SKRIPSI
Oleh:
Nia Ariyani
NIM: 11150340000145
1440 H/ 2019 M
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin.
v
ع ʻ koma terbalik di atas hadap
kanan
غ Gh ge dan ha
ف F Ef
ق Q Ki
ك K Ka
ل L El
م M Em
ن N En
و W We
ه H Ha
ء ˈ Apostrof
ي Y Ye
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan
alih aksaranya adalah sebagai berikut:
vi
Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan
Arab Latin
َي Ai a dan i
َو Au a dan u
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
4. Kata Sandang
5. Syaddah (Tasydȋd)
vii
tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu
terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.
Misalnya, kata ) (الضرورةtidak dituliskan ad-darȗrah melainkan al-ŷarȗrah,
demikian seterusnya.
6. Ta Marbȗțah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbȗțah terdapat pada
kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi
huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal ini sama juga jika ta marbȗțah
tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta
marbȗțah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikiti
ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) antara lain
untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan,
nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka
yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan
huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abȗ Hâmid al-Ghazâlȋ bukan
Abȗ Hâmid Al-Ghazâlȋ, al-Kindi bukan Al-Kindi.
viii
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring
(italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis
dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya,
demikian seterusnya.
Setiap kata, baik kerja (fi’il), kata benda (ism), maupun huruf (harf)
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas
kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-
ketentuan di atas:
Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka.
Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu
ix
dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nȗr Khâlis Majȋd;
Mohamad Roem, bukan Muhammad Rȗm; Fazlul Rahman, bukan Fadl al-
Rahmân.
x
ABSTRAK
Nia Ariyani
“Ragam Kerusakan Hasil Perbuatan Manusia di Muka Bumi (Analisis
Penafsiran Ibn Katsir atas Ayat-Ayat Kerusakan di Muka Bumi)”
Ragam kerusakan hasil perbuatan manusia di muka bumi kiranya
patut ditelaah. Hal ini karena kata kerusakan atau dalam bahasa arab disebut
fasâd mempunyai dampak yang berbeda dan beragam. Dampak tersebut
dapat berupa dampak kerusakan materi dan dampak kerusakan non-materi.
Namun, yang menjadi objek menarik ada pada manusia. Manusia di muka
bumi ini pada dasarnya adalah orang yang mempunyai agama. Hal ini
menimbulkan sebuah pertanyaan, mengapa manusia yang mempunyai
agama justru turut serta dalam kerusakan? Seharusnya orang yang
beragama justru melakukan penjagaan dan bahkan per-baikan.
Penelitian ini menggunakan deskriptif – analitis. Hal ini bertujuan
agar mendapatkan pemahaman secara komprehensif (menyeluruh)
mengenai ragam kerusakan hasil perbuatan manusia. Metode yang
digunakan untuk mengumpulkan data utama, yaitu ayat-ayat yang terkait
dengan kerusakan dengan kata kunci term fasâd dan derivasinya
menggunakan kitab al-Mufrâd fȋ Gharȋb al-Qur’ân. Data-data tersebut
kemudian akan dianalisis menggunakan penafsiran Ibn Katsir yang
berfokus pada metode bi al-Matsȗr.
Berdasarkan analisi penulis, bahwa kerusakan hasil perbuatan
manusia disebabkan karena adanya perbuatan menyimpang. Perbuatan
tersebut jumlahnya beragam dan hasil ini kemudian dijelaskan dalam
sembilan ayat yang terdapat di dalam al-Qur’an.
xi
KATA PENGANTAR
xii
Pak Toto Tohari, dan kawan-kawan, yang telah mempermudah
segala urusan akademik kampus yang berkaitan dengan penulis dan
skripsi penulis.
6. Bapak Kusen, Ph.D., selaku ayahanda penasihat dan pemberi
motivasi untuk terus menggali khazanah ilmu pengetahuan. Semoga
selalu sehat dan mendapat keberkahan hidup dari Allah.
7. Orang tua tercinta, Ibu Nur Tisah dan bapak Heliyun yang penulis
panggil dengan sebutan Mak dan Bak. Suami tercinta, Rumadi yang
saya panggil Kanda Adi. Juga, kakak Heni Sagita dan adik Indah
Subarhana. Penulis ucapkan terima kasih atas kasih sayang dan
doanya yang tulus untuk penulis.
8. Teman-teman dari berbagai macam ruang kelas, organisasi, dan
komunitas yang senantiasa mewarnai perjalan proses belajar di
Universitas. Mereka adalah Pesantren Modern Nahdlatul ‘Ulama
(PEMNU) Talang Padang, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
(IMM) Ciputat, Rumah Tahfidz al-Qur’an Dzin-Nurrain Jakarta,
teman-teman Ilmu al-Qur’an dan Tafsir angkatan tahun 2015,
Dewan Mahasiswa Fakultas Ushuluddin (DEMA-F), Lembaga
Dakwah Kampus (LDK) Syahid Jakarta, Forum Lingkar Pena (FLP)
Ciputat, Komunitas Prosa Tujuh, dan Kuliah Kerja Nyata (KKN)
Menara 009.
9. Terimakasih juga kepada sahabat yaitu: Kak Syamsuri, Ardi
Kurniawan, Abdus Somad, Khoirur Rifqi Robiansyah, Faiji
Rahmat, Ma’rifat Kilwakit, Ningsih, Ahidatun Ni’mah, Sundari
Aryanti, Annisa Nurfauziah, Fatimatul Azizah, Eva Uyuni, Siti
Aisyah, Siti Fatimah Zahro, Sri Wahyuni, Laraswati, Hilda
Mujakiatul Udzma, Iis Faoziah, Intan Diniatul Azizah, Fifit
xiii
Qomariah, Shofi Hidayatullah Akbar, Sinta Indriani, Shofi al-
Fionita, Uswatun Hasanah, dan sebagainya.
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................i
PEDOMAN TRANSLITERASI...............................................................v
ABSTRAK.................................................................................................xi
KATA PENGANTAR..............................................................................xii
DAFTAR ISI.............................................................................................xv
BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................1
xv
D. Sekilas Mengenai Tafsir Ibn Katsir..........................................26
BAB V PENUTUP....................................................................................63
A. Kesimpulan..........................................................................63
B. Saran....................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................65
xvi
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Didin Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam (Tangerang: Serat Alam
Media, 2012), xi.
1
2
َ
Sedangkan, di dalam kitab al-Mufrȃt fȋ Gharȋb al-Qur’ȃn kata, “َ ”ف َس َدtertulis
ْ َ ْ َّ ُ ْ ُ ُ
10 kali yang berarti َاْل ْع ِت َد ِال
ِ ( خروج الش ي ٍء ع ِنsesuatu yang keluar dari
keseimbangan).2
Dunia global saat ini sedang dihadapkan pada persoalan serius yang
menentukan keberlangsungan hidup umat manusia,3 yakni: krisis
spiritualitas, krisis kemanusiaan, dan krisis terhadap lingkungan hidup.
Krisis spiritual, krisis kemanusiaan, dan krisis lingkungan hidup akan
mengahantarkan manusia pada perbuatan kerusakan.
2
Abu Qosim al-Husain bin Muhammad, al-Mufrâdat fȋ Gharȋb al-Qur’ân (Beirut:
Darul Ma’rifah), 491.
3
Agus Iswanto, “Relasi Manusia dengan Lingkungan dalam al-Qur’an,” Suhuf,
vol. 6, no. 1 (2013): 1.
4
Departemen Agama RI, Pelestarian Lingkungan Hidup (Jakarta: Lajnah
Pentashihan al-Qur’an, 2009), 27.
3
“Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara
keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan dalam waktu yang
ditentukan. Namun orang-orang kafir berpaling dari peringatan yang
diberikan kepada mereka.”
Keseimbangan antara makhluk hidup dan alam semesta berdampak
pada keselarasan dan kesejahteraan hidup manusia.5 Begitu juga dengan
keseimbangan manusia dengan Tuhan. Keseimbangan yang telah Allah
berikan akan tetap terjaga bila manusia “tidak merusak” komponen alam
semesta secara drastis.
5
Ridwan Abdullah Sani, Sains Berbasis al-Qur’an (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2015), 115.
4
6
Kementerian Agama RI, Spriritualitas dan Akhlaq (Tafsir al-Qur’an Tematik)
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2010), 1.
7
Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan al-Qur’an (Jakarta: Gema
Insani, 2006) xi-xii.
8
Efa Ida Amalia, “Kehancuran Alam Semesta dalam al-Qur’an”. Suhuf, vol. 2,
no. 1 (2009): 74.
5
9
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup (Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara, 2010), 47.
6
murni peristiwa alam, seperti: Gempa bumi, tsunami, dan gunung meletus.
Kedua: Kerusakan atau bencana karena krisis lingkungan hidup, akibat pola
dari perilaku manusia, seperti: kehancuran, kerusakan, dan pencemaran
lingkungan.10
10
A. Sonny Keraf, Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global (Jogjakarta:
Kanisius, 2010), 26.
11
Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia (Jogjakarta:
Graha Ilmu, 2012), 1.
7
Bencana dan kerusakan tentu bagian yang berbeda. Pada penelitian ini
berpusat pada fasād (kerusakan) bukan pada bencana. Perbedaan ini
ditampilkan agar dapat memberikan informasi bahwa yang diteliti adalah
kerusakan akibat perbuatan manusia.
12
Abdullah Yusuf Ali, Tafsir Yusuf Ali (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2009),
557.
8
13
Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nun (Jakarta: Kompas, 2001), 227.
9
14
Saifuddin Aman, Tren Spiritual Millenium Ketiga (Jakarta: Ruhama, 2013),
59.
15
Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail bin al-Hafidz Abi Hufas Umar bin Katsir, Tafsir
al-Qur’ân al- Adzȋm, jilid 1 (Riyadh: Dar al-Salam, 1994), 18.
10
panutan bergelar al-Hafidz.16 Kedua: Karena tafsir ini merupakan Tafsir al-
Qur’ȃn bi al-Qur’ȃn, sebagaimana disebutkan bahwa metode penafsiran
yang utama yaitu al-Qur’an dengan al-Qur’an. Jika tidak ada di dalam al-
Qur’an hendaknya menafsirkan dengan Hadis. Dan jika tidak menemukan
di dalam al-Qur’an dan hadis, maka hendaknya merujuk pada sahabat dan
tabi’in.17 Ketiga: penulis melihat Ibn Katsir dalam menjelaskan ayat-ayat
mengenai kerusakan mengungkapkan sebagai akibat dari kemaksiatan
manusia kepada Allah, sehingga menjadikan manusia lalai dan bahkan
kufur kepada-Nya. Selain itu, kemaksiatan diakibatkan karena agama yang
mengatur kehidupan manusia ternyata belum mampu termanifestasikan
dengan perbuatan baik.
B. Identifikasi Masalah
16
Ibn Katsir, al-Bidâyah wa al-Nihâyah, terj. Abdullah bin Abdul Muhsin
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2013), 13.
17
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahmad bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibn
Katsir, jilid 1 (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2009), bagian Muqaddimah.
11
C. Batasan Masalah
Rȗm [30] : 41-42. Dari kesembilan18 ayat ini sudah mewakili bagaimana
Ragam Kerusakan Hasil Perbuatan Manusia di Muka Bumi (Analisis
Penafsiran Ibn Katsir atas Ayat-ayat yang Menjelaskan Kerusakan di Muka
Bumi).
Pembatasan ini bertujuan agar pembahasan lebih fokus dan tidak keluar
dari tema yang diteliti dari aspek-aspek yang telah diidentifikasi,
menginformasikan tafsiran Ibn Katsir mengenai ayat, dan wawasan yang
terkait dengannya.
D. Rumusan Masalah
18
Term fāsad yang terdapat dalam penelitian ini merupakan term yang terdapat
dalam kitab al-Mufrat fȋ Gharȋb al-Qur’ȃn. Di dalam kitab tersebut, terdapat 10 (sepuluh)
ayat. Namun ketika penulis teliti ulang ayat tersebut terdapat sembilan ayat. Hanya saja,
surat al-Baqarah [2] : 205 term fasād dalam satu ayat terdapat 2 (dua) kata fasād.
13
2. Manfaat Penelitian
Penelitian yang keempat yang ditulis oleh Wisnu Arya Wardana dalam
buku yang berjudul, Dampak Pencemaran Lingkungan. Buku ini berisi
penjelasan mengenai beberapa macam kerusakan yang terkhusus pada
pencemaran lingkungan, diantaranya: Pencemaran udara, pencemaran air,
dan pencemaran daratan.19 Semua pencemaran di atas merupakan bentuk
kerusakan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada kerusakan
tidak hanya berfokus pada pencemaran lingkungan saja, melainkan
berfokus pada ragam kerusakan akibat pencemaran yang menghadirkan
ayat-ayat al-Qur’an.
19
Wisnu Arya Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan (Yogyakarta: Andi
Offset, 2004), xvi.
20
Muhammad Mukhtar Dj, “Kerusakan Lingkungan Persfektif al-Qur’an (Studi
Tentang Pemanasan Global),” Dalam Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah (Jakarta 2010), 60.
16
21
Tatik Maisaroh, “Akhlaq Terhadap Lingkungan Hidup Dalam al-Qur’an (Studi
Tafsir al-Misbah),” Dalam Skripsi SI Fakultas Ushuluddin UIN Raden Intan (Lampung
2017), 105.
22
M. Luthfi Maulana, “Manusia dan Kerusakan Lingkungan dalam al-Qur’an:
Studi Kritis Pemikiran Mufassir Indonesia (1967-2014),” Dalam Skripsi SI Fakultas
Ushuluddin UIN Walisongo (Semarang 2016), 4.
17
ini dengan penulis adalah kerusakan yang diteliti tidak terfokus pada
kerusakan lingkungan, melainkan pada ragam kerusakan. Juga, perbedaan
mengenai fokus pembahasan tafsir yang menggunkan tafsir Ibnu Katsir.
23
Slamet Khaeruddin, “Fȃsad dalam al-Qur’an,” Dalam Tesis Fakultas
Ushuluddin Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta 2004), 163-164.
18
F. Metode Penelitian
24
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatai, kualitatif dan R dan D (Bandung:
Alfabeta, 2007), 9.
25
Arief Furchan, Pengantar Metode Penelitian Kuantitatif (Surabaya: Usaha
Nasional, 1992), 21.
26
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya
Ilmiah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 33-34.
27
Nuzul Zuriah, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009) 14.
19
G. Sistematika Penulisan
Bab ketiga, Pada bab ini akan dijelaskan pengertian istilah kebaikan
dan keburukan di dalam al-Qur’an. Selain itu, pada bab ini akan
dijelaskan secara detail mengenai term-term perbuatan manusia. Pada
bab ini bertujuan untuk memberikan kerangka berfikir teoritis megenai
hal-hal yang berhubungan dengan data yang akan diteliti.
Untuk memahami lebih dalam pemikiran dan tafsir karya Ibn Katsir
yang penulis teliti, maka penulis menghadirkan biografi tokohnya.
Selanjutnya menganalisis pemikiran Ibn Katsir dari berbagai sudut pandang
kehidupannya. Dimulai dari guru-gurunya, murid-muridnya, dan karya-
karya fenomenalnya.
Keluarga Ibn Katsir merupakan keluarga yang taat beragama. Hal ini
ditandai dengan seorang ayah yang menjadi seorang ‘ulama pada
zamannya. Nama ayah Ibn Katsir adalah Syihab al-Din Abu Hafs ‘Amr Ibn
Katsir yang lahir pada (640 H). Namun, sejak umur tujuh tahun, Ibn Katsir
ditinggal oleh ayahnya yang
1
Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail bin Katsir al-Qurays al-Busyra, Tafsir al-
Qur’ȃn al-Adzȋm, jilid.1 (Riyadh: Dar as-Salam, 1994), 15.
2
Bushra merupakan negeri di Syam dari bagian Damaskus.
3
Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibn Katsir (Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’i,
2008), xxv.
21
22
4
Maliki, “Tafsir Ibn Katsir: Metode dan Bentuk Pemikirannya”. el-Umdah, vol.
1, no. 1 (2018): 76.
5
Syaikh Manna al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an (Jakarta: Pustaka
al-Kautsar, 2005), 478.
6
Imaduddin Abu al-Fida Ismail, Tafsir Juz ‘Amma, terj. Farizal Tirmizi (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2007), xvii.
23
7
Moch. Tohir ‘Aruf, “Persfektif Ibnu Katsir Tentang Eksistensi Adam,” Dalam
Disertasi Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta 2010), 53.
24
pada masanya, 17. Syamsuddin Abu Nashar bin Muhammad (w. 723 H),
18. Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin al-Fadhil Jamaluddin Ishaq (w. 724
H), 19. Jamaluddin Abu al-Hajjaj al-Mizzi Yusuf bin az-Zaki Abdurrahman
bin Yusuf (w. 742 H).
Kedudukan keilmuan Ibn Katsir mulai fenomenal sejak di tengah-
tengah berbagai lembaga kajian keilmuan yang dipimpinnya, seperti:
Madrasah Darul Hadis al-Asyrafiyah, Madrasah al-Syalihiyah, Madrasah
al-Najibiyah, Madrasah al-Tanzakiyah, dan Madrasah al-Nuriyah al-
Kubra.8 Selain itu Ibn Katsir fenomel karena berbagai masjid yang menjadi
sarana belajar dan berbagai karya tulis yang disusunnya dalam bidang tafsir,
sejarah, dan hadis. Dari berbagai tempat belajar itulah Ibn Katsir banyak
mempunyai murid.
8
Ibn Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, terj.Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turki
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2013), 18.
9
Ibn Katsir, al-Bidȃyah wa al-Nihȃyah, 27.
25
Dalam bidang Tafsir, Ibn Katsir menulis dua kitab, yaitu: 1). Tafsir
al-Qur’ȃn al-Adzȋm, yaitu kitab tafsir 30 Juz yang menggunakan riwayat
atau yang lebih terkenal dengan tafsir al-Qur’ȃn bi al-Matsur, yaitu
penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an, atau dengan as-Sunnah karena
menjelaskan kitabullah, atau riwayat yang diterima dari sahabat, atau dari
riwayat Tabi’in.14 2). Fada’il al-Qur’ȃn, yaitu kitab yang berisi tentang
ringkasan sejarah al-Qur’an.
10
Muhaddits adalah gelar yang diberikan kepada orang yang ahli hadis dan
berguru pada imam-imamnya.
11
al-Fiqih adalah gelar yang diberikan kepada orang yang ahli dalam bidang
Fiqih.
12
al-Muarrik adalah gelar yang diberikan kepada orang yang ahli dalam bidang
sejarah.
13
Mufassir adalah gelar yang diberikan kepada orang yang ahli dalam bidang
Tafsir.
14
Mashruri Sirajuddin Iqbal dan Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir (Bandung:
Percetakan Angkasa, 2009), 115.
26
Dalam bidang hadis, Ibn Katsir menulis kitab, yaitu: 1). Jami’ul
Masȃnid wa al-Sunan, yaitu kitab yang berisi kumpulan hadis. Di dalam
kitab ini, Ibnu katsir menggabungkan antara Musnad Imam Ahmad, al-
Bazzar, Abu Ya’la, Ibn Syaibah, dan al-Kutub as-Sittah,15 2). Takhrij
Ahadis Adillah al-Tanbih li ‘Ulum al-Hadis, yaitu kitab takhrij terhadap
hadis dalam kitab al-Tanbih karya al-Syirazi, (w. 476 H).
Dalam bidang Fiqih, Ibn Katsir menulis kitab, yaitu: 1). al-Ijtihad fȋ
Thalab al-Jihad, yaitu kitab fiqih yang menjelaskan uraian untuk
menggerakkan semangat juang ummat Islam dalam mempertahankan partai
Lebanon-Suriah dari sebuah Frank dari Cyprus, 2). al-Ahkam ‘ala Abwab
al-Tanbih, yaitu kitab yang berisi komentar terhadap al-Tanbih karya al-
Syirazi.
Dalam sumber penafsiran ada istilah kata, “naw’u” yang berarti “Jenis
penafsiran”. Ibn Katsir dalam menulis kitab al-Qur’ȃn al-Adzȋm sebenarnya
15
al-Hafizh Ibn Katsir, al-Bidȃyah wa al-Nihȃyah (Jakarta: Pustaka Azzam,
2013), h. 33. Dan ditahqiq oleh Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turki.
27
b. Laun (Corak)
Dalam studi tafsir corak biasa digunakan dengan istilah “Laun”. Laun
adalah kecenderungan ide pemikiran yang mendominasi karya tafsir.
Muhammad Sofyan menuliskan bahwa tafsir Ibn Katsir ini pada dasarnya
menjelaskan sekadarnya saja. Agar ‘ulama lain memperdalam topik-topik
yang dibahas sejalan dengan keinginan dan terperinci secara lebih luas.16
Metodologi berasal dari kata “method” dan “logos” yang berarti ilmu
pengetahuan yang menggunakan cara yang teratur untuk mencapai
maksud.17 Dalam istilah bahasa indonesia “method” di sebut dengan
“metode” yang dapat diartikan dengan cara yang digunakan Mufassir
dalam melakukan penafsiran. Pada umumnya metode ini terbagi menjadi
16
Muhammad Sofyan, Tafsir wa al-Mufassirun (Medan: Perdana Publishing,
2015), 56.
17
Abd. Muin Salim, Mardan dan Achmad Abu Bakar, Metodologi Penelitian
Tafsir Maudu’i (Jogjakarta: Pustaka al-Zikra, 2017), 3.
28
Dari uraian di atas, maka tafsir al-Qur’an al-Adzȋm karya Ibnu Katsir
ini menggunakan metode tahlȋli, yaitu metode yang menjelaskan
kandungan ayat-ayat al-Qur’an dengan segala aspeknya, berdasarkan urutan
ayat dalam al-Qur’an (Dimulai dari al-Fâtihah sampai an-Nâs) sesuai
dengan mushaf Usmani, arti kosa kata, munasabat (Melihat hubungan ayat-
ayat al-Qur’an antara satu sama lain),, dan juga tidak mengabaikan asbȃb
al-Nuzȗl (Sebab atau peristiwa turunnya ayat).23
Dalam kitab tafsir al-Qur’an al-Adzȋm karya Ibn Katsir ini, penjelasan
mengenai kosa kata tidak terlalu detail. Melainkan menjelasakan kosa kata
pilihan yang dianggap penting. Selain itu, mengungkapkan penjelasan satu
kalimat yang utuh. Misalnya: Ketika menjelasakan al-Qur’an surah al-
18
Metode Ijmali adalah metode yang bersifat global dan ringkas. Misalnya: Hanya
menungkap malma sinonim saja, seperti: Tafsir Jalalayn karya Jalal al-Din al-Suyuthi.
Lihat, Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir (Bandung: Tafakur, 2011), 105.
19
Metode Tahlili adalah metode yang bersifat menjelaskan segala aspek yang
terkandung dalam ayat al-Qur’an.
20
Metode Muqarran merupakan metode yang mencoba untuk membandingkay
ayat dengan ayat, atau ayat dengan hadis, atau pendapat para ‘ulama Tafsir dengan cara
menampakkan segi perbedaan dari objek yang dibandingkan.
21
Metode Maudhui adalah metode tafsir yang membahas tema-tema tertentu atau
yang sama kesatuan makna.
22
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir (Bandung: Tafakur, 2011), 103.
23
Anshori, Ulumul Qur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta:
Rajawali Press, 2016), 208.
29
َۡ ْ ُ َ َ َ َ
ِ ِ يل ل ُه ۡم َل ت ۡف ِس ُدوا ِفي ٱۡل ۡر
Baqarah ayat 11 (sebelas), tertuliskan ض َوِإذا ِقpada ayat ini
4. Sistematika
24
Ini akan dijelalaskan secara detail pada bab ke-4.
BAB III
1
Saryono merupakan Mahasiswa Program Pascasarjana di Universitas Islam
Negeri Raden Fatah Palembang.
2
Saryono, “Konsep Fitrah dalam Persfektif Islam”. Studi Islam vol. 4, no. 2
(2016): 167.
30
31
kebaikan yang ada pada manusia adalah dari Allah dan apa saja keburukan
yang ada pada diri manusia adalah berasal dari manusia itu sendiri. Hal ini
telah diinformasikan di dalam al-Qur‟an surah al-Nisa ayat 79, berikut:
َّ ٰ َ َ َ َۚ َ ُ ا
ٱلله َشه ا
يدا َّ َ َٰ ۡ َ ۡ َ َ ََۚ ۡ َّ َ َ ّ َ َ َ َ َ ٓ َ َ ِۖ َّ َ َ َ َ َ ۡ َ َ َ َ ٓ َّ
ِ ِ اس زشىٗل وكفى ِب ِ ما أصابك ِمً حصى ٖت ف ِمً ٱلل ِه وما أصابك ِمً ش ِيئ ٖت ف ِمً هف ِصك وأزشلىك ِللى
٩٧
“Kabajikan apa pun yang kamu peroleh , adalah dari sisi Allah. Dan
keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.
Kami mengutusmu (Muhammad) menjadi Rasul kepada (seluruh)
manusia. Dan cukuplah Allah yang menjadi saksi.”
3
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), 118.
4
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ,
227.
32
memiliki potensi baik dan buruk.5 Hal ini terdapat dalam al-Qur‟ȃn surah
al-Balad ayat 10
َّ َو َه َد ۡي َٰى ُه
٠١ ًِ ٱلى ۡج َد ۡي
5
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2013),
337.
6
Abuddin Nata, Akhlaq Tasawuf dan Karakter Mulia (Jakarta: Rajawali Pers,
2015), 88.
7
Burhanuddin Salam, Etika Individual (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), 109.
8
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994),
34.
33
9
Enoh, “Konsep Baik (Kebaikan) dan Buruk (Keburukan) dalam al-Qur‟an”. v.
XXIII no. 1 (2007): 36.
10
A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), 788.
34
11
Abduddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Jakarta: Rajawali Pers,
2015), 101.
12
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibn
Katsir, jilid, 7 (Jakarta: Pustaka Imam al-Syafi‟i, 2009), 126.
13
Imam Sudarmoko, “Keburukan dalam Persfektif al-Qur‟an”. Dialogia, v. 12,
no. 1 (2014): 24.
35
14
al-Qur’ân al-Karȋm, h. 90.
15
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2010) 275.
16
Toshihiko Izutsu, Etika Beragama dalam al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1993), 335.
36
yang dimaksud ayat ini merupakan jika di sana ada tempat kembali, maka
Tuhan ku akan berbuat baik kepadaku sebagaimana Dia berbuat baik
kepada ku di dunia. Dia berangan-angan kepada Allah, padahal amalnya
buruk dan berada pada ketidakyakinan.17 Hal itulah yang membuat Allah
mengancam dengan siksaan dan hukuman.
17
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibn
Katsir, Jilid. 8 (Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi‟i, 2009), 264-265.
18
Enoh, “Konsep Baik (Kebaikan) dan Buruk (Keburukan) dalam al-Qur‟an,” v.
XXIII no. (2007): 37.
37
19
Abdurrahman R.A. Haqqi dan Mohammad Nabil al-Munawwar, Tafsir
Zanjabil (Jakarata: Qisthi Press, 2015), 114.
20
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq (Jogjakarta: Lembaga Pengkajian dan
Pengamalan Islam (LPPI), 2001), 241.
21
Enoh, “Konsep Baik (Kebaikan) dan Buruk (Keburukan) dalam al-Qur‟an,” v.
XXIII no. 1 (2007): 37.
22
Ma’ruf adalah segala perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah,
sedangkan mungkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan diri dari Allah.
38
“Agar Allah memisahkan (golongan) yang buruk dari yang baik dan
menjadikan (golongan) yang buruk itu sebagiannya di atas yang lain, lalu
kesemuanya ditumpukkan-Nya, dan dimasukkan-Nya ke dalam neraka
Jahanam. Mereka itulah orang-orang yang rugi.”
23
Muhammad Ali Hasyimi, Apakah Anda Berkepribadian Muslim? (Jakarta:
Gema Insani Press, 1994), 107.
24
Toshihiko Izutsu, Etika Beragama dalam al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1993), h. 386.
25
Abduddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Jakarta: Rajawali Pers,
2015), h. 103.
39
taqwa kepada Allah (al-Baqarah, 185/ 189) dan (Ali-„Imran, 86/92), b). al-
Birr yang berarti taat kepada kedua orangtua (Maryam, 14), dan c). al-Birr
yang berarti jujur dan adil dalam berperilaku (al-Mumtahanah, 8). Berikut
contoh pengertian al-Birr dapat dilihat dalam al-Qur‟an surah al-Baqarah
ayat 177 berikut:
ٰ ۡ َ َٰٓ َ ۡ ٓۡ ۡ َّ ۡ َٰ ۡ َۡ ۡ َۡ ُ َ ُ ُ ْ َ ُ َ َّ ۡ َ ۡ َّ
ىهك ۡم ِق َب َل ٱۡلش ِس ِق َوٱۡلغ ِس ِب َول ِك ًَّ ٱل ِب َّر َم ًۡ َء َام ًَ ِبٱلل ِه َوٱل َي ۡى ِم ٱۡ ِخ ِس َوٱۡلل ِئك ِت َوٱل ِك َخ ِب ۞ليض ٱل ِبر أن جىلىا وح
ََ َّ َ َ ٓ َّ َ َّ َ ۡ َ َ َٰ َ ۡ َ ٰ َ َٰ َ ۡ َ ٰ َ ۡ ُ ۡ َ ّ ُ ٰ َ َ َ َ ۡ َ َ َ َ ّ َّ َ
اب َوأق َام ِ وٱلى ِب ِيًۧ وءاحى ٱۡلال على ح ِب ِهۦ ذ ِو ٱلقسبى وٱليخَى وٱۡلص ِكرن وٱبً ٱلص ِب ِيل وٱلصا ِئ ِلرن و ِفي
ِ ٱلسق
َ س ُأ ْو َٰٓلئ َك َّٱلر ۡ َ ۡ َ َ ٓ َّ َ ٓ َ ۡ َ ۡ َ َّٰ َ ِْۖ ُ َٰ َ ۡ َ َ ُ ُ ۡ َ َ ٰ َ َّ َ َ َ ٰ َ َّ
ًي ِ ِ ٱلصلىة و َءاحى ٱلزكىة وٱۡلىفىن ِبع ۡه ِد ِهم ِإذا ع َهدوا وٱلص ِب ِريً ِفي ٱلبأشا ِء وٱلض َّسا ِء و ِحرن ٱلبأ ِ إ
َ ُۡ َٰٓ ُ ِْۖ ُ
٠٩٩ ص َدقىا َوأ ْول ِئ َك ُه ُم ٱۡل َّخ ُقىن
َ
26
Riana Cahaya Purnama, “Perbuatan Baik dan Buruk Menurut Ibn Taimiyah,”
(Skripsi SI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017), h. 22.
27
Imam Sudarmoko, “Keburukan dalam Persfektif al-Qur‟an,” v. 12, no. 1
(2014): h, 26.
40
keburukan yang bersifat hakiki pula.28 Hal ini dapat dilihat dalam al-
Qur‟an pada surah al-„Araf ayat 80 berikut:
َ ۡ َ ُ َ َ ٰ ۡ َ ََُۡ َ َو ُلىطا إ ۡذ َق
٨١ ال ِل َق ۡى ِم ِهۦٓ أجأجىن ٱل َف ِحشت َما َش َب َقكم ِب َها ِم ًۡ أ َح ٖد ّ ِم ًَ ٱل َٰعل ِم َرن ِ
“Dan (Kami juga telah mengutus) Lut, ketika dia berkata kepada
kaumnya, “Mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah
dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini).”
Menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy penjelasan
ayat di atas mengenai pengertian ayat “Sebelum kamu”, menuliskan
bahwa Ibn Katsir berpendapat maksudnya adalah tidak seorang pun dari
Bani Adam yang mengerjakan perbuatan keji sebelum dilakukan oleh
penduduk-penduduk Sodom.29
28
Enoh, “Konsep Baik (Kebaikan) dan Buruk (Keburukan) dalam al-Qur‟an,” v.
XXIII no. 1 (2007): 37.
29
Teungku Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy, al-Bayan Tafsir Penjelas al-
Qur’anul Karim (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), 364.
41
30
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia (Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997), 788.
31
Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Tafsir al-Qur’an al-Aisar (Jakarta: Darus
Sunnah, 2015), 78.
32
Abd. Rahman Dahlan, Kaidah-kaidah Penafsiran al-Qur’an (Bandung:
Penerbit Mizan, 1998), 210.
42
Potensi keburukan yang ada pada diri manusia bukanlah potensi yang
tidak ada solusi untuk menghindarinya. Sebagai manusia yang fitrahnya
berbuat baik, maka sebenarnya yang paling kuat dalam diri manusia
adalah kecondongan berbuat baik.
ۡ ۡ َ ۡ ُ ُ َّ َ َٰٓ َ َ َّ َ َ َ ُ ٓ ْ َ َّ ُ ْ َّ َ َ ۡ َ َّ ُ ۡ ُ ۡ َ ا َ ُ َ ّ ۡ َ ُ ۡ َ ّ ُ ۡ َ َ ۡ ۡ َ ُ ۡإ
ض ِل ٱل َع ِي ِيميأيها ٱل ِريً ءامىىا ِإن جخقىا ٱلله يجعل لكم فسقاها ويك ِفس عىكم ش ِيا ِجكم وغغ ِفس لكم وٱلله ذو ٱلف
b. Beramal Shalih
“Dan laksanakanlah shalat pada kedua ujung siang (pagi dan petang) dan
pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus
kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu
mengingat (Allah).”35
َ ٱغف ۡس َل َىا ُذ ُه َىب َىا َو َك ّف ۡس َع َّىا َش ّياج َىا َو َج َى َّف َىا َم
ۡ َ َ َۚ َّ َ َ ُ ّ ْ ُ َۡ ٰ ۡ َ ُ َ ٓ َّ َ َ ۡ َ ُ َ ا
ِ ِ ِ ِ َّزَّبىا ِإهىا ش ِمعىا مى ِاديا يى ِاد ِل ِۡل َيم ًِ أن َء ِامىىا ِب َسِبك ۡم فامىا َزَّبىا ف
َۡ
٠٧٧ ٱۡ ۡب َس ِاز
34
al-Qur’ân al-Karȋm, h. 180
35
al-Qur’ân al-Karȋm, h. 234.
44
36
al-Qur’ân al-Karȋm, h. 75.
BAB IV
ANALISIS AYAT-AYAT KERUSAKAN DI MUKA BUMI
45
46
bagi manusia baik hubungan dengan Allah, hubungan dengan manusia, dan
hubungan dengan alam semesta. Siapa yang mengamalkannya akan diberi
pahala, siapa yang memutuskan hukum berdasarkan al-Qur’an akan adil,
dan siapa yang menyerukan al-Qur’an akan dibimbing ke jalan yang lurus.3
Tanpa manusia menjalankan hak-hak Allah dengan baik, maka akan terjadi
kekacauan, kerusakan dan ketidakseimbangan.
Pada dasarnya segala sesuatu di dunia ini diciptakan oleh Allah dengan
baik. Maksud baik di sini adalah segala yang diciptakan oleh Allah
berpasangan, proporsional, dan berbeda. Perbedaan apa yang ada di bumi
menjadikan alam ini seimbang. Keseimbangan inilah yang hendak dijaga,
dilestarikan, dan dibudayakan. Namun pada kenyataannya, manusia yang
hidup di muka bumi tidak selamanya memahami bagaimana menjadikan
alam ini tetap dalam kondisi baik dan keseimbangan. Di sinilah perbutan
manusia akan menentukan bagaimana keseimbangan itu akan terjaga.
Perbuatan manusia adalah segala sesuatu yang timbul dari dalam diri
atas dasar kesadaran, pertimbangan, dan pilihan. Manusia berhak
menentukan perbuatannya (Perbuatan baik dan perbuatan buruk). Jika
manusia tidak dapat menjaga akidahnya, maka akan rusaklah akidahnya.
Jika manusia melakukan perbuatan kemaksiatan, maka menyimpanglah
perbuatannya. Dan, jika manusia memilih jalan untuk merusak bumi maka
akan rusaklah bumi dan seisinya. Dari pernyaaan itulah dapat diiasumsikan
bahwa kerusakan timbul dari akibat perbuatan manusia yang dilakukan
dengan sengaja. Sehingga membawa pada dampak negatif. Setidaknya ada
dua dampak negatif, yaitu: a). Kerusakan dalam bentuk materi, b).
Kerusakan dalam bentuk non-materi.
3
Sa’id Abdil Adzim, Berimanlah Sejenak Pasti Anda Selamat (Jakarta: Kalam
Mulia, 2006), 9.
47
4
Syahrin Harahap dan Hasan Bakti Nasution, Ensiklopedia Akidah Islam (Jakarta:
Kencana, 2009), dalam kata pengantar.
5
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlaq Mulia (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), 84.
48
“Setelah mereka melemparkan, Musa berkata, “Apa yang kamu lakukan itu,
itulah sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan kepalsuan sihir itu.
Sungguh, Allah tidak akan membiarkan terus berlangsungnya pekerjaan
orang yang berbuat kerusakan.”
Kisah tukang-tukang sihir yang dilakukan pada masa nabi Musa telah
berlalu. Perbuatan orang-orang terdahulu mengenai sihir dilemahkan
dengan datangnya peringatan nabi Musa terhadap kaumnya. Sebenarnya
yang menjadi tujuan dari ayat ini adalah untuk menunjukkan
pembangkangan Fir’aun terhadap ajakan Rasul Allah.7
Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir, Tafsir al-Qur’ân al-
6
“Apa yang mereka buat itu hanyalah tipu daya pesihir (belaka). Dan tidak
akan menang pesihir itu, dari mana pun ia datang.”
Dari paparan ayat-ayat di atas dapat disimpulkan bahwa,
penyimpangan akidah sebenarnya telah dilakukan oleh kaum terdahulu,
yaitu kaumnya Nabi Musa ‘Alaissalam. Perbuatan sihir menyebabkan
akidah manusia menyimpang. Sehingga dengan hadirnya ayat ini
mengingatkan kepada kita semua untuk berhati-hati dalam menjaga akidah.
8
Mereka langsung bersujud kepada Allah karena meyakini kebenaran seruan nabi
Musa dan bukan sihir sebagian yang mereka duga semula.
9
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibn
Katsir, terj. M. Abdul Ghoffar, jilid 3 (Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2009), 431.
50
َ ۡ َّ ٰ َ َۚ َ َّ َّ ٌ ٓ َ َل ۡو َك
٢٢ ان ِّف ِّيه َما َء ِّال َهة ِّإْل ٱلل ُه ل َف َس َدتا ف ُس ۡب َح َن ٱلل ِّه َر ِّب ٱل َع ۡر ِّش َع َّما َي ِّص ُفون
“Seandainya pada keduanya (di langit dan di bumi) ada Tuhan-tuhan selain
Allah, tentu keduanya telah binasa. Maha suci Allah yang memiliki ‘Arsy,
dari apa yang mereka sifatkan.”
Ayat ini menjelaskan bahwa kerusakan langit dan bumi di-akibatkan
karena manusia menyekutukan Allah. Allah mengabarkan jika terdapat
Tuhan-tuhan yang lain selain-Nya, niscaya rusaklah langit dan bumi.10
Selain itu di dalam tafsir al-Thabâri juga dijelaskan maksud al-Qur’an surat
al-Anbiya di atas adalah sekiranya di langit dan bumi ada Tuhan yang patut
disembah selain Allah, maka akan rusak dan binasa.11 Hal ini terdapat dalam
al-Qur’an surah al-Mu’Minȗn ayat 91 berikut:
َّ ٰ ۚ ض ُه ۡم َع ََ ٰٰ َب ۡع َ َ ََ َٰ ُ َ َّ ٗ َٰ َ ٱلل ُه من َو َلد َو َما َك
َّ َ َ َّ َ
ٖۚ ُس ۡب َح َن ٱلل ِّه ُِ ان َم َع ُ ۥه ِّم ۡن ِّإل ۚه ِّإذا لذ َه َب ك ُّل ِّإل ِّ ِۢه ِّب َما خل َق َول َعال َب ۡع ِّ ما ٱتخذ
َ
١٨ َع َّما َي ِّص ُفون
“Allah tidak mempunyai anak, dan tidak ada tidak ada Tuhan (yang lain)
bersama-Nya, (sekiranya Tuhan banyak), maka masing-masing Tuhan itu
akan membawa apa (makhluk) yang diciptakan, dan sebagian dari Tuhan-
Tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Mahasuci Allah dari apa
yang mereka sifatkan itu.”
Selain pada ayat di atas Allah menjelaskan di dalam al-Qur’an
bahwa Allah itu satu dan tidak ada Tuhan selain-Nya. Hal ini terdapat di
dalam al-Qur’an surah al-Ikhlas berikut:
ِۢ َ ُ َّ ُ َ َ َ َ َّ َ َّ ُ
٤ َول ۡمِ َيكن ل ُ ۥه ك ُف ًوا أ َح ُد٣ ل ۡم َي ِّل ۡد َول ۡم ُيول ۡد٢ ٱلص َم ُد
َّ ٱلل ُه ٨ ق ۡل ُه َو ٱلل ُه أ َح ٌد
10
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibn
Katsir, terj. M. Abdul Ghoffar, jilid 6 (Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2009), 75.
11
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabâri, terj. Ahsan
Askan (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), 43.
51
12
Melanggar nilai-nilai yang ditetapkan agama akan mengakibatkan alam ini
rusak bahkan hancur.
13
Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir, Tafsir al-Qur’ân al-
Adzȋm, jilid 1 (Riyadh: Dar al-Salam, 1994), 79.
14
Kementerian Agama RI, Pelestarian Lingkungan Hidup (Jakarta: Direktorat
Urusan Agama Islam, 2012), 211.
15
Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin al-Suyuthi, Tafsir Jalalain,
terj. Bahrun Abubakar (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009), 7.
53
16
Imaduddin Abu al-Fida Ismail bin Katsir al-Qurays al-Dimasqy, Tafsir al-
Qur’ân al-Adzȋm, jilid 1 (Riyadh: Dar al-Salam, 1994), 79.
17
M. Qurays Shihab, Tafsir al-Misbah, jilid 1 (Tangerang: Lentera Hati, 2000),
101.
18
Imaduddin Abu al-Fida Ismail bin Katsir al-Qurays al-Dimasqy, jilid 1 (Riyadh:
Dar al-Salam, 1994), 79.
54
Abu Ja’far berkata, ayat ini merupakan bentuk pendustaan Allah atas
apa yang dilakukan oleh orang-orang munafik, ketika Allah memerintahkan
seharusnya mereka menaati dan ketika Allah melarang sesuatu seharusnya
mereka menjauhi. 20
19
M. Qurays Shihab, Tafsir al-Misbah, jilid 1 (Tangerang: Lentera Hati, 2000),
102.
20
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari, terj. Abdul
Somad, Yusuf Hamdani, dkk (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), 358.
21
Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur’an, terj. Rd Hikmat Danaatmaja
(Jakarta: al-Huda, 2003), 156.
55
masyarakat dan kota-kota akan hancur dan bahkan nyawa akan terancam
bahaya.
Selain itu, ayat di atas maksudnya adalah orang yang amat menyimpang
perkataannya dan jahat perbuatannya. Seperti itulah perkataan dan
perbuatannya. Ucapannya dusta, keyakinannya menyimpang dan
perbuatnnya buruk.22 Orang yang mempunyai “keinginan” membuat
kerusakan di bumi dan memusnahkan tanaman-tanaman dan hewan-hewan.
Maka, Mujahid mengatakan, “Maka Allah akan menahan hujan sehingga
tanaman dan ternak binasa.”23
22
Imaduddin Abu al-Fida Ismail bin Katsir al-Qurays al-Dimasqy, Tafsir al-
Qur’ân al-Adzȋm, jilid 1 (Riyadh: Dar al-Salam, 1994), 333.
23
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibn
Katsir, terj. M. Abdul Ghoffar, jilid 1 (Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2009), 403.
56
anak yatim kecuali melalui cara yang lebih baik.” Dan dalam al-Qur’an
surah al-Nisa’ (4) : 10
َ َ ۡ َ َ َ ُۖ ٗ َ ۡ ُ ُ َّ َّ َ َ ۡ ُ ُ َن َ ۡ َٰ َل ۡ َ َٰ َ ٰ ُ ۡ ً َّ َ َ ۡ ُ ُ َن
٨١ صل ۡون َس ِّع ِٗيرا ِّإن ٱل ِّذين يأكلو أمو ٱليتىى ظلما ِّإنما يأكلو ِّفي بط ِّون ِّهم نارا وسي
َ َف َو ۡي لل ل ۡل ُم٣ سكين
٤ ص ِّل َين ۡ ِّ ۡ ٖۚ َع ََ ٰٰ َط َعام َ َف َٰذل َك َّٱل ِّذي َي ُد ُّع ۡٱل َيت٨ ٱلدين
ُّ َوَْل َي ُح٢ يم ُ َ ُ َّ َ ۡ َ َ َ
ِّ ِّ ِّ ِ ٱۡل ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ أرءيت ٱل ِّذي يك ِّذب ِّب
َ ُ َ ۡ َّ َ ُ ۡ َ َ َ ۡ َ ُ َن َّ َ ُ ۡ ُ َ ٓ ُ َن َ َ ۡ َ ُ َن
٧ اعون ويمنعو ٱۡل٩ ٱل ِّذين هم يراءو٢ ٱل ِّذين هم عن صال ِّت ِّهم ساهو
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? (1), maka itulah orang
yang menghardik anak yatim (2), dan tidak mendorong memberi makan
24
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibn
Katsir, terj. M. Abdul Ghoffar, jilid 1 (Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2009), 425-426.
25
Departemen Agama RI, Pelestarian Lingkungan Hidup (Jakarta: Lajnah
Pentashihan al-Qur’an, 2009), 214.
58
anak miskin (3), maka celakalah orang yang shalat, (4), (yaitu) orang yang
lalai terhadap shalatnya,26 (5), yang berbuat ria,27 (6), dan enggan
(memberikan) bantuan28 (7).”
Dalam surat al-Ma’un di atas menimbulkan sebuah pertanyaan apakah
orang yang melakukan shalat mengaku sebagai orang yang beragama? Dari
pertanyaan tersebut dapat dikatakan bahwa ternyata shalat saja belum
cukup, apabila manusia yang beragama masih mengahambakan diri pada
hawa nafsu mencibtai harta secara berlebihan dan tidak perduli terhadap
anak yatim.29
26
Orang-orang yang tidak menghargai serta melalaikan pelaksanaan dan waktu-
waktu shalat.
27
Ria adalah melakukan perbuatan bukan semata untuk mendapatkan keridhaan
Allah, melainkan untuk mencari pujian, atau kemasyhuran di masyarakat.
28
Sebagian Mufassir mengartikan bahwa “Enggan membayar zakat”.
29
KRH. Hadjid, Pelajaran KHA Dahlan (Jogjakarta: Majelis Pustaka dan
Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2013), 64.
59
َ ُ
٧١ م حعرضون
30
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibn
Katsir, terj. M. Abdul Ghoffar, jilid 6 (Jakarta: Pustaka Imam al-Syafi’i, 2009), 228-229.
31
Syaikh Imam al-Qurtubhi, Tafsir al-Qurtubhi, terj. Ahmad Khotib (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2008), 360-361.
60
32
Imaduddin Abu al-Fida Ismail bin Katsir al-Qurays al-Dimasqy, Tafsir al-
Qur’ân al-Adzȋm, jilid 3 (Riyadh: Dar al-Salam, 1994), 482.
33
Departemen Agama RI, Pelestarian Lingkungan Hidup (Jakarta: Lajnah
Pentashihan al-Qur’an, 2009), 213.
34
Abuddin Nata, Akhlaq Tasawuf (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008),
152.
61
35
Rukaesih Achmad, Kimia Lingkungan (Jogjakarta: Andi Offset, 2004), 1.
36
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibn
Katsir, terj. M. Abdul Ghoffar, jilid 7 (Jakarta: Pustaka Imam al-Syafi’i, 2009), 183-184.
62
37
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabâri, terj. Ahsan
Sakan (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), 681.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
63
64
B. Saran
Bagi yang membaca penelitian ini, tentunya penulis jauh dari kata
sempurna dalam melakukan penelitian. Penulis berharap akan ada yang
dapat mengambil pelajaran, manfaat, hikmah, dan pengetahuan dalam
penelitian ini. Selain itu, penulis berharap agar kedepannya ada yang
mengkritik, menyetujui, atau bahkan melanjutkan dan mengembangkan
penelitian ini lebih tajam dan lebih mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
65
66
Pustaka, 2013.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah. Tangerang: Lentera Hati, 2000.
Tohir ‘Aruf, Moch. “Persfektif Ibn Katsir Tentang Eksistensi Adam.”
Disertasi Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2010.
Wardhana, Wisnu Arya. Dampak Pencemaran Lingkungan Yogyakarta:
Andi Offset, 2004.
Zuriah, Nuzul. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009.