Anda di halaman 1dari 79

MEDAN MAKNA dan TERJEMAHAN KATA QOLBU dalam TAFSIR AL-AZHAR

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Adab Dan Humaniora Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh:

Saogi Alhabsyi
NIM: 1111024000019

JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA
1439 H/2018 M
ABSTRAK

Saogi Alhabsyi
Medan Makna dan Penerjemahan Kata Qalbun dalam Tafsir Al-Azhar.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui terjemahan kata Qalbun di dalam
buku Tafsir Al-Azhar yang merupakan salah satu karya dari Abuya Hamka.
Dalam penelititan ini metode yang penulis gunakan adalah penelitian kualitatif
dengan analisis medan makna yang di dukung analisis komponen makna.
Langkah penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data dalam buku
tafsir al-azhar.
Setelah penulis analisa menggunakan komponen makna, penulis
menyimpulkan kata Qalbun adalah kata yang sering digunakan untuk
menunjukkan maksud ‘hati/jantung’, sementara kata ainun menggunakan konteks
kebahagian, kegembiraan, kata shodrun adalah bentuk penjelasan dari hati yang
digunakan dalam menggambarkan sesuatu yang tersembunyi atau niatan yang
tersembunyi dan tertutup, kata fuaad digunakan dalam konteks untuk
menggambarkan hati yang sedang ‘terbakar’ emosi, baik emosi marah, sedih,
senang, frustasi, dan sebagainya, kata nafsun banyak di gunakan dalam konteks
seorang hamba meminta kepada Allah dengan meminta belas kasih.

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam atas
karunia dan ridho-Nya yang tidak pernah putus memberikan nikmat dan berkah
Nya. Sholawat dan salam senantiasa saya curahkan kepada Rasulullah SAW yang
telah membawa umatnya dari jalan dari zaman kegelapan menjadi zaman terang
menderang.
Peneliti bersyukur karena, dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul Medan Makna dan Terjemahan Kata Qalbun di dalam Tafsir Al-
Azhar.
Hal ini tidak akan terwujud dengan sendirinya, melainkan ada dukungan
dan bantuan dari banyak pihak. Baik moril maupun materil. Untuk itu peneliti
menyampaikan terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Bapak Prof. Dr. Sukron Kamil.
2. Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum. selaku Kepala Prodi Tarjamah
dan Rizki Handayani, M.A, selaku sekretaris Prodi Tarjamah yang
sudah banyak membantu dan arahan untuk mencapai ke tahap ini.
3. Dr.Abdullah, M.Ag, selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, bantuan serta arahan yang tiada tara kepada
penliti selama penyusunan skripsi ini.
4. Kedua orang tercinta ayahanda Ubaidillah Alhabsyi dan ibunda
Saadiah Aljufry. Serta istri Hafsah Alhadi, dan adik-adik saya
Syareehan, Fatya, Jadid yang selalu memberikan do’a dan dukungan
yang tak henti-henti nya kepada penulis dengan tabah dan ini penulis
persembahkan untuk kalian dan teman-teman yang tidak dapat di
sebutkan satu per satu.
Akhirnya peneliti hanya mampu mengucapkan terimakasih sebesar-besar nya
kepada semua pihak yang sudah membantu peneliti baik secara langsung maupun
tidak langsung. Semoga Allah SWT menambah Rahmat dan Karunia Nya kepada
kita semua. Peneliti mohon maaf apabila terdapat kesalahan di dalam penelitian

v
karya ilmiah ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca nya. Amin Yaa
Rabbal A’lamin.

vi
PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi adalah mengalihaksarakan suatu tulisan ke dalam aksara lain. Misalnya,

dari aksara Arab ke aksara Latin.

Berikut ini adalah Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543b/u/1997

tentang Transliterasi Arab-Latin yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini.

A. Konsonan

ARAB NAMA Latin KETERANGAN

‫ا‬ Alif - -

‫ب‬ Ba’ B Be

‫ت‬ Ta’ T Te

‫ث‬ Ṡa’ Ṡ Es dengan titik di atas

‫ج‬ Jim J Je

‫ح‬ Ḥa’ Ḥ Ha dengan titik di bawah

‫خ‬ Kha Kh Ka dan ha

‫د‬ Dal D De

‫ذ‬ Żal Ż Zet dengan titik di atas

‫ر‬ Ra’ R Er

‫ز‬ Zai Z Zet

X
‫س‬ Sin S Es

‫ش‬ Syin Sy Es dan ye

‫ص‬ Ṣad Ṣ Es dengan titik di bawah

‫ض‬ Ḍaḍ Ḍ De dengan titik di bawah

‫ط‬ Ṭa Ṭ Te dengan titik di bawah

‫ظ‬ Ẓa Ẓ Zet dengan titik di bawah

‫ع‬ ‘Ain ‘ Koma terbalik di atas

‫غ‬ Gain G Ge

‫ف‬ Fa F Fa

‫ق‬ Qaf Q Qi

‫ك‬ Kaf K Ka

‫ل‬ Lam L El

‫م‬ Mim M Em

‫ن‬ Nun N En

‫و‬ Wau W We

‫ه‬ Ha’ H Ha

‫ء‬ Hamzah ` Apostrof

‫ي‬ Ya’ Y Ye

XI
B. Vokal

1. Vokal Tunggal

Tanda Vokal Nama Latin Keterangan

َ◌ Fatḥah A A

◌ِ Kasrah I I

ُ◌ Ḍammah U U

2. Vokal Rangkap

Tanda Vokal Nama Latin Keterangan

َ◌ Fatḥah dan Ai A dan I

‫ي‬ ya’ sakin

‫ى‬

َ◌ Fatḥah dan Au A dan U

‫و‬ wau sakin

‫ى‬

3. Vokal Panjang

Tanda Vokal Nama Latin Keterangan

Fatḥah dan alif Ȃ A dengan garis di atas

XII
Kasrah dan ya’ Ȋ I dengan garis di atas

Ḍammah dan Ȗ U dengan garis di atas

wau

C. Ta’ Matrbuṭah

1. Transliterasi untuk ta’ matrbuṭah hidup

Ta’ matrbuṭah yang hidup atau yang mendapat harakat Fatḥah, Kasrah, dan

Ḍammah, transliterasinya adalah“T/t”.

2. Transliterasi untuk ta’ matrbuṭah mati

Ta’ matrbuṭah yang mati atau mendapat harakat sakin, transliterasinya

adalah“h”.

3. Transliterasi untuk ta’ matrbuṭah jika diikuti oleh kata yang menggunakan

kata sandang “al-” dan bacaannya terpisah maka ta’ matrbuṭah

ditransliterasikan dengan“h”.

D. Huruf Ganda (Syaddah atau Tasydīd)

Transliterasi Syaddah atau Tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab

dilambangkan dengan tanda tasydīd(‫)◌َ ى‬, dalam transliterasi dilambangkan

dengan huruf yang sama (konsonan ganda).

E. Kata sandangalif-lam“‫”لا‬

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf alif-lam

ma‘rifah “‫”ﻻ‬. Namun dalam transliterasi ini, kata sandang dibedakan atas kata

sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah dan kata sandang yang diikuti oleh

huruf qamariyah.

XIII
1. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah

Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan sesuai

dengan bunyi yaitu “‫ ”ﻻ‬diganti huruf yang sama dengan huruf yang

mengikuti kata sandang tersebut.

2. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah

Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan

sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan

bunyinya. Huruf sandang ditulis terpisah dengan kata yang

mengikutinya dan dihubungkan dengan tanda sambung(-). Aturan ini

berlaku untuk kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah maupun

kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah.

F. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah yaitu menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi

hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Bila hamzah terletak diawal kata,

hamzah tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

G. Huruf Kapital

Meskipun tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasi

huruf kapital digunakan untuk awal kalimat, nama diri, dan sebagainya seperti

keterangan-keterangan dalam EYD. Awal kata sandang pada nama diri tidak

menggunakan huruf kapital kecuali jika terletak di awal kalimat.

H. Lafẓ al-Jalālah(‫) ﷲ‬

Kata Allah yang didahului dengan partikel seperti huruf jar dan huruf lainnya,

atau berkedudukan sebagai muḍāf ilaih(frasa nomina), ditransliterasi tanpa huruf

XIV
hamzah. Adapun ta’ matrbuṭah di akhir kata yang bertemu dengan lafẓal-jalālah,

ditransliterasikan dengan huruf “t”.

XV
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………… i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................ ii

SURAT PERNYATAAN ............................................................................... iii

ABSTRAK ...................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ......................................... x

DAFTAR ISI .................................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah. ............................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 3

C. Tujuan Pustaka............................................................................. 3

D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 4

E. Kajian Terdahul ........................................................................... 4

F. Metodologi Penelitian ................................................................. 5

G. Sistematika Penulisan .................................................................. 6

BAB II KERANGKA TEORI

A. Makna ………………………………………………………… 7

1. Pengertian Makna ………………………………………… 7

2. Jenis-jenis Makna ………………………………………… 9

B. Medan Makna ………………………………………………… 13

vii
1. Pengertian Medan Makna ………………………………... 13

2. Komponen Makna ……………………………………….. 15

BAB III BIOGRAFI HAMKA

A. Biografi ....................................................................................... 30

B. Karya-karya hamka..................................................................... 35

BAB IV PEMBAHASAN

A. Pendahuluan…………………………………………………… 40

B. Analisis ………………………………………………………... 40

C. Temuan………………………………………………………... 52

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………………. 72

B. Saran………………………………………………………….... 72

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 59

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer,

qdigunakam suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

mengidentifikasi diri. Sebagai sebuah sistem, maka bahasa terbentuk oleh

sebuah aturan, kaidah, atau pola-pola tertentu, baik dalam bidang bunyi, tata

bentuk kata, maupun tata kalimat.1 Oleh sebab itu keterkaitan bahasa amat

berpengaruh dalam ruang lingkup masyarakat dan bahasa Arab termasuk

bahasa yang banyak diserap dalam bahasa Indonesia.2

Bahasa Arab merupakan bahasa Al-Qur’an dan Al-Hadits, pedoman

hidup umat Islam, bahasa buku-buku keislaman yang hanya dapat dipahami

secara baik dan benar dengan menguasai bahasa Arab. Di sisi l’ain, cara

beribadah yang dilakukan umat Islam juga banyak yang menggunakan bahasa

Arab. Maka dari sudut pandang inilah bahasa Arab sebenarnya bukan hanya

milik bangsa Arab saja akan tetapi milik seluruh umat Islam di dunia

khususnya Indonesia.3 Namun tidak semua orang paham dengan bahasa Arab,

oleh karena itulah perlu kiranya adanya praktik penerjemahan, guna untuk

memahamkan isi yang ada dalam bahasa Arab.

Pada kegiatan penerjemahan tak lepas dari makna karena makna

merupakan pusat perhatian penerjemah. Segala metode, prosedur, dan tehnik

1
Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta; Rineka Cipta, 2003) h,1.
2
Abdul Chaer, Linguistik Umum, ( Jakarta; Rineka Cipata, 1994) h. 292
3
Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia (Teori dan Praktek), (Bandung: Humaniora,
2005), h. 3

1
dikerahkan dan diabadikan sepenuhnya untuk mengunkap makna yang terdapat

dalam teks yang diterjemahkan.4 Oleh sebab itu hasil terjemahan agar menjadi

lebih baik maka harus memperhatikan berbagaimacam aspek. Agar pesan yang

terkandung di dalam Tsu (Teks Sumber) tersampaikan di Tsa (Teks Sasaran).5

Kata-kata atau leksem-leksem dalam setiap bahasa dapat dikelompokkan

ke dalam kelompok tertentu yang artinya saling berkaitan atau berdekatan

karena berada dalam satu bidang. Seperti kata bola, wasit, pem’ain, gawang,

seragam, pinalti, penjaga gawang, gelandang tengah, dsb dapat dikelompokkan

menjadi satu karena semuanya berada dalam medan makna olah raga dan

perm’ainan.6

Terkait dengan makna maka dalam linguistik kajian yang membahas

makna adalah kajian pendekatan semantik. Hal ini dikarenakan seorang

penerjemah takan lepas dari makna, karena makna merupakan pusat perhatian

penerjemah. Segala metode, prosedur, dan tehnik dikerahkan untuk di

ungkapkan dalam TSu ke TSu7. Oleh sebab itu menjadi sesuatu yang wajib

bagi seorang penerjemah mempelajari semantik, agar terjemahan yang

dihasilkan tidak lepas dari konteks yang diinginkan oleh penulisnya dalam

bahasa sumber.

Oleh sebab itu, peneliti akan menelti medan makna kata qalbu dalam

Tafsir Al-Azhar yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia hati, sedangkan

dalam Bahasa Arab memiliki banyak terjemahana. Hati yang dalam bahasa

4
Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia (Teori dan Praktek), h. 3
5
Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia (Teori dan Praktek), h. 5
6
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h.
110-111.
7
Henry guntur tarigan, Pengajar Kosakata,(Bandungn:Angkasa:1993), h. 3

2
Arab disebut qalb berasal dari bahasa Arab qalaba-yqlibu-qalban, yang berarti

membalikkan, memalingkan, menjadikan yang di atas ke bawah; yang di dalam

keluar.8 Qalaba asy-syai’a artinya membalikkan sesuatu.9 Dalam Kamus Al-

Munawwir disebutkan bahwa qalb berarti jantung, isi, akal, semangat

keberanian, bagian dalam, bagian tengah, atau sesuatu yang murni.10

Istilah kekerabatan dalam bahasa Arab lebih komplek daripada bahasa

Indonesia, hal itu menunjukan bahwa setiap bahasa memiliki medan makna

yang berbeda sesuai dengan kebudayaan penutur bahasa itu sendiri. Kosakata

yang bermedan makna dengan Qalbu akan ditemukan. Dengan demikian

peneliti menulis karya ilmiah berupa skripsi dengan judul “Medan Makna dan

Penerjemahan kata Qalbu dalam Tafsir Al-Azhar”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan membatasi

permasalahan masalah kata-kata yang bermedan makna dengan kata Qalbu

dalam tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka. Rumusan masalah penelitian ini

adalah:

1. Apa medan makna kata Qalbu dalam Tafsir Al-Azhar?

2. Bagaimana kompenen makna kata qalb dalam tafsir al-azhar?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui medan makna kata Qalbu dalam Tafsir Al-Azhar.

8
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1989), h. 353
9
Ibrahim Anis, dkk., Al-Mu’jam Al-Wasîth, (tmp., tth.), h. 753
10
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta:
Pesantren Al-Munawwir), 1984, h. 1232

3
2. Mengetahui komponen makna Kata Qalbu dalam tafsir al-azhar.

D. Manfaat penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Memahami makna dasar dan penafsiran serta medan makna dalam

menerjemah agar karakteristik dari masing-masing bahasa dapat

tersampaikan.

2. Memberi wawasan kepada para penerjemah cara menerjemahkan

dengan baik dan benar.

E. Kajian Terdahulu

Peneletitan tentang penerjemahan semantik ini bukanlah permasalahn

yang baru. Hasil dari pengamatan penulis, misalanya skripsi yang ditulis oleh

Nani Harliani yang berjudul “Semantik Sebagai Alat unutk Menjermahkan”

dalam penelitian ini penulis mengemukakan bahwa dalam menerjemahkan

menggunakan teori semantik lebih mudah dipahami karena pesannya lebih

mudah untuk disampaikan. Kemudian hasil penelitian Nubzatus Saniah dengan

judul “ Pola terjemahan kalimah mabni majhul dalam kitab dalam kitab fath al-

mu'in (analisis semantik gramatikal pada bab nikah) dalam penelitan ini

penulis melihat yang diteliti terkait kalimat mabni dan majhul dalam kitab

fathul mu’in. Kemudian hasil penelitian yang ditulis oleh Delami dengan judul

“Analisis Semantik dalam Ayat-Ayat Jender” hasil penelitiannya terfokus

hanya pada ayat jender saja. Kemudian penulis juga menemukan hasil

penelitian Syahidul Hak dengan judul “Makna Fi’il Ja’a dalam al-qur’an

terjemahan Hamka sebuah kajian Semantik “ hasil penelitian ini hanya terfokus

4
pada satu verba yaitu ja’a saja. Kemudian hasil penelitian Makyun Subki

dengan judul “ Analisis semantik terhadap penerjemahan ayat-ayat tentang

pemberlakuan syariat Islam dalam al-Qur'an terjemahan Departemen Agama”

dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa pendekatan semantic bias

digunakan dalam menafsirkan ayat pemberlakuan syariat Islam.

Umumnya penelitian yang dilakukan Mahasiswa tarjamah berdasarkan

pendekatan semantik . Namun penulis akan menggunakan pendekatan

semantik dalam penerjemahan kata qalbu dan sinonimnya di Tafsir Al-Azhar

agar bisa difahami makna yang terkandung di dalamnya dan berbagaimana

medan makna kata qolbu dalam al-Qur’an.

F. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan semantik yang

berkaitan dengan data yang akan di analisis lebih lanjut di bab selanjutnya. Di

dalam penulisan ini penulis menggunakan teori dari medan makna dan

komponen makna. Metode yang penulis gunakan dalam skripsi ini

menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskripsi analitis yaitu dengan

memaparkan dan mengaplikasikan teori-teori yang berkenaan dengan judul

penulis sehingga mencapai maksud dan tujuan penelitian ini. Data di peroleh

dari kata-kata yang memiliki medan makna dengan kata hati, kemudian di

analisis bagaimana penggunaannya pada konteks.

Dalam penulisan penelititan ini penulis merujuk buku-buku semantik

seperti Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Chaer, 2002), Semantik

Leksikal (Pateda, 2010), Teori Semantik (Parera, 2004), ‘Ilmu Ad-Dilalah

5
(Umar, 1982). Dan Pengantar Semantik (Ullmann, 2009). Penulis juga

merujuk buku-buku yang berkaitan tentang teori medan makna dan komponen

makna. Dalam Untuk menerjemahkan penulis menggunakan Kamus Al-

Munawwir dan Kamus Al – Asryi. Untuk menganalisis medan makna dari kata

hati, penulis menggunakan buku Tafsir Al-Azhar.

Teknik di dalam penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data-

data dalam buku tersebut mana yang termasuk terjemahan kolokasi atau teknik

hubung banding. Sedangkan penilaian penerjemahan menggunakan melihat

kepada akurasi, keterjelasan makna, dan kewajaran. Tehnik penulisan

penelitian ini, penulis mengacu kepada buku pedoman penulisan karya ilmiah

(skripsi, tesis, dan disertasi) yang disusun olem tim penulis UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, yang diterbitkan oleh CEQDA (Center For Quality

Development and Assurance) UIN Syarif hidayatullah Jakarta.

G. Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari 5 bab, terdiri dari:

Bab I pendahuluan yang meliputi, latar belakang masalah, pembatasan

dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka/kajian

terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penelitian.

Bab II Kerangka Teori: Bab ini berisikan teori makna yang memuat

tentang pengertian makna dan jenis-jenis makna. Kemudian teori medan makna

yang memuat tentang pengertian medan makna dan komponen makna.

Bab III berisi biografi Hamka dan karya-karya Hamka.

6
Bab IV analisis penerjemahan kata qolbu dan medan maknanya dalam

tafsir al-Azhar.

Bab V penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan

rekomendasi.

7
BAB II

KERANGKA TEORI

A. Makna

1. Pengertian Makna

Sudah disebutkan pada sub bab yang lalu bahwa objek studi semantik adalah

makna; atau dengan lebih tepat makna yang terdapat dalam satuan-satuan ujaran

seperti kata, klausa, dan kalimat.11 Aristoteles (384-322 SM) seorang sarjana

bangsa Yunani sudah menggunakan istilah makna, yaitu ketika dia mendifinisikan

mengenai kata. Menurutnya, kata adalah satuan terkecil yang mengandung

makna.12

Makna dalam kamus linguistik adalah hubungan dalam arti kesepadanan

atau ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran

dan semua hal yang ditujunya.13 Sedangkan Verhaar mendifinisikan makna

dengan sesuatu yang berada di dalam ujaran itu sendiri, atau makna adalah gejala

dalam ujaran.80

Palmer dan Lyons membedakan pengertian makna dan arti. Makna adalah

pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata).

11
12
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 13.
Kridalaksana, Kamus Linguistik h. 132.
13
Verhaar, Pengantar Linguistik, h. 127.

7
Menurut Palmer makna hanya menyangkut intra bahasa. Lyons menyebutkan

bahwa mengkaji atau memberikan makna suatu kata ialah memahami kajian kata

tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata

tersebut berbeda dari kata-kata l’ain. Arti dalam hal ini menyangkut makna

leksikal dari kata-kata itu sendiri, yang cenderung terdapat di dalam kamus

sebagai leksem.14

Kemudian hakikat makna itu sendiri telah banyak dikemukakan orang.

Menurut pandangan Ferdinand de Saussure dengan teori tanda linguistiknya,

setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua komponen, yaitu

komponen signifian atau “yang mengartikan” yang wujudnya berupa runtunan

bunyi, dan komponen signifie atau “yang diartikan” yang wujudnya berupa

pengertian atau konsep (yang dimiliki oleh signifian).15

Mengenai makna kata biasanya dibedakan bermacam-macam makna, maka

pertama-tama harus diketahui dasar-dasar mengenai pengertian makna. Di sekitar

kita terdapat bermacam-macam peristiwa atau hal yang dapat diserap panca indra

kita yang secara tradisional kita kenal sebagai rumah, binatang, bulan, tanah,

batu, dan pohon. Kata-kata semacam itu merupakan lambang bunyi ujaran untuk

mengacu pada benda-benda yang ada di alam itu. Masyarakat bahasa yang l’ain

akan melambangkan barang-barang itu dengan lambang bunyi ujaran yang l’ain.

14
Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 285-286
15
Gorys Keraf, Tata bahasa Ruhukan Bahasa Indonesia: untuk Tingkat Pendidikan Menengah,
h. 159-160.

8
Bila orang Indonesia menyebut rumah dan langsung menghubungkannya dengan

gejala: tempat tinggal yang ada atap, dinding, pintu, dan jendela, maka timbullah

suatu hubungan yang disebut arti.16

2. Jenis-jenis Makna

Dari jenis makna yang ada dari berbagai pendapat para ahli, Penulis hanya

akan membahas jenis makna yang paling tepat pada pembahasan ini yaitu:

a. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal.

Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa

konteks apapun.17 Sedangkan di buku l’ain yaitu Pengantar Semantik Bahasa

Indonesia, Abdul Chaer menerangkan leksikal adalah bentuk ajektif yang

diturunkan dan bentuk nomina leksikon (vocabuler, kosa kata, perbendaharaan

kata). Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang

bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau perbendaharaan

kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata.18

Makna leksikal dipunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau

konteksnya. Hal ini berarti bahwa makna leksikal suatu kata terdapat dalam kata

yang berdiri sendiri-sendiri. Sebab makna sebuah kata dapat berubah apabila kata

tersebut berada di dalam kalimat.19

16
J. D Parera, Teori Semantik , (Jakarta: Erlangga, 2004), Ed. Ke-2, h. 51.
17
Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 289.
18
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 60.
19
Rochayah Machali, Pendoman bagi Penerjemah, (Jakarta: Grasindo, 2000), h.24.

9
Makna gramatikal adalah makna yang terbentuk akibat susunan kata-kata

dalam frase, klausa, atau kalimat,20 misalnya, dalam proses afiksasi prefiks ber-

dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal “mengenakan atau memakai

baju”.

b. Makna Referensial dan Non-referensial

Makna refrensial adalah makna yang langsung berhubungan dengan acuan yang

ditunjuk oleh kata.21 Acuan yang ditunjuk oleh kata tersebut bisa berupa benda,

gejala, peristiwa, proses, sifat dan sebag’ainya. Contohnya kata meja. Makna yang

diacu adalah benda, yaitu wujud atau bentuk meja, seperti kalimat, meja itu terbuat

dari kayu jati.

c. Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang

dimiliki oleh sebuah leksem. Jadi makna denotatif ini sebenarnya sama dengan

makna leksikal.22 Makna denotatif sifatnya objektif. Contohnya, pada kalimat ia

membeli amplop di warung itu. Leksem amplop dimaknai sebagai ‘tempat atau

alat pembungkus surat’. Makna denotatif bukan makna kiasan atau perumpamaan.

Makna konotatif adalah makna l’ain yang ‘ditambahkan’ pada makna

denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang

yang menggunakan kata tersebut.23 Misalnya berilah ia amplop agar urusanmu

20
Machali, h.125
21
Machali, h.125
22
23
Machali, h.98
Abdul Chaer, linguistik Umum, h. 292

10
cepat selesai. Leksem amplop bermakna konotatif uang yang diisi di dalam

amplop atau biasa disebut uang sogok atau pelicin.

d. Makna Konseptual

Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya dan makna yang

bebas dari asosiasi atau hubungan apapun. Jadi, sebenarnya makna konseptual ini

sama dengan makna refrensial, makna leksikal, dan makna denotatif.24

e. Makna Idiomatikal

Makna idiomatikal adalah makna sebuah satuan bahasa (entah kata frase, atau

kalimat) yang “menyimpang” dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-

unsur pembentukya. Untuk mengetahui makna idiom sebuah kata (frase atau

kalimat) tidak ada jalan l’ain sel’ain mencarinya di dalam kamus, contoh raja

siang (matahari).25

f. Makna Kias

Semua bentuk bahasa (baik kata, frase, maupun kalimat) yang tidak merujuk pada

arti sebenarnya (arti leksikal, arti konsptual, atau arti denotatif) mempunyai arti

kiasan. Bentuk-bentuk seperti putri malam dalam arti bulan, pencakar langit

dalam arti gedung bertingkat, semuanya mempunyai arti kiasan.

g. Makna Kognitif

24
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 72
25
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 75

11
Makna ini yang ditunjukkan acuannya, makna unsur bahasa yang sangat dekat

hubungannya dengan dunia luar bahasa, abjek atau gagasan, dan dapat dijelaskan

berdasarkan analisis komponennya.

Kata pohon bermakna tumbuhan yang berbatang keras dan besar. Jika orang

berkata pohon, terbayang pada kita bahwa pohon yang selama ini kita kenal,

makna kognitifnya lebih banyak berhubungan dengan otak dan pemikiran kita

tentang sesuatu.26

h. Makna Emotif

Makna emotif adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau

sikap pembicara terhadap apa yang difikirkan atau dirasakan. Misalnya, kata

meninggal, mati, tewas, mampus, yang memiliki makna kognitif tidak

bernyawalagi, sedangkan kata-kata ini mengandung makna emotif yang berbeda.27

Salah satu unsur penerjemah adalah semantik, karena semantik mempunyai

manfaat yang sangat besar dalam menerjemahkan. Penguasaan seorang

penerjemah terhadap bahasa Arab (BSU) dan BSA adalah syarat utama yang harus

dimiliki. Namun, apabila penerjemah tidak mempunyai keterampilan dan

kreativitas di dalam merangkai kata dalam kalimat teks terjemahan, maka hasil

terjemahan akan terlihat kaku akibatnya pembaca akan merasa jenuh dan tidak

tertarik untuk membacanya.

26
Pateda, h. 109
27
Pateda, h. 110

12
B. Medan Makna

1. Pengertian Medan Makna

Medan makna dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah ‫ﺣﻘﻞ دﻻﻟﻲ‬. Menurut

Parera mengutip pendapat Trier yang menggambarkan kosakat suatu bahasa

tersusun rapi dalam medan-medan, dalam medan itu setiap unsur yang berbeda

didefinisikan dan diberi batas yang jelas sehingga tidak ada tumpang tindih antar

makna. Ia mengatakan bahwa medan makna itu tersusun sebagai satu susunan.

Setiap medan makna selalu tercocokkan antar sesama medan sehingga membentuk

satu keutuhan bahasa yang tidak mengenal tumpang tindih.28 Sementara itu, Chaer

mengutip dari Harimurti, ia menyatakan bahwa medan makna adalah bagian dari

sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau

realitas dalam alam semesta tertentu yang direalisasikan oleh seperangkat unsur

leksikal yang maknanya berhubungan. Umpamanya nama-nama warna

membentuk medan makna tertentu. Begitu juga dengan nama perabot rumah

tangga, istilah olahraga, istilah perkerabatan, pertukangan dan sebag’ainya. Nama-

nama istilah perkerabatan dalam bahasa Indonesia adalah cucu, cicit, piut,

bapak/ayah, ibu, kakek, nenek, moyang, buyut, paman, bibi, saudara, kakak, adik,

sepupu, kemenakan, istri, suami, ipar, mertua, menantu dan besan. Kata-kata yang

28
J.D. Parera, Teori Semantik, (Jakarta: Erlangga, 2004), edisi kedua, h. 139-140.

13
terdapat dalam medan makna dapat digolongkan menjadi dua, yaitu yang termasuk

golongan kolokasi dan golongan set.

a. Kolokasi (berasal dari bahasa latin colloco yag berarti ada di tempat yang sama

dengan) menunjuk kepada hubungan sintagmatik yang terjadi antara unsur-unsur

leksikal itu. Misalnya: kata-kata lahar, lereng, puncak, curam dan lembah berada

dalam lingkungan mengenai pegunungan.

b. Set menuju pada hubungan sintagmatik karena kata-kata atau unsur-unsur yang

berada dalam suatu set dapat saling menggantikan. Misalnya :remaja merupakan

tahap pertumbuhan antara kanak-kanak dengan dewasa. Set paradigmatik: bayi,

kanak-kanak, remaja, dewasa, manula.29

Ada konsep tentang fitur medan makna yang disampaikan Pateda, di mana

dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu: a. bentuk atau ukuran, b. tingkat-tingkat

dalam hirearki, c. keanggotaan kata, d. kebermacaman kata, dan e. lingkungan

kata. Semuanya dapat dikelompokkan menjadi; entitas atau objek, kegiatan,

abstraksi termasuk di dalamnya kualitas dan penghubung.30

Medan makna merupakan sekelompok kata-kata yang maknanya saling

berhubungan maka kata-kata umum dapat mempunyai anggota yang disebut

hiponim, seperti: kata tumbuh-tumbuhan mempunyai hiponim bunga, durian,

29
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka CIpta, 1995), h. 113-
114.
30
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 256.

14
tomat, jagung, kelapa, dsb. Kata bunga juga memiliki hiponim bugenfil, kamboja,

sakura, tulip, dll.

Pendapat yang dikemukakan oleh Mukhtar Umar menyatakan bahwa

kumpulan kata-kata yang kecil dapat membentuk satu medan makna jika memiliki

hubungan makna antar satu sama l’ain sebelum menganalisis ke komponen makna

untuk setiap kata.31

Kesimpulan dari pendapat-pendapat yang dikemukakan di atas bisa

disimpulkan bahwa medan makna adalah seperangkat makna yang memiliki

komponen makna umum yang sama, yakni semuanya saling berhubungan dan

memiliki medan maknanya.

2. Komponen Makna

Komponen makna dalam bahasa Arab dikenal dengan sebutan ‫اﻟـﻤﺤﺪد اﻟﺪﻻﻟﻲ‬,
menurut Chaer setiap kata, leksem, atau butir leksikal tentu mempunyai makna.

Makna yang dimiliki oleh setiap kata, leksem, atau butir leksikal itu terdiri dari

sejumlah komponen yang disebut dengan komponen makna yang membentuk

keseluruhan makna kata, leksem, atau butir leksikal tersebut. Komponen makna

31
Ahmad Mukhtar Umar, ‘Ilmu ad-Dilalah, (Kuwait: Maktabah dar al-Gurubah li an-Nasyr wa
at-Tauzi’) h. 121.

15
dapat dianalisis, dibutiri, dan disebutkan satu persatu berdasarkan “pengertian-

pengertian” yang dimiliki.32

Komponen makna atau komponen semantik (semantic feature, semantic

property, atau semantic marker) mengajarkan bahwa setiap unsur leksikal terdiri

dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau

makna unsur tesebut. Untuk menganalisis komponen makna, analisis kata yang

memiliki suatu ciri diberi tanda (+) dan yang tidak memiliki ciri itu diberi tanda

minus (-). Konsep analisis ini lazim disebut analisis biner yang oleh para ahli

kemudian diterapkan juga untuk membedakan makna suatu kata dengan kata yang

l’ain. Misalnya, kata ayah mengandung komponen makna atau unsur makna:

[+INSAN], [+DEWASA], [+JANTAN], dan [+KAWIN]. Sedangkan ibu

mengandung komponen makna; [+INSAN], [+DEWASA], [-JANTAN], dan

[+KAWIN].

Dalam hal pembeda makna, Pateda melihat bahwa perbedaan makna

diakibatkan dari perubahan bentuk yang terbatas pada derivasi leksemnya, karena

itu setiap makna memiliki makna dasar. Pembeda makna akan terjadi karena

perbedaan bentuk dan perubahan bentuk. Perbedaan bentuk mengakibatkan

perbedaan makna dan perubahan bentuk juga menghasilkan adanya hubungan

makna. Komponen pembeda makna akan jelas apabila diketahui komponen

32
http://file.upi.edu/Direktori/DUALMODE/KEBAHASAAN%201/BBM%2017.pdf, diakses
pada 15 februari 2018.

16
makna. Komponen makna diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh kedekatan,

kemiripan, kesamaan, dan ketidaksamaan suatu makna kata.33

33
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h. 261.

17
BAB III

A. BIOGRAFI HAMKA

Hamka lahir di Sungai Batang Maninjau (Sumatera Barat), 17 Februari 1908 M./14

Muharram 1326 H. Namanya Abdul Malik, tapi lebih dikenal dengan Hamka, yaitu

potongan dari nama lengkapnya, Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah.

Ayahnya seorang ulama Islam terkenal alias Haji Rasul pembawa faham-faham

pembauran Islam di Minangkabau. Hamka meninggal pada Juli 1981 bertepatan

dengan bulan Ramadhan.

Ibunya bernama Siti Safiyah. Ayah dari ibunya itu bernama Gelanggang gelar

Bagindo nan Batuah. Di kala mudanya terkenal sebagai guru tari, nyanyian dan

pencak silat. Dari Gelanggang itulah, di waktu masih kecil Hamka selalu

mendengarkan pantun-pantun yang berarti dan mendalam.34

Hamka mengawali pendidikannya dengan membaca Al-Quran di rumah orang

tuanya saat mereka pindah dari Maninjau ke Padangpanjang, pada 1914.35 Setelah

usia tujuh tahun, Hamka kecil dimasukkan ayahnya ke sekolah desa. Pada 1916

Hamka masuk Sekolah Diniyah—yang didirikan oleh Z’ainuddin Labai El-Yunusi—

petang hari, di Pasar Usang Padangpanjang. Pagi hari Hamka pergi ke sekolah desa,

sore hari pergi ke Sekolah Diniyah, dan pada malam hari belajar di surau bersama

teman-temannya

34
“Nama Saya: Hamka”, dalam Nasir Tamara, Buntaran Sanusi, dan Vincent Djauhari (Editor),
Hamka
35
di Mata Hati Umat, (Jakarta: Sinar Harapan, 1996), Cet. III, h. 51
Hamka, Kenang-Kenangan Hidup, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), Jilid I, h. 28

30
Pada tahun 1918, Surau Jembatan Besi, tempat ayahnya memberikan pelajaran

agama diubah menjadi madrasah, yang kemudian dikenal dengan Thawalib School.

Dengan tujuan agar anaknya kelak menjadi ulama, Hamka dimasukkan ke Thawalib

School, dan berhenti dari sekolah desa. Keharusan menghafal membuat Hamka cepat

bosan dan malas:

“memusingkan kepala”—demikian istilah Hamka. Meskipun demikian setiap tahun

ia naik kelas hingga menduduki kelas empat.36

Pada 1923 Hamka mengalami suatu peristiwa yang mengguncangkan jiwanya,

ayahnya bercerai dengan ibunya. Hamka pun niat berangkat ke tanah Jawa. Namun di

Bengkulen, ia terkena wabah cacar. Dua bulan lamanya Hamka di pembaringan.

Setelah sembuh, ia kembali ke Padangpanjang dengan wajah yang penuh bekas cacar.

Setahun kemudian, yakni 1924 Hamka berangkat ke tanah Jawa.37

Pencarian ilmu di tanah Jawa itu, ia mulai dari kota Yogyakarta. Lewat Ja’far

Amrullah, pamannya, Hamka kemudian mendapat kesempatan mengikuti kursus-

kursus yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah. Dalam kesempatan ini Hamka

bertemu dengan Ki Bagus Hadikusumo, dan dari dia Hamka mendapatkan pelajaran

tafsir Quran. Ia juga bertemu dengan HOS Cokroaminoto. Hamka juga berdialog

dengan tokoh-tokoh penting l’ainnya seperti, Haji Fachruddin dan Syamsul Ridjal,

tokoh Jong Islamieten Bond.38

36
Di antara kitab yang harus dihafal Hamka adalah Matan Taqrîb, Matan Binâ, dan Fathul
Qarîb.37
Lihat Hamka, Kenang-Kenangan Hidup, h. 58
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Penamadani, 2003), Cet.
II,h. 42
38
Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, h. 43

31
Kota Yogyakarta telah memberikan sesuatu yang baru bagi kesadaran

keagamaan Hamka. Sebagaimana menurut pengakuannya bahwa Islam sebagai

sesuatu yang hidup, yang menyodorkan suatu pendirian dan perjuangan yang

dinamis.39 Hamka berada di Pekalongan selama lebih kurang enam bulan. Dari A.R.

Sutan Mansur, menantu ayahnya yang menetap di Pekalongan, itu Hamka

memperoleh “jiwa perjuangan”—meminjam istilah Hamka sendiri. Pada usia 16

tahun Hamka telah mulai berpidato, dan pada usia 17 tahun ia kembali ke

Minangkabau.

Di awal tahun 1927 dia berangkat dengan kemauannya sendiri ke Makkah,

sambil menjadi koresponden harian “Pelita Andalas” di Medan. Pulang dari sana dia

menulis di majalah “Seruan Islam” di Tanjung Pura (Langkat), dan pembantu dari

“Bintang Islam” dan “Suara Muhammadiyah” Yogyakarta.40 Ketika usia 21 tahun,

kembali dari perjalanan ke Makkah, ia dikawinkan dengan Siti Raham (15 Tahun).41

Tahun 1950 beliau pindah ke Jakarta. Kemudian pada 1952 diangkat oleh

Pemerintah menjadi anggota “Badan Pertimbangan Kebudayaan” dari Kementrian PP

dan K—sekarang Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)—dan menjadi Guru

39
40
Hamka, Kenang-kenangan Hidup, h. 102
Hamka, Tasawuf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001), h. 9
41
Pada 1 Januari 1972 istri Hamka meninggal dunia di Jakarta, dengan meninggalkan
sepuluh orang anak: tujuh laki-laki dan tiga perempuan. Satu tahun delapan bulan setelah istri
pertamanya meninggal, pada 19 Agustus 1973, ia menikah lagi dengan Hj. Siti Khadijah, dari
Cirebon, Jawa Barat. Lihat “Nama Saya Hamka”, Nasir Tamara, dkk., Hamka di Mata Hati
Umat, h. 51-52

32
Besar pada Perguruan Tinggi Islam dan Universitas Islam di Makassar dan menjadi

penasihat pada Kementrian Agama.42

Di samping keasyikan mempelajari “Kesusasteraan Melayu Klasik”, Hamka

pun bersungguh-sungguh menyelidiki Kesusasteraan Arab, sebab bahasa asing yang

dikuas’ainya hanyalah semata-mata bahasa Arab. Slamet Mulyono, ahli tentang ilmu

kesusasteraan Indonesia menyebut Hamka sebagai “Hamzah Fanshuri Zaman

Baru”.43

Karena menghargai jasa-jasanya dalam penyiaran Islam dengan bahasa Indonesia

yang indah, maka pada permulaan 1959 Majelis Tinggi University Al-Azhar Kairo

memberikan gelar Ustadziyah Fakhiriyah (Doktor Honoris Causa) kepada Hamka.

Rusdi Hamka berpendapat bahwa kemajuan yang diraih saat ini adalah hasil

perjuangan panjang yang dirintis generasi terdahulu, di mana Almarhum Buya ikut di

dalamnya. Menurutnya, mungkin karena jasa-jasa itu pada 1993 dalam peringatan

Hari Pahlawan bulan Nopember pemerintah menganugerahkan untuk Almarhum

Bintang Mahaputra Utama dalam suatu upacara di Istana Negara.44

Tahun 1962 Hamka mulai menafsirkan Al-Quran dengan nama Tafsir Al-

Azhar. Sebagian besar terselesaikan selama di tahanan dua tahun tujuh bulan (Hari

42
Hamka, Tasawuf Modern, h. 10-11
43
Hamka, Tasawuf Modern, h. 10-11
44
Rusjdi Hamka, “Kata Pengantar Cetakan Ketiga”, Nasir Tamara, dkk., Hamka di
Mata Hati Umat, h. 13-14

33
Senin 12 Ramadhan 1385/27 Januari 1964-Juli 1969). Sabtu, 6 Juni 1974 Hamka

mendapat gelar DR dalam kesusateraan di Malaysia.45

Hamka mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum MUI (Majlis Ulama

Indonesia), pada Mei 1981. Lewat MUI, beliau berfatwa: Umat Islam diharamkan

menghadiri perayaan Natal. Namun pemerintah agaknya berkeberatan terhadap fatwa

itu, dan memerintahkan agar MUI mencabut fatwa tersebut. Bagi Hamka, walau

langit runtuh, kebenaran harus tetap disampaikan. Haram bagi seorang muslim

berbuat munafik hanya semata-mata karena sebuah jabatan. Fatwa memang ditarik

oleh MUI—dengan embel-embel tanpa tekanan. Sambil mengucapkan selamat

tinggal, Hamka berujar: “Fatwa boleh dicabut, tetapi kebenaran tak bisa diingkari.”46

Gerak kreativitas Hamka dimulai dari usia sangat muda, 17 tahun (1925) hingga

menjelang dekat ke akhir hayatnya, dalam usia 73 tahun (1981). Dalam jarak waktu

kurang lebih 57 tahun, Hamka telah menulis 84 judul buku di luar artikel “Dari Hati

ke Hati” yang terdapat dalam Panji Masyarakat, majalah yang dipimpinnya.47 Namun

menurut berita, Hamka telah menulis buku sebanyak 113 meliputi bidang agama,

filsafat, dan sastra.48

Siapa sajakah tokoh yang sangat kuat mempengaruhi Hamka? Buya Zas

(Z’ainal Abidin Soe’aib), ulama terkemuka di Sumatera Barat, memaparkan: “Dari

45
Hamka, Tasawuf Modern, h. 11
46
Hamka, Tasawuf Modern, h. 159
47
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, h. 8
48
Sides Sudyarto DS, “Hamka, Realisme Religius”, dalam Nasir Tamara, dkk.,
Hamka di Mata Hati Umat, h. 14

34
darah ayahnya Hamka mewarisi keberanian dan kecerdasan. Lalu dikembangkan oleh

pendidikan ayahnya yang kemudian disambung oleh A.R. Sutan Mansur.”49

Sebenarnya, yang paling penting yang bisa diwarisi dari beliau adalah

kegigihan dan keuletannya.50 Abdurrahman Wahid berpendapat bahwa pada dasarnya

Buya Hamka adalah seorang optimistis, dan dengan modal itulah ia mampu untuk

terus-menerus menghargai orang l’ain secara tulus, karena ia percaya bahwa pada

dasarnya manusia itu baik.51

B. Karya-karya Hamka

1. Kenang-kenangan Hidup (empat jilid), 1974

a. Margaretta Gauthier, (terjemahan karya Alexandre Dumas jr.), 1975

b. Di dalam Lembah Kehidupan, 1976

c. Merantau ke Deli, 1977

d. Di Bawah Lindungan Ka’bah, 1979

e. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, 1979

Enam judul di atas itulah yang termasuk karya sastra Hamka. Untuk

menunjukkan produktivitas Hamka, saya sebutkan karya-karya non-sastranya, yaitu:

C. Lembaga Hidup, 1962

D. Dari Lembah Tjita-tjita, 1967

E. Antara Fakta dan Khayal “ Tuanku Rao” , 1974


49
Lon Agusta, “Di Akhir Pementasan yang Rampung”, dalam Nasir Tamara, dkk.,
Hamka di Mata Hati Umat, h. 85
50
Farchad Poeradisastra, “Memang, Kebenaran Harus Tetap Disampaikan”, dalam
Nasir Tamara, dkk., Hamka di Mata Hati Umat, h. 158
51
Abdurrahman Wahid, “Benarkah Hamka Seorang Besar”, dalam Nasir Tamara,
dkk., Hamka di Mata Hati Umat, h. 47

35
F. Tanya Jawab (I dan II), 1975

G. Bohong di Dunia, 1975

H. Sejarah Umat Islam (empat jilid), 1976

I. Falsafah Hidup, 1970

J. Lembaga Budi, 1980

K. Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya, 1980

L. Tasawuf Modern, 1981

M. Kenang-Kenangan Hidup, 1990

N. Pelajaran Agama Islam, 1996

O. Dari Hati ke Hati, 2002

P. Karena Fitnah,

Q. Tuanku Direktur,

16. Pandangan Hidup Muslim,

17. Tafsir Al-Azhar, 30 Juz

18. Perkembangan Kebatinan di Indonesia,52

Masih banyak karya Hamka yang belum tertulis di sini. Penulis belum sempat

melacaknya lebih jauh. Di bawah ini akan diuraikan sedikit tentang sejarah ditulisnya

karya monumental (magnum opus) Hamka, Tafsir Al-Azhar.

Tafsir Al-Azhar berasal dari kuliah Subuh yang disampaikan Hamka di Masjid

Agung Al-Azhar, sejak 1959. Hamka menulis tafsir ini tiap-tiap pagi waktu subuh

52
Sides Sudyarto DS, , “Hamka, Realisme Religius”, dalam Nasir Tamara, dkk.,
Hamka di Mata Hati Umat, h. 140-142

36
sejak akhir tahun 1958, namun sampai Januari 1964 belum juga tamat. Diberi nama

Tafsir Al-Azhar, sebab tafsir ini timbul di dalam Masjid Agung Al-Azhar, yang nama

itu diberikan oleh Syaikh Jami’ Al-Azhar, Mahmoud Syaltout.53

Tetapi selalulah Hamka bertanya-tanya di dalam hatinya bahwa bilakah tafsir

ini akan selesai dikerjakan, padahal tugas-tugas yang l’ain di dalam masyarakat

terlalu besar pula? Memang, Hamka kerapkali meninggalkan rumah. Dia kerapkali

keluar kota dan memenuhi undangan dari kawan-kawan sepaham di daerah-daerah

yang jauh. Dia juga menjadi Dosen pada beberapa Perguruan Tinggi, baik di Jakarta

ataupun di daerah. Dia menjadi guru besar di Pusraoh (Pusat Pendidikan Rohani)

Islam Angkatan Darat. Bahkan Hamka sempat merasa pesimis, seperti terbaca dari

penuturannya: “Kalau begini halnya, niscaya tafsir ini tidak akan selesai dalam masa

20 tahun. Padahal umur bertambah tua juga. Sebab, jika dihitung-hitung dari segi

umur pada waktu itu, yaitu akhir tahun 1963, mungkin tafsir ini tidak akan selesai

sampai saya meninggal”. 54

Pada hari Senin, 12 Ramadhan 1383, bertepatan dengan 27 Januari 1964,

Hamka mengadakan pengajian mingguan di Masjid Agung Al-Azhar terhadap kira-

kira 100 orang kaum ibu, membahas QS Al-Baqarah 255, atau ayat Al-Kursi. Pukul

11 siang selesailah pengajian dan Hamka kembali ke rumah melepas lelah sejenak

menunggu datangnya waktu Dzuhur.55

53
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001), Juz I, h. 66
54
Hamka, Tafsir Al-Azhar, h. 67
55
Hamka, Tafsir Al-Azhar, h. 66

37
Pada saat istirahat itulah empat orang menjemput Hamka untuk ditahan, setelah

sebelumnya menyerahkan surat tugas penahanan. Setelah empat hari dalam tahanan,

barulah Hamka diperiksa dengan tuduhan: merencanakan membunuh Menteri Agama

H. Saifuddin Zuhri, hendak mengadakan coup d’etat, menghasut mahasiswa agar

meneruskan pemberontakan Kartosuwiryo, Daud Beureuh, M. Natsir dan Syafruddin

Prawiranegara.56

Lain yang difikirkan Hamka, lain pula rencana Tuhan. Tuhan Allah rupanya

menghendaki agar masa terpisah dari anak istri, dan masyarakat dua tahun, dapat

digunakan Hamka menyelesaikan pekerjaan berat itu, menafsirkan Al-Quran. Dengan

petunjuk dan hidayah Allah, beberapa hari sebelum dia dipindahkan ke dalam

tahanan rumah, penafsiran Al-Quran 30 Juz telah selesai. Semasa dalam tahanan

rumah dua bulan lebih, Hamka mempergunakan pula buat menyisip mana yang masih

kekurangan.57

Hamka merasa bersyukur, meskipun harus melewati hari-harinya di balik terali

besi. Betapa tidak, karena fitnah dan hasad manusia Hamka hidup terpencil. Padahal

dalam masa terpencil itulah Beliau dapat berkhalwat dan beribadah lebih khusu’.

Saat-saat senggang yang begitu luas, malamnya dapat digunakan buat ibadah,

munajat dan tahajjud. Siang yang panjang dapat digunakannya buat mengarang,

tafakkur dan muthâla’ah.58

56
Hamka, Tafsir Al-Azhar, h. 67
57
Hamka, Tafsir Al-Azhar, h. 70
58
Hamka, Tafsir Al-Azhar, h. 72

38
Demikianlah, penjara itu membawa hikmah yang besar buat Hamka, pekerjaan

menulis Tafsir Al-Azhar telah selesai. Sebagai penutup bab ini saya ingin kutipkan

komentar mantan Presiden Republik Indonesia ke-4 terhadap karya Hamka tersebut.

Abdurrahman Wahid mengatakan bahwa lewat Tafsir Al-Azhar, Hamka

mendemonstrasikan keluasan pengetahuannya di hampir semua disiplin yang

tercakup oleh bidang ilmu-ilmu agama Islam serta pengetahuan non-keagamaan yang

kaya dengan informasi.59

59
Abdurrahman Wahid, “Benarkah Hamka Seorang Besar”, dalam Nasir Tamara, dkk.,
Hamka di Mata Hati Umat, h. 30

39
BAB IV

ANALISIS MEDAN MAKNA KATA QALBU DAN TERJEMAHANNYA

DALAM TAFSIR AL-AZHAR

A. Pendahuluan

Setiap perbuatan tidak akan terlepas dari pelakunya (subjek). Demikian halnya

dengan produk terjemahan. Produk terjemahan itu dianggap baik atau buruk, jelas

atau bertele-tele, sangat tergantung siapa yang menerjemahkan walaupun penerjemah

sebagai pencipta, dia tidak punya kebebasan seluas kebebasan yang dimiliki penulis

naskah aslinya, karena Ia menciptakan dunia ciptaan yang sudah ada.60

Pada bab ini penulis akan menjabarkan temuan dan analisis medan makna kata

Qalbu dalam tafsir Al-Azhar. Adapun medan makna kata Qalbu meliputi kata; qulub,

fuadun, afidatun, nafs, anfusu, nufusun, shadrun, shudurun, ‘‘ainu, dan a’yun.

B. Analisis

a. Medan Makna

1. Kata ‘ain

Surat Taha ayat 40 di sini Abuya Hamka menerjemahkan kata ‘ain menjadi hati,

kalau kita terjemahkan dari kata perkata ‘ain di sini memiliki arti mata, akan tetapi

Abuya Hamka menerjemahkannya berbeda. Hal ini dikarenakan jika merujuk pada

60
Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004)

40
teori semantik, khususnya medan makna menurut Kridalaksana “medan makna

merupakan bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari

bidang kehidupan atau realitas dalam alam semesta tertentu yang direalisasikan oleh

seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan.”61

Adapun dalam kasus terjemahan QS. Taha: 40 ini, Abuya Hamka mencoba

menerjemahkan kata ‘‘ain secara maknawi, tidak lagi secara harfiah dengan mencoba

menafsirkan bahwa seorang realitas dalam kehidupan seorang anak yang

dipertemukan dengan orang yang mengasuhnya yakni ibu, dapat digambarkan betapa

bahagianya hati ibu dengan kembalinya anaknya yang dapat ia lihat kembali sehingga

membuat hatinya senang. Oleh sebab itu, kata ‘mata’ mempunyai makna terdekat

dengan ‘hati’.

َ َ‫ﻚ ﻓَﺘَﻘُﻮ ُل ھ َۡﻞ أَ ُدﻟﱡ ُﻜﻢۡ َﻋﻠَ ٰﻰ َﻣﻦ ﯾَ ۡﻜﻔُﻠُ ۖۥﮫُ ﻓَ َﺮ َﺟ ۡﻌ ٰﻨ‬
َ ‫ﻚ إِﻟَ ٰ ٓﻰ أُ ﱢﻣ‬
‫ﻚ َﻛ ۡﻲ ﺗَﻘَ ﱠﺮ ﻋ َۡﯿﻨُﮭَﺎ َو َﻻ‬ َ ُ‫إِ ۡذ ﺗَﻤۡ ِﺸ ٓﻲ أُ ۡﺧﺘ‬

َ‫ﻮﻧ ۚﺎ ﻓَﻠَﺒِ ۡﺜﺖَ ِﺳﻨِﯿﻦَ ﻓِ ٓﻲ أَ ۡھ ِﻞ َﻣ ۡﺪﯾَﻦَ ﺛُ ﱠﻢ ِﺟ ۡﺌﺖ‬ َ ‫ﻚ ِﻣﻦَ ٱ ۡﻟ َﻐ ﱢﻤ َﻮﻓَﺘَ ٰﻨﱠ‬


ٗ ُ‫ﻚ ﻓُﺘ‬ َ َ‫ﺗ َۡﺤ َﺰ ۚنَ َوﻗَﺘ َۡﻠﺖَ ﻧ َۡﻔﺴٗ ﺎ ﻓَﻨَﺠ ۡﱠﯿ ٰﻨ‬

٤٠‫َﻋﻠَ ٰﻰ ﻗَﺪ َٖر ٰﯾَ ُﻤﻮ َﺳ ٰﻰ‬

Terjemahan

Seketika saudara perempuanmu berjalan, lalu dia berkata: Sudikah kalian aku

tunjukkan atas orang yang akan mengasuhnya? Lalu Kami kembalikanlah engkau

kepada ibumu, agar senanglah hatinya dan tidak dia berdukacita lagi. Lalu engkau

61
Jatu Perwitosari, dkk. “Medan Makna Verba “Membawa” dalam Bahasa Melayu Dialek
Sintang”, Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra FKIP Untan

41
bunuh satu orang. Maka lepaskan engkau dari kesusahan, dan Kami percobai

engkau dengan berbagai percobaan, lalu tinggallah engkau beberapa tahun di

antara penduduk Madyan. Kemudian engkau pun datang menurut waktu yang telah

ditentukan, hai Musa

2 Kata Qalb

Al-Baqarah ayat 7 Abuya Hamka menerjemahkan kata qalb jelas dengan terjemahan

hati. Di sini, beliau menerjemahkan cukup dengan terjemahan harfiah, sebab beliau

telah menafsirkan sendiri di dalam kitab Tafsir al-Azhar yang menjelaskan bahwa

Allah telah menutup hati mereka yakni orang-orang kafir yang tidak mau menerima

peringatan dari Allah melalui Muhammad serta mereka tidak mau beriman kepada

agama tauhid yakni Islam. Oleh sebab itulah Allah menutup hati, pendengaran dan

penglihatan mereka, namun Abuya Hamka di sini menerjemahkan kata “khatama”

dengan terjemahan “dimaterai” padahal jika dilihat secara harfiah, maka berarti

‘ditutup’. Akan tetapi beliau lebih senang menggunakan diksi ‘dimaterai’ dan jika

dilihat diterjemahan Kemenag menggunakan arti ‘mengunci-mati’. Hal ini, dapat

diartikan bahwa kata “khatama” lebih mengerucut pada arti ‘dimaterai’ yang artinya

sama dengan ‘dikunci-mati’ dan tidak dapat dibuka kembali.

Kembali pada terjemahan kata ‘qalb’ sebagaimana telah disinggung di atas,

bahwa Abuya Hamka tidak perlu menggunakan terjemahan maknawi sebab medan

makna sel’ain kata ‘hati’ untuk terjemahan QS. Al-Baqarah : 7 tidak ada yang cocok

42
dengan kata-kata selanjutnya pada terjemahan tersebut. Sebab, setelah kata ‘hati’,

selanjutnya terdapat kata ‘pendengaran’ dan ‘penglihatan’. Rangkaian kata-kata

tersebut merupakan kesepadanan yang efektif dalam penerjemahan, sebab ketiga kata

tersebut mempunyai makna kolokasi yang sama yaitu berkaitan dengan anggota

tubuh manusia.

ۖ
٧ ِ ‫ة َوﻟَﮭُﻢۡ َﻋ َﺬابٌ ﻋ‬ٞ ‫ﺼ ِﺮ ِھﻢۡ ِﻏ ٰ َﺸ َﻮ‬
‫ﯿﻢ‬ٞ ‫َﻈ‬ َ ٰ ‫ُ َﻋﻠَ ٰﻰ ﻗُﻠُﻮﺑِ ِﮭﻢۡ َو َﻋﻠَ ٰﻰ َﺳﻤۡ ِﻌ ِﮭﻢۡۖ َو َﻋﻠَ ٰ ٓﻰ أَ ۡﺑ‬#‫َﺧﺘَ َﻢ ٱ ﱠ‬

Terjemahan:

Telah dimaterai oleh Allah atas hati mereka dan atas pendengaran mereka, dan atas

penglihatan mereka ada penutup; dan bagi mereka adalah azab yang besar.

3. Kata Nafs

Al-A’raf ayat 205 ini Abuya Hamka menerjemahkan kata ‘nafs’ menjadi kata ‘hati’,

padahal jika diterjemahkan secara harfiah kata ‘nafs’ bermakna ‘diri’. Dalam hal ini,

dapat dilihat bahwa beliau sebagaimana dalam tafsirnya menyatakan bahwa:

“bersamaan sebutan pada lidah dengan ingatan dalam hati. Sebab dengan kalimat

Duunal Jahri yang berarti jangan keras-keras, dapatlah difahamkan bahwa nama

Allah itu disebut juga dengan lidah, ditekan dengan Tadharru’, merendah diri,

disertai dengan kalimat Fiinafsika, dalam dirimu.”

43
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa Abuya Hamka telah

terlebih dahulu menerjemahkan kata nafsik secara harfiah yakni ‘diri’, tetapi setelah

masuk ke dalam sebuah kalimat, tentu tidaklah efektif jika menggunakan terjemahan

kata ‘diri’ sebab akan terjadi pengulangan kata yang sama yaitu pada frase ‘di dalam

dirimu’ dan ‘dengan merendah diri’.

Sedangkan jika dilihat dari segi medan makna, maka kata ‘diri’ lebih

mendekati pada arti ‘hati’, makna kolokasi yang sama yaitu berkaitan dengan anggota

tubuh manusia. Sehingga beliau menentukan diksi tersebut dalam penerjemahan QS.

Al-A’raf: 205 tersebut.

‫ﺎل َو َﻻ‬
ِ ‫ﺻ‬ ٓ ۡ ‫ﻀﺮﱡ ٗﻋﺎ َو ِﺧﯿﻔَ ٗﺔ َو ُدونَ ٱ ۡﻟ َﺠ ۡﮭ ِﺮ ِﻣﻦَ ٱ ۡﻟﻘَ ۡﻮ ِل ﺑِﭑ ۡﻟ ُﻐ ُﺪ ﱢو َوٱ‬
َ ‫ﻷ‬ َ َ‫ﻚ ﺗ‬ َ ‫َوٱ ۡذ ُﻛﺮ ﱠرﺑﱠ‬
َ ‫ﻚ ﻓِﻲ ﻧ َۡﻔ ِﺴ‬

٢٠٥ َ‫ﺗَ ُﻜﻦ ﱢﻣﻦَ ٱ ۡﻟ ٰ َﻐﻔِﻠِﯿﻦ‬

Terjemahan:

Dan sebutlah Tuhan engkau di dalam hatimu dengan merendah diri dan takut; dan

tidak dengan kata-kata yang keras, pada pagi hari dan petang; dan janganlah

engkau termasuk orang-orang yang lalai.

4. Kata Fuaad

Al-Hud ayat 120 di Ayat ini Abuya Hamka menerjemahkan kata fuaad dengan

‘hati’. Adapun terjemahan ini cukup dengan terjemahan harfiah, sebab secara lughawi

kata qalb memiliki kesamaan arti dengan kata fuaad yaitu keduanya sama-sama

44
bermakna ‘hati’. Akan tetapi dari kedua kata tersebut, masing-masing mempunyai

makna yang mendalam. 1) Kata Qalb adalah kata yang sering digunakan untuk

menunjukkan maksud ‘hati/jantung’, dan kata ini memiliki akar kata yang bermakna

sesuatu yang dapat berubah dan berbolak-balik. Seperti dalam HR. Ahmad: 23463,

yaitu “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami dalam

Islam.” 2) Kata fuaad berasal dari kata kerja fa’ada yang berarti ‘terbakar/membakar

atau berkobar’. Jika dilihat dari intensitas penggunaan bahasa Arab, kata fuaad

digunakan dalam konteks untuk menggambarkan hati yang sedang ‘terbakar’ emosi,

baik emosi marah, sedih, senang, frustasi, dan sebag’ainya, salah satu contohnya

terdapat dalam QS. Al-Qashash: 10. “Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa”, hal ini

menggambarkan bahwa hati ibunda Musa as. Sangat khawatir sebab anaknya Musa

berada di tangan Fir’aun.

‫ك ﻓِﻲ ٰھَ ِﺬ ِه ٱ ۡﻟ َﺤ ﱡ‬
‫ﺔ‬ٞ َ‫ﻖ َو َﻣ ۡﻮ ِﻋﻈ‬ َ ۚ ‫ﱢﺖ ﺑِ ِۦﮫ ﻓُ َﺆا َد‬
َ ‫ك َو َﺟﺎٓ َء‬ َ ‫َو ُﻛ ٗ ّﻼ ﻧﱠﻘُﺺﱡ َﻋﻠَ ۡﯿ‬
ُ ‫ﻚ ِﻣ ۡﻦ أَ ۢﻧﺒَﺎٓ ِء ٱﻟﺮﱡ ﺳ ُِﻞ َﻣﺎ ﻧُﺜَﺒ‬

١٢٠ َ‫َو ِذ ۡﻛ َﺮ ٰى ﻟِ ۡﻠ ُﻤ ۡﺆ ِﻣﻨِﯿﻦ‬

Terjemahan:

Dan tiap-tiapnya itu, telah Kami kisahkan kepada engkau darihal berita-berita

Rasul-Rasul itu, ialah untuk Kami menetapkan hati engkau dengan dia. Dan telah

datang kepada engkau di dalam semua (berita-berita) ini dengan kebenaran dan

pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.

45
5. Kata Sodrun

Az-Zumar ayat 22. Di dalam ayat ini Abuya Hamka banyak menafsirkan kata sodrun

dengan makna hati. Kata sodrun ini juga sering mempunyai arti yang sama dengan

kata qalb dan fuaad sebagaimana telah disinggung pada analisis QS. Al-Hud: 120,

yakni sama-sama bermakna ‘hati’. Akan tetapi, jika dilihat lebih dalam, kata shadr

sebenarnya bermakna ‘dada’ untuk digunakan dalam menggambarkan sesuatu yang

tersembunyi atau niatan yang tersembunyi dan tertutup. Contohnya dalam QS. Ali-

Imran: 29 berbunyi: “katakanlah, “Jika kamu menyembunyikan apa yang ada di

dalam hatimu atau melahirkannya, pasti Allah mengetahui.” Allah mengetahui apa-

apa yanag ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas

segala sesuatu.” Dan ditambah dengan dalil QS. An-Nas: 5, yaitu “yang

membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.”

Berdasarkan ayat di atas, dapat diterangkan bahwa setan tidak bisa

membisikkan kejahatan ke dalam qalb manusia, karena hati pada dasarnya suci. Akan

tetapi, setan dapat masuk ke dalam dada manusia meski belum sampai ke hati, sebab

hati diibaratkan benteng, sedangkan mata, lidah, tangan dan telinga merupakan celah-

celah atau pintu yang dapat dijadikan perantara oleh setan untuk merasuki dan

membisikkan kejahatan ke dalam diri manusia.

Oleh karena itu, dari ketiga kata di atas, jika diteliti lebih mendalam maka

dapat terlihat perbedaan-perbedaan yang ada di dalamnya, dengan melihat akar kata,

struktur kalimat, serta medan makna dalam studi semantik.

46
ۚ ‫ﻞ ﻟﱢ ۡﻠ ٰﻘَ ِﺴﯿَ ِﺔ ﻗُﻠُﻮﺑُﮭُﻢ ﱢﻣﻦ ِذ ۡﻛ ِﺮ ٱ ﱠ‬ٞ ‫ﻮر ﱢﻣﻦ ﱠرﺑﱢ ۚ ِﮫۦ ﻓَ َﻮ ۡﯾ‬
ِ$ ٖ ُ‫ﻓَﮭُ َﻮ َﻋﻠَ ٰﻰ ﻧ‬ ‫ﻺ ۡﺳ ٰﻠَ ِﻢ‬
ِ ۡ ِ‫ﺻ ۡﺪ َرهۥُ ﻟ‬
َ ُ#‫أَﻓَ َﻤﻦ َﺷ َﺮ َح ٱ ﱠ‬
ٓ
َ ِ‫أُوْ ٰﻟَﺌ‬
‫ﻚ ﻓ ِﻲ‬
َٰ
ٍ ِ‫ﺿﻠَ ٖﻞ ﱡﻣﺒ‬
٢٢ ‫ﯿﻦ‬

Terjemahan:

Maka apakah orang yang dilapangkan Allah dadanya untuk menerima Islam, lalu dia

beroleh cahaya dari Tuhannnya? Maka celakalah bagi orang yang kesat hati mereka

dari menginat Allah. Orang-orang itu adalah dalam kesesatan yang nyata.

Dengan demikian, yang perlu menjadi catatan bahwa, dari hasil data yang

peneliti analisis di atas, meski terdapat beberapa kata bahasa Arab yang memiliki

makna yang sama yaitu ‘hati’, tetapi tidak semua dari kata tersebut diartikan dengan

kata ‘hati’, mel’ainkan tetap disesuaikan dengan teks, koteks, dan konteks, serta

medan makna dalam kajian semantik bahasa Arab.

b. Komponen Makna

Di kamus besar bahasa Indonesia kata hati sangat beragam penjelasan salah satunya:

1. Organ badan yang berwarna kemerah-merahan dibagian atas rongga perut,

gunanya untuk mengambil sari-sari makanan di dalam darah dan

menghasilkan empedu.

47
2. Daging dari hati sebagai bahan makanan (terutama hati dari binatang

sembelihan)

3. Sesuatu yang ada dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala

perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian(perasaan)

4. Apa yang terasa di dalam hati, sedih, sanubari/perasaan batin.62

Kemudian penulis mengumpulkan beberapa kompenan makna dari kata qolbu,

‘ain, shadr, fu’adun, nafs. Kata-kata tersebut penulis kumpulkan dari beberapa kamus

bahasa Arab, jadi komponen makna mengajarkan kepada kita bahwa setiap kata atau

unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk

makna kata tersebut, atau keseluruhan makna dari suatu kata, terdiri dari sejumlah

elemen, antara elemen yang satu dengan elemen yang l’ain memiliki ciri yang

berbeda-beda.

KOMPONEN MAKNA

N QALB ‘AIN SHADR FU’AD NAFS


O UN
1 Lubuk hati Mata /di Dada/ buah Kalbu/ Jiwa/ akal pikiran
dalam dada hati
2 Jantung Pemimpi Permulaan/ Akal Orang/ diri orang
n, awal pikiran
Kepala
3 Kekuatan/kebe Penting Ketakutan/ Lubuk Tubuh/ jasad/darah
ranian kegelisahaa hati
n
4 Pusat Yang kelapangan Semangat/hasrat/ke
bagus/In hendak

62
Departemen Pendidikan Nasional, KBBI Edisi 4, (Jakarta: Gramedia pustaka utama,
2008), hal 487

48
dah
5 Jiwa raga Berharg Mengembir Pendapat/kemulyaa
a akan n
6 Berbolak balik Keluhur Kepala/ Batin/jiwa/rohani
an, pemimpin
Kemuly kaum
aan

Klasifikasi penulis lakukan untuk memperjelas definisi, karena semakin sempit

klasifikasinya, akan semakin jelas definisinya, penulis akan mengklasifikasikan dari

penggunaan 5 kata di atas, penulis menemukan letak perubahan makna dari

banyaknya unsur leksikal atau kata sampai menemukan sebuah kesimpulan makna.

a. Qalb

Memiliki makna hati secara harfiah, sebagai mana telah penulis jabarkan di

atas bahwa kata Qalb adalah kata yang sering digunakan untuk menunjukkan

maksud ‘hati/jantung’, dan kata ini memiliki akar kata yang bermakna sesuatu

yang dapat berubah dan berbolak-balik. Seperti dalam HR. Ahmad: 23463,

yaitu “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami

dalam Islam.” Kalau kita melihat tabel kompenen makna, sesuai dengan apa

yang penulis temukan di dalam kamus, memiliki penyempitan definisi

sehingga lebih mudah orang untuk memahami maksud dari kata ini, yakni

bentuk hati yang dapat berbolak balik, atau ketidak tetapan hati, yang sering

digunakan dalam Al-Quran dan Al-Hadits.

49
b. ‘Ain

Memiliki makna mata secara harfiah, akan tetapi kalau kita melihat dari

komponen maknanya ada beberapa elemen yang kita akan membenarkan

Abuya Hamka menerjemahkan dengan kata hati, kalau kita kaitkan dengan

medan makna maka makna kolokasi yaitu berkaitan dengan anggota tubuh

manusia, antara mata dan hati sangatlah berkaitan, seperti komponen makna di

dalam tabel: keluhuran, kemulyaan, kebahagiaan, kegembiraan semua berasal

dari hati. Dalam konteks ini Abuya Hamka mencoba menerjemahkan ‘ain

menggunakan konteks kebahagian, kegembiraan sebagaimana di dalam tafsir

Al-Azhar juga di jelaskan “seorang anak yang dipertemukan dengan orang

yang mengasuhnya yakni ibu, dapat digambarkan betapa bahagianya hati ibu

dengan kembalinya anaknya yang dapat ia lihat kembali sehingga membuat

hatinya senang”.

c. Shadr

Memiliki makna dada, kalau kita melihat dari komponen makna sesuai

dengan table di atas, semau penjelasan yang berkaitan dengan hati, akan tetapi

setelah di analisis semuanya adalah berbentuk yang tersembunyi, seperti kata

“kegelisahaan, kelapangan” adalah bentuk kata-kata yang digunakan dalam

menggambarkan sesuatu yang tersembunyi atau niatan yang tersembunyi dan

tertutup. Contohnya dalam QS. Ali-Imran: 29 berbunyi: “katakanlah, “Jika

kamu menyembunyikan apa yang ada di dalam hatimu atau melahirkannya,

50
pasti Allah mengetahui.” Allah mengetahui apa-apa yanag ada di langit dan

apa-apa yang ada di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Dan

ditambah dengan dalil QS. An-Nas: 5, yaitu “yang membisikkan (kejahatan)

ke dalam dada manusia.”. sebenarnya tidak ada artian yang spesifik

menerjemahkan ini dengan hati, akan tetapi Abuya Hamka banyak

menafsirkan kata-kata itu dengan hati, setelah penulis analisis dengan

komponen makna banyak elemen yang menerangkan kata shadr barkaitan

dengan hati.

d. Fuad

Kata fuaad berasal dari kata kerja fa’ada yang berarti ‘terbakar/membakar

atau berkobar’. Jika dilihat dari intensitas penggunaan bahasa Arab, kata

fuaad digunakan dalam konteks untuk menggambarkan hati yang sedang

‘terbakar’ emosi, baik emosi marah, sedih, senang, frustasi, dan sebag’ainya,

salah satu contohnya terdapat dalam QS. Al-Qashash: 10. “Dan menjadi

kosonglah hati ibu Musa”, di sini menggambarkan bahwa hati ibunda Musa

as. Sangat khawatir sebab anaknya Musa berada di tangan Fir’aun. Tidak

banyak elemen dari komponen makna kata Fuad, di karenakan memiliki

makna yang sama dengan qalb, sehingga Abuya Hamka menerjemahkan

secara harfiah, hanya saja dapat digunakan di dalam konteks yang berbeda

dengan qalb.

51
e. Nafs

Memiliki makna diri, kalau kita melihat komponen maknanya, memiliki

sangat banyak kesamaan, seperti jiwa, orang, tubuh, jasad, darah, semangat,

hasrat, kehendak, batin, rohani. Memiliki satu kesatuan dengan hati, sehingga

sangatlah mungkin kata nafs diterjemahkan dengan kata hati, sebab dari kata

tersebut mempunyai makna kolokasi yang sama yaitu berkaitan dengan

anggota tubuh manusia, kata nafs ini banyak digunakan dalam konteks

seorang hamba meminta kepada Allah dengan meminta belas kasih, ketidak

berdayaan diri atau kelemahan, yang kalau kita lihat semuaya berada di dalam

komponen makna.

C. Temuan

Terjemahan Kata Surat/Ayat Nash/Teks

Hamka

Katakanlah : ‫ﻗﻠﺐ‬ Al-Baqarah : 97 ‫َﻋ ُﺪ ٗ ّوا‬ َ‫َﻛﺎن‬ ‫َﻣﻦ‬ ‫ق ُ◌ ۡل‬


Barangsiapa yang
menjadi musuh dari
Jibril, maka ِ ‫ﻟﱢ‬
‫ـﺠ ۡﺒ ِﺮﯾ َﻞ ﻓَﺈِﻧﱠﮫۥُ ﻧَ ﱠﺰﻟَ ۥﮫُ َﻋﻠَ ٰﻰ‬
sesungguhnya dia itu
telah menurunkan ke َ ‫ِ ُﻣ‬#‫ﻚ ﺑِﺈِ ۡذ ِن ٱ ﱠ‬
‫ﺼﺪ ٗﱢﻗﺎ ﻟﱢ َﻤﺎ‬ َ ِ‫ﻗَ ۡﻠﺒ‬
dalam hati engkau
dengan izin Allah, ‫ﺑَ ۡﯿﻦَ ﯾَﺪ َۡﯾ ِﮫ َوھُ ٗﺪى َوﺑ ُۡﺸ َﺮ ٰى‬
menyetujui apa yang

52
ada di hadapannya ٩٧ َ‫ﻟِ ۡﻠ ُﻤ ۡﺆ ِﻣﻨِﯿﻦ‬
dan petunjuk dan
kabar gembira bagi
orang- orang yang
beriman.63
Dan setengah dari Al-Baqarah : 204 ‫ﻚ‬ ِ ‫َو ِﻣﻦَ ٱﻟﻨﱠ‬
َ ُ‫ﺎس َﻣﻦ ﯾ ُۡﻌ ِﺠﺒ‬
manusia ada yang
menarik hati engkau
kata-katanya dari
‫ﻗَ ۡﻮﻟُﮫۥُ ﻓِﻲ ٱ ۡﻟ َﺤﯿَ ٰﻮ ِة ٱﻟ ﱡﺪ ۡﻧﯿَﺎ‬
hidup di dunia, dan
dia menjadikan Allah ‫َ َﻋﻠَ ٰﻰ َﻣﺎ ﻓِﻲ ﻗَ ۡﻠﺒِ ِۦﮫ‬#‫َوﯾ ُۡﺸ ِﮭ ُﺪ ٱ ﱠ‬
saksi atas apa yang
dalam hatinya, ٢٠٤ ‫ﺎم‬
ِ ‫ﺼ‬َ ‫ٱ ۡﻟ ِﺨ‬ ‫َوھُ َﻮ أَﻟَ ﱡﺪ‬
padahal dia adalah
sejahat jahat musuh.
64

Dan ingatlah tatkala Al-Baqarah : 260 ‫َوإِ ۡذ ﻗَﺎ َل إِ ۡﺑ ٰ َﺮ ِھۧ ُﻢ َربﱢ أَ ِرﻧِﻲ‬
berkata Ibrahim: Ya
Tuhanku!
Perlihatkanlah
‫َﻛ ۡﯿﻒَ ﺗُ ۡﺤ ِﻲ ٱ ۡﻟ َﻤ ۡﻮﺗ َٰۖﻰ ﻗَﺎ َل أَ َو‬
Engkau
menghidupkan orang ‫ﻟَﻢۡ ﺗُ ۡﺆ ِﻣ ۖﻦ ﻗَﺎ َل ﺑَﻠَ ٰﻰ َو ٰﻟَ ِﻜﻦ‬
yang telah mati.
Berfirman Dia: ‫ﻗَﺎ َل ﻓَ ُﺨ ۡﺬ‬ ۖ‫ﻟﱢﯿَ ۡﻄ َﻤﺌِ ﱠﻦ ﻗَ ۡﻠﺒِﻲ‬
Apakah engkau tidak
percaya? Berkata
dia: Sekali-kali
‫أَ ۡرﺑَ َﻌ ٗﺔ ﱢﻣﻦَ ٱﻟﻄﱠ ۡﯿ ِﺮ ﻓَﺼ ُۡﺮھُ ﱠﻦ‬
bukan begitu, akan
tetapi untuk ‫ﻚ ﺛُ ﱠﻢ ٱ ۡﺟ َﻌ ۡﻞ َﻋﻠَ ٰﻰ ُﻛﻞﱢ َﺟﺒَ ٖﻞ‬
َ ‫إِﻟَ ۡﯿ‬
menetapkan hatiku.
Berfirman Dia: ‫ﱢﻣ ۡﻨﮭ ﱠُﻦ ﺟ ُۡﺰءٗ ا ﺛُ ﱠﻢ ٱ ۡد ُﻋﮭ ﱠُﻦ‬
Kalau begitu,
ambillah empat ekor
َ َ‫ﯾَ ۡﺄﺗِﯿﻨ‬
َ#‫ﻚ َﺳ ۡﻌﯿٗ ۚﺎ َوٱ ۡﻋﻠَﻢۡ أَ ﱠن ٱ ﱠ‬
burung dan

63
Tafsir Al-Azhar, Juz I, hal 320
64
Tafsir Al-Azhar, Juz I, hal 191

53
jinakkanlah dia ٢٦٠ ‫ﯿﻢ‬
ٞ ‫َﺣ ِﻜ‬ ‫َﺰﯾ ٌﺰ‬
ِ ‫ﻋ‬
kepada dirimu,
kemudian
letakkanlah di atas
tiap-tiap gunung
daripadanya
sebagian-sebagian,
kemudian itu
panggillah mereka,
niscaya mereka akan
datang kepada
engkau dengan
segera. Dan
ketahuilah
bahwasanya Allah
adalah Maha Gagah,
lagi Maha
Bijaksana!65
Dan jika kamu di Al-Baqarah : 283 ۡ‫۞ َوإِن ُﻛﻨﺘُﻢۡ َﻋﻠَ ٰﻰ َﺳﻔَ ٖﺮ َوﻟَﻢ‬
dalam perjalanan,

‫ۖﺔ‬ٞ ‫ﺿ‬
sedang kamu tidak
mendapat seorang َ ‫ﻦ ﱠﻣ ۡﻘﺒُﻮ‬ٞ َ‫وا َﻛﺎﺗِﺒٗ ﺎ ﻓَ ِﺮ ٰھ‬
ْ ‫ﺗ َِﺠ ُﺪ‬
penulis, maka
hendaklah kamu ‫ﻀﺎ‬ ُ ‫ﻓَﺈِ ۡن أَ ِﻣﻦَ ﺑَ ۡﻌ‬
ٗ ‫ﻀ ُﻜﻢ ﺑَ ۡﻌ‬
pegang barang-
barang agunan. ُ‫ﻓَ ۡﻠﯿُ َﺆ ﱢد ٱﻟﱠ ِﺬي ٱ ۡؤﺗُ ِﻤﻦَ أَ ٰ َﻣﻨَﺘَ ۥﮫ‬
Tetapi jika percaya
yang setengah kamu ْ ‫َ َرﺑﱠ ۗۥﮫُ َو َﻻ ﺗ َۡﻜﺘُ ُﻤ‬#‫ﻖ ٱ ﱠ‬ ۡ
akan yang setengah,
‫ﻮا‬ ِ ‫َوﻟﯿَﺘﱠ‬
maka hendaklah
orang yang diserahi ُ‫ٱﻟ ﱠﺸ ٰﮭَ َﺪ ۚةَ َو َﻣﻦ ﯾَ ۡﻜﺘُﻤۡ ﮭَﺎ ﻓَﺈِﻧﱠ ٓۥﮫ‬
amanat itu
menunaikan َ‫ُ ﺑِ َﻤﺎ ﺗ َۡﻌ َﻤﻠُﻮن‬#‫ﻢ ﻗَ ۡﻠﺒُ ۗﮫۥُ َوٱ ﱠ‬ٞ ِ‫َءاﺛ‬
amanatnya, dan
hendaklah ia takwa

65
Tafsir Al-Azhar, Juz III, hal 46

54
kepada Allah, ٢٨٣ ‫ﯿﻢ‬
ٞ ِ‫َﻋﻠ‬
Tuhannya. Dan
janganlah kamu
sembunyikan
(kesaksian) itu, maka
sesungguhnya telah
berdosalah hatinya.
Dan Allah
mengetahui apa yang
kamu kerjakan. 66
Telah dimaterai oleh ‫ﻗﻠﻮب‬ Al-Baqarah : 7 ‫ُ َﻋﻠَ ٰﻰ ﻗُﻠُﻮﺑِ ِﮭﻢۡ َو َﻋﻠَ ٰﻰ‬#‫َﺧﺘَ َﻢ ٱ ﱠ‬
Allah atas hati
mereka dan atas
pendengaran mereka, َ ٰ ‫َو َﻋﻠَ ٰ ٓﻰ أَ ۡﺑ‬
ۡ‫ﺼ ِﺮ ِھﻢ‬ ۖۡ‫َﺳﻤۡ ِﻌ ِﮭﻢ‬
dan atas penglihatan
mereka ada penutup; ٧ ‫ﯿﻢ‬
ٞ ‫َﻈ‬
ِ ‫ﻋ‬ ٌ‫ۖة َوﻟَﮭُﻢۡ َﻋ َﺬاب‬ٞ ‫ِﻏ ٰ َﺸ َﻮ‬
dan bagi mereka
adalah azab yang
besar. 67
Di dalam hati mereka Al-Baqarah : 10 ٞ ‫ﱠﻣ َﺮ‬
‫ض‬ ‫ﻗُﻠُﻮﺑِ ِﮭﻢ‬ ‫ف ِ◌ي‬
ada penyakit, maka
menambahlah Allah
akan penyakit (l’ain).
ۡ‫ﺿ ۖﺎ َوﻟَﮭُﻢ‬
ٗ ‫ُ َﻣ َﺮ‬#‫ﻓَ َﺰا َدھُ ُﻢ ٱ ﱠ‬
Dan untuk mereka
adalah azab yang ْ ُ‫َﻛﺎﻧ‬
‫ﻮا‬ ‫ﺑِ َﻤﺎ‬ ‫أَﻟِﯿ ۢ ُﻢ‬ ٌ‫َﻋ َﺬاب‬
pedih dari sebab
mereka telah ١٠ َ‫ﯾَ ۡﻜ ِﺬﺑُﻮن‬
berdusta.68
Kemudian telah Al – Baqarah : 74 ‫ﺛُ ﱠﻢ ﻗَ َﺴ ۡﺖ ﻗُﻠُﻮﺑُ ُﻜﻢ ﱢﻣ ۢﻦ ﺑَ ۡﻌ ِﺪ‬
kesat hati kamu

َ ِ‫ٰ َذﻟ‬
sesudah itu, maka
adalah dia laksana
‫ﻚ ﻓَ ِﮭ َﻲ َﻛﭑ ۡﻟ ِﺤ َﺠﺎ َر ِة أَ ۡو أَ َﺷ ﱡﺪ‬
batu atau lebih keras.

66
Tafsir Al-Azhar, Juz III, hal 111 - 112
67
Tafsir Al-Azhar, Juz I, Hal 157
68
Tafsir Al-Azhar, Juz I, Hal 164

55
Dan sesungguhnya ‫ﻗَ ۡﺴ َﻮ ٗۚة َوإِ ﱠن ِﻣﻦَ ٱ ۡﻟ ِﺤ َﺠﺎ َر ِة ﻟَ َﻤﺎ‬
daripada batu
kadang-kadang
terpancarlah
‫ﯾَﺘَﻔَ ﱠﺠ ُﺮ ِﻣ ۡﻨﮫُ ٱ ۡﻷَ ۡﻧ ٰﮭَ ۚ ُﺮ َوإِ ﱠن ِﻣ ۡﻨﮭَﺎ‬
daripadanya sungai-
sungai, dan ‫ﻖ ﻓَﯿَ ۡﺨ ُﺮ ُج ِﻣ ۡﻨﮫُ ٱ ۡﻟ َﻤﺎٓ ۚ ُء‬
ُ ‫ﻟَ َﻤﺎ ﯾَ ﱠﺸﻘﱠ‬
sesungguhnya
setengah dari ‫َوإِ ﱠن ِﻣ ۡﻨﮭَﺎ ﻟَ َﻤﺎ ﯾَ ۡﮭﺒِﻂُ ِﻣ ۡﻦ‬
padanya ada yang
‫ُ ﺑِ ٰ َﻐﻔِ ٍﻞ َﻋ ﱠﻤﺎ‬#‫ِ َو َﻣﺎ ٱ ﱠ‬$
belah, maka
ۗ ‫َﺧ ۡﺸﯿَ ِﺔ ٱ ﱠ‬
keluarlah air dari
dalamnya. Dan
sesungguhnya dari ٧٤ َ‫ﺗ َۡﻌ َﻤﻠُﻮن‬
setengahnya pula ada
yang runtuh dari
takutnya kepada
Allah. Dan tidaklah
Allah lengah dari apa
yang kamu perbuat.
69

Dan mereka berkata: Al – Baqarah : 88 ُ ۢ ‫ﻮا ﻗُﻠُﻮﺑُﻨَﺎ ُﻏ ۡﻠ‬


‫ﻒ ۚ◌ ﺑَﻞ‬ ْ ُ‫َوﻗَﺎﻟ‬
Hati kami tertutup!
Bukan! Tetapi
mereka telah
‫ُ ﺑِ ُﻜ ۡﻔ ِﺮ ِھﻢۡ ﻓَﻘَﻠِ ٗﯿﻼ ﱠﻣﺎ‬#‫ﻟﱠ َﻌﻨَﮭُ ُﻢ ٱ ﱠ‬
dikutuki oleh Allah
dari sebab kufur ٨٨ َ‫ﯾ ُۡﺆ ِﻣﻨُﻮن‬
mereka, maka
sedikitlah mereka
yang beriman. 70
Dan (ingatlah) Al – Baqarah : 93 ‫َوإِ ۡذ أَ َﺧ ۡﺬﻧَﺎ ِﻣﯿ ٰﺜَﻘَ ُﻜﻢۡ َو َرﻓَ ۡﻌﻨَﺎ‬
tatkala Kami ambil
perjanjian kamu, dan ْ ‫ﻟﻄﻮ َر ُﺧ ُﺬ‬
‫ﻓَ ۡﻮﻗَ ُﻜ ُﻢ ٱ ﱡ‬
ٓ‫وا َﻣﺎ‬
Kami angkatlah
gunung di atas kamu.

69
Tafsir Al-Azhar, Juz I, Hal 282
70
Tafsir Al-Azhar, Juz I, Hal 309

56
Lalu Kami ‫ﻮا‬ ْ ۖ ‫َءاﺗ َۡﯿ ٰﻨَ ُﻜﻢ ﺑِﻘُ ﱠﻮ ٖة َوٱ ۡﺳ َﻤﻌ‬
ْ ُ‫ُﻮا ﻗَﺎﻟ‬
firmankan: Ambillah
apa yang kami ْ ‫ﺼ ۡﯿﻨَﺎ َوأُ ۡﺷ ِﺮﺑ‬
datangkan kepada
‫ُﻮا‬ َ ‫َﺳ ِﻤ ۡﻌﻨَﺎ َو َﻋ‬
kamu dengan
sungguh-sungguh ۚۡ‫ﻓِﻲ ﻗُﻠُﻮﺑِ ِﮭ ُﻢ ٱ ۡﻟ ِﻌ ۡﺠ َﻞ ﺑِ ُﻜ ۡﻔ ِﺮ ِھﻢ‬
dan dengar-kanlah!
Mereka berkata: ۡ‫ﻗُ ۡﻞ ﺑِ ۡﺌ َﺴ َﻤﺎ ﯾَ ۡﺄ ُﻣ ُﺮ ُﻛﻢ ﺑِ ِٓۦﮫ إِﯾ ٰ َﻤﻨُ ُﻜﻢ‬
Telah kami
dengarkan dan kami
durhakai. Dan
٩٣ َ‫إِن ُﻛﻨﺘُﻢ ﱡﻣ ۡﺆ ِﻣﻨِﯿﻦ‬
menyelusuplah ke
dalam hati mereka
anak-lembu itu
lantaran kekafiran
mereka. Katakanlah:
Alangkah buruknya
apa yang disuruhkan
oleh iman kamu itu,
kalau memang kamu
beriman. 71
Dan berkata orang- Al – Baqarah:118 ‫َوﻗَﺎ َل ٱﻟﱠ ِﺬﯾﻦَ َﻻ ﯾَ ۡﻌﻠَ ُﻤﻮنَ ﻟَ ۡﻮ َﻻ‬
orang yang tidak

‫ۗﺔ‬ٞ َ‫ُ أَ ۡو ﺗ َۡﺄﺗِﯿﻨَﺎٓ َءاﯾ‬#‫ﯾُ َﻜﻠﱢ ُﻤﻨَﺎ ٱ ﱠ‬


berpengetahuan itu:
Mengapa tidak
bercakap-cakap
Allah itu dengan َ ِ‫َﻛ ٰ َﺬﻟ‬
‫ﻚ ﻗَﺎ َل ٱﻟﱠ ِﺬﯾﻦَ ِﻣﻦ ﻗَ ۡﺒﻠِ ِﮭﻢ‬
kita, atau datang
kepada kita suatu ۗۡ‫ﱢﻣ ۡﺜ َﻞ ﻗَ ۡﻮﻟِ ِﮭﻢۡۘ ﺗَ ٰ َﺸﺒَﮭَ ۡﺖ ﻗُﻠُﻮﺑُﮭُﻢ‬
tanda? Seperti itu
jugalah kata-kata ٓ ۡ ‫ﻗَ ۡﺪ ﺑَﯿﱠﻨﱠﺎ ٱ‬
orang-orang yang
ِ َ‫ﻷ ٰﯾ‬
َ‫ﺖ ﻟِﻘَ ۡﻮ ٖم ﯾُﻮﻗِﻨُﻮن‬
sebelum mereka,
seperti kata mereka ١١٨
itu pula. Ber-samaan

71
Tafsir Al-Azhar, Juz I, Hal 315

57
hati mereka.
Sesungguhnya telah
Kami jelaskan ayat-
ayat kepada kaum
yang yakin.72
Tidaklah Al – Baqarah: 220 ‫ُ ﺑِﭑﻟﻠﱠ ۡﻐ ِﻮ ﻓِ ٓﻲ‬#‫اﺧ ُﺬ ُﻛ ُﻢ ٱ ﱠ‬
ِ ‫ﱠﻻ ﯾُ َﺆ‬
diperhitungkan oleh

ِ ‫أَ ۡﯾ ٰ َﻤﻨِ ُﻜﻢۡ َو ٰﻟَ ِﻜﻦ ﯾُ َﺆ‬


Allah apa yang sia-
sia pada sumpah
‫اﺧ ُﺬ ُﻛﻢ ﺑِ َﻤﺎ‬
kamu. Tetapi akan
diperhitungkan kamu ‫ُ َﻏﻔُﻮ ٌر‬#‫َﻛ َﺴﺒَ ۡﺖ ﻗُﻠُﻮﺑُ ُﻜﻢۡۗ َوٱ ﱠ‬
oleh apa yang di
usahakan dia oleh ٢٢٥ ‫ﯿﻢ‬ٞ ِ‫َﺣﻠ‬
hati kamu. Sedang
Allah adalah maha
Pengampun lagi
Maha Penyayang. 73
Dia yang telah Ali ‘Imran : 7 َ َ‫ﻚ ٱ ۡﻟ ِﻜ ٰﺘ‬
‫ﺐ‬ َ ‫ي أَﻧ َﺰ َل َﻋﻠَ ۡﯿ‬
ٓ ‫ھُ َﻮ ٱﻟﱠ ِﺬ‬
menurunkan kepada
engkau sebuah Kitab,
sebahagian daripada-
‫ﺖ ھُ ﱠﻦ أُ ﱡم‬
ٌ ‫ﺖ ﱡﻣ ۡﺤ َﻜ ٰ َﻤ‬ٞ َ‫ِﻣ ۡﻨﮫُ َءا ٰﯾ‬
nya adalah ayat-ayat
yang muhkam, ‫ۖﺖ ﻓَﺄ َ ﱠﻣﺎ‬ٞ َ‫ﺐ َوأُ َﺧ ُﺮ ُﻣﺘَ ٰ َﺸﺒِ ٰﮭ‬
ِ َ‫ٱ ۡﻟ ِﻜ ٰﺘ‬
yaitulah Ibu dari
Kitab, dan yang l’ain ‫ﻎ‬ٞ ‫َز ۡﯾ‬ ۡ‫ﻓِﻲ ﻗُﻠُﻮﺑِ ِﮭﻢ‬ َ‫ٱﻟﱠ ِﺬﯾﻦ‬
adalah (ayat-ayat)
‫ﻓَﯿَﺘﱠﺒِﻌُﻮنَ َﻣﺎ ﺗَ ٰ َﺸﺒَﮫَ ِﻣ ۡﻨﮫُ ٱ ۡﺑﺘِ َﻐﺎٓ َء‬
yang mutasyabih.
Adapun orang-orang
yang di dalam
hatinya ada ‫ٱ ۡﻟﻔِ ۡﺘﻨَ ِﺔ َوٱ ۡﺑﺘِ َﻐﺎٓ َء ﺗ َۡﺄ ِوﯾﻠِ ۖ ِﮫۦ َو َﻣﺎ‬
kesesatan, maka
mereka cari-carilah ۗ‫ٱ ﱠ‬
ُ$ ‫إِ ﱠﻻ‬ ُ‫ﺗ َۡﺄ ِوﯾﻠَ ٓﮫۥ‬ ‫ﯾَ ۡﻌﻠَ ُﻢ‬
yang mutasyabih
daripadanya itu,

72
Tafsir Al-Azhar, Juz I, Hal 359
73
Tafsir Al-Azhar, Juz II, Hal 263

58
karena hendak ‫ٱ ۡﻟ ِﻌ ۡﻠ ِﻢ‬ ‫ﻓ ِﻲ‬ َ‫َوٱﻟ ٰ ﱠﺮ ِﺳ ُﺨﻮن‬
membuat fitnah dan
karena hendak
menta’wil. Padahal
‫ ّﻞ ﱢﻣ ۡﻦ‬ٞ ‫ﯾَﻘُﻮﻟُﻮنَ َءا َﻣﻨﱠﺎ ﺑِ ِۦﮫ ُﻛ‬
tidaklah mengetahui
akan ta’wilnya itu, ٓ ‫ِﻋﻨ ِﺪ َرﺑﱢﻨ َۗﺎ َو َﻣﺎ ﯾَ ﱠﺬ ﱠﻛ ُﺮ إِ ﱠ‬
‫ﻻ‬
mel’ainkan Allah.
Dan orang-orang ِ َ‫ﻮا ٱ ۡﻷَ ۡﻟ ٰﺒ‬
٧‫ﺐ‬ ْ ُ‫أُوْ ﻟ‬
yang telah mendalam
kepada ilmu, berkata
mereka: Kami
percaya kepadanya,
semuanya itu adalah
dari sisi Tuhan kami.
Dan tidaklah akan
mengerti, kecuali
orang-orang yang
mempunyai isi
fikiran jua. 74
Wahai Tuhan kami! Ali ‘Imran : 8 ‫َرﺑﱠﻨَﺎ َﻻ ﺗُ ِﺰ ۡغ ﻗُﻠُﻮﺑَﻨَﺎ ﺑَ ۡﻌ َﺪ إِ ۡذ‬
Janganlah Engkau
sesatkan hati kami
sesudah Engkau beri
َ ‫ھَﺪ َۡﯾﺘَﻨَﺎ َوھ َۡﺐ ﻟَﻨَﺎ ِﻣﻦ ﻟﱠ ُﺪﻧ‬
‫ﻚ‬
prtunjuk kepada
kami, dan َ ‫َر ۡﺣ َﻤ ۚﺔً إِﻧﱠ‬
٨ ُ‫ﻚ أَﻧﺖَ ٱ ۡﻟ َﻮھﱠﺎب‬
kurniakanlah kiranya
kepada kami rahmat
langsung dari
Engkau.
Sesungguhnya
Engkau adalah
pemberi karunia. 75
Dan Kami teguhkan Al-Kahfi : 14 ‫َو َرﺑَ ۡﻄﻨَﺎ َﻋﻠَ ٰﻰ ﻗُﻠُﻮﺑِ ِﮭﻢۡ إِ ۡذ‬
hati mereka tatkala

74
Tafsir Al-Azhar, Juz III, Hal 147-148
75
Tafsir Al-Azhar, Juz III, Hal 148

59
mereka berdiri ْ ُ‫ﻮا ﻓَﻘَﺎﻟ‬
‫ﻮا َرﺑﱡﻨَﺎ َربﱡ‬ ْ ‫ﻗَﺎ ُﻣ‬
(mengambil sikap),
maka mereka pun ۡ
berkata: Tuhan kami
‫ﻟَﻦ‬ ِ ‫َوٱﻷَ ۡر‬
‫ض‬ ِ ‫ٱﻟ ﱠﺴ ٰ َﻤ ٰ َﻮ‬
‫ت‬
ialah Tuhan sekalian
langit dan bumi. ٓ‫ﻧﱠ ۡﺪ ُﻋ َﻮ ْا ِﻣﻦ ُدوﻧِ ِٓۦﮫ إِ ٰﻟَﮭٗ ۖﺎ ﻟﱠﻘَ ۡﺪ ﻗُ ۡﻠﻨَﺎ‬
Sekali-kali kami
tidak akan menyeru ١٤ ‫ﺷﻄَﻄًﺎ‬
َ ‫إِ ٗذا‬
kepada yang sel’ain
Dia satu Tuhan pun.
Karena kalau
demikian, niscaya
adalah perkataan
kami melanggar
kebenaran.76
Dan siapakah lagi Al-Kahfi : 57 ِ َ‫َو َﻣ ۡﻦ أَ ۡظﻠَ ُﻢ ِﻣ ﱠﻤﻦ ُذ ﱢﻛ َﺮ َٔﺑِﺎ ٰﯾ‬
‫ﺖ‬
yang lebih aniaya
daripada orang yang
telah diperingatkan
‫ض ﻋ َۡﻨﮭَﺎ َوﻧ َِﺴ َﻲ‬
َ ‫َرﺑﱢ ِۦﮫ ﻓَﺄ َ ۡﻋ َﺮ‬
kepadanya ayat-ayat
Tuhannya, namun ‫َﻣﺎ ﻗَ ﱠﺪ َﻣ ۡﺖ ﯾَﺪَا ۚهُ إِﻧﱠﺎ َﺟ َﻌ ۡﻠﻨَﺎ‬
dia masih berpaling
jua daripadaNya dan ُ‫َﻋﻠَ ٰﻰ ﻗُﻠُﻮﺑِ ِﮭﻢۡ أَ ِﻛﻨﱠﺔً أَن ﯾَ ۡﻔﻘَﮭُﻮه‬
lupa apa yang telah

‫َوﻓِ ٓﻲ َءا َذاﻧِ ِﮭﻢۡ َو ۡﻗ ٗﺮ ۖا َوإِن‬


diperbuat oleh dua
tangannya.
Sesungguhnya telah
Kami adakan pada ‫إِﻟَﻰ ٱ ۡﻟﮭُﺪ َٰى ﻓَﻠَﻦ‬ ۡ‫ﺗ َۡﺪ ُﻋﮭُﻢ‬
hati mereka penutup,
sampai mereka tak ٥٧ ‫ﯾَ ۡﮭﺘَ ُﺪ ٓو ْا إِ ًذا أَﺑَ ٗﺪا‬
mengerti, dan pada
telinga-telinga
mereka ada tekanan
berat. Dan jika
engkau seru mereka

76
Tafsir Al-Azhar, Juz XV, Hal 169 - 170

60
kepada petunjuk,
maka tidaklah
mereka mau akan
petunjuk itu selama-
lamanya. 77
Dan tidaklah Saba’ : 23 ‫َو َﻻ ﺗَﻨﻔَ ُﻊ ٱﻟ ﱠﺸ ٰﻔَ َﻌﺔُ ِﻋﻨ َﺪ ٓۥهُ إِ ﱠﻻ‬
memberi syafa’at di
sisiNya kecuali bagi
siapa yang diveri
‫ﻟِ َﻤ ۡﻦ أَ ِذنَ ﻟَ ۚﮫۥُ َﺣﺘﱠ ٰ ٓﻰ إِ َذا ﻓُ ﱢﺰ َع‬
izin, sehingga
apabila telah ْ ُ‫ﻋَﻦ ﻗُﻠُﻮﺑِ ِﮭﻢۡ ﻗَﺎﻟ‬
‫ﻮا َﻣﺎ َذا ﻗَﺎ َل‬
dihilangkan
ketakutan dari dalam ‫ﻮا ٱ ۡﻟ َﺤ ۖ ﱠ‬
‫ﻖ َوھُ َﻮ‬ ْ ُ‫ﻗَﺎﻟ‬ ۖۡ‫َرﺑﱡ ُﻜﻢ‬
hati mereka, mereka
akan berkata:
“Apakah yang telah
٢٣ ‫ٱ ۡﻟ َﻌﻠِ ﱡﻲ ٱ ۡﻟ َﻜﺒِﯿ ُﺮ‬
di firmankan Tuhan
kamu?” Mereka
menjawab : “Ialah
yang benar!” Dan
Dia adalah Maha
Tinggi, Maha
Besar.78
Maka apakah orang Az-Zumar : 22 ُ‫ﺻ ۡﺪ َرهۥ‬
َ ُ#‫أَﻓَ َﻤﻦ َﺷ َﺮ َح ٱ ﱠ‬
yang di lapangkan
Allah dadanyauntuk ٰ ۡ ِ‫ﻟ‬
menerima islam, lalu ٖ ُ‫ﻺ ۡﺳﻠَ ِﻢ ﻓَﮭُ َﻮ َﻋﻠَ ٰﻰ ﻧ‬
‫ﻮر ﱢﻣﻦ‬ ِ
dia beroleh cahaya
dari tuhannya? Maka ‫ﻞ ﻟﱢ ۡﻠ ٰﻘَ ِﺴﯿَ ِﺔ ﻗُﻠُﻮﺑُﮭُﻢ ﱢﻣﻦ‬ٞ ‫ﱠرﺑﱢ ۚ ِۦﮫ ﻓَ َﻮ ۡﯾ‬
celakalah bagi orang
ٓ
yang kesat hati ‫ﺿ ٰﻠَ ٖﻞ‬ َ ِ‫ِ أُوْ ٰﻟَﺌ‬$
َ ‫ﻚ ﻓ ِﻲ‬ ۚ ‫ِذ ۡﻛ ِﺮ ٱ ﱠ‬
meraka dari
mengingat Allah.
Orang-orang itu
٢٢ ‫ﯿﻦ‬
ٍ ِ‫ﱡﻣﺒ‬

77
Tafsir Al-Azhar, Juz XV, Hal 221
78
Tafsir Al-Azhar, Juz XXII, Hal 159

61
adalah dalam
kesesatan yang
nyata.79
Dan di antara mereka Muhammad : 12 َ ‫َو ِﻣ ۡﻨﮭُﻢ ﱠﻣﻦ ﯾَ ۡﺴﺘَ ِﻤ ُﻊ إِﻟَ ۡﯿ‬
‫ﻚ َﺣﺘﱠ ٰ ٓﻰ‬
ada yang
mendengarkan ْ ُ‫ك ﻗَﺎﻟ‬ ْ ‫إِ َذا َﺧ َﺮﺟ‬
kepada engkau,
‫ﻮا‬ َ ‫ُﻮا ِﻣ ۡﻦ ِﻋﻨ ِﺪ‬
tetapi apabila mereka
telah keluar dari sisi ‫ﻮا ٱ ۡﻟ ِﻌ ۡﻠ َﻢ َﻣﺎ َذا ﻗَﺎ َل‬
ْ ُ‫ﻟِﻠﱠ ِﺬﯾﻦَ أُوﺗ‬
engkau berkatalah
ٓ
mereka: Apakah َ ِ‫َءاﻧِﻔً ۚﺎ أُوْ ٰﻟَﺌ‬
ُ#‫ﻚ ٱﻟﱠ ِﺬﯾﻦَ طَﺒَ َﻊ ٱ ﱠ‬
yang dikatakannya
sebentar tadi? Itulah
orang-orang yang
‫َوٱﺗﱠﺒَﻌ ُٓﻮ ْا‬ ۡ‫ﻗُﻠُﻮﺑِ ِﮭﻢ‬ ‫َﻋﻠَ ٰﻰ‬
telah dicap Allah atas
hati mereka itu dan ١٦ ۡ‫أَ ۡھ َﻮ ٓا َءھُﻢ‬
mereka itu mengikuti
hawanafsu mereka. 80
Wahai Tuhan kami! Al-Imron ‫َرﺑﱠﻨَﺎ َﻻ ﺗُ ِﺰ ۡغ ﻗُﻠُﻮﺑَﻨَﺎ ﺑَ ۡﻌ َﺪ إِ ۡذ‬
Janganlah kau
sesatkan hati kami
sesudah Engkau beri
َ ‫ھَﺪ َۡﯾﺘَﻨَﺎ َوھ َۡﺐ ﻟَﻨَﺎ ِﻣﻦ ﻟﱠ ُﺪﻧ‬
‫ﻚ‬
petujuk kepada kami,
dan karuniakanlah َ ‫َر ۡﺣ َﻤ ۚﺔً إِﻧﱠ‬
ُ‫ﻚ أَﻧﺖَ ٱ ۡﻟ َﻮھﱠﺎب‬
kiranya kepada kami
rahmat langsung dari
Engkau.
Sesungguhnya
Engkau adalah
pemberi karunia81
Dialah yang telah Al-Fath : 4 ‫ي أَﻧ َﺰ َل ٱﻟ ﱠﺴ ِﻜﯿﻨَﺔَ ﻓِﻲ‬
ٓ ‫ھُ َﻮ ٱﻟﱠ ِﺬ‬
menurunkan
ketentraman ke

79
Tafsir Al-Azhar, Juz XXIII, Hal 35
80
Tafsir Al-Azhar, Juz XXVI, Hal 79
81
Tafsir Al-Azhar, Juz III, Hal 148

62
dalam hati orang- ‫ب ٱ ۡﻟ ُﻤ ۡﺆ ِﻣﻨِﯿﻦَ ﻟِﯿَ ۡﺰدَا ُد ٓو ْا‬
ِ ‫ﻗُﻠُﻮ‬
orang yang beriman,
supaya mereka
bertambah iman pula
‫إِﯾ ٰ َﻤ ٗﻨﺎ ﱠﻣ َﻊ إِﯾ ٰ َﻤﻨِ ِﮭﻢۡۗ َو ِ ﱠ(ِ ُﺟﻨُﻮ ُد‬
sesudah iman mereka
ۡ ِ ‫ٱﻟ ﱠﺴ ٰ َﻤ ٰ َﻮ‬
dan bagi Allahlah ِ ۚ ‫ت َوٱﻷَ ۡر‬
َ‫ض َو َﻛﺎن‬
tentara-tentara di
langit dan di bumi ٤ ‫ُ َﻋﻠِﯿ ًﻤﺎ َﺣ ِﻜ ٗﯿﻤﺎ‬#‫ٱ ﱠ‬
dan adalah Allah itu
Maha Mengetahui,
Maha Bijaksana.82
Dan tiap-tiapnya itu, ‫ﻓﺆاد‬ Hud : 120 َ ‫َو ُﻛ ٗ ّﻼ ﻧﱠﻘُﺺﱡ َﻋﻠَ ۡﯿ‬
‫ﻚ ِﻣ ۡﻦ أَ ۢﻧﺒَﺎٓ ِء‬
telah Kami kisahkan
kepada engkau
darihal berita-berita
َ ۚ ‫ﱢﺖ ﺑِ ِﮫۦ ﻓُ َﺆا َد‬
‫ك‬ ُ ‫ٱﻟﺮﱡ ﺳ ُِﻞ َﻣﺎ ﻧُﺜَﺒ‬
Rasul-Rasul itu, ialah
untuk Kami ‫ك ﻓِﻲ ٰھَ ِﺬ ِه ٱ ۡﻟ َﺤ ﱡ‬
‫ﻖ‬ َ ‫َو َﺟﺎٓ َء‬
menetapkan hati
engkau dengan dia. َ‫ﺔ َو ِذ ۡﻛ َﺮ ٰى ﻟِ ۡﻠ ُﻤ ۡﺆ ِﻣﻨِﯿﻦ‬ٞ َ‫َو َﻣ ۡﻮ ِﻋﻈ‬
Dan telah datang
kepada engkau di
dalam semua (berita-
١٢٠
berita) ini dengan
kebenaran dan
pengajaran dan
peringatan bagi
orang-orang yang
beriman. 83
Dan berkata pula Al-Furqan : 32 ْ ‫َوﻗَﺎ َل ٱﻟﱠ ِﺬﯾﻦَ َﻛﻔَﺮ‬
‫ُوا ﻟَ ۡﻮ َﻻ ﻧُ ﱢﺰ َل‬
orang-orang yang

‫ان ﺟُﻤۡ ﻠَ ٗﺔ ٰ َو ِﺣﺪ َٗۚة‬


kafir itu: Mengapa
Al-Quran itu tidak
ُ ‫َﻋﻠَ ۡﯿ ِﮫ ٱ ۡﻟﻘُ ۡﺮ َء‬
diturunkah
sekaligus? Memang

82
Tafsir Al-Azhar, Juz XXVI, Hal 124
83
Tafsir Al-Azhar, Juz XII, Hal 150

63
demikianlah caranya, َ ۖ ‫ﺑِ ِﮫۦ ﻓُ َﺆا َد‬
‫ك‬ َ ِ‫َﻛ ٰ َﺬﻟ‬
َ‫ﻚ ﻟِﻨُﺜَﺒﱢﺖ‬
agar dengan Al-
Qur’an itu hendak
Kami teguhkan
٣٢ ‫َو َرﺗﱠ ۡﻠ ٰﻨَﮫُ ﺗ َۡﺮﺗِ ٗﯿﻼ‬
hatimu, dan Kami
bacakan dia dengan
bacaan yang teratur.
84

Jadi kosonglah hati ‫ﻓﺆَاد‬ Al-Qashash : 10 ‫ﺻﺒَ َﺢ ﻓُ َﺆا ُد أُ ﱢم ُﻣﻮ َﺳ ٰﻰ‬


ۡ َ‫َوأ‬
ibu musa, nyarislah
dia menyatakan
rahasia tentang musa, ‫ٰﻓَ ِﺮ ًﻏ ۖﺎ إِن َﻛﺎد َۡت ﻟَﺘُ ۡﺒ ِﺪي ﺑِ ِۦﮫ‬
kalau bukanlah kami
teguhkan hatinya,
supaya ia termasuk ‫ﻻ أَن ﱠرﺑَ ۡﻄﻨَﺎ َﻋﻠَ ٰﻰ ﻗَ ۡﻠﺒِﮭَﺎ‬
ٓ َ ‫ﻟَ ۡﻮ‬
orang-orang yang
beriman 85 ١٠ َ‫ﻟِﺘَ ُﻜﻮنَ ِﻣﻦَ ٱ ۡﻟ ُﻤ ۡﺆ ِﻣﻨِﯿﻦ‬

Dan akan kami ‫أﻓﺌﺪة‬ Al-An‘am : 110 َ ٰ ‫َوﻧُﻘَﻠﱢﺐُ أَ ِۡٔﻓ َﺪﺗَﮭُﻢۡ َوأَ ۡﺑ‬
ۡ‫ﺼ َﺮھُﻢ‬
berpaling-palingkan
hati mereka dan
pandangan- ‫ﻮا ﺑِ ِٓۦﮫ أَ ﱠو َل َﻣﺮ ٖﱠة‬
ْ ُ‫َﻛ َﻤﺎ ﻟَﻢۡ ﯾ ُۡﺆ ِﻣﻨ‬
pandangam meraka,
sebagaimana meraka
tidak beriman sejak ۡ‫طُ ۡﻐ ٰﯿَﻨِ ِﮭﻢ‬ ‫ﻓ ِﻲ‬ ۡ‫َوﻧَ َﺬ ُرھُﻢ‬
pertama kali,” Dan
kami biarkan meraka ١١٠ َ‫ﯾَ ۡﻌ َﻤﮭُﻮن‬
di dalam kesehatan,
itu pada kebingungan
86

Dan supaya tertarik Al-An‘am : 113 ‫َﻰ إِﻟَ ۡﯿ ِﮫ أَ ِۡٔﻓ َﺪةُ ٱﻟﱠ ِﺬﯾﻦَ َﻻ‬
ٓ ٰ ‫َﺼﻐ‬
ۡ ‫َوﻟِﺘ‬
kepadanya hati
orang-orang yang ٓ ۡ ‫ﯾ ُۡﺆ ِﻣﻨُﻮنَ ﺑِﭑ‬
tidak percaya kepada َ ‫ﻷ ِﺧ َﺮ ِة َوﻟِﯿَ ۡﺮ‬
ُ‫ﺿ ۡﻮه‬
akhirat, dan supa
meraka ridha

84
Tafsir A-Azhar, Juz XIX, Hal 8
85
Tafsir Al-Azhar, Juz XX, Hal 52
86
Tafsir Al-Azhar, Juz VII, Hal 303

64
kepadaNya, dan supa َ‫ﻮا َﻣﺎ ھُﻢ ﱡﻣ ۡﻘﺘ َِﺮﻓُﻮن‬
ْ ُ‫َوﻟِﯿَ ۡﻘﺘ َِﺮﻓ‬
meraka kerjakan
keburukan apa yang
hendak meraka
١١٣
kerjakan.87
Ya Tuhan kami! Ibrahim : 37 ُ ‫ﱠرﺑﱠﻨَﺎٓ إِﻧﱢ ٓﻲ أَ ۡﺳ َﻜ‬
‫ﻨﺖ ِﻣﻦ ُذرﱢ ﯾﱠﺘِﻲ‬
Sesungguhnya aku
telah menempatkan
sebahagian dari ٍ ‫ﺑِ َﻮا ٍد ﻏ َۡﯿ ِﺮ ِذي َز ۡر‬
‫ع ِﻋﻨ َﺪ‬
keturunanku di
lembah yang tidak ْ ‫ﻚ ٱ ۡﻟ ُﻤ َﺤﺮ ِﱠم َرﺑﱠﻨَﺎ ﻟِﯿُﻘِﯿ ُﻤ‬
‫ﻮا‬ َ ِ‫ﺑَ ۡﯿﺘ‬
bertumbuh-
tumbuhan itu. Di َ‫ﺼﻠَ ٰﻮةَ ﻓَﭑ ۡﺟ َﻌ ۡﻞ أَ ِۡٔﻓﺪ َٗة ﱢﻣﻦ‬
‫ٱﻟ ﱠ‬
dekat rumahMu yang
dihormati. Ya Tuhan
kami. Supaya
‫ي إِﻟَ ۡﯿ ِﮭﻢۡ َوٱ ۡر ُز ۡﻗﮭُﻢ‬ ِ ‫ٱﻟﻨﱠ‬
ٓ ‫ﺎس ﺗ َۡﮭ ِﻮ‬
kiranya mereka
mendirikan َ‫ت ﻟَ َﻌﻠﱠﮭُﻢۡ ﯾَ ۡﺸ ُﻜﺮُون‬
ِ ‫ﱢﻣﻦَ ٱﻟﺜﱠ َﻤ ٰ َﺮ‬
sembahyang, maka
jadikanlah hati ٣٧
setengah dari
manusia condong
kepada mereka. Dan
anugerahilah mereka
rezeki dari buah-
buahan. Moga-moga
mereka sama
bersyukur. 88
Sesungguhnya telah Al-Ahqaf : 26 ۡ‫َوﻟَﻘَ ۡﺪ َﻣ ﱠﻜ ٰﻨﱠﮭُﻢۡ ﻓِﯿ َﻤﺎٓ إِن ﱠﻣ ﱠﻜ ٰﻨﱠ ُﻜﻢ‬
Kami teguhkan
kedudukan mereka
pada barang yang
‫َﺳﻤۡ ﻌٗ ﺎ‬ ۡ‫ﻓِﯿ ِﮫ َو َﺟ َﻌ ۡﻠﻨَﺎ ﻟَﮭُﻢ‬
tidak Kami teguhkan
kamu padanya dan

87
Tafsir Al-Azhar, Juz VIII, Hal 4
88
Tafsir Al-Azhar, Juz XIII, Hal 151

65
telah Kami jadikan ‫ﺼ ٗﺮا َوأَ ۡﻓِٔﺪ َٗة ﻓَ َﻤﺎٓ أَ ۡﻏﻨ َٰﻰ‬
َ ٰ ‫َوأَ ۡﺑ‬
bagi mereka itu
pendengaran dan
penglihatan dan hati. َ ٰ ‫ﻻ أَ ۡﺑ‬
ۡ‫ﺼ ُﺮھُﻢ‬ ٓ َ ‫ﻋ َۡﻨﮭُﻢۡ َﺳﻤۡ ُﻌﮭُﻢۡ َو‬
Maka tidaklah
mencukupi bagi ‫ﻻ أَ ِۡٔﻓ َﺪﺗُﮭُﻢ ﱢﻣﻦ َﺷ ۡﻲ ٍء إِ ۡذ‬
ٓ َ ‫َو‬
mereka itu
pendengaran mereka ِ َ‫ﻮا ﯾَ ۡﺠ َﺤ ُﺪونَ َٔﺑِﺎ ٰﯾ‬
ِ#‫ﺖ ٱ ﱠ‬ ْ ُ‫َﻛﺎﻧ‬
dan tidak penglihatan
mereka dan tidak ْ ُ‫ق ﺑِ ِﮭﻢ ﱠﻣﺎ َﻛﺎﻧ‬
pula hati mereka
‫ﻮا ﺑِ ِﮫۦ‬ َ ‫َو َﺣﺎ‬
sesuatu pun tatkala
mereka menyangkal ٢٦ َ‫ﯾَ ۡﺴﺘ َۡﮭ ِﺰءُون‬
terhadap ayat-ayat
Allah, dan
menimpalah kepada
mereka apa yang
telah mereka
perm’ainan-
m’ainkan itu. 89
Dan sebutlah Tuhan ‫ﻧﻔﺲ‬ Al-A’raf : 205 ‫ﻚ‬ َ ‫َوٱ ۡذ ُﻛﺮ ﱠرﺑﱠ‬
َ ‫ﻚ ﻓِﻲ ﻧ َۡﻔ ِﺴ‬
engkau di dalam
hatimu dengan
merendah diri dan
َ‫َو ُدون‬ ‫َو ِﺧﯿﻔَ ٗﺔ‬ ‫ﻀﺮﱡ ٗﻋﺎ‬
َ َ‫ﺗ‬
takut; dan tidak
dengan kata-kata ‫ٱ ۡﻟ َﺠ ۡﮭ ِﺮ ِﻣﻦَ ٱ ۡﻟﻘَ ۡﻮ ِل ﺑِﭑ ۡﻟ ُﻐ ُﺪ ﱢو‬
yang keras, pada
pagi hari dan petang; َ‫ﺎل َو َﻻ ﺗَ ُﻜﻦ ﱢﻣﻦ‬
ِ ‫ﺻ‬ ٓ ۡ ‫َوٱ‬
َ ‫ﻷ‬
dan janganlah
٢٠٥ َ‫ٱ ۡﻟ ٰ َﻐﻔِﻠِﯿﻦ‬
engkau termasuk
orang-orang yang
lalai. 90
Maka sungguh tidak, An-Nisa : 65 ‫ﻚ َﻻ ﯾ ُۡﺆ ِﻣﻨُﻮنَ َﺣﺘﱠ ٰﻰ‬
َ ‫ﻓَ َﻼ َو َرﺑﱢ‬
demi Tuhan engkau!

89
Tafsir Al-Azhar, Juz XXVI, Hal 36
90
Tafsir Al-Azhar, Juz IX, Hal 225

66
Tidaklah mereka itu ۡ‫ك ﻓِﯿ َﻤﺎ َﺷ َﺠ َﺮ ﺑَ ۡﯿﻨَﮭُﻢ‬
َ ‫ﯾُ َﺤ ﱢﻜ ُﻤﻮ‬
beriman, sehingga
mereka bertahkim
kepada engkau pada
ۡ‫وا ﻓِ ٓﻲ أَﻧﻔُ ِﺴ ِﮭﻢ‬
ْ ‫ﺛُ ﱠﻢ َﻻ ﯾَ ِﺠ ُﺪ‬
hal-hal yang
berselisih di antara ْ ‫ﻀ ۡﯿﺖَ َوﯾُ َﺴﻠﱢ ُﻤ‬
‫ﻮا‬ َ َ‫َﺣ َﺮ ٗﺟﺎ ﱢﻣ ﱠﻤﺎ ﻗ‬
mereka, kemudian
itu tidak mereka ٦٥ ‫ﺗ َۡﺴﻠِ ٗﯿﻤﺎ‬
dapati di dalam diri
mereka keberatan
atas apa yang engkau
putuskan, dan
mereka pun
menyerah dengan
nyerahan yang
sungguh-sungguh. 91
Akan diedarkan Az-Zukhruf : 71 ‫ﺎف ﱢﻣﻦ‬
ٖ ‫ﺼ َﺤ‬ ُ َ‫ﯾُﻄ‬
ِ ِ‫ﺎف َﻋﻠَ ۡﯿ ِﮭﻢ ﺑ‬
kepada mereka
piring-piring dari
emas dan piala-piala, ٖ ۖ ‫َﺐ َوأَ ۡﻛ َﻮ‬
‫اب َوﻓِﯿﮭَﺎ َﻣﺎ‬ ٖ ‫َذھ‬
dan di dalamnya ada
apa saja yang ‫ﺗ َۡﺸﺘَ ِﮭﯿ ِﮫ ٱ ۡﻷَﻧﻔُﺲُ َوﺗَﻠَ ﱡﺬ ٱ ۡﻷَ ۡﻋﯿ ۖ ُُﻦ‬
diingini oleh setiap
diri, dan yang ٧١ َ‫َوأَﻧﺘُﻢۡ ﻓِﯿﮭَﺎ ٰ َﺧﻠِ ُﺪون‬
menyedapkan
pandangan. Dan
kamu di dalamnya
akan kekal. 92
Tuhan kamu lebih ‫ﻧﻔﻮس‬ Al-Isra’ : 25 ۚۡ‫ﻮﺳ ُﻜﻢ‬
ِ ُ‫ﱠرﺑﱡ ُﻜﻢۡ أَ ۡﻋﻠَ ُﻢ ﺑِ َﻤﺎ ﻓِﻲ ﻧُﻔ‬
tahu apa yang ada di
dalam dirimu; Jika ْ ُ‫إِن ﺗَ ُﻜﻮﻧ‬
adalah kamu orang- َ ٰ ‫ﻮا‬
ُ‫ﺻﻠِ ِﺤﯿﻦَ ﻓَﺈِﻧﱠﮫۥ‬
orang yang bertaubat

91
Tafsir Al-Azhar, Juz V, Hal 185
92
Tafsir Al-AZhar, Juz XXV, Hal 78

67
adalah sangat ٗ ُ‫َﻛﺎنَ ﻟِ ۡﻸَ ٰ ﱠوﺑِﯿﻦَ َﻏﻔ‬
٢٥ ‫ﻮرا‬
memberi ampun. 93
Maka apakah orang ‫ﺻﺪر‬ Az-Zumar : 22 ُ‫ﺻ ۡﺪ َرهۥ‬
َ ُ#‫أَﻓَ َﻤﻦ َﺷ َﺮ َح ٱ ﱠ‬
yang dilapangkan
Allah dadanya untuk ٰ ۡ ِ‫ﻟ‬
menerima Islam, lalu ٖ ُ‫ﻺ ۡﺳﻠَ ِﻢ ﻓَﮭُ َﻮ َﻋﻠَ ٰﻰ ﻧ‬
‫ﻮر ﱢﻣﻦ‬ ِ
dia beroleh cahaya
dari Tuhannnya? ‫ﻞ ﻟﱢ ۡﻠ ٰﻘَ ِﺴﯿَ ِﺔ ﻗُﻠُﻮﺑُﮭُﻢ ﱢﻣﻦ‬ٞ ‫ﱠرﺑﱢ ۚ ِۦﮫ ﻓَ َﻮ ۡﯾ‬
Maka celakalah bagi
ٓ
orang yang kesat hati ‫ﺿ ٰﻠَ ٖﻞ‬ َ ِ‫ِ أُوْ ٰﻟَﺌ‬$
َ ‫ﻚ ﻓ ِﻲ‬ ۚ ‫ِذ ۡﻛ ِﺮ ٱ ﱠ‬
mereka dari
menginat Allah.
Orang-orang itu
٢٢ ‫ﯿﻦ‬
ٍ ِ‫ﱡﻣﺒ‬
adalah dalam
kesesatan yang
nyata. 94
Ketahuilah Hud : 5 ُ َ‫ﻻ إِﻧﱠﮭُﻢۡ ﯾَ ۡﺜﻨُﻮن‬
ۡ‫ﺻ ُﺪو َرھُﻢ‬ ٓ َ َ‫أ‬
sesungguhnya merek
memalingkan dada
mereka karena
َ‫ﻮا ِﻣ ۡﻨ ۚﮫُ أَ َﻻ ِﺣﯿﻦ‬
ْ ُ‫ﻟِﯿَ ۡﺴﺘ َۡﺨﻔ‬
hendak bersembunyi
daripadaNya. ‫ﯾَ ۡﺴﺘ َۡﻐ ُﺸﻮنَ ﺛِﯿَﺎﺑَﮭُﻢۡ ﯾَ ۡﻌﻠَ ُﻢ َﻣﺎ‬
Ketahuilah, di waktu
mereka memakai ۚ ُ‫ﯾ ُِﺴﺮﱡ ونَ َو َﻣﺎ ﯾ ُۡﻌﻠِﻨ‬
ُ‫ﻮنَ إِﻧﱠﮫۥ‬
pakaian mereka.
Diapun tahu apa
yang mereka
٥ ‫ور‬ ِ ‫َﻋﻠِﯿ ۢ ُﻢ ﺑِ َﺬا‬
ِ ‫ت ٱﻟﺼﱡ ُﺪ‬
sembunyikan dan
apa yang mereka
terangkan.
Sesungguhnya Dia
adalah amat tahu

93
Tafsir Al-Azhar, Juz XV, Hal 46
94
Tafsir Al-Azhar, Juz XXIV, Hal 35

68
yang ada di dalam
setiap dada. 95
Dan barangsiapa Lukman : 23 ُ‫ﻚ ُﻛ ۡﻔ ُﺮ ۚ ٓۥه‬
َ ‫َو َﻣﻦ َﻛﻔَ َﺮ ﻓَ َﻼ ﯾَ ۡﺤ ُﺰﻧ‬
yang tidak mau
percaya, janganlah
menyedihkan engkau
‫إِﻟَ ۡﯿﻨَﺎ َﻣ ۡﺮ ِﺟ ُﻌﮭُﻢۡ ﻓَﻨُﻨَﺒﱢﺌُﮭُﻢ ﺑِ َﻤﺎ‬
kekafirannya itu.
ۚ
Kepada Kamilah ِ ‫َ َﻋﻠِﯿ ۢ ُﻢ ﺑِ َﺬا‬#‫إِ ﱠن ٱ ﱠ‬
‫ت‬ ‫َﻋ ِﻤﻠُ ٓﻮ ْا‬
tempat kembali
mereka, maka akan
ِ ‫ٱﻟﺼﱡ ُﺪ‬
٢٣ ‫ور‬
Kami beritakan
kepada mereka apa
yang telah mereka
perbuat.
Sesungguhnya Allah
adalah Maha
Mengertahui segala
yang tersimpan di
dada. 96
Seketika saudara ‫ﻋﯿﻦ‬ Thaha : 40 َ ُ‫إِ ۡذ ﺗَﻤۡ ِﺸ ٓﻲ أُ ۡﺧﺘ‬
‫ﻚ ﻓَﺘَﻘُﻮ ُل ھ َۡﻞ‬
perempuanmu
berjalan, lalu dia
berkata: Sudikah
ُ‫ﯾَ ۡﻜﻔُﻠُ ۖﮫۥ‬ ‫َﻣﻦ‬ ‫َﻋﻠَ ٰﻰ‬ ۡ‫أَ ُدﻟﱡ ُﻜﻢ‬
kalian aku tunjukkan
atas orang yang akan ‫ﻚ َﻛ ۡﻲ ﺗَﻘَ ﱠﺮ‬ َ َ‫ﻓَ َﺮ َﺟ ۡﻌ ٰﻨ‬
َ ‫ﻚ إِﻟَ ٰ ٓﻰ أُ ﱢﻣ‬
mengasuhnya? Lalu
Kami kembalikanlah َ‫ﻋ َۡﯿﻨُﮭَﺎ َو َﻻ ﺗ َۡﺤ َﺰ ۚنَ َوﻗَﺘ َۡﻠﺖ‬
engkau kepada
‫ٱ ۡﻟ َﻐ ﱢﻢ‬ َ َ‫ﻧ َۡﻔﺴٗ ﺎ ﻓَﻨَﺠ ۡﱠﯿ ٰﻨ‬
ibumu, agar
senanglah hatinya
َ‫ﻚ ِﻣﻦ‬
dan tidak dia
berdukacita lagi. َ‫ﻮﻧ ۚﺎ ﻓَﻠَﺒِ ۡﺜﺖَ ِﺳﻨِﯿﻦ‬ َ ‫َوﻓَﺘَ ٰﻨﱠ‬
ٗ ُ‫ﻚ ﻓُﺘ‬
Lalu engkau bunuh
satu orang. Maka

95
Tafsir Al-Azhar, Juz XII, Hal 7
96
Tafsir Al Azhar, Juz XXI, Hal 138

69
Kami lepaskan ‫ﻓِ ٓﻲ أَ ۡھ ِﻞ َﻣ ۡﺪﯾَﻦَ ﺛُ ﱠﻢ ِﺟ ۡﺌﺖَ َﻋﻠَ ٰﻰ‬
engkau dari
kesusahan, dan Kami
percobai engkau
٤٠ ‫ﻗَﺪ َٖر ٰﯾَ ُﻤﻮ َﺳ ٰﻰ‬
dengan berbagai
percobaan, lalu
tinggallah engkau
beberapa tahun di
antara penduduk
Madyan. Kemudian
engkau pun datang
menurut waktu yang
telah ditentukan, hai
Musa.97
Dan berkatalah istri Al-Qashash : 9 َ‫ﻓِ ۡﺮﻋ َۡﻮن‬ ُ َ‫ٱﻣۡ َﺮأ‬
‫ت‬ ِ َ‫َوﻗَﺎﻟ‬
‫ﺖ‬
fir’aun (Dia) biji
mata untukku dan
untuk engkau, jangan َ ۖ َ‫ﱠت ﻋ َۡﯿ ٖﻦ ﻟﱢﻲ َوﻟ‬
‫ﻚ َﻻ‬ ُ ‫ﻗُﺮ‬
engkau bunuh dia.
Mudah- mudahan
akan ada manfaat ‫ﺗ َۡﻘﺘُﻠُﻮهُ َﻋ َﺴ ٰ ٓﻰ أَن ﯾَﻨﻔَ َﻌﻨَﺎٓ أَ ۡو‬
untuk kita atau kita
ambil dia jadi anak; َ‫ﻧَﺘﱠ ِﺨ َﺬهۥُ َوﻟَ ٗﺪا َوھُﻢۡ َﻻ ﯾَ ۡﺸ ُﻌﺮُون‬
dan meraka tidaklah
menyadari 98
٩

Dan orang-orang ‫أﻋﯿﻦ‬ Al-Furqan : 74 ‫َوٱﻟﱠ ِﺬﯾﻦَ ﯾَﻘُﻮﻟُﻮنَ َرﺑﱠﻨَﺎ ھ َۡﺐ ﻟَﻨَﺎ‬
yang berkata: Ya
Tuhan kami,
anugerahilah kiranya
َ‫ِﻣ ۡﻦ أَ ۡز ٰ َو ِﺟﻨَﺎ َو ُذرﱢ ٰﯾﱠﺘِﻨَﺎ ﻗُ ﱠﺮة‬
kami ini dari isteri-
isteri dan keturunan ‫أَ ۡﻋﯿ ُٖﻦ َوٱ ۡﺟ َﻌ ۡﻠﻨَﺎ ﻟِ ۡﻠ ُﻤﺘﱠﻘِﯿﻦَ إِ َﻣﺎ ًﻣﺎ‬
kami yang menjadi
cahayamata, dan
jadikanlah kiranya

97
Tafsir Al-Azhar, Juz XVI, Hal 149
98
Tafsir Al-Azhar, Juz XX, Hal 20

70
kami ini menjadi ٧٤
Imam ikutan
daripada orang-orang
yang bertakwa
kepada Engkau.99
Engkau tangguhkan Al-Ahzab : 51 ‫۞ﺗُ ۡﺮ ِﺟﻲ َﻣﻦ ﺗَ َﺸﺎٓ ُء ِﻣ ۡﻨﮭ ﱠُﻦ‬
siapa yang engkau

ٓ ‫َو ۡﺗُٔ ِﻮ‬


kehendaki di antara
mereka dan engkau
‫ﻚ َﻣﻦ ﺗَ َﺸﺎٓ ۖ ُء َو َﻣ ِﻦ‬
َ ‫ي إِﻟَ ۡﯿ‬
bawa sertamu siapa
yang engkau hendak ‫ٱ ۡﺑﺘَﻐ َۡﯿﺖَ ِﻣ ﱠﻤ ۡﻦ َﻋ َﺰ ۡﻟﺖَ ﻓَ َﻼ‬
pergauli; dan
barangsiapa yang َ ِ‫ﻚ ٰ َذﻟ‬
‫ﻚ أَ ۡدﻧ ٰ َٓﻰ أَن‬ َ ۚ ‫ُﺟﻨَﺎ َح َﻋﻠَ ۡﯿ‬
engkau kehendaki
dari mereka yang
telah pernah engkau
‫ﺗَﻘَ ﱠﺮ أَ ۡﻋﯿُﻨُﮭ ﱠُﻦ َو َﻻ ﯾَ ۡﺤ َﺰ ﱠن‬
ceraikan, maka
tidaklah ada dosanya ‫ﺿ ۡﯿﻦَ ﺑِ َﻤﺎٓ َءاﺗ َۡﯿﺘَﮭ ﱠُﻦ ُﻛﻠﱡﮭ ۚ ﱠُﻦ‬
َ ‫َوﯾَ ۡﺮ‬
atas engkau;
demikian itulah yang ۚۡ‫ُ ﯾَ ۡﻌﻠَ ُﻢ َﻣﺎ ﻓِﻲ ﻗُﻠُﻮﺑِ ُﻜﻢ‬#‫َوٱ ﱠ‬
lebih dekat untuk
menenangkan hati
٥١ ‫ُ َﻋﻠِﯿ ًﻤﺎ َﺣﻠِ ٗﯿﻤﺎ‬#‫َو َﻛﺎنَ ٱ ﱠ‬
mereka dan mereka
tidak akan merasa
sedih dan semuanya
rela menerima apa
yang engkau berikan.
Dan Allah
mengertahui apa
yang ada di dalam
hati kamu. Dan Allah
adalah Maha
Mengetahui, Maha
Penyantun. 100

99
Tafsir Al-Azhar, Juz XIX, Hal 42
100
Tafsir Al-Azhar, .Juz XXI, Hal 65

71
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah penulis analisis terjemahan kata Qalb terdapat pada tafsir Al-Azhar memiliki

5 sumber kata; Qalb, Fuadun, Nafs, Shadrun, dan ‘‘ain. Yang terdapat di 25 ayat.

Akan tetapi tidak dari semua ayat yang menggunakan 5 kata diatas terjemahkan

denag kata hati, Abuya Hamka melihat fungsi dari kata di atas memlalui konteks

kalimat atau dilihat dari intensitas penggunaan bahasa Arab.

Jadi penulis menyimpulkan analisis medan makna kemudian di lanjutkan

dengan analisis komponen makna sangatlah penting dalam menemukan definisi,

semakin banyak kita menemukan komponen makna dalam satu kata, akan semakin

jelas definisinya, seperti kata Qalb adalah kata yang sering digunakan untuk

menunjukkan maksud ‘hati/jantung’, sementara kata ‘ain menggunakan konteks

kebahagian, kegembiraan, kata shadr adalah bentuk penjelasan dari hati yang

digunakan dalam menggambarkan sesuatu yang tersembunyi atau niatan yang

tersembunyi dan tertutup, kata fuaad digunakan dalam konteks untuk

menggambarkan hati yang sedang ‘terbakar’ emosi, baik emosi marah, sedih, senang,

frustasi, dan sebag’ainya, kata nafs banyak di gunakan dalam konteks seorang hamba

72
meminta kepada Allah dengan meminta belas kasih, ketidak berdayaan diri atau

kelemahan. Penggunaan kelima kata diatas, di gunakan sesuai dengan konteksnya.

B. SARAN

Penelitian dalam skripsi yang berjudul ‘Medan Makna dalam Terjemahan Kata Qalb

di dalam Tafsir al-Azhar’ ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dalam

rangka pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang linguistik. Tentu saja

peneliti menyadari bahwa di dalam penelitian ini masih terdapat kesalahan dan

kekeliruan yang mungkin tidak tersentuh oleh peneliti.

Di samping itu, peneliti berharap agar hasil penelitian yang tertuang dalam

skripsi ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan baik bagi kalangan

mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, maupun para mahasiswa di Jurusan

Tarjamah pada khususnya.

73
Daftar Pustaka

Chaer, Abdul. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003.

Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipata, 1994. Pengantar Semantik Bahasa

Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 1995.

Syihabuddin. Penerjemahan Arab Indonesia (Teori dan Praktek), Bandung: Humaniora,

2005.

Tarigan, Henry Guntur. Pengajar Kosakata. Bandung : Angkasa: 1993.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung, 1989.

Anis, Ibrahim dkk. Al-Mu’jam Al-Wasîth. Mesir: Majma’ Al-Lughah Al-Arabiyah.

1972.

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta:

Pesantren Al-Munawwir, 1984.

Harimurti, Kridalaksana. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Verhaar J.M.W. Pengantar Linguistik. Jakarta: Gajah Mada University Press, 1999.

Gorys Keraf, Tata bahasa Bahasa Indonesia: untuk Tingkat Pendidikan Menengah.

Flores: Nusa Indah, 1984.

J. D Parera, Teori Semantik. Jakarta: Erlangga, 2004. Ed. Ke-2.

Machali, Rochayah. Pendoman bagi Penerjemah. Jakarta: Grasindo, 2000.

Mansoer Pateda, Semantik Leksika. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Umar, Ahmad Mukhtar. ‘Ilmu ad-Dilalah. Kuwait: Maktabah dar al-Gurubah li an-

Nasyr wa at-Tauzi’. Bairut: Aalam Al-Kutub, 1988.


Tamara, Nasir. Buntaran Sanusi, dan Vincent Djauhari (Editor), Hamka di Mata Hati

Umat. Jakarta: Sinar Harapan, 1996. Cet. III

Hamka. Kenang-Kenangan Hidup. Jakarta: Bulan Bintang, 1990. Jilid I

Yusuf, M. Yunan. Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Penamadani, 2003.

Cet. II.

Hamka. Tasawuf Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001.

Hamka. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001.

Yusuf M. Yunan, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, 1990.

Sides Sudyarto DS, “Hamka, Realisme Religius”, dalam Nasir Tamara, dkk., Hamka di

Mata Hati Umat, Jakarta: Sinar Harapan, 1984.

Burdah, Ibnu, Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab,

Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004.

http://file.upi.edu/Direktori/DUALMODE/KEBAHASAAN%201/BBM%2017.pdf,

diakses pada 15 februari 2018.

Anda mungkin juga menyukai