Anda di halaman 1dari 12

M A K A L A H

FIQIH

MENGENAI NIKAH (THALAK, RUJUK, DAN IDDAH)

DOSEN PENGAMPU : M. Lisman

Disusun Oleh Kelompok 5 :

Happy HerryLoveita Lady 11940323961


M. Nur Fahmi Firdausni 1194031194
Syarifah Aini 11940320854
Zulfikri 11940312077

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SULTAN SYARIF KASIM


RIAU
T.A 2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjaktan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat,
bimbingan,petunjuk dan penyertaanya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Kepribadian dan Pengukurannya” dengan baik.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak M. Lisman selaku dosen
pengampu mata kuliah fiqih ini. Dan kami berterima kasih pada teman-teman yang telah
memberi pengarahan dan petunjuk dalam pembuatan makalah ini. 
Besar harapan kami bahwa makalah ini dapat bernilai baik, dan dapat digunakan dengan
sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini belumlah sempuran untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran dalam rangka penyempuranaan untuk pembuatan
makalah selanjutnya. Sesudah dan sebelumnya kami ucapkan terimakasih.

Pekanbaru, 23 Oktober 2019

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN
Pernikahan merupakan sesuatu yang sakral dalam pandangan islam. Pernikahan juga
merupakan suatu dasar yang penting dalam memelihara kemaslahatan umum. Kalau tidak ada
pernikahan, maka manusia akan memperturutkan hawa nafsunya, yang pada akhirnya dapat
menimbulkan bencana dalam masyarakat.
Pada dasarnya, dua orang (laki-laki dan perempuan) melangsungkan pernikahan dan
membangun rumah tangga dengan tujuan untuk memperoleh kebahagiaan atau dikenal dengan
istilah membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. Akan tetapi, pada kenyataannya
tidak semua rumah tangga yang terbentuk melalui pernikahan dilimpahi kebahagiaan. Kadang
ada saja masalah yang menimbulkan perselisihan yang dapat berujung pada perceraian.
Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur segala hal tentang kehidupan,
termasuk pernikahan, perceraian (talak), rujuk, idah, dan sebagainya. Talak dapat dilaksanakan
dalam keadaan yang sangat dibutuhkan, dan tidak ada jalan lain untuk mengadakan perbaikan.
Hal ini antara lain dibolehkan apabila suami istri sudah tidak dapat melakukan kewajiban
masing-masing sesuai dengan ketentuan agama, seingga tujuan rumah tangga yang pokok yaitu
mencapai kehidupan rumah tangga yang tenang dan bahagia sudah tidak tercapai lagi. Apalagi
kalau rumah tangga itu dapat mengakibatkan penderitaan-penderitaan dan perpecahan antara
suami istri tersebut, maka dalam keadaan demikian perceraian dapat dilaksanakan, yaitu sebagai
jalan keluar bagi segala penderitaan baik yang menimpa suami atau istri.
            Dalam makalah ini akan di uraikan dan di jelaskan tentang permasalahan diatas mengenai
talak, iddah dan rujuk, termasuk pandangan ulama mazhab mengenai permasalahan dalam talak,
iddah dan rujuk.

3
BAB II
PEMBAHASAN
TALAK
  

A.    Pengertian Talak
Talak terambil dari kata “ithlaq” yang menurut bahasa artinya “melepaskan atau
meninggalkan”. Menurut Sayyid Sabiq, talak yaitu :
“Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri”.
Menurut Al Jaziry mendefinisikan talak sebagai berikut:
“menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan
kata kata tertentu”.
Sedangkan Menurut Abu Zakaria Al Anshari, talak ialah:
“Melepas tali akad nikah dengan kata talak dan yang semacamnya”.
            Jadi talak itu ialah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan
perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya, dan ini terjadi dalam hal talak bai’in,
sedangkan arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan ialah berkurangnya hak talak bagi
suami yang mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi
dua, dari dua menjadi satu, dan dari satu menjadi hilang hak talak itu, yaitu terjadi dalam talak
raj’i.

B.     Macam-macam Talak
Ditinjau dari segi waktu dijatuhkannya talak itu, maka talak di bagi menjadi tiga macam,
sebagai berikut:

a.       Talak Sunni yaitu talak yang di jatuhkan sesuai dengan tuntunan sunnah. Dikatakan talak sunni
jika memenuhi empat syarat:
1.      Istri yang di talak sudah pernah di gauli
2.      Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah di talak, yaitu dalam keadaan suci dari haid.
3.      Talak itu dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci, baik di permulaan, di pertengahan
maupun di akhir suci, kendati beberapa saat yang lalu dating haid.
b.      Talak Bid’i yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntunan sunnah,
atau tidak memenuhi syarrat-syarat talak sunni. Yang termasuk syarat talak Bid’i adalah:
1.      Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haid, baik di permulaan haid maupun di
pertengahannya.
2.      Talak yang di jatuhkan terhadap istri dalam keadaan  suci tetapi pernah di gauli oleh
suaminya dalam keadaan suci dimaksud.
c.       Talak la sunni wala bid’i yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak sunni dan tidak pula
termasuk talak bid’i. Syaratnya yaitu:
1.      Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli.
2.      Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah haid, atau istri yang telah lepas haid.
3.      Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil.

4
Ditinjau dari segi tegas dan tidaknya kata-kata yang digunakan sebagai ucapan talak, maka
talak dibagi menjadi dua macam, sebagai berikut:
a.       Talak Sharih yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas dan tegas, dapat dipahami
sebagai pernyataan talak atau cerai.
b.      Talak Kinayah yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata sindiran atau samar-samar.
Dari segi ada atau tidak adanya kemungkinan untuk rujuk, maka talak dibagi menjadi dua
macam, yaitu:
a.       Talak Raj’i yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya yang pernah digauli.
b.      Talak Bai’in yaitu talak yang tidak memberi hak merujuk bekas suami terhadap bekas istrinya.

C.    Rukun dan Syarat Talak


Beberapa hal yang menjadi rukun talak dengan syarat-syaratnya antara lain sebagai berikut:
1.      Suami
Suami adalah yang memiliki hak talak dan yang berhak menjatuhkannya, selain suami tidak
berhak menjatuhkannya.
Untuk sahnya talak, suami yang menjatuhkan talak disyaratkan
a.       Baligh. Talak yang dijatuhkan anak kecil dinyatakan tidak sah, sekalipun dia telah pandai.
Demikian kesepakatan para ulama mazhab kecuali mazhab Hambali. Para
ulama mazhab Hambali mengatakan bahwa talak yang dijatuhkan anak kecil yang
mengerti dinyatakan sah, sekalipun usianya belum mencapai sepuluh tahun.
b.      Berakal Sehat. Dengan demikian talak yang dijatuhkan oleh orang gila tidak sah. Begitu pula
dengan talak yang dijatuhkan oleh orang yang tidak sadar. Tetapi para ulama
mazhab berbeda pendapat tentang talak yang dijatuhkan oleh orang
mabuk. Imamiyah mengatakan bahwa, talak orang mabuk sama sekali tidak sah. Sementara
itu mazhab empat berpendapat bahwa talak orang mabuk itu sah manakala dia mabuk
karena minuman yang diharamkan atas dasar keinginan sendiri.
c.       Atas kehendak sendiri. Dengan demikian, talak yang dijatuhkan oleh orang yang dipaksa
(menceraikan istrinya) menurut kesepakatan para ulama mazhab tidak dinyatakan sah.
Hal ini sesuai dengan sabda nabi saw, “Sungguh Allah melepaskan dari umatku
tanggung jawab dari dosa silap, lupa, dan sesuatu yang dipaksakan
kepadanya”.
d.      Betul-betul bermaksud menjatuhkan talak. Dengan demikian kalau seorang laki-laki
mengucapkan talak karena lupa, keliru, atau main-main, maka menurut Imamiyah talaknya
dinyatakan tidak jatuh.

2.      Istri.
Masing-masing suami hanya berhak menjatuhkan talak terhadap istri sendiri. Tidak
dipandang jatuh talak yang dijatuhkan terhadap istri orang lain.
Mengenai istri-istri yang dapat dijatuhi talak, para fuqaha sepakat bahwa mereka harus:
a.       Permpuan yang dinikahi dengan sah
b.      Perempuan yang masih dalam ikatan nikah yang sah

5
c.       Belum habis masa iddahnya, pada talak raj’i
d.      Tidak sedang haid

3.      Sighat Talak
Sighat talak ialah kata-kata yang diucapkan pada suami terhadap istrinya yang menunjukkan
talak, baik itu sharih (jelas) maupun kinayah (sindiran), baik berupa ucapan/lisan, tulisan, isyarat
bagi suami tuna wicara ataupun dengan suruhan orang lain.
Jumhur fuqaha telah sepakat bahwa sighat talak itu ada dua yaitu, sighat yang yang jelas
(sharih) dan sighat sindiran (kinayah).

1.      Kata-kata yang jelas (sharih)


Kata-kata talak yang sharih artinya lafal yang di gunakan itu terus terang menyatakan
perceraian. Misal, Suami berkata kepada istrinya “Engkau telah aku ceraikan”, “Aku telah
menjatuhkan talak untukmu”, atau “Engkau tertalak” dan lain sebagainya.
Imam Malik dan para pengikutnya berpendapat bahwa kata-kata talak yang tegas/jelas
hanyalah kalimat “talak” saja. Maka selain kata itu termasuk sindiran. Sedangkan Imam
Syafi’i mengatakan bahwa kata-kata tegas/jelas itu ada tiga, yaitu: talak (cerai), firaq (pisah),
dan sarah (lepas).

2.      Kata-kata yang tidak jelas (kinayah)


Kata-kata talak yang tidak jelas yaitu kata yang mengandung sindiran atau yang mengandung
arti samar-samar seperti suami berkata kapada istrinya, “pulanglah kerumah orang tuamu
sekarang”, atau “beriddahlah engkau dan bersihkanlah kandunganmu” dan lain sebagainya.
Imam Malik berpendapat bahwa, apabila suami mengucapkan talak dengan kata-kata
kinayah dan ia tidak berniat untuk mentalak istrinya maka talaknya tidak jatuh. Kecuali kalau dia
memang berniat menjatuhkan talak. Sementara Imam Syafi’i berpendapat bahwa jika suami
berniat menjatuhkan talak maka talak pun telah jatuh.
Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa talak dapat terjadi dengan semua
kata-kata kinayah apabila disertai dengan niat. Dengan demikian, talak tidak dianggap sah
kecuali bila disertai dengan adanya niat. Sekalipun yang mengucapkan berkata dengan jelas,
tetapi maksudnya bukan untuk menalak melainkan dalam makna yang lain, maka talak itu tidak
jatuh. Jadi yang dapat menjelaskan makna dari kata-kata sindiran adalah niat dan tujuan orang
yang mengucapkannya.

D.    Hukum Talak
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum talak ini.
Golongan Hanafi dan Hanbali mengatakan hukum talak itu terlarang kecuali dalam keadaan
darurat. Alasan mereka adalah sabda Rasulullah SAW:“Allah melaknat tiap-tiap orang
yang suka merasai dan bercerai, yaitu orang yang suka kawin dan cerai”
Alasan lain golongan ini melarang perceraian kecuali dalam keadaan darurat adalah sabda
Rasulullah SAW:

6
ُ َ‫أَ ْبغَضُ ْال َحالَ ِل ِع ْن َد هللاِ الطَّال‬
‫ق‬
"Thalaq adalah sesuatu yang halal tetapi paling dibenci di sisi Allah" (HR Ibnu Majah dan
Ibnu Mjah)
  IDDAH

A.    Pengertian Iddah
Iddah berasal dari adad artinya menghitung. Maksudnya adalah perempuan atau istri
menghitung hari-harinya dan masa bersihnya. Menurut istilah, iddah mengandung arti lamanya
perempuan (istri) menunggu dan tidak boleh menikah setelah bercerai atau ditinggal mati
suaminya.
Jadi, iddah adalah satu masa dimana perempuan yang telah diceraikan, baik cerai hidup atau
mati, harus menunggu untuk meyakinkan apakah rahimnya telah berisi atau kosong dari
kandungan.

B.     Macam-macam Iddah
Iddah terbagi atas beberapa macam diantaranya ialah:

1.      Iddah Talak
Iddah talak artinya iddah yang terjadi karena perceraian. Iddah Talak pun di bagi menjadi
dua yaitu:
a.       Perempuan yang masih haid. Iddahnya adalah tiga kali suci atau tiga kali haid, sesuai dengan
Firman Allah dalam Surat Al Baqarah ayat 228

“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. tidak boleh
mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman
kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti
itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai
satu tingkatan kelebihan daripada isterinya dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

b.      Perempuan yang belum haid atau tidak lagi haid (menopause). Iddahnya adalah tiga bulan sesuai
dengan Firman Allah dalam Surat At Talaq ayat 4

Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-


perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah
tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid”.

2.      Iddah Hamil
Iddah Hamil adalah iddah yang terjadi apabila pempuan yang diceraikan itu sedang hamil.
Iddah mereka adalah sampai melahirkan kandungannya. Firman Alloh swt. Dalam Surat At
Talaq ayat 4:

7
“Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka
melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah
menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”.

3.      Iddah Wafat
Iddah wafat yaitu iddah yang terjadi apabila seorang perempuan ditinggal mati suaminya.
Dan adapun iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari. Firman Allah swt dalam Surat Al
Baqarah ayat 234:
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri
(hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.
kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan
mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu
perbuat”.

C.    Hikmah Iddah
Adapun hikmah iddah adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui bersihnya rahim seorang perempuan
2.      Memberi kesempatan kepada suami istri yang berpisah untuk kembali kepada kehidupan semula,
jika mereka menganggap hal tersebut baik.
3.      Menjungjung tinggi masalah perkawinan yaitu untuk menghimpunkan orang-orang arif
mengkaji masalahnya, dan memberikan waktu berpikir panjang.
4.      Kebaikan perkawinan tidak dapat terwujud sebelum kedua suami istri sama-sama hidup lama
dalam ikatan akadnya

RUJUK
 

A.    Pengertian Ruju’
Menurut bahasa arab, kata ruju’ berasal dari kata raja’a – yarji’u –rujk’an yang berarti
kembali, dan mengembalikan. Ulama Hanafinah memberikan makna ruju’ sebagaimana di
kemukakan oleh Abu Zahrah sebagai berikut:“Rujuk ialah melestarikan perkawinan
dalam masa iddah talak (raj’i)”
            Sedangkan menurut Asy Syafi’i: “Rujuk ialah mengembalikan status
hukum perkawinan sebagai suami istri ditengah-tengah iddah setelah
terjadinya talak (raj’i)”. Dapat dirumuskan bahwa ruju’ ialah “mengembalikan status
hukum perkawinan secara penuh setelah terjadi talak raj’i yang dilakukan oleh bekas suami
terhadap bekas istrinya dalam masa iddah, dengan ucapan tertentu”.

B.     Rukun dan Syarat Rujuk


Mengenai rukun rujuk dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.      Ada suami yang merujuk
2.      Ada istri yang di rujuk dan sudah dicampuri

8
3.      Dengan pernyataan ijab qabul, Misal, “Aku rujuk engkau pada hari ini”
Sementara mengenai syarat-syarat rujuk, sebagai berikut:
1.      Adanya saksi
Fuqaha berbeda pendapat mengenai adanya saksi dalam rujuk, apakah ia menjadi syarat
sahnya atau tidak. Imam Maliki berpendapat bahwa saksi dalam rujuk adalah disunnahkan,
sedangkan Imam Syafi’i mewajibkan adanya saksi.
2.      Rujuk dengan kata-kata
Berkenaan dengan cara merujuk terdapat juga perbedaan pendapat:
            Pendapat pertama, mengatakan bahwa rujuk dengan pergaulan, istri hanya dianggap sah
apabila diniatkan untuk merujuk. Karena bagi golongan ini, perbuatan disamakan dengan kata-
kata dan niat. Demikian menurut pendapat Imam Malik.
            Pendapat kedua, dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah, yang mempersoalkan
rujuk dengan pergaulan, jika ia bermaksud merujuk dan ini tanpa niat.
            Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat bahwa rujuk itu dipersamakan dengan
perkawinan, dan Allah swt memperintahkan untuk diadakan persaksian, sedang persaksian hanya
terdapat pada kata-kata.

3.      Istri telah dicampuri


Jika istri yang dicerai belum pernah dicampuri, maka tidak sah rujuk, tetapi harus dengan
perkawinan baru lagi. Sesuai dengan Firman Allah swt dalam Surat Al Ahzab ayat 49:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang
beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali
tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah
mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya".

4.      Istri baru dicerai dua kali


Jika istri telah dicerai tiga kali, maka tidak sah rujuk lagi. Hal ini telah di jelaskan dalam Al
Qur’an Surat Al Baqarah ayat 230:
“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu
tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang
lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri)
untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.
Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui”.

C.     Proses Rujuk Menurut Lima Mazhab


Cara untuk rujuk, ialah dengan menyampaikan rujuk kepada istri yang ditalak, atau dengan
perbuatan. Rujuk dengan ucapan ini disahkan secara ijma’ oleh para ulama, dan dilakukan
dengan lafazh yang sharih (jelas), misalnya dengan ucapan “saya rujuk kembali kepadamu” atau
dengan kinayah (sindiran), seperti ucapan“sekarang, engkau sudah seperti dulu”. Kedua
ungkapan ini, bila diniatkan untuk rujuk, maka sah. Sebaliknya, bila tanpa diniatkan untuk rujuk,
maka tidak sah.

9
Sedangkan rujuk dengan perbuatan, ulama berbeda pendapat:
a.       Ulama  Hanafi berpendapat bahwa rujuk dapat terjadi dengan  perbuatan watha’ dan juga
dengan perbuatan lain yang dapat mengarah kepada hubungan tersebut seperti sentuh-sentuhan
atau ciuman yang disertai syahwat.
b.      Ulama Malikiyah berpendapat sah rujuk yang dilakukan dengan perbuatan dengan syarat
harus dengan niat rujuk.
c.       Ulama Syafi’iyah mengatakan apabila seorang suami maenggauli istrinya yang telah ditalak,
baik dengan niat rujuk ataupun tidak, maka hubungan mereka tersebut dinilai syubhat, tidak ada
ketentuan bagi mereka berdua dalam hal itu, dan dikenakan sanksi bagi suami dan istri bila
mereka mengetahui  hal tersebut. Dan bagi suami wajib membayar mahar mitsil kepada sang
istri.
c.       Ulama Hambali mengatakan sah rujuk yang dilakukan dengan perbuatan watha’ meskipun
tidak diiringi dengan niat. Ulama  Hambali menegaskan bahwa yang dimaksud dengan
perbuatan tersebut adalah hubungan badan suami istri, sedangkan perbuatan
selain watha’, seperti bersentuhan atau ciuman sama sekali tidak mengakibatkan terjadinya
rujuk meskipun perbuatan tersebut diiringi dengan syahwat.
d.      Ulama Syi’ah (Imamiyah) menyatakan bahwa rujuk dapat terjadi dengan perbuatan
hubungan suami istri, sentuhan-sentuhan ataupun dengan berciuman atau perbuatan lainnya yang
halal dilakukan oleh suami kepada istrinya, baik perbuatan itu diiringi dengan syahwat ataupun
tidak dan dengan niat rujuk ataupun tidak.
Dari uraian diatas para ulama berbeda pendapat dari segi proses rujuk, akan tetapi mereka
sepakat bahwa bekas istri yang dirujuk itu harus berada dalam masa iddah talak raj’i tersebut
tidak bergantung kepada persetujuan istri.

10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Talak itu ialah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan
perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya, dan ini terjadi dalam hal talak bai’in,
sedangkan arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan ialah berkurangnya hak talak bagi
suami yang mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi
dua, dari dua menjadi satu, dan dari satu menjadi hilang hak talak itu, yaitu terjadi dalam talak
raj’i.
Rukun talak itu ada 3 yaitu :
1.      Suami
2.      Istri
3.      Shighat talak
Iddah adalah satu masa dimana perempuan yang telah diceraikan, baik cerai hidup atau
mati, harus menunggu untuk meyakinkan apakah rahimnya telah berisi atau kosong dari
kandungan.
Macam-macam Iddah:
1.      Iddah cerai
2.      Iddah hamil
3.      Iddah wafat/mati
Ruju’ ialah mengembalikan status hukum perkawinan secara penuh setelah terjadi talak
raj’i yang dilakukan oleh bekas suami terhadap bekas istrinya dalam masa iddah, dengan ucapan
tertentu.

11
DAFTAR PUSTAKA

Amru Abdul mun’im salim. 2005. Fikih Thalak berdasarkan Al Qura’an dan sunah. Jakarta: Pustaka
Azzam

Dr. M. Sayyid Ahmad Musayyar. 2008. Islam Bicara Soal Seks, percintaan, dan rumah tangga. Ciracas,
Jakarta: Erlangga

12

Anda mungkin juga menyukai