Skripsi
Oleh
Firgat Cyilmia
NIM. 11140340000185
1. Pedoman Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara
latin:
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
ا Tidak dilambangkan
ب b Be
ت t Te
ث ts Te dan es
ج j Je
ح ḥ h dengan titik bawah
خ kh Ka dan ha
د d De
ذ dz De dan zet
ر r Er
ز z Zet
س s Es
ش sy Es dan ye
ص ṣ Es dengan titik bawah
ض ḍ De dengan titik bawah
ط ṭ Te dengan titik bawah
ظ ẓ Zet dengan titik bawah
ع ‘ Koma terbalik di atas hadap kanan
غ gh Ge dan ha
ف f Ef
ق q Ki
v
ك k Ka
ل l El
م m Em
ن n En
و w We
ه h Ha
ء ` Apostrof
ي y Ye
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,
terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau
diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah
sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
َ A fatẖah
َ I Kasrah
َ U Ḏammah
vi
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa
Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan
Arab Latin
َا â a dengan topi di atas
َي ȋ i dengan topi di atas
َو û u dengan topi di atas
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan
dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti
huruf syamsiyah maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar-
rijâl, al-dîwân bukan ad dîwân.
5. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan sebuah tanda ( َ ) dalam alih aksara ini
dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf
yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika
huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata ( ) الضرورة
tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.
6. Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah
terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal
yang sama juga berlaku jika tamarbûtah tersebut diikuti oleh kata
vii
sifat (na‘t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut
diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan
menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
1 طریقة Tarîqah
2 اإلسالمیة الجامعة al-jâmî’ah al-islâmiyyah
3 الوجود وحدة wahdat al-wujûd
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,
dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan
mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia
(EBI), antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal
nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri
didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital
tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata
sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-
Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat
diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf
cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul
buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam
alih aksaranya, demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh
yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak
dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab.
viii
Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-
Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.
Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri
mereka. Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab
tidak perlu dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr
Khâlis Majîd; Mohamad Roem, bukan Muhammad Rûm; Fazlur
Rahman, bukan Fadl al-Rahmân.
ix
ABSTRAK
Firgat Cyilmia
Hate Speech: Pembacaan Terhadap QS. Al-Ḥujurât[49]: Ayat 11-
12 Perspektif Hermeneutika Paul Ricoeur
Penelitian ini mengenai pemahaman makna hate speech yang
diilustrasikan dalam QS. al-Ḥujurât [49]:11-12. Tindakan hate speech
dilatarbelakangi oleh maraknya tindakan-tindakan ujaran yang
didukung oleh wadah sosial media. Penelitian ini mengkaji ujaran yang
yang bisa dikategorikan sebagai tindakan hate speech berdasarkan
perspektif QS. al-Ḥujurât [49]:11-12.
Penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutika Paul
Ricoeur sebagai pisau analisa untuk memahami teks. Adapun alasan
mengapa peneliti menggunakan hermeneutika Paul Ricoeur dalam
menganalisa al-Ḥujurât [49]:11-12 dikarenakan pendekatan
hermeneutika Paul Ricour sangat efektif dalam menjelaskan maksud
tersembunyi dalam ayat Alquran terkait QS. al-Ḥujurât [49]:11-12.
Hermeneutika Paul Ricoeur menghadirkan proses pemahaman yang
disebut dengan interpretasi teks. Terdapat dua proses interpretasi
sebagai proses analisis data, yaitu proses semiologi struktural
(cakrawala teks) dan proses apropriasi atau pemahaman, yaitu proses
membuat teks menjadi milik kita (pembaca), dengan mengansumsikan
teks sebagai wacana yang menghadirkan dunia cakrawala teks dan
dilebur dengan cakrawala pembaca.
Simpulan pemahaman yang dapat di ambil melalui pendekatan
hermeneutika Paul Ricoeur adalah, bahwa tindakan yang dapat
dikategorikan sebagai hate speech berdasarkan pemahaman QS. al-
Ḥujurât[49] 11-12 adalah segala bentuk komunikasi oral maupun literal
dan atau verbal maupun non verbal yang dapat mengundang unsur
kebencian atau konflik sosial. Hate speech harus memiliki beberapa
ciri-ciri khusus yakni mengundang kebencian, permusuhan, konflik,
dan menyinggung pihak lain. Ucapan ujaran kebencian itu menempati
objek, ia menjadi titik tolak untuk mengkategorikan hate speech.
x
KATA PENGANTAR
xi
5. Kusmana, MA, Ph.D selaku dosen pembimbing sekaligus Bapak
ideologis bagi saya. Terimakasih atas segenap intelektual, waktu
sekaligus bimbingan yang telah diberikan.
6. Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan dukungan moril
maupun materiil. Tetaplah dalam lindungan Tuhan.
7. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin dan guru-guru saya, semoga
selalu sejahtera dalam harmoni Allah SWT. Terima kasih telah
menghilangkan ketidaktahuan peneliti, baik dalam bidang formal
maupun informal.
8. Zainuddin, Abang perantauan yang telah memberikan segenap
kebaikan apapun dalam hidup saya. Terimakasih selalu menjadi
orang terdepan bahkan ketika saya salah sekalipun.
Dengan sebenar-benarnya kesadaran dan kerendahan hati,
tentulah di dalam skripsi ini masih terlalu banyak kekurangan. Oleh
sebab itu, kritik dan saran sangat peneliti butuhkan sebagai sarana
pembelajaran. Semoga skripsi yang peneliti tulis ini dapat bermanfaat
dan berguna adanya. Terima Kasih.
Firgat Cyilmia
NIM 11140340000185
xii
DAFTAR ISI
xiii
BAB III HATE SPEECH DALAM QS. AL-ḤUJURȂT [49]:11-12
A. Pengertian Hate Speech ............................................ 36
B. Tafsir QS. Al-Ḥujurât[49]: 11-12 ............................. 40
1. Lafaẕ dan Terjemahan ............................................... 40
2. Al-asbâb al-Nuzûl ...................................................... 42
3. Tafsir Klasik .............................................................. 45
4. Tafsir Modern ............................................................ 51
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................... 80
B. Saran ..................................................................... 81
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 60.
2
Basri Iba Asghary, Solusi Al-Quran: Tentang Problema Sosial Politik Budaya
(Jakarta: PT Rineka Cipta,1994), h. 233.
1
2
3
Redaksi Bmedia, UU 1945 & Perubahannya (Jakarta: Bmedia Imprint Kawan
Pustaka, 2016), h.33.
4
UU No.9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat, BAB 1,
Pasal 1 ayat (1)
3
5
Yulida Medistiara, Selama 2017 Polri tangani 3.325 Kasus Ujaran
Kebencian, artikel diakses pada 20 Desember 2018, dari
http://m.detik.com/news/berita/d-3790973/selama-2017-polri-tangani-3325-kasus-ujaran-
kebencian.
6
Tery Flew, New Media: An Introduction (Inggris: Oxford Univercity Press,
2008), h. 28.
4
Artinya :
7
Mokhamad Sukron, “Kajian Hermeneutika dalam „Ulum Al-Quran”, Al-
Bayan: Jurnal Studi Qur‟an dan Tafsir no.1 (Desember 2016): h. 91.
8
Mamad S Burhanuddin, Hermeneutika Al-Qur‟an Ala Pesantrem, Analisis
Terhadap Tafsir Marah Labib Karya Nawawi Al-Bantani (Yogyakarta; UII Press, 2006),
h. 132.
9
Josef Bleicher, Hermeneutika Kontemporer: Hermeneutika Sebagai Metode,
Flsafat, dan Kritik. Penerjemah Imam Khoiri (Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2007), h. 335
6
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
D. Tinjauan Pustaka
1. Buku
10
Masykur Wahid, Teori Interpretasi Paul Ricoeur (Yogyakarta: Lkia, 2015)
9
2. Jurnal
11
Josef Bleicher, Hermeneutika Kontemporer, terjemahan Ahmad Norma
Permata (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003)
12
Veisy Mangantibe, “Ujaran Kebencian dalam Surah Edaran Kapolri Nomor:
SE/6/X/2016 tentang Penanganan Ucapan Kebencian (Hate Speech)” Lex Crimen, no. 1,
Vol.V (Januari 2016): h.2
10
3. Skripsi
13
Prima Angkupi, “Kejahatan Melalui Media Sosial Elektronik Di Indonesia
Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Saat Ini”, Jurnal Mikrotik, Mei 2014, h.5.
11
oleh Annisa Ulfa Haryanti mahasiswi UIN Raden Intan Lampung, 2017.
Dalam skripsi tersebut menganalisis pandangan hukum Islam tentang
penerapan Undang-Undang ITE No.19 Tahun 2016 Tentang Hate Speech,
penerapan yang mencakup kategori tindak pidana ujaran kebenvian yang
diantaranya adalah penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan,
perbuatan tidak menyenangkan, dan provokasi.14
14
Annisa Ulfa Haryanti, “Perpektif Hukum Islam Terhadap Penerapan UU ITE
No.19 Tahun 2016 Tentang Hate Speech,” (Skripsi S1 Fakultas Syariah, Universitas
Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2017)
15
Denny Tyas Saputra, “Tinjauan Yuridis Putusan PN Jakarta
No.1357/Pid.B/2016.PN-JKT.UTR Tentang Penistaan Agama Yang Dilakukan Oleh
Basuki Tjahja Purnama (AHOK) Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam”, (Skripsi S1
Fakultas Hukum, Universitas Pasundan, 2017).
16
Moh. Putra Pradipta, “Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Ujaran Kebencian
di Media Sosial,” (skrpsi, Universitas Hasanuddin Makassar Fakultas Hukum,2016).
12
tahun 2016. Hasil penelitian ini adalah perilaku bully dan hate speech
akan terus terjadi mengikuti dinamika yang ada. Diperlukan adanya
pengetahuan dan kebijakan dari setiap individu untyuk menghindari
dampak darin perilaku demikian.17
17
Fathur Rohman, “Analisis Kejahatan Cyberbullying dan Hate Speech
Menggunakan Berbagai Media Sosial dan Metode Pencegahannya,” (Skripsi, AMIK BSI
Jakarta, 2016).
18
Novi Rahmawati Harefa, “Implikasi Perubahan Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik Terhadap Tindak Pidana Ujaran Kebencian (Hate Speech),”
(Skripsi, S1 Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2017).
19
Siti Khoerunnisa, “Nilai-nilai Akhlak dalam Perspektif Pendidikan Islam
(Kajian Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11-13),” (Skripsi,Institut Agama Islama Negeri
Salatiga, fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, 2016)
13
4. Tesis
20
Akbar, “Konsep Akhlak dalam Al-Qur‟an Surat Al-Hujurat Ayat 11-13,”
(Skripsi universitas Islam Negeri Sunan Kalijag, Yogyakarta, 2013)
21
Rio Kurniawan, “Fenomena Ujaran Kebencian (Hate Speech) di Sosial Media
(Analisis Kasus Munculnya Meme Kekalahan Prabowo dan Kemenangan Jokowi pada
Pilpres 2014),” (Tesis Megister Komunikasi dan Media Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Padjadjaran, 2015).
14
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
2. Sumber Data
22
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2002), h. 3.
15
3. MetodeAnalisis Data
4. Pedoman Penulisan
23
Faris Pari, Hermeneutika Paul Ricoeur untuk Penelitian Keagamaan: Kajian
Metodologi dan Terapan Terhadap Kebudayaan Shalat dan Makan Sunan Rohmat Garut
(Bogor: Kopi Center, 2012), h. 105.
16
F. Sistematika Penulisan
24
Hamid Nasuhi, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan
Disertasi, (Jakarta; CeQDA, 2007).
17
1
Richard E. Palmer, Hermeneutics Interpretation Theory in Scheirmacher,
Dilthey, Heidegger, and Gadamer. Penerjemah Musnur Hery dan Damanhuri
Muhammed (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h.14.
18
19
2
Ilham B Saenong, Hermeneutika Pembebasan: Metodologi Tafsir Al-Qur‟an
Menurut Hassan Hanafi (Jakarta: Teraju, 2002), h. 24.
3
Widia Fithri, “Kekhasan Hermeneutika Paul Ricoeur” Tajdid Vol.17, no.2
(November 2014): h.3.
4
Widia Fithri, “Kekhasan Hermeneutika Paul Ricoeur”, h.3.
20
5
Kusmana, Hermeneutika Al-Qur‟ân Se ua Pen ekatan Praktis Aplikasi
Hermeneutik Mo ern alam Pena siran Al-Qur‟ân (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004), h.
12.
6
Saenong, Hermeneutika Pembebasan, h.26.
21
7
Palmer, Hermeneutika, Teori Baru Mengenai Interpretasi,h. 15.
8
M. Nur Kholis Setiawan, dkk, Upaya Intergasi Hermeneutika: dalam Kajian
Qur‟an an Ha is Teori an Aplikasi (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan
Kalijaga, 2011), h.30-33.
22
9
Fakhruddin Faiz, Hermeneutika Qur‟ani Antara Teks, Konteks, an
Kontekstualisasi (Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2007), h. 9.
23
adalah simbol dari pengalaman mental kita, dan kata-kata yang kita
tulis adalah simbol dari kata-kata yang kita ucapkan. Yang melatar
belakangi pemikiran Aristoteles pada masa itu adalah interpretasi
terhadap ungkapan-ungkapan, baik lisan maupun tulisan yang
dilakukan oleh orang-orang yang berbeda. Asumsi hermeneutika pada
masa tersebut bersifat personal, bahwa setiap orang memiliki
pengalaman mental yang berbeda-beda sehingga berpengaruh terhadap
cara pengungkapan dan gaya bahasa yang berbeda pula. Oleh karna itu,
hermeneutika pada masa tersebut bertujuan untuk memahami bentuk-
bentuk ekspresi manusiawi dari peristiwa mental manusia. Pemaparan
ini kemudian menjadi titik tolak dimulainya oembahasan mengenai
hermeneutika di era klasik.10
10
Saenong, Hermeneutika Pembebasan, h. xxi
11
Sibawaihi, Hermeneutika Alquran dan Fazlur Rahman (Yogyakarta: Jalasutra,
tt), h. 7.
24
12
Saenong, Hermeneutika Pembebasan, h. Xxi-xxii.
13
Sibawaihi, Hermeneutika Alquran dan Fazlur Rahman (Yogyakarta: Jalasutra,
tt), h. 8.
25
14
Faiz, Hermeneutika Qur‟an, h. 22.
15
Sibawaihi, Hermeneutika Alquran dan Fazlur Rahman, h. 9.
16
Faiz, Hermeneutika Qur‟ani, h. 25.
26
17
Sibawaihi, Hermeneutika Alquran dan Fazlur Rahman, h. 9-10.
27
18
M. Nur Kholis Setiawan, dkk, Upaya Intergasi Hermeneutika: dalam Kajian
Qur‟an an Ha is Teori an Aplikasi (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan
Kalijaga, 2011), h.65.
19
Widia Fithri “Kekhasan Hermeneutika Paul Ricoeur,”h.198.
28
20
E. Sumaryono, Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat(Yogyakarta: PT Kanisius,
2016), h. 103.
21
K. Bertens, Sejarah Filsafat Kontemporer Pranci, (Jakarta: PT Gramedia,
2013), h. 247-248.
29
22
Edi Mulyono, Belajar Hermeneutika dari Konfigurasi Filosofis Menuju
Praksis Islami, (Yogyakarta: Ircisod, 2014), h. 276.
23
Paul Ricoeur, Teori Interpretasi Membelah Makna dalam Anatoni Teks,
Penerjemah Musnur Hery (Jogjakarta:Ircisod, 2014), h. 212.
24
Ricoeur, Teori Interpretasi, h. 212
30
25
Faris Pari, Hermeneutika Paul Ricoeur untuk Penelitian Keagamaan: Kajian
Metodologi dan Terapan Terhadap Kebudayaan Shalat dan Makan Sunan Rohmat Garut
(Bogor: Kopi Center, 2012), h. 92.
31
26
Faris Pari, Hermeneutika Paul Ricoeur untuk Penelitian Keagamaan,h. 93.
27
Faris Pari, Hermeneutika Paul Ricoeur untuk Penelitian Keagamaan,h. 93
32
28
Widia Fithri, “Kekhasan Hermeneutika Pau Ricoeur”, h. 196.
29
Setiawan, dkk, Upaya Intergasi Hermeneutika, h.66.
30
Sumaryono, Hermeneutik, Sebuah Metode Filsafat , h. 105.
33
merupakan sebuah korpus yang otonom, yang dicirikan oleh empat hal
sebagai berikut. Pertama, dalam sebuah teks, makna yang terdapat
pada “apa yang dikatakan (what is said), terlepas dari proses
pengungkapannya (the act of saying), sedangkan dalam bahasa lisan,
kedua proses itu tidak dapat dipisahkan. Kedua, dengan demikian,
makna sebuah teks juga tidak lagi terikat kepada pembicara,
sebagaimana bahasa lisan. Apa yang dimaksud teks tidak lagi terkait
dengan apa yang awalnya dimaksudkan oleh penulisnya (author).
Bukan berarti bahwa penulis tidak lagi diperlukan, akan tetapi maksud
penulis sudah terhalang oleh teks yang sudah membaku. Ketiga, karena
tidak terikat pada sebuah sistem dialog, maka sebuah teks tidak lagi
terikat pada konteks semula (ontensive reference), ia tidak terikat pada
konteks pembicaraan. Keempat, dengan demikian juga tidak lagi terikat
pada audiens awal, sebagaimana bahasa lisan terikat kepada
pendengarnya. Sebuah teks ditulis bukan untuk pembaca tertentu,
melainkan kepada siapa pun yang bisa membaca, dan tidak terbatas
oleh ruang dan waktu. Maksud dari “tidak terikat” adalah tidak terikat
lagi dengan makna yang dimaksud pengarang karena ada lagi tanya
jawab sebab teks telah baku.31
Teori interpretasi Ricoeur memiliki dua tahapan. Tahapan
pertama, “pre-reflective understanding” yaitu proses menafsirkan teks
dengan menebak atau mengira-ngira makna teks, karna pembaca tidak
mempunyai akses untuk mengetahui maksud pengarang. Inilah proses
“memahami” paling awal dan naif, dalam artian kita mencoba
memahami teks secara umum, belum menyangkut detailnya. Pada
moment awal ini teks kemungkinan menyuguhkan beragam makna.
31
Paul Ricoeur, Filsafat Wacana, Membelah Makna dalam Anatomi Teks.
Penerjemah Musnur Hery (Yogyakarta: Ircisod, Cet.II, 2003), h.203.
34
32
Setiawan, dkk, Upaya Intergasi Hermeneutika,h.68.
35
33
Saenong, Hermeneutika Pembebasan, h.42
34
M. Nur Kholis Setiawan, dkk, Upaya Intergasi Hermeneutika...,h.71.
BAB III
HATE SPEECH DALAM QS. AL-HUJURȂT [49]:11-12
A. Pengertian Hate Speech
1
Sutan Remy Syahdeini, Kejahatan dan Tindak Pidana Komputer (Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti, 2009), h.38.
2
Suatu penekanan pada ras atau pertimbangan rasial. Dalam ideologi separatis
rasial, istilah ini digunakan untuk menekankan perbedaan sosial dan budaya antar ras.
Walaupun istilah ini kadang digunakan sebagai kontras rasisme, istilah ini dapat juga
digunakan sebagai sininim rasisme.
3
Abdul Halim,Gagasan Islam Liberal tentang Hate Speech, artikel diakses pada
23 Juli 2019 darihttp://islamlib.com/gagasan/islam-liberal/tentang-hate-speech/.
36
37
4
Okke Kusuma Sumantri Zaimar dan Ayu Basoeki Harahap, Telaah Wacana;
Teori dan Penerapannya (Komodo Books: Depok, 2011), h. 161.
5
Zaimar dan Harahap, Telaah Wacana, h. 161.
38
disebabkan oleh sifat iri hati (ẖasad) dan prasangka buruk (su‟uẕan)
terhadap fenomena atau orang lain.6
6
Artikel diakses pada 20 Desember 2018 dari.https://artikula.id/halim/ujaran-
kebencian-dari-manakah-asalnya/
7
Nasaruddin Umar, “Dengan Semangat Islam Nusantara Kita wujudkan Indonesia
Damai dan sejahtera” (Jakarta; Kongres ke-17 Muslimat Nahdlatul Ulama Komisi
Bahtsul Masail, 2016).
8
Maruli CC Simajuntak, Atas Nama Kebencian Kajian Kasus-kasus Kejahatan
Berbasis Kebencian di Indonesia (Jakarta: YLBHI, 2015), h. xi
40
9
Sayyid Qutbh, Tafsir Fi Zhilalil Qurían, Terj. Asías Yasin(Jakarta: Gema Insani
Press, 2004), Cet. I, Jilid X, h. 407.
41
10
Jangan mencela dirimu sendiri maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin
karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh.
11
panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari,
seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik,
Hai kafir dan sebagainya.
12
Kementrian Agama RI, al-Qur‟an an Terjema nya (Bandung: CV. Pustaka
Agung Harapan, 2006),49: 11-12, h.744.
42
13
Jangan mencela dirimu sendiri maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin
karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh.
14
panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari,
seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik,
Hai kafir dan sebagainya.
15
Kementrian Agama RI, al-Qur‟an an Terjema nya , h.744.
43
16
Al-Wahidi An-Naisaburi, Asbabun Nuzul, trj. Moh. Syamsi (Surabaya: Amalia
Surabaya, 2014), h. 617-618.
17
An-Naisaburi, Asbabun Nuzul, h. 618.
18
Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Lubâb al-
Nuqûl ȋ As â al-nuzûl, Terj. Tim Abdul Hayyie (Depok: Gema Insani, 2008),
cet I,h. 903.
44
19
Sunan At-Tirmidzi, kitab al-Tafsir, hadis nomor 3268 dan Sunan Abi Daud ,
kitab al-Adâb, hadis nomor 4962.
20
As-Suyuti,Lubâb al-Nuqûl ȋ As â al-nuzûl,h. 903.
45
ِ ط الن
َّاس ْ اَلْ ِكبَ ُر بَطَُر
ُ اْلَ ِّق َؤ َغ ْم
21
As-Suyuthi, Lubâb al-Nuqûl ȋ As â al-nuzûl, h.529.
22
Tim Pustaka Ibnu Katsir, Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8 (Jakarta:
Pustaka Ibnu Katsir, 2017), h.475.
46
27
Tim Pustaka Ibnu Katsir, Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, h.480.
28
Abu Ja‟far Muhammad Bin Jarir AṬ-Ṭabari, Jami‟ Al-Bayân An-Takwȋl Ayi
Al-Qur‟an, Trj. Abdul Somad, dkk (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 740-742.
48
29
Al-Ṭabarȋ, Jami‟ Al-Bayân, h. 743.
30
Al-Ṭabarȋ, Jami‟ Al-Bayân An-Takwȋl Ayi Al-Qur‟an, h. 750.
49
31
Al-Ṭabarȋ, Jami‟ Al-Bayân An-Takwȋl Ayi Al-Qur‟an, h. 752-753.
32
Al-Ṭabarȋ, Jami‟ Al-Bayân An-Takwȋl Ayi Al-Qur‟an,, h. 760.
50
33
Al-Ṭabarȋ, Jami‟ Al-Bayân An-Takwȋl Ayi Al-Qur‟an,, h. 764.
34
Al-Ṭabarȋ , Jami‟ Al-Bayân, h. 766.
51
4. Tafsir Modern
35
M.Quraish Shihab,Tafsir al-Misbah, Pesan dan Kesan dan Keserasian Al
Qur‟an (Jakarta: Lensa Hati, 2002), h.605.
36
Shihab,Tafsir al-Misbah, h. 606.
52
37
Shihab,Tafsir al-Misbah, h. 606.
38
Shihab,Tafsir al-Misbah, h. 606.
39
Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 607.
53
40
Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 607.
41
Shihab,Tafsir al-Misbah, h. 607.
54
42
Shihab,Tafsir al-Misbah, h. 607.
43
Shihab,Tafsir al-Misbah, h. 608.
55
44
Shihab,Tafsir al-Misbah, h.609
45
Shihab,Tafsir al-Misbah, h.609.
56
1. Memintafatwa.
2. Menyebut kuburukan seseorang yang memang tidak segan
menampakan keburukannya di hadapan umum.
3. Menyampaikan keburukan seseorang kepada yang berwenang
dengan tujuan mencegah terjadinya kemungkaran.
4. Menyampaikan keburukan seseorang kepada siapa yang sangat
membutuhkaninformasi.
46
Shihab,Tafsir al-Misbah, h.610.
47
Shihab,Tafsir al-Misbah, h.610.
48
Shihab,Tafsir al-Misbah, h.611-612.
57
49
Shihab,Tafsir al-Misbah, h.613.
50
Shihab,Tafsir al-Misbah, h.613.
58
menghina dan itulah yang lazim terjadi, sebab penghinaan itu hanya
dilakukan oleh orang yang hatinya dipenuhi akhlaq-akhlaq tidak
baik dan tercela, jauh dari bakhlaq-akhlaq yang baik.
Selanjutnya Allah SWT berfirman, “dan janganlah kamu
mencela dirimu sendiri,” Ibn Naṣȋrmengartikannya, janganlah kalian
saling mencela. Ibn Naṣȋr memberikan penjelasan perbedaan antara
al-lamzdan al-hamz, al-lamzadalah mencela dengan perkataan,
sedangkan al-hamz adalah mencela dengan perbuatan. Keduanya
terlarang dan haram. Serta diancam akan dimasukkan ke dalam
neraka bagi yang melakukannya.
Ibn Naṣȋr menjelaskan pula bahwa seorang muslim disebut
sebagai diri bagi saudaranya karena orang-orang yang beriman itu
seharusnya sepereti itu kondisinya, laksana satu tubuh (satu diri),
jika ada seorang mukmin yang menghina saudaranya, maka hal itu
mengharuskan yang lain untuk menghinanya juga, sehingga dialah
yang menyebabkannya.51
“dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar
yang uruk.” menurut Ibn Naṣȋr inilah yang disebutkan sebagai
saling memberikan julukan tidak baik atau al-tanâbuz, sedangkan
pemberian julukan yang terpuji tidak termasuk dalam ayat ini.52
Selanjutnya Allah melarang banyak berperasangka tidak baik
terhadap orang-orang mukmin, karena “sesungguhnya sebagaian
prasangka itu adalah dosa,” seperti praduga yang jauh dari
kenyataan dan tidak ada indikasinya, seperti juga prasangka buruk
yang diikuti dengan perkataan dan perbuatan yang diharamkan.
Prasangka buruk yang tetap berada di hati seseorang tidak hanya
51
Al-Sa‟di, Taisȋr al-Karȋm, h. 661.
52
As-Sa‟di, Taisȋr al-Karȋm, h. 662.
59
53
Al-Sa‟di, Taisȋr al-Karȋm, h. 664.
BAB IV
1
Fariz Pari, “Hermeneutika Paul Ricoeur Untuk Penelitian Keagamaan; Kajian
Metodologi dan Terapan Terhadap Kebudayaan Shalat dan Makam Sunan Rohmat
Garut,” (Bogor: Kopi Center, 2012), Bab III
60
61
2
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maragi(Semarang, Karya
Toha, 1993),hal. 220
3
Kementrian Agama, Al-Qur‟an an Ta sirnya(Jakarta: Widya Cahaya, 2011), h.
409.
62
Keempat, (سوا
ُ س
َّ )وال تجberasal dari kata jassa yang berarti
“menyentuh dengan tangan”. Sebagian ulama mengangap sama antara
hass (dengan ha) dengan jass (dengan jim). Jawâs al-insân adalah
tangan, mata, hidung, dan telinga, sama dengan pegertian hawâs al-
insân.Al-Hass hanya memeriksa dari luar sedangkan Al-Jass
memeriksa bagian dalam dan lebih banyak digunakan pada kejelekan.
Dalam ayat ini, kalimat tajassus diartikan dengan “mencari-cari
kesalahan orang lain”. Mencari-cari kesalahan orang lain berawal dari
sebuah prasangka (al-ẕann) buruk. Kemudian timbul ghibah. Oleh
sebab itu, Allah melarang tiga pekerjaan tersebut.6
4
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 252.
5
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maragi, hal. 221.
6
Kementrian Agama RI 2011, Al-Qur‟an an Ta sirnya, Edisi yang
disempurnakan (Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi 2011), Kosakata Musahabah, h.413.
7
Shihab, Tafsir Al-Misbah, h. 256.
63
1) Cakrawala teks
2) Cakrawala peneliti, dan
3) Proses Apropriasi
Tahapan-tahapan proses pemahaman penulis tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
8
Fariz Pari, “Hermeneutika Paul Ricoeur Untuk Penelitian Keagamaan”, Bab III
9
Fariz Pari, “Hermeneutika Paul Ricoeur Untuk Penelitian Keagamaan”, Bab IV
64
Keempat, (سوا
ُ س
َّ )وال تجyakni “ jangan mencari-cari kesalahan
orang lain”. Cakrawala yang tergambar adalah Allah melarang kita
mencari-cari kesalahan atau rahasia-rahasia orang lain dengan tujuan
yang negatif, yakni menampakkan aibnya.
b. Cakrawala Peneliti
10
Nasrullah Ruli, Media Sosial(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015), h.
188
70
11
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar Lengkap
Pasal Demi Pasal (Bogor: Politea, 1991), h.225
12
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pasa 310 ayat (1)
13
Ananda Santoso dan A.R. AL Hanif, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
(Surabaya: ALUMNI), h.300.
71
2. Penafsiran Apropriasi
14
Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar Lengkap Pasal
Demi Pasal, h.136.
15
Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar Lengkap Pasal
Demi Pasal, h.629
72
16
Fariz Pari, “Hermeneutika Paul Ricoeur Untuk Penelitian Keagamaan, Bab IV
17
Al-Wahidi an-Naisaburi, Asbabun Nuzul, trj. Moh. Syamsi (Surabaya: Amalia
Surabaya, 2014), h. 617-618.
73
olokan, baik dosa, atau aib seseorang, secara fisik ataupun non fisik,
dengan isyarat, lisan, ataupun tulisan.
18
Al-Naisaburi, Asbabun Nuzul, h. 618
19
M.Quraish Shihab,Tafsir al-Misbah, Pesan dan Kesan dan Keserasian Al
Qur‟an (Jakarta: Lensa Hati, 2002), h607.
74
4. (سوا
ُ س
َّ )وال تج Ibn Katsir memaknai; Ayat 12 merupakan
Jangan mencari hal-hal yang peringatan untuk
mencari-cari tidak baik. membentangi masyarakat
kesalahan Al-Ṭabarȋ dari hal-hal yang bersifat
orang lain menafsirkan; mencari- prasangka atau dugaan
cari keburukan orang yang belum terbukti
lain dengan menilik kebenarannya, karena hal-
rahasia orang lain untuk hal demikian akan
menampakkan aibnya. menimbulkan hoax.; yakni
Quraish Shihab mencari-cari kesalahan
memaknai dengan otang lain dengan tujuan
mencari-cari kesalahan menampakkan aibnya, dan
orang lain yang justru membicarakan aib orang
ditutupi oleh pelakunya. lain (ghibah).
Al-Sa‟di menafsirkan;
mengorek kesalahan
dan mencari-carinya
yang apabila dikuak
akan nampak sesuatu
yang tidak sepatutnya.
5. ()واليغتب IbnKatsir mengartikan
ghibah dengan;
Jangan
pembicaraan tentang
menggunjing seseorang yang tidak
disukai orang yang
dibicarakan.
Al-Ṭabarȋ memaknai
dengan; berkata tentang
sebagian lainnya di
belakangnya dengan
sesuatu yang tidak
disukainya bila
dikatakan di
hadapannya.
Quraish Shihab
memaknai ghibah yakni
membicarakan aib
“sebagian yang lain”.
Al-Sa‟di mengartikan
ghibah; menyebut-
nyebut saudaramu
dengan sesuatu yang
78
PENUTUP
A. Kesimpulan
79
80
lain. Ucapan ujaran kebencian itu menempati objek, ia menjadi titik tolak
untuk mengkategorikan hate speech.
B. Saran
Daftar Pustaka
Tim Pustaka Ibnu Katsir, Terjemahan Tafsir Ibn Katsir Jilid 8. Jakarta:
Pustaka Ibnu Katsir, 2017.
UU No.9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat,
BAB 1, Pasal 1 ayat (1)
Wahid, Masykur. Teori Interpretasi Paul Ricoeur. Yogyakarta: Lkia,
2015.
Zaimar ,Okke Kusuma Sumantri dan Ayu Basoeki Harahap. Telaah
Wacana; Teori dan Penerapannya. Komodo Books: Depok,
2011.