Anda di halaman 1dari 82

NILAI-NILAI AKHLAK DALAM AL-QUR’AN

(KAJIAN TAFSIR SURAT AL-INSYIRAH AYAT 1-8)


Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan

Oleh
Nurul Zairina Lutfia
NIM 1112011000097

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1440 H
ABSTRAK
Nurul Zairina Lutfia (NIM: 1112011000097). Nilai-Nilai Akhlak dalam al-
Qur’an (Kajian Tafsir surat al-Insyirah 1-8.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai akhlak dalam surat al-Insyirah
ayat 1-8. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode deskriptif analisis melalui teknik studi kepustakaan (Library Research).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kepustakaan
dengan sumber primer tafsir al-Misbah, dengan teknik analisis deskritif kualitatif,
dengan cara mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan
pembahasan dan permasalahanya, yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan,
kemudian dianalisis dengan metode tahlili, yaitu metode tafsir yang menjelaskan
kandungan ayat al-Qur`ân dari seluruh aspeknya.

Nilai-nilai akhlak yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang terdapat
dalam hasil penelitian menunjukan bahwa nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam
surat al-Insyirah ayat 1-8 meliputi: Sifat ikhlas, sabar, kerja keras dan tawakkal.

Kata Kunci : Nilai-nilai Akhlak, al-Insyirah

i
PEDOMAN TRANSLITERASI

1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan


‫ا‬ Tidak dilambangkan
‫ب‬ b Be
‫ت‬ t Te
‫ث‬ ts te dan es
‫ج‬ j Je
‫ح‬ h h dengan garis bawah
‫خ‬ kh ka dan ha
‫د‬ d De
‫ذ‬ dz de dan zet
‫ر‬ r Er
‫ز‬ z Zet
‫س‬ s Es
‫ش‬ sy es dan ye
‫ص‬ s es dengan garis di bawah
‫ض‬ d de dengan garis di bawah
‫ط‬ t te dengan garis dibawah
‫ظ‬ z zet dengan garis bawah
‫ع‬ ‘ koma terbalik di atas hadap kanan
‫غ‬ gh ge dan ha
‫ف‬ f Ef
‫ق‬ q Ki
‫ك‬ k Ka
‫ل‬ l El
‫م‬ m Em
‫ن‬ n En
‫و‬ w We
‫ھـ‬ h Ha

iii
‫ء‬ ` Apostrof
‫ي‬ y Ye

2. Vokal
Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan


‫ــَـ‬ A Fathah
‫ــِـ‬ I Kasrah
‫ــُـ‬ U Dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai


berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
‫ــَـ ي‬ Ai a dan i
‫ــَـ و‬ Au a dan u

3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan


‫ـَـﺎ‬ Â a dengan topi di atas
‫ـِـْﻲ‬ Î i dengan topi di atas
‫ـُـْﻮ‬ Û u dengan topi di atas

4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun
huruf kamariah.
5. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda (‫ )ــّـ‬dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak

iv
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.
6. Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/. Hal
yang sama juga berlaku jika tamarbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na‘t).
Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan
permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain.
Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf
kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata
sandangnya.
8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis
secara terpisah. Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri
mereka. Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu
dialihaksarakan.

v
DAFTAR ISI

COVER
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii
PEDOMAN TRANLITERASI ...............................................................................iii
DAFTAR ISI .............................................................................................................vi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...........................................................................1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................................9
C. Pembatasan Penelitian ...............................................................................10
D. Perumusan Masalah...................................................................................10
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..............................................................10

BAB II : KAJIAN TEORITIK


A. Acuan Teori ...............................................................................................11
1. Pengertian Nilai ...................................................................................11
2. Konsep Akhlak .....................................................................................12
B. Dasar-dasar Akhlak ...................................................................................14
C. Macam-macam Akhlak .............................................................................17
D. Tujuan Akhlak ...........................................................................................31
E. Hasil Penelitian Yang Relevan ..................................................................33

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN


A. Objek dan Waktu Penelitian ......................................................................34
B. Metode Penelitian ......................................................................................34
C. Fokus Penelitian ........................................................................................35
D. Prosedur Penelitian ....................................................................................35

vi
vii

BAB IV: TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Tafsir Surat Al-Insyirah ayat 1-8 ........................................................38
1. Teks Ayat dan Terjemah ................................................................38
2. Kosa Kata .......................................................................................38
3. Asbabunnuzul .................................................................................39
4. Tafsir Surat Al-Insyiroh menurut para ahli tafsir...........................40
B. Analisis Temuan Nilai-Nilai Akhlak Surat al-Insyirah Ayat 1-8 .......50
1. Ikhlas ..............................................................................................51
2. Sabar ..............................................................................................52
3. Kerja Keras .....................................................................................54
4. Tauhid .............................................................................................56

BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................59
B. Saran ...................................................................................................59
C. Implikasi .............................................................................................60

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................61

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada zaman modern ini, banyak sekali fenomena yang terjadi dalam
kehidupan umat manusia yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Al-Qur‟an,
sehingga banyak menimbulkan penyimpangan-penyimpangan pada setiap
lapisan masyarakat. hal ini disebabkan karena minimnya pengetahuan
masyarakat terhadap nilai-nilai Al-Qur‟an yang merupakan faktor dari
penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat.
Sebagaimana kita ketahui, sumber ajaran Islam yang pertama adalah al-
Qur‟an. Al-Qur‟an merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW,. Dengan cara berangsur-angsur mulai dari Mekah dan
disudahi di Madinah. Nabi Muhammad menyelesaikan berbagai persoalan
masyarakat Islam pada masa itu berdasarkan wahyu yang diterimanya ini. 1
Al-Qur‟an mengandung berbagai macam unsur hidayah yang dapat
menjamin kebahagiaan manusia baik lahir maupun batin, baik di dunia
maupun di akhirat, jika manusia mampu mengamalkannya secara ikhlas,
konsisten, dan menyeluruh (kaffah). Al-Qur‟an juga sebagai kitab at-tarbiyah
yang sarat akan unsur-unsur yang diperlukan bagi pendidikan yang bisa
menghasilkan manusia yang diidamkan oleh Allah.2
Sebagai manusia yang telah diperintahkan Allah SWT sebagai
makhluknya yang paling mulia dari sekian banyak ciptaan-Nya yang tak
terhitung. Diberikan akal fikiran alat untuk menciptakan peradaban dan
kebudayaan. Dari sini jelaslah bahwa manusia itu mempunyai tanggung
jawab Umat, yaitu tugas-tugas keagamaan, dan menjaga kemakmuran.
1
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan
Kepribadian Muslim, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h.52
2
Kementrian Agama RI, Mukadimah Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi :
2010), h. 9

1
2

Dalam kehidupan ini, manusia senantiasa berbuat sesuai dengan


kehendak Allah, namun demikian, kenyataanya bahwa tidak selamanya
manusia mampu mencocokan perbuatannya dengan kehendak Allah, bahkan
kadang-kadang terlibat dalam perbuatan maksiat dan dosa. Oleh karena itu,
manusia diajarkan mawas diri, mengadakan instropeksi diri atas kelemahan
dan kekurangan dirinya. Selain itu, tugas dan hubungan manusia dengan alam
sekelilingnya adalah sebagai khalifah. Maka manusia harus dapat mengatur
alam ini dengan sebaik-baiknya.
Di dalam al-Qur‟an terdapat nilai-nilai pendidikan akhlak, al-Qur‟an
senantiasa mengingatkan kita terhadap pentingnya akhlak, karena akhlak itu
diibaratkan seperti pakaian kita sehari-sehari dan dimanapun kita berada kita
selalu membawanya. Yaitu sebagaimana firman Allah dalam Q.S Shad :64
yaitu:

﴾٦٤﴿ ‫ص ٍة ِذ ْكَرى الدَّا ِر‬ ِ ِ ‫إِنَّا أَخلَصن‬


َ ‫اى ْم بَا ل‬
ُ َْ ْ
Artinya: “Sesunggguhhnya Kami telah mensucikan mereka dengan
(menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu
mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.
Seperti yang kita ketahui manusia yang paling baik akhlaknya ialah
Rasulullah SAW, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Al-Qur‟an adalah
akhlak Rasulullah, dan demikian pula misi diutusnya Rasulullah „alaihi was
salam adalah untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak yang mulia.
Sebagaimana dalam al-Qur‟an surat al-Ahzab ayat 21
ِ ‫لَ َق ْد َكا َن لَ ُكم ِِف رسوِل اللَِّو أُسوةٌ حسنَةٌ لِمن َكا َن ي رجوااهلل والْي وم األ‬
‫َخَر َوذَ َكَراهللَ َكثِْي ًرا‬ َ ْ َ َ َ ْ ُ َْ ْ َ َ َ َْ ُْ َ ْ ْ

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
Di era globalisasi ini banyak masyarakat modern bukan hanya dari gaya
hidup saja, akan tetapi banyak masyarakat yang menganggap semua hal yang
3

ada sekarang serba modern bahkan banyak yang tidak peduli terhadap akhlak
budi pekerti seseorang.
Akhlak mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap diri seseorang,
karena akhlak merupakan suatu perbuatan manusia yang dapat dinilai baik
atau buruk yang kemudian tertanam dan melekat dalam jiwa seseorang
sehingga menjadi suatu kepribadian.
Di Indonesia khususnya, negara ini terkenal dengan budaya luhur
bangsanya yang kaya akan nilai-nilai pendidikan akhlak dan tingkat spiritual
yang tinggi, yang turun-temurun dari masa ke masa. Namun seiring
berjalannya waktu perlahan-lahan masyarakat mulai meninggalkan adat-
istiadat bangsa ini, mereka memandang perilaku bukan lagi hal yang harus
dijunjung tinggi.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dialami oleh manusia
sekarang ini, tidak sedikit dampak negatifnya terhadap sikap hidup dan
perilakunya; baik ia sebagai manusia yang beragama, maupun sebagai
makhluk individual dan sosial.3
Dampak negatif yang paling berbahaya terhadap kehidupan manusia atas
kemajuan yang dialaminya, ditandai dengan adanya kecendrungan
menganggap bahwa satu-satunya yang dapat membahagiakan hidupnya
adalah nilai material. Sehingga manusia terlampau mengejar materi, tanpa
menghiraukan nilai-nilai spiritual yang sebenarnya berfungsi untuk
memelihara dan mengendalikan akhlak manusia.4
Berkaitan dengan kehidupan dunia dan akhirat, manusia terbagi menjadi
tiga kelompok. Pertama, manusia yang melupakan tempat
kembalinya(kehidupan akhirat), dan menjadikan kehidupan dunia sebagai
satu-satunya tujuan. Mereka ini adalah orang-orang merugi. Kedua, manusia
yang menjadikan tempat kembalinya dikehidupan akhirat sebagai satu-
satunya tujuan. Mereka tidak terlalu menyibukkan diri dalam mengejar
urusan duniawi. Ketiga, manusia yang mengambil jalan tengah antara
3
Mustofa, Akhlak tasawuf, (Bandung: CV Pustaka, 2014), h. 16
4
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2010), h. 298
4

kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Mereka berkeyakinan bahwa tujuan


kembalinya adalah alam akhirat sebagai sesuatu yang pasti terjadi namun
tetap mengambil bagian dari kehidupan dunia dengan berniaga dan berdagang
misalnya. Mereka berkeyakinan bahwa orang-orang yang tidak bisa
mengambil jalan yang lurus dalam mencari penghidupan tidak akan
mendapatkan kebahagiaan; baik di alam dunia maupun di alam akhirat kelak.
Mereka yang menganggap dunia ini sebagai sarana memperoleh kehidupan
akhirat akan mengikuti ketentuan dan aturan syari‟at dalam pencariaanya,
serta berusaha mendapatkan kebahagiaan didalam jalan pertengahan ini.5
Dalam segala aktifitas kehidupan kita memerlukan adanya keihkhlasan
dalam menjalankannya, karena iklas merupakan suatu kebaikan dengan
dikaitkan dengan imbalan atau balasan. Untuk menerapkannya perlu adanya
pembiasaan sejak dini, karena dengan keihklasan akan menambah kekuatan
bagi diri kita dalam menunaikan segala pekerjaan yang diperintahkan Tuhan
Jika melihat kehidupan di sekeliling kita banyak sekali masyarakat yang
sudah mengetahui tentang keikhlasan akan tetapi belum bisa memahami dan
menerapkan keikhlasan dalam kehidupan sehari-hari. Sebab keikhlasan
adalah syarat penting bagi kelulusan setiap amal shalih, tanpa keikhlasan
sebanyak apaun amalan kebaiakan dilakukan, hasilnya sia-sia dan menyia-
nyiakan hidup seseorang di dunia sehingga menimbulkan kesengsaraan
dahsyat diakhirat.
Dalam kompas.com, Info Grafik : 29 Kepala daerah Terjerat kasus
korupsi sepanjang 2018, komisi pemberantasan korupsi melakukan sejumlah
operasi tangkap tangan yang menjerat kepala daerah sepanjang 2018. Selain
itu, ada juga kepala daerah yang terjerat karena pengembangan kasus. 6

5
al-Ghazali, Ihya Ulumuddin akhlak keseharian, (Jakarta: Republika Penerbit, 2011) cet. 1.
h. 91-92
6
Devina Halim, Kasus korupsi Dana Pendidikan Oleh Bupati Cianjur, diakses pada tanggal
20 Januari 2018, pukul 21:43 (https://nasional.kompas.com/read/2018/12/27/08512001/infografik-
29-kepala-daerah-terjerat-kasus-korupsi-sepanjang-2018)
5

Melawan korupsi sangat membutuhkan perjuangan, orang yang


melakukan korupsi itu tentunya karena ia tidak memiliki akhlak yang baik,
oleh karena itu ia menjadi gelap mata dan rela berbuat korupsi demi tuntutan
hidup semata tanpa berfikir panjang sehingaa merugikan banyak orang,
bangsa, maupun negara. Untuk menghindarinya Tentunya hal ini dengan cara
berpola pikir yang baik, dan juga harus ikhlas dalam bekerja.
Setiap manusia pasti pernah mengalami pasang surut kehidupan, kadang
berada diatas, kadang berada di bawah tinggal bagaimana seseorang
menghadapinya, mampu atau tidak manusia menghadapi ujian tersebut, oleh
karena itu diperlukan adanya kesabaran agar mampu bertahan dan tidak cepat
putus asa. Imam Al-Ghazaly mengatakan : “Sabar ialah suatu kondisi mental
yang terjadi karena dorongan ajaran agama dalam mengendalikan hawa
nafsu.7 Allah Ta‟ala berfirman:

‫صِ َِب َّن َعلَى َما ءَا َذيْتُ ُم ْونَا َوعلَى اهلل فَتَ َوّك ِل الْ ُمتَ َوّكلُ ْونَز‬
ْ َ‫َولَن‬
Artinya : “Dan Kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-
gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah sajalah
hendaknya orang-orang bertawakkal.(QS. Ibrahim:12).
Apabila kita melihat bahwa masyarakat sekarang ini, belum semuanya
bisa menerapkan sikap sabar dalam kehidupan sehari-hari sehingga terjadi
penyimpangan yang mengakibatkan kerugian besar dan berujung penyesalan.
Sebagaimana di muat di dalam berita Liputan 6, Gara-Gara anak
menangis, Ayah menganiaya anak tiri hingga tewas. Seperti ditayangkan
Patroli Indosiar, selasa (26/06/2018), pelaku diduga kesal, karena terbangun
dari tidur sore saat korban menangis. Dari tangan pelaku, polisi menyita
sejumlah barang bukti penganiayaan korban. Selain dipukuli, anaknya sempat
dibenamkan dalam air. Saat ibunya pulang, korban sudah dalam kondisi
tersengal-sengal dan akhirnya meninggal dunia saat dibawa ke rumah sakit.
Akibat perbuatannya tersangka dijerat pasal tentang perlindungan anak

7
Yunasril Ali, Pilar-Pilar Tasawuf, (Jakarta : Kalam Mulia, 2005), hal 82
6

dengan hukuman penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak 3
miliar.8
Proses pendidikan dalam Islam dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor
pembawaan dari dalam diri manusia, faktor lingkungan, dan faktor hidayah
dari Allah, itulah sebabnya, jika seseorang berhasil mendidik manusia, maka
diharapkan ia tidak sombong, karena keberhasilan tersebut atas izin Tuhan.
Sebaliknya, jika seorang belum berhasil mendidik manusia, maka diharapkan
tidak putus asa, karena ketidak berhasilan tersebut juga atas kehendak
Tuhan.9
Dari berita diatas, bisa kita lihat bahwa tindakan penganiayaan dan
pembunuhan tersebut diakibatkan karena tidak adanya sifat sabar dalam diri
orang tersebut sehingga ia tidak mampu membatasi perilakunya, oleh karena
itu kita harus memiliki sifat sabar agar terhindar dari perbuatan yang tidak
diinginkan seperti berita tersebut.
Kemerosotan akhlak akibat dari ketauladanan orang tua atau pemimpin
umat, yang cenderung selalu memperlihatkan perbuatannya yang buruk, lalu
dicontoh oleh generasi muda karena perbuatannya, akan didapatkan juga oleh
generasi tua sebagai orang yang telah memberikan contoh buruk kepada
10
generasi mudanya. Hadits tersebut mengatakan :

ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ‫َم ْن َس َّن ِْف اال ْس ََلم ُسن ًَّة َسيِّئَ ًة َكا َن َعلَْيو ِوْزُرَىا َوِوْزُر َم ْن َعم َل ِبَا م ْن بَ ْعده م ْن َغ ِْْي أَ ْن يَْن ُق‬
‫ص‬

‫ِم ْن اَْوَزا ِرِى ْم َش ٌئ‬


Artinya : “Barang siapa yang berbuat buruk dalam agama islam, maka
dosanya akan ditanggung oleh dirinya, lalu dosa yang dilakukan orang

8
Maria Flora, Gara-Gara Anak Menangis, Pria ini Aniaya Anak Tiri Hingga Tewas, di
akses pada tanggal 24 Juli 2018, pukul 17.00 (https://.liputan6.com/news/read/3569950/gara-gara-
anak-menangis-pria-ini-aniaya-anak-tiri-hingga-tewas)
9
Yunasril Ali, op. cit., h. 298
10
Mahjuddin, Akhlak Tasawuf 1, (Jakarta : Kalam Mulia), h. 5
7

generasi sesudahnya, tidak akan berkurang dari dosa-dosa yang telah


dilakukan oleh mereka (dari generasi yang tua)”. HR. Muslim
Pendidikan akhlak merupakan hal yang sangat penting, dan harus
ditanamkan mulai dari masa kanak-kanak, supaya memiliki ahklak mulia,
moral dan mentalitas yang tinggi, karena melihat fenomena yang terjadi di
Indonesia yaitu kurangnya rasa hormat kepada orang tua, guru, dosen dan
juga beberapa faktor yang disebabkan karena krisis akhlak seperti putus
sekolah, pencurian, obat-obatan, pemerkosaan dan bunuh diri. Pemicu
kejahatan tersebut sering disebabkan karena frustasi misalnya frustasi karena
kehilangan orang yang dicintai, frustasi karena keluarga, frustasi karena
pekerjaan, frustasi karena pendidikan dan frustasi karena tidak ada
uang/ekonomi.
Melihat keadaan zaman dunia sekarang banyak orang berjalan secara
individu berdasarkan atas logikanya sendiri, dan merasa apa yang
dilakukannya itu yang paling benar, tanpa adanya komunikasi dengan orang
terdekat. Sehingga tanpa adanya akhlak dan penanaman moral maka
seseorang bisa saja melakukan hal-hal yang negatif sehingga bisa merugikan
diri sendiri maupun orang lain.
Sebuah kasus ditemukan dalam Tribun-Bali.com Pengemis Tajir di Bali
dapat Rp. 4 juta dalam seminggu, karena mengemis dianggap sebagai
kegiatan yang mudah tapi hasilnya banyak, jadilah mereka melakukan
pekerjaan mengemis. Dan sudah banyak penelitian yang mengungkap
bagaimana mengemis sekarang menjadia profesi. 11
Jika kita perhatikan pengemis bukan lagi berada di tempat-tempat
tertentu melainkan sudah menyebar ke segala penjuru. Hal ini membuat miris
karena dengan mudahnya mereka mendapatkan uang dengan tidak bekerja
hanya bermodalkan pakaian yang sudah tidak layak pakai, hal ini dikarenakan

11
Wayan Erwin, Pengemis Tajir di Bali Dapat Rp 4 Jt Dalam Seminggu, Sosiolog: Stop Beri
Mereka Uang, diakses pada tanggal 20 Januari 2018, pukul 21:43(
https://www.google.com/amp/bali.tribunnews.com/amp/2018/02/06/pengemis-tajir-di-bali-dapat-
rp-4-juta-dalam-seminggu-sosiolog-stop-beri-mereka-uang).
8

mereka malas dan hasil dari mengemis itu sangatlah menjanjikan ketimbang
mereka harus bekerja. Ini merupakan perbuatan buruk karena dengan kita
memberi mereka, berarti kita membiarkan mereka nyaman dengan
pekerjaannya.
Agar kehidupan ini bisa berjalan dengan baik, maka diharuskan memiliki
sikap optimis, karena optimisme membuat seseorang lebih mudah menjadi
pekerja keras. Serta berfikir positif diperlukan agar membuat kita lebih
semngat dalam menjalankan aktifitas.
Untuk menghadapi tantangan zaman di era modern, maka yang
diperlukan adanya Iman, tauhid, dan tawakkal kepada Allah agar terhindar
dalam jurang kemusyrikan.
Dalam dunia pendidikan, Sering ditemukan siswa yang melakukan
tindakan pencurian di sekolah, hal itu terjadi karena adanya kesempatan dan
tuntutan gaya hidup modern sehingga siswa berani melakukan hal tersebut.
Sebagaima menurut berita Metro Jmbi.com telah terjadi di SMPN 12
Tebo yang berada di jalan Anggur, Desa karang Dadi, kecamatan Rimbo Ilir,
kabupaten Tebo, Selasa (16/1/2018). Saat itu penjaga sekolah yang bernama
Suryadi terkejut karena pintu salah satu ruang atau atau kantor TU terbuka
dengan kondisi gemboknya telah rusak. Lalu penjaga melaporkan ke polsek
Rimbo llir, akhirnya tidak sampai 30 menit tim berhasil mengungkap dan
mengamanakan 4 orang tersangka pelaku, yakni PPB (17), ANP (17), AFM
(18), dan TAW (18). Keempat pelaku ini berstatus pelajar aktif”. Kata Aiptu
Riyadi. “Mereka diamankan di salah satu rumah kos berikut sejumlah barang
buktinya. Sekarang pelaku dan barang bukti diamankan di Mako Polres
Rimbo llir guna penyedikikan lebih lanjut”.pungkasnya 12
Tidakan pencurian tersebut dilakukan, karena para pelajar tersebut tidak
meyakini bahwa Allah SWT melihat perbuatan mereka maka dari itu

12
Ade Sukma, Mencuri Di Sekolah 4 Pelajar Diamankan Polisi, diakses pada tanggal 25
Juli 2018, pukul 17. 22 (http://metrojambi.com/read/2018/01/17/28406/mencuri-di-sekolah-4-
pelajar-diamankan-polisi)
9

pentingya pendidikan akhlak dan akidah bagi siswa siswi disekolah, supaya
menjadi pelajar yang berakhlakul karimah sehigga terhindar dari perbuatan
tercela seperti mencuri.
Di dalam al-Qur‟an banyak ayat-ayat yang membahas tentang pendidikan
akhlak, diantaranya firman Allah dalam surat al-Insyirah ayat 5-6, yang
berbunyi:

﴾٤﴿ ‫ثس ِر يُ ْسًرا‬ ِ ِ


ْ ُ‫﴾ ا َّن َم َع الْع‬۵﴿ ‫فَا َّن َم َع الْعُ ْس ِر يُ ْسًرا‬
Artinya : “Maka sesungguhnya di setiap kesulitan pasti ada kemudahan,
sesungguhnya di setiap kesulitan pasti ada kemudahan”.
Terdapat nilai-nilai pendidikan akhlak yang harus di praktekkan oleh
umat Islam. Adapun nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam
surat al-Insyirah yaitu Ikhlas, Sabar, Kerja Keras, dan Tauhid.
Penulis mengangkat pendidikan akhlak dalam surat al-insyirah, karena
mengandung pemahaman bahwasanya kita tidak boleh memiliki sifat pesimis,
dan putus asa, karena Allah berfirman setiap kesulitan pasti ada kemudahan,
ini menegaskan bahwa disamping Allah memberikan ujian kepada
Hambanya, Allah juga memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang
sabar dan bekerja keras, dengan memahami isi kandungan surat al-Insyirah
kita dapat memiliki akhlak terpuji, dan terhindar dari kemerosotan akhlak.
Dari latar belakang yang penulis uraikan diatas, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian yang ditulis dalam bentuk skripsi dengan judul
“NILAI-NILAI AKHLAK DALAM AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Surat
Al-Insyirah Ayat 1-8)”

B. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Banyaknya masyarakat yang belum memahami makna ikhlas menurut al-
Qur‟an.
2. Masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui makna sabar
sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur‟an.
10

3. Sedikitnya masyarakat yang belum memahami makna kerja keras dalam


al-Qur‟an.
4. Sedikitnya pengetahuan masyarakat muslim mengenai Tauhid dalam al-
Qur‟an.

C. Pembatasan Masalah
Dengan adanya identifikasi masalah di atas, penulis membatasi masalah
yaitu, “Nilai-nilai Akhlak ikhlas, sabar, kerja keras, dan tawakkal yang
terkadung dalam Surat Al- Insyirah ayat 1-8”

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan yaitu,
1. Bagaimana kandungan tafsir dalam surat al-Insyirah ayat 1-8?
2. Apa saja nilai-nilai akhlak dalam surat al-Insyirahayat 1-8?

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1. Tujuan penelitian
a. Untuk mengetahui kandungan tafsir dalam surat al-Insyirah ayat 1-8
b. Untuk mengetahui nilai-nilai akhlak dalam surat al-Insyirah ayat 1-8
2. Kegunaan Penelitian
a. Untuk memenuhi syarat tugas akhir dalam mencapai gelar sarjana.
b. Menambah khazanah keilmuan pada bidang tafsir pendidikan, serta
membuka kemungkinan adanya penelitian lebih lanjut dan
peninjauan kembali dari hasil penelitian ini.
c. Memberi sumbangsih pemikiran terkait konsep dan teori tentang
pendidikan dalam al-Qur`ân, serta menambah khazanah kepustakaan
dalam meneliti dan memahami al-Qur‟an sebagai petunjuk.
d. Mengetahui bagaimana pandangan al-Qur`ân terhadap metode
pendidikan.
BAB II
KAJIAN TEORITIK

A. Acuan Teori
1. Pengertian Nilai
Dalam kamus bahasa Indonesia, “Nilai menurut bahasa adalah,
angka, biji, ponten, akor, kredit, point, harga, harkat, kadar, martabat,
taraf, bobot, jenis, kualitas, mut, adab, dan lain-lain”.1
Nilai (Value) menunjukkan sesuatu sesuatu yang terpenting dalam
keberadaan manusia, atau dalam perkataan lain, nilai adalah creame de
La creame atau intinya inti kehidupan. Nilai sebagai sesuatu yang
terpenting, ia diyakini dan menjadi standar tingkah laku. Oleh karena itu
Rokeach menegaskan bahwa nilai (Value) adalah suatu keyakinan yang
bersifat abadi yang mana mode kusus dari tingkh laku atau puncak
keberadaan secara pribadi maupun social lebih baik dari mode tingkah
laku atau puncak keberadaan sebaliknya.2
Pembentukan nilai titik beratnya pada ranahnya afeksi sedangkan
tipe belajar afeksi merupakan proses kontinum dari tingkat yang paling
kongkret kepada yang paling abstrak.3
Meminjam pemahaman J.Sudarminta, pendidikan nilai dalam
konteks pendidikan disekolah merupakan “….upaya untuk membantu
peserta didik mengenal, menyadari pentingnya, dan menghayati nilai –
nilai yang pantas dan semestinya dijadikan panduan bagi sikap dan
prilaku manusia, baik secara perorangan maupun bersama–sama sauatu
masyarakat.4

1
Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, ( Jakarta:Kompas Gramedia, 2002), h. 249
2
Kamrani Buseri, Nilai – Nilai Ilahiah Remaja Pelajar, (Yogjakarta:UII PRESS, 2004), h. 8
3
Ibid, h. 9
4
Doni Koesuma, Pendidikan Karakter, ( Jakata: Kompas Gramedia, 2011), h. 205

11
12

Dalam filsafat pendidikan terdapat beberapa pandangan terhadap


pengertian nilai dari berbagai aliran filsafat seperti, aliran idealism,
pragmatism, dan eksistensialisme, yaitu:
a. Menurut aliran idealism, nilai itu absolute. Apa yang dikatakan baik,
benar, salah, cantik, atau tidak cantik, secara fundamental tidak
berubah dari generasi ke generasi. Pada hakikatnya nilai itu tetap.
Nilai tidak diciptakan manusia, melainkan merupakan bagian dari
alam semesta.5
b. Menurut aliran pragmatism, nilai itu relative. Kaidah–kaidah moral
dan etika tetap, melainkan selalu berubah, seperti peubahan
kebudayaan, masyarakat dan lingkungannya. 6
c. Menurut aliran eksistensialisme terhadap nilai, menekankan
kebebasan dalam tindakan. Kebebasan dalam tujuan bukan suatu
cita–cita dalam dirinya sendiri. melainkan merupakan suatu proses
untuk suatu tindakan.7
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan nilai adalah
sesuatu yang berharga dan dapat dijadikan sebagai standar
bertingkah laku.

2. Konsep Akhlak
a. Pengertian Akhlak
Sedangkan akhlak, menurut bahasa (etimologi) perkataan akhlak
ialah bentuk jamak dari al-khuluq yang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabi‟at. Akhlak disamakan kesusilaan,
sopan santun. Khuluq merupakan gambaran sifat batin manusia,
gambaran bentuk lahiriah manusia, seperti raut wajah, gerak anggota
badan dan seluruh tubuh. Dalam bahasa Yunani pengertian khuluq
ini disamakan dengan kata ethicos atau ethos, artinya adab

5
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 99
6
Ibid, h. 123
7
Ibid, h. 136
13

kebiasaan, perasaan bathin, kecnderungn hati untuk melakukan


perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi etika.8
Adapun akhlak menurut istilah ini kita dapat merujuk kepada
berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Seperti imam al-Ghazali,
Ibnu Maskawaih, dan lain sebagainya.
Menurut Ibnu Maskawaih yang juga dikenal sebagai bapak
akhlak mengatakan, bahwa akhlak:

ٌ‫س داَ ِعيَةٌ ََلَا اِ َ َْل اَفْعاََِلَا ِم ْن َغ ِْْي فِ ْك ٍر َو ِال ُرْويَة‬


ِ ‫ال لِلنَّ ْف‬
ٌ ‫َح‬
Artinya : Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.9
Sementara itu, menurut Imam al-Ghozali yang dikutip oleh
Muhammad Rabbi dan Muhammad Juhari, memberikan definisi
akhlak yaitu, “Suatu ungkapan tentang keadaan pada jiwa bagian
dalam yang melahirkan macam – macam tindakan dengan mudah,
tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan terlebih dahulu”10
Selanjutnya menurut Abdulloh Darraz, dikutip dari buku Ilmu
Pendidikan Islam, karangan Abuddin Nata, perbuatan–perbuatan
manusia dapt dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila
memenuhi dua syarat, yaitu11:
1) Perbuatan–perbuatan itu dilakukan berulangkali dalam bentuk
yang sama, sehingga menjadi suatu kebiasaan bagi pelakunya.
2) Perbuatan–perbuatan itu dilakukan karena dorongan jiwanya,
bukan karena adanya tekanan dari luar, seperti adanya paksaan

8
Yatimin Abdulloh, Studi Akhlak dalam Prespektif Al-Qur‟an, (Jakarta: Pustaka
Amzah;,2007), h. 2
9
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 20102), h. 3
10
Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari, Keistimewaan Studi Akhlak Terj. dari Akhlaquna
oleh Dadang Sobar Ali, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006), cet.5, h 88
11
Didik Ahmad Supadi dan Sarjuni, Pengantar Studi Islam, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011), cet. 1, h. 217
14

yang menimbulkan kekuatan atau bujukan dengan harapan


mendapatkan sesuatu.
Dari penjelasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa akhlak
adalah suatu kebiasan seseorang yang akan melahirkan suatu
tindakan–tindakan yang terjadi secara mudah tanpa perlu pemikiran
terlebih dahulu.
Menurut Omar al-Taumy al-Syaibani yang dikutip dalam buku
Ilmu Pendidikan Islam karangan Abuddin Nata, bahwa pendidikan
Akhlak adalah suatu proses pembinaan, pananaman, dan pengajaran,
pada manusia dengan tujuan menciptakan dan mensukseskan tujuan
tertinggi agama Islam, yaiut kebahagiaan dua kampong (dunia dan
akhirat), kesempurnaan jiwa masyarakat, mendapat keridhoan,
keamanan, rahmat, dan mendapat kenimakatan yang telah dijanjikan
oleh Allah SWT. yang berlaku pada orang – orang bertaqwa.12
Pendidikan akhlak dapat diartikan sebagai latihan mental dan
fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk
melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakt
selaku hamba Allah. Pendidikan akhlak islami berarti juga
menumbuhkan personalitas (kepribadian) dan menanamkan
tanggung jawab.13

b. Dasar-Dasar Akhlak
Dalam kosakata bahasa Indonesia, kata dasar memiliki banyak
arti. tanah yang dibawah air, bagian yang terbawah, banta, latar, cat
yang menjadi lapis yang dibawah sekali, cita atau kain yang akan
dibuat pakaian, bakat, pembawaan yang dibawa sejak lahir, alas,
pedoman, asas, pokok atau pangkal.14

12
Omar al-Taumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. dari al-Falsafah Fi at-
Tarbiyah al-Islamiyah, oleh. Hasan Langgulung, (Jakarta, Bulan Bintang; 1979), h. 346
13
Abuddin Nata, op.cit, h. 22
14
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 89
15

Adapun dasar–dasar pendidikan akhlak adalah, dasar akhlak


Islam adalah al-Qur‟an dan hadist. Sebagai sumber akhlak Islam al-
Qur‟an dan hadist menjelaskan bagaimana cara berbuat baik. Atas
dasar itulah keduanya menjadi landasan dan sumber ajaran Islam
secara keseluruhan sebagai pola hidup dan menetapkan mana hal
yang baik dan mana ha yang tidak baik.15
Al-Qur‟an adalah sumber utama dan mata air yang
memancarkan ajaran islam. Hukum-hukum Islam yang mengandung
serangkaian pengetahuan tentang akidah, pokok- pokok akhlak dan
perbuatan dapat dijumpai sumber yang aslinya di dalam al-Qur‟an.16
Allah SWT. Berfirman;

‫اب تِْب يَاناً لِ ُك َّل َش ْي ٍء‬ ِ َ ‫ونََّزلَْنا علَي‬


َ َ‫ك الْكت‬ َْ َ
Artinya : “Kami menurunkan al-Qur‟an kepadamu untuk
menjelaskan sesuatu. ( Q.S An-Nahl; 89)
Islam lainnya adalah al-Qur‟an dan sunnah Nabi Muhammad
Saw. Baik dan buruk dalam akhlak Islam ukurannya adalah baik dan
buruk menurut kedua sumber itu, bukan baik dan buruk menurut
ukuran manusia. Sebab jika ukurannya adalah manusia, maka baik
dan buruk itu bisa berbeda-beda. Seseorang mengatakan bahwa
sesuatu itu baik, tetapi orang lain belum tentu menganggapnya baik.
Begitu juga sebaliknya, seseorang menyebut sesuatu itu buruk,
padahal yang lain bisa saja menyebutnya baik.
Kedua sumber pokok ajaran Islam yang pokok itu (al-Qur‟an
dan sunnah) diakui oleh semua umat Islam sebagai dalil naqli yang
tinggal mentransfernya dari Allah Swt dan Rasulullah Saw.
Keduanya hingga sekarang masih terjaga keautentikannya, kecuali
sunnah Nabi yang memang dalam perkembangannya banyak
ditemukan hadits-hadits yang tidak benar (dha‟if atau palsu). Melalui

15
Omar al-Taumy al-Syaibani, op.cit, h. 198
16
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, op.cit, h. 67
16

kedua sumber inilah kita dapat memahami bahwa sifat-sifat sabar,


tawakkal, syukur, pemaaf, dan pemurah termasuk sifat-sifat baik dan
mulia. Sebaliknya, kita juga memahami bahwa sifat-sifat syirik,
kufur, nifak, ujub, takabbur, dan hasad merupakan sifat-sifat tercela.
Jika kedua sumber itu tidak menegaskan mengenai nilai dari sifat-
sifat tersebut, akal manusia mungkin akan memberikan nilai yang
berbeda-beda.17
Sebagai sebuah disiplin ilmu yang lahir dari rahim Islam,
akhlak dan tasawuf yang obyek studinya adalah kondisi jiwa yang
melahirkan aktivitas horizontal untuk akhlak dan aktivitas vertikal
untuk tasawwuf, tentu tidak akan terlepas dari originalitas konsep
dasar keislaman, yang dalam hal ini adalah al-Qur‟an dan al-Hadits
serta berbaga aktivitas Rasulullah Saw dan para sahabatnya. Hal ini
penting, oleh karena dalam berbagai aktivitaskeilmuan dewasa ini,
cenderung ada tumpang tindih antara ilmu-ilmu yang lahir dari dasar
konsep keislaman, yang keberadaannya hadir sejak perkembangan
dan pertumbuhan Islam pada abad ke-7 sampai abad ke-14 M,
dengan ilmu-ilmu yang terinspirasi oleh renaisance dan aufklarung
pada sekitar abad ke 15 dan 16 M di Barat, khususnya Eropa.
Selanjutnya, ilmu-ilmu tersebut berkembang sebagai ilmu
positivisme sekuler yang mengedepankan rasionalisme dan
emperisme pada sekitar abad ke 17 dan 18 M.
Al-Qur‟an dan sunnah Rasul-Rasul adalah ajaran yang paling
mulia dari segala ajaran manapun hasil renungan dan ciptaan
manusia. Sehingga telah menjadi keyakinan (akidah) Islam bahwa
akal dan naluri manusia harus tunduk mengikuti petunjuk dan
pengarahan al-Qur‟an dan as-Sunnah. Dari pedoman itulah diketahui
criteria mana perbuatan baik yang baik dan mana yang buruk. 18 Dari

17
Marzuki, Prinsip Dasar Akhlak Mulia, (Yogyakarta: Debut Wahana Press, 2009), h. 19.
18
M.Yatimin Abdulloh, Studi Akhlak dalam Prespektif Al-Qur‟an, (Jakarta: Pustaka Amzah
2007), h. 5
17

uraian tersebut maka sumber pendidikan akhlak adalah Al-Qur‟an


dan As-Sunnah.

c. Macam-Macam Akhlak
Secara garis besar, akhlak dibagi menjadi dua katagori, yaitu
akhlak mahmudah dan akhlak Madzmumah. Yang dimaksud dengan
akhlak Mahmuda adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang
baik (terpuji), sedangkan akhlak madzmumah adalah segala macam
sikap dan tingkah laku yang buruk (tercela).19
Adapun yang termasuk dalam katagori akhlak mahmudah
jumlahnya cukup banyak, diantaranya bersikap lemah lembut, jujur,
pemaaaf, tawakkal, menepati janji, bersikap adil, bermusyawarah,
sabar, penolong dan masih banyak lagi. Adapun macam – macam
akhlakul karimah diantaranya:
1) Ikhlas
Ikhlas (Al-Ikhlas); yaitu sikap menjauhkan diri dari riya‟
(menunjuk-menunjukkan kepada orang lain) ketika mengerjakan
amal baik. Maka amalan seseorang dapat dikatakan jernih, bila
dikerjakan dengan ikhlas. Ikhlas merupakan istilah yang lekat
dalam keseharian masyarakat. Dalam konteks memberi

pertolongan, kalimat “Saya ikhlas” menjadi jaminan ketulusan

dari pemberi. Di tengah situasi bencana, ikhlas menjadi pesan

yang sering didengung dengungkan. Ketika mengalami

kegagalan, ikhlas menjadi semacam usaha terakhir yang dapat

dilakukan. Berada di tengah situasi yang menekan, ikhlas

menjadi satu strategi ampuh untuk menghindarkan diri dari

frustasi, depresi, serta kondisi negatif yang lain. Hal tersebut

mengesankan bahwa ikhlas mampu menjadi bentuk terapi

19
Didik Ahmad Supadi dan Sarjuni, Pengantar Studi Islam, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011), cet. 1, h. 224
18

yang efektif dalam menghadapi kondisi-kondisi yang tidak

menyenangkan. Seseorang dapat melepas semua beban yang

ada hanya dengan mengikhlaskan segala sesuatunya.20


Bebrapa pendapat para tokoh sufi tentang ikhlas, antara
lain: 21
a) Syekh Abu Ali ad-Daqqaq berkata, “ keikhlaasan adalah
menjaga diri dari campur tangan makhluk, sehingga orang
yang ikhlas tidaklah bersifat riya.
b) Zun Nun al-Misri berkata : “keihklasan tidak dapat
dipandang sempurna, kecuali dengan cara menjalani dengan
sebenar-benarnya dan bersabar untuknya.
c) Abu Usman al-Maghribi mengatakan, “keikhlasan adalah
keadaan dimana nafsu tidak memperoleh kesenangan. Inilah
keihlasan orang awam. Sementara keikhlasa orang pilihan
(khawas) adalah keihlasan datang kepada mereka bukan
dengan amal mereka sendiri. Amal memang datang dari
mereka, tapi mereka menyadari bahwa perbuatan baiknya
bukan datang dari dirinya sendiri. Karena itu tidak peduli
terhadap amalnya.
d) Al-Fudail berkata,” keikhlasan adalah rahasia antara Allah
dan si hamba bahkan malaikatpun tidak mengetahui
sedikitpun mengenainya untuk dituliskannya, setan juga
tidak mengetahuinya hingga tidak dapat merusaknya,
nafsupun tidak menyadarinya sehinga ia tidak mampu
mempengaruhinya.
e) Yusuf bin al-Hunain berkomentar, “milikku yang paling
berharga adalah keikhlasam, Betapa seringnya aku telah

20
Lu‟luatul Chizanah, Validitas Konstruk Ikhlas, Jurnal Psikologi, vol. 38, no. 2, 2011, h. 199
21
Lajnah Pentasihan Mushaf Al-Qur‟an, Tafsir Al-Quran Tematik (Jakarta : Kamil Pustaka,
2014), h. 159-160.
19

membebaskan hatiku dari ria, namun setiap kali aku


berhasil, ia muncil dengan warna yang lain.
Pertama ikhlas dimaknai sebagai bentuk ketulusan dalam
melakukan suatu perbuatan bagi orang lain. Perilaku tulus dalam
menolong merupakan karakteristik dari perilaku altruisme. Ini
mengindikasikan adanya keterkaitan antara ikhlas dengan
altruisme. Altruisme merupakan bentuk perilaku spesifik dari
perilaku yang menguntungkan orang lain tanpa adanya
ekspektasi untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Kedua, ikhlas dimaknai sebagai bentuk kerelaan,
penerimaan atas situasi yang dihadapi. Hal ini merupakan cara
untuk melepaskan prilaku yang mengganggu hubungan sosial
seseorang yang berhubungan dengan proses melepaskan emosi.
Adapun hemat penulis, ikhlas adalah suatu pekerjaan yang
dilakukan dengan penuh kerelaan hati tanpa ada keinginan untuk
di balas atau meminta balasan atau apa yang kita lakukan.
Dan ketiga, ikhlas merupakan suatu kondisi di mana

individu yang ikhlas adalah individu yang telah memiliki satu

konsep hidup yang berorientasikan hanya kepada Tuhan.

Dalam kesehariannya, seseorang tidak dapat dipaksa atau

ditekan oleh pihak atau situasi tertentu. Individu itu jugatidak

lagi merasakan ketergantungan atau kebutuhan yang besar

terhadap kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Hal ini sejalan

dengan metaneeds Maslow Yang menyatakan adanya

tingkatan kebutuhan di atas kebutuhan-kebutuhan dasar

manusia. Individu Yang berhasil mencapai tingkat tertinggi

dalam hierarkhi kebutuhan adalah individu yang memiliki


20

aktualisasi diri. Individu Ini memiliki beberapa karakteristik

penting, salah satunya adalah otonomi atau selfdirected.22


2) Sabar
Sabar (Al-Sabru); yaitu suatu sikap yang betah atau dapat
menahan diri pada kesulitan yang dihadapinya. Tetapi tidak
berarti bahwa sabar itu langsung menyerah tanpa upaya untuk
melepaskan diri dari kesulitan yang dihadapi oleh manusia.
Maka sabar yang dimaksudkannya adalah sikap yang diawali
dengan ikhtiar, lalu diakhiri dengan sikap menerima dan ikhlas,
bila seseorang dilanda suatu cobaan dari Tuhan.23
Sabar adalah kedudukan dari kedudukan agama dan derajat-
derajat orang-orang yang menempuh jalan menuju Allah
Subhanau wa Ta‟ala. Dan semua kedudukan agama itu
sesungguhnya dapat tersusun dari tiga perkara yaitu, “Ma‟rifat,
hal ikhwal, dan amal perbuatan.”Ma‟rifat adalah pokok dan ia
menimbulkan al-ikhwal, dan hal-ihwal membuahkan amal
perbuatan. Ma‟rifat adalah seperti pohon dan hal-ihwal adalah
seperti dahan, dan amal perbuatan itu seperti buah-buahan.24
Dalam hadits, antara lain disebutkan:

َّ َ‫َح ٌد َعطَاءً َخْي ًرا َوأ َْو َس َع ِمن‬


)‫ (متفق عليه‬.‫الص ِْْب‬ ِ
َ ‫ َوَما أ ُْعط َي أ‬,ُ‫صبَّ ُر اهلل‬
َ َ‫َوَم ْن يَت‬
Artinya : Siapa orang yang bersabar, maka ia diberi kekuatan
sabar oleh Allah. Seseorang diberi kebaikan oleh Allah, dan
kelapangan hidup karena ia telah bersabar. HR. Bukhary-
Muslim.

22
Lu‟luatul Chizanah, Validitas Konstruk Ikhlas, Jurnal Psikologi, vol. 38, no. 2, 2011, h. 199

23
Mahjuddin, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), h. 11-12.
24
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin sabar dan ikhlas (Jakarta : Republika Penerbit, 2013), h. 9
21

Dalam penjelasan Al-quran objek sabar dapat disimpulkan


sebagai berikut:25
a) Sabar terhadap petaka atau cobaan dunia
Sabar jenis ini akan dialami oleh semua kalangan; baik
atau jahat, yang beriman atau yang kafir, pemimpin atau
yang dipimpinnya, sebab cobaan ini merupakan bagian dari
dinamika hidup. Tidak ada seorang pun yang bebas dari
kesedihan hati, terganggu kesehatan tubuhnya, ditinggal
mati orang yang paling dicintai, kerugian harta, gangguan
manusia lain, kesulitan hidup, atau musibah bencana alam.
b) Sabar terhadap gejolak dan dorongan nafsu
Manusia diciptakan dengan tabiat mencintai
kesenangan dan kenikmatan duniawi, yang berupa harta,
anak, perempuan dan berbagai kesenangan lainnya
sebagaimana dalam firman Allah SWT QS. Ali Imran : 14-
15 yang berbunyi :

        

         

            

           

          

Artiya: “dijadikan indah pada (pandangan) manusia


kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-
wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,

25
Ibid, h. 190-197
22

perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan


sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi
Allah-lah tempat kembali yang baik (surga) (*) Katakanlah:
"Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari
yang demikian itu?". untuk orang-orang yang bertakwa
(kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang
mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal
didalamnya. dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang
disucikan serta keridhaan Allah. dan Allah Maha melihat
akan hamba-hamba-Nya.”
Kata Imam al-Ghazali menahan diri dari kesenangan
jauh lebih berat dari pada bersabar ketika menderita.
Seorang yang lapar karena tidak memiliki makanan akan
kebih meudah baginya bersabar dari pada mereka yang
hidup dengan makanan berlimpah dan dapat menjangkau
apa saja yang diinginkan.

        

          

      

Artinya: “kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap


hartamu dan dirimu. dan (juga) kamu sungguh-sungguh
akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab
sebelum kamu dan dari orang-orang yang
mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang
menyakitkan hati. jika kamu bersabar dan bertakwa, Maka
Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk urusan yang
patut diutamakan.”(QS. Ali Imran:186)
23

Ayat diatas mengingatkan kita bahwa cemoohan dan


pelecehan dari musuh-musuh Islam selalu akan terjadi dan
tidak akan terhenti. Kesan ini bisa ditangkap dari
penggunaan kata latublawunna (kamu sungguh-sungguh
akan diuji) yang menggunakan kata kerja.
c) Sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah
Dalam melaksanakan ketaatan diperlukan kesabaran
dalam 3 hal:
(1) Sebelum melakukan ibadah dengan meluruskan niat,
ikhlas dan menahan dari riya.
(2) Ketika melaksanakan ibadah agar tidak lalai hatinya
dari Allah dan tidak malas dalam melaksanakan sesuai
ketentuannya
(3) Setelah melaksanakan ibadah, dengan tidak
menampakkan kesombongan , riya, ujub (berbangga
diri) dan hal-hal lain yang dapat membatalkan pahala
ibadah.
d) Sabar terhadap gangguan orang yang tidak beriman

        

           

    

Artinya: “kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap


hartamu dan dirimu. dan (juga) kamu sungguh-sungguh
akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab
sebelum kamu dan dari orang-orang yang
mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang
menyakitkan hati. jika kamu bersabar dan bertakwa, Maka
24

Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk urusan yang


patut diutamakan.”(QS.Ali Imran: 186)
Salah satu solusi yang diberikan ayat diatas adalah
bersabar dengan menahan emosi agar tidak bertindak
dengan tindakan yang dapat merugikan citra Islam atau
jalannya dakwah. Perintah bersabar, menurut M. Quraish
Shihab, bukan berarti menerima penghinaan dan berlagak
memaafkan.
e) Sabar dalam beretika dalam berhubungan sosial
Salah satu hal yang membedakan seseorang itu beradab
atau tidak adalah sejauh mana ia bisa menahan diri,
mengendalikan emosi, dan mampu menjaga perasaan orang
lain. Sabar dalam berhubungan sosial diperlukan misalnya
oleh pasangan suami istri.
Hubungan suami istri tidak akan berjalan langgeng
tanpa dilandasi kesabaran dari kedua belah pihak, terutama
dalam menyikapi perilaku yang tidak berkenaan dari salah
satu pasangan.
Sikap sabar juga diperlukan dalam membangun
hubungan antara anak dengan orang tua dan sebaliknya,
antar kerabat, antar tetangga, dan antara guru dengan murid.
Sebab kehidupan tidak hanya berisikan bunga-bunga yang
indah tetapi juga duri-duri yang menyakitkan.
f) Sabar menghadapi musuh di medan perang
Saat menghadapi musuh di medan perang sabar sangat
dibutuhkan. Bahkan menjadi syarat tercapainya
kemenangan. karena itu al-Quran memuji mereka yang
bersabar dengan tidak melarikan diri dari medan perang.
Sebagaimana Allah SWT berfirman:
25

          

        

       

       

          

       

Artinya: “bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur


dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya
kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan
harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati
janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar
dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.
mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan
mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.(QS. Albaqarah
: 177)
3) Kerja Keras
Kerja keras berarti berusaha sekuat tenaga untu
mendapatkan hasil maksimal. Sesuatu yang dihasilkan dari kerja
keras akan terasa lebih nikmat. Kenikmatan yang sejati itu
26

hanya akan diperoleh dengan bekerja keras. Dalam suatu hadits


Rosulullah pernah bersabda „ tidak ada satu makanan pun yang
dimakan seseorangblebih baik dari pada makanan hasil
usahanya sendiri.” (HR. al- bukhari dan Nasa‟i).26
Rasulullah mengajarkan kepada umatnya untuk tidak
tergesa-gesa dalam mencapai apa yang diinginkan. Sebab nilai
sebuah pekerjaan bukan dilihat dari hasilnya semata, namun
kemudia tidak ada keberlanjutannya, akan tetapi yang bisa
berjalan secara kontinu meski hasilnya tidak terlalu besar.
Disinilah perlunya sebuah perencanaan matang, disamping
bekerja keras. Karena itu, kerja santai, tanpa rencana, malas,
pemborosantenaga dan waktu adalah bertentangan dengan nilai
Islam.27 Pengertian etos secara etimologis berasal dari bahasa
Yunani (ethos) yang bermakna watak atau karakter, secara
lengkapnya, pengertian etos ialah karakteristik dan sikap,
kebiasaan serta kepercayaan, dan seterusnya, yang bersifat
khusus tentang seorang individu atau sekelompok manusia. Etos
mempunyai arti sifat dasar, karakter yang merupakan kebiasaan
dan watak rasatau bangsa. Secara esensi etos kerja
mengkonotasikan suatu kecenderungan dari dalam diri sesorang
untuk bersikap dan melakukan apa yang seharusnya atau yang
terbaik melalui pekerjaannya untuk kepentingan yang lebih luas.
Di dalam etos kerja mengandung sistem nilai yang mendasari
atau yang menjadi orientasi seseorang melakukan pekerjaan.28
Sebagaimana firman Allah dalam QS. At- Taubah : 105

26
SofwanIskandar, Pendidikan Agama Islam (Depok: CV.Aryaduta, 2003), h. 128.
27
Lajnah Pentasihan Mushaf Al-Qur‟an, Tafsir Al-Quran Tematik (Jakarta : Kamil Pustaka,
2014), h. 84-85
28
Rifqi Muntaqo, Muhammad Khozinul Huda, Etos Kerja Islam Dalam Pendidikan Islam,
Jurnal Paramurobi, Vol. 1, No. 1, 2018, h. 63
27

         

      

Artinya: “dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan


Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah)
yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Adapun menurut hemat penulis kerja keras erat kaitannya
dengan sistem pendidikan dan budaya. Sungguh ironis di
Indonesia hanya guru PAI dan PPKN yang bertanggung jawab
atas pendidikan karakter. Pada dasarnya yang paling
menentukan keberhasilan pembentukan karakter dalam lembaga
pendidikan formal adalah Pendidikan moral tidak hanya
diajarkan teorinya saja seperti pendidikan moral yang diajarkan
di Indonesia. Tetapi lebih mengutamakan realisasi dari
pengajaran moral tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
4) Tauhid
Tauhid adalah menyucikan al-Qidam dari sifat al-huduts
(baru), menjauhkan dari segala sesuatu yang baru, sehingga
seseorang tidak kuasa melihat dirinya bernilai lebih terhadap
selainnya. Sebab jika dia melihat dirinya sendiri atau orang lain
di disaat dia berada dalam kondisi mentauhidkan Al-Haq swt,
maka akan terjadi dualisme dan itu berarti tidak mengesakan
(muwahid) terhadap Dzat- Nya yang qadim, yang memiliki sifat
Esa dan Tunggal.29

29
Al- Ghazali, Mihrab Kaum Arifin Terj. Raudhah al-Thalibin wa „Umdah al- Salikin, oleh
Masyhur Abadi, (Surabaya : Pustaka Progressif, 2002), h. 41
28

Definisi Tauhid adalah pengakuan bahwa Allah SWT. Satu-


satunya yang memiliki sifat rububiyyah dan uluhiyyah, serta
kesempurnaan nama dan sifat.30
Adapun prinsip utama dari ajaran Islam adalah prinsip
tauhid. Prinsip ini pulalah yang diajarkan oleh seluruh rasul
Allah sejak dari rasul pertama sampai dengan rasul yang
terakhir. Sebagaimana terdapat dalam QS. Al-Anbiya : 25

               

Artinya: “dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum


kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya
tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah
olehmu sekalian akan aku".

Pembagian Tauhid antara lain yaitu:


Tauhid yang didakwahkan oleh para rasul dan diturunkan
kitab-kitab karenanya ada dua:
a) Tauhid dalam pengenalan dan penetapan, dan dinamakan
dengan Tauhid Rububiyah dan Tauhid Asma dan Sifat.
Yaitu menetapkan hakekat zat Rabb SWT dan
mentauhidkan (mengesakan) Allah SWT dengan asma
(nama), sifat, dan perbuatan-Nya. Pengertiannya: seorang
hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT
sematalah Rabb yang Menciptakan, Memiliki, Membolak-
balikan, Mengatur alam ini, yang sempurna pada zat, Asma
dan Sifat-sifat, serta perbuatan-Nya, Yang Maha
Mengetahui segala sesuatu, Yang Meliputi segala sesuatu,
di Tangan-Nya kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala

30
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010, h. 90-91
29

sesuatu. Dia SWT mempunyai asma' (nama-nama) yang


indah dan sifat yang tinggi:

     

Artinya: “ (yaitu) kaum Fir'aun. mengapa mereka tidak


bertakwa?" (QS. Asy-Sura:11).
b) Tauhid dalam tujuan dan permohonan, dinamakan tauhid
uluhiyah dan ibadah, yaitu mengesakan Allah SWT dengan
semua jenis ibadah, seperti: doa, shalat, takut, mengharap,
dll.
Pengertiannya, Seorang hamba meyakini dan mengakui
bahwa Allah SWT saja yang memiliki hak uluhiyah terhadap
semua makhlukNya. Hanya Dia SWT yang berhak untuk
disembah, bukan yang lain. Karena itu tidak diperbolehkan untuk
memberikan salah satu dari jenis ibadah seperti: berdoa, shalat,
meminta tolong, tawakkal, takut, mengharap, menyembelih,
bernazar dan semisalnya melainkan hanya untuk Allah SWT
semata. Siapa yang memalingkan sebagian dari ibadah ini kepada
selain Allah SWT maka dia adalah seorang musyrik lagi kafir.
Firman Allah SWT

            

      

Artinya: “dan Barangsiapa menyembah Tuhan yang lain di


samping Allah, Padahal tidak ada suatu dalilpun baginya
tentang itu, Maka Sesungguhnya perhitungannya di sisi
Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada
beruntung.”
Siapa menyembah ilah yang lain selain Allah SWT, padahal
tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya
30

perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang


kafir itu tidak akan beruntung. (QS. Al-Mukminun:117) Tauhid
Uluhiyah atau Tauhid Ibadah; kebanyakan manusia mengingkari
tauhid ini. Oleh sebab itulah Allah SWT mengutus para rasul
kepada umat manusia, dan menurunkan kitab-kitab kepada
mereka, agar mereka beribadah kepada Allah SWT saja dan
meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. 1. Firman Allah SWT :
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu,
melainkan Kami wahyukan kepadanya:"Bahwasanya tidak ada
Ilah (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu
sekalian akan Aku". (QS. Al-Anbiya` :25)

d. Tujuan Akhlak
Manusia mempunyai dua jalur hubungan. Pertama dua jalur
hubungan vertical, yaitu hubungan antar sesama manusia sebagai
makhluk denga al-khaliq (sang pencipta) Allah SWT. menjalin
hubungan dengan Allah ini merupakan kewajiban bagi manusia,
karena statusnya sebagai makhluk mengharuskan dia untuk
mengabdi dan menghambakan diri kepada Allah sebagai Tuhan yang
telah menciptakannya. 31
Kedua yaitu horizontal, yang mana kita sebagai manusia
tidaklah hidup sendirian didunia ini, melainkan hidup berdampingan
dengan sesama manusia bahkan makhluk hidup lainnya, seperti
hewan dan tumbuhan. Karena itu lah kita ditakdirkan sebagai
makhluk yang bermasyarakat, suka bergaul saling tolong menolong
dan lain sebagainya.
Dalam setiap usaha atau kegiatan tentu ada tujuan atau target
sasaran yang akan dicapai. Demikian pula kegiatan atau usaha
pendidikan sengaja dilakukan untu mencapai tujuan pendidikan yang

31
Didik Ahmad Supadi dan Sarjuni, Pengantar Studi Islam, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011), h. 218-219
31

akan ditetapkan.32 Demikian pula terhadap pendidikan akhlak.


Terlebih pendidikan adalah suatu yang amat penting dalam
menjadikan peserta didik yang sesuai dengan tujuan pendidikan
Islam.
Membentuk manusia yng berbudi luhur, adalah salah satu dari
aspek tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang –
Undang Nomor 20 tahun 2003, pada bab II, pasal III yang
menjelaskan bahwa; “Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. 33
Akhlak juga merupakan mutiara hidup yang membedakan
manusia dengan makhluk lainnya. Tanpa akhlak, manusia akan
kehilangan derajat kemanusiaannya yang mulia dan akan turun ke
derajat bintang, atau bahkan lebih rendah lagi. Sebab dengan potensi
akal manusia bisa berbuat lebih hina dan lebih jahad daripada
binatang.34
Ibnu Miskawaih (w 421 H), pengarang kitab Tahdzibi al-
Akhlak sebagaimana dikutip oleh Muhammad Fauqi Hajjaj
menyebutkan tujuan ilmu ini ketika menyinggung tujuannya menulis
kitab tersebut. Ia mengatakan: “Tujuan kami menyusun kitab ini
adalah agar diri kita memperoleh moralitas (khuluq) yang membuat
seluruh perbuatan kita terpuji sehingga menjadikan diri kita pribadi
yang mudah, tanpa beban dan kesulitan.” Dengan bahasa lain, ilmu

32
Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, ( Jakarta : CV Pedoman Ilmu Jaya, 1998 ). h. 28
33
Haydar Putra Daulay, Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 17
34
Didik Ahmad Supadi dan Sarjuni, Pengantar Studi Islam, ( Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2011), h. 219-220
32

ini menurut visi Ibnu Miskawaih bertujuan agar manusia


menjalankan perilaku yang baik dan santun tanpa unsur ketertekanan
maupun keberatan Menurut penulis, tujuan pedidikan akhlak ialah
melahirkan peserta didik yang tidak hanya kaya akan ilmu
pengetahuan saja, melainkan juga memiliki akhlak yang baik, baik
terhadap orang tua, guru, keluarga, teman dan lain sebagainya. Hal
itu terjadi ketika moralitas yang baik ini telah menjadi „malakah‟
(talenta) yang menancap kokoh dalam diri hingga menjadi karakter
dirinya.35

B. Hasil Penelitian Relevan


Berikut ini peneliti sajikan beberapa penelitian yang menyangkut tentang
nilai–nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surah–surah di al-
Qur‟an. Peneliti–peneliti tersebut digunakan sebagai acuan dan referensi
untuk memahami nilai–nilai pendidikan akhlak yang akan menjadi obyek
dalam penelitian ini.
Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini diantaranya adalah:
1. Komarullloh Azami dalam skripsinya yang berjudul “ Nilai–Nilai
Pendidikan Akhlak Dalam Surat Al-Mujadalah Ayat 11-12 (Kajian Tafsir
Maudhu‟I)” (Skripsi UIN 2014). Penelitian mengkaji tentang pendidikan
akhlak yang terdapat dalam surat al-Mujadalah ayat 11-12 dengan
menggunakan library research.
2. Nurfajriyah dalam skripsinya yang berjudul “Nilai–Nilai Pendidikan
Akhlak Presfektif Al-Qur‟an (Tela‟ah Surat Luqman Ayat 12-19)
((Kajian Tafsir Tahlili)” (Skripsi UIN 2013). Peneliti ini mengkaji
tentang pendidikan akhlak yang terdapat dalam surat Luqman ayat 12-19
dengan menggunakan library research.
3. AAB Abdurrahman dalam skripsinya Pendidikan Akhlak Dalam Al-
Qur‟an (Studi Ayat Surat Luqman Ayat 17) (Kajian Tafsir Tahlili)
(Skripsi UIN 2013). Peneliti ini mengkaji tentang pendidikan akhlak
35
Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam dan Akhlak, (Jakarta: Amzah, 2011), h. 224.
33

yang terdapat dalam surat Luqman ayat 17 dengan menggunakan library


research.
Persamaan peneliti Komarulloh Azami, Nufajriyah, dan AAB
Abdurrohman dengan penelitian ini terletak pada objek yang dikaji yaitu
sama-sama meneliti tentang pendidikan akhlak, sedangkan perbedaannya
terletak pada al-Qur‟an yang dikaji. Peneliti Komarulloh Azami meneliti
tentang surat Al-Mujadalah ayat 11-12, Nufajriyah surat Luqman ayat 12-19,
dan AAB Abdurrohman asurat Luqman ayat 17, sedangkan penulis meneliti
tentang surat Al-Insyirah.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan Waktu Penelitian


1. Objek Penelitian
Objek yang di bahas dalam penelitian ini adalah mengenai nilai-nilai
akhlak yang terkandung dalam sural Al-Insyirah ayat 1-8.
2. Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian yang dilalui penulis dalam penelitian ini
selama satu semester terhitung dari bulan Agustus 2017 sampai bulan
April 2019.

B. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif dengan menggunakan metode deskriprif analisis yang
menggunakan tehnik analisis kajian melalui studi kepustakaan (Library
Research).
Mengenai analisis data, menurut Imam Gunawan, “analisis data kualitatif
sesungguhnya sudah dimulai saat peneliti mulai mengumpulkan data, dengan
cara memilah mana data yang sesungguhnya penting atau tidak. Ukuran
penting atau tidaknya mengacu pada kontribusi data tersebut pada upaya
menjawab fokus penelitian”.1
Karena penelitian ini merupakan penelitian tafsir, dalam meneliti ayat-
ayat al-Qur’an dengan mengacu pada pandangan al-Farmawi yang dikutip
Abudin Nata bahwa metode tafsir yang bercorak penalaran (bukan jalur
riwayat) ini terbagi empat macam metode, yaitu: tahlili , ijmali, muqarin,
danmaudu’i.

1
Imam Gunawan,MetodePenelitianKualitatifTeoridanPraktik, (Jakarta: BumiAksara, 2013),
h. 209

35
36

Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah


menggunakan analisis metode tafsir at-Tahlili. Metode tafsir tahlili adalah
satu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-
ayat al-Qu’an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-
ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum di dalam mushaf. Dalam hubungan ini
, mufassir mulai dari ayat keayat berikutnya, atau dari surat kesurat di dalam
mushaf.2
Dengan demikian, tafsîr tahlilî merupakan suatu metode yang bermaksud
menguraikan dan menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur`ân dari seluruh
isinya, sesuai dengan urutan yang ada dalam al-Qur`ân.

C. Fokus Penelitian
Menurut Sugiyono,”batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut
fokus, yang berisipokokmasalah yang masih bersifat umum”.3 Dengan
melihat pendapat Sugiyono, maka penulis mencantumkan apa yang terdapat
dalam batasan masalah menjadi focus penelitian dalam penulisan masalah ini.
Adapun focus penelitian ini adalah mengenai nilai-nilai akhlak yang terdapat
dalam al-Qur’an surat al-Insyirah.
Jadi, dalam penelitian ini penulis bermaksud mencari nilai-nilai akhlak
yang terkandung dalam ayat tersebut, dengan mencari data-data dan sumber-
sumber yang membahas mengenai surat al-Isyirah.

D. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian tafsir yang menggunakan metode tafsir tahlili. Ada
beberapa prosedur atau langkah yang harus diperhatikan. Mengacu pada
penjelasan Abuddin Nata dalam buku Studi Islam Komprehensif, maka
prosedur penelitian tafsir surat al-Insyirah adalah sebagai berikut:

2
AbudinNata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h.219
3
Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, kualitatif dan R&D, (Bandung
:Alfabeta, 2008), h. 285-286
37

1. Memulai penjelasan dari kosa kata yang terdapat pada surat al-
Insyirah. Pada tahap ini penulis memulai dengan menjelaskan
kosakata yang terdapat dari masing-masing ayat yaitu surat al-
Insyirah dengan mengacu pada kitab-kitab tafsir.4
2. Setelah menjelaskan kosa kata ayat per ayatnya, kemudian penulis
menjelaskan munasabah ayat dalam surat al-Insyirah. Hal ini
sangat dibutuhkan untuk mengetahui kejelasan makna ayat.5
3. Menjelaskan makna yang terkandung dalam surat al-Insyirah
dengan dibantu dari penjelasan dari ayat lain, hadits Rasulullah
SAW, atau ilmu pendidikan yang berkaitan dengan dengan ayat
tersebut. Dalam tahap ini penulis akan mencoba menjelaskan
makna yang terkandung dalam surat al-Insyirah dengan
menggunakan literatur dari kitab tafsir, kemudian hadits-hadits
Rasulullah yang berkaitan dengan makna ayat tersebut, dan juga
buku-buku penunjang seperti buku-buku pendidikan yang
membicarakan seputar makna ayat tersebut. Selain itu, pada tahap
ini juga penulis menganalisis kajian tentang nilai-nilai pendidikan
akhlak yang terkandung dalam ayat tersebut.6
4. Setelah menjelaskan makna ayat dan menganalisisnya, selanjutnya
adalah menarik kesimpulan dari surat al-Insyirah .kesimpulan dari
penelitian ini berkaitan dengan tentang apa saja kandungan ayat
surat al-Insyirah kemudian bagaimana analisis tentang nilai-nilai
pendidikan akhlak dalam ayat tersebut.7
Dalam metode tafsîr tahlilî, para mufassir menguraikan makna
yang dikandung oleh al-Qur`ân ayat demi ayat dan surat demi surat,
sesuai urutan di dalam muşhaf. Dalam penelitian ini, uraian ayat dan
surah yaitu surah al-Insyirah. Uraian ayat tersebut termasuk berbagai

4
Abudin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta :Prenada Media Group, 2011), h. 169
5
Ibid, h. 169
6
Ibid, h. 169
7
Ibid, h. 169
38

aspek yang dikandung oleh surah al-Insyirah yang ditafsirkan dengan


pengertian/makna kosa kata, konotasi kalimat, kaitannya dengan ayat
lain, baik sebelum atau sesudahnya (munâsabah ayat), dan pendapat-
pendapat yang telah diberikan berkenaan dengan tafsiran surat Al-
Insyirah baik yang disampaikan oleh Nabi, sahabat, para tâbi’in
maupun tafsir lainnya.
Sedangkan untuk metode pembahasan skripsi ini penulisan
menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu:
1. Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengumpulkan data dari
buku-buku dan sumber yang terdiri dari sumber primer (pokok) dan
sumber sekunder (pendukung). Adapun sumber primer dalam
penulisan skripsi ini adalah:
a. Al-Qur’an dan terjemahnya.
b. Tafsir para ulama:
1) Tafsir al-Misbah
2) Tafsir Ibnu Katsir
3) Tafsir al-Maraghi
4) Tafsir Departemen Agama RI
Sedangkan untuk sumber sekundernya adalah buku-buku
pendidikan Islam dan buku yang relevan dengan pembahasan
dalam penelitian skripsi ini yaitu meliputi buku-buku pendidikan,
dan pendidikan akhlak.
BAB IV
HASIL ANALISIS

A. Tafsir Surat Al-Insyirah Ayat 1-8


1. Teks Ayat dan Terjemahan

            

              

      


Artinya: “Bukankah Kami telah melapangkan untukmu (Muhammad)
dadamu, dan (bukankah) Kami telah menghilangkan darimu bebanmu,
yang memberatkan punggungmu. Dan Kami tinggikan bagimu sebutan
(nama) mu. Karena sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
Sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila
kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-
sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Rabb-mulah hendaknya
kamu berharap."

2. Kosa Kata Ayat


ُ‫ نَ ْش َرح‬merupakan fi‟il mudhari dengan dhomir nahnu. Adapun akar
katanya adalahُ ‫ َش َرح‬yang artinya menjelaskan.1 Dengan demikian ُ‫نَ ْش َرح‬
berarti kami menjelaskan.
ُ‫ص ْدر‬ 2
َ merupakan masdar dari kata shodaro yashduru yang artinya
dada. Adapun huruf kaf setelah kata shodrun merupakan dhomir anta
yang berarti dadamu.

1
Ahmad Warson Munawwir, al- Munawwir Kamus Arab –Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka
Progressif, 1984), h. 707
2
al-Munjid, Kamus al-Munjid fil lughah wal a’lam, (Beirut : Al-Maktabah asy-Syarqiyyah,
1986), h. 418
38
39

ُ‫ ِو ْزر‬merupakan masdar dari akar kata wazara yaziru (seperti


hamala;himlan) yang artinya adalah memikul beban berat3. Adapun kaf
juga seperti dalam kata shodrok yang artinya adalah bebanmu.
ُْ ‫ ي‬merupakan masdar dari kata yasaro yang artinya adalah
‫سرًا‬
َ ‫ فَ َر ْغ‬, merupakan fi‟il mudhari dalam
kemudahan4. Selanjutnya adalah ُ‫ت‬
bentuk anta akar kata dari faragha yang berarti kosong5

3. Asbabunuzul
Menurut Imam Suyuthi ayat ke-1 sampai dengan ayat ke-8 dari surat
al-Insyirah diturunkan ketika orang-orang musyrik menghina dan
memperolokkan kekafiran dan kemiskinan kaum muslimin. Kerena itu,
surat ini diturunkan sebagai tasliyah(penghibur hati) bagi Rasulullah
SAW, dan pengikutnya.6
Surat ini menerangkan bahwa Allah telah menyiapkan Muhammad
untuk menjadi Rasul pembawa risalah. Karenanya Allah mencurahkan
nikmat-Nya yang berlipat ganda kepada Muhammad, Allah melapangkan
dada Muhammad hingga sanggup memikul beban yang berat.
Segala penderitaan yang dialami muhammad, akan berakhir dengan
kemenangan dan kelapangan. Allah menyuruh Muhammad supaya segera
menunaikan tugasnya, yaitu mengajarnya beribadah menyembah Allah. 7

3
Ahmad Warson Munawwir, al- Munawwir Kamus Arab –Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka
Progressif, 1984), h. 1555
4
Ibid, h. 1588
5
Ibid, h. 1049
6
A. Mudjab Mahalli, Asbabun Nuzul studi pendalaman Al-Qur’an (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002), h. 921
7
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Al Bayan Tafsir Penjelas Al-qur’anul karim,
(Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2002), h. 1561
40

4. Tafsir Surat Al-Insyirah Menurut Para Ahli Tafsir


a. Tafsir surat al-Insyirah ayat 1
Menurut Quraish Shihab Kata nasyrah terambil dari kata
syaraha yang antara lain berarti memperluas, melapangkan, baik
secara material maupun immaterial. Kalau kata ini dikaitkan dengan
sesuatu yang bersifat material, ia juga berarti memotong atau
membedah, sedangkan bila dikaitkan dengan yang bersifat non-
materi, ia mengandung makna membuka, memberi pemahaman,
menganugerahkan ketenangan, dan semajnanya.
Ada yang berpendapat bahwa ayat pertama di atas berbicara
tentang pembedahan dada Nabi Muhammad yang menurut riwayat
pernah dilakukan oleh para malaikat, baik dikala beliau remaja
maupun beberapa saat sebelum beliau di Isra dan Miraj-kan.
Pendapat ini antara lain dikemukakan oleh Mufasir an-Naisaburi.8
Huruf kaf yang merupakan pengganti nama yang dirangkaikan
dengan kata shaerahkandrldada sepintas terlihat dapat berfungsi
sebagai pengganti kata lakal untukmu. Namun, hal tersebut tidak
demikian karena kata untukmu di sini berfungsi mengisyaratkan
bahwa kelapangan dada yang diperoleh Nabi Muhammad saw. itu
merupakan satu kekhususan bagi beliau sehingga kelapangan serupa
tidak diperoleh oleh selain beliau. Makna yang ditarik ini lebih
diperkuat lagi dengan ditempatkannya kata tersebut sebelum kata
shadraka.
Kekhususan dimaksud bukan saja dari segi kadar atau
kapaetsitas kelapangan dada tetapi juga pada sun antara dua ayat
yang stansinya. Hal terakhir ini dapat terlihat melalui perbandingan
antara dua ayat yang berbicara tentang kelapangan dada. Masing-
masing yang dianugerahkan kepada Nabi Musa as. Dan Nabi
Muhammad saw.

8
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Jakarta : Lentera Hari, 2002), h. 408
41

Dari sini jelaslah bahwa apa yang diperoleh oleh Nabi


Muhammad saw. melebihi apa yang diperoleh Nabi Musa dan
demikian itu juga sedikit gambaran tentang makna yang dikandung
oleh kata lakal untukmu yang sepintas lalu terlihat dapat diambil
fungsinya oleh kata shadrakal dadamu.
Menurut tafsir Ibnu katsir Allah Ta‟ala berfirman “Bukankan
Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” Maksudnya, Kami
telah menerangi dadamu, yaitu dengan cahaya Kami. Dan Kami
jadikan dadamu lapang, lebar, dan luas. Yang demikian itu seperti
firmannya “Barang siapa yang Allah berkehendak untuk memberi
petunjuk kepadanya, maka Dia akan melapangkan dadanya untuk
Islam.” (QS.Al-An‟aam: 125). Dan sebagaimana Allah telah
melapangkan dada beliau, maka Dia pun menjadikan syari‟at-Nya
demikian lapang dan luas, penuh toleransi dan kemudahan, tidak
mengandung kesulitan, beban dan kesempitan. 9
Dalam tafsir al maraghi, sesungguhnya kami telah melapangkan
dadamu, hingga kamu bisa keluar dari kebingugan yang selama ini
menghantui pikirannmu oleh sebab keingkaran dan ketakaburan
kaummu hak yang yang kau bawa. Ketika itu kamu dalam
kebingungan dalam kebingungan mencari jalan untuk membawa
mereka ke jalan hidayah. Dan sekarang kamu telah beroleh petunjuk
tentang cara menyelamatkan mereka dari jurang kehancuran yang
nyaris menjerumuskan mereka.10
Dalam ayat ini Allah menyatakan bahwa dia melapangkan dada
Nabi-Nya dan menyelamatkan dari kebingungan yang
merisaukannya akibat kebodohan dan keras kepala kaumnya.
Mereka tidak mau mengikuti kebenaran, sedang Nabi saw. selalu
mencari jalan untuk melepaskan mereka dari lembah kebodohan.

9
Ibnu Katsir, buku Tafsir Al-Qur’an Ibnu Katsir Terj. dari Tafsir Al-Qur‟an Ibnu Katsir oleh
Abdurrahman Bin Muhammad, (Bogor: Pustaka Imam Syafi‟i, 2004), h. 497
10
Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al Maraghi, (Semarang : Toha Putra,1985), h.314
42

Sehingga ia menemui jalan untuk itu dan untuk menyelamatkan


mereka dari kehancuran yang sedang mereka alami. 11
Maksudnya Allah telah membersihkan jiwa Nabi saw. dari
segala macam perasaan cemas, sehingga dia tidak gelisah, tidak
susah dan tidak pula gusar. Dijadikan-nya selalu tenang dan percaya
akan pertolongan dan bantuan Allah kepadanya serta yakin bahwa
Allah yang menugasinya sebagai Rasul sekali-kali tidak akan
membantu musuh-musuhnya.12
b. Tafsir surat al-Insyirah ayat 2
Kata wadha’na / kami telah menanggalkan berbentuk kata kerja
masa lampau. Bentuk demikian menjadi alasan yang kuat dari
pendapat yang menyatakan bahwa “ pertanyaan”ayat pertama surah
ini tidak dimaksudkan sebagai pertanyaan, tetapi penegasan tentang
telah dilapangkannya dada Nabi Muhammad saw.
Disebutkannya kelapangan dada sebagai anugerah Allah tidak
harus dan tidak hanya mungkin disebabkan adanya “keluh kesah”
menyangkut misi dakwah, tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor
lain. Menurut sekian banyak riwayat yang dikemukakan oleh banyak
ahli tafsir, antara lain Ibn Katsir, bahwasanya menjelang turunnya
ayat-ayat surat ini Nabi Muhammad saw. membanding-bandingkan
keadaanya dengan keadaan nabi terdahulu,kemudian mengajukan
suatu permohonan yang sebenarnya “kecil” dibandingkan dengan
anugerah yang telah diperolehnya. Nah, ketika itu turun ayat-ayat
ini. Dari riwayat ini jelas tidak ada keluh kesah menyangkut dakwah
sehingga pendapat yang dikemukakan oleh Sayyid Quthub tidak
beralasan.13

11
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta : Departemen RI, 1990), h.735-
736
12
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta : Departemen RI, 1990), h.736
13
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Jakarta : Lentera Hati, 2002), h. 411-412
43

Firman Allah ta‟ala “Dan kami telah menghilangkan dari


padamu bebanmu,” mempunyai pengertian “Supaya Allah memberi
ampunan kepadamu akan dosa yang telah engkau perbuat dulu dan
yang akan datang.” (QS. Al-Fath : 2).14
Kami telah meringankan bebanmu yang berat, yaitu beban
risalah, supaya kamu bisa menyampaikain. Oleh sebab itu Kami
mudahkan bagimu penyampaiannya, dan jiwa menjadi tenang dan
ridha. Sekalipun engkau mendapatkan perlakuan jelek dalam
menyampaikan dari orang-orang yang menjadi kewajiban risalahmu.
Keridhaanmu dalam bertabligh tidak ubahnya keridhaan seorang
ayah yang bekerja keras demi anak-anaknya. Ia mengasuh dan
memelihara anak-anaknya dengan penuh perhatian. Betapapun berat
beban yang dipikulnya, ia memandang enteng beban tersebut karena
rasa kasih sayang terhadap anak-anknya. Berkorban demi
keselamatan dan kelangsungan hidup mereka dan menanggung
beban penderitaan dengan hati yang rela. Demi anak-anaknya, tidak
ada ada sesuatu yang dirasa berat.15
Dalam ayat ini Allah mengungkapkan bahwa Dia berkenan
meringankan beban yang dipikulkan kepada Nabi-Nya dalam
menunaikan penyebaran risalah-Nya sehingga dengan mudah ia
dapat menyampaikan kepada manusia, dengan jiwa yang tentram
menghadapi tantangan musuh-musuhnya walaupun kadang-kadang
tantangan itu berbahaya. 16
c. Tafsir surat al-Insyirah ayat 3
Kata anqadha terambil dari kata naqidh. Beban berat yang
dipikul dengan menggunakan kayu atau bambu sering kali
melahirkan suara yang terdengar bersunber dari alat oikul itu. Suara
tersebut dinamai naqidh. Ayam betina ketika selesai bertelur,

14
Ibnu Katsir, op. cit., h.497
15
Ahmad Mushthafa al-Maraghi, op. cit., h.314
16
Departemen Agama RI, op.cit., h.736
44

biasanya berkotek, itu dilukiskan dengan kalimat intaqadhat ad-


dajajah. Dari ayat ini dapat diketahui betapa berat beban yang
dipikul oleh Nabi Muhammad sampai-sampai punggung beliau
bersuara seperti suara kayu atau bambu yang dilukiskan di atas.
Penulis tidak cenderung menerima pendapat pertama karena,
walaupun wafatnya kedua pendukung utama beliau itu merupakan
suatu beban yang cukup berat, bukankah semua orang dapat
mengalami hal yang serupa dan dapat pula pada akhirnya melampaui
krisis semacam itu? Rasanya kecil beban untuk dicatat dalam al-
Quran sebagai anugerah Allah swt. Kepada beliau, apalagi bila,
dibandingkan dengan anugerah yang dikandung oleh ayat pertama
dan ayat keempat berikut. Demikian juga dengan pendapat kedua
karena, sampai akhir hayat beliau, wahyu-wahyu yang diterimanya
selalu merupakan wahyu-wahyu yang “berat”, dan yang tidak jarang
mencucurkan keringat, bahkan menjadikan rambut beruban
sebagaimana yang beliau akui sendiri, “Surah Hud menjadikan aku
tua,” demikian pengakuan Rasul.
Pendapat ketiga dikemukakan antara lain oleh syaikh
Muhammad „Abduh. Menurutnya, beban yang berat itu adalah beban
psikologis yang kebinasaan, tapi beliau tidak mengetahui apa jalan
keluar yang tepat. Beban yang berat disini semakna dengan
kandungan kata dhallan yang terdapat pada surah adh-Dhuha,
sedangkan keringanan yang beliau peroleh sama dengan kandungan
kata hada dalam surah tersebut. Pendapat inilah hemat penulis yang
paling tepat.17
“Yang memberatkan punggungmu?” Kata al Inqadu disini
berarti suara. Dan lebih dari satu ulama Salaf yang mengenai firman-
Nya, “Yang memberatkan punggungmu.” Mengatakan: Yakni yang
bebannya telah memberatkanmu.18
17
M. Quraish Shihab, op. cit., h. 412-413
18
Ibnu Katsir, op. cit., h. 487
45

d. Tafsir surat al-Insyirah ayat 4


Kata rafa’a berarti mengangkat atau meninggikan, baik
objeknya sesuatu yang bersifat material (gunung atau bukit)
sebagaimana QS.al-Baqarah surat ke 2 : 63 dan 93) maupun
immaterial seperti derajat dan kedudukan sebagaimana QS. Az-
Zukhruf surat ke 43 : 32).
Kata dzikr/zikir menurut pengertian bahasa adalah menghadirka
sesuatu dalam benak, baik diucapkan dengan lisan maupun tidak,
dan baik ia bertujuan untuk mengingat kembali apa yang telah
dilupakan maupun untuk lebih memantapkan sesuatu yang tetap
dalam ingatan.
Dengan keistimewaan tersendiri yang disandang oleh Nabi
Muhammad saw. –sekali lagi melalui hakikat tersebut kita dapat
memahami mengapa ayat diatas, sebagaimana hanya ayat pertama,
menggunakan laka. Kata tersebut mengandung isyarat bahwa
anugerah yang dilimpahkan itu merupakan kekhususan bagi beliau
yang tidak diperoleh selain beliau.19
Firman Allah “Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu,
“ Mujahid mengatakan, “ Aku tidak disebut melainkan disebutkan
bersamaku kesaksian bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi
dengan benar selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah Rasulullah.” Qatadah mengatakan, “Allah meninggikan
sebutan beliau di dunia dan di akhirat. Tidak ada khatib, orang yang
mengucapkan syahadat dan juga orang yang mengerjakan shalat
melainkan menyebutkan kesaksian: “Aku bersaksi bahwa tidak ada
ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan
Muhammad adalah Rasul Allah.20
Kemudian kami jadikan dirimu berkedudukan dan bermartabat
tinggi serta berkemampuan luas. Lalu derajat apakah yang lebih
19
M. Quraish Shihab, op. cit., h. 414-416
20
Ibnu Katsir, op. cit.,, h. 497
46

mulia dri pangkat kenabian yang telah Allah anugerahkan


kepadamu? Dan peringatan apalagi yang lebih mendatangkan
kesadaran dari pada kenyataan yang engkau terima sekarang, yaitu
dengan bertambah banyaknya pengikutmu yang menuruti perintah-
perintahmu di seluruh penjuru bumi. Mereka menjauhi larangan-
larnganmu. Berlaku taat kepadamu mendatangkan keuntungan dan
membangkang kepadamu berarti suatu kerugian yang nyata. 21
Dalam ayat ini, Allah menerangkan pula bahwa Dia mengangkat
derajat Nabi-Nya, meninggikan kedudukannya dan memperbesar
pengaruhnya. Apakah ada pangkat yang lebih mulia dari pangkat
nubuah yang telah dianugerahkan Allah kepadanya? Apakah ada
yang lebih utama dari tersebarnya ke seluruh dunia pengikut-
pengikut yang yang setia yang patuh menjalankan perintah-
perintahnya serta menjauhi larangan-larangannya.22
e. Tafsir surat al-Insyirah ayat 5 dan 6
Kata . al-usr digunakan untuk sesuatu yang sangat keras atau
sulit atau berat. Seorang wanita yang mengalami kesuulitan
melahirkan digambarkan dengan kata a‟sarat al-mar‟ah, unta yang
liar dinamai asir. Seorang yang kidal (menggunakan tangan kiri) yng
biasanya sulit digunakan secara baik oleh orang lain dinamai a‟sar.
Kata yusr digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang
mudah, lapang, berat kadarnya, atau banyak (seperti harta). Dari
pengertian tersebut berkembang arti-arti yang terkadang terlihat
semacam bertolak belakang.sesuatu yang sedikit sehingga mudah
diangkat dinamai yasir, perjudian yang merupakan caraq mudah
untuk memeroleh harta dinamai maisir, kekayaan yang memberi
kelapangan kepada seseorang dinamai yasar. Demikian juga tangan
kiri yang mudah “bekerja” karena bantuan tangan kanan. Alhasil
yusr adalah antonim usr.
21
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, op. cit., h. .315
22
Departemen Agama RI, op. cit., h. 737
47

Dalam ayat 5 dan 6 ini bermaksud menjelaskan salah satu


sunnah-Nya yang bersifat umum dan konsisten, yaitu “setiap
kesulitan pasti disertai atau disusul oleh kemudahan selama yang
bersangkutan bertekad untuk menanggulanginya.” Ini dibuktikan-
Nya antara lain dengan contoh kongkret pada diri pribadi Nabi
Muhammad saw.23
Dalam ayat ini Allah mengungkapkan bahwa sesungguhnya di
dalam setiap kesempitan disitu terdapat kelapangan dan di dalam
setiap kekurangan sarana untuk mencapai suatu keinginan di situ
pula terdapat jalan keluar, jika seseorang dalam menuntut sesuatu
tetap berpegang pada kesabaran dan tawakkal kepada Tuhannya. Ini
adalah sifat Nabi saw. baik sebelum beliau diangkat menjadi Rasul
maupun sesudahnya, ketika beliau terdesak menghadapi tantangan
kaumnya.24
Firman Allah ta‟ala “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu
ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan.” Allah Ta‟ala memberitahukan bahwa bersama
kesulitan itu terdapat kemudahan. Kemudian Dia mempertegas berita
tersebut. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Hasan , dia berkata: Nabi
SAW pernah keluar rumah pada suatu hari dalam keadaan senang
dan gembira, dan beliau juga dalam keadaan tertawa seraya
bersabda: “Satu kesulitan itu tidak akan pernah mengalahkan
kemudahan, satu kesulitan itu pasti terdapat kemudahan,
sesungguhnya bersama kesulitan itu terdapat kemudahan.”
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kesulitan itu dapat
diketahui pada dua keadaan, dimana kalimatnya dalam bentuk
mufrad (tunggal). Sedankan kemudahan (al-yusr) dalam bentuk
nakirah (tidak ada ketentuannya) sehingga bilangannya bertambah

23
M. Quraish Shihab, op. cit., h. 416-417
24
Departemen Agama RI, op. cit., h. 738
48

banyak. Oleh karena itu, beliau bersabda, “Satu kesulitan itu tidak
akan pernah mengalahkan dua kemudahan.25
Sesungguhnya tidak ada kesulitan yang tidak teratasi. Jika jiwa
kita bersemangat untuk keluar dari kesulitan dan mencari jalan
pemecahan menggunakan akal pikiran yang jitu dengan bertawakkal
sepenuhnya kepada Allah niscaya kita akan keluar dan selamat dari
kesulitan ini. Sekalipun berbagai godaan, hambatan dan rintangan
datang silih berganti, namun pada akhirnya kita akan berhasil meraih
kemenangan.26
Jika kamu memiliki tekad yang bulat, upaya sungguh-sungguh
untuk melepaskan diri dari kesulitan, menghadapi segala kesulitan
dengan penuh kesabaran, kemudian tidak menyia-nyiakan
kesempatan baik yang ada, niscaya kamu akan beroleh kemenangan
dan keluar dengan selamat dari kesulitan ini.27
f. Tafsir surat al-Insyirah ayat 7
Kata faraghta terambil dari kata faragha yang berarti kosong
setelah sebelumnya penuh, baik secara material maupun immaterial.
Gelas yang tadinya penuh lalu diminum atau tumpah sehingga
kosong atau hati yang tadinya gundah dipenuhi oleh kerisauan
kemudian menjadi tenang dan plong, keduanya dapat digambarkan
dengan kata tersebut sebagaimana antara lain QS.al-Qashash surat ke
28 : 10. Seorang yang telah memenuhi waktunya dengan pekerjaan,
kemudian ia menyelesaikan pekerjaan tersebut, jarak waktu antara
selesainya pekerjaan pertama dan dimulainya pekerjaan selanjutnya
dinamai faragh.
Kata fa-nshab terdiri dari rangkaian huruf fa’, yang biasa
diterjemahkan maka, dan inshab, yang merupakan bentuk perintah

25
Ibnu Katsir, op. cit., h. 498
26
Ibid, h. 317
27
Ibid, h.318
49

dari kata nashaba. Kata nashaba ini pada mulanya berarti


menegakkan sesuatu sehingga nyata dan mantap. 28
Firman Allah Ta‟ala “ Maka apabila kamu telah selesai (dari
sesuatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan)
yang lain.” Maksudnya, jika engkau telah selesai mengurus berbagai
kepentingan dunia dan semua kesibukannya serta telah selesai
mengurus berbagai kepentingan dunia dan semua kesibukannya serta
telah memutus jaringannya, maka bersungguh-sungguhlah untuk
menjalankan ibadah serta melangkahlah kepadanya dengan penuh
semangat, dengan hati yang kososng lagi tulus, serta niat karena
Allah.29
Jika kamu telah selesai melakukan suatu pekerjaan, maka
bersungguh-sungguhlah kamu untuk melakukan pekerjaan lainnya.
Sesungghunya dalam kesabaran itu ada kenikmatan yang
menyenangkan dan melapangkan dada.30
g. Tafsir surat al-Insyirah ayat 8
Kata fa-rghab terambil dari kata raghiba. Ia digunakan untuk
menggambarkan kecendrungan hati yang sangat mendalam kepada
sesuatu. Baik untuk membenci maupun untuk menyukai. Apabila kata
tersebut digandengkan dengan „an, ia berarti benci/tidak suka.
Sementara ulama menduga keras bahwaq makna asal dari kata
tersebut adalah keluasan. Kolam yang luas, timba yang besar,
anugerah atau pemberian yang banyak, sifat loba/tamak yang
meluap-luap, kesemuanya digambarkan dengan kata yang berakar
pada kata raghiba. Dari sini, tidak heran jika kecintaan atau
kebencian yang besar dilukiskan pula dengan menggunakan akar
kata yang sama.

28
M. Quraish Shihab, op. cit., h. 416-417
29
Ibnu Katsir, op. cit., h.499
30
Ibid, h. 318
50

Kata fa-rghab. Ini memberi penekanan khusus menyangkut


perintah berharap itu. Yakni, hendaknya harapan dan kecendrungan
yang mendalam itu hanya tertuju kepada Allah swt. Semata,
Memang, seseorang dapat saja menggantungkan harapan kepada
orang lain, keinginan dan kecintaan dapat pula tertuju kepada selain
Allah, itu semua tidak terlarang, tetapi kecendrungan hati dan
kecintaan yang sifatnya mendalam dan besar, hendaknya hanya
ditunjukan kepada Allah semata.31
Dan dari Ibnu Ma‟ud: “Dan hanya kepada Rabb-mu lah
hendaknya kamu berharap”. setelah selesai shalat yang engkau
kerjakan sedang engkau masih dalam keadaan duduk. “Ali bin Abi
Thalhah meriwayatkan dari Ibu Abbas, ia berkata: “Dan jika engkau
telah selesai, maka bersungguh-sungguhlah, yakni dalam berdoa.32
Janganlah kamu mengharapkan pahala dari pekerjaanmu,
melainkan hanya kepada Allah semata. Sebab hanya Dia-lah yang
wajib kita sembah dan kita mohonkan kemurahan-Nya.33

B. Analisis Temuan Nilai-Nilai Akhlak dalam Surat al-Insyirah


1. Ikhlas
Pada ayat yang pertama merupakan ayat dalam bentuk istifham, ayat
tersebut diawali dengan kata bukankan Kami telah melapangkan untukmu
(Muhammad) dadamu. Ayat ini mengindikasikan terdapat sikap ikhlas
yang tertera dari ayat tersebut. Lapang dada merupakan bahasa kiasan dari
rasa ikhlas dari suatu peristiwa.
Ikhlas berasal dari kata khalasa artinya bersih atau murni . Dalam
kamus bahasa Indonesia ikhlas artinya rela, sukarela, tulus.34 Menurut

31
M. Quraish Shihab, op. cit., h. 422
32
Ibnu Katsir, op. cit., h. 499
33
Ibid, h..318
34
Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2006), h. 243
51

ikhlas artinya melakukan sesuatu dengan suka rela tanpa mengharapkan


suatu imbalan.
Ikhlas adalah melakukan amal, baik perkataan, maupun perbuatan
ditujukan untuk Allah SWT semata. Allah SWT dalam al-Quran
memrintahkan kita untuk ikhlas dalam beribadah seperti dalam firmanNya
dalam QS Yunus : 105

         
Artinya: “dan (aku telah diperintah): "Hadapkanlah mukamu kepada
agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu Termasuk orang-
orang yang musyrik”.
Allah juga berfirman dalam ayat lain, dalam QS Albayyinah : 5

             

   


Artinya:“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat;
dan yang demikian Itulah agama yang lurus.”
Oleh karena itu, bagi seorang muslim sejati makna ikhlas adalah
ketika ia mengarahkan seluruh perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya
untuk Allah mengharap ridhaNya, dan kebaikan pahalanya tanpa melihat
pada kekayaan dunia, tampilan, kedudukan, kemajuan atau kemunduran.
Dan inilah yang terdapat dalam ayat ini, bahwa kita diperintahkan untuk
selalu memiliki sifat ikhlas.
2. Sabar
Pada ayat kelima memiliki arti yaitu sesungguhnya, sesudah kesulitan
itu ada kemudahan, kemudian diperkuat pada ayat ke enam yaitu
Sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Ayat ini
mengindikasikan terdapat sikap sabar yang tertera dari ayat tersebut.
Allah memberikan kita ujian berupa kesulitan supaya kita bersabar
52

menghadapi cobaan yang Allah berikan. Hal ini menunjukkan bahwa


bagaimanapun sulitnya, akhir setiap kesulitan adalah kemudahan.”dari sini
kita dapat mengambil pelajaran, “Badai pastilah berlalu, yakni setelah
kesulitan pasti ada jalan keluar.” Asalkan kita mau bersabar dan memohon
kepada-Nya.
Sabar dalam bahasa Arab berarti ash shobru dan dalam bahasa inggris
berarti patient. Secara etimologi, sabar berarti teguh hati tanpa mengeluh
ditimpa bencana. Yang dimaksud dengan sabar menurut pengertian Islam
ialah tahan menderita sesuatu yang tidak disenangi dengan ridha dan ikhlas
serta berserah diri kepada Allah.35
Menurut a-Asfahani, sabar adalah upaya menahan diri berdasarkan
tuntutan segala sesuatu yang harus ditahan menurut pertimbangan akal dan
agama, atau menahan diri dari segala sesuatu yang harus ditahan menurut
pertimbangan akal dan agama.36
Sabar membentuk jiwa manusia menjadi kuat dan teguh tatkala
menghadapi bencana (musibah). Jiwanya tidak bergoncang, tidak gelisah,
tidak panik, tidak hilang keseimbangan. Hatinya tabah menghadapi
bencana itu, tidak berubah pendiriannya. Tak ubahnya laksana batu karang
ditengah lautan yang tidak bergeser sedikit juapun tatkala dipukul oleh
ombak dan gelombang yang bergulung-gulung.37
Menurut Al-Qur‟an, orang mukmin yang benar-benar bertakwa adalah
orang yang bisa bersabar ketika menghadapi kesulitan dan penderitaan.
Mereka mampu bersyukur ketika mendapatkan berbagai macam
kenikmatan, sehingga mampu mempergunakannya untuk sesuatu yang
diridhai-Nya dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh umat manusia. 38

35
Azhrudin dan Hasanuddin, Pengantar Study Akhlak, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2004, h.228
36
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Bayan, (Semarang : PT Pustaka
Rizki Putra, 2002), h.188
37
Azhrudin dan Hasanuddin, op. cit., h.228
38
Didin Hafidhuddin, Membentuk Pribadi Qurani (Jakarta : Penerbit Harakah, 2002), h. 214
53

Al-Qur‟an al-Karim memberikan perhatiannya yang begitu tinggi


terhadap sabar, demikian pulalah perhatian sunah (hadits) terhadap sifat
utama ini. Dalam firman Allah Q.S Albaqarah : 156 disebutkan
bahwasanya ketika kita mendapat suatu musibah maka kita dianjurkan
untuk mengucapkan :

          

Artinya: “ (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka


mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun (Sesungguhnya
Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali.”
Sabar menurpakan suatu akhlak yang terpuji karena apabila kita
bersabar niscaya Allah serta senantiasa selalu memohon kepada-Nya pasti
Allah akan memberinya ganjaran yang lebih baik atas kesabarannya dan
akan menggatikan kesedihannya dengan kebahagiaan.
Terdapat di dalam Shahih Muslim : Dari Umar bin Katsir bin Aflah, ia
berkata, “Aku dengar Ibn Sufainah menceritakan bahwa ia telah
mendengar Ummu Salamah, isteri Nabi SAW berkata : „Aku telah dengar
Rasulullah saw bersabda. “Tidaklah seorang hamba ditimpa suatu
musibah, lalu berkata, „Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya
kepada-Nya kami kembali. Ya Allah berilah aku ganjaran atas musibah ini
dan gantilah untukku yang baik darinya, „kecuali diberi oleh Allah
ganjaran pahala atas musibah itu dan digantikan baginya yang lebih baik
daripadanya.”39
Adapun pada ayat ini sabar di atas merupakan sabar Sabar dalam
melaksanakan ketaatan kepada Allah. alam melaksanakan ketaatan
diperlukan kesabaran dalam 3 hal:
a. Sebelum melakukan ibadah dengan meluruskan niat, ikhlas dan
menahan dari riya.

39
Asma „ Umar Hasan Fad‟aq, Mengungkap Makna & Hikmah Sabar (Jakarta: PT.Lentera
Basritama, 1999), h. 38
54

b. Ketika melaksanakan ibadah agar tidak lalai hatinya dari Allah dan
tidak malas dalam melaksanakan sesuai ketentuannya
c. Setelah melaksanakan ibadah, dengan tidak menampakkan
kesombongan , riya, ujub(berbangga diri) dan hal-hal lain yang dapat
membatalkan pahala ibadah.
Artinya melalui ayat ini perintah kesabaran sudah sangatlah jelas.
Janji Allah akan setiap kebahagiaan hamba-Nya setelah adanya kesulitan.
Dengan demikian sebagai hamba-Nya untuk selalu sabar dalam setiap
apapun yang terjadi.
3. Kerja Keras
Pada ayat ke 7 memiliki makna Maka apabila kamu telah selesai (dari
sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,
Ayat ini mengindikasikan terdapat sikap kerja keras yang tertera dari ayat
tersebut. Kerja keras merupakan suatu aktifitas yang dilakukan secara
sungguh-sungguh, yang didalamnya tak lepas dari unsur ketekunan,
keuletan, dan ketelitian, dengan adanya sifat tekun akan muncul optimis
dalam diri seseorang untuk mencapai cita-citanya. Dengan adanya sifat
ulet, manusia tidak akan mudah goyah dan putus asa dalam mengerjakan
apa yang ia lakukan. Dan melakukan pekerjaan unsur teliti juga tidak
boleh lepas dari dirinya, dengan sikap teliti maka apabila ada kesalahan
atau kekurangan bisa segera dicarikan solusinya.
Allah SWT menjadikan semua yang ada di bumi sebagai lapangan
untuk mencari rezeki atau kehidupan. Oleh karena itu, bertebaranlah
dimuka bumi ini untuk mencari anugerah dari Allah SWT. Al-Qur‟an
menganjurkan manusia agar bersikap disiplin dan menggunakan waktu
secara efektif dan efisien. Apabila seseorang ingin mengalami kesuksesan
dalam kehidupannya, salah satu modal utama adalah memiliki kerja keras
yang tinggi.
Kerja keras merupakan penggabungan dua kata yang berbeda yaitu
kerja dan keras dalam kamus bahasa Indonesaia kerja memiliki arti
55

aktifitas untuk melakukan sesuatu40, sedangkan keras memiliki arti kuat


dan tidak mudah peacah.41 jadi, kerja keras artinya adalah aktifitas untuk
melakukan sesuatu yang tidak mudah patah semangat.
Al-Quran selalu memotivasi setiap pemeluknya untuk senantiasa
berkreasi dan berinivasi. Bahkan, Islam memberi nilai yang lebih esensial,
yaitu sebuah kerja keras seharusnya dilandasi atas niat yang benar, serta
dasar bahwa prestasi kerjanya akan dinilai oleh Allah, Rasul dan umat
mukmin, sebagaimana ditunjukan oleh kata i‟mali yang berasal dari amila-
ya‟malu-„amalan.42
Anjuran Al-Qur‟an untuk kerja keras bisa dipahami di firman-Nya:

           

     


Artinya: “dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya
serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”
(QS. At-Taubah : 105).
Disamping itu, bekerja keras juga menjadi ciri seorang muslim yang
dicintai oleh Allah, sebagaimana dalam hadits:
Hadits ini secara jelas memberi apresiasi kepada setiap muslim yang
bekerja dan berusaha. Islam sangat membenci umatnya yang hanya
berpangku tangan menunggu belas kasihan orang lain. Islam tidak pernah
membatasi pekerjaan seseorang yang penting halal.43
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT Qs. Ar Ra‟d : 11

40
Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Gitamedia Pres, T.T), h. 426
41
Ibid, h. 424
42
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Al Bayan Tafsir Penjelas Al-Quran (Semarang : PT
Pustaka Rizki Putra, 2002), h. 83
43
Ibid, h. 84
56

             

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum


sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri “ (
QS. Ar Ra‟d :11)
Dengan demikian melalui ayat ini sebagai hamba-Nya yang bertaqwa
maka hendaknya selalu bersungguh-sungguh dalam mengerjakan setiap
pekerjaan kita. Demikian apabila telah selesai atau suatu pekerjaan maka
kembalilah untuk menyelesaikan pekerjaan lainnya dengan sungguh-
sungguh.
4. Tauhid
Pada ayat yang terakhir diawali dengan kata dan hanya kepada Rabb-
mulah hendaknya kamu berharap. Ayat ini mengindikasikan terdapat sikap
ketauhidan yang tertera dari ayat tersebut. Tauhid merupakan konsep
akidah Islam yang menyatakan keesaan Allah. Makna tauhid menjadikan
Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar.
Perintah untuk meminta apapun hanya kepada Allah mengindikasikan
bahwa hanya Allah lah tempat kita untuk meminta. Sebagaiman Firman
Allah dalam Qur‟an surat Ghofir ayat 60:

            

 

Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan


Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku[1326] akan masuk neraka
Jahannam dalam Keadaan hina dina".
Selanjutnya, seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT saja
yang memiliki hak uluhiyah terhadap semua makhlukNya. Hanya Dia SWT yang
berhak untuk disembah, bukan yang lain. Karena itu tidak diperbolehkan untuk
memberikan salah satu dari jenis ibadah seperti: berdoa, shalat, meminta tolong,
57

tawakkal, takut, mengharap, menyembelih, bernazar dan semisalnya melainkan


hanya untuk Allah SWT semata.
Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi
kehidupan manusia, karena tauhid menjadi landasan setiap amal yang
dilakukan. Hanya amal yang dilandasi tauhidullah menurut tuntunan Islam
yang akan menghantarkan manusia pada kehidupan yang baik dan
kebahagiaan yang hakiki di alam akhirat nanti.
Isma‟il Raji Al-Faruqi menyatakan bahwa keesaan Allah adalah
adalah prinsip utama ajaran Islam dan setiap prinsil hal yang Islamii.Itulan
prinsip bahwa Allah adalah tunggal secara mutlak, dan tertinggi secara
metafisis dan aksiologis, bahwa setiap sesuatu selain Dia adalah terpisah
dan berbeda dengan dia, dan merupakan ciptaan-Nya. Dialah sang
pencipta, dengan perintah-Nya segala sesuatu peristiwa terjadi. Dari
prinsip ini pula lahir kesatuan alam semesta, kesatuan kebenaran, kesatuan
pengetahuan, kesatuan hidup, dan kesatuan umat manusia.44 Allah SWT
berfirman,

             
Artinya: “yang demikian itu adalah Allah, Tuhanmu, Pencipta segala
sesuatu, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia; Maka
Bagaimanakah kamu dapat dipalingkan?”(QS. Al-Mumin:62)
Dengan demikian melalui ayat ini, kita diminta untuk selalu menaruh
harapan kita hanya kepada Allah. Dalam ini karena Allah lah yang Maha
segala-galanya atas hamba-hamba-Nya.

44
Didin Hafidhuddin, Membentuk Pribadi Qurani,(Jakarta : Harakah, 2002), h.136
58

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan Surat al-Insyirah ayat 1-8


Berdasarkan hasil temuan pada bab IV pada surat al-Insyirah ayat 1-8
maka peneliti mengambil kesimpulan:
1. Tafsir Surat al-Insyirah ayat 1-8 berisikan bahwa; pada surat al-Insyirah
ayat ke-1, Allah menyatakan bahwa Dia melapangkan dada Nabi-Nya
dan menyelamatkan dari kebingungan yang merisaukannya akibat
kebodohan dan keras kepala kaumnya. Selanjutnya pada ayat ke-2
Allah berkenan meringankan beban yang dipikul Nabi dalam
menunaikan penyebaran risalah-Nya sehingga dengan mudah ia dapat
menyebarkan kepada manusia. dilanjutkan pada ayat ke-3 bahwasanya
beban tersebut ialah beban yang dipikul nabi Muhammad SAW,
Adapun pada ayat ke-4 Dalam ayat ini, Allah menerangkan pula bahwa
Dia mengangkat derajat Nabi-Nya, meninggikan kedudukannya dan
memperbesar pengaruhnya. Pada ayat ke-5 dan ke-6, Allah
mengungkapkan bhawa setiap ada kesulitan pasti ada kemudahan dan
setiap kesempitan pasti ada jalan keluar, jika seseorang dalam menuntut
sesuatu tetap berpegang pada kesabaran dan tawakkal kepada
Tuhannya. Adapun pada ayat ke-7 Allah menerangkan jika engkau telah
selesai mengurus berbagai kepentingan dunia dan semua kesibukannya,
maka bersungguh-sungguhlah untuk menjalankan ibadah serta
melangkahlah kepadanya dengan penuh semangat, dengan hati yang
kososng lagi tulus, serta niat karena Allah. Adapun pada ayat ke-8
Allah memberikan penekanan bahwa harapan hendaknya tertuju kepada
Allah SWT.
59

2. Nilai-nilai akhlak pada surat al-Insyirah ayat 1-8 diantaranya:


a. Pada ayat yang pertama terindikasikan adanya pendidikan akhlak
terkait sifat ikhlas. Yaitu dari kalimat “Allah telah melapangkan”.
Kata lapang dada mengindikasikan agar setiap insan memiliki sifat
ikhlas.
b. Pada ayat kelima dan ke enam terindikasikan adanya pendidikan
akhlak yaitu sabar. Hal ini terindikasikan dari janji Allah bahwa
setelah ada kesulitan pasti ada kemudahan.
c. Lalu pada ayat ke 7, peneliti mengindikasikan adanya akhlak yaitu
kerja keras dan rajin. Hal ini terindikasikan dari perintah Allah
untuk menyelesaikan setiap pekerjaan dan urusan dengan sungguh-
sungguh
d. Adapun pada ayat yang terakhir terdapat perintah ketauhidan
dimana hanya kepada Allah lah hendaknya meminta suatu harapan.

B. Saran
1. Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia juga sebagai sumber ilmu
pengetahuan. Mempelajari dan menghayati isi kandungannya merupakan
kewajiban khusus bagi umat muslim. Salah satunya dengan cara
membaca, mengkaji, siran para ulama dan mempelajari penafsiran-
penafsira para ulama mengenai isi kandungan al-Qur’an.
2. Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-Insyirah
ayat 1-8 ini merupakan hal yang sangat penting dunia pendidikan dan
jika kita pelajari dan memahami lebih dalam lagi tentang makna yang
terkandung dalam ayat ini maka penulis yakin apa yang menjadi tujuan
dari seorang pendidik akan segera tercapai.
3. Penerapan nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-
Insyirah ayat 1-8 dalam proses pendidikan harus disesuaikan dengan
kondisi yang terjadi dalam proses pendidikan tersebut. Untuk bisa
menerapkan nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat
al-Insyirah ayat 1-8 sebaiknya seorang pendidik melihat dari semua
60

aspek yang berkaitan dengan pendiikan terutama peserta didik sebab


semua peserta didik memiliki karakter yang berbeda-beda.

C. Implikasi
Melalui penelitian ini pendidik diharapkan mampu melakukan
pembinaan akhlak terhadap peserta didik. Pendidikan akhlak seperti yang
terdapat dalam surat al-Insyirah ayat 1-8 yaitu akhlak Ikhlas, Sabar, Kerja
keras, dan Tauhid bisa diterapkan di sekolah.
61

DAFTAR PUSTAKA

Abdulloh, M. Yatimin, Studi Akhlak dalam Prespektif Al-Qur’an. Jakarta: Amzah,


2007.

Ahmad, Didik dkk, Pengantar Studi Islam. Jakarta, Raja Grafindo Persada: 2011

Alim, Muhammad , Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan


Kepribadian Muslim. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.

Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin akhlak keseharian. Jakarta: Republika Penerbit, 2011.

_________, Mihrab Kaum Arifin Terj. Raudhah al-Thalibin wa ‘Umdah al-


Salikin, oleh Masyhur Abadi. Surabaya : Pustaka Progressif, 2002.

Ali, Yunasril, Pilar-pilar Tasawuf. Jakarta : Kalam mulia, 2005.

Al-Maraghi Ahmad Mushthafa, Tafsir al Maraghi. Semarang : Toha Putra,1985.

Al-Munjid, Kamus al-Munjid fil lughah wal a’lam. Beirut : Al-Maktabah asy-
Syarqiyyah, 1986.

Al-Syaibani Omar al-Taumy, Falsafah Pendidikan Islam Terj. Jakarta : Bulan


Bintang, 1979.

Anwar, Rosihon, Akhlak Tasawuf. Bandung, Pustaka Setia, 2010.

Al-Syaibani Omar al-Taumy, Falsafah Pendidikan Islam Terj. Jakarta : Bulan


Bintang, 1979.

AS, Asmaran, Pengantar Studi Akhlak. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994.

Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Al Bayan Tafsir Penjelas Al-


qur’anul karim. Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2002.
62

Asma‘ Umar Hasan Fad’aq, Mengungkap Makna & Hikmah Sabar. Jakarta:
PT.Lentera Basritama, 1999.

Daulay, Haydar Putra, Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana, 2004.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta : Departemen RI, 1990.

Endarmoko, Eko, Tesaurus Bahasa Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka


Utama, 2006.

Erwin Wayan, Pengemis Tajir di Bali Dapat Rp 4 Jt Dalam Seminggu, Sosiolog:


Stop Beri Mereka Uang, diakses pada tanggal 20 Januari 2018, pukul 21:43
https://www.google.com/amp/bali.tribunnews.com/amp/2018/02/06/penge
mis-tajir-di-bali-dapat-rp-4-juta-dalam-seminggu-sosiolog-stop-beri
mereka-uang.

Fad’aq, Asma‘Umar Hasan, Mengungkap Makna & Hikmah Sabar. Jakarta:


PT.Lentera Basritama, 1999.

Flora Maria, Gara-Gara Anak Menangis, Pria ini Aniaya Anak Tiri Hingga
Tewas, di akses pada tanggal 24 Juli 2018, pukul 17.00
https://.liputan6.com/news/read/3569950/gara-gara-anak-menangis-pria-ini-
aniaya-anak-tiri-hingga-tewas.

Gunawan, Imam, Metode Penelitian Kualitatif Teoridan Praktik. Jakarta: Bumi


Aksara, 2013.
Hafidhuddin, Didin, Membentuk Pribadi Qurani. Jakarta : Penerbit Harakah,
2002.

Halim Devina, Kasus korupsi Dana Pendidikan Oleh Bupati Cianjur, diakses
pada tanggal 20 Januari 2018, pukul 21:43
https://nasional.kompas.com/read/2018/12/27/08512001/infografik-29-
kepala-daerah-terjerat-kasus-korupsi-sepanjang-2018.
63

Ibnu Katsir, buku Tafsir Al-Qur’an Ibnu Katsir Terj. dari Tafsir Al-Qur’an Ibnu
Katsir oleh Abdurrahman Bin Muhammad, Bogor: Pustaka Imam Syafi’i,
2004.

Iskandar, Sofwan, Pendidikan Agama Islam. Depok : CV.Aryaduta,2003.

Kementrian Agama RI, Mukadimah Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Lentera


Abadi : 2010.

Koesum A, Doni, Pendidikan Karakter. Jakata: Kompas Gramedia, 2011.

Lajnah Pentasihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Quran Tematik. jakarta : Kamil


Pustaka, 2014.
Lu’luatul Chizanah, Validitas Konstruk Ikhlas. Jurnal Psikologi, vol. 38, no. 2,
2011.

Mahalli, A. Mudjab, Asbabun Nuzul studi pendalaman Al-Qur’an. Jakarta : PT


Raja Grafindo Persada, 2002.

Mahjuddin, Akhlak Tasawuf. Jakarta : Kalam Mulia, T.T.

Mudyahardjo, Redja, Pengantar Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Munawwir, Ahmad Warson, al- Munawwir Kamus Arab –Indonesia. Yogyakarta :


Pustaka Progressif, 1984.

Mustofa, Akhlak tasawuf. Bandung: CV Pustaka, 2014.

Nata Abuddin, Akhlak Tasawuf. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2010.

___________, Ilmu pendidikan Islam. Jakarta : Kencana, 2010.

___________, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2012.

___________, Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Press, 2011.


64

___________, Studi Islam Komprehensif. Jakarta : Prenada Media Group, 2011.

Nawawi, Rif’at Syauqi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh. Jakarta:


Paramadina, 2002.

Rabbi, Muhammad dkk, Keistimewaan Studi Akhlak terj. Dari Akhlaquna oleh
Dadang Sobar Ali. Bandung : CV Pustaka Setia, 2006.

Sabri, Alisuf, Ilmu Pendidikan. Jakarta : CV Pedoman Ilmu Jaya, 1998.

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah. Jakarta : Lentera Hati, 2002.

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT


Remaja Rosdakarya, 2010.

Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, kualitatif dan R&D.


Bandung : Alfabeta, 2008.

Sukma Ade, Mencuri Di Sekolah 4 Pelajar Diamankan Polisi, diakses pada


tanggal 25 Juli 2018, pukul 17. 22
http://metrojambi.com/read/2018/01/17/28406/mencuri-di-sekolah-4-
pelajar-diamankan-polisi

Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Gitamedia Pres, T.T.
Biodata Penulis

Nama : Nurul Zairina Lutfia


Tempat/Tanggal Lahir: Jakarta, 26 Juni 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. H. Nawi II, No. 65, RT 008/RW 002, NO.65
Kec. Cilandak, Kel. Gandaria Selatan, Jakarta Selatan
12420
Nomor Telepon : 0821-2292-3036
Riwayat Pendidikan :- SDI Manaratul Islam
- MTs Manaratul Islam
- MA Manaratul Islam
Orang Tua:
Nama Ayah : Madrasah Atja
Tempat/Tanggal Lahir: Jakarta, 18 Februari 1948
Pekerjaan : Wiraswasta
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. H. Nawi II, No. 65, RT 008/RW 002, NO.65
Kec. Cilandak, Kel. Gandaria Selatan, Jakarta Selatan
12420

Nama Ibu : Hj. Maryanih


Tempat/Tanggal Lahir: Jakarta,
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. H. Nawi II, No. 65, RT 008/RW 002, NO.65
Kec. Cilandak, Kel. Gandaria Selatan, Jakarta Selatan
12420

Anda mungkin juga menyukai