Anda di halaman 1dari 116

UPACARA SEDEKAH LAUT PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM
(STUDI KASUS PERBANDINGAN WILAYAH DI PANDEGLANG
PROVINSI BANTEN DAN BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Disusun oleh:

Fatimatu Hurin Ain

Nim: 11150430000049

PRODI PERBANDINGAN MADZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


JAKARTA

2019
i
ii
iii
Abstrak

FATIMATU HURIN AIN. NIM 1150430000049. UPACARA


SEDEKAH LAUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM STUDI KASUS
PERBANDINGAN WILAYAH DI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN
DAN BANYUWANGI PROVINSIJAWA TIMUR. Program Studi Perbandingan
Madzhab, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1441 H/ 2019 M.
Tradisi upacara sedekah laut sudah muncul dari sebelum Islam datang ke
Indonesia. Saat itu masyarakat Indonesia masih beragama Hindu-Budha dan
menganut paham animisme dan dinamisme. Hingga saat ini tradisi upacara sedekah
laut masih dilaksanakan dan dalam praktiknya terdapat unsur-unsur kesyirikan
dengan menyajikan berbagai sesajen dan kepala kerbau untuk di larung ke laut
sebagai bentuk permohonan kepada penguasa laut agar terhindar dari marabahaya
serta berharap hasil tangkapan ikan melimpah. Penelitian ini bertujuan untuk
menjelaskan praktik dan hukum pelaksanaan upacara sedekah laut di wilayah
Pandeglang provinsi Banten dan Banyuwangi provinsi Jawa Timur.

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yaitu


dilakukan dengan cara turun langsung ke lapangan. Untuk mendapatkan data terkait
hukum tradisi upacara sedekah laut di wilayah Pandeglang provinsi Banten dan
Banyuwangi provinsi Jawa Timur. Selain itu penelitian ini termasuk penelitian
kualitatif karena dalam penelitian ini mendeskripsikan fakta secara menyeluruh
melalui pengumpulan data di lapangan.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam menyikapi tradisi budaya


masyarakat para ulama menggunakan strategi kebudayaan dalam mendakwahkan
Islam. Tradisi yang berlangsung lama dibiarkan berjalan untuk selanjutnya diberi
makna baru. Sehingga hukum pelaksanaan upacara sedekah laut tergantung kepada
niatnya

Kata Kunci : tradisi, upacara sedekah laut, hukum Islam, Pandeglang,


Banyuwangi
Pembimbing : 1. Drs. Ahmad Yani, M.Ag.
2. Siti Hanna, Lc, M. A
Daftar Pustaka : 1909-2018

iv
PEDOMAN TRANSLITERASI

Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan asing
(terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama bagi
mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah Arab
yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup masih
penggunaannya terbatas.
a. Padanan Aksara

Berikut ini adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:

Huruf

Arab Huruf Latin Keterangan

‫ا‬ Tidak dilambangkan

‫ب‬ b be

‫ت‬ t te

‫ث‬ ts te dan es

‫ج‬ j Je

‫ح‬ h ha dengan garis bawah

‫خ‬ kh ka dan ha

‫د‬ d de

‫ذ‬ dz de dan zet

‫ر‬ r Er

‫ز‬ z zet

‫س‬ s es

v
‫ش‬ sy es dan ye

‫ص‬ s es dengan garis bawah

‫ض‬ d de dengan garis bawah

‫ط‬ t te dengan garis bawah

‫ظ‬ z zet dengan garis bawah

‫ع‬ koma terbalik di atas hadap kanan

‫غ‬ gh ge dan ha

‫ف‬ f ef

‫ق‬ q Qo

‫ك‬ k ka

‫ل‬ l el

‫م‬ m em

‫ن‬ n en

‫و‬ w we

‫ه‬ h ha

‫ء‬ apostrop

‫ي‬ y ya

vi
b. Vokal
Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia, memiliki
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal
tunggal atau monoftong, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan
Arab Latin
‫ـــــَـــــ‬ a fathah
‫ـــــِـــــ‬ i kasrah
‫ـــــُـــــ‬ u dammah

Sementara itu, untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan alih aksaranya
sebagai berikut:
Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan
Arab Latin

‫ي‬
َ ‫ـــــَـــــ‬ ai a dan i

‫ـــــَـــــ و‬ au a dan u

c. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan
Arab Latin

‫اـَــــ‬ â a dengan topi diatas

‫ىـِــــ‬ î i dengan topi atas

‫وــُـــ‬ û u dengan topi diatas

d. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf alif dan
lam )‫)ال‬, dialih aksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf
syamsiyyahatau huruf qamariyyah. Misalnya: ‫= اإلجثهاد‬al-ijtihâd

vii
‫ = الرخصة‬al-rukhsah, bukan ar-rukhsah

e. Tasydîd (Syaddah)
Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya: ‫ = الشفعة‬al-syuî
‘ah, tidak ditulis asy-syuf ‘ah

f. Ta Marbûtah
Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1) atau
diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti
dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihasarakan menjadi huruf “t”
(te) (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

1 ‫شريعة‬ syarî ‘ah

2 ‫الشريعة اإلسالمية‬ al- syarî ‘ah al-islâmiyyah

3 ‫مقارنة المذاهب‬ Muqâranat al-madzâhib

g. Huruf Kapital
Walau dalam tulisan Arab tidak dikenal adanya huruf kapital, namun dalam
transliterasi, huruf kapital ini tetap digunakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Perlu diperhatikan bahwa
jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka huruf yang ditulis dengan
huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata
sandangnya. Misalnya, ‫ =البخاري‬al-Bukhâri, tidak ditulis al-Bukhâri.
Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih aksara
ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia
Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kara nama
tersebut berasal dari bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis
Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

viii
h. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism) atau huruf (harf), ditulis
secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan
berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:
No Kata Arab Alih Aksara

1 ‫الضرورة تبيح المحظورات‬ al-darûrah tubîhu almahzûrât

2 ‫اإلقتصاد اإلسالمي‬ al-iqtisâd al-islâmî

3 ‫أصول الفقه‬ usûl al-fiqh

4 ‫األصل فى األشياء اإلباحة‬ al-‘asl fi al-asyyâ’ al-ibâhah

5 ‫المصلحة المرسلة‬ al-maslahah al-mursalah

ix
KATA PENGANTAR

.‫ أما بعد‬،‫احلمد هلل رب العاملني الصالة والسالم على أشرف األنبياء واملرسلني وعلى أله وأصحا به أمجعني‬

Puji syukur kehadirat Allah swt atas petunjuk serta rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa
tercurah limpahkan kepada baginda agung nabi Muhamad saw beserta keluarga,
para sahabat dan seluruh umatnya yang setia pada ajarannya.

Proses penyelesaian skripi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak yang
turut memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik
moral maupun materi. Maka ucapan rasa syukur, terimaksih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syari’ah dan
Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Hj. Siti Hanna, Lc., M.A, Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab dan
Bapak Hidayatulloh, M.H, Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab
3. Bapak Dr. Ahmad Sudirman Abbas, M.A dosen penasehat akademik penulis.
4. Bapak Dr. H. Ahmad Yani, M.Ag dan Ibu Hj. Siti Hanna, Lc., M.A dosen
pembimbing skripsi I dan II yang telah meluangkan waktu serta memberikan
arahan, saran dan ilmunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik dan
memberikan ilmu yang tak ternilai harganya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Abdul Jalil Subki Ismail dan almarhumah
Ibunda Eha Zulaiha Yusuf atas pengorbanan dalam mendidik, mengasuh dan
berjuang sampai ke titik ini dan tak pernah lupa untuk mendoakan, memberikan
arahan serta dukungan kepada penulis.

x
7. Lee, Ike, Nurul, Arsil, Dayu, Meilani, Frida, Farha, Nida, Nuzlah yang telah
menerima penulis dan menjadi sahabat saat senang maupun susah. Semoga
persahabatan ini akan selalu terjalin sampai Jannah-Nya.
8. Keluarga besar kosan bude tin Rifa, Intane, Mumut dan lainnya tidak bisa
disebutkan satu-satu yang telah mengisi hari-hari penulis selama di Ciputat.
9. Bapak kepala kecamatan Panimbang-Pandeglang H. Suhaedi Kurdiatna beserta
staf jajarannya turut membantu penulis mendapatkan data.
10. Bapak kepala kecamatan Muncar- Banyuwangi H. Lukman Hakim beserta staf
dan jajarannya yang turut membantu penulis mendapatkan data.
11. Bapak Kyai Masykur, tokoh agama kecamatan Panimbang-Pandeglang.
12. Kepada teman-teman seperjuangan PMH 2015 yang telah menemani dan
mewarnai hari-hari penulis selama perkuliahan
Akhir kata semoga Allah SWT membalas semua kebaikan atas bantuan yang
telah diberikan kepada penulis. Semoga kebaikan kalian menjadi berkah dan amal
jariah untuk kita semua. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis serta
pembaca pada umumnya. Amin.

Jakarta,

Penulis

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ...................................................................................................... i


LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................................... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ......................................................................................v
KATA PENGANTAR.....................................................................................................x
DAFTAR ISI ............................................................................................................... xii
BAB I .............................................................................................................................1
PENDAHULUAN ..........................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................1
B. Identiftifikasi Masalah .........................................................................................5
C. Pembatasan Masalah............................................................................................6
D. Rumusan Masalah ...............................................................................................6
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian.............................................................................6
F. Review Kajian Terdahulu ...................................................................................7
G. Metode Penelitian ................................................................................................8
H. SISTEMATIKA PENULISAN .......................................................................... 10
BAB II .......................................................................................................................... 12
RESPONS HUKUM ISLAM PADA TRADISI ............................................................. 12
I. Respons Hukum Islam Pada Tradisi dalam Tinjauan Urf .................................... 12
1. Macam-macam Urf ......................................................................................... 14
2. Syarat-Syarat Urf Untuk Dijadikan Landasan Hukum ...................................... 15
3. Kehujjahan Urf Dalam Menetapkan Hukum Islam........................................... 17
4. Kaidah-kaidah yang berhubungan dengan Urf ................................................. 19
B. Respons Hukum Islam Pada Tradisi dalam Tinjauan Perubahan Hukum Islam ... 20
1. Pengertian Perubahan Hukum ........................................................................ 20
2. Sebab-sebab Terjadinya Perubahan Hukum .................................................... 22
3. Tujuan Perubahan Hukum ................................................................................. 23
4. Contoh- Contoh Perubahan Hukum.................................................................... 24
BAB III ......................................................................................................................... 26
SEKILAS TENTANG PANDEGLANG DAN BANYUWANGI................................... 26

xii
A. Sekilas Tentang Sejarah, Letak Geografis, Dan Kondisi Sosial Masyarakat
Pandeglang................................................................................................................ 26
1. Sejarah Pandeglang ........................................................................................... 26
2. Keadaan Geografis Dan Demografis .............................................................. 28
2. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat ................................................................ 31
B. Sekilas Tentang Sejarah, Letak Geografis, dan Kondisi Sosial Masyarakat Banyuwangi
..................................................................................................................................... 33
1. Sejarah Banyuwangi ...................................................................................... 33
2. Keadaan Geografis dan Demografis Banyuwamgi Kecamatan Muncar ........... 34
3. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Banyuwangi kecamatan Muncar .............. 37
BAB IV ........................................................................................................................ 39
ANALISA TENTANG SEDEKAH LAUT DALAM ..................................................... 39
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM ................................................................................... 39
A. Upacara Sedekah Laut di Pandeglang ................................................................ 39
B. Upacara Sedekah Laut di Banyuwangi ............................................................... 47
C. Perbandingan Upacara Sedekah Laut di Pandeglang dan Banyuwangi ................ 56
D. Upacara Sedekah laut dalam Perspektif Hukum Islam ........................................ 58
BAB V.......................................................................................................................... 69
PENUTUP .................................................................................................................... 69
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 69
B. Rekomendasi ..................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 71
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................................ 75
LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. HASIL WAWANCARA..........................................................................74
2. SURAT PERMOHONAN MENJADI PEMBIMBING SKRIPSI...........93
3. SURAT PERMOHONAN DATA DAN WAWANCARA......................94
4. SURAT IZIN PENELITIAN....................................................................95

TABEL

1. KLASIFIKASI PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN...............30


2. KLASIFIKASI PENDUDUK MENURUT SUKU..................................30
3. KLASIFIKASI PENDUDUK MENUEURT STRATA UMUR..............32

xiii
DAFTAR GAMBAR

1. ANEKA MACAM MAKANAN WARGA YANG DIKUMPULKAN


2. PERJALANAN DALAM PELARUNGAN KEPALA KERBAU KE
TENGAH LAUT
3. PEMBUANGAN PERAHU YANG BERISI ANEKA SESAJEN
4. BUPATI PANDEGLANG MEMBERI SAMBUTAN
5. TARI GANDRUNG KHAS BANYUWANGI
6. SESAJEN DIMASUKAN KEDALAM PERAHU KECIL
7. PERAHU BERISI SESAJEN DI ARAK KELILING

xiv
1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan wilayah yang terdiri dari daratan dan lautan. Satu
pertiga luasnya adalah daratan dan dua pertiganya adalah lautan, yang berarti 70%
nya indonesia merupakan lautan. Karenanya mayoritas penduduk pantai Indonesia
bermata pencaharian sebagai nelayan. Berdasarkan data survei sosial dan ekonomi
nasional secara keseluruhan jumlah nelayan di Indonesia diperkirakan sebanyak 2,2
juta yang tersebar diberbagai daerah di pesisir pantai berarti 2,5% dari penduduk
Indonesia adalah nelayan. 1

Indonesia bukan hanya memiliki wilayah yang luas, namun juga memiliki
beraneka ragam kekayaan suku, budaya, dan bahasa. Indonesia sangat menjunjung
tinggi nilai-nilai budaya. Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan diturunkan
dari kata budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia. Kebudayaan
sendiri diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan akal atau pikiran
manusia, sehingga dapat menunjukkan pada pola pikir, perilaku serta karya fisik
sekelompok manusia (adat istiadat).2

Wujud dalam sebuah kebudayaan adalah artifacts atau benda-benda fisik,


tingkah laku atau tindakan.3 Salah satu budaya dari banyaknya budaya yaitu
upacara sedekah laut yang hampir diseluruh pesisir pantai di pulau Jawa
mengadakannya. Tradisi budaya ini sudah lama dilaksanakan nenek moyang
sampai turun temurun hingga sekarang ini. 4

1
https://economy.okezone.com/read/2014/11/24/320/1069854/25-penduduk-miskin-
adalah-nelayan diakses pada 10 desember 2019 pukul jam 20.15 WIB
2
Lies Sudibyo, Ilmu Sosial Budaya Dasar, (Yogyakarta: Andi Offset, 2013), H. 29.
3
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), H. 74.
4
Sri Widiati, Tradisi Sedekah Laut Di Wonokerto Kabupaten Pekalongan:Kajian
Perubahan Bentuk dan Fungsi, Jurnal PP Vol.1 No 2. 2011

1
2

Upacara sedekah laut sendiri diartikan pembuangan sesuatu benda kedalam


laut atau kedalam air sungai yang mengalir ke laut.5 Definisi lain menjelaskan
bahwa upacara sedekah laut yaitu memberi sesuatu yaitu macam-macam sesaji
dengan maksud memberikan sesaji kepada yang mSenguasai laut (danyang) agar
terhindar dari marabahaya. 6

Selama ini Ritual upacara sedekah laut di setiap daerah memiliki ciri khas
sendiri-sendiri. Dan disetiap daerah di pesisir pantai juga memiliki nama
penyebutan berbeda-beda. Di Lamongan misalnya, disebut “Tutup Layang”,
sementara di madura disebut “Rokatan” , selanjutnya di Banyuwangi disebut “Petik
Laut” dan di Panimbang pesisir disebut “Nadran”.

Ritual upacara sedekah laut bertujuan agar para penguasa laut memelihara
keselamatan penduduk, menjauhkan dari malapetaka dan melimpahkan
kesejahteraan, berupa meningkatnya jumlah ikan-ikan di laut. Ritual upacara
sedekah laut biasanya dilakukan dengan cara membuang kepala kerbau, sayur-
sayuran, buah-buahan, jajanan pasar yang sudah dihias di atas kapal kemudian
diarak dan dibawa ke tengah laut dengan kapal motor yang biasa digunakan para
nelayan untuk mencari ikan di laut.7

Kemudian sebelum diarak dan dibawa ketengah laut kepala kerbau, sayur-
sayuran, buah-buahan, jajanan pasar dan yang lainnya dibacakan mantra dan doa-
doa terlebih dahulu oleh para sesepuh desa. Memohon agar terhindar dari
marabahaya, diberikan ikan-ikan yang melimpah, alam laut yang bersahabat dan
damai, dan permohonan-permohonan yang lainnya.8

Sebagian orang berpendapat bahwa sesajen diberikan untuk para dewa-


dewa penjaga laut atau roh-roh leluhur yang telah memberikan kepercayaan kepada

5
Rahmah Purwahida, Bakhtiar Dwi Yunika, dan Dhany Nugrahani, Bahasa Dalam
Uppacara Larung, Sedekah Laut di Laut Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa
Tengah ( Pelita,Volume III, Nomor I, April 2008) H.23
6
Clifford Geertz, Agama Jawa “Abangan Santri Priyayi dalam Kebudayaan
Jawa”,(Jakarta: Pustaka Jaya) h.36-56
7
Sartini, Ritual Bahari Di Indonesia Aneka Kearifan Lokal: Jurnal
8
Eko Setiawan, Eksistensi Bahari Tradisi Petik Luat Di Muncar Banyuwangi,( Vol.10 No,
2 Juli 2016) H.232
3

masyarakat dan memberikan keselamatan serta membantu memberikan rezeki


selama mencari ikan-ikan di laut. Sebagian masyarakat percaya jika tidak
dilaksanakan akan mendapat kutukan, tangkapan ikan tidak baik atau sedikit.
Namun entah apakah nenek moyang dan roh-roh leluhur lainnya benar-benar
mendengar doa-doa adalah masalah kontroversi. 9

Ada juga sebagian orang penduduk nelayan, percaya bahwa yang dijelaskan
di atas hanyalah mitos. Upacara sedekah laut hanyalah simbolis, tradisi budaya
yang ada di Indonesia yang di dalam pelaksanaannya terdapat gotong royong,
berkumpul bersama dengan masyarakat yang lainnya, bersilaturahmi satu sama lain
turut bergembira.

Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan, menurut Sobri salah satu
nelayan, upacara sedekah laut adalah momen perayaan yang megah dan populer
khususnya bagi para nelayan. Semua ikut dari kalangan masyarakat bawah hingga
menengah ke atas.10

Upacara sedekah laut sering juga disebut selametan oleh beberapa orang.
Selametan berasal dari kata bahasa arab: salam. Di dalamnya diisi berkumpul dan
berdoa bersama. Meski selametan mengandung unsur-unsur Islami, kebanyakan
orang menganggap selametan berciri khas Jawa dan pra Islam atau bahkan diilhami
oleh Hindu.11

Karena konsepsi utama orang Jawa adalah selamet, dalam berbagai tindakan
yang dilakukan maka orang Jawa akan mengedepankan selamet sebagai
referensinya. Keselametan itu tidak hanya dalam nuansa duniawi tetapi hari akhir.
Keselametan duniawi ditandai dengan tidak adanya konflik, pertentangan, dan
permusuhan. 12

9
Andrew Beaty, Variasi Agama Di Jawa,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada 2001) Ed.1,
Cet.1 H.62
10
Sobri: Warga Dan Nelayan Desa Sidamukti, Wawancara
11
Nur Syam, Tarekat Petani Fenomena Tarekat Syatariyah Lokal, (Yogyakarta:
Lkis,2013) H.200
12
Nur Syam, Tarekat Petani Fenomena Tarekat Syatariyah Lokal, H.200
4

Nama lain dari tradisi Upacara Sedekah Laut disebut slametan. Slametan
diadakan untuk memenuhi semua hajat orang sehubungan dengan suatu kejadian
yang ingin diperingati atau dianggap sakral. Kelahiran, perkawinan, kematian,
panen, memohon kepada arwah penjaga desa semuanya memerlukan selametan.13

Namun di dalam praktiknya Upacara Sedekah Laut terdapat indikasi yang


menuju ke arah kesirikan. Karena tidak sesuai dengan nilai-nilai agama karena
upacara sedekah laut dilaksanakan untuk mengucapkan rasa syukur kepada
penguasa laut atas ikan-ikan yang melimpah dan laut yang ramah bersahabat
dengan masyarakat dan sebagai harapan agar ikan melimpah dan keramahan laut
yang berlanjut.

Kita sebagai manusia diharamkan untuk memohon keselamatan dan berharap


rezeki kepada selain Allah seperti dalam firman-Nya quran surat Yunus ayat 107
Dan juga dalam juga dijelaskan bahwa kita dilarang untuk memohon dan
menyembah selain kepada Allah sesuai dengan firman Allah dan surat Yunus ayat
106. Kemudian menurut penulis dari sudut pandang pembuangan sesaji kepala
kerbau dan aneka macam makanan lainnya ke laut lepas, merupakan adat budaya
animisme dan dinamisme atau peninggalan budaya Hindu dan Budha yang hingga
kini dilestarikan oleh masyarakat yang beragama Islam. 14

Padahal budaya animisme adalah budaya kepercayan mengenai adanya roh-


roh dan makhluk-makhluk halus yang mendiami alam semesta. Kemudian
meyakini bahwa jiwa setiap makhluk terus berada meskipun makhluk tersebut telah
mati, kemudian keyakinan pada dewa-dewa yang pangkatnya lebih tinggi.
sedangkan dinamisme adalah kepercayaan kepada benda-benda yang mempunyai
kekuatan yang luar biasa. 15

13
Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, (Jakarta : Pustaka
Jaya) H.13-14
14
Abdul Muqasith Ghazali, Metoodelogi Islam Nusantara (Bandung : Mizan 2016) Cet. lll
H.112-113
15
Mark R.Woodward, Penerjemah Hairus Salim, Islam Jawa Kesalehan Normatif Versus
Kebatinan, (Yogyakarta: Lkis Yogyakarta 2012) Cet.5, H.106
5

Dalam ushul fiqih, budaya animisme dan dinamisme disebut merupakan urf
fasid, al-urf fasid adalah suatu kebiasaan berulang-ulang yang bertentangan dengan
norma dan dengan dalil-dalil syara’ dan juga kaidah-kaidah yang ada dalam hukum
Islam.

Selanjutnya, karena setiap daerah yang tinggal di pesisir pantai di Indonesia


melaksanakan tradisi upacara sedekah laut yang pastinya memilki perbedaan di
setiap daerahnya, maka penulis hanya membandingkan apa saja perbedaan dari
pelaksanaannya dan bagaimana Hukum Islam memandang tradisi dari dua wilayah
yang ada di Indonesia yaitu di sebelah barat pulau Jawa (Pandeglang) dan di sebelah
timur pulau Jawa (Banyuwangi).

Berawal dari yang sudah penulis jelaskan sebelumnya, maka penulis tertarik
dan bermaksud melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul:
“UPACARA SEDEKAH LAUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(PERBANDINGAN DI WILAYAH PANDEGLANG DAN BANYUWANGI)”

B. Identiftifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka


penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Untuk sebagian orang persinggungan antara budaya dan agama menjadi hal
yang tidak dapat dititik temukan sehingga produk yang lahir dari akulturasi
menjadi suatu yang bid’ah
2. Eksistensi dari Upacara Sedekah Laut dapat mempengaruhi ketauhidan
masyarakat
3. Hampir di seluruh masyarakat yang tinggal di pesisir pantai melakukan
tradisi sedekah laut yang tidak jelas batasannya sehingga bercampur aduk
antara budaya dan agama.
4. Mengakulturasikan budaya dengan agama karena persinggungan antara
agama dan budaya sering terjadi konflik dan tidak murninya ketauhidan.
5. Menurut hukum Islam, menerima pertolongan kepada selain Allah Swt
adalah termasuk golongan perbuatan syirik yaitu dengan memberikan
6

sesaji atau berupa sedekah ke laut. Tradisi sedekah laut pada masyarakat
muslim pesisir ini masih terlestarikan.

C. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, Penulis


membatasi masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini seputar permasalahan
sebagai berikut:
1. Upacara sedekah laut dibatasi sebagai suatu tradisi pelarungan aneka
sesajen ke tengah laut.
2. Dilihat dari perspektif hukum Islam dibatasi pada al-Quran, Hadis dan
Fikih.
3. Penelitian dibatasi pada wilayah yaitu di Pandeglang di kecamatan
Panimbang, dan Banyuwangi di kecamatan Muncar, karena dikedua
wilayah tersebut merupakan representasi tempat terbesar pelelangan ikan.
4. Data yang diteliti dibatasi pada tahun 2015-2018 yaitu data yang paling
update.

D. Rumusan Masalah

Untuk memperjelas fokus kajian dalam skripsi ini penulis merumuskan


pokok permasalahan penelitian skripsi yaitu : “Bagaimana hukum pelaksanaan
Tradisi Upacara Sedekah Laut di masyarakat Wilayah Pandeglang dan
Banyuwangi dalam perspektif hukum Islam?”

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian dalam skripsi
ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk menjelaskan dan membandingkan hukum pelaksanaan dalam
Tradisi Upacara Sedekah Laut di wilayah Pandeglang dan Banyuwangi
dalam perspektif hukum Islam.
7

b. Untuk mengetahui praktik pelaksanaan Tradisi Upacara Sedekah Laut


di masyarakat wilayah Pandeglang dan Banyuwangi.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;
a. Sebagai acuan untuk menjelaskan dan mengetahui bagaimana praktik
pelaksanaan dan hukum dalam tradisi Upacara Sedekah Laut di Wilayah
Pandeglang dan Banyuwangi.
b. Bagi dunia pendidikan tinggi khususnya Fakultas Syariah Dan Hukum
dapat dijadikan sebagai referensi yang berguna untuk menambah wawasan
dan pengetahuan tentang masalah-masalah hukum yang ada dalam
masyarakat

F. Review Kajian Terdahulu

Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan dari skripsi ini, perlu mereview
kembali beberapa karya ilmiah yang dijadikan acuan dalam penulisan skripsi ini.
Sejauh ini penulis belum menemukan tema atau judul yang serupa dengan
penelitian ini yang mengenai “Upacara Sedekah Laut Perspektif Hukum Islam
Perbandingan di Wilayah Pandeglang Dan Banyuwangi” Adapun karya ilmiah yang
penulis temukan sejauh ini diantaranya adalah:
Pertama, “Ritual Petik Laut dalam Arus Perubahan Sosial”, skripsi yang
ditulis oleh Tomi Latu Farisa Mahasiswi Fakultas Usuludin dan Pemikiran Hukum
Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2010, di
dalamnya berisi tentang bagaimana potret ritual petik laut masa kini di tengah
proses perubahan sosial masyarakat pesisir pantai yang mulai cenderung memudar
kesadaran melestarikan tradisi budaya ritual petik laut.
Kedua Selanjutnya skripsi berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Tradisi Upacara Sedekah Bumi Setelah Musim Tanam Padi, Penelitian Studi
Kasus di Desa Anjatan Utara Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu”, ini
disusun oleh Ratri Endah Mulyani Mahasiswi Program Studi Akhwal Al-Syahsiyah
Universitas Islam Indonesia Tahun 2018. Di dalamnya membahas ritual sedekah
bumi yang dilaksanakan setelah musim panen, dan menjelaskan bagaimana tinjauan
8

hukum Islamnya, juga bagaimana proses dalam pelaksanaan upacara sedekah bumi
setelah panen padi.
Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Ali Wildan Mahasiswa Fakultas Usuluddin
dan Humaniora Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang Tahun 2015 yang
berjudul “Tradisi Sedekah Laut dalam Ekologi Jawa Studi Kasus di Desa
Gempolsewu Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal”. Penelitian ini
membahas nilai-nilai dan etika yang terkandung dalam ritual upacara sedekah laut
di Gemopolsewu. Penelitiannya menjelaskan kentalnya ekologi Jawa dalam tradisi
upacara sedekah laut di Gempolsewu.
Keempat, Jurnal yang diterbitkan oleh Universitas Negeri Semarang yang
disusun oleh S Widiati dengan judul “Tradisi Sedekah Laut di Wonokerto
Kabupaten Pekalongan dalam Kajian Bentuk dan Fungsi” Seiring
perkembangan perubahan karena pengaruh perubahan sosial budaya masyarakat”.
Penelitiannya membahas tentang perubahan bentuk sedekah laut, perubahan fungsi
sedekah laut serta peranan sedekah laut dalam pendidikan bagi masyarakat. Adapun
di dalamnya terdapat fungsi perubahan fungsi pendidikan, fungsi ekonomi dan
fungsi budaya.
Kelima, jurnal yang disusun oleh Herliyan Bara Wati yang judul “Pengaruh
dan Nilai-Nilai Pendidikan Upacara Sedekah Bumi Terhadap Masyarakat
Desa Bagung Sumberhadi Kecamatan Prembun Kabupaten Kebumen”.
Didalamnya membahas tentang prosesi ubarampe dalam upacara sedekah bumi di
desa Bagung Sumberhadi, kemudian apa saja nilai-nilai pendidikan yang
terkandung dalam Upacara Sedekah Bumi. Penelitiannya menggunakan metode
deskriptif kualitatif dengan teknik analisis data. Jurnal tersebut di terbitkan
Universitas Muhamadiyah Purworejo tahun 2011.

G. Metode Penelitian

Dalam suatu penyusunan karya ilmiah maka penggunaan metode merupakan


suatu keharusan mutlak yang diperlukan karena untuk mempermudah penelitian
juga agar karya ilmiah menjadi sistematis. Maka penulis menggunakan metode
penulisan diantaranya:
9

1. Jenis penelitian
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif merupakan penelitian yang menekankan pencarian makna, karakteristik,
maupun mendeskripsikan tentang suatu fenomena yang disajikan secara naratif. 16
Jadi penulis menguraikan dan mendeskripsikan fenomena tradisi upacara sedekah
laut yang ada di Pandeglang dan Banyuwangi untuk kemudian dibandingkan antara
keduanya.

2. Pendekatan penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan empiris. Pendekatan
empiris yaitu digunakan untuk melihat bagaimana hukum atau norma-norma
dipraktikkan dalam aneka budaya manusia. 17 Seperti dalam penelitian ini yang akan
dibahas bagaimana praktik pelaksanaan dan hukum upacara sedekah laut
perbandingan di wilayah Pandeglang dan Banyuwangi dalam perspektif Hukum
Islam.
3. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana
data dapat diperoleh18 dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data
yaitu;
a. Sumber data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti
dari sumber pertamanya. Adapun yang menjadi sumber data primer dalam
penelitian ini adalah kepala kecamatan Panimbang, kepala kecamatan
Muncar, tokoh masyarakat Panimbang, tokoh masyarakat Muncar, tokoh
agama Panimbang, tokoh agama Muncar, ketua komunitas Nelayan
Panimbang, dan ketua komunitas nelayan Muncar.

16
Mukri Yusuf, Metodologi Penelitian Kualitatif Kuantitatif Dan Gabungan, (Jakarta:
Prenamedia Grup, 2014 )H.329
17
Fahmi Muhamad Ahmadi Dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:
Lembaga Peneltian Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010) H.44
18
Peter Mhamd Marzuki, Penelitia Hukum, (Jakarta:Kencana Prenada Media, 2014) H.181
10

b. Sumber data skunder, yaitu data yang tidak langsung dikumpulkan oleh
peneliti. Dapat juga dikatakan data yang tersusun dalam bentuk dokumen-
dokumen. Dalam penelitian ini diperoleh dari literatur-literatur, jurnal,
dan data-data tentang upacara sedekah laut.
4. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara bagaimana data diperoleh. Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara, wawancara
adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya
jawab langsung antara peneliti dengan narasumber.19 Jadi dalam penelitian ini
penulis mewawancarai secara langsung masyarakat terkait tradisi upacara sedekah
laut. Penulis juga menggunakan metode penelitian studi kepustakaan yang bersifat
tertulis. Studi kepustakaan dalam hal ini berbentuk buku-buku dan jurnal-jurnal.
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dalam skripsi ini berpedoman pada buku panduan penulisan
skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta 2017.

H. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memudahkan penelitian dan pembahasan maka pembahasannya harus


dilakukan secara urut dan sistematis. Penyusun membagi pokok pembahasan
skripsi ini kedalam lima bab. Adapun sistematika pembahasan adalah sebagai
berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan yang tujuannya mengantarkan pada pembahasan skripsi


secara keseluruhan. Bab ini terdiri dari tujuan sub yang meliputi: latar
belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, kajian terdahulu, metode penelitian, sistematika

19
Mukri Yusuf, Metodologi Penelitian Kualitatif Kuantitatif Dan Gabungan, (Jakarta:
Prenamedia Grup, 2014 )h. 372
11

penulisan. Dalam bab ini ditekankan pada latar belakang masalah sebagai
pengantar pada pokok persoalan.

BAB II RESPONSIF HUKUM ISLAM PADA TRADISI

Bab kedua akan diuraikan tentang pokok pembahasan responsif Hukum


Islam terkait tradisi. Dilanjutkan dengan uraian urf dalam penetapan Hukum
Islam. Kemudian memaparkan responsif hukum Islam dalam perubahan
Hukum Islam Ibnu Qayim dan hal-hal yang terkait dengannya

BAB III SEKILAS TENTANG PANDEGLANG DAN BANYUWANGI

Bab ketiga, berupa gambaran sekilas tentang wilayah Pandeglang dan


Banyuwangi, gambaran tersebut memuat beberapa sub yaitu: sejarah
singkat Pandeglang dan Banyuwangi, letak geografis dan demografis
Pandeglang dan Banyuwangi, kondisi sosial budaya masyarakat Pandeglang
dan Banyuwangi, dan historis tradisi sedekah laut

BAB VI SEDEKAH LAUT DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Bab keempat, memaparkan hasil penelitian penulis tentang upacara sedekah


laut di Pandeglang dan Banyuwangi. Kemudian mengurai perbedaan ritual
upacara sedekah laut di Pandeglang dan upacara sedekah laut di
Banyuwangi. Di lanjut dengan analisis penulis tentang upacara sedekah laut
di Pandeglang dan upacara sedekah laut di Banyuwangi menggunakan
tinjauan teori urf dan tinjauan teori perubahan hukum.

BAB V PENUTUP

Bab kelima penutup, yang merupakan kesimpulan terhadap penelitian, serta


rekomendasi untuk lembaga atau organisasi terkait.
BAB II

RESPONS HUKUM ISLAM PADA TRADISI

I. Respons Hukum Islam Pada Tradisi dalam Tinjauan Urf

1. Pengertian Urf

Istilah urf secara bahasa memiliki arti kebajikan, puncak dan adat yang
dipelihara.20 Urf juga memiliki beberapa makna pertama mengaku, mengetahui,
apa yang diyakini, disaksikan oleh akal sehat dan secara alami orang menganggap
itu benar. Kedua, kebaikan, rambut leher keledai, ombak dan daging merah di atas
kepala ayam. 21

Sedangkan secara istilah Abdul Wahab Khalaf menyatakan bahwa ‘urf


adalah:
22
‫ما ي ت عارفه الناس و يس ْيْون عل ْيه غالبا م ْن ق ْول ا ْو ف ْعل‬
“Sesuatu yang dikenal manusia dan dijalankan secara biasa, baik berupa perkataan
ataupun perbuatan”
Tidak jauh berbeda, Wahbah Zuhaili mendefinisikan urf sebagai berikut:

‫ما ا ْعتاده الناس و سارْوا عل ْيه م ْن كل ف ْعل شاع ب ْي ن ه ْم ا ْو ل ْفظ ت عارف ْوا اطْالقه على م ْعن خاص‬
23
‫ل تلفه اللغة ول ي ت بادر غ ْيه ع ْند ساعه‬
“Sesuatu yang dibiasakan oleh manusia, dan dijalaninya dari tiap perbuatan yang
telah popular di antara mereka, atau juga lafaz yang dikenal dengan sebuah arti
khusus yang tidak dicakup bahasa serta hanya memungkinkan makna ketika
didengarkan”

20
Munawir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawir, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1997)
H.920
21
Louis Ma’luf, Al-Munjid Fi Al-Lughah Wa Al-A’lam. (Bairut: Daar Masyriq, 1982)
H.500
22
Abdul Wahab Khalaf, ‘Ilmu Ushulil Fiqh, (Mesir; Darar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2010
M/ 1431 H) H.79
23
Wahbah Al-Zuhayli, Al-Wajiz Fii Ushulul Fiqh, (Damaskus: Daar Al-Fikr 1995) H.97

12
13

Selanjutnya Ahmad Fahmi Abu Sunah menyebut urf adalah:


24 ‫است قر ف الن ف ْوس عل ْيه بشهادة العق ْول و ت لق ْته الطباع السل ْيمة بلْقب ْول‬
ْ ‫ما‬
“Sesuatu yang terpatri dalam jiwa karena dipandang rasional dan penerimaan watak
yang sehat atasnya”
Terakhir menurut Satria Efendi, Abdul Karim Zaidan menyebutkan
pengertian urf adalah:
25
‫ما ألفه امل ْجتمع وا ْعتاده وسار عل ْيه ف حياته م ْن ق ْول أ ْو ف ْعل‬
“Sesuatu yang tidak asing lagi bagi satu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan
dan menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perbuatan dan perkataan”.
Menurut Sudirman Abbas, Musthafa Syalabi menyebutkan yang
membedakan antara urf dan adat adalah dari segi ruang lingkup penggunaannya.
kata urf selalu digunakan untuk jamaah atau golongan sedangkan adah dapat saja
berlaku pada perseorangan. Sementara Mustafa Az-Zarqa berpendapat bahwa urf
merupakan bagian dari adat, karena adat lebih umum dari pada urf. dengan kata lain
suatu tradisi atau adat belum tentu urf, tetapi suatu urf sudah pasti adat.26
Urf merupakan respon dari ahli hukum Islam terhadap adat kebiasaan yang
berlaku di masyarakat. Jadi urf adalah adat kebiasaan yang dilakukan oleh manusia
secara berulang-ulang dan dipandang baik oleh mereka bisa diterima oleh Islam
sebagai dalil hukum. Namun adat kebiasaan itu diterima karena mengandung
kemaslahatan. 27
Ahli hukum yang menggagas urf adalah Malik Bin Anas beliau
berpendapat urf masyarakat harus dipertimbangkan dalam memformulasikan suatu
ketetapan dalam hukum Islam. ia menetapkan suatu amal penduduk Madinah
sebagai sumber hukum ketika tidak ditemukan secara eksplisit dalil dalam al-Quran
dan al-Hadis. 28

24
Ahmad Fahmi Abu Sunah, al-‘Urf wa al-‘Adah fi Ra’yi al-Fuqaha, (Mesir: Maktabah
al-Azhar, 1947M), H.8.
25
Satria Efendi, Ushul Fiqih (Jakarta: Kencana 2017) Cet.7 H.140
26
Ahmad Sudirman Abas, Qawaid Fiqhiyah Dalam Perspektif Fiqih (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya 2016) H. 174
27
Saipudin Shidiq, Ushul Fiqh (Jakarta :Kencana 2011) H.102
28
Ahmad Fahmi Abu Sinnah, Al-Urf Wal Adah Fi Ra’yil Fuqaha (Mesir; Mathbah Al
Azhar 1947) H.12
14

2. Macam-macam Urf

Terdapat macam-macam urf, ditinjau dari segi aspeknya dapat dibagi


menjadi:
a. dilihat dari sumbernya dibagi menjadi dua bagian yaitu urf qauly dan urf
fi’ly dengan penjelasan sebagai berikut:29
1) Urf qauly, yang dimaksud dengan urf qauli adalah kebiasaan yang
berlaku dalam kata-kata atau ucapan kehidupan sehari-hari dan semua
orang paham apa yang diucapkan tanpa dijelaskan dan mudah
dimengerti oleh kalangan masyarakatnya. Misalnya, kata “lahm” yang
artinya daging. Pengertian daging dapat mencakupsemua daging
(daging ikan, sapi, kambing dan lain-lain). Namun dalam adat
kebiasaan sehari-hari daging tidak berlaku untuk ikan. Atau
pengertian kata “aulad” dalam ayat al-Quran mengacu kepada anak
laki-laki dan perempuan. Sedangkan dalam kebiasaan orang Arab
menggunakannya khusus untuk anak laki-laki saja.
2) Urf fi’ly, yang dimaksud dengan urf fi’ly adalah kebiasaan yang
berlaku pada perbuatan. Misalnya, transaksi antara penjual dan
pembeli hanya cukup dengan pembeli menerima barang dan penjual
menerima uang tanpa ada ucapan transaksi (akad).
b. Dilihat dari ruang lingkupnya terbagi kedalam dua bagian yaitu: 30
1) al-‘Urf al-‘Am (urf umum), yaitu kebiasaan yang telah dilakukan
mayoritas dan berlaku dimana-mana hampir diseluruh penjuru dunia
tanpa memandang negara, bangsa, dan agama. Contohnya,
menganggukan kepala bertanda setuju dan menggelengkan kepala
bertanda menolak.
2) Al-‘Urf al-Khas (urf khusus), yaitu kebiasaan yang telah dilakukan
oleh sekelompok orang saja, dan di tempat/negara tertentu atau pada
waktu tertentu dan tidak berlaku di sembarang waktu dan tempat.31

29
Muhamad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, (Daar Al-Fikr Al Arabi, 1958) H. 273
30
Wahbah Al-Zuhayli, Al-Wajiz Fii Ushulil Fiqh, (Damaskus: Daar Al-Fikr 1995) H.97
31
Wahbah Al-Zuhayli, Al-Wajiz Fii Ushulil Fiqh, H.98
15

Contohnya, kebiasaan para pedagang dalam menentukan cacat


barang yang dapat dikembalikan, dan kebiasaan dalam menentukan
masa berlaku garansi32
c. Dilihat dari kualitasnya terbagi kedalam dua bagian yaitu;33
1) al-Urf Shahih , yaitu kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang
diterima oleh banyak orang, dan tidak bertentangan dengan norma
yang berlaku (norma agama, sopan santun, budaya yang luhur). Jadi
urf shahih dapat diartikan sesuatu yang baik yang menjadi kebiasaan
masyarakatnya namun tidak sampai menghalalkan yang haram dan
sebaliknya. atau tidak menghilangkan kemaslahatan dan tidak pula
membawa kemudharatan. Misalnya, pemberian pihak laki-laki
kepada calon istrinya dalam pelaksanaan pinangan dianggap hadiah
bukan mahar.34
2) al-Urf Fasid, yaitu suatu kebiasaan yang dilakukan manusia berlaku
disuatu temapat namun bertentangan dengan agama, undang-undang
negara, dan sopan santun. Jadi urf fasid dapat di artikan juga seuatu
yang menjadi kebiasaan yang sampai menghalalkan yang di
haramkan Allah. Misalnya, kebiasaan pedagang dalam melakukan
praktek riba yang dianggap sebagai keuntungan.35

3. Syarat-Syarat Urf Untuk Dijadikan Landasan Hukum

Urf yang diterima oleh Hukum Islam memiliki syarat-syarat yang harus
dipenuhi, diantaranya adalah:

Pertama, tidak bertentangan dengan nash-nash qathi dari al-Quran dan as-
Shunah,36 namun jika bertentangan dengan keduanya maka ia tidak boleh
dilaksanakan.

32
Saipudin Shidiq, Ushul Fiqh (Jakarta :Kencana 2011) H.104
33
Wahbah Al-Zuhayli, Al-Wajiz Fii Ushulul Fiqh, H.98
34
Abdul Wahab Khalaf, ‘Ilmu Ushulul Fiqh, (Mesir; Darar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2010
M/ 1431 H) H.79
35
Abdul Wahab Khalaf, ‘Ilmu Ushulul Fiqh, H.79
36
Saipudin Shidiq, Ushul Fiqh (Jakarta :Kencana 2011) H.101
16

Kedua adat dan urf tersebut bersifat umum yang telah menjadi kebiasaan
manusia secara berulang-ulang. Jadi maksudnya adalah adat yang dilakukan
tersebut sudah dilakukan oleh kebanyakan masyarakat atau suatu kelompok
manusia, Kemudian ditafsirkan baik oleh manusia itu sendiri. 37

Ketiga, Urf dapat diterima oleh akal serta Membawa maslahat dan tidak
membawa mudarat. Setiap adat yang diterima oleh Islam adalah yang membawa
maslahat bagi manusia pada umumnya. Sebaliknya setiap adat yang mendatangkan
mudarat tidak boleh dilaksanakan dalam hukum Islam. Karena kemudaratan adalah
sesuatu yang membahayakan manusia dan memberatkan dalam pelaksanaannya. 38
Keempat, adat kebiasaan tersebut tidak menggugurkan kewajiban serta tidak
menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.

Menurut Satria Efendi, Abdul Karim Zaidan menyebutkan beberapa


persyaratan bagi urf yang bisa dijadikan sebagai landasan hukum yaitu 39 :

a) Urf harus termasuk urf shahih dalam arti tidak bertentangan dengan
ajaran al-quran dan shunah
b) Urf bersifat umum, dalam arti telah menjadi kebiasaan mayoritas
penduduk negeri.
c) Urf harus sudah ada ketika terjadinya suatu peristiwa yang akan di
landaskan kepada urf itu.
d) Tidak ada ketegasan dari pihak-pihak terkait tantang yang berlainan
dengan kehendak urf tersebut, sebab jika kedua belah pihak yang bertekad
telah sepakat untuk tidak terikat dengan kebiasaan yang berlaku umum,
maka yang dipegang adalah ketegasaan itu bukan urf40

37
A. Djazuli, Ilmu Fiqh : Penggalian, Perkembangan, Dan Penerapan Hukum Islam,
(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2005), H. 89.
38
A. Djazuli, Ilmu Fiqh : Penggalian, Perkembangan, Dan Penerapan Hukum Islam, H.89.
39
Satria Efendi, Ushul Fiqih (Jakarta: Kencana 2017) Cet.7 H.144
40
Satria Efendi, Ushul Fiqih H.144
17

4. Kehujjahan Urf Dalam Menetapkan Hukum Islam

Pembicaraan tentang kehujjahan urf, secara umum urf dan adat itu
diamalkan oleh ulama fiqih terutama kalangan ulama madzhab Hanafiyah dan
Malikiyah. Ulama Hanafiyah Menggunakan istihsan dalam berijtihad, dan salah
satu bentuk istihsan nya adalah istihsan bil urf (istihsan yang bersandar pada urf)
oleh ulama Hanafiyah urf didahulukan atas qiyas khafi dan juga didahulukan atas
nash yang umum, dalam artian urf itu men takhsis umum nash. 41 Ulama Malikiyah
menjadikan urf dan tradisi yang hidup dikalangan Madinah sebagai dasar dalam
menetapkan hukum dan mendahulukannya dari hadis ahad42
Alasan para ulama madzhab Hanafiyah dan Malikiyah mengenai
penggunaan atau penerimaan mereka terhadap urf tersebut adalah firman Allah
dalam surat al-A’raf:199 yaitu ;43
ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
44 ‫خذ ٱلعفو وأم ۡر بٱلع ۡرف وأعرض عن ٱلَٰهلني‬
‘Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf daripada
orang-orang yang bodoh” (Q.S. al-Araf: 199

Kemudian atsar yang berasal dari Abdullah Ibn Mas’ud yang dikeluarkan
oleh Imam Ahmad dalam munsnadnya yaitu:

‫ ف وجد ق لْب ُممد صلى هللا عل ْيه‬،‫ (إن اَّلل نظر ف ق لوب الْعباد‬:‫ قال‬،‫ع ْن ع ْبد اَّلل بْن م ْسعود‬
‫ ُث نظر ف ق لوب الْعباد ب ْعد ق لْب‬،‫ فابْ ت عثه برسالته‬،‫اصطفاه لن ْفسه‬
ْ ‫ ف‬،‫وسلم خ ْي ق لوب الْعباد‬
‫ فما رأى‬،‫ ي قاتلون على دينه‬،‫ فجعله ْم وزراء نبيه‬،‫صحابه خ ْي ق لوب الْعباد‬
ْ ‫ ف وجد ق لوب أ‬،‫ُممد‬
45
.)‫ وما رأ ْوا سيئا ف هو ع ْند اَّلل سي ٌئ‬،‫ ف هو ع ْند اَّلل حس ٌن‬،‫سلمون حسنا‬
ْ ‫الْم‬
Artinya: Dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata, sesungguhnya Allah melihat ke
dalam hati para hamba, maka dijumpai hati Muhammad SAW. Sebaik-baik hati
para hamba, karena Allah telah menyucikan jiwanya, mengutus beliau membawa
risalahnya, kemudian Allah melihat ke dalam hati para hamba setelah hati
Muhammad SAW., maka dijumpai hati sahabat-sahabatnya, sebaik-baik hati para

41
Syaikh Muhamad Al-Khudhari Biek, Ushul Fiqih, Penerjemah Faiz al-Mutaqien,
(Jakarta: Pustaka Amani 2007) h. 405
42
Muhamad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, H. 273
43
Muhamad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, H. 273
44
QS. al-A’raf (7): 199.
45
Imam Ahmad Bin Muhammad Bin Hambal, Musnad Imam Ahmad, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008), Jilid 3, No. 3418.
18

hamba, lalu Allah menjadikan mereka sebagai pembantu Nabinya yang mereka
berperang membela agamanya, maka sesuatu yang dipandang baik oleh kaum
muslimin, maka ia dipandang baik oleh Allah, dan sesuatu yang mereka pandang
buruk, maka ia buruk di sisi Allah” (HR Ahmad Ibn Hambal).
Sementara al-Syafii menggunakan Urf sebagai dalil dalam menetapkan suatu
hukum Islam, terlihat dari perubahan hukum ketika ia berpindah dari Baghdad ke
Mesir.46 Fuqaha Syafiiyah yang membahas masalah urf adalah al-Suyuti, ia
menyatakan :
47 ‫احلكْم يد ْور مع الْعلة وج ْودا وعدما‬
“Bahwa adat dan urf merupakan sumber hukum yang bisa memecahkan dalam
berbagai persoalan”.
Ahmad bin Hanbal dan pengikutnya menggunakan urf sebagai sumber
hukum Islam. Ibnu Qudamah berpendapat bahwa urf dianggap sebagai sumber
hukum Islam dan ia menguatkan aturan-aturan fiqihnya dengan merujuk kepada
adat.48

Adapun alasan para ulama yang menggunakan urf dalam menemukan


hukum antara lain:
1) Banyak hukum syariat yang ternyata sebelumnya telah merupakan
kebiasaan orang arab seperti adanya wali dalam pernikahan dan susunan
keluarga dalam pembagian waris.
2) Banyaknya kebiasaan orang arab baik berbentuk lafadz maupun perbuatan,
ternyata dijadikan pedoman sampai sekarang. 49

46
Jaih Mubarak, Modifikasi Hukum Islam:Studi Tentang Qawl Qadim Dan Qawl Jadid,
(Jakarta:Rajagrafindo Persada, 2002) H.311
47
Jalaluddin Al-Suyuti, Al-Asybah Wa Nadzair, (Beirut: Daar Al-Kutub Al-Araby) H.90
48
Abu Abdilah Muhamad Bin Ahmad Ibnu Qudamah, al-Mughni, (Kairo:Daar al-Manar,
1947) H.485
49
Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqh (Satu Dan Dua), (Jakarta; Pernada Media Grup, 2014)
Cet.2, H.165
19

5. Kaidah-kaidah yang berhubungan dengan Urf

Disamping itu, terdapat kaidah-kaidah yang berkaitan dengan urf


diantaranya:

50
‫العادة املحكمة‬
Adat (urf) itu menjadi pertimbangan hukum.
Kaidah ini termasuk dianatara kaidah-kaidah yang terbangun kuat di atas
ayat-ayat al-Quran dan al-Hadis. Selain itu kaidah ini merupakan kaidah pokok
yang sangat masyhur.51 Adapun adat yang di maksud dalam kaidah tersebut adalah
urf, sementara lafadz muhakammah adalah isim maful (objek) dari kata tahkim
(penghukuman) yang beratri keputusan atau memutuskan perkara di anatra
manusia. Maka kaidah ini bermakna al-adah (adat kebiasaan) itu merupakan
patokan untuk menyelesaikan perkara ketika ada terjadinya pertentangan.
Kaidah selanjutnya yaitu:

52
‫است ْعمال الناس حجة يب الْعمل با‬
ْ ‫ما‬
“Apa yang dilakukan oleh masyarakat secara umum, bisa dijadikan dalil (hujjah)
yang bisa diamalkan”.

Maksud dari kaidah di atas, bahwa segala sesuatu yang telah biasadi
laksanakan oleh masyarakat itu bisa dijadikan dasar. Untuk itu bagi setiap anggota
masyarakat dalam melaksanakan sesuatu yang telah dibiasakan itu selalu akan
menyesuaikan diri dengan patokan tersebut atau tidak menyalahinya.

53
‫امل ْعرْوف ع ْرفا كالْم ْشرْوط ش ْرطا‬
“Sesuatu yang berlaku secara urf adalah seperti suatu yang telah disyariatkan”

Suatu perkara yang telah terkenal di kalangan masyarakat sebagai suatu adat
dan kebiasaan, mempunyai kekuatan hukum yang sama apabila hal itu dinyatakan

50
Muhamad Yasin Bin ‘Isa Al Fadani Al Makiy, Fawaidul Janiyah, (Daar alMahaja, 2008
M /1429 H) Jilid.1, H.26
51
Muhamad Anshori, Qowaidul Fiqhiyah, (Mesir: Daar al-Salam 2012 M/ 1433 H) H.326
52
Muhamad Anshori, Qowaidul Fiqhiyah, (Mesir: Daar al-Salam 2012 M/ 1433 H) H.334
53
Muhamad Anshori, Qowaidul Fiqhiyah, H.331
20

sebagai syarat yang harus berlaku diantara mereka.54 Artinya bahwa adat tersebut
mempunyai daya yang mengikat mereka dalam bertindak sebagaimana
mengikatnya suatu syarat yang kuat.

55
‫ت‬
ْ ‫ت أ ْو غلب‬ ْ ‫اَنا ت ْعتب العادة إذا إ‬
ْ ‫ضط ر‬
“Sesungguhnya adat yang dianggap (sebagai penetapan hukum) adalah apabila
telah menjadi adat yang terus menerus atau lebih banyak berlaku”
Dalam masyarakat suatu perbuatan atau perkataan yang dapat diterima
sebagai adat kebiasaan, apabila perbuatan dan perkataan tersebut sering berlakunya
atau dengan kata lain sering berlakunya tersebut sebagai suatu syarat bagisuatu adat
untuk dapat dijadikan sebagai dasar hukum. Oleh sebab itu apabila perbuatan atau
perkataan itu kanya kadang-kadang saja berlakunya, maka hal itu tidak dapat
dijadikan sebagai dasar hukum.

B. Respons Hukum Islam Pada Tradisi dalam Tinjauan Perubahan Hukum


Islam

1. Pengertian Perubahan Hukum

Perubahan Hukum adalah bentuk responsif Islam terhadap perkembangan


zaman. Perubahan hukum ini terkenal dan di pelopori oleh Ibnu al-Qayyim al-
Jauziyah. Teori yang dikemukakannya adalah

56
‫ت غي اْلف ْت وى وا ْختالفها ِب ْسب ت غياْأل ْزمنة واْأل ْمكنة واْأل ْحوال والنيات واْلعوائد‬

”Perubahan fatwa dan perbedaannya terjadi menurut perubahan zaman, tempat,


keadaan, niat dan adat istiadat”.
Merujuk pada teori ini perubahan fatwa dan hukum dipengaruhi oleh
perubahan zaman, tempat keadaan, niat dan adat istiadat. Artinya bahwa penetapan
suatu fatwa atau hukum akan dipengaruhi oleh zaman yang berbeda, tempat yang
berbeda, keadaan yang berbeda, niat yang masing-masing individuan, dan adat

54
Imam Musbikin, Qawaid Fiqhiyah, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada 2001) H. 99
55
Muhamad Anshori, Qowaidul Fiqhiyah, H.335
56
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, I’lam Al-Muwaqqi’in ‘An Rab Al-‘Alamin, Juz III (Bairut:
Dar Al-Fikr, T.Th), H. 14.
21

istiadat pada suatu masyarakat. Pembaharuan hukum Islam ini dilakukan agar
upaya untuk menjadikan hukum Islam lebih segar dan modern (tidak ketinggalan
zaman) dan dilakukan oleh orang yang mempunyai kompetensi dan otoritas dengan
cara yang benar57
Az-Zuhaili mengatakan tidak ada yang mengingkaribahwa suatu hukum
kadang berubah karena perubahan zaman. Perubahan hukum ini terjadidisebabkan
berubahnya adat kebiasaan, berubahnya kemaslahatan manusia, karena kondisi
darurat, atau karena perubahan zaman. Oleh karena itu hukum wajib diubah supaya
kemaslahatan dapat terrealisasikan, mafsadah dapat dihindarkan dan kebaikan serta
kebenaran dapat ditegakkan58

59
‫بناء الشريْ عة على مصالح الع ْبد ف املعاش والْمعاد‬
“Syariat ditegakkan demi kemaslahatan para hamba di dunia dan di akhirat kelak”.
Selanjutnya ditegaskan bahwa sesungguhnya pondasi dan asas syariat
adalah hukum dan kemaslahatan hamba dalam kehidupan dunia dan akhirat. Syariat
membawa keadilan, rahmat, hikmah dan kemaslahatan bagi semuanya 60
Landasan teori pemikiran Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah tentang perubahan
hukum Islam pada prinsipnya mengacu pada hakikat syariat Islam yang senantiasa
berorientasi pada kemaslahatan manusia. Syariat Islam hadir di bumi melalui
Muhamad saw. yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan hukum, kemaslahatan
dan kebajikan. Oleh karena itu, setiap ketentuan atau aturan hukum yang tidak
memenuhi asas keadilan, dipandang bertentangan dengan syariat Islam. 61
Menurut al-Zuhaili meyakini bahwa persoalan aturan hukum atau
menetapkan suatu hukum harus mengacu pada kemaslahatan kemudian tidak
bertentangan dengan nas dan prinsip-prinsp syariat. Menurutnya dalam menetapkan

57
Jamal Ma’mur Asmani M.A, Mengmebangkan Fikih Sosial Kh.Ma Sahal Mahfudz
Elaborasi Lima Ciri Utama, (Jakarta: Pt Elex Media Komputindo 2015) H.45
58
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islami Wa Adilatuhu, (Damaskus: Darulfikr 2007M, 1428 H),
Cet.10 H.121
59
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, I’lam Al-Muwaqqi’in ‘An Rab Al-‘Alamin, Juz III (Bairut:
Dar Al-Fikr, T.Th), H. 14.
60
Ibnu Qayim Al-Jauziyah,Terjemah Asep Saefullah, I’lamul Almuwaqqi’in ‘An Rabb Al-
Lamin H.424
61
Ibnu Qayim Al-Jauziyah,Terjemah Asep Saefullah, I’lamul Almuwaqqi’in ‘An Rabb Al-
Lamin H.424
22

produk hukum harus dibangun diatas pondasi syariat serta mempertimbangkan urf,
adat istiadat, dan kemaslahatan.62
Menurut Ibnu Qayyim, hukum terbagi dua macam, pertama hukum yang
baku dan tidak berubah karena zaman, tempat dan ijtihad ulama. Seperti perkara-
perkara yang wajib dan haram, sanki bagi tindak pidana yang telah di tetapkan oleh
syariat dan lain-lain. Hukum model ini tidak mengalami perubahan dan tidak
menyediakan ruang bagi ijtihad lain yang berbeda. Kedua, hukum yang disesuaikan
dengan tuntunan kemaslahatan pada saat, tempat, dan keadaan tertentu seperti
ukuran, jenis, dan sifat hukuman. Dalam kondisi ini, syariat memberikan kebebasan
untuk memilih yang paling sesuai dengan kemaslahatan. 63
Az-zuhaili menabahkan perlu ditegaskan bahwa hukum yang dapat diubah
adalah hukum-hukum yang dihasilkan berdasarkan qiyas atau al-maslahah al-
mursalah dan itupun terbatas pada masalah-masalah muamalah.64

2. Sebab-sebab Terjadinya Perubahan Hukum

Sebab terjadinya perubahan hukum menurut Musthafa Syalabi adalah


kerena adanya perubahan maslahat (tabaddul al-ahkam bi tabaddul al-mashlahah)
dalam masyarakat, adanya al-Naskh (penghapusan suatu hukum yang terdahulu
dengan hukum yang baru), dan at-tadarruj fi at-tasyri (pentahapan dalam penetapan
hukum) Semuanya merupakan perubahan hukum mengikuti perubahan maslahat
yang ada.65 Perubahan hukum Ibnu Qayyim al-Jauziyah di atas merupakan rumusan
konsep pembaharuan pemikiran hukum Islam. Menurut Amir Syarifudin, perlunya
pembahrauan hukum pemikiran hukum Islam dalam rangka tercapainya
kemaslahatan masyarakat sesuai dengan tujuan hukum yang diturunkan Allah
SWT. Sementara kemsalahatan umat banyak ditentuakan oleh faktor waktu, tempat,
dan keadaan. Kemaslahatan dapat berubah bila waktu sudah berubah dan kondisi

62
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islami Wa Adilatuhu, (Damaskus: Darulfikr 2007M, 1428 H),
Cet.10 H.121
63
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah,Terjemah Asep Saefullah, I’lamul Almuwaqqi’in ‘An Rabb
Al-Lamin H.425
64
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islami Wa Adilatuhu, (Damaskus: Darulfikr 2007M, 1428 H),
Cet.10 H.121
65
Muhamad Musthafa Syalabi, Ta’lil Al-Ahkam, (Beirut: Daar An-Nahdhah Al-
Arabiyah1981) H.307
23

masyarakat juga sudah mengalami perubahan. Jadi apa yang dianggap maslahat
dalam waktu tertentu, dalam waktu berikutnya mungkin tidak dianggap maslahat
lagi dan begitu pula sebaliknya 66
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah faktor penting untuk merumuskan
ketentuan hukum atau penetapan hukum harus dikaitkan dengan lima hal yakni al-
azminah (situasi zaman), al amkinah (situasi tempat), al-ahwal (keadaan) al-niyat
(sebab keinginan) dan al awa’id (adat tradisi). Semua ini mempengaruhi adanya
pembaharuan hukum. Mungkin saja suatu ketetapan hukum telah ada dimasa lalu
namun karena masa dan situasi sekarang berbeda dengan masa yang lalu, maka
hukum itu berubah untuk lebih dikembangkan. 67

3. Tujuan Perubahan Hukum

Tujuan Perubahan hukum Islam dilakukan untuk mengingkari hal-hal


yang mungkar, pengingkaran terhadap kemungkaran memiliki empat tingkatan
yaitu:
a) Pertama, menghilangkan kemungkaran dan menggantinya dengan yang
sebaliknya (kebalikannya).
b) Kedua, memperkecil walaupun tidak dapat menghilangkan segala macam
jenisnya.
c) Ketiga, menggantinya dengan yang semisalnya. Keempat, menggantinya
dengan sesuatu yang justru lebih buruk dari sebelumnya. Dua tingkatan
pertama diperintahkan syariat.

Tingkatan yang ketiga adalah tempatnya ijtihad, dan tingkatan yang


keempat adalah yang diharamkan. 68

66
Amir Syarifuddin, Studi Pemikiran Ibn Qayyim Al-Jauzy Tentang Hakim Dan
Relavansinya Dengan Meiasi Diperadilan Agama, Jurnal Hukum Keluarga Dan Hukum Islam.
67
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah,Terjemah Asep Saefullah, I’lamul Almuwaqqi’in ‘An Rabb
Al-Lamin H.425
68
Ibnu Qayim Al-Jauziyah,Terjemah Asep Saefullah, I’lamul Almuwaqqi’in ‘An Rabb Al-
Lamin (Jakarta; Pustaka Azam 2010) H.424
24

4. Contoh- Contoh Perubahan Hukum

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah memberikan beberapa contoh diantaranya:


a. Larangan memotong tangan pencuri pada masa perang.

Nabi Muhamad saw telah melarang memotong orang yang mencuri pada
mas perang, riwayat ini disampaikan oleh Abu Daud dan ini merupakan suatu
ketentuan Allah SWT. Sedangkan Nabi Muhamad Rasullulah SAW telah
melarang pelaksanaannya dalam kondisi peperangan karena dikhawatirkan akan
merambat pada suatu yang lebih dibenci Allah SWT dengan dimurtadkan atau
diakhirkannya oleh sahabat-sahabat pencuri itu dari kalangan orang-orang
musyrik dengan alasan untuk melindunginya dan karena kemarahan mereka. 69

b. khulu menyebabkan nikah faskh

Apabila seorang mujtahid mempunyai satu pendapat tertentu, kemudian


dengan kuatnya berubah, maka ia wajib mengubah ijtihadnya tersebut. Contohnya
apabila ada seorang mujtahid berpendapat bahwa khulu menyebabkan nikah fashk
kemudian dia menikah dengan seorang wanita yang dulu pernah khulu tiga kali.
Lalu dia mempunyai penapat baru yang mengatakan bahwa khulu mempunyai
konsekuensi sama dengan talak, maka dia wajib berpisah dari istrinya dan dia
tidak boleh bersamanya karena mengamalkan hasil ijtihadnya yang kedua. Hal ini
karena dia sudah tau bahwa ijtihad pertamanya adalah salah dan yang kedua
adalah benar.70

c. Gugurnya had orang yang telah bertaubat


Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah sebagian besar tindakan
mengakhirkan had (hukuman) itu adalah demi kemaslahatan yang kuat, baik
keselamatan itu sebagai bagian dari kebutuhan kaum muslim atau karena
kekhawatiran terhadapnya akan keluar dari Islam (murtad) menjadi kafir.
Mengakhirkan had karena suatu tujuan adalah persoalan yang telah ditentukan

69
Ibnu Qayim Al-Jauziyah,Terjemah Asep Saefullah, I’lamul Almuwaqqi’in ‘An Rabb Al-
Lamin H.425
70
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islami Wa Adilatuhu, (Damaskus: Darulfikr 2007M, 1428 H),
Cet.10 H.121
25

syariat, sebagaimana diakhirkannya qadha puasa pada saat hamil dan menyusui,
pada saat sakit. Demi kemaslahatan orang yang terhukum dan mengakhirinya demi
kemaslahatan Islam lebih utama.71

Ibnu Qayim Al-Jauziyah,Terjemah Asep Saefullah, I’lamul Almuwaqqi’in ‘An Rabb Al-
71

Lamin H.426
BAB III

SEKILAS TENTANG PANDEGLANG DAN BANYUWANGI

A. Sekilas Tentang Sejarah, Letak Geografis, Dan Kondisi Sosial Masyarakat


Pandeglang
1. Sejarah Pandeglang

Kabupaten Pandeglang adalah sebuah kabupaten di Provinsi Banten yang


ibu kotanya adalah Pandeglang. Asal-usul nama Pandeglang memiliki beberapa
versi, pertama adalah cerita tentang pembuatan gelang pada meriam Ki Amuk,
sebuah meriam besar yang berada di Banten lama, bekas pusat pemerintahan
kesultanan Banten. Menurut cerita, meriam Ki Amuk awalnya memiliki bentuk
yang hampir sama dengan bentuk meriam Ki Jagur, meriam yang kini berada di
museum Fatahillah, Jakarta.72
Seperti meriam Ki Jagur pada bagian pangkalnya atau bagian belakangnya
memiliki bentuk yaitu bentuk jari tangan yang mana ibu jari diselipkan diantara jari
telunjuk dan jari tengah, bentuk ini biasanya disimbolkan sebagai bentuk senggama,
demikian pula meriam Ki Amuk. Oleh karena bentuk seperti itu dianggap kurang
etis bagi masyarakat di lingkungan Kesultanan Banten yang Islami, maka kemudian
muncul cerita di masyarakat yang menyampaikan bahwa bagian belakang meriam
Ki Amuk dipotong dan kemudian material potongan dilebur kembali menjadi
bentuk gelang sebanyak lima pasang atau sejumlah sepuluh gelang. Pembuat
gelang-gelang itu selanjutnya diceritakan dibuat oleh pande besi dari Pandeglang
yang bernama Ki Buyut Papak, sekitar 30 Km ke arah selatan Banten lama.73
Versi kedua menceritakan seorang putri dari sebuah kerajaan yang
bernama Putri Arum. Diceritakan Putri Arum sedang bersedih karena akan dilamar
oleh seorang pangeran yang memiliki paras tampan namun memiliki perilaku jahat

72
Https://Kabarpandeglang.Com/Asal-Usul-Kabupaten-Pandeglang/18Juni2019 (Diakses
Pada 18 Juni 2019 Pada Pukul 09.56)
73
Https://Kabarpandeglang.Com/Asal-Usul-Kabupaten-Pandeglang/18Juni2019 (Diakses
Pada 18 Juni 2019 Pada Pukul 09.56)

26
27

bernama Pangeran Cunihin. Lamaran sang Pangeran sulit untuk ditolak karena jika
ditolak maka kerajaan sang putri akan dihancurkan.74
Singkat cerita Putri Arum lalu bersemedi meminta petunjuk agar terbebas
dari Pangeran Cunihin dan setelah itu sang putri didatangi seorang kakek bernama
Pande Gelang. Kakek Pande Gelang menyarankan agar putri menerima lamaran
Pangeran Cunihin tapi dengan syarat yaitu Pangeran Cunihin harus membuatkan
lubang pada sebuah batu keramat yang tingginya setara dengan tubuh manusia.
Pangeran Cunihin menyanggupi persyaratan tersebut dan berhasil, hal ini membuat
Putri Arum gelisah. Ki Pande kemudian menyuruh Putri Arum (Cadasari) untuk
meminta Pangeran Cunihin melewati lubang di batu keramat. Ki Pande telah
meletakkan gelang saktinya pada lubang batu itu, setelah melewati lubang di batu
keramat itu seluruh kesaktian Pangeran Cunihin langsung hilang dan seketika itu
pula berubah menjadi sosok kakek yang tua.75
Sebuah versi lain yang tidak berbentuk cerita, namun berdasarkan
topografi daerah Pandeglang yang berada di daerah yang lebih tinggi dari
lingkungan sekitarnya. Berdasarkan topografi tersebut Pandeglang berasal dari kata
Paneglaan yang mengandung makna tempat tersebut orang dapat melihat ke
berbagai arah, pengucapan paneglaan lama kelamaan berubah menjadi
Pandeglang. 76
Salah satu daerah pesisir pantai di Pandeglang yaitu Panimbang.
Panimbang merupakan salah satu kecamatan yang ada di Pandeglang. Karena
Panimbang merupakan daerah pesisir pantai maka ia juga melakukan tradisi
upacara sedekah laut. Panimbang sendiri merupakan salah satu lokasi tujuan
wisatawan karena terletak di pesisir pantai. Di sebelah barat, Kecamatan
Panimbang berbatasan langsung Selat Sunda. 77

74
Http://Legendabanten.Com/2013/03/Asal-Usul-Nama-Pandeglang.Htm?M=1/10.05B
(Diakses Pada 20 Juni 2019 Pada Pukul 11.50)
75
Http://Legendabanten.Com/2013/03/Asal-Usul-Namapandeglang.Htm?M=1/20/06/2019
(Diakses Pada 20 Juni 2019 Pada Pukul 11.00)
76
Http://Satudata.Pandeglangkab.Go.Id/Kecamatan/Detail/Pandeglang20/06.2019
(Diakses Pada 20 Juni 2019 Pada Pukul 12.50)
77
Http://Satudata.Pandeglangkab.Go.Id/Kecamatan/Detail/Pandeglang20/06.2019
(Diakses Pada 20 Juni 2019 Pada Pukul 12.50)
28

Menurut sebuah literatur, pada tahun 130 M di wilayah Panimbang, terdapat


sebuah kerajaan Salakanegara (Salaka = perak) atau Rajatapura yang termasuk
kerajaan Hindu. Cerita tersebut tercantum pada naskah Wangsakerta. Raja
pertamanya yaitu Dewa Warman yang memiliki gelar Prabu Darmalokapala Dewa
Warman Haji Rakja Gapura Sagara yang memerintah sampai tahun 168 M. 78
Sejalan dengan hal tersebut, mengenai latar penamaan Panimbang
adalah kegiatan perdagangan di zaman kolonial. Konon, daerah Panimbang
merupakan wilayah tempat mengumpulkan barang-barang yang biasa
ditransaksikan, terutama hasil pertanian atau rempah-rempah. Sebelum diangkat ke
kapal, barang-barang tersebut ditimbang terlebih dahulu. Tempat tersebut dinamai
panimbangan yang berarti tempat untuk menimbang.79 Jika mendasarkan asal nama
Panimbang kepada literatur lain. Pada tahun 264 M Panimbang adalah sebuah
negeri dengan penghasilan tambang melimpah. Perjalanan panjang sejarah negeri
maritim nusantara ini menunjukkan bahwa ada dua negeri yang pernah dikunjungi
bangsa India dan Cina pada eksodus pertama pada tahun 264 hingga 195 SM.
Pendatang asing ini umumnya telah memiliki berbagai tingkat keterampilan
dibidang kelautan, pertukangan, pertanian, serta memiliki seni budaya yang jauh
lebih tinggi dari penduduk pribumi80

2. Keadaan Geografis Dan Demografis

a. Batas Wilayah
Luas wilayah 132.84 m2 dengan letak geografis kecamatan Panimbang
kabupaten Pandeglang, terletak diantara:
1. Sebelah Utara : Desa Cibungur & Desa Kubang Kampil
2. Sebelah Selatan : Desa Panimbang Jaya/ Sungai Ciliman
3. Sebelah Barat : Selat Sunda
4. Sebelah Timur : Desa Sukaresmi

78
Http://Satudata.Pandeglangkab.Go.Id/Kecamatan/Detail/Panimbang/20/Juni/2019
(Diakses Pada 20 Juni 2019 Pukul 14.06)
79
Ucep, Tokoh Masyarakat Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 22 Juni 2019)
Pukul 09.30-10.10
80
Claude Guilot, Terjemah Hendra Setiawan, BANTEN Sejarah Dan Peradaban Abad X-
XVII (Jakarta: Pusat Penelitian Dan Pengembangan Arkeologi Nasional 2008) H.25
29

Adapun struktur pemerintahan Pandeglang kecamatan Panimbang adalah


sebagai berikut:

STRUKTUR ORGANISASI
PEMERINTAHAN PANDEGLANG
KECAMATAN PANIMBANG81

CAMAT
Drs. Suhaedi Kurdiatna. MSI

SEKRETARIS

SEKSI KESOS SEKSI SEKSI PENDAPATAN SEKSI


PEMERINTAHAN DAERAH PEMBANGUNAN

Jarsiah, S.sos Syarif MM Kurniati Dede, S.sos

Ayi Rusyana Encep Mulyadi Susanti Wisnu

Asep Mulyana Ningrum

81
Sumber. Papan Monografi Kabupaten Pandeglang Kecamatan Panimbang Tahun 2019.
30

b. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin


Jumlah penduduk kecamatan Panimbang kabupaten Pandeglang
berjumlah 51.583 jiwa, dengan rincian laki-laki berjumlah 26.408 jiwa dan
perempuan berjumlah 25.175 jiwa. Untuk yang lebih jelasnya dapat dilihat dalam
tabel berikut.
Tabel.1
Klasifikasi Penduduk Menurut Jenis Kelamin 82
No Penduduk Jumlah Jiwa

1 Laki-laki 26.408

2 Perempuan 25.175

Jumlah 51.583

Tabel.2
Klasifikasi Penduduk Menurut Golongan Usia83
No Golongan usia Laki-laki perempuan

1 0-4 2.841 2.654

2 5-9 2.935 2.753

3 10-14 2.595 2.498

4 15-19 2.491 2.136

5 20-24 1.898 1.855

6 25-29 2.019 2.054

7 30-34 1.941 1.883

8 35-39 1.964 2.003

9 40-44 1.770 1.721

82
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang
83
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang
31

10 45-49 1.547 1.465

11 50-54 1.466 1.359

12 55-59 971 873

13 60-64 897 792

14 65-69 416 339

15 70-74 349 342

16 75+ 308 448

Jumlah 26.408 25.175

3. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat

Masyarakat Panimbang Pandeglang tergolong masyarakat yang


heterogen, memiliki sifat dan sikap yang berbeda-beda dalam menanggapi suatu
permasalahan, hal ini dikarenakan tingkat pendidikan yang berbeda-beda antara
satu dengan yang lainnya. Kenyataan ini diketahui bahwa kegiatan dan keadaan
sosial kebudayaan tidak mengarahkan persamaan dan perbedaan. 84
Masa-masa sekarang ini, masyarakat telah cukup baik kesadarannya.
Mereka telah banyak mengadakan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan baik
bagi dirinya maupun orang lain. Contohnya, melakukan kegiatan gotong-royong
yang dikerjakan secara bersama-sama baik gotong royong yang diadakan
pemerintah ataupun gotong royong yang kegiatannya memperingati hari besar
Islam dan hari-hari bersejarah nasional. Kegiatan gotong royong yang sifatnya
program pemerintah diantaranya: kebersihan lingkungan, siskamling atau ronda
dan memperbaiki jalan. Sedangkan kegiatan gotong royong yang sifatnya
memperingati hari-hari besar Islam dan hari-hari bersejarah nasional
diantaranya:85

84
Ucep, Tokoh Masyarakat Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 22 Juni 2019)
Pukul 09.30-10.10
85
Kyai Masykur, Tokoh Agama Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 20 Juni
2019) Pukul 14.30-15.28
32

Memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia, memperingati


maulid Nabi Muhamad Saw, memperingati Isro’ Mi’roj, memperingati Nuzulul
Quran. Untuk mengerjakan acara-acara tersebut, masyarakat mengerjakannya
dengan bergotong-royong. Kecamatan Panimbang Pandeglang, sebagai
pemukiman para nelayan, merupakan tempat menetap dan musiman dari nelayan
(pendatang) yang berlatar belakang etnis bermacam-macam. 86
Mereka memilki tradisi dan budaya yang bervariasi sesuai dengan latar
belakang sosiokultural dari masing-masing daerah asalnya. Di samping itu telah
memilki tradisi dan budaya bersama sebagai hasil akulturasi antar tradisi dan
budaya yang ada di sana. Ada tradisi masyarakat Jawa (Cirebon/ Indramayu),
Jawa Serang (Jaseng) dan Pandeglang. Serta budaya milik bersama sebagai hasil
akulturasi budaya, baik yang berjiwa nasionalisme maupun yang bernapaskan
agama Islam. Meskipun ada suku pendatang lain yang menetap seperti Minang
(Padang), Bugis (Makasar) namun keberadaannya hanya sedikit sehingga tidak
ikut serta meramaikan budayanya. Yang mendominasi hanya Sunda dan Jawa
saja.87
Dalam kehidupannya di lingkungan masyarakat asal Jawa barat (Sunda)
pada umumnya mereka menggunakan bahasa daerah untuk berkomunikasi di
lingkungan mereka sendiri dan keluarganya. Masyarakat nelayan asal Jawa barat
sangat menyenangi kesenian jaipongan, dan wayang golek. Sementara di
lingkungan masyarkat Jawa tengah mereka berkomunikasi menggunakan bahasa
daerahnya sendiri untuk berkomunikasi. Masyarakat nelayan asal Jawa tengah
sangat menyenangi kesenian Buroq dan Reog.88
Adanya proses interaksi antar masyarakat dan budaya di lingkungan
masyarakat nelayan Panimbang, Pandeglang telah melahirkan akulturasi budaya
seperti dalam hal bahasa, tidak jarang bahasa-bahasa yang ada di lingkungan
masyarkat nelayan dapat dikuasai, dimengerti dan dipergunakan oleh bukan

86
Ucep, Tokoh Masyarakat Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 22 Juni 2019)
Pukul 09.30-10.10
87
Ucep, Tokoh Masyarakat Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 22 Juni 2019)
Pukul 09.30-10.10
88
Kyai Masykur, Tokoh Agama Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 20 Juni
2019) Pukul 14.30-15.28
33

sukunya seperti orang-orang Pandeglang yang dapat paham dan bisa berkomunikasi
dalam bahasa Jawa atau sebaliknya. 89
Tabel.3
Klasifikasi Penduduk Menurut Suku90
No Suku persentase

1 Sunda 80%

2 Jawa 29%

3 Padang 0,5%

4 Bugis 0,3%

5 Makasar 0,2%

B. Sekilas Tentang Sejarah, Letak Geografis, dan Kondisi Sosial Masyarakat


Banyuwangi

1. Sejarah Banyuwangi

Berdasarkan data sejarah nama Banyuwangi tidak dapat terlepas dengan


kejayaan Blambangan. Sejak zaman Pangeran Tawang Alun (1655-1691) dan
Pangeran Danuningrat (1736-1763), bahkan juga sampai ketika Blambangan
berada di bawah perlindungan Bali (1763-1767), VOC belum pernah tertarik untuk
memasuki dan mengelola Blambangan. 91
Pada tahun 1743 Jawa Bagian Timur (termasuk Blambangan) diserahkan
oleh Pakubuwono II kepada VOC, VOC merasa Blambangan memang sudah
menjadi miliknya. Namun untuk sementara masih dibiarkan sebagai barang
simpanan, yang baru akan dikelola sewaktu-waktu, kalau sudah diperlukan. Bahkan

89
Ucep, Tokoh Masyarakat Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 22 Juni 2019)
Pukul 09.30-10.10
90
Badan Pusat Statistik Banyuwangi
91
Https://Www.Banyuwangikab.Go.Id/Profil/Sejarah-Singkat.Html/20/07/2019 (Diakses
Pada 20 Juni 2019 Pukul 13.55)
34

ketika Danuningrat meminta bantuan VOC untuk melepaskan diri dari Bali, VOC
masih belum tertarik untuk melihat ke Blambangan. 92
Namun barulah setelah Inggris menjalin hubungan dagang dengan
Blambangan dan mendirikan kantor dagangnya (kompleks Inggrisan) pada tahun
1766 di bandar kecil Banyuwangi (yang pada waktu itu juga disebut Tirtaganda,
Tirtaarum atau Toyaarum), maka VOC langsung bergerak untuk segera merebut
Banyuwangi dan mengamankan seluruh Blambangan. Secara umum dalam
peperangan yang terjadi pada tahun 1767-1772 (5 tahun) itu, VOC memang
berusaha untuk merebut seluruh Banyuwangi yang pada waktu itu sudah mulai
berkembang menjadi pusat perdagangan di Blambangan, yang telah dikuasai
Inggris. Peperangan selama lima tahun tersebut berlangsung secara dahsyat, perang
tersebut dinamakan “perang puputan bayu”. Pihak VOC dengan gigih berusaha
merebut Banyuwangi dari Inggris, karena wilayah tersebut sangat strategis dan
menguntungkan bagi mereka. Disisi lain, Inggris juga tidak mau kehilangan
kesempatan melepaskan Banyuwangi. 93
Namun akhirnya, VOC-lah yang memperoleh kemenagan. Mereka
memindahkan pusat pemerintahan dari Blambangan ke daerah Banyuwangi pada
18 desember 1771 Rwiroguno diangkat VOC sebagai bupati Banyuwangi pertama.
Dengan demikian pasti terdapat hubungan yang erat perang Puputan Bayu dengan
lahirnya sebuah tempat yang bernama Banyuwangi. Dengan perkataan lain, perang
Puputan Bayu merupakan bagian dari proses lahirnya Banyuwangi94

2. Keadaan Geografis dan Demografis Banyuwamgi Kecamatan Muncar

Di kecamtan Muncar desa Kedungrejo kabupaten Banyuwangi Jawa


Timur yang terletak di bagian timur kabupaten Banyuwangi + 45 km dari jantung
kota Banyuwangi dengan luas 8.737.35 Ha dengan batas wilayah:

92
Https://Www.Banyuwangikab.Go.Id/Profil/Sejarah-Singkat.Html/20/07/2019 (Diakses
Pada 20 Juni 2019 Pukul 13.55)
93
Https://Www.Tagar.Id/Asal-Usul-Kota-Banyuwangi.Htm23/08/201 (Diakses Pada 23
Agustus 2019 Pukul 05.07)
94
Https://Www.Banyuwangikab.Go.Id/Profil/Sejarah-Singkat.Html/20/07/2019 (Diakses
Pada 20 Juli 2019 Pukul 20.35)
35

a. Batas Wilayah
Letak geografis wilayah Banyuwangi Kecamatan Muncar sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : berbatasan dengan desa Tembokrejo
2. Sebelah Selatan : berbatasan dengan desa Kedungringin
3. Sebelah Barat : berbatasan dengan selat Bali
4. Sebelah Timur : berbatasan dengan desa Blambangan95

Adapun struktur pemerintahan Banyuwangi kecamatan Muncar adalah


sebagai berikut:
STRUKTUR ORGANISASI
PEMERINTAHAN BANYUWANGI
KECAMATAN MUNCAR96

CAMAT
Dr.Lukman Hakim S, M.S.I

SEKRETARIS

SEKSI KESOS SEKSI SEKSI PENDAPATAN SEKSI


PEMERINTAHAN DAERAH PEMBANGUNAN

Rahmat Hidayat Feri Susanto Isva Lamaya widyantoro

lutfiatul laili

95
Sumber Pribadi: Papan Peta Kecamatan Muncar
96
Sumber Pribadi :Papan Statistik Kecamatan Muncar
36

b. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin


Jumlah penduduk kecamatan Muncar kabupaten Banyuwangi
berjumlah 893.816 jiwa, yang terbagi kepada laki-laki berjumlah 525.240
jiwa dan perempuan berjumlah 368.572 jiwa. Untuk yang lebih jelasnya
dapat dilihat dalam tabel berikut
Tabel. 4
Klasifikasi penduduk menurut jenis kelamin 97
No Penduduk Jumlah Jiwa

1 Laki-laki 525.240

2 Perempuan 368.576

Jumlah 893.816

Tabel.5
Klasifikasi Penduduk Menurut Usia98
No Golongan usia Laki-laki perempuan

4 15-19 21.387 21.001

5 20-24 146.264 26.655

6 25-29 50.418 25.854

7 30-34 56.806 33.435

8 35-39 60.125 39.941

9 40-44 62.352 43.870

10 45-49 58.363 49.635

11 50-54 48.832 41.025

97
Kabupaten Banyuwangi Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi
98
Kabupaten Banyuwangi Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi
37

12 55-59 43.098 35.443

13 60-64 77.594 51.717

Jumlah 525.240 368.576

3. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Banyuwangi kecamatan Muncar

Banyuwangi merupakan salah satu kota dengan julukan kota budaya.


Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Banyuwangi yang terdiri dari beragam
suku bangsa menggunakan bahasa osing99, yang merupakan ragam tertua bahasa
Jawa tapi berdasarkan kebudayaan banyak dipengaruhi oleh budaya Bali meskipun
juga diwarnai oleh budaya Madura, Bugis, Melayu, Eropa, dan Tionghoa. 100

Kabupaten Banyuwangi memiliki beragam khas kesenian tradisional yang


hidup dan berkembang di kalangan masyarakat setempat, diantaranya Barong
Kemiren atau biasa juga disebut dengan Barong Banyuwangi yang merupakan
kesenian kuno asal Banyuwangi yang berbentuk seni pertunjukan rakyat dengan
media barong. Kesenian ini termasuk dalam seni yang sangat sakral bagi
masyarakat Banyuwangi karena berhubungan dengan Buyut Cili, yang diyakini
penduduk setempat sebagai cikal bakal desa. 101

Kesenian tradisional lainnya yang merupakan khas Banyuwangi yaitu


Gandrung Banyuwangi. Kata gandrung berarti terpesona nya masyarakat
Blambangan yang agraris kepada Dewi Sri sebagai Dewi Padi yang membawa
kesejahteraan bagi masyarakat. Gandrung Banyuwangi merupakan seni tradisional
khas Banyuwangi dengan bentuk tarian berpasangan sebagai perwujudan rasa
syukur masyarakat setiap habis panen yang disajikan dengan iringan musik khas

99
Osing Merupakan Suku Asli Masyarakat Banyuwangi Dari Masa Blambangan
100
Lukmanul Hakim, Ketua Kecamatan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli
2019) Pukul 10.25-12.15
101
Lukmanul Hakim, Ketua Kecamatan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli
2019) Pukul 10.25-12.15
38

perpaduan budaya Jawa, Bali dan Eropa karena menggunakan biola sebagai
pengiring nya juga.102

Dilihat dari sisi sosial, Kabupaten Banyuwangi memiliki sistem sosial


yang unik, sistem sosial ini tepatnya hidup dan berkembang di Kecamatan Muncar.
Sistem sosial ini merupakan sebuah sistem yang mengatur perilaku-perilaku
individu yang ada dengan cara mempertahankan nilai-nilai sosial yang ada agar
mengajarkan kepada individu untuk memiliki kesadaran kolektif dalam hal apapun
serta dalam kegiatan-kegiatan sosial. Keunikan ini dipertahankan agar menjaga
warga agar tetap menjalin kehidupan kebersamaan dengan cara memperkuat peran
orang tua untuk membentuk kepribadian anak agar dapat beradaptasi dengan
lingkungan sosialnya. 103

Sistem sosial yang unik ini telah berkembang dan hidup berkat masyarakat
Banyuwangi sendiri yang berusaha mempertahankan budaya tersebut sehingga
dapat dikatakan bahwa antar individu memiliki kesadaran kolektif yang tinggi.
Keunikan ini dapat dilihat apabila ada sebuah acara hajatan. Masyarakat tanpa
dimintai bantuan akan membantu orang yang memiliki acara hajatan (acara
nikahan, slametan dan lainnya) dengan sukarela, keunikan ini merupakan budaya
masyarakat Banyuwangi yang bernama “Rewang”. 104

102
Alifia Fuji Yuanita, Nila-Nilai Kearifan Lokal dalam Tari Gandrungdan Upaya
Pelestariannya Di Banyuwangi, Universitas Negeri Malang Vol.1, No 1 2010
103
Lukmanul Hakim, Ketua Kecamatan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli
2019) Pukul 10.25-12.15
104
Lukmanul Hakim, Ketua Kecamatan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli
2019) Pukul 10.25-12.15
BAB IV

ANALISA TENTANG SEDEKAH LAUT DALAM

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Upacara Sedekah Laut di Pandeglang

Setelah melakukan penelitian di lapangan, maka didapatkanlah hasil


penelitian tentang pelaksanaan upacara sedekah laut di Pandeglang. Upacara ini
merupakan hasil pembawaan dari tradisi masyarakat pesisir Jawa bagian barat yaitu
Cirebon dan Indramayu yang melakukan transmigrasi ke daerah pesisir pantai
Pandeglang. Jadi upacara sedekah laut di Panimbang-Pandeglang bukan merupakan
tradisi asli masyarakat Pandeglang. 105 Upacara sedekah laut di Pandeglang
masyarakat biasanya menyebutnya dengan “nadran” penyebutan ini sama dengan
ritual sedekah laut yang ada di Indramayu dan Cirebon. Sehingga asal usul nadran
di Pandeglang tidak terlepas dari asal usul nadran di Indramayu dan Cirebon
sendiri. 106
Menurut Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti Nawawi, Nadran berasal
dari bahasa arab yaitu dari kata nadar yang artinya syukuran. Kemudian juga kata
nazar yang mempunyai makna pemenuhan janji. Menurut sejarahnya nadran sudah
ada sejak zaman Hindu Belanda dan dilakukan oleh nenek moyang terdahulu.
Menurut hasil wawancara dikisahkan di Cirebon ada sorang pemimpin bernama Ki
Ageng Tapa dan rombongan sedang makan-makan bersama rombongan masyarakat
nelayan, penghuni yang ada di laut datang dan menghadap Ki Ageng Tapa para
penghuni laut tersebut meminta barokahnya dibagikan kepada kami juga, kemudian
Ki Ageng Tapa Menjawab, “Baik, nanti tahun depan kami akan bawakan makanan
untuk kalian’, janji KiAgeng Tapa untuk memberi makanan pada tahun depan di
sebut nadzhar, dari kata nadzhar ini kata nadranan terbentuk, kemudian pada tahun
depannya nadzran Ki Ageng Tapa dilaksanakan dengan menyembelih seekor

105
Kyai Masykur, Tokoh Agama Panimbang, Wawancara Pribadi, (Panimbang, 20 Juni
2019) Pukul 14.30-15.28 WIB
106
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50-20.45 WIB

39
40

kerbau, daging dari badan kerbau di makan untuk bangsa manusia, sedangkan
kepala kerbau untuk bangsa siluman yang tinggal di laut. Sikap Ki Ageng Tapa
bukan untuk memberi persembahan kepada bangsa halus sebagai tunduk kepada
bangsa mereka, tetapi sebagai bentuk kepedulian sebagai sesama makhluk Tuhan,
juga sebagai seorang pemimpin yang bertanggung jawab untuk memelihara
keseimbangan lingkungan yang hidup di darat maupun di laut, sikap ini sebagai
perwujudan bahwa Islam rahmatan lil alamin.107
Sikap Ki Ageng Tapa yang peduli terhadap keseimbangan ekosistem
lingkungan hidup ini kemudian dilanjutkan oleh turunannya, mulai dari pangeran
Cakrabuana, Sunan Gunung Jati dan sultan-sultan yang memerintah. Pada masa
pemerintahan Sunan Gunung Jati, nadran merupakan ritual kenegaraan terbesar
setelah muludan. Momen nadran dimanfaatkan oleh Sunan Gunung Jati untuk
mengajarkan rasa bersyukur kepada Allah swt yang telah memberikan rezeki baik
hasil bumi maupun hasil laut, persembahan rasa syukur diwujudkan oleh masyarkat
dalam bentuk persembahan hasil bumi dan laut yang terbaik. Jadi dalam
pelaksanaan nadran dilakukan pemotongan seekor kerbau jantan, kemudian
diambil kepalanya, tulangnya, dan darahnya setelah itu di larung ke tengah laut
menggunakan perahu kecil yang khusus dibuat untuk pelarungan tersebut.108
Tujuan diadakannya nadran adalah untuk melestarikan tradisi masyarakat
nelayan yang sudah dilakukan oleh orang tua terdahulu, jangan sampai tradisi ini
hilang tergerus oleh zaman tutur Nawawi lagi. Berbeda dengan Kyai Masykur,
menurutnya tujuan dari diadakannya nadran adalah untuk syukuran atas nikmat
hasil tangkapan ikan di laut yang telah Allah berikan kepada masyarakat pesisir
pantai dan nelayan di Pandeglang. 109
Dalam pelaksanaannya tidak ada aturan waktu khusus dalam
penyelenggaraan “Nadran” di pandeglang yang terpenting tidak dalam posisi angin
barat saja dan Biasanya tergantung kepada hasil musyawarah warga nelayan dan

107
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50- 20.45 WIB
108
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50- 20.45 WIB
109
Kyai Masykur, Tokoh Agama Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 20 Juni
2019) Pukul 14.30-15.28 WIB
41

pejabat terkait.110 Namun dalam acara tahunan acara nadran selalu masuk agenda
yang mesti dilaksanakan walaupun waktunya tidak tetap.111 Masyarakat nelayan
berdalih bahwa jika tidak melaksanakan nadran seperti tidak ada rasa terima kasih
kepada laut yang telah memberikan hasil lautnya. Ada juga yang berpendapat
apabila tidak melakukan “Nadran” akan sedikit hasil pencaharian ikannya atau
akan mendapat bencana seperti angin yang tidak bersahabat ataupun gelombang
yang tinggi. Namun hanya beberapa saja yang berpendapat demikian. 112
Waktu kegiatan upacara sedekah laut sebulan penuh, namun acara inti
dilaksanakan di tiga hari terakhir. Sebelum acara inti terdapat juga serangkaian
acara seperti acara donor darah, pengobatan gratis, santunan anak yatim dan panti
jompo, sunatan masal, pawai mengelilingi desa yang berakhir di tempat
penangkapan ikan (TPI), lomba bola voly, lomba bola sepak antar desa, juga
wayang kulit yang ikut meramaikan acara sedekah laut.113

1. Tahap pelaksanaan upacara sedekah laut


a. Tahap persiapan

Sebelum mengadakan upacara sedekah laut, para tokoh agama, tokoh


masyarakat dan pejabat terkait terlebih dahulu mengadakan musyawarah mengenai
waktu pelaksanaan, pembentukan panitia upacara sedekah laut dan besarnya dana
yang dibutuhkan. Dalam hal ini upacara sedekah laut memiliki perbedaan dari
upacara sedekah laut di daerah lain. Di Pandeglang upacara sedekah laut tidak mesti
dilaksanakan setiap tahun.114

Menjelang diadakannya tradisi upacara sedekah laut, terlebih dahulu


diadakan beberapa acara yang diikuti oleh masyarakat setempat adapun acaranya

110
H. Suhaedi Kurdiatna, Kepala Kecamatan Panimbang, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 22 Juni 2019) Pukul 10.20-11.35
111
Ucep, Tokoh Masyarakat Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 22 Juni 2019)
Pukul 09.30-10.10
112
Kyai Masykur, Tokoh Agama Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 20 Juni
2019) Pukul 14.30-15.28
113
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50- 20.45
114
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25 Juni 2019) Pukul 19.50- 20.45
42

diantaranya antara lain: lomba sepak bola, lomba bola voli, bersih-bersih pantai,
bazar murah, pementasan seni budaya, pengobatan gratis, santunan anak yatim,
istigosah, tabligh akbar, kreasi seafood, karnaval nelayan115

b. Tahap pelaksanaan

Tradisi upacara sedekah laut merupakan budaya yang dilakukan oleh


masyarakat pesisir pantai, dana dari pelaksanaan kegiatan tradisi upacara sedekah
laut tersebut didapat dari swadaya masyarakat yang penarikannya dikordinir oleh
bendahara Tempat Pelelangan Ikan (TPI) biasa ditarik perkepala keluarga sebagai
sumbangan wajib. Biasanya untuk kalangan atas yang segi ekonominya lebih
mapan biasanya menyumbangkan uang lebih dari yang sudah ditentukan.
Selanjutnya panitia membuat proposal untuk nantinya mendapatkan sponsor dari
berbagai brand terkenal. 116

Dari dana yang sudah terkumpul selanjutnya dipergunakan untuk membeli


syarat perlengkapan upacara sedekah laut seperti kepala kerbau, ayam betina, kain
putih, jajanan pasar tujuh macam, nasi tumpeng dan lain sebagainya. Setelah
perlengkapan upacara sedekah laut terpenuhi dapat dilakukan prosesi ritual tradisi
nadran atau upacara sedekah laut.117

Adapun prosesi nadran atau upacara sedekah laut adalah

1. Menyiapkan kepala kerbau


2. Menyiapkan perahu kecil untuk pelarungan
3. Menyiapkan berbagai sesajen seperti ayam betina, nasi tumpeng kuning dll.
4. Melakukan pencucian perahu
5. Menyiapkan makanan beserta lauk pauknya

115
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50- 20.45
116
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50- 20.45
117
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50- 20.45
43

6. Melakukan doa bersama118


Dari semua prosesi di atas yang telah dipaparkan, mengandung makna dan
tujuan. Adapun makna nya yaitu;
1. Kepala kerbau jantan. Melambangkan kekuatan atau ketangguhan.
Maksudnya masyarakat nelayan bisa mempunyai kekuatan atau
ketangguhan dalam mencari ikan di laut, mengingat medan yang dihadapi
penuh dengan bahaya. Hewan jantan juga melambangkan semangat kerja
masyarakat.
2. Bunga tujuh macam dan kue jajanan pasar tujuh macam. Melambangkan
ikan yang bermacam-macam, maksudnya sebagai bentuk permintaan para
nelayan terhadap ikan di laut yang bermacam-macam ragamnya.
3. Nasi tumpeng kuning. Melambangkan kemakmuran. Maksudnya sebagai
bentuk permintaan masyarakat nelayan agar diberi kehidupan yang
makmur.
4. Bekakak ayam betina, melambangkan kesuburan rezeki, maksudnya
mereka berharap bisa mendapatkan hasil tangkapan ikan yang melimpah.
5. Kain Putih, melambangkan kesucian hati, maksudnya ketika nelayan melaut
mereka harus berniat usaha dengan benar, ikhlas mencari nafkah untuk
keluarga dan meminta pertolongan semata-mata hanya kepada Allah Swt.
Jika niatnya sudah benar mereka percaya bahwasanya dalam mencari ikan
akan lebih mudah. 119

118
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50- 20.45
119
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50- 20.45 WIB
44

Gambar 1. Aneka macam makanan dari warga dikumpulkan


(Sumber: Dokumen Pribadi 2018)

Setelah didoakan bersama di pinggir laut, aneka macam makanan berupa


ayam bekakak, pisang dan makanan lainnya berasal dari masyarakat dan juga
nelayan yang kemudian dikumpulkan untuk dimakan bersama-sama setelah
pelarungan. Masyarakat Pandeglang biasa menyebutnya dengan “babacakan”120
atau “ngariung”121 semua masyarakat, nelayan dan pejabat pemerintahan tanpa
sekat menjadi satu menyantap makanan yang sudah dikumpulkan. 122

Jadi ada sedikit pergeseran tradisi, yang awalnya makan-makanan tersebut


di atas dalam tradisi asli nya ikut dilarung (dihanyutkan ke laut) bersama kepala
kerbau tapi sekarang makanan tersebut dimakan bersama-sama masyarakat.

120
Babacakan merupakan istilah orang sunda yang berarti makan bersama-sama
menggunakan satu tempat (biasanya nampan atau daun pisang)
121
Ngariung juga merupakan istilah orang sunda yang berarti berkumpul mengelilingi
makanan
122
Kyai Masykur, Tokoh Agama Panimbang, Wawancara Pribadi, (Panimbang, 20 Juni
2019) Pukul 14.30-15.28
45

Gambar 2. Perjalanan dalam pelarungan kepala kerbau ke tengah laut


(Sumber: dokumen pribadi 2018)

Gambar 3. Prosesi Pembuangan Perahu Berisi Aneka Sesajian


(Sumber: Dokumen Pribadi 2018)

Menurut Nawawi, setidaknya terdapat tiga tujuan dari pelaksanaan upacara


sedekah laut. Pertama, tujuan vertikal, yaitu hubungan antara makhluk kepada sang
pencipta Allah SWT. Mengucap rasa syukur kepada Allah SWT, untuk memohon
keselamatan para nelayan mengarungi lautan. Kedua, tujuan horizontal yaitu
hubungan antara sesama manusia, sebagai ajang silaturahmi dengan sanak keluarga
dan teman-teman setiap harinya jarang bertemu karena banyak yang jarang pulang
karena harus bekerja di laut. Ketiga, tujuan sosial ekonomi, memperkuat persatuan
komunitas nelayan yang bernaung dalam kongsi di dalamnya terdapat koperasi
sekaligus menjaga tali silaturahmi antara nelayan pengelola dan para juragan
pemilik perahu atau kapal. Keempat, tujuan hiburan dan pelestarian seni budaya,
sebagai ajang hiburan bagi seluruh masyarakat khususnya masyarkat nelayan. 123

123
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50- 20.45
46

Gambar 4: Bupati Pandeglang Memberi Sambutan


(Sumber: Dokumen Pribadi 2018)

Turut hadir bupati pandeglang Irna Narulita Dimyati mewakili Pemerintah


Pandeglang yang sangat mendukung dan ikut berpartisipasi dalam acara kegiatan
upacara sedekah laut di Panimbang, Pandeglang karena sangat mempengaruhi
objek pariwisata dan menarik wisatawan datang untuk melihat keindahan pantai
Pandeglang sehingga dapat mendongkrak perekonomian masyarakat
pandeglang. 124

124
H. Suhaedi Kurdiatna, Kepala Kecamatan Panimbang, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 22 Juni 2019) Pukul 10.20-11.35
47

B. Upacara Sedekah Laut di Banyuwangi

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat oleh penulis, Uapcara sedekah


laut yang diadakan di Banyuwangi disebut dengan ritual Petik Laut oleh
masyarakatnya. “Petik” sendiri berarti memetik, mengambil, memungut atau
memperoleh hasil laut berupa ikan yang mampu menghidupi nelayan Muncar. Jadi
petik laut adalah sebuah upacara adat atau ritual sebagai rasa syukur kepada Tuhan,
untuk memohon berkah rezeki dan keselamatan yang dilakukan oleh para nelayan.
Sejak tahun 1901 para nelayan bermukim di Muncar. Pada saat itu pula telah
diselenggara¬kan Upacara Petik Laut.125

Petik laut di Muncar merupakan tradisi masyarakat Muncar yang


berlangsung lama oleh nenek moyang kemudian dilakukan turun temurun hingga
sekarang masih terpelihara dengan baik. Cara sesaji nya pun masih mengikuti cara
yang dipergunakan oleh masyarakat nelayan sebelumnya. Petik laut di Muncar,
merupakan adat istiadat Jawa yang kemudian dikembangkan oleh suku Bugis,
Madura, Bali dan Jawa.126

Karena di Muncar didominasi oleh keturunan dari suku Madura dan Jawa,
keduanya mempunyai kepercayaan kepada sosok Ratu penguasa lautan selatan
yaitu Nyi Roro Kidul sehingga masyarakat Muncar Banyuwangi melaksanakan
upacara sedekah laut atau ritual petik laut setiap tanggal 15 suro atau setiap bulan
muharom127(penanggalan Jawa) upacara petik laut ini merupakan suatu tanda
penghormatan untuk dewi selatan. Nyi Roro Kidul sendiri digambarkan sosok
perempuan cantik jelita. Ritual upacara sedekah laut yang digelar di Banyuwangi
diselenggarakan nelayan sejak tahun 1901 dengan dipimpin oleh seorang dukun.128

125
Lukman Hakim, ketua Kecamatan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 juni 2019)
Pukul 10.25-12.15
126
Jufri, Tokoh Masyarakat Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 24 Juni 2019) Pukul
09.05-10.10
127
Muharram adalah bulan pertama dalam penanggalan Hijriyah. Muharram berasal dari
kata “harrama”, yang artinya diharamkan atau dipantang.
128
Masyarakat Jawa memandang bulan suro sebagai awal tahunJjawa juga menaggap
sebagai bulan yangn sakral atau suci.
48

Upacara sedekah laut ini adalah hajatan tahunan masyarakat psesisir dan
nelayan Muncar yang wajib dilakukan setiap tahunnya. Pernah sekali tradisi
upacara sedekah laut ini tidak dilaksanakan akibatnya tidak ada ikan sama sekali,
dan air laut pasang hingga ke kampung warga. Menurut masyarakat sekitar
penghuni laut marah terhadap warga masyarakat pesisir dan nelayan Muncar karena
tidak menjalankan ritual upacara sedekah laut. Kemudian setelah kejadian itu
masyarakat pesisir dan nelayan Muncar melakukan kembali ritual Upacara Sedekah
laut. Sebagai tradisi yang harus dipertahankan dan ritual ini menjadi kepercayaan
yang tidak bisa ditinggalkan oleh masyarakat pesisir dan nelayan Muncar. 129
Tujuan dari diselenggarakannya kegiatan petik laut di pantai Muncar
adalah sebagai ucapan untuk mensyukuri atas rahmat tuhan yang maha esa yang
telah melimpahkan berupa hasil penangkapan ikan terutama ikan Lemuru yang
menjadi tangkapan ikan terbanyak di perairan laut Muncar sehingga ikan Lemuru
tidak kunjung henti-hentinya sepanjang masa. Kemudian juga sebagai salah satu
media permohonan agar memperoleh perlindungan dan dijauhkan dari segala
marabahaya dan di anugerahi keselamatan. Ditambah oleh Jufri selaku tokoh
masyarakat petik laut juga sebagai salah satu upaya untuk menanamkan perasaan
cinta bahari bagi masyarakat nelayan di pantai Muncar sehingga kehidupan laut
yang telah mendatangkan manfaat bagi kehidupan terpelihara.130
Sutiyono mengatakan bahwa, petik laut atau upacara sedekah laut
merupakan ucapan rasa syukur atas hasil laut yang dianugerahkan kepada
masyarakat pesisir Muncar. Penghasilan ikan di laut Muncar merupakan
penghasilan pokok untuk kelangsungan hidup masyarakat pesisir pantai Muncar.
Maka dari itu tradisi upacara sedekah laut atau petik laut ini tetap dipelihara sebagai
wujud rasa syukur.131

129
Lukman Hakim, ketua Kecamatan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 juni 2019)
Pukul 10.25-12.15
130
Jufri, Tokoh Masyarakat Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 24 Juni 2019) Pukul
09.05-10.10
131
Sutiyono, Ketua UPT Nelayan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli 2019)
Pukul 13.00-13.35
49

1. Proses pelaksanaan petik laut

Tradisi petik laut merupakan hajatan besar bagi masyarakat Muncar


Banyuwangi, maka dipersiapkan dalam beberapa bulan sebelumnya yang diawali
dengan melakukan pertemuan para tokoh masyarkat Muncar dan para masyarakat
nelayan Muncar untuk membuat kepanitiaan pelaksanaan kegiatan tradisi upacara
sedekah laut. Setelah ditentukan kepanitiaan segera dipersiapkan waktu
pelaksanaan upacara sedekah laut yang selalu jatuh pada tanggal 15 di bulan syuro
namun selalu berbeda dalam penanggalan masehi setiap tahunnya. 132

Persiapan pelaksanaan petik laut di pantai Muncar dilakukan dalam waktu


1 bulan sebelum pelaksanaan di hari puncaknya. Diawali dengan melakukan
persiapan administrasi sampai kepanitiaan. Setiap juragan kapal ikut serta dalam
kepanitiaan. Bahkan biasanya kediaman juragan kapal digilir untuk menjadi tempat
musyawarah atau tempat untuk menghias dan mempersiapkan perahu kecil dan
seperangkat sesajen.133

Masyarakat pesisir Pantai Muncar hampir seluruhnya menjelang


pelaksanaan upacara petik laut melaksanakan tirakatan134 sampai pagi. Dengan
harapan semoga Tuhan memberkati dan pelaksanaan Petik Laut Muncar selamat
tidak ada halangan apapun.

Sebelum acara pelarungan dilakukan terlebih dahulu Acara Ider Bumi135


dilaksanakan pagi hari kurang lebih 06.00 WIB, sesaji yang telah siap di dalam
“gitik” dan ditempatkan di rumah pawang, diangkut menuju ke tempat upacara
sambil terlebih dahulu diarak keliling perkampungan nelayan, diiringi oleh

132
Sutiyono, Ketua UPT Nelayan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli 2019)
Pukul 13.00-13.35
133
Lukman Hakim, ketua Kecamatan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 juli 2019)
Pukul 10.25-12.15
134
Tirakatan adalah kegiatan tidak tidur semalaman suntuk disertai dengan memanjatkan
doa memohon pada yang kuasa
135
Ider bumi adalah salah satu tradisi masyarakat banyuwangi untuk menolak bala, dengan
mengelilingi perkampungan disertai membawa perahu berisi sesaji
50

seperangkat kesenian tradisional lengkap dengan para penari gandrung. Masyarakat


nelayan menuju ke tepat upacara pelepasan sesaji. 136

Hampir tiap tahun upacara pelepasan sesaji dilakukan di Tempat Pelelangan


Ikan (TPI) pada tanggal 15 syuro, biasanya dimulai pada pukul 09.00 WIB. Perahu
yang membawa Gitik yang berisi sesaji ditempatkan paling depan dan kemudian
diikuti di belakangnya oleh iring-iringan perahu nelayan yang membawanya ke
tengah laut untuk berziarah ke Makam Sayid Yusuf yang bertempat di
sembulungan.137

Dalam Penyelenggaraan ritual petik laut dipadati dengan serangkaian acara


inti berlangsung selama tiga hari. Hari pertama, sebelum melepas semua sesaji ke
laut, masyarakat nelayan mengadakan pengajian di masjid dengan membaca surat
yāsin dan membaca tahlil. Di hari terakhir, yang merupakan acara puncak,
masyarakat nelayan mengadakan acara pemberian sesaji ke laut. Sebelum sesaji di-
larung ke laut, ditampilkan terlebih dahulu tari-tarian tradisional masyarakat using,
yaitu tarian gandrung. 138

Tari Gandrung sendiri, dalam tradisi using, memiliki makna semangat


perjuangan dan kebersamaan. Tari gandrung, pada mulanya, merupakan tarian
untuk memperingati terjadinya perang puputan bayu. Puputan bayu adalah perang
perlawanan komunitas using terhadap pemerintah kolonial Belanda yang terjadi
pada tahun 1771-1773. Dalam perkembangannya kemudiaan, tari gandrung
semakin meluas pengaruhnya di masyarakat Banyuwangi, sehingga menjadi
kesenian tradisional Banyuwangi yang banyak menghiasi berbagai ritual tradisional
using dan juga berbagai ritual keagamaan masyarakat Banyuwangi lainnya.
Masyarakat Banyuwangi sangat membanggakan seni tari tradisional gandrung ini

136
Lukman Hakim, ketua Kecamatan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 juli 2019)
Pukul 10.25-12.15
137
Jufri, Tokoh Masyarakat Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 24 Juli 2019) Pukul
09.05-10.10
138
Lukman Hakim, ketua Kecamatan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 juli 2019)
Pukul 10.25-12.15
51

Gambar: tari gandrung memeriahkan upacara petik laut


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ritual ini diawali pembuatan sesaji oleh para nelayan yang mempunyai
kapal besar (juragan kapal). Mereka adalah keturunan warga Madura yang sudah
ratusan tahun turun-temurun mendiami pelabuhan Muncar. Di situ disiapkan
beberapa perahu kecil (perahu sesaji), dibuat sebagus mungkin demi ke lengkapan
acara petik laut. Pada malam harinya, di dalam perahu sudah disediakan berbagai
macam sesaji yang sudah disiapkan dan dilakukan pembacaan do’a bersama. Di
beberapa rumah juragan kapal pun diadakan pengajian atau yasinan, untuk
memperlancar perjalanan dan kelancaran acara petik laut, tanpa ada suatu halangan
apapun. Pengajian ini dilaksanakan sebelum diberangkatkan dan dihanyutkannya
sesaji ke laut.139

139
Sutiyono, Ketua UPT Nelayan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli 2019)
Pukul 13.00-13.35
52

(Sumber: Dokumen Pribadi)

Gambar: Perahu mulai bergerak ke tengah laut)

Sebelum berangkat ke pelabuhan, kepala daerah diwajibkan untuk


memasang pancing emas di lidah kambing atau sapi. Ini sebagai simbol
permohonan nelayan agar diberi hasil ikan yang banyak. Menjelang keberangkatan,
perahu bergerak perlahan-lahan ke laut dan diiringi dengan ṣolawatan bersama-
sama. Barisan perahu besar pun bergerak panjang menuju ke Semenanjung
Sembulungan. Kawasan ini sering disebut plawang. Seluruh perahu berhenti
sejenak, didampingi beberapa juragan kapal yang melakukan ritual tersebut, dan
sesaji pun diturunkan pelan-pelan dari perahu dan diiringi dengan doa-doa yang
dibacakan oleh para sesepuh di sana. Dari plawangan perahu bergerak menuju
sembulungan. Di tempat ini, nelayan kembali menghanyutkan sesaji yang kedua
kalinya. Rangkaian kegiatan ini juga disertai pesta rakyat dengan pasar malam dan
aneka hiburan seperti gandrung, kroncong dan lain-lain. Puncak acara petik laut
terjadi pada bulan purnama, tepat pada tanggal 15 Kalender Jawa. Puncak itu
ditandai dengan upacara ube rampe “mempersembahkan sesaji” yang dimasukan
dalam sebuah perahu kecil (sebuah kapal yang diisi dengan aneka sesaji mulai dari
buah, sayur, ikan, ayam, uang, perhiasan dan kepala kambing). 140

140
Sutiyono, Ketua UPT Nelayan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli 2019)
Pukul 13.00-13.35
53

Gambar. 5: ube rampe (sesajen) dimasukan kedalam perahu kecil


(Sumber: dokumen pribadi)

Kelengkapan upacara dianggap penting dengan tersempurnanya ube rampe


(sesaji) yang disiapkan seperti sesaji berupa kue, masakan dan makanan yang
berasal dari palawija. Sesaji yang paling utama adalah kepala kambing “kendit”,
kue-kue sebanyak 44 macam, buah-buahan, pancing emas, candu, pisang saba
mentah, kinangan, kembar mayang, pisang rajah, nasi tumpeng, nasi gurih, nasi
lawuh, ayam jantan hidup dua ekor. Semuanya dimasukan kedalam perahu kecil
yang sudah dihias sedemikan rupa.141

Gambar. 7: prosesi pembuangan sesaji ke laut

(Sumber : Dokumen Pribadi)

141
Sutiyono, Ketua UPT Nelayan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli 2019)
Pukul 13.00-13.35
54

Gambar: perahu berisi sesajen diarak oleh warga keliling


(Sumber: dokumen pribadi)
Sebagai proses awal, perahu kecil diarak dari halaman rumah Pak Lurah
dengan diiringi oleh sekelompok drum band, hingga sampai pada sebuah lokasi
tempat upacara. Puncak acara biasanya juga dihadiri oleh Gubernur, Wakil
Gubernur, Bupati, Lurah, dan Kepala Desa.142

bagi orang Jawa upacara tradisi, ritual, selamatan ataupun gelar sajen
(sesaji) adalah peristiwa yang sudah diakrabi sejak lahir. Setiap orang Jawa yang
lahir sudah diperkenalkan dengan ritual selamatan kelahiran dengan segala uba
rampe (perlengkapannya). Petik Laut banyak menggunakan sarana yang sarat
dengan simbol-simbol kepercayaan masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa selalu
menggunakan simbol dalam melakukan tradisi, salah satunya adalah tradisi Petik
Laut. Adapun simbol-simbol dari sajen yang dilarung ke laut adalah: 143
a. Nasi wuduk atau nasi gurih, yaitu nasi yang dimasak dengan santan serta
dilengkapi dengan ingkung (daging ayam yang dimasak dengan utuh). Hal ini
memilki makna agar dituntun dalam melakukan segala tindakan

142
Lukmanul Hakim, ketua Kecamatan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 juli
2019) Pukul 10.25-12.15
143
Sutiyono, Ketua UPT Nelayan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli 2019)
Pukul 13.00-13.35
55

b. Pisang setandan, bermakna permohonan agar dalam pelaksanaan petik laut ini
terhindar dari marabahaya dan selalu diberkahi kesejahteraan dalam hidup
(hasil ikan lemuru berlimpah)
c. Ayam jantan sebagai persembahan kepada penguasa laut
d. Jajan pasar/Tukon Pasar, merupakan salah satu sesaji. Jajan pasar disajikan
kepada penguasa laut
e. Kupat lepet, terdiri dari ketupat yang terbuat dari beras yang diwadahi janur
kemudian dibentuk dan direbus. Sedangkan lepet terbuat dari nasi ketan
dicampur dengan kelapa parut ditambah garam kemudian dibungkus dengan
janur dan dibentuk memanjang.
f. Gringsing, adalah beras ketan yang disangrai, kemudian ketan yang disangrai
dicampur dengan irisan gula merah dan dicampur dengan kelapa parut, setelah
itu dibungkus dengan daun pisang dibentuk kerucut. Bermakna agar para
nelayan Muncar selalu selamat dalam mencari ikan di laut.
g. Gitik merupakan perahu kecil yang di dalamnya berisi berbagai macam-macam
sesaji. Perahu inilah yang digunakan untuk pelarungan sesaji.

Petik laut disebut juga Selametan dalam istilah Jawa, hampir semua upacara
dilakukan dengan selametan. Selametan merupakan tiang penyangga seluruh
bangunan religius jawa yang disebut “kejawen”144 selamatan biasanya berisi
dengan duduk bersama untuk berdoa bersama, dilanjutkan dengan makan bersama-
sama.
Dalam selametan upacara petik laut atau upacara sedekah laut ini, semua
orang khusus mengikutinya. Seorang pawang memimpin kenduri dengan membaca
mantra diucapkan dengan menggunakan mantra berbahasa Jawa. Dalam kenduri ini
biasanya menggunakan beberapa sesajen diantaranya: 145

144
Kejawen merupakan sebuah kepercayaan yang dianut oleh suku jawa
145
Sutiyono, Ketua UPT Nelayan Muncar, Wawancara Pribadi, (Muncar, 25 Juli 2019)
Pukul 13.00-13.35 WITA
56

a. Nasi brok yaitu nasi yang terbuat dari nasi biasa yang diletakan didalam
sebuah talam dan beralaskan daun pisang. Ini memilki arti meminta
keselamatan kepada danyang
b. Nasi pundar terbuat dari nasi kuning yang diberi srondeng dan telur goreng
yang diiris. Mempunyai makna untuk mengumpulkan dan menyatukan
mayarakat yang ada di daerah Muncar agar tidak terjadi perpecahan.
c. Kepala kambing Yang ditaruh di perahu kemudian dipasangi kail emas oleh
bapak bupati Banyuwangi. Kepala kambing ini merupakan sesaji pokok
dengan tujuan menetralisir keadaan laut supaya tetap menghasilkan ikan
yang berlimpah.
d. Buceng jejeg (tumpeng) yaitu nasi yang berbentuk kerucut atau gunungan.
Ini memilki makna agar menjadi manusia seperti halnya gunung yang tegar
dan kokoh berdiri ke atas bahwa manusia harus selalu eling atau ingat untuk
menyembah yang di atas.
e. Jenang sengkala dan jenang sepuh, jenang sengkala adalah bubur dari beras
yang diberi warna merah dan putih.
f. Tumpeng kenduri, digunakan untuk acaras kenduri, tumpeng ini dibagi-bagi
dan dapat dinikmati oleh masyarakat Muncar setelah pembacaan doa selesai
dilakukan. 146
C. Perbandingan Upacara Sedekah Laut di Pandeglang dan Banyuwangi

Setelah melakukan penelitian di dua wilayah yaitu Pandeglang dan


Banyuwangi penulis akan membandingkan apa saja perbedaan dan persamaan
dalam praktik upacara sedekah laut di dua wilayah tersebut.
a. Perbedaan upacara sedekah laut di Pandeglang dan Banyuwangi
Pada praktiknya waktu upacara sedekah laut di Pandeglang tidak ditentukan
waktunya dan tidak dilaksanakan setiap tahun, jadi bisa kapan saja biasanya lima
tahun sekali, tiga tahun sekali bahkan dua tahun sekali tergantung dengan
kesepakatan bersama. Sedangkan upacara sedekah laut di Banyuwangi

146
Sutiyono, Ketua UPT Nelayan Muncar, Wawancara Pribadi (Muncar, 25 Juli 2019)
Pukul 13.00-13.35
57

dilaksanakan setiap tahun dan sudah ditentukan waktunya yaitu pada tanggal 15
muharam atau 15 suro.
Selanjutnya dalam hal ritual sesajen, upacara sedekah laut di Pandeglang
menggunakan kepala kerbau jantan untuk sesajen pokok. Sedangkan upacara
sedekah laut di Banyuwangi menggunakan kepala kambing jantan “Bandit”.
Kemudian, dalam upacara sedekah laut di Pandeglang nasi beserta lauk
pauknya tidak ikut dibuang atau dilarung ke laut, tatapi di makan bersama-sama
orang Pandeglang menyebutnya“ngariung”atau “bebacakan”. Berbeda dengan
upacara sedekah laut di Banyuwangi nasi beserta lauk pauknya ikut di buang atau
dilarung ke laut.
Upacara sedekah laut di Pandeglang mengalami banyak pergeseran atau
perubahan dalam praktik pelaksanaannya seperti sudah terislamisasikan dengan
adanya berbagai macam pengajian, istighosah, dan tahlilan bersama sebelum
pelarungan. Pembacaan mantra-mantra digantikan dengan berbagai macam doa-
doa dan dzikir. Sedangkan upacara sedekah laut di Banyuwangi masih asli dan
kental dengan tradisi terdahulu nya yaitu doa dan mantranya masih dengan
menggunakan bahasa Jawa asli.
Jadi upacara sedekah laut di Pandeglang sudah tidak lagi memohon kepada
penguasa laut, tetapi memohon kepada Allah swt. Terbukti dengan diadakannya
pengajian, istighosah, tahlilan dan tidak lagi menggunakan doa-doa mantra.
Sedangkan upacara sedekah laut di Banyuwangi masih memohon kepada penguasa
laut, masih menggunakan doa-doa mantra yang dibaca oleh seorang pawang atau
dukun sesepuh desa.
Jika di Banyuwangi sebelum pelarungan dimulai terlebih dahulu dipentaskan
kesenian tari gandrung khas Banyuwnagi. Namun berbeda dengan di Pandeglang,
setelah acara pelarungan barulah ditampilkan kesenian khas Jawa Barat yaitu
Wayang Golek atau tari Jaipong.
58

b. Persamaan upacara sedekah laut di Pandeglang dan Banyuwangi


Dari kedua wilayah yang melaksanakan tradisi upacara sedekah laut,
masing-masing mempunyai persamaan diantaranya;
Di kedua wilayah yaitu Pandeglang dan Banyuwangi sama-sama
melakukan tradisi melarung atau membuang kepala hewan berkaki empat (kerbau
dan kambing) ke laut menggunakan miniatur perahu. Kemudian sebelum di larung
miniatur perahu tersebut di bawa keliling kampung terlebih dahulu.
Keduanya sama-sama memohon keselamatan dan terhindar dari
marabahaya atau paceklik (sedikitnya hasil tangkapan ikan) dan mensyukuri atas
hasil tangkapan ikan yang didapatkan.

D. Upacara Sedekah laut dalam Perspektif Hukum Islam

Untuk mengetahui bagaimana upacara sedekah laut dalam prespektif hukum


Islam perbandingan di dua wilayah yaitu Pandeglang dan Banyuwangi, maka
penulis akan menjelaskan pengertian sedekah laut serta hubungannya dengan
keiimanan karena berkaitan dengan keyakinan dan kepercayaan sehingga
didapatkan apakah upacara sedekah laut bertentangan atau tidak dengan Islam.
Sedekah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar. 147 Dalam pengertian
fuqoha, sedekah adalah suatu pemberian seorang muslim kepada seseorang secara
sepontan dan sukarela tanpa dibatasi waktu dan jumlah tertentu, serta suatu
pemberian yang bertujuan sebagai kebaikan yang mengaharpkan ridha Allah
SWT.148 Adapun menurut syar’i pengetian sedekah sama dengan infaq, akan tetapi
sedekah mencakup arti yang lebih luas dan menyangkut hal-hal yang bersifat non
material. 149
Sedangkan sedekah laut merupakan tradisi pelarungan sesaji ketengah laut
yang dilakukan setahun sekali oleh masyarakat pesisir pantai khususnya nelayan,

147
Munawir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawir, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1997)
H.77
148
Taufik Abdullah, Ensiklopedi Islam, Jilid 4 (Jakarta:PT Ichtiar Baru Van Hoeve,199)
H.259
149
Al-Furqan Hasbi, 125 Masalah Zakat, (Solo: Tiga Serangkai, 2008,) H.19
59

ini dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur serta memohon diberi keselamatan
dan dijauhkan dari marabahaya.150

Hasil data penelitian di lapangan menunjukan bahwa hukum upacara sedekah


laut tergantung kepada niatnya, seperti dalam hadis yang diriwayatkan oleh Umar
Bin Khatab sebagai berikut:

‫َخ َََبِِن ُُمَ َّم ُد بْ ُن إِبْ َر ِاه َيم‬ ٍِ


ْ ‫ت ََْي ََي بْ َن َسعيد يَ ُقو ُل أ‬
ِ َ َ‫اب ق‬
ُ ‫ال ََس ْع‬ ِ ‫يد حدَّثَنَا َعْب ُد الْوَّه‬
َ
ٍِ
َ ‫َحدَّثَنَا قُتَ ْي بَةُ بْ ُن َسع‬
ِ‫اَّلل‬ ِ ُ ‫اَّلل عنْه ي ُق‬ ِ ِ ْ ‫َسعت عمر بن‬ ِ ُ ‫اص اللَّيثِي ي ُق‬ ِ
َّ ‫ول‬ َ ‫ت َر ُس‬ ُ ‫ول ََس ْع‬ َ ُ َ َُّ ‫اْلَطَّاب َرض َي‬ َ ْ َ َ ُ ُ ْ َ ‫ول‬ َ َّ ْ ٍ َّ‫أَنَّهُ ََس َع َع ْل َق َمةَ بْ َن َوق‬
‫اَّللِ َوَر ُسولِِه‬
َّ ‫ت ِه ْجَرتُهُ إِ ََل‬ ِ ِ ِ ُ ‫ول إََِّّنَا ْاْلَعم‬
ْ َ‫ال ِِبلنيَّة َوإََِّّنَا ِل ْم ِر ٍئ َما نَ َوى فَ َم ْن َكان‬ َْ ُ ‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم يَ ُق‬
َّ ‫صلَّى‬ َ
ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ َِّ ‫فَ ِه ْجَرتُهُ إِ ََل‬
‫اجَر‬َ ‫ت ه ْجَرتُهُ إ ََل ُدنْيَا يُصيبُ َها أ َْو ْامَرأَة يَتَ َزَّو ُج َها فَ ِه ْجَرتُهُ إ ََل َما َه‬ ْ َ‫اَّلل َوَر ُسوله َوَم ْن َكان‬
151 ِ ِ
‫إلَْيه‬
Artinya”Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan
kepada kami Abdul Wahab menuturkan; aku mendengar Yahya Bin Said
mengatakan; telah mengabarkan kepadaku Muhamad bin Ibrahim bahwasannya ia
mendengar ‘Alqomah Bin Waqqash Al Laitsi menuturkan;aku mendengar Umar
Bin Khatab radhiyallahu’anhu menuturkan; aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda;” sesungguhnya amalan itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang
hanya mendapatkan apa yang di niatkannya. Barang siapa yang berniat hijrah
kepada Allah dan Rasulnya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasulnya. Dan
barang siapa hijrah karena dunia yang bakal diraihnya atau wanita yang akan
dinikaihinya, maka hijrahnya kepada apa yang diniatkan. (H.R Bukhori)
Selain tergantung kepada niatnya, betapa keutamaan sedekah dapat menjadi
sebab dihindarkannya seseorang dari marabahaya, sesuai dengan hadis Nabi
Muhammad SAW dalam kitab tanqihul Qauli Hatsits fii Syarh Lubab al-Hadis
karya syekh Nawawi al-Bantani bab shodaqoh yaitu:

‫ الصدقة تر البالء وتطول العمر‬: ‫وقال صلى هللا عليه وسلم‬


Rasulullah SAW pernah bersabda,”Sedekah dapat menolak bala’ (marabahaya) dan
menjadikan umur panjang”

150
Nawawi Ahmad, Ketua Komunitas Nelayan Sidamukti, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 25juni 2019) Pukul 19.50- 20.45
151
Ahmad Bin Ali Bin Hajar Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari,(Mesir: Daar al-
Hadis, 2004 M/ 1424 H), Hadis No.6195
60

Jika praktik pelaksanaan upacara sedekah laut diniatkan untuk meyakini


adanya kekuatan selain Allah dengan memohon terhindar dari marabahaya,
dijauhkan dari paceklik, dan berharap akan rezeki hasil tangkapan ikan yang
melimpah kepada penguasa laut maka diharamkan karena hanya kepada Allah lah
kita memohon dan berharap sesuai dengan firman Allah SWT:

ِِ ِ ِ ‫وِلَتَ ْدع ِمن دو ِن هاَّللِ ما ِلَ ي ْن َفعك وِلَ يضُّرَك فَاِ ْن فَع ْلت فَاِن‬
َ ْ ‫َّك اذًا م َن الظَّالم‬
‫ي‬
152
َ َ َ َُ َ َُ َ َ ُْ ْ ُ َ
Artinya: “Dan janganlah kamu memohon (beribadah) kepada selain Allah,
akan apa yang tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat, sebab jika
kamu berbuat demikian, maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang
dholim”.

Kemudian hanya Allah lah yang menghendaki menimpakan bencana dan


menghilangkannya seperti dalam ayat al-Quran

ِِ ‫ص‬ ِ ِ ِ ْ ‫اشف لَه إَِِّل هو ۖ وإِ ْن ي ِرْد َك ِِبَ ٍْي فَ َال ر َّاد لَِف‬
ِ
ُ‫يب به َم ْن يَ َشاء‬
ُ ُ‫ضله ۚ ي‬ َ ْ ُ َ َ ُ ُ َ ‫ض ٍر فَ َال َك‬ ُ ِ‫اَّللُ ب‬
َّ ‫ك‬ َ ‫َوإِ ْن َيَْ َس ْس‬
153
‫الرِح ُيم‬
َّ ‫ور‬ ِِ ِ ِ
ُ ‫م ْن عبَاده ۚ َوُه َو اْلغَ ُف‬

Artinya: “dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, maka tidak ada
yang dapat menghilangkannya kecuali dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan
bagi kamu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan
kebaikan kepada siapa saja yang dia kehendaki diantara hamba-hamba-Nya. Dia
maha pengampun, maha penyayang”.
Mengutip Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali sebagai berikut:

ِ ‫ك ِِف الْعر‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ َ‫ق‬


‫ب فَ لَ َّما‬ ََ َ ‫ال ُم َقات ُل َكا َن أ ََّو ُل َم ْن تَ َع َّو َذ ِِب ْْل ِن قَ ْوٌم م ْن أ َْه ِل الْيَ َم ِن م ْن بَِِن َحنْي َفةَ ُُثَّ فَ َشا َذل‬
154 ِ ِ
‫اَل ِلَ ِب ْْلن‬ َ ‫َّع ُّوذُ ِِبهللِ تَ َع‬
َ ‫ص َار الت‬ َ ‫َجاءَ اْ ِإل ْسالَ ُم‬
“Orang yang pertama meminta perlindungan kepada jin adalah kaum dari bani
hanifah di yaman, kemudian hal tersebut menyebar di arab. Setelah Islam datang,
maka berlindung kepada allah menggantikan berliduung kapada jin.”

152
al-Qur’an Surat Yunus Ayat 106
153
al-Qur’an Surat Yunus Ayat 107
154
Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Beirut: Daar al-Fikr, tanpa catatan tahun), Juz VI,
H.557
61

Tetapi fenomena upacara sedekah laut bisa jadi dihukumi mubah bila
upacara penyembelihan hewan tertentu di maknai atau diniatkan sebagai taqqarub
kepada Allah untuk mengusir Jin jahat atau makhluk penguasa laut. Namun ketika
penyembelihan hewan ini di niatkan untuk menyenangkan Jin penguasa laut, maka
hal ini di hukumi haram sebagaimana Keterangan Syekh Zainuddin al-Malibari
dalam Fathul Mu’in sebagai berikut;

155
‫ص ِد ِه ْم َحَرم‬ ِ ِ َ ‫من َذبح تَ ْق ِرِب هللِ تَع‬
ْ ‫ أَْو بَِق‬،‫اَل ل َدفْ ِع َشَّر ا ْْل ِن َعْنهُ َلْ َيرم‬ َ ً ََ َْ
“Barang siapa yang memotong (hewan) karena taqarub kepada Allah dengan
maksud menolak gangguan Jin, maka dagingnya halal di makan. Tetapi kalau jin-
jin itu yang ditaqarubbkan, maka haram daging sembelihannya”
Keterangan Syekh Zainuddin Al-Malibari di atas ini kemudian diulas lebih
lanjut Oleh Syekh Sayid Bakri bin Sayid M Syatha Ad-Dimyathi dalam I‘anatut
Thalibin berikut ini.

َ ‫ب َوالْعِبَ َادةِ هللِ تَ َع‬


‫اَل‬ ِ ‫ص ِد التَ َقُّر‬ َ ‫ تَ ْق ِرًِب هللِ تَ َع‬.‫َم ْن ذَبَ َح أَ ِي َش ْي ٍء ِم َن ا ِإلبِ ِل أَْو الْبَ َق ِر أَ ِو الْغَنَِم‬
ْ ‫اَل أَ ِي بَِق‬
‫الذابِح‬
َّ ‫اَل يكفي‬ ِ ‫ أَي الذبح تَ ْق ِرِب ِْلَج ِل أَ َّن‬،‫الذب ِح‬ ِ ِْ ‫ لِ َدفْ ِع َشَّر‬.‫وح َده‬
َ ‫هللا ُسْب َحانَهُ َوتَ َع‬ ْ ً ْ ْ ْ َّ َ‫اْل ِن َعْنهُ علَّة‬ ُ َْ
:‫ص ِد ِه ْم‬ ِ ِ ِ
ْ ‫ أَْو بَِق‬:‫ (قَ ْوله‬،‫ ْلَ َّن ذَ ْحبه هلل َِل لغَ ِْْيه‬،‫ت ذبيحته مذكاة‬ ْ ‫ص َار‬ َ ‫ َو‬،‫ َلْ َيرم أي ذحبه‬.‫اْلن عنه‬
ِْ ‫َشَّر‬
ِ ِْ ‫حرم) أَي أَو ذبح بَِقص ِد‬
‫ب‬ َ َ‫ بَ ْل إِن ق‬.ً‫ت ذبيحته َمْي تَة‬
ُ ‫ص َد التَّ َق ُر‬ َ ‫ َو‬،‫ حرم ذحبه‬،‫اْلن َِل تَق ِرًِب إِ ََل هللا‬
ْ ‫ص َار‬ ْ ْ ْ ٌَ َ
.156‫ادةُ للجن كفر كما مر فيما يذبح عند لِ َقاِء السلطان أو زايرة حنو ويل‬ ِ
َ َ‫َوالعب‬
Artinya, “(Siapa saja yang memotong (hewan) seperti unta, sapi, atau kambing
(karena taqarrub kepada Allah) yang diniatkan taqarrub dan ibadah kepada-Nya
semata (dengan maksud menolak gangguan jin) sebagai dasar tindakan pemotongan
hewan. Taqarrub dengan yakin bahwa Allah dapat melindungi pemotongnya dari
gangguan jin, (maka daging) hewan sembelihan-nya halal dimakan) hewan
sembelihannya menjadi hewan qurban karena ditujukan kepada Allah, bukan
selain-Nya.(Tetapi kalau jin-jin itu) bukan Allah (yang ditaqarrubkan, maka daging
sembelihannya haram) karena tergolong daging bangkai. Bahkan, jika seseorang
berniat taqarrub dan mengabdi pada jin, maka tindakannya terbilang kufur”.

Dari sini kita dapat menarik simpulan bahwa fenomena upacara sedekah
laut bisa dilihat dari niat mereka yang melakukannya karena ini berurusan dengan
masalah keyakinan, aqidah, tauhid, keimanan, dan seberapa sering upacara ini

Syekh Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in,(Kudus: Menara Kudus 1980) H.141


155

Syekh Sayid Bakri bin Sayid M Syatha Ad-Dimyathi, I‘anatut Thalibin (tanpa catatan
156

kota: Darul Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun) Juz ll H. 249
62

(misalnya sebulan sekali) dilakukan karena berkaitan dengan dana dalam


pengertian idh‘atul mal atau tindakan tabdzir yaitu menyia-nyiakan harta yang
dimakruh kan dalam agama.
Lain soal ketika barang-barang yang dilarung itu seperti ayam, sayur-
sayuran segar, buah-buahan, dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan dan sebagian
masyarakat yang hadir, maka itu bernilai ibadah seperti upacara sedekah laut di
Pandeglang. Jadi upacara sedekah laut ini mengandung banyak kemungkinan sesuai
dengan praktiknya di lapangan.
Islam tidak menentang sesuatu yang baru selama relevan dengan sepirit
nilai-nilai Islam. Semangat Islam adalah Perubahan menuju perbaikan. Perubahan
tidak berarti semua tradisi ditinggalkan, tetapi memodifikasi tradisi dalam ukuran
tertentu sesuai dengan problem sosial yang ada atau merubah secara total tradisi
dengan sesuatu yang sama sekali baru. Hal ini berpedoman kepada kaidah menjaga
tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang baik. 157
Islam sangat menghargai kreasi-kreasi kebudayaan masyarakat. Sejauh
tradisi itu tidak menodai prinsip-prinsip kemanusiaan maka ia tetap dipertahankan.
Sebaliknya, jika tradisi itu mengandung unsur mencederai martabat kemanusiaan,
maka tak ada alasan untuk melestarikannya. Islam di Indonesia tidak menghamba
kepada tradisi karena tradisi memang tidak kebal kritik. Hanya tradisi yang
menghormati nilai-nilai kemanusiaan yang perlu di pertahankan. 158
Dalam menyikapi tradisi budaya masyarakat para ulama menggunakan
strategi kebudayaan dalam mendakwahkan Islam. Sunan Kalijaga menggunakan
wayang kulit sebagai media dakwah. Beliau memasukan kalimat syahadat dalam
dunia perwayangan. Mantra-mantra, dan jampi-jampi yang biasanya berbahasa
Jawa digantinya dengan bacaan doa-doa dan kalimat syahadat.159
Para ulama di Pandeglang pun demikian, mendakwahkan Islam dengan
kebudayaan. Para ulama di Pandeglang mengakomodasi budaya upacara sedekah

157
Ali Masykur, Membumikan Islam Nusantara Respons Islam Terhadap Isu-Isu Aktual
(Jakarta; Serambi Ilmu Semesta 2014) H.124-125
158
Abdul Moqsith Ghazali, Metodologi Islam Nusantara, Islam Nusantara Dari Ushul Fiqh
Hingga Paham Kebangsaan, (Bandung: Mizan Pustaka 2016) Cet.Lll, H.143
159
Abdul Moqsith Ghazali, Metodologi Islam Nusantara, Islam Nusantara Dari Ushul Fiqh
Hingga Paham Kebangsaan, (Bandung: Mizan Pustaka 2016) Cet.Lll, H.143
63

laut yang sedang berjalan di masyarakat. Dalam upacara sedekah laut terdapat
tradisi sesajen yang sudah berlangsung lama dibiarkan berjalan untuk selanjutnya
diberi makna baru. Sesajen tidak lagi dimaknai pemberian untuk dewa atau
penghuni dan penguasa laut melainkan sebagai bentuk kepedulian sesama.
Begitupula tradisi mengalirkan satu kerbau ke laut tidak dihilangkan, melainkan
diubah dengan hanya kepala kerbaunya saja sedangkan dagingnya dibagikan
kepada masyarakat. Kemudian upacara sedekah laut tidak dimaknai sebagai
persembahan kepada dewa atau penguasa laut, melainkan sebagai syukur kepada
Allah atas hasil tangkapan ikan yang didapat dalam upacara sedekah laut juga
sesajen yang di sajikan tidak ikut dilarung ke laut tetapi dibagi-bagi kepada
masyarakat setempat.
Memisahkan Islam dari tradisi masyarakat bukanlah solusi. Islam
seharusnya berdialektika dengan kebudayaan asalkan tidak sampai mengubah
pokok ajaran Islam. Dengan demikian ajaran Islam dan urf-tradisi masyarakat
mestinya tidak perlu dipertentangkan. Sebab keduanya saling mempersyaratkan.
Jika urf-tradisi membutukan ajaran Islam agar tradisi tersebut tak menghancurkan
nilai-nilai kemanusiaa, maka Islam juga membutukan urf karena urf merupakan
ladang tempat berlabuhnya ajaran islam. Karena itu seorang mujtahid harus orang
yang mengerti tradisi masyarakat.160
Imam Syihab al-Din al-Qarafi dalam kitab Furuq menasehati para ahli fiqih
yang hendak memberi fatwa

‫ بَ ْل اِذَا َجاءَ َك َر ُج ٌل ِم ْن غَ ِْْي أَ ْه ِل إِقْلِْيمك يَ ْستَ ْفتِْيك‬.‫ب طُْوَل ُع ْم ِرك‬ ِ ‫وَِل ُت ِمد علَى السطُوِر ِِف‬
ِ َ‫الكت‬
ْ َْ َ َ َ
ِ ِ ِ ِ
‫اسأَلْه َع ْن ُع ْرف بَلده َعلَْيه َوأَفْته بِه م ْن ُد ْو ِن عرف بلدك َواْل َقرر ِِف كتَبِك‬ ِ ‫َِلتره علَى عر‬
‫ف بَ ْل َد َك َو‬
ُ ْ ُْ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ْ ‫ض َالل ِِف الدي ِن َوجهل بََقاصد ُعلَ َماء الُ ْسلم‬
‫ي‬ َ ‫ت أَبَ ًدا‬َ ‫ َواْلُ ُم ْوُد َعلَى الَْن ُق ْوَِل‬.‫الَ ُّق الْ َواضع‬
ْ ‫فَ َه َذا ُه َو‬
161 ِ ِ َ‫السل‬
‫ي‬
َ ‫ف الَاض‬ َّ ‫َو‬
“janganlah anda terpaku pada apa yang tertulis dalam kitab-kitab sepanjang
umurmu. Jika datang kepadamu seorang laki-laki dari luar daerah untuk meminta
fatwa, maka jangan terapkan sebuah hukummenurut tradisi yang berlaku di

160
Abdul Moqsith Ghazali, Metodologi Islam Nusantara, Islam Nusantara Dari Ushul Fiqh
Hingga Paham Kebangsaan, (Bandung: Mizan Pustaka 2016) Cet.lll, H.144
161
Syihad Al-Din Ahmad Ibn Idris Al-Qarafi, Al Furuq,( Beirut: Dar Al-Gharab Al-Islami,
1994), Juzll, H.176-177
64

daerahmu. Tanyakanlah kepadanya tentang tradisi yang berjalan di daerahnya. Lalu


berilah fatwa berdasarkan di daerahnya.bukan berdasarkan tradisi yang ada di
daerahmu dan bukan berdasarkan keputusan yang tercantum dalam kitab-kitabmu.
Ini adalah kebenaran yang nyata. Sungguh, terpaku kepada teks semata merupakan
kesesatan yang nyata selamanya. Itu menunjukan ketidaktahuan untuk menangkap
maksud-maksud para ulama salaf terdahulu.” 162

Hal ini juga selaras dengan pendapat Ibnu Qayyim al-Jauziyah tentang
perubahan fatwa dalam I’lam Al-Muwaqqi’in ‘An Rab Al-‘Alamin
163
‫ات َواْ َلع َوائِ ِد‬
ِ َّ‫ب تَغَُِّْياْْل َْزِمنَ ِة واْْلَم ِكنَ ِة واْْلَحو ِال والنِي‬
َ َْ َ ْ َ
ِ ‫فها ِحبَس‬
ْ ُ َ‫اختال‬
ِ ‫تَغَُّْياْل َفْت وى و‬
َْ َ ُ
”Perubahan fatwa dan perbedaannya terjadi menurut perubahan zaman, tempat,
keadaan, niat dan adat istiadat”.

Penampilan Islam Indonesia yang penuh “warna tradisi” dalam batas-batas


tertentu, merupakan hasil pemahaman dan penafsiran terhadap substansi Islam yang
satu tersebut ditransformasikan secara aplikatif dalam konteks budaya Indoseia.
Penampilan itu tidak mengubah Islam, tetapi menerjemahkan Islam dalam bahasa
kebudayaan. Kebiasaan mentransformasikan ajaran Islam kedalam konteks budaya
menjadikan Islam kaya pemahaman, pemaknaan, penafsiran dan penampilan
sehingga Islam menjadi Islam yang luwes dan fleksibel baik terhadap tradisi,
budaya, maupun perkembangan zaman, sepanjang hal-hal tersebut tidak
mengancam dan merusak substansi Islam. 164
Menurut penulis, tradisi upacara sedekah laut yang dilakukan oleh
masyarakat pesisir pantai dan nelayan di Pandeglang dan Banyuwangi masuk ke
dalam kategori urf khusus, karena pelaksanaannya dilakuan hanya sekelompok
masyarakat saja dan dilakukan pada waktu tertentu yang sudah di tentukan.
Selanjutnya, jika dilihat dari sumbernya upacara sedekah laut masuk dalam urf fi’ly
karena upacara sedekah laut merupakan kebiasaan yang berlaku pada perbuatan.
Penyelenggaraan upacara sedekah laut di Pandeglang secara esensial
bentuknya hampir sama dengan upacara sedekah laut pada zaman nenek moyang

162
Syihad al-Din Ahmad Ibn Idris al-Qarafi, al-Furuq H.176-177
163
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, I’lam Al-Muwaqqi’in ‘An Rab Al-‘Alamin, Juz III (Bairut:
Dar Al-Fikr, T.Th), H. 14.
164
Mujamil Qomar, Fajar Islam Indonesia Kajian Komprehensif Atas Arah Sejarah Dan
Dinamika Intelektual Islam Nusantara, (Bandung: Mizan Pustaka 2012) H.23-25
65

terdahulu yang mengandung kepercayaan mistis namun seiring perubahan zaman


dan kondisi masyarakat Pandeglang yang menyelenggarakan upacara sedekah laut
telah mengalami perubahan. Yang awalnya upacara sedekah laut dianggap sakral
dan wajib dilakukan oleh masyarakat nelayan dan pesisir pantai sekarang sudah
tidak lagi
Terbukti dari hasil wawancara di lapangan bahwa upacara sedekah laut
tidak mesti dilakukan setiap tahun namun dalam pertiga tahun sekali, bahkan lima
tahun sekali baru dilakukan. Kemudian makanan yang dulunya dilarung ke laut
sekarang mengalami pergesaran. Makanan-makanan yang tersaji disiapkan dan
dikumpulkan dijadikan satu untuk kemudian dimakan bersama-sama dengan
masyarakat lain sehingga terciptanya tali silaturahmi menjadikan upacara sedekah
laut relevan dalam implikasinya sendiri dimasyarakat Pandeglang.
Selanjutnya Suhaedi Kurdiatna, mengklaim bahwa tradisi upacara sedekah laut
di Pandeglang sudah sesuai dengan ketentuan syar’i.165 Hal itu karena tidak terlepas hasil
usaha para ulama dan tokoh agama yang sediki demi sedikit mengikis praktik-praktik
pelaksanaan yang menyimpang dari agama Islam dalam tradisi upacara sedekah laut di
Pandeglang, imbuh Kyai Mukri. 166
Upacara sedekah laut merupakan akulturasi antara budaya dan agama, karena
dengan melaksanakan upacara sedekah laut tidak saja melestarikan nilai-nilai
budaya, tetapi juga pada nila-nilai sosial keagamaannya. Adapun nilai-nilai soal
keagamaan yang terdapat pada tradisi upacara sedekah laut antara lain;
1. Gotong royong
Pada pelaksanaannya upacara sedekah laut di Pandeglang dan Banyuwangi
masyarakat pesisir pantai atau nelayannya secara bersama-sama saling membantu
pelaksanaan upacara sedekah laut baik itu berupa tenaga maupun dana, sikap tolong
menolong tersebut terdapat dalam firman Allah surat al-Ma’idah ayat 2 dan at-
Taubah ayat 71

165
H. Suhaedi Kurdiatna, Kepala Kecamatan Panimbang, Wawancara Pribadi
(Panimbang, 22 Juni 2019) Pukul 10.20-11.35
166
Kyai Masykur, Tokoh Agama Panimbang, Wawancara Pribadi (Panimbang, 20 Juni
2019) Pukul 14.30-15.28
66

َ ‫ِني ۡٱۡلَ ۡي‬َ ‫ٱۡل َر َام َو ََل ٱل ۡ َه ۡد َي َو ََل ٱلۡ َقلََٰٓئ َد َو ََلٓ َءآم‬ ‫َ َٰٓ َ ُّ َ ذ َ َ َ ُ ْ َ ُ ُّ ْ َ ََٰٓ َ ذ َ َ ذ‬
َ ۡ ‫ٱلش ۡه َر‬
‫ت‬ ِ ‫يأيها ٱَّلِين ءامنوا َل ُتِلوا شعئِر ٱَّلل ِ وَل‬
َ َۡ ُ َ ُ ‫ذ ۡ َ ۡ َ َٰ ٗ َ َ َ ۡ ُ ۡ َ ۡ ُ ْ َ َ ۡ ذ‬
‫ٱص َطادوا َوَل َي ِر َمنك ۡم ش َنَٔٔان قو ٍم أن‬
ٗ ۡ َ َ ُ
‫ٱۡل َر َام يَبۡ َتغون فضل مِن رب ِ ِهم ورِضونا ِإَوذا حللتم ف‬ َۡ
ۡ ۡ ۡ َ َ ْ ُ َ َ َ َ َ َٰ َ ۡ ‫ۡ َ َ َ َ ۡ َ ُ ْۘ ْ َ َ َ َ ُ ْ َ َ ۡ َ ذ‬ ۡ َ ۡ َ ۡ ُ ُّ َ
‫ٱۡلث ِم َوٱل ُع ۡد َوَٰ ِ ِۚن‬
ِ ‫ب وٱتلقوىٰۖ وَل تعاونوا لَع‬ ِ ِ ‫ج ِد ٱۡلر ِام أن تعتدوا وتعاونوا لَع ٱل‬ ِ ‫صدوكم ع ِن ٱلمس‬
ُ َ َ ‫ٱَّلل إ ذن ذ‬
ۡٔ‫ٱَّلل شدِيد ٱل‬ َ‫َ ذُ ْ ذ‬
167
ِ ٰۖ ‫وٱتقوا‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan
jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-
binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu
orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan
keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka
bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum
karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu
berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya.
ۡ ۡ ِ ۡ ِۡ ۡ ۚ ۡ ِۡ ۡ ۡ
‫ٱلصلَ هوَة‬ ‫و‬ ‫يم‬‫ق‬ِ ‫ي‬‫و‬ ِ
‫ر‬ ‫ك‬‫ن‬‫م‬ ‫ٱل‬ ِ
‫ن‬ ‫ع‬ ‫ن‬‫و‬ۡ
َّ َ ُ ُ َ َ ُ َ َ َ َ َ ُ َ َ ُ ُ َ ‫ض ُهم أَوليَآءُ بَعض‬
‫ن‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫ي‬‫و‬ ‫وف‬ ‫ر‬ ‫ع‬ ‫م‬ ‫ٱل‬ ‫ب‬ ‫ن‬‫و‬ ‫ر‬ ‫م‬ ‫َي‬ ‫ه‬ ِ‫و ۡٱلم ۡؤِمنُو َن و ۡٱلم ۡؤ‬
ُ ‫ت بَع‬ ُ ُ َ‫ن‬
َ ‫م‬ ُ َ
‫ه‬ ۚ
168 ِ
َّ ‫ٱَّللُ إِ َّن‬
‫ٱَّللَ َع ِز ٌيز َحكيم‬ ۡ
َّ ‫ك َس َْي ََحُ ُه ُم‬ ِٓ َّ ‫َويُ ۡؤتُو َن‬
َّ ‫ٱلزَك هوةَ َويُ ِط ُيعو َن‬
َ ‫ٱَّللَ َوَر ُسولَٓهُۥ أ ُْوهلَئ‬
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan)
yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat
dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh
Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dari ayat di atas telah jelas bahwasannya Allah SWT menganjurkan untuk
saling tolong menolong dalam berbuat kebaikan di kehidupan bermasyarakat.

2. Silaturahmi
Pada pelaksanaan upacara sedekah laut di Pandeglang dan Banyuwangi
masyarakat nelayan libur dari kegiatan mencari ikan, para pedagangpun ikan pun
ikut libur mereka semua berkumpul di TPI (Tempat Pelelangan Ikan) untuk
kegiatan berdoa bersama dan upacara sedekah laut ini di jadikan sebagai ajang
silaturahmi untuk bertemu, betegur sapa antar nelayan maupun masyarakat pesisir

167
Q.S. al-Maidah ayat:02
168
Q.S. at-Taubah ayat:71
67

pantai. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam ayat al-Quran surat Muhamad ayat
22-23 sebagai berikut:

ۡ
(22) ۡٔ‫ض َوتُ َق ِط ُعٓواْ أ َۡر َح َام ُكم‬ِ ‫فَ َه ۡل َع َس ۡي تُ ۡم إِن تَ َولَّ ۡي تُ ۡم أَن تُ ۡف ِس ُدواْ ِِف ٱْل َۡر‬
(23)169 ۡٔ‫صهرُهم‬
ۡ ‫أُوهلٓئِك ٱلَّ ِذين لعن هم ٱَّلل فأَصمه ۡم وأ َۡعمى أ‬
‫َب‬
َ َ ٓ‫ْ َ َ َ َ ََ ُ ُ َُّ َ َ َّ ُ َ َ ه‬
Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka
bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? (22) Mereka itulah orang-orang
yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya
penglihatan mereka. (23)
Kemudian Nabi Muhammad SAW juga menganjurkan umatnya untuk
sesantiasa menjaga silaturahmi sebagaimana di jelaskan dalam hadis sebagai
berikut;

‫ال‬
َ َ‫ ق‬,‫اط ٌع‬ َ ُُ َ َ َ‫صلَى هللا َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
ِ َ‫ َِل ي ْدخل اْلنَّةَ ق‬:‫ال‬ ِ ِ
َ ‫َع ْن ُجبَ ْْي بْن ُمطْعم َرض َي هللا َعْنه َع ِن النَِب‬
‫اطع رحم‬ِ َ‫ ي ع ِِن ق‬:‫س ْفيان‬
َْ َ ُ
170

Dari Jubair bin Muth’im RA dari Rasulullah SAW bersabda,” tidak akan masuk
surga orang yang memutuskan” Ibnu Abu Umar berkata,”Sufyan berkata,:yaitu
orang yang suka memutuskan hubungan kerabat (silaturrahmi)”. (H.R.Tirmidzi)

3. Persatuan dan kesatuan


Masyarakat nelayan dan pesisir pantai di wilayah Pandeglang dan
Banyuwangi terdiri dari berbagai suku dan kebudayaan, mereka memiliki tradisi
dan budaya yang bervariasi sesuai dengan latar belakang masing-masing daerah
asalnya dan tradisi upacara sedekah laut merupakan akulturasi budaya yang
mepersatukan berbagai etnis yang ada di sana, di dalamal-Quran di sebutkan bahwa
Allah SWT menciptakan manusia dengan beraneka ragam suku, sebagaimana
firman-Nya dalam surat al-Hujarar ayat 13 sebagai berikut :

ۚ ۡ ۡ ۚ ۡ ۡ
ََّ ‫ٱَّللِ أَت َق هى ُك ۡم إِ َّن‬
‫ٱَّلل‬ َّ ‫َّاس إِ ََّّن َخلَق هنَ ُكم ِمن ذَ َكرٖ َوأُنثَ هى َو َج َعل هنَ ُك ۡم ُشعُوبٖا َوقَبَآئِ َل لِتَ َع َارفُٓواْ إِ َّن أَكَرَم ُك ۡم عِ َند‬
ُ ‫هََٓيَيُّ َها ٱلن‬
.171 ‫َعلِ ٌيم َخبِْي‬

169
Q.S. Muhammad ayat:22-23
Abi ‘Isa Muhammad Bin Isa, Jamiu At-Tirmidzi, (Saudi Arabia: Baitul Fikr Dauliyah
170

Tanpa Catatan Tahun) H.322, Hadis No 1909


171
Q.S. al-Hujarat ayat:13
68

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Dari ayat di atas, terlihat bahwasannya jenis kelamin, bangsa maupun suku
tidak membuat seseorang lebih mulia dari pada yang lainnya, karena hanya
ketakwaanyalah yang membedakan derajat manusia disisi Allah SWT dan ayat di
atas juga menganjurkan bahwasannya sebagai manusia kita harus tetap menjaga
persatuan dan kesatuan.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis sebelumnya, dapatlah di tarik


kesimpulan:
1. Tradisi upacara sedekah laut dalam serangkaian upacaranya terdapat
syarat-syarat yang mesti terpenuhi, salah satunya yaitu menggunakan sesaji
berupa kepala kerbau atau kepala kambing. Bahwasannya sebagian
masyarakat Banyuwangi mempercayai mitos, jika tidak menggunakan
kepala kerbau atau kambing tangkapan ikan menjadi turun serta dapat
menimbulkan marabahaya saat melaut. Karena menurut saya membuang
kepala kerbau dengan mengharap pertolongan sangat bertentangan dengan
aqidah Islam
2. Adapun sebab mengapa upacara sedekah laut masih di pertahankan,
dipercayai dan dilaksanakan oleh masyarakat di Banyuwangi karena
masyarakat nelayan mempercayai bahwa apabila tidak melaksanakan
upacara sedekah laut maka hasil tangkapan ikan jadi sedikit. Sedangkan
upacara sedekah laut di Pandeglang diperingati hanya karena tidak inign
menghilangkan tradisi yakni agar tidak hilang.
3. Upaya standarisasi tradisi upacara sedekah laut dari unsur-unsur yang
dilarang oleh Islam yang salah satu yaitu penggunaan sesaji berupa aneka
macam makanan dan kepala kerbau atau kepala kambing yaitu dengan cara
memberikan pencerahan kepada masyarakat secara sedikit demi sedikit,
perlahan-lahan dan berangsung-angsur seperti yang dilakukan oleh para
ulama dan tokoh agama di Pandeglang. Berbeda dengan upacara sedekah
laut di Banyuwangi karena masyarakat sudah tertanam kuat
kepercayaandalam hal-hal seperti itu. Pada prosesi upacara sedekah laut di
Banyuwangi ritual pembakaran kemenyan serta mempercayai mitos akan
adanya penunggu laut.

69
70

B. Rekomendasi

1. Hendaknya kepada pemuka agama, tokoh masyarakat, serta kepala adat


melakukan sosialisasi mengenai ajaran ketauhidan dan keimanan kepada
Allah SWT pada masyarakat nelayan di Pandeglang dan Banyuwangi
penting di perhatikan.
2. Syogyanya kepada para pemuka agama, tokoh masyarakat, dan kepala adat
memberikan pemahaman tentang tradisi yang sesuai dengan tuntunan
syariat Islam, baik dengan pendekatan keluarga, dakwah, maupun kepada
para pemuda pemudi di Banyuwangi.
3. Sebaiknya untuk wilayah di Pandeglang dan Banyuwangi dalam
Penggunaan sesaji kepala kerbau atau kepala kambing diganti dengan tabur
benih ikan di laut agar ikan tidak punah dan tangkapan ikan menjadi
melimpah.
4. Seyogyanya tradisi upacara sedekah laut di Banyuwangi agar di perbarui
seperti upacara sedekah laut di Pandeglang. Seperti aneka makanan sesajen
tidak ikut dilarung tapi dimakan bersama-sama masyarakat dan nelayan.
5. Hendaknya para pemuka agama Islam, Hindu dan Budha untuk menjaga
kerukunan antar umat beragama.
71

DAFTAR PUSTAKA

Abdurra’uf am-Manawi, at-Tauqif fi Muhimmat at-Ta’arif, Bairut-Dar al-Fikr, cet


ke-1, 1410 H

Abi ‘Isa Muhammad Bin Isa, Jamiu At-Tirmidzi, (Saudi Arabia: Baitul Fikr
Dauliyah Tanpa Catatan Tahun) H.322, Hadis No 1909

A.Muri Yusuf, Metode Penelitian, (Jakarta:Kencana, 2014)

Andrew Beaty, Variasi Agama Di Jawa,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada 2001)


Ed.1

Adrian Perkasa, Orang-Orang Tionghoa Dan Islam di Maja Pahit (Yogyakarta;


Ombak 2012)

Abdul Wahab Khalaf, ‘Ilmu Ushulul Fiqh, (Mesir; Darar Al-Kutub Al-Islamiyah,
2010 M/ 1431 H)

Abdul Moqsith Ghazali, Metodologi Islam Nusantara, Islam Nusantara Dari Ushul
Fiqh Hingga Paham Kebangsaan, (Bandung: Mizan Pustaka 2016) Cet.lll,

A. Djazuli, Ilmu Fiqh : Penggalian, Perkembangan, Dan Penerapan Hukum


Islam,(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2005),

al-Qur’an Surat Yunus Ayat 106

al-Qur’an Surat Yunus Ayat 107

Ali Masykur, Membumikan Islam Nusantara Respons Islam Terhadap Isu-Isu


Aktual (Jakarta; Serambi Ilmu Semesta 2014)

Ahmad Fahmi Abu Sunah, al-‘Urf wa al-‘Adah fi Ra’yi al-Fuqaha, (Mesir:


Maktabah al-Azhar, 1947M)

Ahmad Sudirman Abas, Qawaid Fiqhiyah Dalam Perspektif Fiqih (Jakarta:


Pedoman Ilmu Jaya 2016)

Abu Abdilah Muhamad Bin Ahmad Ibnu Qudamah, al-Mughni, (Kairo:Daar al-
Manar, 1947)

Ali Haidar, Durar Al-Hukam Syarh Majallat Al-Ahkam, (Beirut: Daar Al-Kutub
Al-Ilmiyah, T.Th) Jilid 1

Ahmad Bin Ali Bin Hajar Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari,(Mesir:
Daar al-Hadis, 2004 M/ 1424 H), Hadis No.6195
72

Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqh (Satu Dan Dua), (Jakarta; Pernada Media Grup,
2014) Cet.2

Beni Ahmad Saebani Dan Encup Supriatna, Antropologi Hukum, (Bandung:


Pustaka Seetia 2012)

Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, (Jakarta :


Pustaka Jaya)

Eko setiawan, Eksistensi Bahari Tradisi Petik Luat di Muncar Banyuwangi,( Vol.10
No, 2 Juli 2016)

Hasan Muarif Ambary, Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis


Islam Indonesia (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998)

Https://Kabarpandeglang.Com/Asal-Usul-Kabupaten-Pandeglang/18Juni2019
(Diakses Pada 18 Juni 2019 Pada Pukul 09.56)

Imam Ahmad Bin Muhammad Bin Hambal, Musnad Imam Ahmad, (Jakarta :
PustakaAzzam, 2008), Jilid 3, No. 3418.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, I’lam Al-Muwaqqi’in ‘An Rab Al-‘Alamin, Juz III
(Bairut: Dar Al-Fikr, T.Th),

Ibnu Qayim Al-Jauziyah,Terjemah Asep Saefullah, I’lamul Almuwaqqi’in ‘An


Rabb Al-Lamin (Jakarta; Pustaka Azam 2010)

Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Beirut: Daar al-Fikr, tanpa catatan tahun), Juz
VI

Jaih Mubarak, Modifikasi Hukum Islam:Studi Tentang Qawl Qadim Dan Qawl
Jadid, (Jakarta:Rajagrafindo Persada, 2002)

Jalaluddin Al-Suyuti, Al-Asybah Wa Nadzair, (Beirut: Daar Al-Kutub Al-Araby)

Jamal Ma’mur Asmani M.A, Mengmebangkan Fikih Sosial Kh.Ma Sahal Mahfudz
Elaborasi Lima Ciri Utama, (Jakarta: Pt Elex Media Komputindo 2015)

Joko P. Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1991),

Lies Sudibyo, Ilmu Sosial Budaya Dasar, (Yogyakarta: Andi Offset, 2013),
73

Louis Ma’luf, Al-Munjid Fi Al-Lughah Wa Al-A’lam. (Bairut: Daar Masyriq, 1982)

Mark R. Woodward, Islam Jawa Kesalehan Normatif Versus Kebatinan,


(Yogyakarta:Lkis 2012) Cet.V

Munawir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawir, (Yogyakarta: Pustaka Progresif,


1984)

Muhamad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, (Daar Al-Fikr Al Arabi, 1958)

Nur Syam, Tarekat Petani Fenomena Tarekat Syatariyah Lokal, (Yogyakarta:


LkiS,2013)

Muhamad Yasin Bin ‘Isa Al Fadani Al Makiy, Fawaidul Janiyah, (Daaar Al


Mahaja,2008 M/1429 H) Jilid.1

Muhamad Musthafa Syalabi, Ta’lil Al-Ahkam, (Beirut: Daar An-Nahdhah Al-


Arabiyah1981)

Muhamad Anshori, Qowaidul Fiqhiyah, (Mesir: Daar al-Salam 2012 M/ 1433 H)

Mujamil Qomar, Fajar Islam Indonesia Kajian Komprehensif Atas Arah Sejarah
Dan Dinamika Intelektual Islam Nusantara, (Bandung: Mizan Pustaka 2012)

Nur Syam, Islam Pesisir (Yogyakarta:Lkis 2004)

Sri Widiati, Tradisi Sedekah Laut Di Wonokerto Kabupaten Pekalongan:Kajian


Perubahan Bentuk dan Fungsi, Jurnal PP Vol.1 No 2. 2011

Syafi’i Maskur, Kekuatan Sedekah (Yogyakarta: Briliant Books, 2011)

Sartini, Ritual Bahari di Indonesia Aneka Kearifan Lokal: Jurnal

Simuh, Sufisme Jawa (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995)

Rahmah Purwahida, Bakhtiar Dwi Yunika, dan Dhany Nugrahani, Bahasa Dalam
Uppacara Larung, Sedekah Laut di Laut Bonang, Kecamatan Lasem,
Kabupaten Rembang, Jawa Tengah ( Pelita,Volume III, Nomor I, April 2008)

http://satudata.pandeglangkab.go.id/kecamatan/detail/pandeglang

Saipudin Shidiq, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana 2011)

Satria Efendi, Ushul Fiqih (Jakarta: Kencana 2017) Cet.7

Saipudin Shidiq, Ushul Fiqh (Jakarta :Kencana 2011)


74

Syaikh Muhamad Al-Khudhari Biek, Ushul Fiqih, Penerjemah Faiz al-Mutaqien,


(Jakarta: Pustaka Amani 2007)

Syihad al-Din Ahmad Ibn Idris al-Qarafi, al-Furuq,( Beirut: Dar Al-Gharab Al-
Islami, 1994), Juzll,

Syekh Sayid Bakri bin Sayid M Syatha Ad-Dimyathi, I‘anatut Thalibin (tanpa
catatan kota: Darul Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun) Juz ll

Syekh Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in,(Kudus: Menara Kudus 1980) H.141


QS. al-A’raf (7): 199.

Wahbah Al-Zuhayli, Al-Wajiz Fii Ushulul Fiqh, (Damaskus: Daar Al-Fikr 1995)
75

LAMPIRAN-LAMPIRAN

WAWANCARA

Data Informan

Narasumber : Kyai Maskur/ tokoh agama

Tempat : Panimbang,/Pandeglang

Tanggal : 20 Juni 2019

1. Pertanyaan : Bagaimana asal muasal tradisi sedekah laut di Pandeglang?

Jawaban :tradisi ini merupakan hasil pembawaan dari tradisi masyarakat


pesisir Jawa bagian barat yaitu Cirebon dan Indramayu yang
melakukan transmigrasi ke daerah pesisir pantai Pandeglang. Jadi
nadran di Panimbang-Pandeglang bukan merupakan tradisi asli
masyarakat Pandeglang. Upacara sedekah laut itu di Pandeglang
masyarakat biasanya menyebutnya dengan “nadran” ritualnya sama
saja dengan nadran yang ada di Cirebon dan Indramayu jadiasal usul
nadran di Pandeglang sama saja dari asal usul nadaran di Indramayu
dan Cirebon.

2. Pertnyaan: Bagaimana pandnagan bapak selaku tokoh agama tentang maksud


dan tujuan tradisi upacara sedekah laut?

Jawaban: Tujuan dari diadakannya nadran adalah untuk syukuran atas nikmat
hasil tangkapan ikan di laut yang telah Allah berikan kepada
masyarakat. Kalau ada yang mengatakan kalau ini dilarang syirik atau
sebagainya itu kembali lagi kepada niat nya masing-masing.

3. Pertanyaan; apakah tujuan dari diadakannya tradisi uapacara laut?


Jawaban: Tujuan diadakannya nadran adalah adalah untuk syukuran atas
nikmat hasil tangkapan ikan di laut yang telah Allah berikan kepada masyarakat
pesisir pantai dan nelayan di Pandeglang
76

4. Pertanyaan: alasan apakah yang melatar belakangi adanya acara tradisi upacara
sedekah laut di Pandeglang?
Jawab: Masyarakat nelayan berdalih bahwa jika tidak melaksanakan nadran
seperti tidak ada rasa terima kasih kepada laut yang telah memberikan
hasil lautnya. Ada juga yang berpendapat apabila tidak melakukan
“Nadran” akan sedikit hasil pencaharian ikannya atau akan mendapat
bencana seperti angin yang tidak bersahabat ataupun gelombang yang
tinggi. Namun hanya beberapa saja yang berpendapat demikian
5. Pertanyaan: sesajen yang sudak disiapkan apakah ikut dilarung ke laut?
Jawaban: Aneka macam makanan berupa ayam bekakak, pisang dan makanan
lainnya berasal dari masyarakat dan juga nelayan yang kemudian
dikumpulkan untuk dimakan bersama-sama setelah pelarungan.
“babacakan” atau “ngariung” semua masyarakat, nelayan dan pejabat
pemerintahan tanpa sekat menjadi satu menyantap makanan yang sudah
dikumpulkan
77

WAWANCARA

Data informan

Narasumber : Nawawi

Tempat : Panimbang,/Pandeglang

Tanggal : 25 Juni 2019

1. Pertanyaan : Apakah yang dimaksud dengan upacara sedekah laut?


Jawaban : Nadran berasal dari bahasa arab yaitu dari kata nadar yang artinya
syukuran. Kemudian juga kata nazar yang mempunyai makna
pemenuhan janji. Menurut sejarahnya nadran sudah ada sejak zaman
Hindu Belanda dan dilakukan oleh nenek moyang terdahulu.
Menurut hasil wawancara Dikisahkan di Cirebon ada sorang
pemimpin bernama Ki Ageng Tapa dan rombongan sedang makan-
makan bersama rombongan masyarakat nelayan, penghuni yang ada
di laut datang dan menghadap Ki Ageng Tapa para penghuni laut
tersebut meminta barokahnya di bagikan kepaada kami juga,
kemudian Ki Ageng Tapa Menjawab, “Baik, nanti Tahun depan
kami akan bawakan makanan untuk kalian’, janji KiAgeng Tapa
untuk memberi makanan pada tahun depan di sebut Nadzhar, dari
kata nadzhar ini kata nadranan terbentuk, kemudian pada tahun
depannya nadzran Ki Ageng Tapa dilaksanakan dengan
menyembelih seekor kerbau, daging dari badan kerbau di makan
untuk bangsa manusia, sedangkan kepala kerbau untuk angsa
siluman yang tinggal di laut. Sikap Ki Ageng Tapa bukan untuk
memberi persembahan kepada bangsa halus sebagai tunduk kepada
bangsa mereka, tetapi sebagai bentuk keperdulian sebagai sesama
makhluk Tuhan, juga sebagai seorang pemimpin yang bertanggung
jawab untuk memelihara keseimbangan lingkungan yang hidup di
darat maupun di laut, sikap ini sebagai perwujudan bahwa islam
rahmatan lil alamin.
78

Sikap Ki Ageng Tapa yang peduli terhadap keseimbangan ekosistem


lingkungan hidup ini kemudian dilanjutkan oleh turunannya, mulai
dari pangeran cakrabuana, sunan gunung jati dan sultan-sultan yang
memerintah. Pada masa pemerintahan sunan gunung jati, nadran
merupakan ritual kenegaraan terbesar setelah muludan. Momen
nadran dimanfaatkan oleh sunan gunung jati untuk mengajarkan rasa
bersyukur kepada allah swt yang telah memberikan rezeki baik hasil
bumi maupun hasil laut, persembahan rasa syukur diwujudkan oleh
masyarkat dalam bentuk persembahan hasil bumi dan laut yang
terbaik. Jadi dalam pelaksanaan nadran dilakukan pemotongan
seekor kerbau jantan, kemudian diambil kepalanya, tulangnya, dan
darahnya setelah itu di larung ke tengah laut menggunakan perahu
kecil yang khusus dibuat untuk pelarungan tersebut

2. Pertanyaan: Bagaimana proses berlangsungnya acara tradisi upacara sedekah


laut bagi masyarakat pesisir Pandeglang?
Jawab: Sebelum mengadakan nadran, para tokoh agama, tokoh masyarakat dan
pejabat terkait terlebih dahulu mengadakan musyawarah mengenai
waktu pelaksanaan, pembentukan panitia upacara sedekah laut dan
besarnya dana yang dibutuhkan. sebelum diadakannya nadran,
terlebih dahulu diadakan beberapa acara yang diikuti oleh masyarakat
setempat adapun acaranya diantaranya antara lain: Lomba sepak bola,
Lomba bola voly, Bersih-bersih pantai, Bazar murah, Pementasan seni
budaya, Pengobatan gratis, Santunan anak yatim, Istigosah, Tabligh
akbar, Kreasi seafood, Karnaval nelayan. Tradisi upacara sedekah laut
merupakan budaya yang dilakukan oleha masyarakat pesisir pantai,
dana dari pelaksanaan kegiatan tradisi upacara sedekah laut tersebut
didapat dari swadaya masyarakat yang penarikannya dikordinir oleh
bendahara Tempat Pelelangan Ikan (TPI) biasa ditarik perkepala
keluarga sebagai sumbangan wajib. Dan biasanya untuk kalangan atas
yang segi ekonominya biasanya menyumbangkan uang leih dari yang
79

sudah ditentukan. Selanjutnya panitia membuat proposal untuk


nantinya mendapatkan sponsor dari berbagai brand terkenal.Dari dana
yang sudah terkumpul selanjutnya di pergunakan untuk membeli
syarat perlengkapa upacarasedekahlaut seperti kepala kerbau, ayam
betina, kain putih, jajanan pasar tujuh macam, nasi tumpeng dan lain
sebagainnya. Setelah perlengkapan upacara sedekah laut terpenuhi
dapat dilakukan prosesi ritual tradisi nadran atau uapcara sedekah laut.
Adapun prosesi nandran atau upacarasedekah laut adalah
Menyiapkan kepala kerbau, Menyiapkan perahu kecil untuk
pelarungan, Menyiapkan berbagai sesajen seperti ayam betina, nasi
tumpeng kuning dll.,Melakukan pencucian perahu ,Menyiapkan
makanan beserta lauk pauknya,Melakukan doa bersama
3. Pertanyaan : apakah tujuan diadakannya tradisi upacara sedekah laut di
Pandeglang?
Jawaban: Pertama, tujuan vertikal, yaitu hubungan antara makhluk kepada
sang pencipta Allah SWT. Mengucap rasa syukur kepada Allah
SWT, untuk memohon keselamatan para nelayan mengarungi
lautan. Kedua, tujuan horizontal yaitu hubungan antara sesama
manusia, sebagai ajang silaturahmi dengan sanak keluarga dan
teman-teman setiap harinya jarang bertemu karena banyak yang
jarang pulang karena harus bekerja di laut. Ketiga, tujuan sosial
ekonomi, memperkuat persatuan komunitas nelayan yang bernaung
dalam kongsi di dalamnya terdapat koperasi sekaligus menjaga tali
silaturahmi antara nelayan pengelola dan para juragan pemilik
perahu atau kapal. Keempat, tujuan hiburan dan pelestarian seni
budaya, sebagai ajang hiburan bagi seluruh masyarakat khususnya
masyarkat nelayan. Ditambah ladi untuk melestarikan tradisi
masyarakat nelayan yang sudah dilakukan oleh orang tua terdahulu,
jangan sampai tradisi ini hilang tergerus oleh zaman
4. Pertanyaan: berapa hari waktu persiapan dan pelaksanaan upacara sedekah
laut di Pandeglang?
80

Jawab: Waktu kegiatan upacara sedekah laut sebulan penuh, namun acara inti
dilaksanakan di tiga hari terakhir. Sebelum acara inti terdapat juga
serangkaian acara seperti acara donor darah, pengobatan gratis, santunan
anak yatim dan panti jompo, sunatan masal, pawai mengelilingi desa
yang berakhir di tempat penangkapan ikan (TPI), lomba bola voly, lomba
bola sepak antar desa, juga wayang kulit yang ikut meramaikan acara
sedekah laut.
81

WAWANCARA

Data Informan

Narasumber : H. Suhaedi Kurdiatna, Kepala Kecamatan Panimbang,

Tempat : Panimbang,/Pandeglang

Tanggal : 22 Juni 2019) Pukul 10.20-11.35

1. Pertanyaan: Bagaimana sejarah berdirinya kecamatan Pandeglang?


Jawaban : bisa di lihat di website kab.pandeglang.
2. Ada berapa macam suku dan agama yang ada di Pandeglang?
Jawab: sebagai pemukiman para nelayan, merupakan tempat menetap dan musiman
dari nelayan (pendatang) yang berlatar belakang etnis bermacam-macam maka
bermacam-macam pula sukanya diantaranya Sunda, Jawa Cirebon dan Indramayu,
Jawa Serang, Minang, dan Bugis.
3. Apa yang bapak ketahui tantang upacara sedekah laut?
Jawaban: hajatan besar para nelayan dengan melurngkan kepala kerbau ke tengah laut
dengan mengharap kepada Allah di jauhkan dari malapetaka, penarik wisatawan
untuk berkunjung ke sini.
4. Kapan pelaksanaan upacara sedekah laut di Pandeglang?
Jawaban: Dalam pelaksanaannya tidak ada aturan waktu khusus dalam
penyelenggaraan “Nadran” di pandeglang yang terpenting tidak dalam posisi angin
barat saja dan Biasanya tergantung kepada hasil musyawarah warga nelayan dan
pejabat terkait.
82

WAWANCARA

Data informan

Narasumber : Ucep, Tokoh Masyarakat Panimbang


Tempat : Panimbang,/Pandeglang

Tanggal : 22 Juni 2019) Pukul

1. Pertanyaan: Bagaimana kondisi sosial masyarakat Pandeglang?


Jawab: dari segi sosial Masa-masa sekarang ini, masyarakat telah cukup baik
kesadarannya. Mereka telah banyak mengadakan kegiatan-kegiatan yang
bermanfaat dan baik bagi dirinya maupun orang lain. Contohnya, melakukan
kegiatan gotong-royong yang dikerjakan secara bersama-sama baik gotong
royong yang diadakan pemerintah ataupun gotong royong yang kegiatannya
memperingati hari besar Islam dan hari-hari bersejarah nasional. Kegiatan
gotong royong yang sifatnya program pemerintah diantaranya: kebersihan
lingkungan, siskamling atau ronda dan memperbaiki jalan. Sedangkan
kegiatan gotong royong yang sifatnya memperingati hari-hari besar Islam dan
hari-hari bersejarah nasional diantaranya
2. Pertanyaan: bagaimana kondisi budaya masyarakat Pandeglang?
Jawab : Dalam kehidupannya di lingkungan masyarakat asal Jawa barat
(Sunda) pada umumnya mereka menggunakan bahasa daerah untuk
berkomunikasi di lingkungan mereka sendiri dan keluarganya.
Masyarakat nelayan asal Jawa barat sangat menyenangi kesenian
jaipongan, dan wayang golek. Sementara di lingkungan masyarkat
Jawa tengah mereka berkomunikasi menggunakan bahasa daerahnya
sendiri untuk berkomunikasi. Masyarakat nelayan asal Jawa tengah
sangat menyenangi kesenian Buroq dan Reog. Adanya proses
interaksi antar masyarakat dan budaya di lingkungan masyarakat
nelayan Panimbang, Pandeglang telah melahirkan akulturasi budaya
seperti dalam hal bahasa, tidak jarang bahasa-bahasa yang ada di
lingkungan masyarkat nelayan dapat dikuasai, dimengerti dan
83

dipergunakan oleh bukan sukunya seperti orang-orang Pandeglang yang


dapat paham dan bisa berkomunikasi dalam bahasa Jawa atau
sebaliknya
84

WAWANCARA

Data informan

Narasumber : Lukmanul Hakim/ketua Kecamatan


Tempat : Muncar/ Banyuwangi

Tanggal : 25 juli 2019, Pukul 10.25-12.15


1. Pertanyaan: Sejak Kapan Bapak tahu Upacara Petik Laut ?
Jawaban : Pada tahun 1901 telah para nelayan telah bermukim di Muncar. Pada
saat itu telah diselenggara¬kan Upacara Petik Laut, yang cara
meracik sesajinya telah mengikuti cara yang di pergunakan oleh
masyarakat nelayan sebelumnya, Berdasarkan informasi tersebut di
sisi lain mengandung arti bahwa kegiatan Petik Laut Muncar
merupakan tradisi masyarakat Muncar yang berlangsung sejak
waktu yang cukup lama dan sampai sekarang masih terpelihara
dengan baik di hati masyarakat.
2. Pertanyaan:Apa yang melatar belakangi pelaksanaan petik laut di Muncar.?
Jawaban: Petik Laut dapat dijelaskan menurut arti harfiah sebagai berikut
“Petik” berarti ambil pungut atau peroleh. “Petik Laut” berarti
memetik, mengambil, memungut atau memperoleh hasil laut berupa
ikan yang mampu menghidupi nelayan Muncar dan sekitarnya.
Kemudian Adanya kepercayaan turun temurun dan adat istiadat
masayarakat muncar, sebagai ucapan syukur yang pada waktu itu
masyarakat muncar mengalami kejayaan dalam mata pencariaan
dipesisir Muncar serta adanya bencana pada waktu itu yang
menimpa .
3. Pertanyaan: apakah upacara sedekah laut ini selalu rutin dilaksanakan?
Jawab: Upacara sedekah laut ini adalah hajatan tahunan masyarakat psesisir dan
nelayan Muncar yang wajib dilakukan setiap tahunnya. Pernah sekali
tradisi upacara sedekah laut ini tidak dilaksanakan akibatnya tidak ada
ikan sama sekali, dan air laut pasang hingga ke kampung warga.
Menurut masyarakat sekitar penghuni laut marah terhadap warga
85

masyarakat pesisir dan nelayan Muncar karena tidak menjalankan


ritual upacara sedekah laut. Kemudian setelah kejadian itu masyarakat
pesisir dan nelayan Muncar melakukan kembali ritual Upacara
Sedekah laut. Sebagai tradisi yang harus dipertahankan dan ritual ini
menjadi kepercayaan yang tidak bisa ditinggalkan oleh masyarakat
pesisir dan nelayan Muncar
4. Pertanyaan: Berapa hari persiapan Petik laut Muncar ?
Jawaban: Persiapan pelaksanaan petk laut muncar dilakukan 1 satu bulan
sebelum pelaksanaan hari H nyadari dimulai dari persiapan
administrasi sampai pembentukan kepanitian petik laut sampai
persiapan upacara pada hari tibanya
5. Pertanyaan: bagaimana proses upacara sedekah laut?

Jawaban: Pagi hari ± 06.00 WIB, sesaji yang telah siap di dalam “Gitik” dan
ditempatkan di rumah Pawang, diangkut menuju ke tempat upacara
sambil terlebih dahulu diarak keliling dilingkungan perkampungan
nelayan, diiringi oleh perangkat kesenian pengiring berupa
Terbangan, Gandrung, bersama-sama dengan kegiatan kelompok
masyarakat nelayan menuju ke tempat upacara pelepasan sesaji.
Selanjutnya Upacara Pelepasan Sesaji.Di tempat yang telah
ditentukan biasanya mengambil tempat di TPI pada tanggal 15 Syuro
biasanya, dimulai pada pukul 09.00 WIB. Perahu yang membawa
Gitik yang brisi sesaji di¬tempatkan paling depan dan kemudian
diikuti oleh iring-iringan perahu nelayan yang membawa ke tengah
laut untuk dilarung.
86

WAWANCARA

Data informan

Narasumber : Jufri, Tokoh Masyarakat Muncar


Tempat : Muncar/ Banyuwangi

Tanggal : 24 Juli 2019) Pukul 09.05-10.10

1. Pertanyaan: Petik laut Muncar apa termasuk Budaya adat Jawa ?


Jawaban: Petik laut Muncar merupakan Budaya Adat istiadat jawa yang
dikembangkan oleh suku bugis, Madura, dan Jawa.
2. Pertanyaan: apa yang bapak ketahui tentang petik laut atau upacara sedekah
laut?
Jawaban: Petik laut di Muncar merupakan tradisi masyarakat Muncar yang
berlangsung lama oleh nenek moyang kemudian dilakukan turun temurun
hingga sekarang masih terpelihara dengan baik
3. Pertanyaan: apakah tujuan dari upacara sedekah laut?
Jawaban:sebagai salah satu upaya untuk menanamkan perasaan cinta bahari
bagi masyarakat nelayan di pantai Muncar sehingga kehidupan laut yang telah
mendatangkan manfaat bagi kehidupan terpelihara
4. Pertanyaan: Kenapa Petik laut melarungkan sarana kelaut ?
Jawaban: Adalah sebagai wujud untuk membuang sangkal sebagai penolak
balak kepada penguasa laut yang diyakini sebagai memberikan rejeki agar ikan
dilaut muncar keluar banyak dan dapat di peroleh oleh nelayan muncar.
5. Pertanyaan; dimana pelaksanaan acara upacara sedekah laut atau upacara petik
laut?
Jawaban: Hampir tiap tahun upacara pelepasan sesaji dilakukan di Tempat
Pelelangan Ikan (TPI) pada tanggal 15 syuro, biasanya dimulai pada pukul
09.00 WIB. Perahu yang membawa Gitik yang berisi sesaji ditempatkan paling
depan dan kemudian diikuti di belakangnya oleh iring-iringan perahu nelayan
yang membawanya ke tengah laut untuk berziarah ke Makam Sayid Yusuf yang
bertempat di sembulungan
87

WAWANCARA

Data informan

Narasumber : Sutiyono, Ketua UPT Nelayan Muncar


Tempat : Muncar/ Banyuwangi

Tanggal : 25 Juli 2019 Pukul 13.00-13.35


1. Pertanyaan: apa yang bapak ketahui tentang upacara sedekah laut atau
uapacara petk laut?
Jawaban: petik laut atau upacara sedekah laut merupakan ucapan rasa syukur
atas hasil laut yang dianugerahkan kepada masyarakat pesisir Muncar.
Penghasilan ikan di laut Muncar merupakan penghasilan pokok untuk
kelangsungan hidup masyarakat pesisir pantai Muncar. Maka dari itu tradisi
upacara sedekah laut atau petik laut ini tetap dipelihara sebagai wujud rasa
syukur
2. Kapan dilaksanakannya upacara sedekah laut?
Jawaban: pelaksanaan upacara sedekah laut selalu jatuh pada tanggal 15 di
bulan syuro namun selalu berbeda dalam penanggalan masehi setiap tahunnya.
3. Pertanyaan: apakah ada ketentuan-ketentuan yang harus dilakukan dalam
ritaul upacara sedekah laut/
Jawaban; Ritual ini diawali pembuatan sesaji oleh para nelayan yang
mempunyai kapal besar (juragan kapal). Mereka adalah keturunan warga
Madura yang sudah ratusan tahun turun-temurun mendiami pelabuhan
Muncar. Di situ disiapkan beberapa perahu kecil (perahu sesaji), dibuat
sebagus mungkin demi ke lengkapan acara petik laut. Pada malam harinya, di
dalam perahu sudah disediakan berbagai macam sesaji yang sudah disiapkan
dan dilakukan pembacaan do’a bersama. Di beberapa rumah juragan kapal pun
diadakan pengajian atau yasinan, untuk memperlancar perjalanan dan
kelancaran acara petik laut, tanpa ada suatu halangan apapun. Pengajian ini
dilaksanakan sebelum diberangkatkan dan dihanyutkannya sesaji ke laut.
Kelengkapan upacara dianggap penting dengan tersempurnanya ube rampe
(sesaji) yang disiapkan seperti sesaji berupa kue, masakan dan makanan yang
88

berasal dari palawija. Sesaji yang paling utama adalah kepala kambing
“kendit”, kue-kue sebanyak 44 macam, buah-buahan, pancing emas, candu,
pisang saba mentah, kinangan, kembar mayang, pisang rajah, nasi tumpeng,
nasi gurih, nasi lawuh, ayam jantan hidup dua ekor. Semuanya dimasukan
kedalam perahu kecil yang sudah dihias sedemikan rupa Seorang pawang
memimpin kenduri dengan membaca mantra diucapkan dengan menggunakan
mantra berbahasa Jawa. Dalam kenduri ini biasanya menggunakan beberapa
sesajen diantaranya

LAMPIRAN-LAMPIRAN
Mantra yang dibaca oleh pawang Berikut isi mantra tersebut;
Inggih kulo enggal matur namung sadremi ngaturaken ingkang dados
panyuwunanipun umat ingkang wonten desa Kedungrejo (umat menjawab Inggih).
Pramila panjenengan sedaya dipun aturi daten pantai Muncar, desa Kedungrejo,
sepindah dipun suwun sawap pandonganipun, ping kalih anyekseni anggenipun
gadah panyuwunan Kadang Umat di desa Kedungrejo ngedalaken rejeki saking
pangeran tuwuh saking bumi asal brekahe Hyang bagaskara utawi Hyang Agung,
dipun kempalaken dados setunggal perlu kadamel wilujengan wilujengi para
kadang umat di desa Kedungrejo wilujeng ingkang dipun wilujengi saha ingkang
milujengi mandapipun para bapak ingkang sami katuran mriki sedayanipun.

Terjemahannya:
“Iya saya menghaturkan apa yang menjadi permohonan umat yang berada didesa
Kedungrejo (umat menjawab”inggih”). Baiklah bapak-bapak yang ada di Pantai
Muncar, desa Kedungrejo, yang pertama memohon doa, yang kedua menyaksikan
permohonan saudara-saudara umat didesa Kedungrejo agar diberikan rejeki dari
pangeran bumi dan berkah dari Sang Hyang Bagaskaraatau Hyang Agung. Baiklah
mari kita haturkan bersama-sama
89

Sekul brok ingkang sawanci caos bukti dahar bukti datan ibu bumi bapa akasa ibu
wengi bapa rino, bumi ingkang dipun embah kaliyan Umat Sedaya ingkang desa
Kedungrejo. Pramila wau dipun suwun caosi dahar bukti inggih tansah ugi dipun
suwun sawap pandunganipun datengdesa Kedungrejo anggenipun gadai niat kajat
wilujengan ing dinten menika inggih paringana Kabul punapa ingkang dados
panyuwunanipun.

Terjemahaan
Nasi brok ini dipersembahkan kepada Ibu Bumi, Bapa Akasa, ibu malam dan bapa
siang atas segala anugrahnya baik siang maupun malam hari, semoga semua
permohonan dikabulkan

Ta ingkang sak aturan malih daten sekul gurih caos dahar bukti datan Sang Hyang
Panutan, Panutanipun umat desa Kedungrejo ingkang kasebat Sang Hyang
Tunggal lumeber wau dipun caosi dahar bukti inggih tansah maringana ayom,
ayem, tata, titi, tentrem, tatak, tutuk, tetep, tenang sak rinten sak dalunipun

Terjemahaan
Yang berikutnya dihaturkan nasi gurih yang dipersembahkan kepada Sang
penguasa Jagat serta memohon keselamatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
semoga diberikan pengayoman, kerahayuan, ketentraman siang maupun malam

Ta ingkang sak bab malih daten sekul punar saha majemuk kadamel njemukaken
umat ing desa Kedungrejo wedal ing dinten menika inggal kepanggih lami lami
kepanggih inggal sageta atut runtut wiwit dinten sak laminipun kaseksenan dining
para bapa ingkang sami katuran mrikisedayanipun

Terjemahaan
Yang berikutnya dipersembahkan nasi punar senantiasa untuk mengumpulkan,
menyatukan para umat agar tidak terjadi perpecahan, marilah bapak-bapak kita
haturkan disini
90

Ingkang sak aturan malih apem inggih alur panyuwunipun desa Kedungrejo inggih
kadamel kintun para leluhur umat wonten ing pantai Muncar, desa Kedungrejo
leluhur karumatan lan mboten kerumatan ingkang kaleres dipun kintun wedal ing
dinten punika inggih tansah dipun suwun sawap pandonganipun sageta maringi
rahayu wilujeng wiwid dinten menika ngantos sak lami-laminipun

Terjemahaan
Yang berikutnya dipersembahkan kue apem yang dipersembahkan kepada para
leluhur di desa Kedungrejo yang terawat maupun yang tidak, diberikan suguhan
agar senantiasa memberikan kerahayuan selama-lamanya

Ta ingkang sak aturam malih daten buceng robyong kadamel nyumerepi dinten pitu
pekenan gangsal kadamel masyarakat desa muncar sedoyo inggih sageta maringi
kekuatan rahayu wilujeng

Terjemahaan
Yang berikutnya dipersembahkan lagi buceng robyong untuk mengetahui hari yang
berjumblah tujuh dan pasaran yang berjumblah lima, semoga diberikan kerahayuan

Buceng jejeg saha kadamel njejekaken manahipun umat ing desa Kedungrejo.
ingkang sak bab malih daten jenang sengkala kadamel nulak senkala umat wonten
ing desa Kedungrejo to kala ngadang kala suing kala sisik kala srimpet sedoyo wau
dipun caosi bukti inggih tansah dipun suwun maringono rahayu wilujeng sak rinten
sak dalunipun (umat menjawab inggih). Jenang sepuh caos bukti daten sederekipun
ingkang sepuh piambak anem piambak tunggal pertapaan sanes panggenan kepyar
sareng sak uat pramila wau dipun
caiso bukti inggih dipun suwun sawap pandonganipun tansah maringi rahayu
wilujeng sak rinten sak dalunipun

Terjemahaan
91

Buceng jejeg dipersembahkan senantiasa agar selalu berfikir positif dan kokoh.
Bubur sengkala dipersembahkan senantiasa menjauhkan diri dari kesialan atau
sukerta umat di desa Kedungrejo agar dimudahkan jalan siang maupun malam, serta
diberikan kerahayuan. Bubur sepuh dipersembahkan untuk orang tua senantiasa
diberi kerahayuan malam maupun siang hari. 172

172
Sumber: data pribadi 2019
92

DOKUMENTASI

(Gambar: Setelah melakukan wawancara dengan Ketua Nelayan Pandeglang)

(Gambar: wawancara dengan ketua Kecamatan Panimbang Pandeglang)


93

(Gambar: permintaan data sekaligus wawancara dengan ketua upt nelayan Muncar
Banyuwangi)

(Gambar: Setelah melakukan wawancara dengan Kepala Kecamatan Muncar dan


Tokoh Maysarakat)
94
95
96
97
98
99
100

Anda mungkin juga menyukai