SKRIPSI
Disusun Oleh:
Sa’adatul Jannah
NIM:107033101689
kepada Allah SWT. Karena Dialah satu-satunya yang memiliki segala kebesaran
berputus asa. Dia juga yang menyembuhkan penyakit manusia ketika mereka
sudah tidak mempunyai harapan untuk kesembuhannya dan Dia pulalah yang
manusia merasa sombong atas kemampuannya dan dia pulalah yang menjadikan
juga keluarga serta sahabat-sahabat sekalian. Beliaulah utusan Allah yang telah
merubah kebatilan menuju keimanan serta membawa umat manusia dari tempat
Setelah sekian lama bertahan antara harap dan cemas, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
i
Pertama-tama penulis haturkan terimakasih kepada Keluarga saya.
Ayahanda Supangat dan ibunda Choiriah yang dengan penuh kasih sayang,
kakanda Chafid Syahbi yang selalu setia menemani saya dan adik saya M. Hasan
Terima kasih kepada K.H. Habib Makky dan Ibu Nyai, selaku pimpinan
waktu untuk memberi arahan dan informasi atas penelitian yang penulis lakukan.
Tak lupa pula penulis haturkan terima kasih kepada bapak Anas penganut dari
Tarekat syadziliyah yang telah merekomendasikan dan yang telah menemani dan
memberi informasi.
Terima kasih kepada Prof. Dr. Abdul Aziz Dahlan. MA, selaku
ini, Dekan Fakultas Ushuluddin Prof. Dr. Zainun Kamal. MA, Ketua Jurusan
Akidah Filsafat Drs. Agus Darmaji. M.Fils, Sekretaris Jurusan Akidah Filsafat
Hidayatullah Jakarta.
ii
Selanjutnya, terimakasih kepada kawan-kawan seperjuangan, mba saya
Uyun yang sudah meninggalkan saya wisuda duluan, Ayu yang semangat ya
kuliahnya, Ipeh yang selalu senang mendengar cerita-cerita saya, Nanang, Amar,
Faiz, Makin, Anwar, Muis, Riza, Rian, Acan, Verli, Diki, Hambali, Khadoet,
Deul, Gangsar, Hamzah dan Tanti. Tak lupa penulis ucapkan salam kepada
senior-senior Ushuluddin.
Terima kasih kepada semua seluruh pihak yang telah membantu penulis,
namun tidak sempat di sebutkan satu persatu namanya. Semoga Allah SWT.
iii
TRANSLITERASI
Padanan Aksara
Berikut ini adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
iv
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab di
lambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Kata sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu الdi alih aksarakan menjadi huruf/l/ baik diikuti huruf syamsiyyah
maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwan bukan ad-
dîwân.
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…….…………………………………………………..... i
TRANSLITERASI……….…………………………………………………….. iv
DAFTAR ISI……………….………………………………………………….... vi
BAB I : PENDAHULUAN
D. Tujuan Penelitian……………………….………………………... 8
E. Metode Penelitian……………………….……………………….. 9
F. Sistematika Penulisan……………………..……………………... 9
A. Pengertian Hizb………………………………………………… 28
vi
C. Pengaruh Hizb bagi yang Mengamalkannya …………………... 68
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………….............. 75
B. Saran-Saran…………………………………………………….. 77
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 78
LAMPIRAN…………………………………………………………………... 81
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Tarekat adalah sebuah kata yang berasal dari kata thariqah yang berarti
jalan. Kata al-thariqah dapat dijumpai pada al-Qur‟an surah al-Jin ayat 16:
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Nabi
saw. menyuruh umatnya untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah para
sahabatnya. Sunnah juga berarti jalan, seperti halnya thariqah yang berarti jalan.
Kendati sama-sama bermakna jalan, istilah tarekat dapat diterapkan pada berbagai
seorang alim atau Syaikh tertentu,1 sedangkan istilah sunnah tidak demikian
halnya.
Pada abad ketujuh Hijriyah di dunia Islam, baik di kawasan sebelah Timur
maupun Barat, tumbuh berbagai tarekat sufi yang bergerak secara aktif. Di dunia
Mesir dan negeri-negeri dunia Islam belahan Timur dan terus menyebar ke
1
Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Tasawuf dan Ihsan: Antivirus Kebatilan dan
Kezaliman. Penerjemah Zainul Am (Jakarta: SERAMBI, 1998), h.16.
1
2
berbagai kawasan Islam hingga saat ini.2 Tarekat Syâdziliyah adalah salah satu
adalah salah satu tokoh sufi yang menempuh jalur tasawuf searah dengan al-
Ghazâlî, yakni pelaksanaan tasawuf yang tetap memegang teguh syariat yang
penyucian jiwa (tazkiyah al-nafs) dan pembinaan moral (akhlaq). Tarekat ini
dinilai oleh kebanyakan kalangan bersifat moderat dan menawarkan konsep zuhud
meninggalkan profesi dunia mereka. Mereka tidak harus hidup menyendiri dan
upaya modernisasi. Konon, tarekat ini banyak digemari oleh kalangan usahawan-
usahawan berduit dan berdasi, yang merasa pas dengan ajarannya dan tertarik
kendaraan, yang layak dalam kehidupan yang sederhana. Hal demikian akan
menumbuhkan rasa syukur kepada Allah SWT dan mengenal rahmat Ilahi.
2
Abu al-Wafa al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman. Penerjemah Ahmad Rofi‟
„Utsmani (Bandung: Pustaka, 1997), h. 238.
3
Sri Mulyati dan Wiwi Siti Sajaroh, Laporan Penelitian Kolektif: Tasawuf Pasca Ibn
Arabi (Jakarta: Fakultas Ushuluddin UIN, 2006), h 1.
4
Sri dan Wiwi, Laporan Penelitian Kolektif, h. 22.
3
umat Islam saat itu, seperti apa yang dirisaukan oleh para modernis-rasionalis
oleh banyak orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi, dengan sikap pasif
yang banyak dialami para sâlik. Dia menawarkan tasawuf yang ideal dalam arti
realitas sosial di „bumi‟ ini. Seperti yang dikatakan al-Syâdzilî bahwa seorang sufi
tidak hanya beribadah tetapi juga harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan
hidup jasmaniahnya.5
Di samping itu tarekat ini mempunyai lima prinsip dasar yang harus
menjadi ciri sikap dan tingkah laku setiap pengikutnya. Lima prinsip ini, yakni:
(1) bertaqwa kepada Allah, baik dalam keadaan sunyi maupun dalam keadaan
ramai. (2) mengikuti sunnah Rasulullah (3) berkhalwat (4) ridha kepada Allah (5)
Ajaran al-Syâdzilî ini kemudian diteruskan oleh muridnya Abû Άbbâs al-
Mursî (w. 686 H.), kemudian diteruskan oleh Ibn Athâillâh al-Iskandari (w. 709
5
Ardani, “Tarekat Syadziliyah terkenal dengan Variasi Hizb-nya,” dalam Sri Mulyati, ed.,
Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2005), h.
73-75.
6
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf (T.tp.: AMZAH,
2005), h. 219.
4
yakni Hafsiyyah di Tunisia. Tarekat ini kemudian berkembang dan tumbuh subur
tasawuf, tetapi menyusun rangkaian doa yang berasal dari pengalaman mistis
(hizb) yang memuat formula ayat al-Qur‟an dan juga inspirasi khas tasawuf.
Kumpulan doa ini dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru Dunia Islam.
Rangkaian doa ini memiliki nama yang diberikan olehnya sendiri (Abû Hasan Al-
Syâdzilî) ataupun oleh orang lain, seperti hizb al-bahr, hizb al-nashr, hizb al-barr
atau al-kabir dan lain-lain. Saat ini dapat dijumpai bahwa di banyak pesantren di
Indonesia diajarkan hizb al-Syâdzilî itu. Dikatakan bahwa doa-doa tersebut sangat
makbul dan Syaikh Abû Hasan al-Syâdzilî mengakui bahwa dirinya menerima
Menurut Tarekat Syâdziliyah, daya spiritual hizb itu bukan datang dari jin,
tetapi murni dari Allah. Apabila terjadi kasus seseorang yang mengamalkan hizb
ini, ternyata jin yang turut campur, maka yang perlu diluruskan adalah niat
seseorang mengamalkan hizb tersebut. Amal sebaik apapun jika niat dalam
hatinya jahat maka niat jahatnya itulah yang akan menjadi kenyataan dan hasilnya
7
Hasan Muarif Ambari, et.al., Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996), h. 193.
8
Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” dalam Sayyed
Hossein Nasr, ed., Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam: Manifestasi. Penerjemah Tim Mizan
(Bandung: Mizan, 2003), h. 38.
5
hanya akan berhenti pada niatnya itu, yang biasanya tidak ikhlas karena Allah.
Karena itulah, jika seseorang akan memasuki suatu tarekat, yang paling penting
adalah menata dan meluruskan niat dalam hatinya semata-mata hanya karena
Allah.
Hizb inilah ciri utama Tarekat Syâdziliyah yang dapat dirasakan hingga
saat ini dan terutama hizb al-bahr yang dikenal sangat memberi pengaruh yang
cukup banyak dan setiap murid tidak menerima hizb yang sama karena
disesuaikan dengan situasi dan kondisi ruhaniah murid sendiri dan kebijaksanaan
mursyid. Hizb-hizb tersebut tidak boleh diamalkan oleh semua orang, kecuali
telah mendapat izin atau ijazah dari mursyid atau seseorang murid yang ditunjuk
penganut atau pengikut dari Tarekat Syâdziliyah. Dalam penulisan ini, penulis
dan ajarannya. Walaupun dalam ajarannya sudah diteliti, tetapi tidak secara
terperinci dalam membahas ajaran hizb Tarekat Syâdziliyah. Oleh karena itu
dalam skripsi ini penulis lebih menitik beratkan pada aspek Tarekat Syâdziliyah
dan hizbnya. Inilah inti dari permasalahan yang akan dibahas. Hal ini sangat
9
Heri MS Faridy, dkk., ed., Ensiklopedi Tasawuf, jilid III (Bandung: Angkasa, 2008), h.
1153.
6
menarik untuk dikaji dan dipahami lebih dalam. Karena itu, penulis ingin
membahas hal ini lewat sebuah tulisan ilmiah yang berjudul “Tarekat Syâdziliyah
dan Hizbnya ”.
B. Tinjauan Pustaka
beberapa karya tulis dalam bentuk buku, skripsi, tesis yang pernah penulis baca,
karya Miftahussurur Anwar dan Muhdhor Ahmad Assegaf. Buku ini selain
tidak semua hizb-hizb Abû Hasan al-Syâdzilî dibahas di dalam buku ini.
Dikatakan oleh Abû Hasan al-Syâdzilî: “Barangsiapa yang membaca hizb ini,
maka dia akan memperoleh segala apa yang telah kami peroleh dan terhindar dari
Kedua, kitab Dalâil al-Khairât má a al-Ahzâb yang di karang oleh Abi
́Abdillah Muhammad ibn Sulaiman al-Jazulî. Kitab itu berisi petunjuk tentang
bacaan shalawat atas Nabi Muhammad saw. beserta bacaan hizb yang diajarkan
oleh pendahulunya, Abû Hasan al-Syâdzilî. Hizb yang terkenal adalah hizb yang
di susun oleh Abû Hasan al-Syâdzilî, pendiri Tarekat Syâdziliyah, antara lain hizb
bai‟at mutlaq dari KH. Mustaqim bin Husain Tulungagung Jawa Timur. Tarekat
sesuai zaman sekarang yang serba modern dan sesuai kebutuhan murid-murid
pada saat itu. Tarekat Syâdziliyah berdiri di Kabupaten Bekasi, karena adanya
Kyai dan dapat bimbingan langsung dari Kyai dan sebagai tempat untuk
Studi pada Pondok Peta di Tulungagung”, tesis yang ditulis oleh Muhammad
PETA Tulungagung sangat baik; secara kuantitas murid atau pengikutnya sangat
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai media informasi dan media belajar serta
untuk mengetahui lebih dalam Tarekat Syâdziliyah dan ajarannya mengenai hizb,
E. Metode Penelitian
elektronik dari internet serta beberapa sumber yang berkaitan dengan Tarekat
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), yang diterbitkan oleh
CeQDA (Center for Quality Develoment and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta 2007.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini, penulis bagi ke dalam empat bab, masing-masing bab terdiri
Syâdziliyah. Pertama, tentang biografi Abû Hasan al-Syâdzilî yang terdiri dari
10
latar belakang dan pendidikan Abû Hasan al-Syâdzilî, karya-karya Abû Hasan Al-
Syâdzilî, kepribadian Abû Hasan al-Syâdzilî dan pemikiran Abû Hasan al-
Tarekat Syâdziliyah.
Bab III, merupakan bab inti, memaparkan pokok bahasan berkenaan hizb
pengaruh hizb bagi yang mengamalkannya. Bab IV, menyimpulkan semua isi
pembahasan yang menjadi fokus kajian dari penelitian ini dan saran-saran yang
BAB II
TAREKAT SYÂDZILIYAH
Nama lengkapnya Άli bin Abdullah bin Άbd. Al-Jabbâr Abû Hasan al-
Syâdzilî. Sebutan Abû Hasan merupakan nama kunyah (gelar kemuliaan) bagi
beliau. Abû Hasan al-Syâdzilî kemudian lebih terkenal dengan panggilan al-
keturunan Hasan bin Άlî bin Abi Thâlib, cucu Nabi Muhammad SAW. Silsilah al-
Syâdzilî dari Hasan bin Άlî bin Abi Thâlib, kemudian diteruskan kepada Άlî bin
Abi Thâlib yang menikah dengan Fatimah, anak perempuan Nabi Muhammad.
Oleh karenanya tarekat ini mempunyai silsilah sampai kepada Nabi Muhammad.2
Dalam hal ini ada perbedaan pendapat antara Ibn Athâillâh dengan al-
terhormat dan menyatukan nasabnya kepada al-Hasan bin Άlî bin Abi Thâlib.
Namun al-Jami‟ menasabkan al-Syâdzilî kepada al-Husain bin Ali bin Abi Thalib.
Al-Syâdzilî dilahirkan di desa Ghumara, dekat Ceuta, di utara Maroko pada tahun
573 H. Wafat pada 656H/1258M, di Humaithra,3 dekat pantai Laut Merah, dalam
perjalanan pulang dari ibadah haji. Adapun mengenai tahun kelahiran al-Syâdzilî,
1
Miftahussurur Anwar dan Muhdhor Ahmad Assegaf, Imam Ali Abil Hasan Asy-Syadzili:
Kepribadian dan Pemikiran (Jawa Tengah: Al-Anwar, 2002), h. 1.
2
Harun Nasution, dkk., Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 902.
3
Humaithra adalah suatu daerah yang terletak antara Port Said dan Padang Izab, (Mesir).
Menurut keterangan air di tempat itu rasanya asin, tetapi sejak Syaikh Abû Hasan al-Syâdzilî
wafat dan dimakamkan di sana airnya berubah menjadi tawar. Lihat Abdullah Zain, Tasawuf dan
Zikir, h. 153.
11
12
antara lain sebagai berikut: Sirâdj al-Din Abû Hafsh menyebut tahun kelahirannya
pada 591 H/1069 M, Ibn Sabbâgh menyebut tahun kelahirannya pada 583 H/1187
H/1196 M.4
melanjutkan pendidikannya pada seorang ulama besar yaitu Άbd. Al-Salâm Ibn
Masyîsy (w. 628 H/1228 M) dan Abû Abdillah M Ibn Kharazim (w. 633 H/1236
M) yang mengajarkan berbagai disiplin ilmu terutama dalam hal spiritual. Kedua
murid besarnya adalah murid dari Abû Madyan Syu‟aib Ibn al-Husein (1116-
1198)6, lahir di Seville. Beliau adalah ulama besar di Maghribi yang telah
mempelajari dan menghafal kitab Ihyâ‟ „Ulûm al-Dîn karya al-Ghazâlî dan juga
murid dari Syaikh Άbd. al-Qâdir al-Jîlânî (w. 561 H/1166 M), sehingga tidak
mengherankan jika al-Syâdzilî pun terpengaruh oleh ajaran-ajaran Syaikh Άbd. al-
4
Ardani, “Tarekat Syadziliyah terkenal dengan Variasi Hizb-nya,” dalam Sri Mulyati, ed.,
Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2005), h.
57-58.
5
Miftahussurur dan Muhdhor, Imam Ali Abil Hasan Asy-Syadzili, h. 1-2.
6
Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam (ringkas). Penerjemah Gufron A. Mas‟adi (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1999), h. 378.
13
dikemudian hari ia ajarkan kepada muridnya, antara lain: Ihyâ‟ „Ulûm al-Dîn
karya al-Ghazâlî, Qût al-Qulûb karya Abû Thâlib al-Makkî, Khatm al-Auliyâ‟
Άbd al-Abbâr an-Nafri, al-Syifa‟ karya Qadhli „Iyâdh, al-Risâlah karya al-
berbagai ilmu yang dia peroleh dari gurunya maupun belajar secara autodidak. Al-
Syâdzilî terkenal sebagai ahli dalam al-Hadis, penghafal al-Qur‟an, ahli fiqih,
teologi dan tidak kalah penting adalah ahli dalam ilmu tasawuf. Hal inilah yang
dan sufi yang mempunyai karomah. Pendapat Abdul Halim, menurut Ardani,
agaknya masuk akal dan bisa diterima. Tidak mungkin tanpa pengetahuannya
tentang syariat, al-Syâdzilî berpendapat bahwa tidak ada kontradiksi antara syariat
dan tasawuf, antara fiqh dengan haqiqah atau antara eksoterik dengan esoteris. Al-
Syâdzilî menegaskan, “jika engkau ingin belajar tasawuf maka pelajarilah syariat
hubungan syariat dengan tasawuf ini, diperoleh juga dari guru sufinya, karena
7
Ardani, “Tarekat Syadziliyah Terkenal dengan Variasi Hizbnya,” h. 59-60.
8
Dia adalah mantan Rektor Universitas al-Azhar yang pernah menjadi mursyid Tarekat
Syadziliyah di Mesir.
14
menurut data yang diberikan oleh Trimingham bahwa Abû Madyan dan muridnya
Άbd. Al-Salâm Ibn Masyîsy adalah sufi yang kokoh mengenai syariat.9
menuju Tunisia. Beberapa waktu kemudian, dia menjadi seorang teolog beraliran
pemikiran Mu‟tazilah yang sangat menghargai akal. Sedangkan dalam fikih, para
anggota Syâdziliyah awal mengikuti mazhab Maliki. Hal ini bukan hanya karena
al-Syâdzilî sendiri bermazhab Maliki, tetapi Mazhab ini sangat dominan di daerah
berpaham Maliki.
sebuah karya berupa buku maupun risalah tasawuf, begitu juga muridnya, Abû
9
Ardani, “Tarekat Syadziliyah Terkenal dengan Variasi Hizbnya,” h. 60-61.
10
Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” dalam Seyyed
Hossein Nasr, ed., Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam: Manifestasi. Penerjemah Tim Mizan
(Bandung: Mizan, 2003), h. 44-47.
11
Kota Alexandria waktu itu menjadi pusat perdagangan. Di sini dibangun kantor-kantor
perusahaan yang cabangnya menyebar di berbagai daerah. Lihat Victor Danner, “Tarekat
Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” h. 46.
15
pengalaman mistis (hizb) yang memuat formula ayat al-Qur‟an dan juga inspirasi
khas tasawuf. Kumpulan doa ini dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru Dunia
Islam. Sejak saat itu, karya beliau menjadi rangkaian doa yang sangat luas
Rangkaian doa ini memiliki nama yang diberikan olehnya sendiri (Abû Hasan Al-
Syâdzilî) ataupun oleh orang lain, seperti hizb al-bahr, hizb al-nashr, hizb al-barr
atau al-kabir dan lain-lain. Saat ini dapat dijumpai bahwa di banyak pesantren di
Indonesia diajarkan hizb al-Syâdzilî itu. Dikatakan bahwa doa-doa tersebut sangat
makbul dan Syaikh Abû Hasan Al-Syâdzilî mengakui bahwa dirinya menerima
Di antara para tokoh sufi, Abû Hasan al-Syâdzilî adalah seorang yang
mempunyai perawakan ideal, warna kulitnya sawo matang, tinggi badannya, jari-
jarinya panjang sebagaimana orang Hijaz. Fasih lisannya dan manis tutur katanya.
pergi ke masjid. Tempat-tempat yang lain (selain tempat kotor) baginya sama
12
Ardani, “Tarekat Syadziliyah Terkenal dengan Variasi Hizbnya,” h. 73.
13
Data yang ada seringkali berdasarkan atas riwayat, baik dari muridnya, koleganya atau
anaknya sendiri. Meskipun begitu, data tersebut tidak bisa dikatakan tidak valid karena dalam
tradisi kesufian, periwayatan dan kesaksian menempati bagian penting.
14
Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” h. 38.
16
seperti masjid.15 Al-Syâdzilî agaknya seorang tokoh sufi yang bercorak modern,
dunianya, ia adalah orang yang bersyukur atas ni‟mat yang diberikan oleh Allah
SWT. Hal ini juga sesuai dengan ajaran Islam yang mengatakan berfikirlah
mengenakan pakaian yang paling bagus dan paling mewah, makan makanan yang
lezat dan minum minuman yang enak, serta memiliki kuda yang bagus dan cepat.
Beliau juga penunggang kuda yang hebat, seorang ilmuwan yang handal, seorang
dan memanennya sendiri.” Demikian pula al-Syâdzilî juga terkenal sebagai hamba
Allah yang selalu beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, sekaligus
15
Hadits Rasulullah saw. “Aku jadikan bumi laksana Masjid.” Yakni bahwa bumi di mana
tempat manusia berada semuanya masjid. Abû Hasan al-Syâdzilî selalu berpenampilan rapih dan
bersih di manapun ia berada. Lihat Miftahussurur dan Muhdhor, Imam Ali Abil Hasan Asy-
Syadzili, h. 17-18.
16
Abû Hasan al-Syâdzilî pernah berkata, ketika ia menasihati pengikutnya, “janganlah
kamu terlalu berlebih-lebihan meninggalkan urusan dunia.” Lihat Ardani, “Tarekat Syadziliyah
Terkenal dengan Variasi Hizbnya,” h. 73-74.
17
makan makanan yang enak dan minum minuman yang lezat selagi disertai syukur
Al-Syâdzilî, seorang tokoh sufi yang berasal dari Maghribi dan kemudian
Allah sekaligus kepada realitas masyarakat. Bahwa seorang salik tidak cukup
mendekat kepada Allah saja, tapi juga harus berbakti kepada masyarakat.
dan Sunnah, sebagai sumber tertinggi. Dengan demikian, ajaran tasawufnya dapat
adalah upaya melatih dan memperbaiki diri agar sesuai dengan aturan-aturan
Allah SWT. Tasawuf merupakan latihan-latihan jiwa dalam rangka beribadah dan
Al-Syâdzilî termasuk juga sufi yang berpandangan bahwa dunia itu hina.
Tetapi dengan catatan, dunia yang bisa melalaikan manusia pada tuhannya.
Menurutnya, tidak ada larangan bagi seseorang menjadi kaya, milliuner, asalkan
17
Miftahussurur dan Muhdhor, Imam Ali Abil Hasan Asy-Syadzili, h. 17-19.
18
Ardani, “Tarekat Syadziliyah Terkenal dengan Variasi Hizbnya,” h. 74.
18
yang memiliki banyak harta dan hatinya tidak tergantung padanya maka dia bisa
disebut zahid. Sebaliknya, meskipun tidak mempunyai harta, tetapi jika perhatian
pekerjaan hati maka tidak mesti sifat zuhud itu diukur dari kepemilikan harta.
Seorang zahid bisa jadi mempunyai banyak harta. Atas pertimbangan itu dan demi
memakmurkan dunia, al-Syâdzilî mendorong para salik agar tetap mencari harta
19
Saepudin, “Pemikiran Tasawuf Abu Hasan Al-Syadzili (1196-1258M)”, (Tesis Pasca
Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), h. 93-95.
20
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam. Penerjemah Sapardi Djoko
Damano, dkk (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), h. 51.
19
keturunan Nabi Muhammad SAW. melalui Sayidina Hasan bin Alî bin Abî
Thâlib. Tarekat Syâdziliyah adalah salah satu tarekat yang diakui kebenarannya
Rasulullah SAW.22
Mesir dan Timur Dekat di bawah kekuasaan dinasti Mamluk. Dalam hal ini yang
meskipun terekat ini berkembang pesat di daerah Timur (Mesir), namun awal
sejak abad ke-7H/13M sangatlah jelas. Banyak tokoh sufi yang sezaman dengan
al-Syâdzilî menetap di Barat, misalnya Abû Madyan Syu‟aib al-Maghribi (w. 594
H/1197M), Ibn al-Άrabi (w. 638H/1240M), Άbd. Al-Salâm ibn Masyîsy (w.
Walaupun dasar-dasar tasawuf Maghribi itu berasal dari Timur sebagai asal
muasal Islam itu sendiri, namun kecerdasan Muslim daerah Barat, gaya hidupnya,
seni kaligrafinya, arsitektur masjidnya, juga mazhab Malikinya, telah ada sejak
generasi Islam awal. Ciri umum ini mendapat penguatan bersamaan dengan
biasa. Bahkan setelah penaklukan kembali Spanyol oleh pasukan Kristen pada
abad ke-9 H/15 M yang mengakhiri kejayaan Islam di sana, Afrika Utara tetap
semangat tasawuf di daerah Timur, khususnya di wilayah Arab. Ini berarti Tarekat
pengikutnya. Meskipun demikian, tetap saja ada orang yang dengki atas
macam fitnah kepadanya yang melewati batas, menyakiti beliau, melarang orang-
Maghribi, karena itu al-Syâdzilî pindah ke Mesir pada 642 H/1244 M dan dari
Para tokoh Syâdziliyah pada masa awal tidak hanya menaruh perhatian
pada pengajaran dan praktik tasawuf tetapi juga terhadap masalah-masalah akidah
23
Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” h. 35.
24
Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” h. 52.
25
Ardani, “Tarekat Syadziliyah Terkenal dengan Variasi Hizbnya,” h. 65.
21
dan hukum Islam. Hal ini karena al-Syâdzilî sangat menekankan pentingnya
mereka cenderung untuk memilih mazhab Asy‟ariyah dalam bidang ilmu kalam.
Namun, mazhab Asy‟ariyah yang mereka anut kemungkinan besar yang sudah
mazhab itu dan mengubah watak aslinya. Secara turun temurun mereka mengikuti
Asy‟ariyyah, sama sekali tidak berarti bahwa tasawuf mereka adalah dogmatisme
Asy‟ariyyah atau bahwa tarekat ini bersifat dogmatis. Kenyataannya pada masa
Maliki. Hal ini bukan hanya karena al-Syâdzilî sendiri bermazhab Maliki, tetapi
Tarekat yang didirikan oleh Syaikh Abû Hasan al-Syâdzilî ini dilandaskan
pada ajaran metafisik dan spiritual tauhid dan tentu saja pada al-Qur‟an dan
Sunnah. Tujuan tarekat ini adalah kesadaran ma‟rifah kepada Allah yang
26
Ardani, “Tarekat Syadziliyah Terkenal dengan Variasi Hizbnya,” h. 70.
22
ketaatan syariat dan formulasi dogmatis dari aqidah yang diajarkan oleh
oleh Ibn Άrabî, sekalipun al-Syâdzilî selalu membelanya dari para penentang ide
tersebut.27 Tauhid dan dzikir merupakan dua pilar esensial tarekat ini. Yang
metodologi spiritual.28
spiritual dan religius, bukan dalam arti sebagai gerakan pemurnian dan anti-
bawah bendera “kembali ke jalan para salaf”. Namun, dengan caranya sendiri, ia
eksoterik saat itu. Mungkin di luar tarekat besar lainnya yang berkembang saat itu,
Syâdziliyah merupakan tarekat yang paling diterima, tidak hanya oleh tasawuf
normatif tetapi juga oleh Islam normatif. Hal ini karena, baiat atau inisiasi yang
dilakukan tarekat ini tidak pernah melanggar apa yang diyakini masyarakat.29
Άbbâs al-Mursî (w. 686 H), kemudian diteruskan Ibn Athâ‟illâh al-Iskandari
27
Ada kemungkinan bahwa Syaikh Abû Hasan al-Syâdzilî pernah berhubungan dengan
Ibn Άrabî saat melakukan sejumlah perjalaan ke Timur Dekat. Hubungan seperti ini lebih dapat
diyakini jika menyangkut murid Ibn Άrabî, yaitu shadr al-Din Al-Qûnawî (w. 673 H/1275 M). Ia
berkunjung ke Kairo untuk menemui sejumlah tokoh-tokoh Syâdziliyah. Lebih jauh, anggota
tarekat ini merupakan pembela yang kukuh, seperti yang kita saksikan dalam perbenturan hebat
antara Ibn Athâ‟illâh al-Iskandari dan Ibn Taimiyah sebagai fundamentalis Hanbali yang
mengkritiki Ibn Άrabî, di benteng Kairo awal abad ke-8 H/14 M. Lihat Victor Danner, “Tarekat
Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” h. 48
28
Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” h. 40.
29
Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” h. 45.
23
(w.709 H), Ibn Abbâd al-Randî (w. 793 H). Pada abad IX H/XV M. dilanjutkan
Mesir, Aljazair, Maroko, Sudan, Afrika Barat, Afrika Utara, Afrika Selatan,
Jawa Timur.30
dapat dilepaskan dari faktor atau konteks sejarahnya. Kondisi Afrika Utara yang
diliputi krisis ekonomi dan politik membuat masyarakat tertarik untuk bergabung
dengan organisasi semacam tarekat ini.31 Faktor lain adalah karena terekat ini
memegang kuat ortodoksi Sunni dan cukup moderat, sehingga bisa terus tumbuh
di lingkungan penguaha Sunni dan menarik minat banyak orang karena ajarannya
yang moderat.
yang lainnya. Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn „Umar ibn Alî al-Anshari al-
Mursî, terlahir di Murcia, Spanyol pada 616 H/1219 M dan meninggal pada 686
30
Heri MS Faridy, Ensiklopedi Tasawuf , h. 1155.
31
Ardani, “Tarekat Syadziliyah Terkenal dengan Variasi Hizbnya,” h. 73.
24
risalah tasawuf. Namun Abû Άbbâs al-Mursî menyusun hizb-hizb juga seperti al-
Syâdzilî.32
Guru ketiga yang terkemuka dari rantai silsilah tarekat ini, Ibn Athâ‟illâh
dimungkinkan melalui dua cara, yaitu al-Mursî dan hizb-hizb yang ditinggalkan
al-Syâdzilî. Melalui dua cara inilah Ibn Athâ‟illâh mewarisi ajaran spiritual al-
berbagai aturan tarekat ini dalam bentuk buku-buku dan karya-karya yang tak
pada masa itu tampaknya adalah sikap tidak menonjolkan diri dalam hal
Satu hal juga yang membedakan Tarekat Syâdziliyah dengan tarekat lain pada
Para pengikut tarekat ini tidaklah mengenakan pakaian yang unik seperti
yang terdapat pada tarekat lainnya. Semacam khirqah atau muraqqa‟ah yang
32
Ardani, “Tarekat Syadziliyah Terkenal dengan Variasi Hizbnya,” h. 67.
33
Abu al-Wafa al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman. Penerjemah Ahmad Rofi‟
„Utsmani (Bandung: Pustaka, 1997), h. 239-240.
25
terdapat pada kain wol bertambal dan terbuat dari bahan kasar, yang seringkali
dikenakan sebagai simbol lahiriah oleh kalangan sufi pada umumnya. Mereka
tidak hidup mengembara atau mengasingkan diri sebagai orang fakir. Sebaliknya
seperti halnya pendiri tarekat ini sering mengenakan pakaian yang indah. Inilah
yang mengakibatkan orang sering bertanya, apakah sang Syaikh ini benar-benar
seorang sufi. Pakaian yang mereka pakai merefleksikan strata sosialnya, apakah
seorang guru, pedangang, pegawai atau yang lainnya.34 Pada tingkat ini, dapat di
kepada Tuhan tidak harus miskin harta, begitu pula tidak harus menyendiri, malah
tengah kesibukannya.35
bahwa tarekat tersebut adalah salah satu tarekat yang diakui kebenarannya oleh
ulama ahli tasawuf dan sah untuk di ikuti (al-mu‟tabarah), tiada pertentangan di
yang pada intinya adalah bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan
teknik-teknik tertentu sesuai petunjuk mursyid dalam waktu yang relatif tidak
terlalu lama, melalui jalan atau tarekat yang diakui kebenarannya oleh ulama ahli
tasawuf.
34
Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” h. 40-41.
35
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, h. 51.
26
ajaran-ajarannya yang mudah diterima dan moderat, tak heran jika pengikutnya
pun terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari pejabat, ulama, cendekiawan sampai
maka tarekat ini menurut istilah Victor Danner, merupakan suatu bentuk
reformasi pandangan spiritual dan religius. Dalam arti, dengan carannya sendiri,
Annemarie Schimmel dalam pengantar sejarah sufi dan tasawuf karya Abu
Bakar Aceh, mencatat bahwa tarekat ini paling mudah dalam hal ilmu dan amal,
ihwal dan maqam, ihwal dan maqal. Menurut kitab-kitabnya, Tarekat Syâdziliyah
sebanyak mungkin minimal 1000 kali sehari semalam, istighfar dan membaca
shalawat nabi.38 Masing-masing bacaan istighfar dan shalawat itu dibaca sebanyak
36
Minat mayoritas masyarakat Islam Indonesia pada tasawuf (tarekat), sebagaimana hasil
penelitian Martin, agaknya telah ditentukan beberapa abad silam. Meskipun ketertarikan mereka
disebabkan oleh motivasi-motivasi tertentu, misalnya karena latihan-latihan mistiknya yang
diajarkan dan kekuatan spiritualnya yang dapat mereka peroleh atau juga mereka tertarik
mengikuti tarekat karena kepribadian seorang pemimpin atau Syaikh tarekat yang kharismatik.
Sehingga besar pula pengaruhnya terhadap pengikut tarekat. Lihat Martin Van Bruienessen,
Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia (Bandung: Mizan, 1992), h. 16.
37
Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” h. 45.
38
Abu Bakar Aceh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf (Jakarta: Ramadhani, 1984), h.
278.
27
100 kali pada setiap habis shalat maghrib dan subuh. Dalam keadaan tertentu,
amalan itu bisa dibaca di waktu lain dengan cara diqadha (diganti). Selain itu juga
bisa dilakukan sambil melakukan kegiatan atau pekerjaan lain, seperti berjalan
atau bekerja.
Bagi pengikut tarekat ini membaca zikir, tidak tergantung pada jumlah
yang dibaca. Walaupun jumlahnya sedikit, bisa jadi diterima oleh Allah,
dasarkan pada keyakinan bahwa diterima atau tidaknya suatu amalan merupakan
rahasia Allah. Inilah yang membedakan Tarekat Syâdziliyah dengan tarekat lain.39
mempengaruhi tempat berdirinya dan berkembang secara luas hingga saat ini.40
Tunisia, Mesir, Aljazair, Maroko, Sudan, Afrika Barat, Afrika Utara, Afrika
39
Mu‟tasim Radjasa dan Abdul Munir Mulkha, Bisnis Kaum Sufi (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998), h. 39.
40
Noer Iskandar al-Baisany. Tasawuf, Tarekat dan Para Sufi (Jakarta: PT RajaGrafindo,
2001), h. 89.
28
BAB III
A. Pengertian Hizb
Hizb berasal dari bahasa Arab, yaitu Hizbun. Artinya partai, kelompok,
golongan, jenis, wirid, bagian, tentara, pasukan atau senjata. Dalam pembahasan
ini arti Hizbun adalah jenis wirid yang bahasa keseharian disebut hizb.1 Hizb
adalah suatu do‟a yang cukup panjang, dengan lirik dan bahasa yang indah yang
disusun ulama besar.2 Hizb adalah kumpulan do‟a khusus yang sudah sangat
ini biasanya merupakan do‟a andalan seorang Syaikh yang biasanya juga
diberikan kepada para muridnya secara ijazah yang jelas (ijâzah sharîh). Do‟a ini
diyakini oleh kebanyakan masyarakat Islam atau kaum santri sebagai amalan yang
Dikatakan bahwa doa-doa tersebut sangat makbul dan Syaikh Abû Hasan
al-Syâdzilî mengakui bahwa dirinya menerima langsung dari lisan Nabi dalam
pengalaman mistis (hizb) yang memuat formula ayat al-Qur‟an dan juga inspirasi
khas tasawuf. Kumpulan doa ini dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru Dunia
1
Ki UmarJogja, “Definisi Ilmu Hizib,” artikel diakses pada 30 Juni 2011 dari
http://rasasejati.wordpress.com/kajian-ilmu-ghoib/hizib-ratib
2
Hizb yang terkenal adalah hizb yang di susun oleh Abû Hasan al-Syâdzilî, pendiri
Tarekat Syâdziliyah antara lain, hizb al-bahr, hizb al-nashr, hizb al-barr (al-kabir) dan lain-lain.
Lihat Abi ́Abdillah Muhammad ibn Sulaiman al-Jazulî, Dalâil al-Khairât má a al-Ahzâb,
(Surabaya: Nabhan, t.th).
3
Heri MS Faridy, dkk., ed., Ensiklopedi Tasawuf, jilid III (Bandung: Angkasa, 2008), h.
1153.
28
29
Islam. Sejak saat itu, karya beliau menjadi rangkaian doa yang sangat luas
Asma Allah dan do‟a yang disusun untuk diamalkan dengan membacanya atau
Jadi kandungan dari sebuah hizb selain berisi pujian mengagungkan Asma Allah
SWT dan shalawat Nabi juga mengandung doa untuk memohon pertolongan
kepada Allah. Hizb juga mengandung banyak rahasia (sirr) yang sulit dipahami
oleh orang awam, seperti kutipan beberapa ayat al-Qur‟an yang terkadang isinya
seperti tidak terkait dengan lafal rangkaian doa sebelumnya. Para ahli hizb
berpendapat bahwa dalam hal ini yang terkait adalah asbabun nuzul-nya.5
setiap murid tidak menerima hizb yang sama karena disesuaikan dengan situasi
dan kondisi ruhaniah murid sendiri dan kebijaksanaan mursyid. Hizb-hizb tersebut
tidak boleh diamalkan oleh semua orang, kecuali telah mendapat izin atau ijazah
mengijazahkannya. Adapun hizb-hizb tersebut, antara lain hizb al-asyfâ‟, hizb al-
4
Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” dalam Seyyed
Hossein Nasr, ed., Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam: Manifestasi. Penerjemah Tim Mizan
(Bandung: Mizan, 2003), h. 38.
5
Ki UmarJogja, “Definisi Ilmu Hizib.”
30
kâfî atau al-autâd, hizb al-bahr, hizb al-birhatiyah, hizb al-nashr, hizb al-barr
atau al-kabir.6
1. Hizb al-Asyfâ’
biasanya ia dianjurkan untuk membaca hizb al-asyfâ‟, untuk membuka hati dan
puasa maka hizb al-asyfâ‟ dibaca setiap selesai shalat fardhu dan puasa
dilaksanakan selama tiga hari, tujuh hari, sepuluh hari atau empat puluh hari,
sesuai dengan petunjuk Mursyid. Puasa dimulai pada hari selasa, rabu dan kamis.
Apabila tidak disertai puasa, maka pembacaan hizb al-asyfâ‟ dilaksanakan cukup
sekali dalam sehari semalam.7 Tidak semua murid diperlakukan sama antara yang
satu dengan yang lain, karena semuanya tergantung kepada kebijakan dan
kearifan Mursyid yang sesungguhnya. Mursyid lebih mengetahui keadaan hati dan
pantas untuk dibaiat, kapanpun waktunya yang dikehendaki oleh Mursyid untuk
dibaiat, saat itu pula seseorang dibaiat untuk memasuki Tarekat Syâdziliyah.8
SWT., Nabi Muhammad SAW., Sayidina Abû Bakar al-Shiddîq, Sayidina „Umar
ibn al-Khaththâb, Sayidina „Ustmân bin Άffan, Sayidina Άli bin Abî Thalib,
6
Muhammad Zaini, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran: Studi pada
Pondok Peta di Tulungagung”, (Tesis Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003) h.
168. Tentu saja masih banyak hizb-hizb Abû Hasan al-Syâdzilî. Lihat Abi ́Abdillah Muhammad
ibn Sulaiman al-Jazulî, Dalâil al-Khairât má a al-Ahzâb, (Surabaya: Nabhan, t.th).
7
Muhammad Zaini, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran” h. 168.
8
Muhammad Zaini, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran” h. 117.
31
Syâikh Άbd al-Qâdir al-Jîlânî, Mbah Panjalu, Sunan Kalijaga, Syaikh Ibnu
„Ulwân, Wali Sembilan di Indonesia, Sulthan Agung, Syaikh Άbd al-Qadir al-
Kediri, Syaikh Mustaqîm bin Husain, Syaikh Abdul jalil bin Mustaqim, kedua
2. Hizb al-bahr
Hizb al-bahr ditulis pada saat Syaikh Abû Hasan al-Syâdzilî dalam
membacanya dalam rangka berdoa agar selamat dalam perjalanan di Laut Merah.
Walaupun hizb al-bahr mempunyai ikatan historis yang sangat erat dengan laut,
bukan berarti hizb al-bahr ini hanya dibaca atau diamalkan di laut.10
pengikutnya dalam hal hizb ini, bahwa semua murid yang mengikuti Tarekat
nama-nama Allah yang besar sekali berkahnya. Dengan membaca al-asmâ‟ al-
husnâ berarti seseorang berzikir dan mengingat Allah dengan 99 nama yang setiap
nama memiliki pengaruh spiritual yang besar. Pengaruh spiritual itu akan di
9
Muhammad Zaini, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran”, h. 168-
169.
10
Abd. Halîm Mahmûd, “Abul-Hasan Al-Syadzily, Kehidupan, doa dan hizibnya,” artikel
diakses pada 30 Juni 2011 dari http://ishakq.multiply.com/reviews/item/82
32
dapatkan oleh siapapun yang mengamalkan dengan syarat meminta ijazah dari
yaitu hizb al-bahr dan hizb al-asyfâ‟. Kh. Mahfudz Syafi‟i mursyid Tarekat
amalan hizb lainnya, karena semua tergantung kepada kebijakan dan kearifan
mursyid.12
bekasi, bagi seseorang yang sudah mendapatkan ijazah hizb al-bahr, dianjurkan
hizb al-bahr. Hal ini sesuai dengan anjuran al-Syâdzilî. Tatacara membacanya,
ta‟ala, lalu langsung membaca hizb al-bahr. Hizb al-bahr diakhiri dengan
membaca al-fatikhah 7 kali, lalu ditutup dengan membaca doa.13 Hizb al-bahr
biasanya dibaca setelah shalat Ashar dalam tradisi Tarekat Syâdziliyah (demikian
11
Heri MS Faridy, Ensiklopedi Tasawuf , h. 1153.
12
Muhammad Juni, “Sejarah Perkembangan dan Peranan Tarekat Syadziliyah di
Kabupaten Bekasi”, (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2008), h. 33
13
Muhammad Juni, “Sejarah Perkembangan dan Peranan Tarekat Syadziliyah”, h. 39
14
Miftahussurur Anwar dan Muhdhor Ahmad Assegaf, Imam Ali Abil Hasan Asy-
Syadzili:Kepribadian dan Pemikiran (Jawa Tengah: Al-Anwar, 2002), h.137.
33
2. “Wahai Yang Maha Luhur, wahai Yang Maha Besar, wahai Yang Maha
Santun, Engkaulah Tuhanku, dan ilmu-Mu cukup bagiku, dan sebaik-baik
Tuhan adalah Tuhanku, dan sebaik-baik Dzat Yang Mencukupi adalah
yang mencukupi diriku, Engkau adalah Penolong kepada siapa yang
Engkau kehendaki dan Engkaulah yang Maha Mulia lagi Maha
Bijaksana.”
7. “Wahai Allah, mudahkanlah bagi kami segala urusan kami hingga hati dan
badan kami terasa lega, juga selamat dan kuat dalam segala urusan dunia
dan agama kami. Engkaulah Yang Menjaga dalam perjalanan kami,
Khalifah dalam keluarga kami. Butakanlah (penglihatan) wajah musuh-
musuh kami dan bekukan mereka di tempatnya masing-masing sehingga
tidak mampu berjalan mendatangi tempat kami.”
10. Wajah-wajah buruk. (3x) “Dan tunduklah semua wajah (dengan berendah
diri) kepada Tuhan Yang Maha Hidup, Kekal lagi Senantiasa Mengurus
(makhluk-Nya). Dan sesungguhnya telah merugi orang-orang yang
melakukan kezhaliman.” (Q.S. Thaha 20:111)
11. “Dia membiarkan dua lautan itu mengalir yang keduanya kemudian
bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dapat dilampaui oleh
masing-masing.” (Q.S. Ar-Rahman 55: 19-20)
12. “Perkara itu sudah ditetapkan dan kemenangan telah tiba, maka mereka
tidak akan mendapat pertolongan untuk mengalahkan kami.”
13. “Haa-Miim. Diturunkan kitab (Al-Qur‟an) ini dari Allah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Mengetahui, Yang Mengampuni dosa dan Menerima
taubat lagi keras hukuman-Nya, Yang Mempunyai Karunia. Tiada Tuhan
(yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nyalah kembali.” (Q.S.
Al-Mu‟min 40: 1-3)
14. “Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (3x)
15. Tabir penutup Arasy dipasang untuk kami. Dan Penglihatan Allah melihat
pada kami dengan Daya Allah kami tidak terkalahkan.
38
17. “Maka Allah adalah sebaik-baik Penjaga dan Dia Maha Penyayang di
antara para penyayang.” (3x). (Q.S. Yusuf 12:64)
19. “Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya
aku bertawakal, dan Dia Tuhan pemilik „Arasy yang Agung.” (3x). (Q.S.
Al-Bara‟a 9:129)
20. “Dengan Nama Allah, Dzat yang bersama Nama-Nya tidak ada sesuatupun
dapat membawa malapetaka baik di bumi maupun di langit dan Dia Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (3x)
21. “Tiada daya dan upaya melainkan dengan (pertolongan) Allah Yang Maha
Luhur lagi Maha Agung.” (3x)15
15
Miftahussurur dan Muhdhor, Imam Ali Abil Hasan Asy-Syadzili, h. 133-143.
39
3. Hizb al-Kâfî
Pesantren Termasi Pacitan, tepatnya di bawa oleh Syaikh Abdul Razzaq ibn
Abdullah al-Termasî.
yang ditujukan kepada Allah SWT., Nabi Muhammad SAW., Sayidina Abû
Bakar al-Shidîq, Sayidina „Umar ibn al-Khaththâb, Sayidina „Ustmân bin Άffan,
Sayidina Άli bin Abî Thalib, Sayidina Hasan dan Husain, Syâikh Άbd al-Qâdir al-
Mustaqîm bin Husain, Syaikh Abdul jalil bin Mustaqim, kedua orang tua dan
16
Muhammad Zaini, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran” h. 169.
40
4. Hizb al-Nashr
Hizb al-nashr adalah Sebelum membaca hizb al-nashr ini terlebih dahulu
membaca surat al-Fatihah seperti biasanya dan ditambah kepada Syaikh Abû
17
Muhammad Zaini, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran” h. 178-
179.
41
5. Hizb al-Birhatiyah
Razzaq al-Termasî kepada Syaikh Mustaqim bin Husain, yang merupakan awal
menjadi guru dan murid. Syaikh Abdul Razzaq al-Termasî memberikan ijazah
Syaikh Mustaqim bin Husain memberikan ijazah kepada Syaikh Abdul Razzaq al-
kepada Nabi Muhammad saw., Nabi Dawud as., Nabi Sulaiman as., Sayidina Âsif
„Umar ibn al-Khaththâb, Sayidina „Ustmân bin Άffan, Sayidina Άli bin Abî
Thalib, Sayidina Hasan dan Husain, Syâikh Άbd al-Qâdir al-Jailanî, Syaikh
Syams al-Dîn, Syaikh Imam al-Ghazalî, Syaikh Άbd al-Salâm, Syaikh Abû Hasan
Al-Syâdzilî, Abû Άbbâs al-Mursî, Syaikh Abû Άbbâs bin Άli al-Bûni, Mbah
42
Panjalu, Syaikh Mustaqim bin Husain, Syaikh Abdul al-jalil bin Mustaqim, kedua
3. “Allah dzat yang Maha Suci, yang Maha Kuasa, yang Maha Suci tiada
yang menandingi Kemahasucian-Mu, yang Maha Waspada, yang Maha
Melindungi.”
4. “Ya Allah dzat yang Maha Hidup dan Abadi, yang menghidupkan semua
makhluk.
5. “Ya Allah dzat yang Maha Berdiri Sendiri, Ya Allah dzat yang Maha
Berdiri.”
6. “Ya Allah dzat yang Maha Belas kasih, Ya Allah, Ya Allah dzat yang
Maha Perkasa, Ya Allah dzat yang Maha Esa, Ya Allah dzat yang Maha
Tunggal.”
8. “Ya Allah kabulkanlah doa hamba-Mu ini, Ya Allah dzat yang Maha Teliti
Perhitungannya.” (Malaikat Mika‟il bertasbih dengan kalimat ini).
9. “Ya Allah dzat yang Maha Terpuji, Ya Allah yang Maha Mulya, Ya Allah
yang Maha Agung Kekuasaannya, yang mengabulkan permohonan
hamba-Nya.”
10. “Ya Allah dzat yang Maha Kuat, Ya Allah dzat yang Maha Perkasa, Ya
Allah yang Maha Mengetahui, Ya Allah dzat yang Maha Bijaksana.”
44
11. “Ya Allah dzat yang Maha Perkasa, Ya Allah dzat yang Maha Mendengar,
Ya Allah dzat yang Maha Menciptakan, Ya Allah dzat yang Maha Kaya,
Ya Allah yang Maha Meliputi.”
12. “Ya Allah dzat yang Maha Meliputi, Ya Allah dzat yang Maha Agung.”
13. “Maha Suci Allah, Ya Allah dzat yang Maha Kuat, Ya Allah dzat yang
Maha Perkasa, Ya Allah dzat yang Maha Pengasih.” (ini adalah tasbih
Nabi Yunus as.).
14. “Ya Allah dzat yang Maha Luhur, Allah dzat memberikan keamanan bagi
orang-orang yang takut, Ya Allah dzat yang Maha Luhur, Engkau adalah
Allah, Ya Allah dzat yang Maha Kuat, Ya Allah dzat yang Maha Perkasa,
Ya Allah.”
15. “Maha Suci Allah, Allah dzat memberikan keamanan bagi orang-orang
yang takut, Ya Allah dzat yang Maha Mencukupi, Ya Allah dzat yang
Maha Mendengar, Ya Allah ruhku ada dalam ruh-Mu, kupasrahkan pada
kehendak-Mu.”
16. “Ya Allah dzat yang Maha Mengamankan, Allah dzat yang Maha Luhur,
Ya Allah dzat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.”
17. “Ya Allah dzat yang Maha Melindungi, Allah dzat yang Maha Luhur, Ya
Allah dzat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.”
45
18. “Ya Allah dzat yang Maha Agung, Ya Allah dzat yang Maha Bijaksana,
Ya Allah dzat yang Maha Mengetahui, Ya Allah dzat yang Maha Lemah
Lembut, Ya Allah dzat yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
19. “Ya Allah dzat yang Maha Agung, Ya Allah dzat yang Maha Kekal, Ya
Allah dzat yang Maha Lembut, Ya Allah dzat yang Maha Bijaksana, Ya
Allah dzat yang Maha Mencukupi, Ya Allah dzat yang Maha Mulia, Allah
Maha Luhur, Maha Mencukupi, Yang Maha Mulia.”
20. “Ya Allah dzat yang Maha Mulia, Ya Allah dzat yang Maha Memaksa, Ya
Allah dzat yang Maha Memutuskan, Ya Allah dzat yang Maha Luhur, Ya
Allah dzat yang Maha Menguasai.”
21. “Ya Allah dzat yang Maha Kuasa, Ya Allah dzat yang Maha Terdahulu,
Ya Allah dzat yang Maha Memaksa, Ya Allah dzat yang Maha Menguasai
segala sesuatu, Ya Allah dzat yang Maha Cepat perhitungan dan
pembalasannya.”
22. “Maha Tinggi Engkau, Ya Allah dzat yang Maha Tinggi, Ya Allah dzat
yang Maha Mengetahui semua makhluk.”
23. “Ya Allah dzat yang Maha Memutuskan segala permasalahan, Wahai Dia,
Wahai Dia, Ya Allah Engkaulah Tuhanku.”
24. “Ya Allah dzat yang Maha Kuasa, Ya Allah dzat yang Maha Kuasa, Ya
Allah dzat yang Maha Mencukupi, Ya Allah dzat yang Maha Luhur, Ya
Allah dzat yang Maha Perkasa.”
46
25. “Ya Allah dzat yang Maha Terdahulu, Ya Allah dzat yang Maha Kekal.”
27. “Ya Allah dzat yang Maha Menerima Syukur, Dialah Allah yang Maha
Pemurah.”
28. “Ya Allah dzat yang Maha Kuasa, Dialah Allah yang Maha Pemurah.”
29. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang menetapkan semua perkara hamba, Bagi-
Mu nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang Luhur, semua keindahan
dan semua cahaya dan Engkaulah dzat yang Maha Agung.”
30. “Ya Allah, Engkaulah Tuhan yang selalu di puji dimanapun berada, dan
disanjung-sanjung setiap lisan dan selalu di ingat di setiap waktu.”
31. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang Maha Terdahulu, yang mendahului
semua makhluk, tiada sesuatupun yang mendahului-Mu dan hanya
Engkaulah dzat yang Maha Terdahulu.”
32. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang membuat tunduk semua wajah dan
merendahkan diri serta hina dihadapan-Mu, Engkaulah dzat yang
membuat semua suara menjadi terdiam dan khusu‟, semua keindahan dan
kemegahan menjadi rendah dan hina.”
47
33. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang memberikan Penerang dengan cahaya-
Mu, kepada semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, dengan
cahaya-Mu semua cahaya menjadi mati dan hilangkah keindahan semua
cahaya.”
34. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang Meliputi semua makhluk dengan
keadilan, rahmat dan kemurahan-Mu.”
35. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang Maha Abadi, tiada akhir keberadaan-Mu,
yang menghidupkan semua yang telah mati dan membubuh semua yang
hidup, yang menciptakan langit-langit dan bumi serta semua mkhluk yang
ada di seluruh alam semesta, dengan kehendak dan kuasa-Mu.”
36. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang maha Agung, semua makhluk tunduk dan
patuh kepada kehendak dan kekuasaan-Mu.”
37. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang Maha memberikan anugerah dengan
cahaya-Mu kepada semua makhluk yang berada di langit-langit dan bumi.
Dengan cahaya-Mu maka matilah semua cahaya dan keagungan semua
makhluk.”
38. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang Maha Merajai dengan kemenangan-Mu,
yang memaksa dengan keagungan-Mu, yang Maha Mempengaruhi dengan
kekuasaam-Mu, yang Maha Mengalahkan dengan kekuataan-Mu, tiada
yang mampu menolak kehendak-Mu.”
39. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang Maha Mengetahui semua makhluk yang
ada dan yang belum ada, tiada hal yang ghaib dari semua yang ghaib dan
semua yang dirahasiakan di dada semua makhluk yang bisa lepas dari
pandangn-Mu.”
48
40. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang jika menghendaki segala sesuatu hanya
tinggal berkata: “ Jadilah!” maka jadilah ia.”18
6. Hizb al-Barr
Waktu yang tepat dipilih untuk membaca hizb al-Barr yang dikenal
dengan nama hizb al-Kabir ini, dalam tradisi Tarekat Syâdziliyah adalah sehabis
shalat subuh. Pada waktu membacanya hendaklah tidak berbicara kepada orang
lain saat membaca hizb al-Barr kecuali karena kebutuhan, seperti misalnya ketika
hizb ini, maka dia akan memperoleh segala apa yang telah kami peroleh dan
18
Muhammad Zaini, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran,” h. 171-
178.
19
Miftahussurur dan Muhdhor, Imam Ali Abil Hasan Asy-Syadzili, h. 118.
49
50
51
52
53
2. “Dan apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang
kepadamu, maka katakanlah: “Salamun „alaikum (sejahtera atas kalian
semua).” Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu)
bahwa barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran
kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan
perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyanyang.” (Q.S. Al-An‟am 6: 54)
3. “Dia pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal
Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu dan Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. Al-An‟am 6: 101)
4. “(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu,
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah, selain Dia, Pencipta segala
sesuatu, maka sembahlah Dia, dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia
dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Lembut Lagi
Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-An‟am 6: 102-103)
54
5. “Ya Tuhanku, berilah keputusan dengan adil dan Tuhan kami ialah Tuhan
Yang Maha Pemurah Lagi Yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa
yang kamu katakan.” (Q.S. Al-Anbiya‟ 21: 112)
8. “Wahai Allah, wahai Yang Maha Raja, wahai Yang Maha Banyak
Memberi, berikanlah kepada kami nikmat-nikmat-Mu yang telah Engkau
ketahui bagi kami di dalamnya terdapat ridha-Mu. Berilah kami pakaian
55
yang dengannya Engkau menjaga kami dari berbagai fitnah dalam semua
pemberian-Mu. Sucikanlah kami dari setiap sifat yang menetapkan sifat
kekurangan dari apa yang dengannya telah Engkau pilihkan berdasarkan
ilmu-Mu bukan dari selain-Mu.”
9. “Ya Allah, wahai Yang Maha Agung, wahai Yang Maha Tinggi, wahai
Yang Maha Besar, kami mohon kefakiran dari apa yang selain-Mu dan
kami mohon kekayaan dengan-Mu sehingga kami tidak bersaksi
melainkan kepada-Mu dan sayangilah kami (dengan lemah-lembut-Mu)
dalam keduanya (kefakiran dan kekayaan) dengan kelemahlembutan yang
Engkau ketahui yang patut bagi orang-orang yang setia kepada-Mu.
Kenakanlah pakaian kepada kami pakaian-pakaian ishmat (suci dari
kesalahan) dalam berbagai nafas dan kejapan mata kami. Dan jadikanlah
kami sebagai hamba-hamba-Mu dalam segala keadaan serta ajarilah kami
dari sisi-Mu suatu ilmu yang dengannya kami dapat menjadi orang-orang
yang sempurna baik ketika hidup maupun (sesudah) mati.”
10. “Ya Allah, Engkau Maha Terpuji, Tuhan Yang Maha Agung, Yang Maha
Membuat sesuatu yang Engkau kehendaki. Engkau mengetahui suka cita
kami dengan apa, karena apa dan atas apa, dan Engkau pun mengetahui
duka cita kami denga apa, karena apa dan atas apa. Engkau telah
menentukan suatu kejadian yang telah Engkau kehendaki dalam diri kami
dan dari diri kami. Kami tidak memohon kepada-Mu untuk membatalkan
sesuatu yang sudah menjadi kehendak-Mu, namun kami mohon kepada-
Mu keteguhan dengan ruh dari sisi-Mu dalam (menerima) apa yang telah
menjadi kehendak-Mu sebagaimana Engkau teguhkan para Nabi-Mu dan
Rasul-Rasul-Mu dan khususnya Shiddiqin dari makhluk-makhluk-Mu.
Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
56
11. “Ya Allah, Pencipta langit dan bumi, Yang Mengetahui yang ghaib dan
yang lahir, Engkau menetapkan hukum di antara hamba-hamba-Mu, maka
berbahagialah bagi siapa saja yang telah mengenal-Mu lalu ridha dengan
ketentuan-Mu. Alangkah celaka bagi siapa saja yang belum mengenal-Mu,
lebih celaka lagi bagi orang-orang yang mengakui wahdaniyah (keesaan)-
Mu tetapi tidak mau menerima hukum-hukum-Mu.”
12. “Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah menghukum suatu kaum dengan
kehinaan sehingga mereka menjadi mulia, dan Engkau telah menghukum
mereka dengan kehilangan hingga mereka menemukan. Tapi setiap
kemuliaan (yang) itu dapat mencegah daripada-Mu, maka kami mohon
(lebih baik) Engkau ganti kemuliaan itu dengan kehinaan yang disertai
oleh rahmat-Mu, dan setiap keberhasilan (yang) itu menghalangi daripada-
Mu, maka kami mohon (lebih baik) Engkau ganti keberhasilan itu dengan
kehilangan yang disertai oleh cahaya-cahaya cinta-Mu. Maka
sesungguhnya benar-benar telah nyata kebahagiaan atas orang-orang yang
Engkau cintai dan benar-benar telah nyata kemalangan atas orang-orang
yang dikuasai oleh selain-Mu. Maka berilah kami dari karunia-karunia
orang yang bahagia dan hindarkanlah kami dari berbagai jalan orang-
orang yang malang.”
57
14. “Wahai Dzat Yang amat keras siksa-Nya, wahai Yang Maha Perkasa,
wahai Yang Maha yang Menaklukkan, wahai Yang Maha Bijaksana, kami
berlindung kepada-Mu dari kejahatan makhluk-Mu, kami berlindung
dengan-Mu dari kegelapan ciptaan-Mu, kami berlindung dengan-Mu dari
tipu daya nafsu dalam sesuatu yang telah Engkau tentukan dan Engkau
kehendaki, dan kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan orang yang
suka dengki atas nikmat yang telah Engkau berikan. Dan kami mohon
kepada-Mu kemuliaan (kemenangan) di dunia dan di akhirat sebagaimana
Nabi-Mu Sayyidina Muhammad SAW memohon kepada-Mu kemuliaan di
dunia dengan iman dan ma‟rifat dan kemuliaan di akhirat dengan liqa
(bertemu) dan musyahadah (menyaksikan). Sesungguhnya Engkau Maha
Mendengar, Maha Dekat dan Maha Mengabulkan.”
15. “Wahai Allah, aku persembahkan kepada-Mu apa yang ada padaku setiap
nafas, lintasan pandangan dan kedipan mata, yang dengan itu juga ahli
langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada di dalam ilmu-Mu yang akan
maupun yang sudah wujud dapat melihat. Aku persembahkan kepada-Mu
semua apa yang di hadapanku.”
58
16. “Allah, tiada Tuhan selain Dia yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri
Sendiri, tidak tersentuh kantuk dan tidur. Bagi-Nya segala apa yang di
langit dan bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya
melainkan dengan izin-Nya. Dia mengetahui apa yang berada di hadapan
mereka dan apa yang berada di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui sedikit pun dari ilmu-Nya kecuali apa yang dikehendaki-Nya.
Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat
memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Q.S.
Al-Baqarah 2: 255)
18. “Wahai Allah, wahai Yang Maha Tinggi, wahai Yang Maha Agung, wahai
Yang Maha Santun, wahai Yang Maha Bijaksana, wahai Yang Maha
Mulia, wahai Yang Maha Mendengar, wahai Yang Maha Dekat, wahai
Yang Maha Mengabulkan permohonan, wahai Yang Maha Mencintai dan
Mengasihi, bebaskanlah kami dari fitnah dunia, dari wanita-wanita yang
menggoda, dari kelalaian, dari syahwat, dari menganiaya makhluk, dan
keburukan perangai. Dan ampunilah dosa-dosa kami, tunaikanlah
tanggungjawab kami, singkirkanlah kejahatan dari kami, selamatkanlah
kami dari kesedihan dan jadikanlah untuk kami jalan keluar darinya.
Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
19. “Ya Allah, ya Allah, ya Allah, wahai Yang Maha Lembut, wahai Yang
Maha Memberi Rizqi, wahai Yang Maha Kuat, wahai Yang Maha
Perkasa, bagi-Mu kunci-kunci langit dan bumi, Engkau melapangkan rizqi
kepada siapa saja yang Engkau kehendaki dan Engkau pula yang
menentukan, maka lapangkanlah bagi kami dari rizqi itu apa saja yang
dengannya Engkau berkenan mendatangkan kami kepada rahmat-Mu dan
dari rahmat-Mu apa saja yang dengannya Engkau berkenan menghalangi
antara kami dan siksa-Mu dan dari sifat santun-Mu apa saja yang
dengannya maaf-Mu dapat mencukupi kami dan akhirilah kami dengan
kebahagiaan yang dengannya Engkau sudahi wali-wali-Mu. Dan
jadikanlah sebaik-baik dan sebahagia-bahagia hari-hari kami adalah hari
ketika bertemu dengan-Mu dan selamatkanlah kami di dunia ini dari api
syahwat dan masukkanlah kami dengan anugerah-Mu ke dalam peralatan
rahmat dan pakaikanlah pada kami cahaya busana-busana yang suci dari
kesalahan dan jadikanlah kami penolong dari akal kami dan penjaga dari
ruh kami dan penakluk dari diri kami supaya kami dapat dengan banyak
mensucikan-Mu dan mengingat-Mu. Sesungguhnya Engkau terhadap kami
Maha Mengetahui. Anugerahilah kami musyahadah (penyaksian) yang
60
20. Wahai Allah, sungguh kami mohon kepada-Mu lisan yang mudah
berdzikir kepada-Mu, dan hati yang senang bersyukur kepada-Mu, dan
tubuh yang ringan dan lunak untuk taat kepada-Mu, anugerahilah kami
bersama semua itu apa yang tidak pernah dilihat mata dan tidak pernah
didengar telinga dan tidak pernah terlintas di dalam hati, sebagaimana
yang pernah dikabarkan oleh Rasul-Mu sesuai yang Engkau ketahui
dengan ilmu-Mu, dan cukupkanlah kami tanpa sebab, dan jadikanlah kami
sebagai sebab kekayaan untuk wali-wali-Mu, dan jadikanlah Barzakh
antara mereka dan musuh-musuh-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa
atas segala sesuatu.”
21. “Wahai Allah, kami mohon kepada-Mu iman yang kekal, hati yang khus‟,
ilmu yang manfaat, keyakinan yang benar, agama yang tegak, selamat dari
segala cobaan, kesempurnaan „afiat, terus-menerusnya „afiat, mensyukuri
„afiat, dan rasa cukup dari manusia.” 3x
61
22. “Wahai Allah, kami mohon kepada-Mu taubat yang sempurna, ampunan
yang menyeluruh, cinta yang sempurna dan luas menghimpun, teman
dekat yang jernih, ma‟rifah, luas, dan cahaya-cahaya yang bersinar,
syafa‟at yang tetap, hujjah yang matang dan derajat yang tinggi.
Lepaskanlah belenggu kami dari maksiat dan jaminan siksa dengan
pemberian-pemberian anugerah.”
23. “Wahai Allah, kami mohon kepada-Mu taubat dan kekalnya, dan kami
berlindung kepada-Mu dari maksiat dan sebab-sebabnya, maka
ingatkanlah kami dengan rasa takut kepada-Mu sebelum terjadi
penyerangan bahaya maksiat dan jaminlah kami selamat dari maksiat dan
dari memikirkan mengenai cara-caranya. Hapuskanlah dari hati kami rasa
manisnya maksiat yang pernah kami lakukan dan gantilah rasa itu dengan
rasa benci terhadap maksiat dan rasa yang menjadi lawan.”
25. “Wahai Allah, kami mohon kepada-Mu taubat yang datang lebih dulu
dari-Mu kepada kami, agar taubat kami mengikuti kepada-Mu.
Anugerahilah kami penerimaan dari-Mu sebagaimana penerimaan Adam
atas kalimat-kalimat dari-Mu supaya menjadi anutan bagi anak cucunya
dalam bertaubat dan beramal baik. Jauhkanlah kami dari menentang dan
selalu melakukan pelanggraran dan menyerupai dengan (godaan) iblis
orang-orang yang sesat. Dan jadikanlah berbagai kejelekan kami seperti
kejelekan-kejelekan orang-orang yang Engkau cintai, dan janganlah
Engkau jadikan berbagai kebaikan kami seperti kebaikan-kebaikan orang-
orang yang Engkau murkai. Maka perbuatan baik tiada akan bermanfaat
dengan adanya murka dari-Mu, dan perbuatan jelek tiada akan merugi
selama disertai cinta dari-Mu. Dan Engkau menjadikan samar perkara itu
kepada kami agar kami mau mengharap dan mempunyai rasa takut, maka
amankanlah kami dari rasa takut dan janganlah Engkau hampakan harapan
kami, dan kabulkanlah permohonan kami, Engkau benar-benar telah
memberi iman kepada kami sebelum kami meminta kepada-Mu, dan
Engkau telah menetapkan, memberi rasa cinta, menghias dan membuat
rasa benci serta memudahkan lisan-lisan (mengucapkan) tentang apa saja
yang Engkau uraikan. Sebaik-baik Tuhan adalah Engkau. Bagi-Mu segala
puji atas apa saja nikmat yang telah Engkau berikan, maka ampunilah
kami dan janganlah Engkau siksa kami dengan merampasnya setelah
memberi dan jangan pula dengan mengkufuri nikmat-nikmat dan terhalang
dari ridha.”
63
27. “Ya Man Huwa Huwa Huwa yang di dalam ketinggian-Nya itu sangat
Dekat. Wahai Yang Memiliki Keagungan dan Kemuliaan. Wahai Dzat
Yang Meliputi malam dan siang, aku mengadu kepada-Mu dari kesedihan
diri karena hijab (tabir penghalang) dan buruknya hisab (perhitungan
amal) dan kerasnya siksa. Sesungguhnya hal itu niscaya terjadi, tiada yang
dapat mencegah bila Engkau tidak mencurahkan rahmat kepadaku.”
28. “Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku
tergolong orang-orang yang berbuat zhalim.” 3x (Q.S. Al-Anbiya‟ 21: 87)
64
30. “Maka aku inilah hamba-Mu, jika Engkau hendak menyiksaku dengan
siksa-siksa yang telah Engkau ketahui, maka sebenarnya aku ini lebih
pantas dengan semua siksa itu. Akan tetapi jika Engkau memberi rahmat
kepadaku sebagaimana Engkau memberi rahmat kepada semua beliau
dalam keadaan dosaku yang sangat besar, maka Engkau lebih patut dengan
semua itu dan lebih berhak daripada diberi kemurahan dengan semua itu,
karena kemurahan-Mu tidak tertentu bagi orang-orang yang taat dan
berbakti kepada-Mu. Tapi bahkan sudah diberikan kepada makhluk-
makhluk-Mu yang Engkau kehendaki, meskipun mereka mendurhakai-Mu
dan berpaling dari-Mu. Tiadalah dari kemurahan itu berarti Engkau tidak
akan berbuat baik kecuali bagi orang-orang yang berbuat baik kepada-Mu
padahal Engkau Maha Murah lagi Maha Kaya. Justru dari kemurahan itu
Engkau berbuat baik kepada orang-orang yang berbuat jelek kepada-Mu
sedangkan Engkau Maha Menyayangi lagi Maha Tinggi, sebagaimana
65
telah Engkau perintahkan kami agar kami berbuat baik kepada siapa saja
yang berbuat jelek kepada kami, maka untuk hal begitu Engkau jelas lebih
pantas daripada kami.”
31. “Wahai Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri. Jika tidak
Engkau ampuni dan rahmat kami, niscaya kami menjadi golongan orang-
orang yang rugi.”3x (Q.S. Al-A‟raf 7: 23)
33. “Wahai Yang Maha Menolong orang yang (walaupun) telah bermaksiat
kepada-Nya.” 3x
34. “Tolonglah Kami!3x Wahai Tuhan, Wahai Yang Maha Derma, rahmatilah
kami. Wahai Yang Maha Baik, wahai Yang Maha Menyayangi, whai Dzat
yang Kursi-Nya benar-benar luas meliputi langit dan bumi dan Dia tidak
berat memelihara keduanya dan Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha
Besar.”
37. “Dialah Yang Maha Hidup Kekal, tiada Tuhan selain Dia, maka
sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya. Segala puji bagi
Allah Tuhan semesta alam.” (Q.S. Al-Mu‟min 40: 65)
40. Wahai Allah, ridhailah para tuan junjungan kami Al-Khulafa‟ir Rasyidin,
Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar, Utsman dan Ali dan ridhailah pula, wahai
Allah, tuan junjungan kami Al-Hasan dan Al-Husain dan ibunda keduanya
Fathimah Az-Zahra‟ radhiyallah „anhum, para sahabat Nabi semuanya,
istri-istri Nabi-Mu yang suci-suci yang menjadi ibu para mu‟minin dan
para pengikut beliau-beliau serta orang-orang yang mengikutinya dengan
berbuat baik sampai hari kiamat. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan
pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Maha Suci
Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan.
Dan salam kesejahteraan dilimpahkan untuk para Rasul dan segala puji
bagi Allah Tuhan seru sekalian alam.”20
Istilah hizb sudah dikenal semenjak masa Rasulullah SAW. Pada proses
berikutnya, hizb menjadi bagian dari tradisi sufi. Ordo sufi yang paling terkenal
dengan hizbnya adalah Tarekat Syâdziliyah. Tarekat ini terkenal dengan hizb al-
20
Miftahussurur dan Muhdhor, Imam Ali Abil Hasan Asy-Syadzili, h. 109-133.
68
asyfâ‟, hizb al-kâfî, hizb al-bahr, hizb al-bâladiyah, hizb al-nashr, hizb al-barr.21
Selain itu ada hizb al-saifi yang terkenal dalam Tarekat Qadiriyah dan Ahmadiyah
Idrisiyah. Hizb-hizb ini ada yang berasal dari ilham, talqin dari Rasulullah SAW,
yang menanam padi di sawah. Agar tanaman padinya bisa tumbuh subur dan
menghasilkan panen yang melimpah tentu harus dipupuk dengan cukup dan
seorang murid yang telah menanamkan benih dzikir dalam dirinya melalui tarekat
dan agar benih dzikir dalam dirinya itu dapat tumbuh subur dan menghasilkan
perlu adanya amalan yang fungsinya untuk menyuburkan tanaman dzikir tersebut
Hizb inilah ciri utama Tarekat Syâdziliyah yang dapat dirasakan hingga
saat ini. Di katakan bahwa doa-doa tersebut sangat makbul dan Syaikh Abû Hasan
al-Syâdzilî mengakui bahwa dirinya menerima langsung dari lisan Nabi dalam
dianjurkan untuk membaca hizb-hizb yang diijazahkan sang guru. Hizb-hizb itu
perlu dibaca, dimaksudkan agar bisa menjadi bekal, tameng, benteng dan senjata
21
Muhammad Zaini, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran: Studi pada
Pondok Peta di Tulungagung,” h. 168. Tentu saja masih banyak hizb-hizb Abû Hasan al-Syâdzilî.
Lihat Abi ́Abdillah Muhammad ibn Sulaiman al-Jazulî, Dalâil al-Khairât má a al-Ahzâb,
(Surabaya: Nabhan, t.th).
22
Abd. Halîm Mahmûd, “Abul-Hasan Al-Syadzily, Kehidupan, doa dan hizibnya.”
23
Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara”, h. 38.
69
untuk berperang melawan hawa nafsu dan iblis yang akan selalu merintagi dan
spiritual yang mengalir darinya pada jiwa orang yang bersangkutan. Muslim yang
mengambil disiplin mistik maupun yang tidak, dapat menemukan level mereka
pendidikan, tampaknya kumpulan doa ini telah dipakai oleh anggota Tarekat
Syâdziliyah masa awal maupun berikutnya sebagai tema bagi meditasi akan
sifat-sifat Tuhan. Dalam sebuah literatur tasawuf, dapat dijumpai bahwa doa itu
dibaca tiga kali dalam sehari, pada pagi hari, sore hari dan malam hari, yang
secara tidak langsung menunjukkan fungsinya sebagai salah satu metode Tarekat
termasyhur, bahkan Syaikh Abû Hasan al-Syâdzilî sendiri telah berwasiat kepada
para pengikutnya dalam hal hizb al-bahr ini, bahwa semua murid yang mengikuti
terdapat nama-nama Allah yang besar sekali berkahnya. Dengan membaca al-
asmâ‟ al-husnâ berarti seseorang berzikir dan mengingat Allah dengan 99 nama
yang setiap nama memiliki pengaruh spiritual yang besar. Pengaruh spiritual itu
24
Abd. Halîm Mahmûd, Abû Hasan al-Syâdzilî; al-Shûfi al-Mujâhid al-Arif bi Allâh.
Penerjemah Abubakar basymeleh (Mesir: Dar-al Turats Al‟Arabi, tt), h. 82.
25
Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” h. 38-39.
70
akan di dapatkan oleh siapapun yang mengamalkan dengan syarat meminta ijazah
mendapat perlindungan dari segala bala. Bahkan, bila ada orang yang bermaksud
jahat mau menyatroni rumahnya, ia akan melihat lautan air yang sangat luas. Si
menyelamatkan diri dari daya telan samudera. Bila di waktu malam, ia akan terus
melakukan gerak renang sampai pagi tiba dan pemilik rumah menegurnya. Orang-
orang yang tidak percaya dengan hal-hal supranatural, mungkin tidak akan
Ada background kisah yang amat menarik tentang asal muasal hizb al-
bahr Syaikh Abû Hasan al-Syâdzilî. Kisah itu ditulis oleh Haji Khalifah,
Syaikh Abû Hasan al-Syâdzilî di Laut Merah (Laut Qulzum). Di laut yang
membelah Asia dan Afrika itu Syaikh al-Syâdzilî pernah berlayar menumpang
perahu. Di tengah laut tidak ada angin bertiup, sehingga perahu tidak bisa berlayar
selama beberapa hari, dan beberapa saat kemudian Syaikh al-Syâdzilî melihat
angin bertiup dan kapal kembali berlayar. Doa-doa itu kemudian diabadikan oleh
hizb al-bahr. Disebut hizb al-bahr karena doa-doa ini tersebut mempunyai ikatan
26
Heri MS Faridy, Ensiklopedi Tasawuf , h. 1153.
71
historis yang sangat erat dengan laut. Al-Syâdzilî membacanya dalam rangka
antaranya, menurut Haji Khalifah, al-Syâdzilî pernah berkata: bila hizb al-bahr
dibaca di sebuah tempat, maka termpat itu akan terhindar dari malapetaka. Haji
Khalifah juga mengutip komentar ulama-ulama lain tentang hizb al-bahr ini. Ada
yang mengatakan, bahwa orang yang istiqamah membaca hizb al-bahr, ia tidak
mati terbakar atau tenggelam. Bila hizb al-bahr ditulis di pintu gerbang atau
tembok rumah, maka akan terjaga dari maksud jelek orang dan seterusnya.
tentang keampuhan hizb al-bahr yang ditulis Haji Khalifah dalam Kasyf al-
Zhunun „an Asami al-Kutub wa al-Funun jilid 1. Selain itu, Haji Khalifah juga
menyatakan bahwa hizb al-bahr telah disyarahi oleh banyak ulama, di antaranya
Syaikh Abu Sulayman al-Syadzili, Syaikh Zarruq, dan Ibnu Sulthan al-Harawi.27
situasi dan kondisi ruhaniah murid sendiri dan kebijaksanaan mursyid. Hizb-hizb
tersebut tidak boleh diamalkan oleh semua orang, kecuali telah mendapat izin atau
ijazah dari mursyid atau seseorang murid yang ditunjuk mursyid untuk
27
Abd. Halîm Mahmûd, “Abul-Hasan Al-Syadzily, Kehidupan, doa dan hizibnya.”
72
mengagungkan Asma Allah SWT dan shalawat Nabi, hizb juga mengandung doa
seseorang berzikir dan mengingat Allah dengan 99 nama yang setiap nama
dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan dengan niat yang benar maka akan
berpengaruh spiritual yang besar terhadap hati dan jiwa serta ruhaniyah murid-
murid. Pengaruh spiritual itu akan didapatkan oleh siapapun yang mengamalkan
dengan syarat meminta ijazah dari guru yang berwenang. Dari spiritual guru itulah
akan disalurkan pancaran sinar berkah kepada diri murid. Seorang yang
mengamalkan suatu hizb tanpa proses ijazah dari seorang guru, maka ia tidak akan
Menurut Tarekat Syâdziliyah, daya spiritual hizb itu bukan datang dari jin,
tetapi murni dari Allah. Apabila terjadi kasus seseorang yang mengamalkan hizb
ini, ternyata jin yang turut campur, maka yang perlu diluruskan adalah niat
seseorang mengamalkan hizb tersebut. Amal sebaik apapun jika niat dalam
hatinya jahat maka niat jahatnya itulah yang akan menjadi kenyataan dan hasilnya
hanya akan berhenti pada niatnya itu, yang biasanya tidak ikhlas karena Allah.
Oleh karena itulah, jika seseorang akan memasuki suatu tarekat, yang paling
28
Muhammad Zaini, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran: Studi pada
Pondok Peta di Tulungagung,” h. 168.
29
Muhammad Zaini, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran: Studi pada
Pondok Peta di Tulungagun,” h. 167.
73
penting adalah menata dan meluruskan niat dalam hatinya semata-mata hanya
karena Allah.30 Seorang guru adalah orang yang berhak memberikan rekomendasi
kepada seorang murid untuk mengamalkan suatu amalan, sehingga amalan yang
Tujuan hizb adalah untuk diamalkan agar diri seseorang menjadi dekat
dengan Allah. Dalam arti, Allah akan meredai orang yang mengamal hizb
tersebut. Bahwasanya hizb ini tidak boleh dibaca, melainkan setelah mendapat
izin dari orang yang mempunyai keizinan untuk mengijazahkannya kepada orang
lain. Hizb ini tidak boleh di baca dengan tujuan untuk memudharatkan dan
menzalimi. Hendaklah hizb ini dibaca dengan niat untuk membentengi diri,
Dikatakan Abû Hasan al-Syâdzilî: “Barangsiapa yang membaca hizb ini, maka dia
akan memperoleh segala apa yang telah kami peroleh dan terhindar dari bahaya
yang Allah hindarkan dari kami”.31 Ini karena hizb adalah kategori doa atau zikir
30
Heri MS Faridy, Ensiklopedi Tasawuf , h. 1153.
31
Miftahussurur dan Muhdhor, Imam Ali Abil Hasan Asy-Syadzili, h. 118.
74
75
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
H/1258 M) sebagai pendirinya. Abû Hasan al-Syâdzilî, seorang tokoh sufi yang
berasal dari Maghribi dan kemudian hijrah ke Mesir, yang sangat menekankan
melalui Sayidina Hasan bin Alî bin Abî Thâlib. Tarekat Syâdziliyah adalah salah
Mesir dan Timur Dekat di bawah kekuasaan dinasti Mamluk. Dalam hal ini yang
meskipun terekat ini berkembang pesat di daerah Timur (Mesir), namun awal
dapat dilepaskan dari faktor atau konteks sejarahnya. Kondisi Afrika Utara yang
diliputi krisis ekonomi dan politik membuat masyarakat tertarik untuk bergabung
dengan organisasi semacam tarekat ini. Faktor lain adalah karena terekat ini
memegang kuat ortodoksi Sunni dan cukup moderat, sehingga bisa terus tumbuh
75
76
di lingkungan penguaha Sunni dan menarik minat banyak orang karena ajarannya
yang moderat.
Hizb adalah kategori doa atau zikir yang bertujuan memperkuat tauhid
untuk membaca hizb-hizb yang diijazahkan sang guru, untuk diamalkan agar diri
seseorang menjadi dekat dengan Allah. Hizb-hizb itu perlu dibaca, dimaksudkan
agar bisa menjadi bekal, tameng, benteng dan senjata untuk berperang melawan
hawa nafsu dan iblis yang akan selalu merintagi dan mengganggu perjalanan si
Syâdziliyah, hizb al-bahr lah yang termasyhur. Seorang yang mengamalkan hizb
al-bahr dengan terus-menerus, akan mendapat perlindungan dari segala bala. al-
Syâdzilî berkata: bila hizb al-bahr dibaca di sebuah tempat, maka tempat itu akan
tujuannya melainkan hanya bertemu Allah, tidak ada tujuan yang lain misalnya
mengamalkan hizb supaya orang yang mengamalkan menjadi kebal dan lain
dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan dengan niat yang benar maka akan
berpengaruh spiritual yang besar terhadap hati dan jiwa serta ruhaniyah murid-
77
murid. Pengaruh spiritual itu akan didapatkan oleh siapapun yang mengamalkan
dengan syarat meminta ijazah dari guru yang berwenang. Dari spiritual guru itulah
akan disalurkan pancaran sinar berkah kepada diri murid. Seorang yang
mengamalkan suatu hizb tanpa proses ijazah dari seorang guru, maka ia tidak akan
B. Saran-Saran
tidak meninggalkan dunia, bahkan tarekat bisa menyatu dalam kehidupan sehari-
memudharatkan dan menzalimi. Karena hizb di baca untuk diamalkan agar diri
seseorang menjadi dekat dengan Allah. Banyak manfaat dan pengaruh dibalik
mendapat ijazah yang jelas (ijâzah sharîh) dari mursyid. Seseorang yang
keikhlasan dan dengan niat yang benar maka akan berpengaruh spiritual yang
besar terhadap hati dan jiwa serta ruhaniyah bagi yang mengamalkannya.
78
DAFTAR PUSTAKA
Aceh, Abu Bakar. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf. Jakarta: Ramadhani,
1984.
Ambari, Hasan Muarif. et.al. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1996.
Anwar, Miftahussurur dan Assegaf, Muhdhor Ahmad. Imam Ali Abil Hasan Asy-
Syadzili: Kepribadian dan Pemikiran. Jawa Tengah: Al-Anwar, 2002.
Heri MS Faridy. dkk. ed. Ensiklopedi Tasawuf. Jilid III. Bandung: Angkasa, 2008.
Jazulî, Abi „Abdillah Muhammad ibn Sulaiman. Dalâil al-Khairât ma’a al-Ahzâb.
Surabaya: Nabhan, t.t.
79
Jumantoro, Totok dan Amin, Samsul Munir. Kamus Ilmu Tasawuf. T.tp.:
AMZAH, 2005.
Mulyati, Sri dan Sajaroh, Wiwi Siti. Laporan Penelitian Kolektif: Tasawuf Pasca
Ibn Arabi. Jakarta: Fakultas Ushuluddin UIN, 2006.
Nasuhi, Hamid. dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan
Disertasi). Jakrata: CeQDA (Center for Quality Develoment and
Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
Radjasa, Mu‟tasim dan Mulkha, Abdul Munir. Bisnis Kaum Sufi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1998.
Taftazani, Abu al-Wafa. Penerjemah Ahmad Rofi‟ „Utsmani. Sufi dari Zaman ke
Zaman. Bandung: Pustaka, 1997.
Zahri, Mustafa. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: Bina Ilmu, 1996.
80
UmarJogja, Ki. “Definisi Ilmu Hizib.” Artikel diakses pada 30 Juni 2011 dari
http://rasasejati.wordpress.com/kajian-ilmu-ghoib/hizib-ratib
LAMPIRAN