Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
OLEH :
SAIFUDDIN BIN ASYARI
NIM: 109034000105
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh:
Di Bawah Bimbingan:
1. Skripsi / tesis / disertasi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1/ starata 2/
stara 3 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saifuddin Asyari
ii
PEDOMAN TRANSLITERASI
a. Padanan Aksara
Huruf Huruf
Keterangan
Arab Latin
ا tidak dilambangkan
ب b be
ت t te
ث ts te dan es
ج j je
ح h ha dengan garis di bawah
خ kh ka dan ha
د d de
ذ dz de dan zet
ر r er
ز z zet
س s es
ش sy es dan ye
ص s es dengan garis di bawah
ض d de dengan garis di bawah
ط t te dengan garis di bawah
ظ z zet dengan garis di bawah
ع ‘ koma terbalik diatas hadap kanan
غ gh ge dan ha
ف f ef
ق q ki
ك k ka
ل l el
م m em
ن n en
و w we
هـ h ha
ء ` apostrof
ي y ye
b. Vokal
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
َ a fathah
ِ i kasra
ُ u dammah
Adapun Vokal Rangkap
ix
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
َ ي ai a dan i
َ و au a dan u
c. Vokal Panjang
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ـَـﺎ â a dengan topi di atas
ــــِــﻲ î i dengan topi di atas
ــــُـــﻮ û u dengan topi di atas
d. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam Bahasa Arab dilambangkan dengan huruf ()ال,
dialih-aksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
huruf qamariyyah. Contoh = اﻟﺸﻤﺴﻴﺔal-syamsiyyah, = اﻟﻘﻤﺮﻳﺔal-qamariyyah.
e. Tasydîd
Dalam alih-aksara, tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda tasydîd itu. Tetapi hal ini tidak berlaku
jika huruf yang menerima tasydîd itu terletak setelah kata sandang yang diikuti
huruf-huruf samsiyyah.
f. Ta Marbûtah
Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/. begitu juga jika ta marbûtah tersebut
diikuti kata sifat (na‘t). Namun jika ta marbûtah diikuti kata benda (ism), maka
huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.
g. Huruf Kapital
Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang,
maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan
huruf awal atau kata sandangnya . Contoh = اﻟﺒﺨﺎرal-Bukhâri.
i. Singkatan
x
t.th = tanpa tahun
h. = halaman
ed. = editor
Pengulangan kutipan dengan sumber yang sama dilakukan dengan menulis ulang
nama penulis, judul buku, dan nomor halaman .
xi
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Sidang Munaqasyah
Anggota
iii
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kehadrat Ilahi atas seluruh rahmat serta hidayahNya yang
telah dilimpahkan kepada hamba dan seluruh umat manusia di dunia. Sungguh hamba
hanya insan yang tiada berdaya selain dengan pertolongan Mu ya Rabb, atas izin dan
“Metode Dan Corak Penafsiran Muhammad Said Bin Umar Dalam Tafsîr Nûr
senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah saw. yang memberikan cahaya terang bagi
penggenggam langit dan bumi yang menguasai hari pembalasan. Tidak ada satu
kejadianpun tanpa seizinMu, terima kasih karena telah mengizinkan hari ini terjadi
dalam hidup hamba. Amin ya Rabbal âlamin. Jutaan terima kasih kepada:
4. Prof. Dr. Zainun Kamaluddin, M.A., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN
5. Dr. Bustamin, M.Si, selaku ketua Jurusan Tafsir Hadis, Dr. Rifqi M. Fathi,
M.A, selaku Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis dan Dr. Edwin Syarif, M.A,
iv
6. Dr. Ahzami Sami’un Jazuli, M.A selaku Pembimbing, yang banyak
meluangkan waktu, tenaga, fikiran, serta tunjuk ajar kepada penulis dalam
7. Jutaan terima kasih untuk Bunda tercinta Rahimah binti Abas (mak), dan
Ayahanda tersayang Asyari Bin Othman (abah), setiap hembusan nafas kalian
adalah doa untuk keberhasilan anakanda, dengan lautan kasih yang takkan
8. Seluruh dosen dan staf pengajar pada program studi Tafsir Hadis (TH) atas
10. Terima kasih dan salam sayang penuh kerinduan kepada semua saudara-mara
11. Dato’ Tuan Guru Hj. Harun Taib selaku pengerusi Ahli Majlis Mesyuarat
KUDQI & Ahli Majlis Mesyuarat KUDQI. Pihak Kolej Universitas Darul
Said, Ust. Nik Mohd Nor, YB. Ust. Mohd Nor Hamzah, Ust. Rizki Ilyas,
Ustadzah Zaitun, Ust. Shahari Zulkirnain, Ust. Asmadi, Ust. Khalil, dan
warga MDQ, Ayahanda Ust. Rosli, Ust. Zulyadain, Ust. Wan Awang, dan
v
semua tenaga pengajar MDQ serta adik-adik banin dan banat yang
12. Sahabat-sahabat Malaysia seangkatan dan senior, yaitu Hadi, Sabri, Ukasyah,
Ridzuan, Muaz, Zalani, Fawwaz, Ayah Su, Mad Yu, Ust. Azahari, Ridhuan
Hamid, Farid, Najmi, Nash, Syuk, Munir, Madan, dan lain-lain. Dan semua
sahabiyah Sa, Aminah, Kak Su, Najihah, Azidah, Hajar, dan lain-lain.
yang ikhlas, memberi manfaat yang berterusan, menjadi teman ketika berseorangan di
kuburan dan keberkatan untuk kedua orang tua dan umat Islam seluruhnya.
vi
DAFTAR ISI
vii
LAMPIRAN.............................................................................................................. 68
viii
BAB I
PENDAHULUAN
Qur`an merupakan suatu khazanah agung yang harus digali dengan cara yang
layak berperan dalam penafsiran ini, namun suatu sikap yang loyal untuk
diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi-Nya sebagai rahmat kepada seluruh alam
dan petunjuk kepada manusia yang berada dalam kesesatan mencari haluan
kehidupan di dunia. Berurutan dari itu, Nabi Muhammad saw menafsirkan al-
Qur`an sebagai penjelasan kepada umat manusia. Bermula dari itu, dapat
disingkapi juga kemukjizatan al-Qur`an baik dari susun katanya maupun makna
yang dikandungnya. Ia juga diturunkan sebagai syifâ` (obat) bagi manusia yang
1
2
dalam kegelisahan mencari jati diri dalam mengenal tuhannya. Dua mukjizat ini
Fakta historis di atas terjadi karena sikap Rasulullah saw yang senantiasa
menafsirkan al-Qur`an jauh dari hawa nafsu yang berdiri di atas kepentingan
al-Qur`an yang berlandaskan hawa nafsu (pemikiran yang tidak dilandasi oleh
al-Qur`an, Sunnah, dan sumber-sumber hukum yang lain yang disepakati oleh
1
Yaitu 13 tahun di Mekah dan 10 tahun di Madinah. Ia merupakan masa dakwah
Rasulullah saw bersama masa turunnya al-Qur’an.
3
adalah suatu kesalahan seperti yang dijelaskan oleh al-Dzahabi dalam kitab al-
perbuatan yang salah. Mengenai hal ini Rasulullah saw pernah bersabda dalam
ق اﻟ َﻤ َﻘ ِّﺮي ِ ﺤﺎ
َ ب ِﺑﻦ إﺳ ُ َأﺧ َﺒ َﺮ َﻧﺎ َﻳﻌ ُﻘﻮ،ﺤ َّﻤ ٍﺪ ِﺑﻦ َﻳﺤ َﻴﻰ َ ﷲ ِﺑﻦ ُﻣ ِ ﻋﺒ ُﺪ ا َ ﺣ َّﺪ َﺛ َﻨﺎ
َ
َأﺧ َﺒ َﺮ َﻧﺎ أ ُﺑﻮ،ﻲ
ِّ ﻄ ِﻌ
َ ﺣﺰ ٍم اﻟ ُﻘ
َ ﺧﻮ ُ ن َأ ٍ ﻞ ِﺑﻦ َﻣﻬ َﺮا ُ ﺳ َﻬﻴ ُ ﺧﺒ َﺮ َﻧﺎَ َأ،ﻲِّ ﺤﻀ َﺮ ِﻣ َ اﻟ
ل
َ " َﻣﻦ َﻗﺎ: ﺳَّﻠ َﻢ َ ﻋَﻠﻴ ِﻪ َوَ ﷲ ُ ﺻَّﻠﻰ ا
َ ﷲ ِ لا ُ ﺳﻮُ ل َرَ َﻗﺎ،ل َ ب َﻗﺎَ ﺟﻨ ُﺪ
ُ ﻋﻦ َ ن َ ﻋﻤ َﺮا ِ
."ﻄَﺄ
َ ب َﻓ َﻘﺪ َأﺧ َ ﺻﺎ َ ﻞ ِﺑ َﺮأ ِﻳ ِﻪ َﻓﺄ
َّ ﺟ
َ ﻋ َّﺰ َو
َ ﷲ ِ با ِ ِﻓﻲ ِآ َﺘﺎ
Artinya; “Diceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad
bin Yahya, dikabarkan kepada kami Ya’qûb bin Ishâq al-
Maqarri, dikabarkan kepada kami Suhail bin Mahrân saudara
laki-laki Hazm al-Quta`i, dikabarkan kepada ‘Imrân bin
Jundub berkata, Rasulullah saw berkata: Barang siapa
mengatakan sesuatu dengan pendapatnya tentang al-Qur`an,
kemudian dia benar, maka dia dianggap telah melakukan
kesalahan”. (H.R. Abû Dâwûd) 4 .
kehidupan.
2
Abû ‘Isa Muhammad Bin ‘Isa Bin Saurah, Sunan al-Tirmizi. (Beirut, Dâr al-Fikr), jilid
4, hal. 439, ﺑﺎب ﻣﺎ ﺟﺎء اﻟﺬي ﻳﻔﺴﺮ اﻟﻘﺮأن, Beliau mengatakan hadis ini adalah Hasan.
3
Muhammad Hussein al-Dzahabi, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn (Cairo : Dâr al-Kutub al-
Hadîtsah, 1976) cet ke-21. Jilid I, hal. 265-268.
4
Sulaimân bin Al-Asy'ats al-Sijistani, Sunan Abû Dâwûd, (Beirut: Dâr al-Fikr: 1994),
Jilid III, hal. 63-64. آﺘﺎب اﻟﻌﻠﻢ ﺑﺎب اﻟﻜﻼم ﻓﻲ آﺘﺎب اﷲ ﺑﻐﻴﺮ ﻋﻠﻢ, lafal hadis ini dalam Sunan al-Tirmizi
adalah ﻣﻦ ﻗﺎل ﻓﻲ اﻟﻘﺮأن ﺑﺮأﻳﻪ ﻓﺄﺻﺎب ﻓﻘﺪ أﺧﻄﺄ.
4
disebut sistematikanya) berawal pada masa Rasul, dilanjutkan oleh para sahabat,
Tabi’in dan Tabi’ Tabi’in. Masa ini merupakan periode awal dalam sejarah
berbagai metode dan corak penafsiran al-Qur`an, juga sebagai implikasi dari
Dari zaman dahulu hingga kini, terdapat banyak konsep metode dan corak
lingkungan. Seperti Ibnu Katsîr menggunakan metode tahlîli 8 dan manhâj tafsîr
5
M. Quraish Shihab, Membumi al-Quran ; Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung; Mizan, 1994) cetakan ke 15, hal. 71.
6
Manna’ Khalîl al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur`an, (Bogor; Pustaka Litera Antarnusa,
1996) cetakan ke -3, hal. 476.
7
M. Quraish Shihab, Membumi al-Quran....... hal. 73.
8
Tahlîli ialah satu metode yang bermaksud menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an dari seluruh
aspeknya. Seorangg mufassir yang mengikuti metode ini menafsirkan ayat al-Qur`an secara runtut
dari awal hingga akhirnya, dan surat demi surat sesuai dengan urutan mushaf Utsmani. Lihat M.
al-Fatih Suryadilaga, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2005), cet. ke-2, hal.41-42.
5
Sayyid Qutb menggunakan metode tahlîli dan manhâj tafsîr bi al-ra`yi 10 dalam
metode dan corak-corak penafsiran yang terdapat pada karya-karya tafsir yang
Sejarah perkembangan pesat tafsir di Nusantara terjadi pada abad ke-16 hingga
Nusantara juga mempunyai konsep metode dan corak penafsiran. Walau karya-
karya tafsir di Nusantara bersumber dari karya-karya tafsir dari Timur Tengah,
dengan lingkungan dan masa di rantau tersebut. Di antara karya tafsir yang
9
Menafsir al-Qur`an dengan al-Qur`an, dengan sunnah, dengan perkataan sahabat dan
dengan apa yang dikatakan oleh tokoh-tokoh besar Tabi’in. Karena pada umumnya, mereka
menerimanya daripada para sahabat. Lihat “Studi Ilmu-ilmu al-Qur`an”, Manna’ Khalil al-
Qatthan (Bogor: Pustaka Litera, 2006), hal. 482.
10
Tafsir yang di dalam menjelaskan maknanya, mufassir hanya berpegang pada
pemahaman sendiri dan penyimpulan (istinbat) yang didasarkan pada ra`yu semata. Lihat “Studi
Ilmu-ilmu al-Qur`an”, Manna’ Khalil al-Qatthan ( Bogor: Pustaka Litera, 2006), hal. 488.
11
Istilah "Nusantara" merujuk kepada lingkungan pengaruh kebudayaan dan linguistik
orang Melayu yang merangkumi kepulauan Indonesia, Malaysia, Singapura, bahagian paling
selatan Thailand, Filipina, Brunei, Timor Timur dan mungkin juga Taiwan, namun ia tidak
melibatkan daerah Papua Nugini. Istilah padanan untuk "Nusantara" dalam bahasa Melayu ialah
Alam Melayu. Lihat http//:www.wacananusantara.org/.
12
Izza Rahman Nahrawi, “Profil Kajian al-Qur`an Di Nusantara Sebelum Abad Kedua
Puluh”. Jurnal al-Huda (jakarata: Islamic Centre Jakarta 2002) Vol II no 6.
6
sebagai “Tafsir Baydawi” oleh Abd al-Rauf Singkel yang merupakan tafsir
al-Qur`ân di rantau ini ditulis secara tidak utuh sebuah mushâf al-Qur`ân, yaitu
penafsiran yang tidak melengkapi 30 juz al-Qur`an bermula dari surat al-Fâtihah
seperti Muhammad Nor Bin Ibrahim melahirkan karyanya Ramuan Rapi Dari
Erti Surah al-Kahfi dan Syed Syiekh al-Hadi melahirkan karyanya Tafsîr Surah
al-Fâtihah.
Tafsîr Nûr al-Ihsân karya Muhammad Said Bin Umar menjadi judul skripsi ini,
karena ia merupakan karya tafsir bahasa Melayu terawal yang lengkap 30 juz
yang dihasilkan di Malaysia 16 . Maka, judul yang diberi ialah “METODE DAN
13
Mohd. Taib Osman dkk, Tamadun Islam Di Malaysia, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa
Dan Pustaka, 2000), hal. 418.
14
Nama “Tanah Melayu” ialah Malaysia sebelum kemerdekaan. Kemudian dinamakan
“Persekutuan Tanah Melayu” sempena kemerdekaan negeri tersebut dari kolonial Inggris pada 31
Agustus 1957. Kemudian ditukar namanya menjadi “Malaysia” pada 16 September 1963. Lihat
Zulhilmi Paidi dan Rohani Ab. Ghani, Kenegeraan Malaysia :Isu-isu Dalam Pembinaan Negara,
(Kuala Lumpur: PTS Publications Sdn. Bhd., 2003), cet. ke-1, hal. 1, 5 dan 12.
15
Mustaffa Abdullah, Khazanah Tafsir Di Malaysia, (Pahang: Perpustakaan Negara
Malaysia, 2009), cet. 1, hal. 46, dan 55. Mohd. Taib Osman dkk, Tamadun..... hal. 419.
16
Mustaffa Abdullah, Khazanah..........hal. 45 dan 56.
7
2. Karya yang penulis analisa ini, merupakan salah satu karya yang terkenal
menjadi urgen.
berbagai kitab tafsir diangkat sebagai judul skripsi 17 , namun metode dan
Said Bin Umar belum ada yang menjadikannya sebagai judul skripsi.
tafsir ini.
17
Lihat pada tinjauan kepustakaan proposal ini, hal. 9.
8
perkara yang harus dipahami oleh seorang mufassir dan pengkaji sebelum
karya tafsir.
Perumusan masalahnya ialah : Apa dan bagaimana metode dan corak penafsiran
Muhammad Said Bin Umar dalam Tafsîr Nûr al-Ihsân dan bagaimana
C. Tujuan Penelitian
D. Tinjauan Kepustakaan
Umar Dalam Tafsir al-Qur`an: Satu Kajian Terhadap Tafsir Nurul Ihsan” oleh
Omar Kepada Ilmu Tafsir al-Qur`an: Tumpuan Khas Kepada Kitab Nurul Ihsan”
E. Metodologi Penilitian
penelitian ini yang sesuai untuk menjalankan penelitian terhadap judul yang
dibahas. Yang demikian itu karena pembahasan judul ini hanya membutuhkan
Obyek penelitian ialah apa metode dan corak penafsiran yang digunakan
oleh Muhammad Said Bin Umar dan bagaimana implementasinya dalam karya
Tafsîr Nûr al-Ihsân. Penelitian yang akan dilakukan terhadap karya ini adalah
18
Tesis prodi S2 Fakultas Ushuluddin, jurusan al-Qur`an dan Hadits, Akademi Pengajian
Islam, Universitas Malaya, Malaysia.
19
Tugasan Ilmiyyah, Fakultas Ushuluddin, Akademi Islam, Universitas Malaya,
Malaysia.
10
Tafsir”, dan “Metodologi Tafsir: Kajian Komprohensif Metode Para Ahli Tafsir”.
Didukung oleh beberapa literatur baik berupa buku, artikel, surat kabar, majalah,
corak penafsiran dalam Tafsîr Nûr al-Ihsân dan sejarah penafsiran yang melatar
belakanginya.
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)” yang disusun oleh Tim
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terbitan UIN Press cet.1 Jan-2007 M/ 1427 H.
F. Sistematika Penulisan
Sebagai karya ilmiah, maka penulisan skripsi ini akan disusun secara
Bab kedua adalah berkait biografi Muhammad Said Bin Umar yang
Bab ketiga ialah pembahasan tentang metode dan sumber penafsiran al-
Qur`an dalam Tafsîr Nûr al-Ihsân. Pembahasan metode dan sumber penafsiran
seterusnya dalam skripsi ini supaya judul skripsi dapat dipahami secara jelas.
11
Bin Umar dalam karyanya Tafsîr Nûr al-Ihsân. Pembahasan bab ini juga
Umar dalam karyanya. Penulis turut memberi beberapa contoh penafsiran dalam
karya tersebut yang diaplikasi oleh Muhammad Said Bin Umar dari metode dan
saran.
BAB II
Nama penuh beliau ialah Muhammad Said bin Umar Khatib bin Aminuddin bin
Abdul Karim. Beliau terlahir pada tahun 1854 M. bersamaan 1275 H. di Kampung
Kuar, Jerlun, Kedah 1 . Para pengkaji tafsir dan para pengkaji sejarah Malaysia tidak
dapat menentukan tanggal sebenar kelahiran beliau karena tidak terdapat sumber-
sumber yang utuh mengenai kelahirannya, maka tidak terdapat info yang lengkap
tentang kelahirannya. Oleh karena terlahir sebagai anak Kedah maka julukan yang
diberi kepada ialah al-Qadahî seperti yang tercatat pada penutup tafsirnya pada jilid
keluarga yang amat religius dan mendapat didikan agama langsung daripada bapanya
yaitu Haji Umar Khatib 3 . Beliau termasuk di antara 25 tokoh tafsir Malaysia yang
1
Salah satu dari tiga negeri bagian yang terletak di utara Malaysia. Lihat
http//:www.ms.wikipedia.org/wiki/Kedah, diakses pada 15 Feb 2010, 16.10 WIB.
2
Muhammad Said Umar, Tafsîr Nûr al-Ihsân, (Pattani: Percetakan Bin Halâbi, 1956), cet. ke-
3, jilid ke-4, hal. 311.
3
Mustaffa Abdullah, Khazanah Tafsir Di Malaysia, (Pahang: Perpustakaan Negara Malaysia,
2009), cet. Ke-1, hal. 52. Persatuan Keluarga Haji Muhammad Saaid, di http//:www.saaid.org.my, 20
Feb 2010, 11.30 WIB.
4
Mustaffa Abdullah, Khazanah.....hal. 46.
12
13
Bapaknya ialah Haji Umar Bin Aminuddin. Ia merupakan seorang alim yang
bimbingan agama kepada mereka sehingga bimbingan tersebut terkesan secara jelas
pada peribadi Muhammad Said 6 . Bahkan, beliau juga mempunyai sifat-sifat yang
sama seperti sifat-sifat bapanya yang amat cenderung kepada agama dan melakukan
beberapa tempat di antaranya Changkat, Krian di Perak 7 dan yang terakhirnya Sungai
Acheh, yang sekarang ini dikenali dengan nama Kampung Kedah di Perak. Selepas
berada di perantauan dalam tempoh yang lama, beliau pulang semula ke Kedah pada
1312H bersamaan 1891M dan ketika itu beliau berumur 37 tahun. Demi menuntut
ilmu, beliau merantau lagi ke luar negeri seperti Pattani di selatan Thailand dan
Mekah. Semasa menetap di Mekah, beliau memiliki sebidang tanah yang berada dekat
5
Mazlan Ibrahim, Israiliyyat Dalam Tafsir Melayu Tafsir Nur al-Ihsan: Satu Analisis, (tesis
untuk prodi S2 Fakulti Pengajian Islam di Universiti Kebangsaan Malaysia, 2001), hal. 17.
6
Mustaffa Abdullah, Khazanah Tafsir...... hal. 52.
7
Salah satu dari tiga negeri bagian yang terletak di utara Malaysia, tetangga daripada Kedah
di bagian selatan. Lihat http//:www.ms.wikipedia.org/wiki/Perak, diakses pada 15 Feb 2010, 16.33
WIB.
15
daripada Masjid al-Haram tetapi kemudian tanah itu dibeli oleh Pemerintah Arab
Saudi dengan harga yang mahal. Maka bisa diandaikan bahwa beliau telah menetap di
Mekah dalam masa yang lama sehingga bisa memiliki sebidang tanah 8 .
mengajar di pesantren tersebut. Di sana beliau telah menikahi isteri pertamanya yang
bernama Fatimah dan hasil pernikahan keduanya, mereka telah dikaruniakan tiga
putra. Putra-putra mereka ialah Haji Mahmud, Haji Muhammad, dan Haji Ahmad 9 .
Isteri pertama beliau meninggal dunia dalam usia yang masih muda 10 .
Selepas kematian isteri pertama, beliau menikahi isteri keduanya yang bernama
Hajah Rahmah yang berasal dari Pulau Mertajam, Pulau Pinang (Penang) dan
dikarunia dua putra dan dua putri. Putra-putranya itu adalah Abdul Hamid dan Haji
serangan siam terhadap Kedah. Ketika menetap di kampung tersebut, beliau mengajar
dan mengerjakan sawah padi sebagai pekerjaannya. Di sana juga beliau menikahi
isteri ketiganya yaitu Hajah Hamidah dan dikarunia 10 orang anak 12 terdiri dari tujuh
putra dan tiga putri. Mereka adalah Haji Mustaffa, Haji Kassim, Cik Hassan, Haji
Mohd Akib, Haji Hussain, Hajah Asma, Hajah Mariam, Siti Hajar, Haji Mansor, dan
Haji Nasir 13 .
8
Mustaffa Abdullah, Khazanah Tafsir...... hal. 52.
9
Persatuan Keluarga Haji Muhammad Saaid, di http//:www.saaid.org.my.
10
Mustaffa Abdullah, Khazanah Tafsir......, hal 53.
11
Ibid.
12
Ibid.
13
Ibid. Persatuan Keluarga.........org.my.
16
Semasa menetap di Kampung Kedah ini, beliau didatangi oleh utusan daripada
pihak Tengku Mahmud yang meminta beliau supaya pulang semula ke Kedah. Demi
memenuhi permintaan daripada Baginda, beliau pulang ke Kedah dan diberi sebidang
yang mendukung Muhammad Said supaya mengarang Tafsîr Nûr al-Ihsân seperti
yang dijelaskan pada penutup karyanya itu 15 . Setelah menetap di Kedah, beliau diberi
jabatan ‘Guru Diraja’ untuk mengajar anak-anak raja dan di antara mata pelajaran
yang diajar adalah Tafsîr al-Qur`ân. Sementara itu, beliau juga diberi jabatan sebagai
qadi di Jitra yaitu pusat pemerintahan Kedah. Oleh karena diberi jabatan tersebut,
beliau diberi jolokan Haji Said Mufti tidak lama kemudian 16 . Di samping jabatannya
sebagai qadi, beliau juga menjalankan kegiatan menyebarkan risalah Islam dengan
Pada penghujung karirnya sebagai qadi, beliau menghidap sakit lenguh badan yang
beliau dibawa kepada isteri keduanya, Hajah Rahmah di Jitra. Selepas melewati
beberapa hari di Jitra, beliau dibawa kepada isteri ketiganya, Hajah Hamidah di
Kanchut. Di sana beliau meninggal dunia dan kewafatannya tercatat pada hari Rabu,
selepas masuk waktu Asar tanggal 22 Dzulka`idah 1350 H. bersamaan 9 Maret 1932
14
Mustaffa Abdullah, Khazanah Tafsir......, hal 53. Farid Mat Zin, Islam Di Tanah Melayu
Abad Ke-19, (Shah Alam: Pustaka Karisma, 2007), cet. ke-1, hal. 139.
15
Muhammad Said Umar, Tafsîr Nûr al-Ihsân........... jilid ke-4, hal. 311.
16
Mustaffa Abdullah, Khazanah Tafsir......, hal 54.
17
Mazlan Ibrahim, Israiliyyat Dalam Tafsir........ hal. 18.
17
M. di usia 78 tahun. Jenazah beliau disemadikan di Masjid Alor Merah, Alor Star,
Kedah 18 .
B. Keperibadian
serius terhadap pengetahuan dan pendidikan agama. Pandangan beliau itu bisa dilihat
pada setiap malam sebelum waktu tidur. Beliau juga adalah seorang yang menekan
soal agama dan pendidikan. Beliau telah menyediakan keuangan untuk mengantar
pendidikan yang terbaik, terutama putra-putranya yang telah diantar ke Mekah. Maka
oleh karena itu, kebanyakan anak-anaknya berhasil menguasai bahasa Arab. Segala
usaha Beliau tidak saja percuma, bahkan anak-anaknya pulang ke tanah air dengan
membawa keberhasilan mereka dan seterusnya berbakti kepada negeri mereka dengan
menjadi guru 19 .
Pada masa yang sama, Muhammad Said merupakan sosok individu yang
terkenal dengan sifat pendiam. Dengan sifatnya itu, maka anak-anaknya dan
Ketinggian ilmunya telah menjadikan beliau terkenal dengan julukan ‘Tok Lebai’ dan
18
Mustaffa Abdullah, Khazanah Tafsir......, hal 54.
19
Ibid, hal. 55.
18
‘Penulis dan Guru Tafsir Quran’ 20 . Panggilan yang paling tepat untuk beliau ialah
‘Guru Tafsir’ kerana merujuk kepada sumbangannya yang begitu besar dilakukan
oleh beliau yaitu dengan wujudnya Tafsîr Nûr al-Ihsân dalam Bahasa Melayu yang
boleh didapati di toko-toko buku. Karya beliau mendapat perhatian yang besar
bagi mencukupi permintaan yang banyak 21 . Jika disebut nama beliau, pasti mengenali
tubuh dan peribadinya itu adalah mesti, terutama di kalangan ulama’ Malaysia dan
Thailand.
C. Pendidikan
Pendidikan awal yang diterima oleh Muhammad Said sejak kecil ialah daripada
bapaknya Haji Umar Khatib dan keluarganya. Lingkungan keluarganya turut berperan
membentuk peribadinya yang murni dengan Islam. Tidak cukup dengan pendidikan
Mohd Shaghir, ada riwayat yang menyebut bahwa Muhammad Said pernah belajar di
pondok Bendang Daya, Pattani. Beliau sempat belajar daripada pengasas pesantren
tersebut yaitu Syiekh Haji Wan Mustafa al-Fatani atau Tok Wan Pa 22 , yang lebih
terkenal sebagai Tok Bendang Daya Pertama. Tetapi beliau lebih banyak berguru
dengan Syiekh Wan Abdul Qadir Bin Wan Mustafa al-Fatani 23 (1820an-1895) yang
20
Ibid.
21
Mazlan Ibrahim, Israiliyyat Dalam Tafsir........ hal. 17.
22
Ahmad Fathi al-Fatâni, Ulama Besar Dari Fatâni, (Kota Bharu: Majlis Agama Islam Dan
Adat Istiadat Melayu Kelantan (MAIK), 2009), Edisi ke-2, hal. 321.
23
Mustaffa Abdullah, Khazanah Tafsir......, hal 54. Lihat juga Ahmad Fathi al-Fatâni,
Ulama........hal. 322.
19
terkenal sebagai Tok Bendang Kedua, yang merupakan putra daripada Tok Bendang
Maka berdasarkan riwayat ini, bererti bahwa Muhammad Said adalah rekan
seguru dari Haji Ismail Bin Mustafa al-Fatani (1873-1948) 24 atau terkenal dengan
jolokan di Kedah sebagai Cik Doi atau Cik Dol 25 , yaitu bapa dari Kiai Haji Hussein
Cik Doi 26 . Haji Ismail merupakan seorang alim dari Pattani yang menempa nama di
Kedah dan pernah membantu Haji Awang 27 mengajar di pesantren beliau di Tualang
di negeri tersebut. Dapat disimpulkan juga bahwa Muhammad Said juga pernah
menjadi rekan seguru daripada beberapa tokoh ulama’ dari Pattani yang berguru
daripada Tok Bendang Daya Kedua seperti Tok Kelaba, Tok Jakir, Haji Abdul Rasyid
Bandar, dan Tok Titi, Haji Muhammad Syah Sayok dan lain-lain 28 .
Tidak terdapat info-info yang konkrit dari hasil-hasil kajian dan penelitian
pembahasan tentang latar belakang pendidikan Muhammad Said tidak mungkin bisa
dijelaskan secara detil. Tetapi kebanyakan para penyelidik dan penulis sejarah hidup
beliau menyebut bahwa beliau pernah melanjutkan pengajian tinggi ke Mekah. Info-
info lengkap tentang tahun dan periode pengajiannya di Mekah juga tidak tertemukan
24
Ibid, hal. 356.
25
Mustaffa Abdullah, Khazanah Tafsir......, hal 54. Julukan Haji Mustafa al- Fatâni yang tepat
ialah Cik Dol, lihat Ahmad Fathi al-Fatâni, Ulama........hal. 356.
26
Mustaffa Abdullah, Khazanah Tafsir......, hal 54.
27
Haji Awang adalah seorang alim, terlahir di Kedah. Lihat Ahmad Fathi al-Fatâni,
Ulama........hal. 357.
28
Ibid, hal. 322.
29
Mustaffa Abdullah, Khazanah Tafsir......, hal. 55.
20
terdapat sumber tentang pegangannya dengan mazhab tersebut, namun ia dapat dilihat
dari penafsirannya seperti yang telah dijelaskan. Sementara itu, beliau telah mencatat
pada penutup karyanya bahwa dirinya adalah seorang yang bermazhab al-Syâfi’iyah 30
terhadap mazhab-mazhab tersebut bisa ditemukan pada corak penafsiran beliau yang
menjelaskan suatu masalah fikih dengan pandangan empat mazhab fiqh yang
menyentuh tema ibadah dan hukum-hukum dengan pendekatan yang terdapat dalam
tafsir fiqhi 32 . Contoh penafsiran yang penulis ingin kemukakan untuk membuktikan
pernyataan ini ialah penafsiran Muhammad Said terhadap surat al-Mâ’uûn ayat 4 dan
5:
(ن
َ ﺻﻠَﺎ ِﺗﻬِﻢ ﺳَﺎهُﻮ
َ ﻦ هُﻢ ﻋَﻦ
َ ﻦ اﱠﻟﺬِﻳ
َ ﺼﻠﱢﻴ
َ )ﻓَﻮَﻳﻞٌ ﻟِﻠ َﻤ
“Maka bermula sangat azab atau sangat jahat atau padang dalam
neraka itu disedia bagi segala orang yang sembahyang yang ada
mereka itu daripada sembahyang mereka itu lupa lalai ta`khîr
daripada waktu kata Ibn ‘Abbas ini sifat orang munafiq sembahyang
hadapan orang sahaja istimewa hadapan orang pun tiada sembahyang
menunjuk tiada iman adapun orang mukminin maka ia sembahyang
30
Al-Syâfi’iyah adalah satu aliran fikih Islam, yang disandarkan kepada Abû ‘Abdillah
Muhammad Bin Idrîs, tokoh fikih Islam pada periode akhir abad pertama dan awal kedua Hijrah. Lihat
Syamsuddin Muhammad Bin Ahmad al-Syarbînî al-Khatîb, al-Iqnâ’ fî Hall Alfâz Abî Syujâ’,
(Damsyiq: Maktabah Dâr al-Khair, 2002), hal. 10-11.
31
Muhammad Said Umar, Tafsîr Nûr al-Ihsân........jilid ke-4, hal. 311. Tarekat al-
Naqsyabandiyah al-Ahmadiah merupakan satu gerakan sufi yang disampaikan oleh generasi kepada
generasi selepasnya secara periwayatan. Ia berkembang luas di rantau Nusantara. Gerakan tersebut
berasal dari Bukhara dan dinasabkan kepada pengasasnya Muhammad Baha al-Din al-Naqshabandi.
Lihat http://en.wikipedia.org/wiki/Naqshbandi.
32
Tafsir Fiqhi yaitu karya tafsir yang pembahasannya berorientasi pada masalah-masalah
hukum Islam. Lihat Abd al-Hayy al-Farmâwi, Muqaddimah fî al-Tafsîr al-Maudu’i, (Beirut: Dâr al-
‘Ilm, 1977), hal. 27.
21
ia di hadapan orang dan di belakang dan qada` yang lupa lalai dan
sujûd sahwi 33 ”.
sûfi 34 bisa dilihat pada contoh yang dikemukakan ini, yaitu penafsirannya terhadap
(ﷲ
َ ﻦ ﺁ َﻣ ُﻨﻮا ا ﱠﺗ ُﻘﻮا ا
َ ) َﻳﺎ أ ﱡﻳ َﻬﺎ اﱠﻟ ِﺬﻳ
Hai segala orang mukmin takut oleh kamu akan Allah pada tiap-tiap
yang dikerja dan yang ditinggal.
()وَاﺑﺘَﻐُﻮا إﻟَﻴ ِﻪ اﻟ َﻮﺳِﻴَﻠ َﺔ
Dan tuntut oleh kamu kepadaNya akan wasîlah perhubungan yang
menghampirkan diri kepada Allah maka zikrullah dengan lidah dan
hati yang dinama murâqabah dan musyâhadah dan dawâm al-hudûr
dan baca Qur`an dan selawat dan doa dan sekalian bagi taat
kebajikan sunat itu wasîlah hamba kepada Allah Taala yang boleh
jadi dirinya hampir kepada Allah dan kekasih Allah maka dengan
wasîlah itu maka boleh jadi pendengaran Allah pendengarannya dan
penglihatan Allah penglihatannya dan tangannya dan langkahnya
dan tamparnya Allahu Akbar maka wasîlah pada Allah seperti
persembahan pada raja-raja.
(ن
َ ﷲ َﻟ َﻌﱠﻠﻜُﻢ ﺗُﻔِﻠﺤُﻮ
ِ ﻞا
ِ ﺳﺒِﻴ
َ ) َوﺟَﺎ ِهﺪُوا ﻓِﻲ
Dan bersungguh-sungguh oleh kamu pada meninggi agamaNya
dengan perang seterunya yang nyata dan yang sembunyi kafir
munafik mudah-mudahan kamu dapat kemenangan kamu dan lepas
dari neraka 35 .
33
Muhammad Said Umar, Tafsîr Nûr al-Ihsân........... jilid ke-4, hal. 303.
34
Tafsir al-Sûfi identik dengan tafsir al-isyâri, yaitu suatu metode penafsiran al-Qur`an yang
lebih menitikberatkan kajiannya pada makna batin dan bersifat alegoris. Penafsir yang mengikuti
kecenderungan ini biasanya berasal dari kaum sufi yang lebih mementingkan persoalan-persoalan
moral batin dibandingkan masalah zahir dan nyata. Lihat M. Al-Fatih Suryadilaga, Metodologi Ilmu
Tafsir, (Yoyakarta: Teras, 2005), cet. 2, hal. 44.
35
Muhammad Said Umar, Tafsîr Nûr al-Ihsân........... jilid ke-1, hal. 222 dan 223.
22
Sumbangan Muhammad Said dalam bidang tafsir yang dinukil di dalam karya
ialah Tafsîr Nûr al-Ihsân. Beliau terkenal sebagai seorang yang aktif menyebarkan
kesibukan sebagai qadi serta partisipasinya bersama masyarakat, beliau masih sempat
mengarang sebuah lagi karya yang dinamakan “Fatwa Kedah”. Minat beliau terhadap
bidang penulisan bertambah selepas mendapat galakan daripada sultan (raja) Kedah
yaitu Sultan Abdul Hamid 36 yang menjadi pendukung utama beliau untuk
meneruskan karyanya 37 .
1. Fatwa Kedah
Kitab Fatwa ini merupakan karya kedua Muhammad Said yang dinukilkan dan
dan perceraian. Asalnya, buku ini diserahkan kepada setiap imam di masjid-masjid
diatas. Kini, Fatwa Kedah sudah tidak digunakan lagi dan masih tersimpan di
36
Mazlan Ibrahim, Israiliyyat Dalam Tafsir........ hal. 18.
37
Mustaffa Abdullah, Khazanah Tafsir......,hal. 55-56.
38
Lihat footnote “Fatwa Kedah”, Ibid, hal. 62.
39
Mazlan Ibrahim, Israiliyyat Dalam Tafsir........ hal. 18.
23
Tafsîr Nûr al-Ihsân merupakan karya pertama Muhammad Said Umar dan
karya tafsir pertama yang melengkapi 30 juz al-Qur`an 40 , yang telah dihasilkan pada
abad ke-20 41 yaitu pada tahun 1934 M. bersamaan tahun 1346 H. 42 . Ia ditulis dalam
tiga jilid atau tersebut sebagai penggal, merupakan karya tafsir tahlîli 43 yang ringkas
dalam bahasa Melayu dengan tulisan Arab-Melayu dan digunakan secara meluas di
karyanya beliau menyatakan bahwa tempoh penulisan karya ini bermula pada bulan
Dzulhijjah tahun 1344 H., yaitu bersamaan bulan Januari tahun 1925 M. Kemudian
M. 45 . Manuskrip tulisan tangan karya tafsir ini masih wujud tersimpan di rumah
warisnya, Haji Abdul Hamid Bin Haji Ahmad di Tikam Batu, Sungai Petani,
Kedah 46 .
Kemunculan karya tafsir ini merupakan sinar baru untuk bidang tafsir di
Malaysia dan mata rantai yang meneruskan jalur sejarah tafsir al-Qur`an di
Semenanjung Tanah Melayu setelah melewati zaman kegelapan selama 3 abad yaitu
bermula dari abad ke-17 lagi hingga abad ke-19 Masihi. Bidang tafsir di Malaysia
40
Mustaffa Abdullah, Khazanah Tafsir.......hal. 55.
41
Yaitu selepas tahun 1909M. Ibid, hal. 45.
42
Muhammad Said Umar, Tafsîr Nûr al-Ihsân...........jilid ke-4, hal. 311.
43
Metode tahlîli berarti menjelaskan ayat-ayat al-Qur`an dengan cara meneliti semua
aspeknya dan menyingkap seluruh maksudnya, dimulai dari uraian makna kosakata, makna kalimat,
maksud setiap ungkapan, kaitan antar pemisah (munâsabât) sampai sisi keterkaitan antarpemisah itu
(wajh al-munâsabât) dengan bantuan asbâb al-nuzûl, riwayat-riwayat yang berasal dari Nabi saw,
sahabat, dan tab’in. Lihat Abd al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya,
Bandung: Pustaka Setia, 2002, cet. ke-1, hal. 23-24.
44
Mohd Nazri Ahmad, Israiliyyat: Pengaruh Dalam Kitab Tafsir, (Kuala Lumpur: Utusan
Publication & Disributors Sdn. Bhd., 2007), cet. ke-1, hal. 138.
45
Muhammad Said Umar, Tafsîr Nûr al-Ihsân...........jilid ke-4, hal. 311.
46
Mustaffa Abdullah, Khazanah Tafsir......,hal. 56.
24
yang dihasilkan tetapi tidak dicetak. Oleh karena karya-karya tersebut tidak dicetak,
Tokoh yang pertama berpartisipasi dalam bidang tafsir ini adalah Syeikh
Abdul Malik atau Tok Pulau Manis 48 dengan menyalin Tarjumân al-Mustafîd karya
Abdul Rauf al-Singkeli, yang merupakan karya tafsir pertama yang dihasilkan di
beliau turut membuka sebuah pesantren untuk pengajian Islam yang berdasarkan
sistem pengajian pondok yaitu Pondok Pesantren Pulau Manis. Usahanya telah
diberkahi Allah, beliau berjaya melahirkan ramai murid melalui insitusi pengajian
pondok pesantren tersebut 50 . Namun apa yang menyedihkan ialah bahwa manuskrip
Usaha kedua dilakukan untuk menulis karya tafsir oleh sekelompok penafsir
yang diketuai oleh Mohamad Yusof Ahmad atau Tok Kenali 52 , dengan
menterjemahkan karya-karya ulama’ tafsir klasik seperti Tafsir al-Khâzin dan Tafsîr
Ibn Katsîr. Karya-karya ini belum siap penulisannya dan masih tidak berkesempatan
47
Ibid, hal. 45.
48
Abdul Malik merupakan tokoh yang mendirikan pendidikan secara sistematik pada abad ke-
17. Beliau terlahir pada 1650-an di Hulu Terengganu, Terengganu, Malaysia, berasal dari keturunan
seorang pendakwah dari Baghdad yang bernama Syarif Mohamad. Pernah menjabat sebagai salah
seorang ulama’ istana dari Sultan Zainal Abidin I (1725-1734 M.). Beliau terkenal sebagai tokoh
perkembangan tafsir di Malaysia dengan menyalin Tarjumân al-Mustafîd. Lihat Mustaffa Abdullah,
Khazanah Tafsir......,hal. 47.
49
Ibid, hal. 47.
50
Ibid, hal. 49.
51
Ibid, hal. 45.
52
Seorang kiai dan tokoh ulama’ yang terkenal, berasal dari Kelantan. Ismail Che Daud,
Tokoh-tokoh Ulama’ Semenanjung Melayu, (Kelantan: Majlis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu
Kelantan, 1992) , jilid 1, hal. 191-192.
25
sebelumnya 53 .
Kemunculan Tafsîr Nûr al-Ihsân telah membuka pintu harapan baru bagi
perkembangan bidang tafsir di Malaysia. Jejak Tuan Haji Muhammad Said telah
diikuti oleh beberapa penafsir lain seperti Syed Syeikh al-Hadi, Haji Osman
Muhammad, Syeikh Abu Bakar al-Asha’ari, Maulana Abdullah Nuh dan lain-lain
penafsir. Di samping itu, terdapat juga usaha yang dilakukan untuk menerjemah
karya-karya tafsir Arab seperti yang telah dilakukan oleh Dato’ Yusoff Zaky Yacob
Bayangan al-Qur`an. Sejak dari ketika itu, ada beberapa pihak yang memberi
perhatian dalam memelihara ilmu tafsir dengan menulis semula kuliah-kuliah tafsir
yang disampaikan oleh tokoh-tokoh tafsir seperti Nik Abdul Aziz Nik Mat dan
menyampaikan pemikiran mereka dalam ilmu ini melalui tafsiran tematik dan
tafsiran terhadap beberapa surat al-Qur`an, di antara mereka ialah al-Qari Haji
Tafsîr Nûr al-Ihsân disusun oleh pengarangnya dalam empat jilid dan setiap
jilid mengandungi kelompok yang terdiri dari surat-surat al-Qur`an. Jilid pertama
Surat al-An’aâm hingga Surat Hûd. Jilid ketiga mengandungi Surat al-Kahfi hingga
Surat al-Zumar. Dan jilid keempat mengandungi Surat al-Mu’min hingga Surat al-
Nâs.
53
Mustaffa Abdullah, Khazanah Tafsir......, hal. 45.
54
Ibid, hal. 46.
26
Tafsîr Nûr al-Ihsân telah dimulakan cetakan pertamanya pada tahun 1934 M.
di Mekah dan cetakan keduanya pada tahun 1936 M. di Pulau Pinang (Penang)
selepas diberi keizinan oleh pihak pemerintah Kedah. Cetakan ketiganya pada tahun
1391 H. bersamaan tahun 1970 M. oleh Percetakan al-Maarif Sdn. Bhd. Dan jilid
Awlâdihi. Sementara itu, terdapat juga cetakan yang diterbitkan oleh Dâr al-Ihya`
Tafsîr Nûr al-Ihsân harus mendapat keizinan daripada kerabat Tuan Haji
Muhammad Said dan semua perusahaan tersebut di atas telah mendapat keizinan
tersebut. Tanda keizinan tersebut bisa dilihat pada setiap halaman (i) pada setiap
Penulis berkesimpulan bahwa cetakan pertama dan kedua karya ini mendapat
sambutan dan mendapat perhatian bagi mereka yang ingin mendalami tafsir Al-
Quran bukan sahaja di kalangan masyarakat Islam di Tanah Melayu malah ia juga
dipelajari oleh umat Islam di negara tetangga yaitu Thailand 57 . Oleh karena itu,
tersebut untuk memenuhi permintaan yang banyak, dan masih bisa ditemukan lagi
Matba’ah Bin Halâbi, Pattani dalam empat jilid. Cetakan daripada perusahaan
terakhir ini merupakan satunya referensi bagi penulis melakukan penelitian untuk
55
Ibid, hal. 56.
56
Muhammad Said Umar, Tafsîr Nûr al-Ihsân...........jilid ke-1,2,3,4, hal. i.
57
Mazlan Ibrahim, Israiliyyat Dalam Tafsir........ hal. 19.
27
pesantren dan pusat-pusat pengajian Islam di Malaysia dan Thailand sehingga kini,
yaitu Pattani, Yala dan Songkhla. Terdapat juga masjid-masjid yang menjadikan
karya ini salah satu karya tafsir yang diajar kepada jemaah yang hadir dalam rutin
kuliah mingguan.
Tafsîr Nûr al-Ihsân juga tidak terlepas dari satu isu yang mengenainya
sehingga ramai penyelidik membuat kritikan terhadap karya ini. Isu yang dikatakan
itu ialah masuknya riwayat-riwayat al-Isrâiliyyât 58 dalam tafsir tersebut. Tetapi tiap
terdapat di dalam Tafsîr Nûr al-Ihsân di dalam hasil-hasil penelitian mereka. Hasil-
hasil penulisan Muhammad Ismi Mat Taib berjudul “Israiliyyat Dalam Tafsir:
58
Menurut al-Dzahabi, isrâiliyyât mengandung dua pengertian yaitu, pertama: kisah dan
dongeng yang disusupkan dalam, tafsir dan hadits yang asal periwayatannya kembali kepada
sumbernya yaitu Yahudi, Nashrani dan yang lainnya. Kedua: cerita-cerita yang sengaja diselundupkan
oleh musuh-musuh Islam ke dalam tafsir dan hadits yang sama sekali tidak dijumpai dasarnya dalam
sumber-sumber lama. Lihat Muhammad Husain adz-Dzahabi, al-Israilyyat fit-Tafsiri wa al-Hadits,
terjemahan Didin Hafiduddin (Jakarta, PT. Litera Antara Nusantara, 1993), h. 9-10.
59
Abdul Majid Jaafar, Isu-isu Dalam Tafsir dan Hadith, (Selangor: Pustaka Haji Abdul Majid,
2007), hal. 7.
28
Kajian Terhadap Tafsir Nur al-Ihsan, Karya Haji Muhammad Said Bin Umar” 60 ,
hasil kajian Mazlan Ibrahim yaitu “Israiliyyat Dalam Kitab Tafsir Melayu “Tafsir
Nur al-Ihsan”: Satu Analisis” 61 , karya Mohd Nazri Ahmad dan Muhd Najib Abdul
Kadir yang berjudul “Israiliyyat: Pengaruh Dalam Kitab Tafsir” 62 , karya yang
disusun oleh Haji Abdul Majid Jaafar yaitu “Isu-isu Dalam Tafsir dan Hadith” 63 .
60
Tesis prodi S2 Fakultas Ushuluddin, jurusan al-Qur`an dan Hadits, Akademi Pengajian
Islam, Universitas Malaya.
61
Tugasan Ilmiyyah, Fakultas Ushuluddin, jurusan al-Qur`an dan Hadits, Akademi Pengajian
Islam, Universitas Kebangsaan Malaysia.
62
Dicetak oleh Utusan Publication & Distributors Sdn. Bhd., Kuala Lumpur, diterbit cetakan
pertama pada tahun 2007.
63
Dicetak oleh Pustaka Haji Abdul Majid, Selangor, diterbit cetakan pertama pada tahun
2007.
BAB III
AL-IHSÂN
A. Sumber Penafsiran
adalah sebagaimana beliau sendiri menyatakan di dalam pendahuluan Tafsîr Nûr al-
Ihsân, bahwa di antara karya-karya rujukan ialah Tafsîr al-Jalâlain dan Tafsîr al-
Baidâwi. Beliau turut menyatakan bahwa ada beberapa beberapa karya lain yang
dijadikan rujukan tetapi beliau tidak menyebut nama karya-karya tersebut 1 . Akan
tetapi beliau lebih banyak merujuk kepada Tafsîr al-Jalâlain dibandingkan dengan
Tafsîr al-Baidâwi dan lain-lainnya. Untuk membuktikan dan menjelaskan lagi bahwa
karya-karya dikutip oleh pengarang Tafsîr Nûr al-Ihsân dan dimasuki dalam karya,
ulama’ tersebut dan Tafsîr Nûr al-Ihsân bagi setiap satu karya yang tersebut.
1. Tafsîr al-Baidâwi:
(ﺿﺒًﺎ
ِ ﺐ ُﻣﻐَﺎ
َ ن إذ َذ َه
ِ ) َوذا اﻟﻨﱡﻮ
1
Ibid, jilid 1, hal. 2.
29
30
Dalam Tafsîr Nûr al-Ihsân: “dan sebut olehmu akan nabi yang
empunya ikan ketika lari ia hal penyebal pada kaumnya yaitu
Yûnus bin Mattê marah ia kepada kaumnya tiada mau beriman
dengannya maka janji ia akan mereka itu turun azab maka azab
tiada turun lari pergi maka dibuang undi kena atas Yûnus maka
dibuang dalam laut maka telan akan dia oleh ikan kerana ia pergi
dengan tiada izin Allah duduk dalam perut ikan empat puluh hari
atau tujuh atau tiga hari atau empat jam diwahi Allah kepada ikan
jangan engkau makan dagingnya dan jangan engkau pecah
tulangnya bukan rezeki engkau Aku jadi penjara sahaja 2 .
(dan hendaklah kamu sebut tentang nabi yang mempunyai ikan
ketika ia benci pada kaumnya yaitu Yûnus bin Mattê, dia marah
terhadap kaumnya yang tidak mau kepadanya maka ia berjanji
kepada mereka akan turun azab, maka azab belum turun lagi ia lari
pergi. Maka dilakukan pemilihan keputusannya terkena Yûnus,
maka ia dibuang dalam kemudian ditelan oleh ikan karena pergi
tanpa izin Allah, ia duduk di dalam perut ikan selama empat puluh
hari atau tujuh atau tiga hari, atau empat jam. Allah mewahyukan
kepada ikan jangan kamu makan dagingnya dan jangan kamu
pecahkan tulangnya, ia bukan rezeki engkau, Aku jadikan engkau
penjara saja”.
2
Muhammad Said Umar, Tafsîr Nûr al-Ihsân...........jilid 3, hal. 82.
3
Al-Baidâwi, Nâsir al-Dîn ‘Abdullah Bin ‘Umar, Anwâr al-Tanzîl wa Asrâr al-Ta’wîl,
(Beirut: Dar al-Kutub al-‘Arabiyah), jilid ke-4, hal. 219.
31
2. Tafsîr Jalâlain:
berikut:
(ﺧﺒِﻴ ٍﺮ
َ ﺣﻜِﻴ ٍﻢ
َ ﺼﻠَﺖ ﻣِﻦ
)آِﺘَﺎبٌ أُﺣ ِﻜﻤَﺖ ﺁﻳَﺎ ُﺗـ ُﻪ ُﺛﻢﱠ َﻓ ﱢ
“Ini Qur`an kitab yang telah ditetap segala ayatnya tiada berubah
dengan ‘ajib nazm dan elok makna, kemudian di-tafsîl segala
hukum-hukum dan cerita-cerita nabi-nabi dan pengajaran yang
turun daripada Allah Tuhan yang Hakîm lagi amat Mengetahui 4 .
(Ini al-Qur`an merupakan kitab yang tetap ayatnya tidak berubah,
dengan keajaiban susunan dan keindahan makna, kemudian
diperinci segala hukum dan kisah para Nabi dan pelajaran yang
turun daripada Allah Tuhan yang Hakîm lagi amat Mengetahui”.
yang turut dikutip dan dimasukkan ke dalam karya, penulis tidak menemukan
beberapa penafsiran yang dikutip daripada semua karya yang tidak tersebut nama-
beliau daripada karya tersebut, penulis mengemukakan satu contoh penafsiran dalam
Tafsîr Nûr al-Ihsân yang dikutip dari Tafsîr al-Khâzin yaitu berkata Muhammad
4
Ibid, jilid 2, hal. 205.
5
Al-Suyûti dan al-Mahalli, Jalâluddin, Tafsir al-Jalâlain......hal. 283.
32
Said ketika menafsirkan surat al-Fajr ayat 8 6 . Dalam ayat tersebut, beliau
tafsir ulama’ Timur Tengah yang menggunakan metode tafsir bi al-ra’yi seperti Tafsîr
al-Qur’an yang ditafsir. Maka, penulis menyajikan beberapa ayat yang bisa dijadikan
(ج
ِ ت اﻟ ُﺒ ُﺮو
ِ ﺴ َﻤﺎ ِء َذا
) َواﻟ ﱠ
“Demi langit yang empunya buruj yaitu tempat duduk berjalan bintang
dua belas yang dinazam oleh setengah fudhalâ`:
ورﻋﻰ اﻟﻠﻴﺚ ﺳﻨﺒﻞ اﻟﻤﻴﺰان ﺣﻤﻞ اﻟﺜﻮرة ﺟﻮزة اﻟﺴﺮﻃﺎن
ﻧﺰح اﻟﺪﻟﻮ ﺑﺮآـﺔ اﻟﺤﻴﺘـﺎن ورﻣﻰ ﻋﻘﺮب اﻟﻘـﻮس اﻟﺠﺪي
Yaitu ﺣﻤﻞ اﻟﺜﻮرة ﺟﻮزة اﻟﺴﺮﻃﺎن أﺳﺪ ﺳﻨﺒﻠﺔ ﻣﻴﺰان ﻋﻘﺮب ﻗﻮس ﺟﺪي دﻟﻮ
dan ﺣﻮتyaitu manzilah bagi bintang tujuh mula langit ketujuh sudah
langit pertama nazam setengah fudhalâ`:
ﻓﺘﺰاهﺮت ﻟﻌﻄﺎرد اﻷﻗﻤﺎر زﺣﻞ ﺷﺮي ﻣﺮﻳﺨﻪ ﻣﻦ ﺷﻤﺴﻪ
Maka Zuhal langit ketujuh baginya Jūdi dan Dalw al-Musytari langit
keenam baginya Qus dan Hut al-Marikh langit kelima bagi Haml dan
‘Aqrab matahari keempat baginya Asad al-Zahrah ketiga baginya Tsūr
dan Mîzan Utarid yang kedua baginya Jauzah dan Sunbulah bulan
yang pertama baginya Saratân 9 .
9
Muhammad Said Umar, Tafsîr Nûr al-Ihsân........... jilid ke-4, hal. 269.
10
Jalâluddin al-Suyûti dan Jalâluddin al-Mahalli, Tafsir al-Jalâlain bi Hamisy al-Mushaf al-
Syarîf bi al-Rasm al-Utsmâni, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2002), cet.1, hal. 800.
34
suatu yang menimbulkan syak jika dijelaskan bahwa salah satu referensi Muhammad
pendapat para Sahabat r.a seperti ‘Ali Bin Abî Talib, Ibn ‘Abbâs, dan Abû Mûsa al-
Asy’arî dan pendapat para Tabi’în. Beliau tidak meletak suatu tanda kurung kurawal
bahwa kata-kata tersebut merupakan dalil yang menjelaskan ayat tersebut, bahkan
contoh-contoh yang bisa dilihat padanya penyajian metode penyebutan dalil tersebut
(ﻈﺎ
ً ﻏِﻠﻴ
َ ﺧﺬ َﻧﺎ ِﻣﻨ ُﻬﻢ ِﻣﻴ َﺜﺎ ًﻗﺎ
َ ) َوَأ
“Dan Kami ambil daripada mereka itu perjanjian yang kuat teguh
dengan menyempurnakan dengan barang yang disuruh daripada
sembah Allah dan seru manusia kepadanya maka makna ‘mitsâq’
bersumpah dengan nama Allah maka ‘mitsâq’ pertama pada ( أﻟﺴﺖ
)ﺑﺮﺑﻜﻢ ﻗﺎﻟﻮا ﺑﻠﻰdan ‘mitsâq’ yang kemudian ambil daripada anbiya’
suruh sembah Allah dan seru manusia kepadanya dan suruh menyata
pada segala masing-masing umat keadaan Nabi Muhammad Rasul
Allah dan suruh Nabi Muhammad menyata pada umatnya dengan tiada
nabi kemudiannya maka ambil ‘mitsâq’ itu” 11 .
(Dan Kami ambil daripada mereka (para nabi) perjanjian yang kokoh
dengan menyempurnakan perintah yang disuruh yaitu menyembah
Allah dan menyeru manusia supaya melakukannya. Maka makna
‘mitsaq’ itu bersumpah dengan nama Allah, maka ia adalah ‘mitsâq’
yang pertama pada ()أﻟﺴﺖ ﺑﺮﺑﻜﻢ ﻗﺎﻟﻮا ﺑﻠﻰ, dan makna ‘mitsâq’ yang
seterusnya yang diambil daripada para nabi yaitu menyembah Allah
dan menyeru manusia kepadanya, serta menyampaikan kepada seluruh
umat masing-masing nabi perihal Nabi Muhammad Rasul Allah, dan
perintah kepada Nabi Muhammad menyampaikan kepada umatnya
11
Ibid, jilid 3, hal. 257.
35
(ل اﻟ ُﻌ ُﻤ ِﺮ
ِ ) َوﻣِﻨﻜُﻢ ﻣَﻦ ُﻳ َﺮدﱡ إﻟَﻰ أَر َذ
“Dan setengah dari kamu itu mereka yang dikembali kepada sehina-
hina umur tua dan nyanyuk kata ‘Ali Bin Abi Talib r.a yaitu tujuh
puluh lima tahun dan kata ‘qîl’-ﻗﻴﻞ- lapan puluh tahun dan kata
Qatâdah sembilan puluh tahun” 13 .
12
Ibid, jilid 1, hal. 49.
13
Ibid, jilid 3, hal. 89.
36
(Dan sebagian dari kamu akan dikembalikan kepada umur paling hina
yaitu tua dan nyanyuk, berkata ‘Ali Bin Abi Talib r.a yaitu tujuh puluh
lima tahun, kata ‘qîl’-ﻗﻴﻞ- lapan puluh tahun, dan berkata Qatâdah
sembilan puluh tahun”.
yang dikehendaki dari historis-historis itu hanya pelajaran yang membimbing dan
seluruh riwayat Isrâiliyyât dalam karya ini secara keseluruhannya, maka satu
penulisan khusus harus dilakukan 15 . Maka penulis turut ingin mengemukakan satu
contoh periwayatan dari sumber Isrâiliyyât tersebut, sebagai bukti bagi kenyataan di
atas:
dan bagi sakit kepala diikat lengan kanan dan bagi Umm Sibyan: hantu
pengusik budak-budak, dan bagi berjalan pada darat dan laut dan bagi
pelihara harta dan bagi bertambah akal dan bagi lepas orang yang
berdosa. Kata setengah ulama’: ajar oleh kamu akan anak kamu ini
segala nama-nama. Maka bahawasanya jika disurah di pintu rumah
tiada terbakar dan atas mata benda tiada kena curi dan atas perahu tiada
karam. Adalah mereka itu orang besar-besar negeri Efsus dalam negeri
Rom. Kemudian daripada Nabi ‘Isâ a.s. Tujuh orang- dengan gembala
kambing lapan dengan anjingnya. Tatkala zalim ahli Injîl dan masuk
kerja maksiat kafir hingga sembah berhala dan sembelih baginya. Dan
ada dalam negeri itu orang yang berpegang dengan agama ‘Isâ, ibadah
Allah swt dan tauhidnya. Dan raja negeri kafir nama Dikyanus. suruh
manusia sembah berhala dan sembelih baginya dan bunuh orang yang
menyalahinya. Maka masyhurlah orang yang tujuh itu pada raja
disuruh panggil. Maka kata raja apa kerana kamu tiada mau ikut seperti
orang-orang negeri sekarang kamu pilih amma masuk agama kami dan
ammâ kena bunuh” 16 .
periwayatan yang berbeda dan merupakan kisah yang begitu terkenal. Kisah Ashâb al-
Kahf 17 ini merupakan salah satu kisah yang terdapat di dalam al-Qur‘an supaya kita
Walaupun begitu Allah swt telah menjelaskan bahawa kisah seperti ini tidak
perlu dibahas kerana ia adalah perkara ghaib yang mana hakikatnya hanya Allah swt
sahaja yang lebih mengetahui. Jika dirujuk kepada penafsiran Tafsîr Nûr al-Ihsân
16
Muhammad Said Umar, Tafsîr Nûr al-Ihsân........jilid ke-3, hal. 4.
17
Yaitu kisah tujuh pemuda yang kabur dari pemerintah mereka yang zalim untuk melindungi
iman mereka seperti yang ternukil dalam al-Qur`an, surah al-Kahf ayat 9 hingga 22. Kisah ini amat
terkenal di kalangan masyarakat umat Islam, Yahudi, dan Kristen.
38
uraian dinyatakan pula bahawa terdapat sembilan khasiat yang boleh didapati
Selain itu dijelaskan juga bahawa setengah ulama' menyuruh supaya diajar
nama-nama ini kepada anak-anak dan jika ditulis di pintu rumah, rumah tersebut tidak
akan terbakar begitu juga jika diletakkan di atas harta benda, benda tersebut tidak
akan hilang dan jika diletakkan di dalam perahu, perahu tidak karam. Kemudian
diceritakan bahawa raja semasa peristiwa ini berlaku bernama Dikyanus yang mana
Segala uraian berkaitan ayat ini, jika dilihat pada definisi Isrâiliyyât yang
menyatakan jika dalam penafsiran itu terdapat sebarang unsur-unsur luar yang boleh
membawa kepada penambahan daripada fakta sebenar, maka penafsiran dalam ayat
ini boleh dikategorikan antara yang rnengandungi unsur-unsur Isrâiliyyât. Oleh itu
unsur Isrâiliyyât dalam ayat ini mesti diberi penjelasan secara jelas untuk menjauhi
daripada kekeliruan fakta. Dalam hal ini, Sayyid Qutb menegaskan bahawa para
penghuni gua itu adalah terdiri daripada sekumpulan pemuda yang tidak diketahui
bilangan mereka. Ini bermakna telah berlaku penambahan terhadap fakta tersebut
yang mana al-Quran sendiri tidak menyebut mengenai nama-nama mereka dan
bilangannya 18 . Oleh itu jelas menunjukkan bahawa semua itu adalah rekaan dan
tambahan dalam melengkapkan sesebuah kisah. Selain itu jika dirujuk kepada ayat 22
Surat al-Kahf 19 jelas menunjukkan bahwa hanya Allah swt sahaja yang lebih
18
Sayyid Qutb, Fi Zilâl al-Qur`an, (Cairo: Dâr al-‘Arabiyyah, 1968), jilid 5, hal. 84.
19
Ayat tersebut ialah firman Allah:
39
mengetahui bilangan mereka yang sebenar dan adapun apa yang diketahui oleh
sebagian kecil daripada umatnya adalah perkara-perkara yang berkaitan dengan kisah
tersebut secara umum kerana diandaikan yang dimaksudkan di sini ialah bilangannya
satu karya yang dikelompokkan dalam tafsîr bi al-ra’yi yang mahmûdah. Karena
penafsirannya yang disertai dengan merujuk kepada al-Qur`ân dan al-Hadîts serta
yang banyak. Hasil-hasil penelitian tersebut telah memurnikan Tafsîr Nûr a-Ihsân dari
dan kritikan.
dalam berbagai aspek pengetahuan, historis, dan hukum. Di samping itu beliau
ن ﺳَﺒﻌَﺔٌ َوﺛَﺎ ِﻣ ُﻨﻬُﻢ آَﻠ ُﺒﻬُﻢ ﻗُﻞ َرﺑﱢﻲ أﻋَﻠ ُﻢ ِﺑ ِﻌ ﱠﺪ ِﺗﻬِﻢ ﻣَﺎ ﻳَﻌَﻠ ُﻤﻬُﻢ
َ ﺐ َو َﻳﻘُﻮﻟُﻮ
ِ ﺳﻬُﻢ آَﻠ ُﺒﻬُﻢ رَﺟﻤًﺎ ﺑِﺎﻟﻐَﻴ
ُ ن ﺧَﻤﺴَﺔٌ ﺳَﺎ ِد َ ن َﺛﻠَﺎ َﺛ ُﺔ رَا ِﺑ ُﻌﻬُﻢ آَﻠ ُﺒﻬُﻢ َو َﻳﻘُﻮﻟُﻮ
َ ﺳ َﻴﻘُﻮﻟُﻮ
َ"
."ﺣﺪًا
َ ﺖ ﻓِﻴﻬِﻢ ﻣِﻨﻬُﻢ أ ِ إﻟﱠﺎ ﻗَﻠِﻴﻞٌ َﻓﻠَﺎ ُﺗﻤَﺎ ِر ﻓِﻴﻬِﻢ إﻟﱠﺎ ِﻣﺮَا ًء ﻇَﺎ ِهﺮًا َوﻟَﺎ ﺗَﺴﺘَﻔ
20
Al-‘Ataf adalah penyambungan ayat dengan salah satu abjad penyambungan seperti ‘dan’
untuk menunjukkan ketersamaan antara dua perkara pada hukum dan al-i’rab. Mush afa al-Ghulaini,
Jami’ al-Durûs al-‘Arabiyyah, (Cairo: Dâr Ibn al-Jauzi, 2010), hal. 604.
40
ketika itu yang rata-ratanya kurang terdedah kepada bidang ilmu tafsir dan masih
ramai lagi yang tidak mahir dalam bahasa Arab. Kenyataan ini boleh dirujuk kepada
permintaan masyarakat tempatan agar pengarang menulis tafsir dalam Bahasa Melayu
satu pendahuluan yang ringkas dengan dwibahasa yaitu Bahasa Arab dan Bahasa
Melayu. Beliau menyatakan padanya kesyukuran kepada Allah swt dan shalawat ke
atas Rasulullah saw, tujuan pengarangan beliau, dan sumber-sumber referensi dalam
yang terdapat padanya penjelasan ringkas tentang makna Islam dan rukun-rukunnya,
Metode Muhammad Said terhadap ayat-ayat al-Qur`ân dalam Tafsîr Nûr al-
Ihsân dengan metode yang diterapkan Jalâl al-Dîn al-Suyûti dan Jalâl al-Dîn al-
Lama dengan tulisan Arab Jawi 23 . Mengenai penggunaan bahasa dan ejaan dalam
21
Muhammad Said Umar, Tafsîr Nûr al-Ihsân........jilid ke-1, hal. 2.
22
Ibid, hal. 3 dan 4.
23
Tulisan Melayu huruf Arab atau lebih dikenali di Malaysia sebagai 'Tulisan Jawi' telah lama
wujud dan digunakan sebagai tulisan rasmi Melayu, iaitu sejak abad ke 14 Masihi atau sebelumnya. Ia
merupakan bukti kokoh kedatangan Islam ke Kepulauan Nusantara. Lihat Mohd. Alwee Yusoff,
41
kitab ini, pengarang banyak menggunakan Bahasa Melayu Kedah lama dan
sebahagiannya agak sukar untuk difahami oleh generasi sekarang seperti “hambat
keluar”, “menyengehaja”, dan “tiada sayugia’ 24 . Keadaan ini terjadi lantaran kerana
faktor zaman penghasilan kitab ini, dimana tahap pembinaan Bahasa Melayu sebagai
bahasa ilmu masih rendah dan masih kuat dipengaruhi oleh gaya bahasa Melayu lama.
Arab tersebut. Maka, para pembaca harus mempunyai asas Bahasa Arab dalam proses
mempelajari dan memahami karya tafsir ini. Jika diteliti, Muhammad Said sebenarnya
telah memudahkan jalan kepada para pembaca kerana beliau terus membawa
terjemahan bagi setiap kalimat Arab itu. Selain daripada itu, dalam masa yang sama
kata dalam Bahasa Arab. Malah beliau tidak mencatit nomor bagi ayat-ayat yang
ditafsirkan.
Tafsîr Nûr al-Ihsân adalah satu karya tafsir tradisionalis karena Muhammad
Said mengutip pandangan dari para ulama` klasik. Beliau meletakkannya secara
langsung di dalam yang ditafsirkan tanpa menggunakan sebarang tanda, akan tetapi
penafsiran beliau yang dikutip dari tafsiran para ulama’ Salaf dan takwilan ulama’
Khalaf pada tafsiran ayat mutasyâbihât tanpa menyatakan kutipan dari para ulama,
Perkembangan Tulisan Jawi Dan Aplikasinya Dalam Masyarakat Islam Di Malaysia, Jurnal Usuluddin,
(t.tp, 2005), Bil. 21.
24
“Hambat keluar” dalam bahasa Indonesia bermakna usir keluar, “menyegehaja” bermakna
sengaja, dan “tiada sayugia” bermakna tidak sewajarnya.
42
hanya menyebutnya dan tidak mengurainya secara panjang seperti penafsiran beliau
(ق أﻳﺪِﻳﻬِﻢ
َ ﷲ ﻓَﻮ
ِ ) َﻳ ُﺪ ا
“Tangan Allah atas tangan mereka itu ia memandang atas mubaya’ah
mereka itu dibalas atasnya dengan syurga atau kekuatan Allah dan
pertolongannya dan nikmatnya atas mereka itu” 25 .
(Tangan Allah atas tangan mereka itu, Allah memandang atas
mubâya’ah (berbai’ah dengan menjanjikan untuk) mereka itu dibalas
atasnya dengan syurga atau kekuatan Allah, pertolongannya dan
nikmatnya atas mereka itu)”.
darinya. Sungguh ulama` mengizinkan agar memberi suatu takwil yang berpadanan
terhadap Muqatta‘ah, asal tidak menyalahi dengan sesuatu penetapan al-Qur`ân dan
dengan kehendakNya 29 .
25
Ibid, hal. 95.
26
Al-Shiddieqy, T.M. Hasbi, Sejarah Pengantar Ilmu al-Qur`an & Tafsir, (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. ke-1, edisi ke-3, hal. 50.
27
Ibid, hal. 241.
43
30
Beliau tidak membahaskan mengenai perbedaan al-qirâ`ât bagi suatu ayat,
lebih-lebih lagi menyentuh perihal al-qirâ`ât al-syâdzah 31 . Seperti yang telah diteliti
pada biografi beliau, tidak terdapat bukti bahwa beliau pernah mempelajari ilmu al-
surat tersebut, jumlah ayatnya, dan disertakan sabab nuzûl dan sebab penamaan surat
jika ada. Beliau juga menyebut fadilah surat tersebut pada akhirnya jika ada dengan
“Lima ayat turun ini surah dan surah yang kemudiannya tatkala balik
Rasulullah daripada Hudaibiyyah pada bulan Dzulhijjah dan masuk
Muharram tahun tujuh dan kemudian daripada selesai perang Khaibar
datang kepala-kepala Yahudi kepada seorang Yahudi yang pandai sihir
nama Labîd Bin A’sam dan segala anak perempuannya atau saudara
perempuannya dengan upah tiga dinar dengan muafakat budak Yahudi
khadam al-Nabi ambil sisir kepala Nabi dan gigi sisir diperbuat rupa
Rasulullah dengan lilin ditikam dalamnya sebelas jarum dan disimpul
sebelas simpul maka kena sihir Rasulullah empat puluh hari maka pada
satu hari Rasulullah tidur datang dua malaikat seorang di kepala dan
seorang di kaki maka kata yang di kepala apa kena lelaki ini maka
jawab yang di kaki orang sihir maka katanya siapa sihir maka
28
Lihat penafsiran Muhammad Said terhadap ayat pertama surat al-Sajadah. Ibid, hal. 249.
29
Lihat penafsiran beliau terhadap ayat pertama surat al-Rûm. Ibid, hal. 229.
30
Al-Qirâ’ât adalah bentuk bacaan yang diriwayat oleh seorang imam al-qirâ`ât berbeda dari
imam yang lain pada pembacaan al-Qur`an, yang bersesuaian dengan riwayat-riwayat tentang bentuk
bacaan tersebut. Perbedaan tersebut adalah sama pada mentuturkan abjad atau hukumnya. Lihat
Muhammad Al-Zarqâni, Manâhil al-‘Irfan fi Ulūm al-Qur`an, (Beirut: Dar Qutaibah, 2001), cet. ke-2,
hal. 489.
31
Al-Qirâ’ât al-syâdzah adalah bentuk bacaan al-Qur`an yang diriwayat bukan secara
mutawâtir dan jalur sanad periwayatannya tidak sahîh, yaitu selain aliran-aliran qira`at yang masyhur.
Contohnya ialah qira`at Ibn al-Samaifi’. Lihat Subhi al-Sâlih, Mabâhitsu fi Ulûm al-Qur`an, (Beirut:
Dâr al-‘Ilmi lil-Milâyîn, 1972), cet. ke-7, hal. 257.
44
(ﺣﻴ ِﻢ ُﻗﻞ
ِ ﻦ اﻟ َﺮ
ِ ﷲ اﻟ َﺮﺣ َﻤ
ِ ) ِﺑﺴ ِﻢ ا
Baca olehmu.
(ﻖ
ِ ب اﻟ َﻔَﻠ
ﻋﻮ ُذ ِﺑ َﺮ ﱢ
ُ )أ
Aku berlindung dengan tuhan falaq maka ikhtilaf ulama’ pada makna
falaq kata setengah fajar subuh dan setengah penjara atau rumah dalam
neraka apabila dibuka berkeriau ahli neraka daripada hangatnya.
(ﻖ
َ ﺧَﻠ
َ ﺷ ﱢﺮ َﻣﺎ
َ ) ِﻣﻦ
Daripada kejahatan yang telah jadi daripada binatang atau manusia
atau terbakar atau karam air dan racun kayu batu.
(ﺐ
َ ﻖ إ َذا َو َﻗ
ٍﺷ
ِ ﻏﺎ
َ ﺷ ﱢﺮ
َ ) َو ِﻣﻦ
Dan daripada kejahatan malam apabila kelam ia.
(ت اﻟ ُﻌ َﻘ ِﺪ
ِ ﺷ ِّﺮ اﻟ َﻨ ﱠﻔﺎ َﺛﺎ
َ ) َو ِﻣﻦ
Dan daripada kejahatan yang menghembus pada segala simpulan yang
serta dengan tiada air liur.
(ﺴ َﺪ
َﺣَ ﺳ ٍﺪ إ َذا
ِ ﺣﺎ
َ ﺷ ﱢﺮ
َ ) َو ِﻣﻦ
Dan daripada kejahatan orang yang hasad apabila hasad ia seperti
Yahudi hasad bagi al-Nabi saw maka hasad sejahat-jahat dosa mula
maksiat Allah pada langit dengan hasad Iblis akan Adam dan mula
maksiat dalam bumi dengan hasad Qabîl akan Habîl dua anak Adam
maka makna hasad mencita-cita hilang nikmat daripada seorang dan
munafasah cita-cita dapat nikmat umpama nikmat seorang dinama
ghibtah yaitu harus sunat dibaca isti’âdzah pada kanak-kanak
memelihara daripada syaitan dan penyakit ‘ain yaitu yang dibaca oleh
Rasulullah pada Hasan dan Husain:
()أﻋﻮذ ﺑﻜﻠﻤﺔ اﷲ اﻟﺘﺎﻣﺔ ﻣﻦ آﻞ ﺷﻴﻄﺎن وهﺎﻣﺔ وﻋﻴﻦ اﻟﻼﻣﺔ
45
seperti dibaca: ( )ﻣﺎ ﺷﺎء اﷲ ﻻ ﻗﻮة إﻻ ﺑﺎﷲketika dirinya dan rumahnya dan
ahlinya dan hartanya selamat supaya berkekalan selamat itu 32 ”.
turunnya di Mekah, jumlah bilangan ayat, dan sabab nuzulnya. Kemudian beliau
Sementara itu, ada beberapa surat yang beliau meletakkan tanda ((Fadilat))
yaitu ketika Tuan Haji Muhammad Said selesai menafsirkan surat al-Nâs, beliau
(Fadilat)
“Riwayat Abû Nu’aim daripada ‘Abdullah Bin Sakhir daripada
bapanya sabda Rasulullah saw barangsiapa yang baca (())ﻗﻞ هﻮ اﷲ أﺣﺪ
pada sakit yang ia mati padanya nescaya tiada difitnah pada kuburnya
dan aman daripada Hâfiah kubur dan ditanggung oleh malaikat hari
kiamat dengan tapak tangannya hingga melepas akan dia daripada
titian Sirat Mustaqîm kepada syurga dan lagi sabdanya barangsiapa
baca (( ))ﻗﻞ هﻮ اﷲ أﺣﺪketika hendak masuk rumahnya nescaya
menghilang ia akan papa daripada ahli rumah dan jiran dan lagi
sabdanya barangsiapa baca (( ))ﻗﻞ هﻮ اﷲ أﺣﺪsekali nescaya diberkat
atasnya dan barangsiapa baca dua kali diberkat atasnya dan ahlinya dan
barangsiapa baca tiga kali diberkat atasnya dan segala jirannya dan
barangsiapa dua belas kali dibina Allah baginya dua belas mahligai
dalam syurga maka jika baca akan dia seratus kali dikaffarah Allah
daripadanya dosa lima puluh tahun yang lain darah orang dan harta
orang maka jika dibaca akan dia dua ratus kali dikaffarah Allah
daripadanya dosa seratus tahun maka jika dibaca seribu kali nescaya
tiada mati hingga dia lihat ia akan tampaknya dan syurga atau dilihat
baginya dalam mimpi dan lagi sabdanya barangsiapa baca (( ﻗﻞ هﻮ اﷲ
))أﺣﺪsepuluh kali dibina baginya satu mahligai dalam syurga dan
32
Muhammad Said Umar, Tafsîr Nûr al-Ihsân........jilid ke-4, hal. 308-309.
46
Melayu ketika itu mempunyai pengetahuan yang cetek tentang Islam. Perkara itu
terjadi karena Tanah Melayu pada saat itu merupakan kolonial Inggris, dipengaruhi
oleh pelbagai persoalan yang terhidang akibat penjajahan Barat pada pertengahan
abad ke-19 M. Tanah Melayu pada periode kedua kurun tersebut telah menyaksikan
Hingga pada awal abad ke-20 M., perkembangan Islam ketika itu dijalankan dalam
masyarakat yang tenggelam dalam melakukan khurâfât dan bid’ah, dan menaikkan
Tanah Melayu turut merasakan akan pentingnya pendidikan Islam sehingga mereka
mendorong para ulama’ supaya menulis karya yang berupaya menaikkan moral dan
pemahaman masyarakat terhadap Islam seperti yang dilakukan oleh Tengku Mahmud
dengan meminta Muhammad Said menulis satu karya yang dikenali sebagai Tafsîr
Nûr al-Ihsân.
33
Muhammad Said Umar, Tafsîr Nûr al-Ihsân........jilid ke-4, hal. 308.
34
Farid Mat Zin, Islam Di Tanah Melayu Abad Ke-19, (Shah Alam: Pustaka Karisma, 2007),
cet. ke-1, hal. 1.
35
Ibid, hal. 7 dan 8.
BAB IV
Corak penafsiran yang dipilh oleh Muhammad Said dalam Tafsîr Nûr al-Ihsân
ialah Târîkhi 1 . Demikian itu karena beliau lebih banyak menjelaskan tema-tema
riwayat daripada hadis-hadis dan atsâr 2 . Beliau memilih corak penafsiran tersebut
supaya masyarakat yang awam dapat mengambil lebih banyak pelajaran daripada
karyanya.
1
Metode târîkhi berarti menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an dengan menyebut riwayat-riwayat
historis daripada Nabi saw, para sahabatNya saw, tabi’in, dan ulama’ sebagai pendukung bagi
penafsiran.
2
Atsâr menurut ulama’ hadits ia riwayat-riwayat yang dinukil daripada para Sahabat Nabi
Muhammad saw dan para Tabi’in. Lihat Rosmawati Ali @ Mat Zain, Pengantar Ulum Hadis, (Kuala
Lumpur; Pustaka Salam, 2005), edisi ke-11, hal. 76.
47
48
‘ibrah (pelajaran).
dibina.
Ismâ`îl a.s yang terkandung dalam surat Maryam ayat 54 dan 55;
(Kisah Ismâ’îl)
(ِﺼﻠَﻮ ِة وَاﻟﺰَآَﻮة
ن ﻳَﺄ ُﻣ ُﺮ أهَﻠ ُﻪ ﺑِﺎﻟ ﱠ
َ ) َوآَﺎ
Dan adalah ia suruh ahlinya dengan sembahyang dan zakat.
49
(ﺿـﻴًّﺎ
ِ ن ﻋِﻨ َﺪ َر ﱢﺑ ِﻪ ﻣَﺮ
َ ) َوآَﺎ
Dan adalah Ismâ`îl pada sisi Tuhannya keredaan sekalian
perbuatannya 3 ”.
Penjelasan di atas menunjukkan kisah Ismâ`îl a.s yang amat terpuji tingkah
walaupun hingga terpaksa menunggu selama tiga hari untuk memenuhi janjinya
terhadap orang lain. Diceritakan juga bahwa baginda merupakan seorang utusan Allah
kepada kaumnya yaitu qabilah Jurhum dengan membawa ajaran agama yang dibawa
Qabilah Jurhum merupakan satu kelompok bangsa Arab yang berasal dari
Yaman kemudian mereka menetap di Mekkah bersama Ismâ`îl dan ibunya yaitu Hajar
ketika keduanya ditinggal oleh Ibrâhîm yang menjalankan tugasan dakwah. Penetapan
mereka disana selepas kemunculan mata air Zamzam yang mulia. Ismâ`îl juga
membayar zakat, karena keduanya merupakan kewajiban dalam agama Islam. Allah
memuji baginda dengan pujian yang sebenarnya dan mendapat keridhoan di sisiNya.
Dengan penjelasan yang ringkas pada setiap tafsiran ayat-ayat tersebut, sudah
historis agar dapat membimbing masyarakat dan membentuk jiwa mereka menjadi
3
Muhammad Said Umar, Tafsîr Nûr al-Ihsân........... jilid ke-3, hal. 39.
50
orang-orang yang beriman dengan sebenarnya. Ditambah lagi dengan kondisi negeri
yang terjajah, yang turut memberikan impak negatif pada masyarakat. Maka kondisi
yang berkait hukum fiqih juga. Corak fiqhi 4 merupakan corak kedua yang
mempengaruhi penafsiran dalam Tafsîr Nûr al-Ihsân. Beliau memberi perhatian serius
pada hukum-hukum hinggas menguraikan ayat-ayat fikih lebih panjang dari ayat-ayat
biasa. Maka harus dikemukan juga satu contoh yang membuktikan eksistensi corak
fiqhi. Yaitu ketika Muhammad Said menjelaskan pidana terhadap pelaku kecurian
(Hukum mencuri)
“Dan bermula lelaki yang mencuri dan perempuan yang mencuri itu
maka kerat oleh kamu akan tangan keduanya pada pergelangan tangan
kanan dan jika balik dikerat kaki kiri dan yang ketiga tangan kiri dan
yang keempat kaki kanan kemudian dita’zîr dengan apa-apa yang
difikir oleh raja-raja”.
(ﷲ
ِ ﻦا
َ ) َﻧﻜَﺎﻟًﺎ ِﻣ
(ٌﻋﺰِﻳﺰٌ ﺣَﻜِﻴﻢ
َ ﷲ
ُ )وَا
4
Al-Tafsîr al-Fiqhi yakni salah satu corak tafsir yang pembahasannya berorientasikan pada
persoalan-persoalan hukum Islam. Lihat Suryadilaga, M. Al-Fatih, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir,
(Yogyakarta: Teras, 2005), cet. ke-1, hal. 44.
51
Dan bermula Allah Taala itu Tuhan yang amat berkekerasan di atas
kerajaanNya dan lagi amat Hakim pada perbuatannya.
(ﺢ
َ ﻇﻠ ِﻤ ِﻪ وَأﺻَﻠ
ُ ب ِﻣﻦ َﺑﻌ ِﺪ
َ ) َﻓ َﻤﻦ َﺗﺎ
(ﻋﻠَﻴ ِﻪ
َ ب
ُ ﷲ َﻳﺘُﻮ
َ نا
)ﻓَﺈ ﱠ
Bahawasa Allah Taala itu Tuhan yang amat mengampuni lagi amat
Perahim” 5 .
setiap pencuri laki-laki dan perempuan harus dihukum selepas dibukti pelakuannya
oleh mereka dengan kali pertamanya dipotong tangan kanan pada pergelangannya.
Jika diulangi kali kedua, maka dipotong kaki kiri. Jika diulangi kali ketiga, maka
dipotong tangan kiri pada pergelangan. Jika diulangi kali keempat dipotong kaki
kanan. Jika masih diulangi untuk kali seterusnya, penghukuman itu tergantung pada
Yang nyata bahwa beliau mengutip hukum fikih ini daripada keempat mazhab fikih
5
Muhammad Said Umar, Tafsîr Nûr al-Ihsân........... jilid ke-1, hal. 223-224.
6
Empat mazhab tersebut adalah al-Syâfi’iyah, al-Mâlikiyah, al-Hanâbilah, dan al-Hanafiyah.
Lihat al-Jazîri, Abd al-Rahman, al-Fiqh ala al-Madzâhib al-Arba’ah, (Universitas al-Azhar: Dâr al-
Bayân al-‘Arabi, 2005), cet. ke-1, jilid ke-5, hal. 119.
7
Jalâluddin al-Suyûti dan Jalâluddin al-Mahalli, Tafsir al-Jalâlain.....hal. 143.
52
melakukan kecurian. Bahkan siapa yang insaf daripada pelakuannya itu dan berbuat
kebaikan maka Allah menerima tobatnya, didukung dengan sifat Allah yang Maha
yang panjang, bahkan dengan kadar yang cukup bagi pemahaman masyarakat awam.
dikemukakan itu ringkas sekali. Mungkin inilah satu kelebihan dari tafsir ini yang
hanya menyajikan penafsiran yang ringkas, padat, dan dengan bahasa yang difahami.
masyarakat awam sebelum mereka diberi pengetahuan tentang pemahaman yang lebih
mendalam.
tersebut merupakan apa yang beliau beri penjelasan secara panjang jika dibanding
dengan tema-tema yang tidak disebut. Ini memungkinkan adanya suatu keperluan
dalam al-Qur`ân, dan tema-tema tersebut terbagi mengikut jilid. Begitu juga pada
53
sebagian karya-karya tafsir lain yang hanya menjelaskan sebagian ayat-ayat dengan
tersebut bisa dilihat pada tiap halaman terakhir pada tiap-tiap jilid Tafsîr Nûr al-Ihsân.
Maka, penulis mengemukakan tema-tema yang disusun dalam Tafsîr Nûr al-Ihsân
Dari daftar tema-tema di atas, terdapat 155 tema yang disusun dalam Tafsîr
Nûr al-Ihsân. Tema-tema tersebut bisa dikategorikan kepada tiga kelompok yaitu
tema-tema pertama yaitu târîkhi terdiri dari sejumlah 102 tema dengan perkiraan
66%. Kelompok tema ini merupakan yang mendominasi, banyaknya tema ini
merupakan faktor corak penafsiran dalam Tafsîr Nûr al-Ihsân dikategori sebagai
târîkhi. Karena untuk menentukan corak penafsiran suatu karya tafsir, harus dilakukan
kelebihan dan kekurangan Tafsîr Nûr al-Ihsân karya Tuan Haji Muhammad Said
ini juga sesuai dengan keadaan pada waktu itu, di mana masyarakat
masih awam.
2. Tidak menampilkan sanad dan matan hadis pada kisah atau Asbâb al-
Pada akhir penulisan, pengarang Tafsîr Nûr al-Ihsân menyatakan secara jelas
dan dengan merendah diri bahwa beliau menerima sebarang pembetulan terhadap
karyanya. Beliau mencatat kata-katanya itu pada penutup karya, dengan katanya;
“.......... maka yang didapati berbetulan itu maka yaitu daripada Allah
kurniaNya dan yang khata’ atau silap qalam itu daripada hamba
taqsîrnya diharap tolong perbetul kemudian daripada im’aân al-nazar
mudah-mudahan manfaat dan dapat ketahui kehendak Allah dalam
Qur`anNya oleh ahli pembaca daripada perempuan dan kanak-kanak
sekolah yang membawa jadi Tauhîd Allah yang melepas daripada
kaum asyqiyâ` masuk pada kaum su’adâ` yang dapat bahagia selama-
lamanya 8 ”.
dilindungi imannya dan saudara-saudara seIslamnya dalam hidup dan mati, dan
dimasukkan ke kelompok orang-orang yang diberi karunia nikmat oleh Allah yaitu
para nabi, siddîqîn, syuhadâ`, dan orang-orang sâlih. Beliau menutup doanya dengan
selawat ke atas Nabi Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya, dan melafazkan
8
Muhammad Said Umar, Tafsîr Nûr al-Ihsân........... jilid ke-4, hal. 311.
9
Ibid.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tafsîr Nûr al-Ihsân adalah salah satu karya yang terkelompok tafsir yang
boleh diterima, karena ia bersumberkan dari karya-karya tafsir klasik yang diterima
(mu’tabar). Muhammad Said menerapkan metode yang tepat dalam ilmu tafsir yaitu
tahlîli dengan uraian yang sederhana, bersesuaian dengan kondisi masyarakat muslim
pada zamannya.
Karya tafsir tersebut merupakan karya tafsir sunni tradisional yang sama
dengan terjemahannya disertai uraian yang sederhana dengan bahasa Melayu Kedah
Bahkan menjelaskan kosakata dan lafaz, serta kandungannya dalam berbagai aspek
pengetahuan, historis, dan hukum. Maka metode penafsiran Tafsîr Nûr al-Ihsân
adalah tahlîli.
B. SARAN-SARAN
masyarakat Tanah Melayu yang masih mempelajari al-Qur`ân bermula dari dasar
58
59
Alangkah baiknya jika karya tafsir ini diterbitkan dalam wajah baru yang bisa
diedit dengan meletakkan tanda baca, dicetak ulang dengan tulisan yang lebih rapi
dan disusun dengan lebih cantik. Sesungguhnya Muhammad Said telah memohon
ada dalam karyanya ini. Jika difahami dan diteliti secara mendalam, inilah amanah
dibutuhkan dan harus dikaji secara berterusan. Walaupun umur karya-karya tafsir
tersebut mencapai satu abad atau lebih, umurnya itu tidak bermakna bahwa ia sudah
tidak relevan lagi dipelajari atau diselidiki. Lihat saja pada karya penafsir-penafsir
terdahulu seperti Tafsîr al-Khâzin, pada hari ini ia masih lagi digunakan sebagai
bahan mengajar dan penelitian. Maka demikian juga Tafsîr Nûr al-Ihsân, metode
pesantren. Selain itu, setiap individu yang mempelajari dan meneliti karya ini
dalamnya.
60
menelusuri sedikit dari banyak aspek yang menarik dari Tafsîr Nûr al-Ihsân, dari
menjadi kunci pintu bagi penelitian seterusnya pada masa akan datang. Jesteru
penelitian ini membuka lembar baru dalam penafsiran al-Qur`ân pada zaman
Al-Qur`ân al-Karîm
Abû Dâwûd, Sulaimân Bin Asy’ats, Sunan Abî Dâwûd, Jordan: Dâr al-A’lam,
2003, cet. ke-1.
Ahmad, Mohd Nazri, Israiliyyat: Pengaruh Dalam Kitab Tafsir, Kuala Lumpur:
Utusan Publication & Distributors Sdn. Bhd., 2007, cet. ke-1.
Ali @ Mat Zain, Rosmawati, Pengantar Ulum Hadis, Kuala Lumpur; Pustaka
Salam, 2005, edisi ke-11.
Awang, Hussin, Kamus al-Tullâb Arab – Melayu, Kuala Lumpur: Darul Fikr,
1994, cet. ke-1.
Al-Baidâwi, Nâsir al-Dîn ‘Abdullah Bin ‘Umar, Anwâr al-Tanzîl wa Asrâr al-
Ta’wîl, Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2002, cet. ke-1, jilid ke-4.
61
62
Al-Fatâni, Ahmad Fathi, Ulama Besar Dari Fatâni, Kota Bharu: Majlis Agama
Islam Dan Adat Istiadat Melayu Kelantan (MAIK), 2009, Edisi ke-2.
Hadhiri SP, Chairuddun, Indeks Al-Quran, Jakarta: Gema Insani Press, 1996.
Ibrahim, Mazlan, Israiliyyat Dalam Tafsir Melayu Tafsir Nur al-Ihsan: Satu
Analisis, Tesis prodi S2 Fakultas Pengajian Islam Universitas Kebangsaan
Malaysia, 2001.
Ikram, Achdiati, Filologi Nusantara, Jakarta: Pustaka Jaya, 1997, cet. ke-1.
Jaafar, Abdul Majid, Isu-isu Dalam Tafsir dan Hadith, Selangor: Pustaka Haji
Abdul Majid, 2007, cet. ke-1.
Al-Khâzin, ‘Ali bin Muhammad, Lubab al-Ta`wîl fî Maâni al-Tanzîl, t.tp, t.th,
jilid 6.
Mat Zin, Farid, Islam Di Tanah Melayu Abad Ke-19, Shah Alam: Pustaka
Karisma, 2007, cet. ke-1.
63
Al-Maulâ, Muhammad Ahmad Jâd, Qasas al-Qur`an, Cairo: Maktabah Dâr al-
Turâts, 2000, cet. ke-4.
Al-Naisâbûri, ‘Ali Bin Ahmad, Asbâb al-Nuzûl, Beirut: Dar al-Fikr, 2001, cet. ke-
1.
Osman, Mohd Taib dkk, Tamadun Islam Di Malaysia, Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa Dan Pustaka, 2003, cet. ke-1.
Slamet, Mulyana, Asal Bangsa Dan Bahasa Nusantara, Jakarta: Balai Pustaka,
1964, cet. ke-1.
Suma, M. Amin, Studi Ilmu-ilmu al-Qur`an (1), Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000,
cet. ke-1.
Al-Turmudzi, Muhammad Bin ‘Isâ Bin Saurah, Sunan al-Turmuzi, Beirut: Dâr al-
Fikr, 1983, cet. ke-1.
Umar, Muhammad Said, Tafsîr Nûr al-Ihsân, Pattani: Percetakan Bin Halâbi,
1971, cet. ke-3, Jilid I.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab – Indonesia, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1972.
http//:www.wacananusantara.org/
http//:www.saaid.org.my
http//:www.ms.wikipedia.org/wiki/Kedah
http//:www.ms.wikipedia.org/wiki/Perak
http://en.wikipedia.org/wiki/Naqshbandi
Jurnal Usuluddin, (t.tp, 2005), Bil. 21, Mohd. Alwee Yusoff, Perkembangan
Tulisan Jawi Dan Aplikasinya Dalam Masyarakat Islam Di Malaysia.