol. XIII, No. 1, 2013)
12
Rian. (Diakses 04-08-2017) http://rianboedakbageur.blogspot.co.id/2014/08/1024x768-normal-0-false-false-
false-en_16.html
agama yang sempurna, salah satunya yang dikemukakan oleh George Sarton tadi di
atas.
Akhlak merupakan konsep kajian terhadap ihsan. Ihsan merupakan ajaran tentang
penghayatan akan hadirnya Tuhan dalam hidup, melalui penghayatan diri yang sedang
menghadap dan berada di depan Tuhan ketika beribadah. Ihsan juga merupakan suatu
pendidikan atau latihan untuk mencapai kesempurnaan Islam dalam arti sepenuhnya
(kaffah), sehingga ihsan merupakan puncak tertinggi dari keislaman seseorang. Ihsan
ini baru tercapai kalau sudah dilalui dua tahapan sebelumnya, yaitu iman dan islam.
Orang yang mencapai predikat ihsan ini disebut muhsin. Dalam kehidupan sehari-hari
ihsan tercermin dalam bentuk akhlak yang mulia (al-akhlak al-karimah). Inilah yang
menjadi misi utama diutusnya Nabi Saw. ke dunia, seperti yang ditegaskannya dalam
sebuah hadisnya: “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak
mulia”.13
Gambaran tersebut menjadi salah satu daya tarik ajaran Islam sebagai agama yang
sedang berkembang di dunia ini. Islam membimbing manusia kepada akhlah yang baik
kepada Tuhan dan kepada seluruh makhluk ciptaanNya.
13
Marzuki. 2009. Prinsip Dasar Akhlak Mulia. Debut Wahana Press : Yogyakarta, h. 9
raga yang sehat. Namun jiwa dan raga yang sehat tentunya harus diupayakan dalam
bentuk perilaku hidup bersih dan sehat. Ajaran Islam telah mengatur dan membimbing
perilaku hidup bersih dan sehat tersebut melalui al-Qur’an dan Sunnah.
7. Prinsip al-Qur’an sebagai Softwere atau Informasi dari Langit yang Dahsyat
Sebagai wahyu yang dipandang begitu bernilai, al-Qur’an dengan tingkat
sakralitasnya telah menghadirkan pemahaman tanpa batas. Pemahaman ini bisa dilacak
berdasarkan sejumlah peristiwa yang berkembang dalam konteks sosial masyarakat,
dan konteks tersebut tampaknya begitu terikat dengan tanda-tanda (‘ayah) empiris,
seperti manusia terkadang siap menerima sesuatu yang memiliki kebenaran (tasdiq)
Zaenal Abidin. Keluarga Sehat dalam Perspektif Islam. (Komunika, Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto, Vol. 6,
14
No. 1, 2012)
atau terkadang siap menolak sebagai kepalsuan (takhdhib). Dua bentuk ini dapat
dianggap sebagai rahmat dan obat penawar bagi manusia. Bahkan tanda-tanda yang
dimaksudkan dalam al-Qur’an, yang oleh Allah merupakan ungkapan kongkret
bertujuan membimbing (ihtida’) manusia ke jalan yang benar, dan bukan sebagai laknat
bagi hambanya.
Pertimbangan akan adanya rahmat tentu melewati berbagai proses, yang salah
satunya berupa sabar dan jujur. Kedua sifat ini merupakan arah pembentukan karakter
seorang hamba yang hendak membentuk sikap daya tahan yang dijalani seorang hamba
dalam menerima ujian-ujian dari Tuhan. Memperlihatkan seorang hamba telah beriman
kepada Tuhan berarti ikut membatasi segala keyakinannya yang berada di luar konteks
Tuhan. Bagaimana pun, nilai-nilai yang didapat seorang hamba atas rahmat Tuhan
telah memberikan pilihan tentang kebaikan, dan kebaikan yang berada di sekitar
hambanya adalah bukti konkrit adanya tingkat kepedulian Tuhan kepada hambanya
juga.
8. Prinsip Persaudaraan
a. Ukhuwah islamiyah berarti “persaudaraan yang bersifat islami atau yang
diajarkan oleh Islam”.
b. Di dalam kitab suci ini memperkenalkan paling tidak empat macam persaudaraan:
1) Ukhuwah ‘ubudiyah atau saudara kesemahlukan dan kesetundukan kepada
Allah.
2) Ukhuwah Insaniyah (basyariyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah
bersaudara, karena mereka semua berasal dari seorang ayah dan ibu.
3) Ukhuwah wathaniyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan
kebangsaan.
4) Ukhuwah fi din Al-Islam, persaudaraan antarsesama Muslim. Rasulullah
Saw. Bersabda.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, secara garis besar ukhuwah dibagi
menjadi dua yaitu:
1) Ukhuwah Islamiyah yang bersifat abadi dan universal karena berdasarkan
akidah dan syariat Islam.
2) Ukhuwah Jahiliyah yang bersifat temporer (terbatas waktu dan tempat), yaitu
ikatan selain ikatan akidah (missal: ikatan keturunan orang tua-anak,
perkawinan, nasionalisme, kesukuan, kebangsaan, dan kepentingan pribadi).
9. Prinsip Bermasyarakat
Islam dijalankan berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah yang mengatur berbagai
aspek kehidupan manusia, salah satunya kehidupan bermasyarakat. Masyarakat yang
merupakan perkumpulan dari barbagai individu memiliki nilai manajemen, artinya
tidak dapat secara spontan individu mengarah pada satu arah atauran atau budaya di
masyarakat. Namun al- qur’an dan Sunah telah mengatur hal tersebut, sehingga dengan
sendirinya individu membentuk masyarakat yang beriman dan bertaqwa kepada Alloh
Swt. yang menghasilkan masyarakat madani.
Islam mengajarkan bahwa adanya perbedaan diantara manusia, baik dari sisi etnis
17
Muhammad Soim. Miniatur Masyarakat Madani (Perspektif Pengembangan Masyarakat Islam). (Jurnal Risalah,
Vol. 26, No. 1, 2015)
maupun perbedaan keyakinan dalam ber- agama merupakan fitrah dan sunnatullah atau
sudah menjadi ketetapan Tuhan, tujuan utamanya adalah supaya diantara mereka
saling mengenal dan berinteraksi. Barangkali, adanya beragam perbedaan
merupakan kenyataan sosial, sesuatu yang niscaya dan tak dapat dipungkiri.18
18
Adeng Muchtar Ghazali. Toleransi Beragama dan Kerukunan dalam Perspektif Islam. (Jurnal Agama dan Lintas
Budaya, Vol. 1, No. 1, 2016)
19
Ilyas Nasaruddin Siregar. 2015. Konsep Pendidikan Untuk Pembangunan Keberlanjutan dalam Perspektif
Pendidikan Islam. (Skripsi, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta), h. 13
Berserah diri terkait langsung dengan kedekatan manusia kepada Allah SWT. Karena
itu, rasa tidak sabar yang menghambat kepasrahan diri umumnya disebabkan oleh
adanya delay, yaitu kelambatan untuk terhubung dengan Allah SWT.20
1. Definisi/Pengertian Khalifah
Manusia bertanggung jawab terhadap keberlanjutan ekosistem karena manusia
diciptakan sebagai khalifah (Nahdi, 2008).21 Dalam konteks Al-Quran memandang manusia
sebagai “wakil” atau “khalifah” Allah di bumi, untuk memfungsikan kekhalifahannya Tuhan
telah melengkapi manusia potensi intelektual dan spiritual sekaligus (Hafsin, 2007).22 Sesuai
dengan UU RI Nomor 23 Tahun 1997 yang menyatakan pengertian lingkungan hidup itu
sendiri yang didalamnya telah melibatkan peranan manusia dan perilakunya dalam
menyejahterakan makhluk hidup dan dirinya. Karena secara etika manusia berkewajiban dan
bertanggung jawab terbesar terhadap lingkungan dibandingkan dengan makhluk lainnya.
Allah menganugrahi akal kepada manusia, dan dengan akal itulah Allah menurunkan
agama. agama sebagai petunjuk dan pedoman dalam kehidupan, merupakan dasar untuk
mengatur bagaimana berhubungan dengan sang pencipta dan hubungan dengan alam
semesta. Manusia dalam agama merupakan bagian dari lingkungan hidupnya, sehingga
manusia ditunjuk sebagai
khalifah di muka bumi ini. Seperti dalam firman Allah, yaitu:
Yang artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (QS.
Al- Baqarah [2] : 30).
Khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan
dan penerapan hukum- hukum syariah (HTI, 2008).23 Khalifah adalah wakil umat dalam
kehidupan di muka bumi. Seperti dalam firman Allah SWT:
Yang artinya: “Allah telah berjanjian kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-
amal yang salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di
bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang- orang sebelum mereka berkuasa, akan meneguhkan
bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan akan menukar (keadaan) mereka
setelah mereka berada dalam ketakutan menjadikan aman sentosa, mereka tetap menyebah-Ku
tanpa mempersekutukan apapun dengan Aku. Siapapun yang sudah kafir sesudah janji itu maka
mereka itulah orang-orang yang fasik” (Q.S. An-Nur [24]: 55).
Khalifah adalah sebutan yang diberikan kepada pemagang kekuasaan tertinggi dalam
suatu pemerintahan islam, muncul pertama kali di Tsaqifah (Rumah) Bani Sa’idah yang
merupakan suku di Madinah, berdasarkan prinsip pemilihan khalifah dari suku Quraisy
(Usmani, 2016).24 Makna khalifah dalam islam sebagai satu-satunya pemimpin di seluruh
penjuru dunia, sehingga khalifah menjadi pemimpin seluruh umat islam dari segala penjuru
dunia.
20
http://www.republika.co.id/berita/koran/dialog-jumat/16/02/19/o2s0g722-sukses-dengan-berserah-kepada-
allah-swt, (diakses; 04-08-2017)
21
Nahdi, Maize Said. Konservasi Ekosistem dan Keanekaragaman Hayati Hutan Tropis Berbasis Masyarakat. Jurnal
Kaunia, Vol.4, No.2; hlm 159-172, 2008.
22
Hafsin, Abu. 2007.Islam dan Humanisme: Akulturasi Humanisme Islam di Tengah Krisis Humanisme Universal.
Yogyakarta : IAIN Walisongo dengan Pustaka Pelajar.
23
Hizbut Tahrir Indonesia. 2008. Struktur Negara Khilafah. Jakarta : Dar Al-Ummah.
24
Usmani, Ahmad Rofi’. 2016. Jejak-jejak Islam. Yogyakarta : Bunyan.
Interaksi antara manusia dengan sumber-sumber alam harus berlangsung berdasarkan
kaidah-kaidah yang diatur oleh Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW. Bahkan Allah
mengamanahkan bumi kepada manusia untuk menyikapi ketentuan dan hukum- hukumnya.
25
Soemarwoto, Otto. 1987. Ekologi, Lingkungan Hidup Dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan.
26
Soemarwoto, Op.Cit
27
Soemarwoto, Op.Cit
28
Muhaimin. 2015. Membangun Kecerdasan Ekologis (Model Pendidikan untuk Meningkatkan Kompetensi
Ekologis). Bandung: Alfabeta.
Dalam agama Islam terdapat tingkatan pendidikan yang mempunyai peran penting dan
strategis dalam mensosialisasikan dan mentransformasikan konsep, teori ilmu pengetahuan
dan teknologi, yang diinternalisasikan dari nilai-nilai ajaran islam, bahkan termasuk konsep
tentang ekologi dan lingkungan hidup kepada masyarakat dan peserta didik.29
Tugas manusia sebagai khalifah adalah untuk menjaga dan bertanggungjawab atas
dirinya, sesama manusia dan alam yang menjadi sumber penghidupan. Karena sudah menjadi
kewajiban bagi manusia yang merupakan khalifah di bumi memiliki dua bentuk sunatullah
yang harus dilakukan, yaitu baik kewajibannya antara manusia dengan tuhannya, antara
sesama manusia sendiri, dan antara manusia dengan ekosistemnya. Kewajiban tersebut haru
29
Zed, Mestika. 2008.Metode Penelitian Kepustakaan . Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
30
Mufid, Op.Cit.
dilaksanakan karena merupakan amanah dari Allah sang pencipta. Tanggung jawab manusia
terhadap moral agama sebagai khalifah di bumi yaitu mengelola sebaik-baiknya alam semesta
dan kehidupan sosial didalamnya. Kehidupan manusia sangat tergantung kepada komponen-
komponen lain dalam ekosistem sehingga secara moral manusia terhadap alam dituntut untuk
bertanggungjawa kepada kelangsungan, keseimbangan dan kelestarian alam yang menjadi
sumber kehidupannya.
Menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup, baik alam ataupun lingkungan
sosial merupakan tugas daripada khalifah dalam upacara memformasi bumi, Madjid
menegaskan bahwa muara dari semua prinsip kekhalifahan manusia adalah reformasi bumi
(Madjid, 2009).31 Permasalahan lingkungan alam semakin berkembang seiring berjalannya
waktu dan saling terkait secara global. Bahkan masing-masing manusia dalam setiap negara
berlomba-lomba merusak sumber daya alam dengan dilakukannya pembangunana yang
dilakukan, khususnya yang paling banyak berada di negara berkembang.
Tugas dari seorang khalifah menjadikan perlindungan bagi umat dan menjaga
kelestarian alam (ekosistem), sehingga khalifah dan umat harus bersatu dan saling mencintai
guna menjalankan kehidupan sesuai dengan syariat islam dan keberlangsungan hidup.
Tugas khalifah dalam Al-Qur’an biasa disebut imaratul ardh (memakmurkan bumi) dan
ibadatullah (beribadah kepada Allah). Allah menciptakan manusia dari bumi ini dan
menugaskan manusia untuk melakukan imarah dimuka bumi dengan mengelola dan
memeliharanya. Tugas kekhalifahan terhadap alam (natur) meliputi:32
a. Mengulturkan natur (membudayakan alam), yakni alam yang tersedia ini agar
dibudayakan, sehingga menghasilkan karya- karya yang bermanfaat bagi kemaslahatan
hidup manusia.
b. Mengulturkan kultur (mengalamkan budaya), yakni budaya atau hasi karya manusia
harus disesuaikan dengan kondisi aam, jangan sampai merusak alam atau lingkungan
hidup, agar tidakmenimbulkan malapetaka bagi manusia dan lingkungannya.
c. MengIslamkan kultur (mengIslamkan budaya), yakni dalam berbudaya harus tetap
komitmen dengan nilai- nilai Islam yang rahmatan lil-‘alamin, sehingga berbudaya
berarti mengerahkan segala tenaga, cipta, rasa dan karsa, serta bakat manusia untuk
mencari dan menemukan kebenaran ajaran Islam atau kebenaran ayat-ayat serta
keagungan dan kebesaran Ilahi.
Konsep khalifah sebagai yang telah dikemukakan diatas menunjukkan bahwa dalam
ajaran islam memiliki relevansi dan perhatian yang sangat besar terhadap konsep ekologis
dan lingkungan hidup. Sehingga untuk itu, ajaran islam mengenai konsep ekologis dan
lingkungan hidup perlu dikonstruksi sebagai sistem, keyakinan akan nilai-nilai dan cita-cita
lingkungan hidup, yang dapat dipahami, ditransformasikan dan diinternalisasikan oleh
seluruh umat untuk diperjuangan guna mewujudkan cita- cita tersebut. Sehingga peranan
khalifah di muka bumi sangatlah penting dalam menjaga keseimbangan alam atau lingkungan
hidup. Seperti yang dijlaskan dalam surat Al-An’am [6] ayat 165, yaitu:
Yang artinya: “Dan dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah- khalifah di Bumi
dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas
(karunia) yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat memberi
hukuman, dan sungguh Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang” (QS.Al-An’am [6]:
165)”.
31
Madjid, Nurcholish. 2009.Cita-Cita Politik Islam . Jakarta : Paramadina & Dian Rakyat.
32
Wahyu Supraptiningtyas.Tugas Manusia Sebagai Khalifah di Muka Bumi.
http://blog.unnes.ac.id/malikhatundayyanah/2019/11/24/tugas.manusia-sebagai- khalifah-di-muka-bumi/diupload,
pad 2 Maret 2011 21:34 WIB
Kemudian dijelaskan pula pada Surat Al al-A’raf ayat 7 dan ayat 17 sebagai berikut:
“Dan hendakah kamu bahwa ada peringatan yang datang dari Tuhanmu melalui seorang laki-laki
dari kalanganmu, untuk memberi peringatan kepadamu? Ingatlah ketika Dia menjadikan kamu
sebagai khalifah-khalifah setelah kamu Nuh, dan Dia lebihkan kamu dalam kekuatan tubuh dan
perawakan, Maka, Ingatlah akan nikmat Allah agar kamu beruntung”(QS. Al-A’raf [7]: 69).
Yang artinya: “Dan ingatlah ketika Dia menjadikan kamu khalifah-khalifah setelah kaum ‘Ad dan
menempatkan kamu di bumi. Di tempat yang datar kamu dirikan istana-istana dan bukit-bukit
kamu pahat menjadi rumah-rumah. Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu
membuat kerusakan di Bumi” (QS. Al- A’raf [7]: 74).
Dan dalam suratAl-Isra [17]: 37, sebagai berikut:
Yang artinya: “Dan janganlah engkau berjalan di Bumi ini dengan sombong, karena
sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi
gunung (QS.Al-Isra ‘[17]: 37)”.
Bahkan dalam selain dalam surat Al-Isra’ dijelaskan pula dalam surat Al-Anbiya [21]:
31, sebagaimana dijelaskan akan penciptaan bumi dan isinya dan sebagaimana mereka
berjalan sesuai perintah Allah, dalam firman Allah yaitu:
Yang artinya: “Dan Kami telah menjadikan di Bumi ini gunung-gunung yang kukuh agar (tidak)
guncang bersamaan dan Kami jadikan (pula) di sana jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat
petunjuk” (QS.Al-Anbiya [21]: 31).»
Pengertian maksud daripada ayat diatas menjelaskan bahwa Allah telah menciptakan
tempat yang baik bagi manusia sebagai tugas kekhalifahan dan memerintahkan kepada
manusia untuk memakmurkannya. Sehingga manusia harus menjaga dan melestarikan bumi
dan lingkungannya karena menjadi bagian dari tugas manusia sebagai khalifah. Seperti yang
dijelaskan pada surat An-Naml [27]: 62, yaitu sebagai berikut:
“Bukankah Dia (Allah) yang memperkenankan (doa) orang yang dalalm kesulitan apabila dia
berdoa kepada-Nya dan menghilangkan kesusahan dan menjadikan kamu (manusia) sebagai
khalifah (pemimpin) di Bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)? Sedikit sekali
(nikmat Allah) yang kamu ingat” (Qs. An- Naml [27]: 62).
Kemudian kata tersebut dalam bentuk kata kerja ditemukan pada QS al- Fatihah
(1): 5
Terjemahnya:
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami
meminta pertolongan.
Dari konteks ayat 5 surah al-Fatihah ini oleh para ulama, sebagaimana dikutip
35
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Progressif,
1984), h. 950.
oleh Muin Salim diberikan penjelasan sebagai berikut: 1) Ibnu Abbas dalam
menyatakan bahwa manusia diciptakan agar mengakui ketuhanan Allah swt Yang Esa,
baik secara rela ataupun secara terpaksa. 2) Ali bin Abi Thalib menyatakan bahwa
manusia diciptakan untuk diperintah melakukan ibadah kepada Allah swt. 3) Al-Raghib
al-Asfahani menyebutkan empat macam hamba, yakni: a) hamba karena status hukum,
yakni para budak; b) hamba karena penciptaan, yakni seluruh makhluk termasuk
manusia; 3) hamba karena pengabdian kepada Allah swt, yakni seluruh orang yang
beriman dan beramal shaleh, dan d) hamba karena memburu dunia dan kesenangan
yang ada padanya, yakni mereka yang dibutakan oleh dunia sehingga lupa Allah swt.
Mereka ini yang ditunjuk oleh hadist nabi saw: ‘Celakalah hamba dirham, celakalah
hamba dinar’36
Dari keterangan di atas dipahami bahwa seorang hamba, dalam hal ini manusia
dalam kedudukannya sebagai ‘abid’, seyogyanya berkomitmen bulat bahwa ia adalah
hamba Allah swt. melakukan pengabdian, peribadatan atau penyembahan hanya untuk
Allah swt saja. Sudah barang tentu hal ini menyangkut dua hal pokok, yakni pertama,
keikhlasan hamba mengabdi hanya kepada Allah swt, Allah Yang Esa, dan kedua
adalah kesiapan sang hamba untuk merelakan atau menundukkan sifat-sifat negatif,
antara lain seperti sifat berlebih-lebihan, sifat serakah, sifat zalim yang ada pada diri
manusia kepada yang dikehendaki atau diridhai oleh Allah swt. Dengan demikian,
maka sepanjang hidupnya ia hanya mau hidup sejalan dengan apa yang diizinkan,
dibolehkan, diharuskan dan diperintahkan oleh Allah swt. Baik yang berkaitan dengan
dirinya sendiri, berkaitan dengan Tuhannya dan berkaitan dengan makhluk Allah
lainnya.
Selanjutnya, bagi HTI, negara dan syariah atau khilafah dan syariah adalah satu
kesatuan yang tak dapat dipisahkan satu dari yang lainnya, bagaikan dua sisi dari satu
mata uang. Artinya adalah bahwa dalam konsep ini, syariah hanya bisa ditegakkan
dengan seutuhnya pada negara khilafah dan sebaliknya, tanpa negara khilafah, syariah
mustahil ditegakkan.
Muin Salim menunjuk beberapa ayat Suci Al Qur’an yang mengandung makna
term ini sebagai berikut:
a. QS al-Hadid /57: 7 sebagai berikut:
Terjemahnya:
Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari
hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang
yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya
memperoleh pahala yang besar.
secara nasional oleh Hizbutt Tahrir Indonesia (HTI) dan disebarkan ke seluruh Indonesia. Majalah ini didesain
cukup indah dan menarik. Kertas bagian dalam memakai kertas HVS. Rubik tetap: Pengantar, Dari Redaksi, Opini,
Muhasabah, Fokus, Analisis, Afkar, Tafsir, Soal-jawab, Akhbar, Dunia Islam, Reportase, Hiwar, Siyasah Dakwahm
Kesaksian dan Hadis Pilihan. Jumlah halaman, antara 70 sd. 80 dengan patokan harga: Rp. 7.500/eksemplar (harga
yang berlaku sampai bulan September 2015)
38
Redaksi al-Wa’ie, “Keruntuhan Khilafah Pangkal Malapetakan” dalam Majalah al- Wa’ie No 178 Tahun XV,
1-30 Juni 2015, h. 3.
39
Redaksi al-Wa’ie, “Rubik Afkar: Syariah dan Khilafah untuk Rahmatan Lil ‘Alamin” dalam Majalah al-Wa’ie
No 178 Tahun XV, 1-30 Juni 2015, h. 22
Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu
waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan
sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya
empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun:
"Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah
kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan".
Dengan mengutip keterangan ahli tafsir Imam al-Qurthubi, Muin Salim menulis
bahwa ayat di atas menegaskan kedudukan Nabi Daud as. sebagai seorang khalifah
Allah. Bahwa sebagai khalifah dalam pengertian pemegang wewenang untuk mengatur
masyarakat, nabi Daud as. dituntut untuk menegakkan hukum- hukum Allah di tengah-
tengah masyarakat dengan wanti-wanti, ia menjauhi tipu daya setan yang berpotensi
mengajak untuk melakukan penyalahgunaan wewenang, sehingga berujung pada
perbuatan melanggar hukum-hukum Allah itu.40
Lebih jauh Muin Salim menegaskan bahwa dari pernyataan ayat di atas memberi
ketegasan tentang dua hal pokok. Pertama yaitu penetapan status atau pengangkatan
nabi Daud as. sebagai khalifah, dan yang kedua adalah kewajiban yang timbul dari
kedudukan atau status sebagai khalifah, yaitu menegakkan hukum-hukum Allah swt.
Dengan begitu maka khalifah dalam dimensi politik bermakna kepala pemerintahan
yang berkewajiban untuk menegakkan hukum- hukum Allah swt. di tengah-tengah
masyarakat yang dipimpinnya dengan cara yang benar.41
42
Abdushsomad Buchory, Bunga Rampai Kajian Islam, h. 384-385.
satupun dari mereka yang menerimanya. Ternyata, makhluk yang bernama “manusia”
siap menerimanya. Perhatikan firman Allah swt pada QS. /72:33:
Terjemahnya:
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,
untuk tegas perintah yakni َﻷرtْﺒ ِﻎ اﻟَْﻔ َﺴﺎ َد ِﰲ اtْ َوﻻ َﺗـPertama, ungkapan: dua melalui melakukan
َ
apapun yang berakibat terjadinya kerusakan di bumi, dan kedua, pintar manusia
agar santun pesan yakni َوَأ ْﺣ ِﺴﻦ َﻛ َﻤﺎ َأ ْﺣ َﺴ َﻦ ا ﱠdُ َ ِإَْﻟﻴungkapan dengan pintar menjaga
Pada intinya, misi dari ayat ini sama dengan ayat di atas, namun ada
merusak perbuatan bahwa, َ ﺔtِﻘﻮا َِ ْﻳ ِﺪﻳ ُﻜ ْﻢ إَِﱃ اﻟﺘﱠـ ْﻬُﻠ َﻜtُﻠtْ َوﻻ ُﺗـyakni: spesifik, ungkapan ekosistem sama