SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi salah satu
Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Zakiyah Arwani
11150430000051
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI
Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan asing
(terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama bagi
mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah Arab
yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup masih
penggunaannya terbatas.
a. Padanan Aksara
Berikut ini adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:
Huruf
ب b be
خ t te
ث ts te dan es
ج j Je
خ kh ka dan ha
د d de
ر r Er
س z zet
س s es
v
ش sy es dan ye
غ gh ge dan ha
ف f ef
ق q Qo
ك k ka
ل l el
م m em
ن n en
و w we
ه h ha
ء apostrop
ي y ya
vi
b. Vokal
Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia, memiliki
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal
tunggal atau monoftong, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
Sementara itu, untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan alih aksaranya
sebagai berikut:
ي
َ ـــــَـــــ ai a dan i
ـــــَـــــ و au a dan u
c. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan
Arab Latin
vii
d. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf alif dan
lam ))ال, dialih aksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf
syamsiyyahatau huruf qamariyyah. Misalnya: = اإلجثهادal-ijtihâd
= الزخصحal-rukhsah, bukan ar-rukhsah
e. Tasydîd (Syaddah)
Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya: = الشفعةal-syuî
‘ah, tidak ditulis asy-syuf ‘ah
f. Ta Marbûtah
Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1) atau
diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah tersebut
diikuti dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihasarakan menjadi
huruf “t” (te) (lihat contoh 3).
g. Huruf Kapital
Walau dalam tulisan Arab tidak dikenal adanya huruf kapital, namun dalam
transliterasi, huruf kapital ini tetap digunakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Perlu diperhatikan bahwa
jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka huruf yang ditulis dengan
viii
huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata
sandangnya. Misalnya, =البخاريal-Bukhâri, tidak ditulis al-Bukhâri.
Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih aksara
ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia
Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kara nama
tersebut berasal dari bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis
Nûr al-Dîn al-Rânîrî.
Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism) atau huruf (harf), ditulis
secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan
berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu
syarat menyelesaikan studi. Shalawat beriring salam penulis curahkan kepada
Nabi kita Sayyidina Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
jahiliyyah hingga zaman keilmuan seperti sekarang ini. Dan tak lupa pula kepada
keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang selalu mengamalkan sunnahnya
hingga akhir zaman.
1. Bapak KH. Dr. Ahmad Thalabi Karlie, S.Ag., S.H., M.H., Dekan Fakultas
Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Hj Siti Hanna, M.A, Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab dan
Bapak Hidayatullah, S.H. M.H, Sekretaris Prodi yang telah membantu segala
x
hal yang bekenaan dengan perkuliahan hingga motivasinya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Mustolih Siradj, M.H., C.L.A dan Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H.
selaku dosen Pembimbing Skripsi atas kesabaran membimbing, mengarahkan
dan meluangkan waktunya bagi penulis sehingga skripsi ini lebih terarah dan
menjadi lebih baik.
4. Bapak Drs. Ahmad Sudirman Abbas, M.A selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah membimbing penulis selama perkuliahan.
5. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah ikhlas memberikan
ilmu yang bermanfaat sehingga penulis dapat menyambung ilmu baik dalam
dunia pekerjaan maupun akademik ditingkat lebih tinggi.
6. Pimpinan beserta staf jajarannya Perpustakaan Pusat dan Perpustakaan
Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan fasilitas untuk
mengadakan studi kepustakaan ini berupa buku dan literatur lainnya seingga
penulis memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.
7. Teruntuk Kedua Orang Tua, Abuyah dan Umi yang sangat penulis cintai dan
terimakasih yang telah mencurahkan segalanya baik itu yang bersifat
dukungan moril maupun materil. Semoga Allah SWT selalu memberikan
keberkahan, kesehatan dan kemulian di dunia maupun akhirat atas segala
kebaikan yang telah diberikan kepada penulis atas segalanya semoga dapat
membahagiakan, membanggakan, dan menjadi anak yang berbakti kelak.
8. Teruntuk My Kost Kece Nakia Hana Sakova dan Euis Laelatussa’adah,
terimakasih untuk kisah kasihnya selama 4 tahun terakhir ini. Terimakasih
untuk coretan warna warni kehidupan yang luarbiasa ini. Terimakasih sudah
menjadi temen sahabat sekaligus keluarga disetiap season kehidupan ini.
Terimakasih untuk semua cerita hitam dan putihnya selama di ciputat, i will
never forget that guys and I love you more.
9. Teruntuk Nabilah Al Haramain, Siti Nur Aini dan Ratna Dwi Cahyani temen
yang selalu setia menemani disetiap waktunya dan membantu segenap jiwa
dan raga hingga saat ini. Terimakasih sudah mau berbagi kesedihan kesusahan
dan kesenangan selama hidup di ciputat ini.
xi
10. Teruntuk sahabat-sahabat PMII Komfaksyahum terkhusus kalian 2015 yang
tak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih telah hadir dan memberikan
semua pembelajaran dan pengalaman berharganya diluar bangku perkuliahan
selama ini.
11. Teruntuk keluarga besar Perbandingan Mazhab 2015 yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, yang telah saling membantu disegala keadaan dan
menjadi tempat bertukar fikiran dengan penuh semangat dan kerja keras.
12. Ucapan terakhir penulis tujukan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis
sebut satu persatu namun tidak mengurangi rasa terima kasih penulis atas
bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penulis
Zakiyah Arwani
NIM. 11150430000051
xii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Permasalahan ................................................................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 7
D. Review Pustaka Terdahulu ............................................................ 8
E. Metode Penelitian .......................................................................... 9
F. Sistematika Penulisan .................................................................... 11
xiii
BAB IV SENGKETA TANAH DENGAN KEPEMILIKAN GANDA
A. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kepemilikan ganda... 56
B. Bentuk penyelesaian sengketa tanah dengan kepemilikan ganda di
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta ......................................... 61
C. Analisis Sengketa Tanah Dengan Kepemilikan Ganda .................. 64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 67
B. Rekomendasi ................................................................................. 68
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
Tanah atau wilayah merupakan sumber daya alam dari suatu negara, bagi
Bangsa Indonesia yang merupakan suatu negara yang disebut sebagai bangsa
agraris atau pun kepulauan, tanah mempunyai kedudukan yang sangat penting
dalam rangka penyelenggaraan hidup dan kehidupan manusia.1 Disisi lain, bagi
negara dan pembangunan, tanah juga menjadi modal dasar bagi penyelenggaraan
kehidupan bernegara dalam rangka integritas Negara Kesatuan Republik
Indonesia ( NKRI ) dan untuk mewujudkan sebesar besarnya kemakmuran rakyat.
Oleh karena yang kedudukannya yang demikian itulah penguasaan, pemilikan,
penggunaan maupun pemanfaatan tanah memperoleh jaminan perlindungan
hukum dari pemerintah.
1
Maria S.W. Sumardjono, Tanah Dalam Prespektif Hak Ekonomi, Sosial,dan Budaya
Jakarta: Kompas, 2009, h.41
1
2
Sengketa hak atas tanah di atas timbul karena beberapa alasan yang
dijadikan dasar gugatan ke pengadilan. Gugatan yang berupa tuntutan hak atas
suatu tanah bertujuan untuk memperoleh perlindungan hukum yang diberikan oleh
pengdilan untuk mencegah eigenrichting3. Sengketa tanah ini dapat digugat ke
Pengadilan Tata Usaha Negara atau Pengadilan Negeri hingga ke tingkat
Mahkamah Agung, bahkan perkara ini melibatkan pihak ketiga dengan adanya
derdenverzet (perlawanan pihak ketiga).
keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status tanah,
prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh
penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.4
Salah satu alat bukti hak atas tanah adalah Sertifikat, Sertifikat merupakan
alat bukti yang kuat dan autentik kekuatan sertifikat Merupakan jaminan kepastian
hukum bagi pemegang Sertifikat sebagai alat bukti yang sempurna sepanjang
tidak ada pihak lawan yang membuktikan sebaliknya. Seorang atau badan hukum
akan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas suatu bidang tanah
serta keadaan dari tanah itu, misalnya luas, batas-batas, bangunan yang ada, jenis
haknya beserta beban-beban yang ada pada hak atas tanah itu, dan sebagainya.6
4
Effendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia, Jakarta : Rajawali, 1986, h. 13.
5
Muhammad Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, “Hukum Pendaftaran Tanah”,
Bandung: Mandar Maju, 2008, h.138
6
Andrian Sutedi, Sertifikat Hak Atas Tanah, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, h.57
4
Akan tetapi, seiring dengan tingginya nilai dan manfaat tanah, banyak
orang yang berupaya memperoleh bukti kepemilikan tanah dengan memiliki
sertifikat palsu, dimana data yang ada pada sertifikat tidak sesuai dengan yang ada
pada buku tanah. Jumlah sertifikat palsu cukup banyak, sehingga menimbulkan
kerawanan. Umumnya sertifikat palsu dibuat pada tanah yang masih kosong dan
mempunyai nilai tinggi yang menggunakan blangko sertifikat lama. Pemalsuan
sertifikat terjadi karna tidak didasarkan pada alas hak yang benar, seperti
penerbitan sertifikat yang tidak didasarkan pada alas hak yang benar, Seperti
penerbitan sertifikat yang didasarkan pada surat keterangan pemilikan yang
dipalsukan. bentuk lainnya berupa stempel BPN dan pemalsuan data pertanahan.
Hal tersebut menimbulkan banyak masalah sehingga terkadang terdapat sertifikat
dimana objek yang tertera di dalam sertifikat tersebut bukanlah yang seharusnya
akan tetapi tanah milik orang lain yang dibuatkan surat oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab atau terdapat kelalaian di dalam penerbitan surat tersebut,
kemudian juga terdapat bukti kepemilikan yang sama terhadap dua setifikat
dengan satu objek yang sering disebut dengan sertifikat ganda.8
7
Astri Isnaini, Tinjauan Hukum Terhadap Sengketa Hak Atas Tanah Di Kota Makassar,
Skripsi (Makassar: Fakultas Syari’ah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
2017) h. 3
8
Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan, Cet. I, Jakarta:Prestasi Pustaka, 2002, h.
137
5
Dari salah satu permasalahan diatas, Sertifikat ganda atas tanah secara
singkat dapat diartikan sebagai sertifikat-sertifikat yang menguraikan satu bidang
tanah yang sama atau secara luas sertifikat ganda adalah surat keterangan
kepemilikan (dokumen) dobel yang diterbitkan oleh badan hukum yang
mengakibatkan adanya pendudukan hak yang saling bertindihan antara satu
bagian dengan bagian lain, sehingga terbitlah sertifikat ganda yang berdampak
pada pendudukan tanah secara keseluruhan ataupun sebagaian tanah milik orang
lain. Pada kenyataannya Sertifikat ganda merupakan salah satu permasalahan
yang ditemukan dalam masyarakat. Tingginya masalah pertanahan tidak hanya
meresahkan masyarakat tetapi juga sangat mempengaruhi kinerja BPN sebagai
institusi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan administrasi pertanahan.9
Adapun sertifikat ganda yaitu sebidang tanah mempunyai lebih dari satu
sertifikat,10 karna itu membawa akibat ketidakpastian hukum bagi pemegang hak-
hak atas tanah yang sangat tidak diharapkan dalam pendaftaran tanah di
Indonesia. Sertifikat ganda kerap terjadi di Jatiasih yang mengakibatkan sengketa
para pemegang sertifkat yang saling menuding bahwa apa yang mereka miliki itu
benar adanya walaupun kemudian salah satu diantara sertifikat itu ada yang palsu
dimana objek yang tertera pada sertifikat tersebut bukan yang sebenarnya,
sehingga untuk mendapatkan kepastian hukum mengenai sertifikat hak atas tanah,
salah satu diantara pemengang sertifikat tersebut melakukan gugatan kepada
Pengadilan Negeri yang dianggap memiliki kompetensi untuk memberikan
kepastian hukum terhadap pemegang hak tersebut dan membatalkan salah satu
diantara sertifikat yang timbul sehingga hanya satu sertifikat yang sah yang
memiliki objek dan yang lainnya tidak atau bukan objek yang tertera didalam
sertifikat tersebut.
9
Aprilia Wulandari, Penyelesaian sengketa tanah terhadap sertifikat ganda di badan
pertahanan nasional sukoharjo, Skripsi (Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Surakarta 2018)
h. 3
10
Soni Harsono, Kegunaan Sertifikat dan Permasalahannya, Yogyakarta: Seminar
nasional 9 Juli 1992, h. 6
6
Sengketa sertifikat ganda timbul karena adanya keberatan dari pihak yang
dirugikan berupa tuntutan atas keputusan Tata Usaha Negara yang di tetapkan
oleh Pejabat Tata Usaha Negara dilingkungan Badan Pertanahan Nasional,
pengajuan keberatan bertujuan pemilik sertifikat dapat menyelesaikan secara
administrasi untuk mendapat koreksi dari Pejabat Tata Usaha Negara. Akibat
sengketa sertifikat ganda kekuatan hukum sertifikat akan hilang. Untuk
menyelesaikan sengketa sertifikat ganda ditempuh jalan musyawarah bila tidak
ada kesepakatan dapat diselesaikan sepihak oleh Kepala Kantor Badan Pertanahan
Nasional, jika para pihak masih tidak dapat menerima keputusan tersebut dapat
mengajukan gugatan pada putusan Peradilan Tata Usaha Negara.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka
identifikasi masalahnya sebagai berikut :
a. Hak hak kepemilikan atas tanah
b. Proses pendaftaran tanah
c. Sertifikat sebagai bukti kepemilikan
d. Faktor yang menjadi penyebab adanya kepemilikan ganda
e. Konsep Kepemilikan menurut hukum Islam
f. Akibat hukum sengketa tanah dengan kepemilikan ganda
g. Bentuk penyelesaian sengketa tanah dengan kepemilikan ganda
7
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, fokus
masalah pada studi ini yaitu pada sengketa tanah dengan kepemilikan ganda studi
kasus di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan data pada priode tahun
2019 untuk menghindari adanya perluasan masalah yang akan dibahas.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang diteliti
dirumuskan sebagai berikut:
a. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan adanya sengketa tanah dengan
kepemilikan ganda?
b. Bagaimana proses penyelesaian sengketa tanah dengan kepemilikan ganda
di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta?
E. Metode Penelitian
Untuk mencapai hal yang positif dalam sebuah tujuan, maka metode ini
merupakan salah satu sarana untuk mencapai sebuah target, karena salah satunya
metode berfungsi sebagai cara mengerjakan suatu hasil yang memuaskan.
Disamping itu, metode merupakan bertindak terhadap sesuatu dari hasil yang
maksimal.
Metode penulisan skripsi yang dipergunakan penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian normatif
yuridis yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan bahan hokum utama dengan
cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Serta
menggunakan penelitian deskriptif yang menggambarkan data informasi
berdasarkan pada data yang diperoleh di lapangan.11
11
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, Jakarta: PT. Rineka Cipta, cet. ke-2, 1993,
h.309.
10
b. Data Sekunder
Yaitu semua yang berhubungan langsung dengan objek penelitian. Dalam
hal ini yang menjadi bahan hukum sekunder yaitu dengan penelitian lapangan
melalui observasi dan melakukan wawancara secara langsung kepada informan
yang terkait dengan penelitian ini serta buku-buku mengenai pertanahan.
c. Data Tersier
Yaitu data penunjang yang dapat memberi petunjuk dan penjelasan
terhadap sumber data primer dan sekunder, diantaranya kamus-kamus dan
esiklopedia.14
12
Yayan Sopyan, Pengantar Metode Penelitian, Ciputat: Buku Ajar Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2010, h.26.
13
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, h.106
14
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2005, h.144
11
4. Analisis data
Metode analisis data yaitu dengan mengumpulkan data yang telah ada
dikumpulkan dianalisis secara kualitatif yaitu suatu pembahasan yang dilakukan
dengan cara memadukan antara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan
serta menafsirkan dan mendiskusikan data-data primer yang telah diperoleh dan
diolah sebagai satu yang utuh.
5. Teknik penulisan
Dalam penulisan penelitian ini penulis merujuk pada buku Pedoman
Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.
F. Sistematika Penulisan
Dalam memudahkan penyusunan proposal skripsi ini dan untuk
memberikan gambaran secara rinci mengenai pokok pembahasan maka penulis
menyusun proposal skripsi ini dalam beberapa bab-bab terdiri dari sub-sub dengan
sistematika sebagai berikut :
BAB I Merupakan bab pendahuluan, bab ini meliputi terkait latar belakang
masalah, identifikasi masalah batasan dan rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, riview kajian terdahulu, metode dan teknik
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Tentang landasan teori tentang pengertian dan teori pertanahan, hak atas
tanah, pendaftaran tanah, sertifikat hak atas tanah, serta kedudukan tanah
dalam Islam.
BAB III Membahas tentang ketetntuan pengadilan tata usaha negara jakarta dan
masalah pertanahan mengenai profil pengadilan tata usaha negara
jakarta, kewenangan pengadilan tata usaha negara jakarta, sengketa tanah
dan kepemilikan ganda, serta konsep kepemilikan menurut hukum
Islam.
BAB V Merupakan penutup, bab ini berisi tentang kesimpulan yang menjawab
hasil penelitian dari rumusan masalah dan rekomendasi berdasarkan
hasil penelitian.
BAB II
LANDASAN TEORI HUKUM PERTANAHAN
13
14
Tanah yang dalam arti hukum memiliki peranan yang sangat penting
dalam kehidupan manusia karena dapat menentukan keberadaan dan
kelangsungan hubungan dan perbuatan hukum, baik dari segi individu maupun
dampak bagi orang lain. Untuk mencegah masalah tanah tidak sampai
menimbulkan konflik kepentingan dalam masyarakat, diperlukan pengaturan,
penguasan dan penggunaan tanah atau dengan kata lain dengan hukum tanah.17
2. Teori Pertanahan
Teori Pertanahan yang akan digunakan ialah teori Lawrence M. Friedman
mengenai sistem hukum. Sistem hukum yang terdiri dari tiga elemen, yaitu
elemen struktur (structure), substansi (substance), dan budaya hukum (legal
culture). Tiga unsur dari sistem hukum ini diteorikan Lawrence M. Friedman
sebagai Three Elements of Legal System (tiga elemen dari sistem hukum).
Lawrence M. Friedman membagi sistem hukum menjadi tiga jenis elemen yaitu:18
1. Struktur Sistem Hukum (legal structure), yaitu tingkatan atau susunan hukum,
pelaksana hukum, peradilan, lembaga-lembaga (pranata-pranata) hukum dan
pembuat hukum, antara lain kepolisian dengan para polisinya, kejaksaan
dengan jaksanya, pengadilan dengan hakimnya dan lain-lainnya.
2. Substansi Sistem Hukum (legal substance), yaitu hakikat dari isi yang
dikandung dalam perunddang-undangan. Substansi mencangkup semua aturan
hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis, seperti hukum materil , hukum
formal dan hukum adat.
Jadi, substansi sistem hukum yang mencangkup segala apa saja yang
merupakan hasil dari struktur, yang didalamnya termasuk dalam norma-
norma, maupun keputusan-keputusan. Budaya Sistem Hukum (legal culture),
yang merupakan bagian dari kultur-kultur pada umumnya, kebiasaan-
kebiasaan, opini warga masyarakat dan pelaksana hukum, cara-cara bertindak
dan berfikir atau bersikap, baik yang berdimensi untuk membelokkan
kekuatan-kekuatan sosial menuju hukum atau menjauhi hukum.
17
Wantijk Saleh, Hak anda Atas Tanah, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982, h.7
18
Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004, h.105
15
3. Budaya Sistem Hukum (legal culture), yang merupakan bagian dari kultur-
kultur pada umumnya, kebiasaan-kebiasaan, opini warga masyarakat dan
pelaksana hukum, cara-cara bertindak dan berfikir atau bersikap, baik yang
berdimensi untuk membelokkan kekuatan-kekuatan sosial menuju hukum atau
menjauhi hukum.
Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang
yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah
tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah.19
Hak-hak atas tanah di dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA adalah sebagai
berikut:
a. Hak Milik
Ialah hak tutun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai atas
tanah dengan mengingat fungsi sosial, yang dapat beralih dan dialihkan kepada
pihak lain. (pasal 20 UUPA)
Ialah Hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara
dalam jangka 25 atau 30 tahun dan dapat diperpanjang 25 tahun, guna perusahaan
pertanian, perikanan atau peternakan yang luasnya paling sedikit 25 Ha atau lebih,
harus memakai investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan yang baik,
19
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jilid I Hukum Tanah Nasional, Jakarta:
Djambatan, 1962 h.330
16
dapat beralih dan dialihkan pada pihak serta dapat dijadikan jaminan hutang
dengan dibebani Hak Tanggungan. 20
d. Hak Pakai
Ialah Hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh
pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian pengolahan tanah,
segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan
undang-undang ini :
20
Undang-undang N0.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
Pasal 28 dan Pasal 33
21
Undang-undang N0.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
Pasal 35
22
Undang-undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
Pasal 41 Ayat (3)
17
e. Hak Sewa
Yaitu seseorang atau badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah,
apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan
bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.23
Yaitu hak yang berasal dari hukum adat sehubungan dengan adanya hak
ulayat. Hak ini hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia dan diatur
dengan Peraturan Pemerintah. Meskipun bisa memungut hasil hutan secara sah,
bukan berarti pemilik hak membuka tanah dan memungut hasil hutan memperoleh
hak milih atas tanah tersebut.
1. Hak atas tanah yang bersifat tetap, yaitu hak-hak atas tanah yang akan
tetap ada selama UUPA masih berlaku. Macam-macam hak atas tanah
yang masuk dalam kelompok ini yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Membuka
Tanah, dan Hak Memungut Hasil Hutan.
2. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang, maksudnya
adalah hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan
dengan undang-undang. Hak atas tanah yang disebutkan dalam Pasal 16
jo. Pasal 53 UUPA tidak bersifat limitatif, artinya, di samping hak-hak atas
tanah yang disebutkan dalam UUPA, kelak masih dimungkinkan lahirnya
hak atas tanah baru yang diatur secara khusus dengan undang-undang.
3. Hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu Hak atas tanah yang sifatnya
sementara, dalam waktu singkat diusahakan akan dihapus sebab
23
Undang-undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
Pasal 44 Ayat (1)
18
Jadi yang dimaksud dengan hak atas tanah adalah tanah yang memberi
wewenang kepada pemegang haknya untuk mempergunakan atau mengambil
manfaat dari tanah yang dihakinya. Perkataan “mempergunakan” mengandung
pengertian bahwa hak atas tanah itu dipergunakan untuk kepentingan mendirikan
bangunan, sedangkan perkataan “mengambil manfaat” mengandung pengertian
bahwa hak atas tanah itu dipergunakan untuk kepentingan bukan mendirikan
bangunan, misalnya pertanian, perikanan, pertemakan, dan perkebunan.24
C. Pendaftaran Tanah
1. Pengertian Pendaftaran Tanah
24
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak atas tanah, Jakarta: Kencana, 2005, h.10
25
A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Bandung: Mandar Maju 1999,
h.18-19
19
“Kadaster” yang menunjukan pada kegiatan bidang fisik tersebut berasal dari
istilah latin “Capistratum” yang merupakan daftar yang berisikan data mengenai
tanah.
a. Asas Sederhana
26
Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Pasal 1 Ayat (1)
27
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana, 2010,
h.17
20
b. Asas Aman
c. Asas Terjangkau
d. Asas Mutakhir
e. Asas Terbuka
28
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana, 2010,
h.18
21
lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan.
Tujuan memberikan jaminan kepastian hukum merupakan tujuan utama
dalama pendaftaran tanah sebagaimana yang di tetapkan oleh Pasal 19
UUPA. Maka memperoleh sertifikat, bukan hanya sekedar fasilitas,
melainkan merupakan hak pemegang hak atas tanah yang dijamin oleh
Undang-undang.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan rumah susun yang terdaftar.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pemerintahan.
Untuk mewujudkan tertib administrasi pertanahan, setiap bidang tanah dan
satuan susun termasuk peralihan, pembebanan, dan hapusnya hak atas
bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib di daftar.
29
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jilid I Hukum Tanah Nasional, Jakarta:
Djambatan, 1962 h.460
22
30
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan UndangUndang
Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaanya, Jakarta: Djambatan, 2003, h.491
31
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta: Sinar Grafika,
2014, h.136
23
menjadi satu dalam sampul dokumen.32 Sehubung dengan hal tersebut diatas
dapat diketahui bahwa sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang kuat
mengenai data fisik dan data yuridis termuat di dalamnya, sehingga data fisik dan
data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah
yang bersangkutan.
Sertifikat hak atas tanah merupakan surat tanda bukti kepemilikan sah hak
atas tanah yang ditentukan oleh Undang-undang. Dengan melihat ketentuan Pasal
19 UUPA diketahui bahwa hasil dari pendaftaran tanah yaitu dengan
diterbitkannya sertifikat hak atas tanah yang berfungsi sebagai alat bukti
kepemilikan hak yang kuat.
Sertifikat sebagai tanda bukti yang kuat mengandung arti bahwa selama
tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di
dalamnya harus diterima sebagai data yang benar, sebagaimana juga dapat
dibuktikan dari data yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukurnya.
32
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum
Tanah, Jakarta: Penerbit Jambatan, 2008, h.78
33
Bahtiar Effendie, Pendaftaran Tanah Di Indonesia dan Peraturan peraturan
Pelaksanaannya. Bandung: Alumni 1993, h.77
24
tersebut adalah mutlah pemilik tanah dan ia pasti akan menang dalam suatu
perkara, karena sertifikat tanah adalah alat bukti satu-satunya yang tidak
tergoyahkan.
Adapun fungsi dari sertifikat tanah yaitu berguna sebagai alat bukti, alat
bukti yang menyatakan tanah ini telah diadministrasi oleh Negara. Dengan
dilakukannya administrasinya lalu diberikan buktinya kepada orang yang
mengadministrasi tersebut. Ketentuan perundang-undangan dan kebijakan
Pemerintah dalam penerbitan sertifikat ini, pada hakekatnya dimaksudnya untuk:34
34
Benny Bosu, Perkembangan Terbaru Sertipikat (Tanah, Tanggungan, dan
Condominium), Jakarta: Mediatama Saptakarya, 1997, h.3
25
35
Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah
26
1. Sertifikat Palsu
Sertifikat disebut Sertifikat palsu, apabilla :36
1. Data pembuatan sertifikat adalah palsu atau dipalsukan.
2. Tanda tangan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dipalsukan
3. Blangko yang dipergunakan untuk membuat sertifikat merupakan
blangko yang palsu/bukan blangko yang dikeluarkan oleh Badan
Pertanahan Nasional.
Sebuah sertifikat dinyatakan palsu atau tidak, dapat diketahui dari buku
tanah yang ada pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat, yang
menyatakan bahwa data yang ada pada sertifikat tidak sesuai dengan data yang
ada pada buku tanah. Meskipun jumlah sertifikat palsu pada kenyataanya relatif
tidak banyak, namun dengan adanya sertifikat palsu dapat menimbulkan
kerawanan-kerawanan tersendiri dalam bidang pertanahan.
36
Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan I-Pemberian Hak
atas Tanah Negara dan Seri Hukum Pertanahan II- Sertipikat dan Permasalahannya, Jakarta
:Prestasi Pustaka, 2002, h.136
37
Eddy Ruchiyat, Politik Pertanahan Sebelum dan Sesudah Berlaakunya UUPA UU No.
5 Tahun 1960, Bandung: Alumni, 1995, h.185
27
Sertifikat asli tapi palsu, yaitu sertifikat yang secara formal diterbitkan oleh
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat, tetapi surat-surat bukti kepemilikan
ataupun surat-surat lain yang dipergunakan sebaagai dasar pembuatan dan
penerbitan sertifikat tersebut palsu.
3. Sertifikat Ganda
Kasus penerbitan lebih dari satu sertifikat atas sebidang tanah dapat pula
terjadi atas tanah warisan. Latar belakang kasus tersebut adalah sengketa harta
warisan yaitu oleh pemilik sebelum meninggalnya telah dijual kepada pihak lain
(tidak diketahui oleh anak-anaknya) dan telah diterbitkan sertifikat atas nama
pembeli, dan kemudian para ahli warisnya menyertifikatkam tanah yang sama,
sehingga mengakibatkan terjadinya sertifikat ganda, karena sertifikat terdahulu
belum dipetakan.
38
Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan I-Pemberian Hak
atas Tanah Negara dan Seri Hukum Pertanahan II- Sertipikat dan Permasalahannya, Jakarta
:Prestasi Pustaka, 2002, h.140-141
29
39
Utoyo Sutopo, Masalah Penyalagunaan Sertifikat Dalam Masyarakat Dan Upaya
Penanggulangannya, Jurnal, YSUHogyakarta: 1992, h.5
30
Selain dari pada faktor intern hal ini juga dipengaruhi oleh faktor ekstern antara
lain:
َضَفَ ْلٍَ ْز َس ْع َهاَفَ ِإ ْىَلَ ْنٌََ ْز َس ْع َهاَفَ ْل ٍَ ْوٌَحْ َهاَأ َ َخاٍَُفَ ِإ ْىَلَ ْنٌََ ْوٌَحْ َها
ٌ َه ْيَكَا ًَثْ َلَََُأ َ ْس
ِ أ َ َخاٍَُفَ ْلٍُ ْو
)َس ْك َهاَ(سواٍَهسلن
Artinya: "Barangsiapa memiliki tanah, maka tanamilah atau berikan
kepada kawannya." (Riwayat Muslim).
Dalam pandangan Islam, segala sesuatu yang ada dilangit dan bumi
ternasuk tanah hakikatnya adalah milik Allah SWT semata. Sebagai pemilik
hakiki dari segala sesuatu (termasuk tanah) kemudian Allah SWT memberikan
kuasa (istikhlaf) kepada manusia untuk mengelola milik Allah ini sesuai dengan
hukum-hukum-Nya. Asal usul kepemilikan (aslul milki) adalah milik Allah SWT,
32
Tanah merupakan salah satu objek harta dan milik. Oleh karenanya
pemahaman mengenai kedudukan tanah dalam sistem hukum Islam, dimulai
dengan mengemukakan pengertian harta, pembagian harta dan hak milik dalam
hukum Islam.
1. Pengertian Harta
Harta atau mal yang jamaknya amwal memiliki beberapa pengertian, tetapi
semuanya saling berkaitan satu sama lain. Secara umum, definisi tentang harta
akan langsung merujuk pada kta al-mal dalam bahasa arab, yang artinya condong,
suka, atau simpati. Dalam islam, harta adalah segala sesuatu yang dimanfaatkan
secara legal menurut syari’at dan dapat dimiliki seseorang untuk memenuhi hajat
hidupnya. Jadi, segala sesuatu dapat dikategorikan sebagai al-mal jika hal itu bisa
memenuhi kebutuhan manusia, mendatangkan kepuasan dan ketegangan karena
mengomsumsinya, serta bisa dimiliki atau dikuasai oleh manusia tersebut.41
Menurut para ulama terdapat empat ciri harta, yaitu harus memiliki nilai
harus merupakan barang yang boleh dimanfaatkan, harus dimiliki dan harus
disimpan. Hal-hal yang bebas dipakai, seperti cahaya dan udara tidak dapat
dipandang sebagai harta. Menurut Al Majallah harta atau mal adalah sesuatu yang
diinginkan oleh watak manusia dan yang dapat disimpan sebagai persediaan. Jadi
jasa tidak termasuk kriteria ini. Akan tetapi, Imam Syafi’I dan Ibnu Hanbal
menganggapnya sebagai harta karena memiliki nilai uang.42
40
Nurhayati, Hak-hak Atas Tanah Menurut Hukum Islam Dan Undang-undang Pokok
Agraria, Jurnal Program Studi Perbandingan Mazhab, Universitas Dharmawangsa, 2017, h.31
41
Amir Machmud, Ekonomi Islam Untuk Dunia Yang Lebih Baik, Jakarta: Salemba
Empat, 2017, h.74
42
Fathurrahman Djamil, Hukum Ekonomi Islam Sejarah Teori dan Konsep, Jakarta: Sinar
Grafika, 2013, h.173
33
Oleh karena itu, dalam draft Kompilasi Hukum Ekonomi Islam (KHEI)
tentang harta (amwal) diartikan sebagai sesuatu benda yang dapat dimiliki,
dikuasai, diusahakan, dan dilahirkan, baik benda berwujud maupun tidsk
berwujud, baik benda yang terdaftra maupun benda yang tidak terdaftar, baik
benda bergerak maupun benda yang tidak bergerak dan hak yang mempunyai nilai
ekonomis.
2. Pembagian Harta
Harta (mal) dalam hukum islam cukup beragam dan karenanya ulama
membagi mal dilihat dari berbagai segi, antara lain:
a. Dilihat dari segi jenisnya, dibagi menjadi dua yaitu harta manqul (bergerak)
dan harta ghairu manqul. Harta manqul yaitu harta yang dapat
dipindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain, seperti emas, perak,
perunggu, pakaian, kendaraan dan lain-lainnya. Adapun harta ghairu
manqul yaitu harta yang tidak dapat dipindahkan dan dibawa dari satu
tempat ketempat yang lain seperti tanah dan bangunan yang ada diatasnya.
b. Dilihat dari aspek kebolehan memanfaatkannya oleh syara’, yaitu harta
mutaqawwim dan ghairu mutaqawwim. Yang dimaksud mutaqawwim
yaitu sesuatu yang boleh dimanfaatkan oleh syara’.adapun ghairu
mutaqawwim yaitu sesuatu yang tidak boleh dimanfaatkan oleh syara’ baik
dari segi cara memperolehnya maupun cara menggunakannya, seperti babi
dan khamar.
c. Dilihat dari segi ada atau tidak adanya ketersediaan barang, harta mitsli dan
qimi. Harta mitsli ialah harta yang ada jenisnya dipasaran yaitu harta yang
34
ditimbang atau ditakar seperti gandum, beras, dan lainnya. Harta qimi ialah
harta yang tidak ada jenis yang sama dalam satuannya dipasaran atau ada
jenisnya tetapi pada setiap unitnya berbeda dalam kualitasnnya, seperti
pepohonan, logam mulia dan alat-alat rumah tangga.43
3. Fungsi Harta
Fungsi harta sesuai ketentuan syariat Islam adalah sebagai berikut:
a. Menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat
b. Kesempurnaan ibadah mahdhah, karena ibadah memerlukan saran,
seperti kain dan mukena untuk menutup aurat.
c. Bekal mencari dan mengembangkan ilmu
d. Keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat, sehingga orang
kaya dapat memberikan pekerjaan kepada orang miskin.44
43
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, Jakarta: Kencana 2013, h.62
44
Rahmat Syafei, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001, h.30
45
Jamaluddin Mahasari, Pertanahan dalam Hukum Islam, Yogyakarta: Gama Media,
2008, h.39
BAB III
KETENTUAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAKARTA DAN
MASALAH PERTANAHAN
35
36
46
https://ptun-jakarta.go.id/ diakses pada tanggal 4 Desember 2019 pukul 16.00 WIB
37
47
https://ptun-jakarta.go.id/ diakses pada tanggal 4 Desember 2019 pukul 16.00 WIB
38
48
https://ptun-jakarta.go.id/ diakses pada tanggal 4 Desember 2019 pukul 16.00 WIB
39
4. Wilayah Hukum
Wilayah Hukum Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta termasuk didalam
Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta (PT.TUN Jakarta)
yang membawahi 6 (enam) Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), yaitu :49
a. PTUN Jakarta
b. PTUN Bandung
c. PTUN Banjarmasin
d. PTUN Pontianak
e. PTUN Samarinda
f. PTUN Palangkaraya
g. PTUN Serang
Adapun Wilayah Hukum PTUN Jakarta meliputi wilayah administratif
pemerintah provinsi DKI Jakarta, yang terdiri dari :
a. Jakarta Selatan
b. Jakarta Utara
c. Jakarta Timur
d. Jakarta Barat
e. Kepulauan Seribu.
49
https://ptun-jakarta.go.id/ diakses pada tanggal 4 Desember 2019 pukul 16.00 WIB
40
NO Jabatan Nama
50
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24
44
dan peradilan tata usaha negara. Kekuasaan kehakiman kita sekarang selain
diselenggarakan olah Mahkamah Agung (MA) dan badan-badan peradilan di
bawahnya dalam empat lingkungan peradilan juga oleh Mahkamah Konstitusi
(MK).51
51
Yodi Martono Wahyundi, Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam Sistem
Peradilan Di Indonesia, Jurnal, h.1
52
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Bakti,
Jakarta: 1988, h.153
45
53
Grace, Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam Penyelesaian Sengketa
Pemilihan Umum Kepala Daerah, Jurnal Fakultas Hukum, 2014, h.4
46
sengketa. Adapun yang menjadi obyek sengketa Tata Usaha Negara adalah
Keputusan tata usaha negara sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 5
Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004.54
Salah satu sengketa yang sering diajukan kepada Peradilan Tata Usaha
Negara pada beberapa tahun terakhir ini yaitu sengketa tanah. Sengketa tanah
adalah perselisihan pertanahan berupa pengaduan keberatan-keberatan dan
tuntutan-tuntutan yang diajukan oleh orang atau badan hukum perdata baik berupa
sengketa perdata, sengketa pidana dan sengketa administratif dengan harapan
dapat memperoleh penyelesaian berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Sehingga terdapat tiga jenis sengketa tanah apabila dilihat dari segi
kompetensi absolut badan peradilan di bawah Kekuasaan Kehakiman, yaitu
sengketa perdata, sengketa pidana dan sengketa administratif.
54
Grace, Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam Penyelesaian Sengketa
Pemilihan Umum Kepala Daerah, Jurnal Fakultas Hukum, 2014, h.4
47
Sengketa dapat terjadi pada siapa saja. Sengketa dapat terjadi antara
individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, anatar kelompok
dengan kelompok, antara perusahaan dengan perusahaan, antara perusahaan
dengan negara, antara negara satu dengan yang lainnya, dan sebagainya. Dengan
kata lain, sengketa dapat bersifat public maupun bersifat keperdataan dan dapat
terjadi baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Akan tetapi dalam
konteks hukum, yang dimaksud sengketa ialah perselisihan yang terjadi antara
para pihak karena adanya pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah
dituangkan dalam suatu kontrak, baik sebagian maupun keseluruhan. Dengan kata
lain telah terjadi wanprestasi oleh pihak-pihak atau salah satu pihak.55
55
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011, h.12
56
Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Bandung :Mandar Maju,
1991, h.22
48
2. Jenis-jenis Sengketa
3. Kepemilikan Ganda
Kepemilikan Ganda adalah suatu hak milik dengan sertifikat yang
menguraikan satu bidang tanah yang sama dengan pihak lain. Jadi dengan
demikian satu bidang tanah di uraikan dengan 2 (dua) sertifikat atau lebih yang
berlainan datanya. Hal semacam itu disebut pula “sertifikat tumpang tindih” baik
tumpang tindih seluruh bidang maupun tumpang tindih sebagian dari pada tanah
tersebut.
Tidak termasuk dalam kategori sertifikat ganda yaitu :
Menurut bahasa, milkiyah berasal dari kata milk dan malakiyah berasal
dari malakah, yang salah satunya adalah milik. Secara sederhana ia juga diartikan
memiliki sesuatu yang sanggup bertindak secara bebas terhadapnya. Sedangkan
milik menurut istilah adalah suatu ikhtisas yang menghalangi yang lain, yang
membenarkan si pemilik ikhtisas itu bertindak terhadap miliknya sekehendaknya
sendiri kecuali ada penghalang yang melarangnya.57
Ketika membicarakan tentang kepemilikan maka pada saat yang sama juga
memperbincangkan tentang hak, mengingat kepemilikan berarti hak yang
diperoleh oleh seseorang atas sesuatu. secara bahasa dalam Al-Qur’an kata hak
57
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Cetakan Kedua,
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001, h.11
50
58
Fathurrahman Djamil, Hukum Ekonomi Islam Sejarah Teori dan Konsep, Jakarta: Sinar
Grafika, 2013, h.195
59
Abdul Sami’ al-Misri, Pilar-Pilar Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006,
h.56
51
ِ ًَاْل َ ْس
َََۗض ْ َِِو َهاَف
َ اوات
َ س َو
َّ ِ َّلِلَِ َهاَفًَِال
Artinya: “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada
di bumi”.
Manusia adalah khalifah atas harta miliknya, hal ini dijelasakan dalam QS.
Al-Hadiid ayat 7:
َ ٍيَفٍِ ََََِۗفَالَّز
ٌَِيََآ َهٌُىا َ سح َ ْخلَ ِف ِ َُوأَ ًْ ِفق
ْ ىاَه َّواَ َج َعلَ ُك ْنَ ُه َ َِ سى ِل
ُ َو ََس َّ آهٌُىاَ ِب
َ ِالِل ِ
ٌ ََوأ َ ًْ َفقُىاَ َل َُه ْنَأَجْ ٌشَ َك ِب
ٍَش َ ِه ٌْ ُك ْن
Artinya: “Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah
sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu
menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan
menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar”
60
Muhammad Sularno, Konsep Kepemilikan Dalam Islam (Kajian Dari Aspek Filosofis
dan Potensi Pengembangan Ekonomi Islam), Jurnal, h.81
53
Menurut ulama ada empat cara pemilikan harta yang disyariatkan Islam, yaitu:
61
Asroen Harun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, h.32
54
1. Pertukaran
2. Pewarisan
3. Hibah
4. Pertambahan alamiah
5. Jual beli
6. Luqathah
7. Wakaf
8. Cara lain yang dibenarkan Syariah.
3. Macam-macam Kepemilikan
Ulama Fiqh membagi kepemilikan kepada dua bagian yaitu:
1. Al-Milku Al-Tam (milik yang sempurna), yaitu apabila materi atau manfaat
harta itu dimiliki sepenuhnya oleh seseorang, sehingga seluruh hak yang
terikat dengan harta itu dibawah penguasaannya. Milik seperti ini bersifat
mutlak tidak dibatas waktu dan tidak digugurkan orang lain. Misalnya,
seseorang mempunyai rumah, maka ia berkuasa penuh terhadap rumah itu
dan boleh ia manfaatkan secara bebas.
2. Al-Milku Al-Naqis (milik yang tidak sempurna), yaitu apabila seseorang
hanya menguasai materi harta itu, tetapi manfaatnya di kuasai orang lain,
seperti sawah seseorang yang pemanfaatannya diserahkan kepada orang
lain melalui wakaf, atau rumah yang pemanfaatannya dikuasai orang lain,
baik melalui sewa-menyewa atau pinjam-meminjam.63
62
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 18
63
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, Jakarta: Kencana 2013, h.68
55
64
Amir Machmud, Ekonomi Islam: Untuk Dunia Yang Lebih Baik, Jakarta: Salemba
Empat, 2017, h.76
BAB IV
SENGKETA TANAH DENGAN KEPEMILIKAN GANDA
56
57
ikut mengakuinya juga, karna itulah pentingnya pendaftaran tanah dan penerbitan
sertifikat di atas tanah yang dimiliki agar seseorang mempunyai dasar
kepemilikan hak atas tanah.
Dari hasil wawancara Bapak Sutiyono selaku Hakim Pengadilan Tata
Usaha Negara Jakarta, bahwa faktor yang menyebabkan munculnya Sertifikat
Ganda yaitu65
1. Struktur Hukum, Kekuatan pembuktiannya yang terletak pada aslinya yaitu
sertifikat. Apabila seseorang memiliki sebidang tanah maka ia harus
membuatkan tanah tersebut sertifikat dengan memakai sistem pendaftaran
(kadesteral). Dengan adanya pendaftaran sertifikat maka seseorang akan
dianggap sebagai pemilik tanah yang sah jikalau tanah tersebut sudah di
daftarkan kepada pihak yang berwenang dan telah mempunyai sertifikat yang
sah. Dan masih banyak tanah-tanah kosong yang sudah lama tidak digunakan
atau dimanfaatkan oleh pemiliknya sehingga memberikan peluang bagi orang
lain yang bukan miliknya untuk menggunakan atau memanfaatkan tanah
tersebut untuk keperluannya, sebab itulah yang menjadikan dalam sebidang
tanah memiliki beberapa sertifikat (sertifikat ganda).
2. Struktur sarana dan pra sarana, Sistem hukum pertanahan masih memakai
sistem administrasi manual, walaupun sekarang sudah mulai proses perbaikan
data-data seperti sertifikat-sertifikat yang sudah ada barkodenya. Dengan
demikian sarana pra sarana kita masih belum cukup memadai, tanah di
Indonesia ini luas tetapi masih banyak tanah yang belum bersertifikat atau
banyak tanah yang belum ada datanya di pihak yang berwenang entah hilang
atau datanya yang tidak ada.
3. SDM yang masih korup, dengan adanya pejabat atau aparat pemerintah yang
menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadinya. Tanah
tersebut sudah bersertifikat akan tetapi adanya oknum yang berkuasa dengan
sengaja melakukan pembuatan sertifikat lagi dengan objek tanah yang sama.
65
Sutiyono, Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Wawancara Langsung Pada
Tanggal 17 Desember 2019 Pukul 15.30 WIB
58
4. Budaya Hukum, masyarakat itu sendiri yang tidak memiliki kesadaran atau,
dengan artian pemilik tanah itu sendiri yang tidak memperhatikan tanah
miliknya dan tidak memanfaatkanya dengan baik sehingga di ambil alih oleh
orang lain dan kemudian di manfaatkan karna merasa bahwa tanah tersebut
tidak bertuan atau tidak ada pemiliknya.66
66
Sutiyono, Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Wawancara Langsung Pada
Tanggal 17 Desember 2019 Pukul 15.30 WIB
59
67
Darwis Anatami, Tanggung Jawab Siapa, Bila Terjadi Sertifikat Ganda Atas Sebidang
Tanah, Jurnal, Volume 12, Nomor 1, Juni 2017, h.9
60
Makna dan nilai tanah yang demikian stategis dan istimewa mendorong
setiap orang untuk memiliki, menjaga dan meraw at tanahnya dengan baik, bila
perlu mempertahankannya sekuat tenaga sampai titik darah penghabisan. Akar
61
konflik dan sengketa pertanahan yang bersifat multidimensional tidak bisa dilihat
sebagai persoalan hukum belaka, namun juga terkait variabel-variabel lain yang
non-hukum yang antara lain yaitu lemahnya regulasi sertifikasi tanah yang belum
mencapai 50%.
68
Darwis Anatami, Tanggung Jawab Siapa, Bila Terjadi Sertifikat Ganda Atas Sebidang
Tanah, Jurnal, Volume 12, Nomor 1, Juni 2017, h.14
62
69
Romlah, Panitera Muda Hukum Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Wawancara
Langsung Pada Tanggal 17 Desember 2019 Pukul 09.30
64
sertifikat dengan melihat bukti-bukti yang ada serta saksi yang menjadikan
penguat akan keaslian sertifikat tersebut.70
1. Struktur Sistem Hukum (legal structure), yaitu tingkatan atau susunan hukum,
pelaksana hukum, peradilan, lembaga-lembaga (pranata-pranata) hukum dan
pembuat hukum, antara lain kepolisian dengan para polisinya, kejaksaan
dengan jaksanya, pengadilan dengan hakimnya dan lain-lainnya.
Dengan begitu yang menjadi dalam sengketa tanah dengan kepemilikan
ganda ini masih banyak pejabat atau aparat-aparat penegak hukum yang
menyalahgunakan kewenangan demi kepentingannya. Dan juga masih
banyaknya sarana pra sarana kita masih belum cukup memadai, tanah di
Indonesia ini luas tetapi masih banyak tanah yang belum bersertifikat atau
banyak tanah yang belum ada datanya di pihak yang berwenang entah hilang
atau datanya yang tidak ada.
2. Substansi Sistem Hukum (legal substance), yaitu hakikat dari isi yang
dikandung dalam perunddang-undangan. Substansi mencangkup semua aturan
hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis, seperti hukum materil , hukum
formal dan hukum adat.
Jadi, substansi sistem hukum yang mencangkup segala apa saja yang
merupakan hasil dari struktur, yang didalamnya termasuk dalam norma-
70
Sutiyono, Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Wawancara Langsung Pada
Tanggal 17 Desember 2019 Pukul 15.30 WIB
71
Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004, h.105
65
daftarkan kepada pihak yang berwenang dan telah mempunyai sertifikat yang
sah.
Maka dengan demikian, tidak akan ada terjadinya sengketa tanah dengan
kepemilikan ganda atau permasalahan-permasalahan lainnya, jika sistem hukum
di Indonesia sudah sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh Friedman baik dari
aspek yang terkecil maupun aspek yang besar mulai dari struktur hukum dan
budaya hukum yang berjalan secara bersamaan dengan sebagaimana mestinya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Faktor-faktor yang menyebabkan sengketa tanah dengan kepemilikan ganda
yang ada di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta ialah sebagai berikut:
Pertama Struktur Hukum, Kekuatan pembuktiannya yang terletak pada
aslinya yaitu sertifikat. Yang dimana apabila seseorang memiliki sebidang
tanah maka ia harus membuatkan tanah tersebut sertifikat dengan memakai
sistem pendaftaran (kadesteral).
Kedua Struktur sarana dan pra sarana, Sistem hukum pertanahan masih
memakai sistem administrasi manual, walaupun sekarang sudah mulai proses
perbaikan data-data seperti sertifikat-sertifikat yang sudah ada barkodenya.
Ketiga SDM yang masih korup, dengan adanya pejabat atau aparat
pemerintah yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan
pribadinya. Tanah tersebut sudah bersertifikat akan tetapi adanya oknum yang
berkuasa dengan sengaja melakukan pembuatan sertifikat lagi dengan objek
tanah yang sama.
Keempat Budaya Hukum, masyarakat itu sendiri yang tidak memiliki
kesadaran atau, dengan artian pemilik tanah itu sendiri yang tidak
memperhatikan tanah miliknya dan tidak memanfaatkanya dengan baik
sehingga di ambil alih oleh orang lain dan kemudian di manfaatkan karna
merasa bahwa tanah tersebut tidak bertuan atau tidak ada pemiliknya.
67
68
B. Rekomendasi
1. Sebaiknya masyarakat lebih hati-hati dan teliti jika membeli tanah. Setelah
transaksi jual beli tanah, sebaiknya diusahakan melakukan balik nama dengan
mendaftarkanya ke kantor pertanahan setempat. Kelalaian mengurus balik
nama memang akan memperbesar peluang pengklaiman surat atau sertifikat
tanah di kemudian hari oleh orang lain. Upayakan menggunakan tanah yang
kita miliki. Jika tidak untuk ditinggali, maka pastikan digunakan untuk
kebutuhan lain atau sekurang-kurangnya dilindungi dalam bentuk pagar
keliling.
2. Tertib Hukum Pertanahan harusnya dapat dilaksanakan sebagaimana
mestinya. Karena sampai saat ini masih banyak terjadi penguasaan tanah tanpa
melalui prosedur yang sudah ditentukan, pembelian tanah dengan kuasa
mutlak, penguasaan tanah tanpa alas hak yang sah dan lain sebagainya.
Kesemuanya itu masih menunjukkan terjadinya penguasaan tanah dan
peralihan hak tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Perundang-Undangan
yang berlaku, sehingga membawa akibat-akibat negatif yang dapat
menimbulkan kerugian pihak lain dan menjadi sumber sengketa.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Achmad Chomzah, Ali, Hukum Pertanahan, Cet. I, Jakarta: Prestasi Pustaka,
2002
Achmad Chomzah, Ali, Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan I-Pemberian
Hak atas Tanah Negara dan Seri Hukum Pertanahan II- Sertipikat dan
Permasalahannya, Jakarta :Prestasi Pustaka, 2002
Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2010
Al-Misri, Abdul Sami’, Pilar-Pilar Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2006
Amriani, Nurnaningsih, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di
Pengadilan, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011
A.P, Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Bandung: Mandar Maju
1999
Arikunto ,Suharsimi, Manajemen Penelitian, Jakarta: PT. Rineka Cipta, cet. ke-2,
1993
Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi, Pengantar Fiqh Muamalah, Cetakan Kedua,
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001
Asyhadie, Zaeni dan Arief Rahman, Pengantar Ilmu Hukum, Cet. 3, Jakarta:
Rajawali Pers, 2016
Bosu, Benny, Perkembangan Terbaru Sertipikat (Tanah, Tanggungan, dan
Condominium), Jakarta: Mediatama Saptakarya, 1997
Djamil, Fathurrahman, Hukum Ekonomi Islam Sejarah Teori dan Konsep, Jakarta:
Sinar Grafika, 2013
Effendie, Bahtiar, Pendaftaran Tanah Di Indonesia dan Peraturan peraturan
Pelaksanaannya. Bandung: Alumni 1993
Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Jilid I Hukum Tanah Nasional,
Jakarta: Djambatan, 1962
Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan UndangUndang
Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaanya, Jakarta: Djambatan, 2003
69
70
JURNAL
Anatami, Darwis, Tanggung Jawab Siapa, Bila Terjadi Sertifikat Ganda Atas
Sebidang Tanah, Jurnal, Volume 12, Nomor 1, Juni 2017
Grace, Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam Penyelesaian
Sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah, Jurnal Fakultas Hukum,
2014
Harsono, Soni, Kegunaan Sertifikat dan Permasalahannya, Yogyakarta: Seminar
nasional 9 Juli 1992
Martono Wahyunadi, Yodi, Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam
Sistem Peradilan Di Indonesia, Jurnal
Nurhayati, Hak-hak Atas Tanah Menurut Hukum Islam Dan Undang-undang
Pokok Agraria, Jurnal, Program Studi Perbandingan Mazhab, Universitas
Dharmawangsa, 2017
Nurjannah, Tika, Penyelesaian Sengketa Sertifikat Ganda Hak Atas Tanah,
Jurnal, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar, 2016
72
UNDANG-UNDANG
Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1365
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 18
Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Pasal 1
Ayat (1)
Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah dan Peraturan Pemerintah No. 24
Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
PMNA/KBPN No. 9 tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan
Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan Pasal 1 ayat (14)
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28D ayat (1)
Undang-undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria
Pasal 20 ayat (1)
Undang-undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria Pasal 28 dan Pasal 33
Undang-undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria Pasal 35
Undang-undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria Pasal 41 Ayat (3)
Undang-undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria Pasal 44 Ayat (1)
Undangan-undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Pasal 55
73
WAWANCARA
Indun Nawang Wulandari, Panitera Pengganti Pengadilan Tata Usaha Negara
Jakarta, Wawancara Langsung Pada Tanggal 12 Desember 2019 Pukul
11.30 WIB
Romlah, Panitera Muda Hukum Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta,
Wawancara Langsung Pada Tanggal 17 Desember 2019 Pukul 09.30
Sutiyono, Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Wawancara Langsung
Pada Tanggal 17 Desember 2019 Pukul 15.30 WIB
WEBSITE
https://ptun-jakarta.go.id/ diakses pada tanggal 4 Desember 2019 pukul 16.00
WIB
74
LAMPIRAN-LAMPIRAN
75
76
77
TRANSKIP WAWANCARA
dibangun usaha atau tempat mencari nafkah. Belum lagi biaya perkara yang
harus dibayar sebagai pihak yang kalah dalam persidangan.
Akibat hukum selanjutnya yaitu Pencabutan Sertifikat, dengan adannya
Putusan Pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van
gewijsde) tersebut maka Badan Pertanahan Nasional sebagai Badan yang
bertanggung jawab terhadap penerbitan sertifikat ganda akibat kesalahan atau
kelalaian yang dilakukannya harus mencabut atau membatalkan sertifikat yang
dinyatakan batal oleh Pengadilan Tata Usaha Negara. Putusan Majelis Hakim,
baik Majelis Hakim Pengadilan Negeri, maupun Majelis Hakim Pengadilan
Tata Usaha Negara yang berwenang membatalkan putusan pejabat negara
dalam hal ini membatalkan salah satu sertipikat hak milik, tidak mungkin
memenangkan kedua belah pihak, salah satu diataranya pihak yang kalah.
7. Bagaimana bentuk penyelesaian dalam sengketa tanah dengan kepemilikan
ganda?
Dalam sengketa tanah dengan kepemilikan ganda penyelesiannya hanya
dengan dua macam cara yaitu melalui pengadilan atau diluar pengadilan.
Apabila diluar pengadilan maka dengan musyawarah atau kesepakatan kedua
belah pihak. Tetapi apabila penyelesaian musyawarah juga tidak tercapai
maka bisa melalui pengadilan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan baik
Pengadilan Negeri ataupun Pengadilan Tata Usaha Negara.
81
82