BERKOMUNIKASI
SKRIPSI
Oleh:
pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ushuluddin
1. Konsonan
ب b be
ت t te
ث ts te dan es
ج j je
خ kh ka dan ha
د d de
ر r er
ز z zet
س s es
ش sy es dan ye
i
غ gh ge dan ha
ف f ef
ق q ki
ك k ka
ل l el
م m em
ن n en
و w we
ه h ha
ء ` apostrof
ي y ye
2. Vokal Tunggal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal
ii
3. Vokal panjang
4. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf
5. Tasydīd
Huruf yang ber-tasydīd ditulis dengan dua huruf serupa secara berturut-
6. Ta marbūṯah
Jika ta marbūṯah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf
7. Huruf Kapital
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang,
maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut,
iii
ABSTRAK
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah Swt, Tuhan semesta alam yang selalu
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Salawat beserta salam
pengaruh dan manfaat yang luar biasa dalam bidang hadis. Penulis menyadari
bahwa dalam pembuatan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih
penulis, yakni Ayahanda tercinta Sari Muda, Ibunda tersayang Desi Narti dan
Adinda terkasih Muhammad Aldi Aripan atas kasih sayang dan dukungannya
Begitu juga ucapan terima kasih yang tidak kalah pentingnya penulis
ucapkan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A selaku
2. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis dan
v
3. Bapak Dr. Bustamin, M.Si selaku dosen pembimbing dalam skripsi ini.
4. Bapak Dr. M. Isa HA. Salam, M.Ag dan Drs. Harun Rasyid, M.Ag selaku
dosen penguji yang telah memberi saya banyak saran atas kekurangan
skripsi ini.
Tafsir Hadis yang telah mendidik dan memberikan berbagai macam ilmu
kepada penulis. Semoga ilmu yang Bapak dan Ibu sampaikan dapat
ATHA (Anak Tafsir Hadis A) yang telah berjuang bersama penulis selama
8. My Roommate, Nelfoy dan Tiul. Terima kasih karena telah dengan setia
menjadi teman berjuang, teman bercanda dan teman berbagi keluh kesah
selama di Cempaka V. Dan juga kepada Ipeh, Icuik dan Uul yang telah
kebahagiaan.
Ayuk Cica, Wo Ang, Mbol, Wak Abang Yon, Wak Oki, Wak Rilo, Wak
Dang Lik, Wak Ema, Datuk Gajah, Mamang Cut, Dang Dudut dan semua
vi
nama yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas doa,
restu dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama ini.
10. Teman-teman penulis di manapun berada, Ijak, Chaim, Ocbem, Ayuk Yel,
Mbak Apil, Ojik, Alumni PPAH Bengkulu, MF 2023 dan semua rekan-
11. Dan semua pihak yang sudah membantu proses penyelesaian skripsi ini,
masih sangat minim sehingga tulisan ini pasti mempunyai banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Atas kekurangan penulis memohon maaf yang sebesar-
besarnya, semoga hal tersebut dapat menjadi pelajaran berharga khususnya bagi
penulis sendiri.
mengucap rasa syukur. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat dan memberi motivasi
kepada pembaca agar senantiasa berpegang teguh kepada sunnah Rasulullah Saw.
Amīn.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
vii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah .... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan .................................... 8
D. Kajian Pustaka............................................................. 9
E. Metodologi Penelitian ................................................. 10
F. Sistematika Penulisan ................................................. 13
BAB II SEKILAS MENGENAI TEMATIK, HADIS DAN
ETIKA KOMUNIKASI
A. Sekilas Mengenai Tematik........................................... 14
1. Tematik Secara Etimologi dan Terminologi .......... 14
2. Tematik Menurut Para Ahli ................................... 15
B. Sekilas Mengenai Hadis............................................... 15
1. Pengertian Hadis .................................................... 15
2. Pembagian Hadis ................................................... 18
3. Kedudukan dan Fungsi Hadis ................................ 20
C. Etika Komunikasi ........................................................ 22
1. Pengertian Etika Komunikasi ................................ 22
2. Macam-macam Etika Komunikasi......................... 26
3. Kedudukan Etika Komunikasi dalam Islam .......... 29
BAB III KAJIAN TERHADAP HADIS-HADIS ETIKA
BERKOMUNIKASI
A. Teks Hadis tentang Berbicara Menggunakan Kalimat
yang Baik ..................................................................... 33
1. Takhrij al-Hadis ..................................................... 33
viii
2. Fiqh al-Hadis .......................................................... 35
B. Teks Hadis tentang Berbicara dengan Efektif dan
Efisien .......................................................................... 39
1. Takhrij al-Hadis ..................................................... 39
2. Fiqh al-Hadis .......................................................... 40
C. Teks Hadis tentang Berbicara Jujur dan Tidak Dusta .. 43
1. Takhrij al-Hadis ..................................................... 43
2. Fiqh al-Hadis .......................................................... 45
D. Teks Hadis tentang Mendahulukan yang Lebih Tua
dalam Berbicara ........................................................... 50
1. Takhrij al-Hadis ..................................................... 51
2. Fiqh al-Hadis .......................................................... 52
E. Teks Hadis tentang Larangan Mencaci, Mencela
dan Berkata Keji ........................................................... 54
1. Takhrij al-Hadis ..................................................... 55
2. Fiqh al-Hadis .......................................................... 56
F. Teks Hadis tentang Menjauhi Perdebatan dengan
Lawan Bicara ............................................................... 59
1. Takhrij al-Hadis ..................................................... 60
2. Fiqh al-Hadis .......................................................... 61
G. Teks Hadis tentang Larangan Mengumpat atau
Ghībah .......................................................................... 64
1. Takhrij al-Hadis ..................................................... 65
2. Fiqh al-Hadis .......................................................... 66
H. Asbāb al-Wurūd al-Hadis............................................. 70
I. Pandangan Ulama Mengenai Etika Komunikasi ......... 73
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................. 76
B. Saran-saran ................................................................... 76
ix
BAB I
PENDAHULUAN
Umat Islam bersepakat bahwa apa saja yang berasal dari Rasulullah Saw baik
berupa ucapan, perbuatan dan taqrīr yang diriwayatkan dengan sanad yang sahih
dan dengan jalan mutawātir maupun ahād maka wajib untuk mematuhi dan
mengamalkannya. Hal ini senada dengan yang tertera dalam al-Qur’an pada
اﷲ َ اﷲ …
“…Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”
perintahkan dan berusaha menjauhi hal-hal yang ia larang. Semua ajaran Islam,
baik itu anjuran, perintah dan larangan, telah diatur dan tertera di dalam al-
Qur’an dan hadis. Jika penjelasan di dalam al-Qur’an masih bersifat umum,
maka penjelasan yang terperinci akan ditemukan di dalam hadis. Baik itu
1
Alamsyah, Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam dalam Pemahaman Syahrur dan Al-
Qaradhawi, Disertasi Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga, 2005, h. 1.
2
Mannā’ al-Qaththān, Pengantar Studi Ilmu Hadits, Penerjemah Mifdhol Abdurrahman
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 30.
1
2
perkara yang besar, sedang, maupun sangat kecil sekalipun akan ditemukan
sekali ditemukan penjelasan yang berkenaan dengan adab dan etika, salah
dengan individu lain sungguh berbeda. Mereka yang aktif berkomunikasi dan
adalah makhluk sosial yang tidak mungkin bisa hidup sendirian, maka dalam hal
lainnya.
hidup manusia, baik ketika kedudukannya sebagai seorang hamba dari Rabb-
3
Muh. Syawir Dahlan, Etika Komunikasi dalam Al-Qur’an dan Hadis, Jurnal Dakwah
Tabligh Vol. 15, No. 1, Juni 2014, h. 117.
3
Namun disisi lain, berkomunikasi juga dapat berakibat fatal jika tidak di
sampai menyebabkan pertumpahan darah yang mengerikan. Hal ini tidak akan
pernah terjadi jika umat manusia memahami dengan benar etika berkomunikasi
umat manusia.5 Sebagaimana yang telah diketahui, Nabi Muhammad Saw adalah
sosok yang sangat berhasil, baik dalam kedudukannya sebagai hamba Allah,
sebagai Rasul, maupun sebagai model kehidupan manusia yang layak diteladani
Mengenai tutur kata dan lisan Nabi Saw, al-Jāhiz mengatakan bahwa
pada lisan Rasulullah Saw, Allah telah menaruh cinta dan dikumpulkan padanya
kewibawaan dan kemanisan, tidak ada yang tergelincir, tidak ada yang terbantah
dan tidak seorang pun musuh yang mampu menentang.7 Dikarenakan hal inilah
umat manusia khususnya kaum muslimin hendaknya meneladani lisan dan tutur
4
Muh. Syawir Dahlan, Etika Komunikasi dalam Al-Qur’an dan Hadis, h. 116.
5
Abdullah Syihata, Dakwah Islamiyah, diterjemahkan oleh Ibrahim Husein dkk (Proyek
Pembinaan Prasarjana dan Sarjana Perguruan Tinggi Agama: Departemen Agama, 1986), h. 23.
6
M. Munir, Metode Dakwah, cet. 2, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 204.
7
Abdurrahman Azam, Keagungan Nabi Muhammad SAW: Kepahlawanan dan
Keindahan Kehidupan Rasulullah (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1982), h. 113.
4
menjelaskan tentang bahaya yang akan menimpa seorang hamba jika ia bertutur
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ََ ََ ََْ يَ بْ ِن َ َ يم ََ ْن َ يم بْ ُن َحََْزَة َح َّدثَِِن ابْ ُن أَِب َحز ٍِِ ََ ْن ََِز
َ َد ََ ْن َُُ ََّّد بْ ِن إبْ َراى ُ َح َّدثَِِن إبْ َراى
ُ صَّْ اﷲ َََْْي ِو َو َسَّْ َم ََ ُق
ول إِ َّن الْ َعْب َد لَيَتَ َكَّْ ُم َ ول اﷲ َ بْ ِن َُبَ ْي ِد اﷲ الت َّْي َِّ ِّي ََ ْن أَِب ُىَرَْ َرةَ ََِس َع َر ُس
.ش ِرِق ِ ِ ِ َّ بِزلْ َكَِّْ ِ َ مز َ تب
َ ْ ََّي ف َيهز ََِزُّل ِبَز ِِف النَّز ِر أَبْ َع َد ِمَّز ب
ْ ََّ َّْي ال
8
ُ َََ َ َ
“Telah menceritakan kepadaku Ibrāhim bin Hamzah telah menceritakan
kepadaku Ibnu Abu Hāzim dari Yazīd dari Muhammad bin Ibrāhim dari Isa bin
Talhah bin 'Ubaidullāh Al-Taimī dari Abu Hurairah dia mendengar Rasulullah
shallallāhu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya seorang hamba
mengucapkan kalimat tanpa diteliti yang karenanya ia terlempar ke neraka
sejauh antara jarak ke timur.”
menjaga ucapan agar tidak melontarkan perkataan yang tidak baik secara syar’i
dan tidak dibutuhkan oleh yang diajak bicara.9 Menjaga lisan dianggap sangat
penting, karena ia menjadi penentu akhir perjalanan hidup manusia, di surga atau
neraka.
diam daripada mengeluarkan perkataan yang tidak baik. Bahkan pada hadis
tersebut dinyatakan bahwa lisan yang baik merupakan ciri dari seorang yang
8
Muhammad bin Ismāīl bin al-Mughīrah al-Bukhāri, Sahīh al-Bukhāri (Riyādh:
Maktabah al-Rusyd, 2006), h. 897.
9
Ibnu Hajar al-Asqalāni, Fath al-Bāri. Penerjemah Amir Hamzah (Jakarta Selatan:
Pustaka Azzam, 2009), Jilid 31, h. 267.
5
Menurut hadis di atas, menjaga lisan bisa dilakukan dengan dua cara,
yaitu dengan berkata baik atau kalau tidak mampu maka diam. Dengan demikian
diam kedudukannya lebih rendah daripada berkata baik, namun masih lebih baik
َحدَّثَنَز َُُ ََّّ ُد بْ ُن أَِب بَكْر الْ َُّ َقد َِّم ُّي َحدَّثَنَز َُ ََّ ُر بْ ُن ََِْ ٍّي ََِس َع أَبَز َحز ٍِ ََ ْن َس ْه ِل بْ ِن َس ْعد ََ ْن
10
Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjāj al-Naisābūrī, Sahīh Muslim, Jilid I (Beirut: Dār al-
Kutub al-Ilmiyah, 1991), h. 68.
11
Al-Bukhāri, Sahīh al-Bukhāri…, h. 897.
6
Ibn Hajar menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “sesuatu yang ada
di antara kedua tulang pipinya” adalah bibir, tempat keluarnya lisan dan
ia menjadi jaminan masuknya seorang hamba ke dalam surga. Lisan yang baik
bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh agama. Dewasa ini sangat
banyak lisan-lisan yang tidak beretika, ucapan-ucapan dusta, bahkan fitnah dan
dusta, ghībah, namīmah, fitnah dan penyakit lisan lainnya sudah sangat jelas
berkomunikasi antar sesama. Hal ini dirasa perlu oleh penulis, karena pijakan
dan panutan umat manusia setelah al-Qur’an adalah hadis Nabi Saw. Oleh
karena itu penulis memilih judul skripsi adalah “Studi Tematik Hadis tentang
Etika Berkomunikasi.”
12
Ibnu Hajar al-Asqalāni, Fath al-Bāri…, Jilid 31, h. 271.
7
1. Identifikasi Masalah
takhrij, yakni kitab Mu’jam al-Mufahras li Alfāz al-Hadīs, Miftāh al-Kunūz al-
Sunnah dan Mausū’ah Aṯrāf al-Hadīts. Selain itu, penulis juga menggunakan
Penelurusan hadis menggunakan kata kunci 13 قال, 14 حدث15 لسنdan 16كلم.
beberapa etika yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw, di antaranya adalah
penelitian ini fokus pada pembahasan dan lebih terarah. Penelitian ini akan
lisan saja.
13
A.J. Wensinck, Mu’jam Al Mufahras Li Alfāz Al Hadīts An Nabawy, Juz V (Madinah:
Maktabah Baril, 1936), h. 504.
14
A.J. Wensinck, Mu’jam Al Mufahras Li Alfāz Al Hadīts An Nabawy…, Juz I, h. 433.
15
A.J. Wensinck, Mu’jam Al Mufahras Li Alfāz Al Hadīts An Nabawy…, Juz VI, h. 115.
16
A.J. Wensinck, Mu’jam Al Mufahras Li Alfāz Al Hadīts An Nabawy…, Juz VI, h. 55.
8
membatasi sumber rujukan kitab matan yang akan dipakai. Pada penelitian ini,
penulis membatasi kajian terhadap hadis-hadis yang terdapat dalam kitab al-
Kutub al-Sittah saja, yakni Sahīh al-Bukhārī, Sahīh Muslim, Sunan Abū Dāud,
Sunan al-Tirmidzī, Sunan al-Nasā’ī dan Sunan Ibnu Mājah. Hal ini
Saw?
logis yang berupa tujuan dan manfaat, baik secara teori, praktis maupun
akademis.
1. Tujuan Penelitian:
2. Manfaat Penelitian:
Islam.
D. Kajian Pustaka
memerlukan beberapa referensi sebagai bahan untuk tulisan yang akan diteliti.
penulis bahas dengan tulisan yang telah ada sebelumnya, maka penulis akan
mengulas tulisan lain yang dirasa memiliki judul ataupun pembahasan yang
Di antara tulisan tersebut adalah skripsi yang ditulis oleh Amir Mu’min
Quran baik yang menggunakan kata qāla, takallama, dan lain-lain. Dari semua
menjauhi kalimat buruk; tidak boleh berkata bohong dan salah (batil);
merendahkan diri saat berkomunikasi; dan larangan bersikap manja bagi wanita
terdapat dalam al-Qur’an, maka penulis pada penelitian ini akan berusaha
E. Metodologi Penelitian
1. Sumber Data
17
M. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 2003), h. 27.
11
bahan-bahan kajian yang akan diambil dari data kepustakaan, baik dari
al-Qur’an) sesuai dengan tema yang telah ditetapkan atau tafsir yang
yang sama, dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah yang
18
Muhammad Ali, Mengapa Tafsir al-Qur’an Dibutuhkan (Semarang: Wicaksana, t.th.),
h. 119
19
Abd. Al-Hayy Al-Farmawī, Metode Tafsir Maudhu’i: Suatu Pendekatan (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1994), h. 36.
12
yang akan dikaji.20 Sedangkan analisis adalah metode yang digunakan untuk
atas data yang sebenarnya.21 Dalam hal ini penulis memaparkan data yang
ada yaitu berupa hadis-hadis Nabi Saw tentang etika berkomunikasi dan
hadis-hadis tersebut.
20
Anton Bakker dan Chairris Zubair. Metode Penulisan Filsafat (Yogyakarta: Kanisius,
1994), h. 65.
21
Lois O Katsoff, Pengantar Filsafat. Terj. oleh Suyono Sumargono (Yogyakarta, 1992),
h. 70.
13
c. Metode Penulisan
F. Sistematika Penulisan
sebuah skripsi yang utuh dan komprehensif, maka penelitian ini dibagi dalam
sub-sub bab sesuai dengan cakupan bab. Penulis membagi tulisan ini kepada
empat bab. Bab pertama berisikan gambaran umum penulisan skripsi yang
meliputi latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
pertama, pada bab kedua penulis akan menguraikan mengenai tinjauan umum
mengenai etika komunikasi. Pada bab ini akan dimuat pembahasan mengenai
etika komunikasi dalam Islam. Pada bab ketiga, penulis akan masuk kepada
Pada bab keempat adalah penutup yang meliputi kesimpulan dan saran-
saran bagi dunia akademik untuk menggali lebih spesifik lagi tentang tema
terkait. Terakhir adalah daftar pustaka yang menjadi rujukan penulis dalam
Pengetahuan yang bersifat eksplisit, refleks, tepat secara konseptual, c) Isi dari
tematik seringkali disamakan dengan maudhū’ī (berasal dari bahasa Arab وضع
menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an sesuai dengan tema yang telah ditetapkan oleh
oleh pengkaji.2
Sesuai dengan namanya tematik, maka yang menjadi ciri utama dari
pendekatan ini adalah menonjolkan sebuah tema, judul dan topik pembahasan.
Mufassir akan mencari tema-tema dan masalah yang ada di tengah masyarakat
dan disesuaikan dengan ayat yang ada dalam al-Qur‟an. Tema-tema yang
terpilih kemudian dikaji secara menyeluruh agar menemukan sebuah solusi dari
permasalahan tersebut.3
1
Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (T.tp: Lembaga Pengkajian
Kebudayaan Nusantara (LPKN, 2013), h. 1783.
2
M. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 2003), h. 27.
3
Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012), h. 152.
14
15
Baqir al-Sadr bahwa istilah tematik digunakan untuk menerangkan ciri pertama
dari bentuk tafsir ini, yaitu memulai dari sebuah terma yang berupa kenyataan
tersebut.
1. Pengertian Hadis
Secara etimologis hadis adalah kata benda (isim) dari kata al-Tahdīts
yang berarti al-Ikhbār (pemberitaan)6 dan lawan dari kata Qadīm (lama).7 Kata
beberapa makna, antara lain : ُ( اجلِدةal-jiddah = baru), ( الط ِريal-ṯarī = lunak,
4
Abd. Al-Hayy Al-Farmawy, Metode Tafsir Maudhu’i: Suatu Pendekatan (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1994), h. 36.
5
Maragustam Siregar, “Metode Tafsir Maudhu‟i (Tematik),” Artikel diakses pada 6
Maret 2017 dari https://maragustamsiregar.wordpress.com/2011/01/10/metode-tafsir-tematik-oleh-
h-maragustam-siregar-prof-dr-m-a/
6
Bustamin, Dasar-Dasar Ilmu Hadis (Jakarta: Ushul Press, 2009), h. 1.
7
Ibnu Nashirudin al-Dimasyqi, Mutiara Ilmu Atsar Klarifikasi Kitab Hadis; Permata
Salaf yang Terpendam, Penerjemah Faisal Saleh (Jakarta: AKBAR Media Eka Sarana, 2008), h.
128.
16
lembut dan baru) dan ( اخلرب و الكالمal-khabar = berita dan al-kalām = perkataan).8
kepada Nabi Muhammad Saw, baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan, sifat
ada perbedaan antara hadis dan sunnah kecuali dari segi makna
dan dilalui.
istilah, jumhur ahli hadis ada yang menyamakannya dengan hadis, akan
adalah apa yang datang dari Nabi Saw, maka khabar adalah apa yang
c. Sinonim hadis yang ketiga adalah atsar. Menurut bahasa atsar berarti
bekas sesuatu. Sedangkan menurut istilah ada dua pendapat, ada yang
8
Abdul Majid Khan, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2013), h. 1-2.
9
Mannā‟ al-Qattān, Pengantar Studi Ilmu Hadits, Penerjemah Mifdhol Abdurrahman
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 22.
10
Al-Dimasyqi, Mutiara Ilmu Atsar Klarifikasi Kitab Hadis…, h. 128.
11
A. Qadir Hasan, Ilmu Musthalah Hadits (Bandung: CV Penerbit Diponogoro, 2002), h.
17.
12
Al-Dimasyqi, Mutiara Ilmu Atsar Klarifikasi Kitab Hadis…, h. 129.
13
Mannā‟ al-Qattān, Pengantar Studi Ilmu Hadits…, h. 25.
17
kedua.
Selanjutnya, dalam disiplin ilmu hadis juga dikenal istilah hadis qudsi.
Adapun qudsi menurut bahasa dinisbatkan kepada qudus yang berarti suci, yaitu
menurut istilah, hadis qudsi adalah apa yang disandarkan oleh Nabi Saw dari
qudsi sebagai titah Tuhan yang disampaikan kepada Nabi Saw lewat mimpi atau
dengan jalan ilham, lalu Nabi Saw menerangkan mimpinya tersebut dengan
Mannā‟ al-Qattān menyebutkan beberapa perbedaan antara hadis qudsi dan al-
Qur‟an, diantaranya:17
a. Al-Qur‟an lafazh dan maknanya berasal dari Allah Swt, sedangkan hadis
qudsi maknanya saja yang berasal dari Allah Swt sedangkan lafazhnya
Allah Swt, maka lain halnya dengan membaca hadis qudsi, membacanya
14
Mannā‟ al-Qattān, Pengantar Studi Ilmu Hadits…, h. 25.
15
Mannā‟ al-Qattān, Pengantar Studi Ilmu Hadits…, h. 25.
16
Teungku Muhammad Hasbie Ash-Shiddiqiey, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits
(Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2009), h. 18.
17
Mannā‟ al-Qattān, Pengantar Studi Ilmu Hadits…, h. 26.
18
nabawi seutuhnya disandarkan kepada Nabi Saw baik lafazh maupun maknanya,
sedangkan hadis qudsi lafazhnya dari Nabi Saw tapi maknanya berasal dari
Allah Swt.18
2. Pembagian Hadis
kondisi merupakan hadis. Karena itu, mungkin saja perkataan Nabi Saw
tersebut didengar dan disaksikan oleh banyak orang atau mungkin hanya satu
orang saja. Dikarenakan oleh hal inilah, para ulama hadis mengklasifikasi hadis
berdasarkan jumlah periwayatnya menjadi dua, yaitu hadis mutawātir dan hadis
ahād.19
Hadis mutawātir adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak rawi dari
awal hingga akhir sanad, serta akan tidak masuk akal (mustahil) jika mereka
hadis yang tidak memenuhi syarat dari hadis mutawātir. Hadis ahād juga
terbagi kepada tiga macam, yakni hadis masyhūr, hadis azīz dan hadis gharīb.
Pertama, hadis masyhūr adalah hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang
atau lebih pada tiap tingkatan sanad, namun tidak mencapai derajat mutawātir.
18
Mannā‟ al-Qattān, Pengantar Studi Ilmu Hadits…, h. 26.
19
Bustamin, Dasar-Dasar Ilmu Hadis…, h. 133.
20
Ahmad Umar Hāsyim, Qawā’id Ushūl al Hadīts (Beirut: Dār al-Kutub al-Arabī, 1984),
h. 143.
19
Kedua, hadis azīz adalah hadis yang tidak diriwayatkan oleh perawi yang
jumlahnya kurang dari dua orang pada tiap tingkatan sanadnya. Definisi inilah
yang dikemukakan oleh al-Hāfiẕ Ibn Hajar al-Asqalāni (w 825 H). Ketiga, hadis
gharīb adalah hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu orang pada bagian
yang bisa diterima (maqbūl) dan hadis yang ditolak (mardūd). Hadis bisa
baik dari segi sanadnya (sanadnya muttasīl, rawinya adil dan dabīt) maupun
matannya (terhindar dari syadz dan ‘illah).22 Pada akhirnya, dari segi diterima
dan tidaknya, hadis terbagi kepada tiga macam, sahīh, hasan dan da’īf.
perawi yang adil, dabīṯ23, tidak syazd24 dan tidak illah25. Ketika salah satu dari
syarat hadis sahīh tidak terpenuhi (rawinya kurang dabīṯ), maka inilah yang
21
Al-Dimasyqi, Mutiara Ilmu Atsar Klarifikasi Kitab Hadis…, h. 147.
22
Bustamin, Dasar-Dasar Ilmu Hadis…, h. 143.
23
Menurut Ibnu Hajar al-Asqalāni, dhābiṯ dapat dimaknai dengan sesuainya sesuatu dan
tidak bertentangan dengan lainnya, mengingat sesuatu secara sempurna, kuat pegangannya.
Adapun pengertian dhābiṯ menurut istilah adalah seseorang yang kuat hafalannya tentang apa-apa
yang didengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya itu kapan saja dia menghendakinya.
Lihat: referensimakalah.com
24
Syadz secara bahasa adalah kata benda yang berbentuk isim fā’il dari kata syadza-
yasyudzu-syadzdzan-syādzdzun yang diartikan ganjil, tidak sama dengan mayoritas, tersendiri dari
kelompoknya atau bertentangan dengan kaidah. Sedangkan dari segi istilah adalah hadis yang
diriwayatkan orang makbūl menyalahi orang yang lebih utama darinya. Imam al-Syafi‟ī (w 204 H)
dan ulama Hijaz memberikan definisi adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang tsiqah tetapi
menyalahi atau bertentangan dengan periwayatan orang banyak. Lihat: Abdul Majid Khon, Takhrij
dan Metode Memahami Hadis, h. 117.
25
Illah menurut bahasa berarti cacat atau berpenyakit. Sedangkan menurut istilah illah
adalah suatu sebab tersembunyi yang membuat cacat pada hadis, sementara secara lahir tidak
tampak adanya cacat tersebut. Lihat: Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis,
h.123.
20
dinamakan dengan hadis hasan. Apabila sebuah hadis tidak terdapat padanya
sifat-sifat hadis sahīh dan hadis hasan, maka ia dinamakan hadis da’īf.
Para ulama bersepakat bahwa hadis sahīh dan hasan wajib untuk
diamalkan, namun tidak halnya dengan hadis da’īf. Mereka berbeda pendapat
mengenai boleh atau tidaknya beramal dengan hadis da’īf. Pendapat mereka
berpegang pada pendapat ini adalah Yahya bin Ma‟īn, al-Bukhāri dan Muslim.
Kedua, ulama yang membolehkan secara mutlak. Pendapat ini dianut oleh
kebanyakan ulama fikih seperti Abu Hanīfah, al-Syāfi‟ī, Mālik dan Ahmad.
kelemahan hadis tersebut tidak seberapa dan terkhusus pada masalah targhīb,
Ahli ‘aql dan ahli naql dalam Islam telah ber-ijma’ bahwa hadis adalah
petunjuk untuk umat manusia. Akan tetapi, penjelasan yang ada dalam al-
Qur‟an tidak semuanya bersifat rinci. Masih banyak ayat-ayat yang global dan
26
Mannā‟ al-Qattān, Pengantar Studi Ilmu Hadits…, h. 131.
27
Hasbie Ash-Shiddiqiey, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits…, h. 127.
21
ayat al-Qur‟an yang masih bersifat global maknanya, maka hadis Nabi Saw
kepadanya, dan seluruh umat Islam berkewajiban untuk mengikutinya. Hal ini
“...Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah…”
Ayat di atas mengajarkan bahwa apa saja yang disampaikan oleh Nabi
Saw, maka wajib untuk diikuti dan apa saja yang dilarang oleh Nabi Saw maka
wajib untuk ditinggalkan. Dalam surat Ali Imran ayat 32 juga dijelaskan:
Rasulullah Saw. Bahkan taat kepada beliau berada setelah ketaatan kepada Allah
Swt. Hal inilah yang menjadi landasan kewajiban ittibā’ kepada hadis-hadis
Nabi Saw.
28
Bustamin, Dasar-Dasar Ilmu Hadis…, h. 194.
29
M. Agus Solahudin, Agus Suyadi, Ulumul Hadis (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015),
h. 78.
22
kemudian.
C. Etika Komunikasi
Secara etimologi, etika berasal dari kata bahasa Yunani ethos. Dalam
bentuk tunggal, “ethos” berarti tempat tinggal yang biasa, kebiasaan, adat,
akhlak dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak ta etha berarti adat kebiasaan.
Sedangkan menurut istilah, etika dimaknai sebagai nilai-nilai dan norma yang
lakunya.30
sebagaimana yang dikutip oleh Abuddin Nata, adalah ilmu yang mempelajari
bahwa etika adalah suatu cabang ilmu Filsafat yang berbicara tentang nilai-nilai
Definisi etika menurut A. Mustafa tidak jauh berbeda dari Ki Hajar Dewantara,
menurutnya etika adalah ilmu yang menyelidiki terhadap perilaku mana yang
baik dan yang buruk dan juga dengan memperhatikan perbuatan manusia sejauh
bahwa ada beberapa hal yang berkaitan erat dengan etika, yakni bahwa etika
selalu dikaitkan dengan perbuatan dan tingkah laku manusia; etika adalah
sebuah ilmu yang mengatur baik dan buruk; dan etika mempunyai hubungan
dari kerusakan budi. Karna dengan budi pekertilah manusia dihargai, dan hal itu
pula yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Hal ini menandakan
betapa pentingnya etika dalam kehidupan manusia. Meskipun etika tidak dapat
membuat manusia menjadi pribadi yang baik secara instan, namun dengan etika
manusia dapat membuka mata dan melihat baik dan buruk.33 Seorang filosof, S.
tentang pentingnya etika, bahwa sebuah masyarakat bisa saja hancur jika tidak
memiliki etika.34
()األخالق. Dikatakan demikian, karena akhlak jika ditinjau dari segi bahasa
merupakan jamak dari kata khuluq atau khalq yang berarti tabi‟at, budi pekerti,
32
Seputar Pengetahuan, “15 Pengertian Etika menurut Para Ahli Terlengkap,” Artikel
diakses pada 3 Maret 2017 dari www.seputarpengetahuan.com/2015/10/15-pengertian-etika-
menurut-para-ahli-terlengkap.html
33
Ahmad Amin, Etika: Ilmu Akhlak (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), Cet ke-8, h. 6.
34
Richard L. Johannesen, Etika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), h. 6.
24
yang dituturkan oleh Abdullah Nata adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
sama, pengertian sama yang dimaksud adalah sama makna.37 Sedangkan secara
makna hakiki dari komunikasi. hal ini dikarenakan kata kerja to communicate
define. The word is abstract and, like most term, posses numerous meanings
35
Sahriansyah, Ibadah dan Akhlak (Banjarmasin: IAIN Antasari Press, 2014), h. 175.
36
Abudin Nata, Ahklak Tasawuf…, h. 3.
37
Tsalis Rifa‟i, “Komunikasi dalam Musyawarah (Tinjauan Konsep Asyura dalam
Islam),” Channel 3, no. 1 (April 2015): h. 37.
38
Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa (Jakarta: Prenada Media Group,
2015), Cet ke-3, h. 8.
25
mengubah perilaku dari orang lain atau komunikan. Pengertian lain menurut
mengekpresikan ide-ide dan pikiran baik secara lisan maupun tulisan.39 Dan
pikiran atau perasaan yang dimiliki.41 Komunikasi juga tidak luput dari
(orang yang menerima pesan). Ketika tiga hal tersebut terpenuhi dan ada pada
baik secara bahasa maupun istilah, maka dapat dipahami bahwa etika
perasaan manusia kepada manusia lainnya, yang sesuai dengan nilai serta norma
sesuai dengan standar nilai akhlak. Pengertian yang seperti ini terdengar
mempunyai nuansa begitu islami. Namun terdapat pengertian yang lebih umum,
39
A. Markarma, “Komunikasi Dakwah Efektif dalam Perspektif al-Qur‟an,” Studi
Islamika 11, no. 1 (Juni 2014): h. 130.
40
Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan dan Media (T.tp: Remadja
Karya CV, t.t.), h. 7.
41
Muhammad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi…, h. 98.
26
(Public Communication).44
komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau
dipatuhi oleh dua orang atau lebih yang sedang berkomunikasi secara tatap
muka.
Lebih lanjut, pada komunikasi antar pribadi ini terdapat beberapa etika
yang harus dipenuhi, diantaranya: jujur dan terus terang, harus konsisten
42
Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam (Jakarta: Logos, 1999),
h. 33.
43
Anwar Arifin, Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2006), h. 31.
44
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2005), h. 29.
45
Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi…, h. 32.
27
terhadap apa yang disampaikan serta tidak memotong pembicaraan lawan bicara
pembicaraan.46
berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dan anggotanya
pribadi.47
norma dan nilai yang harus dipatuhi ketika terjadi proses komunikasi dan
Etika Komunikasi organisasi adalah norma dan nilai yang harus dipatuhi
dan diterapkan ketika berada dalam forum diskusi atau lembaga tertentu. Etika
akhir. Maka pada saat itulah etika berfungsi untuk menjaga suasana agar tetap
seperti radio, TV, surat kabar dan film. Ia mengungkapkan, bahwa komunikasi
masa mempunyai ciri tersendiri, ciri yang menonjol dari komunikasi tipe ini
bersifat sangat terbuka dan variatif, baik dari segi usia, suku, pekerjaan maupun
segi kebutuhan.49
komunikasi massa adalah norma dan nilai yang harus dipatuhi oleh
Karena komunikasi ini bukan terjadi antara dua orang secara tatap muka, maka
pesan yang disajikan bersifat baik dan terhindar dari hal-hal yang berbau
pesannya disampaikan oleh pembicara secara tatap muka kepada khalayak yang
lebih besar. Komunikasi ini sering disebut sebagai pidato, public speaking dan
komunikasi khalayak.50
komunikasi publik adalah norma dan nilai yang harus dipatuhi ketika proses
49
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi…, h. 36.
50
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi…, h. 34.
29
Islam memberikan perhatian yang besar terhadap etika. Hal ini terlihat
jelas ketika kita membaca dan merenungi lembaran kitab suci al-Qur‟an dan
hadis-hadis Nabi Saw. Dalam al-Qur‟an dapat ditemukan banyak ayat yang
berbicara tentang etika, baik etika kepada Tuhan, kepada orang tua, kepada
tetangga, dan manusia pada umumnya. Salah satu ayat yang berisikan tentang
Ayat di atas sarat dengan etika dan akhlak, baik itu kepada Allah Swt dan
kepada kedua orang tua. Termasuk akhlak kepada Allah Swt adalah dengan
tidak menyekutukannya dengan yang lain. Adapun akhlak kepada kedua orang
tua yang diajarkan oleh ayat di atas adalah dengan selalu berbuat baik kepada
berbicara kepada mereka dan mendoakan keduanya dengan doa yang baik.
ayatnya yang agung telah memerintahkan manusia agar senantiasa berkata yang
30
baik. Hal ini sebagaimana yang dimuat dalam surat al-Nisā` ayat 5 yang
berbunyi:
Pada ayat yang lain, Allah Swt memerintahkan manusia agar senantiasa
mengucapkan perkataan yang benar. Hal ini terdapat dalam surat al-Ahzāb ayat
70 yang berbunyi:
kedudukannya sebagai sumber hukum dan dalil paling utama dalam Islam
Tidak hanya sebatas itu, hadis yang merupakan sumber hukum kedua setelah al-
Qur‟an juga demikian. Dalam hadis-hadis yang telah dihimpun dalam kitab-
kitab hadis, ditemukan banyak sekali tuntunan Nabi Saw mengenai etika.
dibekali oleh Allah perasaan lemah lembut, bijaksana dan sabar.51 Sebagaimana
yang telah diketahui, ia adalah sosok yang sangat berhasil, baik dalam
51
Abdullah Syihata, Dakwah Islamiyah, diterjemahkan oleh Ibahim Husein dkk, (Proyek
Pembinaan Prasarjana dan Sarjana Perguruan Tinggi Agama: Departemen Agama, 1986), h. 23.
31
kehidupan manusia yang layak diteladani oleh para pengikutnya hingga akhir
dengan hal itu sangat banyak jumlahnya. Salah satu hadis yang sangat familiar
adalah tentang perintah untuk mengucapkan hal-hal yang baik saja atau jika
memang tidak mampu berbuat demikian maka hendaklah diam. Hadis tersebut
berbunyi:
اب َع ْن أَِِب َسلَ َمةَ بْ ِن ٍ َخب رِِن يونُس َعن ابْ ِن ِشه ٍ َحدثَِِن َحرَملَةُ بْن ََْيَي أَنْبَأَنَا ابْن وْى
َ ْ ُ ُ َ َ ْ ال أ َ َب ق َ ُ َ ُ ْ
ال َم ْن َكا َن يُ ْؤِم ُن بِاﷲ َوالْيَ ْوِم
َ َصلى اﷲ َعلَْي ِو َو َسل َم ق ِ
َ َعْبد الر ْْحَ ِن َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة َع ْن َر ُسول اﷲ
ِ
ِ ِ
...ت
ْ ص ُم ْ َْاْلخ ِر فَ ْليَ ُق ْل َخْي ًرا أ َْو لي
53
يد َع ْن بُ َش ِْْي بْ ِن يَ َسا ٍر َم ْوَلٍ ِحدثَنا سلَيما ُن بن حر ٍب حدثَنا َْحاد ىو ابن زي ٍد عن ََيَي ب ِن سع
َ ْ َ ْ ْ َ َْ ُ ْ َ ُ ٌ َ َ ْ َ ُ ْ َ ْ ُ َ َ
صةَ بْ َن ٍ صا ِر َع ْن َرافِ ِع بْ ِن َخ ِد
َ ِّيج َو َس ْه ِل بْ ِن أَِِب َحثْ َمةَ أَن ُه َما َحدثَاهُ أَن َعْب َد اﷲ بْ َن َس ْه ٍل َوُُمَي َ ْْاْلَن
ِ ٍ
َ َِّم ْسعُود أَتَيَا َخْيبَ َر فَتَ َفرقَا ِِف الن ْخ ِل فَ ُقت َل َعْب ُد اﷲ بْ ُن َس ْه ٍل فَ َجاءَ َعْب ُد الر ْْحَ ِن بْ ُن َس ْه ٍل َو ُح َوي
ُصة
ِ ود إِ َل النِب صلى اﷲ علَي ِو وسلم فَتَ َكلموا ِِف أَم ِر ص
احبِ ِه ْم فَبَ َدأَ َعْب ُد الر ْْحَ ِن ٍ وُُميِّصةُ اب نا مسع
َ ْ ُ َ ََ َْ َ ِّ ُ ْ َ َْ َ َ َ
...صلى اﷲ َعلَْي ِو َو َسل َم َكبِّ ْر الْ ُكْب َر َ َصغََر الْ َق ْوِم فَ َق
54
َ ال لَوُ النِب ْ َوَكا َن أ
“Telah menceritakan kepada kami Sulaimān bin Harb telah
menceritakan kepada kami Hammād yaitu Ibnu Zaid dari Yahya bin Sa'īd dari
Busyair bin Yasar bekas budak Ansār, dari Rāfi' bin Khadīj dan Sahal bin Abu
52
M. Munir, Metode Dakwah, cet. 2, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 204.
53
Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjāj al-Naisābūrī, Sahīh Muslim, Jilid I (Beirut: Dār al-
Kutub al-Ilmiyah, 1991), h. 68.
54
Muhammad bin Ismāīl bin al-Mughīrah al-Bukhāri, Sahīh al-Bukhāri (Riyādh:
Maktabah Al-Rusyd, 2006), h. 855.
32
Hadis di atas berisikan tentang etika yang diajarkan oleh Nabi Saw,
beberapa ayat dan hadis yang telah disebutkan, dapat dipahami bahwa etika
berkomunikasi dalam Islam diberi perhatian yang sangat besar dan mempunyai
ت ِ
ْ ص ُم ْ َلي
ٕ
1. Takhrij Hadis
Takhrij menurut bahasa berasal dari kata kharraja yang berarti tampak
hadis pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadis tersebut dengan sanadnya
takhrij hadis akan dilakukan dengan menelusuri hadis-hadis melalui tiga kitab,
1
Hadis ini sanadnya bersambung dan semua perawinya dinilai tsiqah oleh ulama hadis.
2
Muhammad bin Ismāīl bin al-Mughīrah al-Bukhāri, Sahīh al-Bukhāri (Riyāḏ: Maktabah
Al-Rusyd, 2006), h. 840.
3
Abu Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij Hadis, Penerjemah Sa‟id Agil Husin
Munawwar dan Ahmad Rifqi Mukhtar (Semarang: Dina Utama, 1994), h. 2.
4
Mannā‟ al-Qaṯṯān, Pengantar Studi Ilmu Hadis, Penerjemah Mifdhol Abdurrahman
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005), h. 189.
33
34
karya A.J. Wensinck dan Mausū‟ah Aṯrāf al-Hadīts karya Abu Hājir
al-Hadīs al-Nabawī dari semua lafazd yang ada dalam matan hadis, penulis
٘
َم ْن َكا َن يُ ْؤِم ُن بِاﷲ َوالْيَ ْوِم ْاْل ِخ ِر: أََم َن
ت ِ
ْ ص ُمْ َ فَ ْليَ ُق ْل َخْي ًرا أ َْو لي: ت
َ ص َم
ٙ
َ
ِ ِ
ُ َو َم ْن َكا َن يُ ْؤم ُن فَ ََل يُ ْؤذ َج َاره: أَذَى
ٚ
5
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Hadīts al-Nabawī, Juz I, (Leiden:
Maktabah Baril, 1936), h. 108.
6
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Hadīts al-Nabawī…, Juz III, h. 416.
7
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Hadīts al-Nabawī…, Juz I, h. 50.
8
A.J. Wensinck, Miftāh al-Kunūz al-Sunnah, (Lahore: Idarah Tarjaman Al Sunnah,
1978), h. 297.
35
Sahīh al-Bukhāri, kitab ke-81 bab ke-23 ٕٖ بٛٔ رقاق ك: بخ
Sahīh Muslim, kitab ke-1 hadis ke- 74 ٚٗ إّيان ك ٔ ح: مس
Sunan Ibnu Mājah, kitab k-33 bab ke-4 ٗ أدب ك ٖٖ ب: جو
Hadīts dari awal matan hadis, penulisan menemukan hasil sebagai berikut:
2. Fiqh al-Hadīts
Fiqh al-Hadīts terdiri dari dua kata, yakni fiqh dan hadis. Secara
etimologi, fiqh berasal dari bahasa Arab فقها- فقه – يفقهyang berarti mengerti dan
Maka dapat dipahami bahwa fiqh al-hadīs adalah upaya memahami maksud
hadis Nabi Saw. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Abu Yasir al-
ٕٔ ِ ِ
صلَّى اﷲ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ِم ْن َك ََلمو ِ ِ ِ ِ
ِّ ِف ْقوُ احلَديْث النَّبَ ِوي َم ْعنَاهُ فَ ْه ُم ُمَراد الن
َ َِّب
“Fiqh al-hadīts adalah memahami maksud dari perkataan Nabi Saw”
9
Abu Hājir Muhammad al-Sa‟id Basyuni Zaghlul, Mausū‟ah Aṯrāf al-Hadīts al-Nabawī
al-Syarīf, Jilid 8, (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyah, .t.t), h. 505.
10
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), Edisi Kedua, h. 1067.
11
Mannā‟ al-Qattān, Pengantar Studi Ilmu Hadits, Penerjemah Mifdhol Abdurrahman
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 22.
12
Zilfaroni, “Fiqh al-Hadits.” Artikel diakses pada 25 April 2017 dari http://zilfaroni-
putratanjung-blogspot.co.id/2012/10/fiqh-al-hadits.html?m=1
36
serta selalu mengucapkan kata-kata yang baik atau diam mengenai sesuatu
yang tidak diketahuimya merupakan hal baik dan bagian dari manisnya iman.13
yang tidak baik, atau jika tidak mampu maka diam. Dengan demikian diam
kedudukannya lebih rendah daripada berkata baik, namun masih lebih baik
Lidah diciptakan Allah Swt hanya untuk hal yang baik-baik saja, seperti
Sungguh tidak pantas jika lidah yang diciptakan dengan tujuan kebaikan
kata-kata yang akan diucapkan.15 Jika saja salah satu atau semua syarat di atas
tidak terpenuhi, maka tidak dianjurkan untuk berbicara atau lebih baik diam
saja.
13
Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi al-Dimasyqi, Asbabul Wurud: Latar Belakang
Historis Timbulnya Hadits-Hadits Rasul, Penerjemah Suwarta Wijaya dan Zafrullah Salim
(Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Jilid 3, h. 311.
14
Al-Ghazali, Tuntunan Dasar Pembinaan Pribadi Bertakwa (T.tp: Angkasa Raya, t.t.),
h. 95.
15
Abu al-Hasan Ali al-Mawardi, Mutiara Akhlak al-Karimah, Penerjemah M. Qodirun
Nur (Jakarta: Pustaka Amani, 1993), h. 137.
37
Mengenai hadis perintah berkata yang baik ini Ibnu Hajar menjelaskan,
maupun sunnah. Maka selain dari itu yang termasuk perkataan buruk, manusia
Ibnu Hajar juga menjelaskan bahwa manusia yang masih memiliki iman
di hatinya akan memiliki sifat kasih sayang kepada makhluk ciptaan Allah. Hal
ini dibuktikan dengan senantiasa mengucapkan perkataan yang baik dan penuh
mudarat.16
untuk berbicara dengan perkataan yang baik, salah satunya adalah surat al-
ُ اﷲ
Khitab pada ayat di atas ditujukan kepada semua umat dan larangannya
mencakup setiap harta, yang pada intinya perintah agar memberikan harta
kepada anak yatim yang sudah baligh kecuali apabila mereka orang yang safih
(dungu) yang tidak bisa menggunakan harta benda. Pada akhir ayat disebutkan
bahwa hendaknya para wali menasehati orang yang diasuhnya apabila mereka
16
Ibnu Hajar, Fath al-Bāri…, Jilid 29, h. 158.
38
masih kecil dengan perkataan yang baik agar membuatnya menjadi penurut.17
Hamka menjelaskan, “perkataan yang baik” dalam ayat ini maksudnya adalah
bahwa perkataan yang baik merupakan salah satu bentuk sedekah. Hadis
tersebut berbunyi:
صلَّى َ َِّب َّ َِن الن َّ ات أٍِ ي بْ ِن َح ِّ َحدَّثَنَا ُسلَْي َما ُن بْ ُن َح ْر ٍب َحدَّثَنَا ُش ْعبَةُ َع ْن َع ْم ٍرو َع ْن َخْيثَ َمةَ َع ْن َع ِد
َّاح بَِو ْج ِه ِو فَتَ َع َّو َذ ِمْن َها ُُث
َ َش
َ َّار فَأ ِ ِ ِ ِ َش
َ اح ب َو ْجهو فَتَ َع َّو َذ مْن َها ُُثَّ ذَ َكَر الن َ َ َّار فَأ
ِ
َ اﷲ َعلَْيو َو َسلَّ َم ذَ َكَر الن
َّار َولَ ْو بِ ِش ِّق َتََْرةٍ فَ َم ْن ََلْ ََِي ْد فَبِ َكلِ َم ٍة طَيِّبَة
ٜٔ ٍ
َ ال اتَّ ُقوا الن
َ َق
“Telah menceritakan kepada kami Sulaimān bin Harb telah
menceritakan kepada kami Syu'bah dari Amru dari Khaitsamah dari „Adī bin
Hatim, bahwasanya Nabi Shallallahu'alaihiwasallam pernah
memperbincangkan neraka, kemudian beliau memalingkan wajahnya dan
berlindung diri daripadanya, kemudian beliau memperbincangkan neraka dan
beliau memalingkan wajahnya seraya meminta perlindungan daripadanya,
selanjutnya beliau bersabda: Jagalah diri kalian dari neraka sekalipun hanya
dengan setengah biji kurma, siapa yang tak mendapatkannya, ucapkanlah yang
baik.”
Menurut Ibnu Hajar kata tayyib (baik) adalah segala sesuatu yang
membuat panca indra menjadi enak dan nyaman. Kalimat yang tayyib menjadi
salah satu bentuk sedekah karena ia dapat menggembirakan siapa saja yang
banyak keutamaan, salah satunya adalah sebagai perisai dari api neraka. Oleh
karena inilah Rasulullah Saw mendidik dan menanamkan nilai akhlak kepada
17
Amir Mu‟min Solihin, “Etika Komunikasi Lisan Menurut Al-Qur‟an: Kajian Tafsir
Tematik”, Skripsi S1 Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2011, h. 48.
18
Hamka, Tafsir al-Azhar (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1983), h. 265.
19
Al-Bukhāri, Sahīh al-Bukhāri..., h. 841.
20
Ibnu Hajar al-Asqalāni, Fath al-Bāri, Penerjemah Amiruddin (Jakarta: Pustaka Azzam,
2008), Jilid 29, h. 167.
39
umatnya agar selalu berbicara dengan kalimat yang baik dan menjauhi kalimat-
kalimat yang tidak baik. Karena selain tidak bermanfaat, mengatakan perkataan
yang tidak baik, tidak sopan dan tidak layak merupakan perkara yang buang-
selalu dengan perkataan yang baik. Jika memang tidak mampu mengatakan hal
ٕٔ ِ ٍ
ِّ َِب َع ْن َوَّراد َع ْن ادلغْي َرِة َع ْن الن
ِب ِ َّص ْور عن ادلسي
َ ُ عن مْن ْ َحدَّثَنَا َشْيبان: ص ٍ بن ح ْف ُ سع ُد ْ َحدَّثَنَا
ِ َات ووأْد الْب ن
ات َوَك ِرَه ِ ِ َ إِ َّن اﷲ َحَّرَم َعلَْي ُك ْم عُ ُق: ال َ َصلَّى اﷲُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ق
َ َ َ َ وق ْاْل َُّم َهات َوَمنَ َع َوَى َ
ٕٕ ِ ِ
اعةَ الْ َمال
َض َ ِالس َؤ ِال َوإ
ُّ ال َوَكثْ َرَة َ َيل َوقَ لَ ُك ْم ق
“Telah menceritakan kepada kami Sa‟ad bin Hafs, telah menceritakan
kepada kami Syaibān dari Mansūr dari al-Musayyab dari Warrād dari al-
Mughīrah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ia bersabda: “Sesungguhnya
Allah mengharamkan atas kalian durhaka kepada ibu, tidak memberi tapi mau
menerima dan mengubur anak wanita hidup-hidup, serta membenci kalian dari
qīla wa qāla, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta.”
1. Takhrij Hadis
al-Hadīts al-Nabawī dari semua lafazd yang ada dalam matan hadis, penulis
2. Fiqh al-Hadīts
buang waktu.27 Secara keseluruhan, berbicara dengan efektif dan efisien bisa
dimaknai sebagai berbicara dengan tepat dan tidak buang-buang waktu serta
katsra al-su`āl (Allah membenci kalian dari qīla wa qāla dan banyak
25
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Hadīts al-Nabawī…, Juz II, h. 384.
26
A.J. Wensinck, Miftāh al-Kunūz al-Sunnah…, h. 421.
27
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2012), Edisi ke-4, h. 352.
41
maksudnya adalah mendesak dalam bertanya dan menanyakan hal yang tidak
penting.28 Hal inilah yang menjadikan hadis di atas sebagai salah satu tuntunan
bahwa berbicara hendaknya seperlunya saja, tidak mengatakan hal yang tidak
bermanfaat dan tidak pula banyak menanyakan hal yang tidak penting.
sebuah ayat yang mendukung pernyataan hadis untuk bicara seperlunya dan
yang bermanfaat saja. Hal ini tercermin dalam al-Qur‟an surat al-Mukminūn
Salah satu ciri dari orang yang beriman sebagaimana dijelaskan oleh
ayat di atas adalah menjauhkan diri dari al-laghwu. Menurut Kamus Arab-
kategori al-laghwu. Maka menurut ayat di atas, semua yang tidak wajar dan
Hal ini sama halnya dengan kandungan hadis yang diteliti. Bahwa
28
Ibnu Hajar, Fath al-Bāri…, Jilid 31, h. 262.
29
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: PT Mahmud Yunus Wadzurriyyah,
1990), h. 398.
30
M. Quraish Shihab, Al-Lubāb: Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah-Surah Al-
Qur‟an (Tangerang: Lentera Hati, 2012), h. 537.
42
yang sia-sia dan banyak bertanya atas hal yang tidak penting merupakan hal
Pelajaran yang dapat dipetik dari hadis di atas adalah hendaknya kaum
melakukan hal yang lebih bermanfaat. Itulah ciri dari baiknya Islam seseorang.
dan banyak bertanya yang tidak penting. Hendaknya dalam berbicara selalu
ringkas, jelas dan tidak bertele-tele. Karena pembicaraan yang panjang lebar
hanya akan membuat pusing dan bosan orang yang diajak bicara.32
mutu dari hal yang disampaikan. Karena percuma saja panjang lebar jika poin
yang ingin disampaikan tidak ditangkap dengan benar oleh lawan bicara.
31
Abu Isa Muhammad bin Isa Al-Tirmidzi, Jāmi‟ al-Tirmidzi (T.tp: Bait al-Afkār al-
Dauliyyah, t.t), h.382.
32
Khalil al-Musawi, Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana, Penerjemah Ahmad Subandi
(Jakarta: PT Lentera Basritama, 1998), h. 158.
43
ِ ِ
ش ح و َحدَّثَنَا أَبُو ُ يع قَ َاَل َحدَّثَنَا ْاْل َْع َم ٌ َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن َعْبد اﷲ بْ ِن ُُنٍَْْي َحدَّثَنَا أَبُو ُم َعا ِويََة َوَوك
َ َش َع ْن َش ِق ٍيق َع ْن َعْب ِد اﷲ ق ٍ ُْكري
ٖٖ
صلَّى َ ول اﷲ ُ ال َر ُس
َ َال ق ُ َع َم ْ ب َحدَّثَنَا أَبُو ُم َعا ِويَةَ َحدَّثَنَا ْاْل َ
ْ الص ْد َق يَ ْه ِدي إِ ََل الِْ ِِّب َوإِ َّن الِْ َِّب يَ ْه ِدي إِ ََل
اْلَن َِّة َوَما يََز ُال ِّ الص ْد ِق فَِإ َّن ِّ ِاﷲ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َعلَْي ُك ْم ب
ِ ِ الص ْد َق ح ََّّت يكْتَب ِعْن َد اﷲ ِصدِّي ًقا وإِيَّا ُكم والْ َك ِذ
بَ ب فَإ َّن الْ َكذ َ َ ْ َ َ ُ َ ِّ ص ُد ُق َويَتَ َحَّرى ْ َالر ُج ُل يَّ
ِ ِ َّ ور يَ ْه ِدي إِ ََل النَّا ِر َوَما يََز ُال ِ ِ ِ ِ
ب َح ََّّتَ ب َويَتَ َحَّرى الْ َكذ ُ الر ُج ُل يَكْذ َ يَ ْهدي إ ََل الْ ُف ُجور َوإ َّن الْ ُف ُج
ٖٗ
ب ِعْن َد اﷲ َك َّذابًا
َ َيُكْت
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Abdullah bin
Numair; Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'āwiyah dan Wakī' keduanya
berkata; Telah menceritakan kepada kami al-A'masy; Demikian juga
diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami Abu
Kuraib; Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'āwiyah; Telah menceritakan
kepada kami al-A'masy dari Syaqīq dari 'Abdullah dia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Tempuhlah kejujuran, karena
sesungguhnya kejujuran itu membimbing kepada kebaikan, dan sesungguhnya
kebaikan itu membimbing ke surga. Ada orang yang senantiasa menempuh dan
memilih kejujuran sehingga dia dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah.
Jauhilah kedustaan, karena sesungguhnya kedustaan itu membimbing kepada
kejahatan dan sesungguhnya kejahatan itu membimbing ke neraka. Ada orang
yang berdusta dan memilih kedustaan sehingga dia dicatat sebagai pendusta di
sisi Allah.”
1. Takhrij Hadis
Alfāẕ al-Hadīts al-Nabawī dari semua lafazd yang ada dalam matan hadis,
33
Hadis ini sanadnya bersambung dan semua perawinya dinilai tsiqah oleh ulama hadis
kecuali Abu Kuraib (Muhammad bin „Ilā`). Terdapat beberapa penilaian berbeda mengenai Abu
Kuraib. Abu Hātim menilainya sudūq, al-Nasā‟i menilainya lā ba`sa bihi dan Ibnu Hibbān
menilainya dengan tsiqah. (Lihat Tahdzīb al-Kamāl Fī Asmā` al-Rijāl karya Jamāl al-Dīn Abu al-
Hajjāj Yūsuf al-Mizzī, Jilid 26 h. 247, dan Tahdzīb al-Tahdzīb karya Ibn Hajar al-Asqalāni, Jilid 3,
h. 668)
34
Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjāj al-Qusyairi al-Naisābūri, Sahīh Muslim (Beirūt:
Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1991), Jilid 4, h. 2013.
44
ٖ٘
َك َّذابًا,اﷲ ِص ِّديْ ًقا ِ فَي ْكتُب ِعْن َد, ح ََّّت ي ْكتَب: َكتَب
ُ َ َ ُ َ َ
ٖٙ ِ ِ
ب
َ إيَّا ُك ْم َوالْ َكذ: كذب
ٖٚ
حَّت يَ ُك ْو َن ِصدِّيْ ًقا
َّ الرجل ليصدق: صدق
ٖٛ
ور يَ ْه ِدي إِ ََل النَّار ِ ِ ِ ِ
َ ب يَ ْهدي إ ََل الْ ُف ُجور َوإ َّن الْ ُف ُج
ِ ِ
َ فَإ َّن الْ َكذ: فجر
العاقِبَةُ ال َك ِذب
39 ِ
َ :ب
ِ
ُ ال َكذ
Sahīh al-Bukhāri, kitab ke-78 bab ke-69 ٜٙ بٚٛ أدب ك: بخ
Sahīh Muslim, kitab ke-45 hadis ke-102-105 ٔٓٙ-ٕٔٓ بر ك ٘ٗ ح: مس
Sunan Abu Dāud, kitab ke-37 bab ke-80 ٛٓ ٖ بٚ أدب ك: بد
Sunan al-Tirmidzī, kitab ke-25 bab ke-46 ٗٙ بر ك ٕ٘ ب: تر
35
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Hadīts al-Nabawī…, Juz V, h. 522.
36
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Hadīts al-Nabawī…, Juz V, h. 556.
37
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Hadīts al-Nabawī…, Juz III, h. 271.
38
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Hadīts al-Nabawī…, Juz V, h. 78.
39
A.J. Wensinck, Miftāh al-Kunūz al-Sunnah…, h. 412.
45
Hadīts dari awal matan hadis, penulisan menemukan hasil sebagai berikut:
2. Fiqh al-Hadīts
demikian, dua sifat ini dipasangkan bukan karena kesamaan yang mereka
miliki, melainkan karena kebalikan yang layaknya langit dan bumi (berbeda
sekali). Jika jujur dapat mengantarkan manusia ke dalam surga, maka dusta
Dusta adalah sifat madzmūmah dalam Islam yang harus dijauhi dan
dihindari oleh setiap pribadi Muslim. Karena sifat ini senantiasa menunjukkan
kepada kejahatan.42 Orang yang sudah terbiasa berbohong dan nyaman dengan
lain.
Pada redaksi hadis yang diteliti, jujur disebut dengan al-sidq sedangkan
menuntun melakukan perbuatan baik yang bersih dari hal-hal tercela. Maksud
dari kata al-birru dalam hadis di atas adalah satu kata yang mencakup semua
kebohongan (al-kidzbu) dapat menyeret pada hal dosa dan melenceng dari
maksiat.43
dihukumi dengan itu; seorang yang jujur yang akan mendapatkan pahala, atau
42
Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Pola Hidup Muslim (Minhajul Muslim): Thaharah, Ibadah
dan Akhlak, Penerjemah Rahmat Djatnika dan Ahmad Sumpeno (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1997), h. 387.
43
Yahya bi Syaraf al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Penerjemah Fathoni Muhammad
dan Futuhal Arifin (Jakarta: Darus Sunnah, 2014), Jilid 11, Cet ke-2, h. 737.
44
Al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim…, h. 738
47
terlihat dari seberapa mampu ia dalam menjaga tiga aspek:45 af‟āl (perbuatan),
aqwāl (perkataan) dan ahwāl (keadaan). Jujur dalam perkataan berarti adanya
kesesuaian antara hati dan realita yang diucapkan, jujur dalam perbuatan
berarti adanya kesinambungan antara yang dilakukan dan perintah Allah Swt,
jujur dalam mental atau keadaan berarti adanya komitmen dan kesetiaan dalam
berkata, “Rasulullah Saw pernah berdiri di tempatku berdiri ini, pada tahun
hadis ibtidā`i.47
Salah satunya adalah yang terdapat dalam surat al-Taubah ayat 119 yang
berbunyi:
ٗٛ
اﷲ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”
45
A. Ilyas Ismail, Pilar-Pilar Taqwa: Doktrin, Pemikiran, Hikmat, dan Pencerahan
Spritual (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009), h. 136.
46
Al-Husaini al-Dimasyqi, Asbabul Wurud: Latar Belakang Historis Timbulnya Hadits-
Hadits Rasul…2004, Jilid 2, h. 235.
47
Hadis ibtidā`i adalah hadis yang datang tanpa didahului sebab tertentu. Hadis jenis ini
jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan hadis sababī (yang mempunyai sebab turun berupa
peristiwa tertentu atau pertanyaan para Sahabat). Hal itu karena sesuai dengan tugas Nabi Saw
sebagai penyampai syariat yang tidak perlu menunggu adanya sebab.
48
Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Pola Hidup Muslim (Minhajul Muslim): Thaharah, Ibadah
dan Akhlak…, h. 387.
48
Menurut Abu Ja‟far, maksud dari kata al-sādiqīn di atas adalah orang-
orang yang menyesuaikan ucapan dengan perbuatan dan tidak pernah menjadi
munafik.49 Allah Swt juga berfirman pada surat al-Hajj ayat 30 yang berbunyi:
49
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarīr al-Tabari, Tafsir al-Tabari, Penerjemah Anshari
Taslim dkk (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 367.
50
Ia adalah Al-Raghib al-Asfahāni. Nama lengkapnya adalah Abu al-Qasim al-Husain bin
Muhammad bin al-Mufaḏal. Ia merupakan seorang ahli kebudayaan dan ahli ilmu yang terkenal.
Di antara buah penanya yang sangat berharga adalah Mu‟jam Mufradat Li Alfāẕ al-Qur‟ān. Ia
wafat pada tahun 502 M/1108 H.
51
Ibnu Hajar, Fath al-Bāri…, Jilid 29, h. 250.
52
Al-Bukhāri, Sahīh al-Bukhāri…, h. 275.
49
terdapat unsur dusta, maka akan hilanglah keberkahan dari jual-beli yang
dilakukan.
Pada hadis lain disebutkan bahwa dusta merupakan salah satu ciri orang
yang munafik. Dan sudah tidak dipungkiri lagi bahwa munafik adalah sifat
tercela yang harus dijauhi, karena balasan bagi pelakunya adalah ditempatkan
53
Hal ini dijelaskan dalam al-Qur‟an surat al-Nisā` ayat 145.
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari
neraka. dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.”
54
Al-Bukhāri, Sahīh al-Bukhāri…, h. 11.
50
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membayar diyat dari diri beliau sendiri
kepada mereka." Sahal berkata; "Maka saya dapati seekor unta dari unta-unta
tersebut, lalu saya masukkan ke kandang unta mereka, tiba-tiba saya di tendang
oleh kaki unta itu." Laits berkata; Telah menceritakan kepadaku Yahya dari
Busyair dari Sahal. Yahya berkata; Aku mengira dia berkata bersama dengan
Rāfi' bin Khadīj. Ibnu 'Uyainah berkata; Telah menceritakan kepada kami
Yahya dari Busyair dari Sahal saja.”
1. Takhrij Hadis
al-Hadīts al-Nabawī dari semua lafazd yang ada dalam matan hadis, penulis
٘ٚ
َُتل ُف ْو َن و تَ ْستَ ِحقُّون َد َم قَاتلِكم
ْ أ: إستَ َح َّق
ْ -َح َّق
Kitab Mu‟jam al-Mufahras li Alfāẕ al-Hadīts al-Nabawī
إستَ َح َّق
ْ -حق
ٕٕ ت ديات- ٜٛ أدب,ٕٔ خ جزية-
ٗ ن قسامة- ٔ م قسامة-
ٕٛ جو ديات- ٛ د ديات-
57
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Hadīts al-Nabawī…, Juz I, h. 484.
58
A.J. Wensinck, Miftāh al-Kunūz al-Sunnah…, h. 422.
52
Hadīts dari awal matan hadis, penulisan menemukan hasil sebagai berikut:
2. Fiqh al-Hadīts
akhlak.60
tanda ketinggian jiwa.61 Oleh karena itulah Rasulullah Saw mengajarkan dan
dan menghormati orang yang lebih tua merupakan salah satu akhlak mulia.
Pada hadis yang diteliti terlihat dengan jelas bahwa Rasulullah Saw
berbicara. Hal ini tergambar dari ucapan Rasulullah Saw kepada Abdurrahman
59
Basyuni Zaghlul, Mausū‟ah Aṯrāf al-Hadīts al-Nabawī al-Syarīf…, Jilid VI, h. 394.
60
Muhammad Ali al-Hasyimi, Jati Diri Muslim, Penerjemah Abdul Ghaffar (Jakarta:
Pustaka Al-Kaustar, 1999), h. 218.
61
Ali al-Hasyimi, Jati Diri Muslim…, h. 218.
53
bin Sahl yang pada saat itu berusaha menjelaskan perkara yang terjadi (saat itu
Mengenai hal ini Ibnu Hajar mengatakan bahwa yang dimaksud tua
adalah tua usianya. Ia juga menambahkan bahwa mendahulukan yang lebih tua
dalam berbicara berlaku jika mereka memiliki keutamaan yang sama. Namun
jika tidak, maka yang lebih utama dalam pemahaman dan ilmu lebih
bahwa penghormatan kepada yang lebih tua dan kasih sayang kepada yang
ضْي ٍل َع ْن ُُمَ َّم ِد بْ ِن إِ ْس َح َق َع ْن َع ْم ِرو بْ ِن َ َُحدَّثَنَا أَبُو بَ ْك ٍر ُُمَ َّم ُد بْ ُن أَبَا َن َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن ف
س ِمنَّا َم ْن ََلْ يَ ْر َح ْم َّ ِ
َ صلى اﷲ َعلَْيو َو َسل َم لَْي
َّ َ ول اﷲ ُ ال َر ُس َ َال قَ َب َع ْن أَبِ ِيو َع ْن َجدِّهِ ق ٍ ُش َعْي
الَ ََّاد َحدَّثَنَا َعْب َدةُ َع ْن ُُمَ َّم ِد بْ ِن إِ ْس َح َق ََْن َوهُ إََِّل أَنَّوُ ق
ٌ ف َكبِ ِْينَا َحدَّثَنَا َىنَ ف َشَر ْ صغِ َْينَا َويَ ْع ِر
َ
ٖٙ
ف َح َّق َكبِ ِْينَا
ْ َويَ ْع ِر
“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr Muhammad bin Abān,
telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fuḏail dari Muhammad bin
Ishaq dari Amr bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya, ia berkata; Rasulullah
bersabda: Tidak termasuk golongan kami, orang yang tidak mengasihi anak-
anak kecil dan tidak pula menghormati para orang tua kami. Telah
menceritakan kepada kami Hannād, telah menceritakan kepada kami Abdah
dari Muhammad bin Ishaq semisalnya. Hanya saja, ia menyebutkan; "Dan
(tidak pula) mengetahui hak para orang tua kami.”
62
Ibnu Hajar, Fath al-Bāri…, Jilid 29, h. 454.
63
Al-Tirmidzi, Jāmi‟ al-Tirmidzī…, h. 479.
54
Banyak hal yang harus diperhatikan ketika berbicara dengan orang yang
terdengar jelas, tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu pelan. 64 Tentunya hal
ini juga perlu diperhatikan tidak hanya ketika berbicara dengan orang yang
lebih tua saja, ketika berbicara dengan teman sebaya bahkan dengan anak kecil
mendahulukan orang yang lebih tua usianya dan orang yang lebih utama dalam
ُى َو فُلَْي ُح بْ ُن ُسلَْي َما َن َع ْن ِى ََل ِل بْ ِن, أَ ْخبَ َرنَا أَبُ ْو َُْي ََي: ب ٍ َخبَ رِن ابْن وْى
َ ُ َ ْ أ: ال َ َصبَ ُغ قْ ََح َّدثَنَا أ
ِ َول اﷲ صلَّى اﷲ علَي ِو وسلَّم ف ٙ٘ ٍ ِ
اح ًشا َوََل لَ َّعانًا َ ََ ْ َ َ ُ س ر
َُ ْ َْن ك
ُ ي َل
َ الَ ق
َ ل
َ َاَق س بْ ِن َمالك ِ َأُ َس َامة َع ْن أَن
ٙٙ ِ ِ ِ ُ وََل سبَّابا َكا َن ي ُق
ُب َجبينُو َ ول عْن َد الْ َم ْعتَبَة َما لَوُ تَ ِر َ ً َ َ
“Telah menceritakan kepada kami Asbagh ia berkata: telah
mengabarkan kepadaku Ibnu Wahb: telah mengabarkan kepada kami Abu
Yahya, dia adalah Fulaih bin Sulaimān dari Hilāl bin Usāmah dari Anas bin
64
Majid Sa‟ud Al-Ausyan, Panduan Lengkap dan Praktis Adab dan Akhlak Islami,
Penerjemah Abdurrahman Nuryaman (Jakarta: Darul Haq, 2015), Cetakan II, h. 155.
65
Hadis ini sanadnya bersambung, namun banyak perbedaan mengenai penilaian terhadap
para perawinya. Perawi pertama, Asbagh dinilai Abu Hātim dengan sudūq, al-„Ijli menilainya
dengan lā ba`sa bihi sedangkan Ibnu Hibbān dan Abu Ali bin al-Sakan menilainya tsiqāh (Lihat
Tahzīb al-Kamāl Jilid 3 h. 304 dan Tahzīb al-Tahzīb Jilid 1 h. 183). Perawi kedua, Ibn Wahab
(Abdullah bin Wahab bin Muslim al-Qurasyi) dinilai tsiqah oleh Yahya bin Ma‟īn dan al-„Ijly,
Abu Hātim menilainya dengan sālih al-hadīts, sudūq, sedangkan al-Nasā`i menilainya dengan lā
ba`sa bihi (Lihat Tahzīb al-Kamāl Jilid 16 h. 283 dan Tahzīb al-Tahzīb Jilid 2 h. 453). Perawi
ketiga, Fulaih bin Sulaimān, Abu Hātim dan Yahya bin Ma‟īn menilainya dengan laisa bi al-qawi,
sedangkan al-Nasā‟i menilainya dengan ḏa‟īf (Lihat Tahzīb al-Kamāl Jilid 23 h. 321). Perawi
keempat, Hilāl bin „Ali bin Usāmah, Abu Hātim menilainya dengan syaikhun, hadisnya ditulis, al-
Nasā‟i menilainya dengan laisa bihi ba`sun dan Ibnu Hibbān menilainya tsiqah (Lihat Tahzīb al-
Kamāl Jilid 30 h. 344).
66
Al-Bukhari, Sahīh al-Bukhāri…, h. 843.
55
1. Takhrij Hadis
al-Hadīts al-Nabawī dari semua lafazd yang ada dalam matan hadis, penulis
سب
ّ لعن فحش
ٗٗ ٖ وٛ أدب: خ ٖٛ أدب: خ,ٕٚ فضائل أصحاب النِب,ٕٖ مناقب: خ
ٖٜ-ٖٛ أدب
ٙٛ فضائل: م
ٗٚ بر: ت
ش
َ ش َوََل التَّ َف َّح ُّ إِ َن اﷲ ََل: كَلم
َ ُيب ال ُف ْح
70
67
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li Alfāẕ al-Hadīts al-Nabawī…, Juz V, h. 79.
68
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li Alfāẕ al-Hadīts al-Nabawī…, Juz VI, h. 129.
69
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li Alfāẕ al-Hadīts al-Nabawī…, Juz II, h. 389.
56
Sahīh al-Bukhāri, kitab ke-78 bab ke-38 dan 82 ٕٛ ٖ وٛ بٚٛ ك: بخ
Sunan Abu Dāud, kitab ke-40 bab ke-5 ٘ ك ٓٗ ب: بد
Sunan al-Tirmidzī, kitab ke-25 bab ke-47 ٗٚ ك ٕ٘ ب: تر
Hadīts dari awal matan hadis, penulisan menemukan hasil sebagai berikut:
2. Fiqh al-Hadīts
kepada tuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Dari pengkabaran para
sahabat yang bertemu dan belajar langsung dari Nabi Saw bisa diketahui
bahwa beliau merupakan seseorang yang tutur katanya sangat terjaga. Ia tidak
Anas bin Mālik. Ia dikenal dengan julukan khādim al-Nabi (pembantu Nabi
Saw). Anas tinggal bersama Nabi Saw dalam jangka waktu yang sangat lama.
Ia telah menyaksikan banyak hal yang dilakukan Nabi Saw yang tidak
Anas sangat akrab dan selalu menyertai perjalanan Nabi Saw, sehingga
ia juga tahu dengan pasti bagaimana kepribadian Nabi Saw. Dalam sebuah
70
A.J. Wensinck, Miftāh al-Kunūz al-Sunnah…, h. 422.
71
Basyuni Zaghlul, Mausū‟ah Aṯrāf al-Hadīts al-Nabawī al-Syarīf…, Jilid 8, h. 683.
72
Hadis fi‟liyah adalah hadis yang berbentuk pernyataan sahabat yang menggambarkan
perilaku atau perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Saw yang kemudian dijadikan dasar hukum
yang harus diikuti dan dilaksanakan oleh umat Islam.
57
riwayat disebutkan, Anas berkata, “Selama dua puluh tahun saya menjadi
pembantu Nabi Saw, saya tidak pernah dipukul oleh Nabi Saw, tidak pernah
Karena pada dirinya terdapat suri teladan yang baik (uswah al-hasanah). Hal
ini sebagaimana yang dijelaskan al-Qur‟an pada surat al-Ahzāb ayat 21:
ِ ِ
ْ َولََق ْد َكا َن لَ ُك ْم ِِف َر ُس ْول اﷲ أ
[ٕٔ] ... ٌُس َوةٌ َح َسنَة
“Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah Saw itu suri teladan yang baik
bagimu…”
uswah yang baik, maka yang harus dilakukan oleh kaum muslimin adalah
diikuti dan diteladani oleh umat Islam adalah menjaga lisan dari berkata yang
Mencela, mencaci dan berkata kotor; semua sifat tersebut tidak baik
untuk dimiliki oleh seorang muslim yang telah menghirup angin hidayah Allah
Swt, yang hatinya telah dipenuhi dengan keimanan serta lidah dan perasaanya
73
Ibnu Ahmad „Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis (Sidoarjo: Mashun, 2008), h. 57.
74
Ali al-Hasyimi, Jati Diri Muslim…, h. 199.
58
ٚ٘
ٌ يسى َى َذا َح ِد ِ ِ ش وََل الْب ِذ ِ ِ
ٌ يث َح َس ٌن َغ ِر
يب َ ال أَبُو ع
َ َ ق.يء َ َ ِ َوََل اللَّعَّان َوََل الْ َفاح
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya Al Azdī Al
Basari, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sābiq dari Isrā`īl dari
al-A'masy dari Ibrāhīm dari ‟Alqamah dari Abdullah ia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah termasuk hamba yang
mukmin, yaitu mereka yang selalu mengungkap aib, melaknat, berperangai
buruk dan suka menyakiti.” Abu Isa berkata; Ini adalah hadits hasan shahih
gharib.
imannya dan yang dimaksud al-ṯa‟ān adalah aib-aib manusia.76 Maka, menurut
hadis di atas tidaklah sempurna iman seorang muslim jika ia mengungkap aib ,
mencela dan berkata keji. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam surat al-
75
Abu Isa Muhammad bin Isa Al-Tirmidzi, Jāmi‟ al-Kabīr Li al-Tirmidzi (Beirūt: Dār al-
Gharb al-Islāmī, 1996), Jilid 3, h.520.
76
Abu Abdrurrahmān bin Abdurrahīm al-Mubārakfūrī, Tuhfah al-Ahwādzī Syarah Jāmi‟
al-Tirmidzī (T.tp: Bait al-Afkār al-Dauliyyah, t.t), h. 1650.
59
Ayat di atas berisi tentang larangan dari Allah Swt kepada seluruh
orang beriman agar tidak mengejek orang beriman lainnya dengan berbagai
langsung dihadapan orang yang diejek maupun tidak.78 Semua hal yang
mengarah kepada ejekan, olokan dan hal semacamnya tetap saja dilarang.
selalu dengan tutur kata yang baik dan jauh dari cacian, celaan dan perkataan
kotor. Umat Islam patut meneladani Nabi Muhammad Saw yang lisannya
selalu terjaga dari mencaci, melaknat dan mencela. Dengan begitu semua sifat
ال َح َّدثَِِن َسلَ َمةُ بْ ُن َوْرَدا َن اللَّْيثِ ُّي ٍ ي حدَّثَنَا ابن أَِِب فُ َدي ٍ
َ َك ق ْ ُْ َ ُّ ص ِر
ْ ََحدَّثَنَا عُ ْقبَةُ بْ ُن ُم َكِّرم الْ َع ِّم ُّي الْب
ِنُِاط ٌل ب ِ ول اﷲ صلَّى اﷲ علَي ِو وسلَّم من تَرَك الْ َك ِذب وىو ب ُ س ر ال
َ ق
َ ال
َ ق
َ
ٛٓ ٍ ِ
س بْ ِن َمالك ِ ََع ْن أَن
َ َ ََُ َ َ َْ َ ََ ْ َ َ َُ
ٛٔ
ِن لَوُ ِِف أ َْع ََل َىا ِ ِ ِ ُِاْلَن َِّة وَم ْن تَرَك الْ ِمراء وُىو ُُِم ٌّق ب ِ َلَوُ ِِف َرب
َ ُِن لَوُ ِف َو َسط َها َوَم ْن َح َّس َن ُخلَُقوُ ب
َ َ َََ َ َ ْ ض
“Telah menceritakan kepada kami Uqbah bin Mukarram Al 'Ammiyyu
Al Basari, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik ia berkata, Telah
menceritakan kepadaku Salamah bin Wardan Al Laitsi dari Anas bin Mālik ia
77
Abu Ja‟far al-Tabari, Tafsir al-Tabari…, Jilid 23, h. 742.
78
M. Quraish Shihab, Al-Lubāb: Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah-Surah Al-
Qur‟an…, buku 4, h. 537.
79
Ali al-Hasyimi, Jati Diri Muslim…, h. 201.
80
Hadis ini sanadnya bersambung, namun ada perbedaan mengenai penilaian terhadap
para perawinya. Ulama hadis sepakat memberi penilaian tsiqah kepada Uqbah bin Mukarram
(Lihat Tahzīb al-Tahzīb Jilid 3 h. 127). Ibnu Abu Fudaik dinilai tsiqah oleh Ibnu Hajar al-
Asqalāni, Ibnu Ma‟īn dan Ibnu Hibbān, sedangkan al-Nasā`i menilainya dengan laisa bihi ba`sun
(Lihat Tahzīb al-Kamāl Jilid 24 h. 488 dan Tahzīb al-Tahzīb Jilid 3 h. 514). Salamah bin Wardān
dinilai Abu Hātim dengan laisa biqawi, Ibnu Ma‟īn dengan laisa bi syai` dan ḏa‟īf menurut al-
Nasā‟i (Lihat Tahzīb al-Kamāl Jilid 11 h. 327. Al-Tirmidzi mengatakan hadis ini adalah hadis
hasan, dan tidak diketahui jalur lain selain jalur periwayatan Salamah bin Wardān dari Anas bin
Mālik.
81
Abu Isa Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, Jāmi‟ al-Kabīr , (Beirut: Dār al-Gharb al-
Islām, 1996), Jilid 3, h. 530.
60
1. Takhrij Hadis
Alfāẕ al-Hadīts al-Nabawī dari semua lafazd yang ada dalam matan hadis,
ٕٛ
ِ ِ ِ
... ُِن لَو َ َو َسلَّ َم َم ْن تَ َرَك الْ َكذ: ترك
َ ُب َوُى َو بَاط ٌل ب
ٖٛ
ِن لَوُ ِِف أ َْع ََل َىا
ِ
َ ُ َوَم ْن َح َّس َن ُخلُ َقوُ ب: بىن
Kitab Mu‟jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Hadīts al-Nabawī
بىن ترك
ٛ٘ بر: ت ٛ٘ بر: ت
ٚ مقدمة: جو ٚ مقدمة: جو
82
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Hadīts al-Nabawī…, Juz I, h. 269.
83
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Hadīts al-Nabawī…, Juz I, h. 221.
84
A.J. Wensinck, Miftāh al-Kunūz al-Sunnah…, h. 28.
61
Hadīts dari awal matan hadis, penulisan menemukan hasil sebagai berikut:
2. Fiqh al-Hadīts
membuat kegaduhan dan muḏarat bahkan tidak sedikit yang berakhir dengan
terpuji dan tercela. perdebatan yang terpuji adalah debat yang dilakukan oleh
perdebatan yang tercela adalah debat yang dilakukan untuk menolak kebenaran
dan tanpa dilandasi ilmu. Hal inilah yang diungkapkan oleh Imam Nawawi,
hal-hal yang baik dan meninggalkan perkataan yang sia-sia.87 Namun dalam
perdebatan, seringkali yang terlontar bukan lagi perkataan yang baik dan wajar.
85
Basyuni Zaghlul, Mausū‟ah Aṯrāf al-Hadīts al-Nabawī al-Syarīf…, Jilid 8, h. 184.
86
Husain al-Awayisyah, Saat Diam Saat Bicara: Manajemen Lisan, Penerjemah Gunaim
Ihsan (Jakarta: Darul Haq, 2006), h. 150.
87
Hal ini sudah dijelaskan pada pembahasan hadis pertama dan kedua.
62
Karena sudah terlalu emosi, biasanya kalimat yang terlontar ketika berdebat
sekali terjadi. Seringkali terlihat di TV, anggota DPR berdebat dengan LSM,
berdebat pula, pada tahun 2003 Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob
Widyoko di sebuah acara Today‟s Dialog di Metro TV. Tidak hanya memukul,
meskipun boleh jadi berada di posisi yang benar. Sebab Rasulullah Saw telah
menjamin sebuah rumah di surga teruntuk mereka yang mampu menahan diri
berdebat biasanya saling berkaitan. Hal ini dikarenakan, orang yang berbohong
88
Cholis Akbar, “Hindari Debat, Berbahasalah yang Bijak”, Atikel diakses pada 19 April
2017 dari www.hidayatullah.com
63
dibumbui dengan unsur bohong lebih parah keburukannya. Orang yang mampu
berada dalam posisi benar tentu lebih sulit daripada meninggalkan debat ketika
ٍ َحدَّثَنَا َعلِ ُّي بْن ُُمَ َّم ٍد َحدَّثَنَا أَبُو ُم َعا ِويَةَ َحدَّثَنَا َداو ُد بْن أَِِب ِىْن ٍد َع ْن َع ْم ِرو بْ ِن ُش َعْي
ب َع ْن أَبِ ِيو ُ ُ ُ
ص ُمو َن ِِف الْ َق َد ِر ِ َول اﷲ صلَّى اﷲ علَي ِو وسلَّم علَى أَصحابِِو وىم َِيْت
ْ َُ َ ْ َ َ ََ َْ َ ُ ال َخَر َج َر ُس َ ََع ْن َجدِّهِ ق
ِ ِ
ْ َال ِِبَ َذا أ ُِم ْرُْت أ َْو ذلََذا ُخل ْقتُ ْم ت
ض ِربُو َن الْ ُق ْرآ َن ِض
َ ب فَ َق ِ ِ الرَّم
َ َان م ْن الْغ ُّ ب ُّ فَ َكأََُّنَا يُ ْف َقأُ ِِف َو ْج ِه ِو َح
ٜٓ
ت ْاْل َُم ُم قَ ْب لَ ُك ْم ِ ٍ ب عضو بِب ع
ْ ض ِبَ َذا َىلَ َك ْ َ ُ َ َْ
“Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad berkata, telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'āwiyah berkata, telah menceritakan kepada
kami Dāud bin Abu Hindun dari 'Amru bin Syu'aib dari Bapaknya dari
Kakeknya ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar menjumpai
para sahabatnya yang sedang berdebat tentang takdir. Maka seakan-akan wajah
beliau seperti buah delima karena marah. Beliau lalu bersabda: „Apakah untuk
ini kalian diperintahkan‟, atau beliau mengatakan, „untuk inikah kalian
diciptakan! Kalian benturkan sebagian Al Qur'an dengan sebagian yang lain.
Karena hal inilah kaum sebelum kalian binasa.”
89
Al-Mubārakfūrī, Tuhfah al-Ahwādzī Syarah Jāmi‟ al-Tirmidzī…, h. 1656.
90
Abu Abdullah Muhammad bin Yazīd Al-Qazwinī, Sunan Ibn Mājah…, h. 26.
64
umat Islam selalu menjaga lisan dari hal-hal yang bisa menjerumuskan kepada
yang baṯil, salah satunya yaitu perdebatan. Debat memang tidak dilarang secara
mungkin perdebatan harus dijauhi. Karena menjaga diri dari muḏarat lebih
lebih diutamakan.
ش َع ْن ِ اش َع ْن ْاْل َْع َم ٍ ََّس َو ُد بْ ُن َع ِام ٍر َحدَّثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن َعي
ْ َحدَّثَنَا عُثْ َما ُن بْ ُن أَِِب َشْيبَةَ َحدَّثَنَا ْاْل
صلَّى اﷲ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َ َ قَٜٔسلَ ِم ِّي ِ ِِ
َ ول اﷲ ُ ال َر ُسَ َال ق ْ َسعيد بْ ِن َعْبد اﷲ بْ ِن ُجَريْ ٍج َع ْن أَِِب بَ ْرَزةَ ْاْل
ني َوََل تَتَّبِعُوا َع ْوَراِتِِ ْم فَِإنَّوُ َم ْن ِِ ِْ يَا َم ْع َشر َم ْن َآم َن بِلِسانِِو َوََلْ يَ ْد ُخل
َ اإلّيَا ُن قَ ْلبَوُ ََل تَ ْغتَابُوا الْ ُم ْسلم ْ َ َ
ض ْحوُ ِِف بَْيتِ ِو ِِ
َ اتَّبَ َع َع ْوَراِت ْم يَتَّبِ ُع اﷲ َع ْوَرتَوُ َوَم ْن يَتَّبِ ْع اللَّوُ َع ْوَرتَوُ يَ ْف
ٜٕ
91
Hadis ini sanadnya bersambung, namun ada perbedaan mengenai penilaian terhadap
para perawinya. Ustmān bin Abu Syaibah dinilai sudūq oleh Abu Hātim dan tsiqah oleh Ahmad
bin Abdullah al-„Ijly dan Yahya bin Ma‟īn (Lihat Tahzīb al-Kamāl Jilid 9 h. 482). Aswād bin
Amir dinilai tsiqah oleh Ibnu Hajar, Ibnu al-Madini dan Ibnu Hibbān, Ibnu Ma‟īn menilainya
dengan lā ba`sa bihi, Abu Hātim menilainya sudūq sālih dan Ibnu Sa‟ad menilainya dengan sālih
al-hadīts (Lihat Tahzib al-Tahzīb Jilid 1 h. 172). Abu Bakr bin „Ayyāsy dinilai tsiqah oleh Yahya
bin Ma‟īn, Ahmad bin Hambal dan Ibnu Hibbān (Lihat Tahzīb al-Kamāl Jilid 33 h. 132). Sulaimān
al-A‟masy dinilai tsiqah oleh al-„Ijly, Yahya bin Ma‟in dan al-Nasā`i (Lihat Tahzīb al-Kamāl Jilid
12 h. 89). Sa‟īd bin Abdullah bin Juraij dinilai Abu Hatim dengan majhūl, dan tsiqah menurut Ibnu
Hibbān. (Lihat Tahzīb al-Tahzīb Jilid 2 h.28).
92
Abi Daud Sulaiman bin Al-Asy‟ats Al-Sijistāny, Sunan Abi Dāud (Beirut: Bait al-Afkār
al-Dauliyyah, 1420 H), h. 529
65
1. Takhrij Hadis
Alfāẕ al-Hadīs al-Nabawī dari semua lafazd yang ada dalam matan hadis,
ٜٖ
ِْ َوََلْ يَ ْد ُخل... : َد َخل
... ُاإلّيَا ُن قَ ْلبَو ْ َ
ٜٗ
يَا َم ْع َشَر َم ْن َآم َن بِلِ َسانِِو: أََم َن
أمن دخل
ٖ٘ أدب: د ٖ٘ أدب: د
Hadīts dari awal matan hadis, penulisan menemukan hasil sebagai berikut:
93
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Hadīs al-Nabawī…, Juz II, h. 114.
94
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Hadīs al-Nabawī…, Juz I, h. 107.
95
Basyuni Zaghlul, Mausu‟ah Athraf al-Hadĭts al-Nabawi al-Syarīf…, Jilid 8, h. 249.
66
2. Fiqh al-Hadīts
hal yang tidak disukai oleh orang yang dibicarakan kalau ia mendengarnya. 96
Hal ini juga dikenal dengan gosip. Ketika komunikasi berlangsung, hendaknya
yang dikomunikasikan adalah hal-hal yang baik dan bermanfaat bukan hal
Menggunjing adalah salah satu perilaku tercela yang harus dijauhi oleh
adalah sesuatu yang tidak bermanfaat, pelaku gunjing atau ghībah dalam al-
sendiri yang sudah meninggal. Tentu saja tidak ada seorangpun yang mau
munafik dan bukan ajaran umat Islam. Wa lā tattabi‟ū „aurātahum (dan jangan
96
Sudirman Tebba, Sehat Lahir Batin (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005), h. 216.
97
Abu al-Tayyib Muhammad Syam al-Haq al-„āẕīm Abādi, Aun al-Ma‟būd (Madīnah: al-
Maktabah al-Salāfiyah, 1969), Jilid 13, h. 224.
67
melupakan aib sendiri, hal ini bersumber dari sifat manusia yang mencintai
dirinya sendiri (hub al-dzāt).98 Namun, perilaku yang sering membuka dan
menceritakan aib orang lain dan melupakan aib sendiri karena terlalu hub al-
dzāt sangat tidak baik dan dilarang. Karena bisa jadi orang yang dibicarakan
tersebut lebih baik amalnya dan lebih sedikit aibnya dari orang yang
membicarakan.
Dilarang mencari tau aib orang lain karena setiap pribadi bertanggung jawab
atas aibnya sendiri. Sedangkan mencari-cari kesalahan dan aib orang lain akan
membuat lupa aib yang ada pada diri sendiri. Sibuk mengurusi urusan orang
lain padahal urusan sendiri saja tidak tuntas. Repot kesana-kemari mencari tau
aib orang lain, padahal aib sendiri menggunung. Sungguh tercela perilaku
seperti ini.
satunya adalah yang terdapat dalam surat al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi:
اﷲ
اﷲ
98
Khalil al-Musawi, Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana…, h. 156.
68
berprasangka buruk, tajassus dan ghībah. Ketiga hal ini saling berkaitan satu
dengan lainnya. Orang-orang yang hatinya dipenuhi dengan ẕan yang buruk
akan selalu mencari-cari kesalahan orang lain (tajassus), dan ketika sudah
يل َع ْن الْ َع ََل ِء َع ْن أَبِ ِيو َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَةِ ِ ٍ َ َُّحدَّثَنَا َُْي ََي بْ ُن أَي
ُ وب َوقُتَ ْيبَةُ َوابْ ُن ُح ْجر قَالُوا َحدَّثَنَا إ ْْسَع
ال ِذ ْك ُرَك َ َال أَتَ ْد ُرو َن َما الْغِيبَةُ قَالُوا اﷲ َوَر ُسولُوُ أ َْعلَ ُم ق َ َصلَّى اﷲ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ق
َ ول اﷲ َ َن َر ُس َّ أ
ُ ال إِ ْن َكا َن فِ ِيو َما تَ ُق
ول فَ َق ْد ا ْغتَْبتَوُ َوإِ ْن ُ ُت إِ ْن َكا َن ِِف أ َِخي َما أَق
َ َول ق َ ْيل أَفَ َرأَي
ِ ِ َ أَخ
َ اك ِبَا يَكَْرهُ ق َ
ِِ
ََُلْ يَ ُك ْن فيو فَ َق ْد بَ َهتَّو
ٔٓٓ
“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyūb dan Qutaibah dan
Ibnu Hujr mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Isma'il dari Al-
„Alā` dari Bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pernah bertanya: "Tahukah kamu, apakah ghībah itu?" Para sahabat
menjawab; 'Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.' Kemudian Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: 'Ghībah adalah kamu membicarakan saudaramu
mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.' Seseorang bertanya; 'Ya Rasulullah,
bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang
sesuai dengan yang saya ucapkan? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
berkata: 'Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu ada padanya, maka berarti
kamu telah menggunjingnya. Dan apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada
padanya, maka berarti kamu telah membuat-buat kebohongan terhadapnya.”
99
Abu Ja‟far al-Tabari, Tafsir al-Tabari…, Jilid 23, h. 757.
100
Muslim bin al-Hajjāj al-Qusyairi al-Naisābūri, Sahīh Muslim…, Jilid 4, h. 2001.
69
dan fitnah. Jika aib memang ada pada diri orang yang dibicarakan, maka itu
adalah ghībah, namun apabila aib tersebut tidak ada pada dirinya, maka itu
adalah kebohongan yang dibuat-buat alias fitnah. Ghībah dan fitnah memang
berbeda, namun yang jelas keduanya adalah perilaku yang dilarang dalam
Islam.
َ َيِن َع ْن أَِِب الْ ُمغِ َْيةِ َك َما ق ِ َّ لَيس فِ ِيو أَنَس حدَّثَنَا ِعيسى بن أَِِب ِعيسى
صفَّى َ ال ابْ ُن الْ ُم ُّ ِ السْي لَح
ٔٓٔ
َ ُْ َ َ ٌ َ ْ
“Telah menceritakan kepada kami Ibnu al-Musaffa berkata, telah
menceritakan kepada kami Baqiyyah dan Abul Mughīrah keduanya berkata;
telah menceritakan kepada kami Safwān ia berkata; telah menceritakan
kepadaku Rāsyid bin Sa'ad dan 'Abdurrahmān bin Jubair dari Anas bin Mālik
ia berkata, „Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: „Ketika aku
dinaikkan ke lagit (dimi'rajkan), aku melewati suatu kaum yang kuku mereka
terbuat dari tembaga, kuku itu mereka gunakan untuk mencakar muka dan dada
mereka. Aku lalu bertanya, „Wahai Jibril, siapa mereka itu?‟ Jibril menjawab,
„Mereka itu adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghībah) dan
merusak kehormatan mereka.‟ Abu Dāud berkata, „Yahya bin Utsmān
menceritakannya kepada kami dari Baqiyyah, tetapi tidak disebutkan di
dalamnya nama Anas. Telah menceritakan kepada kami Isa bin Abu Isa As
Sailahini dari al-Mughīrah sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu al-Musaffa.”
besar102 dan pelakunya mendapatkan siksa yang sangat berat dan mengerikan.
101
Abi Daud Sulaiman bin Al-Asy‟ats Al-Sijistāny, Sunan Abi Dāud..., h. 529
102
Ibnu Hajar, Fath al-Bāri…, Jilid 29, h. 239.
70
Meminta tolong menasihati orang yang berbuat munkar pada orang yang
orang-orang terkenal, seperti gelar atau sebutan para ahli hadis atau
semacamnya.
umat Islam selalu menjauhkan diri dari ghībah. Komunikasi yang dibangun
oleh komunikator dan komunikan harus berisikan message (pesan) yang positif
dan jauh dari nilai-nilai gunjing dan fitnah. Dengan begitu, komunikasi yang
Asbāb al-wurūd merupakan gabungan dua kata yang berasal dari kata
asbāb dan al-wurūd. Kata asbāb adalah jama‟ dari kata sabab yang berarti tali
atau segala sesuatu yang menghubungkan dengan yang lain, sedangkan al-
sebagai sesuatu yang menjadi sebab dari timbulnya sebuah hadis. Namun tidak
103
Choiruddin Hadhiri, Akhlak dan Adab Islami: Menuju Pribadi Muslim Ideal (Jakarta:
Qibla, 2015), h. 193.
104
Abdul Majid Khan, Ulumul Hadis…, h. 177.
71
semua hadis mempunyai asbāb al-wurūd. Bahkan hadis yang tidak mempunyai
asbāb al-wurūd terbilang lebih banyak dibanding hadis yang ada asbāb al-
wurūdnya.
dalam skripsi ini, hanya tiga dari tujuh hadis yang mempunyai asbāb al-wurūd.
Berikut penjelasannya:
a. Hadis ke-1
صلَّى اﷲ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َم ْن َكا َن يُ ْؤِم ُن بِاﷲ َوالْيَ ْوِم ْاْل ِخ ِر فَ ََل يُ ْؤِذ َج َارهُ َوَم ْن َكا َن ِ ُ ال رس
َ ول اللَّو ُ َ َ َق
ضْي َفوُ َوَم ْن َكا َن يُ ْؤِم ُن بِاﷲ َوالْيَ ْوِم ْاْل ِخ ِر فَ ْليَ ُق ْل َخْي ًرا أ َْو ِ ِ ِ
َ يُ ْؤم ُن بِاﷲ َوالْيَ ْوم ْاْلخ ِر فَ ْليُ ْك ِرْم
ت ِ
ْ ص ُم
ْ َلي
ٔٓ٘
al-Kabīr dari Muhammad bin Abdullah bin Salam bahwa dia pernah menemui
untuk kedua kalinya dan berkata, “Aku diusik oleh tetanggaku”, Beliau
terhadapnya. Barangsiapa beriman kepada Allah Swt dan hari Akhir hendaklah
105
Al-Bukhāri, Sahīh al-Bukhāri…, h. 840.
72
Allah Swt dan Hari Akhir hendaklah berkata baik atau diamlah.”106
b. Hadis ke-4
ٔٓٚ
َكبِّ ْر الْ ُكْب َر: صلَّى اﷲ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ُّ ِال لَوُ الن
َ َِّب َ … فَ َق
Mengenai asbāb al-wurūd hadis ini, diceritakan bahwa Abdullah bin
Sahl dan Muhayisah bin Mas‟ūd bin Zaid pergi ke Khaibar pada waktu dalam
Nabi Saw, lalu Abdurrahman lebih dahulu berbicara. Maka Nabi Saw
(Abdurrahman) yang paling muda, lalu ia diam dan berbicaralah yang lebih
dan tidak melihat?” Beliau bersabda, “Orang Yahudi akan berlepas diri dari
kamu dengan sumpah sebanyak lima puluh kali” Mereka berkata, “Bagaimana
kami mengambil sumpah orang kafir?” Maka akhirnya Nabi Saw sendiri yang
membayarnya.108
106
Al-Husaini al-Dimasyqi, Asbabul Wurud: Latar Belakang Historis Timbulnya Hadits-
Hadits Rasul…, Jilid 3, h. 310.
107
Al-Bukhāri, Sahīh al-Bukhāri…, h. 855.
108
Al-Husaini al-Dimasyqi, Asbabul Wurud: Latar Belakang Historis Timbulnya Hadits-
Hadits Rasul…, Jilid 3, h. 90.
73
c. Hadis ke-6
dalam al-Jamī‟ al-Kabīr dari Salamah bin Wardān bahwa Rasulullah Saw
Allah Swt” (beliau berucap tiga kali). Seorang sahabat bertanya, “Wahai
Rasulullah Saw, apakah yang engkau maksudkan dengan sabdamu itu?” Beliau
surga…dst.”110
menjadi lebih terarah karena ada yang mengatur dan menjelaskan ketentuan
berkomunikasi. Hal ini terbukti ketika menuntut ilmu, para ulama sangat
berkata, “Dan pada saat seorang penuntut ilmu tidak memahami suatu pelajaran,
109
Abu Abdullah Muhammad bin Yazīd Al-Qazwinī, Sunan Ibn Mājah (Beirut: Bait al-
Afkār al-Dauliyyah, 1999), h. 23
110
Al-Husaini al-Dimasyqi, Asbabul Wurud: Latar Belakang Historis Timbulnya Hadits-
Hadits Rasul…, 2002, Jilid 3, h. 273.
74
bertanya kepada Syeikh dengan beradab dan cara yang lembut serta tidak
disebutkan bahwa salah satu adab berkomunikasi dengan seseorang yang lebih
Ibnu Katsir ketika menjelaskan isi kandungan surat al-Isra ayat 53112
hal baik yang berkenaan dengan perkara wajib maupun sunnah, maka
111
Majid bin Su‟ud al-Usyan, Adab Menuntut Ilmu, Penerjemah oleh Muzafar Sahidu bin
Mahsun (T.tp: Islamhouse, 2009), h. 5.
112
Ayat tersebut berbunyi:
ِ ِ ِِ
ْ َوقُ ْل لعبَادي يَ ُق ْولُْوا الَِِّت ى َي أ
…َح َس ُن
“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, „Hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang lebih baik…”
113
Ismā‟īl bin Amr bin Katsir al-Dimasyqi Abu al-Fidā`, Tafsir al-Qur‟ān al-„Aẕīm Ibnu
Katsir (Beirūt: Dar al-Fikr, 1992), Jilid 3, h. 59.
114
Abu Ja‟far al-Tabari, Tafsir al-Tabari…, Jilid 16, h. 723.
115
Yahya bin Syaraf al-Nawāwi, Syarh al-Nawāwi „ala Sahīh Muslim (Beirūt: Dar al-
Ihya al-Turāts, 1392 M), Jilid 2, h. 29.
75
untuk orang-orang yang tidak mampu menjaga lisannya agar tidak terjerumus
kepada keburukan.116
Ali bin Abi Tālib berkata, “Berbicaralah kepada orang lain dengan sesuatu
yang mereka ketahui.” Diriwayatkan dari Ikrimah bahwa Ibnu Abbas pernah
berkata, “Jangan engkau mendatangi suatu kaum saat mereka sedang bicara
Hal ini menunjukkan bahwa para sahabat pun sangat memperhatikan cara
Maka dari itu, kita hendaknya bisa meneladani para sahabat dan ulama
116
Ibnu Hajar, Fath al-Bāri…, Jilid 29, h. 158.
117
Majid bin Su‟ud al-Usyan, Adab Menuntut Ilmu…, h. 9.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian dalam al-Kutub al-Sittah, ditemukan banyak
kalimat yang baik, b) Berkomunikasi dengan efektif dan efisien, yakni berbicara
seperlunya, tidak mengatakan hal yang sia-sia dan tidak pula banyak
kejujuran dan menjauhi sifat dusta, d) Mendahulukan yang lebih tua untuk
yang sangat penting untuk menjelaskan kepada kaum muslimin mana yang patut
hadis tersebut, niscaya akan tercipta komunikasi yang beradab dan beretika yang
B. Saran-saran
akan dapat membimbing siapapun yang ingin mengamalkan hadis Nabi Saw,
76
77
lainnya yang berkenaan dengan etika komunikasi. Hal ini dimaksudkan agar
Karena apabila hadis-hadis tersebut sudah dikenal oleh masyarakat Islam, maka
bukan suatu yang mustahil hadis-hadis tersebut akan diamalkan dan dengan
Nabi Saw.
Akhirnya kepada Allah Swt penulis berharap agar skripsi ini menjadi
setitik sumber pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi
Al-Qur‟an Al-Karīm.
Abu al-Fidā`, Ismā‟īl bin Amr bin Katsir al-Dimasyqi. Tafsir al-Qur’ān al-‘Aẕīm
Ibnu Katsir. Beirūt: Dar al-Fikr. 1992.
Alimi, Ibnu Ahmad. Tokoh dan Ulama Hadis. Sidoarjo: Mashun. 2008.
Amin, Ahmad. Etika: Ilmu Akhlak. Jakarta: Bulan Bintang, 1975, Cet ke-8.
Amir, Mafri. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam. Ciputat: Logos
Wacana Ilmu. 1999.
Al Ausyan, Majid Sa‟ud. Panduan Lengkap dan Praktis Adab dan Akhlak Islami.
Penerjemah Abdurrahman Nuryaman. Jakarta: Darul Haq. 2015.
78
79
Dahlan, Muh. Syawir. Etika Komunikasi dalam Al-Qur’an dan Hadis. Jurnal
Dakwah Tabligh Vol. 15, No. 1, Juni 2014. h. 117.
Hadhiri, Choiruddin. Akhlak dan Adab Islami: Menuju Pribadi Muslim Ideal.
Jakarta: Qibla. 2015.
Hāsyim, Ahmad Umar. Qawā’id Ushūl al Hadīts. Beirut: Dār al-Kutub al-Arabī.
1984.
Al Jazairi, Abu Bakar Jabir. Pola Hidup Muslim (Minhajul Muslim): Thaharah,
Ibadah dan Akhlak. Penerjemah Rahmat Djatnika dan Ahmad Sumpeno.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1997.
80
Al Mizzī, Jamāl al-Dīn Abu al-Hajjāj Yūsuf. Tahdzīb al-Kamāl Fī Asmā` al-Rijāl.
Beirūt: Muassasah al-Risālah. 1988.
Al Naisābūrī, Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjāj. Sahīh Muslim. Beirut: Dār al-
Kutub al-Ilmiyah. 1991.
Al Nawāwi, Yahya bin Syaraf. Syarh al-Nawāwi ‘Ala Sahīh Muslim. Beirūt: Dar
al-Ihya al-Turāts. 1392 M.
81
Nimmo, Dan. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan dan Media. T.tp: Remadja
Karya CV. t.t.
Al Qazwinī, Abu Abdullah Muhammad bin Yazīd. Sunan Ibn Mājah. Beirut: Bait
al-Afkār al-Dauliyyah. 1999.
Al Sijistāny, Abi Daud Sulaiman bin Al-Asy‟ats. Sunan Abi Dāud. Beirut: Bait al-
Afkār al-Dauliyyah. 1420 H.
Al Tabari, Abu Ja‟far Muhammad bin Jarīr. Tafsir al-Tabari. Penerjemah Anshari
Taslim dkk. Jakarta: Pustaka Azzam. 2009.
Tebba, Sudirman. Sehat Lahir Batin. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. 2005.
Al Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa. Jāmi’ al-Tirmidzi. T.tp: Bait al-Afkār
al-Dauliyyah. t.t.
Al Usyan, Majid bin Su‟ud. Adab Menuntut Ilmu, Penerjemah oleh Muzafar
Sahidu bin Mahsun. T.tp: Islamhouse. 2009.
82
Akbar, Cholis. “Hindari Debat, Berbahasalah yang Bijak.” Artikel diakses pada
19 April 2017 dari www.hidayatullah.com
Keterangan hadis tentang menggunakan kata dan kalimat yang baik adalah
sebagai berikut:
b. Sahīh Muslim, kitab īman, hadis nomor 74, jilid I, halaman 68.
َاب َع ْن أَِِب َسلَ َمة ٍ َخب رِِن يونُس َعن ابْ ِن ِشه ٍ َح َّدثَِِن َحرَملَةُ بْن ََْيَي أَنْبَأَنَا ابْن وْى
َ ْ ُ ُ َ َ ْ ال أ َ َب ق َُ َ ُ ْ
ال َم ْن َكا َن يُ ْؤِم ُن َ َصلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ق ِ ِ
َ الر ْْحَ ِن َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة َع ْن َر ُسول اللَّو َّ بْ ِن َعْب ِد
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُت َوَم ْن َكا َن يُ ْؤم ُن بِاللَّو َوالْيَ ْوم ْاْلخ ِر فَ ْليُ ْك ِرْم َج َاره ْ ص ُم ْ َبِاللَّو َوالْيَ ْوم ْاْلخ ِر فَ ْليَ ُق ْل َخْي ًرا أ َْو لي
ِ ِ ِ ِ
َ َوَم ْن َكا َن يُ ْؤم ُن بِاللَّو َوالْيَ ْوم ْاْلخ ِر فَ ْليُ ْك ِرْم
ُضْي َفو
“Telah menceritakan kepada kami Harmalah bin Yahya telah
memberitakan kepada kami Ibnu Wahab dia berkata, telah mengabarkan
kepadaku Yūnus dari Ibnu Syihāb dari Abu Salamah bin Abdurrahman
dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda: Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka
hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik atau diam. Dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah
dia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan
Hari Akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.”
83
c. Sunan Abu Dāud, kitab adab, bab 123, halaman 554.
ي َع ْن أَِِب َسلَ َم َة َع ْن أَِِب ُّ َخبَ َرنَا َعْب ُد اللَّ ِو بْ ُن الْ ُمبَ َار ِك َع ْن َم ْع َم ٍر َع ْن
ِّ الزْى ِر ْ َحدَّثَنَا ُس َويْ ٌد أ
ِ ِ ِ ِ َ َصلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ق
َ ال َم ْن َكا َن يُ ْؤم ُن بِاللَّو َوالْيَ ْوم ْاْلخ ِر فَ ْليُ ْك ِرْم
ُضْي َفو َ َِّبِّ ُِىَريْ َرَة َع ْن الن
ِ ِ ِ ِ ِ
ت
ْ ص ُمْ ََوَم ْن َكا َن يُ ْؤم ُن بِاللَّو َوالْيَ ْوم ْاْلخ ِر فَ ْليَ ُق ْل َخْي ًرا أ َْو لي
“Telah menceritakan kepada kami Suwaid telah mengkabarkan
kepada kami Abdullah bin al-Mubārak dari Ma'mar dari al-Zuhri dari Abu
Salamah dari Abu Hurairah dari nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam
bersabda: Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah
memuliakan tamunya dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari
akhir hendaklah mengatakan kebaikan atau diam.”
e. Sunan Ibnu Mājah, kitab adab, bab 4, jilid II, halaman 1211.
َحدَّثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَِِب َشْيبَةَ َحدَّثَنَا ُس ْفيَا ُن بْ ُن عُيَ ْي نَةَ َع ْن َع ْم ِرو بْ ِن ِدينَا ٍر ََِس َع نَافِ َع بْ َن
ال َم ْن َكا َن يُ ْؤِم ُن بِاللَّ ِو َ َصلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ق َّ َِن الن
َ َِّب
ِ اْلز
َّ اع ِّي أ َُْ ُجبَ ٍْْي ُُيِِْبُ َع ْن أَِِب ُشَريْ ٍح
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ضْي َفوُ َوَم ْن َ َوالْيَ ْوم ْاْلخ ِر فَ ْليُ ْحس ْن إِ ََل َجا ِرِه َوَم ْن َكا َن يُ ْؤم ُن بِاللَّو َوالْيَ ْوم ْاْلخ ِر فَ ْليُ ْك ِرْم
ِ ِ ِ ِ ِ
ْ َكا َن يُ ْؤم ُن بِاللَّو َوالْيَ ْوم ْاْلخ ِر فَ ْليَ ُق ْل َخْي ًرا أ َْو ليَ ْس ُك
ت
“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah
telah menceritakan kepada kami Sufyān bin Uyainah dari Amru bin Dīnār
dia mendengar Nāfi' bin Jubair mengabarkan dari Abu Syuraih al-Khuzā'ī,
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa beriman
84
pada Allah dan Hari Akhir hendaknya ia berbuat baik terhadap
tetangganya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir
hendaknya ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa beriman kepada
Allah dan Hari Akhir hendaknya ia berbicara baik atau diam.”
85
Lampiran 2
ِ ِ ِ ِ ِ
ت وم ْن كان يُ ْؤم ُن بِاللَّه والْي ْوم ْاْلخ ِر ف ْلي ُق ْل خْي ًرا أ ْو لي ْ
ص ُم ْ النيب
قتيبة بن سعيد ابن وهب عبد الرزاق عبد اهلل بن املبارك أبو بكر بن أيب شيبة
86
Keterangan nama-nama :
Riwayat al-Bukhāri
1. Abu Sālih : Dzakwān, Abu Sālih al-Sammān
2. Abu Hasīn : Utsmān bin Asim
3. Abu al-Ahwās : Sallām bin Sulaim
Riwayat Muslim
1. Ibn Syihāb : Muhammad bin Muslim bin Syihab al-Zuhri
2. Yūnus : Yūnus bin Yazīd al-‘Ailay
3. Ibn Wahb : Abdullah bin Wahb bin Muslim al-Qurasyi
Riwayat Abu Dāud
1. Al-Zuhri : Muhammad bin Muslim bin Syihab al-Zuhri
2. Ma’mar : Ma’mar bin Rasyīd al-Azdi
3. Abd al-Razzāq : Abd al-Razzāq bin Hammām
87
Lampiran 3
sebagai berikut:
ِب َع ْن َوَّر ٍاد َم ْوََل الْ ُمغِ َريةِ بْ ِن ُش ْعبَةَ َع ْن ْ صوٍر َع ْن الش
ِّ َِّع ُ َحدَّثَنَا عُثْ َما ُن َحدَّثَنَا َج ِر ٌير َع ْن َمْن
اتِ وق ْاْل َُّمه ِ
َ َ صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم إِ َّن اللَّ َو َحَّرَم َعلَْي ُك ْم عُ ُق َ َِّبُّ ِال الن َ َالْ ُمغِ َريِة بْ ِن ُش ْعبَةَ ق
َ َال ق
اعةَ الْ َم ِال ِ ِ ِ ِ
َض َ ِالس َؤ ِال َوإ
ُّ َال َوَكثْ َرة َ َوَوأْ َد الْبَ نَات َوَمنَ َع َوَىات َوَكرَه لَ ُك ْم ق
َ َيل َوق
“Telah menceritakan kepada kami Utsmān telah menceritakan
kepada kami Jarīr dari Mansūr dari al-Sya'bi dari Warrād, mantan budak
al-Mughīrah bin Syu'bah dari al-Mughīrah bin Syu'bah berkata: Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah mengharamkan
atas kalian durhaka kepada ibu, mengubur anak wanita hidup-hidup dan
serta membenci kalian dari qīla wa qāla), banyak bertanya dan menyia-
nyiakan harta.”
88
“Dan telah menceritakan kepada kami Ishāq bin Ibrāhīm al-Hanẕāli
telah mengabarkan kepada kami Jarīr dari Mansūr dari al-Sya'bi dari
Warrād bekas budak al-Mughīrah bin Syu'bah, dari al-Mughĭrah bin
Syu'bah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
Sesungguhnya Allah 'azza wajalla mengharamkan kalian mendurhakai
seorang ibu, mengubur anak perempuan hidup-hidup, dan tidak suka
memberi dan suka meminta-minta. Dan membenci atasmu tiga perkara;
qīla wa qāla, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta.”
89
Lampiran 4
النيب
ات ووأْد الْب نَ ِ
ات َوَك ِرَه ِ ِ إِ َّن اللَّوَ َحَّرَم َعلَْي ُك ْم ُع ُق َ
وق ْاْل َُّم َهات َوَمنَ َع َوَى َ َ َ َ
اعةَ الْ َم ِال ِ
ضَالس َؤ ِال َوإِ َ
ال َوَكثْ َرةَ ُّ
يل َوقَ َ
لَ ُك ْم ق َ املغرية
وراد
البخاري مسلم
90
Keterangan nama-nama perawi :
Riwayat al-Bukhāri 1
1. Al-Mughīrah : al-Mughīrah bin Syu’bah, sahabat.
2. Al-Musayyab : al-Musayyab bin Rāfi’
3. Mansūr : Mansūr bin al-Mu’tamir bin Abdullah bin Rubayya’ah
4. Syaibān : Syaibān bin Abd al-Rahmān
Riwayat al-Bukhāri 2
1. Al-Sya’bi : Amir al-Sya’bi
2. Jarīr : Jarīr bin Abd al-Hamīd
3. Ustmān : Ustmān bin Muhammad bin Abi Syaibah
Riwayat Muslim 2
1. Ibn Abu Umar : Muhammad bin Yahya bin Abu Umar al-‘Adani
91
Lampiran 5
Keterangan hadis tentang berbicara jujur dan tidak dusta adalah sebagai
berikut:
b. Sahīh Muslim, kitab birr, hadis nomor 105, jilid IV, halaman 2013
ِ ِ ِ
شحو ُ َع َم ْ يع قَ َاَل َحدَّثَنَا ْاْلٌ َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن َعْبد اللَّو بْ ِن ُُنٍَْْي َحدَّثَنَا أَبُو ُم َعا ِويَةَ َوَوك
ال َ َال ق َ َش َع ْن َش ِق ٍيق َع ْن َعْب ِد اللَّ ِو ق ُ ب َحدَّثَنَا أَبُو ُم َعا ِويَةَ َحدَّثَنَا ْاْل َْع َم ٍ َْحدَّثَنَا أَبُو ُكري
َ
الص ْد َق يَ ْه ِدي إِ ََل الِْ ِِّب َوإِ َّن الِْ َِّب
ِّ الص ْد ِق فَِإ َّن ِّ ِصلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َعلَْي ُك ْم ب ِ ُ رس
َ ول اللَّو َُ
ب ِعْن َد اللَّ ِو ِصدِّي ًقا َ َالص ْد َق َح ََّّت يُكْتِّ ص ُد ُق َويَتَ َحَّرى ْ َالر ُج ُل ي ْ يَ ْه ِدي إِ ََل
َّ اْلَن َِّة َوَما يََز ُال
ور يَ ْه ِدي إِ ََل النَّا ِر َوَما يََز ُال ِ ِ ِ ِ
َ ب يَ ْهدي إ ََل الْ ُف ُجور َوإ َّن الْ ُف ُج
ِ ِ وإِيَّا ُكم والْ َك ِذ
َ ب فَإ َّن الْ َكذ َ َ ْ َ
ب ِعْن َد اللَّ ِو َك َّذابًا ِ ِ
َ َب َح ََّّت يُكْت َ ب َويَتَ َحَّرى الْ َكذ ُ الر ُج ُل يَكْذ
َّ
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin
Numair, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’āwiyah dan Wakī’
keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami al-A'masy, demikian
juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami
Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’āwiyah, telah
menceritakan kepada kami al-A’masy dari Syaqīq dari Abdullah dia
berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Kalian harus
berlaku jujur, karena kejujuran itu akan membimbing kepada kebaikan dan
92
kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa
berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai
orang yang jujur di sisi Allah. Dan hindarilah dusta, karena kedustaan itu
akan menggiring kepada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan
ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan memelihara kedustaan,
maka ia akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah.”
ش َع ْن َش ِق ِيق بْ ِن َسلَ َم َة َع ْن َعْب ِد اللَّ ِو بْ ِن َم ْسعُوٍد ِ َع َمْ َّاد َحدَّثَنَا أَبُو ُم َعا ِويَةَ َع ْن ْاْل
ٌ َحدَّثَنَا َىن
الص ْد َق يَ ْه ِدي إِ ََل الِْ ِِّب
ِّ الص ْد ِق فَِإ َّن ِّ ِصلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َعلَْي ُك ْم ب ِ ُ ال رس
َ ول اللَّو ُ َ َ َال ق َ َق
ب ِعْن َد اللَّ ِوَ َالص ْد َق َح ََّّت يُكْت
ِّ ص ُد ُق َويَتَ َحَّرى ْ َالر ُج ُل ي ْ َوإِ َّن الِْ َِّب يَ ْه ِدي إِ ََل
َّ اْلَن َِّة َوَما يََز ُال
ور يَ ْه ِدي إِ ََل النَّا ِر َوَما ِ ِ ِ ِ
َ ب يَ ْهدي إ ََل الْ ُف ُجور َوإ َّن الْ ُف ُج
ِ ِ ِصدِّي ًقا وإِيَّا ُكم والْ َك ِذ
َ ب فَإ َّن الْ َكذ َ َْ َ
ب ِعْن َد اللَّ ِو َك َّذابًا ِ ِ
َ َب َح ََّّت يُكْت َ ب َويَتَ َحَّرى الْ َكذ ُ يََز ُال الْ َعْب ُد يَكْذ
93
“Telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan
kepada kami Abu Mu'awiyah dari A'masy dari Syaqiq bin Salamah dari
Abdullah bin Mas'ud ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Hendaklah kalian bersikap jujur, karena kejujuran itu akan
membawa pada kebaikan, sedangkan kebaikan akan membawa kepada
surga. Tidaklah seorang bersikap jujur dan selalu berbuat jujur hingga ia
ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan hendaklah kalian
menjauhi sikap dusta, karena kedustaan itu akan membawa pada kekejian,
sedangkan kekejian akan membawa kepada neraka. Dan tidaklah seorang
berbuat dusta dan selalu berdusta hingga ia ditulis di sisi Allah sebagai
seorang pendusta."
ون الْ َم َدِِنُّ أَبُو عُبَ ْي ٍد َحدَّثَنَا أَِِب َع ْن ُُمَ َّم ِد بْ ِن َج ْع َف ِر بْ ِن أَِِب ٍ حدَّثَنَا ُُم َّم ُد بن عب ي ِد ب ِن ميم
ُ ْ َ ْ ْ َُ ُ ْ َ َ
ٍ ص عن عب ِد اللَّ ِو ب ِن مسع ِ
َنَّ ود أ ُْ َ ْ َْ ْ َ ِ َح َو ْ وسى بْ ِن عُ ْقبَ َة َع ْن أَِِب إِ ْس َح َق َع ْن أَِِب ْاْل َ َكث ٍْي َع ْن ُم
َح َس ُن الْ َك ََلِم َك ََل ُم ْ ي فَأ
ِ َِّ َ َصلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو و َسلَّم ق ِ َ رس
َ ول اللَّو
ُ ال إُنَا ُُهَا اثْنَتَان الْ َك ََل ُم َوا ْْلَْد َ َ َُ
ات ْاْل ُُموِر فَِإ َّن َشَّر ْاْل ُُموِر ُُْم َدثَاتُ َها َوُك ُّل ِ َاللَّ ِو وأَحسن ا ْْل ْد ِي ى ْدي ُُم َّم ٍد أَََل وإِيَّا ُكم وُُْم ِدث
َْ َ َ ُ َ َ َُ ْ َ
ٍ ٍ
ض ََللَةٌ أَََل ََل يَطُولَ َّن َعلَْي ُك ْم ْاْل ََم ُد فَتَ ْق ُس َو قُلُوبُ ُك ْم أَََل إِ َّن َما ُى َو َ ُُْم َدثَة بِ ْد َعةٌ َوُك ُّل بِ ْد َعة
يد َم ْن َّ َّق ُّي َم ْن َش ِق َي ِِف بَطْ ِن أ ُِّم ِو َو
ُ ِالسع
ِ آت أَََل أََُّنَا الش ٍ ِيد ما لَيس ب ِ َِّ آت قَ ِر
َ ْ َ ُ يب َوإُنَا الْبَع ٌ
ٍ
ِ ِ ِ ٌ ظ بِغَ ِْْيهِ أَََل إِ َّن قِتَا َل الْ ُم ْؤِم ِن ُك ْفٌر َو ِسبَابُوُ فُ ُس َ ُو ِع
َخاهُ فَ ْو َقَ وق َوََل ََي ُّل ل ُم ْسل ٍم أَ ْن يَ ْه ُجَر أ
َُُّ ُصبِيَّو َّ اْلِ ِّد َوََل بِا ْْلَْزِل َوََل يَعِ ُد ْ ِصلُ ُح ب ِ ِ ث أَََل وإِيَّا ُكم والْ َك ِذ ٍ ثَََل
َ الر ُج ُل ْ َب ََل ي َ ب فَإ َّن الْ َكذ
َ َْ َ
ِّ َّار َوإِ َّن ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
الص ْد َق َ ور يَ ْهدي إ ََل الن َ ب يَ ْهدي إ ََل الْ ُف ُجور َوإ َّن الْ ُف ُج َ ََل يَفي لَوُ فَإ َّن الْ َكذ
ب ِ ِال لِْل َك ِاُ ص َد َق َوبََّر َويُ َق ِ ِ َّ ِال ل ْ يَ ْه ِدي إِ ََل الِْ ِِّب َوإِ َّن الِْ َِّب يَ ْه ِدي إِ ََل
ُ اْلَن َِّة َوإِنَّوُ يُ َق
َ لصادق
ب ِعْن َد اللَّ ِو َك َّذابًا ِ ِ
َ َب َح ََّّت يُكْت ُ ب َوفَ َجَر أَََل َوإ َّن الْ َعْب َد يَكْذ َ َك َذ
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ubaid bin
Maimūn al-Madani Abu Ubaid berkata, telah menceritakan kepada kami
bapakku dari Muhammad bin Ja’far bin Abu Katsīr dari Mūsa bin Uqbah
dari Abu Ishāq dari Abu al-Ahwas dari Abdullah bin Mas'ūd berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Keduanya merupakan
perkataan dan petunjuk. Maka sebaik-baik perkataan adalah kalamullah,
dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Ketahuilah, jangan
kalian membuat perkara-perkara baru. Sesungguhnya seburuk-buruk
perkara adalah hal-hal baru (diada-adakan), dan setiap hal baru adalah
bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat. Ketahuilah, janganlah kalian terlalu
panjang dalam berangan-angan, hingga menjadikan hati kalian keras.
Ketahuilah, segala sesuatu yang akan datang itu adalah dekat, dan
bahwasanya yang jauh itu sesuatu yang tidak datang. Ketahuilah,
94
bahwasanya orang yang sengsara itu adalah orang yang sengsara di perut
ibunya, dan orang yang berbahagia adalah orang yang diberi nasehat
dengan selainnya. Ketahuilah, sesungguhnya membunuh seorang muslim
adalah kekafiran, dan mencercanya adalah kefasikan. Tidak halal bagi
seorang muslim untuk tidak mengajak bicara saudaranya di atas tiga hari.
Ketahuilah, jauhilah oleh kalian berkata dusta, sesungguhnya dusta itu
tidak dibenarkan baik dilakukan dengan serius maupun main-main.
Janganlah seseorang berjanji kepada anak kecilnya kemudian dia tidak
menepatinya. Sesungguhnya dusta akan menggiring kepada perbuatan
dosa dan sesungguhnya perbuatan dosa akan menggiring ke dalam neraka.
Sesungguhnya kejujuran akan menunjukkan kepada kebaikan dan
kebaikan akan menunjukkan kepada surga. Dan akan dikatakan kepada
orang yang jujur; ia telah berlaku jujur dan berbuat baik. Sementara
kepada pendusta dikatakan; ia telah berlaku dusta dan dosa. Seorang
hamba yang selalu berdusta, akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.”
95
Lampiran 6
ص ُد ُق الص ْد َق يَ ْه ِدي إِ ََل الِْ ِِّب َوإِ َّن الِْ َِّب يَ ْه ِدي إِ ََل ا ْْلَن َِّة َوإِ َّن َّ
الر ُج َل لَيَ ْ إِ َّن ِّ
النيب
ور يَ ْه ِدي ِ ِ ح ََّّت ي ُكو َن ِصدِّي ًقا وإِ َّن الْ َك ِذ َ ِ ِ
ب يَ ْهدي إ ََل الْ ُف ُجور َوإ َّن الْ ُف ُج َ َ َ َ
ِ ِ
ب عْن َد اللَّه َك َّذابًا ِ إِ ََل النَّا ِر َوإِ َّن َّ
ب َح ََّّت يُكْتَ َ
الر ُج َل لَيَكْذ ُ
عبد اهلل بن مسعود
عثمان بن أيب شيبة أبو كريب هناد حممد بن عبداهلل أبو بكر بن أيب شيبة مسدد حممد بن جعفر بن أيب كثري
البخاري أيب
مسلم الرتمذي أبو داود
ابن ماجة
96
Keterangan nama-nama perawi:
Riwayat al-Bukhāri
1. Abu Wāil : Syaqīq bin Salamah
2. Mansūr : Mansūr bin al-Mu’tamir
3. Jarīr : Jarīr bin Abd al-Hamīd
Riwayat Muslim
1. Abu Kuraib : Muhammad bin ‘Ila` bin Kuraib al-Hamdāni
2. Muhammad bin Abdullah : Muhammad bin Abdullah bin Numair
Riwayat Abu Dāud
1. Musaddad :
2. Al-A’masy : Sulaimān bin Mihrān al-A’masy
3. Wakī’ : Wakī’ bin al-Jarrāh
Riwayat al-Tirmidzi
1. Abu Mu’āwiyah : Muhammad bin Khāzim al-Darīr
2. Hannād : Hannād bin al-Sarri
Riwayat Ibn Mājah
1. Abu al-Ahwās : Auf bin Mālik al-Asyjā’i
2. Abu Ishāq : Amru bin Abdullah al-Sabī’i
3. Abī : Ubaid bin Maimūn al-Madani
97
Lampiran 7
َّل َحدَّثَنَا ََْي ََي َع ْن بُ َش ِْْي بْ ِن يَ َسا ٍر َع ْن َس ْه ِل بْ ِن ِ َّد َحدَّثَنَا بِ ْشٌر ُى َو ابْ ُن الْ ُم َفض ٌ َحدَّثَنَا ُم َسد
ود بْ ِن َزيْ ٍد إِ ََل َخْيبَ َر َوِى َي يَ ْوَمئِ ٍذ ِ ال انْطَلَق عب ُد اللَّ ِو بن سه ٍل وُُميِّصةُ بن مسع
ُْ َ ُْ َ َ َ َْ ُْ َْ َ َ َأَِِب َحثْ َمةَ ق
ط ِِف َد ِم ِو قَتِ ًيًل فَ َدفَنَوُ ُُثَّ قَ ِد َم ُ صةُ إِ ََل َعْب ِد اللَّ ِو بْ ِن َس ْه ٍل َوُى َو يَتَ َش َّم َ ِّص ْل ٌح فَتَ َفَّرقَا فَأَتَى ُُمَي
ُ
ُصلَّى اللَّو َ َِّب
ٍ
ِّ ِصةُ ابْنَا َم ْسعُود إِ ََل الن َ ِّصةُ َو ُح َوي َّ الْ َم ِدينَةَ فَانْطَلَ َق َعْب ُد
َ ِّالر ْْحَ ِن بْ ُن َس ْه ٍل َوُُمَي
ت فَتَ َكلَّ َما ِ َ الر ْْحَ ِن يَتَ َكلَّ ُم فَ َق َّ ِ
َ ث الْ َق ْوم فَ َس َك ُ َح َدْ ال َكبِّ ْر َكبِّ ْر َوُى َو أ َّ ب َعْب ُد َ َعلَْيو َو َسل َم فَ َذ َى
الَ َف َوََلْ نَ ْش َه ْد َوََلْ نََر ق ِ ِ ال ََْتلِ ُفو َن وتَستَ ِحقُّو َن قَاتِلَ ُكم أَو
ُ ف ََْنل َ صاحبَ ُك ْم قَالُوا َوَكْي َ ْ ْ ْ َ َ فَ َق
صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو ٍ ِ ِ فَتُ ِْبي ُكم ي ه
َ َِّبُّ ِف نَأْ ُخ ُذ أَْْيَا َن قَ ْوم ُكفَّا ٍر فَ َع َقلَوُ الن َ ني فَ َقالُوا َكْي َ ود ِبَ ْمس ُ َُ ْ ْ
َو َسلَّ َم ِم ْن ِعْن ِد ِه
“Telah bercerita kepada kami Musaddad telah bercerita kepada
kami Bisyir, dia adalah anak al-Mufaḏḏal telah bercerita kepada kami
Yahya dari Busyair bin Yasār dari Sahal bin Abi Hatsmah berkata;
Abdullah bin Sahal dan Muhayyisah bin Mas‟ūd bin Zaid berangkat
menuju Khaibar yang saat itu Khaibar terikat dengan perjanjian damai lalu
keduanya terpisah. Kemudian Muhayyisah mendapatkan Abdullah bin
Sahal dalam keadaan gugur bersimbah darah lalu dia menguburkannya.
Kemudian dia kembali ke Madinah. Lalu Abdurrahmān bin Sahal,
Muhayyisah dan Huwayyisah, keduanya anak Mas‟ūd, menemui Nabi
shallallahu „alaihi wasallam. Abdurrahmān bin Sahal memulai berbicara
Namun Beliau Shallallahu 'alaihiwasallam berkata: Tolong yang bicara
yang lebih tua, tolong yang bicara yang lebih tua. Dia (Abdurrahmān)
memang yang paling muda usia diantara kaum yang hadir, lalu dia pun
diam. Maka keduanya (anak Mas‟ūd) berbicara. Beliau Shallallahu
'alaihiwasallam bertanya: Hendaknya kalian bersumpah sehingga bisa
menuntut pembunuhnya atau kalian tuntut darah saudara kalian. Mereka
berkata: Bagaimana kami dapat bersumpah padahal kami tidak
menyaksikan dan tidak melihat kejadiannya. Beliau berkata: Kalau begitu
kaum Yahudi bisa menyatakan ketidakterlibatannya dengan lima puluh
sumpah. Mereka bertanya: Bagaimana mungkin kami terima sumpah kaum
kafir? Akhirnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membayar diyatnya dari
harta Beliau sendiri.”
98
b. Sahīh al-Bukhāri, kitab adab, bab 89, halaman 430.
يد َع ْن بُ َش ِْْي بْ ِن يَ َسا ٍر ٍ ِب حدَّثَنا َْحَّاد ىو ابن زي ٍد عن ََيَي ب ِن سع ٍ
َ ْ َ ْ ْ َ ْ َ ُ ْ َ ُ ٌ َ َ َحدَّثَنَا ُسلَْي َما ُن بْ ُن َح ْر
َن َعْب َد اللَّ ِو بْ َن َس ْه ٍل َّ يج َو َس ْه ِل بْ ِن أَِِب َحثْ َم َة أَن َُّه َما َح َّدثَاهُ أ ٍ صا ِر َع ْن َرافِ ِع بْ ِن َخ ِد َ َْم ْوََل ْاْلَن
َّخ ِل فَ ُقتِ َل َعْب ُد اللَّ ِو بْ ُن َس ْه ٍل فَ َجاءَ َعْب ُد ا َّلر ْْحَ ِن ٍ
ْ صةَ بْ َن َم ْسعُود أَتَيَا َخْيبَ َر فَتَ َفَّرقَا ِِف الن َ َِّوُُمَي
صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم فَتَ َكلَّ ُموا ِِف أ َْم ِر ٍ
َ َِّبِّ ِصةُ ابْنَا َم ْسعُود إِ ََل الن َ ِّصةُ َوُُمَي َ ِّبْ ُن َس ْه ٍل َو ُح َوي
صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َكبِّ ْر َ َِّبُّ ِال لَوُ الن َ َصغََر الْ َق ْوِم فَ َقْ الر ْْحَ ِن َوَكا َن أ َّ احبِ ِه ْم فَبَ َدأَ َعْب ُد ِص
َ
َ احبِ ِه ْم فَ َق ِ ال ََيَي ي ع ِِن لِيلِي الْ َك ًَلم ْاْلَ ْكب ر فَتَ َكلَّموا ِِف أَم ِر ص
ُصلَّى اللَّو َ َِّب ُّ ِال الن َ ْ ُ َُ َ َ َ ْ َ َ ْ َ َالْ ُكْب َر ق
ول اللَّ ِو َ ني ِمْن ُك ْم قَالُوا يَا َر ُس ِ ِ
َ صاحبَ ُك ْم بِأ َْْيَان َخَْس
ِ ال ِ ِ
َ َ ََعلَْيو َو َسلَّ َم أَتَ ْستَحقُّو َن قَتيلَ ُك ْم أ َْو ق
ِ
ِ َ ان َخَْ ِسني ِمْن هم قَالُوا يا رس ِ َال فَتُ ِْبئُ ُكم ي هود ِِف أَْْي
ٌ ول اللَّو قَ ْوٌم ُكف
َّار فَ َوَد ُاى ْم َُ َ ُْ َ ُ ُ َ ْ ْ َ َأ َْمٌر ََلْ نََرهُ ق
ت ْ َاْلبِ ِل فَ َد َخل ِْ ك َ ت نَاقَةً ِم ْن تِْل ُ ال َس ْه ٌل فَأ َْد َرْك َ َصلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ِم ْن قِبَلِ ِو ق ِ ُ رس
َ ول اللَّو َُ
ت ِ
ُ ال ََْي ََي َحسْب َ َث َح َّدثَِِن ََْي ََي َع ْن بُ َش ٍْْي َع ْن َس ْه ٍل ق ُ ال اللَّْيَ َضْت ِِن بِ ِر ْجلِ َها ق
َ م ْربَ ًدا ََلُ ْم فَ َرَك
ِ
ُال ابْ ُن عُيَ ْي نَةَ َحدَّثَنَا ََْي ََي َع ْن بُ َش ٍْْي َع ْن َس ْه ٍل َو ْح َده َ َيج َوقٍ ال َم َع َرافِ ِع بْ ِن َخ ِد َ َأَنَّوُ ق
Telah menceritakan kepada kami Sulaimān bin Harb telah
menceritakan kepada kami Hammād yaitu Ibnu Zaid dari Yahya bin Sa'īd
dari Busyair bin Yasār bekas budak Ansar, dari Rāfi' bin Khadīj dan Sahal
bin Abu Hatsmah bahwa keduanya menceritakan kepadanya bahwa
Abdullah bin Sahal dan Muhayisah bin Mas‟ūd pergi ke Khaibar,
kemudian keduanya berpisah di suatu kebun kurma, tiba-tiba Abdullah bin
Sahal terbunuh, lantas Abdurrahmān bin Sahl Huwayisah dan Muhayisah
bin Mas'ud pergi menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk
melapor mengenai perkara saudaranya, Abdurrahmān angkat bicara
padahal dia adalah orang yang paling muda di antara mereka, maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: „Yang lebih tua, yang
lebih tua.‟ Yahya berkata; „Maksudnya hendaknya yang paling tua yang
lebih dulu angkat bicara.‟ Lalu mereka melaporkan mengenai perkara
saudaranya, lantas Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: „Hendaknya
lima puluh orang dari kalian bersumpah atas satu orang dari mereka
(Yahudi), maka kalian berhak menuntut darah sahabatmu.‟ Mereka
berkata; „Perkara ini sama sekali belum pernah kami alami, bagaimana
kami akan bersumpah?‟ Beliau bersabda:‟Jika demikian, orang-orang
Yahudi telah terbebas dari tuduhanmu, dengan lima puluh orang dari
mereka yang bersumpah.‟ Mereka berkata; „Wahai Rasulullah, mereka
adalah orang-orang kafir.‟ Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam membayar diyat dari diri beliau sendiri kepada mereka.‟ Sahal
berkata; „Maka saya dapati seekor unta dari unta-unta tersebut, lalu saya
masukkan ke kandang unta mereka, tiba-tiba saya di tendang oleh kaki
unta itu.‟ Laits berkata; Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Busyair
99
dari Sahal. Yahya berkata: Aku mengira dia berkata bersama dengan Rāfi'
bin Khadīj. Ibnu 'Uyainah berkata: „Telah menceritakan kepada kami
Yahya dari Busyair dari Sahal saja.”
c. Sahīh Muslim, kitab qasāmah, hadis ke-1, jilid III, halaman 1291.
100
„Bagaimana mungin kami dapat menerima sumpah orang kafir itu?‟
melihat kondisi seperti itu, akhirnya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam memberikan diyatnya (tebusannya).”
101
shallallahu 'alaihi wasallam menebus (diyat) jiwa korban itu dengan harta
pribadinya sendiri.”
يد َع ْن بُ َش ِْْي بْ ِن يَ َسا ٍر َع ْن َس ْه ِل بْ ِن ٍ ِحدَّثَنا قُت يبةُ حدَّثَنا اللَّيث بن سع ٍد عن ََيَي ب ِن سع
َ ْ َ ْ ْ َ ْ َ ُ ْ ُ ْ َ َ َْ َ َ َ
يج أَن َُّه َما قَ َال َخَر َج َعْب ُد اللَّ ِو بْ ُن َس ْه ِل بْ ِن ٍ ت َع ْن َرافِ ِع بْ ِن َخ ِد ِ
ُ ال ََْي ََي َو َحسْب َ َأَِِب َحثْ َم َة ق
ص َةَ ِّاك ُُثَّ إِ َّن ُُمَيَ َض َما ُىن ِ ود بْ ِن َزيْ ٍد َح ََّّت إِ َذا َكانَا ِِبَْيبَ َر تَ َفَّرقَا ِِف بَ ْع
ِ زي ٍد وُُميِّصةُ بن مسع
ُ ْ َ ُ ْ َ َ َ َْ
صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ِ ِ ِ ِ ِ
َ َو َج َد َعْب َد اللَّو بْ َن َس ْه ٍل قَت ًيًل قَ ْد قُت َل فَ َدفَنَوُ ُُثَّ أَقْ بَ َل إِ ََل َر ُسول اللَّو
الر ْْحَ ِن ِ ٍ ىو وحويِّصةُ بن مسع
َّ ب َعْب ُد َ َصغََر الْ َق ْوم ذَ َى ْ الر ْْحَ ِن بْ ُن َس ْه ٍل َوَكا َن أ َّ ود َو َعْب ُد ُ ْ َ ُ ْ َ َُ َ َُ
ِ ِ ِ ُ ال لَو رس ِ ِ لِيتَ َكلَّم قَبل
ت َوتَ َكلَّ َم َ ص َم َ َصلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم َكبِّ ْر ل ْل ُك ِْْب فَ ول اللَّو ُ َ ُ َ َصاحبَ ْيو ق َ َْ َ َ
صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َم ْقتَ َل َعْب ِد اللَّ ِو بْ ِن َس ْه ٍل ِ ِ ِ ِ
َ صاحبَاهُ ُُثَّ تَ َكلَّ َم َم َع ُه َما فَ َذ َك ُروا لَر ُسول اللَّوَ
ِ ِ ِ ََتلِ ُفو َن َخَْ ِسني َْيِينًا فَتَستَ ِحقُّو َن
ْف َوََل ُ ف ََْنل َ صاحبَ ُك ْم أ َْو قَاتلَ ُك ْم قَالُوا َوَكْي َ ْ َ َْ ال ََلُ ْم أَ فَ َق
ِ ٍ ِ ال فَتُب ِّرئُ ُكم ي هود ِِبَم ِس
كَ ف نَ ْقبَ ُل أ َْْيَا َن قَ ْوم ُكفَّا ٍر فَلَ َّما َرأَى َذل َ ني َْيينًا قَالُوا َوَكْي َ ْ ُ ُ َ ْ َ َ َنَ ْش َه ْد ق
ِ ِ ُ رس
ُصلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم أ َْعطَى َع ْقلَوَ ول اللَّو َُ
“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan
kepada kami al-Laits bin Sa'ad dari Yahya bin Sa'īd dari Busyair bin Yasār
dari Sahl bin Abu Hatsmah, Yahya berkata; Aku kira dari Rāfi' bin Khadīj
di antara keduanya ada yang berkata Abdullah bin Sahl bin Zaid dan
Muhayyisah bin Mas'ūd bin Zaid keluar hingga ketika sampai di Khaibar
keduanya berpisah untuk sebagian keperluan mereka di sana, kemudian
Muhayyisah mendapati Abdullah bin Sahl gugur, ia telah dibunuh, setelah
menguburnya kemudian ia pun menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, ketika itu beliau bersama Huwayyisah bin Mas'ūd dan
Abdurrahmān bin Sahl, ia adalah orang paling muda. Abdurrahmān pun
maju untuk berbicara sebelum kedua temannya, lalu Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda kepadanya: „Dahulukan orang yang lebih tua.‟ Ia
pun terdiam dan kedua temannya berbicara kemudian ia berbicara bersama
keduanya. Mereka menyebutkan perihal terbunuhnya Abdullah bin Sahl
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau pun bersabda
kepada mereka: „Apakah kalian mau bersumpah lima puluh kali sumpah
dan berhak terhadap sahabat atau orang yang membunuh kalian?‟ Mereka
berkata: „Bagaimana kami bersumpah sedangkan kami tidak
menyaksikan?‟ Beliau bersabda: „Apakah kalian mau orang-orang Yahudi
terbebas dari segala tuduhan kalian dengan lima puluh kali sumpah?‟
Maka mereka bertanya: „Bagaimana kami mengambil sumpah orang-orang
kafir?‟ Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat hal itu,
beliau pun memberikan diyatnya.
102
f. Sunan al-Nasā‟ī, kitab qasāmah, bab 4, halaman 718.
ث َع ْن ََْي ََي َع ْن بُ َش ِْْي بْ ِن يَ َسا ٍر َع ْن َس ْه ِل بْ ِن أَِِب َحثْ َم َة قَا َل ُ ال َحدَّثَنَا اللَّْي َ ََخبَ َرنَا قُتَ ْيبَةُ ق
ْأ
ٍ ِ ٍ ال َو َع ْن َرافِ ِع بْ ِن َخ ِد ِ
صةُ بْ ُن َ ِّيج أَن َُّه َما قَ َال َخَر َج َعْب ُد اللَّو بْ ُن َس ْه ِل بْ ِن َزيْد َوُُمَي َ َت ق ُ َو َحسْب
صةَ ََِي ُد َعْب َد اللَّ ِو بْ َن َس ْه ٍل ِ ِ ِ ود َح ََّّت إِذَا َكانَا ِِبَْيبَ َر تَ َفَّرقَا ِِف بَ ْع ٍ مسع
َ ِّك ُُثَّ إِذَا ِبُ َحي
َ ض َما ُىنَال ُْ َ
ود َو َعْب ُد ٍ ول اللَّ ِو صلَّى اللَّو علَي ِو وسلَّم ىو وحويِّصةُ بن مسع ِ قَتِ ًيًل فَ َدفَنَو ُُثَّ أَقْ بل إِ ََل رس
ُ ْ َ ُ ْ َ َُ َ َُ َ َ َ ْ َ ُ َ َُ ََ ُ
َ احبَ ْي ِو فَ َق
ِ الر ْْح ِن ي تَ َكلَّم قَبل ص ِ
ول
ُ ال لَوُ َر ُس َ َ ْ ُ َ َ َّ ب َعْب ُد ْ الر ْْحَ ِن بْ ُن َس ْه ٍل َوَكا َن أ
َ َصغََر الْ َق ْوم فَ َذ َى َّ
ِ الس ِّن فَصمت وتَ َكلَّم ص ِ ِ
احبَاهُ ُُثَّ تَ َكلَّ َم َم َع ُه َما َ َ َ َ َ َ ِّ صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم َكبِّ ْر الْ ُكْب َر ِِف َ اللَّو
ََتلِ ُفو َن
َْ ال ََلُ ْم أ َ صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َم ْقتَ َل َعْب ِد اللَّ ِو بْ ِن َس ْه ٍل فَ َق ِ ِ ِ
َ فَ َذ َك ُروا لَر ُسول اللَّو
ال فَتُبَ ِّرئُ ُك ْمَ َف َوََلْ نَ ْش َه ْد ق ِ ِ ِ َخَْ ِسني َْيِينًا وتَستَ ِحقُّو َن
ُ ف ََْنل َ صاحبَ ُك ْم أ َْو قَاتلَ ُك ْم قَالُوا َكْي َ ْ َ َ
ِ ُ ك رس ِ ٍ ِ ي هود ِِبَم ِس
ُصلَّى اللَّو َ ول اللَّو ُ َ َ ف نَ ْقبَ ُل أَْْيَا َن قَ ْوم ُكفَّا ٍر فَلَ َّما َرأَى ذَل َ ني َْيينًا قَالُوا َوَكْي َ ْ ُ َُ
ِ
َُعلَْيو َو َسلَّ َم أ َْعطَاهُ َع ْقلَو
“Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah telah menceritakan
kepada kami al-Laits dari Yahya dari Busyair bin Yasār dari Sahl bin Abu
Hatsmah, dia berkata: „Saya mengira dia mengatakan: dan dari Rāfi' bin
Khadīj bahwa mereka berkata „Abdullah bin Sahl bin Zaid dan
Muhayyisah bin Mas'ūd telah keluar hingga ketika mereka sampai di
Khaibar mereka berpisah di sebagian tempat di sana, kemudian
Muhayyisah mendapatkan Abdullah bin Sahl terbunuh. Lalu dia
menguburnya kemudian menghadap kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersama dengan Huwayyisah bin Mas'ūd serta Abdurrahmān bin
Sahl dan dia adalah orang yang paling muda. Kemudian Abdurrahmān
pergi untuk berbicara sebelum dua orang sahabatnya. Lalu Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya: „Dahulukanlah yang tua.‟
Kemudian dia diam dan dua orang sahabatnya berbicara, kemudian dia
berbicara bersama mereka dan mereka menyebutkan kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mengenai terbunuhnya Abdullah bin Sahl.
Lalu beliau bersabda: „Apakah kalian bersumpah lima puluh sumpah dan
kalian berhak terhadap sahabat kalian atau terhadap orang yang menyerang
kalian?‟ Mereka berkata „Bagaimana kami bersumpah sedang kami belum
menyaksikan?‟ Kemudian beliau bersabda: „Apakah kalian mau orang-
orang Yahudi akan bebas dari tuduhan kalian dengan lima puluh sumpah?‟
Mereka berkata: „Bagaimana kami menerima sumpah orang-orang kafir?‟
Kemudian tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat hal
tersebut beliau memberikan diyatnya.”
103
g. Sunan Ibn Mājah, kitab diyāt, bab 28, halaman 893.
ِ ِ ِ
س َح َّدثَِِن أَبُو لَْي لَى بْ ُن ٍ َك بْ َن أَن َ ت َمال ُ َحدَّثَنَا ََْي ََي بْ ُن َحكي ٍم َحدَّثَنَا بِ ْش ُر بْ ُن عُ َمَر ََس ْع
َخبَ َرهُ َع ْن ِر َج ٍال ِم ْن ُكبَ َر ِاء ْ الر ْْحَ ِن بْ ِن َس ْه ٍل َع ْن َس ْه ِل بْ ِن أَِِب َحثْ َمةَ أَنَّوُ أ َّ َعْب ِد اللَّ ِو بْ ِن َعْب ِد
ُخِ َْب ٍ ِ ِ َّ قَ ْوِم ِو أ
ْ صةُ فَأ َ َِّصابَ ُه ْم فَأُِِتَ ُُمَيَ صةَ َخَر َجا إِ ََل َخْيبَ َر م ْن َج ْهد أ َ َِّن َعْب َد اللَّو بْ َن َس ْه ٍل َوُُمَي
ال أَنْتُ ْم َواللَّ ِو ِ ٍ َن عب َد اللَّ ِو بن سه ٍل قَ ْد قُتِل وأُلْ ِقي ِِف فَ ِق ٍْي أَو ع
َ ود فَ َق َ ني ِبَْيبَ َر فَأَتَى يَ ُه َْ ْ َ ََ َْ َْ َْ َّ أ
ِ ِ
ك ََلُ ْم ُُثَّ أَقْ بَ َل ُى َو َ قَتَ ْلتُ ُموهُ قَالُوا َواللَّ ِو َما قَتَ ْلنَاهُ ُُثَّ أَقْ بَ َل َح ََّّت قَد َم َعلَى قَ ْوِم ِو فَ َذ َكَر َذل
صةُ يَتَ َكلَّ ُم َوُى َو الَّ ِذي َكا َن َ ِّب ُُمَي َّ صةُ َوُى َو أَ ْكبَ ُر ِمْنوُ َو َعْب ُد
َ الر ْْحَ ِن بْ ُن َس ْه ٍل فَ َذ َى َ َِّخوهُ ُح َوي ُ َوأ
ِ ِ ِ ُ ال رس ِ
ُصة َ ِّالس َّن فَتَ َكلَّ َم ُح َويِّ يد َ ِّصلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم ل ُم َحي
ُ صةَ َكبِّ ْر َكبِّ ْر يُِر َ ول اللَّو ُ َ َ ِبَْيبَ َر فَ َق
احبَ ُك ْم َوإَِّما أَ ْن ِ ول اللَّ ِو صلَّى اللَّو علَي ِو وسلَّم إَِّما أَ ْن ي ُدوا ص
َ َ َ ََ َْ ُ َ ُ ال َر ُسَ صةُ فَ َقَ ُُِّثَّ تَ َكلَّ َم ُُمَي
ك فَ َكتَبُوا إِنَّا َواللَّ ِو َما ِ
َ صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم إِلَْي ِه ْم ِِف ذَل ِ ُ ب فَ َكتَب رس
َ ول اللَّو َُ َ
ٍ ي ْؤذَنُوا ِِبَر
ْ ُ
الر ْْحَ ِن ََْتلِ ُفو َنَّ صةَ َو َعْب ِد َ ِّصةَ َوُُمَي
ِ ِ
َ ِّصلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم ِلَُوي
ِ ُ ال رس
َ ول اللَّو ُ َ َ قَتَ ْلنَاهُ فَ َق
ِِ ِ ِ َ َاحبِ ُك ْم قَالُوا َل ق ِ وتَستَ ِحقُّو َن دم ص
ُني فَ َوَداه َ ود قَالُوا لَْي ُسوا ِبُ ْسلم ُ ف لَ ُك ْم يَ ُه ُ ال فَتَ ْحل َ ََ ْ َ
صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ِ ُ ث إِلَي ِهم رس ِِ ِ ِ ِ ِ ُ رس
َ ول اللَّو ُ َ ْ ْ َ صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم م ْن عْنده فَبَ َع َ ول اللَّو َُ
ِ ِ ْ َِمائَةَ نَاقٍَة َح ََّّت أ ُْد ِخل
ُضْت ِِن مْن َها نَاقَةٌ ْحََْراء َ ال َس ْه ٌل فَلَ َق ْد َرَك َ َّار فَ َق
َ ت َعلَْيه ْم الد
“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hakīm, telah
menceritakan kepada kami Bisyr bin Umar, aku mendengar Mālik bin
Anas, telah menceritakan kepadaku Abu Laila bin Abdullah bin
Abdurrahmān bin Sahal dari Sahl bin Abu Hatsmah, dari para pembesar
kaum mereka, „Sesungguhnya Abdullah bin Sahl dan Muhayyisah,
keduanya keluar dari kediamannya menuju kawasan Khaibar karena
kesulitan yang menimpa mereka. Lalu Muhayyisah didatangi dan
diberitahu bahwa Abdullah bin Sahl telah terbunuh dan dilemparkan di
sebuah sumur yang biasa disebut Faqir atau Ain di kawasan Khaibar.
Orang-orang Yahudi datang lalu Muhayyisah berkata kepada mereka,
„Sungguh kalian telah membunuhnya! Demi Allah! Kalian telah
membunuhnya.‟ Mereka menjawab, „Demi Allah! kami tidak
membunuhnya.‟ Lalu ia kembali dan datang menemui kaumnya. Ia
mengemukakan hal yang terjadi kepada mereka. Kemudian Muhayyisah
dan saudara laki-lakinya Huwayisah yang lebih besar darinya serta
Abdurrahmān bin Sahl berangkat kembali. Muhayisah pergi lalu berbicara,
sebab dialah yang ada di kawasan Khaibar, namun Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam berkata kepada Muhayisah, „Yang besar, yang besar.‟
Maksudkan yang paling dewasa usianya. Maka Huwayishah berbicara
kemudian diikuti oleh Muhayisah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
berkata: „Mereka akan membayar diyat pada teman kalian atau mereka
104
memberi isyarat untuk berperang.‟ Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menulis surat dalam hal ini. kemudian mereka membalas dengan
pernyataan: „Sungguh Demi Allah! Kami tidak membunuhnya.‟ lalu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Huwayisah,
Muhayisah dan Abdurrahmān: „Apakah kalian bersedia bersumpah dengan
benar hingga kalian mendapat hak darah saudara kalian?‟ Mereka
menjawab, „Tidak.‟ Rasulullah bersabda: „Jika demikian berarti orang-
orang Yahudi yang akan bersumpah pada kalian.‟ Mereka menjawab;
„Mereka bukan kaum Muslimin.‟ Rasulullah pun membayar diyat dari
pribadinya. Rasulullah mengirimkan seratus ekor unta kepada mereka
sampai dimasukan ke dalam rumah. Sahl berkata: Sungguh seekor unta
merah darinya telah menyepakku.”
105
Lampiran 8
النيب صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َ :كبِّ ْر الْ ُكْب َر ال لَهُ النِ ُّ
َّيب َ فَ َق َ
حيىي بن حكيم مسدد سليمان بن حرب عبيد اهلل بن عمر حممد بن عبيد املعىن قتيبة بن سعيد
106
Keterangan Nama-Nama Perawi:
Riwayat al-Bukhāri 1
1. Yahya : Yahya bin Sa’īd bin Qais al-Ansāri
2. Musaddad : Musaddad bin Musarhad
Riwayat Muslim
1. Laits : Laits bin Sa’ad
Riwayat al-Tirmidzi
1. Qutaibah : Qutaibah bi Sa’īd al-Balkhi
107
Lampiran 9
َخبَ َرنَا أَبُو ََْي ََي ُه َو فُلَْي ُح بْ ُن ُسلَْي َما َن َع ْن ِه ََل ِل بْ ِن ْبأ ٍ َخبَ رِِن ابْن وْه
َ ُ َ ْ ال أ َ ََصبَ ُغ ق
ْ َحدَّثَنَا أ
صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َسبَّابًا َوََل ٍ ِس ب ِن مال
َ َك َر ِض َي اللَّهُ َعْنهُ ق
ُّ ِال ََلْ يَ ُك ْن الن
َ َِّب َ ْ ِ َُس َام َة َع ْن أَن َأ
ِِ ِ ِ ول ِْل
ُب َجبِينُهَ َحدنَا عْن َد الْ َم ْعتبَة َما لَهُ تَ ِر
َ ُ اشا َوََل لَعَّانًا َكا َن يَ ُق
ً فَ َّح
“Telah menceritakan kepada kami Asbagh dia berkata: telah
mengabarkan kepadaku Ibnu Wahb telah mengabarkan kepada kami Abu
Yahya yaitu Fulaih bin Sulaimān dari Hilāl bin Usāmah dari Anas bin
Mālik radliallahu 'anhu dia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
adalah sosok yang tidak pernah mencela, berkata keji dan melaknat,
apabila beliau mencela salah satu dari kami, maka beliau akan berkata:
Mengapa dahinya berdebu (dengan sindiran).”
c. Sahīh al-Bukhāri, kitab fadāil ashāb al-Nabi, bab ke-27, halaman 511.
108
orang yang paling aku cintai di antara kalian adalah orang yang paling baik
akhlaqnya. Dan beliau juga bersabda: Ambillah bacaan Al Qur'an dari
empat orang. Yaitu dari 'Abdullah bin Mas'ud, kemudian Salim, maula
Abu Hudzaifah, lalu Ubay bin Ka'ab dan Mu'adz bin Jabal.”
d. Sahīh Muslim, kitab faḏāil, hadis nomor 68, jilid IV, halaman 1810.
109
Lampiran 10
صفة النيب
َخ َالقًا
َح َسنَ ُك ْم أ ْ
أْ
هالل بن أسامة مسروق
عبدان بن عثمان حفض بن عمر أبو داود عثمان بن أيب شيبة زهري بن حرب
الرتمذي
110
Keterangan Nama-Nama Perawi:
Riwayat al-Bukhāri 1
1. Masrūq : Masrūq bin al-Ajda’
2. Abu Wā`il : Syaqīq bin Salamah
3. Al-A’masy : Sulaiman al-A’masy
4. Abu Hamzah : Muhammad bin Maimūn al-Marwazi
5. ‘Abdān : ‘Abdān bin Utsmān
Riwayat al-Bukhāri 2
1. Ibn Wahb : Abdullah bin Wahb bin Muslim al-Qurasyi
2. Asbagh : Asbagh bin al-Faraj
Riwayat al-Bukhāri 3
1. Sulaimān : Sulaimān al-A’masy
2. Syu’bah : Syu’bah bin al-Hajjāj
Riwayat Muslim
1. Jarīr : Jarīr bin Hāzim
Riwayat al-Tirmidzi
1. Abu Dāud : Sulaimān bin Dāud al-Jārūd
111
Lampiran 11
ك َع ْن ٍ الر ْْحَ ِن بن إِب ر ِاهيم الدِّم ْش ِق ُّي وهارو ُن بن إِسحق قَ َاَل حدَّثَنَا ابن أَِِب فُ َدي
ْ ُْ َ َ َ ْ ُ ْ ُ ََ َ َ َ ْ ُ ْ َّ َحدَّثَنَا َعْب ُد
صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن تَ َرَك ِ ُ ال رس ٍ ِس ب ِن مال
َ ول اللَّه ُ َ َ َال ق َ َك ق َ ْ ِ ََسلَ َمةَ بْ ِن َوْرَدا َن َع ْن أَن
ِن لَهُ ِِف َو َس ِط َها ِ ِ ِ ِْ ض ِ َصٌر ِِف َرب ِ ِ ِ
َ ُاْلَنَّة َوَم ْن تَ َرَك الْمَراءَ َوُه َو ُم ٌّق ب ْ َِن لَهُ ق َ ُب َوُه َو بَاط ٌل ب َ الْ َكذ
ِن لَهُ ِِف أ َْع ََل َهاِ
َ َُوَم ْن َح َّس َن ُخلَُقةُ ب
“Telah menceritakan kepada kami Abdurrahmān bin Ibrāhīm al-
Dimasyqi dan Hārūn bin Ishāq, keduanya berkata; telah menceritakan
kepada kami Ibnu Abu Fudaik dari Salamah bin Wardān dari Anas bin
Mālik ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
Barangsiapa meninggalkan dusta, sementara dia bathil, maka akan
dibangunkan baginya istana di tepian surga. Barangsiapa meninggalkan
debat meskipun ia benar, maka akan dibangunkan baginya istana di tengah
surga. Barangsiapa memperbaiki akhlaknya maka baginya akan
dibangunkan istana di surga yang paling tinggi.”
112
Lampiran 12
مكرم
عقبة بن ِّ هارون بن إسحاق املهداين عبد الرمحن بن إبراهيم
113
Lampiran 13
اش َع ْن ٍ ََّس َو ُد بْ ُن َع ِام ٍر َحدَّثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن َعي ْ َحدَّثَنَا عُثْ َما ُن بْ ُن أَِِب َشْيبَةَ َحدَّثَنَا ْاْل
ول اللَّ ِه َ ََسلَ ِم ِّي ق ِ ِ ِِ
ُ ال َر ُس
َ َال ق ْ ش َع ْن َسعيد بْ ِن َعْبد اللَّه بْ ِن ُجَريْ ٍج َع ْن أَِِب بَ ْرَزَة ْاْل ِ ْاْل َْع َم
ني ِِ ِْ صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّم يَا َم ْع َشر َم ْن َآم َن بِلِسانِِه َوََلْ يَ ْد ُخل
َ اْلميَا ُن قَ ْلبَهُ ََل تَ ْغتَابُوا الْ ُم ْسلم ْ َ َ َ َ
ِِ ِِ
ِِ َُ ْْه َ ََْوََل تَتَّبِعُوا َع ْوَراِت ْم فَِإنَّهُ َم ْن اتَّبَ َع َع ْوَراِت ْم يَتَّبِ ُع اللَّهُ َع ْوَرتَهُ َوَم ْن يَتَّبِ ْع اللَّهُ َع ْوَرتَهُ ي
بَْيتِ ِه
“Telah menceritakan kepada kami Utsmān bin Abu Syaibah
berkata, telah menceritakan kepada kami al-Aswād bin Amir berkata, telah
menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Ayyāsy dari al-A'masy dari
Sa’īd bin Abdullah bin Juraij dari Abu Barzah Al Aslami ia berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Wahai orang-orang
yang beriman dengan lisannya namun keimanannya belum masuk ke
dalam hatinya, janganlah kalian mengumpat seorang muslim dan jangan
pula mencari-cari kesalahannya. Sebab siapa saja yang mencari-cari
kesalahan mereka, maka Allah akan mencari-cari kesalahannya. Maka
siapa saja yang Allah telah mencari-cari kesalahannya, Allah tetap akan
menampakkan kesalahannya meskipun ia ada di dalam rumahnya.”
114
Lampiran 14
النيب
يَا َم ْع َشر َم ْن َآم َن بِلِسانِِه َوََلْ يَ ْد ُخ ْل ِْ
اْلميَا ُن قَلْبَهُ ََل تَغْتَابُوا َ َ
ِِ ِِ ِِ
ني َوََل تَتَّبِ ُعوا َع ْوَراِت ْم فَإِنَّهُ َم ْن اتَّبَ َع َع ْوَراِت ْم يَتَّبِ ُع اللَّهُ
الْ ُم ْسلم َ أبو برزة األسلمي
األعمش
أسواد بن عامر
أبو داود
Keterangan Nama Perawi:
1. Abu Barzah al-Aslami : Naḏlah bin Ubaid
2. Al-A’masy : Sulaimān al-A’masy
115