Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)
Oleh
MUTMAINAH
NIM: 206034004220
ii
MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN
(STUDI KOMPARATIF PENAFSIRAN SAYYID QUTB
DAN IBN KATSÎR ATAS SURAT AL-HADÎD
AYAT 22 DAN 23)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh
MUTMAINAH
NIM: 206034004220
Pembimbing
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Sidang Munaqasyah
Anggota,
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI
Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
ا Tidak dilambangkan
ب b be
ت t te
ث ts te dan es
ج j je
ح h h dengan garis bawah
خ kh ka dan ha
د d de
ذ dz de dan zet
ر r er
ز z zet
س s es
ش sy es dan ye
ص s es dengan garis di bawah
ض d de dengan garis di bawah
ط t te dengan garis di bawah
ظ z zet dengan garis di bawah
ع ‘ koma terbalik di atas hadap kanan
غ gh ge dan ha
ف f ef
ق q ki
ك k ka
ل l el
م m em
ن n en
و w we
ه h ha
ء ′ apostrof
ي y ye
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
v
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
a fathah
i kasrah
u dammah
Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â a dengan topi di atas
î i dengan topi di atas
û u dengan topi di atas
Kata sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu ال, dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl.
Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda (-) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah.
Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/. Hal
yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t).
Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.
vi
ABSTRAK
MUTMAINAH
Musibah dalam al-Qur’an (Studi Komparatif Penafsiran Sayyid Qutb dan Ibn
Katsîr atas Surat al-Hadîd Ayat 22 dan 23)
Skripsi ini membahas tentang musibah dalam al-Qur’an dengan pendekatan studi
komparatif terhadap penafsiran Sayyid Qutb dan Ibn Katsîr atas surat al-Hadîd
Ayat 22 dan 23. Karya Sayyid Qutb dipilih untuk mewakili tafsir modern yang
menggabungkan metode bi al-ra’yi dan metode bi al-ma’tsur sementara karya Ibn
Katsîr yang masyhur dan telah diakui kualitasnya dipilih untuk mewakili tafsir
periode klasik dengan metode bi al-ma’tsur. Tema tentang musibah relevan untuk
diangkat karena banyaknya bencana yang terjadi di tanah air yang mengakibatkan
kerugian materi dan immateri yang tidak sedikit termasuk dampak psikologis
berupa rasa putus asa dan patah semangat untuk melanjutkan kehidupan yang
menunjukkan bahwa sebagian manusia kurang memahami atau lupa tentang
hakikat musibah. Kedua mufassir menyatakan bahwa musibah terjadi atas
kehendak Allah SWT dan sudah ditetapkan kejadiannya bahkan sebelum
penciptaan alam semesta. Sayyid Qutb mendefinisikan musibah sebagai segala
sesuatu yang menimpa baik itu berupa kebaikan maupun keburukan. Keduanya
berasal dari Allah SWT dan merupakan bagian dari perencanaan Allah SWT
dalam penciptaan alam semesta di mana manusia merupakan salah satu makhluk
ciptaan Allah SWT yang lemah dan membutuhkan kasih sayang dan pentunjuk
dari Allah SWT untuk mencapai kebahagiaan hidup. Sementara itu Ibn Katsîr
menafsirkan musibah sebagai bencana yang menimpa alam semesta maupun diri
manusia yang dapat berupa kemarau panjang, rasa lapar maupun rasa sakit.
Definisi musibah oleh Sayyid Qutb lebih mewakili makna musibah dalam al-
Qur’an karena mencakup makna musibah dalam ayat-ayat lain di dalam al-Qur’an.
Pemahaman yang benar tentang makna musibah dapat memudahkan manusia
untuk bersikap sabar ketika tertimpa bencana sebagaimana anjuran kedua penafsir
dan dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan yang efektif dalam memperkuat
ketahanan mental untuk menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang kuat
dan tegar dalam menghadapi musibah.
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menurunkan al-Quran kepada nabi
antara kebenaran dan kebatilan. Salawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan
kepada imam orang-orang yang bertaqwa, teladan umat Islam, dan penutup para
nabi, rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah
Selanjutnya, skripsi ini penulis dedikasikan kepada suami dan ananda tercinta
yang telah banyak memberikan pengorbanan dan bantuan selama penulis belajar
Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam proses penulisan skripsi
Muchtar, M.A.
viii
dan bapak Rifqi Muhammad Fathi, M.A.
dengan baik.
Anwar, S.Pd serta rekan-rekan staf dan guru SDIT Nur Fatahillah.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu dalam
Terakhir, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada siapa saja
yang membacanya.
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK............................................................................................................vii
KATA PENGANTAR..........................................................................................viii
DAFTAR ISI...........................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah..............................................6
C. Kajian Pustaka.................................................................................7
D. Tujuan Penelitian.............................................................................8
E. Metode penelitian............................................................................8
F. Sistematika Penelitian.....................................................................9
x
BAB IV ANALISA PERBANDINGAN PENAFSIRAN SAYYID QUTB
DAN IBN KATSÎR ATAS TERHADAP SURAT AL-HADÎD AYAT
22 DAN 23
A. Pandangan Sayyid Qutb dan Ibn Katsîr Tentang Musibah.............44
B. Kehendak Allah dalam Kehidupan Manusia..................................49
C. Pengaruh Keimanan dalam Menghadapi Musibah........................54
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................63
B. Saran..............................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................66
xi
BAB I
PENDAHULUAN
Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia. Hal ini
⌧ ⌧
⌦ ⌧ ⌧
ia adalah kitab yang dipelihara langsung oleh Allah SWT, sementara kitab-kitab
1
Lihat juga sûrah al-Baqarah/2:2, al-Baqarah/2:185
11
Kelima, ia merupakan kitab yang berlaku untuk seluruh umat manusia. 2
petunjuk yang paling sesuai bagi kehidupan manusia. Manusia akan memperoleh
Kesuksesan hidup tidak mudah untuk diraih. Tidak setiap orang dapat
mengikuti petunjuk akan diuji oleh Allah SWT dengan cobaan. Manusia tidak
Allah SWT berfirman tentang hal ini dalam Surat al-‘Ankabût/29 ayat 2:
Bahkan para nabi dan rasul pun menerima ujian dari Allah SWT. Ibn al-
2
Yûsuf al-Qardawî, Bagaimana Berinteraksi Dengan al-Quran. Penerjemah Kathur Suhardi
(Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2000), h. 14.
3
Al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqî al-Kubrâ (Beirut: Dar al-Fikr, tt), Juz 10, No. 114
22
akan tersebar penyakit dan nestapa, takkan pernah ada kepedihan yang menimpa
para nabi dan orang-orang pilihan.” 4 Nabi Adam A.S. diuji oleh Allah SWT
hingga dikeluarkan dari surga, nabi Nuh A.S. diuji kesabarannya dengan
berdakwah selama tiga ratus tahun, dan nabi Ibrahim A.S. diuji dengan bara api
Bangsa Indonesia pun mengalami ujian yang datang silih berganti. Salah
satu kejadian yang meninggalkan kesedihan yang mendalam bagi bangsa ini
adalah peristiwa tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004. Kejadian
yang mencapai 4.5 Milyar Dolar Amerika dan ratusan ribu nyawa melayang. 5
Peristiwa besar lain yang belum lama terjadi adalah bobolnya tanggul Situ
4
Muhammad al-Manjibi al-Hanbali, Menghadapi Musibah Kematian. Penerjemah
Muhammad Suhadi (Jakarta: Mizan Publika, 2007), h. 4.
5
Biro Humas & Luar Negeri BPK, “Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh Pascatsunami”, artikel diakses pada 10 Januari 2010 dari
http://www.bpk.go.id/web/?p=3958
33
Gintung di kecamatan Ciputat menjelang Subuh hari Jumat tanggal 27 Maret
2009. 6
musibah sebagai bagian dari warna kehidupan yang harus diterima. Mereka
meyakini setiap orang akan mengalami musibah dan mereka tidak larut dalam
menganggap musibah sebagai akibat dari perbuatan orang lain terhadap dirinya.
orang lain dan akan membawa kerugian bagi yang bersangkutan. Ketiga,
Pencipta. Tetapi, pada saat yang sama, mereka merasa tidak layak untuk ditimpa
musibah tersebut. Sikap semacam ini dapat membawa manusia kepada kekufuran.
Pada umumnya, semakin besar kehilangan yang dirasakan semakin sulit bagi
penelitian ini adalah pertama, karena musibah sebagai sebuah ujian dari Allah
atas. Kedua, kebanyakan manusia tidak mengetahui atau lupa tentang hakikat
6
Kompas, “Bencana Situ Gintung, Kerugian UMJ Rp 10 Miliar.” 10 Maret 2009.
44
musibah. Hal ini tampak dari sikap negatif kebanyakan manusia ketika ditimpa
musibah yang menjadikan hidup mereka menjadi terasa semakin sempit. Oleh
karena itu penulis ingin mengetahui hakikat yang sebenarnya tentang musibah
dapat membantu melahirkan sikap dan perilaku yang benar ketika musibah
menimpa.
Allah Mahakuasa atas hidup manusia. Tidak ada yang berlaku di muka bumi
seseorang di belahan manapun di dunia ini. Allah SWT sebagai pencipta manusia
mengetahui apa yang terbaik bagi manusia. Rahmat dan kasih sayang Allah SWT
jauh lebih banyak dari ujian yang diberikan. Semua peristiwa yang terjadi adalah
atas kehendak Allah SWT dan sudah ditulis di dalam kitab di al-Lauh al-mahfuz.
Hal ini telah dinyatakan Allah SWT dalam Surat al-Hadîd ayat 22-23 sebagai
berikut:
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (al-Lauh al-Mahfuz)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah. kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan
berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan
terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
Kedua ayat di atas secara tegas menyatakan bahwa pada hakikatnya musibah
55
yang menimpa manusia telah ditetapkan oleh Allah SWT dan ditulis di dalam
semestinya manusia tidak putus asa apabila ditimpa musibah dan sebaliknya
semestinya manusia tidak terlalu bergembira dan menjadi lupa diri ketika meraih
berbicara tentang musibah, tetapi Surat al-Hadîd ayat 22-23 di atas secara tegas
☺
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan
berada di tepi; Maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam
Keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke
belakang. rugilah ia di dunia dan di akhirat. yang demikian itu adalah
kerugian yang nyata.”
Dengan alasan di atas penulis memilih Surat al-Hadîd ayat 22-23 untuk
memahami lebih jauh hakikat musibah. Penelitian terhadap kedua ayat tersebut
akan mengacu kepada kitab tafsir Fî Zilâl al-Qur’ân karya Sayyid Qutb dan kitab
Kedua kitab tafsir tersebut dipilih dengan alasan keduanya mewakili periode
dan metode penafsiran yang berbeda. Karya Sayyid Qutb dipilih dan didahulukan
dalam pembahasan karena karya ini termasuk dalam kategori tafsir periode
66
penafsirannya lebih sesuai dengan kehidupan masa kini. Tafsir Sayyid Qutb kaya
serta memberikan solusi yang dibutuhkan masyarakat. Sementara karya Ibn Katsîr
dipilih untuk mewakili tafsir periode klasik dengan metode bi al-ma’tsur. Tafsir
Tafsir Ibn Katsîr lebih dipilih daripada kitab klasik yang lain karena kitab ini
adalah salah satu kitab tafsir klasik bi al-ma’tsur yang masyhur dan telah diakui
dengan meneliti ayat al-Qur’an Surat al-Hadîd ayat 22-23. Penelitian tentang
makna ayat-ayat tersebut akan dibatasi dengan memilih dua buah kitab tafsir.
Kitab Fî Zilâl al-Qur’ân karya Sayyid Qutb dipilih untuk mewakili karya tafsir
modern, sementara kitab Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azîm karya Imâm al-Dîn abî al-
Fida’ Ismâ’îl bin Katsîr yang lebih dikenal dengan nama Ibn Katsîr dipilih
Bagaimana Penafsiran Sayyid Qutb dan Ibn Katsîr tentang musibah yang
C. Kajian Pustaka
Penelitian ini membandingkan penafsiran Sayyid Qutb dan Ibn Katsîr atas
Surat al-Hadîd ayat 22-23. Sebatas penelitian penulis, tidak banyak karya tulis
77
yang membahas tentang musibah dalam al-Qur’an. Penulis menemukan sebuah
skripsi yang berjudul “Musibah Menurut Kajian Surat Al-Baqarah Ayat 155-157”
karya Layli, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah tahun 2003. Skripsi tersebut lebih banyak membahas tentang
yang menjadi topik utama penelitian, dan janji Allah SWT bagi mereka yang sabar
penelitian ini menfokuskan penelitian pada Surat al-Hadîd ayat 22-23 dan
pergerakan Ikhwanul Muslimin, Sayyid Qutb, dan seorang ulama tafsir klasik, Ibn
D. Tujuan Penelitian
berikut:
• Mengubah pola pikir dan sikap yang salah dalam menghadapi musibah
88
Selain itu, secara akademik, penelitian ini juga bertujuan untuk memenuhi
E. Metode Penelitian
kajian pustaka menggunakan kitab tafsir, buku, majalah, jurnal dan artikel yang
relevan dengan tema pembahasan. Adapun sumber data primer untuk penelitian
ini adalah al-Qur’an, baik berupa mushaf maupun perangkat lunak (software)
komputer, kitab tafsir Fî Zilâl al-Qur’ân karya Sayyid Qutb dan Tafsîr Al-Qur’ân
al-‘Azîm karya Ibn Katsîr, dan hadis nabi SAW, baik berupa kitab maupun
digunakan antara lain adalah buku-buku yang berisikan pengetahuan tentang al-
obyektif dan apa adanya. Selanjutnya metode analitis dipakai untuk menganalisis
secara kritis data yang diperoleh dan menghubungkannya dengan realita yang ada
Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)” yang disusun oleh Hamid Nasuhi dkk. dan
diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada
tahun 2008.
99
F. Sistematika Penulisan
Supaya penelitian lebih terarah dan hasilnya dapat dengan mudah dipahami
oleh para pembaca, penulisan skripsi ini dilakukan dengan sistematika sebagai
berikut:
dan perumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II menerangkan tentang dua orang mufassir, yaitu Sayyid Qutb dan Ibn
Katsîr, yang karyanya dijadikan acuan dalam penelitian ini dan meliputi biografi,
pemikiran dan karya-karya yang dihasilkan, metode serta corak tafsir yang
digunakan, dan perbandingan antara tafsir Sayyid Qutb dan tafsir Ibn Katsîr.
membandingkan pendapat Sayyid Qutb dan Ibn Katsîr tentang definisi musibah,
menghadapi musibah.
10
10
11
11
BAB II
Rakyat Mesir pada tahun 1919 Sayyid pindah ke Kairo dan tinggal di rumah
1
Shalah Abdul Fatah al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir Fî Zhilâl al-Qur’ân.
Penerjemah Salafuddin Abu Sayyid (Solo: Intermedia, 2001), Cet. Ke-1, h. 23.
2
Republika, “Sayed Qutb, Sang Syahid Kontroversial”, Republika Online, artikel diakses
pada 17 Januari 2010 dari http://www.republika.co.id/node/72910
11
pula dengan Partai Wafd. 3 Di kemudian hari Sayyid keluar dari Partai Wafd
Pada tahun 1930, Sayyid menjadi mahasiswa di Institut Darul Ulum dan
meraih gelar Lc. dalam bidang sastra dan Diploma dalam bidang pendidikan
pada tahun 1933. Selama menjadi mahasiswa Sayyid terlibat dalam kegiatan
diskusi. 4
Inggris.
akan kekurangan peradaban barat yang maju di bidang teknologi. Pada saat
yang sama Sayyid mulai tertarik dengan pemikiran Hasan Al-Bana dan Abul
3
al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 27.
4
al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 27-28.
12
A’la Maududi dan bergabung dengan Ikhwanul Muslimin. Sejak itu Sayyid
hukuman penjara selama lima belas tahun. Atas desakan pemimpin Irak, Abd
penjara. Namun pada tahun 1965, Sayyid kembali ditangkap atas tuduhan
jari telunjuk yang tunduk kepada Allah SWT dengan menunjukkan keesaan-
Nya dalam shalat sudah pasti menolak untuk menuliskan satu huruf pun
sebagai berikut:
halaman.
5
al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 35.
13
3. Fase keislaman bernuansa seni.
4. Fase keislaman umum. Pada fase ini Sayyid tertarik kepada konsep
keadilan dan reformasi sosial dalam Islam dan relevan dengan situasi
berikut. 7
1. Bidang Sastra
6
al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 39-40.
7
al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 41-43.
14
d. Al-Atyâf al-Arba‘ah (Empat Jiwa, sebuah karya bersama dengan
1946)
Arab)
1946)
tahun 1945)
15
d. Al-‘Adâlah al-Ijtimâ‘iyah fî al-Islâm (Keadilan Sosial dalam
1949)
1954)
16
Penulisan tafsir Fî Zilâl al-Qur'ân dilatarbelakangi oleh kondisi sosial
dan politik Mesir setelah Perang Dunia ke-2 dan terjadinya kudeta militer
tahun 1952 serta perubahan fase pemikiran Sayyid Qutb. Penulisan tafsir ini
atas permintaan pemilik majalah, yaitu Sa’id Ramadhan kepada Sayyid Qutb
untuk menulis artikel bulanan dalam sebuah rubrik pada majalah tersebut.
Sayyid menamakan rubrik tersebut Fî Zilâl al-Qur'ân dan menulis tafsir al-
Qur’an selama tujuh episode dari Surat al-Fâtihah/1 hingga Surat al-
memutuskan untuk menerbitkan Zilâl secara utuh dalam bentuk kitab tafsir
dan diluncurkan secara berkesinambungan juz demi juz. Kitab ini diterbitkan
oleh Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah hingga juz ke-16. Ketiga, Penulisan
menyelesaikan penulisan tafsir sampai dengan juz 27, yaitu juz tujuh belas
dan delapan belas pada masa penahanan pertama selama empat bulan dan
Kesempatan merenung yang cukup lama dan siksaan yang berat selama
penafsiran beliau pada tahap berikutnya yang dimulai pada juz 28 sampai
8
al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 54-57.
17
dengan 30 dan penafsiran ulang juz satu hingga tigabelas. Sayyid Qutb tidak
kepada ilmu tafsir itu sendiri, seperti yang dinyatakan al-Syaukani, penulis
9
al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 122.
10
al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 128.
11
Dr. Abd al-Hayy membagi metode penafsiran menjadi empat: 1. al-Ijmali (global) yaitu
metoda tafsir yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna global. 2.
Tahliliy (Analisis) yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan menyampaikan semua aspek yang
terkandung di dalam ayat yang ditafsirkan dan menerangkan makna-makna yang tercakup di
dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir. 3. Muqarin (komparatif) yaitu
membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai persamaan atau kemiripan redaksi dalam
dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama; atau
membandingkan ayat Al-Qur’an dengan Hadits Nabi SAW, yang pada lahirnya terlihat
bertentangan; atau membandingkan berbagai pendapat ulama’ tafsir dalam menafsirkan Al-
Qur’an. 4. Mawdhu’iy (Tematik) yaitu menafsirkan al-Quran sesuai dengan tema atau judul yang
ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dengan tema tersebut dihimpun, kemudian diteliti secara
mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait seperti asbâb al-nuzûl, kosa kata dan
sebagainya. Semuanya dijelaskan secara rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta
18
meliputi seluruh aspeknya, yaitu aspek bahasa, kosakata, makna global,
masyarakat Mesir pada waktu itu dan keterlibatan beliau dalam Ikhwanul
saat itu mendorongnya untuk menulis tafsir ijtima’i sebagai solusi bagi
Dengan demikian, tafsir Sayyid Qutb dapat disebut sebagai tafsir tahlily
(tafsir Ibn Katsir, tafsir al-Thabari, tafsir al-Tsa’labi, tafsir al-Baghawi, tafsir
al-Qurtubi, dll.), kitab-kitab sirah karya Ibn Hisyam, al-Maqrizi, Ibn Hazm,
Islam dan dunia Islam masa kini, buku-buku ilmiah, kelimuan Islam,
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah; baik argumen itu berasal dari Al-Qur’an dan
Hadis, maupun pemikiran rasional. Dr. Abd al-Hayy al-Farmawi, Al-Bidâyah fî Al-Tafsîr Al-
Maudhu’iy (Kairo:Al-Hadharah Al-Arabiyah, 1977), Cet.II, h. 23.
19
pengetahuan dan pengalaman pribadi serta pemikiran yang bersumber dari
nama lengkap Imâduddîn Abu al-Fida’ Ismâîl bin ‘amir bin Katsîr. Beliau
wafat di Damaskus pada tahun 774 H. Beliau dikenal sebagai ahli tafsir,
hadis, sejarah dan fiqh. 13 Keluarga Ibn Katsîr merupakan keluarga terhormat
di masanya. Ayahnya, Syihab al-Din Abu Hafsh ‘Amr Ibn Katsîr Ibn Dhaw’
Setelah orang tuanya wafat, dalam usia tujuh tahun Ibn Katsîr pergi ke
ulama ternama yang menjadi tempat beliau berguru. 15 Guru utama Ibn
Katsîr adalah Bahrudin al-Farazi (660-729 H) dan Kamal al-Din Ibn Qadi
kitab al-Tanbih karya al-Syirazi dan Mukhtashar Ibn Hajib hingga menjadi
ahli fiqih yang menjadi rujukan para penguasa dalam persoalan hukum. 16
12
al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 182.
13
Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn (Mesir: Maktabah Wahbah,
1985), h. 242.
14
Mani’ Abd al-Halim Mahmûd, Metodologi Tafsir: Kajian Komprehesif Metode Para Ahli
Tafsir. Penerjemah Syahdianor dan Faisal Saleh (Jakarta: Rajagrafindo, 2003), h. 64.
15
Nur Maizin Maswan, Kajian Deskriptif Tafsir Ibn Katsîr (Yogyakarta: Menara Kudus,
2002), h. 35-36.
16
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT Ichtiar Van Horve, 1993), Jilid III, h. 157-
158.
20
Kemudian beliau berada dalam bimbingan Ibn Taimiyah (wafat 728 H). Ibn
Ibn Katsîr berguru hadis kepada para ulama Hijaz dan mendapatkan
ijazah dari al-Wani. Beliau menghafal 100.000 hadits dan mendapat gelar al-
Hafîz. 17
dalam bidang sejarah. Guru beliau dalam bidang ini adalah Al-Hafîz al-
Birzali (w.739 H), seorang sejarawan dari kota Syam. Kitab sejarah al-
gurunya tersebut. 18
Imam al-Dzahabi menilai Ibn Katsîr sebagai “Imam, mufti, dan pakar
hadis. Spesialis fiqih, ahli hadis yang cermat dan mufassir yang kritis.”
17
Muhammad Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadits (Beirut: Dar al-Fikr, 1409 H), h. 448.
U
18
Ibn Katsir, al-Bidâyah wa al-Nihâyah (Beirut: Dar al-Fikr, tt), Jilid XIV, h.148.
19
Mahmûd, Metodologi Tafsir, h. 65-66.
21
”Memang sering dijumpai perbedaan pengungkapan dalam banyak
pernyataan mereka. Namun pada kenyataannya perbedaan tersebut
bukan merupakan perbedaan yang prinsipil. Mereka yang tidak
memahami berkesimpulan tentang adanya perbedaan. Kemudian
menyatakan perbedaan-perbedaan tersebut dan mengesankannya sebagai
pendapat-pendapat yang berbeda. Padahal kesemua pendapat tersebut
memiliki kesamaan dalam banyak hal. Namun kesamaan yang hanya
dapat dimengerti oleh mereka yang mampu memahami.” 20
oleh mereka yang mempunyai disiplin ilmu bahasa dan syariat dan melarang
sebagai salah satu tafsir terbaik yang menjadi rujukan banyak ulama
sesudahnya.
Ibn Katsîr dikenal tidak hanya sebagai ahli tafsir, tetapi juga sebagai ahli
hadis, fiqh dan sejarah. Karena itu, karya-karya beliau pun cukup beragam.
Diantaranya adalah:
1. Bidang Al-Qur’an.
1923 M).
2. Bidang Sejarah
20
Mahmûd, Metodologi Tafsir, h. 62.
21
Mahmûd, Metodologi Tafsir, h. 62.
22
a. Al-Bidâyah wa al-Nihâyah (merupakan rujukan terpenting bagi
768 H, sejarah dalam kitab ini dibagi menjadi dua bagian besar:
3. Bidang Fiqih
4. Bidang Hadis
22
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Penerjemah Mudzakir AS (Jakarta:
Lentera Antar Nusa, 2006), cet. Ke-5, h. 528.
23
b. Jami‘ al-Masânid wa al-Sunan (Kumpulan Musnad dan Sunan,
luas dari para mufassir terdahulu dan usaha beliau untuk mengkompromikan
tersebut. Oleh karena itu tafsir ini diletakkan sebagai tafsir terbaik kedua
setelah tafsir al-Thabari. 23 Kelebihan lain dari tafsir Ibn Katsîr adalah sikap
kritis beliau terhadap riwayat dan cerita israiliyat sehingga disebut sebagai
dalam menafsirkan al-Qur’an. Tafsir Ibn Katsîr termasuk jenis tafsir bi al-
1. Penafsiran sebuah ayat dengan ayat yang lain, sebab banyak ayat al-
Qur’an yang bersifat umum dijelaskan secara lebih rinci dalam ayat
23
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, h. 202.
24
Muhammad Husain al-Dzahabi, Israiliyat dalam Tafsir dan Hadits (Jakarta: Lentera antar
Nusa, 1993), h. 132.
25
Lihat catatan kaki nomor 9, h. 18.
26
Mahmûd, Metodologi Tafsir, h. 60.
24
yang lain.
penafsiran dengan hadits nabi SAW. Dalam hal ini beliau mengutip
al-Qur’an.” 27
penafsiran merujuk kepada pendapat para sahabat nabi SAW. Hal ini
empat khalifah pertama, ‘Abd Allâh ibn Mas‘ûd, dan ‘Abd Allâh Ibn
‘Abbâs.
informasi langsung dari para sahabat nabi SAW, seperti Mujâhid bin
Jabr, Sa’id bin Jabir, ‘Ikrimah, Atha’ bin Rabbah, Hasan al-Basri,
Sa’id bin al-Musayyab, Rabi’ bin Anas dan Dahhak bin Muzahim.
Setelah melakukan kajian terhadap kedua tafsir di atas, yaitu tafsir Fî Zilâl
al-Qur'ân dan Ibn Katsîr akan terlihat perbedaan antara keduanya. Masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan. Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang,
lingkungan dan kondisi saat itu. Tafsir Sayyid Qutb merupakan tafsir kontemporer
27
Mahmûd, Metodologi Tafsir, h. 60.
25
memberikan solusi secara langsung atas problematika umat. Kitab tafsir ini
Sayyid Qutb ini tidak banyak terdapat pengulangan pendapat ulama tafsir
sebelumnya. Hal ini membuatnya menjadi tidak selengkap tafsir Ibn Katsîr.
Tafsir Ibn Katsîr merupakan yang terbaik di antara tafsir yang ada pada
zaman ini karena mengandung beberapa keistimewaan yang nyaris tidak dimiliki
oleh tafsir lainnya. Di antara keistimewaan itu adalah ia merupakan penafsiran al-
ulama salaf , dan berpegang teguh pada semantik bahasa Arab. Tafsir Ibn Katsîr
memilih kebenaran dan membelanya pada siapa saja kebenaran itu berada. Dia
Walaupun demikian tafsir ini tidak terlepas dari hal-hal yang mengeruhkan dalam
mengkaji kejernihannya. Di antara yang mengeruhkan itu ialah adanya hadis da‘if,
al-Qur’an. Gaya bahasa dan pendekatan yang dipilih oleh Sayyid Qutb
tidak dapat ditemukan di setiap kitab tafsir versi ringkas atau mukhtasarnya.
26
yang akurat tentang karya seseorang perlu diambil data-data primer dari sumber-
sumber rujukan yang asli, bukan versi mukhtasar atau ringkasan, baik dalam
bahasa asli (dalam hal ini bahasa Arab) maupun bahasa terjemahan. Untuk
mengetahui lebih lanjut lingkup pengurangan yang dilakukan oleh versi ringkasan
terhadap versi lengkap pada penafsiran sebuah ayat, perlu dilakukan perbandingan
secara langsung penafsiran yang terdapat pada naskah lengkap dan naskah
ringkasannya. Namun demikian, versi ringkasan layak dibaca bagi pembaca yang
27
BAB III
A. Pengertian Musibah
tersebut pada umumnya menimbulkan kerugian berupa harta benda maupun jiwa
manusia. 1 Sedangkan dalam bahasa Arab kata musîbah ( ) ﻣﺼﻴﺒﺔberasal dari kata
dasar yang terdiri dari huruf sad, wau dan ba’; ( ﺻﻮبsawaba) yang mempunyai
makna اﻟﺮﻣﻴﺔatau lemparan. 2 Salah satu derivasi bentuk dan makna dari kata
tersebut adalah kata ﻳﺼﻴﺐ-( اﺻﺎبasâba – yusîbu) yang berarti sesuatu yang
kedatangannya tidak disukai oleh manusia. Makna ini dapat dijumpai dalam hadis
berikut:
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻳﻮﺳﻒ أﺧﺒﺮﻧﺎ ﻣﺎﻟﻚ ﻋﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ
أﺑﻲ ﺻﻌﺼﻌﺔ أﻧﻪ ﻗﺎل ﺳﻤﻌﺖ ﺳﻌﻴﺪ ﺑﻦ ﻳﺴﺎر أﺑﺎ اﻟﺤﺒﺎب ﻳﻘﻮل ﺳﻤﻌﺖ أﺑﺎ هﺮﻳﺮة
ﻣﻦ ﻳﺮد اﷲ ﺑﻪ ﺧﻴﺮا ﻳﺼﺐ ﻣﻨﻪ: ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ: ﻳﻘﻮل
1
Pusat Bahasa Depdiknas RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses tanggal 22 Mei 2009
dari http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
2
Al-Râghib al-Asfahâni, Mu’jam Mufradât fî alfâdz al-Qur’ân (Beirut: Dar al-Kutub al-
‘ilmiyah, 2004), h. 322.
28
Kata ﻳﺼﺐ ﻣﻨﻪ dalam hadis tersebut diartikan Ibn Manzur sebagai sesuatu
yang turunnya atau kedatangannya tidak disukai oleh manusia. 4 Imam Bukhâriy
dalam Sahihnya menjelaskan lebih lanjut bahwa sesuatu yang akan ditimpakan
dan buah-buahan.
3
Imam al-Bukhâriy, Sahîh al-Bukhâriy (Beirut: Dar al-Fikr, tt), hadis no. 5321.
4
Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab (Beirut: Dar Sâdir, tt), fashl ص, Juz 1, h. 536.
5
Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2006), cet. ke-2, h. 204.
29
munafik yang bergembira apabila Rasulullah SAW tertimpa musibah.
perbuatannya di dunia.
musibah.
Dalam hal ini kata ﻓﺘﻨﺔditulis dengan huruf miring dan bertransliterasi untuk
membedakannya dengan kata “fitnah” yang ada dalam bahasa Indonesia dan
balâ’ itu memiliki tiga makna, yaitu sebagai ni’mah (kenikmatan), sebagai
ikhtibâr (cobaan atau ujian), dan sebagai makrûh (sesuatu yang tidak disenangi). 6
6
Syihâb al-Dîn Ahmad, al-Tibyân Fî Tafsîr Gharîb al-Qur’ân (Beirut: Dar al-Fikr, tt), Juz 1,
h. 85.
30
Di dalam al-Qur’an, kata balâ’ disebutkan di enam tempat dengan makna yang
Balâ’ dengan makna ujian berupa keburukan terdapat di dalam Surat al-
⌧ ⌧
⌦ ⌧
Balâ’ dalam ayat di atas adalah ujian terhadap Bani Israil yang berupa
penindasan Fir’aun dan pengikutnya yang membunuh setiap bayi laki-laki Bani
Ibrâhîm/14: 6 menerangkan hal yang sama dengan redaksi yang mirip. Pada
ketiga ayat di atas, ujian terhadap Bani Israil disebut juga sebagai ‘adzâb.
Menurut Quraish Shihab, balâ’ dalam ketiga ayat tersebut juga dapat diartikan
sebagai ujian kebaikan, yaitu diselamatkannya nabi Musa A.S. dan pengikutnya
dari pengejaran Fir‘aun. 7 Adapun balâ’ dalam konteks ujian berupa kebaikan
7
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2007), cet.ke-8, , vol. 1, h. 233.
31
⌧
. ☺
“Maka sebenarnya, bukan kamu yang membunuh mereka. Akan tetapi
Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika
kamu melempar, tetapi Allahlah yang melempar. Allah berbuat demikian
untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada
orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik (balâ’an hasanâ).
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Dalam ayat di atas, kemenangan umat Islam pada peperangan Badar disebut
sebagai balâ’an hasanâ atau ujian berupa kebaikan atau anugerah. Kemenangan
umat Islam atas orang-orang kafir Quraisy dalam perang Badar menjadi ujian bagi
umat Islam. Keikhlasan para sahabat Rasulullah SAW dalam berjihad di jalan
Allah SWT diuji dengan harta dunia. Perselisihan terjadi diantara para sahabat
lebih berhak untuk mendapatkan rampasan perang daripada sahabat yang lain.
Para sahabat Rasulullah SAW akhirnya tunduk kepada ketentuan Allah SWT dan
menyebut ujian bagi nabi Ibrahim A.S. untuk menyembelih nabi Ismail A.S.
kepda bani Israil sebagai balâ’, yaitu ketika mereka diselamatkan Allah SWT dari
pengejaran Firaun.
siksaan kelak di hari akhir. 9 Hal ini dapat dilihat pada pada ayat-ayat di dalam al-
Qur’an yang berisi ancaman kepada orang-orang kafir, di antaranya adalah seperti
8
A.W Munawwir, Kamus Arab –Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), cet. Ke-25, h.
1463.
9
Ibnu Manzûr, Lisân al-‘Arab, Juz 1, h. 585.
32
yang terdapat pada Surat al-Baqarah/2:7. 10 Sedangkan kata fitnah di antaranya
atau malapetaka yang sifatnya tidak menyenangkan dengan tujuan sebagai ujian
Hamka menyatakan bahwa musibah adalah bencana, baik bencana besar yang
terjadi pada alam, seperti gunung meletus, banjir, gempa bumi dll., maupun
bencana kecil yang terjadi pada manusia seperti sakit dan tenggelam. 13 Menurut
Quraish Shihab kata musibah tidak selalu berarti bencana, tetapi “...mencakup
segala sesuatu yang terjadi, baik positif maupun negatif, baik anugerah maupun
10
Sûrah al-Baqarah/2:7
☺
⌧
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT menutup hati, pendengaran dan
penglihatan orang-orang kafir karena mereka enggan menerima iman. Allah membiarkan
mereka larut dalam kesesatan sesuai dengan keinginan hati mereka sendiri. Mereka tidak
mau mendengarkan peringatan dari Rasulullah SAW dan tidak mau menggunakan potensi
yang diberikan oleh Allah SWT untuk memahami dan mengikuti petunjuk yang dibawa
oleh Rasulullah SAW. Mereka dijanjikan ‘adzâb yang berat di akhirat kelak. (Lihat Tafsir
al-Mishbah, Juz 1, h. 116)
11
Surat al-Anfal/8/25
☺ ☺
⌧
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang
zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.”
12
al-Hambali, Hiburan, h. 10.
13
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz XXVII (Jakarta: Pustaka Panjimas, tt), h. 299.
14
Shihab, al-Mishbah, vol. 14, h. 43.
33
yang dibenci dan menimpa umat manusia. 15 Manusia akan mengalami keburukan
dalam hidupnya manakala menjauh dari manhaj atau aturan Allah SWT.
Kehidupan ini telah diciptakan Allah SWT dengan manhaj tertentu agar terjadi
keharmonisan dalam berbagai hal, baik dalam meniti karir, kerja, menata
kehidupan keluarga dan rumah tangga, mendidik anak-anak, mencari rizqi dan
tentang turunnya kebahagiaan agung bagi umat Islam yang ditimpa musibah.
Tidak ada kabar terindah yang mampu membahagiakan seorang muslim, kecuali
ini lebih dekat kepada pengertian balâ’ sebagaimana telah dibahas pada sub-bab
Pengertian Musibah.
C. Macam-Macam Musibah
Dilihat dari akibat yang ditimbulkan, musibah dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu musibah agama dan musibah dunia. 18 Musibah agama adalah
15
Imam al-Baidâwiy, Tafsir al-Baidâwiy (Beirut: Dar al-Fikr, tt), Juz 1, h. 431.
16
Mutawalli al-Sya’rawi, Baik danBuruk, Penerjemah Tajuddin (Jakarta: Pustaka Kautsar,
1994), cet. Ke-1, h. 33
17
16 Muhammad al-Manjibi al-Hanbali, Menghadapi Musibah Kematian, Penerjamah Muhammad
Suhadi (Jakarta: Hikmah, 2007), cet. Ke-1, h. 12
18
al-Hambali, Hiburan, h. 34.
34
⌧
Allah SWT menciptakan manusia dalam berbagai suku dan bangsa untuk
saling mengenal dan saling membantu dalam kehidupan ini. Setiap manusia diberi
35
keimanan dan ketaqwaan dalam menilai manusia.
Rasulullah SAW. Wafatnya Rasulullah SAW dirasakan berat oleh umat Islam pada
waktu itu. Umar bin Khattab yang dikenal sebagai orang yang tegar dan keras
pada awalnya tidak dapat menerima kematian Rasulullah SAW hingga diingatkan
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika Dia wafat atau dibunuh kamu
berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang,
Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan
Allah akan memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” 19
dimulainya kerusakan. Hal ini ditandai dengan murtadnya sebagian orang Islam
19
Hal ini dikutip oleh al-Buthy dari riwayat Ibnu Ishaq sebagai berikut: “Abu Bakar keluar
dari rumah Rasulullah SAW sementara Umar r.a. tengah berbicara kepada orang-orang bahwa
Rasulullah SAW tidak mati tetapi sedang pergi menemui Rabb-Nya sebagaimana Musa bin Imran
dan beliau tidak akan mati sampai orang-orang munafiqin punah. Kemudian Abu Bakar
mendatanginya seraya berkata: Tunggu sebentar wahai Umar, diamlah! Tetapi Umar tidak
menggubrisnya dan terus berbicara emosional. Melihat Umar tidak mau berhenti maka Abu bakar
pergi menemui orang-orang dan merekapun mendatangi Abu Bakar serta meninggalkan Umar.
Abu Bakar lalu berkata: Amma ba’du, wahai manusia! Barang siapa di antara kalian menyembah
Muhammad maka ketahuilah bahwa Muhammad telah meninggal dan barang siapa yang
menyembah Allah maka sesungguhnya Allah Mahahidup dan tidak mati. Allah berfirman:
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa
orang Rasul. Apakah jika ia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?
Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak akan mendatangkan mudharat kepada
Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (al-
Imran:144). Sebelum Abu Bakar membaca ayat ini seolah-olah mereka tidak tahu kalau Allah
telah menurunkan ayat tersebut, sehingga semua yang mendengarkan bacaan Abu Bakar tersebut
dengan serentak ikut membacanya. Umar ra. Berkata: “Demi Allah, setelah kudengar Abu Bakar
membaca ayat tersebut aku merasa tidak berdaya, kedua kakiku lemas sehingga aku terduduk ke
tanah karena aku mnedengar dia membacakan bahwa Nabi SAW telah meninggal dunia.”“ M
Sai’d Ramadhan al-Buthy, Sirah Nabawiyah, Penerjemah Aunur Rafiq Sahleh Tamhid (Jakarta:
Robbani Press, 2000), cet. Ke-2, h. 451.
36
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺁدم ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺷﻌﺒﺔ ﺣﺪﺛﻨﺎ أﺑﻮ ﺟﻤﺮة ﻗﺎل ﺳﻤﻌﺖ زهﺪم ﺑﻦ ﻣﻀﺮب ﻗﺎل ﺳﻤﻌﺖ
ﺧﻴﺮآﻢ: ﻗﺎل اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ: ﻋﻤﺮان ﺑﻦ ﺣﺼﻴﻦ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻗﺎل
ﻗﺮﻧﻲ ﺛﻢ اﻟﺬﻳﻦ ﻳﻠﻮﻧﻬﻢ ﺛﻢ اﻟﺬﻳﻦ ﻳﻠﻮﻧﻬﻢ
“Menceritakan kepada kami Adam menceritakan kepada kami Syu’bah
menceritakan kepada kami Abu Jamrah dia bekata aku mendengar Dzahdam
bin Mudrab dia berkata saya mendengar Imran bin Husain RA. berkata telah
bersabda Rasulullah SAW,”Sebaik-baik kalian adalah generasiku, kemudian
generasi yang mengikutinya, kemudian generasi yang mengikutinya.” 20
Seperti dijelaskan di atas musibah agama akan terus terjadi menimpa
kalangan kaum muslimin selama iblis masih ada. Karena musuh kaum muslimin
dan orang-orang yang beriman, yakni iblis dan sekutu-sekutunya akan terus
dan ayat-ayat Allah SWT. Iblis telah bersumpah akan menyesatkan dan
20
Imam Bukhari, Sahîh al-Bukhariy, Juz 2, h. 938, hadis no. 2508. Rasulullah mengajarkan
sebuah do’a bagi umatnya untuk memohon kepada Allah SWT agar dijauhkan dari musibah agama
dan tidak menjadikan dunia sebagai cita-cita tertinggi dalam hidup. Sebagaimana disebutkan
dalam hadis:
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﺣﺠﺮ أﺧﺒﺮﻧﺎ اﺑﻦ اﻟﻤﺒﺎرك أﺧﺒﺮﻧﺎ ﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ أﻳﻮب ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪ اﷲ ﺑﻦ زﺣﺮ ﻋﻦ ﺧﺎﻟﺪ ﺑﻦ أﺑﻲ ﻋﻤﺮان أن اﺑﻦ
ﻣﺎ آﺎن رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮم ﻣﻦ ﻣﺠﻠﺲ ﺣﺘﻰ ﻳﺪﻋﻮ ﺑﻬﺆﻻء اﻟﺪﻋﻮات ﻷﺻﺤﺎﺑﻪ اﻟﻠﻬﻢ اﻗﺴﻢ ﻟﻨﺎ ﻣﻦ: ﻋﻤﺮان ﻗﺎل
ﺧﺸﻴﺘﻚ ﻣﺎ ﻳﺤﻮل ﺑﻴﻨﻨﺎ وﺑﻴﻦ ﻣﻌﺎﺻﻴﻚ وﻣﻦ ﻃﺎﻋﺘﻚ ﻣﺎ ﺗﺒﻠﻐﻨﺎ ﺑﻪ ﺟﻨﺘﻚ وﻣﻦ اﻟﻴﻘﻴﻦ ﻣﺎ ﺗﻬﻮن ﺑﻪ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻣﺼﻴﺒﺎت اﻟﺪﻧﻴﺎ وﻣﺘﻌﻨﺎ
ﺑﺄﺳﻤﺎﻋﻨﺎ وأﺑﺼﺎرﻧﺎ وﻗﻮﺗﻨﺎ ﻣﺎ أﺣﻴﻴﺘﻨﺎ واﺟﻌﻠﻪ اﻟﻮارث ﻣﻨﺎ واﺟﻌﻞ ﺛﺄرﻧﺎ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻇﻠﻤﻨﺎ واﻧﺼﺮﻧﺎ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻋﺎداﻧﺎ وﻻ ﺗﺠﻌﻞ
ﻣﺼﻴﺒﺘﻨﺎ ﻓﻲ دﻳﻨﻨﺎ وﻻ ﺗﺠﻌﻞ اﻟﺪﻧﻴﺎ أآﺒﺮ هﻤﻨﺎ وﻻ ﻣﺒﻠﻎ ﻋﻠﻤﻨﺎ وﻻ ﺗﺴﻠﻂ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻣﻦ ﻻ ﻳﺮﺣﻤﻨﺎ
Menceritakan kepada kami ‘Ali bin Hajr mengabarkan kepada kami Ibn al-Mubârak
menceritakan kepada kami Yahyâ bin Ayûb dari ‘Abd Allah bin Zahr dari Khâlid bin Abi ‘Imrân
sesungguhnya Ibn ‘Imrân berkata tidaklah Rasulullah SAW berdiri dari majlis hingga berdo’a
untuk pada sahabatnya” Ya Allah anugrahkanlah bagi kami rasa takut yang menjauhkan kami dari
bermaksiat kepada-Mu, ketaatan yang menyampaikan kami ke surga-Mu, keyakinan yang
meringankan janganlah Engkau jadikan musibah kami pada agama kami dan jangan Engkau
jadikan dunia sebagai cita-cita tertinggi kami dan bukan pula tujuan ilmu kami”). Sunan al-
Tirmidziy, Juz 5 h. 528, hadis no. 3502.
37
Musibah dunia adalah musibah yang menimpa diri manusia berupa
kematian, ketakutan, dan kekurangan harta dan makanan. Allah SWT berfirman
karena jiwa tidak dapat tergantikan. Sedangkan harta yang hilang karena
terjadinya musibah, dapat diganti oleh Allah SWT. Dengan kematian, Allah SWT
adalah pintu masuk kepada kehidupan abadi di mana setiap manusia akan
musibah yang akan menimpa setiap manusia sebagaimana firman Allah SWT
☺
☺ ☺
38
kesenangan yang melalaikan, yaitu melalaikan manusia dari hakekat
tugasnya ketika keimanan sedang lemah dan menghadapi kesulitan yang berat
Adapun musibah dunia lainnya tidak dirasakan oleh setiap manusia secara
sama dan merata. Sebagai contoh, sebagian orang mengalami musibah banjir
setiap tahun sementara sebagian orang yang lain tidak pernah tertimpa musibah
banjir tetapi mereka tertimpa musibah dalam bentuk lain yang tidak menimpa
orang yang tertimpa musibah banjir. Sebagian manusia diuji dengan kekurangan
harta atau kemiskinan sehingga beban hidupnya terasa berat; kebutuhan primer
berupa pangan, sandang, dan papan pun tidak dapat dicukupi meskipun hanya
dalam batas minimal. Musibah dunia yang demikian berat dapat berubah menjadi
musibah agama ketika orang yang tertimpa musibah tidak bersabar dalam
kufur. Itu terjadi ketika ia dihadapkan kepada kebutuhan yang penting dan
mendesak sementara keimanan sedang lemah. Terkait hal ini Rasulullah SAW
dalam hadis tersebut tidak selalu identik dengan kemurtadan, tetapi dapat
diartikan sebagai kufur atau mengingkari ni’mat-ni’mat Allah SWT yang telah
bagian dari kekufuran. Allah menyatakan hal ini dalam Surat Ibrâhîm/14:34 yaitu:
21
Al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi al-Kubra, Juz 1, h. 235.
39
“wa in ta‘uddû ni‘mata Allah lâ tuhsûhâ” (“dan jika kalian menghitung ni’mat
Ketakutan adalah sebuah ujian atau musibah dunia yang bersifat immateri
tetapi terasa berat bagi manusia. Rasa aman dan takut tidak mempunyai ukuran
yang pasti sehingga sulit untuk dikendalikan. Kebahagiaan hidup dapat diperoleh
ketika seseorang merasa aman dalam hidupnya. Seorang yang mempunyai harta
yang banyak tidak akan dapat hidup bahagia ketika dia selalu merasa was-was
dengan keamanan harta dan jiwanya. Rasa takut tersebut tidak dapat dengan
mudah dihilangkan dengan adanya penjagaan yang ketat di luar rumah hingga dia
merasa tentram dengan keadaan diri dan hartanya. Seorang yang beriman kepada
Allah SWT dapat merasakan ketentraman dan keamanan dalam hidupnya apabila
dia bertawakal kepada Allah SWT. Seorang mukmin yang bertawakal kepada
Allah SWT adalah seseorang yang memahami bahwa kewajiban manusia adalah
berusaha sebaik-baiknya untuk meraih yang dinginkan dan berdoa kepada Allah
SWT atas perkara tersebut dan menerima dengan hati yang ikhlas. Sikap tawakal
seperti ini akan mendatangkan rasa aman dan tentram dalam hati manusia dan
keseimbangan tanpa ada cacat dan kekurangan. Alam semesta bekerja sesuai
22
Allah SWT berfirman tentang hal ini di dalam al-Qur’an, diantaranya pada sûrat al-
Mulk/67:3 dan Yâsîn /36:38-40.
☺
40
Keseimbangan dan keteraturan ini dapat ditemukan pada alam makrokosmos
demikian juga bulan mengelilingi bumi dengan kecepatan tertentu, dan keduanya
berputar mengelilingi matahari pada kecepatan dan garis edar yang telah
ditentukan oleh Allah SWT sehingga tercipta keseimbangan antara siang dan
malam, serta musim panas dan dingin sesuai dengan kebutuhan hidup manusia.
Jarak antara bumi, matahari dan bulan telah ditentukan oleh Allah SWT sehingga
temperatur bumi tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas bagi manusia dan
makhluk lain yang berada di muka bumi. Demikian juga lapisan atmosfer telah
didesain sedemikian rupa bagi manusia untuk dapat bernafas, untuk melindungi
manusia dari sengatan sinar matahari yang terlalu panas yang merusak kulit
manusia dan makhluk lainnya serta melindungi bumi dari benda-benda angkasa
yang meluncur menabrak bumi. Allah SWT juga telah meciptakan tubuh manusia
Ketentuan Allah SWT pada alam semesta ini dikenal dengan nama
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada
ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang,
Adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang?” (Al-Mulk/67:3)
☺ ☺
☺
☺ ⌧
☺ ⌧
“dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa
lagi Maha mengetahui. dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah
Dia sampai ke manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua. tidaklah
mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan
masing-masing beredar pada garis edarnya.” (Yâsîn/36:38-40)
23
lihat sûrah al-Tîn/95:4
41
sunnatullah. Ia adalah ketentuan yang sudah baku untuk memastikan
pernah berubah. 24
contoh, penebangan pohon tanpa disertai dengan upaya reboisasi yang terencana
dengan baik dapat membuat hutan menjadi gundul yang berakibat pada tanah
semesta ini, dalam upayanya untuk memanfaatkan sumber daya alam, akan
yang tidak melihat Allah SWT sebagai Pencipta, maka sunnatullah tersebut
disebut hanya sebagai hukum alam. Dari pemahaman tentang sunnatullah inilah
demikian, musibah yang terjadi akibat adanya gejala alam dapat diketahui sebab-
Allah SWT. Sunnatullah menjadi bukti nyata akan keberadaan dan kekuasaan
menerima musibah yang diakibatkan oleh gejala alam sebagai ketentuan dari
Allah SWT dan mensikapinya dengan benar sehingga memberikan efek yang
24
lihat sûrah al-Fâtir/35:43
42
☺
☺
⌧
⌧
⌧ ⌧
peristiwa yang terjadi pada seseorang tanpa ada ikhtiar dari yang bersangkutan.
Ini adalah takdir Allah SWT yang tidak dapat ditolak oleh yang bersangkutan.
Kedua, peristiwa yang menimpa seseorang yang datang dari pihak lain. Ketiga,
dan larangan Allah SWT, ikhtiar manusia kelak akan dihisab untuk diberikan
imbalan pahala maupun siksa. Tiga kelompok peristiwa ini terjadi tetap tidak
Musibah dalam bentuk bencana alam seringkali bersifat massal. Dalam hal
ini Allah tidak membedakan siapa yang akan tertimpa musibah. Apabila seseorang
25
al-Sya’rawi, Baik danBuruk, h. 84.
43
berada dalam daerah yang terkena musibah, dia akan tertimpa musibah, kecuali
akan dibangkitkan sesuai dengan amal perbuatannya di dunia. Hal ini disebutkan
bahwa Allah SWT dapat menimpakan musibah kepada semua orang, orang-orang
demikian, peran amar ma’ruf nahi mungkar dalam sebuah masyarakat atau
komunitas menjadi penting. Salah satu sebab ditimpakannya bencana bagi Bani
Israil adalah keengganan sebagian dari mereka untuk beramar ma’ruf nahi
26
Surâh al-Anfâl
☺ ☺
⌧
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang
zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.”
44
BAB IV
Surat al-Hadîd ayat 22 dan 23 berkaitan erat dengan ayat-ayat sebelum dan
ayat dan memasukkan ayat 22 dan 23 ke dalam kelompok ketiga yang dimulai
dari ayat 16 dan diakhiri pada ayat 24. Menurut Quraish Shihab, ayat 22
merupakan sebuah peringatan kepada manusia supaya tidak risau dengan dampak
dari berinfaq yang dianjurkan pada ayat 18. 1 Menurut penulis, ayat 22 tersebut
juga merupakan penegas bagi ayat 20 yang menyatakan bahwa kehidupan dunia
adalah permainan belaka, dimana perhiasan dan anak keturunan yang saling
sebagaimana tanaman kebanggaan para petani yang tumbuh di musim hujan akan
dihancurkan oleh Allah SWT. Hal ini adalah karena setiap kejadian yang
menimpa manusia telah ditentukan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, pada ayat 21
1
M.Quraisy Syihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2007), cet ke-8 vol. 13, h. 443-
447
44
“(Yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir.
dan Barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) Maka
Sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Ayat di atas menerangkan bahwa salah satu sifat orang yang sombong dan
membanggakan diri seperti yang disebut dalam ayat 23 adalah bersifat kikir dan
menyuruh orang lain bersifat kikir sehingga dirinya mempunyai teman ketika
bukan sebatas olah rohani. Sayyid Qutb membagi surat al-Hadîd menjadi dua
untuk beriman dan berkorban di jalan Allah (ayat 7 hingga 15). Bagian kedua
sampai dengan 24) dan sejarah singkat akidah dan tujuannya (ayat 25 hingga 29).
pengorbanan (ayat 16 sampai dengan 24) menjadi empat sub-bagian yang disebut
sebagai sentuhan, yaitu sentuhan kepada hati orang-orang yang beriman. Sentuhan
dengan mengingat Allah SWT, memahami hakekat ketuhanan, dan tidak meniru
2
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2007), cet.ke-8 vol. 13, h. 443-
447.
45
ahli kitab hingga hatinya menjadi keras karena lalai mengingat Allah SWT.
memberikan pinjaman kepada Allah Yang Mahakaya dengan pinjaman yang baik
yang akan mendapatkan pahala yang mulia. Sentuhan berikutnya adalah sebuah
menerangkan dengan mendalam bahwa segala sesuatu telah tertulis dalam al-Lauh
manusia baik berupa kebaikan maupun keburukan. Menurut Sayyid Qutb, kata
musibah dalam surat Al-Hadid ayat 22 tidak difokuskan pada salah satu diantara
kedua makna tersebut, sehingga makna musibah dalam ayat tersebut mencakup
Sementara itu Ibn Katsîr menafsirkan musibah sebagai bencana. Ibn Katsîr
anfusikum...dst.” (“tidak ada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan pada
dan pada diri manusia. Ibn Katsîr memperkuat pendapatnya dengan menyebutkan
pendapat Qatadah yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan firman Allah
SWT “mâ asâba min musîbah fî al-ard” (“tidak ada suatu bencana pun yang
dengan firman Allah SWT “fî anfusikum” (”pada dirimu”) berarti rasa lapar dan
3
Sayyid Qutb, Fî Zilâll al-Qur’ân (Beirut: Dar al-Syuruq, 1978), jilid 6, h. 3475.
46
rasa sakit. 4 Dengan demikian kata ”musibah” didefinisikan oleh Sayyid Qutb
secara lebih luas dari pada definisi Ibn Katsîr. Pendapat Sayyid Qutb di atas
kemudian disepakati oleh mufassir Indonesia masa kini, Dr. Quraish Shihab dalam
tafsir al-Misbah yang menyatakan hal yang sama, yaitu bahwa musibah dapat
mencakup seluruh makna kata ”musibah” yang ada di dalam al-Quran. Apa yang
menimpa manusia dapat berupa kebaikan maupun keburukan. Dari 10 ayat al-
Quran yang menggunakan kata ”musibah”, tujuh ayat diantaranya secara spesifik
keburukan dalam kehidupan sebagai sebuah ujian bagi manusia yang hidup di
dunia. Surat Âli ‘Imrân/3:165 menyebut kekalahan ummat Islam pada perang
kekalahan pada perang Badar. Sayyid Qutb menyebutkan dalam tafsirnya bahwa
ummat Islam berhasil membunuh 70 oarng pemuka Quraisy pada perang Badar.
sebagian tentara Islam tergoda dengan harta rampasan perang dan tidak menyadari
datangnya kekalahan ini?”. Maka Allah SWT mengingatkan bahwa, “itu dari
kesalahan dirimu sendiri” yaitu tidak taat kepada perintah Rasulullah SAW
4
Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azîm (Beirut: ‘Alam al-Kutub, 1985), juz 4, h. 313.
47
Surat al-Nisâ’/4:62 memakai kata musibah untuk siksa yang ditimpakan bagi
kata musibah untuk siksa yang ditimpakan kepada orang-orang yang berpaling
dari hukum Allah SWT. Sedangkan pada surat al-Nisâ’/4:72 kata musibah
digunakan untuk kekalahan yang dapat terjadi pada peperangan yang dilakukan
berupa keburukan yang diterima oleh orang-orang beriman dan Rasul SAW yang
ketika Rasul SAW mendapatkan kebaikan. Menurut Sayyid Qutb, hal ini terjadi
karena penilaian baik dan buruk bagi orang-orang munafik hanya berdasarkan
fenomena yang kasat mata saja. Sedangkan orang-orang beriman meyakini apa
yang menimpanya, baik berupa kebaikan maupun keburukan (musibah) tidak akan
terlepas dari takdir Allah SWT. 5 Pada surat al-Qasas/28:47, musibah diartikan
sebagai adzab atau siksa bagi kafir Quraisy yang membuat mereka menyesali
yang menimpa manusia dan merupakan akibat dari perbuatannya sendiri. Secara
tidak langsung ayat tersebut berbicara tentang musibah berupa keburukan karena
ayat tersebut diakhiri dengan pernyataan Allah SWT yang memberikan maaf atas
5
Qutb, Fî Zilâl, jilid 3, h. 23
48
Sementara itu terdapat dua ayat yang lain, yang tidak menerangkan secara
tegas musibah sebagai bencana atau keburukan, melainkan hanya sebagai sesuatu
yang menimpa manusia. Ayat pertama adalah surat al-Hadid/57:22 yang menjadi
pokok bahasan skripsi ini. Ayat kedua adalah surat al-Taghabûn/64:11 yang
menyatakan bahwa apa saja musibah yang menimpa manusia tidak akan terjadi
tanpa ijin Allah SWT. Dalam hal ini musibah tidak secara spesifik dimaksudkan
sebagai bencana atau keburukan, karena segala seusuatu, baik anugrah maupun
ﺷﻲْ ٍء
َ ن اﻟﻠﱠﻪِ َوﻣَﻦ ُﻳﺆْﻣِﻦ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ َﻳﻬْ ِﺪ َﻗﻠْ َﺒ ُﻪ وَاﻟﻠﱠ ُﻪ ِﺑ ُﻜﻞﱢ
ِ ْب ﻣِﻦ ﱡﻣﺼِﻴ َﺒ ٍﺔ إِﻟﱠﺎ ِﺑِﺈذ
َ ﻣَﺎ َأﺻَﺎ
ٌﻋَﻠِﻴﻢ
“Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali
dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia
akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.” (QS. 64:11)
terjadi pada dirinya kepada Allah SWT. Dia berkeyakinan bahwa apa yang
menimpa dirinya, baik berupa kebaikan maupun keburukan adalah atas kehendak
Allah SWT. 6
musibah adalah segala sesuatu yang menimpa manusia baik berupa kebaikan
maupun keburukan.
6
Qutb, Fî Zilâl, jilid 6, h. 2323
49
B. Kehendak Allah Dalam Kehidupan Manusia
kesia-siaan. Allah SWT yang Mahakuasa telah menetapkan segala sesuatu yang
akan menimpa manusia di dunia ini. Sayyid Qutb dalam menafsirkan surat al-
bagian integral dari penciptaan alam semesta yang telah dirancang dan
diperhitungkan oleh Allah SWT dengan cermat dan menyeluruh. Tidak ada suatu
peristiwa yang terjadi secara kebetulan ataupun serampangan. Segala sesuatu telah
ditetapkan oleh Allah SWT dan akan terlihat oleh makhluk pada waktu yang telah
ditetapkan. 7 Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Âli
tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia”). Hal ini diperkuat dengan surat
☺
☺
⌧
⌧ ⌧
⌧ ⌧
“dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara
keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang
kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk
neraka.”
⌧
“Maka apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya Kami menciptakan
kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan
kepada kami?”
7
Qutb, Fî Zilâl, jilid 6, h. 3493.
50
Selanjutnya Sayyid Qutb menyatakan bahwa pemahaman manusia terhadap
segala sesuatu dibatasi oleh dimensi waktu dan ruang sementara Allah SWT dapat
melihat segala sesuatu tanpa batasan dan ikatan. Allah mengetahui setiap peristiwa
dengan kedua ayat di atas Allah SWT memberitahukan kepada manusia bahwa
Menurut Ibn Katsîr, ada tiga pendapat terkait firman Allah SWT “min qabl an
Katsîr memilih salah satu pendapat yang dianggap kuat, yaitu pendapat pertama,
ﺣﺪﺛﻨﻲ ﻳﻌﻘﻮب ﺣﺪﺛﻨﺎ اﺑﻦ ﻋﻠﻴﺔ ﻋﻦ ﻣﻨﺼﻮر ﺑﻦ ﻋﻴﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ ﻗﺎل آﻨﺖ ﺟﺎﻟﺴﺎ
ﻣﻊ اﻟﺤﺴﻦ ﻓﻘﺎل رﺟﻞ ﻳﺴﺌﻠﻪ ﻋﻦ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻲ ) ﻣﺎأﺻﺎب ﻣﻦ ﻣﺼﻴﺒﺔ ﻓﻲ اﻷرض
وﻻ ﻓﻲ أﻧﻔﺴﻜﻢ إﻻ ﻓﻲ آﺘﺎب ﻣﻦ ﻗﺒﻞ أن ﻧﺒﺮأهﺎ ( ﻓﺴﺄﻟﺘﻪ ﻋﻨﻬﺎ ﻓﻘﺎل ﺳﺒﺤﺎن اﷲ وﻣﻦ
ﻳﺸﻚ ﻓﻲ هﺪا؟ آﻞ ﻣﺼﻴﺒﺔ ﺑﻴﻦ اﻟﺴﻤﺎء واﻷرض ﻓﻔﻲ آﺘﺎب اﷲ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ أن ﻧﺒﺮأ
اﻟﻨﺴﻤﺔ
“Telah menceritakan kepadaku Ya‘qûb telah menceritakan kepada kami Ibn
‘Ulyah dari Masûr bin ‘Abd al-Rahman berkata aku sedang duduk bersama al-
Hasan maka berkata seorang laki-laki bertanya kepadanya tentang firman Allah
SWT “mâ asâba min musîbah fî al-ard wa lâ fî anfusikum illâ fî kitâb min qabl an
nabra’ahâ” (“tidaklah menimpa seuatu musibah di bumi dan pada dirimu kecuali
telah tertulis di dalam Kitab sebelum penciptaannya”) maka aku bertanya
kepadanya tentang hal tersebut maka dia berkata,”Subhanallah, dan apa yang
51
meragukanmu tentang hal ini? Setiap musibah (yang terjadi) di antara langit dan
bumi telah tertulis dalam kitab Allah sebelum Allah mencptakaan makhluk.” 8
(“Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah”) diartikan oleh Ibn Katsîr
segala sesuatu sebelum tercipta, yang akan terjadi, yang telah terjadi yang pasti
Pengakuan akan kehendak Allah terhadap apa yang akan terjadi atas diri
⌧
☺ ☺
⌧ ☯ ⌧
8
Ini adalah salah satu contoh keluasan penafsiran Ibn Katsîr yang tidak dapat dijumpai secara
utuh dalam kitab tafsir versi ringkas atau mukhtasar. Al-Sâbûniy dalam mukhtasarnya
menyebutkan ketiga pendapat tersebut tetapi tidak menuliskan sanad hadis secara lengkap.
Sementara al-Rifa’i hanya menuliskan pendapat yang dianggap kuat oleh Ibnu Katsir tanpa
menyebutkan pendapat lain dan tidak pula menuliskan hadis di atas. Muhammad ‘Aliy al-Sâbûniy,
Mukhtasar Ibn Katsîr (Beirut: Dar al-Fikr, tt), h. 234, Muhammad Nasib al-Rifa’i, Ringkasan
Tafsir Ibnu Katsir. Penerjemah Syihabuddin (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), Cet. Ke-1, jilid
IV, h. 606.
9
Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azîm, juz 4, h. 313.
10
Lihat juga Surat al-Ra’d/13:11, al-Syams/:7-10, dll
52
Hal ini apabila qadha dan qadar Allah SWT dipahami sebagaimana
Hadîd ayat 22 merupakan dalil yang paling nyata untuk membantah paham
Qadariyah yang menafikan campur tangan Allah dalam perbuatan manusia. 12 Ibn
ﻗﺎل اﻻﻣﺎم اﺣﻤﺪ ﺣﺪﺛﻨﺎ أﺑﻮ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ ﺛﻨﺎ ﺣﻴﻮة وﺑﻦ ﻟﻬﻴﻌﺔ ﻗﺎﻻ أﻧﺎ أﺑﻮ هﺎﻧﺊ اﻟﺨﻮﻻﻧﻲ
أﻧﻪ ﺳﻤﻊ أﺑﺎ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺤﺒﻠﻲ ﻳﻘﻮل ﺳﻤﻌﺖ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻋﻤﺮو ﻳﻘﻮل ﺳﻤﻌﺖ رﺳﻮل اﷲ
ﻗﺪر اﷲ اﻟﻤﻘﺎدﻳﺮ ﻗﺒﻞ أن ﻳﺨﻠﻖ اﻟﺴﻤﺎوات واﻷرض: ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮل
ﺑﺨﻤﺴﻴﻦ أﻟﻒ ﺳﻨﺔ
“Berkata Imam Ahmad telah menceritakan kepada kami Abû ‘Abd al-
Rahman menceritakan kepada kami Haiwah dan Ibn Luhai‘ah berkata
keduanya menceritakan kepada kami Hâni’ al-Khaulâniy sesungguhnya dia
mendengar Abu ‘Abd al-Rahman al-Habliy berkata aku mendengar ‘Abd
Allah bin ‘Umar berkata aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,“Allah
telah menetapkan beberapa ketetapan 50.000 tahun sebelum menciptakan
langit dan bumi”).” 13
11
Terkait dengan persoalan qadla dan qadar ini dikenal adanya empat golongan. Pertama,
golongan Qadariyah berpendapat bahwa semua tindakan manusia adalah atas kemauan dan
perbuatan manusia sendiri. Golongan ini bermaksud membersihkan Allah SWT dari perbuatan
yang tidak sepantasnya datang dari Allah SWT yang Mahasuci. Allah SWT terbebas dari perbuatan
keji dan tidak baik yang dikerjakan manusia. Dengan demikian golongan ini menolak adanya
Qadla dan Qadar Allah SWT terhadap makhluk. Manusia bebas melakukan apa saja dan pasti akan
terjadi karena tidak ada campur tangan dalam hidupnya. Kedua, golongan Jabariyah yang
merupakan kebalikan dari Qadariyah. Golongan ini berpendapat bahwa semua tindakan manusia,
kebaikan maupun keburukan, merupakan qadla dan qadar Allah SWT. Manusia tidak mempunyai
kehendak atas apa yang terjadi pada dirinya. Pendapat ini membuat seseorang menjadi pasrah atas
nasib yang menimpanya di dunia. Ia merasa tidak perlu untuk berusaha mengubah nasibnya karena
semua telah ditentukan oleh Allah SWT. Ketiga, golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa semua
perbuatan buruk dan jahat yang dilakukan oleh manusia adalah atas kemauan manusia. Sedangkan
setiap perbuatan baik manusia adalah atas Qadla dan Qadar Allah SWT. Keempat, golongan ahlu
sunnah wal jamaah mempunyai pendapat yang menggabungkan pemahaman Qadariyah dan
Jabariyah. Golongan ini berpendapat bahwa manusia mempunyai kehendak atau qudrah yang biasa
disebut kasab atau ikhtiar. Keberhasilan dan kegagalan usaha manusia bergantung kepada Qadla
dan Qadar Allah SWT. Bey Arifin, Mengenal Allah (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2006), cet. ke-11, h.
55
12
Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azîm, juz 4, h. 313.
13
Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azîm, juz 4, h. 313.
53
Adapun Qadla dan Qadar Allah SWT merupakan sesuatu yang ghaib bagi
manusia. Oleh karena itu Qadla dan Qadar Allah SWT tidak seharusnya membuat
manusia enggan untuk berusaha ataupun pasrah menerima kehidupan yang sulit.
mendapatkan qadar Allah SWT atas dirinya. Tidak ada seorang pun yang
mengetahui apa yang akan terjadi pada dirinya sampai sesuatu itu benar-benar
terjadi. Pendapat ini diperkuat oleh banyak firman Allah SWT yang mendorong
manusia untuk berbuat kebaikan bagi dirinya dan orang lain dan menjanjikan
Menurut Imam Gazali, Qadla dan Qadar Tuhan yang berhubungan dengan
manusia selalu berhubungan dengan salah satu dari empat hal sebagai berikut.
14
Bey Arifin, Mengenal Allah, h. 55.
54
C. Pengaruh Keimanan dalam Menghadapi Musibah
Keberhasilan penyebaran Islam dan kemajuan peradaban yang dicapai pada masa
lalu merupakan hasil dari kokohnya keimanan umat Islam terdahulu. Telah
tercatat dalam sejarah bahwa modal terbesar umat Islam generasi awal dalam
menegakkan Islam dan mengalahkan kafir Quraisy adalah keimanan kepada Allah
SWT. Demikian juga ketabahan para nabi sebelum Rasulullah SAW menghadapi
kaumnya yang membangkang adalah karena keimanannya yang kokoh akan janji
Allah SWT. Keimanan dan keyakinan terhadap janji Allah SWT menjadi energi
internal dan daya dorong yang kuat dalam diri orang-orang yang beriman.
Sebaliknya, ummat Islam ditimpa kekalahan ketika takjub dan bangga dengan
alam semesta dan Mahamengetahui segala sesuatu yang terbaik untuk ciptaannya.
Seorang mukmin meyakini bahwa qadla dan qadar Allah SWT yang ditetapkan
untuknya merupakan hal yang terbaik baginya. Demikian juga seorang mukmin
meyakini bahwa pada hakekatnya segala sesuatu telah ditetapkan Allah SWT bagi
menjadi sombong dan membanggakan diri. Sikap yang bertolak belakang antara
seorang mukmin dan seorang yang ingkar terhadap nikmat Allah SWT dapat
dijumpai dalam al-Quran pada kisah Qarun dan Nabi Sulaiman A.S. ketika Allah
15
Surat al-Qasas/28:85 menggambarkan keadaan umat Islam yang membanggakan jumlah
tentara yang banyak dan akhirnya mengalami kekalahan.
55
SWT memberikan karunia berupa kekayaan. Qarun menganggap bahwa kekayaan
yang diterimanya adalah semata karena ilmu yang dimilikinya. 16 Sedangkan nabi
Sulaiman A.S. menyatakan bahwa kerajaan dan kekayaan yang diterima adalah
menjadi putus asa. Ia meyakini ada kebaikan dari Allah SWT dalam keburukan
yang menimpa dirinya meskipun ia tidak mengetahuinya. 18 Hal ini tampak dalam
kisah perjalanan nabi Musa A.S. bersama Khidzir A.S. Perbuatan yang terlihat
buruk oleh nabi Musa A.S. sesungguhnya menyimpan kebaikan di masa yang
akan datang yang hanya diketahui oleh Allah SWT dan nabi Khidzir A.S. atas
Sayyid Qutb dalam tafsir surat al-Hadid ayat 22-23 ini menyatakan bahwa
manusia yang memahami hakikat penciptaan dan kejadian seperti tesebut di atas
maupun keburukan. Hati manusia tidak akan gundah, sedih maupun menyesal
manusia lupa diri. Setiap kejadian dipahami sebagai sesuatu yang berjalan seirama
dengan gerakan alam semesta. Kejadian yang menimpa manusia bagaikan sebuah
atom di alam semesta yang luas yang telah dirancang dan diketahui dalam ilmu
Allah SWT. Hakikat musibah tidak dapat dipahami dengan baik apabila
16
Lihat sûrah al-Qasas/28:78
17
Lihat sûrah al-Naml/27:40
18
Lihat sûrah al-Baqarah/2:216
19
Lihat sûrah al-Kahf/18: 66-82
56
dilepaskan dari hakikat taqdir Allah SWT dalam penciptaan makhluk dan
Menurut Sayyid Qutb, ini adalah derajat yang hanya dapat dicapai oleh
menjaga keseimbangan dan sikap proporsional dalam menghadapi suka dan duka.
kegembiraan sebagai syukur dan kesedihan sebagai kesabaran. Inilah jalan tengah
Terkait hal ini, dalam menafsirkan penggalan surat al-Hadîd ayat 23, yaitu
“Supaya kamu tidak berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya
kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu” Ibn
dan catatan-Nya tentang segala sesuatu sebelum berwujud dan terjadi agar
dirinya dan segala sesuatu yang tidak ditujukan kepada dirinya tidak akan
menimpanya sehingga manusia tidak berputus asa atas sesuatu yang luput dari
dirinya. Karena jika Allah SWT mentaqdirkan suatu perkara pastilah terjadi.
mendapatkan ni’mat karena ni’mat itu datang bukan karena usaha dan jerih
payahnya tetapi karena Allah SWT telah menetapkannya atas dirinya. Allah SWT
20
Qutb, Fî Zilâl, jilid 6, h. 2493.
21
Qutb, Fî Zilâl, jilid 6, h. 3493.
57
karena ni’mat yang diterimanya serta membuat dirinya menjadi orang yang
syukur dan kesedihan sebagai kesabaran. Inilah jalan tengah Islam yang
Menurut penulis, kedua mufasir telah mendorong umat Islam untuk bersikap
sabar ketika menghadapi musibah dan bersyukur ketika mendapatkan ni’mat dari
Allah SWT. Ini adalah sikap terbaik yang dapat dilakukan oleh seorang mukmin
dalam kedua keadaan tersebut. Kedua sikap tersebut akan mendatangkan kebaikan
dalam diri orang mukmin tersebut. Sikap tersebut adalah sikap yang terpuji dan
22
Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azîm, juz 4, h. 313.
23
Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azîm, juz 4, h. 314.
58
SAW bersabda,”Urusan seorang mukmin itu menakjubkan. Sesungguhnya
semua urusannya baik dan tidak ada yang memiliki sifat seperti itu kecuali
orang yang beriman. Jika mendapatkan kesenangan maka ia bersyukur,
maka jadilah hal itu kebaikan bagi dirinya. Dan apabila ditimpa kesusahan
dia bersabar maka hal itu baik bagi dirinya.” 24
Sabar mempunyai nilai yang tinggi dalam perspektif agama maupun akhlak.
Dalam Al-Quran terdapat 103 kata sabar atau derivatifnya yang dimuat dalam 90
ayat dan tersebar dalam 45 surat. 25 Pentingnya sikap sabar dalam menghadapi
musibah dapat dilihat pada surat al-Baqarah/2:153 dimana Allah SWT menjadikan
sikap sabar sebagai sarana bagi manusia untuk mendapatkan pertolongan dalam
hidup. Sebagian besar sifat-sifat jiwa yang baik tergantung pada sifat sabar;
kedekatannya dengan Allah SWT. Dan ia merupakan salah satu akhlak Qur’ani
sabar menjadi tiga. Pertama, sabar dalam meninggalkan semua hal yang
diharamkan oleh Alah SWT. Kedua, sabar dalam melakukan bermacam bentuk
ketaatan dan kedekatan kepada Allah SWT. Ketiga, sabar dalam menghadapi
24
Imam Muslim, Sahîh Muslim (Beirut, Dar al-Haya’, 1972), Bab 14, Juz 8, h. 227, hadis no.
7692.
25
Muhammad Sholikhin, The Power of Sabar (Solo: Tiga Serangkai, 2009), cet. Ke-1, h. ix.
26
sûrah al-Baqarah/2:45.
”Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu
sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'”
59
bencana atau musibah. 27 Bersikap sabar dalam menghadapi musibah akan menjadi
khazanah kebajikan. Allah tidak akan memberikan kecuali kepada seorang hamba
yang mulia.” Sementara Imam Ja’far al-Sâdiq mengatakan, bahwa sabar adalah
salah satu dari tujuh prinsip akar tingkah laku terhadap Allah SWT. Prinsip-
prinsip tingkah laku terhadap Allah SWT tersebut adalah memberikan hak-Nya,
merindukan-Nya. Dalam al-Qur’an sabar berarti menahan diri terhadap apa yang
tidak kita sukai dengan tujuan memperoleh keridhoan Allah SWT. Firman Allah
☺ ⌧
⌧
Sabar ditujukan kepada segenap makhluk jenis manusia dan secara khusus
27
Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azîm, juz 1, h. 203
60
harta jiwa dan benda yang berharga bagi mereka. Tidak ada manusia yang bebas
dari kesedihan hati, terganggu kesehatan tubuhnya, ditinggal mati orang yang
dicintai, kerugian harta, gangguan manusia lain, kesulitan hidup atau musibah
sabar dan shalat sebagai penolong dalam menghadapi cobaan dan ujian. 28 Adanya
cobaan bagi ahli iman merupakan suatu kepastian yang mengandung tujuan dan
balasan atas sabar. Yaitu sukses di dunia dan kemenangan di akhirat, terhindar dari
antaranya adalah:
28
Lihat Surat al-Baqarah /2:153.
29
Yûsuf al-Qardawî, Al-Qur’an Menyuruh Kita Sabar (Jakarta: GIP, 2000), Cet ke-16, h. 26-2
61
“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
⌧
⌧
☺ ☺
tujuannya tergantung kepada dua faktor. Faktor pertama dari dirinya sendiri yaitu,
62
kemampuannya untuk berusaha dan berupaya serta memikul beban juga dalam
menghadapi dan mengatasi segala kendala serta hambatan. Semua itu memerlukan
kesabaran. Faktor kedua ialah, yang diluar jangkauan dan kemampuannya. Itu
merupakan rahasia ghaib dan taqdir Allah SWT. Menghadapi hal ini, seorang
keyakinannya yang bulat kepada Allah SWT. Ia meyakini bahwa Allah yang
Allah, hatinya tenang dan tentram dan tidak ada rasa ragu sedikitpun. Tawakkal
tidak begitu saja meninggalkan usaha sama sekali, dan meyerahkan urusan bulat-
bulat kepada Allah, tetapi harus melalui suatu usaha atau ikhtiar sungguh-sungguh
yang kemudian baru diserahkan kepada Allah SWT. Rasululah SAW merupakan
63
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada bagian kesimpulan ini dapat dituliskan jawaban dari rumusan masalah
bahwa Sayyid Qutb dan Ibn Katsîr bersepakat bahwa pada hakikatnya musibah
merupakan bagian dari rencana keseluruhan Allah SWT dalam penciptaan alam
menetapkannya sebelum penciptaan manusia dan alam semesta ini. Dengan Ilmu-
Nya, Allah SWT mengetahui tanpa ada batasan dalam pengetahuan-Nya tentang
apa yang terjadi, apa yang sudah terjadi dan apa yang akan terjadi dan semua itu
manusia.
64
B. Saran
dilakukan dengan mengacu langsung pada sumber aslinya yang masih utuh, bukan
mengacu kepada kitab hasil terjemahan, tetapi kepada kitab dalam bahasa aslinya.
Dengan demikian, akan didapatkan data-data primer yang akurat. Versi ringkasan
layak dibaca bagi pembaca yang tidak ingin melakukan penelitian, tetapi ingin
memahami tafsir al-Qur’an dengan mudah. Selain itu perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut untuk mengetahui sejauh mana sebuah kitab versi ringkasan atau
65
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Syihâb al-Dîn. al-Tibyân Fî Tafsîr Gharîb al-Qur’ân. Beirut: Dar al-Fikr,
tt. Juz 1.
Arifin, Bey. Mengenal Allah. Surabaya: PT Bina Ilmu, 2006, cet. ke-11.
Biro Humas & Luar Negeri BPK. “Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan
Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh Pascatsunami”. Artikel diakses
pada 10 Januari 2010 dari http://www.bpk.go.id/web/?p=3958
Dewan Redaksi. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ichtiar Van Horve, 1993, Jilid III.
al-Hafidz, Ahsin W.. Kamus Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Amzah, 2006, cet. ke-2.
Ibn, Katsîr. al-Bidâyah wa al-Nihâyah. Beirut: Dar al-Fikr, tt, Jilid XIV.
66
Ibn, Katsîr. Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azîm. Beirut: ‘Alam al-Kutub, 1985, juz 4.
Maswan, Nur Maizin. Kajian Deskriptif Tafsir Ibn Katsîr. Yogyakarta: Menara
Kudus, 2002.
Pusat Bahasa Depdiknas RI. Kamus Besar Bahasa Indonesia Diakses tanggal 22
Mei 2009 dari http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
al-Qardawî, Yûsuf. Al-Qur’an Menyuruh Kita Sabar. Jakarta: GIP, 2000, Cet ke-
16..
al-Sâbûniy, Muhammad ‘Aliy. Mukhtasar Ibn Katsîr. Beirut, Dar al-Fikr, tt.
67
Sholikhin, Muhammad. The Power of Sabar. Solo: Tiga Serangkai, 2009, cet. Ke-
1.
al-Sya’rawi, Mutawalli. Baik danBuruk. Penerjemah Tajuddin. Jakarta: Pustaka
Kautsar, 1994, cet. Ke-1.
68