HUKUM ISLAM
(STUDI KASUS PERBANDINGAN WILAYAH DI PANDEGLANG
PROVINSI BANTEN DAN BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Disusun oleh:
Nim: 11150430000049
2019
i
ii
iii
Abstrak
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI
Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan asing
(terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama bagi
mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah Arab
yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup masih
penggunaannya terbatas.
a. Padanan Aksara
Berikut ini adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:
Huruf
ب b be
ت t te
ث ts te dan es
ج j Je
خ kh ka dan ha
د d de
ر r Er
ز z zet
س s es
v
ش sy es dan ye
غ gh ge dan ha
ف f ef
ق q Qo
ك k ka
ل l el
م m em
ن n en
و w we
ه h ha
ء apostrop
ي y ya
vi
b. Vokal
Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia, memiliki
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal
tunggal atau monoftong, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan
Arab Latin
ـــــَـــــ a fathah
ـــــِـــــ i kasrah
ـــــُـــــ u dammah
Sementara itu, untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan alih aksaranya
sebagai berikut:
Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan
Arab Latin
ي
َ ـــــَـــــ ai a dan i
ـــــَـــــ و au a dan u
c. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan
Arab Latin
d. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf alif dan
lam ))ال, dialih aksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf
syamsiyyahatau huruf qamariyyah. Misalnya: = اإلجثهادal-ijtihâd
vii
= الرخصةal-rukhsah, bukan ar-rukhsah
e. Tasydîd (Syaddah)
Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya: = الشفعةal-syuî
‘ah, tidak ditulis asy-syuf ‘ah
f. Ta Marbûtah
Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1) atau
diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti
dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihasarakan menjadi huruf “t”
(te) (lihat contoh 3).
g. Huruf Kapital
Walau dalam tulisan Arab tidak dikenal adanya huruf kapital, namun dalam
transliterasi, huruf kapital ini tetap digunakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Perlu diperhatikan bahwa
jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka huruf yang ditulis dengan
huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata
sandangnya. Misalnya, =البخاريal-Bukhâri, tidak ditulis al-Bukhâri.
Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih aksara
ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia
Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kara nama
tersebut berasal dari bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis
Nûr al-Dîn al-Rânîrî.
viii
h. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism) atau huruf (harf), ditulis
secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan
berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:
No Kata Arab Alih Aksara
ix
KATA PENGANTAR
. أما بعد،احلمد هلل رب العاملني الصالة والسالم على أشرف األنبياء واملرسلني وعلى أله وأصحا به أمجعني
Puji syukur kehadirat Allah swt atas petunjuk serta rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa
tercurah limpahkan kepada baginda agung nabi Muhamad saw beserta keluarga,
para sahabat dan seluruh umatnya yang setia pada ajarannya.
Proses penyelesaian skripi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak yang
turut memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik
moral maupun materi. Maka ucapan rasa syukur, terimaksih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syari’ah dan
Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Hj. Siti Hanna, Lc., M.A, Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab dan
Bapak Hidayatulloh, M.H, Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab
3. Bapak Dr. Ahmad Sudirman Abbas, M.A dosen penasehat akademik penulis.
4. Bapak Dr. H. Ahmad Yani, M.Ag dan Ibu Hj. Siti Hanna, Lc., M.A dosen
pembimbing skripsi I dan II yang telah meluangkan waktu serta memberikan
arahan, saran dan ilmunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik dan
memberikan ilmu yang tak ternilai harganya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Abdul Jalil Subki Ismail dan almarhumah
Ibunda Eha Zulaiha Yusuf atas pengorbanan dalam mendidik, mengasuh dan
berjuang sampai ke titik ini dan tak pernah lupa untuk mendoakan, memberikan
arahan serta dukungan kepada penulis.
x
7. Lee, Ike, Nurul, Arsil, Dayu, Meilani, Frida, Farha, Nida, Nuzlah yang telah
menerima penulis dan menjadi sahabat saat senang maupun susah. Semoga
persahabatan ini akan selalu terjalin sampai Jannah-Nya.
8. Keluarga besar kosan bude tin Rifa, Intane, Mumut dan lainnya tidak bisa
disebutkan satu-satu yang telah mengisi hari-hari penulis selama di Ciputat.
9. Bapak kepala kecamatan Panimbang-Pandeglang H. Suhaedi Kurdiatna beserta
staf jajarannya turut membantu penulis mendapatkan data.
10. Bapak kepala kecamatan Muncar- Banyuwangi H. Lukman Hakim beserta staf
dan jajarannya yang turut membantu penulis mendapatkan data.
11. Bapak Kyai Masykur, tokoh agama kecamatan Panimbang-Pandeglang.
12. Kepada teman-teman seperjuangan PMH 2015 yang telah menemani dan
mewarnai hari-hari penulis selama perkuliahan
Akhir kata semoga Allah SWT membalas semua kebaikan atas bantuan yang
telah diberikan kepada penulis. Semoga kebaikan kalian menjadi berkah dan amal
jariah untuk kita semua. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis serta
pembaca pada umumnya. Amin.
Jakarta,
Penulis
xi
DAFTAR ISI
xii
A. Sekilas Tentang Sejarah, Letak Geografis, Dan Kondisi Sosial Masyarakat
Pandeglang................................................................................................................ 26
1. Sejarah Pandeglang ........................................................................................... 26
2. Keadaan Geografis Dan Demografis .............................................................. 28
2. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat ................................................................ 31
B. Sekilas Tentang Sejarah, Letak Geografis, dan Kondisi Sosial Masyarakat Banyuwangi
..................................................................................................................................... 33
1. Sejarah Banyuwangi ...................................................................................... 33
2. Keadaan Geografis dan Demografis Banyuwamgi Kecamatan Muncar ........... 34
3. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Banyuwangi kecamatan Muncar .............. 37
BAB IV ........................................................................................................................ 39
ANALISA TENTANG SEDEKAH LAUT DALAM ..................................................... 39
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM ................................................................................... 39
A. Upacara Sedekah Laut di Pandeglang ................................................................ 39
B. Upacara Sedekah Laut di Banyuwangi ............................................................... 47
C. Perbandingan Upacara Sedekah Laut di Pandeglang dan Banyuwangi ................ 56
D. Upacara Sedekah laut dalam Perspektif Hukum Islam ........................................ 58
BAB V.......................................................................................................................... 69
PENUTUP .................................................................................................................... 69
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 69
B. Rekomendasi ..................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 71
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................................ 75
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. HASIL WAWANCARA..........................................................................74
2. SURAT PERMOHONAN MENJADI PEMBIMBING SKRIPSI...........93
3. SURAT PERMOHONAN DATA DAN WAWANCARA......................94
4. SURAT IZIN PENELITIAN....................................................................95
TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan wilayah yang terdiri dari daratan dan lautan. Satu
pertiga luasnya adalah daratan dan dua pertiganya adalah lautan, yang berarti 70%
nya indonesia merupakan lautan. Karenanya mayoritas penduduk pantai Indonesia
bermata pencaharian sebagai nelayan. Berdasarkan data survei sosial dan ekonomi
nasional secara keseluruhan jumlah nelayan di Indonesia diperkirakan sebanyak 2,2
juta yang tersebar diberbagai daerah di pesisir pantai berarti 2,5% dari penduduk
Indonesia adalah nelayan. 1
Indonesia bukan hanya memiliki wilayah yang luas, namun juga memiliki
beraneka ragam kekayaan suku, budaya, dan bahasa. Indonesia sangat menjunjung
tinggi nilai-nilai budaya. Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan diturunkan
dari kata budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia. Kebudayaan
sendiri diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan akal atau pikiran
manusia, sehingga dapat menunjukkan pada pola pikir, perilaku serta karya fisik
sekelompok manusia (adat istiadat).2
1
https://economy.okezone.com/read/2014/11/24/320/1069854/25-penduduk-miskin-
adalah-nelayan diakses pada 10 desember 2019 pukul jam 20.15 WIB
2
Lies Sudibyo, Ilmu Sosial Budaya Dasar, (Yogyakarta: Andi Offset, 2013), H. 29.
3
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), H. 74.
4
Sri Widiati, Tradisi Sedekah Laut Di Wonokerto Kabupaten Pekalongan:Kajian
Perubahan Bentuk dan Fungsi, Jurnal PP Vol.1 No 2. 2011
1
2
Selama ini Ritual upacara sedekah laut di setiap daerah memiliki ciri khas
sendiri-sendiri. Dan disetiap daerah di pesisir pantai juga memiliki nama
penyebutan berbeda-beda. Di Lamongan misalnya, disebut “Tutup Layang”,
sementara di madura disebut “Rokatan” , selanjutnya di Banyuwangi disebut “Petik
Laut” dan di Panimbang pesisir disebut “Nadran”.
Ritual upacara sedekah laut bertujuan agar para penguasa laut memelihara
keselamatan penduduk, menjauhkan dari malapetaka dan melimpahkan
kesejahteraan, berupa meningkatnya jumlah ikan-ikan di laut. Ritual upacara
sedekah laut biasanya dilakukan dengan cara membuang kepala kerbau, sayur-
sayuran, buah-buahan, jajanan pasar yang sudah dihias di atas kapal kemudian
diarak dan dibawa ke tengah laut dengan kapal motor yang biasa digunakan para
nelayan untuk mencari ikan di laut.7
Kemudian sebelum diarak dan dibawa ketengah laut kepala kerbau, sayur-
sayuran, buah-buahan, jajanan pasar dan yang lainnya dibacakan mantra dan doa-
doa terlebih dahulu oleh para sesepuh desa. Memohon agar terhindar dari
marabahaya, diberikan ikan-ikan yang melimpah, alam laut yang bersahabat dan
damai, dan permohonan-permohonan yang lainnya.8
5
Rahmah Purwahida, Bakhtiar Dwi Yunika, dan Dhany Nugrahani, Bahasa Dalam
Uppacara Larung, Sedekah Laut di Laut Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa
Tengah ( Pelita,Volume III, Nomor I, April 2008) H.23
6
Clifford Geertz, Agama Jawa “Abangan Santri Priyayi dalam Kebudayaan
Jawa”,(Jakarta: Pustaka Jaya) h.36-56
7
Sartini, Ritual Bahari Di Indonesia Aneka Kearifan Lokal: Jurnal
8
Eko Setiawan, Eksistensi Bahari Tradisi Petik Luat Di Muncar Banyuwangi,( Vol.10 No,
2 Juli 2016) H.232
3
Ada juga sebagian orang penduduk nelayan, percaya bahwa yang dijelaskan
di atas hanyalah mitos. Upacara sedekah laut hanyalah simbolis, tradisi budaya
yang ada di Indonesia yang di dalam pelaksanaannya terdapat gotong royong,
berkumpul bersama dengan masyarakat yang lainnya, bersilaturahmi satu sama lain
turut bergembira.
Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan, menurut Sobri salah satu
nelayan, upacara sedekah laut adalah momen perayaan yang megah dan populer
khususnya bagi para nelayan. Semua ikut dari kalangan masyarakat bawah hingga
menengah ke atas.10
Upacara sedekah laut sering juga disebut selametan oleh beberapa orang.
Selametan berasal dari kata bahasa arab: salam. Di dalamnya diisi berkumpul dan
berdoa bersama. Meski selametan mengandung unsur-unsur Islami, kebanyakan
orang menganggap selametan berciri khas Jawa dan pra Islam atau bahkan diilhami
oleh Hindu.11
Karena konsepsi utama orang Jawa adalah selamet, dalam berbagai tindakan
yang dilakukan maka orang Jawa akan mengedepankan selamet sebagai
referensinya. Keselametan itu tidak hanya dalam nuansa duniawi tetapi hari akhir.
Keselametan duniawi ditandai dengan tidak adanya konflik, pertentangan, dan
permusuhan. 12
9
Andrew Beaty, Variasi Agama Di Jawa,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada 2001) Ed.1,
Cet.1 H.62
10
Sobri: Warga Dan Nelayan Desa Sidamukti, Wawancara
11
Nur Syam, Tarekat Petani Fenomena Tarekat Syatariyah Lokal, (Yogyakarta:
Lkis,2013) H.200
12
Nur Syam, Tarekat Petani Fenomena Tarekat Syatariyah Lokal, H.200
4
Nama lain dari tradisi Upacara Sedekah Laut disebut slametan. Slametan
diadakan untuk memenuhi semua hajat orang sehubungan dengan suatu kejadian
yang ingin diperingati atau dianggap sakral. Kelahiran, perkawinan, kematian,
panen, memohon kepada arwah penjaga desa semuanya memerlukan selametan.13
13
Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, (Jakarta : Pustaka
Jaya) H.13-14
14
Abdul Muqasith Ghazali, Metoodelogi Islam Nusantara (Bandung : Mizan 2016) Cet. lll
H.112-113
15
Mark R.Woodward, Penerjemah Hairus Salim, Islam Jawa Kesalehan Normatif Versus
Kebatinan, (Yogyakarta: Lkis Yogyakarta 2012) Cet.5, H.106
5
Dalam ushul fiqih, budaya animisme dan dinamisme disebut merupakan urf
fasid, al-urf fasid adalah suatu kebiasaan berulang-ulang yang bertentangan dengan
norma dan dengan dalil-dalil syara’ dan juga kaidah-kaidah yang ada dalam hukum
Islam.
Berawal dari yang sudah penulis jelaskan sebelumnya, maka penulis tertarik
dan bermaksud melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul:
“UPACARA SEDEKAH LAUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(PERBANDINGAN DI WILAYAH PANDEGLANG DAN BANYUWANGI)”
B. Identiftifikasi Masalah
sesaji atau berupa sedekah ke laut. Tradisi sedekah laut pada masyarakat
muslim pesisir ini masih terlestarikan.
C. Pembatasan Masalah
D. Rumusan Masalah
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian dalam skripsi
ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk menjelaskan dan membandingkan hukum pelaksanaan dalam
Tradisi Upacara Sedekah Laut di wilayah Pandeglang dan Banyuwangi
dalam perspektif hukum Islam.
7
Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan dari skripsi ini, perlu mereview
kembali beberapa karya ilmiah yang dijadikan acuan dalam penulisan skripsi ini.
Sejauh ini penulis belum menemukan tema atau judul yang serupa dengan
penelitian ini yang mengenai “Upacara Sedekah Laut Perspektif Hukum Islam
Perbandingan di Wilayah Pandeglang Dan Banyuwangi” Adapun karya ilmiah yang
penulis temukan sejauh ini diantaranya adalah:
Pertama, “Ritual Petik Laut dalam Arus Perubahan Sosial”, skripsi yang
ditulis oleh Tomi Latu Farisa Mahasiswi Fakultas Usuludin dan Pemikiran Hukum
Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2010, di
dalamnya berisi tentang bagaimana potret ritual petik laut masa kini di tengah
proses perubahan sosial masyarakat pesisir pantai yang mulai cenderung memudar
kesadaran melestarikan tradisi budaya ritual petik laut.
Kedua Selanjutnya skripsi berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Tradisi Upacara Sedekah Bumi Setelah Musim Tanam Padi, Penelitian Studi
Kasus di Desa Anjatan Utara Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu”, ini
disusun oleh Ratri Endah Mulyani Mahasiswi Program Studi Akhwal Al-Syahsiyah
Universitas Islam Indonesia Tahun 2018. Di dalamnya membahas ritual sedekah
bumi yang dilaksanakan setelah musim panen, dan menjelaskan bagaimana tinjauan
8
hukum Islamnya, juga bagaimana proses dalam pelaksanaan upacara sedekah bumi
setelah panen padi.
Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Ali Wildan Mahasiswa Fakultas Usuluddin
dan Humaniora Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang Tahun 2015 yang
berjudul “Tradisi Sedekah Laut dalam Ekologi Jawa Studi Kasus di Desa
Gempolsewu Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal”. Penelitian ini
membahas nilai-nilai dan etika yang terkandung dalam ritual upacara sedekah laut
di Gemopolsewu. Penelitiannya menjelaskan kentalnya ekologi Jawa dalam tradisi
upacara sedekah laut di Gempolsewu.
Keempat, Jurnal yang diterbitkan oleh Universitas Negeri Semarang yang
disusun oleh S Widiati dengan judul “Tradisi Sedekah Laut di Wonokerto
Kabupaten Pekalongan dalam Kajian Bentuk dan Fungsi” Seiring
perkembangan perubahan karena pengaruh perubahan sosial budaya masyarakat”.
Penelitiannya membahas tentang perubahan bentuk sedekah laut, perubahan fungsi
sedekah laut serta peranan sedekah laut dalam pendidikan bagi masyarakat. Adapun
di dalamnya terdapat fungsi perubahan fungsi pendidikan, fungsi ekonomi dan
fungsi budaya.
Kelima, jurnal yang disusun oleh Herliyan Bara Wati yang judul “Pengaruh
dan Nilai-Nilai Pendidikan Upacara Sedekah Bumi Terhadap Masyarakat
Desa Bagung Sumberhadi Kecamatan Prembun Kabupaten Kebumen”.
Didalamnya membahas tentang prosesi ubarampe dalam upacara sedekah bumi di
desa Bagung Sumberhadi, kemudian apa saja nilai-nilai pendidikan yang
terkandung dalam Upacara Sedekah Bumi. Penelitiannya menggunakan metode
deskriptif kualitatif dengan teknik analisis data. Jurnal tersebut di terbitkan
Universitas Muhamadiyah Purworejo tahun 2011.
G. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif merupakan penelitian yang menekankan pencarian makna, karakteristik,
maupun mendeskripsikan tentang suatu fenomena yang disajikan secara naratif. 16
Jadi penulis menguraikan dan mendeskripsikan fenomena tradisi upacara sedekah
laut yang ada di Pandeglang dan Banyuwangi untuk kemudian dibandingkan antara
keduanya.
2. Pendekatan penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan empiris. Pendekatan
empiris yaitu digunakan untuk melihat bagaimana hukum atau norma-norma
dipraktikkan dalam aneka budaya manusia. 17 Seperti dalam penelitian ini yang akan
dibahas bagaimana praktik pelaksanaan dan hukum upacara sedekah laut
perbandingan di wilayah Pandeglang dan Banyuwangi dalam perspektif Hukum
Islam.
3. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana
data dapat diperoleh18 dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data
yaitu;
a. Sumber data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti
dari sumber pertamanya. Adapun yang menjadi sumber data primer dalam
penelitian ini adalah kepala kecamatan Panimbang, kepala kecamatan
Muncar, tokoh masyarakat Panimbang, tokoh masyarakat Muncar, tokoh
agama Panimbang, tokoh agama Muncar, ketua komunitas Nelayan
Panimbang, dan ketua komunitas nelayan Muncar.
16
Mukri Yusuf, Metodologi Penelitian Kualitatif Kuantitatif Dan Gabungan, (Jakarta:
Prenamedia Grup, 2014 )H.329
17
Fahmi Muhamad Ahmadi Dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:
Lembaga Peneltian Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010) H.44
18
Peter Mhamd Marzuki, Penelitia Hukum, (Jakarta:Kencana Prenada Media, 2014) H.181
10
b. Sumber data skunder, yaitu data yang tidak langsung dikumpulkan oleh
peneliti. Dapat juga dikatakan data yang tersusun dalam bentuk dokumen-
dokumen. Dalam penelitian ini diperoleh dari literatur-literatur, jurnal,
dan data-data tentang upacara sedekah laut.
4. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara bagaimana data diperoleh. Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara, wawancara
adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya
jawab langsung antara peneliti dengan narasumber.19 Jadi dalam penelitian ini
penulis mewawancarai secara langsung masyarakat terkait tradisi upacara sedekah
laut. Penulis juga menggunakan metode penelitian studi kepustakaan yang bersifat
tertulis. Studi kepustakaan dalam hal ini berbentuk buku-buku dan jurnal-jurnal.
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dalam skripsi ini berpedoman pada buku panduan penulisan
skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta 2017.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
19
Mukri Yusuf, Metodologi Penelitian Kualitatif Kuantitatif Dan Gabungan, (Jakarta:
Prenamedia Grup, 2014 )h. 372
11
penulisan. Dalam bab ini ditekankan pada latar belakang masalah sebagai
pengantar pada pokok persoalan.
BAB V PENUTUP
1. Pengertian Urf
Istilah urf secara bahasa memiliki arti kebajikan, puncak dan adat yang
dipelihara.20 Urf juga memiliki beberapa makna pertama mengaku, mengetahui,
apa yang diyakini, disaksikan oleh akal sehat dan secara alami orang menganggap
itu benar. Kedua, kebaikan, rambut leher keledai, ombak dan daging merah di atas
kepala ayam. 21
ما ا ْعتاده الناس و سارْوا عل ْيه م ْن كل ف ْعل شاع ب ْي ن ه ْم ا ْو ل ْفظ ت عارف ْوا اطْالقه على م ْعن خاص
23
ل تلفه اللغة ول ي ت بادر غ ْيه ع ْند ساعه
“Sesuatu yang dibiasakan oleh manusia, dan dijalaninya dari tiap perbuatan yang
telah popular di antara mereka, atau juga lafaz yang dikenal dengan sebuah arti
khusus yang tidak dicakup bahasa serta hanya memungkinkan makna ketika
didengarkan”
20
Munawir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawir, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1997)
H.920
21
Louis Ma’luf, Al-Munjid Fi Al-Lughah Wa Al-A’lam. (Bairut: Daar Masyriq, 1982)
H.500
22
Abdul Wahab Khalaf, ‘Ilmu Ushulil Fiqh, (Mesir; Darar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2010
M/ 1431 H) H.79
23
Wahbah Al-Zuhayli, Al-Wajiz Fii Ushulul Fiqh, (Damaskus: Daar Al-Fikr 1995) H.97
12
13
24
Ahmad Fahmi Abu Sunah, al-‘Urf wa al-‘Adah fi Ra’yi al-Fuqaha, (Mesir: Maktabah
al-Azhar, 1947M), H.8.
25
Satria Efendi, Ushul Fiqih (Jakarta: Kencana 2017) Cet.7 H.140
26
Ahmad Sudirman Abas, Qawaid Fiqhiyah Dalam Perspektif Fiqih (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya 2016) H. 174
27
Saipudin Shidiq, Ushul Fiqh (Jakarta :Kencana 2011) H.102
28
Ahmad Fahmi Abu Sinnah, Al-Urf Wal Adah Fi Ra’yil Fuqaha (Mesir; Mathbah Al
Azhar 1947) H.12
14
2. Macam-macam Urf
29
Muhamad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, (Daar Al-Fikr Al Arabi, 1958) H. 273
30
Wahbah Al-Zuhayli, Al-Wajiz Fii Ushulil Fiqh, (Damaskus: Daar Al-Fikr 1995) H.97
31
Wahbah Al-Zuhayli, Al-Wajiz Fii Ushulil Fiqh, H.98
15
Urf yang diterima oleh Hukum Islam memiliki syarat-syarat yang harus
dipenuhi, diantaranya adalah:
Pertama, tidak bertentangan dengan nash-nash qathi dari al-Quran dan as-
Shunah,36 namun jika bertentangan dengan keduanya maka ia tidak boleh
dilaksanakan.
32
Saipudin Shidiq, Ushul Fiqh (Jakarta :Kencana 2011) H.104
33
Wahbah Al-Zuhayli, Al-Wajiz Fii Ushulul Fiqh, H.98
34
Abdul Wahab Khalaf, ‘Ilmu Ushulul Fiqh, (Mesir; Darar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2010
M/ 1431 H) H.79
35
Abdul Wahab Khalaf, ‘Ilmu Ushulul Fiqh, H.79
36
Saipudin Shidiq, Ushul Fiqh (Jakarta :Kencana 2011) H.101
16
Kedua adat dan urf tersebut bersifat umum yang telah menjadi kebiasaan
manusia secara berulang-ulang. Jadi maksudnya adalah adat yang dilakukan
tersebut sudah dilakukan oleh kebanyakan masyarakat atau suatu kelompok
manusia, Kemudian ditafsirkan baik oleh manusia itu sendiri. 37
Ketiga, Urf dapat diterima oleh akal serta Membawa maslahat dan tidak
membawa mudarat. Setiap adat yang diterima oleh Islam adalah yang membawa
maslahat bagi manusia pada umumnya. Sebaliknya setiap adat yang mendatangkan
mudarat tidak boleh dilaksanakan dalam hukum Islam. Karena kemudaratan adalah
sesuatu yang membahayakan manusia dan memberatkan dalam pelaksanaannya. 38
Keempat, adat kebiasaan tersebut tidak menggugurkan kewajiban serta tidak
menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.
a) Urf harus termasuk urf shahih dalam arti tidak bertentangan dengan
ajaran al-quran dan shunah
b) Urf bersifat umum, dalam arti telah menjadi kebiasaan mayoritas
penduduk negeri.
c) Urf harus sudah ada ketika terjadinya suatu peristiwa yang akan di
landaskan kepada urf itu.
d) Tidak ada ketegasan dari pihak-pihak terkait tantang yang berlainan
dengan kehendak urf tersebut, sebab jika kedua belah pihak yang bertekad
telah sepakat untuk tidak terikat dengan kebiasaan yang berlaku umum,
maka yang dipegang adalah ketegasaan itu bukan urf40
37
A. Djazuli, Ilmu Fiqh : Penggalian, Perkembangan, Dan Penerapan Hukum Islam,
(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2005), H. 89.
38
A. Djazuli, Ilmu Fiqh : Penggalian, Perkembangan, Dan Penerapan Hukum Islam, H.89.
39
Satria Efendi, Ushul Fiqih (Jakarta: Kencana 2017) Cet.7 H.144
40
Satria Efendi, Ushul Fiqih H.144
17
Pembicaraan tentang kehujjahan urf, secara umum urf dan adat itu
diamalkan oleh ulama fiqih terutama kalangan ulama madzhab Hanafiyah dan
Malikiyah. Ulama Hanafiyah Menggunakan istihsan dalam berijtihad, dan salah
satu bentuk istihsan nya adalah istihsan bil urf (istihsan yang bersandar pada urf)
oleh ulama Hanafiyah urf didahulukan atas qiyas khafi dan juga didahulukan atas
nash yang umum, dalam artian urf itu men takhsis umum nash. 41 Ulama Malikiyah
menjadikan urf dan tradisi yang hidup dikalangan Madinah sebagai dasar dalam
menetapkan hukum dan mendahulukannya dari hadis ahad42
Alasan para ulama madzhab Hanafiyah dan Malikiyah mengenai
penggunaan atau penerimaan mereka terhadap urf tersebut adalah firman Allah
dalam surat al-A’raf:199 yaitu ;43
ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
44 خذ ٱلعفو وأم ۡر بٱلع ۡرف وأعرض عن ٱلَٰهلني
‘Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf daripada
orang-orang yang bodoh” (Q.S. al-Araf: 199
Kemudian atsar yang berasal dari Abdullah Ibn Mas’ud yang dikeluarkan
oleh Imam Ahmad dalam munsnadnya yaitu:
ف وجد ق لْب ُممد صلى هللا عل ْيه، (إن اَّلل نظر ف ق لوب الْعباد: قال،ع ْن ع ْبد اَّلل بْن م ْسعود
ُث نظر ف ق لوب الْعباد ب ْعد ق لْب، فابْ ت عثه برسالته،اصطفاه لن ْفسه
ْ ف،وسلم خ ْي ق لوب الْعباد
فما رأى، ي قاتلون على دينه، فجعله ْم وزراء نبيه،صحابه خ ْي ق لوب الْعباد
ْ ف وجد ق لوب أ،ُممد
45
.) وما رأ ْوا سيئا ف هو ع ْند اَّلل سي ٌئ، ف هو ع ْند اَّلل حس ٌن،سلمون حسنا
ْ الْم
Artinya: Dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata, sesungguhnya Allah melihat ke
dalam hati para hamba, maka dijumpai hati Muhammad SAW. Sebaik-baik hati
para hamba, karena Allah telah menyucikan jiwanya, mengutus beliau membawa
risalahnya, kemudian Allah melihat ke dalam hati para hamba setelah hati
Muhammad SAW., maka dijumpai hati sahabat-sahabatnya, sebaik-baik hati para
41
Syaikh Muhamad Al-Khudhari Biek, Ushul Fiqih, Penerjemah Faiz al-Mutaqien,
(Jakarta: Pustaka Amani 2007) h. 405
42
Muhamad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, H. 273
43
Muhamad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, H. 273
44
QS. al-A’raf (7): 199.
45
Imam Ahmad Bin Muhammad Bin Hambal, Musnad Imam Ahmad, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008), Jilid 3, No. 3418.
18
hamba, lalu Allah menjadikan mereka sebagai pembantu Nabinya yang mereka
berperang membela agamanya, maka sesuatu yang dipandang baik oleh kaum
muslimin, maka ia dipandang baik oleh Allah, dan sesuatu yang mereka pandang
buruk, maka ia buruk di sisi Allah” (HR Ahmad Ibn Hambal).
Sementara al-Syafii menggunakan Urf sebagai dalil dalam menetapkan suatu
hukum Islam, terlihat dari perubahan hukum ketika ia berpindah dari Baghdad ke
Mesir.46 Fuqaha Syafiiyah yang membahas masalah urf adalah al-Suyuti, ia
menyatakan :
47 احلكْم يد ْور مع الْعلة وج ْودا وعدما
“Bahwa adat dan urf merupakan sumber hukum yang bisa memecahkan dalam
berbagai persoalan”.
Ahmad bin Hanbal dan pengikutnya menggunakan urf sebagai sumber
hukum Islam. Ibnu Qudamah berpendapat bahwa urf dianggap sebagai sumber
hukum Islam dan ia menguatkan aturan-aturan fiqihnya dengan merujuk kepada
adat.48
46
Jaih Mubarak, Modifikasi Hukum Islam:Studi Tentang Qawl Qadim Dan Qawl Jadid,
(Jakarta:Rajagrafindo Persada, 2002) H.311
47
Jalaluddin Al-Suyuti, Al-Asybah Wa Nadzair, (Beirut: Daar Al-Kutub Al-Araby) H.90
48
Abu Abdilah Muhamad Bin Ahmad Ibnu Qudamah, al-Mughni, (Kairo:Daar al-Manar,
1947) H.485
49
Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqh (Satu Dan Dua), (Jakarta; Pernada Media Grup, 2014)
Cet.2, H.165
19
50
العادة املحكمة
Adat (urf) itu menjadi pertimbangan hukum.
Kaidah ini termasuk dianatara kaidah-kaidah yang terbangun kuat di atas
ayat-ayat al-Quran dan al-Hadis. Selain itu kaidah ini merupakan kaidah pokok
yang sangat masyhur.51 Adapun adat yang di maksud dalam kaidah tersebut adalah
urf, sementara lafadz muhakammah adalah isim maful (objek) dari kata tahkim
(penghukuman) yang beratri keputusan atau memutuskan perkara di anatra
manusia. Maka kaidah ini bermakna al-adah (adat kebiasaan) itu merupakan
patokan untuk menyelesaikan perkara ketika ada terjadinya pertentangan.
Kaidah selanjutnya yaitu:
52
است ْعمال الناس حجة يب الْعمل با
ْ ما
“Apa yang dilakukan oleh masyarakat secara umum, bisa dijadikan dalil (hujjah)
yang bisa diamalkan”.
Maksud dari kaidah di atas, bahwa segala sesuatu yang telah biasadi
laksanakan oleh masyarakat itu bisa dijadikan dasar. Untuk itu bagi setiap anggota
masyarakat dalam melaksanakan sesuatu yang telah dibiasakan itu selalu akan
menyesuaikan diri dengan patokan tersebut atau tidak menyalahinya.
53
امل ْعرْوف ع ْرفا كالْم ْشرْوط ش ْرطا
“Sesuatu yang berlaku secara urf adalah seperti suatu yang telah disyariatkan”
Suatu perkara yang telah terkenal di kalangan masyarakat sebagai suatu adat
dan kebiasaan, mempunyai kekuatan hukum yang sama apabila hal itu dinyatakan
50
Muhamad Yasin Bin ‘Isa Al Fadani Al Makiy, Fawaidul Janiyah, (Daar alMahaja, 2008
M /1429 H) Jilid.1, H.26
51
Muhamad Anshori, Qowaidul Fiqhiyah, (Mesir: Daar al-Salam 2012 M/ 1433 H) H.326
52
Muhamad Anshori, Qowaidul Fiqhiyah, (Mesir: Daar al-Salam 2012 M/ 1433 H) H.334
53
Muhamad Anshori, Qowaidul Fiqhiyah, H.331
20
sebagai syarat yang harus berlaku diantara mereka.54 Artinya bahwa adat tersebut
mempunyai daya yang mengikat mereka dalam bertindak sebagaimana
mengikatnya suatu syarat yang kuat.
55
ت
ْ ت أ ْو غلب ْ اَنا ت ْعتب العادة إذا إ
ْ ضط ر
“Sesungguhnya adat yang dianggap (sebagai penetapan hukum) adalah apabila
telah menjadi adat yang terus menerus atau lebih banyak berlaku”
Dalam masyarakat suatu perbuatan atau perkataan yang dapat diterima
sebagai adat kebiasaan, apabila perbuatan dan perkataan tersebut sering berlakunya
atau dengan kata lain sering berlakunya tersebut sebagai suatu syarat bagisuatu adat
untuk dapat dijadikan sebagai dasar hukum. Oleh sebab itu apabila perbuatan atau
perkataan itu kanya kadang-kadang saja berlakunya, maka hal itu tidak dapat
dijadikan sebagai dasar hukum.
56
ت غي اْلف ْت وى وا ْختالفها ِب ْسب ت غياْأل ْزمنة واْأل ْمكنة واْأل ْحوال والنيات واْلعوائد
54
Imam Musbikin, Qawaid Fiqhiyah, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada 2001) H. 99
55
Muhamad Anshori, Qowaidul Fiqhiyah, H.335
56
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, I’lam Al-Muwaqqi’in ‘An Rab Al-‘Alamin, Juz III (Bairut:
Dar Al-Fikr, T.Th), H. 14.
21
istiadat pada suatu masyarakat. Pembaharuan hukum Islam ini dilakukan agar
upaya untuk menjadikan hukum Islam lebih segar dan modern (tidak ketinggalan
zaman) dan dilakukan oleh orang yang mempunyai kompetensi dan otoritas dengan
cara yang benar57
Az-Zuhaili mengatakan tidak ada yang mengingkaribahwa suatu hukum
kadang berubah karena perubahan zaman. Perubahan hukum ini terjadidisebabkan
berubahnya adat kebiasaan, berubahnya kemaslahatan manusia, karena kondisi
darurat, atau karena perubahan zaman. Oleh karena itu hukum wajib diubah supaya
kemaslahatan dapat terrealisasikan, mafsadah dapat dihindarkan dan kebaikan serta
kebenaran dapat ditegakkan58
59
بناء الشريْ عة على مصالح الع ْبد ف املعاش والْمعاد
“Syariat ditegakkan demi kemaslahatan para hamba di dunia dan di akhirat kelak”.
Selanjutnya ditegaskan bahwa sesungguhnya pondasi dan asas syariat
adalah hukum dan kemaslahatan hamba dalam kehidupan dunia dan akhirat. Syariat
membawa keadilan, rahmat, hikmah dan kemaslahatan bagi semuanya 60
Landasan teori pemikiran Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah tentang perubahan
hukum Islam pada prinsipnya mengacu pada hakikat syariat Islam yang senantiasa
berorientasi pada kemaslahatan manusia. Syariat Islam hadir di bumi melalui
Muhamad saw. yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan hukum, kemaslahatan
dan kebajikan. Oleh karena itu, setiap ketentuan atau aturan hukum yang tidak
memenuhi asas keadilan, dipandang bertentangan dengan syariat Islam. 61
Menurut al-Zuhaili meyakini bahwa persoalan aturan hukum atau
menetapkan suatu hukum harus mengacu pada kemaslahatan kemudian tidak
bertentangan dengan nas dan prinsip-prinsp syariat. Menurutnya dalam menetapkan
57
Jamal Ma’mur Asmani M.A, Mengmebangkan Fikih Sosial Kh.Ma Sahal Mahfudz
Elaborasi Lima Ciri Utama, (Jakarta: Pt Elex Media Komputindo 2015) H.45
58
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islami Wa Adilatuhu, (Damaskus: Darulfikr 2007M, 1428 H),
Cet.10 H.121
59
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, I’lam Al-Muwaqqi’in ‘An Rab Al-‘Alamin, Juz III (Bairut:
Dar Al-Fikr, T.Th), H. 14.
60
Ibnu Qayim Al-Jauziyah,Terjemah Asep Saefullah, I’lamul Almuwaqqi’in ‘An Rabb Al-
Lamin H.424
61
Ibnu Qayim Al-Jauziyah,Terjemah Asep Saefullah, I’lamul Almuwaqqi’in ‘An Rabb Al-
Lamin H.424
22
produk hukum harus dibangun diatas pondasi syariat serta mempertimbangkan urf,
adat istiadat, dan kemaslahatan.62
Menurut Ibnu Qayyim, hukum terbagi dua macam, pertama hukum yang
baku dan tidak berubah karena zaman, tempat dan ijtihad ulama. Seperti perkara-
perkara yang wajib dan haram, sanki bagi tindak pidana yang telah di tetapkan oleh
syariat dan lain-lain. Hukum model ini tidak mengalami perubahan dan tidak
menyediakan ruang bagi ijtihad lain yang berbeda. Kedua, hukum yang disesuaikan
dengan tuntunan kemaslahatan pada saat, tempat, dan keadaan tertentu seperti
ukuran, jenis, dan sifat hukuman. Dalam kondisi ini, syariat memberikan kebebasan
untuk memilih yang paling sesuai dengan kemaslahatan. 63
Az-zuhaili menabahkan perlu ditegaskan bahwa hukum yang dapat diubah
adalah hukum-hukum yang dihasilkan berdasarkan qiyas atau al-maslahah al-
mursalah dan itupun terbatas pada masalah-masalah muamalah.64
62
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islami Wa Adilatuhu, (Damaskus: Darulfikr 2007M, 1428 H),
Cet.10 H.121
63
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah,Terjemah Asep Saefullah, I’lamul Almuwaqqi’in ‘An Rabb
Al-Lamin H.425
64
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islami Wa Adilatuhu, (Damaskus: Darulfikr 2007M, 1428 H),
Cet.10 H.121
65
Muhamad Musthafa Syalabi, Ta’lil Al-Ahkam, (Beirut: Daar An-Nahdhah Al-
Arabiyah1981) H.307
23
masyarakat juga sudah mengalami perubahan. Jadi apa yang dianggap maslahat
dalam waktu tertentu, dalam waktu berikutnya mungkin tidak dianggap maslahat
lagi dan begitu pula sebaliknya 66
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah faktor penting untuk merumuskan
ketentuan hukum atau penetapan hukum harus dikaitkan dengan lima hal yakni al-
azminah (situasi zaman), al amkinah (situasi tempat), al-ahwal (keadaan) al-niyat
(sebab keinginan) dan al awa’id (adat tradisi). Semua ini mempengaruhi adanya
pembaharuan hukum. Mungkin saja suatu ketetapan hukum telah ada dimasa lalu
namun karena masa dan situasi sekarang berbeda dengan masa yang lalu, maka
hukum itu berubah untuk lebih dikembangkan. 67
66
Amir Syarifuddin, Studi Pemikiran Ibn Qayyim Al-Jauzy Tentang Hakim Dan
Relavansinya Dengan Meiasi Diperadilan Agama, Jurnal Hukum Keluarga Dan Hukum Islam.
67
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah,Terjemah Asep Saefullah, I’lamul Almuwaqqi’in ‘An Rabb
Al-Lamin H.425
68
Ibnu Qayim Al-Jauziyah,Terjemah Asep Saefullah, I’lamul Almuwaqqi’in ‘An Rabb Al-
Lamin (Jakarta; Pustaka Azam 2010) H.424
24
Nabi Muhamad saw telah melarang memotong orang yang mencuri pada
mas perang, riwayat ini disampaikan oleh Abu Daud dan ini merupakan suatu
ketentuan Allah SWT. Sedangkan Nabi Muhamad Rasullulah SAW telah
melarang pelaksanaannya dalam kondisi peperangan karena dikhawatirkan akan
merambat pada suatu yang lebih dibenci Allah SWT dengan dimurtadkan atau
diakhirkannya oleh sahabat-sahabat pencuri itu dari kalangan orang-orang
musyrik dengan alasan untuk melindunginya dan karena kemarahan mereka. 69
69
Ibnu Qayim Al-Jauziyah,Terjemah Asep Saefullah, I’lamul Almuwaqqi’in ‘An Rabb Al-
Lamin H.425
70
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islami Wa Adilatuhu, (Damaskus: Darulfikr 2007M, 1428 H),
Cet.10 H.121
25
syariat, sebagaimana diakhirkannya qadha puasa pada saat hamil dan menyusui,
pada saat sakit. Demi kemaslahatan orang yang terhukum dan mengakhirinya demi
kemaslahatan Islam lebih utama.71
Ibnu Qayim Al-Jauziyah,Terjemah Asep Saefullah, I’lamul Almuwaqqi’in ‘An Rabb Al-
71
Lamin H.426
BAB III
72
Https://Kabarpandeglang.Com/Asal-Usul-Kabupaten-Pandeglang/18Juni2019 (Diakses
Pada 18 Juni 2019 Pada Pukul 09.56)
73
Https://Kabarpandeglang.Com/Asal-Usul-Kabupaten-Pandeglang/18Juni2019 (Diakses
Pada 18 Juni 2019 Pada Pukul 09.56)
26
27
bernama Pangeran Cunihin. Lamaran sang Pangeran sulit untuk ditolak karena jika
ditolak maka kerajaan sang putri akan dihancurkan.74
Singkat cerita Putri Arum lalu bersemedi meminta petunjuk agar terbebas
dari Pangeran Cunihin dan setelah itu sang putri didatangi seorang kakek bernama
Pande Gelang. Kakek Pande Gelang menyarankan agar putri menerima lamaran
Pangeran Cunihin tapi dengan syarat yaitu Pangeran Cunihin harus membuatkan
lubang pada sebuah batu keramat yang tingginya setara dengan tubuh manusia.
Pangeran Cunihin menyanggupi persyaratan tersebut dan berhasil, hal ini membuat
Putri Arum gelisah. Ki Pande kemudian menyuruh Putri Arum (Cadasari) untuk
meminta Pangeran Cunihin melewati lubang di batu keramat. Ki Pande telah
meletakkan gelang saktinya pada lubang batu itu, setelah melewati lubang di batu
keramat itu seluruh kesaktian Pangeran Cunihin langsung hilang dan seketika itu
pula berubah menjadi sosok kakek yang tua.75
Sebuah versi lain yang tidak berbentuk cerita, namun berdasarkan
topografi daerah Pandeglang yang berada di daerah yang lebih tinggi dari
lingkungan sekitarnya. Berdasarkan topografi tersebut Pandeglang berasal dari kata
Paneglaan yang mengandung makna tempat tersebut orang dapat melihat ke
berbagai arah, pengucapan paneglaan lama kelamaan berubah menjadi
Pandeglang. 76
Salah satu daerah pesisir pantai di Pandeglang yaitu Panimbang.
Panimbang merupakan salah satu kecamatan yang ada di Pandeglang. Karena
Panimbang merupakan daerah pesisir pantai maka ia juga melakukan tradisi
upacara sedekah laut. Panimbang sendiri merupakan salah satu lokasi tujuan
wisatawan karena terletak di pesisir pantai. Di sebelah barat, Kecamatan
Panimbang berbatasan langsung Selat Sunda. 77
74
Http://Legendabanten.Com/2013/03/Asal-Usul-Nama-Pandeglang.Htm?M=1/10.05B
(Diakses Pada 20 Juni 2019 Pada Pukul 11.50)
75
Http://Legendabanten.Com/2013/03/Asal-Usul-Namapandeglang.Htm?M=1/20/06/2019
(Diakses Pada 20 Juni 2019 Pada Pukul 11.00)
76
Http://Satudata.Pandeglangkab.Go.Id/Kecamatan/Detail/Pandeglang20/06.2019
(Diakses Pada 20 Juni 2019 Pada Pukul 12.50)
77
Http://Satudata.Pandeglangkab.Go.Id/Kecamatan/Detail/Pandeglang20/06.2019
(Diakses Pada 20 Juni 2019 Pada Pukul 12.50)
28
a. Batas Wilayah
Luas wilayah 132.84 m2 dengan letak geografis kecamatan Panimbang
kabupaten Pandeglang, terletak diantara:
1. Sebelah Utara : Desa Cibungur & Desa Kubang Kampil
2. Sebelah Selatan : Desa Panimbang Jaya/ Sungai Ciliman
3. Sebelah Barat : Selat Sunda
4. Sebelah Timur : Desa Sukaresmi
78
Http://Satudata.Pandeglangkab.Go.Id/Kecamatan/Detail/Panimbang/20/Juni/2019
(Diakses Pada 20 Juni 2019 Pukul 14.06)
79
Ucep, Tokoh Masyarakat Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 22 Juni 2019)
Pukul 09.30-10.10
80
Claude Guilot, Terjemah Hendra Setiawan, BANTEN Sejarah Dan Peradaban Abad X-
XVII (Jakarta: Pusat Penelitian Dan Pengembangan Arkeologi Nasional 2008) H.25
29
STRUKTUR ORGANISASI
PEMERINTAHAN PANDEGLANG
KECAMATAN PANIMBANG81
CAMAT
Drs. Suhaedi Kurdiatna. MSI
SEKRETARIS
81
Sumber. Papan Monografi Kabupaten Pandeglang Kecamatan Panimbang Tahun 2019.
30
1 Laki-laki 26.408
2 Perempuan 25.175
Jumlah 51.583
Tabel.2
Klasifikasi Penduduk Menurut Golongan Usia83
No Golongan usia Laki-laki perempuan
82
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang
83
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang
31
84
Ucep, Tokoh Masyarakat Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 22 Juni 2019)
Pukul 09.30-10.10
85
Kyai Masykur, Tokoh Agama Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 20 Juni
2019) Pukul 14.30-15.28
32
86
Ucep, Tokoh Masyarakat Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 22 Juni 2019)
Pukul 09.30-10.10
87
Ucep, Tokoh Masyarakat Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 22 Juni 2019)
Pukul 09.30-10.10
88
Kyai Masykur, Tokoh Agama Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 20 Juni
2019) Pukul 14.30-15.28
33
sukunya seperti orang-orang Pandeglang yang dapat paham dan bisa berkomunikasi
dalam bahasa Jawa atau sebaliknya. 89
Tabel.3
Klasifikasi Penduduk Menurut Suku90
No Suku persentase
1 Sunda 80%
2 Jawa 29%
3 Padang 0,5%
4 Bugis 0,3%
5 Makasar 0,2%
1. Sejarah Banyuwangi
89
Ucep, Tokoh Masyarakat Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 22 Juni 2019)
Pukul 09.30-10.10
90
Badan Pusat Statistik Banyuwangi
91
Https://Www.Banyuwangikab.Go.Id/Profil/Sejarah-Singkat.Html/20/07/2019 (Diakses
Pada 20 Juni 2019 Pukul 13.55)
34
ketika Danuningrat meminta bantuan VOC untuk melepaskan diri dari Bali, VOC
masih belum tertarik untuk melihat ke Blambangan. 92
Namun barulah setelah Inggris menjalin hubungan dagang dengan
Blambangan dan mendirikan kantor dagangnya (kompleks Inggrisan) pada tahun
1766 di bandar kecil Banyuwangi (yang pada waktu itu juga disebut Tirtaganda,
Tirtaarum atau Toyaarum), maka VOC langsung bergerak untuk segera merebut
Banyuwangi dan mengamankan seluruh Blambangan. Secara umum dalam
peperangan yang terjadi pada tahun 1767-1772 (5 tahun) itu, VOC memang
berusaha untuk merebut seluruh Banyuwangi yang pada waktu itu sudah mulai
berkembang menjadi pusat perdagangan di Blambangan, yang telah dikuasai
Inggris. Peperangan selama lima tahun tersebut berlangsung secara dahsyat, perang
tersebut dinamakan “perang puputan bayu”. Pihak VOC dengan gigih berusaha
merebut Banyuwangi dari Inggris, karena wilayah tersebut sangat strategis dan
menguntungkan bagi mereka. Disisi lain, Inggris juga tidak mau kehilangan
kesempatan melepaskan Banyuwangi. 93
Namun akhirnya, VOC-lah yang memperoleh kemenagan. Mereka
memindahkan pusat pemerintahan dari Blambangan ke daerah Banyuwangi pada
18 desember 1771 Rwiroguno diangkat VOC sebagai bupati Banyuwangi pertama.
Dengan demikian pasti terdapat hubungan yang erat perang Puputan Bayu dengan
lahirnya sebuah tempat yang bernama Banyuwangi. Dengan perkataan lain, perang
Puputan Bayu merupakan bagian dari proses lahirnya Banyuwangi94
92
Https://Www.Banyuwangikab.Go.Id/Profil/Sejarah-Singkat.Html/20/07/2019 (Diakses
Pada 20 Juni 2019 Pukul 13.55)
93
Https://Www.Tagar.Id/Asal-Usul-Kota-Banyuwangi.Htm23/08/201 (Diakses Pada 23
Agustus 2019 Pukul 05.07)
94
Https://Www.Banyuwangikab.Go.Id/Profil/Sejarah-Singkat.Html/20/07/2019 (Diakses
Pada 20 Juli 2019 Pukul 20.35)
35
a. Batas Wilayah
Letak geografis wilayah Banyuwangi Kecamatan Muncar sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : berbatasan dengan desa Tembokrejo
2. Sebelah Selatan : berbatasan dengan desa Kedungringin
3. Sebelah Barat : berbatasan dengan selat Bali
4. Sebelah Timur : berbatasan dengan desa Blambangan95
CAMAT
Dr.Lukman Hakim S, M.S.I
SEKRETARIS
lutfiatul laili
95
Sumber Pribadi: Papan Peta Kecamatan Muncar
96
Sumber Pribadi :Papan Statistik Kecamatan Muncar
36
1 Laki-laki 525.240
2 Perempuan 368.576
Jumlah 893.816
Tabel.5
Klasifikasi Penduduk Menurut Usia98
No Golongan usia Laki-laki perempuan
97
Kabupaten Banyuwangi Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi
98
Kabupaten Banyuwangi Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi
37
99
Osing Merupakan Suku Asli Masyarakat Banyuwangi Dari Masa Blambangan
100
Lukmanul Hakim, Ketua Kecamatan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli
2019) Pukul 10.25-12.15
101
Lukmanul Hakim, Ketua Kecamatan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli
2019) Pukul 10.25-12.15
38
perpaduan budaya Jawa, Bali dan Eropa karena menggunakan biola sebagai
pengiring nya juga.102
Sistem sosial yang unik ini telah berkembang dan hidup berkat masyarakat
Banyuwangi sendiri yang berusaha mempertahankan budaya tersebut sehingga
dapat dikatakan bahwa antar individu memiliki kesadaran kolektif yang tinggi.
Keunikan ini dapat dilihat apabila ada sebuah acara hajatan. Masyarakat tanpa
dimintai bantuan akan membantu orang yang memiliki acara hajatan (acara
nikahan, slametan dan lainnya) dengan sukarela, keunikan ini merupakan budaya
masyarakat Banyuwangi yang bernama “Rewang”. 104
102
Alifia Fuji Yuanita, Nila-Nilai Kearifan Lokal dalam Tari Gandrungdan Upaya
Pelestariannya Di Banyuwangi, Universitas Negeri Malang Vol.1, No 1 2010
103
Lukmanul Hakim, Ketua Kecamatan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli
2019) Pukul 10.25-12.15
104
Lukmanul Hakim, Ketua Kecamatan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli
2019) Pukul 10.25-12.15
BAB IV
105
Kyai Masykur, Tokoh Agama Panimbang, Wawancara Pribadi, (Panimbang, 20 Juni
2019) Pukul 14.30-15.28 WIB
106
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50-20.45 WIB
39
40
kerbau, daging dari badan kerbau di makan untuk bangsa manusia, sedangkan
kepala kerbau untuk bangsa siluman yang tinggal di laut. Sikap Ki Ageng Tapa
bukan untuk memberi persembahan kepada bangsa halus sebagai tunduk kepada
bangsa mereka, tetapi sebagai bentuk kepedulian sebagai sesama makhluk Tuhan,
juga sebagai seorang pemimpin yang bertanggung jawab untuk memelihara
keseimbangan lingkungan yang hidup di darat maupun di laut, sikap ini sebagai
perwujudan bahwa Islam rahmatan lil alamin.107
Sikap Ki Ageng Tapa yang peduli terhadap keseimbangan ekosistem
lingkungan hidup ini kemudian dilanjutkan oleh turunannya, mulai dari pangeran
Cakrabuana, Sunan Gunung Jati dan sultan-sultan yang memerintah. Pada masa
pemerintahan Sunan Gunung Jati, nadran merupakan ritual kenegaraan terbesar
setelah muludan. Momen nadran dimanfaatkan oleh Sunan Gunung Jati untuk
mengajarkan rasa bersyukur kepada Allah swt yang telah memberikan rezeki baik
hasil bumi maupun hasil laut, persembahan rasa syukur diwujudkan oleh masyarkat
dalam bentuk persembahan hasil bumi dan laut yang terbaik. Jadi dalam
pelaksanaan nadran dilakukan pemotongan seekor kerbau jantan, kemudian
diambil kepalanya, tulangnya, dan darahnya setelah itu di larung ke tengah laut
menggunakan perahu kecil yang khusus dibuat untuk pelarungan tersebut.108
Tujuan diadakannya nadran adalah untuk melestarikan tradisi masyarakat
nelayan yang sudah dilakukan oleh orang tua terdahulu, jangan sampai tradisi ini
hilang tergerus oleh zaman tutur Nawawi lagi. Berbeda dengan Kyai Masykur,
menurutnya tujuan dari diadakannya nadran adalah untuk syukuran atas nikmat
hasil tangkapan ikan di laut yang telah Allah berikan kepada masyarakat pesisir
pantai dan nelayan di Pandeglang. 109
Dalam pelaksanaannya tidak ada aturan waktu khusus dalam
penyelenggaraan “Nadran” di pandeglang yang terpenting tidak dalam posisi angin
barat saja dan Biasanya tergantung kepada hasil musyawarah warga nelayan dan
107
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50- 20.45 WIB
108
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50- 20.45 WIB
109
Kyai Masykur, Tokoh Agama Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 20 Juni
2019) Pukul 14.30-15.28 WIB
41
pejabat terkait.110 Namun dalam acara tahunan acara nadran selalu masuk agenda
yang mesti dilaksanakan walaupun waktunya tidak tetap.111 Masyarakat nelayan
berdalih bahwa jika tidak melaksanakan nadran seperti tidak ada rasa terima kasih
kepada laut yang telah memberikan hasil lautnya. Ada juga yang berpendapat
apabila tidak melakukan “Nadran” akan sedikit hasil pencaharian ikannya atau
akan mendapat bencana seperti angin yang tidak bersahabat ataupun gelombang
yang tinggi. Namun hanya beberapa saja yang berpendapat demikian. 112
Waktu kegiatan upacara sedekah laut sebulan penuh, namun acara inti
dilaksanakan di tiga hari terakhir. Sebelum acara inti terdapat juga serangkaian
acara seperti acara donor darah, pengobatan gratis, santunan anak yatim dan panti
jompo, sunatan masal, pawai mengelilingi desa yang berakhir di tempat
penangkapan ikan (TPI), lomba bola voly, lomba bola sepak antar desa, juga
wayang kulit yang ikut meramaikan acara sedekah laut.113
110
H. Suhaedi Kurdiatna, Kepala Kecamatan Panimbang, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 22 Juni 2019) Pukul 10.20-11.35
111
Ucep, Tokoh Masyarakat Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 22 Juni 2019)
Pukul 09.30-10.10
112
Kyai Masykur, Tokoh Agama Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 20 Juni
2019) Pukul 14.30-15.28
113
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50- 20.45
114
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25 Juni 2019) Pukul 19.50- 20.45
42
diantaranya antara lain: lomba sepak bola, lomba bola voli, bersih-bersih pantai,
bazar murah, pementasan seni budaya, pengobatan gratis, santunan anak yatim,
istigosah, tabligh akbar, kreasi seafood, karnaval nelayan115
b. Tahap pelaksanaan
115
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50- 20.45
116
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50- 20.45
117
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50- 20.45
43
118
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50- 20.45
119
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50- 20.45 WIB
44
120
Babacakan merupakan istilah orang sunda yang berarti makan bersama-sama
menggunakan satu tempat (biasanya nampan atau daun pisang)
121
Ngariung juga merupakan istilah orang sunda yang berarti berkumpul mengelilingi
makanan
122
Kyai Masykur, Tokoh Agama Panimbang, Wawancara Pribadi, (Panimbang, 20 Juni
2019) Pukul 14.30-15.28
45
123
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50- 20.45
46
124
H. Suhaedi Kurdiatna, Kepala Kecamatan Panimbang, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 22 Juni 2019) Pukul 10.20-11.35
47
Karena di Muncar didominasi oleh keturunan dari suku Madura dan Jawa,
keduanya mempunyai kepercayaan kepada sosok Ratu penguasa lautan selatan
yaitu Nyi Roro Kidul sehingga masyarakat Muncar Banyuwangi melaksanakan
upacara sedekah laut atau ritual petik laut setiap tanggal 15 suro atau setiap bulan
muharom127(penanggalan Jawa) upacara petik laut ini merupakan suatu tanda
penghormatan untuk dewi selatan. Nyi Roro Kidul sendiri digambarkan sosok
perempuan cantik jelita. Ritual upacara sedekah laut yang digelar di Banyuwangi
diselenggarakan nelayan sejak tahun 1901 dengan dipimpin oleh seorang dukun.128
125
Lukman Hakim, ketua Kecamatan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 juni 2019)
Pukul 10.25-12.15
126
Jufri, Tokoh Masyarakat Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 24 Juni 2019) Pukul
09.05-10.10
127
Muharram adalah bulan pertama dalam penanggalan Hijriyah. Muharram berasal dari
kata “harrama”, yang artinya diharamkan atau dipantang.
128
Masyarakat Jawa memandang bulan suro sebagai awal tahunJjawa juga menaggap
sebagai bulan yangn sakral atau suci.
48
Upacara sedekah laut ini adalah hajatan tahunan masyarakat psesisir dan
nelayan Muncar yang wajib dilakukan setiap tahunnya. Pernah sekali tradisi
upacara sedekah laut ini tidak dilaksanakan akibatnya tidak ada ikan sama sekali,
dan air laut pasang hingga ke kampung warga. Menurut masyarakat sekitar
penghuni laut marah terhadap warga masyarakat pesisir dan nelayan Muncar karena
tidak menjalankan ritual upacara sedekah laut. Kemudian setelah kejadian itu
masyarakat pesisir dan nelayan Muncar melakukan kembali ritual Upacara Sedekah
laut. Sebagai tradisi yang harus dipertahankan dan ritual ini menjadi kepercayaan
yang tidak bisa ditinggalkan oleh masyarakat pesisir dan nelayan Muncar. 129
Tujuan dari diselenggarakannya kegiatan petik laut di pantai Muncar
adalah sebagai ucapan untuk mensyukuri atas rahmat tuhan yang maha esa yang
telah melimpahkan berupa hasil penangkapan ikan terutama ikan Lemuru yang
menjadi tangkapan ikan terbanyak di perairan laut Muncar sehingga ikan Lemuru
tidak kunjung henti-hentinya sepanjang masa. Kemudian juga sebagai salah satu
media permohonan agar memperoleh perlindungan dan dijauhkan dari segala
marabahaya dan di anugerahi keselamatan. Ditambah oleh Jufri selaku tokoh
masyarakat petik laut juga sebagai salah satu upaya untuk menanamkan perasaan
cinta bahari bagi masyarakat nelayan di pantai Muncar sehingga kehidupan laut
yang telah mendatangkan manfaat bagi kehidupan terpelihara.130
Sutiyono mengatakan bahwa, petik laut atau upacara sedekah laut
merupakan ucapan rasa syukur atas hasil laut yang dianugerahkan kepada
masyarakat pesisir Muncar. Penghasilan ikan di laut Muncar merupakan
penghasilan pokok untuk kelangsungan hidup masyarakat pesisir pantai Muncar.
Maka dari itu tradisi upacara sedekah laut atau petik laut ini tetap dipelihara sebagai
wujud rasa syukur.131
129
Lukman Hakim, ketua Kecamatan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 juni 2019)
Pukul 10.25-12.15
130
Jufri, Tokoh Masyarakat Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 24 Juni 2019) Pukul
09.05-10.10
131
Sutiyono, Ketua UPT Nelayan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli 2019)
Pukul 13.00-13.35
49
132
Sutiyono, Ketua UPT Nelayan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli 2019)
Pukul 13.00-13.35
133
Lukman Hakim, ketua Kecamatan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 juli 2019)
Pukul 10.25-12.15
134
Tirakatan adalah kegiatan tidak tidur semalaman suntuk disertai dengan memanjatkan
doa memohon pada yang kuasa
135
Ider bumi adalah salah satu tradisi masyarakat banyuwangi untuk menolak bala, dengan
mengelilingi perkampungan disertai membawa perahu berisi sesaji
50
136
Lukman Hakim, ketua Kecamatan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 juli 2019)
Pukul 10.25-12.15
137
Jufri, Tokoh Masyarakat Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 24 Juli 2019) Pukul
09.05-10.10
138
Lukman Hakim, ketua Kecamatan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 juli 2019)
Pukul 10.25-12.15
51
139
Sutiyono, Ketua UPT Nelayan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli 2019)
Pukul 13.00-13.35
52
140
Sutiyono, Ketua UPT Nelayan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli 2019)
Pukul 13.00-13.35
53
141
Sutiyono, Ketua UPT Nelayan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli 2019)
Pukul 13.00-13.35
54
bagi orang Jawa upacara tradisi, ritual, selamatan ataupun gelar sajen
(sesaji) adalah peristiwa yang sudah diakrabi sejak lahir. Setiap orang Jawa yang
lahir sudah diperkenalkan dengan ritual selamatan kelahiran dengan segala uba
rampe (perlengkapannya). Petik Laut banyak menggunakan sarana yang sarat
dengan simbol-simbol kepercayaan masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa selalu
menggunakan simbol dalam melakukan tradisi, salah satunya adalah tradisi Petik
Laut. Adapun simbol-simbol dari sajen yang dilarung ke laut adalah: 143
a. Nasi wuduk atau nasi gurih, yaitu nasi yang dimasak dengan santan serta
dilengkapi dengan ingkung (daging ayam yang dimasak dengan utuh). Hal ini
memilki makna agar dituntun dalam melakukan segala tindakan
142
Lukmanul Hakim, ketua Kecamatan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 juli
2019) Pukul 10.25-12.15
143
Sutiyono, Ketua UPT Nelayan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli 2019)
Pukul 13.00-13.35
55
b. Pisang setandan, bermakna permohonan agar dalam pelaksanaan petik laut ini
terhindar dari marabahaya dan selalu diberkahi kesejahteraan dalam hidup
(hasil ikan lemuru berlimpah)
c. Ayam jantan sebagai persembahan kepada penguasa laut
d. Jajan pasar/Tukon Pasar, merupakan salah satu sesaji. Jajan pasar disajikan
kepada penguasa laut
e. Kupat lepet, terdiri dari ketupat yang terbuat dari beras yang diwadahi janur
kemudian dibentuk dan direbus. Sedangkan lepet terbuat dari nasi ketan
dicampur dengan kelapa parut ditambah garam kemudian dibungkus dengan
janur dan dibentuk memanjang.
f. Gringsing, adalah beras ketan yang disangrai, kemudian ketan yang disangrai
dicampur dengan irisan gula merah dan dicampur dengan kelapa parut, setelah
itu dibungkus dengan daun pisang dibentuk kerucut. Bermakna agar para
nelayan Muncar selalu selamat dalam mencari ikan di laut.
g. Gitik merupakan perahu kecil yang di dalamnya berisi berbagai macam-macam
sesaji. Perahu inilah yang digunakan untuk pelarungan sesaji.
Petik laut disebut juga Selametan dalam istilah Jawa, hampir semua upacara
dilakukan dengan selametan. Selametan merupakan tiang penyangga seluruh
bangunan religius jawa yang disebut “kejawen”144 selamatan biasanya berisi
dengan duduk bersama untuk berdoa bersama, dilanjutkan dengan makan bersama-
sama.
Dalam selametan upacara petik laut atau upacara sedekah laut ini, semua
orang khusus mengikutinya. Seorang pawang memimpin kenduri dengan membaca
mantra diucapkan dengan menggunakan mantra berbahasa Jawa. Dalam kenduri ini
biasanya menggunakan beberapa sesajen diantaranya: 145
144
Kejawen merupakan sebuah kepercayaan yang dianut oleh suku jawa
145
Sutiyono, Ketua UPT Nelayan Muncar, Wawancara Pribadi, (Muncar, 25 Juli 2019)
Pukul 13.00-13.35 WITA
56
a. Nasi brok yaitu nasi yang terbuat dari nasi biasa yang diletakan didalam
sebuah talam dan beralaskan daun pisang. Ini memilki arti meminta
keselamatan kepada danyang
b. Nasi pundar terbuat dari nasi kuning yang diberi srondeng dan telur goreng
yang diiris. Mempunyai makna untuk mengumpulkan dan menyatukan
mayarakat yang ada di daerah Muncar agar tidak terjadi perpecahan.
c. Kepala kambing Yang ditaruh di perahu kemudian dipasangi kail emas oleh
bapak bupati Banyuwangi. Kepala kambing ini merupakan sesaji pokok
dengan tujuan menetralisir keadaan laut supaya tetap menghasilkan ikan
yang berlimpah.
d. Buceng jejeg (tumpeng) yaitu nasi yang berbentuk kerucut atau gunungan.
Ini memilki makna agar menjadi manusia seperti halnya gunung yang tegar
dan kokoh berdiri ke atas bahwa manusia harus selalu eling atau ingat untuk
menyembah yang di atas.
e. Jenang sengkala dan jenang sepuh, jenang sengkala adalah bubur dari beras
yang diberi warna merah dan putih.
f. Tumpeng kenduri, digunakan untuk acaras kenduri, tumpeng ini dibagi-bagi
dan dapat dinikmati oleh masyarakat Muncar setelah pembacaan doa selesai
dilakukan. 146
C. Perbandingan Upacara Sedekah Laut di Pandeglang dan Banyuwangi
146
Sutiyono, Ketua UPT Nelayan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli 2019)
Pukul 13.00-13.35
57
dilaksanakan setiap tahun dan sudah ditentukan waktunya yaitu pada tanggal 15
muharam atau 15 suro.
Selanjutnya dalam hal ritual sesajen, upacara sedekah laut di Pandeglang
menggunakan kepala kerbau jantan untuk sesajen pokok. Sedangkan upacara
sedekah laut di Banyuwangi menggunakan kepala kambing jantan “Bandit”.
Kemudian, dalam upacara sedekah laut di Pandeglang nasi beserta lauk
pauknya tidak ikut dibuang atau dilarung ke laut, tatapi di makan bersama-sama
orang Pandeglang menyebutnya“ngariung”atau “bebacakan”. Berbeda dengan
upacara sedekah laut di Banyuwangi nasi beserta lauk pauknya ikut di buang atau
dilarung ke laut.
Upacara sedekah laut di Pandeglang mengalami banyak pergeseran atau
perubahan dalam praktik pelaksanaannya seperti sudah terislamisasikan dengan
adanya berbagai macam pengajian, istighosah, dan tahlilan bersama sebelum
pelarungan. Pembacaan mantra-mantra digantikan dengan berbagai macam doa-
doa dan dzikir. Sedangkan upacara sedekah laut di Banyuwangi masih asli dan
kental dengan tradisi terdahulu nya yaitu doa dan mantranya masih dengan
menggunakan bahasa Jawa asli.
Jadi upacara sedekah laut di Pandeglang sudah tidak lagi memohon kepada
penguasa laut, tetapi memohon kepada Allah swt. Terbukti dengan diadakannya
pengajian, istighosah, tahlilan dan tidak lagi menggunakan doa-doa mantra.
Sedangkan upacara sedekah laut di Banyuwangi masih memohon kepada penguasa
laut, masih menggunakan doa-doa mantra yang dibaca oleh seorang pawang atau
dukun sesepuh desa.
Jika di Banyuwangi sebelum pelarungan dimulai terlebih dahulu dipentaskan
kesenian tari gandrung khas Banyuwnagi. Namun berbeda dengan di Pandeglang,
setelah acara pelarungan barulah ditampilkan kesenian khas Jawa Barat yaitu
Wayang Golek atau tari Jaipong.
58
147
Munawir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawir, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1997)
H.77
148
Taufik Abdullah, Ensiklopedi Islam, Jilid 4 (Jakarta:PT Ichtiar Baru Van Hoeve,199)
H.259
149
Al-Furqan Hasbi, 125 Masalah Zakat, (Solo: Tiga Serangkai, 2008,) H.19
59
ini dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur serta memohon diberi keselamatan
dan dijauhkan dari marabahaya.150
150
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50- 20.45
151
Ahmad Bin Ali Bin Hajar Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari,(Mesir: Daar al-
Hadis, 2004 M/ 1424 H), Hadis No.6195
60
ِِ ِ ِ وِلَتَ ْدع ِمن دو ِن هاَّللِ ما ِلَ ي ْن َفعك وِلَ يضُّرَك فَاِ ْن فَع ْلت فَاِن
َ ْ َّك اذًا م َن الظَّالم
ي
152
َ َ َ َُ َ َُ َ َ ُْ ْ ُ َ
Artinya: “Dan janganlah kamu memohon (beribadah) kepada selain Allah,
akan apa yang tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat, sebab jika
kamu berbuat demikian, maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang
dholim”.
ِِ ص ِ ِ ِ ْ اشف لَه إَِِّل هو ۖ وإِ ْن ي ِرْد َك ِِبَ ٍْي فَ َال ر َّاد لَِف
ِ
ُيب به َم ْن يَ َشاء
ُ ُضله ۚ ي َ ْ ُ َ َ ُ ُ َ ض ٍر فَ َال َك ُ ِاَّللُ ب
َّ ك َ َوإِ ْن َيَْ َس ْس
153
الرِح ُيم
َّ ور ِِ ِ ِ
ُ م ْن عبَاده ۚ َوُه َو اْلغَ ُف
Artinya: “dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, maka tidak ada
yang dapat menghilangkannya kecuali dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan
bagi kamu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan
kebaikan kepada siapa saja yang dia kehendaki diantara hamba-hamba-Nya. Dia
maha pengampun, maha penyayang”.
Mengutip Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali sebagai berikut:
152
al-Qur’an Surat Yunus Ayat 106
153
al-Qur’an Surat Yunus Ayat 107
154
Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Beirut: Daar al-Fikr, tanpa catatan tahun), Juz VI,
H.557
61
Tetapi fenomena upacara sedekah laut bisa jadi dihukumi mubah bila
upacara penyembelihan hewan tertentu di maknai atau diniatkan sebagai taqqarub
kepada Allah untuk mengusir Jin jahat atau makhluk penguasa laut. Namun ketika
penyembelihan hewan ini di niatkan untuk menyenangkan Jin penguasa laut, maka
hal ini di hukumi haram sebagaimana Keterangan Syekh Zainuddin al-Malibari
dalam Fathul Mu’in sebagai berikut;
155
ص ِد ِه ْم َحَرم ِ ِ َ من َذبح تَ ْق ِرِب هللِ تَع
ْ أَْو بَِق،اَل ل َدفْ ِع َشَّر ا ْْل ِن َعْنهُ َلْ َيرم َ ً ََ َْ
“Barang siapa yang memotong (hewan) karena taqarub kepada Allah dengan
maksud menolak gangguan Jin, maka dagingnya halal di makan. Tetapi kalau jin-
jin itu yang ditaqarubbkan, maka haram daging sembelihannya”
Keterangan Syekh Zainuddin Al-Malibari di atas ini kemudian diulas lebih
lanjut Oleh Syekh Sayid Bakri bin Sayid M Syatha Ad-Dimyathi dalam I‘anatut
Thalibin berikut ini.
Dari sini kita dapat menarik simpulan bahwa fenomena upacara sedekah
laut bisa dilihat dari niat mereka yang melakukannya karena ini berurusan dengan
masalah keyakinan, aqidah, tauhid, keimanan, dan seberapa sering upacara ini
Syekh Sayid Bakri bin Sayid M Syatha Ad-Dimyathi, I‘anatut Thalibin (tanpa catatan
156
kota: Darul Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun) Juz ll H. 249
62
157
Ali Masykur, Membumikan Islam Nusantara Respons Islam Terhadap Isu-Isu Aktual
(Jakarta; Serambi Ilmu Semesta 2014) H.124-125
158
Abdul Moqsith Ghazali, Metodologi Islam Nusantara, Islam Nusantara Dari Ushul Fiqh
Hingga Paham Kebangsaan, (Bandung: Mizan Pustaka 2016) Cet.Lll, H.143
159
Abdul Moqsith Ghazali, Metodologi Islam Nusantara, Islam Nusantara Dari Ushul Fiqh
Hingga Paham Kebangsaan, (Bandung: Mizan Pustaka 2016) Cet.Lll, H.143
63
laut yang sedang berjalan di masyarakat. Dalam upacara sedekah laut terdapat
tradisi sesajen yang sudah berlangsung lama dibiarkan berjalan untuk selanjutnya
diberi makna baru. Sesajen tidak lagi dimaknai pemberian untuk dewa atau
penghuni dan penguasa laut melainkan sebagai bentuk kepedulian sesama.
Begitupula tradisi mengalirkan satu kerbau ke laut tidak dihilangkan, melainkan
diubah dengan hanya kepala kerbaunya saja sedangkan dagingnya dibagikan
kepada masyarakat. Kemudian upacara sedekah laut tidak dimaknai sebagai
persembahan kepada dewa atau penguasa laut, melainkan sebagai syukur kepada
Allah atas hasil tangkapan ikan yang didapat dalam upacara sedekah laut juga
sesajen yang di sajikan tidak ikut dilarung ke laut tetapi dibagi-bagi kepada
masyarakat setempat.
Memisahkan Islam dari tradisi masyarakat bukanlah solusi. Islam
seharusnya berdialektika dengan kebudayaan asalkan tidak sampai mengubah
pokok ajaran Islam. Dengan demikian ajaran Islam dan urf-tradisi masyarakat
mestinya tidak perlu dipertentangkan. Sebab keduanya saling mempersyaratkan.
Jika urf-tradisi membutukan ajaran Islam agar tradisi tersebut tak menghancurkan
nilai-nilai kemanusiaa, maka Islam juga membutukan urf karena urf merupakan
ladang tempat berlabuhnya ajaran islam. Karena itu seorang mujtahid harus orang
yang mengerti tradisi masyarakat.160
Imam Syihab al-Din al-Qarafi dalam kitab Furuq menasehati para ahli fiqih
yang hendak memberi fatwa
بَ ْل اِذَا َجاءَ َك َر ُج ٌل ِم ْن غَ ِْْي أَ ْه ِل إِقْلِْيمك يَ ْستَ ْفتِْيك.ب طُْوَل ُع ْم ِرك ِ وَِل ُت ِمد علَى السطُوِر ِِف
ِ َالكت
ْ َْ َ َ َ
ِ ِ ِ ِ
اسأَلْه َع ْن ُع ْرف بَلده َعلَْيه َوأَفْته بِه م ْن ُد ْو ِن عرف بلدك َواْل َقرر ِِف كتَبِك ِ َِلتره علَى عر
ف بَ ْل َد َك َو
ُ ْ ُْ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ْ ض َالل ِِف الدي ِن َوجهل بََقاصد ُعلَ َماء الُ ْسلم
ي َ ت أَبَ ًداَ َواْلُ ُم ْوُد َعلَى الَْن ُق ْوَِل.الَ ُّق الْ َواضع
ْ فَ َه َذا ُه َو
161 ِ ِ َالسل
ي
َ ف الَاض َّ َو
“janganlah anda terpaku pada apa yang tertulis dalam kitab-kitab sepanjang
umurmu. Jika datang kepadamu seorang laki-laki dari luar daerah untuk meminta
fatwa, maka jangan terapkan sebuah hukummenurut tradisi yang berlaku di
160
Abdul Moqsith Ghazali, Metodologi Islam Nusantara, Islam Nusantara Dari Ushul Fiqh
Hingga Paham Kebangsaan, (Bandung: Mizan Pustaka 2016) Cet.lll, H.144
161
Syihad Al-Din Ahmad Ibn Idris Al-Qarafi, Al Furuq,( Beirut: Dar Al-Gharab Al-Islami,
1994), Juzll, H.176-177
64
Hal ini juga selaras dengan pendapat Ibnu Qayyim al-Jauziyah tentang
perubahan fatwa dalam I’lam Al-Muwaqqi’in ‘An Rab Al-‘Alamin
163
ات َواْ َلع َوائِ ِد
ِ َّب تَغَُِّْياْْل َْزِمنَ ِة واْْلَم ِكنَ ِة واْْلَحو ِال والنِي
َ َْ َ ْ َ
ِ فها ِحبَس
ْ ُ َاختال
ِ تَغَُّْياْل َفْت وى و
َْ َ ُ
”Perubahan fatwa dan perbedaannya terjadi menurut perubahan zaman, tempat,
keadaan, niat dan adat istiadat”.
162
Syihad al-Din Ahmad Ibn Idris al-Qarafi, al-Furuq H.176-177
163
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, I’lam Al-Muwaqqi’in ‘An Rab Al-‘Alamin, Juz III (Bairut:
Dar Al-Fikr, T.Th), H. 14.
164
Mujamil Qomar, Fajar Islam Indonesia Kajian Komprehensif Atas Arah Sejarah Dan
Dinamika Intelektual Islam Nusantara, (Bandung: Mizan Pustaka 2012) H.23-25
65
165
H. Suhaedi Kurdiatna, Kepala Kecamatan Panimbang, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 22 Juni 2019) Pukul 10.20-11.35
166
Kyai Masykur, Tokoh Agama Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 20 Juni
2019) Pukul 14.30-15.28
66
َ ِني ۡٱۡلَ ۡيَ ٱۡل َر َام َو ََل ٱل ۡ َه ۡد َي َو ََل ٱلۡ َقلََٰٓئ َد َو ََلٓ َءآم َ َٰٓ َ ُّ َ ذ َ َ َ ُ ْ َ ُ ُّ ْ َ ََٰٓ َ ذ َ َ ذ
َ ۡ ٱلش ۡه َر
ت ِ يأيها ٱَّلِين ءامنوا َل ُتِلوا شعئِر ٱَّلل ِ وَل
َ َۡ ُ َ ُ ذ ۡ َ ۡ َ َٰ ٗ َ َ َ ۡ ُ ۡ َ ۡ ُ ْ َ َ ۡ ذ
ٱص َطادوا َوَل َي ِر َمنك ۡم ش َنَٔٔان قو ٍم أن
ٗ ۡ َ َ ُ
ٱۡل َر َام يَبۡ َتغون فضل مِن رب ِ ِهم ورِضونا ِإَوذا حللتم ف َۡ
ۡ ۡ ۡ َ َ ْ ُ َ َ َ َ َ َٰ َ ۡ ۡ َ َ َ َ ۡ َ ُ ْۘ ْ َ َ َ َ ُ ْ َ َ ۡ َ ذ ۡ َ ۡ َ ۡ ُ ُّ َ
ٱۡلث ِم َوٱل ُع ۡد َوَٰ ِ ِۚن
ِ ب وٱتلقوىٰۖ وَل تعاونوا لَع ِ ِ ج ِد ٱۡلر ِام أن تعتدوا وتعاونوا لَع ٱل ِ صدوكم ع ِن ٱلمس
ُ َ َ ٱَّلل إ ذن ذ
ۡٔٱَّلل شدِيد ٱل ََ ذُ ْ ذ
167
ِ ٰۖ وٱتقوا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan
jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-
binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu
orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan
keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka
bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum
karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu
berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya.
ۡ ۡ ِ ۡ ِۡ ۡ ۚ ۡ ِۡ ۡ ۡ
ٱلصلَ هوَة و يمقِ يو ِ
ر كنم ٱل ِ
ن ع نوۡ
َّ َ ُ ُ َ َ ُ َ َ َ َ َ ُ َ َ ُ ُ َ ض ُهم أَوليَآءُ بَعض
ن ه ن يو وف ر ع م ٱل ب نو ر م َي ه ِو ۡٱلم ۡؤِمنُو َن و ۡٱلم ۡؤ
ُ ت بَع ُ ُ َن
َ م ُ َ
ه ۚ
168 ِ
َّ ٱَّللُ إِ َّن
ٱَّللَ َع ِز ٌيز َحكيم ۡ
َّ ك َس َْي ََحُ ُه ُم ِٓ َّ َويُ ۡؤتُو َن
َّ ٱلزَك هوةَ َويُ ِط ُيعو َن
َ ٱَّللَ َوَر ُسولَٓهُۥ أ ُْوهلَئ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan)
yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat
dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh
Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dari ayat di atas telah jelas bahwasannya Allah SWT menganjurkan untuk
saling tolong menolong dalam berbuat kebaikan di kehidupan bermasyarakat.
2. Silaturahmi
Pada pelaksanaan upacara sedekah laut di Pandeglang dan Banyuwangi
masyarakat nelayan libur dari kegiatan mencari ikan, para pedagangpun ikan pun
ikut libur mereka semua berkumpul di TPI (Tempat Pelelangan Ikan) untuk
kegiatan berdoa bersama dan upacara sedekah laut ini di jadikan sebagai ajang
silaturahmi untuk bertemu, betegur sapa antar nelayan maupun masyarakat pesisir
167
Q.S. al-Maidah ayat:02
168
Q.S. at-Taubah ayat:71
67
pantai. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam ayat al-Quran surat Muhamad ayat
22-23 sebagai berikut:
ۡ
(22) ۡٔض َوتُ َق ِط ُعٓواْ أ َۡر َح َام ُكمِ فَ َه ۡل َع َس ۡي تُ ۡم إِن تَ َولَّ ۡي تُ ۡم أَن تُ ۡف ِس ُدواْ ِِف ٱْل َۡر
(23)169 ۡٔصهرُهم
ۡ أُوهلٓئِك ٱلَّ ِذين لعن هم ٱَّلل فأَصمه ۡم وأ َۡعمى أ
َب
َ َ ْٓ َ َ َ َ ََ ُ ُ َُّ َ َ َّ ُ َ َ ه
Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka
bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? (22) Mereka itulah orang-orang
yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya
penglihatan mereka. (23)
Kemudian Nabi Muhammad SAW juga menganjurkan umatnya untuk
sesantiasa menjaga silaturahmi sebagaimana di jelaskan dalam hadis sebagai
berikut;
ال
َ َ ق,اط ٌع َ ُُ َ َ َصلَى هللا َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق
ِ َ َِل ي ْدخل اْلنَّةَ ق:ال ِ ِ
َ َع ْن ُجبَ ْْي بْن ُمطْعم َرض َي هللا َعْنه َع ِن النَِب
اطع رحمِ َ ي ع ِِن ق:س ْفيان
َْ َ ُ
170
Dari Jubair bin Muth’im RA dari Rasulullah SAW bersabda,” tidak akan masuk
surga orang yang memutuskan” Ibnu Abu Umar berkata,”Sufyan berkata,:yaitu
orang yang suka memutuskan hubungan kerabat (silaturrahmi)”. (H.R.Tirmidzi)
ۚ ۡ ۡ ۚ ۡ ۡ
ََّ ٱَّللِ أَت َق هى ُك ۡم إِ َّن
ٱَّلل َّ َّاس إِ ََّّن َخلَق هنَ ُكم ِمن ذَ َكرٖ َوأُنثَ هى َو َج َعل هنَ ُك ۡم ُشعُوبٖا َوقَبَآئِ َل لِتَ َع َارفُٓواْ إِ َّن أَكَرَم ُك ۡم عِ َند
ُ هََٓيَيُّ َها ٱلن
.171 َعلِ ٌيم َخبِْي
169
Q.S. Muhammad ayat:22-23
Abi ‘Isa Muhammad Bin Isa, Jamiu At-Tirmidzi, (Saudi Arabia: Baitul Fikr Dauliyah
170
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Dari ayat di atas, terlihat bahwasannya jenis kelamin, bangsa maupun suku
tidak membuat seseorang lebih mulia dari pada yang lainnya, karena hanya
ketakwaanyalah yang membedakan derajat manusia disisi Allah SWT dan ayat di
atas juga menganjurkan bahwasannya sebagai manusia kita harus tetap menjaga
persatuan dan kesatuan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
69
70
B. Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
Abi ‘Isa Muhammad Bin Isa, Jamiu At-Tirmidzi, (Saudi Arabia: Baitul Fikr
Dauliyah Tanpa Catatan Tahun) H.322, Hadis No 1909
Abdul Wahab Khalaf, ‘Ilmu Ushulul Fiqh, (Mesir; Darar Al-Kutub Al-Islamiyah,
2010 M/ 1431 H)
Abdul Moqsith Ghazali, Metodologi Islam Nusantara, Islam Nusantara Dari Ushul
Fiqh Hingga Paham Kebangsaan, (Bandung: Mizan Pustaka 2016) Cet.lll,
Abu Abdilah Muhamad Bin Ahmad Ibnu Qudamah, al-Mughni, (Kairo:Daar al-
Manar, 1947)
Ali Haidar, Durar Al-Hukam Syarh Majallat Al-Ahkam, (Beirut: Daar Al-Kutub
Al-Ilmiyah, T.Th) Jilid 1
Ahmad Bin Ali Bin Hajar Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari,(Mesir:
Daar al-Hadis, 2004 M/ 1424 H), Hadis No.6195
72
Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqh (Satu Dan Dua), (Jakarta; Pernada Media Grup,
2014) Cet.2
Eko setiawan, Eksistensi Bahari Tradisi Petik Luat di Muncar Banyuwangi,( Vol.10
No, 2 Juli 2016)
Https://Kabarpandeglang.Com/Asal-Usul-Kabupaten-Pandeglang/18Juni2019
(Diakses Pada 18 Juni 2019 Pada Pukul 09.56)
Imam Ahmad Bin Muhammad Bin Hambal, Musnad Imam Ahmad, (Jakarta :
PustakaAzzam, 2008), Jilid 3, No. 3418.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, I’lam Al-Muwaqqi’in ‘An Rab Al-‘Alamin, Juz III
(Bairut: Dar Al-Fikr, T.Th),
Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Beirut: Daar al-Fikr, tanpa catatan tahun), Juz
VI
Jaih Mubarak, Modifikasi Hukum Islam:Studi Tentang Qawl Qadim Dan Qawl
Jadid, (Jakarta:Rajagrafindo Persada, 2002)
Jamal Ma’mur Asmani M.A, Mengmebangkan Fikih Sosial Kh.Ma Sahal Mahfudz
Elaborasi Lima Ciri Utama, (Jakarta: Pt Elex Media Komputindo 2015)
Joko P. Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1991),
Lies Sudibyo, Ilmu Sosial Budaya Dasar, (Yogyakarta: Andi Offset, 2013),
73
Mujamil Qomar, Fajar Islam Indonesia Kajian Komprehensif Atas Arah Sejarah
Dan Dinamika Intelektual Islam Nusantara, (Bandung: Mizan Pustaka 2012)
Rahmah Purwahida, Bakhtiar Dwi Yunika, dan Dhany Nugrahani, Bahasa Dalam
Uppacara Larung, Sedekah Laut di Laut Bonang, Kecamatan Lasem,
Kabupaten Rembang, Jawa Tengah ( Pelita,Volume III, Nomor I, April 2008)
http://satudata.pandeglangkab.go.id/kecamatan/detail/pandeglang
Syihad al-Din Ahmad Ibn Idris al-Qarafi, al-Furuq,( Beirut: Dar Al-Gharab Al-
Islami, 1994), Juzll,
Syekh Sayid Bakri bin Sayid M Syatha Ad-Dimyathi, I‘anatut Thalibin (tanpa
catatan kota: Darul Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun) Juz ll
Wahbah Al-Zuhayli, Al-Wajiz Fii Ushulul Fiqh, (Damaskus: Daar Al-Fikr 1995)
75
LAMPIRAN-LAMPIRAN
WAWANCARA
Data Informan
Tempat : Panimbang,/Pandeglang
Jawaban: Tujuan dari diadakannya nadran adalah untuk syukuran atas nikmat
hasil tangkapan ikan di laut yang telah Allah berikan kepada
masyarakat. Kalau ada yang mengatakan kalau ini dilarang syirik atau
sebagainya itu kembali lagi kepada niat nya masing-masing.
4. Pertanyaan: alasan apakah yang melatar belakangi adanya acara tradisi upacara
sedekah laut di Pandeglang?
Jawab: Masyarakat nelayan berdalih bahwa jika tidak melaksanakan nadran
seperti tidak ada rasa terima kasih kepada laut yang telah memberikan
hasil lautnya. Ada juga yang berpendapat apabila tidak melakukan
“Nadran” akan sedikit hasil pencaharian ikannya atau akan mendapat
bencana seperti angin yang tidak bersahabat ataupun gelombang yang
tinggi. Namun hanya beberapa saja yang berpendapat demikian
5. Pertanyaan: sesajen yang sudak disiapkan apakah ikut dilarung ke laut?
Jawaban: Aneka macam makanan berupa ayam bekakak, pisang dan makanan
lainnya berasal dari masyarakat dan juga nelayan yang kemudian
dikumpulkan untuk dimakan bersama-sama setelah pelarungan.
“babacakan” atau “ngariung” semua masyarakat, nelayan dan pejabat
pemerintahan tanpa sekat menjadi satu menyantap makanan yang sudah
dikumpulkan
77
WAWANCARA
Data informan
Narasumber : Nawawi
Tempat : Panimbang,/Pandeglang
Jawab: Waktu kegiatan upacara sedekah laut sebulan penuh, namun acara inti
dilaksanakan di tiga hari terakhir. Sebelum acara inti terdapat juga
serangkaian acara seperti acara donor darah, pengobatan gratis, santunan
anak yatim dan panti jompo, sunatan masal, pawai mengelilingi desa
yang berakhir di tempat penangkapan ikan (TPI), lomba bola voly, lomba
bola sepak antar desa, juga wayang kulit yang ikut meramaikan acara
sedekah laut.
81
WAWANCARA
Data Informan
Tempat : Panimbang,/Pandeglang
WAWANCARA
Data informan
WAWANCARA
Data informan
Jawaban: Pagi hari ± 06.00 WIB, sesaji yang telah siap di dalam “Gitik” dan
ditempatkan di rumah Pawang, diangkut menuju ke tempat upacara
sambil terlebih dahulu diarak keliling dilingkungan perkampungan
nelayan, diiringi oleh perangkat kesenian pengiring berupa
Terbangan, Gandrung, bersama-sama dengan kegiatan kelompok
masyarakat nelayan menuju ke tempat upacara pelepasan sesaji.
Selanjutnya Upacara Pelepasan Sesaji.Di tempat yang telah
ditentukan biasanya mengambil tempat di TPI pada tanggal 15 Syuro
biasanya, dimulai pada pukul 09.00 WIB. Perahu yang membawa
Gitik yang brisi sesaji di¬tempatkan paling depan dan kemudian
diikuti oleh iring-iringan perahu nelayan yang membawa ke tengah
laut untuk dilarung.
86
WAWANCARA
Data informan
WAWANCARA
Data informan
berasal dari palawija. Sesaji yang paling utama adalah kepala kambing
“kendit”, kue-kue sebanyak 44 macam, buah-buahan, pancing emas, candu,
pisang saba mentah, kinangan, kembar mayang, pisang rajah, nasi tumpeng,
nasi gurih, nasi lawuh, ayam jantan hidup dua ekor. Semuanya dimasukan
kedalam perahu kecil yang sudah dihias sedemikan rupa Seorang pawang
memimpin kenduri dengan membaca mantra diucapkan dengan menggunakan
mantra berbahasa Jawa. Dalam kenduri ini biasanya menggunakan beberapa
sesajen diantaranya
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Mantra yang dibaca oleh pawang Berikut isi mantra tersebut;
Inggih kulo enggal matur namung sadremi ngaturaken ingkang dados
panyuwunanipun umat ingkang wonten desa Kedungrejo (umat menjawab Inggih).
Pramila panjenengan sedaya dipun aturi daten pantai Muncar, desa Kedungrejo,
sepindah dipun suwun sawap pandonganipun, ping kalih anyekseni anggenipun
gadah panyuwunan Kadang Umat di desa Kedungrejo ngedalaken rejeki saking
pangeran tuwuh saking bumi asal brekahe Hyang bagaskara utawi Hyang Agung,
dipun kempalaken dados setunggal perlu kadamel wilujengan wilujengi para
kadang umat di desa Kedungrejo wilujeng ingkang dipun wilujengi saha ingkang
milujengi mandapipun para bapak ingkang sami katuran mriki sedayanipun.
Terjemahannya:
“Iya saya menghaturkan apa yang menjadi permohonan umat yang berada didesa
Kedungrejo (umat menjawab”inggih”). Baiklah bapak-bapak yang ada di Pantai
Muncar, desa Kedungrejo, yang pertama memohon doa, yang kedua menyaksikan
permohonan saudara-saudara umat didesa Kedungrejo agar diberikan rejeki dari
pangeran bumi dan berkah dari Sang Hyang Bagaskaraatau Hyang Agung. Baiklah
mari kita haturkan bersama-sama
89
Sekul brok ingkang sawanci caos bukti dahar bukti datan ibu bumi bapa akasa ibu
wengi bapa rino, bumi ingkang dipun embah kaliyan Umat Sedaya ingkang desa
Kedungrejo. Pramila wau dipun suwun caosi dahar bukti inggih tansah ugi dipun
suwun sawap pandunganipun datengdesa Kedungrejo anggenipun gadai niat kajat
wilujengan ing dinten menika inggih paringana Kabul punapa ingkang dados
panyuwunanipun.
Terjemahaan
Nasi brok ini dipersembahkan kepada Ibu Bumi, Bapa Akasa, ibu malam dan bapa
siang atas segala anugrahnya baik siang maupun malam hari, semoga semua
permohonan dikabulkan
Ta ingkang sak aturan malih daten sekul gurih caos dahar bukti datan Sang Hyang
Panutan, Panutanipun umat desa Kedungrejo ingkang kasebat Sang Hyang
Tunggal lumeber wau dipun caosi dahar bukti inggih tansah maringana ayom,
ayem, tata, titi, tentrem, tatak, tutuk, tetep, tenang sak rinten sak dalunipun
Terjemahaan
Yang berikutnya dihaturkan nasi gurih yang dipersembahkan kepada Sang
penguasa Jagat serta memohon keselamatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
semoga diberikan pengayoman, kerahayuan, ketentraman siang maupun malam
Ta ingkang sak bab malih daten sekul punar saha majemuk kadamel njemukaken
umat ing desa Kedungrejo wedal ing dinten menika inggal kepanggih lami lami
kepanggih inggal sageta atut runtut wiwit dinten sak laminipun kaseksenan dining
para bapa ingkang sami katuran mrikisedayanipun
Terjemahaan
Yang berikutnya dipersembahkan nasi punar senantiasa untuk mengumpulkan,
menyatukan para umat agar tidak terjadi perpecahan, marilah bapak-bapak kita
haturkan disini
90
Ingkang sak aturan malih apem inggih alur panyuwunipun desa Kedungrejo inggih
kadamel kintun para leluhur umat wonten ing pantai Muncar, desa Kedungrejo
leluhur karumatan lan mboten kerumatan ingkang kaleres dipun kintun wedal ing
dinten punika inggih tansah dipun suwun sawap pandonganipun sageta maringi
rahayu wilujeng wiwid dinten menika ngantos sak lami-laminipun
Terjemahaan
Yang berikutnya dipersembahkan kue apem yang dipersembahkan kepada para
leluhur di desa Kedungrejo yang terawat maupun yang tidak, diberikan suguhan
agar senantiasa memberikan kerahayuan selama-lamanya
Ta ingkang sak aturam malih daten buceng robyong kadamel nyumerepi dinten pitu
pekenan gangsal kadamel masyarakat desa muncar sedoyo inggih sageta maringi
kekuatan rahayu wilujeng
Terjemahaan
Yang berikutnya dipersembahkan lagi buceng robyong untuk mengetahui hari yang
berjumblah tujuh dan pasaran yang berjumblah lima, semoga diberikan kerahayuan
Buceng jejeg saha kadamel njejekaken manahipun umat ing desa Kedungrejo.
ingkang sak bab malih daten jenang sengkala kadamel nulak senkala umat wonten
ing desa Kedungrejo to kala ngadang kala suing kala sisik kala srimpet sedoyo wau
dipun caosi bukti inggih tansah dipun suwun maringono rahayu wilujeng sak rinten
sak dalunipun (umat menjawab inggih). Jenang sepuh caos bukti daten sederekipun
ingkang sepuh piambak anem piambak tunggal pertapaan sanes panggenan kepyar
sareng sak uat pramila wau dipun
caiso bukti inggih dipun suwun sawap pandonganipun tansah maringi rahayu
wilujeng sak rinten sak dalunipun
Terjemahaan
91
Buceng jejeg dipersembahkan senantiasa agar selalu berfikir positif dan kokoh.
Bubur sengkala dipersembahkan senantiasa menjauhkan diri dari kesialan atau
sukerta umat di desa Kedungrejo agar dimudahkan jalan siang maupun malam, serta
diberikan kerahayuan. Bubur sepuh dipersembahkan untuk orang tua senantiasa
diberi kerahayuan malam maupun siang hari. 172
172
Sumber: data pribadi 2019
92
DOKUMENTASI
(Gambar: permintaan data sekaligus wawancara dengan ketua upt nelayan Muncar
Banyuwangi)