Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM

ILMU PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI PARADIGMA

ILMU PENDIDIKAN

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan Islam

Dosen Pengampu : Maulana Ibrahim, M.Pd.I

Disusun Oleh :

Nisrina Huwaida Qurrottu`Aini

Muhammad Zulfa Farhan Rosyid

FAKULTAS TARBIYAH

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM WALI SEMBILAN


SEMARANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Islam, agama yang kita anut dan dianut milyaran manusia di seluruh dunia,
merupakan way of life yang menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di
akhirat kelak. Ia mempunyai satu sendi utama yang esensial: Berfungsi memberi
petunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya. Allah berfirman :

ْ ‫ ِإنَّ ه َذا القُ ْرآنَ يَ ْه ِد‬......


‫ي لِلَّتِ ْي ِه َي اَ ْق َو ُم‬

” Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberi petunjuk menuju jalan yang sebaik-


baiknya…..” (QS. Al- Isra`: 9).1

Kita yakini sepenuh hati, bahwa konsep apapun di dalam Islam akan membawa
pada kemaslahatan hidup di dunia dan jaminan kebahagiaan di akhirat,
termasuk konsep Pendidikan.

B. RUMUSAN MASALAH

1) Bagaimana Agama Islam yang sempurna ?


2) Apa pengertian Paradigma ?
3) Bagaimana Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan ?

1
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Quran terjemah, (Bandung : Syaamil Al-Quran:
2007)
BAB II

PEMBAHASAN

A. ISLAM AGAMA YANG SEMPURNA

Islam adalah agama yang sempurna. Sempurna dalam tempat , sempurna


dalam waktu, dan sempurna dalam minhaj/pedoman. Berikut penjelasannya :

Sempurna dalam tempat, maksudnya semua tempat di muka bumi ini


adalah tempat yang sesuai dengan Islam. Demikian pula, siapapun orangnya
dan dari mana asalnya tetap di bawah naungan Islam. Semuanya itu adalah
ciptaaan Allah yang satu, sehingga semua ciptaan-Nya diketahui oleh Sang
Pencipta. Satunya pencipta berarti satunya makhluk atau alam, maka Islam
sesuai dengan semua ciptaan-Nya. 2

Islam sempurna dalam waktu, maksudnya adalah bahwa Risalah Islam


abadi sepanjang masa. Mulai dari Nabi Adam AS, sampai kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai penutup para Nabi. Dan Islam ini tetap sesuai
dengan kebutuhan manusia hingga akhir zaman. Karena Islam bukan buatan
Para Nabi, tetapi buatan yang membuat manusia, sehingga sesuai dengan fitrah
manusia.

Islam sebagai minhaj yang sempurna didasari kepada asas akidah, dibina
dari akhlak dan ibadah kemudian didukung oleh dakwah dan jihad. Asas dari
Islam adalah aqidah. Ini merupakan dasar dari bangunan Islam. Tanpa akidah
maka tidak akan kuat, seperti halnya rumah yang tanpa fondasi.

Islam bagaikan sebuah bangunan yang sempurna dengan fondasi aqidah


yang kuat dan sendi tiangnya berupa ibadah kepada Allah Swt yang diperindah
dengan akhlak mulia. Sedangkan peraturan dalam syari’at Allah adalah yang

2
Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran (Bandung: Mizan, 1993), hlm.213
memperkuat bangunan tersebut. Manakala dakwah dan jihad merupakan pagar-
pagar yang menjaga dari kerusakan musuh-musuh Islam.

slam memperhatikan suatu keseimbangan dimana Islam sebagai ad-diin


3
tidak hanya mengejar kepentingan akhirat, tapi juga kepentingan dunia. Islam
menggambarkan suatu keutuhan dan kesatuan dengan berbagai aspek.
Kesempurnaan Islam digambarkan dengan pengertian ad-Diin itu sendiri
dimana Islam memperhatikan perdamaian, kehidupan yang zuhud, optimisme,
mencari kepentingan dunia, mengatur kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat,
negara dan dunia secara keseluruhan. Sehingga Islam adalah agama yang
komprehensif yang mengatur semua yang ada di alam ini agar kembali kepada
hukum Allah, pencipta alam ini. Sehingga H.A.R Gibb di dalam bukunya
Whither Islam, menyatakan “Islam is indeed much more than a system of
theology,it is a complete civilization” (Islam sesungguhnya lebih dari sekedar
sebuah agama, ia adalah sebuah peradaban yang sempurna).4

Pada satu tingkat, memahami Islam adalah urusan yang sederhana. Islam
bertujuan menciptakan “perdamaian” melalui kepasrahan kepada “kehendak
Illahi” inilah hakikat makna Islam. Tujuan ini dicapai melalui keimanan
kepada Allah Yang Maha Esa dan mengakui kerasulan Muhammad Saw yang
diikrarkan melalui dua kalimah Syahadat. Aspek-aspek ritual keimanan, yang
kita kenal dengan Rukun Iman dikemas dalam ibadah-ibadah pokok yang
dikenal sebagai Rukun Islam.

Seperti pernah dikatakan oleh Fazlur Rahman sebagai “Islam Minimal”.5


Dibalik tingkat keimanan dan ritual-ritual itu, Islam merupakan suatu
pandangan dunia (World View) , kebudayaan, dan peradaban yang canggih.
Aspek-aspek Islam ini tampak jelas sekali dalam deskripsi Islam tentang
dirinya sendiri: Din. Karena itu, Islam bukanlah sekedar seperangkat keimanan
3
Ummu Yasmin, Materi Tarbiyah Islamiyah, Panduan Kurikulum da`I dan murabbi
( Solo: Media Insani Press, 2005) cet ke-8, hlm.91
4
Badri Yatim, Sejarah Peradapan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008) hlm.2
5
Ziauddin Sardar dan Merryl Wyn Davies, Wajah-wajah Islam (Bandung: Mizan 1992)
hlm.7
dan ibadah; ia adalah sebuah sistem yang menyeluruh menyangkut pemikiran
dan tindakan. Sebuah sistem yang memanifestasikan kebudayaannya sendiri,
yang menghasilkan peradaban khasnya dan yang membentuk wawasan para
penganutnya mengenai setiap aspek upaya manusia. Pada tingkat inilah,
memahami Islam memerlukan lebih banyak upaya.

B. PENGERTIAN PARADIGMA

Istilah paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Kuhn (1962).


Paradigma dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual atau model yang
dengannya seorang ilmuwan bekerja (a conceptual framework or model within
which a scientist works).6 Robert Friedrichs, yang mempopulerkan istilah
paradigma (1970), berpendapat, paradigma sebagai suatu pandangan yang
mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan
yang semestinya dipelajari.7 Pengertian lain dikemukakan oleh George Ritzer
(1980), dengan menyatukan paradigma sebagai pandangan yang mendasar dari
para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya
dipelajari oleh salahsatu cabang/disiplin ilmu pengetahuan.8

Norman K.Denzin membagi paradigma kepada tiga elemen yang meliputi;


epistimologi, ontologi, dan metodologi. Epistimologi mempertanyakan tentang
bagaimana cara kita mengetahui sesuatu, dan apa hubungan anatara peneliti
dengan pengetahuan. Ontologi berkaitan dengan pertanyaan mendasar tentang
hakikat realitas. Metodologi memfokuskan pada bagaimana cara kita
memperoleh pengetahuan.9

6
Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan nilai (Bandung: Alfabeta 2009), cet.2,
hlm.38
7
Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan nilai (Bandung: Alfabeta 2009), cet.2,
hlm.38
8
Paradigmadevirahman.wordpress.com/2009/pengertian-paradigma/akses, 10 Juni 2023
9
Norman K.Denzin dan Yvonna S. Lincoin, Handbook of qualitative Research
(Thousand OAKS: SAGE publication, 1994), p.99
C. ISLAM SEBAGAI PARADIGMA ILMU PENDIDIKAN

Dalam Filsafat Pendidikan Islam, Prof.Tafsir menjelaskan bahwa tujuan


pendidikan adalah “Memanusiakan manusia”. Manusia perlu dibantu agar ia
berhasil menjadi manusia. Seseorang dapat dikatakan telah menjadi manusia
apabila ia telah memiliki sifat kemanusiaan. Itu meunjukkan bahwa tidak
mudah untuk menjadi manusia.10 Maka di sini perlunya pendidikan sebagai
sarana “Kemanusiaan” tadi. Karena proyek pemanusiaan ini sangat sulit, maka
tidak bisa instan, dan asal-asalan.

Maka Bertolak dari asumsi bahwa life is education and education is life,
dalam arti pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan, dan seluruh
proses hidup dan kehidupan manusia adalah proses pendidikan (Long life
education), atau konsep Islamnya pendidikan sepanjang hayat, –Minal mahdi
ila lahdi– maka pendidikan Islam pada dasarnya hendak mngembangkan
pandangan hidup Islami, yang diharapkan tercermin dalam sikap hidup dan
keterampilan hidup orang Islam. Dan hal ini sejalan dengan Tujuan Pendidikan
Nasional.

Mungkinkah Islam dapat dijadikan alternatif paradigma Ilmu Pendidikan?


Satu sisi pertanyaan itu dapat dibenarkan, sebab kajian Islam selalu bertolak
dari dogmatika Illahi yang harus diyakini kebenarannya, bukan bertolak dari
realitas sosio-kultur manusia, sedangkan persoalan-persoalan pendidikan lebih
merupakan persoalan praktis, empiris, dan pragmatis. Namun di sisi lain,
pertanyaan tersebut perlu dikaji ulang. Sebab, tidak semua persoalan
pendidikan dapat dijawab melalui analisis Objektif-empiris, tetapi justru
membutuhkan analisis yang bersifat aksiomatis, seperti persoalan keberadaan
Tuhan, manusia, dan alam. Masalah-masalah ini lebih mudah dikaji melalui
pendekatan agama.11

10
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Rosdakarya, 2010), cet.ke-4,
hlm.33
11
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2008),
cet.ke-2, hlm.1
Islam yang memiliki sifat universal dan kosmopolit tak terbantahkan
untuk bisa merambah ke ranah kehidupan apa pun, termasuk dalam ranah
pendidikan. Ketika Islam dijadikan Paradigma Ilmu Pendidikan paling tidak
berpijak pada tiga alasan:

1. Ilmu Pendidikan sebagai ilmu humaniora tergolong ilmu normatif,


karena ia terkait oleh norma-norma tertentu. Pada taraf ini, nilai-
nilai Islam sangat berkompeten untuk dijadikan norma dalam Ilmu
Pendidikan.12 Penjelasan landasan normatif islam dalam hal
pendidikan, sebagai berikut :

a) Islam meletakkan prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan


pendidikan berdasarkan aqidah Islam. Pada aspek ini
diharapkan terbentuk sumber daya manusia terdidik dengan
aqliyah Islamiyah (pola berfikir islami) dan nafsiyah
islamiyah (pola sikap yang islami).
b) Pendidikan harus diarahkan pada pengembangan keimanan,
sehingga melahirkan amal shaleh dan ilmu yang
bermanfaat. Prinsip ini mengajarkan pula bahwa di dalam
Islam yang menjadi pokok perhatian bukanlah kuantitas,
tetapi kualitas pendidikan. Perhatikan bagaimana Al Quran
mengungkapkan tentang ahsanu amalan atau amalan
shalihan (amal yang terbaik atau amal shaleh).
c) Pendidikan ditujukan dalam kaitan untuk membangkitkan
dan mengarahkan potensi-potensi baik yang ada pada diri
setiap manusia selaras dengan fitrah manusia dan
meminimalisir aspek yang buruknya.
d) Keteladanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dalam suatu proses pendidikan. Dengan demikian sentral
keteladanan yang harus diikuti adalah Rasulullah saw.
12
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2008),
cet.ke-2, hlm.1-2
Dengan demikian Rasulullah saw. merupakan figur sentral
keteladanan bagi manusia. Al quran mengungkapkan
bahwa “Sungguh pada diri Rasul itu terdapat uswah
(teladan) yang terbaik bagi orang-orang yang berharap
bertemu dengan Allah dan hari akhirat”.13

2. Alasan kedua adalah, dalam menganalisis masalah pendidikan,


para ahli selama ini cenderung mengambil teori-teori dan falsafah
Pendidikan Barat. Falsafah Pendidikan Barat lebih bercorak
sekuler yang memisahkan berbagai dimensi kehidupan. Sedangkan
masyarakat Indonesia lebih bersifat religius. Atas dasar itu, nilai-
nilai ideal Islam sangat memungkinkan untuk dijadikan acuan
dalam mengkaji fenomena kependidikan.
3. Alasan ketiga adalah dengan menjadikan Islam sebagai Paradigma,
maka keberadaan Ilmu Pendidikan memiliki ruh yang dapat
menggerakkan kehidupan spiritual dan kehidupan yang hakiki.
Tanpa ruh ini berarti pendidikan telah kehilangan ideologinya.

Makna Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan Adalah suatu konstruksi


pengetahuan yang memungkinkan kita memahami realitas Ilmu Pendidikan
sebagaimana Islam memahaminya. Konstruksi pengetahuan itu dibangun oleh
nilai-nilai Islam dengan tujuan agar kita memiliki hikmah (wisdom) yang atas
dasar itu praktik pendidikan yang sejalan dengan nilai-nilai normatif Islam.
Pada taraf ini, Paradigma Islam menuntut adanya grand design tentang
ontologi,epistemologi, dan aksiologi pendidikan.

Fungsi paradigma ini pada dasarnya untuk membangun perspektif Islam


dalam rangka memahami realitas Ilmu Pendidikan. Tentunya hal ini harus
ditopang oleh konstruksi pengetahuan yang menempatkan wahyu sebagai
sumber utamanya, yang pada gilirannya terbentuk struktur transendental
sebagai referensi untuk menafsirkan realitas pendidikan.

13
Islam.com/paradigm-pendidikan-islam.html, akses 10 Juni 2023
Islam sebagai Paradigma Ilmu pendidikan juga memiliki arti konstruksi
sistem pendidikan yang didasarkan atas nilai-nilai universal Islam. Bangunan
sistem ini tentunya berpijak pada prinsip-prinisp hakiki, yaitu prinsip at-tauhid,
prinsip kesatuan makna kebenaran dan prinsip kesatuan sumber sistem. Dari
prinsip-prinsip tersebut selanjutnya diturunkan elemen-elemen pendidikan
sebagai World of view, terhadap pendidikan.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Istilah paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Kuhn (1962).
Paradigma dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual atau model yang
dengannya seorang ilmuwan bekerja (a conceptual framework or model within
which a scientist works). Ia adalah seperangkat asumsi-asumsi dasar yang
menggariskan semesta partikular dari penemuan ilmiah, menspesifikasi
beragam konsep-konsep yang dapat dianggap absah maupun metode-metode
yang dipergunakan untuk mengumpulkan dan menginterpretasikan data.
Tegasnya setiap keputusan tentang apa yang menyusun data atau observasi
ilmiah dibuat dalam bangun suatu paradigma.

paradigma adalah cara masing-masing orang memandang dunia, yang


belum tentu cocok dengan kenyataan. Paradigma adalah petanya, bukan
wilayahnya. Paradigma adalah lensa kita, lewat mana kita lihat segalanya, yang
terbentuk oleh cara kita dibesarkan, pengalaman, serta pilihan-pilihan.

Islam yang memiliki sifat universal dan kosmopolit tak terbantahkan untuk
bisa merambah ke ranah kehidupan apa pun, termasuk dalam ranah pendidikan.
Ketika Islam dijadikan Paradigma Ilmu Pendidikan paling tidak berpijak pada
tiga alasan:

1. Ilmu Pendidikan sebagai ilmu humaniora tergolong ilmu normatif,


karena ia terkait oleh norma-norma tertentu. Pada taraf ini, nilai-
nilai Islam sangat berkompeten untuk dijadikan norma dalam Ilmu
Pendidikan.
2. Alasan kedua adalah, dalam menganalisis masalah pendidikan,
para ahli selama ini cenderung mengambil teori-teori dan falsafah
Pendidikan Barat. Falsafah Pendidikan Barat lebih bercorak sekuler
yang memisahkan berbagai dimensi kehidupan. Sedangkan
masyarakat Indonesia lebih bersifat religius. Atas dasar itu, nilai-
nilai ideal Islam sangat memungkinkan untuk dijadikan acuan
dalam mengkaji fenomena kependidikan.
3. Alasan ketiga adalah dengan menjadikan Islam sebagai
Paradigma , maka keberadaan Ilmu Pendidikan memiliki ruh yang
dapat menggerakkan kehidupan spiritual dan kehidupan yang
hakiki. Tanpa ruh ini berarti pendidikan telah kehilangan
ideologinya.

Tak terbantahkan lagi bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Segala
aspek kehidupan manusia di atur di dalamnya. Tak terkecuali masalah
pendidikan. Pendidikan di dalam Islam, diarahkan untuk memanusiakan
manusia, dengan bahasa lain untuk mengembalikan manusia kepada fitrahnya.
Manusia adalah makhluk yang taat, tunduk patuh kepada aturan, selalu
condong kepada kebenaran.Maka jelas di sini bahwa ketika Islam dijadikan
paradigm Ilmu Pendidikan, produk dari pendidikan itu sendiri akan sesuai
dengan nilai-nilai Islam.

B. SARAN

Penyusun menyadari kekurangan dalam penulisan makalah ini, oleh sebab


itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk memperbaiki
semua kekurangan yang ada dalam makalah ini. Harapan penyusun semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca untuk lebih mendalami tentang
konsep tentang teori atau aliran Pendidikan Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:Kencana,


2008) cet ke-2
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Rosdakarya, 2010),cet ke-
4
Badri Yatim,Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta:rajagrafindo persada,2008)

Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an terjemah, (Jakarta: Pena Pundi


Aksara 2007).

Islam.com/paradigm-pendidikan-islam.html, akses 10 Juni 2023

Norman K.Denzin dan Yvonna S.Lincoln, Handbook of qualitative Research


(Thousand OAKS: SAGE publications, 1994),p.99.

Paradigmadevirahman.wordpress.com/2009/pengertian-paradigma/akses, 10
Juni 2023

Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan 1993)

Ummu Yasmin, Materi Tarbiyah Islamiyah. Panduan kurikulum da’i dan


Murabbi (Solo: Media Insani Press 2005) cet ke-8

Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan nilai (Bandung: Alfabeta


2009),cet.2

Ziauddin Sardar dan Merryl Wyn Davies, Wajah-wajah Islam (Bandung:


Mizan 1992)

Anda mungkin juga menyukai