Anda di halaman 1dari 146

MODEL KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DI MADRASAH TSANAWIYAH DARUL-HIKMAH


PAMULANG

TESIS

Tesis Ini Diajukan Sebagai Persyaratan Kelulusan Pada Program


Magister Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan
Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dosen Pembimbing :
Muhammad Zuhdi, Ph.D

Disusun Oleh:
FAJAR MAULIDI
(21190110000012)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1443 H/2022
PEDOMAN TRANSLITERASI
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
1. Huruf Tunggal
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

‫ا‬ Tidak dilambangkan

‫ب‬ B Be

‫ت‬ T Te

‫ث‬ Ts te dan es

‫ج‬ J Je

‫ح‬ H h dengan garis bawah

‫خ‬ Kh ka dan ha

‫د‬ D De

‫ذ‬ Dz de dan zet

‫ر‬ R Er

‫ز‬ Z Zet

‫س‬ S Es

‫ش‬ Sy es dan ye
‫ص‬ S es dengan garis bawah

‫ض‬ D de dengan garis bawah

‫ط‬ T te dengan garis bawah

‫ظ‬ Z zet dengan garis bawah

‫ع‬ ‘ koma terbalik diatas hadap


kanan

‫غ‬ Gh Ge dan ha

‫ف‬ F Ef

‫ق‬ Q Ki

‫ك‬ K Ka

‫ل‬ L El

‫م‬ M Em

‫ن‬ N En

‫و‬ W We

‫هـ‬ H Ha

‫ء‬ ` Apostrof
‫ي‬ Y Ye

2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab sama seperti vokal bahasa
Indonesia yang terdiri dari:
- Vokal tunggal yang ketentuan alih aksaranya adalah:
Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan
Arab Latin

َ‫ـ ـ ـ‬
A Fathah

‫ـ ـِ ـ‬ I Kasrah

‫ـ ـُ ـ‬ U Dammah

- Vokal rangkap yang ketentuan alih aksaranya adalah:


Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan
Arab Latin

‫ـ ـَ ـ ي‬ Ai a dan i

‫ـ ـَ ـ و‬ Au a dan u

3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad) dalam bahas Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan
Arab Latin
‫ــَا‬ Â a dengan topi diatas

‫ــِي‬ Î i dengan topi diatas

‫ـ ـُو‬ Û u dengan topi diatas

4. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem aksara Arab dilambangkan
dengan huruf, yaitu dialih aksarakan menjadi /l/, baik diikuti huruf
syamsiyah maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl,
al-tarbiyah bukan at-tarbiyah.
5. Syiddah (Tasydid)
Syiddah atau tasydid dalam sistem tulisan Arab

dilambangkan dengan sebuah tan )‫(ـ ـ ـّـ‬dimana dalam alih aksara ini
dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf
yang diberi tanda syiddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika
huruf yang menerima tanda syiddah itu terletak setelah kata sandang

yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya kata )‫(الضرورة‬


tidak ditulis dengan ad-darûrah melainkan dengan al-darûrah dan
demikian seterusnya.
6. Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah
terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut
dialihaksarakan menjadi /h/ (lihat contoh nomer 1 dibawah). Hal
yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata
sifat (na’t) (lihat contoh nomer 2 dibawah). Namun jika huruf ta
marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara

1 ‫طريقة‬ Tarîqah

2 ‫اجلامعة اإلسالمية‬ al-jâmi’ah al-islâmiyyah

3 ‫وحدة الوجود‬ Wahdat al-wujûd

7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak
dikenal, namun dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga
digunakan dengan mengikuti ketentuan yang berlaku pada Ejaan
Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan permulaan
kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama seseorang dan
lain sebagainya. Jika nama seseorang didahului dengan kata
sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal
nama seseorang tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya.
Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî dan
al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat
diterapkan dalam alih aksara lain, misalnya ketentuan mengenai
huruf cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI,
judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya
dalam alih aksaranya dan demikian seterusnya.
Berkaitan dengan nama, untuk nama-nama tokoh yang
berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak
dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab,
misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani tidak ditulis ‘Abd al-
Samad al-Palimbânî, Nuruddin al-Raniri tidak ditulis Nûr al-Dîn al-
Rânîrî.
8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’il), kata benda (ism) maupun
huruf (harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh
alih aksara atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab dengan
berpedoman pada ketentuan-ketentuan diatas:
Kata Arab Alih Aksara

ُ‫ب اْلُستَاذ‬
َ ‫ذَ َه‬
dzahaba al-ustâdzu

‫ت اْلَج ُر‬
َ َ‫ثَـب‬
tsabata al-ajru

ُ‫اْلََرَكةُ ال َعص ِريَّة‬ al-harakah al-‘asriyyah

ُ‫أَش َه ُد أَن ََل إِٰلهَ إََِّل للا‬


asyhadu an lâ ilâha illâ Allah

‫الصالِح‬
َّ ‫ك‬ِ ِ‫موََل ََن مل‬
َ َ
Maulana Malik al-Sâlih

‫يُـ َؤثُِّرُك ُم للا‬ yu’atstsirukum Allah

ُ‫اه ِر ال َعقلِيَّة‬
ِ َ‫المظ‬
َ
al-mazâhir al-‘aqliyyah

Penulisan nama seseorang harus sesuai dengan tulisan nama


diri mereka. Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang
Arab tidak perlu dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Majid bukan
menjadi Nûr Khâlis Mâjid, Mohamad Roem bukan ditulis
Muhammad Rûm, Fazlur Rahman bukan ditulis Fadl al-Rahmân.
ABSTRAK

Fajar Maulidi, NIM : 21190110000012,Model Kurikulum Pendidikan Agama


Islam di Madrasah Tsanawiyah Darul Hikmah Pamulang.

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan


kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian.

Penelitan ini bertujuan untuk teori model kurikulum Pendidikan Agama


Islam di Sekolah Yayasan Darul Hikmah dalam menghadapi perkembangan
masa depan dan keadaan masyarakat yang semakin dinamis.Tujuan secara
konsep sebagai referensi bagi bidang kurikulum PAI dan yang juga bisa menjadi
rujukan atau alternatif bagi sekolah formal lain mengenai model kurikulum
Pendidikan Agama Islam dalam menghadapi perkembangan masa depan dan
keadaan masyarakat yang semakin dinamis.Pendekatan yang di gunakan dalam
penilitan ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Teknik analisis data yang di gunakan adalah secara deskriptif yang kemudian
hasilnya diambil dan dijadikan sebuah kesimpulan akhir dari tujuan penelitan.
Deskripsi data dilakukan dengan 2 tahap, yaitu: seleksi data

dan klasifikasi data.Hasil penilitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa


kurikulum Pendidikan Agama Islam di Mts. Daarul-Hikmah merupakan suatu
gagasan alternatif pada sekolah formal umumnya, yang dimana pada saat
kegiatan belajar mengajarnya, pendidik menambahkan pengajaran yang
menanamkan nilai-nilai (aswaja). Yang dimana tujuan tersebut agar peserta
didik memahami realitas secara utuh dengan pengalamannya yang bersandar
kepada ajaran agama Islam.
Kata Kunci:Model Kurikulum, Pendidikan Agama Islam, Madrasah
Tsanawiyah Darul Hikmah Pamulang

i
ABSTRACT

Fajar Maulidi, NIM : 21190110000012, Islamic Religious Education Curriculum


Model at Madrasah Tsanawiyah Darul Hikmah Pamulang.

Education is the learning of knowledge, skills, and habits of a group of people


that are passed down from one generation to the next through teaching, or
research.
This research aims to theoretically model the Islamic Religious Education
curriculum at the Darul Hikmah Foundation School in facing future
developments and dynamic community conditions.
The objective is conceptually as a reference for the field of Islamic Education
curriculum and which can also be a reference or alternative for other formal
schools regarding the Islamic Religious Education curriculum model in facing
future developments and dynamic community conditions.The approach used in
this research is descriptive research with a qualitative approach. The data
analysis technique used is descriptive, then the results are taken and used as
the final conclusion of the research objectives. The description of the data is
carried out in 2 stages, namely: data selection and data classification.The
results of the research that have been carried out show that the Islamic
Religious Education curriculum at Mts. Daarul Ideas-Wisdom is an alternative
alternative in formal schools in general, where during teaching and learning
activities, educators add teaching that instills values (aswaja). Which is where
the goal is for students to understand reality in its entirety with their
experiences that rely on the teaching
Islam.Keywords: Curriculum Model, Islamic Religious Education, Madrasah
Tsanawiyah Darul Hikmah Pamulang

ii
‫الملخص‬

‫يذسسة فٍ اإلساليُة انذَُُة انتشبُة يُهج ًَىرج ‪Fajar Maulidi، NIM: 21190110000012 ،‬‬
‫‪Tsanawiyah Darul Hikmah Pamulang.‬‬

‫انتعهُى هى تعهى انًعشفة وانًهاسات وانعادات نًجًىعة يٍ انُاس انتٍ تُتقم يٍ جُم إنً جُم يٍ‬
‫‪.‬خالل انتذسَس أو انبحث‬

‫َهذف هزا انبحث إنً وضع ًَىرج َظشٌ نًُهج انتشبُة انذَُُة اإلساليُة فٍ يذسسة يؤسسة داس‬
‫‪.‬انحكًة نًىاجهة انتطىسات انًستقبهُة وظشوف انًجتًع انذَُايُكُة‬

‫يشجعًا أَضًا تكىٌ أٌ ًَكٍ وانتٍ اإلساليُة انتشبُة يُاهج نًجال كًشجع هى انًفاهًُُة انُاحُة يٍ انهذف‬
‫ً‬
‫بذَال أو‬ ‫يىاجهة فٍ اإلساليُة انذَُُة انتشبُة يُاهج بًُىرج َتعهق فًُا األخشي انشسًُة نهًذاسس‬
‫‪.‬انذَُايُكُة انًجتًع وظشوف انًستقبهُة انتطىسات‬

‫انًستخذية انبُاَات تحهُم تقُُة ‪َ.‬ىعٍ يُهج يع انىصفٍ انبحث هى انبحث هزا فٍ انًستخذو انًُهج‬
‫‪ ،‬يشحهتٍُ عهً انبُاَات وصف َتى ‪.‬انبحث ألهذاف َهائُة كخاتًة وتستخذو انُتائج تؤخز ثى ‪ ،‬وصفُة‬
‫انبُاَات اختُاس ‪:‬وهًا‬

‫‪.‬انبُاَات وتصُُف‬

‫انحكًة ‪ -‬نألفكاس داسول ‪ Mts.‬فٍ اإلساليُة انذَُُة انتشبُة يُهج أٌ إجشاؤِ تى انزٌ انبحث َتائج تظهش‬
‫‪ ،‬وانتعهى انتذسَس أَشطة أثُاء ‪ ،‬انًعهًىٌ َضُف حُث ‪ ،‬عاو بشكم انشسًُة انًذاسس فٍ بذَم بذَم هى‬
‫خالل يٍ بانكايم انىاقع انطالب َفهى أٌ هى انهذف َكىٌ حُث ‪).‬األسىاج( انقُى َغشس انزٌ انتذسَس‬
‫‪.‬اإلسالو تعانُى عهً تعتًذ انتٍ تجاسبهى‬

‫بايىالَج انحكًة داس تسُاوَة يذسسة ‪ ،‬اإلساليُة انذَُُة انتشبُة ‪ ،‬انًُهج ًَىرج ‪:‬انًفتاحُة انكهًات‬

‫‪iii‬‬
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Waa Syukrulillah, segala puji dan syukur penulis


panjatkan kehadirat Allah Azza Wa Jalla, yang telah melimpahkan Rahmat,
Hidayah, dan Inayah serta atas segala nikmat dan karunia kepada hamba-Nya.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada al-Ma’shum Wa
Khataman Nabiyyin baginda Nabi Muhammad SAW, beserta para keluarganya,
para sahabatnya, tabi’in, tabiat wa tabi’in, dan seluruh kaum muslimin dan
muslimat sampai kepada umatnya sampai saat ini. Semoga umat islam semua
mendapatkan ridho ilahi dan syafa’at Nabi Muhammad SAW di akhirat kelak.
Aamiin Ya Rabb.
Penyelesaian tesis ini merupakan sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi pada Program Magister Pendidikan Agama Islam (MPAI),
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah (UIN) Jakarta. Penulis menyadari bahwa tesis yang berjudul
“Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Pesantren Terhadap Pembentukan
Karakter Disiplin Santri Di Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Tangerang”, ini
masih terdapat kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, segala saran, masukan
dan kritik yang sifatnya konstruktif sangat penulis harapkan.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih
sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan
berupa arahan, bimbingan dan lainnya selama proses penyelesaian tesis ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya tersebut penulis
sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A, selaku Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta para staff dan
jajarannya
2. Dr. Sururin, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta para staff dan jajarannya.
3. . Dr. H. Abdul Ghofur, M.A., Ketua Program Magister Pendidikan Agama
Islam beserta para staff dan jajarannya.
4. Dr. Erba Rozalina Y., M.Ag., selaku Sekretaris Program Magister
Pendidikan Agama Islam, yang telah membantu dan memberikan layanan
akademik dengan sangat baik dalam penyelesaian tesis ini.

iv
5. Dr. Muhammad Zuhdi, Ph,D. selaku Pembimbing tesis yang telah
memberikan bimbingan, arahan, wawasan dan nasihat dengan penuh
kesabaran, ketekunan serta keikhlasan
6. Ayahanda tercinta (Sulaiman), yang telah memberikan arahan, motivasi,
semangat, dukungan dan do’a yang tak terhingga, sehingga penulis bisa
mendapatkan gelar Magister (S2) dengan baik dan lancar.
7. Ibunda Tercinta (Rahmati), yang selalu menjadi panutan penulis untuk selalu
bersemangat dalam mengejar cita-cita, melanjutkan studi dan menuntut ilmu
pendidikan dan agama
8. Seluruh Dosen Program Magister FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan ilmunya dengan ikhlas dan sabar, baik secara tersirat
maupun tersurat kepada penulis.
9. Dra.Hj Sri Uswati, selaku Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah Darul
Hikmah Pamulang, yang telah bersedia memberikan izin untuk melakukan
penelitia dalam memberikan informasi terkait penelitian
10. Muhammad Farhan S,pd. yang telah mendukung penulis untuk
mengumpulkan data-data penelitian yang terkait.
11. Saepuddin, S,H, yang Telah membantu dalam wawancara tentang Sekolah
Darul Hikmah
12. Seluruh kawan-kawan seperjuangan prodi MPAI angkatan 2019, atas
kekompakan dan kebersamaan selama menimba ilmu di Program Magister
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
Jakarta, 29 Juli 2022
Penulis

Fajar Maulidi
NIM. 21190110000012

v
DAFTAR ISI

SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ............................................................................... I

ABSTRACT.............................................................................. II

‫ الملخص‬........................................... ................................... III

KATA PENGANTAR ................................................................. IV

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................ 1

A. Latar Belakang ........................................................... 1


B. Identifikasi Masalah ................................................... 8
C. Batasan Masalah ........................................................ 8
D. Rumusan Masalah ...................................................... 9
E. Tujuan Penelitian ....................................................... 9
F. Manfaat Penilitian ...................................................... 9
BAB II KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH DARUL HIKMAH
......................................... 11

Pendidikan Agama Islam .. ........................................ 11

1. Pendidikan ................... ........................................ 11


2. Agama ......................... ........................................ 13
3. Pendidikan Agama Islam...................................... 16
4. Dasar Pendidikan Agama Islam ........................... 19
5. Tujuan Pendidikan Agama Islam ......................... 28
Kurikulum Pendidikan Agama Islam.......................... 31
1. Kurikulum ................ ........................................ 31
2. Model Kurikulum..... ........................................ 33

vi
3. Fungsi Kurikulum..... ........................................ 38
4. Tujuan Kurikulum .... ........................................ 40

Model Pengembangan Di Madrasah ........................... 43


1. Madrasah dan Semangat Desentralisasi Pendidikan
...................................... .....................................43
2. Perlunya Madrasah Merespons Tantangan Pendidikan Nasional
...................................... ........................................ 45
3. Menyoroti Keberadaan Kurikulum Madrasah ....... 47
4. Gambaran Umum Pengembangan kurikulum Madrasah (Sebuah
Model Alternatif).......... .....................................49
Perkembangan Madrasah Di Indonesia ....................... 51
1. Tumbuhnya Madrasah Pada Masa Penjajahan ...... 54
2. Madrasah Pada Masa Awal Kemerdekaan ............ 59
Penelitian Yang Releven .... ........................................ 62
Kerangka Berfikir ............... ........................................ 65

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .... 67

A. Metodologi Penelitian .......... ........................................ 67


1. Perencanaan ............... ........................................ 68
2. Pengumpulan Data ..... ... ..................................... 68
3. Pengumpulan Data Dasar ................................... 69
4. Pengumpulan Data Penutup ................................ 69
5. Melengkapi ................ ........................................ 69
B. Waktu dan Tempat Penelitian ....................................... 69
C. Instrument Penelitian ........... ........................................ 70
D. Sumber Data......................... ........................................ 70
E. Teknik Pengumpulan Data ... ........................................ 71
1. Observasi ...................... ........................................ 71

vii
2. Wawancara .................. ........................................ 72
3. Dokumentasi ................ ........................................ 72

F. Teknik Analisis Data ........... ........................................ 72


1. Reduksi Data ................ ........................................ 73
2. Penyajian Data ............. ........................................ 73
3. Kesimpulan .................. ........................................ 73
G. Triangulasi Data .................. ........................................ 73
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................ 76

A. Biografi Sekolah Mts Darul-Hikmah Pamulang ......... 76


B. Visi dan Misi Mts Darul-Hikmah Pamulang .............. 84
C. Deskripsi Data ................... … .................................... 87
D. Model dan Desain Kurikulum PAI Mts Darul-Hikmah Pamulang
........................................... ......................................94
BAB V PENUTUP............................... ..................................... 101

A. Kesimpulan..................... ........................................ 101


B. Saran ............................... ........................................ 102
DAFTAR PUSTAKA ............................ ..................................... 103

viii
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan,
dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan,
atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan
orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. Undang-
Undang (UU) No 20 Tahun 2003 pasal:2 Republik Indonesia pada
pasal:3 berbicara tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional,
yang di mana pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. (Tilaar, 2015:116)

Dalam hal ini konsepsi pendidikan nasional merupakan proses


yang berkelanjutan dan tidak pernah berakhir, sehingga dapat
menghasilkan kualitas pendidikan yang berkesinambungan dalam
hidup dan dapat mewujudkan sosok manusia masa depan yang
berkarakter pada nilai-nilai budaya dan bangsa. Nasution
(2009:148) menyatakan bahwa setiap sekolah fungsi dan
tujuannya adalah mendidik anak supaya mampu menjadi anggota
masyarakat yang berguna, namun pendidikan di sekolah lebih

1
sering tidak relevan dengan kehidupan masyarakat. kurikulum
pada umumnya lebih cenderung berfokus pada bidang studi yang
dapat berfikir logis dan sistematis dan hal tersebut tidak nyata
hubungannya dengan kehidupan sehari-hari anak didik, apa yang
dipelajarinya hanya mengutamakan kepentingan sekolah semata
bukan secara totalitas membantu peserta didik agar hidup lebih
baik dan efektif dalam masyarakat. (I wayan Cong Sujana: 2019-32)

Padahal hakikatnya pendidikan itu merupakan suatu proses


pembelajaran sebagai upaya untuk mengembangkan aktivitas dan
kreativitas peserta didik dengan interaksi yang menghasilkan
pengalaman belajar. Manusia tercipta sebagai subyek yang sadar
atas budaya itu sendiri, karena manusia dapat menciptakan dan
merekontruksi apa yang di hadapannya atau dialaminya objyek.
Begitupun Pendidikan Agama Islam (PAI) sendiri memiliki arti dan
tujuan yang sama, karena menurut Ahmad Tafsir (1992:32),
Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh
seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal
sesuai dengan ajaran Islam. Bila disingkat, Pendidikan Agama Islam
(PAI) adalah bimbingan terhadap seseorang agar menjadi muslim
semaksimal mungkin. Hal ini sejalan dengan misi agama Islam itu
sendiri, yaitu memberikan rahmat bagi seluruh makhluk di alam
semesta ini.

Pendidikan Agama Islam (PAI) mengidentifikasi sasarannya


pada dua pengembangan fungsi manusia, yaitu:

1. Menyadarkan manusia sebagai makhluk individu atau


masyarakat, yaitu manusia yang hidup di tengah
makhluk-makhluk lain, manusia harus bisa memerankan

2
fungsi dan tanggung jawabnya, manusia akan mampu
berperan sebagai makhluk Allah SWT yang paling
utama diantara makhluk-makhluk lainnya dan
memfungsikan dirinya sebagai khalifah dimuka bumi.
2. Menyadarkan manusia sebagai hamba Allah. (Shoni
Rahmataullah Amrozi, 2020:448)
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa begitu
pentingnya seorang muslim mempelajari Pendidikan Agama Islam
(PAI) di sekolah agar para peserta didik bebas berekspresi dengan
kecerdasan dan ketrampilan yang telah dimilikinya supaya mereka
terlibat pada realitas kehidupan yang ada di lingkungan
sekelilingnya. Tokoh Pendidikan asal Brazil Paulo Freire
mengatakan, pada pendidikan mempunyai potensi membebaskan,
mencerdaskan dan pendidikan yang membebaskan menuju
pengetahuan dan pemikiran kritis. (Masykur H Mansyur, 2014:68)

Dalam proses pembelajaran, tenaga pendidik haruslah


memandang dunia ini secara dinamis, karena Pendidikan
sesungguhnya merupakan proses berkembangnya peserta didik
dalam beradaptasi di sekelilingnya. Inilah yang dinamakan Freire
dengan konsep Pendidikan hadapi masalah, manusia dipanggil
menjadi makhluk yang sadar untuk mengubah kontradiksi yang ada
di sekitarnya secara terus menerus. Sistem Pendidikan hadap
masalah yang di asumsikan Freire ini, ingin mewujudkan eksistensi
manusia yang diakui sebagai makhluk berada (di) dalam dan
(Bersama) dunia yang dapat mengobyektifikasi dunia di mana dia
hidup. Dengan kemampuan dirinya mengobyektifikasi, maka
manusia mampu mengatur dan mengtransendenkan diri mengenai
diri sendiri dan terhadap dunia yang belum selesai. (Tilaar,

3
2015:112) kondisi mendasar tersebut mengakibatkan proses
Pendidikan menjadi kegiatan yang berjalan terus menerus. Dengan
ini manusia di uji untuk memecahkan sesuatu permasalahan yang
ada pada realitas kehidupannya, agar jawaban terhadap tantangan
tersebut membawa manusia pada dedikasi yang utuh, yang artinya
pengetahuan adalah hasil atas keterlibatan.

Abdurahman Assegaf (Ainul Yaqin, 2015:22) menyatakan hal


serupa, bahwasanya Pendidikan Islam juga merupakan sebuah
sistem yang telah memiliki basis nilai sebagai menghendaki tenaga
pendidik dan peserta didik bebas berargumen tanpa dibatasi oleh
kedudukan masing-masing dan hanya etikalah yang menjembatani
proses ini, yang dimana ketika pendidik mengungkapkan sesuatu
peserta didik tidaklah pantas menelannya begitu saja harus ada
proses interaksi timbal balik agar keduanya menjadi subyek yang
aktif dalam proses pembelajaran.

Konsep Pendidikan seperti pernyataan Assegaf di atas yang


diinginkan undang-undang 1945 pada Alinea ke 4 yang merupakan
tujuan utama nasional agar tercapainya kehidupan berbangsa yang
cerdas.

Menurut Sigit Vebrianto Susilo (2018:38) Mendidik adalah


menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar
mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan dan kebahagian yang setingi-tingginya dan
dapat memelihara hidup tumbuh ke arah kemajuan yakni
memajukan hidup agar mempertinggi derajat manusia. Dalam
undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal

4
4, anak mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang, bermain,
beristirahat, berkreasi dan belajar dalam suatu Pendidikan.

Secara etimologis kurikulum adalah arena pacuan. Suatu arena


pacuan disitu pasti terdapat lapangan untuk pelaksanaan pacuan,
kuda yang akan dipacu, joki yang akan mengendarai kuda dalam
mengendarai kuda itu secara jarak yang akan ditempuh oleh kuda
dalam pertandingan. Dalam hal ini tentunya akan menentukan dapat
atau tepat tidaknya tercapainya tujuan yang di inginkannya.
Kurikulum yang telah dilaksanakan selama ini yang dihadirkan oleh
pemerintah dan sering begonta-ganti. Pergantian kurikulum tersebut
tidak dimulai dengan evaluasi terhadap kurikulum yang sebelumnya
atau yang masih berlaku, yang terjadi akibat dari perubahan-
perubahan tersebut bukan hanya merupakan suatu pemborosan,
tetapi juga telah mengorbankan hak-hak peserta didik yang telah
menjadi kelinci percobaan. (Tilaar, 2015:155)
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadim
Makarim saat berkunjung ke redaksi harian Kompas, Selasa
(2/11/2021), mekatakan, kurun waktu lima tahun ini menjadi masa
untuk mengatur dan menetapkan perubahan arah Pendidikan yang
tak salah arah, bahkan nanti tidak bisa lagi di balikan ke arah lama,
dalam 10-15 tahun ke depan, perubahan sistem Pendidikan yang
mengikuti standar international, serta menyenangkan dan relevan
diyakini bakal mulai dirasakan dalam mendukung pembangunan
sumber daya manusia Indonesia yang unggul dan
berkarakter.(Tilaar, 2015:155) Seperti yang kita lihat, jika
Pendidikan mengacu pada standar internasional, hal ini berarti
negara Indonesia harus bersaing dengan negara-negara industri
maju, yang menentukan barbagai standar kehidupan, termasuk
standar dalam bidang Pendidikan.

5
Sebagai acuan antara lain di ambil contoh negara Finlandia yang
menempati ranking teratas dari Pendidikan global sedangkan asia
acuannya adalah singapura (KataData.co.id., 2022) Pengambilan
dua sampel negara tersebut untuk Menyusun standar sistem
Pendidikan nasional tidak profesional. Pertama, kedua negara
tersebut yang dianggap mempunyai mutu Pendidikan yang tinggi
adalah negara-negara kecil, singapura merupakan negara pulau dan
Finlandia suatu negara kecil eropa yang berkependudukan hanya
sekitar 5,5 juta manusia. Bagaimana mungkin kedua negara itu
dijadikan standar bagi Pendidikan nasional, yang dimana Indonesia
luasnya seperti negara amerika serikat dari pantai timur ke pantai
barat dengan 17.000 lebih pulau-pulau yang mempunyai Pendidikan
yang sangat variatif mutunya. Kalau masalah Pendidikan Indonesia
mengacu pada dua negara tersebut, itu kurang tepat. Karena dua
negara tersebut memiliki masalah dan iklim secara geografis yang
berbeda dengan Indonesia.
Hal serupa dalam sebuah workshop di perguruan tinggi ternama
di Yogyakarta, seorang Prof di bidang ekonomi mengatakan “sebuah
perguruan tinggi yang tidak mengikuti arus pasar, maka perguruan
tinggi tersebut sakit” ini sebuah pernyataan yang berlebihan dan
terkesan menundukan institusi akademik di bawah korporasi. (M.
Agus Nuryanto, 2011:81)
Karena permasalah di atas begitu kompleks, penulis
mengonsepkan sebuah alternatif dalam Pendidikan Agama Islam
(PAI) yang diterapkan pada sekolah Daarul Hikma, untuk
mengembalikan tujuan kurikulum Pendidikan yang berakhlakhul
karimah pada peserta didik. Hal ini perlu sekali di lakukan karena,
menurut aksiologi pemanusiaan selama ini selalu dipandang sebagai
suatu masalah utama manusia yang memperhatikan. (Paulo Freire,

6
2015:434). Sebagaimana yang kita ketahui Pendidikan Agama Islam
(PAI) adalah sebuah solusi terhadap hilangnya nilai-nilai
kemanusiaan dalam proses Pendidikan dewasa ini. Al-Qur’an
menunjukan berbagai cara guna mengantar manusia kepada
kesempurnaan kemanusiaannya antara lain dengan mengemukakan
kisah faktual atau simbolik.
Kita masih punya banyak kesempatan untuk memperbaiki
kesalahan pada sistem Pendidikan abad 21 ini, menyingkirkan
program-program yang tidak menguntungkan, yang anti terhadap
intlektualisme, yang disebut sekolah yang berpusat pada anak
sampai Pendidikan penyesuaian dengan kehidupan. Merlin Donald
seorang psikolog kognitif-neurosaintis yang melihat koneksi similar
anatar Bahasa dan kesadaran, serta keterkaitannya dengan kultur.
Menurut Yasraf Amir dan Audifax (2018:397) mengatakan bahwa
To understand consciousness fully, the generation of culture must be
explained. Enculturation has been neglected as a possible formative
process in its own right, but we have no alternatife other than to give
it pride of place in any evolutionary theory. Ketidaksadaran bisa
ditemukan juga sebagai bagian dari kultur, Unconscius bisa
didefinisikan sebagai bagian dari pikiran yang memunculkan
sekumpulan fenomena mental yang manifes dalam kehidupan
seseorang namun tidak disadari oleh orang tersebut.
Penelitian ini Terletak di Jl. Surya Kencana No.24, Pamulang
Bar, Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan. Sekolah Darul Hikma
dengan konsep penerapan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI)
yang di gabungkan dengan pelajaran kitab-kitab pesantren, dengan
adanya penggabungan pembelajaran seperti ini, diharapkan tertanam
kesadaran berprilaku sesuai dengan kaidah moral, etika dan akhlak
sesuai ajaran agama islam yang telah diajarkan oleh Rasulullah

7
SAW. Hal ini menarik perhatian penulis untuk meneliti lebih
mendalam dan menuangkan dalam judul tesis “MODEL
KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH
DARUL-HIKMAH”

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan
diatas, permasalahan yang dapat dikaji dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Sistematika Pendidikan Agama Islam (PAI) pada sekolah
formal yang masih belum optimal.
2. Masih adanya kasus moral, karena Pendidikan Agama
Islam (PAI) hanya sekedar formalitas bukan praktis butuh
desain dalam pengembangan kurikulum Pendidikan
Agama Islam (PAI) untuk memperbaiki masalah tersebut.

C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, akan membatasi masalah yang ingin
diteliti antara lain:
1. Penelitian ini di fokuskan pada model kurikulum
Pendidikan Agama Islam (PAI) yang ada di Mts. Darul-
Hikmah.
2. Objek dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis
desain kurikulum Pendidikan Agama Islam pada Mts.
Darul-Hikmah.

8
B.Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas, penulis merumuskan


beberapa masalah untuk diteliti, yaitu:
1. Bagaimana model kurikulum Pendidikan Agama Islam
diterapkan pada Mts. Darul-Hikmah?
2. Bagaimana desain kurikulum Pendidikan Agama Islam
pada Mts. Darul-Hikmah?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian pada masalah ini adalah bertujuan sebagai
berikut:
1. Menganalisis model kurikulum Pendidikan Agama Islam
(PAI) di Mts. Darul-Hikmah.
2. Menganalisis desain kurikulum Pendidikan Agama Islam
(PAI) di MTs Darul Hikmah.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik teoretis
maupun secara praktis.
1. Secara Teoretis
a. Diharapkan menjadi sumbangsih pemikiran alternatif bagi
pendidik, khususnya di bidang model kurikulum PAI di
Sekolah.
b. Diharapkan dapat menjadi informasi/konsep dalam
melakukan model kurikukum PAI.
c. Diharapkan menjadi pijakan referensi bagi peneliti lainnya
dalam mengkaji masalah yang berhubungan dengan model
kurikulum PAI pada sekolah formal.

9
2 .Secara Praktis
a. Dapat menjadi masukan bagi para pendidik Yayasan Darul
Hikmah Pamulang Tangerang Selatan dalam melakukan
model kurikulum PAI.
b. Bermanfaat menjadi suatu solusi bagi peneliti sendiri
(memahami lebih mendalam) dan pendidik Darul Hikmah
Pamulang Tangerang Selatan khususnya tentang model
kurikulum PAI.

10
BAB II
Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Darul-Hikmah
A. Pendidikan Agama Islam
1. Pendidikan
Untuk memahami tentang pengertian Pendidikan secara
luas, terlebih dahulu harus memahami pengertian yang
fundamental tentang Pendidikan itu sendiri. Pendidikan
memiliki arti yang cukup luas karena Pendidikan dapat di
laksanakan sepanjang hayat dan memiliki pengaruh yang luar
biasa bagi kehidupan manusia, berikut penjelasan menurut para
tokoh tetang pengertian Pendidikan.
Istilah Pendidikan bermula dari Bahasa Yunani yaitu
paedagogie yang berarti bimbingan yang di berikan anak-anak,
istilah ini kemudian di terjemahkan ke dalam Bahasa inggris
dengan education yang berarti pengembangan atau bimbingan
dan dalam Bahasa arab istilah ini sering di terjemahkan dengan
tarbiyah yang berarti Pendidikan. (Ramayulis, 2009: 111)
Dalam Undang-Undang SISDIKNAS Bab: 1 pasal: 1
disebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan
terancang untuk mewujudkan potensi belajar agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang di perlukan
oleh dirinya, masyarakat dan juga negara. (Sisdiknas dan
Peraturan Pemerintah R.I Tahun 2015)
Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia,
pangkatan membawa manusia ke taraf insani. Di dalamnya,
pembelajaran merupakan komunikasi eksitensi manusiawi
yang otentik kepada manusia untuk dimiliki, dilanjutkan dan di

11
sempurnakan, yang artinya perndidikan itu sendiri adalah
usaha membawa manusia dari kebodohan dengan membuka
tabir aktual trasendel dari sifat alami manusia. (Arbayah, 2013-
204)
Dari pengertian diatas, Pendidikan merupakan suatu
proses kegiatan belajar mengajar antara guru dan peserta didik,
yang dimana hal ini merupakan usaha sadar membimbing
manusia untuk mewujudkan suatu masyarakat yang cerdas dan
trampil serta berakhlakul kharimah.
Sebagaimana menurut Corey yang dikutip oleh syaiful
segala pembelajaran adalah suatu proses, dimana lingkungan
seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan
peserta didik turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam
kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap
situasi tertentu, pembelajaran merupakan subjek khusus dari
Pendidikan. (Syaiful Sagala 2003:61)
Menurut Ki Hadjar Dewantara Pendidikan sebagai
tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak, yang artinya
menuntun segala kekuatan kodrat pada anak-anak agar mereka
dapat mencapai keselamatan dan kebahagian yang setinggi-
tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat.
(Ki Hadjar Dewantara, 2009-3)
Menurut horne Pendidikan adalah proses yang terus
menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi
manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang
bebas serta sadar kepada tuhan seperti termanifestasikan dalam
alam sekitar yang mencangkup intelektual, emosional dan
kemanusiaan. (H.A. Yunus: 12)

12
Pada penjelasan di atas Pendidikan merupakan kegiatan
manusia untuk menuntun segala kodratnya sebagai manusia,
agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan dalam hidup.
Karena dalam Pendidikan itu sendiri, manusia diajak untuk
mengembangkan potensi kemampuan akal pikirannya dengan
ilmu pengetahuan agar dapat menjawab persoalan-persoalan
sosial yang ada di sekitarnya, serta mencari pengetahuan baru
yang kontekstual terhadap perkembangan manusia dan zaman.

2. Agama
Fachroedin Al-Khairi agama itu kata majmu, Bahasa
sangsekerta yang terdiri dari dua perkataan, yang pertama (a)
dan kedua (gama). (A) artinya dalam Bahasa sangsekerta: tidak
dan gama artinya kocar-kacir/berantakan yang sama yang
artinya dengan perkataan Griek: chaos. Jadi arti kata agama
ialah tidak berantakan. Lebih jelas kata agama itu adalah
teratur. (H. Endang Saifuddin Anshari: 1987-122)
Menurut Emmons dan Polutzian menyebutkan bahwa
agama merupakan kekuatan sosial yang penting dan memiliki
pengaruh yang kuat terhadap lingkungan sosial (Fridayanti:
2015-199)
Menurut istilah agama adalah ajaran atau sistem yang
mengatur tata keimanan peribadatan kepada Tuhan yang Maha
Esa serta tata kaidah-kaidah yang berhubungan dengan
pergaulan sesama manusia serta lingkungannya, agama sebagai
sistem symbol, keyakinan nilai, prilaku yang terlambangkan
yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan paling
maknawi (Djamaludin Ancok: 1994-74)

13
Dari pengertian diatas agama merupakan suatu peraturan
Tuhan yang tertulis dalam kitab suci, yang mana didalamnya
mempunyai pengaruh besar terhadap masyarakat, untuk
menata kehidupan sosial yang berkeyakinan serta beriman
secara teolog. Guna mencapai kebahagiaan hidup di dunia serta
akhirat.
Trammel mengatakan agama adalah cara-cara manusia
berprilaku dalam usaha menghadapi aspek kehidupan manusia
yang menakutkan dan tidak mampu untuk di manipulasi, cara-
cara itu antara lain adalah dengan mengerjakan berbagai teknik
intelektual, ritual dan moral (Amri Marzali: 2016-61)
Menurut Darajat agama adalah proses hubungan
manusia yang di rasakan terhadap sesuatu yang di yakininya,
bahwa sesuatu lebih tinggi dari pada manusia. Sedangkan
Glock dan Stark mendefinisikan agama sebagai sistem symbol,
sistem keyakinan, sistem nilai dan sistem prilaku yang
terlembaga yang ke semuanya terpusat pada personal-
persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi. (Darajat
Zakiyah: 2005-10)
Agama disebut Hadikusuma dalam Bustanuddin Agus
sebagai ajaran yang diturunkan oleh Tuhan untuk petunjuk
bagi umat dalam menjalani kehidupannya. (Bustanuddin Agus
2006-33)
Pada uraian di atas, agama merupakan suatu sistem atau
kumpulan ajaran-ajaran tuhan yang terhimpun di dalam
berbagai kitab suci selain itu agama adalah suatu ikatan yang
harus di pegang dan di patuhi atas perintahNya untuk
mewujudkan tatanan hidup yang bahagia dan damai atas
kebesaranNya.

14
Para failasuf, sosiolog, psikolog dan teolog lainya telah
merumuskan definisi tentang region menurut caranya masing-
masing. Sebagai failasuf beranggapan bahwa region adalah
superstitious structure of Incoherent metaphysical notions,
sebagai ahli sosiolog lebih senang dengan menyebut religion
sebagai collective expression of human values, para pengikut
karl marx mendefinisikan region dengan the opiate of the
people, sementara psikolog menyimpulkan bahwa region itu
mystical complex surrounding a projected super-ego dari data
termaktub diatas, jelas bahwa tak ada batasan tegas mengenai
religion yang mencangkup pelbagai fenomena religion itu
sendiri. (H. Endang Saifuddin Anshari: 1987-118)
John Hick menyatakan bahwa, pada sejatinya semua
agama-agama merupakan manifestasi dari realita yang satu.
Semua agama sama dan tidak ada yang lebih baik dari yang
lain dan telah berkembang diikuti oleh Sebagian kelompok
islam liberal (Ahmad Syafi’I Mufid: 2013-9)
Menurut W.B Sidjabat bahwa agama adalah sebagai
suatu way of life yang membuat hidup manusia tidak kacau, di
dalam penghayatan dan pelaksanaan terhadap agama itu
sendiri, manusia melakukan sesuatu yang terkandung dalam
way of life yaitu: ucapan syukur kepada Allah, pemuliaan
terhadap sang kholik alam semesta raya, dan selaku bentuk
pelayanan baik kepada sang kholik atupun kepada mahkluk
(Intan Permata: 2019-236)
Walaupun beberapa tokoh berbeda-beda mendefinikan
agama, Pada uraian di atas agama merupakan sistem nilai-nilai
kepercayaan yang diturunkan tuhan kepada manusia, dan
mempunyai peranan fungsi dan tujuan kepada makhluk hidup

15
untuk mengaplikasikan nya pada hubungan sosial dan makhluk
hidup lainnya, agar dapat memelihara keutuhan yang ada di
alam semesta ini.

3. Pendidikan Agama Islam


Ahmad D. Marimba mengemukan bahwa Pendidikan
islam adalah bimbingan atau pemimpin secara sadar oleh
pendidik terhadap peserta didik menuju terbentuknya
kepribadiannya yang utama (insan kamil) dan menurut Ahmad
Tafsir mendefinisikan Pendidikan islam sebagai bimbingan
yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara
maksimal sesuai ajaran islam. (Rahman Hidayat: 2016-12)
Pendidikan Islam dalam konteks inheren ada tiga istilah
tarbiyah, ta’lim dan ta’dib ketiga istilah tersebut memiliki
makna yang sangat luas dalam menyangkut Pendidikan pada
manusia dan lingkungan sekitar, ketiga istilah tersebut juga
menjelaskan tentang ruang lingkup Pendidikan islam yaitu:
Pendidikan informal (keluarga) Pendidikan formal (sekolah)
dan Pendidikan non-formal (masyarakat) (Azyumardi Azra:
2014-5)
Dalam pandangan Prof. Dr. Hamka Pendidikan Agama
Islam (PAI) adalah pengakuan atau penyerahan dan ini menjadi
satu agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, yang
diterimanya sebagai wahyu dari Allah. Ajaran ini ialah
memimpin manusia supaya percaya kepada satu tuhan “Laa
Ilaaha Illallah” di ikuti oleh “Muhammadur Rasulullah” pada
kalimat ajaran ini, manusia di didik dan di tuntun agar akal
budinya bebas merdeka dari selain Allah SWT. (Prof. Dr.
Hamka, 2016:241)

16
Pada pengertian di atas Pendidikan Agama Islam (PAI)
merupakan upaya mendidikkan agama islam atau ajaran islam
dan nilai-nilai agar menjadi pandangan dan sikap hidup
seseorang, dalam pengertian Pendidikan Agama Islam (PAI) ini
adalah bentuk kegiatan yang dilakukan seseorang untuk
membantu suatu kelompok masyarakat atau peroarangan serta
peserta didik dalam menanamkan atau menumbuh kembangkan
ajaran islam dan nilai-nilai islami untuk di jadikan sebagai
pandangan hidup agar terealisasikan dalam wujud dan sikap
hidup serta dapat dikembangkan pada keterampilan dalam
hidupnya sehari-hari.
Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah proses
mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi,
masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran
sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi diantara
profesi-profesi asasi dalam masyarakat. (Robiatul Awwaliyah:
2018-37)
Dalam pandangan Al-Ghzali Pendidikan adalah usaha
pendidik untuk menghilangkan akhlak buruk dan menanamkan
akhlak yang baik kepada siswa sehingga dekat kepada Allah
SWT dan mencapai kebahagian dunia dan akhirat (Mokh. Iman
Firmansyah: 2019-82)
Chabib Thoha dan Abdul Mu’thi mengatakan bahwa
Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami,
menghayati dan mengamalkan nilai-nilai agama islam melalui
kegiatan bimbingan dan pengajaran atau latihan dengan
memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain.
(Samrin: 2015-105)

17
Berdasarkan pengertian di atas Pendidikan Agama Islam
(PAI) adalah suatu upaya sadar pendidik untuk mendidik dan
menumbuh kembangkan pontensi kerohanian peserta didiknya
agar terciptanya moral dan intelektual yang berlandaskan Al-
Qur’an dan sunnah.
Menurut Prof. Arifin Pendidikan Agama Islam (PAI)
adalah suatu sistem kependidikan yang mencangkup seluruh
aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah,
sebagaimana islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek
kehidupan manusia baik duniawi maupun ukhrawi (H.M.
Arifin: 2011-8)
Dalam perspektif budaya, Pendidikan Agama Islam
(PAI) adalah sebagai perwarisan budaya, yaitu sebagai alat
transmisi unsur-unsur pokok budaya kepada para generasi,
sehingga identitas umat tetap terpelihara dalam tantangan
zaman, bahkan dalam term sosio kultural yang prular dikatakan
Pendidikan islam tanpa daya sentuhan budaya akan kehilangan
daya Tarik sehingga pada akhirnya hanya akan menjadi
tontonan artifisial yang membosankan ditengah percaturan
arus global (Fathul Jannah: 2013-164)
Menurut peraturan pemerintah Republik Indonesia
nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan dan Pendidikan
keagamaan Bab 1 pasal 1 dan 2 “Pendidikan agama dan
keagamaan itu merupakan Pendidikan yang dilaksanakan
melalui mata pelajaran atau kuliah pada semua jenjang
Pendidikan yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan
serta membentuk sikap, kepribadian manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, juga keterampilan
dan kemampuan peserta didik dalam menyikapi niali-nilai

18
agama, serta untuk mempersiapkan peserta didik menjadi
manusia yang dapat menjalankan dan mengamalkan ajaran
agamanya” (Kementrian Hukum 2015)
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa,
pengertian Pendidikan agama islam merupakan pelajaran yang
mengandung muatan ajaran agama islam dan tatanan nilai
kehidupan islami, yakni Pendidikan agama islam adalah
sesuatu kegiatan atau bimbingan dan pengajaran yang
dilakukan pendidik secara terencana, untuk mencapai
pemahaman serta pengalaman kepada peserta didik terhadap
ajaran agama islam dan dalam hal ini menjelaskan Pendidikan
agama islam merupakan suatu proses kegiatan belajar
mengajar secara timbal balik

4. Dasar Pendidikan Agama Islam


Dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu, fungsi
dasar ini ialah memberikan arah kepada tujuan yang khendak
dicapai. Dasar Pendidikan islam tentu saja didasarkan kepada
falsafah hidup umat manusia khususnya yang beragama islam.
Untuk mengetahui lebih lanjut, tentang Dasar Pendidikan
Agama Islam. Penulis akan menyampaikan berbagai
pandangan tentang Pendidikan Agama Islam (PAI) menurut
para tokoh.
Menurut Zakiyah Darajat landasan Pendidikan Agama
Islam (PAI) adalah Al-Qur’an dan sunnah baginda Rasulullah
SAW yang dapat dikembangkan melaui Ijtihad, Al-maslahah
Al-mursalah, Istihsan, Qiyas dan sebagainya (Zakiyah Darajat:
2000-19)

19
Abdul Wahab Khallaf, yang dikutip ramayulis
mendefinisikan Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan
melalui malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW dengan lahfadz
bahasa arab dan makna hakiki untuk menjadi hujjah bagi
Rasulullah atas ke Rasulannya dan menjadi pedoman bagi
manusia dengan petunjuknya serta beribadah membacanya.
(Ramayulis: 2010-122)
Menurut Abidin Ibnu Ruslan ada beberapa faktor yang
harus menjadi dasar Pendidikan Agama Islam (PAI) yaitu
Aqidah, Akhlak, penghargaan kepada akal, kemanusiaan,
keseimbangan serta rahmat bagi seluruh alam. Yang artinya
bahwa Pendidikan islam dalam perencanaan, perumusan dan
pelaksanaannya pada pembentukan pribadi yang beraqidah
islam, berakhlak mulia, berpikiran bebas, untuk menuntun dan
mengembangkan potensi manusia secara terpadu tanpa ada
pemisah, seperti aspek jasmani dan rohani, akal dan hati,
individu dan sosial, duniawiah dan ukhrawiah. Karena pada hal
ini Pendidikan mengarahkan pada pembentukan insan
paripurna, yakni yang dapat menjadi Rahmatan Lil’alamin dan
mampu memerankan fungsinya sebagai Abdullah dan
Kholifatullah (Dian Fitriana: 2020-145)
Dari penjelasan diatas, dasar Pendidikan Agama Islam
(PAI) akan selalu berpegang teguh pada kitab suci Al-Qur’an.
Karena kitab suci Al-Qur’an memiliki posisi yang paling
sentral sebagai dasar dan sumber Pendidikan Islam. Oleh sebab
itu, segala suatu proses kegiatan belajar mengajar Pendidikan
agama islam, haruslah berorientasi pada prinsip dan nilai-nilai
Al-Qur’an.

20
Dasar Pendidikan Agama Islam (PAI) haruslah
bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW
kedudukan Al-Qur’an dan Sunnah menjadi suatu pokok
Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat di pahami dari ayat Al-
Qur’an salah satunya seperti yang tertera di dalam Al-Qur’an
pada surah Al-Alaq ayat 1-5 dan surah An-Nahl ayat 125:
ْ ‫اِ ْق َرأْ بِاس ِْم َربِكَ الَّ ِذ‬
َ‫ي َخلَق‬
‫علَق‬َ ‫سانَ مِ ْن‬ ِ ْ َ‫َخلَق‬
َ ‫اال ْن‬
‫اِ ْق َرأْ َو َربُّكَ ْاالَ ْك َرم‬
‫علَّ َم بِ ْالقَ َل ِم‬ ْ ‫الَّ ِذ‬
َ ‫ي‬
‫سانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬ ِ ْ ‫علَّ َم‬
َ ‫اال ْن‬ َ
Artinya:
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan mu
yang menciptakan.
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
Pemurah.
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantara
kalam.
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
di ketahuinya.

ْ ‫سنَ ِة َو َجاد ِْله ْم ِبالَّ ِت‬


‫ي‬ َ ‫ظ ِة ْال َح‬ َ ‫ادْع ا ِٰلى‬
َ ‫س ِب ْي ِل َر ِبكَ ِب ْالحِ ْك َم ِة َو ْال َم ْو ِع‬
‫س ِب ْيلِهٖ َوه َو ا َ ْع َلم‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫ض َّل‬ َ ‫سن ا َِّن َربَّكَ ه َو ا َ ْع َلم ِب َم ْن‬ َ ْ‫ِي اَح‬
َ ‫ه‬
َ‫بِ ْالم ْهت َ ِديْن‬
Artinya:

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan


hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah

21
dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang
sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
siapa yang mendapat petunjuk.

Sumber yang kedua yaitu As-Sunnah, amalan yang telah


dikerjakan Rasulullah SAW dalam proses perubahan hidup
sehari-hari, menjadi sumber utama dalam Pendidikan Agama
Islam (PAI) karena Allah telah menjadikan Muhammad SAW
sebagai teladan bagi umatnya, sumber fundamental yang harus
menjadi dasar bagi Pendidikan Agama Islam (PAI) yaitu:
Aqidah, Akhlak, Penghargaan kepada akal, Kemanusian,
Keseimbangan dan Rahmat bagi seluruh alam Rahmatan
Lil’alamin (Robiatul Awwaliyah: 2018-39)

Dasar Pendidikan Islam menurut Prof. Achmadi


tergolong menjadi beberapa bagian diantaranya:
1. Nilai Tahuid
Yang secara etimologi berarti pengakuan
terhadap keesaan Allah SWT, pengakuan
tersebut mengandung kesempurnaan
kepercayaan Allah SWT dari dua segi yang
pertama segi rububiyah dan yang kedua segi
uluhiyah. Tahuid rububiyah ialah pengakuan ke
Esa’an Allah SWT sebagai Dzat yang maha
pencipta, pemelihara dan memiliki semua sifat
kesempurnaan seperti di QS. Al-Ikhlas. Dan
tahuid uluhiyah ialah komitmen manusia

22
kepada Allah sebagai satu-satunya Dzat yang
dipuja dan di sembah dan satu-satunya nilai.
2. Dasar Kemanusiaan
Yang merupakan pengakuan akan hakekat dan
martabat manusia, implikasinya dalam
Pendidikan adalah setiap orang memiliki hak
dan kewajiban yang sama untuk memperoleh
Pendidikan.
3. Dasar Kesatuan Umat
Banyak sekali Al-Qur’an menjelaskan tentang
kesatuan umat manusia, dalam perspektif inilah
islam tapil sebagai agama keyakinan dan
keseimbangan.
4. Dasar Tawazun
Secara khusus prinsip keseimbangan terlihat
pada penciptaan Allah SWT terhadap alam,
prinsip keseimbangan yang harus
diperjuangkan dalam kehidupan melalui
Pendidikan, antara lain kepentingan dunia dan
akhirat, kebutuhan jasmani dan rohani, individu
dan sosial serta ilmu dan amal.
5. Dasar Rahmatan Lil’alamin
Dalam aktivitas Pendidikan Agama Islam (PAI)
salah satunya adalah pengembangan ilmu
pengetahuan yang dimana pengetahuan yang
dikembangkan tidak terlepas dari nilai Ilahiyah
(Ema Siti Rohyani: 2015-191)

23
Dilihat dari dasar Yuridis/Hukum, Pendidikan Agama
Islam (PAI) berasal dari perundang-undangan yang dapat
menjadi pegangan dalam pelaksanaan Pendidikan Agama
Islam (PAI) disekolah formal yaitu:

a) Landasal ideal Pancasila, sila pertama


Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung
pengertian bahwa seluruh bangsa Indonesia
harus percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa,
dengan guna untuk mewujudkan manusia yang
mampu mengamalkan ajaran agamanya.
b) Landasan stuktur/konsitusional yakni Undang-
Undang Dasar 1945 dalam Bab XI pasal 29 ayat
1 dan 2 yaitu: Negara berdasarkan atas ketuhan
Yang Maha Esa, Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap masyarakat untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agama dan kepercayaan nya.
c) Landasan operasional yaitu terdapat dalam Tap
MPR No IV/MPR/1973 yang kemudian
dikokohkan dalam Tap MPR No IV/MPR/1978,
ketetapan MPR No II/MPR/1993 tentang garis-
garis besar pada haluan negara yang pada
pokoknya menytakan bahwa pelaksanaan
Pendidikan agama secara langsung di masukan
ke dalam kurikulum sekolah-sekolah formal
mulai dari Pendidikan dasar hingga perguruan
tinggi (Abdul Majid: 2004-132)
Berdasarkan penjelasan diatas, bahwa Pendidikan
Agama Islam (PAI) bersumber dan bersandar kepada kitab suci

24
Al-Qur’an dan sunnah, karena dalam hidup kita sebagai
manusia tidak terlepas dari ajaran kitab suci. Begitupun
kehidupan, yang dimana alam semesta itu begitu kompleks,
maka dari proses Pendidikan Agama Islam (PAI) ini adalah
suatu alternatif atau pelengkap bagi individu manusia, untuk
melakukan aktivitas keseharian sesuai ajaran Al-Qur’an dan
sunnah dan tugas pendidik adalah bersama-sama membangun
individu manusia untuk mengimani kebesaran Tuhan yang
maha Esa, bermoral, berbuat kebaikan, berilmu dan
bertanggung jawab atas kehidupannya di muka bumi serta
memelihara keutuhan dan kebutuhan sosial.
Prinsip yang mendasari Pendidikan Agama Islam (PAI)
terbagi menjadi lima bagia sebagai berikut (Nasir S: 2020-158)

a) Prinsip Universalitas dalam Pendidikan Agama


Islam (PAI) mendeskripsikan bahwa islam
mengemban Amanah menjadi doktrin rahmatan
lil’alamin yang meliputi iman, ibadah, akhlak,
muamalah, dan mencangkup segala aspek seperti
ekonomi, politik, hukum, sosiologi, antropologi,
psikologi dan lain sebagainya.
b) Prinsip Keseimbangan dalam Pendidikan Agama
Islam (PAI) yaitu menjaga secara proporsional
dan professional dan professional antara urusan
duniawi dan ukhrawi, menata proporsi jasmani
dan rohani, implementasi Pendidikan islam yaitu
membangun konstruk kesalehan individual
sebagai spirit menata kesalehan sosial,
membenahi epistimologi islam sebagai landasan
eksplorasi epistimologi sains.

25
c) Prinsip kesederhanaan dalam Pendidikan Agama
Islam (PAI) mengajarkan hidup tanpa
melampaui batas, seperti batas kodrati, batas
normatif dan batas akademik, Pendidikan islam
menyugukan doktrin bahwa Allah SWT sebagai
mainstream kehidupan, yang dibangun dalam
kesucian, niat, keikhlasan, kesungguhan,
dedikasi, serta komitmen yang tinggi.
d) Prinsip perbedaan yaitu individu dalam
Pendidikan Agama Islam (PAI) adanya
penghormatan terhadap keragaman peserta didik
yang memiliki ke-khas’an masing-masing,
Pluralitas adalah sebagai contoh sebuah
keniscyaan yang dimana Pendidikan islam
memiliki apresiasi positif, setiap individu
berbeda satu sama lain, baik dari segi fisik
maupun psikis, minat serta intelektual, cita-cita
dan gaya belajar, budaya dan agama serta bahsa
dan lain sebagainya.
e) Prinsip dinamis dalam Pendidikan Islam
mendorong peserta didik untuk menelaah dan
mengembangkan potensi fitrah yang dimilikinya,
Pendidikan Islam bersikap inklusif terhadap
kemajuan pada era teknologi informasi dan
komunikasi dinamisasi Pendidikan islam tentu
liniear dengan dinamika sains dan sosial agar
islam senantiasa adaptif dan fungsional dalam
kehidupan sosial.

26
Burhanuddin Abdullah memaparkan mengenai materi
Pendidikan keimanan kepada Allah SWT yaitu ada tiga bagian
hal yang terpenting:

1) Allah sebagai Khaliq yaitu pengakuan terhadap


eksistensi Allah sebagai pencipta alam semesta
serta yang nyata maupun yang ghaib.
2) Allah sebagai Rabb yaitu penghayatan terhadap
pemeliharaan Allah sebagai pengelola yang
maha sempurna terhadap alam semesta dan
segala isinya baik di dunia maupun di akhirat.
3) Allah sebagai Ilah yaitu pengabdian hanya
kepada Allah sebagai Dzat yang maha Esa yang
memiliki sifat-sifat ketuhanan, yang wajib
disembah oleh makhluk-Nya dengan berbagai
bentuk peribadatan

Berdasarkan pengertian diatas, bahwasanya dasar


Pendidikan Agama Islam (PAI) menggenggam Amanah untuk
umatnya agar selalu bertaqwa kepada Allah SWT salah satunya
melalui Pendidikan, dari dasar Pendidikan tersebut mengatur
kegiatan belajar mengajar, selain bertaqwa kepada Allah juga
membimbing masyarakat mengembangkan potensi fitrah yang
dimilikinya agar liniear dengan dinamika sains dan sosial.
Karena dalam penjelasan dasar Pendidikan Agama Islam (PAI)
ini haruslah seimbang dengan kehidupan dunia dan menuju
akhirat. salah satu ayat yang mendasari Pendidikan pada (Q.S
Al-Hujurat: 13)

27
‫ارفُ ْوا ۚ ا َِّن‬ ُ ‫اس اِنَّا َخلَ ْق ٰن ُك ْم ِم ْن ذَك ٍَر َّوا ُ ْن ٰثى َو َج َع ْل ٰن ُك ْم‬
َ ‫شعُ ْوبًا َّوقَ َب ۤا ِٕى َل ِلت َ َع‬ ُ َّ‫ٰ ٰٓياَيُّ َها الن‬
‫ع ِليْم َخبِيْر‬ ‫ّٰللا اَتْ ٰقى ُك ْم ۗا َِّن ه‬
َ َ‫ّٰللا‬ ِ ‫ا َ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد ه‬

Artinya:

Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan


kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan,
kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah
Maha Mengetahui, Mahateliti.

5. Tujuan Pendidikan agama islam


Tujuan Pendidikan Agama Islam adalah suatu perubahan
yang diharap kan kepada peserta didik setelah mengalami proses
pendidikan baik dari tingkah laku individu dan kehidupan
pribadi maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya
dimana individu itu hidup, karena dalam islam juga
menganjurkan agar manusia mengubah diri jika menginginkan
Allah mengubah nasibnya, oleh karena itu, usaha pendidikan
agama islam dalam rangka mengubah dan mengembangkan
manusia kearah kesempurnaan keberadaanya dibimbing dan
diarahkan sesuai dengan konsepsi tuhan yang memiliki
kebenaran dan kebaikan yang mutlak serta sesuai dengan fitrah
manusia. (Ema Siti Rohyani: 2015-194)
Menurut Hasan Langgulung berbicara tentang tujuan
Pendidikan Islam tidak dapat dipisahkan dengan tujuan hidup,
sebab tujuan Pendidikan Islam bertujuan untuk memelihara

28
kehidupan manusia, tujuan hidup ini tercermin dalam (Q.S. Al-
An’am ayat 162)

‫اي َو َم َما ِت ْي ِلله ِه‬ ُ ُ‫ص ََل ِت ْي َون‬


َ ‫س ِك ْي َو َمحْ َي‬ َ ‫قُ ْل ا َِّن‬
َ‫ب ْالعٰ لَمِ يْن‬
ِ ‫َر‬

Artinya:

Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku,


hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam.

Ini berarti bahwa tujuan Pendidikan agama islam juga selaras


dengan tujuan hidup yaitu mengabdi kepada Allah SWT. (Dian
Fitriana: 2020-148)

Ghozali melukiskan tujuan Pendidikan sesuai dengan


pendangan hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi
petunjuk akhlak dan pembersihan jiwa dengan maksud di balik
itu membentuk individu-individu yang tertandai dengan sifat-
sifat utama dan taqwa, dengan ini pula keutamaan itu akan
merata dalam masyarakat. (Rahmat Hidayat: 2016-39)
Berdasarkan penjelasan diatas, bahwasanya tujuan
Pendidikan Agama Islam (PAI) menuntun kegiatan
pembelajaran kepada peserta didik untuk mencapai suatu
perubahan individu ataupun masyarakat agar selaras dengan
tujuan hidup yang dianjurkan oleh ajaran agama.

Adapun penjelasan tujuan Pendidikan agama islam


sebagaimana firman Allah SWT dalam (Q.S. Az-Zariyaat:56)

29
‫س ا َِّْل ِل َي ْعبُد ُْو ِن‬ ِ ْ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِج َّن َو‬
َ ‫اْل ْن‬

Artinya:

Dan aku tidak ciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya


mereka mengabdi kepada-Ku.

Berdasarkan penjelasan Wahhab Az-Zuhali dalam kitab


tafsir beliau Al-Munir, beliau menjelaskan bahwa tujuan
diciptakannya manusia oleh Allah SWT adalah semata-mata untuk
beribadah kepada-Nya. Ibadah dalam hal ini bermakna luas, yaitu
seluruh aktivitas kehidupan manusia dapat bermakna sebagai
ibadah. Pada hakikatnya ibadah adalah bentuk kepatuhan
seseorang hamba kepada tuhannya dan ilmu adalah alat untuk
menuju kepatuhan sebagai hamba, karena ilmu yang lurus akan
mengahasilkan ketundukan dan kepatuhan terhadap semua
bentuk perintah dan larangan Allah SWT. (Nuraeni: 2021-108)

Ahmad Tafsir mengemukan tiga tujuan Pendidikan Agama


Islam (PAI) yakni: terwujudnya insan kamil, sebagai wakil-wakil
tuhan dimuka bumi, terciptanya insan kaffah yang memiliki tiga
dimensi; religious, budaya dan ilmiah serta terwujudnya
penyadaran fungsi manusia sebgai hamba, khalifah Allah, pewaris
para nabi dan memberikan bekal yang memadai untuk
menjalankan fungsi tersebut. (Mokh. Iman Firmansyah: 2019-84)

Menurut Quraish Shihab bahwa tujuan Pendidikan Agama


Islam (PAI) adalah membina manusia secara individu ataupun
anggota masyarakat agar mampu menjalankan fungsinya sebagai
hamba dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai
dengan konsep yang ditetapkan Allah SWT. (Nabila: 2020-870)

30
Adapun pada penjelasan diatas, bahwa tujuan Pendidikan
agama islam bermuara pada kepatuhan seorang hamba terhadap
Allah SWT, karena dalam penciptaan manusia dimuka bumi
semata-mata hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Dengan
ini manusia dapat bermakna sebagai khalifah-Nya dalam
menjalankan aktivitas kehidupan yang berilmu, berbudaya serta
beriman.

B. Kurikulum Pendidikan Agama Islam


1. Kurikulum
Kurikulum merupakan alat yang sangat dibutuhkan
dalam menjamin keberhasilan proses kegiatan belajar
mengajar, maka dari itu dalam proses pembelajaran kurikulum
sangatlah penting bagi Pendidikan, agar tepat dalam mencapai
tujuan Pendidikan maka dari itu penulis akan menjabarkan arti
dan makna serta model dan tujuan kurikulum pada Pendidikan.
Istilah kurikulum berasal dari Bahasa Yunani Kuno
yaitu “curir” yang berarti pelari dan “curere” yang artinya
tempat berpacu, dari istilah tersebut kurikulum dapat diartikan
jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Istilah kurikulum
tersebut berkembang dan kemudian diterapkan dalam
Pendidikan diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang
harus ditempuh atau diselesaikan anak didik untuk
memperoleh ijazah. (Fuja Siti Fujiawati: 2016-19)
Menurut pandangan Al-Syahbani kurikulum merupakan
kumpulan pengalaman Pendidikan kebudayaan, ilmu sosial,
olahraga serta ilmu kesenian yang disediakan oleh Lembaga
Pendidikan untuk peserta didik baik didalam maupun diluar

31
Lembaga pendidikan, dengan tujuan mengembangkan secara
menyeluruh dalam semua aspek dan merubah tingkah laku
sesuai tujuan Pendidikan. (Yudi Candra: 2020-37)
Menurut soedijarto pakar Pendidikan dari UNJ
menyatakan bahwa kurikulum adalah segala suatu
pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan
diorganisasikan untuk peserta didik atau mahasiswa guna agar
mencapai tujuan Pendidikan yang telah ditetapkan oleh
Lembaga Pendidikan. (Syarifah: 2019-86)
Dari pengertian diatas kurikulum memiliki arti tempat
berpacu dalam menempuh kegiatan belajar mengajar,
kurikulum secara menyeluruh dalam semua aspek dan
kurikulum suatu rancangan untuk merubah tingkah laku sesuai
dengan yang ditentutakan Lembaga Pendidikan tersebut.
Menurut pandangan modern Romine menyatakan
bahwa kurikulum “curriculum is interpreted to mean all of the
organized courses, activities and experiences which pupils
have under direction of the school, whether in the classroom
or not” perumusan diatas kurikulum bersifat luas, karena
kurikulum bukan hanya terdiri dari mata pelajaran saja akan
tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi
tanggung jawab sekolah. (Novialdi Putra: 2015-209)
Helda Taba mengemukan bahwa curriculum ia a plan
for learning bahwa kegiatan dan pengalaman anak disekolah
harus direncanakan agar menjadi kurikulum, ada pula yang
berpendirian bahwa kurikulum sebenarnya meliputi adanya
pengalaman yang direncanakan dan ada yang tidak
direncanakan yang disebut hidden curriculum atau kurikulum
yang tersembunyi. (Yulda Dina Septiana:2019-142)

32
Pengertian kurikulum berdasarkan UU No. 20 Tahun
2003 pasal 19 ayat 1 adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi serta bahan pelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan
tertentu. (Juniaris Agung Wicaksono: 2018-49)
Berdasarkan pengertian diatas, bahwasanya kurikulum
memiliki pemaknaan yang luas. Karena kurikulum bukan
hanya merupakan perumusan mata pelajaran akan tetapi
kurikulum itu sendiri meliputi adanya pengalaman yang
direncanakan maupun tidak, serta sebagai kurikulum itu
sendiri digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
Pendidikan untuk mencapai suatu yang diinginkan oleh
Pendidikan itu sendiri.

2. Model Kurikulum
Miller dan Seller mengemukan bahwa proses
pengembangan kurikulum adalah rankaian suatu kegiatan yang
dilakukan secara terus menerus, Seller memandang bahwa
pengembangan kurikulum harus dimulai dari menentukan
orientasi kurikulum Miller dan Seller membagikan enam aspek
pada orientasi pengembangan kurikulum tersebut yakni:
a. Tujuan Pendidikan menyangut arah kegiatan
Pendidikan artinya hendak dibawa kemana siswa
yang kita didik itu.
b. Pandangan terhadap anak, apakah anak
dipandang sebagai organisme yang aktif atau
pasif.

33
c. Pandangan tentang proses pembelajaran, apakah
proses pembelajaran itu dianggap sebagai
tranformasi ilmu pengetahuan atau mengubah
prilaku anak.
d. Pandangan tentang lingkungan, apakah
lingkungan belajar harus dikelola secara formal
atau secara bebas yang dapat memungkinkan
anak bebas belajar.
e. Konsepsi tentang peranan guru, apakah guru
harus berperan sebagai infrastruktur yang
bersifat otoriter atau guru dianggap sebagai
fasilitator yang siap memberi bimbingan dan
bantuan pada anak untuk belajar.
f. Evaluasi belajar, apakah untuk mengukur
keberhasilan ditentukan dengan tes atau nontes
Dari ke enam aspek tersebut Miller dan Seller membagi
tiga orientasi kurikulum yaitu:

1) Orientasi Transmisi
Kurikulum pada orientasi tranmisi ini
menekankan pada isi atau materi ajaran, isinya
bersumber pada disiplin ilmu yang terstruktur,
disini guru berfungsi sebagai pemberi arahan
langsung dan penyampaian ilmu, teknologi dan
nilai sehingga harus menguasai meteri ajar
dengan baik, sementara siswa harus bekerja
keras sebagai penerima materi ajar, sehingga
proses belajar yang terjadi adalah ekspositori
dan evaluasi pembelajaran menggunakan

34
tradisonal achievement seperti tes dan uraian
dan lainsebagainya.
2) Orientasi Transaksi
Dalam orientasi transaksi ini kurikulum dan
siswa saling memberi pengaruh, dalam hal ini
individu dipandang sebagai seorang yang
rasional dan memiliki kemampuan inteligensi
untuk menyelesaikan masalah. Pusat orientasi
transaksi ini adalah ide yang diambil dari
psikologi perkembangan dimana siswa harus
diberi kesempatan menyelidiki dunia fisik,
moral serta sosial.
3) Orientasi Transformasi
Dalam orientasi transformasi ini, kurikulum dan
siswa saling menyentuh secara holistik,
transformasi ditunjukan pada pengembangan
pribadi dan perubahan sosial, sehingga
dikembangkanlah pola hubungan yang dekat
anatara individu dan masyarakat. (Syarifuddin
Nurdin: 2019-20).
F. Olivia secara lebih rinci menerangkan pengembangan
kurikulum menjadi 12 bagian yaitu:

a) Perumusan filosofis, sasaran, misi serta visi


Lembaga Pendidikan yang keseluruhannya
bersumber dari analisis kebutuhan siswa dan
kebutuhan masyarakat.
b) Analisis kebutuhan masyarakat dimana sekolah
itu berada, kebutuhan siswa dan urgensi serta
disiplin ilmu yang harus diberikan oleh sekolah

35
c) Tujuan umum
d) Tujuan khusus
e) Mengorganisasikan rancangan dan
mengimplementasikan kurikulum
f) Menjabarkan kurikulum dalam bentuk
perumusan tujuan umum pembelajaran
g) Menjabarkan kurikulum dalam bentuk
perumusan tujuan
h) Menetapkan strategi pembelajaran untuk
mencapai tujuan
i) Pengembangan kurikulum
j) Mengimplementasikan strategi pembelajaran
k) Pengembangan kurikulum Kembali Evaluasi
terhadap pembelajaran dan evaluasi kurikulum
Al-Abrasyi mengatakan bahwa dalam merumuskan
kurikulum atau materi Pendidikan agama islam harus
mempertimbangkan lima prinsip yaitu:

1) Mata pelajaran ditunjukan untuk mendidik


rohani dan hati, yang artinya materi itu harus
berhubungan dengan kesadaran ketuhanan yang
mampu diterjemahkan ke dalam setiap gerak
dan langkah manusia, dalam hal ini manusia
harus bersandar kepada Tuhan yang Maha Esa.
2) Mata pelajaran yang diberikan berisi tentang
tuntunan cara hidup, pelajaran ini bukan hanya
Fiqh atau Akidah Akhlak melaikan pelajaran
yang berisi tentang tuntunan hidup untuk
mencapai keunggulan dalam dimensinya.

36
3) Mata pelajaran yang hendak disampaikan
haruslah ilmiah, untuk memberi stimulus atau
dorongan ingin tahu bagaimana menempuh atau
mencari karunia Allah SWT melalui cara-cara
yang mulia dan penuh perhitungan.
4) Mata pelajaran yang diberikan haruslah
bermanfaat secara praksis bagi kehidupan
5) Mata pelajaran yang harus disampaikan harus
membingkai terhadap materi lainnya, agar ilmu
yang dipelajari saling berhubungan dan berguna
untuk ilmu lainnya. (Noorzanah: 2017-71)
Model pengembangan kurikulum dapat berupa ulasan
teoritis tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau
dapat berupa ulasan tentang salah satu bagian kurikulum,
disamping itu ada model yang mempersoalkan keseluruhan pada
proses dan ada pula juga yang hanya menitik bertkan kepada
pandangannya pada mekanisme penyusunan kurikulum. Proses
pengembangan kurikulum tersebut mengkaji berbagai alternatif
jawaban untuk mengembangkan kualitas yang diinginkan. (Tatang
Hidayat: 2019-204)

Dari berbagai pendapat tentang model atau pengembangan


kurikulum dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai keberhasilan
dalam proses belajar mengajar haruslah mempunyai konsepsi
dasar yaitu kurikulum dan kurikulum tersebut haruslah
mempunyai dasar filosofis, melihat kebutuhan peserta didik,
masyarakat serta mengikut sertakan masyarakat sekitar agar
tercapai tujuan pada pengaplikasian terhadap ilmu itu sendiri
begitupun dengan kurikulum Pendidikan agama islam.

37
3. Fungsi Kurikulum
Dalam hal ini menjelaskan bahwa fungsi kurikulum pada
Pendidikan adalah alat untuk mencapai tujuan dan untuk
menempuh harapan manusia sesuai dengan tujuan yang dicita-
citakan, pedoman dan program harus dilakukan oleh subjek dan
objek Pendidikan, fungsi kesinabungan untuk persiapan jenjang
sekolah berikutnya dan penyiapan tenaga kerja bagi yang tidak
melanjutkan serta standar dalam penilaian kriteria keberhasilan
suatu proses Pendidikan atau sebagai batasan dari program
kegiatan yang akan dijalankan pada semester maupun pada
tingkat Pendidikan tertentu. (Nurmadiah: 2014-106)
Ada beberapa bagian terhadap fungsi kurikulum dalam
Pendidikan sebagai berikut:
a. Fungsi kurikulum bagi peserta didik diharapkan
menambah pengalaman baru yang kelak
dikemudian hari dapat ditumbuh kembangkan
seirama dengan perkembangan mereka yang
bertujuan melengkapi bekal hidup
b. Fungsi kurikulum bagi pendidik, sebagai
pedoman kerja dalam menyusun dan
mengorganisasikan pengalaman belajar pada
peserta didik, sebagai pedoman untuk
mengadakan evaluasi terhadap perkembangan
peserta didik dalam rangka menyerap sejumlah
pengalaman yang diberikan dan sebagai
pedoman dalam mengatur kegiatan belajar
mengajar.

38
c. Fungsi kurikulum pada kepala sekolah dan
Pembina sekolah yang membagi tugas kepala
sekolah sebagai administrator dan supervisior
juga mempunyai tanggung jawab terhadap
kurikulum, sehingga fungsi kurikulum dalam
supervise yakni, memperbaiki atau
mengevaluasi situasi kegiatan belajar agar
menciptakan kegiatan belajar mengajar yang
lebih baik.
d. Fungsi kurikulum bagi orang tua peserta didik,
agar mereka turut serta berpartisipasi dalam
membantu usaha atau kegiatan sekolah dalam
mewujudkan perkembangan putra putrinya
dalam Pendidikan.
e. Fungsi kurikulum pada masyarakat, agar
peserta didik mampu mengaplikasikan ilmunya
terhadap lingkungan sekitar, seperti bergotong
royong dan lain sebagainya.
f. Fungsi kedudukan kurikulum pada Pendidikan
Agama Islam (PAI), untuk meningkatkan
keimanan dan ketaqwa’an peserta didik kepada
Allah SWT, penanaman nilai sebagai pedoman
hidup untuk mencari kebahagiaan hidup didunia
dan akhirat serta penyesuaian mental yang dapat
merubah lingkunganya sesuai dengan ajaran
agama islam. (Syarifah: 2019-89)
Menurut Muhaimin dan Abdul Mujid menyatakan bahwa
fungsi kurikulum memiliki tujuh pengertian kurikulum menurut
fungsinya yakni: kurikulum sebagai program, seperangkat mata

39
pelajaran yang mampu dipelajari oleh peserta didik disekolah atau
di instansi Pendidikan lainnya. Kedua kurikulum sebagai konten,
data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa
dilengakapi dengan data atau informasi lainnya yang
memungkinkan timbulnya belajar. Ketiga kurikulum sebagai
kegiatan yang berencana, yaitu kegiatan yang direncanakan
dengan hal-hal yang akan diajarkan dan bagaimana hal itu dapat
diajarkan dengan hasil yang baik. Keempat kurikulum sebagai
hasil belajar, seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh
suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasi cara-cara yang dituju
untuk memperoleh hasil-hasil belajar. Kelima kurikulum sebagai
reproduksi kultural, yaitu suatu refleksi butir-butir kebudayaan
masyarakat agar memiliki dan dipahami anak-anak generasi muda
maupun yang akan datang. Keenam kurikulum sebagai
pengalaman belajar, yaitu keseluruhan pengalaman belajar yang
direncanakan dibawah pimpinan sekolah serta yang terakhir
kurikulum sebagai produkis yaitu seperangkat tugas yang harus
dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.
(Syamsul Bahri: 2019-19)

Dari keterangan diatas bahwa fungsi kurikulum dalam


Pendidikan sangat berpengaruh dalam proses Pendidikan yang
dimana fungsi kurikulum ini memiliki tujuan yang besar pada
proses Pendidikan, yakni agar terciptanya tujuan proses
Pendidikan yang diinginkan oleh orang tua dan masyarakat sekitar.

2. Tujuan Kurikulum
Pada dasarnya kurikulum Pendidikan merupakan bahan-
bahan Pendidikan yang berupa kegiatan, pengetahuan dan

40
pengalaman yang secara sadar dan sistematis yang diberikan
kepada peserta didik dalam rangka menempuh tujuan Pendidikan
itu sendiri. Begitupun kurikulum dalam Pendidikan Agama Islam
(PAI), memiliki arti dan tujuan yang sama sebagai berikut.
Tujuan kurikulum Pendidikan agama islam adalah suatu
proses kegiatan belajar mengajar dalam menamkan kepercayaan
dalam pemikiran dan hati generasi muda, pemulihan akhlak dan
membangunkan jiwa rohani, yang juga bertujuan untuk
memperoleh pengetahuan secara berlanjutan, gabungan
pengetahuan dan kerja, kepercayaan dan akhlak serta penerapan
amalan teori dalam hidup.
Menurut Prof. Dr. Omar Mohammad kurikulum Pendidikan
Agama Islam (PAI) bertujuan memberi sumbangsi untuk
mencapai perkembangan menyeluruh dan berpadu bagi pribadi
pelajar, membuka tabir tentang bakat-bakat, kesediaan-
kesediaannya serta mengembangkannya pada minat, kecakapan,
pengetahuan, kemahiran dan sikap yang diingini. Dengan cara
menanamkan padanya kebiasaan akhlak serta sikap yang penting
bagi kejayaannya dalam hidup dan kemahiran asas untuk
memperoleh pengetahuan, menyiapkannya untuk memikul
tanggung jawab dan peranan-peranannya yang di harapkan dari
pada nya dalam masyarakatnya serta mengembangkan kesadaran
agama, budaya, pemikiran, sosial dan politik pada dirinya.
Dari pengertian diatas bahwasanya tujuan Pendidikan Agama
Islam (PAI) suatu proses kegiatan belajar mengajar untuk
memperoleh potensi dalam diri peserta didik agar dapat
mengembangkan bakat dan membimbing minatnya, menanamkan
bagaimana pentingnya peran akhlak dalam kehidupan serta

41
membimbing kesadaran agama, budaya serta hubungan sosial dan
politik pada dirinya untuk keberlangsungan hidup.
Menurut Nugriyantoro bahwa tujuan kurikulum Pendidikan
terbagi atas tiga tingkatan sebagai berikut:
a. Tujuan jangka Panjang (aims) tujuan ini
menggambarkan tujuan hidup yang diharapkan serta
didasarkan pada nilai yang diambil dari filsafat,
tujuan ini tidak berhubungan langsung dengan tujuan
sekolah, melaikan sebagai target setelah anak didik
menyelesaikan sekolah, seperti; self realization,
ethical character, serta civic responsibility.
b. Tujuan jangka menengah (goals) tujuan ini merujuk
pada tujuan sekolah yang berdasarkan pada
jenjangnya, misalnya seperti Sekolah Dasar (SD),
SMP, SMA dan lain sebagainya.
c. Tujuan jangka menengah (goals) tujuan ini yang
dikhusukan pada pembelajaran dikelas, seperti siswa
dapat mengerjakan hitung-hitungan perkalian dan
sebagainya, siswa dapat memperaktikan dan
mengetahui tata cara shalat beserta rukun-rukunnya
dan lain sebagainya. (Ahmad Wahyu Hidayat: 2020-
117)
Dalam Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 tentang
SISDIKNAS Bab II tentang dasar, fungsi dan tujuan Pendidikan
pada pasal 3 menerangkan Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdasakan kehidupan bangsa serta bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

42
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Citra Umbara:
2016-6)

Pada pengertian diatas menunjukan bahwasanya tujuan


kurikulum pada Pendidikan merupakan cita-cita ataupun visi misi
sekolah agar terbentuknya kepribadian peserta didik yang
bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa sesuai ajaran agamanya,
bisa berintegrasi pada lingkungannya serta menjadi warga negara
yang bertanggung jawab dan yang sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila.

C. Model Pengembangan Di Madrasah


1. Madrasah dan Semangat Desentralisasi Pendidikan
Dilihat dari sejarahnya setidak-tidaknya ada dua faktor penting
yang melatar belakangi kemunculan madrasah, yaitu: pertama,
adanya pandangan yang mengatakan bahwa sistem pendidikan Islam
tradisional dirasakan kurang bisa memenuhi kebutuhan pragmatis
masyarakat; kedua, adanya kekhawatiran atas cepatnya
perkembangan persekolahan Belanda yang akan menimbulkan
pemikiran secular di masyarakat. Untuk menyeimbangkan
perkembangan sekularisme, maka masyarakat Muslim terutama para
reformist – berusaha melakukanreformasi melalui upaya
pengembangan pendidikan dan pemberdayaan madrasah.
Kata “madrasah” adalah isism makan dari kata darasa – yadrusu
– darsan wa durusan wa dirasatan, yang berarti terhapus, hilang
bekasnya, menghapus, menjadikan usang, melatih, mempelajari (al-
munjid, 1986). Dilihat dari pengertian ini, maka madrasah berarti
merupakan tempat untuk mencerdaskan para peserta didik,
menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan mereka,
serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya. Pengetahuan dan keterampilan seseorang akan cepat

43
usang selaras dengan percepatan kemajuan ipteks dan perkembangan
zaman, sehingga madrasah pada dasarnya sebagai wahana untuk
mengembangkan kepekaan intelektual dan informasi, serta
memperbarui pengetahuan, sikap dan keterampilan secara
berkelanjutan, agar tetap up to date dan tidak cepat usang.
Data statistik madrasah di Jawa Timur tahun 2003, menunjukkan
bahwa dari 7.167 MI hanya 1,93% (138) yang berstatus negeri,
sisanya 98,07% (7,029) berstatus swasta. Dari sejumlah MI tersebut
dapat menampung peserta didik sebanyak 1.027.675 peserta didik,
dengan rincian 25.252 peserta didik MIN dan 1.002.423 peserta didik
MIS. Untuk MTs, dari 2.255 MTs hanya 7,94 (92,06%) berstatus
swasta. Dari sejumlah MTs tersebut dapat menampung peserta didik
sebanyak 409.582 peserta didik, dengan rincian 94.857 peserta didik
MTsN dan 314.729 peserta didik MTsS untuk MA, dari 837 MA,
hanya 9,8% (82) berstatus negeri, sedangkan sisanya 755 (90,20%)
berstatus swasta. Dari sejumlah MA tersebut dapat menampung
peserta didik sebanyak 159.674 peserta didik, dengan perincian
54.465 peserta didik MAN dan 105.209 peserta didik MAS.
Data tersebut mengandung makna betapa tingginya semangat
kemandirian masyarakat Islam Jawa Timur dalam menyelenggarakan
pendidikan madrasah (MI, MTs, dan MA) yang lebih didorong oleh
semangat keagamaan dan dakwah, sehingga mampu menampung
sejumlah besar peserta didik dan sekaligus ikut menyukseskan wajib
belajar 9 (Sembilan) tahun di Indonesia, khususnya di Jawa Timur.
Hanya saja, semangat keagamaan dan dakwah tersebut pada
umumnya belum banyak dibarengi dengan profesionalitas dalam
manajemen madrasah, serta belum banyak didukung oleh sumber
daya internal, baik dalam pengembangan program pendidikan
(kurikulum), sistem pembelajaran, sumber daya manusia, sumber
dana maupun fasilitas yang memadai. oleh karena itu, sebagian besar
proses dan hasil pendidikannya masih relative memperhatikan
terutama dalam rangka mencapai standar kualitas pendidikan secara
nasional maupun internasional.
Faktor lain yang secara umum dihadapi oleh madrasag adalah
masyarakat agaknya kurang memiliki kebebasan untuk mengelola
dengan caranya sendiri, karena hampir semua hal yang berkaitan
dengan pendidikan sudah ditentukan oleh pemegang otoritas
pendidikan. Dengan kata lain, penyelenggaraan pendidikan nasional
dilakukan secara birokratik-sentralistik, yang menempatkan

44
madrasah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada
keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan
kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkannya tidak sesuai dengan
kondisi madrasah setempat. Dengan demikian, madrasah kehilangan
kemandirian, motivasi dan inisiatif untuk mengembangkan dan
memajukan lembaganya, termasuk peningkatan mutu pendidikan
sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.
2. Perlunya Madrasah Merespons Tantangan Pendidikan
Nasional
Secara umum pendidikan nasional sedang menghadapi dua
tantangan yang berat, yaitu tantangan internal dan eksternal. Secara
internal, kita telah dihadapkan pada hasil-hasil studi internasional
yang selalu menempatkan kita dalam posisi juru kunci untuk
pendidikandan ranking atas untuk korupsi.
Hasil studi The Third International Mathematics and Science
Study Repeat 1999 (TIMSS-R 1999) yang dilaksanakan pada 38
negara dari lima benua, yaitu Asia, Australia, Afrika, Amerika, dan
Eropa, menempatkan peserta didik SLTP Indonesia pada urutan ke-
32 dan 34 untuk skor tes IPA dan MAtematika. Peserta didik SLTP
dari negara tetangga Singapura menduduki urutan pertama untuk skor
tes Matematika dan kedua untuk IPA. Sedangkan peserta didik dari
Malaysia berada pada urutan ke-16 untuk Matematika dan 22 untuk
IPA. Indikator lain menunjukkan bahwa berdasarkan pada Human
Development Index (HDI), Indonesia berada pada urutan ke-102 dari
164 negara dan Indonesia masih di bawah Vietnam. Di samping itu,
hasil studi International Institute For Development menempatkan
Indonesia pada urutan 49 dari 49 negara.
Dalam hal pembangunan manusia yang indikatornya meliputi
pendidikan, kependudukan dan kesehatan, UNDP dalam laporannya,
Human Development Report 2000, hanya menempatkan Indonesia di
peringkat 109 dari 174 negara. Ia tertinggal dari tetangga-tetangganya
seperti Australia, Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand
dan Filipina, masing-masing sudah berada di urutan 4, 24, 32, 61, 76,
dan 77. Lima tahun yang lalu (sebelum tahun 2000), Indonesia masih
berada di peringkat 90-an. Pada tahun 2004, UNDP dalam laporan
mutakhirnya, hanya menempatkan Indonesia di peringkat 111 dari
117 negara, dan berada jauh di bawag Malaysia (peringkat 58),
Thailand (76), dan Filipina (83).

45
Tetangga kita yang terdekat, seperti Malaysia pada sekitar tahun
1980-an yang lalu, kinerja pendidikannya lebih buruk dari Indonesia,
sehingga ia banyak belajar dan berguru ke Indonesia. Ia minta
disuplai konsultan pendidikan dari Indonesia, dan banyak
mengirimkan pemuda untuk belajar di Indonesia. Sekarang sudah
berbalik, justru kinerja pendidikan Malaysia lebih baik dari Indonesia
yang dikirimke sana. Di mana letak kunci kemajuan Malaysia? Antar
lain karena tingginya anggaran pendidikan, tingginya perhatian pada
profesionalisme guru yang dibarengi dengan peningkatan
kesejahteraannya yang memadai, di sampingnya karena variabel-
variabel lainnya, seperti kurikulum, sarana, fasilitas dan lain-lain.
Hanya saja untuk yang terakhir ini tidak ada artinya jika tidak
didukung oleh profesionalisme guru.
Menurut Ki Supriyoko (2004), indikasi profesionalisme guru di
Indonesia masih sakit keras jika dilihat dari beberapa aspek input,
distribusi, mutu akademis, aktivitas ilmiah dan kelayakan atau
penguasaan di bidangnya. Ia menunjukkan hasil studi Balitbang
(2001) bahwa mutu akademis guru SD dari 1.141.168 guru ternyata
2,63% (29.999) berpendidikan SMP, 56,10% (640.154)
berpendidikan Sekolah Menengah/Sekolah Menengah Keguruan,
2,54% (28.968) berpendidikan PGSLP/DI, 29,59% (337.624)
berpendidikan PGSLA/D2, 2,68% (30.593) berpendidikan
Sermud/D3, 6,43% (73.438) berpendidikan S1, dan 0,03% (392)
berpendidikan S2.
Studi Balitbang tahun 1999 mengenai penguasaan calon-calon
guru (CPNS/Calon Pegawai Negeri Sipil) terhadap bidang
keahliannya menunjukkan bahwa maen skor tes mereka adalah
sebagai berikut: (1) di bidang Biologi, dari 6.164 orang rata-rata skor
tes yang dicapai 44.96; (2) di bidang Kimia, rata-rata skor yang
dicapai adalah 43.55 dari 396 orang; (3) di bidang Bahasa Inggris,
rata-rata skor yang dicapai adalah 37.57 dari 7.558 orang; (4) di
bidang Matematika, rata-rata skor yang dicapai adalah 27.67 dari
7.863 orang; dan (5) di bidang Fisika, rata-rata skor yang dicapai
adalah 27.35 dari 1.164 orang.
Memperhatikan kondisi tersebut di atas, maka di antara solusi
yang ditawarkan adalah: (1) penempuhan studi lanjut; (2) pendalaman
pengetahuan; (3) peningkatan keterampilan; (4) penyelenggaraan
diskusi antarteman; dan/atau (5) penukaran lingkungan kerja.

46
Kondisi semacam itu rupanya selalu diucapkan atau diwiridkan
secara berulang-ulang, sehingga membentuk konsep diri kita bahwa
pendidikan kita (termasuk madrasah) jelek,tidak bermutu, dan kita
terbelakang. Kita memang selalu terprovokasi oleh hasil-hasil studi
tersebut, sehingga kita merasa kehilangan harga diri dan martabat.
Di sisi lain, kita juga dihadapkan dengan tantangan eksternal,
yaitu perubahan yang cepat dari lingkungan strategis di luar negara
kita. Pasar bebas ASEAN (AFTA) berlaku sejak tahun 2003 yang
lalu. Beberapa tahun ke depan, kerja sama ekonomi Asia Pasifik
(APEC) akan berlaku mulai 2010 untuk negara-negara maju dan 2020
untuk seluruh anggotanya termasuk Indonesia. Jadi, kita berada
dalam posisi untuk tidak bisa mengelak dari tekanan eksternal
tersebut.
Mengahdapi kedua tantangan tersebut, maka perubahan, inovasi,
dan pembaruan merupakan “kata kunci” yang perlu dijadikan titik
tolak dalam mengembangkan pendidikan nasional pada umumnya.
Pengembangan tersebut tidak dapat dilakukan sendiri oleh
pemerintah pusat/daerah, tetapi memerlukan masukan-masukan dan
gerakan bersama antarsemua institusi, baik institusi pendidikan
(dasar, menengah dan tinggi), institusi ekonomi, politik, sosial,
budaya, agama serta masyarakat pada umumnya, untuk mendukung
terwujudnya cita-cita tersebut.
3. Menyoroti Keberadaan Kurikulum Madrasah
Pengembangan pendidikan madrasah tidak dapat ditangani
secara parsial atau setengah-setengah, tetapi memerlukan pemikiran
pengembangan yang utuh, terutama ketika dihadapkan pada
kebijakan pembangunan nasional bidang pendidikan yang
mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata
sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga
Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas,
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu
berubah (Baca Penjelasan UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas).
Menurut Wardiman Joyonegoro (1994), manusia yang berkualitas itu
setidak-tidaknya mempunyai dua kompetensi, yaitu kompetensi
bidang imtaq dan ipteks.
Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa pada periode H.A.
Mukti Ali (mantan Menteri Agama RI), ia menawarkan konsep
alternative pengembangan madrasah melalui kebijakan SKB 3

47
Menteri, yang berusaha menyehaharkan kualitas madrasah dengan
non-madrasah, dengan porsi kurikulum 70% umum dan 30% agama.
Pada periode Menteri Agama Munawir Sadzali menawarkan konsep
MAPK. Dan pada periode Menteri Agama RI H. Tarmizi Taher
menawarkan konsep madrasah sebagai sekolah umum yang berciri
khas agama Islam.
Dilihat dari isu sentralnya, Mukti Ali ingin mendobrak
pemahaman masyarakat yang bernada sumbang terhadap eksistensi
madrasah, di mana ia selalu didudukkan pada posisi marginal, karena
ia hanya berkutat pada kajian masalah keagamaan Islam dan miskin
pengetahuan umum, sehingga output-nya pun kurang diperhitungkan
oleh masyarakat. Dengan munculnya SKB 3 Menteri, rupanya
masyarakat mulai memahami eksistensi madrasah tersebut dalam
konteks pendidikan nasional. Hanya saja ruh dari SKB tersebut
rupanya belum banyak ditangkap oelh para Pembina dan pengelola
madrasah itu sendiri. Porsi 70% pengetahuan umum dan 30%
pengetahuan agama rupanya dipahami secara simbolis-kuantitatif dan
bukan substansial-kualitatif, sehingga lagi-lagi output-nya menjadi
mandul, penguasaan pengetahuan umum masih dangkal dan
pengetahuan agamanya pun tidak jauh berbeda.
Untuk mengantisipasi kedangkalan pengetahuan agama dari
lulusan madrasah, maka menteri Agama Munawir Sadzali mencoba
menawarkan MAPK (Madrasah Aliyah Program Khusus). Hal ini
dimaksudkan untuk menjawab problem kelangkaan ulama dan/atau
kelangkaan umat yang menguasai kitab-kitab berbahasa arab serta
ilmu-ilmu keislaman. Lulusan MAPK diharapkan mampu menjawab
masalah tersebut, yang sekarang ditetapkan sebagai Madrasah Aliyah
Kejuruan (Bidang Keagamaan). Sedangkan Madrasah Aliyah non-
keagamaan tidak jauh berbeda dengan SMA, karena porsi
pengetahuan agama lebih sedikit dibandingkan sebelumnya. Ini
setidak-tidaknya menjadi kerisauan dari para guru madrasah. Lagi-
lagi masalah persentase pengetahuan umum dan agama (simbolis-
kuantitatif) yang menjadi persoalan.
Sebagai akibat dari kemandulan keilmuan yang dimiliki output
madrasah, maka Menteri Agama Tarmidzi Taher mencoba
menawarkan kebijakan dengan jargon “Madrasah sebagai sekolah
umum yang berciri khas agama Islam”, yang muatan kurikulumnya
sama dengan sekolah non-madrasah . kebijakan ini ditindaklanjuti
oleh Menteri Agama berikutnya. Bahkan H.A. Malik Fadjar

48
menetapkan eksistensi madrasah untuk memenuhi tiga tuntutan
minimal dalam peningkatan kualitas madrasah, yaitu: (1) bagaimana
menjadikan madrasah sebagai wahana untuk membina ruh atau
praktik hidup keislaman; (2) bagaimana memperkokoh keberadaan
madrasah sehingga sederajat dengan sistem sekolah; (3) bagaimana
madrasah mampu merespons tuntutan masa depan guna
mengantisipasi perkembangan ipteks dan era globalisasi. Para Mentri
Agama berikutnya rupanya tidak terlalu mempermasalahkan jargon
tersebut di atas, tetapi juga tidak memiliki jargon alternatif. Mereka
berusaha memantapkan eksistensi madrasah yang pada intinya
diarahkan pada tiga tuntutan minimal tersebut di atas.
Di samping itu, madrasah sebagai wahana untuk bina ruh atau
praktik hidup keislaman mengandung makna perlunya penciptaan
suasana religius (keagamaan Islam) di madrasah. Suasana religius
bukan hanya bermakna simbolis sebagaimana uraian di atas, tetapi
lebih jauh dari itu, berupa penanaman dan pengembangan nilai-nilai
religius (keagamaan Islam) pada setiap bidang pelajaran yang termuat
dalam program pendidikannya. Konsekuensinya diperlakukan guru-
guru yang mampu mengintegrasikan wawasan imtaq dan ipteks,
diperlukan buku-buku teks yang bernuansa religius dan bermuatan
pesan-pesan religius pada setiap bidang atau mata pelajaran
diprogramkan.
4. Gambaran Umum Pengembangan Kurikulum Madrasah
(Sebuah Model Alternatif)
Sayyed Hossein Nasr dalam bukunya Islam and the Challenge
of the 21 Century (1993, dalam Muhaimin, 2003), mengemukakan
sejumlah tantangan yang dihadapi oleh Dunia Islamm pada abad ke-
21, yaitu (1) krisis lingkungan; (2) tatanan global; (3) post
modernism; (4) sekularisasi kehidupan; (5) krisis ilmu pengetahuan
dan teknologi; (6) penetrasi nilai-nilai non-Islam; (7) citra Islam; (8)
sikap terhadap peradaban lain; (9) feminism; (10) hak asasi manusia;
dan (11) tantangan internal.
Di lain pihak, Sachiko Murata dan William Chittik, dua guru
besar di State University of New York, Amerika Serikat (dalam The
Vision of Islam, 1994), mengemukakan bahwa obat untuk mengatasi
berbagai problem masyarakat, seperti kelaparan, penyakit,
penindasan, polusi dan berbagai penyakit sosial lainnya, adalah to
return to God through religion.

49
Jika mencermati pernyataan-pernyataan yang dikemukakan oleh
ketiga pemikir dan ilmuan tersebut, bahwa sebagai obat untuk
mengatasi berbagai problem masyarakat, seperti kelaparan, penyakit,
penindasan, polusi dan berbagai penyakit sosial lainnya, adalah to
return to God through religion (kembali kepada Tuhan melalui
agama), maka masih sangat aktual untuk menjadikan madrasah
sebagai wahana untuk membina ruh dan praktik hidup keislaman.
Mengapa harus kembali kepada Tuhan melalui agama, dan tidak
kembali kepada ideologi-ideologi tertentu, misalnya ideology
kapitalisme yang mendominasi peradaban global, dan yang telah
dijadikan tuhan oleh sebagian manusia modern? Kapitalisme
mempunyai tiga asumsi dasar, yaitu (1) kebebasan individu; (2)
kepentingan diri (selfishness); dan (3) pasar bebas (Ayn Rand, 1970).
Sebagai dampak dari kapitalisme tersebut antara lain melahirkan
berbagai masalah yang dihadapi oleh Dunia Islam sebagaimana
dikemukakan oleh Sayyed Hossein Nasr di atas.
Hidup manusia bagaikan lalu lintas, masing-masing ingin
berjalan dengan selamat sekaligus cepat sampai ke tujuan. Namun,
karena kepentingan mereka berlain-lainan, maka bila tidak ada
peraturan lalu lintas kehidupan, pastia akan terjadi benturan dan
tabrakan. Siapa yang mengatur lalu lintas kehidupan itu?
Manusiakah? Tidak, karena manusia mempunyai dua kelemahan,
yaitu keterbatasan pengetahuan dan sifat egoism atau ingin
mendahulukan kepentingan diri sendiri. Karena itu, yang seharusnya
mengatur lalu lintas kehidupan adalah Dia yang paling mengetahui
sekaligus yang tidak mempunyai kepentingan sedikitpun, yaitu Allah
Swt. Dialah yang menetapkan peraturan-peraturan tersebut, baik
secara umum berupa nilai-nilai maupun secara terperinci, khususnya
bila perincian petunjuk itu tidak dapat dijangkau oleh penalaran
manusia (Shihab, 1992). Peraturan itulah yang kemudian dinamai
agama.
Karena itu, menjadikan madrasah sebagai wahana untuk
membina ruh dan praktik hidup keislaman, terutama dalam
mengantisipasi peradaban global, adalah merupakan tawaran yang
selalu aktual. Hanya saja masalah aktual atau tidaknya tergantung
pada para penanggung jawab, pengelola dan pembina madrasah
dalam memahami, menjabarkan, dan mengaktualisasikan makna
menjadikan madrasah sebagai wahana untuk membina ruh dan
praktik hidup keislaman itu sendiri, yang tidak hanya bersifat

50
simbolis, tetapi sampai pada dimensi substansialnya. Melalui
pemahaman semacam itu diharapkan madrasah dapat melahirkan
lulusan yang memahami dan bahkan menguasai ipteks, terampil dan
sekaligus siap hidup dan bekerja di masyarakat dalam pancaran dan
kendali ajaran dan nilai-nilai Islam.
Di sisi lain, kurikulum madrasah perlu dikembangkan secara
terpadu, dengan menjadikan ajaran dan nilai-nilai Islam sebagai
petunjuk dan sumber konsultasi bagi pengembangan berbagai mata
pelajaran umum, yang operasionalnya dapat dikembangkan dengan
cara mengimplisitkan ajaran dan nilai-nilai Islam ke dalam bidang
studi IPS, IPA dan sebagainya, sehingga kesan dikotomis tidak
terjadi. Model pembelajaran bisa dilaksanakan melalui team
teaching, yakni guru bidang IPS, IPA atau lainnya bekerja sama
dengan guru pendidikan agama Islam untuk menyusun disain
pembelajaran secara konkret dan detail, untuk diimplementasikan
dalam kegiatan pembejaran.

D. Perkembangan Madrasah di Indonesia


Banyak teori yang berpendapat tentang sejarah munculnya
madrasah diIndonesia, tetapi sangat sulit dipastikan kapan istilah
madrasah digunakan sebagaisalah satu jenis pendidikan Islam yang
ada di Indonesia. Namun dapat dipastikan bahwa madrasah telah
marak di Indonesia sebagai lembaga pendidikan sejak awal abad
20.
Namun demikian perkembangan madrasah awal abad 20 tidak
bisa disamakan dengan perkembangan madrasah di Timur Tengah
saat itu yang sama- sama sedang berkembang. “Perkembangan
madrasah di Timur-Tengah sudah memasuki masa modern yang
sudah mengadopsi ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum”
(Maksum, 1999:98). Sementara sebelum abad 2o tradisi pendidikan
Islam di Indonesia belum mengenal istilah madrasah, kecuali
pengajian Al-Quran, masjid, pesantren, surau, langgar dan tajug.
Dalam praktek pendidikannya tidak menggunakan sistem kelas

51
seperti sekolah modern, namun sistem penjenjangan dilakukan
dengan melihat kitab yang diajarkan.
Munculnya madrasah pada abad 20 ini ada juga yang
meperkirakan berbarengan dengan munculnya Ormas Islam,
semisal Muhammadiyah, NU, dan lain-lain. Mengapa madrasah
muncul pada masa kolonial Belanda sekitar awal abad ke-20,
bukan sebelumnya, Ada dua analisis: pertama, karena beberapa kali
usulan Volksraad (Dewan Rakyat) agar pelajaran agama Islam
dimasukkan sebagai mata pelajaran di perguruan umum selalu
ditolak oleh Belanda. Belanda bahkan memberlakukan ordonansi
Indische Staatsregeling pasal 179 ayat 2 yang menyatakan bahwa
“pengajaran umum adalah netral, artinya bahwa pengajaran itu
diberikan dengan menghormati keyakinan agama masing-masing.
Pengajaran agama hanya boleh berlaku di luar jam
sekolah”(Djaelani 1982:36-37). Sampai dengan akhir pemerintahan
Belanda di Indonesia, pengajaran agama di sekolah umum atau
open baar orderwijs tidak pernah menjadi kenyataan. Hal ini
menumbuhkan inisiatif untuk mendirikan model sekolah di luar
kebijakan Belanda yang memberi muatan pelajaran agama Islam
lebih, namun berbeda dengan komposisi materi PAI di pesantren
dan sejenisnya yang telah ada sebelumnya. Lembaga tersebut
adalah madrasah.
Dari berbagai literatur tentang munculnya madrasah di
Indonesia, dapat dijelaskan bahwa paling tidak ada dua faktor yang
melatarbelakangi munculnya madrasah di Indonesia. Dua faktor
tersebut yaitu yang pertama adalah adanya gerakan pembaharuan
Islam di wilayah Timur Tengah dan Mesir di mana banyak pelajar-
pelajar Indonesia yang belajar di Timur-Tengah setelah kembalinya
dari wilayah tersebut membawa semangat pembaharuan ke tanah

52
air. Kedua, adalah respon terhadap kebijakan pemerintah Hindia
Belanda yang sedang menjajah Indonesia saat itu. Pemerintah
melakukan standar ganda dalam politik etiknya. Pemerintah
penjajah hanya mengembangkan pendidikan yang memiliki
manfaat bagi pemerintah penjajah saja. Perbaikan pendidikan
berbasis Islam justru mereka khawatirkan berdampak buruk bagi
kepentingan penjajah. Pada awalnya pemerintah penjajah akan
menggunakan “tradisi pendidikan” pribumi untuk menerapkan
pendidikan dalam rangka politik etiknya akan tetapi hal ini tidak
terjadi, hal ini diungkapkan oleh A. Steenbrink yang di kutip oleh
H. Maksum (1998:93) dinyatakan bahwa:
“Dalam membahasa penelitian yang diperintahkan Gubernur
Jenderal Fort van der Capellen 1819, seorang sarjana
Belanda Brugmen menduga bahwa pemerintah akan
menerapkan pendidikan yang berdasarkan pribumi murni,
secara teratur sesuai dengan masyarakat desa, yang
dihubungkan erat pada pendidikan Islam yang sudah ada
sebelumnya. Hal ini dimungkinkan dengan alasan politik
asosiasi Hindia Belanda. Tetapi hal ini dalam kenyataannya
tidak terbukti.”

Hal tersebut tidak terlaksana karena pada tataran teknis usulan tersbut
sulit untuk direalisasikan karena, tradisi pendidikan Islam saat itu
dianggap tidak layak diadopsi baik dari sisi kurikulum, manajerial
atau metodenya. Pada akhirnya pemerintah Hindia Belanda memilih
bentuk persekolahan sebagaimana yang sudah dikembangkan jauh
sebelumnya khususnya dalam rangka misionaris (Maksum:
1999:93).

53
1. Tumbuhnya Madrasah pada Masa Penjajahan
Pertama kali penjajah menginjakkan kakinya di bumi
nusantara, mereka menjumpai bahwa sebagian besar
penduduknya beragama Islam yang telah disebarkan oleh para
wali, dan pada saat itu pula sudah bentuk-bentuk pendidikan
yang dikelola oleh masyarakat muslim dengan menekankan
pada aspek-aspek pendidikan agama Islam. Pendidikan ini
berlangsung di rumah-rumah, tajuk, mesjid, langgar yang di
asuh oleh seorang yang merasa terpanggil untuk
menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat
kemudian berkembang menjadi sebuah pondok pesantren.
Dalam perkembangannya, pesantren ini menjadi sesuatu
yang menarik bagi para sultan dan dianggap sangat berjasa.
Akhirnya tidak sedikit pesantren yang mendapat perhatian
khusus dari sultan berupa bantuan. “Salah satu contohnya
adalah Pesantren Tegalsari yang merupakan hadiah sultan bagi
para kyai yang dianggap telah banyak jasanya (Shaleh,
2004:13). Sampai pada abad 19 Pondok Pesantren Tegalsari
menjadi pondok terkemuka yang santrinya berasal dari
berbagai penjuru tanah air..
Ketika rombongan dagang VOC dan kemduian pemerintah kolonila
Hindia Belanda menguasai wilayah nusantara sejak tahun 1671,
dalam jangka waktu yang cukup lama mereka membiarkan saja
kegiatan-kegiatan pendidikan termasuk pesantren berjalan apa
adanya. Namun tatkala keperluan akan tenaga terampil tingkat
rendahan mulai meningkat, pemerintahan kolonial juga
menyelenggarakan pengajaran melalui sistem persekolahan yang
diselenggarakan sangat diskriminatif, terutama bila hal itu
menyangkut penduduk pribumi.

54
Sistem persekolah pemerintah Hindia Belanda untuk rakyat
Indonesia padamulanya terbatas untuk kalangan bangsawan, yakni
Sekolah Kelas Satu (Hollands Inlandsche Scholl/HIS) dan Sekolah
Kelas Dua (Standard School). Sekolah-sekolah ini diselenggarakan
untuk tujuan mencetak pegawai-pegawai pemerintah, juga pegawai
perdagangan dan perusahaan. Dalam politik pendidikan pemerintah
Hindia Belanda, pendirian sekolah-sekolah ini merupakan langkah
susulan setelah sebelumnya pemerintah hanya menyediakan
pendidikan bagi kalangan Belanda sendiri.
Karena berbagai alasan akhirnya pemerintah Hindia Belanda
mengembangkan sistem persekolahan untuk rakyat luas dengan
biaya murah. Mulai saat ini rakyat yang pada awalnya hanya
memperoleh pendidikan dari lembaga-lembaga pendidikan
tradisional termasuk dari pesantren, akhirnya memperoleh
kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang dibuat oleh
pemerintah Hindia Belanda ini. Dengan munculnya gerakan ini dan
respon dari masyarakat yang cukup bagus, maka dirasakan oleh
lembaga-lembaga pendidikan tradisional adanya “saingan” dalam
pendidikan.
Perkembangan sekolah yang didirikan oleh pemerintah
Belanda yang begitugencar dan diterima oleh rakyat Indonesia telah
menggugah para tokoh Islam untuk menanggapi fenomena ini.
Meskipun pemerintah Hindia Belanda memberikan kesempatan
yang luas kepada warga pribumi untuk memperoleh pendidikan,
namun masih nampak kebijakan yang bersifat diskriminatif.
Bagaimanapun kebijakan ini tidak akan membuat cerdas bangsa
Indonesia, karena kesempatan pendidikan yang diberikan oleh
penajajah hanya sampai pada pendidikan dasar. Hal ini tentu sangat
bertolak belakang dengan prinsip-prinsip Islam yang diyakini oleh

55
mayoritas penduduk Indonesia yaitu kesempatan memperoleh hak
yang sama dan kesetaraan. Kesempatan ini juga harus menjadi
momen bagi tokoh Islam saat itu untuk memberikan yang lebih baik
dalam pendidikan Islam baik dari sisi metode, kurikulum, materi,
struktruktur kelembagaan, manajerial dan sebagainya agar
pendidikan Islam dapat diterima oleh masyarakat dan mampu
bersaing dengan sekolah yang didirikan oleh pemerintah Hindia
Belanda.
Bersamaan dengan hal itu, pemerintah Belanda tida begitu
respon dengan perkembangan pendidikan Islam, mereka
menganggap percuma merespon danmemberikan kebijakan tertentu
terhadap pendidikan Islam karena pendidikan Islam di anggap
pendidikan moral keagamaan yang memeberikan motivasi spiritual
dan mungkin bisa membangkitkan semangat perjuangan untuk
melawan penjajahan.
Dipicu oleh semangat Pan Islamisme dan gerakan
pembaharuan Islam di Timur Tengah dan Mesir yang imbasnya
merambah ke tanah air melalui pelajar- pelajar yang kembali setelah
menyelesaikan studinya, baik dari Mesir maupun yang telah
bermukim di Makkah dan Madinah dengan tujuan belajar agama
selama dua, empat sampai enam tahun. Mereka membangkitkan
gerakan pembaruan di bidang pendidikan Islam. Di Sumatera
muncul antara lain Madraah Adabiyah yangdidirikan di Padang
oleh Syaikh Abdullah Ahmad pada tahun 1908. Pada tahun 1915
madrasah ini berubah menjadi HIS Adabiyah. Sementara itu pada
tahun 1910 Syaikh M. Taib Umar juga mendirikan Madrasah
Shcoel di Batusangkar, sedangkah H. Mahmud Yunus pada tahun
1918 mendirikan Diniyah Schoel sebagai lanjutan pada Madrasah
Schoel.

56
Di Aceh didirikan madrasah yang pertama pada tahun 1930
bernama SaadahAdabiyah oleh Tengku Daud Beureuh. Madrasah
Al-Muslim oleh Tengku Abdul Rahman Munasah Mencap,
Madrasah Sarul Huda dan banyak madrasah lainnya. Hal serupa
terjadi juga di Sumatera Timur, Tapanuli, Sumetera Selatan,
Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan lain-lain.
Organisasi Islam yang bergerak dalam bidang pendidikan
banyak mendirikan madrasah dan juga sekolah umum dengan
nama, jenis dan tingkatan yang bermacam-macam diantaranya:
1) Muhammadiyyah (1912) mendirikan Madrasah Ibtidaiyah,
Tsanawiyah, Muallimin/Mu'allimat, Muballighin/Muballighat
dan Madrasah Diniyah
2) Al-Irsyad (1913), mendirikan Madrasah Awaliyah,
Madrasah Ibdtidaiyah, Madrasah Tajhiziyah, Muallimin dan
Tahassis.
3) Matlaul Anwar di Menes Banten mendirikan Madrasah
Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah dan Diniyah.
4) Pesatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) (1928) mendirikan
madrasah dengan berbagai nama, diantaranya Madrasah
Tarbiyah Islamiyah, Madrasah Awaliyah, Tsanawiyah,
Kuliyah Syariah.
5) Nahdhatul Ulama (1926) mendirikan Madrasah Awaliyah,
Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Muallimin Wustha dan
Muallimin Ulya. (Shaleh, 2004:20)
Pada masa kesultanan, madrasah memperoleh dukungan dan
bantuan, bahkan ada yang didirkan atas nama sultan sehingga
madrasah dapat tumbuh dan berkembang dengan mutu lulusan dan
kualitas penyelenggaraan yang baik. Namun di masa kolonial,
sesuai dengan tugas kolonialisme, madrsah dikatergorikan sebagai

57
sekolah liar, bahkan pemerintah kolonial telah mengeluarkan
peraturan-peraturan yang membatasi bahkan mematikan sekolah
partikelir termasuk madrasah.
Kebijakan pemerintah Hindia Belanda sendiri terhadap
pendidikan Islam pada dasarnya bersifat menekan karena
kekhawatiran akan timbulnya militansi kaum muslimin terpelajar.
Pada tahun 1882 pemerintah Belanda membentuk suatu badan
khusus yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan
pendidikan Islam yang disebut Priesterraden (Zuhairini, 1995: 149).
Atas nasihan badan inilah maka pada tauhun 1905 pemerintah
Hindia Belanda dalam mengawasipendidikan Islam mengeluarkan
kebijakan yang disebut dengan Ordonasi Guru. Kebijakan ini
mewajibkan guru-guru agama untuk memiliki surat izin dari
pemerintah. Latar belakang Ordonansi Guru ini sepenuhnya bersifat
politis untuk menekan sedemikian rupa sehingga pendidikan agama
tidak menjadi faktor pemicu perlawanan rakyat terhadap penjajah.
Dalam perkembangannya, Ordonansi Guru sendiri mengalami
perubahan dari keharusan guru agama mendapatkan surat izin
menjadi kehaursan guru agama itu cukup melapor dan
memberitahu saja. Selain Ordonansi Guru, pemerintah Hindia
Belanda juga pada tahun 1932 mengeluarkan peraturan yang dapat
memberantas dan menutup sekolah yang tidak ada izinya, atau
memberikan pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah Hindia
Belanda, kebijakan ini disebut Ordonansi Sekolah Liar (Wilde
School Ordonanite). Ketentuan ini mengatur bahwa
penyelenggaraan pendididkan harus terlebih dahulu mendapatkan
izin dari pemerintah. Laporan-laporan mengenai kurikulum dan
keadaan sekolah harus diberikan seara berkala. Ketidak lengkapan
laporan sering dijaidkan alasan untuk menutup kegiatan pendidikan

58
di kalangan masyarakat tertentu.
Kebijajakan yang kurang menguntungkan terhadap pendidikan
Islam masih berlanjut pada masa penajajahan Jepang, meskipun
terdapat beberapa modifikasi. Walaupun diakui lebih memberikan
kebebasan dari pada penajajah Belanda, tetapi kebijakan dasar
pemerintah penajajah Jepang berorientasi pada penguatan
kekuasannya di Indonesia.
Untuk memperoleh dukungan dari umat Islam, pemerintah
Jepang mengeluarkan kebijakan yang menawarkan bantuan dana
bagi sekolah dan madrasah. Berbeda dengan kolonial Belanda,
pemerintah Jepang membiarkan dibukanya kembali madrasah-
madrasah yang pernah ditutup pada masa pemerintahan
sebelumnya. Namun demikian, pemerintah Jepang tetap
mewaspadai bahwa madrasah-madrasah itu memiliki potensi
perlawanan yang membahayakan bagi pendudukan Jepang di
Indonesia.
2. Madrasah pada Masa Awal Kemerdekaan
Ditengah-tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah RI
tetap membina pendidikan agama pada khususnya. Pembinaan
pendidikan agama itu secara formal institusional dipercayakan
kepada Departemen Agama dan Departemen P&K (Depdikbud).
Oleh karena itu maka dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama
antara keuda departemen tersebut untuk mengelola pendidikan
agama di sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta). Adapun
pembinaan pendidikan agama di sekolah agama ditangani oleh
Departemen Pendidikan Agama sendiri.
Pendidikan Agama Islam (PAI) untuk sekolah umum mulai
diatur secara resmi oleh pemerintah pada bulan Desember 1946.
Sebelum itu pendidikan agama sebagai pengganti pendidikan budi

59
pekerti yang sudah ada sejak zaman Jepang, berjalan sendiri-sendiri
di masing-masing daerah.
Perkembangan madrasah pada masa awal kemerdekaan sangat
terkait dengan peran Departemen Agama yang mulai resmi berdiri
sejak 3 Januari 1946Lembaga inilah yang secara intensif
memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia. Oreintasi
usaha Departemen Agama dalam bidan pendidikan Islambertumpu
pada aspirasi ummat Islam agar pendidikan agama diajarkan di
sekolah- sekolah, di samping pada pengembangan madrasah itu
sendiri. Secara lebih spesifik, usaha ini ditangani oleh satu bagian
khusus yang mengurusi masalah pendidikan agama. dalam salah
satu dokumen disebutkan bahwa tugas bagian pendidikan di
lingkungan Departemen Agama itu meliputi (1) Memberi
pengajaran agama di sekolah negeri dan partikular (2) memberi
pengetahuan umum di madrasah, dan (3) mengadakan pendidikan
guru agama (PGA) dan pendidikan hakim Islam negeri (PHIN).
Dengan tugas-tugas seperti di atas, Departemen Agama dapat
dikatakan sebagai representasi umat Islam dalam memperjuangkan
penyelenggaraan pendidikan Islam secara lebih meluas di
Indonesia. Dalam kaitannya dengan perkembangan madrasah,
Departemen tersebut menjadi andalan yang secara politis dapat
mengangkat posisi madrasah sehingga memperoleh perhatian yang
serius di kalangan pemimpin yang mengambil kebijakan. Di
samping melanjutkan usaha-usaha yang dirintis oleh sejumlah
tokoh seperti KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asyari, KH. Ilyas,
Mahmud Yunus dll. Departemen Agama secara lebih tajam
mengembangkan program-program perluasan dan peningkatan
mutupendidikan.
Perkembangan madrasah yang paling spektakuler pada masa

60
orde lama adalah dengan didirikannya Pendidikan Guru Agama
(PGA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) (Maksum,
1999:124). Hal ini dianggap sepektakuler karena berdirinya kedua
lembaga pendidikan Islam ini sebagai momentum penting
perkembangan madarasah karena: Pertama, Pendidikan ini akan
mencetak tenaga-tenaga profesional dalam pengembangan agama
Islam, kedua, Pendidikan Guru Agama akan mencetek calon-calon
guru agama yang fokus pada pendidikan agama Islam. Khusus
mengenai PGA, akarnya memang sudah dimulai sejak masa
sebelum kemerdekaan khususnya di wilayah Minangkabau, tetapi
dengan pendidirian PGA oleh Depertemen Agama, kelanjutan
madrasah di Indonesia mendapat jaminan yang lebih strategis. PGA
menghasilkan guru-guru agama yang secara praktis akan menjadi
motor bagi penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan
madrasah. Ketersediaan guru yang disuplai oleh lembaga tersebut
semacam menjamin perkembangan madrasah di Indonesia.
Dari catatan Mahmud Yunus yang dikutip oleh Ainurrofik
(2005:44) diperoleh data bahwa “sejarah perkembangan PGA pada
masa itu bermula dari program Departemen Agama yang ditangani
oleh Abdullah Sigit sebagai penanggungjawab bagian pendidikan”.
Pada tahun 1950 bagian ini membuka dua lembaga pendidikan yang
dikatakan sebagai madrasah profesional keguruan, yaitu : Sekolah
Guru Agama Islam (SGAI). Sekolah ini terdiri dari dua jenjang
yaitu jenjang jangka panjang yang selama lima tahun yang
diperuntukkan bagi siswa lulusan SR/MI dan jenjang jangka
pendek yang hanya ditempuh selama dua tahun yang diperuntukkan
bagi lulusan SMP/Madrasah Tsanawiyah. Pada perkembangan
selanjutnya SGAI berubah menjadi Pendidikan Guru Agama (PGA)
dan SGHI berubah menjadi Sekolah Hakim Guru Agama (SHGA).

61
E. Penelitian yang relevan
Dalam penelitian ini terdapat beberapa penelitian relevan
yang dapat dijadikan bahan kajian telaah pustaka antara lain:
1. Moh. Wardi, dkk
Jurnal Nasional ISSN: 2503-1481 (2019), Perbandingan
Pendidikan; Pemahaman Simbolis dan Substantif PAI di
Madrasah dan Sekolah, tujuan penelitian ini yaitu untuk
memahami dan memberikan pencerahan terkait PAI di Madrasah
dan PAI di Sekolah dalam tinjauan historis, filosofis, dan
sosiologis guna memahami fungsi, peran dan perbedaan diantara
kedua lembaga tersebut. Hasil dari penelitian ini yaitu Tantangan
dan tugas para pendidik, orang tua,masyarakat dan pemerintah
adalah memberikan pemahaman dan pencerahan bahwa agama
tidak ada dikotomi dalam ilmu pengetahuan agama dan umum.
sehingga kemudian dapat meminimalisir keengganan masyarakat
untuk memilih lembaga pendidikan tempat anak-anaknya
Madrasah atau sekolah. Pemahaman lain terhadap masyarakat,
bahwa janganlah terjebak pada pemahaman dan makna simbolis
saja, namun pemahaman yang bersifat substantif dan kontekstual
menjadi tujuan dan akhir dari segalanya. Apabila kita memahami
perbedaan antara madrasah dan sekolah hanya terbatas pada
pemahaman tekstual saja,maka akan membawa kita pada
pemahaman yang sederhana dan terjebak pada pemahaman
simbolis semata. Sehingga ketika perbedaanperbedaan tersebut
mampu di ciptakan di sekolah, maka perbedaan antara madrasah
dan sekolah lembat laun akan menjadi sirna.

62
2. Disertasi Rahmat Raharjo. M.PdI
Pada tahun 2009, yang berjudul “Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam pada SMA di Kabupaten Puworwejo”.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa adanya hubungan
positif antara guru PAI dalam mengembangkan kurikulum yakni
kreativitas guru PAI dalam mengembangkan kurikulum akan
diikuti dengan meningkatnya profesionalisme guru dalam
melaksanakan pembelajaran dan penilaian hasil belajar

3. Ahmad Munir Saifulloh


Tesis Universitas Islam Negeri Maliki Malang (2011),
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah
Menengah Atas (studi Multikasus di SMA Negeri 2 Lumajang dan
SMA Jenderal Sudirman Lumajang). Penelitian ini bertujuan
untuk mengungkapkan pengembangan kurikulum PAI yang
diterapkan di SMA Negeri 2 Lumajang dan SMA Jendral
Sudirman Lumajang, dengan pokok masalah (1) Perencanaan
kurikulum PAI di SMA Negeri 2 Lumajang dan SMA Jendral
Sudirman Lumajang, (2) Pelaksanaan kurikulum PAI di SMA
Negeri 2 Lumajang dan SMA Jendral Sudirman Lumajang, (3)
Evaluasi kurikulum PAI, yang dilakukan di SMA Negeri 2
Lumajang dan SMA Jendral Sudirman Lumajang. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan studi
multikasus. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
mendalam, observasi partisipan, dan dokumentasi. Temuan
penelitian menunjukkan bahwa: (1) Perencanaan kurikulum PAI
di SMA Negeri 2Lumajang dan SMA Jendral Sudirman Lumajang
mempertimbangkan beberapa hal, yang meliputi: latar belakang,
sumber ide, konsep, tujuan, landasan, dan prinsi-prinsip

63
pengembangan kurikulum PAI. (2) Pelaksanaan kurikulum PAI di
SMA Negeri 2 Lumajang dan SMA Jendral Sudirman Lumajang
dilaksanakan melalui kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler
dengan menggunakan metode-metode sesuai dengan tiap-tiap
aspek kurikulum PAI, serta didukung sarana dan prasarana yang
memadai. Dan evaluasi pembelajaran dilakukan pada ranah
kognitif afektif, dan psikomotor yang tujuannya untuk mengetahui
perolehan belajar/kompetensi peserta didik. dan (3) Evaluasi
kurikulum PAI di SMA Negeri 2 Lumajang dan SMA Jendral
Sudirman Lumajang dilakukan pada program pengembangan
kurikulum dan pelaksanaan kurikulum PAI dengan melibatkan
pihak internal dan eksternal.
4. Pirdaus:
Tesis (2014) Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Islam Berbasis Religious Culture di SMA Negeri 15 Takengon
Binaan Nenggeri Antara Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk
mendiskripsikan Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama
Islam yang berbasis Religious Culture di SMA Negeri 15 Takengon
Binaan Negeri Antara, dengan sub fokus: (1) Proses perencanaan
pengembanganKurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) (2)
Pelaksanaan pengembangan kurikulum Pendidikan Agama (3)
Sistem evaluasi pengembangan kurikulum Pedidikan Agama
Islam. penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
melakukan pendekatan deskriptif, pengumpulan data dilakukan
dengan tehnik metode observasi, wawancara, dukumentasi. Hasil
penelitian menunjukkan sebgai berikut: (1) Proses Perencanaan
pengembangan kurikulum meliputistudi kelayakan
pengembangan kurikulum berbasis Religious Culture, di awali

64
dengandasar pemikiran pengembangan kurikulum, Landasan
terhadap kurikulum, Mekanisme pengembangan kurikulum,
Tujuan kurikulum yang berbasis religious culture. yang akan
membawa perobahan yang signifikan terhadap pendidikan serta
karakter siswa. (2) Pelaksanaan pengembangan kurikulum
berbasis religious culture ini dapat di lihat bahwa kurikulum SMA
Negeri 15 BNA ini memiliki jam pembelajaran yang di sesuaikan
dengan pendidikan nasional dan memiliki jam tambahan pada
sore hari yang jumlahnya yaitu Kelas X: 45 jam pelajaran Kelas XI:
45 Jam Pelajaran dan Kelas XII: 49 Jam Pelajaran, di tambah
dengan kegiatan jam pelajaran tambahan pada sore hari sehingga
religious culture dapat terwujud. (3) Evaluasi kurikulum dilakukan
secara matang dan melakukan perobahan kepada arah yang lebih
baik untuk mencapai tujuan dan harapan dari sekolah sesuai
dengan visi dan misi sekolah, kemudian evaluasi kurikulum
dilakukan agar menyesuaikan dengan fenomena yang telah
terjadi.

F. Kerangka Berfikir
Setelah dilakukan penguraian dari beberapa pengertian dan
konsep kurikulum Pendidikan agama islam, maka penulis
membatasi penelitian ini. Penulis menguraikan kerangka berfikir
Berdasarkan judul penelitian “Model Kurikulum Pendidikan Agama
Islam (PAI) di Sekolah Mts. Darul-Hikmah” dapat digambarkan:

65
Gambar 2.2
Kerangka Berfikir

1. Pendidikan
Model Kurikulum
Pendidikan
Kewarganegaraan
Pendidikan Agama
Agama Islam 2. Bahasa
Islam
3. Matematika
4. Ilmu Pengetahuan Alam
5. Ilmu Pengetahuan Sosial
6. Seni dan Budaya
7. Pendidikan Jasmani dan
Olahraga
8. Keterampilan/Kejuruan
(termasuk Teknologi
Informasi)
9. Muatan Lokal

Desain Kurikulum
Pendidikan
Pendidikan Agama
Agama Islam Kitab-kitab Aswaja
Islam

66
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian
kualitatif. Jenis penelitian kualitatif itu sendiri adalah sesuatu yang
didasari oleh sebuah konsep yakni konstruktivisme, dimana bahwa suatu
hal itu memiliki sudut pandang lebih dari satu. Bersifat keseluruhan dan
tidak dapat dipisahkan. Dimana kenyataan yang ada bersifat terbuka,
kontekstual, melalui pandangan seseorang yang bersifat kolektif, dan
diteliti oleh manusia sebagai instrumen. (Sumadinata, 2013) Penelitian
kualitatif sendiri juga memiliki devinisi yang lain yakni penelitian yang
identik dengan melakukan wawancara hal ini berguna untuk membedah
sebuah pandangan, perasaan serta prilaku seseorang atau kelompok.
(Arlina, 2016) Dengan menggunakan penelitian kualitatif disini peneliti
akan mengambil data memlalui wawancara. Dengan melalui proses
wawancara peneliti akan memahami bagaimana model dan desain
kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) di MTs Darul Hikmah Kota
Tangerang Selatan.
Kualitatif ini dibagi menjadi dua macam, yakni kualitatif
interaktif dan kualitatif non reaktif. Dimana kualitatif interaktif tersebut
memperoleh data dengan cara terjun langsung atau memperoleh data
secara alamiah di lapangan. Sedangkan non reaktif memperoleh data
dengan mengkaji sebuah dokumen yang sudah ada. Disini peneliti akan
menggunakan yang jenis kualitatif interaktif. Ada lima macam yang
termasuk dalam kualitatif interaktif, yakni : (1) etongrafik, (2)
fenomenologis, (3) studi kasus, (4) dasar, dan (5) teori kritikal.
(Sumadinata, 2013)
Dalam penelitian Model dan Desain Kurikum Pendidikan
Agama Islam (PAI) di MTs Darul Hikmah Kota Tangerang Selatan
peneliti menggunakan analisis deskriptif kualitatif, dimana dalam
penelitian ini hasil akan dijabarkan melalui deskriptif. Penelitian yang
dihasilkan sangat kaya dengan situasi yang ada dilapangan, dan juga
memberi masukan bagi peneliti lebih lanjut. Penelitian difokuskan untuk

67
memberi sebuah penjelasan mulai dari menjelaskan antar peristiwa dan
juga makna.
Supaya memperoleh hasil yang valid dalam penelitian, maka
dibutuhkan tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam penelitian, yakni :

PERENCANAAN MEMULAI
PENGUMPULAM DATA

PENGUMPULAN DATA
DASAR

PENGUMPULAN DATA
MELENGKAPI PENUTUP

1. Perencanaan
Dalam tahap ini peneliti akan merancang mengenai
perumusan dan juga pembatasan masalah. Peneliti juga akan
membuat suatu pertanyaan yang berguna untuk mengumpulkan
data penelitian. Setelah itu akan menentukan situasi dalam
penelitian, tempat penelitian, memilih orang lain sebagai
informan.
2. Pengumpulan Data
Sebelum melaksanakan pengambilan data, peneliti
memberi kesan yang baik, menumbuhkan rasa percaya bagi
informan atau dengan instasi yang bersangkutan. Kemudian
peneliti melakukan wawancara dengan informan yang sudah
dipilih, selan jutnya dengan tekn ik bola salju. Hasil wawancara
harus dilengkapi dengan data pengamatan dan data dokumen

68
(tragulasi). Data yang sudah didapat dicatat dan disimpan secara
baik supaya mudah dalam proses analisis data.
3. Pengumpulan Data Dasar
Setelah peneliti lebih nyaman dengan informan dan juga
situasi yang diteliti, kemudian wawancara dilakukan lebih intens
dan lebih mendalam. Hal ini peneliti benar-benar harus
memperhatikan apa yang dia lihat, dengan dan dirasaka nnya.
Sambal mengumpulkan data, peneliti juga melakukan analisis
data. Keduannya dilaksanakan secara bersamaan sampai tidak
ditemukan data baru lagi. Analisis yang telah diperoleh
kemudian digambarkan dalam bentuk diagram atau tabel, setelah
pola dasar terbentuk, peneliti mencari fakta yang kelak akan
dijadikan penguatan dalam tahap penutup.
4. Pengumpulan Data Penutup
Penelitian dikatakan berakhir apabila peneliti telah
meninggalkan tempat penelitian. Tetapi batas akhir penelitian
tidak dapat ditentukan. Akhir penelitian dari semua data yang
didapat mengenai masalah, kedalaman, kelengkapan data
dikumpulkan setelah mendapat semua inform asi yang
dibutuhkan, atau bisa dibilang tidak ada data baru lagi.
5. Melengkapi
Tahap melengkapi ini berarti proses penyempurnaan
hasil analisis data dan menyusun cara menyajikan data. Dimana
analisis data disusun sesuai dengan fakta di lapangan. Bentuk
data tersebut bisa digambarkan dalam bentuk tabel, diagram atau
gambar. Kemudian semua itu dipresentasikan secara utuh sesuai
dengan prinsip yang ada.
B.Waktu dan Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan di

69
yayasan Darul Hikmah Pamulang Tangerang Selatan, Sedangkan
waktu yang direncanakan untuk proses penelitian yaitu sampai
selesai dengan waktu yang tidak di tentukan.

Tabel. 1.1
Rencana Kegiatan Penelitian dan Penyelesaian Tesis

J J
F m a M
u u
Kegiatan e a p e
n l
b r r i
i i
Obervasi awal
Persiapan
pembuatan
proposal
Penyusunan
proposal
Pengajuan proposal
ke jurusan
Ujian proposal
Perbaikan proposal
Bimbingan
B. Instrument Penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman
wawancara (interview guide), lembar observasi, maupun alat
dokumentasi dalam pengumpulan data, yang sudah tertera pada bagian
lampiran.
C. Sumber Data
1. Kepala Sekolah

70
a) Dra. Sri Uswati
2. Guru PAI MTS Darul Hikmah
a) Saefudin, S.H.I

D. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data ini digunakan untuk mendapatkan informasi
data terkait dengan fokus penelitian. Untuk mengumpulkan data-data
terkait penelitian yang dilakukan, peneliti menggunakan beberapa teknik
pengumpulan sebagai berikut:

DATA
NO METODE TEKNIK RESPONDEN YANG
DIHIMPUN
Non Kepala Sekolah Hasil
1 Observasi
Participant dan Guru Observasi

Kepala Sekolah Hasil


2 Wawancara Terbuka
dan Guru Wawancara

Profil
Sekolah,
Data Guru
3 Dokumentasi dan Siswa,
Kurikulum
PAI, dan
lain-lain

1. Observasi
Dalam penelitian ini, observasi yang dilakukan adalah
kurikulum yang dikembangkan di MTs Darul Hikmah Kota
Tanggerang Selatan. Observasi ini memungkinkan peneliti
untuk menganalisis bagaimana model dan desain kurikulum
Pendidikan Agama Islam (PAI) yang berkembang di sekolah
tersebut.

71
2. Wawancara
Dalam penelitian ini pihak kami mewawancarai sebagai berikut:
a) Wawancara dengan kepala sekolah
b) Wawancara dengan guru PAI
3. Dokumentasi
Dengan dokumentasi ini peneliti mencari data tentang
beberapa hal yang menyangkut penelitian ini. Misalnya dengan
program kegiatan dan kurikulum prestasi yang dicapai data guru
dan siswa, profil sekolah, fasilitas pendukung, dan hal-hal yang
lain terkait dalam model dan desain kurikulum Pendidikan
Agama Islam (PAI) di MTs Darul Hikmah Kota Tanggerang
Selatan.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah salah satu bagian dari penelitian. Analisis
data berarti menyajikan data yang telah didapatkan dari penelitian dan
telah melalui proses pengolahan sehingga menghasilkan informan
tertentu. (Azuar Juliandri, 2014) Analisis data kualitatif sendiri yaitu
pengerjaan yang dilakukan dengan data. Kemudian membedakan
menjadi satuan yang dapat dikelola. Menurut Miles dan Huberman
(1992) bahwa ada tiga macam analisis data kualtitaif, yaitu :
1. Reduksi Data
Miles dan Huberman berpendapat bahwa reduksi data
yaitu adanya proses pemilihan, pemusatan suatu perhatian pada
masalah tertentu, serta mengumpulkan dan menulis data mentah
selama di lapangan. Dalam proses resuksi data, semua data yang
didapat pada saat penelitian dianalisis, diredukserta dicari hal-
hal pokok, dan juga fokus kepada hal penting data yang diliti
sehingga penyusunan dapat berjalan sistematis.
Kemudian peneliti mengolah data dan menganalisisnya
supaya mengetahui bagaimana model dan desain kurikulum
Pendidikan Agama Islam (PAI). Setelah mewawancari informan

72
maka peneliti mendapatkan model dan desain kurikulum
Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diterapkan pada sekolah
tersebut agar memberikan efektivitas pada suatu pembelajaran
bagi guru dan siswa.
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah kegiatan menyajikan data sesuai
dengan apa yang diteliti di lapangan. Tujuan penyajian data itu
sendiri memahami kejadian sebenarnya dan mempermudah
menentukan langkah selanjutnya. Bentuk yang kebanyakan
dilakukan dalam penelitian kualitatif yakni berbentuk narasi atau
menggunakan tulisan.
3. Kesimpulan
Kesimpulan merupakan hasil dari inti penelitian yang
diteliti, sehingga dapat memahami apa yang sedang diteliti.
Penarikan kesimpulan ditarik dengan data yang disajikan
sebelumnya. Kesimpulan ini adalah tahap akhir dari penelitian
tetapi masih perlu diuji tahap kebenarannya serta sesuai tidak
dengan makna.
F. Triangulasi Data
Triangulasi meliputi empath al, yaitu : (1) triangulasi metode, (2)
triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan kelompok),
(3) triangulasi sumber data, dan (4) triangulasi teori.
1. Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan
informasi atau data dengan cara yang berbeda. Sebagaimana
dikenal, dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan
metode wawancara, observasi, dan survei. Untuk memperoleh
kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh
mengenai informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan metode
wawancara bebas dan terstruktur. Atau peneliti menggunakan
wawancara dan observasi atau pengamatan untuk mengecek
kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan

73
informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi
tersebut. Melalui berbagai perspektif atau pandangan diharapkan
diperoleh hasil yang mendekati kebenaran. Karena itu, trigulasi
tahap ini dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari
subjek atau informan peneliti diragukan kebenarannya. Dengan
demikian, jika data itu sudah jelas, misalnya beberapa teks atau
naskah/ transkrip film, novel dan sejenisnya, trigulasi tidak perlu
dilakukan. Namun demikian, triangulasi aspek lainnya tetap
dilakukan.
2. Triangulasi antar-peneliti dilakukan dengan cara menggunakan
lebih dari satu orang dalam pengumpulan dan analisis data.
Teknik ini diakui memperkaya khasanah pengetahuan mengenai
informasi yang digali dari subjek penelitian. Tetapi perlu
diperhatikan bahwa orang yang diajak menggali data itu harus
yang telah memiliki pengalaman penelitian dan bebas dari
konflik kepentingan agar tidak justru merugikan peneliti dan
melahirkan bias baru dari triangulasi.
3. Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informasi
tertentu melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa
menggunakan observasi terlibat (participant observation)
dokumen tertulis, arsif, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan
atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing
cara itu menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang
selanjutnya memberikan pandangan yang berbeda pula
mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan
melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran
handal.
4. Terakhir adalah triangulasi teori. Hasil akhir penelitian kualitatif
berupa rumusan informasi atau thesis statement. Informasi

74
tersebut selanjutnya dibandingkan dengan perspektif teori yang
relevan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan
atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi teori
dapat meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan peneliti
5. mampu menggali pengetahuan teotitik secara mendalam atas
hasil analisis data yang telah diperoleh. Diakui tahap ini paling
sulit sebab peneliti dituntut memiliki expert judgement ketika
membandingkan temuannya dengan perspektif tertentu, lebih-
lebih jika perbandingannya menunjukkan hasil yang jauh
berbeda.

75
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Biografi Sekolah Mts Darul-Hikmah Pamulang


MTs Darul Hikmah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang
berdiri sejak tahun 1978 yang terus berusaha memaksimalkan
kualitas dan kuantitas dalam rangka turut serta mencerdaskan
kehidupan bangsa dan menanamkan kesadaran untuk mengamalkan
ajaran agama disertai upaya memenuhi standar pendidikan nasioanal
(SNP) atau setidaknya memenuhi standar pelayanan minimal
(SPM). Darul hikmah menyadari ketidak sempurnaan, kelemahan
serta tantangan namun terus menggali kekuatan dan peluang yang
diharapkan menjadi nilai plus dalam pengembangan pendidikan.
Biografi ini diilhami oleh seorang Tokoh Masyarakat Pamulang,
seorang yang sangat sederhana dan bersahaja, semasa hidupnya
diabdikan untuk ummat. Pria kelahiran Pamulang pada tanggal 01
Januari 1945 ini berasal dari keluarga yang sangat agamis. Ayahnya
bernama H. Zakaria seorang Guru SD. Dan ibunya Hj. Armas
seorang ibu rumah tangga. Pendidikan pertama diperolehnya
disekolah rakyat (SR) yang ketika itu Kepala Sekolahnya Bapak H.
Rasyad. dari sang guru ia banyak mendapatkan pengarahan dan
pendidikan.
Setelah lulus dari SR dan Madrasah Diniyah Al-Hidayah Ciputat
(sore hari) Pimpinan KH. Muhammad Noor dan KH. Abd. Mutholib
(yang kini keduanya sudah meninggal) ia kemudian masuk SMP 29
dikebayoran lama pada program Sore hari, karena sekolahnya sore
hari beliau harus selalu pulang malam hari, padahal ketika itu daerah

76
pamulang sangat rawan, harus berjalan kaki dari Ciputat menuju
rumah (itu dilakukan selama beberapa tahun)
Atas saran kepala sekolahnya ketika di SR, H. Saidih akhirnya
pindah ke Pendidikan Guru Agama (PGA) di Mampang, sehingga
sekolahnya di SMP tidak sampai selesai, pilihan ini sangat tepat,
menimbang secara ekonomi keluarganya kurang mampu, karena di
PGA ada ikatan Dinas, sehingga sekolah tidak harus mengeluarkan
biaya. PGA 6 tahun diselesaikannya pada tahun 1964, kemudian
mendapatkan tugas belajar untuk mengambil Sarjana Muda di IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang sekarang bernama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Selesai Pendidiklan Sarjana Muda Pada tahun
1968, H. Saidih langsung mendapat tugas mengajar di PGA
Islamiyah Ciputat, karir gurunya kemudian berlanjut, ketika pada
tahun 1970 ia juga dipercaya mengajar di PGA Yayasan Daarul Irfan
Sawangan-Bogor. Setelah menjadi guru, bukan berarti semangat
belajarnya pudar, ditengah kesibukannya mengajar beliau juga masih
bisa menyelesaikan Pendidikan S1 Di STAIN Soreang Bandung.
Persentuhan H. Saidih dengan dunia politik, berawal dari
keterlibatannya diberbagai organisasi, baik organisasi pelajar,
pemuda maupun kemasyarakatan. Ketika sekolah ia aktif di Pelajar
Islam Indonesia (PII) Kemudian pindah ke Ikatan Pelajar Nahdlatul
Ulama, kemudian juga aktif di Gerakan Pemuda Anshor Ciputat,
dengan menjabat sebagai ketua Sedangkan ketua umumnya ketika
itu dijabat oleh Drs.H.Zarkasih Noor (Mantan Menag UKM)
Sedangkan di Organisasi Sosial Kemasyarakatan , H.Saidih sejak
tahun 1964 sudah menjabat sebagai Anggota Dewan Syuriah NU
Ciputat, kini ia juga masih menjabat sebagai Dewan Tanfidziah NU
Bidang keagamaan sejak tahun 2000 sebagai wakil ketua MUI

77
Pamulang sejak 1995 dan kini beliau menjabat Ketua MUI untuk
Kota Tangerang.
Ketika pada tahun 1973 terjadi fusi partai politik, H. Saidih
sebagai kader NU Aktif di Partai Persatuan Pembangunan (PPP),
namun ditengah perjalanan, karena situasi dan kondisi Politik ketika
itu, maka pada tahun 1983 H. Saidih pindah haluan ke Golkar yang
sekarang bernama Partai Golkar, setelah aktif di Golkar, pada tahun
1993 ia terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Tangerang
Priode 1993-1995. Meskipun aktif di Golkar hingga sekarang, bukan
berarti mengurangi kecintaannya kepada NU. Di organisasi yang
didirikan oleh KH. Hasyim Asy-ari tersebut. H. Saidih cenderung
menjadi kelompok yang non politik, dalam artian lebih
menempatkan NU sebagai organisasi kemasyarakatan, ketimbang
sebagai organisasi Politik “Saya di NU tapi tidak yang politis,
melainkan NU sebagai organisasi kemasyarakatan, kalau politik,
saya masih di Golkar” ungkap suami Hj. Hudriyah ini. Pada pemilu
2004 nanti, H. Saidih adalah salah satu calon anggota DPRD
Kabupaten Tangerang, melihat reputasinya selama ini, kiranya
beliau layak menjadi pilihan terbaik bagi masyarakat untuk mewakili
Kecamatan Pamulang, namun satu lain hal beliau tersingkir
Pada tahun 1978 H. Saidih sempat mencalonkan diri sebagai
Kepala Desa Pamulang Barat, sayang lagi lagi perjuangannya
ternyata gagal. Namun ia mencoba mengambil hikmah dari
kegagalan tersebut, dengan mendirikan Yayasan Daarul Hikmah
pada tahun 1980. Pilihan Nama Daarul Hikmah memiliki makna
tersendiri, menurut H. Saidih, nama tersebut diambil karena
termotivasi oleh kegagalan menjadi Kepala Desa. Pada tahun 1983
Yayasan Daarul Hikmah sudah mengelola Madrasah Tsanawiyah
dengan murid drop – out dari sekolah sekolah lain, walaupun

78
muridnya kebanyakan dari drop-out, ternyata sekarang banyak
diantara mereka yang sudah berhasil diberbagai bidang yang
digelutinya. Pembangunan Sekolah tersebut benar benar atas
swadaya masyarakat, Gedung sekolah yang ketika itu masih dari
bambu banyak berasal dari infaq para wali murid
Namun secara perlahan Pembangunan Madrasah Tsanawiyah
tersebut berkembang dari yang dulunya hanya satu kelas, hingga
sekarang menjadi 20 kelas lebih. Perintisan sekolah ini benar benar
dimulai dari nol, karena sejak awal memang tidak memiliki modal
“ungkap putra Pertama dari tiga bersaudara ini”. Pengorbanan H.
Saidih memang tidak tanggung-tanggung, bahkan ketika menjadi
anggota DPRD, gajinya diperuntukan untuk membangun sekolah
tersebut. Perjuangannya untuk pendidikan,memang tidak sia-
sia,malahan sekarang sudah bisa mendirikan Madrasah ‘Aliyah,
awalnya muridnya hanya 9 orang, tapi kini untuk satu kelas saja
minimal diisi oleh 30 orang murid, perkembangannya semakin pesat
dan sekarang juga sudah mengelola Madrasah Ibtidaiyah, Namun H.
Saidih tidak menutup mata,bahwa murid-muridnya kebanyakan
berasal dari masyarakat ekonomi kelas bawah, sehingga harus
bijaksana dalam menetapkan biaya sekolah, walau demikian, usaha
untuk melahirkan lulusan yang baik tetap dilakukan secara
maksimal, hasilnya bisa dilihat,lulusan dari sekolah yang dibinanya
dapat diterima diberbagai tempat,baik disekolah Negeri maupun
swasta.
Yayasan Darul Hikmah tidak hanya bergerak dibidang
pendidikan, tetapi juga dibeberapa bidang lain, diantaranya
mendrikian Biro Perjalanan Haji. Setiap tahunnya KBIH Darul
Hikmah minimal selalu memberangkatkan 30 orang Jama’ah Haji.
H. Saidih ingin dengan biro haji yang dikelolanya dapat membantu

79
masyarakat dalam pelayanan Ibadah Haji dengan baik dan benar.
Kemudian juga terlibat dalam pembangunan Masjid, dari awalnya
hanya sebuah Musholla hingga sekarang telah dibangun sebuah
Masjid dengan dua lantai yang cukup representative. Yayasan Darul
Hikmah juga terus mengembangkan kiprahnya dengan program-
program pengajian diantaranya mengadakan Majlis Ta’lim Kaum
Ibu yang dilaksanakan setiap hari minggu pagi, mengadakan
kegiatan sosial untuk masyarakat sekitar setiap 6 bulan sekali dan
setiap malam rabu dan sabtu diadakan pengajian kitab yang diikuti
oleh kaum Bapak dan Guru, kegiatan tersebut memang menyita
waktu, namun bagi H. Saidih, berdakwah sudah menjadi hobby.
Menurut H. Saidih, ada beberapa masalah pada Pendidikan di
Indoneisa yaitu: Pertama, Guru sebagai Subjeck Pendidikan, tidak
mendapatkan kesejahteraan yang memadai, yang mengakibatkan
konsentrasi mengajar jadi terganggu, harga guru di Indonesia sangat
rendah, sehingga profesi guru dipilih semata mata hanya karena tidak
memiliki pekerjaan lain, bukan atas motivasi untuk mengembangkan
pendidikan, jika ada pekerjaan lain, maka profesi guru akan
ditinggalkan, ini adalah salah satu kelemahan pendidikan kita, ucap
peraih “ Satya Lencana Pendidikan tahun 2000 ini”
Kedua: Murid sebagai objek Pendidikan, tidak mendapatkan gizi
yang cukup, padahal untuk melahirkan generasi yang berkwalitas,
maka pemberian gizi yang baik harus sudah dilakukan sejak dini.
Permasalahan semakin diperumit, karena tidak tersedianya pakaian
dan tempat tinggal yang sempurna, ditengah perekonomian yang
sulit, biaya pendidikan juga semakin tinggi, pemerintah bertanggung
jawab dalam hal ini, karena belum bisa membebaskan biaya sekolah,
lingkungan juga bukan tempat yang nyaman bagi pertumbuhan
seorang anak, karena pornografi dan narkoba sudah merajalela.

80
Akibatnya, sehebat apapun sekolah memberikan Pendidikan, tetap
akan sulit melahirkan lulusan yang berkwalitas, oleh sebab itu
dilingkungan harus disediakan ruang untuk belajar, namun yang
sangat disayangkan, banyak sarana yang tidak jelas kegunaannya,
untuk apa.
Menurut H. Saidih, seorang anak harus dilatih menjadi ahli fakir,
sekaligus memiliki tangan yang terampil dalam berkarya. Dunia
Pendidikan Indonesia tidak jelas ingin menciptakan manusia seperti
apa, sehingga memassukkan kata kata iman dan taqwa saja ditolak,
akibatnya ada murid yang tidak lagi hormat kepada gurunya, setiap
tahun juga dunia pendidikan selalu ganti kurikulum, sehingga
mengganggu seninambungan pelajaran. Yang diharapkan, minimal
setiap anak yang sudah keluar bisa mengenal dirinya sendiri, bisa
mengenal lingkungannya dan bagaimana minimal mereka juga bisa
menjalankan ibadah, ungkap H. Saidih.

Tabel 4.1

N Identitas
o

1 Nama Sekolah Mts. Darul-


Hikmah

2 NSM 1212367400
03

3 NPSN 20623034

81
4 Alamat Jln. Surya
Sekolah Kencana
No.24
Pamulang
Tanggerang
selatan

5 Kecamatan Pamulang

6 Kabupaten/Kot Tanggerang
a Selatan

7 Provinsi Banten

8 Kode Pos 15417

9 Telephone/Fak (021)
simili 7430842
1 Email sriuswati@y
0 ahoo

82
1 Status Sekolah Swasta
1

1 Kegiatan KBM Pagi dan


2 Siang Hari

1 Nama Yayasan Daarul-


3 Hikmah

1 Nomor Akta 634


4 Pendirian

1 Tahun Berdiri 1977


5 Sekolah

1 Luas 950 m2/750


6 Tanah/Bangun m2
an

83
1 Status Tanah Wakaf
7

1 Status Yayasan/Se
8 Bangunan ndiri

1 No. Sertifikat 1833


9 Tanah

2 Status A
0 Akreditasi

B. Visi dan Misi MTs Darul Hikmah Pamulang


Visi dan misi di MTs Darul Hikmah Pamulang adalah sebagai
berikut:
a. Visi:
Terwujudnya generasi yang bertaqwa, berperstasi, sehat,
terampil dan berakhlak mulia.
b. Misi:
1) Membangun citra madrasah yang islami, sehat dan asri
2) Mengembangkan berbagai ketrampilan yang berbasis
pada kemampuan siswa/siswi

84
3) Meningkatkan dan mengembangkan prestasi madrasah
dibidang akademik dan non akademik
4) Memaksimalkan kegiatan peribadatan dan
pengembangan akhlak mulia.
Dalam penjelasan diatas tergambar jelas bahwa kurikulum
Pendidikan Agama Islam (PAI) di Mts. Darul-Hikmah merupakan suatu
gagasan alternatif pada sekolah formal umumnya, yang dimana pada saat
kegiatan belajar mengajarnya, pendidik menambahkan pengajaran yang
menanamkan nilai-nilai (aswaja). Yang dimana tujuan tersebut agar
peserta didik memahami realitas secara utuh dengan pengalamannya
yang bersandar kepada ajaran agama islam, seperti contoh: peserta didik
bisa mengaplikasikan sikap toleransi kepada umat beragama, bergotong
royong, berbakti kepada orang tua, bertanggung jawab atas perbuatannya
serta dapat berintergrasi untuk perubahan terhadap lingkungannya
ataupun individu, meminjam dari kalimat yang dikatakan Pramodya
Ananta Toer dalam bukunya Bumi Manusia bahwasanya “seorang
terpelajar haruslah berbuat adil sejak dalam pikiran maupun
perbuatan”
Dengan mengacu pada visi misi madrasah, maka terdapat
beberapa program jangka Panjang yang belum maksimal dan akan terus
dimaksimalkan pada tahun 2016/2017 yaitu:
a. Mewujudkan madrasah unggul (tidak hanya sekedar kelas
unggulan)
b. Meraih berbagai prestasi ditingkat provinsi dan nasional
c. Mewujudkan madrasah yang sehat (bersih, hijau, dan aman)
d. Memiliki jaringan dengan berbagai Lembaga penduduk yang sudah
maju baik dalam maupun luar negri
e. Memaksimalkan fungsi dan peran perpustakaan
f. Membangun aula serba guna yang representative untuk kegiatan
pengembangan guru dan siswa dan Gedung olah raga
g. Terus membangun rasa kebersamaan, kedisiplinan dan rasa
memiliki Daarul-Hikmah dengan saling, asah, asih dan asuh.
1. Program jangka Panjang (2016-2020)

85
a. Tumbuhnya sekolah-sekolah yang baru yang menawarkan
fasilitas dan program unggulan terbaru
b. Semakin banyaknya siswa semakin menuntut tersedianya
sarana dan prasarana yang lebih banyak
c. Membutuhkan kerja extra dalam mengawasi dan memantau
proses KBM dan pemgalaman ajaran ajaran agama
disebabkan pesatnya pertumbuhan jumlah siswa
d. Semakin terbukanya mendia informasi terutama internet dan
handphone yang mempengaruhi proses belajar mengajar
akibat pemanfaatan media yang tidak pada waktu dan
tempatnya
e. Kemampuan siswa dalam bidang teknologi harus diimbangi
dengan peningkatan kemampuan guru dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga tidak lagi ada guru
yang gaptek
f. Besarnya pembiayaan Pendidikan harus diupayakan dengan
bekerjasama dengan intansi terkait sehingga tidak menjadi
beban bagi wali mrid seluruhnya
g. Tersedianya rungan khusus bagi bimbingan konseling untuk
dapat memaksimalkan kinerja BK dalam menangani dan
mengantisipasi berbagai persoalan yang dihadapi siswa baik
dalam lingkup kelas, sekolah maupun dalam lingkup
keluarga
h. Dibutuhkannya kendaraan operasional untuk memudahkan
aktifitas diluar ruangan dalam kapasitas yang cukup besar,
terutama dalam event event tertentu
i. Menumbuhkan kesadaran yang lebih optimal bagi kinerja
tenaga pendidikdan kependidikan.
2. Program jangka Panjang (2016-2020)

86
Dengan mengacu pada visi misi madrasah, maka terdapat
beberapa program jangka Panjang yang belum maksimal dan
akan terus dimaksimalkan pada tahun 2016/2017 yaitu:
a. Mewujudkan madrasah unggul (tidak hanya sekedar kelas
unggulan)
b. Meraih berbagai prestasi ditingkat provinsi dan nasional
c. Mewujudkan madrasah yang sehat (bersih, hijau, dan aman)
d. Memiliki jaringan dengan berbagai Lembaga penduduk yang
sudah maju baik dalam maupun luar negri
e. Memaksimalkan fungsi dan peran perpustakaan
f. Membangun aula serba guna yang representative untuk
kegiatan pengembangan guru dan siswa dan Gedung olah
raga
Terus membangun rasa kebersamaan, kedisiplinan dan rasa
memiliki Daarul-Hikmah dengan saling, asah, asih dan asuh

C. Deskripsi Data
Seperti yang telah dituliskan pada pembahasan sebelumnya,
pada bab dalam penelitian kali ini, peneliti menggunakan jenis
penelitian kualitatif. Yang dimana penelitian ini secara langsung
terjun kelapangan melihat fenomena aktivitas yang terjadi
dilapangan. Penelitian ini dilakukan di Mts Daarul-Hikma
Pamulang Tanggerang Selatan. Data-data yang diperoleh dalam
hal ini melalui tiga tahap metode yaitu, metode wawancara yang
dimana peneliti mewawancarai beberapa narasumber
dianataranya Ibu Hj. Sri Uswati sebagai selaku kepala sekolah
dan Bapak Saepudin selaku guru Pendidikan Agama Islam
(PAI), hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang
valid pada penelitian, metode dokumentasi dan observasi yang

87
dimana metode ini peneliti berkunjung untuk melihat aktivitas
proses belajar mengajar dan fasilitas bangunan yang berada di
Mts Darul-Hikmah tersebut.
Table 4.2
Struktur organisasi Mts Darul-Hikmah

NO MAMA JABATAN NIK


1 Dra.Hj.Sri Uswati Kepala Sekolah 19931994/001

2 H.Nur Ali Hasan TU/Staf Pengajar 19821983/002

3 M.Thony Rz. BA. Staf Pengajar 19831984/003


4 Syarifuddin, AR. Waka Bid.Cur/Guru 19881989/004

5 Zaini, A.Ma. Staf Pengajar 19911992/005

6 Drs.M.Yamin Waka 19931994/006


Bid.Siswa/Guru

7 Asip Suyadi, Staf Pengajar 19941995/007


SH.MH.

8 Drs.Fauji Staf Pengajar 19951996/008


Ayatullah
9 H. Hariyadi, S.Ag Staf Pengajar 19941995/009

10 Wawan Suhaeri, Staf Pengajar 19992000/010


S.Pd
11 Mukhlisoh, M.Pd. Staf Pengajar 20002001/011

12 H. Jaelani, S.Ag Staf Pengajar 19992000/012

13 O. Holidin Staf Pengajar 20002001/013

14 H.Syamsuddin Staf Pengajar 20002001/014


Noor S.

88
15 Yuniawati Fajriah, Staf Pengajar 20022003/015
S.Pd.I
16 Badruddin, S.Ag Bendahara/Guru 19971998/016

17 Sehabudin Nur, Staf Pengajar 20032004/017


S.Th.I.
18 Nislam Staf Pengajar 20032004/018

19 Siti Zubaedah, Pemb.Osis/Guru 20042005/019


S.Sos.I

20 Budi Fujiana, SE. Staf Pengajar 20042005/020

21 Rusli, A.Ma. Staf Pengajar 20052006/021

22 Diana Kurniawati, BP/BK Staf Guru 20062007/022


S.Ps.I

23 Liati, S.Pd Staf Pengajar 20012002/023

24 Dra. Eti Djunaeti Staf Pengajar 20072008/024

25 Azis Muslim, S.Ag Staf Pengajar 20072008/025

26 Dra. Sri Ismah Staf Pengajar 20082009/026


Hilal

27 Saefudin, S.Th.I Staf Pengajar 20082009/027

28 Zaenal Abidin, SE Staf Pengajar 20092010/028

29 Fachmi Ali, Staf Pengajar 20092010/029


S.Kom
30 Ulfatusa’diyah, Staf Pengajar 20092010/030
SHI

31 Abdul Malik, S.Pd Staf Pengajar 20092010/031


32 Ria Sardiyanti, Staf Pengajar 20092010/032
S.Pd

33 Zaini Miftah, S.Pd Staf Pengajar 20112012/033

34 Yusnah Karyawan 20032004034

89
35 Bambang Karyawan/Guru 20052006/035
Nurcahyadi
36 Moh. Amin Scurity 20092010/036

37 Wahab Arif Karyawan 20092010/037

38 Mulyadi Scurity 20112012/038

39 Ayundha Meilya Staf Pengajar 20122013/039


Sari

40 Tatang Setia Staf Pengajar 20122013/040


Nugraha

41 Herna Herlita Staf Pengajar 20122013/041

42 Siti Isrofiah Staf Pengajar 20142015/042

43 Fazar Sodik Staf Pengajar 20142015/043


44 Laelan Saidah TU/Keuangan 20142015/044

45 Indah Mawaddah Pemb. Umum 20142015/045

46 Marsin Scurity 20142015/046

47 Amelia Staf Pengajar 20152016/047

48 Ma’ruf Rasyidin Pustakawan 20162017/048

49 Teddy Karyawan 20162017/049

1. Fasilitas Mts. Darul-Hikmah


a. Fasilitas Mts. Darul-Hikmah
b. Gedung Sekolah
c. Masjid
d. Lapangan Voly
e. Lapangan Upacara
f. Lab IPA
g. Lab Komputer
h. UKS

90
i. Perpustakaan
j. Kantin
2. Kekuatan Mts Daruul Hikmah Pamulang Tanggerang
Selatan sebagai berikut:
a. Madrasah berada dilokasi yang strategis
b. Madrasah dibangun dengan dukungan peran serta
seluruh komponen masyarakat
c. Keikutsertaan seluruh komponen madrasah dalam
pengembangan madrasah
d. Tenaga pendidik dan kependidikan yang memadai
e. Kualifikasi tenaga pendidik dan kependidikan yang
cukup memadai
f. Jumlah siswa yang memadai
g. Sarana dan prasarana yang cukup mendukung
h. Adanya hubungan yang baik dengan instansi terkait
i. Sarana ibadah yang cukup mendukung
j. Serta penunjang lainnya yang menjadi kekuatan Mts.
Daarul-Hikmah
k. Hubungan yang dibangun atas dasar kekeluargaan dan
azas musyawarah.
3. Kelemahan Mts Daruul Hikmah Pamulang Tanggerang
Selatan sebagai berikut:
a. Ketersediaan ruang belum sesuai dengan rombel
b. Lahan yang kurang memadai
c. Tempat upacara yang tidak sesuai dengan kapasitas
d. Tidak adanya kantin sekolah yang permanen
e. Kemampuan finansial wali murid dibawah rata-rata
f. Tidak tersedianya toilet yang memenuhi standar

91
g. Belum meratanya kemampuan tenaga pendidik dan
kependidikan terhadap terutama kompuiter/laptop dan
media pembeajaran berbasis teknologi
h. Sikap kompetisi yang kurang memadai pada siswa
dalam berprestasi
i. Sistem management yang terlalu fleksibel dan toleransi
j. Kurangnya kesadaran pada siswa dan pendidik dan
kependidikan tentang pentingnya disiplin
4. Peluang Mts. Darul-Hikmah dimasa yang akan datang
diantaranya sebagai berikut:
a. Kesadaran masyarakat akan pentingnya Pendidikan
madrasah semakin meningkat
b. Jumlah siswa Pendidikan dasar 6 tahun dilingkungan
Mts Daarul-Hikmah memiliki angka yang cukup tinggi
c. Terbinanya kerjasama dengan lembaga Pendidikan
tingkat dasar 6 tahun melui ajang silaturahmi, lomba dan
saling peduli
d. Telah dibukanya kelas dengan program unggulan MIPA
dan unggulan Bahasa arab
e. Sebagai nilai plus bagi persaingan secara sehat dalam
rangka meningkatkan kualitas Pendidikan
f. Bertambahnya sarana dan prasarana penunjang proses
belajar mengajar baik didalam ruangan maupun diluar
ruangan
g. Semakin terbukanya kesempatan bagi lulusan Mts.
Daarul-Hikmah melanjutkan kejenjang Pendidikan
menengah dengan standar yang lebih tinggiSemakin
bertambahnya tenaga pendidik dengan jenjang
Pendidikan S2

92
h. Semakin banyak Lembaga terkait yang peduli perihal
atas perkembangan Mts. Daarul-Hikmah dimasa yang
akan datang
i. Ketersediaan anggaran dana bantuan BOS dan
sumbangan komite sekolah demi keberlangsungan
Pendidikan
j. Semakin solidnya forum mgmp dan kkm dalam menjalin
pertukaran informasi dan pengetahuan demi kemajuan
Bersama
5. Tantangan Mts. Daarul-Hikmah diantaranya:
a. Tumbuhnya sekolah-sekolah yang baru yang
menawarkan fasilitas dan program unggulan terbaru
b. Semakin banyaknya siswa semakin menuntut
tersedianya sarana dan prasarana yang lebih banyak
c. Membutuhkan kerja extra dalam mengawasi dan
memantau proses KBM dan pemgalaman ajaran ajaran
agama disebabkan pesatnya pertumbuhan jumlah siswa
d. Semakin terbukanya mendia informasi terutama internet
dan handphone yang mempengaruhi proses belajar
mengajar akibat pemanfaatan media yang tidak pada
waktu dan tempatnya
e. Kemampuan siswa dalam bidang teknologi harus
diimbangi dengan peningkatan kemampuan guru dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga tidak
lagi ada guru yang gaptek
f. Besarnya pembiayaan Pendidikan harus diupayakan
dengan bekerjasama dengan intansi terkait sehingga
tidak menjadi beban bagi wali murid seluruhnya

93
g. Tersedianya rungan khusus bagi bimbingan konseling
untuk dapat memaksimalkan kinerja BK dalam
menangani dan mengantisipasi berbagai persoalan yang
dihadapi siswa baik dalam lingkup kelas, sekolah
maupun dalam lingkup keluarga
h. Dibutuhkannya kendaraan operasional untuk
memudahkan aktifitas diluar ruangan dalam kapasitas
yang cukup besar, terutama dalam event event tertentu
i. Menumbuhkan kesadaran yang lebih optimal bagi
kinerja tenaga pendidikdan kependidikan.

D. Model dan Desain Kurikulum PAI MTs Darul Hikmah


Pamulang
Setelah peneliti melakukan penelitian di Mts Darul-
Hikmah dengan menggunakan metode wawancara secara
mendalam terhadap informan, observasi partisipan serta
dokumentasi terkait, dalam melengkapi hasil penelitian tersebut.
maka dari itu peneliti akan mempaparkan hasil penelitian
sebagai berikut:
Model kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) di
MTs Darul Hikmah menggunakan model kurikulum Pendidikan
Agama Islam (PAI) yang dirancang oleh pemerintah di bawah
naungan Kementrian Agama RI dengan model kurikulum
pembelajaran umum digabung dengan nilai-nilai agama di
madrasah. Desain Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI
Darul-Hikma. Dalam hal ini rancangan kurikulum Pendidikan
Agama Islam (PAI) di sekolah Mts daarul-hikma yang
mencangkup muatan lokal (Aswaja) adanya muatan lokal
(Aswaja) ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
siswa dan siswi dalam hal keagamaan dan menyiapkan lulusan
yang berkarakter serta dapat mengamalkan ilmunya kepada
masyarakat, khususnya dalam kegiatan keagamaan seperti

94
pengajian dan tahlilan. Desain kurikulum muatan lokal ini terdiri
dari:
1. Baca tulis Al-Qur’an (BTQ)
a. Siswa mampu membaca dan menulis Bahasa
arab dan Al-Qur’an.
b. Siswa mampu mengenal hukum-hukum bacaan
Al-Qur’an.
2. Hafalan surat-surat pendek
a. Siswa dapat menghapal surat-surat pendek.
b. Siswa dapat menambah pemahaman tentang isi
dan makna surat-surat dalam Al-Qur’an.
3. Hafalan surat Yasin
a. Siswa dapat menghafal surat yasin.
b. Siswa dapat membiasakan diri dengan bacaan
surat Yasin setiap malam jum’at.
4. Tahlil
a. Siswa dapat menghapal tata cara Tahlil.
b. Siswa dapat mempraktekan tata cara memimpin
Tahlil.
5. Dzikir
a. Siswa dapat menghapal tata cara dzikir dan do’a
setelah shalat fardhu.
b. Siswa dapat mempraktekan dzikir dan do’a
setelah shalat fardhu.
Dalam rancangan kurikulum muatan lokal Pendidikan Agama
Islam (PAI) di sekolah Mts Darul-Hikmah ini menjadi pembeda pada
sekolah umum lainnya, yang dimana Mts Darul-Hikmah ini
menggabungkan mata pelajaran PAI dengan kitab-kitab pesantren.
Sebagaimana yang dikatakan oleh guru Pendidikan Agama Islam (PAI).
Untuk penggabungan memang PAI ini di Darul-Hikmah
mengacu pada kitab-kitab salafi atau kitab-kitab pesantren ya, dulu

95
terutama ada di sini kelas unggulan yang pertama kelas unggulan
IMTAK dan yang kedua ada kelas unggulan IPTEK. Untuk IMTAK
(iman dan takwa) mengacu pada lebih ke agamaan, untuk IPTEK lebih
ke sains, mengapa di bentuk dua kelas ini. Yang pertama biasanya di
sekolah itu ada moment-moment kegiatan yang sifatnya perlombaan, jadi
kita kalau memang sudah di bentuk penyeleksian siswa/siswi yang
memang unggul dalam keagamaan dalam IPTEK jadi ketika ada moment
kegiatan perlombaan, tinggal mengambil dari kelas tersebut. diantara
bobot mata pelajaran IMTAK disitu ada penambahan mutu atau
pengembangan mutu diantaranya yang dibahas adalah kitab-kitab
kuning. Dulu sebagai pengajarnya Alm. H. Syamsudin Noer itu pengajar
syafinatun najjah. inikan memang kitab-kitab yang sering dipake
dikalangan pesantren. Untuk mata pelajaran yang lain juga, seperti fiqh,
terus juga akidah akhlak itu memang adalah sumber, walaupun memang
nanti ada yang memang diambil dari buku-buku yang diterbitkan dari
kementrian agama, Sebagian juga nanti disisipkan ada penambahan
kitab-kitab salafi (Saepudin guru Pendidikan Agama Islam)
Serupa dengan pernyataan kepala sekolah Mts Darul-Hikmah,
yang dimana Pendidikan keagamaan ini lebih diutamakan kepada peserta
didik. Karena mereka yakin dengan dibekalinya ilmu agama peserta
didik akan menjadi masyarakat madani dan berakhlak dengan ilmu
pengetahuannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh kepala sekolah Mts
Darul-Hikmah.
Saya sering sekali ketika dulu saya masih mengajar Al-Qur’an
dan Hadist, selalu menjadikan sains itu adalah sarana untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT, jadi semua itu ciptaan Allah SWT. Yang dimana
kecanggihan tekhnologi sedemikian rupanya tetap berawalan dari akal
dan yang kita harus kagumi bukan hanya hasil dari sains nya itu, akan
tetapi yang menciptakan akal itulah yang harus lebih jauh yang kita
kagumi. Saya juga sering meminta kepada guru-guru sains itu, untuk
mengarahkan anak-anak kesana, maksudnya jadi bukan hanya guru
agama saja yang mengarahkan anak untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT, akan tetapi guru yang mengajarkan sains juga harus
mengantarkan peserta didiki untuk mendekatkan diri melalui ilmu sains.
Logika sederhananya seperti matematika mungkin didalam ilmu
matematika semuanya itu terbilang, akan tetapi ada yang tidak terbilang,
matematika itu terhingga akan tetapi ada yang tidak terhingga. Jadi
memperkenalkan kuasa Allah SWT kepada peserta didik bisa melalui
matematika, menjadikan sains itu adalah sarana peserta didik untuk

96
mendekatkan diri kepada Allah, semakin menyadari agama itu sangat-
sangat luar biasa. Ada satu moment yang dimana kita guru-guru
mengadakan kegiatan infaq bersama peserta didik. Secara kalkulasi,
rating terbanyak mengumpulkan dana dari kelas IPTEK. Ini artinya
kesadaran mereka itu saling berkolaburasi anatara pengetahuan Sains
dan agama, dalam hal ini bukan berarti kelas IMTAK itu pelit dsb.
Dalam hal tersebut mereka dapat membangun nuansa beragama
melalui kemampuan simbolik dan reskursif sehingga bisa
mengartikulasikan segala sesuatu yang metafisik menjadi logis atau
sebaliknya. Menurut Cassirer manusia itu adalah makhluk simbolis yang
mampu memenuhi kebutuhan self-knowledge nya melalui interpretasi
atas simbol dan manusia adalah satu-satunya makhluk yang mampu
mengambil jarak dengan rangsangan fisikalis melalui cara mengolah
rangsangan tersebut ke dalam substrasum simbolik. Misalnya seseorang
yang sedang lapar, tidak akan seketika makan saat dia sedang berpuasa.
Makanan dalam kondisi ini bukan di interpretasikan sebagai pemenuhan
kebutuhan biologis, melainkan distorsi bagi pemenuhan kebutuhan
spiritual. Simbol dan bahasa inilah yang menjadikan manusia mencoba
menelaah lebih dalam persoalan lapar dan membawa nya kepada
pemaknaan yang lebih mendalam (Yasraf Amir Piliang: 2018-131)
Dalam metode pendidikan Mts Darul-Hikmah lebih mengarahkan
peserta didik untuk mengembangkan pengetahuannya dengan nilai-nilai
agama, karena sejak awal berdirinya sekolah Darul-Hikmah yang lebih
diutamakan adalah prinsip-prinsip agama, dengan tujuan agar kelak nanti
kepada siswa/siswi yang sudah selesai menempuh jalur Pendidikan di
Darul-Hikmah bisa mengenal dirinya, lingkungannya serta dapat
melaksanakan ibadah.
Sebagaimana yang dikatakan oleh kepala sekolah Mts Darul-
Hikmah, banyak juga diluar sana saya mendengar anak-anak tidak mau
untuk masuk sekolah di Darul-Hikmah dengan alasan banyaknya
kegiatan hafalan dsb, adanya gosip tersebut tidak akan merubah prinsip
dan tujuan Darul-Hikmah, karena pada kenyataannya dalam proses
belajar mengajar para guru agama tidak menyuruh kepada peserta didik
untuk menghafalkan hadist-hadist yang Panjang-panjang sehingga
menyulitkan peserta didik dsb, yang kami tegaskan disekolah ini adalah
akhlahul karimah kepada peserta didik. saya tidak akan pernah
memanggil peserta didik yang niali matematiknya rendah, saya tidak
akan memanggil ketika ada peserta didik yang belum melunasi
administrasi sekolah, yang saya tegaskan disini ketika ada peserta didik

97
yang berprilaku buruk, kepada teman dan guru nya. Karena yang di
khawatirkan ketika ada siswa/siswi yang akhlaknya kurang baik akan
mencelakakan dirinya sendiri. Dan cara melatih peserta didik untuk
berakhlak juga harus dengan cara yang berakhlak juga, kami guru-guru
tidak asal main kekerasan dalam membimbing, akan tetapi dengan cara
teguran dan sikap agar menjadi cerminan dan memotivasi bagi peserta
didik bahwasanya menjalankan hidup dengan berakhlak itu indah, karena
pada dasarnya dalam memperoleh bidang ilmu pengetahuan yang tidak
berakhlak akan menjadi tragis bagi keberlangsungan hidup. Pada PJJ
(Pembelajaran Jarak Jauh) saya selalu menanyakan kesemua peserta
didik, yang saya tanyakan sederhana, “kebaikan apa yang sudah kamu
lakukan hari ini” hal ini bukan untuk ajang ria, akan tetapi untuk
mengingatkan kepada peserta didik dan guru-guru agar, pengetahuan
yang sudah dipelajari itu harus diamalkan atau diterapkan.
Hal seperti inilah yang harus diwujudkan Kembali yang dimana
sosok guru harus Kembali ke Khittahnya ialah sebagai aktor sosial yang
selalu bersentuhan dan berdialog dengan realitas sosial, untuk
menghadirkan kembali sosok guru yang di cita-citakan Ing Ngarso Sung
Tulodo sebagai teladan yang memiliki kapabilitas serta kompetensi yang
berorientasi pada perubahan sosial dalam Pendidikan. Untuk melatih
peserta didik Mts Darul-Hikmah dalam mengenalkan ketaqwaan untuk
mendekatkan diri pada Allah SWT, Langkah-langkahnya yang dilakukan
cukup sederhana dalam pembelajaran untuk melatih kemampuan dan
pengetahuan yang berorientasi kepada nilai-nilai islami kepada peserta
didik. Seperti yang dikatakan pada guru Pendidikan agama islam.
Jadi sebelum memulai pembelajaran dikelas setiap harinya,
peserta didik diarahkan untuk melaksanakan shalat dhuha yang diawali
dengan pembacaan Asmahul-Husna, yang memang hukumnya sunnah
tapi menjadi keharusan bagi peserta didik Mts Darul-Hikmah dan setiap
shalat Dzuhur dengan Ashar yang dilakukan secara berjama’ah. Mts
Daarul-Hikma ini memiliki pembiasaan pada peserta didiknya yang
dimana ada program senin tanpa jajan, hal ini bertujuan menstimulus
peserta didik untuk melakukan pembiasaan berpuasa pada hari senin dan
kamis, tetapi kami baru bisa mengharuskan ini pada hari senin saja.
Tujuannya adalah mengenalkan kepada peserta didik bahwa kebiasaan
nabi itu adalah berpuasa. Tetapi untuk perempuan yang sedang
berhalangan boleh membawa jajanan makanan dan minuman dari rumah.
Keunggulan kurikulum yang bisa dibilang berbeda dengan sekolahan
pada umumnya, di Mts Darul-Hikmah memiliki buku khusus Aswaja dan

98
ini menjadi pedoman wajib bagi siswa, didalam buku Aswaja ini juga
memiliki target-target seperti hafalan yang harus dicapai pada peserta
didik, pada kelas VIII targetnya menghafal Juz’ama Juz 30 dan pada
kelas IX menghafal Surah Yasin dan Tahlil selesai, itu dilanjutkan
dengan surah Al-Waqiah. Kenapa ini disebutnya buku Aswaja karena
hal-hal seperti ini dilakukan pada kalangan nahdliyin. Tujuannya agar
peserta didik mampu menguasai secara teori dan praktek ketika
dimasyarakat, seperti shalat berjama’ah dsb. Karena hal-hal seperti ini
haruslah dilatih agar peserta didik tidak terasing dilingkungannya.
Dalam hal ini karena memang sebuah Pendidikan haruslah yang
berorientasi yang dekat dan beriringan dengan kehidupan peserta didik,
yang dimana agar murid tidak tereleminasi dalam kehidupannya. Pada
konsepsi Pendidikan Paulo Freire ini dinamankan Pendidikan hadap
masalah, manusia dipanggil menjadi makhluk yang sadar sebagai tujuan
humanisasi, sistem Pendidikan ini bermaksud mengemukan problem-
problem manusia dalam kaitannya dengan dunia, metode Pendidikan ini
mensarikan ciri khas kesadaran yakni sadar akan dan tidak saja
ditunjukan pada objek luar, namun sekaligus terarah dalam diri sendiri
sebagai kesadaran mengenai kesadaran. Menurut Freire manusia ini
diakui sebagai makhluk berada dalam proses menjadi, manusia adalah
makhluk yang sadar kalau dirinya tidak sempurna dan bahwa dirinya
berada dalam dunia yang juga belum selesai. Kedua hal mendasar
tersebut membawa Pendidikan menjadi kegiatan yang berjalan terus
menerus, pada kesadaran akan ketidak sempurnaan dunianya tersebut,
Pendidikan dialami sebagai manifestasi yang semata-mata bersifat
manusiawi (Siti Murtiningsih: 2004-82)
Pendidikan indonesia ini memiliki tujuan yang sama yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa akan tetapi cara untuk mencapai hal
tersebut, proses Pendidikan yang disekolah berbeda-beda. Dari sini
proses kegiatan belajar mengajar di sekolah Darul-Hikmah memiliki
tambahan kurikulum Aswaja pada mata pelajaran agama islam dan
memiliki latihan senin tanpa jajan (puasa) hal ini tujuan nya untuk
melatih kepada peserta didik untuk melakukan salah satu sunnah
Rasulullah SAW dan untuk masalah pembiayaan administrasi pada
peserta didik, kami guru-guru selalu mencari solusi agar peserta didik
bisa mengikuti kegiatan belajar di Darul-Hikmah. Dari masalah tersebut
kami selaku guru-guru Mts Darul-Hikmah selalu berinisiatif sehingga
diadakannya guru sebagai orang tua asuh kepada peserta didik yang
kurang secara finansial, kami guru-guru mengumpulkan setiap bulannya

99
dua puluh ribu rupiah untuk dialokasikan kepada peserta didik yang
kurang mampu secara finansial dan untuk yang yatim atau yatim piatu
kami bebaskan dari pembiayaan administrasi agar anak-anak bisa
mengikuti Pendidikan disekolah Darul-Hikmah, jadi disekolah ini tidak
ada yang namanya, anak didik tidak mengikuti kegiatan belajar karena
tidak ada uang begitupun ketika acara study tour. Hal yang kami lakukan
ini adalah suatu alternatif bagi anak didik yang kurang secara finansial
tidak dapat perhatian oleh negara.
Pada masa pandemic Covid-19 ini, guru-guru Mts Darul-
Hikmah memiliki kesulitan pada kegiatan belajar mengajar, dikarenakan
mayoritas peserta didik di Mts Darul-Hikmah ini secara finansial
menengah kebawah. Yang dimana ketika diadakannya pelajaran jarak
jauh (PJJ) sebagain anak-anak memilih untuk bekerja membantu
perekonomian orang tua nya, sehingga tingkat kehadirannya menjadi
tidak full ketika proses pembelajaran berlangsung. Dari permasalahan
tersebut kami selaku guru-guru Mts Darul-Hikmah melakukan Home
Visit yang dimana kepala sekolah dan wali kelas berkunjung kerumah
setiap murid untuk mengetahui permasalahan peserta didik ketika
berlangsungnya kegiatan belajar jarak jauh (PJJ) terutama untuk peserta
didik yang tingkat kehadirannya rendah dsb. Hal ini menjadi suatu
kewajiban guru memperhatikan kondisi kepada peserta didik diluar
sekolah untuk tercapainnya visi dan misi sekolah.
Harapan kami dengan Pendidikan di Indonesia haruslah
mempunyai pola atau ciri khas tersendiri. Kalau kami para guru
menginginkan penyederhanaan administrasi tetapi mengedepankan
kualitas hasil dari proses pendidikan, sampai saat ini isitilah ganti mentri
ganti kebijakan masih berkanjut dan yang menjadi korban adalah peserta
didik dan guru selalu disibukan oleh administrasi dari hasil kebijakan
tersebut. Salah satunya seperti RPP, seharusnya RPP itu tidak harus
tertulis tetapi harus ada di kepala, yang salah itu ada yang tertulis tetapi
tidak ada didalam kepala. Ini yang menjadi bahaya dalam Pendidikan.
kami selaku guru menginginkan Pendidikan Indonesia ini orientasinya
kepada hasil dari Pendidikan bukan nilai yang tertulis didalam raport.
Mungkin kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pada Pendidikan
Indonesia adalah hasil dari proses Pendidikan, sama seperti kami. Akan
tetapi realitas yang ada dilapangan sangat membingungkan para pendidik
yang sering berinteraksi dengan kemajemukan karakter yang ada pada
peserta di MTs Darul Hikmah.

100
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai model kurikulum
Pendidikan Agama Islam disekolah Mts Darul-Hikmah dapat
disimpulkan sebagai berikut

1. Mts Darul-Hikmah ini menggunakan desain


kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI)
menggabungkan mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam (PAI) dengan kegiatan agama, dimana pada
realitanya muatan kurikulum Pendidikan Agama
Islam (PAI) yang menjadi regulasi sangat bagus untuk
diterapkan pada kegiatan-kegiatan agama karena
memiliki nilai-nilai Pendidikan Agama Islam di
masyarakat.
2. Mts Darul-Hikmah ini memiliki tambahan buku
pelajaran diperkarya dengan kitab kuning dan buku
Aswaja. Dimana realitanya muatan lokal kurikulum
yang menjadi regulasi pada peserta didik dan menjadi
tambahan ilmu dan sikap religius di tengah
masyarakat yang bermayoritas masyarakat Aswaja.

101
B.Saran
Saran-saran yang khendak penulis ajukan, hanyalah sekedar
masukan dengan harapan agar pihak sekolah dalam hal ini,
kepada kepala sekolah beserta para jajaran dewan guru Mts
Darul-Hikmah tidak terlepas dalam membimbing untuk
mengembangkan potensi yang ada pada peserta didik. Berikut
beberapa saran yang penulis ajukan:

1. Berdasarkan hasil temuan diatas, disarankan agar dapat


dijadikan pertimbangan Mts Darul Hikmah untuk
ditingkatkan lagi dalam kualitas sumberdaya manusia
sebagai tenaga pengajar sesuai dengan latar belakang
pendidikannya
2. Butuhnya tambahan mata pelajaran sebagai penopang
terkait Program Aswaja

102
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Wahid, Mengurai Hubungan Agama dan Negara, Ed.


Kacung Maridjan dan ma’mun Murod al-Brebery, Jakarta:
Grasindo, 1999.

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT


Remaja Rosdakarya, 1992.

Amir, Yasraf San Audifax, Kecerdasan Semiotik, Auvora Yogyakarta


2018

Amrozi, Shoni rahmatullah, Pendidikan Islam di Indonesia Prespektif


Sejarah Kritis Ibnu Kholdun, Jurnal Ilmu Pendidikan Islam: 2020

Anzizhan, Syafarudin., Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan,


Jakarta: Grasindo, 2008.

Arif, Mahmud., Pendidikan Islam Transformatif, Yogyakarta: LkiS, 2007.

Arikunto, Suharsimi, Evaluasi Program Pendidikan, Jakarta : Bumi


Aksara, 2010.,

103
Astutik, Indri (2002), Aplikasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak-Anak
dalam Keluarga Nelayan di Desa Puger Wetan Kecamatan Puger
Kabupaten Jember, Skripsi tidak diterbitkan, Jember: Program
Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Jember Jurusan Tarbiyah, 2002.

Aswaja & Tahsinul Kitabah, Darul Hikmah: 2022

Azra, Azyumardi, Esei- Esei Intelektual Muslim Pendidikan & Islam,


Logos Wacana Ilmu: 2014

Azra, Azyumardi, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Rekonstruksi


dan Demokratisasi, (Jakarta, Kompas Buku), 2002.

Candra, Bach. Yunof. Problematika Pendidikan Agama Islam. Jurnal


Istighna Vol. 1, No 1, 2018.

Charlene Tan, Educative Tradition and Islamic School In Indonesia,


International Multidisciplinary Journal, Vol. 3, No. 3, September
2015.

Daradjat, Zakiah Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2012.

Deni Kurniawan, Model dan Organisasi Kurikulum, Jurnal Pendidikan


Luar Biasa UPI, 2011.

Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam,


Pondok Pesantren & Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan
Perkembangannya, Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat
Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2003.

104
Dhofier, Zamakhsyari., Tradisi Pesantren (Studi Pandangan Hidup Kiyai
Dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia), Jakarta:LP3ES,
2015.

Haidar Putra Daulay, Historisitas dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan


Madrasah, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007.

Hamalik. Oemar., Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung:


Remaja Rosdakarya. 2006.

Hamim, Atang Abd., dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam,


Bandung: 2011.

Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada, 2005.

Heri Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.


Bandung: Alfabeta, 2012.

https://katadata.co.id/sitinuraeni/berita/62142eb2555ac/7-negara-
dengan-sistem-pendidikan-terbaik-di-dunia (diakses Pada hari
senin tgl 09/05/2022)

Indrakusuma, Amir Daim. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha


Nasional. 1973.

Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrsah, Sekolah, Pendidikan Islam


Dalam Kurun Modern Terj. Karel A. Steenbrink dan Abdurrahman,
cet ke-2, Jakarta: LP3ES, 1994.

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahaannya, Jakarta:


Kementerian Agama RI, 2014.

105
Kementerian Agama RI, Panduan Integrasi Kultur Kepesantrenan ke
dalam Manajemen Sekolah, Kemenag RI: 2012.

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta:


Hidayahkarta Agung, 1979.

Mansyur, Masykur H, Pendidikan Ala “Paulo Freire” sebuah renungan,


Jurnal Ilmiah Solusi: 2014

Muhaimin & Suti’ah, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya


mengefektifkan Pendidikan Agama Islam Di Sekolah, (Bandung,
PT Remaja Rosdakarya, 2002)

Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, mengurai benang kusut


dunia pendidikan. Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2006.

Mujahidin, Endin., Pesantren Kilat Alternatif Pendidikan Agama di Luar


Sekolah, Jakarta: Pustaka Kautsar, 2005.

Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju


Demokratisasi Instansi, Jakarta : PT Glora Aksara Pertama, 2005.

Nasution, Asas- Asas Kurikulum, Bumi Aksara: Jakarta 2009

Nata, Abuddin Manajemen Pendidikan, Jakarta: Prenada Media Group,


2003.

Nata, Abuddin., Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada, 2004.

Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan,


Jakarta: Paramadina, 2010.

106
Nurhayati, Djamas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca
Kemerdekaan. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2009.

Nurochim, Sekolah Berbasis Pesantren Sebagai Salah Satu Model


Pendidikan Islam Dalam Konsepsi Perubahan Sosial, Al-Tahrir,
Vol. 16, No. 1 Mei 2016.

Nuryanto, M. Agus, Madzhab Pendidikan Kritis Menyingkapi Relasi


Pengetahuan Politik dan Kekuasaan, Resist Book: 2011

Pohl, Florian, “Islamic Education and Civil Society: Reflections on the


Pesantren Tradition in Contemporary Indonesia,” Comparative
and International Education Society 50, no. 3. 2006.

Rivai, Veithzal dan Sylviana Murni, Education Manajement, Jakarta: Raja


Grafindo, 2010.

Sahertian, Piet dan Sahertian, Ida Aleda. Supervise Pendidikan Dalam


Rangka Program Inservise Education. Jakarta: Rineka Cipta. 1992.

Saleh, Abdul Rahma., Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak


Bangsa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta, 2015.

Suhardi, Didik, Panduan Pelaksanaan SBP, (Jakarta: Direktorat


Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, 2014

Suhardi, Didik. Peran SMP Berbasis Pesanten Sebagai Upaya


Penanaman Pendidikan Karakter Kepada Generasi Bangsa, Jurnal
Pendidikan Karakter, (3), 2012.

107
Sukarjo, M., dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2009.

Suprayogo & Tobroni. Metodologi Sosial Agama. Bandung: Rosdakarya,


2003.

Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta,


2010

Sutrisno dan Muhyidin, A. Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial.


Jogjakarta: Ar-Ruz Media. 2012.

Tilaar, Pedagogik teoritis untuk Indonesia, Jakarta: Kompas 2015

Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi


Pendidikan Bagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu, Imtima, 2009.

Umar, Tirtarahardja. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.


2012.

Undang-Undang RI 1945 Pasal 11 Ayat 2.

Usman, Moh. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja


Rosdakarya. 2004.

Wahid, Abdurahman., Menggerakkan Tradisi, Yogyakarta: LkiS, 2001

Yasmadi, Modernisasi Pesantren: Kritik Nurcholis Madjid terhadap


Pendidikan Islam Tradisional, Cet ke-2, Ciputat: Ciputat Press,
2005

Zakaria, Rusydy. Indonesian Islamic Education: A Social, Historical and


Political Perspective. VDM Verlag Dr. Müller. 2008.

108
Zuhdi, Muhammad., Challenging Moderate Muslims: Indonesia’s
Muslim Schools in the Midst of Religious Conservatism, Journal
Religions, 2018.

Hasil wawancara dengan kepala sekolah

Darul-Hikmah

A. Identitas diri
Nama : Dra. Sri Uswati
Jabatan : Kepala Sekolah
Pendidikan terakhir : S1

No Pertanyaan Jawaban

Bagaimana bapak/ibu Jadi dari awal kita mulai dari


1 mempertahankan penerimaan siswa, kita
eksistensi sekolah yang sosialisasi, kemudian sampai
bernuansa islami. kepada program harian. Kita
berusaha untuk tidak keluar
dari nuansa islamiah. Tes pun,
selain tes-tes secara umum,

109
baca tulis Al-Qur’an iya itu
sudah pasti, walaupun
memang di kita tidak ada
istilah anak yang tidak lulus
dalam tes, karena itu hanya
sebagai bahan pemetaan saja
untuk melihat sejauh mana
kemampuan anak-anak,
dibuatnya pemetaan mana
yang sudah bisa membaca Al-
Qur’an dengan baik, mana
yang sudah menguasai
murotal bahkan yah, atau
lebih sering sih kita
menemukan anak-anak yang
masih dibawah standar, dalam
artian memang mereka masih
ada yang. Walaupun masih
ada yang nol pun masih ada,
ketika kita sajikan huruf
hijaiyah pun masih ada yang
tidak tahu, tapi masih ada juga
yang terbata-bata. Kemudian
juga kita masukan juga unsur-
unsur ketika mos, masa
pengenalan orientasinya, itu
juga dengan nuansa islami,
kalo materi-materi pokok kan
pasti nuansa kebangsaan dan
mengenal sekolah dsb, tetapi
juga kita awali dengan
pembinaan akhlak, bagaimana
etika ketika anak-anak sampai
dipintu gerbang, etika
bertemu guru, bertemu teman-
teman, sampai ketika mereka
masuk dan keluar ruangan
kelas dan kamar mandi serta
etika di dalam masjid. Itu
sudah kita perkenalkan dari
awal pada saat pengenalan
orientasi pengenalan pada
siswa. Kemudia proses
pembelajaran, sebelumnya

110
disini itu melakukan shalat
dhuha, terlebih dahulu
kemudian tadarus, dan ada
juga kelas-kelas tertentu yang
mereka di bagi kebeberapa
anak, mereka itu mengikuti
program khtaman Al-Qur’an
satu anak 1 juz, mungkin ada
yang sampai satu minggu
programnya ada yang dua
minggu. Tapi ada juga yang
tadarus Bersama, setelah itu
shalat dzhur berjama’ah
selesai itu kita tutup dengan
shalat ashar berjamaah. Kita
juga punya buku aswaja,
mengenalkan mereka dari
awal tentang materi-materi
aswaja, buku ini disusun dari
oleh kita guru-guru dan tim,
materi-materi yang ada di
aswaja ini pengenalan dari
mulai asmaul husna sampai
dengan ibadah harian. Dan
materi ini ada target-target nya
jadi masing-masing sudah ada
targetnya, diawali dengan
materi-materi, jadi kita
sajikan dahulu materi-
materinya kemuadian nanti
diakhir ini ada penilaian
kopetensi kelulusan, jadi
mereka setor ke guru-gurunya
contohnya seperti ini
menyebutkan huruf-huruf
hijaiyah, nanti mereka baca
atau mereka menghafal,
sampai materi terakhir kapada
kelas IX, materinya itu surah
Yasin kemudian dzikir setelah
shalat, tahlil, serta shalat
jenazah. Hal ini dilakukan
supaya mereka peserta didik
ketika keluar dari sekolah,

111
minimal mereka bisa menjadi
anak-anak shaleh dan bisa
mengamalkan ilmu nya, ada
juga diluar sana, anak-anak
yang tidak mau masuk ke
Darul-Hikmah dengan alasan
hafalannya banyak, berat.
Walaupun banyak yang bilang
begitu, kami tetap tidak
merubah prinsip awal kami,
karena kami yakin anak-anak
itu mampu, padahal yang
kami ajarkan disini itu adalah
ilmu yang sangat sehari-hari
dari mulai wudhu, shalat.
Tidak ada ajaran yang berat-
berat, visinya adalah untuk
mereka ketika keluar dari
Darul-Hikmah minimal bisa
mengamalkan ilmu serta
bermaanfaat bagi masyarakat.
walaupun banyak anak-anak
diluar sana beranggapan
terlalu berat untuk sekolah di
Darul-Hikmah, tetapi kami
guru-guru tidak merubah ciri
khas sekolah kami.
Bagaimana bapak/ibu Kami dari hal-hal yang kecil,
2 meningkatkan kualitas seperti mislanya ada murid
mutu pada sekolah agar masuk ke ruangan guru tanpa
menciptakan lulusan mengucapkan salam, mereka
yang berakhlak. tidak boleh masuk, kemudian
ucapan-ucapan mereka,
sangat kita perhatikan sekali,
akhlak itukan bukan hanya
terlihat dari gerak tubuh tapi
juga dari ucapan mereka
kepada teman-temannya dsb.
Saya sering mengingatkan
kepada anak-anak, kalau
kalian mendapatkan nilai yang
tidak bagus atau belum
bayaran SPP, ibu tidak akan
pernah panggil kalian, tetapi

112
kalau kalian sudah masuk ke
ranah agama kalian akan
terima konsekuensinya, tetapi
dengan yang berakhlak juga
konsekuensinya, karena
menagajarkan akhlak juga
harus melalui dengan yang
berakhlak.
Bagaimana bapak/ibu Saya sering kali dulu ketika
3 memandang sains dalam saya masih mengajar Al-
sudut pandang agama. Qur’an Hadist selalu
menjadikan sains itu sarana
untuk semakin dekat kepada
Allah SWT. Semua ciptaan
Allah tekhnologi dan
sedemikian rupanya tetap
berawal dari akal, dan yang
harus kita kagumi adalah
bukan hanya yang
menciptakan hasil sainsnya
itu, tetapi yang menciptakan
akal itu yang lebih utama
harus kita dikagumi. Saya
sering juga meminta kepada
guru-guru sains, untuk
mengarahkan peserta didik
lebih dekat kepada yang
Maha Esa melalui ilmu sains.
Jadi bukan hanya guru agama
saja. Seperti pelajaran
matematika, mungkin di mata
pelajaran matematik
terbilang tapi ada yang tak
terbilang, matematika itu
terhingga tapi ada yang tak
terhingga, jadi
mengenalankan Allah bisa
dengan cara melalui
matematika. Menjadikan
sains menjadi sarana untuk
lebih dekat kepada Allah SWT

113
semakin menyadari bahwa
Allah itu maha besar.

Bagaimana bapak/ibu Dengan langkah-langkah, jadi


4 menerapkan visi misikalau kita ingin menjadikan
sekolah agar terciptanya
peserta didik menjadi anak
Pendidikan yang
yang bertakwa, maka
berkarakter, langkah-langkah yang kita
bertanggung jawab. ambil adalah mulai
menganalkan peserta didik
dengan shalat berjama’ah,
shalat sunnah kemudian kami
membuat program senin
tanpa jajan disini. Bukan
berarti kami disini
mewajibkan puasa senin
kamis disini, melainkan kami
disini melatih mereka agar
terbiasa, kalaupun tidak ada
yang puasa, maka anak
tersebut harus menghargai
teman-temannya yang
berpuasa dan ketika hari
senin kantin sekolah tutup,
jadi bagi anak yang tidak
berpuasa jajan atau makan
diluar sekolah.
Apakah yang Setiap sekolah pasti punya
5 membedakan sekolah tujuannya, mungkin hal ini
Darul-Hikmah dengan bisa ditanya kepada alumni
yang lain. dan orang tua murud yak.
Tapi yang jelas dimata anak-
anak, yang membedakan
Daarul-Hikma dengan sekolah
lain adalah kurikulum Aswaja
dan senin tanpa jajan. Itu
yang sering anak-anak
rasakan jika disekolah lain
dan masalah administrasi,
disini tidak ada anak yang
belum bayar SPP tidak ikut

114
ujian bahkan ketika ada anak
yang tidak ikut acara study
tour yang saya tanyakan
kenapa tidak ikut, dan ketika
alasannya tidak punya uang,
akan saya berangkatkan,
karena disini tidak ada istilah
anak didik yang tidak ikut
ujuan atau kegiatan lainnya
karena belum bayaran. Pada
akhirnya kami disini membuat
program kepada guru-guru
(orang tua asuh) program ini
adalah alternatif musyawarah
para guru-guru, ketika disini
kita prihatin kepada KIP jadi
KIP disini terbatas jadi hanya
beberapa peserta didik saja
yang dapat KIP sedangkan
sisanya. Program orang tua
asuh ini disekolah
mengmpulkan uang 20 RP
setiap bulannya dan untuk
yang yatim atau yatim piatu
dibebaskan dari
adiministarasi sekolah,
mereka tidak ada
pembiayaan apapun kepada
sekolah serta untuk yang
dhuafa akan dipotong pada
pembiayaannya. Inilah yang
membedakan Daarul-Hikma
dengan sekolah lain
Apa peran sekolah Yang pertama kami guru-guru
6 Darul-Hikmah bagi selalu berusaha menjalin
masyarakat pada silaturahmi terutama ketika
lingkungan sekitar. disini ada kegiatan-kegiatan
kami ikut sertakan
masyarakat yang ada
disekitar lingkungan sekolah.

115
Strategi seperti apa yang Diawal kami rapat dengan
7 bapak/ibu lakukan para orang tua, yang pertama
untuk mendapatkan kali saya katakan kami tidak
kepercayaan pada akan berjalan tanpa
masyarakat. kepercayaan bapak dan ibu,
terutama dalam hal
pendidikan anak dan
pengelolaan dana komite
yang bapak ibu setor kepada
sekolah kami, kami kelola
dengan baik untuk
peningkatan mutu anak
bapak ibu dan kami selaku
guru-guru percaya kepada
bapak dan ibu bertanggug
jawab kepada anak-anaknya
kami disini mengawali dengan
saling percaya satu sama lain

Hasil wawancara dengan guru Pendidikan agama islam

Darul-Hikmah

a. Identitas Diri
Nama : Saefuddin.S,H,I
Jabatan : Guru PAI

Pendidikan terakhir : S1

No Pertanyaan Jawaban

1 Bagaimana bapak/ibu Untuk penggabungan mata


menerapkan pelajaran pendidikan agama
penggabungan mata di Daarul-Hikma ini memang
pelajaran kitab-kitab bersumber pada kitab-kitab

116
pesantren dengan salafi atau kitab-kitab
Pendidikan agama islam pesantren. Walaupun buku-
yang ada disekolah buku seperti fiqh dan lain
Darul-Hikmah sebagainya pendidikan
agama disekolah yang
diterbitkan kementrian
agama tapi di Daarul-Hikma
akan sisipkan penjelasan dari
kitab-kitab salafy
2 Apa keunggulan pada Keunggula nya di Daarul-
konsep kurikulum PAI Hikma yang bisa dikatakan
yang ada di Darul- berbeda dengan pendidikan
Hikmah agama disekolah lain adalah
disini ditambahkan
kurikulum Aswaja pada
kurikulum pendidikan agama
islam, dan ini menjadi
pedoman wajib bagi para
siswa kelas VII, VIII dan IX
disana ada target-target
tertentu. Mungkin itu yang
tidak dimiliki disekolah lain
dan dalam hal perakteknya
kita disini setiap pagi
sebelum melakukan kegiatan
belajar mengajar kita
melakukan shalat sunnah
dhuha, shalat dzuhur dan
asyar berjamaah serta ada
pembiasaan senin tanpa
jajan.
3 Bagaimana cara Diantaranya itu ada
bapak/ibu untuk pembiasaan, yang dimana
mencapai tujuan dengan anak didik itu menguasai
kurikulum PAI yang teori, peserta didik juga harus
diterapkan pada sekolah mampu menerapkan
Darul-Hikmah pengetahuannya tersebut hal
ini harus dilatih dengan
pembiasaan agar terbiasa
pada peserta didik.

117
4 Bagaimana caranya Diantaranya ketika kegiatan
mengembangkan belajar mengajar, kita disini
potensi pada peserta ada kegiatan muhadoroh ini
didik dalam hal juga bagian dari kurikulum,
spiritual, keagamaan, dari spiritual seperti
pengendalian diri dan membacakan asmahul-husna
berakhlak. bersama sebelum melakukan
shalat sunnah dhuha, shalat
dhuha berjaamah dan
dzuhur, asyhar serta senin
tanpa jajan (puasa) hal ini
dilakukan agar ketika peserta
didik sudah lulus dari Daarul-
Hikmah mempunyai bekal
ilmu dan amalnya.
5 Apakah bapak/ibu Kalau untuk kendala
merasakan kesulitan pengabungan kitab-kitab
ketika kurikulum PAI di (kuning) pesantren secara
Darul-Hikmah yang menyeluruh yang diajarkan
digabungkan dengan disekolah Daarul-Hikma, ada.
pelajaran kitab-kitab Dikarenakan yang pertama,
yang ada di pesantren. dari latar belakang
pendidikan beberapa peserta
didik sehingga agak kurang
memahami dan kedua ada
juga guru-guru yang bukan
lulusan pesantren. Akan
tetapi ada kelas khusus yang
untuk mengkaji kitab-kitab
tersebut dan yang kelas
umumnya hanya sedikit saja.
6 Persiapan apa saja yang Karena dimasa pandemi ini,
bapak/ibu persiapkan pertama yang kita lakukan
ketika khendak proses sebelum kegiataan belajar
KBM. mengajar berlangsung
merapihkan ruang kelas agar
nyaman dan mensiapkan diri
agar fokus menerima materi
yang diajarkan.
7 Permasalahan apa saja Ada banyak, terutama
yang bapak/ibu ketahui mayoritas siswa kita

118
pada peserta didik kebanyakan menengah
ketika sedang terjadinya kebawah. Ada beberapa,
proses KBM. apalagi dimasa pandemi ini
juga siswa dalam tingkat
kehadirannya rendah, karena
waktuya terbagi dengan
kegiatan kerja membantu
orang tuanya berdagang dan
lain sebagainya. Dan untuk
alternatif permasalahan
tersebut kami pihak guru
melakukan home visit untuk
mengetahui permasalahan
anak didik dilingkungan
rumahnya.
8 Menurut bapak/ibu apa Kekurangan nya pada
kekurangan kurikulum kurikulum ini, konsepnya
Pendidikan nasional ini. sudah bagus akan tetapi
pihak pemerintahnya kurang
sosialisasi kepada sekolah,
sehingga masih banyak para
guru belum mengetahui
aturan-aturan yang baru
serta ketika dipertengahan
jalan pada kurikulum lama
muncul lagi peraturan yang
baru sehigga kurikulum yang
lama belum selesai dalam
prosesnya. Harapannya
adalah pihak pemerintah
harus ditingkatkan

119
120
KEMENTERIAN AGAMA No. Dokumen : FITK-FR-AKD
UIN JAKARTA Tahun. Terbit : 2021
FORM (FR) No. Revisi: : 00
FITK
Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1
SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN

Nomor : 016/ S2.PAI.6/1/2021 Jakarta, 01 November 2021


Lamp. : 1 Berkas
Hal : Permohonan Izin Penelitian

Yang terhormat,
H. Haryadi, S.Ag
Ketua Yayasan Daarul Hikmah
Di
Tempat

Assalamualaikum Wr. Wb.


Dengan hormat kami sampaikan bahwa:
Nama : Fajar maulidi
NIM : 2119010000012
Prodi : Magister Pendidikan Agama Islam (MPAI)
Semester : 5 (Lima)

adalah benar mahasiswa pada Program Magister Pendidikan Agama Islam (MPAI)
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang akan
melakukan penelitian di lembaga yang Bapak/Ibu pimpin sehubungan dengan
penyelesaian tugas akhir (Tesis) yang berjudul Model Kurikulum Pendidikan Agama
Islam di Sekolah Berbasis Pesantren. Mahasiswa tersebut memerlukan penelitian,
observasi, wawancara dan pengambilan data pada lembaga yang Bapak/Ibu pimpin.
Oleh karena itu, kami mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menerima mahasiswa
tersebut dan memberikan bantuannya.

Demikianlah, atas perhatian, kerjasama, dan bantuan Bapak/ Ibu kami ucapkan terima
kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.


a.n. Dekan
Ketua Prodi Magister Pendidikan Agama
Islam (MPAI),

Dr. Abdul Ghofur, M.A


NIP. 19681208 199703 1 000
Tembusan:
- Dekan FITK.
FOTO SELESAI WAWANCARADENGAN DRA,HJ SRI
USWATIKEPALA SEKOLAH MADRASAH TSANAWIYAH DARUL
HIKMAH

121
122
BIOGRAFI PENULIS

Nama lengkap penulis adalah Fajar Maulidi, yang akrab


dipanggil dengan Fajar. Penulis adalah putra Pertama dari dua
bersaudara. Penulis merupakan putra dari pasangan bapak
Sulaiman dan ibu Rahmti. Penulis yang sejak kecil gemar dalam
bidang seni Tarik Suara ini dilahirkan pada hari Senin tepatnya
tanggal 03 Oktober 1994 di Nanggroe Aceh Darussalam. Saat ini
penulis berdomisili di Jl Darusaadah, Rt/Rw: 004/004, Komplek
Riverahill, Kec. Sawangan, Kel. Cinangka, Depok 15616.
Pendidikan penulis dimulai sejak ia duduk di Taman Kanak-kanak (TK) Bakpaoh –
Aceh (1999-2000). Kemudian ia melanjutkan studinya ke Sekolah Dasar (MIN) 1 Jaya –
Aceh (2000-2006). Ketertarikan penulis dalam bidang seni Tarik Suara mulai terlihat
ketika ia duduk di Madrasah Ibtidaiyah (MIN). Dimulai dengan ketertarikannya dalam
Bernyanyi dan Shalawat. Setelah lulus MIN, ia melanjutkan kembali studinya di Sekolah
Menengah pertama(SMP) Inshafuddin – Aceh (2006-2009). Selama penulis di SMP, ia
memiliki ketertarikan mendalam dengan ilmu agama islam, hingga kemudian atas saran
dan arahan keluarga penulis, maka ia melanjutkan kembali studinya ke SMA 1 Jaya dan
Belajar Agama di desanya – Aceh (2009-2012). Setelah lulus SMA, penulis tertarik dan
ingin menjadi seorang guru atau pendidik, maka kemudian ia melanjutkan jenjang
pendidikan S1 di IAI AL AZIZIYAH SAMALANGA dan juga sambil Mondok di
Pesantren MUDI MESRA, dengan mengambil jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) di
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) dan memperoleh gelar sarjana pendidikan
islam pada awal tahun 2017. Pada tahun 2019, penulis melanjutkan kembali studinya ke
jenjang pendidikan S2 di Program Magister Pendidikan Agama Islam (MPAI) – Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) – Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai