KABUPATEN JENEPONTO
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar
Sarjana Agama (S.Ag) Prodi Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin & Filsafat UIN
Alauddin Makassar
Oleh:
ALDI SAPUTRA
NIM: 30500116078
A. Transliterasi Arab-Latin
Daftar huruf bahasa Arab dan transilterasinya ke dalam huruf Latin dapat dilihat pada
table dibawah:
1. Konsonan
ب Ba B Be
ت Ta T T
ج Jim J Je
د Dal D De
ر Ra R Er
ز Za Z Zet
س Sin S Es
غ Gain G Eg
ف Fa F Ef
ق Qaf Q Qi
ك kaf K Ka
ل Lam L Ei
م Mim M Em
ن nun N En
و Wawu W We
ه ha H Ha
أ Hamzah ’ Apostrof
ي ya’ Y Ye
diberi tanda apapun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis
2. Vokal
Vokal bahasa Arab sama seperti vokal Indonesia yang terdiri dua
َ Kasrah I I
َ Dammah U U
i
3. Maddah
atas
wau atas
4. Tā’ marbūṫah
Transliterasi untuk tā‟ marbūṫah ada dua bagian, yaitu tā‟ marbūṫah yang
huruf “t” dan tā‟ marbūṫah yang mati (tidak berharakat) yang
5. Syaddah (Tasydid)
ii
6. Kata Sandang
sandang ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf
7. Hamzah
terletak di tengah dan akhir kata. Apabila hamzah terletak di awal kata, ia
Indonesia
Pada dasarnya setiap kata, baik fi’il, isim maupun huruf, ditulis
yang sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau
tersebutbisa dilakukan dengan dua cara, yaitu bisa berupa per kata dan bisa
pula dirangkaikan.
iii
Kata Allah yang didahului partikel, sepeti huruf jar dan huruf lainnya atau
huruf hamzah.
Huruf kapital dalam sistem bahasa Arab tidak ada dan tak dikenal,
huruf kapital seperti yang berlaku dalam EYD. Di antaranya, huruf kapital
digunakan untuk menuliskan huruf awal dan nama diri. Apabila nama diri
didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapitall tetap
huruf awal dari nama diri tersebut, bukan huruf awal dari kata sandang.
iv
DAFTAR ISI
JUDUL....................................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI.................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................... iii
KATA PENGANTAR............................................................................... iv
DAFTAR ISI.............................................................................................. vii
PEDOMAN TRANSLITERASI.............................................................. ix
ABSTRAK................................................................................................. xv
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................... 1
B. Fokus Penelitian............................................................................... 5
C. Rumusan Masalah............................................................................ 7
D. Tinjauan Pustaka.............................................................................. 8
E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian..................................... 11
BAB II TINJAUAN TEORETIS.............................................................12-25
A. Sejarah Penyebaran Islam di Konfederasi Turatea Abad XVII....... 12
1. Transformasi Kebudayaan Era Islam pada Masyarakat............. 16
B..Ritual................................................................................................ 18
C. Tradisi............................................................................................... 20
D. Upacara Kematian............................................................................ 22
BAB III METODE PENELITIAN..........................................................26-32
A. Jenis dan Lokasi Penelitian.............................................................. 26
B. Pendekatan Penelitian...................................................................... 26
C. Sumber Data .................................................................................... 28
D. Metode Pengumpulan Data ............................................................. 29
E. Instrumen Penelitian......................................................................... 30
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ............................................ 31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................33-52
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian................................................ 33
B. Makna Ritual Ammaca Kitta’........................................................... 38
C. Prosesi Pelaksanaan Ritual Ammaca Kitta’..................................... 45
BAB V PENUTUP .................................................................................... 53-54
A. Kesimpulan....................................................................................... 53
B. Implikasi Penelitian.......................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 55
v
LAMPIRAN............................................................................................... 57
RIWAYAT HIDUP...................................................................................
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Ada berbagai alasan mengapa kematian harus disikapi dengan acara ritual.
Masyarakat memandang kematian bukan sebagai peralihan status baru bagi orang
yang mati. Segala status yang disandang semasa hidup ditelanjangi digantikan
dengan citra kehidupan luhur. Kematian selalu dilakukan acara ritual oleh yang
ditinggal mati. Setelah orang meninggal biasanya dilakukan upacara doa, sesaji,
mana ia hidup dan adanya penghormatan yang mendalam pada orang yang telah
meninggal tersebut melalui beragam upacara (ritual) dan beragam bentuk karya
untuk memandang kematian dari segi religiositas yang transenden dan melampaui
dirinya. Sejak dulu manusia berupaya untuk mencari jawaban atas apa yang
adanya perjalanan yang ditempuh oleh orang yang telah meninggal setelah
1
Abdul Karim,“Makna ritual kematian dalam tradisi Islam jawa”, Jurnal
Pendidikan,Vol.12 No.2, (Desember 2017, h, 1 (Diakses tanggal 2 Oktober 2021).
2
Romi, ”Ritus Kematian Etnis Bugis di Karangantu Banten”, Skripsi (Banten:UIN
Banten,2019, h. 1.
1
Tradisi, dalam hal ini, terkait juga dengan interpretasi sebuah masyarakat
terbentuk dari mitos, legenda, epos, sejarah nyata yang pernah terjadi, maupun
refleksi seorang tokoh atas kehidupan yang saat itu sedang menjadi persoalan.
hari-hari tertentu, maupun tradisi dalam wujud kesenian. Biasanya, aneka macam
tradisi tersebut antara daerah yang satu dengan daerah lainnya memiliki pola yang
mirip, tetapi ada sedikit perbedaannya. Hal itu juga terkait dengan pengetahuan
yang ada di masyarakat tersebut dan memiliki dasar makna dan filosofi tersendiri.
Tradisi dalam suatu masyarakat untuk dilihat nilainya bisa ditinjau dari
peran dan fungsi dengan pendekatan antropologi. Beberapa nilai seperti nilai
religius, nilai moral, nilai edukatif, dan nilai spiritual yang ada di dalam tradisi
hanya bisa dilihat dan dikaji dalam bentuk manifestasi, yang kemudian
Ritual, jika diamati dan dianalisis, tidak hanya bersifat psikologis dan
mistis. Ritual melibatkan simbol-simbol tertentu baik dari sisi bahasa, gerak,
maupun perilaku ritual lainnya. Ritual memiliki makna yang hanya dapat
dipahami oleh orang yang mengerti akan maksud dan tujuan dari apa yang mereka
lakukan sekaligus juga memahami makna dan arti dari apa yang mereka lakukan.
Dalam hal ini, ritual merupaan ungkapan yang lebih bersifat logis daripada hanya
3
Suwito,Agus Sriyanto,Arif Hidayat,”Tradisi dan Ritual Kematian Wong Islam Jawa”,
Jurnal Pendidikan, vol. 13, no 2, Juli-Desember 2015, h.3.
2
membentuk disposisi pribadi dari para pemuja mengikuti modelnya masing-
kelompok keagamaan.
dimana tidak ada ritual di dalamnya. Dalam hal ini, Malory Nye berpendapat
Salah satu adat yang mendapat pengaruh Islam adalah adat kematian.
Kematian adalah suatu peristiwa yang tidak dapat diramalkan dan berada di luar
jangkauan pikiran manusia dalam Islam dijelaskan bahwa setiap yang bernyawa
pasti akan mengalami yang namanya kematian. Hal tersebut terdapat dalam QS
Al– Anbiya: 35
س َذاۤ ِٕى َقةُ الْ َم ْو ِتۗ َو َنْبلُ ْو ُك ْم بِالشَِّّر َواخْلَرْيِ فِْتنَةً ۗ َواِلَْينَا ُت ْر َجعُ ْو َن
ٍ ُك ُّل َن ْف
Terjemahnya:
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kami akan menguji kamu
dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-
benarnya).dan Hanya kepada kamilah kamu dikembalikan.
Berdasarkan penjelasan dalam surat Al Anbiya ayat 35 tersebut, maka umat
muslim dapat memaknai bahwasanya waktu hidup manusia dan makhluk hidup
lainnya di dunia hanyalah sementara, sebab setiap yang bernyawa kelak akan
menemui kematian. Oleh karena itu, sebagai manusia yang masih diberi
kesempatan untuk hidup, maka kita haruslah memanfaatkan waktu hidup tersebut
sebaik mungkin sebelum Allah SWT menarik nikmat kehidupan di dunia tersebut.
4
R.romi,Skripsi:”Ritus Kematian Etnis Bugis di Karangantu Banten”,(Banten:UIN
Banten,2019), h. .23-24.
3
Dari sini penjelasan ini, manusia tak pantas untuk menyombongkan diri
dengan segala kelebihan yang ia miliki karena pada hakikatnya semuanya milik
yang lain didalam melaksanakan atau memperingati tiap orang yang meninggal.
Ada tradisi yang secara turun-temurun yang masih dipertahankan karena dianggap
adalah sesuatu yang sangat signifikan memberikan nilai yang bermakna bagi
yang secara permulaan lahir sebelum Islam hadir sebagai ruang ultimatum bahwa
proses akulturasi Budaya dan Agama sebagai ruang menemu kenali substansi dari
tradisi tersebut.
Turatea, Kabupaten Jeneponto adalah sebuah ritual yang sudah ada sejak zaman
nenek moyang sebagai implementasi ajaran Islam dalam memperingati tiap orang
(Orang pintar) pada daerah tersebut selama beberapa malam dalam memperingati
orang yang berpulang sekaligus sebagai pengingat kepada yang masih hidup.
Kitab yang dibacakan pun adalah manuskrip dalam bentuk tulisan arab yang
5
Muhammad Afif Sholeh, “Tafsir Surat Al-Anbiya Ayat 35 Tentang Ujian Hidup”,
(Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah,2019),hal.1
4
berbahasa daerah seperti apa yang menjadi Bahasa keseharian di Desa Jombe,
kekhawatiran terhadap generasi baru yang hari ini yang kadang tak mampu untuk
kita pahami makna dari setiap Tradisi kearifan lokal yang ada dan pada akhirnya
sudah dianggap sebagai sesuatu yang tidak lagi relevan dengan hari ini.
Dari penjelasan di atas peneliti tertarik untuk menelaah lebih spesifik lagi
tentang tradisi Ammaca Kitta’ yang merupakan tradisi yang sangat jarang ditemui
pada daerah-daerah lain sehingga memungkinkan titik fokus yang lebih dalam
1. Fokus Penelitian
2. Deskripsi Fokus
penelitian terkait batasan masalah yang akan diteliti, untuk menghindari terjadinya
penafsiran yang keliru maka perlu dijelaskan tentang variabel dari fokus
a. Ritual
menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, juga adat sosial dan
5
agama, karena ritual merupakan agama dalam tindakan.6 Ritual bisa pribadi atau
berkelompok, serta membentuk disposisi pribadi dari pelaku ritual sesuai dengan
adat dan budaya masing-masing. Sebagai kata sifat, ritual adalah dari segala yang
kelahiran, kematian, pernikahan dan juga ritual sehari-hari untuk menunjukan diri
b. Ammaca Kitta’
Ammaca Kitta (Membaca Kitab) adalah sebuah ritual yang sudah ada
kepada semua manusia yang masih hidup tekhusus pada masyarakat yang ada
disekitarnya.
dengan Bahasa sehari-hari yang ada didalam masyarakat dianggap sebagai sesuatu
yang lebih signifikan memberikan pengaruh dan jauh lebih menyentuh wilayah
c. Tradisi
aturanaturan yang saling berkaitan, dan kemudian menjadi suatu sistem atau
peraturan yang sudah mantap serta mencakup segala konsepsi sistem budaya dari
6
Mariasusai Dhavamony, Fenomologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h.167.
7
Bustanul Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi Agama
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 95.
6
suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan sosial.8 Sedangkan dalam kamus
sosiologi, diartikan sebagai adat istiadat dan kepercayaan yang secara turun
d. Upacara Kematian
dalam wujud perilaku yang dijadikan sebagai media untuk berkomunikasi dengan
hal-hal yang gaib. Dalam tataran implementasi atau praktek ritual tersebut, tampil
dalam praktik (in action), karena itu, menurutnya upacara bukan hanya sarana
C. Rumusan Masalah
1. Apa saja makna yang terkandung di dalam Ritual Ammaca Kitta’ dalam
Jeneponto?
8
Ariyono dan Siregar, Aminuddi. Kamus Antropologi, (Jakarta:Akademik Pressindo,
1985), h. 4.
9
Soekanto, Kamus Sosiologi. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1993), h. 459.
10
Andi Nasrullah, Skripsi ”Tradisi Upacara Adat Mappogau Hanua Karampuang di
Kabupaten Sinjai (Studi Kebudayaan Islam)”,(Makassar,Juni,2016), h. 30.
7
2. Bagaimana Prosesi pelaksanaan Ritual Ammaca Kitta dalam tradisi
Jeneponto?
D. Tinjauan Pustaka
dengan judul skripsi ini, dan juga merupakan tahap pengumpulan data yang tidak
lain tujuannya adalah untuk memeriksa apakah sudah ada penelitian tentang
masalah yang dipilih dan juga untuk membantu penulisan dalam menemukan data
sebagai bahan perbandingan agar supaya data yang dikaji itu lebih jelas. Dalam
acuan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Diantara litertur yang penulis
masih sering dilakukan oleh masyarakat jawa, selain dari upacara lain
juga sebagai wujud bantuan dari keluarga yang hidup agar arwah tenang
dan dapat diterima Tuhan YME. upacara adat kematian dapat bertahan
kaum tua. keyakinan bahwa doa dan pahala yang disampaikan oleh orang
yang masih hidup kepada yang sudah meninggal akan sampai kepada si
8
berbagai macam perbedaan. paham kaum tua membuka diri terhadap
kematian, dimana terdapapat suatu tata cara yang sering dilakukan oleh
selesai pemakaman. 12
11
Zulkarnain, “Tradisi Upacara Kematian: Suatu Studi Antropologis Pada Masyarakat
Jawa di Tebing Tinggi”. Tesis (Medan: Program Studi Antropologi Sosial, Program Pasca Sarjana
Universitas Negeri Medan, 2017), h. 12.
12
Lisa Zuana, “Tradisi Reuhab dalam masyarakat Gampong Kota Aceh (Studi kasus
kecamatan Seunangan Kabupaten Nagan Raya)”Skripsi(Banda Aceh:UINAr-Raniry, 2018),h.3.
9
kematian terutama pada peringatan hari kematian. Hal tersebut yang akan
4. Ari Abi Aufa dalam Jurnalnya dengan judul “Memaknai kematian dalam
hidup terhadap yang mati, diiringi dengan doa-doa untuk kebaikan sang
jenazah sekaligus pengingat bagi yang hidup bahwa suatu saat akan
dibeberapa daerah dan sangat membantu dalam penelitian ini nantinya. Akan
tetapi penelitian kali tidak hanya mengkaji tentang upacara kematian secara umum
saja tetapi penelitian kali ini akan lebih mencoba menganalisis lebih spesifik
terhadap Ritual Ammaca Kitta’ di dalam Upacara kematian yang ada di daerah
Kabupaten Jeneponto yang sama sekali tidak pernah dibahas oleh para peneliti
sebelumnya.
yang Esa dan para leluhurnya, sekaligus juga sebagai wujud dalam melestarikan
budaya dari generasi ke generasi yang lain. Selain itu, sebagai bentuk keselamatan
13
Saenal Abidin,”Upacara Adat Kematian di Kecamatan Salomekko Kabupaten Bone”,
Skripsi (Makassar,15 Desember 2010).
14
Ali Abi Auf, "Memaknai Kematian Dalam Upacara Kematian di Jawa”, Jurnal
Humaniora,vol.2 No.1 (Diakses pada tanggal 12 Oktober 2021).
10
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Jeneponto.
Jeneponto.
2. Kegunaan Penelitian
berikut:
a. Kegunaan Ilmiah
pengetahuan khususnya dalam bidang kajian budaya dan tradisi dan dapat menjadi
bahan rujukan bagi kepentingan ilmiah dan praktis lainnya, serta dapaat menjadi
b. Kegunaan Praktis
khususnya di Desa Jombe untuk lebih menjaga dan melestarikan budaya yang
11
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
tokoh awal yang diberi predikat tomanurung (secara harfiah berarti “orang yang
diturunkan”) itu sebagai raja pertama. Hal itu terjadi bagi kerajaan-kerajaan
seperti Gowa, Bone, Soppeng, Marusu, Bantaeng, Sinjai dan lainnya. Sementara
yang lainnya merupakan proses dari kedudukan sebagai ketua konfederasi yang
utama konfederasi itu sehingga meleburnya menjadi bentuk kerajaan. Model ini
Ajaran Islam mulai dikenal secara resmi di wilayah Makassar sekitar tahun
1500- an, pada masa Raja Gowa ke IX bernama Daeng Mantanra Karaeng
adanya Masjid yang dibangun pertama kali di daerah Manggalekanna tahun 1538
M.15
dipisahkan dari peran utama tiga mubalig yang ditugaskan untuk menyebarkan
agama Islam, yaitu dari Minangkabau Sumatera Barat yang terkenal di kalangan
masyarakat Bugis “Datu Tellue”. Mereka ini adalah: Abdul Kadir Datuk Tunggal
Kerajaan Luwu, dan Datuk ri Tiro bertugas di daerah Tiro Bulukumba. Islamisasi
dan sangat terlihat strategi ini berhasil dan masif. Jika agama sebelumnya seperti
Hindu dan Budha di Sulawesi Selatan tidak berkembang sebesar Islam, salah satu
tersebut, ternyata telah diawali oleh beberapa penguasa lokal yang disebut sebagai
bahwa Sayid Jalaluddin Al Aidid yang mengawali perjalanan syiar Islamnya dari
Aceh singgah di Kutai. Ketika itu ia berjumpa dengan seorang bangsawan Binamu
yang berhasil diajak untuk menganut ajaran Islam, ia kemudian melamar putri
ajaran ideologi semata tetapi juga adat kebiasaan, kesenian, bahasa, tulisan dan
16
Eka Yuliana Rahman, “Sejarah Penyebaran Islam di Konfederasi Turatea Abad XVII
(Tinjauan Sistem Pemerintahan dan Religi)”, Jurnal Pendidikan Sejarah, vol.9 no.1 (Diakses
Januari 2020), 3
13
unsur budaya lainnya, yang disebut dengan kebudayaan Islam. Pada proses
Binamu karena belum banyak yang telah diteliti dengan baik oleh para arkeolog.
bagian tertentu yaitu asal usul dan perkembangan awal melalui sumber-sumber
menggunakan bahasa Bugis dan Makassar juga tradisi lisan terkini masyarakat
Jeneponto.
Patima Daeng Ti’no. Temuan arkeologis dimulai dari bentuk makam dan susunan
17
Eka Yuliana Rahman, “Sejarah Penyebaran Islam di Konfederasi Turatea Abad XVII
(Tinjauan Sistem Pemerintahan dan Religi)”, Jurnal Pendidikan Sejarah, vol.9 no.1 (Diakses
Januari 2020), 4
14
batu makam yang bersusun keatas, yang menjelaskan semakin tinggi tingkatannya
senantiasa memandang penguasanya sebagai elit lokal atau figur panutan. Apa
yang dipandang baik dan benar pasti akan diterima juga oleh rakyatnya. Hal ini
yang mendasari sehingga proses syiar Islam di daerah ini diawali dengan
penganut Islam maka rakyatnya pasti dengan senang hati ikut menganut ajaran itu.
Itulah sebabnya proses syiar Islam di daerah ini dinyatakan sebagai proses
yang berpusat pada figur sebagai penguasa lokal merupakan sarana paling ampuh
memiliki pola yang serupa, yakni: (1) Islam diterima lebih dahulu oleh
masyarakat lapisan bawah, kemudian berkembang dan diterima oleh lapisan atas
atau elit penguasa kerajaan dan (2) Islam diterima langsung oleh elit penguasa
Keberhasilan syiar Islam memperlihatkan adanya pola top down, yaitu: Islam
awalnya diterima langsung oleh Raja, kemudian turun ke bawah yaitu rakyat.
Artinya, Setelah raja menerima agama Islam dan menjadikannya sebagai agama
18
Eka Yuliana Rahman. “Sejarah Penyebaran Islam di Konfederasi Turatea Abad XVII
(Tinjauan Sistem Pemerintahan dan Religi)”. Jurnal Pendidikan Sejarah. vol.9 no.1 (Diakses
Januari 2020), h.7
15
Negara, maka otomatis seluruh rakyat kerajaan akan mengikuti raja yang
bertambah satu yakni adanya unsur sara' yang dikaitkan dengan syariat Islam di
sinkretisme pada masyarakat. Hal ini disebabkan karena unsur kebudayaan yang
produk manusia melalui proses alami yang tidak mesti selaras dengan ajaran
proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan
rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah
kebudayaan itu sendiri. Adanya unsur religi baru masuk yakni Islam,
19
Eka Yuliana Rahman, “Sejarah Penyebaran Islam di Konfederasi Turatea Abad XVII
(Tinjauan Sistem Pemerintahan dan Religi)”, Jurnal Pendidikan Sejarah, nol.9 no.1 (Diakses
Januari 2020), h. 12
16
dengan memadukan unsur tertentu atau sebagian komponen ajaran dari beberapa
makam, masjid dan naskah kuno berupa aksara serang, (Aksara serang adalah
aksara yang menggunakan aksara Arab, namun bahasa yang dipergunakan adalah
Hal ini disebabkan karena makam merupakan bagian dari proses ritual dan
tingkah laku sosial sebagai bagian dalam siklus kehidupan manusia. Selain itu,
makam juga sebagai media untuk pengungkapan ekspresi manusia terhadap hal-
memperlihatkan adanya ikatan yang kuat antara kebudayaan pra Islam dan
20
Eka Yuliana Rahman, “Sejarah Penyebaran Islam di Konfederasi Turatea Abad XVII
(Tinjauan Sistem Pemerintahan dan Religi)”, Jurnal Pendidikan Sejarah, vol.9 no.1 (Diakses
Januari 2020), h. 19
17
B. Ritual
Ritual merupakan tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan keramat
yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama. Yang ditandai dengan adanya
menjalankan upacara.21
ditempat tertentu dan memakai pakaian tertentu pula. 22 Begitu halnya dalam ritual
dan dipakai.
menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, juga adat sosial dan
agama, karena ritual merupakan agama dalam tindakan.23 Ritual bisa pribadi atau
berkelompok, serta membentuk disposisi pribadi dari pelaku ritual sesuai dengan
adat dan budaya masing-masing. Sebagai kata sifat, ritual adalah dari segala yang
kelahiran, kematian, pernikahan dan juga ritual sehari-hari untuk menunjukan diri
21
Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta: Dian Rakyat, 1985), h.
56
22
Imam Suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2001), h. 41
23
Mariasusai Dhavamony, Fenomologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 167.
24
Bustanul Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi Agama
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 95.
18
a. Tindakan magis, yang dikaitkan dengan penggunaan bahan-bahan yang
b. Tindaka religius, kultur para leluhur juga bekerja dengan cara ini.
kelompok.
mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, agar mendapatkan berkah atau rizki
yang banyak dari suatu pekerjaan, seperti upacara sakral ketika akan turun
kesawah, ada yang untuk menolak bahaya yang telah atau diperkirakan akan
datang, ritual untuk meminta perlindungan juga pengampunan dari dosa ada ritual
untuk mengobati penyakit, ritual karena perubahan atau siklus dalam kehidupan
manusia. Seperti pernikahan, mulai dari kehamilah, kelahiran, kematian dan ada
pula upacara berupa kebalikan dari kebiasaan kehidupan harian, seperti puasa
pada bulan atau hari tertentu, kebalikan dari hari lain yang mereka makan dan
minum pada hari tersebut. Memakai pakaian tidak berjahit ketika berihram haji
Dalam setiap ritual penerimaan, ada tiga tahap, yaitu perpisahan, peralihan
dan penggabungan. Pada tahap persiapan, individu dipisahkan dari suatu tempat
atau kelompok atau status. Dalam setiap peralihan, ia disucikan dan menjadi
25
Bustanul Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia ( Raja Grafindo Persada, 2006), h.
96-97.
19
status yang baru. Ritual penrimaan cenderung dikaitkan dengan krisis-krisis
suatu katagori baru, namun mirip secara fundamental, yakni ritual intensifikasi.
Ini merupakan lebih dari pada individu yang terpusat meliputi upacaupacara
seperti tahun baru, yang mengantisipasi akhir musim dingin dan permulaan
musim semi, serta ritual-ritual perburuan dan pertanian, serta ketersediaan buruan
dan panenan.26.
C. Tradisi
kebudayaan dan kepercayaan yang telah diamalkan secara turun temurun dari
zaman nenek moyang. Budaya Sulsel bersifat unik dan khas, karena berbeda
dengan budaya di daerah jawa dan Sumatera yang cukup kental dengan pengaruh
Sansekerta (India) maupun budaya Cina (untuk Sumatera) serta agama Hindu dan
yang lahir dari masyarakat pribumi yang tidak terlalu mendapatkan pengaruh dari
budaya luar. Diterimanya Islam pada masyarakat Sulsel, maka beberapa sendi
kehidupan masyarakat mengalami warna baru. Hal ini dapat dilihat dalam pola-
pola sosial, sistem budaya, dan bahkan birokrasi kepemimpinan yang mengalami
datang untuk menguatkan adat yang baik dan merombak adat yang tercela.
20
Tradisi adalah kebiasaan yang diwariskan dari suatu generasi kegenerasi
adat istiadat, sistem kepercayaan, dan sebagainya, kata tradisi berasal dari bahasa
sederhana, tradisi diartikan sebagai sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama
pengertian tradisi ini, hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya
informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering
kali) lisan oleh karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.
Tradisi merupakan sebuah persoalan dan yang lebih penting lagi adalah
bagaimana tradisi tersebut terbentuk. Menurut Funk dan Wagnalls seperti yang
Dari penjelasan di atas secara implisit menjabarkan bahwa ada nilai yang
sangat fundamental yang dapat dipetik dalam menelaah makna yang terkandung
disetiap bentuk kebiasaan yang dilakukan yang bernuansa kebudayaan yang erat
D. Upacara Kematian
27
Nur Syam, Islam pesisir, Yogjakarta: Lkis Pelangi Aksara, 2005, h.16-18.
28
Muhaimin AG, Islam Dalam Bingkai Budaya Lokal (Ciputat: Logos Wacana Ilmu,
2001), h. 11.
21
Upacara adalah salah satu tradisi masyarakat tradisional yang masih
untuk menyesuaikan diri dengan alam lingkungan. Hubungan antara alam dan
manusia adalah sebuah keharusan yang tidak dapat ditolak, karena hubungan
tersebut memiliki nilai nilai sakral yang dianggap memiliki nilai yang sangat
tinggi. Hal ini diungkapkan dalam personifikasi mistik kekuatan alam, yakni
kepercayaan pada makhluk gaib, kepercayaan pada arwah leluhur, atau dengan
alam.29
dengan ritus. Ritus adalah alat manusia religius untuk melakukan perubahan. Ia
juga dikatakan sebagai simbol agama, atau ritual itu merupakan “agama dan
bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib penguasa alam melalui ritual-
lainnya yang dirasakan oleh masyarakat sebagai saat-saat genting, yang bias
tanaman.31
29
Zayadi Hamzah, Islam dalam Perspektif Budaya Lokal (Yogyakarta: Madani Press,
1992), h.131.
30
Munawir Abdul Fatah, Tradisi Orang-Orang NU (Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi
Aksara, 2006), h. 267.
31
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1984),h.243-246.
22
Kepercayaan ini telah menjadi tradisi dan menjadi bagian dari kehidupan
keramat, inilah agama dalam praktek ritual bukan hanya sarana yang memperkuat
ikatan sosial kelompok dan mengurangi ketegangan, tetapi juga suatu cara untuk
kematian, tidak begitu mengganggu bagi masyarakat, dan bagi orang-orang yang
yang penuh misteri sehingga banyak tinjauannya apabila dilihat dari pendekatan
ilmiah, salah satu kajiannya adalah melalui tinjauan psikologi qur’ani. Sebagai
justru jika dikaitkan dengan ilmu agama berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits
maka ilmu pengetahuan itu menjadi bermakna atau bermanfaat bagi kehidupan di
dipandang sebagai peristiwa yang ghaib dialami oleh setiap insan yang hidup
23
adanya kematian atau mengingat mati merupakan dasar manusia untuk
beragama.34
adalah sebagai proses penyucian terhadap dosa-dosa yang tidak bisa kita
pada proses pensucian. Dan hasilnya setelah kita meninggal dunia, masih banyak
dosa-dosa kita yang belum terputihkan ketika di dunia, baik oleh taubat maupun
musibah. Karena itu dari kasih sayang Allah Swt maka Tuhan melakukan lagi
proses pembersihan. Hanya saja proses pembersihan itu tidak lagi berasal dari
amal kita. Sebab setelah mati, putuslah segala amalnya. Menurut Ibn Qayyim,
pada waktu mati ada proses pembersihan terhadap diri kita. Ialah, sakitnya pada
saat sakaratul maut. Ia menjadi penebus dari beberapa dosa. Perbuatan dosa yang
paling besar pada sakitnya sakaratul maut adalah berbuat dzalim terhadap sesama
momentum dalam memahami dan menyadari makna perjalanan spritual agar tak
lalai oleh fana kehidupan dunia. Upacara kematian dilakukan untuk menghormati,
mendoakan, dan berkhidmat terhadap orang yang meninggal agar dalam proses
34
Miskahuddin,”Kematian dalam Persepektif Psikologi Qur’ani”, Jurnal Vol.16, No.1,
Januari 2019, h. 1.
35
K.H. Jalaluddin Rahmat, Memaknai Kematian (Bandung: Pustaka II Man, 2006),15.
36
K.H. Jalaluddin Rahmat, Memaknai Kematian, h. 22.
24
perjalanan spritualnya mendapatkan ridho sang pencipta berangkat dari harapan-
harapan yang dilantunkan oleh orang yang masih hidup melalui upacara tersebut.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
terhadap suatu gejala yang berlaku atas dasar data yang diperoleh di lapangan.
2. Lokasi Penelitian
B. Pendekatan Penelitian
1. Pendekatan Sosiologis
memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian
agama baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan
jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup
37
Lexy. J. Moleog, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosdakarya, 2001), h. 3.
38
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2001), h. 1.
bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang
menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup
hidup itu serta pula kepercayaan, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada
masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya
yang saling berkaitan. Dengan ilmu sosiologi suatu fenomena sosial dapat
2. Pendekatan Antropologis
berarti manusia dan logos berarti studi. Jadi, antropologi merupakan suatu studi
disiplin ilmu yang berdasarkan rasa ingin tahu yang tiada henti-hentinya tentang
adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin manusia. Maka antropologi adalah ilmu
tentang manusia khususnya tentang asal-usul, aneka warna bentuk fisik, adat
39
M. Arif Khoiruddin, “Pendekatan Sosiologi Dalam Studi Islam”,Jurnal Pendidikan,
Volume 25 No.2 (September 2014), h.394
40
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1989), h.83.
27
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mengkaji
masalah manusia dan budayanya. Ilmu ini bertujuan untuk memperoleh suatu
maupun masa sekarang. Antropologi itu tidak lebih dari suatu usaha untuk
sejarah daerah manusia itu, lingkungan hidup, cara kehidupan keluarga, pola
pemukiman, sistem politik dan ekonomi, agama, gaya kesenian dan berpakaian,
segi-segi umum bahasa, dan sebagainya. Maka hasil maksimum yang diperoleh
kebudayaannya.
C. Sumber Data
Adapun sumber data dalam penelitian ini dapat diklasfikasi kedalam jenis
sebagai berikut:
Sumber data primer yang dimaksud adalah catatan hasil wawancara yang
diperoleh langsung dari narasumber, yang terdiri dari beberapa informan yang
meliputi: Kepala Desa, suami atau istri yang bersangkutan, orang-orang sekitar
41
Koentjaraningrat, Budi Santoso, Kamus Istilah Antropologi ( Jakarta : Balai Pustaka,
1978/1979), h. 10.
28
2. Sumber Data Sekunder
relavansi dalam menunjang penelitian ini, dapat berupa: buku, majalah, koran,
internet, serta sumber data lain yang dapat dijadikan sebagai data pelengkap.
bahan analisis. Pengumpulan data dan informasi data yang dipakai adalah data
primer, yang diperoleh dari hasil interview dan data sekunder, yang diambil dari
1. Observasi
pertimbangan bahwa data yang dikumpulkan secara efektif bila dilakukan secara
langsung mengamati objek yang diteliti. Tehnik penulis ini gunakan untuk
Analisis ini secara langsung akan bersentuhan dengan aktivitas ritual yang
akan di teliti secara implisit dengan cara mengamati atau meninjau secara cermat
dan langsung di lokasi penelitian untuk mengetahui kondisi yang terjadi atau
2. Interview/Wawancara
42
Syafnidawaty, “Pengertian Observasi”, (Tangerang, Universitas Raharja, 2020), h.1.
29
oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang
Metode ini digunakan untuk mengetahui informasi yang lebih luas dari
orang lain atau informan. Dengan menggunakan metode interview guide yaitu
dengan tema penelitian kepada informan. Panduan wawancara ini digunakan oleh
wilayah penelitian tersebut, dan terkhusus kepada seorang guru atau imam yang
3. Dokumentasi
notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya.44 Di samping itu, foto maupun
sumber tertulis lain yang mendukung juga digunakan untuk penelitian. Metode ini
digunakan untuk memperoleh gambaran umum tentang wilayah yang akan diteliti.
E. Instrumen Penelitian
Pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan gunakan oleh
sistematis dan dipermudah olehnya.45 Jadi, instrumen penelitian adalah alat bantu
43
Robert K.Yin,Studi Kasus: Metode dan Desain Penelitian, (Jakarta :PT Rajawali,.
2002), h. 108-109
44
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: UGM Press, 1999), h. 72.
45
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2000), h. 134.
30
yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan informasi mengenai hal yang
dinyatakan dalam bentuk verbal yang diolah menjadi jelas akurat dan sistematis.
sebagai temuan bagi orang lain. Analisis data adalah proses pengorganisasian dan
pengurutan data kedalam pola, kategori dan suatu uraian dasar. Tujuan analisis
data adalah untuk menyederhanakan data kedalam bentuk yang mudah dibaca.
kualitatif, yang artinya setiap data terhimpun dapat dijelaskan dengan berbagai
persepsi yang tidak menyimpan dan sesuai dengan judul penelitian. Teknik
sasaran.47
46
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta: PT. LKS Yogyakarta 2008), h.
89.
47
Noen Muhajirin, Metode Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2009), h. 138
31
Teknik yang digunakan dalam analisis data yaitu:
data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil.
Peneliti mengolah data dengan bertolak dari teori untuk mendapatkan kejelasan
pada masalah, baik data yang terdapat dilapangan maupun yang terdapat pada
kepustakaan. Data dikumpulkan, dan dipilih secaras elektif dan sesuaikan dengan
penelitian ulang.48
sehingga terlihat sosoknya secara utuh. Penyajian data dilakukan secara induktif,
bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat dan
48
Asep Saeful Muhtadi, Metode Penelitian Dakwah (Bandung: PustakaSetia, 2003), h.
107.
32
BAB IV
Selatan. Bagian selatannya memanjang garis pantai kurang lebih 114 km. Daerah
ini terletak di laut Flores (flores sea) dengan luas wilayah mencapai 749,79 km
persegi yang terbagi 11 kecamatan dengan ibu kota Bontosunggu. Daerah ini
49
Badan Pusat Statistik Kabupaten Jeneponto, Kecamatan Turatea Dalam Angka 2015.
(Jeneponto: BPS Kabupaten Jeneponto, 2015), h. 1
Adapun luas wilayah Kabupaten Jeneponto tercatat 74.979 ha atau 749,79
km2 yang terdapat memiliki 11 kecamatan yang terdapat 31 kelurahan dan 82 desa
Kecamatan Rumbia.
34
050 Kelara Tolo 43,95 14,8
Berdasarkan dalam tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa jarak tempuh ke Ibu
Kota Kabupaten dan yang paling terjauh jaraknya ke Ibu Kota Kabupaten yaitu
Ibu Kota Bangkala Barat (bulujaya) dengan jarak tempuh 40,7 km dan yang
152,95 km2 dan yang terkecil luas wilayahnya yaitu Kecamatan Arungkeke sekitar
29,91 km2. Adapun luas wilayah kecamatan serta jarak tempuh antara Ibu Kota
Kecamatan ke Ibu Kabupaten Jeneponto yang akan saya jelaskan dalam tabel
berikut:50
beriklim tropis diakibatkan curah hujan yang rendah, serta memiliki dua musim
seperti musim hujan dan musim kemarau yang dapat berpengaruh dengan pola
terdiri dari dataran tinggi yang ketinggiannya sekitar 500 sampai dengan 1400
meter di atas permukaan laut, bagian tengah mencapai ketinggian 100 sampai
dengan 500 meter di atas permukaan laut, dan dibagian selatan yang dataran
50
Sumber; Badan Statistik Kabupaten Jeneponto, Thn 2020
35
3. Kondisi Agama
sangat menunjung tinggi nilai-nilai agama Islam, tetapi sebagian lagi dari
keramat.
agama yang mereka anut, yakni Islam. Homogenitas masyarakat Jombe bukan
kearifan lokal atau tradisi yang turut mewarnai ajaran keislaman mereka.
Sehingga nampak berbeda dengan ekspresi keislaman dari daerah lain. Mungkin
dan dialogis terhadap tradisi dan budaya lokal. Atas sikap akomodatif inilah
antara agama dengan realitas tradisi dan kebudayaan manusia tidak bisa
realitas kehidupan manusia, maka agama tersebut tidak akan pernah membumi
(sebagai petunjuk) dan tidak hadir pada ruang hampa, melainkan hadir ditengah-
36
Peta 2: Peta Kecamatan Turatea kabupaten Jeneponto
Kabupaten Jeneponto. Kecamatan Turatea memiliki 11 desa, salah satu desa yang
peneliti melakukan penelitian adalah desa Kayuloe Barat. Desa Kayuloe Barat
adalah salah satu desa yang ada di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto
37
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Jombe
Desa Jombe berdiri pada tahun 1916. Berdasarkan cerita dari para sesepuh
Desa Jombe, bahwa konon nama Jombe berasal dari abad ke-15 sejak kerajaan
Minak Koncar dari Ramajang melarikan diri beserta pengikutnya dari Kerajaan
Adipati Minak Jinggo dari Blambangna, mereka melewati hutan Belantara. Desa
Jombe berasal dari kata Bahasa Makassar Jeneponto, Jombe artinya Hutan.
Dahulu asal mula berdirinya Desa Jombe terbentuk pada masa Kerajaan Minak
Koncar tetapi masa itu masih belum ada kepala desa, Barulah pada jaman
penjajahan Jepang terbentuk Pemimpin Desa atau Kepala Desa. Desa Jombe
dibagi menjadi 5 (Lima) Dusun Yaitu: Jombe utara, Jombe Tengah, Jombe
Selatan, Tompo balang dan Muncu-muncu Para pejabat Kepala Desa Jombe
MASA
NO. NAMA KETERANGAN
JABATAN
Tuatea, yang terletak 7 km ke arah Selatan dari Kecamatan Turatea, Desa Jombe
38
Desa Jombe mengalami iklim tropis dengan tipe iklim D3 dan Z4 berkisar 5
sampai 6 bulan kondisi kering dan 1 sampai 3 bulan dengan kondisi basah dengan
suhu rata-rata mencapai 29-35 Co serta mengalami 2 tipe musim yakni musim
terjadi mulai bulan mei-september setiap tahunnya. Dan puncak kemarau terjadi
pada bulan agustus dan september. Hal ini sangat mempengaruhi musim tanam
Kecamatan Turatea yang memiliki luas 3,76 km2 dan berada sekitar Sembilan
Turatea, yang terletak 7 km ke arah Selatan dari Kecamatan Turatea, Desa Jombe
mempunyai luas wilayah seluas 455,7 ha. Adapun batas-batas wilayah Desa
Jombe:
BATAS DESA
39
Tabel II: Batas-batas Desa Jombe
Selatan), Kayu Loe Barat (Sebelah Timur), Bangkala Loe (Sebelah Barat).
1. Dusun Muncu-muncu
6. Letak Demografi
Hingga saat ini, data terakhir jumlah penduduk yang ada di Desa Jombe
adalah 2673 Jiwa dari 795 KK, dengan perincian sebagaimana tabel berikut:
40
Tabel III: Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
1. Laki-laki 1.687
2. Perempuan 1.579
Dengan melihat data tersebut bahwa jumlah penduduk yang ada menurut
jenis kelamin jumlah laki-laki dan perempuan hampir setara dengan total
2. Kristen 0 orang
3. Katolik 0 orang
4. Hindu 0 orang
5. Buddha 0 orang
41
6. Tamat SLTA / sederajat 569
Pesan adalah inti utama dari komunikasi. Hakekat pesan adalah sifatnya
yang abstrak, untuk mewujudkan pesan yang abstrak menjadi konkret manusia
manusia kepada manusia yang lain guna memenuhi dorongan motif komunikasi.
Pesan sebagai hasil penggunaan akal budi manusia untuk mewujudkan motif
komunikasi adalah wujud konkret dari pesan. Lambang komunikasi dapat berupa,
Tulisan merupakan salah satu bukti peradaban dan perwujudan jati diri
dalam suatu komunitas, tradisi tulis ini di Indonesia terbatas pada suku-suku
tertentu saja, tidak semua suku yang ada memiliki tradisi tersebut, suku Bugis dan
Makassar di Sulawesi Selatan serta suku Mandar di Sulawesi Barat termasuk suku
yang memiliki "keunikan" dan kekhasan tulisan yang dituangkan dalam tiga jenis
42
Arab atau Jawi yang menggunakan bahasa Bugis, Makassar atau Mandar dan
lontaraq.51
diperkirakan kurang lebih lima puluh tahun. Naskah ditulis atas perintah Karaeng
pengakuan penulisnya, isi naskah ini disunting dari beberapa buku karangan Al
penjilidannya tidak memakai paku atau kawat dan tidak memakai lem, melainkan
dijahit. Cara penulisan naskah ini sedikit berbeda dengan naskah kuno pada
penyusunan halaman kitab suci al-Qur'an yaitu dari kanan ke kiri. Jadi agak
berbeda dengan penyusunan naskah-naskah yang biasa. Hal ini karena isinya
mengandung ajaran agama, sehingga dapat pengaruh dari cara penulisan al-
Qur'an.52
memiliki naskah populer dengan nama kitta’. Kitta’ adalah naskah kuno yang
ditulis dalam aksara serang yang diadopsi dari aksara Arab yang menggunakan
Bahasa Makassar. Kata serang berasal dari kata "Seram" karena orang Bugis-
Makassar pada mulanya banyak berhubungan dengan orang Seram yang lebih
51
Husnul Fahimah Ilyas, Lontaraq Suqkuna Wajo: Telaah UlangAwal hlamisasi di Wajo,
(Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011), h. 1-2.
52
Ambo Gani, Tulkiyamat (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Penelitian dan Pengkajian
Kebudayaan Nusantara, 1990), h.10.
43
tulisan dalam penyebaran Islam.53 Hal ini juga disampaikan oleh Bapak Rabasang
Hal tersebut juga disampaikan oleh Bapak Sahabuddin Daeng Rapi selaku Imam
dalam kitab suci Al-Qur’an dan juga merupakan metode dalam berdakwah.
53
Mattulada, Latoa (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1985), h. 10
54
Pak Rabasang Daeng La’lang (51 tahun), Imam Desa Jombe. Wawancara, di Dusun
Jombe Tengah, Desa Jombe, 3 April 2022.
55
Pak Sahabuddin Daeng Rapi (71 tahun), Imam Dusun Tompo Balang. Wawancaara. di
Dusun Tompo Balang, Desa Jombe, 5 April 2022.
44
Bahasa yang digunakan pada naskah ini, ialah Bahasa Makassar,
mengartikannya, juga banyak dijumpai kata-kata Arab yang mengandung isi ayat
al-Qur'an atau hadis, hal ini dapat dimengerti karena naskah ini termasuk naskah
Tradisi Ammaca Kitta’ sebagai salah satu media dakwah tradisional dalam
menyampaikan pesan-pesan agama yang terkandung dalam Kitta, saat ini masih
perlakuan khusus, yaitu pada saat ammuntuli maka dua orang utusan keluarga
yang datang mengunjungi rumah yang memiliki Kitta, biasanya membawa sebuah
piring yang berisi uang dan rokok ditutup dengan kain putih, kemudian
menyampaikan hajat kepada pembaca sekaligus pemiliki Kitta. Setelah hajat atau
pembacaan Kitta telah selesai dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan pada saat
ammuntuli, maka keluarga yang berduka kembali lagi ke rumah si pemilik Kitta
dengan membawa pisang, sarung, kue-kue dan uang secukupnya, sebagai tanda
saat ini masih dilestarikan. Fenomena tersebut sangat menarik untuk diteliti oleh
karena tulisan yang dibacakan menggunakan aksara Arab dan dibaca dalam
Bahasa Makassar. Hal ini sangat mudah dipahami makna dan isi yang terkandung
dalam Kitta selama pembacaan berlangsung, oleh karena ada penjelasan dari
56
Ambo Gani, dkk, Tulkiyamat (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Penelitian dan
Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 1990), h.9-10.
45
pembaca menguraikan teks-teks yang dianggap penting untuk lebih dipahami.
cerita mengenai surga dan neraka biasa disebut dengan istilah Eskatologi. Dalam
sastra Indonesia lama cerita mengenai hal ini dapat pula kita baca dalam "Hikayat
Raja Jumjumah", "Hikayat Nabi Mikraj", dan "Hikayat Seribu Masalah". Dalam
disampaikan kepada Nabi Isa setelah Nabi Isa menghidupkannya kembali. Cerita
pengalaman Raja Jumjumah di akhirat sampai dihidupkan kembali oleh Nabi Isa
Hal tersebut juga disampaikan oleh Bapak Sarodding selaku Imam Dusun
57
Nuruddin ar-Raniri, Khabar Akhirat dalam Hal Kiamat, (Jakarta: Proyek Penerbitan
Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983), h.14- 15.
58
Pak Saroddin (60 tahun), Imam Dusun Jombe Sealatan. Wawancara. di Dusun Jombe
Selatan, Desa Jombe, 3 April 2022.
46
Allah SWT berfirman:
ِ ت الَّ ِذ ْي تَِف ُّر ْو َن ِمْن هُ فَاِنَّهٗ ُم ٰل ِقْي ُكم مُثَّ تُ ر ُّد ْو َن اِىٰل َع امِلِ الْغَْي
ب ِ
َ قُ ْل ا َّن الْ َم ْو
َ ْ
َّه َاد ِة َفُينَبُِّئ ُك ْم مِب َا ُكْنتُ ْم َت ْع َملُ ْو َن
َ ࣖ َوالش
Terjemahan:
Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia
pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada
(Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia
beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
59
Pak Suhapid (60 tahun), Tokoh Agama. Wawancara, di Dusun Tompo Balang, Desa
Jombe, 5 April 2022.
47
Pasal 8 Mengisahkan situasi dan kondisi manusia ketika nyawa
berpisah dari tubuhnya
Pasal 9 Mengisahkan tentang Malaikat yang datang ke kubur
sebelum Mungkar dan Nakir
Pasal 10 Mengisahkan jawaban mayit ketika ditanya oleh Malaikat
Mungkar dan Nakir
Pasal 11 Mengisahkan tentang Malaikat Kiraman dan Katibin
Pasal 12 Mengisahkan tentang berangkatnya nyawa sesudah
berpisah dengan tubuh
Bab IV Tanda-tanda Kiamat
48
Pasal 6 Mengisahkan tentang Laiwail Hamdu, bendera yang amat
panjang dan luas
Bab VI Neraka dan Isinya
Bab VII Surga dan Isinya
C. Prosesi Pelaksanaan
dengan alunan suara sesuai teks yang dibaca, apabila teksnya mengandung makna
kesedihan maka suara dan iramanya mengalun sendu sebaliknya jika mengisahkan
janji kegembiraan maka alunan suara terdengar riang, pembacanya hanya dari
kalangan tertentu yang mampu memahami baca tulis al-Qur'an, serta teks yang
terdiri atas dua bagian yaitu pelaksanaan sebelum mayat dikebumikan dan
mayat dikebumikan yang biasanya dilakukan pada malam hari setelah pembacaan
terdiri dari:
49
1. Appau-pau (memberitahukan kepada seluruh keluarga) setelah
2. Nije 'ne Salai (dimandikan untuk sementara). Pelaksanaan ajje 'ne salai
hanya dilakukan bagi mayat tertentu, yaitu apabila ada mayat yang
atau meninggal dalam keadaan luka parah. Ni je'ne salai atau nibissai
memindahkan mayat ke tempat lain yang lebih bagus yaitu dengan cara
(dupa) di dekat kepala si mayat adalah agar bau si mayat (apabila mayat
50
5. Appare Bunga (pembuatan bunga-bungaan). Pembuatan bunga-bungaan
dilakukan oleh orang yang ahli. Bunga yang digunakan adalah daun
seperti persegi, segitiga, dan ada yang diiris-iris kecil. Bunga ini akan
pandan dan dipotong kecil-kecil tipis, yang lain dipotong kurang lebih 5
cm, ada 10 cm bagi keluarga bangsawan daun pandan dan bunga dijahit
sesuai besarnya kayu nisan dan yang lain ditabur di atas pusara.
dari bambu dan ada puia yang dipadukan dengan pohon pinang (poko'
rappo) yang menjadi penyangga dari usungan agar lebih kuat. Di bagian
mayat. Juga digunakan kain sarung yang belum dijahit atau kain
51
dimulai oleh "Panyabbala Kalibong" maka dilanjutkan oleh orang lain
adalah rumah yang akan ditempati mayat, setelah itu 2 atau 3 orang
sebelum acara ajje'ne dimulai, c) keluarga dekat atau yang paling dalam
sudah harus hadir seperti suami atau istri, anak, ibu atau bapak dan Iain-
lain yang dianggap perlu hadir sebelum mayat dimandikan. Pada saat
potong tiga, tetapi kalau ada keluarga yang terdekat tidak perlu
biasanya terdiri dari 4 orang, satu di bagian kepala, satu di bagian dada,
satu berada di bagian antara perut dan paha, satu berada di bagian kaki.
lalu je'ne parallu yaitu tahap yang sudah menuju bersih atau ni
kali dipersiapkan adalah kain kafan dan tentunya petugas yang akan
52
10. Nisambayangngi (disahalatkan). Apabila mayat selesai dimandikan
Adapun yang memimpin shalat jenazah ini biasanya imam Desa atau
jenazah dikafani lalu disembahyangi oleh satu orang imam, setelah itu
memimpin shalat jenazah tadi dan diikuti oleh makmum yang lain.
biasa cukup dengan seekor ayam saja. Acara pemotongan kerbau atau
lahat. Setelah mayat berada di liang lariat, seluruh pengikat kain kafan
53
manusia berasal dari tanah maka harus kembali ke tanah. Dalam Bahasa
Hang lahat).
empat puluh harinya. Sekarang ini, upacara tersebut sudah bergeser dan
54
hanya dilakukan tiga malam saja. Sebagai penutup, pada hari esok
setelah sholat isya sampai pada malam ketujuh atau kesepuluh, yaitu
prosesi Anngaji Tumate, yang dibacakan oleh Imam atau tokoh agama
Bahasa yang berbeda, dan hanya dibacakan oleh satu orang yang
55
Ammaca Kitta’ kerap disamakan dengan Takziah yang merupakan media
tersebut tak lagi dilaksanakan karena Takziah tersebut, sedangkan hal ini
kemudian dipertegas oleh Bapak Rabasang Daeng La’lang selaku Imam Desa
Jombe bahwa:
Ammaca Kitta’ lebih bagus dari penceramah, karena takziah hanya
menjelaskan yang umum saja, sedangkan Kitta’ menjelaskan secara
detail tentang bagaimana kita mempergunakan, akal, mata, dan sebaginya
dalam kehidupan sosal, na sollanna tau a appilanngeri (Mendengarkan
dan melakukan).60
Hal tersebut ditegaskan bahwa harapan yang sangat besar agar Tradisi
Ammaca Kitta’ tetap dilestarikan oleh para penerus karena tradisi ini mempunyai
keunikan tersendiri dan punya pengaruh yang sangat signifikan dalam mengajak
masyarakat untuk senantiasa mengingat kepada apa yang menjadi perintah dan
larangan Allah SWT.
60
Pak Rabasang Daeng La’lang (51 tahun), Imam Dusun Tompo Balang. Wawancara, di
Dusun Jombe Tengah, Desa Jombe, 3 April 2022.
56
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
berdasarkan pemaparan yang terdapat pada bab sebelumnya, maka epilog dari
naskah lainnya. walaupun naskah ini tetap dilakukan pembacaan oleh masyarakat,
Penggeseran ini ada yang secara total, dalam arti tidak ada sama sekali
pembacaan naskah, dan ada yang bersifat peminggiran, dalam arti waktunya pada
puncak acara. Namun demikian, pembacaan kitta masih dianggap relevan karena
untuk merubah perilaku kea rah yang lebih baik, dan dapat menjadi sarana untuk
memiliki naskah populer dengan nama kitta’. Kitta’ adalah naskah kuno yang
ditulis dalam aksara serang yang diadopsi dari aksara Arab yang menggunakan
Bahasa Makassar. Kata serang berasal dari kata "Seram" karena orang Bugis-
Makassar pada mulanya banyak berhubungan dengan orang Seram yang lebih
prosesi Anngaji Tumate, yang dibacakan oleh Imam atau tokoh agama yang
mampu membaca kitta’dan dilantunkan dalam bentuk nada dan Bahasa yang
berbeda, dan hanya dibacakan oleh satu orang yang kemudian orang yang lain
berfokus untuk mendengarkan apa yang terkandung dalam kitta yang dibacakan
tersebut.
B. Implikasi
1. Pihak Individu
memahami lebih dalam tentang makna tradisi tulisan dalam bentuk naskah
sang ilahi.
58
2. Pihak Pemerintah
akan menjadi basis dan corak masyarakat yang menjunjung tinggi nilai
agama.
59
DAFTAR PUSTAKA
60
Miskahuddin. Kematian dalam Persepektif Psikologi Qur’ani. Jurnal, vol. 16
no.1. (2019). (Diakses tanggal 10 Oktober 2021).
Pranowo, Bambang. Memahami Islam Jawa. Jakarta: Pustaka Alvabet, 2011.
Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif . Yogyakarta: PT. LKS Yogyakarta
2008.
Rahmat, Jalaluddin. Memaknai Kematian. Bandung: Pustaka II Man, 2006.
Rahman, Eka Yuliana.“Sejarah Penyebaran Islam di Konfederasi Turatea Abad
XVII (Tinjauan Sistem Pemerintahan dan Religi)”, Jurnal Pendidikan
Sejarah, vol.9 no.1 (Diakses Januari 2020).
Romi, ”Ritus Kematian Etnis Bugis di Karangantu Banten”. Skripsi (Banten, UIN
Banten, 2019).
Syam, Nur. Islam pesisir.Yogjakarta: Lkis Pelangi Aksara, 2005.
Suwito, dkk. ”Tradisi dan Ritual Kematian Wong Islam Jawa”, Jurnal
Pendidikan, vol. 13 no. 2 (2015). (Diakses pada tanggal 15 Oktober 2021).
Soekanto. Kamus Sosiologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2001.
Suprayogo, Imam. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2001.
Syafnidawaty. Pengertian Observasi. Tangerang: Universitas Raharja, 2020.
Soekadijo. Antropologi. Jilid 2. Jakarta: Erlangga, 1993.
61
LAMPIRA
62
Lampiran 1:
63
64
65
66
Lampiran 2:
67