Anda di halaman 1dari 104

PENINGKATAN KASUS PERCERAIAN DI ERA PANDEMI

COVID-19

(STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA CIBINONG)

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :
Meilani Pansella
11150430000075
HALAMAN JUDUL

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1443 H/2022

i
ii
iii
iv
ABSTRAK

Meilani Pansella, NIM 11150430000075, Peningkatan Kasus Perceraian Di


Era Pandemi Covid-19 (Studi Kasus di Pengadilan Agama Cibinong). Program Studi
Perbandingan Mazhab, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1443H/2022 M.

Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis mengenai


peningkatan kasus Perceraian di Era pandemi Covid-19. Pada saat sebelum dan
sesudah terjadinya pandemi apakah ada peningkatan yang signifikan atau terjadi
penurunan kasus perceraian tersebut. Penelitian ini mengambil data dari Pengadilan
Agama Cibinong Kelas. Untuk mengetahui Akibat dan faktor apa saja yang
mempengaruhi kasus tersebut.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (Library Research)


dengan melakukan pengkajian terhadap peraturan perUndang-Undangan buku-buku
dan kitab-kitab fiqih yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Penelitian ini
menggunakan pendekatan normatif empiris, dengan menggunakan tipe penelitian
deskriptif analitik, yakni memfokuskan terhadap faktor-faktor peningkatan kasus
perceraian di era pandemi covid-19 di Pengadilan Agama Cibinong, kemudian
dianalisa berdasarkan hukum Islam.

Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadinya pandemi Covid-19


mengakibatkan peningkatan perceraian. Di Pengadilan Agama Cibinong terdapat 13
(tiga belas) faktor yang mengakibatkan terjadinya perceraian, Menurut hukum Islam
perceraian itu halal yang dibenci Allah, namun perceraian itu dapat dilakukan jika
hubungan perkawinan sudah tidak bisa dipertahankan lagi.

Kata Kunci : Perceraian, Covid-19,

Faktor Peceraian.Pembimbing : Prof. Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA. MH.

Datar Pustaka : 1979-2021

v
PEDOMAN TRANSLITERASI

Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan
asing (terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan
terutama bagi mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan
beberapa istilah Arab yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa
Indonesia atau lingkup masih penggunaannya terbatas.

a. Padanan Aksara
Berikut ini adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara
Latin:

Huruf
Huruf Latin Keterangan
Arab

‫ا‬ Tidak dilambangkan

‫ب‬ b be

‫ت‬ t te

‫ث‬ ts te dan es

‫ج‬ j Je

‫ح‬ h ha dengan garis bawah

‫خ‬ kh ka dan ha

‫د‬ d de

‫ذ‬ dz de dan zet

vi
‫ر‬ r Er

‫ز‬ z zet

‫س‬ s es

‫ش‬ sy es dan ye

‫ص‬ s es dengan garis bawah

‫ض‬ d de dengan garis bawah

‫ط‬ t te dengan garis bawah

‫ظ‬ z zet dengan garis bawah

‫ع‬ koma terbalik di atas hadap kanan

‫غ‬ gh ge dan ha

‫ف‬ f ef

‫ق‬ q Qo

‫ك‬ k ka

‫ل‬ l el

‫م‬ m em

‫ن‬ n en

‫و‬ w we

‫ه‬ h ha

vii
‫ء‬ apostrop

‫ي‬ y ya

b. Vokal
Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia,
memiliki vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau
diftong. Untuk vokal tunggal atau monoftong, ketentuan alih aksaranya
sebagai berikut:

Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan

Arab Latin

‫ـــــَـــــ‬ A fathah

‫ـــــِـــــ‬ i kasrah
‫ـــــُـــــ‬ u dammah

Sementara itu, untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan alih


aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan

Arab Latin
‫ي ـــــَـــــ‬
َ ai a dan i

‫ـــــَـــــ و‬ au a dan u

viii
c. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan

Arab Latin
‫اـَــــ‬ â a dengan topi diatas
‫ىـِــــ‬ î i dengan topi atas
‫وــُـــ‬ û u dengan topi diatas

d. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf
alif dan lam‫) )ال‬, dialih aksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti
huruf syamsiyyahatau huruf qamariyyah. Misalnya: ‫ = اإلجثهاد‬al-ijtihâd

‫ = الرخصة‬al-rukhsah, bukan ar-rukhsah

e. Tasydîd (Syaddah)
Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan huruf,
yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi,
hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu
terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf
syamsiyyah. Misalnya: ‫ = الشفعة‬al-syuî ‘ah, tidak ditulis asy-syuf ‘ah.

f. Ta Marbûtah
Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh
1) atau diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf ta

ix
marbûtah tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf
ta marbûtah tersebut diikuti dengan kata benda (ism), maka huruf
tersebut dialihasarakan menjadi huruf “t” (te) (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

1 ‫شريعة‬ syarî ‘ah

2 ‫الشريعة اإلسالمية‬ al- syarî ‘ah al-islâmiyyah

3 ‫مقارنة املذاهب‬ Muqâranat al-madzâhib

g. Huruf Kapital
Walau dalam tulisan Arab tidak dikenal adanya huruf kapital, namun
dalam transliterasi, huruf kapital ini tetap digunakan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Perlu
diperhatikan bahwa jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka huruf
yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut,
bukan huruf awal kata sandangnya. Misalnya, ‫ = البخاري‬al-Bukhâri, tidak

ditulis al-Bukhâri.
Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih
aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak
tebal. Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal
dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar
kara nama tersebut berasal dari bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-
Raniri, tidak ditulis Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

h. Cara Penulisan Kata

x
Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism) atau huruf (harf), ditulis
secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan
berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:

No Kata Arab Alih Aksara

1 ‫الضرورة تبيح احملظورات‬ al-darûrah tubîhu almahzûrât

2 ‫اإلقتصاد اإلسالمي‬ al-iqtisâd al-islâmî

3 ‫أصول الفقه‬ usûl al-fiqh

4 ‫األشياء اإلابحة األصل ف‬ al-‘asl fi al-asyyâ’ alibâhah

5 ‫املصلحة املرسلة‬ al-maslahah al-mursalah

xi
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat karunia yang banyak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi Besar
kita Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para umatnya yang setia
terhadap ajarannya sampai akhir zaman.

Penulis bersyukur dan senang karena telah menyelesaikan tugas akhir sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN) Jakarta. Dengan judul
skripsi Peningkatan Kasus Perceraian di Era Pandemi Covid-19 (Studi Kasus di
Pengadilan Agama Cibinong). Penulis juga meminta maaf sedalam-dalamnya apabila
ada kesalahan dalam penulisan dan kurang berkenan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa hasil peneltian ini selesai
berkat bimbingan, dorongan dan dukungan dari berbagai pihak. Banyak pihak yang
sudah berkontribusi dan menjadi penyemangat sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Dengan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
yang mendalam dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Karlie, M.A. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Siti Hanna, M.A. Selaku Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab, juga
Ibu Fitria, S.H., MR. selaku Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab.
Terima kasih atas waktu, tenaga dan ilmu yang diberikan. Semoga kesehatan,
kemudahan, dan keberkahan selalu menyertainya.
3. Bapak Prof. Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, MA, MH. Selaku Dosen Pembimbing
Skripsi dan Inspirator bagi penulis. Terima kasih atas waktu, tenaga dan ilmu

xii
yang diberikan. Semoga kesehatan, kemudahan dan keberkahan selalu
menyertainya.
4. Seluruh Dosen dan staf akademik Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan ikhlas memberikan ilmunya kepada penulis.
5. Pimpinan perpustakaan, pengelola perpustakaan, Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi
kepustakaan.
6. Kepada para staf Pengadilan Agama Cibinong, dan terimakasih kepada Ibu Hj.
Hidayah, S.Ag. selaku Panmud Hukum yang telah membantu penulis untuk
memberikan dan melengkapi data-data yang dibutuhkan skripsi ini. Semoga
selalu dalam keberkahan.
7. Kedua orang tua penulis Bapak Tugimin dan Ibu Jami. Terima kasih atas doa,
pengorbanan dan jerih payah, serta dukungan yang tidak henti-hentinya diberikan
untuk penulis. Tiada kata yang pantas selain ucapan terimakasih yang setulus-
tulusnya.
8. Segenap Anggota PSM (Paduan Suara Mahasiswa) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, terima kasih atas pengalaman berharga selama penulis mengikuti
kegiatan UKM ini di kampus.
9. Teman-teman KKN UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2018, KKN Beraksi 104
Desa Cibatutiga, Kecamatan Cariu Bogor (Ruli,Alfi,Vivid,Suci,Yudi,Bay, Dinda,
Tasya, Intan, Alfi, Diana, Zola, Fatim, Adel, Fajar, Farid, Rifaldi, Firman.
Semoga sukses selalu.
10. Teman-teman angkatan 2015 Perbandingan Mazhab dan Hukum yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih sudah menjadi teman seperjuangan
yang selalu mengisi hari-hari penulis dengan suka duka, semoga sukses selalu
untuk kalian semua. Nawawi teman saya yang telah membantu dan memotivasi
penulis agar selalu menyelesaikan skripsi terimakasih semoga berkah dan menjadi
ladang pahala ya naw.

xiii
11. Teman-teman sepermainan, seperjuangan, seperti saudara( Dayu Dyana Zahir,
Nurul Hidayati, Lee Mita Nudiyana, Arsiliya Rifda, Frida Laili Maftuha, Ike
Sustika Wati, Fatimatu Hurin), penulis mengucapkan banyak terimakasih karena
sudah menjadi teman dan selalu bersama selama dalam perkuliahan, terimakasih
atas pembelajaran suka duka yang telah kalian berikan kepada penulis, salam
sayang selalu kepada kalian semua semoga kalian semua sukses dan selalu
diberkahi disetiap perjalanan hidupnya oleh Allah SWT amin.
12. Kepada Muhammad Irhamsyah Ramadhan yang selalu memberi masukan dan
support untuk penulis, disaat penulis malas-malasan selalu mengingatkan untuk
terus berproses. Terimakasih atas waktu dan recharger energy. Semoga bantuan
yang diberikan berbalik kedirimu kelak.
13. Kepada teman-teman SD ku di rumah (Niswah Niken Tia, Nijmah) yang selalu
mensuport saya untuk selalu bersemangat dan menyelesaikan skripsi saya.
Akhirnya saya dapat menyalesaikan tugas akhir saya berkat doa dan support yang
telah di berikan. Kepada annisa wulandari dan putri sandi. Slaku teman yang
saling bantu memebantu selama proses pembuatan skripsi semoga sukses selalu
untuk kita semua.
14. Penulis mengucapkan teriamaksih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT membalas jasa-jasa mereka, kebaikan


mereka, melidungi mereka baik di dunia maupun di akhir kelak. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi yang membaca. Penulis pun sangat menyadari bahwa skripsi
ini masih jauh dari kesempurnaan, karna kesalahan datang dari diri saya dan
kesempurnaan hanya milik Allah SWT.

Jakarta, 16 Juni 2022

Meilani Pansella

xiv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBARPENGESAHANPANITIA UJIANSKRIPSI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

LEMBAR PERNYATAAN KARYA ILMIAH

ABSTRAK ..................................................................................................................................... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................. Error! Bookmark not defined.vi

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. xii

DAFTAR ISI ................................................................................................................................ xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah ................................................... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitaan ............................................................................................ 6

D. Kajian Terdahulu yang Relevan ........................................................................................... 6

E. Batasan Masalah ................................................................................................................... 8

F. Metode Penelitian ................................................................................................................. 9

G. Sistematika Penulisan ......................................................................................................... 12

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pernikahan .......................................................................................................................... 14

B. Perceraian Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang ................................................... 17

C. Pandemi Covid-19 .............................................................................................................. 35

xv
BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN AGAMA CIBINONG

A. Sejarah Pengadilan Agama Cibinong ................................................................................. 43

B. Profil Pengadilan Agama Cibinong .................................................................................... 49

C. Data Perceraian Di Pengadilan Agama Cibinong .............................................................. 55

BAB IV ANALISIS PENINGKATAN PERCERAIAN ERA PANDEMI COVID-


19 DI PENGADILAN AGAMA CIBINONG

A. Faktor Penyebabkan angka perceraian meningkat pada masa pandemi Covid-


19 di Pengadilan Agama Cibinong ............................................................................................. 58

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Faktor-Faktor Perceraian di Pengadilan


Agama Cibinong ……………………………………………………………….....65

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................................................... 71

B. Saran ................................................................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 75

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awal tahun 2020 terjadi wabah yang mengagetkan yaitu infeksi berat
dengan penyebab yang belum diketahu, berawal dari laporan yang berasal dari negara
China kepada World Health Organization (WHO) terdapat 44 pasien pneumonia yang
berat di suatu wilayah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, tepatnya di hari
terakhir tahun 2019. Dugaan awal penyebarannya dari pasar basah yang menjual ikan,
hewan laut dan berbagai hewan lain. Pada tangga 10 Januari 2020 mulai
teridentifikasi dan didapatkan kode genetik virus ini, yaitu virus Corona baru.1
Peningkatan jumlah kasus corona terjadi dalam waktu singkat dan membuthkan
penanganan segera. Virus corona dapat dengan mudah menyebar dan menifeksi
siapapun dan usia berapapun. Virus ini dapat menyebar dengan mudah melaui kontak
dengan penderita. Karena alasan inilah Pemerintah di beberapa negara memutuskan
untuk menetapkan lockdown atau isolasi total atau karantina.2

Ada bebarapa langkah yang dilakukan Pemerintah Indonesia guna untuk


menghentikan penyebaran Virus Covid-19. Ketika beberapa negara Eropa seperti
Negara Perancis, Jerman, dan Italia menetapkan pembatasan wilayah total atau di
kenal dengan istilah lockdown. Dengan dibuatnya peraturan tersebut Pemerintah
Indonesia baik didaerah pusat maupun daerah menggunakan berbagai macam istilah
yang berbeda di setiap wilayah yang terdampak. Berbagai macam istilah tersebut
antara lain adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pembatasan Sosial

1
Diah Handayani dkk, Penyakit Virus Corona 2019, (Jurnal Respirologi Indonesia), Vol. 40,
No. 2 2020, h.120.
2
Nailu Mona, Konsep Isolasi Dalam Jaringan Sosial Untuk Meminimalisasikan Efek
Contagious (Kasus Penyebaran Virus Corona Di Indonesia,(Jurnal Sosial dan Budaya Syar’i, Vol. 7,
No. 7, 2020, h.2.

1
Berskala Lokal (PSBL), PSBB transisi, hingga yang terbaru yaitu Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).3

Bagi banyak orang, pernikahan adalah momen sakral yang menandai


dimulainya fase baru dalam kehidupan. Itu sebabnya ikrar perkawinan tak pernah
menjadi peristiwa yang tiba-tiba, melainkan terencara dan diatur sedemikian rupa
agar berkesan dan kekal dalam ingatan.4 Tercatat pada Pasal 1 Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 menegaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.5 Dalam melakukan resepsi pernikahan proses pelaksanaanya sedikit
berbeda penerapannya dengan mengingat kondisi di tengah pandemi Corona yang
sedang terjadi saat ini. Virus Corona yang menyebar begitu cepat seketika mengubah
sistem sosial masyarakat termasuk diberlakukannya pembatasan sosial oleh
pemerintah untuk memutus penyebaran virus Corona.6 Pemberlakuan PSBB
(Pembatasan Sosial Berskala Besar) telah disampaikan oleh pemerintah, dalam hal ini
seperti perliburan sekolah, penutupan kantor, pembatasan kegiatan keagamaan, dan
lainnya. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi orang yang terjangkit wabah virus
Covid-19. Kebijakan yang dibuat pemerintah seperti Social distancing dan PSBB
tentu saja menyebabkan berlakunya WFH (work from home) bagi para pekerja. 7

Selain mempengaruhi pada bidang kesehatan, pandemi Covid-19 juga


berpengaruh pada bidang ekonomi. pandemi Covid-19 diperkirakan juga akan

3
Ahmad Ge lora dan Rizky Saputra, Kedudukan Hukum Pemberlakuan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Jurnal Hukum dan PerUndang-
Undangan, Vol 1 No 1 2021, h.2
4
https://www.tempo.co/abc/5811/seberapa-aman-pesta-pernikahan-di-indonesia-saat-
penularanhttps://www.tempo.co/abc/5811/seberapa-aman-pesta-pernikahan-di-indonesia-saat-
penularan-corona-masih-tinggicorona-masih-tinggihttps://www.tempo.co/abc/5811/seberapa-aman-
pesta-pernikahan-di-indonesia-saat-penularan-corona-masih-tinggi di akses Tanggal 5 Oktober 2020
5
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Indonesia, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2015),
h.213
6
Adri Latif dkk, Kontradiksi Penyelenggaraan Resepsi Pernikahan Di Tengah Wabah Virus
Corona Perspektif Hukum Islam, (Jurnal Hukum dan Keadilan), Vol.8, No.2, Mei 2021, h.132
7
Rindam Nasruddin dan Ismail Haq, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan
Masyarakat Bepenghasilan Rendah, Jurnal Sosial dan Budaya Syar’I, Volume 7 Nomor 7 2020, h.642

2
mengurangi arus perdagangan dan investasi global hingga 30%, serta menambah
volatilitas (adalah ukuran perubahan statistik suatu harga sekurutas dalam periode
tertentu) pasar keuangan dunia hingga 215%. Berkurang drastisnya berbagai aktifitas
perekonomian global pada gilirannya diperkirakan akan mengakibatkan tidak kurang
dari 195 juta orang akan mengalami kehilangan pekerjaan dan antara 420 sampai 580
juta oranng jatuh pada kemiskinan.8 Tidak hanya dari sektor publik saja yang
merasakan dampak buruk dari adanya pandemi Covid-19 ini, melainkan dari sektor
domestik juga ikut merasakan imbasnya. Seperti diberitakan di beberapa media
massa, tentang benyaknya kasus perceraian di tengah pandemi Covid ini. Kompas TV
melansir bahwa mencatat kenaikan drastis kasus perceraian selama masa pandemi
Virus Corona disebabkan karna masalah ekonomi rumah tangga.9

Salah satu yang dipengaruhi Pandemi Covid-19 adalah tingginya kasus


Perceraian dalam rumah tangga. Istilah perceraian secara yuridis berarti putusnya
perkawinan yang mengakibatkan putusnya hubungan sebagai suami istri.10 Menurut
Pasal 115 KHI (Kompilasi Hukum Islam) menegaskan bunyi pasal 39 ayat (1) sesuai
dengan konsen KHI yaitu untuk orang Islam: “Perceraian hanya dapat dilakukan di
depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan
tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”.11

Dalam Islam pada prinsipnya perceraian dilarang. Ini dapat dilihat pada
isyarat Rasulullah Saw, bahwa talak atau perceraian adalah perbuatan halal yang
paling dibenci oleh Allah.

8
Mohamad Ikhsan Modjo, “Memetakan Jalan Penguat Ekonomi Pasca Pandemi”, Jurnal Of
Develofment Planning, Vol IV No. 2, Juni 2020, h.105
9
Salsabila Rizky dan Nunung Nurwati, Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Angka
Perceraian, Jurnal Pengabdian dan Penelitian Kepada Masyarakat (JPPM), Vol. 2 No. 1 April 2021,
h.90
10
Ramadhan Syahmedi, Dampak Perceraian Yang Tidak Sesuai, Jurnal ,Vol.01 No. 1
Januari-Juni 2015, h.162
11
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2015), h. 145

3
َ ‫هللا تَعَالى ال‬
)‫ط َالقَ (رواه أبو داود‬ ُ ‫أ َ ْبغ‬
ِ ‫َض ال َحالَ ِل إِلَى‬

“Suatu perbuatan yang halal yang paling dibenci Allah adalah talak
(perceraian).” (Riwayat Abu Daud, ibn Majah, dan Al-Hakim, dari Ibn’Umar).

Hadits tersebut menunjukkan bahwa talak atau perceraian, merupakan


alternatif terakhir sebagai “pintu darurat” yang boleh ditempuh, manakala bahtera
kehidupan rumah tangga tidak dapat lagi dipertahankan keutuhan dan
keseimbangannya.12

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisi jumlah peningkatan kasus


perceraian, yang dimulia dari sebelum dan sesudah terjadinya pandemi covid-19.
Selain itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempernggaruhi terjadinya peningkatan percerraian di era pandemi Covid-19
khusunya di Pengadilan Agama Cibinong.

Berdasarkan kasus dan berita yang tersebar di banyak berita dan media,
bahwasanya tingkat perceraian di era pandemi Covid-19 meningkat sehingga menjadi
pembahasan yang menarik dan akan di bahas secara mendalam dan komprehensif
dalam skripsi ini yang berjudul "Peningkatan Kasus Perceraian di Era Pandemi
Covid-19 (Studi kasus Pengadilan Agama Cibinong)”.

B. Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang mengenai faktor tingginya kasus perceraian


di era pandemi Covid-19 di pengadilan Agama Cibinong, ada beberapa masalah yang
diidentifikasi:

12
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2015),h. 213

4
a. Perlunya relevansi mengenai faktor tingginya perceraian di era pandemi
Covid-19 di Pengadilan Agama Cibinong terhadap Hukum Islam?
b. Adanya dimensi yang terjadi sebelum dan sesudah terjadinya pandemi
Covid-19 pada kasus perceraian di Pengadilan Agama Cibinong.
c. Apa saja faktor dominan yang menyebabkan terjadinya perceraian di
Pengadilan Agama Cibinong khususnya di era pandemi Covid-19.

2. Batasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis


membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih jelas dan
terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis. Maka dalam penelitian ini penulis
membatasi permasalahan hanya pada pembahasan faktor-faktor apa yang
mempengaruhi tingginya tingkat perceraian di era pandemi Covid-19 dan analisis
hukum Islam terhadap faktor-faktor perceraian di Pengadilan Agama Cibinong.

3. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
analisis faktor penyebab terjadinya tingginya perceraian di era pandemi Covid-19 di
Pengadilan Agama Cibinong. Adapun pokok masalah di atas dapat dijawab setelah
terlebih dahulu menjelaskan hal-hal terperinci di bawah ini:

a. Apa saja faktor-faktor mengenai tingginya kasus perceraian di Pengadilan


Agama Cibinong pada saat pandemi Covid-19?
b. Bagaimana Analisis hukum Islam terkait tingginya perceraian di era
pandemi Covid-19 di Pengadilan Agama Cibinong?

5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitaan

1.Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui faktor-faktor perceraian yang terjadi di Pengadilan
Agama Cibinong pada masa pandem covid-19.
b. Untuk mengetahui analisis hukum Islam tentang peningkatan kasus
perceraian di Pengadilan Agama Cibinong pada masa pandemi covid-19.

2.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam melaksanakan penelitian ini adalah:

a. Manfaat Akademis. Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam menambah


wawasan dan pengetahuan, kemudian menambah literatur perpustakaan
khususnya dalam bidang Perbandingan Mazhab.

b. Manfaat Praktis. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan


penjelasan yang lengkap mengenai faktor penyebab tingginya kasus
perceraian yang tinggi di era pandemi Covid-19.

D. Kajian Terdahulu yang Relevan

Untuk mengetahui kajian terdahulu yang sudah pernah ditulis dan dibahas
oleh penulis lainnya, maka penulis sedikit mengkaji beberapa skripsi dan karya tulis
terdahulu yang pembahasannya memiliki kesamaan dengan pembahasan yang penulis
angkat. Sejauh pengamatan dan pengetahuan penyusun, sudah terdapat beberapa
penelitian atau tulisan (skripsi) mengenai Faktor tingginya perceraian diantaranya
seperti penelitian (skripsi) yang disusun oleh :

Pertama, penelitian skripsi yang ditulis oleh Ratu Bilqis dengan judul skripsi
Gugat Cerai Di Pengadilan Agama Akibat Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala

6
Besar Selama Pandemi COVID-19 (Studi Kasus di Pengadilan Agama Serang)
Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2021 kesimpulannya adalah, di Pengadilan Agama
Serang mencatat bahwa terjadi kenaikan perkara perceraian terutama pada perkara
cerai gugat. Hal ini disebabkan karena adanya pertengkaran yang terjadi diantara
pasangan suami istri karena suami tidak bisa menafkahi istrinya selama berbulan
bulan dikarenakan tidak mempunyai pekerjaan akibat yang ditimbulkan dari adanya
kebijakan PSBB ini.13

Kedua, penelitian skripsi yang ditulis oleh Wilda Ma’rifah dengan judul
skripsi Analisis Faktor-faktor Penyebab terjadinya perceraian (Studi Kasus di
Pengadilan Agama Wonogiri Tahun 2017) kesimpulannya bahwa, faktor-faktor
perceraian di Pengadilan Agama Wonogiri adalah faktor karena tidak harmonis,
faktor tidak tanggung jawab, faktor gangguan pihak ketiga, faktor ekonomi, faktor
hukum, faktor lain-lain, faktor cemburu, faktor kekerasan jasmani, faktor kekerasan
mental, faktor cacat biologis.14

Ketiga, penelitian skripsi yang ditulis oleh Nela Firdayati dengan judul skripsi
Analisis Perceraian di Masa Pandemi Covid-19 (Studi Kasus di Pengadilan Agama
Kelas 1 A Jambi) Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syari’ah
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi 2021 kesimpulannya
adalah, kasus perceraian di Pengadilan Agama Kota Jambi cukup tinggi, tingkatan
perceraian tidak begitu jauh bedannya saat terjadinya pandemi, walaupun
prosedurnya yang berbeda dari sebelum terjadinya pandemi. Pada saat pandemi

13
Ratu Bilqis, “Gugat Cerai Di Pengadilan Agama Akibat Kebijakan Pembatasan Sosial
Berskala Besar Selama Pandemi COVID-19 (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Serang)”, (Jakarta:
Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021)
14
Wilda Ma’rifah,”Analisis Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Perceraian (Studi Kasus Di
Pengadilan Agama Wonogiri Tahun 2017)”, (Surakarta:Skripsi Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Surakarta, 2020)

7
perceraian banyak diajukan oleh istri yang disebut sebagai (Cerai Gugat). Akibat
perceraian yang paling dominan terjadi karena Faktor Ekonomi dan Perselisihan.15

Keempat, penelitian skripsi yang ditulis oleh Nur Asri Aini dengan judul
skripsi Faktor Penyebab Perceraian Di Pengadilan Agama Makassar Pada Masa
Pandemi Covid-19 Bulan Maret-Agustus 2020, Program Studi Hukum Keluarga
Islam Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
2021 kesimpulannya adalah, faktor signifikan yang menjadi penyebab kasus
perceraian di Pengadilan Agama Makassar khususya pada masa pandemi Covid-19
adalah perselisihan dan pertengkaran terus menerus sekitar 63% atau 459 kasus dari
total keseluruhan 722 kasus perceraian.16

E. Batasan Masalah
Sesuai dengan judul penelitian, pokok pembahasan adalah peningkatan kasus
perceraian di era pandemi covid-19 (studi kasus di Pengadilan Agama Cibinong),
maka batasan konsep pada penelitian ini meliputi:

1. Perceraian adalah putusnya ikatan suami dan istri yang mengakibatkan


berakhirnya hubungan keluarga dalam (rumah tangga) antara suami dan
istri. Dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pada
pasal 38, berbunyi “Perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian,
dan atas putusan pengadilan”.
2. Covid-19, menurut WHO covid-19 merupakan virus yang menghasilkan
pneumonia atipikal, yang dapat menyebar secara cepat. Covid-19 tergolong

15
Nela Firdayati, “Analisis Perceraian di Masa Pandemi Covid-19 (Studi Kasus di Pengadila
Agama Jambi)”, (Jambi: Skripsi Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2021)
16
Nur Asri Aini, “Faktor Penyebab Perceraian Di Pengadilan Agama Makassar Pada Masa
Pandemi Covid-19 Bulan Maret-Agustus 2022”, (Makassar: Skripsi Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Makassar, 2021)

8
penyakit seperti batuk, demam, diare, sesak nafas, myalgia, sakit
tenggorokan, sakit kepala, dan kelelahan.
3. Faktor-faktor penyebab perceraian menurut Undang-Undang No 9 Tahun
1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan Pasal 19, peceraian terjadi karena 5 faktor, sedangkan menurut
Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 116 terdapat 8 faktor perceraian.

F. Metode Penelitian
Adalah gambaran bagaimana penelitian itu akan ditempuh atau dilaksanakan. Fungsi
dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan sesuatu secara aksiologis, yang merupakan nilai
atau ketetapan/aturan sebagai refensi untuk yang ditelaah, serta kesesuaian antara sesuatu
yang ditelaah dengan nilai atau ketetapan/aturan atau prinsip yang dijadikan referensi.17

Dalam membahas masalah-masalah yang ada pada penyusunan skripsi ini,


diperlukan suatu penelitian untuk memperoleh data yang berhubungan dengan
masalah yang akan diteliti dan gambaran dari masalah tersebut secara jelas dan
akurat. Pencarian yang dimaksud dalam hal ini tentunya pencarian yang akan dipakai
untuk menjawab permasalahan tertentu.18 Terdapat beberapa metode yang penulis
gunakan diantaranya:

1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library


research), yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literature atau
kepustakaan, baik berupa buku, catatan maupun laporan hasil penelitian dari
penelitian terdahul.19 Mengkaji dan menelusuri permasalahan-permasalahan maupun

17
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan,
(Padang, Kencana Prenamedia Group, 2014), cet.1, h.239.
18
Faisal Ananda Arfa dan Watni Marpaung, Metode Penelitian Hukum Islam,
(Jakarta:Prenadamedia Group, 2016), h. 12.
19
Elizabeth Goenawan Ananto, Metode Penelitian Untuk Public Relations, (Bandung:

9
data-data dari tempat yang menjadi obyek penelitian. Kemudian menggali data
dengan rinci tentang faktor-faktor penyebab perceraian.

2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian pada skripsi ini adalah deskriptif analitik, yakni suatu
penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang realitas pada objek
20
yang diteliti secara objektif. Penelitian ini memfokuskan pada faktor-faktor
perceraian pada di era pandemi covid-19 yang terjadi di Pengadilan Agama Cibinong,
kemudian dianalisa berdasarkan ketentuan hukum Islam. Dari data yang diperoleh
akan dilakukan pengkajian dan analisa apasaja yang termasuk kedalam faktor
perceraian di era pandemi covid-19 dan analisa hukum Islam terkait tingginya
perceraian di era pandemi covid-19.

3. Pedekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan masalah normatif


empiris yaitu suatu metode penelitian dalam hal ini menggabungkan unsur hukum
normatif yang kemudian didukung dengan penambahan data atau unsur empiris.
Penyusunan skripsi ini penulis menerapkan metode penelitian hukum normatif. Hal
ini disebabkan penulis menggunakan bahan-bahan kepustakaan sebagai data untuk
menganalisis kasus faktor perceraian dalam era pandemi covid-19.

4. Sumber Data

Data-data yang dipergunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi tiga


bagian, yaitu21:

Simbiosa Rekatama Media, 2014), hlm. 70


20
https://id.com/doc/306349047/Adapun-Pengertian-Dari-Metode-DeskriptifAnalitis-
Menurut-Sugiono diiakses pada Senin 13 Juni 2022 pukul 14.40 WIB
21
Soerjono Soekanto, Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali, 1986),
h.14.

10
a. Data primer, penulis mengutip secara langsung sesuai aslinya tanpa
merubah susunan redaksinya yang berkaitan dengan objek penelitian.
Disini data primer yang digunakan yaitu dari Undang-Undang, nash Al-
Qur’an dan Hadist, serta data yang diperoleh dari Pengadilan Agama
Cibinong.
b. Data sekunder yaitu dalam penelitian yang mengguanakan data yang
berasal dari buku, jurnal, dan skripsi22 yang membahas tentang faktor-
faktor penyebab perceraian atau yang berkaitan dengan materi perceraian.
c. Data Tersier, yaitu data penunjang yang dapat memberi petunjuk dan
penjelasan terhadap sumber data primer dan sekunder, diantaranya KBBI
dan ensiklopedia.23 yang membahas tentang faktor-faktor penyebab
perceraian atau yang berkaitan dengan materi perceraian.

5. Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat yang digunakan sebagai objek penelitian adalah di Pengadilan Agama


Cibinong, yang beralamat di Pemda Cibinong, Jl Bersih No 1 Tengah, Cibinong,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16914. Dan waktu pelaksanaanya akan dilakukan
setelah mendapat persetujuan dari Dosen Pembimbing.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan studi pustaka.
Hal ini dilakukan dengan membaca, merangkum, dan menganalisis bahan-bahan
hukum sebagaimana dijelaskan pada sumber data diatas dengan korelasi pada objek
penelitan.

22
Sutrisno Hadi, Metodologi Penelitian Research, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit
Fak.Psikologi UGM, 1979), hlm. 190
23
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2005),h.114.

11
7. Analisi Data

Metode analisi data adalah proses penyederhanaan data kedalam data ke


bentuk yang lebih mudah dibaca dan di interpretasikan, atau mudah dipahami dan di
informasikan kepda orang lain. Data yan telah dikumpulkan dengan studi kasus
tersebut akan dijabarkan dan dianalisis secara kualitatif yang kemudian diperjelas
dengan analisis deduktif.

8. Teknik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis menjuk pada buku Pedoman Penulisan
Skripsi yang di terbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2017.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memperolah pemahaman mengenai isi data dari penulis, maka penulis
menyusun skripsi ini dalam beberapa bab. Adapun sistematika peyusunannya adalah
sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN : Pada bab ini menjelaskan tentang pendahuluan


yaitu latar belakanng masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode peneliitian dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI : Bab ini penulis menulis landasan teori


mengenai pengertian pernikahan, pengertian perceraian menurut UUD dan hukum
Islam, faktor-faktor terjadinya perceraian menurut UUD dan hukum Islam dan
Pengertian Covid-19.

BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN AGAMA CIBINONG,


Pada bab ini penulis menjelaskan tentang Sejarah dan gambaran umum Pengadilan
Agama Cibinong.

12
BAB IV ANALISIS PENINGKATAN PERCERAIAN ERA PANDEMI
COCID-19 DI PENGADILAN AGAMA CIBINONG, pada bab ini penulis
menjelaskan hubungan covid-19 dengan faktor peningkatan perceraian di Pengadilan
Agama Cibinong, serta mengalisis penyelesaiannya menurut hukum Islam.

BAN V PENUTUP, yaitu penutup yang berisikan kesimpulan dan dilengkapi


dengan saran yang membanngun tulisan ini secara baik dan benar.

13
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pernikahan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nikah adalah ikatan (akad)


perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.24
Secara arti kata nikah berarti “bergabung” ( ‫“ )ضم‬hubungan kelamin” (‫ )وطء‬dan juga
“akad” ( ‫)عقد‬.25 Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada
semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ia
adalah suatu cara yang dipilihkan Allah SWT., sebagai jalan bagi makhlik-Nya untuk
berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.

Menurut hukum positif Indonesia pernikahan/perkawinan diatur dalam


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,

Pasal 1:
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,


suami isteri harus saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat
mengembangkan kepribadiannya, membantu dan mencapai kesejahteraan dalam
berkeluarga.Menurut Kompilasi Hukun Islam (KHI).

24
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1994), Cet-3, Edisi ke-2, h.456
25
Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 1986), h. 29

14
Pasal 2 ialah :
Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat
kuat atau miithaqan ghalizan untuk menaatii perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah.

Pasal 3 ialah :
Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah , dan rahmah.

Pasal 4 ialah:
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai
dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Nikah, menurut bahasa: al-jam’u dan al-dhamu yang artinya kumpul. Maka
nikah (Zawaj) bisa diartikan degan aqdu al-tazwij yang artinya akad nikah. Juga bisa
diartikan (wath’u al-zaujah) bermakna menyetubuhi istri. Definisi yang hampir sama
dengan di atas juga dikemukakan oleh Rahmat Hakim, bahwa kata nikah berasal dari
bahasa Arab “nikahun” yang merupakan masdar atau asal kata dari kata kerja (fi’il
madhi) “nakaha”, sinonimnya “tazawwaja” kemudian diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia sebagai perkawinan. Kata nikah sering juga dipergunakan sebab telah
masuk dalam bahasa Indonesia.

Beberapa penulis juga terkadang menyebut pernikahan dengan kata


perkawinan. Dalam bahasa Indonesia, “pekawinan” berasal dari kata “kawin” yang
menurut bahasa, artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan
hubungan kelamin bersetubuh, Istilah “kawin” digunakan secara umum, untuk
tumbuhan, hewan dan manusia, dan menujukan proses generatif secara alami.
Berbeda dengan itu, nikah hanya digunakan pada manusia karena mengandung
keabsahan secara hukum nasioanal, adat istiadat, dan terutama menurut agama. Maka
nikah adalah akad atau ikatan, karena adalam suatu proses pernikahan terdapat ijab

15
(pernyataan penyerahan dari pihak perempuan) dan Kabul (pernyataan penerimaan
dari pihak lelaki). Selain itu, nikah bisa juga sebagai bersetubuh.26

Nikah menurut pemahaman ahli ushul fiqh terbagi dalam tiga pengertian,
yaitu sebagai berikut:

a. Abu Hanifah berpendapat bahwa kata “nikah” makna hakikatnya adalah


persetubuhan dan makna majazinya adalah akad perkawinan, seperti yang
dipahami dari Qs. An-Nisa ayat 22 tentang diharamkannya seseorang lelaki
menikah dengan wanita yang telah dinikahi oleh bapak kandung si lelaki
tersebut, di mana yang dimaksud dengan “nikah” dalam ayat ini adalah
persetubuhan dan bukanlah akad. Dengan demikian,
b. Ulama Syafi’iyah dan Malikiyah berpendapat bahwa kata “nikah” makna
hakikatnya adalah akad pekawinan, dan makna majazinya adalah akad
perkawinan, dan makna majazinya adalah persetubuhan. Pendapat ini
merupakan kebalikan dari pendapat yang pertama.
c. Ulama Hanabilah berpendapat bahwa kata “nikah” adalah penggabungan
antara akad perkawinan dan persetubuhan karena syariat Islam terkadang pula
menggunakan kata “nikah” dalam artian akad perkawinan dan terkadang pula
menggunakannya dalam arti persetubuhan tanpa menjelaskan lebih rinci lagi
tetang maksud sebenarnya. Dari kondisi ini dapatlah dipahami bahwa kata
“nikah” digunakan untuk arti akad perkawinan dan perstubuhan secara
bersamaan. Demikian pula menurut Abu Al-Qasim Al-Zajjad, Imam Yahya,
Ibnu Hazm, dan sebagian ulama ushul fiqh dari kalangan Hanafiyah.27

Berdasarkan uraian di atas tentang pengertian perkawinan, dapat diambil satu


inti pokok, bahwa perkawinan merupakan suatu pertalian antara laki-laki dan

26
Tihami M.A,. M.M dan Sobari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap,
(Jakarta: PT Grafindo Pesada, 2010), Cet-2, h. 6-7
27
Saiful Milah dan Asep Saefudin, Dualisme Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,
(Jakarta: AMZAH, 2019), h.109

16
perempuan (termasuk keluarga kedua belah pihak) sebagai ikatan dengan yang
disebut suami dan istri karena telah melalui suatu akad yang sakral dengan tujuan taat
atas perintah Allah, mewujudkan kehidupan yang sakinah, mawaddah dan rahma
sehingga dalam pelaksanaannya atau bagi yang melaksanakannya juga terdapat nilai
ibadah karena keduannya (suami dan istri) telah berada dalam kehalalan satu sama
lain.28

B. Perceraian Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang

1. Pengertian Perceraian

َ - ‫ط ِل ُق‬
Secara etimologis, kata talak berasal dari kata “ ‫طا ِلقا‬ َ ُ‫طلقَ – ي‬
َ ” yang berarti
melepaskan tali, meninggalkan atau bercerai (perempuan dan suaminya).29 Perceraian
adalah putusnya ikatan suami dan istri yang mengakibatkan berakhirnya hubungan
keluarga (rumah tangga) antara suami dan istri.30 Talak diambil dari kata ithlaq,
artinya melepaskan atau irsal artinya memutus atau tarkun artinya
meninggalkan,firakun artinya perpisahan.

Dalam istilah agama, talak adalah melepaskan hubungan perkawinan atau


bubarnya perkawinan. Dalam kompilasi Hukum Islam, talak adalah ikrar suami di
hadapan sidang Pengadilan Agama kerena suatu sebab tertentu.31Talak mempunyai
arti membuka ikatan, melepaskan, dan menceraikan. Secara terminologis, menurut
Abdul Rahman al-Jaziri, talak adalah melepaskan ikatan (hal al-qaid) atau bisa juga

28
Nabiela Naily dkk, Hukum Perkawinan Islam Indonesia, (Jakarta : Prenadamedia
Group,2019), h.4-6
29
Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab Indonesia, (Jakarta, PT. Hidakarya Agung, 1990),
h.239.
30
Muhammad Syaifuddin dkk, Hukum Perceraian, (Jakarta: Sinar Grafika,2014), Cet-2, h. 18
31
Mahmudin Bunyamin dan Agus Hermato, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2017) , Cet-1, h.175

17
disebut mengurangi pelepasan ikatan dengan menggunakan kata-kata yang telah
ditentukan.32

Perceraian itu bahasa Indonesia, sedangkan dalam bahasa Arab adalah thalaq,
yang mengandung arti melepas atau membuka.33 Yang dimaksud dengan melepas
atau membuka yaitu melepaskan ikatan pernikahan dari pihak suami dengan lafal
tertentu, islahnya suami berkata terhadap istrinya “Engkau telah kutalak”, dengan
ucapan tersebut ikatan pernikahan menjadi lepas, artinya suami istri telah bercerai.34

Peraturan tentang perceraiaan diatur dalam PP Nomor 9 Tahun 1975 sebagai


aturan pelaksana dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum
Islam (KHI) Pasal 116 yang berisi mengenai alasan-alasan terjadinya perceraian:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi,
dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain
di luar kemampuannya.
c. Salah satu pihak mendapat hukuman pebjara 5 (lima) tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain.
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewaiban sebagai suami atau istri.
f. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

32
Mardani, Hukum Keluarga Islam Di Indonesia.(Jakarta: PrenadaMedia, 2016), Cet-1,
h.145
33
Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2007), Cet-1, h.25
34
Moh. Rifa’I, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 2014),
h.435.

18
g. Suami melanggar taklik talak.
h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinnya ketidak
rukunan dalam rumah tangga.35
Sedangkan kata cerai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: Pisah,
Putus hubungan sebagai suami istri talak. Kemudian, kata perceraian mengandung
arti: Perpisahan, Perihal bercerai (antara suami istri), perpecahan. Adapun kata
“bercerai” berarti, Tidak bercampur (berhubungan, bersatu,) lagi, Berhenti berlaki-
bini (suami istri).

Istilah “perceraian” terdapat dalam Pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 yang


memuat ketentuan fakultatif bahwa “Perkawinan dapat putus karena kematian,
perceraian, dan atas putusan Pengadilan. Jadi, istilah “perceraian” secara yuridis
berarti putusnya perkawinan, yang mengakibatkan putusnya hubungan sebagai suami
istri atau berhenti (suami istri) sebagaimana diartikan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diatas.36

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 39 menyatakan


perceraian dalam tiga ayat:

1. Perceraian hanya dapat dilakukan dan sah diikrarkan di depan sidang


pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan telah mengupayakan damai
kedua belah pihak, namun mediasi tidak berhasil atau gagal.
2. Perceraian bisa dilakukan dengan alasan suami isri sudah tidak bisa lagi hidup
rukun bersama.
3. Tata cara perceraian yang dilakukan di depan pengadilan diatur dalam peraturan
perundangan tersendiri.37

35
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2013)), Cet-1, h.218
36
Muhammad Syaifuddin dkk, Hukum Perceraian,(Jakarta: Sinar Grafika, 2014), Cet-2, h.15
37
Nabiela Naily, dkk, Hukum

19
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat dipahami perceraian adalah
putusnya ikatan perkawinan antara suami istri dalam rangka membina rumah tangga
yang utuh, kekal, dan abadi, sehingga antara keduanya tidak halal lagi bergaul
sebagaimana layaknya suami istri.38

Perceraian dianggap sah apabila dilakukan orang-orang yang perbuatan


tindakannya dapat diminta pertanggungjawaban hukum (human responbility). Orang
yang perbuatannya dapat diminta pertanggungjawaban hukum ini disebut dengan
istilah mukallaf. Suami istri yang akan cerai harus sudah cukup dewasa, sudah
terkena hukum/taktlif dan tidak ada unsur paksaan/ikrah.39

2. Hukum Talak

keberlangsungan kehidupan suami istri adalah tujuan utama adanya


perkawinan dan hal ini sangat diperhatikan oleh syariat Islam. Untuk itu, syariat
Islam menjadikan suami istri dalam ikatan perkawinan sebagai pertalain yang kukuh,
sebagaimana Al-Qur’an memberikan istilah tersebut dengan itsaqan ghalizan (janji
kukuh).

Firman Allah SWT. (QS.An-Nisa:[4]:21) :

َ ‫وا َ َخ ْذنَ ِم ْن ُك ْم ِم ْيثَاقا‬


. ‫غ ِليْظا‬
…Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (Ikatan
pernikahan) dari kamu. (QS. An-Nisa:[4]:21)

Oleh karena itu, suami wajib memelihara hubungan pernikahan itu. Meskipun
dalam hukum Islam suami diberi hak menjatuhkan talak, tidak dibenarkan suami
menggunakan haknya dengan sesuka hati, apalagi hanya menuruti hawa nafsunya.
Dlihat dari sisi kemaslahatannya dan kemudaratannya, hukum talak ada lima

38
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata di Indonesia, (Jakarta: Kencana,206) h.1
39
Linda Azizah, Analisi Perceraian Dalam Hukum Islam, dalam Jurnal Al’adalah, vol. 10,
no.4 Juli 2012, h.415

20
1. Apabila terjadi perselisihan antara suami istri lalu tidak ada jalan yang ditempuh,
kecuali dengan mendatangkan dua saksi yang mengurus perkara keduanya. Jika
kedua hakim tersebut memandang bahwa perceraian lebih baik bagi mereka, saat
itulah talak menjadi wajib. Jadi, jika sebuah rumah tangga mendatangkan
keburukan, perselisihan, pertengkaran, dan menjerumuskan keduannya dalam
kemaksiatan, hukum talak adalah wajib baginnya.
2. Makruh, yaitu talak yang dilakukan tanpa adanya tuntutan dan kebutuhan.
Sebagian ulama ada yang mengatakan mengenai talak yang makruh terdapat dua
pendapat dua peendapat.
a. Talak tersebut haram dilakukan karena dapat menimbulkan mudarat bagiya dan
bagi istrinya, serta tidak mendatangkan manfaat. Talak ini sama dengan tindakan
merusak atau menghamburkan harta kekayaan. Hal tersebut didasarkan pada
sabda Rasulullah SAW. Sebagai berikut:

‫ع ْن َجا ِب ٍر‬ َ ‫ أ َ ْن َبأَنَا َم ْع َمر‬:‫ق قَا َل‬ َ ‫ َحدثَنَا‬:‫َحدثَنَا ُم َحمدُ ب ُْن َيحْ َيى قَا َل‬
ِ ‫ع ْبدُ الرزا‬
‫ع َل ْي ِه‬
َ ُ‫صلى هللا‬
َ ‫َّللا‬ ِ ‫سو ُل‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫اس قَا َل‬ٍ ‫عب‬
َ ‫ع ِن اب ِْن‬ َ ِ ‫ْال ُج ْع ِفي‬
َ َ‫ع ْن ِع ْك ِر َمة‬
40
»‫ار‬َ ‫ض َر‬ِ ‫ض َر َر َو ََل‬َ ‫ « ََل‬:‫سل َم‬ َ ‫َو‬
Tidak boleh memberikan kemudaratan kepada orang lain, dan tidak boleh
membalas kemudaratan dengan kemudaratn lagi. (H.R. Ibnu Majjah)
b. Talak seperti itu dibolehkan, hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW.
Sebagai berikut:

ُ ‫أ َ ْبغ‬
َ ‫َض ال َحالَ ِل ِإلَى هللاِ ت َ َعالى ال‬
)‫ط َالقَ (رواه أبو داود‬
Sesungguhnya hal yang paling dibenci Allah adalah talak. (H.R. Abu Daud)
Dalam lafazs yang lain disebutkan

‫ سنن ابن ماجه (دار إحياء الكتب العربية ) بَاب َمنْ بَنَى فِي ح َِق ِه‬،‫ سنن ابن ماجه‬،‫ ابن ماجة أبو عبد هللا محمد بن يزيد القزويني‬40
784 :‫ صفحة‬2 ‫ جزء‬،2341 :‫ الحديث النمرة‬،ِ‫َاره‬ ِ ‫َما يَض ُّر بِج‬
Ibnu Majjah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Al-Qozwaini, Sunan Ibnu Majjah, (Dar Ihya’ Al-
Kutub Al-Arabiyyah), Bab Man Bana Fi Haqqihi Ma Yadurru Bi Jarihi, Hadits Nomor 2341, Jilid 2
halaman 784;

21
َ ‫شيْئا أَبغ‬
ِ َ‫َض ِإلَ ْي ِه ِمنَ الطال‬
‫ق‬ َ ‫َما أ َ َحل هللاُ ِب ِه‬
Allah tidak membolehkan sesuatu yang Ia benci selain talak. (H.R. Abu Daud)
3. Mubah, yaitu talak yang dilakukan karena adanya kebutuhan. Misalnya, karena
keburukan akhlak istri dan kurang baik pergaulan yang hanya mendatangkan
mudarat dan menjauhkan merka dari tujuan pernikahan.
4. Sunnah, yaitu talak yang dilakukan karena istri mengabaikan hak-hak Allah
SWT. yang telah diwajibkan kepadanya. Misalnya, shalat puasa, dan kewajiban
lainnya, sedangkan suami juga sudah tidak mampu memaksanya atau istrinya
sudah tidak lagi mampu menjaga kehormatan dirinya.
5. Mahzhur (terlarang), yaitu talak yang dilakukan ketika istri sedang haid. Para
ulama di Mesir telah sepakat megharamkannya. Talak ini juga disebut dengan
talak bid’ah kerena suami yang menceraikannya itu menyalahi sunaah Rasulullah
SW. dan perintah Allah SWT.
Allah SWT. Berfirman (QS. At-Talaq:[45]:1) :

َ ‫صوا ْال ِعدة‬ َ َ‫سا َء ف‬


ُ ْ‫ط ِلقُ ْوهُن ِل ِعد ِت ِهن َواَح‬ ِ ‫طل ْقت ُ ُم‬
َ ‫الن‬ َ ‫ي اِذَا‬
ُّ ‫َيا ُّي َها الن ِب‬
Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu
ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar),
dan hitunglah waktu idah itu…. (QS. At-Talaq:[45]:1)
Sabda Nabi Muhammad SAW:

َ ُ‫طلَقَ قَ ْب َل أ َ ْن َي َمس فَت َْلكَ ال ِعدة ُ ال ِتي ا َ َم َر هللا‬


َ ُ ‫ع ْن ت‬
‫طلقَ لَ َها‬ َ ‫ا ِْن شَا َء أ َ ْم‬
َ ‫سكَ َب ْعدُ َو ِإ ْن شَاء‬
)‫سا َء (متفق عليه‬ ِ ‫أ َ ْن‬
َ ‫الن‬
Jika ia menghendaki, ia boleh menceraikannya sebelum ia mencampurinya.
Demikian iddah diperintahkan Allah ketika wanita yang diceraiakan. (Muttafaqun
Alaih). 41

41
Mahmudin Bunyamin dan Agus Hermanto, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2017) Cet-1, h.188-191

22
3. Rukun dan Syarat Perceraian
a. Rukun Perceraian
Rukun talak ialah unsure pokok yang harus ada dalam talak dan terwujudnya
talak tergantung ada dan lengkapnya unsure-unsur tersebut, adapun rukun talak itu
sebagai berikut:

1. Suami, suami adalah yang memiliki hak talak dan yang berhak
menjatuhkannya, selain suami tidak berhak menjatuhkannya.42
2. Istri, talak yang dijatuhkan oleh suami haruslah ditujukan kepada orang yang
patut menerima talak dari suaminya ini ditinjau dari segi kehidupam keduanya
yang memang sulit untuk didamaikan kembali, sehingga menjadi satu rukun
yang masih ada. Untuk menentukan sahnya talak adalah istri dan status istri
menjadi landasan paling mendasar pada hukum talak. Karena adanya talak
tersebut disebabkan adanya status istri.43
3. Sighat, yaitu lafadz yang menunjukan adanya talak baik itu diucapkan secara
lantang maupun dilakukan secara sindiran dengan syarat harus disertai niat.
Namun demikian, terdapat juga lafadz-lafadz tertentu yang menegaskan arti
talak dan dapat dipahami masyarakat juga di kenal dalam syara’. Cara
pemakaiannya dapat dilakukan dengan lisan, tulisan atau isyarat (bagi yang
bisu). Lafadz-lafadz yang menujukan makna talak ada dua macam yaitu lafadz
sharih dan lafadz kinayah.
Lafadz Sharih adalah kata yang dapat dipahami maknanya tanpa harus ada
penjelasan.Lafadz kinayah adalah talak yang mengandung banyak makna sehingga
bisa ditakwilkan dengan makna yang berbeda-beda.44

42
Abdurrahman Ghazali, h. 201
43
Syeh Kamil Muhammad Waidah, Fiqih wanita, (Jakarta: Pustaka Kautsar 1996), cet-1,
h.437
44
Azni, Ilmu Fiqih dan Hukum Keluarga Perspektif Ulama Tradisional dan Kontenporer,
(Pekanbaru:2015), h.152

23
Mazhab Hanafi berpendapat rukun talak adalah lafal yang menjadi yang
menjadi dilālah bagi makna talak secara bahasa yang merupakan pelepasan dan
pengiriman. Artinya, rukun talak hanya satu, yaitu lafal talak itu sendiri. Sedangkan
mazhab maliki, rukun talak ada empat, yaitu “mampu melakukannya”. Maksudnya
orang atau pihak yang menjatuhkannya yaitu suami, atau wakilnya, atau walinya jika
dia masih kecil. “Maksud”, yaitu ucapan dengan lafal yang terang-terangan, dan
sindiran yang jelas, meskipun tidak bermaksud melepaskan ikatan perkawinan.
Dengan dalil sahnya talak yang dilakukan secara bergurau. Objek, maksudnya
perkawinan yang dia miliki. Rukun terakir yaitu “lafal” yang secara jelas-jelasan
ataupun secara sindiran. Mazhab Syafi’i dan mazhab Hambali berpendapat, rukun
talak ada lima, yaitu laki-lakiyang mentalak, ucapan, objek, kekuasaan, dan
maksud.45

‘Abd al-Rāḥmān al-Jazīrī menyebutkan rukun talak ada empat, yaitu


suami, isteri, lafal talak,dan qaṣdu (maksud menceraikan).30 Dalam hal ini jelas
bahwa ulama masih berbeda dalammenetapkan rukun talak, tetapi intinya sama,
bahwa dalam mentalak itu harus ada empat unsur sperti disebutkan al Jazīrī, yaitu
suami yang menceraikan, isteri yang diceraikan,lafal talak, dan qaṣdu atau maksud
suami menceraikan. Meskipun dalam mazhab Hanafihanya menyebutkan lafal
talak saja, tetapi suami, isteri dan maksud juga dibutuhkan mengiringinya. Lafal talak
tidak ada kecuali tidak ada suami yang mengucapkannya. Ucapan talak juga tidak
akan ada dan tidak memiliki pengaruh apa-apa jika tidak ada isteri yang diceraikan,
demikian juga dengan maksud dan niat untuk menceraikan. Dengan demikian,
perbedaan pendapat tersebut sebenarnya tidak pada substansinya.

a. Syarat-syarat Perceraian

Disyaratkan bagi orang yang menthalak hal-hal berikut ini:

45
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh (Dar al-Fikr 1985), h. 319

24
1. Baligh, talak yang dijatuhkan anak kecil dinyatakan tidak sah, sekalipun dia
telah pandai demikian kesepakatan para ulama mazhab, kecuali Hambali.
Ulama Mazdhab Hambali mengatakan bahwa, thalak yang dijatuhkan anak
kecil yang mengerti dinyatakan sah, sekalipun usianya belum mencapai sepuluh
tahun.46
2. Berakal sehat, suami yang gila tidak sah menjatuhkan thalak, yang dimaksud
gila disini ialah hilang akal atau rusak akal karena sakit, termasuk kedalamnya
sakit pitam, hilang akal karena sakit panas atau sakit ingatan karena rusak
syaraf otaknya.47
3. Atas kehendak sendiri, yang dimaksud dengan atas kehendak sendiri ialah
adanya kehendak pada diri suami untuk menjatuhkan thalak bukan karena
paksaan.48
Abu Malik menyatakan, syarat talak diperlukan untuk keabsahan talak.49
Dalam hal ini syarat yang dimaksudkan yaitu yang harus terpenuhi bagi pihak yang
menceraikan, pihak yang diceraikan, lafal dan maksud talak. Suami yang
menceraikan disyaratakan berakal, baligh, dan atas kemauan sendiri. Bagi istri yang
diceraiakan, disyaratakan harus wanita yang menjadi isteri yang sah dan masih berada
dalam perlindungan suami. Sighat atau lafal talak disyaratkan bahwa harus sebagai
ungkapan yang memiliki maksud cerai, baik ungkapan tersebut jelas maupun
sindiran.50

Kemudian lafal talak bisa juga dalam bentuk isyarat bagi suami yang tuna
wicara, dan bias juga dengan tulisan. Talak tidak berlaku ketika dengan perbuatan
memukul, mengantarkanisteri ke rumah keluarganya atau menyerahkan barang-

46
Muhammad Jawad, Fiqh lima Mazhab (Ja’fari, Hanafi, Maliki, syafi’i, Hambali), alih
bahasa, Masykur A.B, afif Muhammad, idrus al-kaff, Cet.Ke-11 (Jakarta: lentera, 2004), Hal. 441
47
Abdul Rahman Ghozali,
48
Abdul Rhman Ghozali,
49
Abu Malik Kamal bin al-Sayyid Salim, Fiqih Sunnah Wanita: Panduan Lengkap Wanita
Muslimah (Fiqh Al-Sunnah Lin Nisā: Wa Mā Yajibu an Ta’rifuh Kulli Muslimah Min Aḥkām) (Griya
Ilmu Mandiri Sejahtera 2016), hlm. 616.

25
barangnya. Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam qaṣdu (maksud menceraikan)
adalah dengan ucapan ataupun tulisan memang memiliki maksud menceraikan isteri
dan tidak dimaknai lain. Oleh karena itu, salah ucap tanpa sengaja, tidak berlaku
talak.51 Setelah dipenuhi syarat dan rukun diatas, maka talak seorang suami telah
dipandang sah secara agama.

Terkait dengan lafal talak, al-Subki menyatakan, bagi orang yang berniat
dalam dirinya mentalak isterinya dan tidak diucapkan dengan talak, maka talaknya
tidak terjadi.52 Artinya, ucapan ataupun tulisan yang menunjukkan makna perceraian
harus dapat diketahui oleh pihak isteri, baik dalam bentuk sindiran atau secara jelas.
Untuk itu, talak tidak bisa hanya sekedar niat saja, meskipun suami memiliki niat dan
keinginan untuk cerai.

4. Macam-macam Perceraian

Perceraian kerap terjadi khususnya di Indonesia, yang mana dari segi pihak
yang mengajukan dapat di klarifikasiakakn menjadi dua macam yakni cerai talak dan
cerai gugat, pertama, cerai talak didefinisikan dalam Pasal 114 KHI bahwa
:”Putusnya Perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak
atau berdasarkan gugatan perceraian” lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 129 KHI
yang berbunyi :”seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya
megajukan permohonan baik lisan atau tulis kepada Pengadilan Agama yang
mewilayahi tempat tinggal istri dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang
untuk keperluan itu.” Kedua, cerai gugat didefinisikan dalam Pasal 132 ayat 2 yang
berbunyi “Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kasusnya pada Pengadilan

51
Abdu Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Kencana Prenada Media Group 2006), hlm. 202-
205.
52
Ali Yusuf al-Subki, Fiqh Keluarga (Niẓām Al-Usrah Fī Al-Islām) (Amzah 2010), hlm. 333.

26
Agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tingga Penggugat kecuali istri
meninggalkan tempat kediaman tanpa izin suami.”53

a) Cerai Talak
1) Talak Raj’i

Talak Raj’i adalah talak ketika suami masih mempunyai hak untuk merujuk
atau talak yang masih memungkinkan bagi suami untuk kembali kepada istrinya
tanpa akad nikah baru. Talak pertama dan kedua yang dijatuhkan suami terhadap istri
yang sudah pernah dicampuri dan bukan atas permintaan istri yang disertai tebusan
(iwad), selama masih dalam masa iddah.

Dengan demikian, apabila seorang suami menjatuhkan talak pertama atas istri,
suami dapat merujuknya tanpa harus melakukan akad nikah baru selama masa
iddahnya belum habis.

Al-Syiba’i berpendapat bahwa talak raj’i adalah talak yang untuk kembalinya
istri kepada suaminya tidak memerlukan mahar, serta tidak memerlukan persaksian.

Talak raj’i terjadi hanya pada talak pertama dan kedua berdasarkan firman
Allah SWT (QS.Al-Baqarah[2]:229):

َ ‫اَلط َال ُق َمرت ِن فَ ِا ْم‬


... ٍ‫ساك ِب َم ْع ُر ْوف‬
Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan
dengan baik, atau melepaskan dengan baik…….(QS. Al-Baqarah[2]:229)54

2) Talak Ba’in

53
Mukhamad Suharto, Perspektif Hukum Islam-Sosial Terhadap Kontekstualisasi Nafkah
Cerai Gugat, “Jurnal Kajian Hukum dan Studi Islam”, Vol.2, No.1, Januari 2020, h. 54
54
Mahmudin Bunyamin dan Agus Hermanto, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2017), cet-1, h. 180

27
Talak Ba’in yaitu talak yang dijatuhkan suami pada istrinya dimana suami
berhak kembali pada istrinya melalui akad dan mahar baru. Ulama fikih membagi
talak ba’in menjadi dua macam: Pertama Talak ba’in sughra adalah talak raj’I yang
sudah habis masa iddahnya dan talak yang dijatuhkan suami pada istrinya yang belum
pernah digauli dan talak dengan tebusan (Khuluk). Dalam talak seperti ini suami tidak
boleh kembali begitu saja kepada istrinya akan tetapi harus dengan akad nikah dan
mahar baru. Kedua Talak ba’in kubra ialah talak tiga yang dijatuhkan kepada istri.
Talak ini apabila suami ingin kembali kepada mantan istrinya, maka mantan istri
harus menikah terlebih dahulu dengan laki-laki lain, sudah digauli oleh suami
barunya, dan bercerai dari suami barunya tersebut, serta telah selesai menjalankan
iddahnya.55

3) Talak Sunni

Talak Sunni adalah talak yang terjadi sesuai dengan ketentuan agama, yaitu
seorang suami mentalak istrinya yang telah dicampurinya dengan sekali talak di masa
bersih dan belum ia sntuh kembali di masa bersihnya itu brdasarkan firman Allah
SWT (QS.Al-Baqarah [2]: 229). Yang berbunyi:

َ ‫ساكُ ِب َمع ُروفٍ أَو تَس ِري ُح ِبإِح‬


‫سن‬ ِ ‫ٱلطلَ ُق َمرت‬
َ ‫َان فَإِم‬
Talak dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau
menceraikan dengan cara yang baik. (QS.Al-Baqarah [2]: 229).

Pengertiannya, talak yang disunahkan satu kali, dan dalam masa itu suami
bisa memilih apakah kembali kepada istri atau berpisah dengan baik.

Dikatakan sebagai talak sunni mempunyai tiga syarat berikut:

55
Zaenal Arifin dan Anshori, Fiqih Munakahat, (Madiun:CV. Jaya Star Nine, 2019), cet-1,
h.181

28
1. Istri yang ditalak sudah pernah dikumpuli, bila talak dijatuhkan pada istri
ysng belum pernah dikumpuli, tidak termasuk talak sunni.
2. Istri dapat segera melakukan idah suci setelah ditalak. Yaitu istri dalam
keadaan suci dari haid.
3. Talak itu dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci. Dalam masa suci itu
suami tidak pernah mengumpulinnya.56
4) Talak Bid’i

Talak bid’i adalah talak yang dijatuhkan pada waktu dan jumlah yang tidak
tepat. Talak bid’i merupakan talak yang dilakukan bukan menurut petunjuk syariah,
baik mengenai waktunya maupun cara-cara menjatuhkannya. Dari segi waktu, ialah
talak terhadap istri yang sudah dicampuri pada waktu ia bersih atau terhadap istri
yang sedang haid. Dari segi jumlah talak, ialah tiga talak yang dijatuhkan sekaligus.
Ulama sepakat bahwa talak bid’i, dari segi jumlah talak, ialah tiga sekaligus, mereka
juga sepakat bahwa talak bid’i itu haram dan melakukannya berdosa.

Para ulama berbeda pendapat tentang jatuh tidaknya talak bid’i itu, yaitu:

1. Pendapat mazhab Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Maliki, dan Imam
Hambali menyatakan bahwa talak bid’i walaupun talaknya haram, tetapi
hukumnya adalah sah dan talaknya jatuh. Namun sunnah untuk
merujuknya lagi. Pendapat ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah dan
Syafi’i. adapun menurut Imam Maliki hukum merujuknya justru wajib.
2. Segolongan ulama yang lain berpendapat bahwa tidak sah, mereka
menolak memasukkan talak bid’i dalam pengrtian talak pada umumnya,
kaena talak bid’i bukan talak yang diizinkan oleh Allah SWT. Bahkan di
perintahkan oleh Allah SWT, untuk meninggalkannya.

56
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2010), Cet-2, h.237

29
Menurut Ibnu Taimiyah, Ibnu Qoyim, dan Ibnu Hazm, talak bid’i adalah talak
haram. Talak yang haram adalah talak yang tidak sah dan tidak jatuh, karena
termasuk talak yang tidak sesuai dengan Sunnah Rasulullah.

b) Cerai Gugat
1) Fasakh

Fasakh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan definisi fasakh


adalah pembatalan ikatan pernikahan oleh Pengadilan Agama berdasarkan (dakwaan)
tuntutan istri atau suami yang dapat dibenarkan oleh Pengadilan Agama atau karena
pernikahan yang telah terlanjur menyalahi hukum pernikahan.

Fasakh yang banyak di bahas oleh para ulama dalam kitab-kitab fikih adalah
fasakh yang disebabkan karena terjadi sesuatu pada diri suami atau pada istri atau
keduanya yang menyebabkan pernikahan tersebut tidak mungkin untuk dilanjutkan.
Faktor-faktor penyebab terjadinya fasakh tersebut adalah sebagai berikut:

1. Fasakh karena syikak


2. Fasakh karena cacat (ada balak atau penyakit belang kulit)
3. Fasakh karena suami gaib.
4. Fasakh karena melanggar perjanjian dalam perkawinan.
Menurut Ulama Syafi’iyah istri dapat mengajukan gugutan cerai (fasakh)
dengan alasan suami miskin atau suami memiliki kemampuan akan tetapi engan
memberikan nafkah kepada istrinya, maka kedua kondisi tersebut dapat dijadikan
alasan untuk bercerai.57

Berdasarkan pernyataan diatas penulis dapat menyimpulkan Fasakh adalah


cerai gugat yang dilakukan istri terhadap suami karna suami tidak memberikan
nafkah yang dilakukan didepan sidang di Pengadilan Agama
57
Muhammad Habibi dkk, Fasakh Nikah Dengan Alasan Suami Miskin (Studi Perbandingan
antara Ulama Syafi’iyyah dan Hukum Positif di Indonesia, (Jurnal Hukum Islam, PerUndang-
Undangan dan Pranata Sosial, 2018). Vol.8, No.2, h.151

30
2) Khuluk

Khulu menurut istilah, adalah penebusan istri akan dirinya kepada suami
dengan hartanya, maka tertalaklah dirinya. Dan menurut para ahli fikih khulu adalah
permintaan istri kepada suaminya untuk menceraikan dirinya dari ikatan perkawinan
dengan disertai pembayaran iwadh, yang berupa uang atau barang kepada suami dari
pihak istri sebagai imbalan penjatuhan talaknya.

Khulu adalah pemberian hak yang sama bagi wanita untuk melepaskan diri
dari ikatan perkawinan yang dianggap sudah tidak ada kemaslahatan sebagai imbalan
hak talak yang diberikan kepada laki-laki.

Abu Zahrah mendefinisikan bahwa khulu mempunyai dua arti, yaitu


am(umum) dan khas(khusus). Kulu dalam arti umum adala talak atas harta istri untuk
menebus dirinya yang disertakan kepada suaminya baik dengan lafazh khulu atau
lafazh mubaro’ah atau dengan lafazh talak. Pengertian ini banyak digunakan ulama
kontemporer. Adapun khulu dalam arti khas adalah talak tebus dengan lafazh khulu,
pendapat ini banyak digunakan oleh ulama salaf. Sedangkan menurut Pasal 1 KHI
poin I disebutkan bahwa khulu adalah perceraian yang terjadi atas perintah istri
dengan memberikan iwadh atau tebusan kepada dan atas persetujuan suami.58

Dari pernyatan diatas penulis menyimpulkan bawa khulu adalah gugatan cerai
yang dilakukan istri dengan menggembalikan mahar yang suami berikan agar terlepas
dari ikatan perkawinan.

Faktor-faktor terjadinya perceraian

Permasalahan didalam rumah tangga sering terjadi pada dasarnya factor yang
menyebabkan perceraian sangat unik, kompleks, dan masing-masingkeluarga berbeda
satu dengan yang lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan dan surfei sementara yang

58
Darmiko Suhendra, Khulu Dalam Persfektif Hukum Islam, (Jurnal Ilmu Syariah dan
Perbankan Islam) , Vol.1 No,1, 2016, h.221-222

31
menjadi factor penyebab terjadinya percerain bukanlah karena mereka tidak saling
mencintai, melainkan perceraian itu lebih diakibatkan oleh beberapa factor pendorong
lainnya, diantaranya:

1. Perselisihan dan pertengkaran terus menerus


Penyebab terjadinya perceraian adalah masalah perbedaan pendapat atau
keyakinan Antara suami dan istri yang memang pada dasarnya cenderung rentan
dengan hal perceraian persamaan pendapat sangat penting dalam keluarga, sebab itu
dapat memberikan andil yang besar sehingga dapat menjadi pilar-pilar dasar yang
bisa memperkokoh berdirinya suatu keluarga yang damai dan abadi. Sedangkan
perbedaan pendapat, pertengkaran, percokcokan, perselisihan terus menerus
mengakibatkan hilangnya rasa cinta dan kasih saying. Pertengkaran hanya
menyebabkan rasabenci dan buruk sangka terhadap pasangan.

2. Ekonomi
Salah satu modal dasar berumah tangga adalah tersedianya sumber
penghasilan yang jelas untuk memenuhi kebutuhan hidup secarafinansia. Kelanjutan
hidup keluarga antara lain ditentukan oleh kelancaran ekonomi, sebaliknya kekacauan
dalam keluarga dipicu oleh ekonomi yang kurang lancar.59

3. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)


Penyebab kemungkinan terjadinya perceraian adalah adanya kekerasan dalam
rumah tangga yang serig dilakukan dalam bentuk tindakan seperti kekerasan fisik
atau ancaman kekerasan yang dilakukan dengan atau tanpa alat. Sebagaimana pada
UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,
diatur dalam pasal 1 dan 2 UU PKDRT.60 Menurut Pasal 1 UU PKDRT menyatakan
“Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat

59
Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, (Malan: Uin Malang Pers 2008),
h.196
60
Soeroso dan Moerti Hadiati, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis
Fiktimologis, (Jakarta:Sinar Grafik, 2010), h.1

32
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau
menelantarkan rumah tangga, termasuk ancaman untuk perbuatan pemaksaan atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hokum dalam lingkup rumah tangga.”. 61
Kekerasan dalam rumah tangga terdiri atas kekerasan psikis yaitu perbuatan yang
mengakibatkan ketakutan hilangnya rasa percaya diri, dan / atau penderitaan psikis
berat pada seseorang. Kekerasan fisik yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit,
jatuh sakit atau luka berat. Kekerasan seksual yaitu pemaksaan hubungan seksual
yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkungan rumah tangga
tersebut, dan pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam rumah
tangga dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu.62

4. Faktor Usia
Faktor usia yang terjadi dalam perceraian dilakukan dalam usia muda karena
didalam dirinya sedang mengalami perubahan-perubahan secara psikologis.
Pernikahan dibawah umur membuat mereka belum siap mengatasi pertikaian yang
mereka temui ketidaksiapan pasangan tentu berhubungan dengan kehidupan, seperti
keuangan, hubungan kekeluargaan, dan perkerjaan setiap pasangan. Cara mereka
berfikir, bertindak. Menentukan cara mereka menggambil keputusan dalam hidup.
Menikah dibawah umur yang disertai pendidikan yang rendah menyebabkan tidak
dewasa.

5. Perselingkuhan
Landasan perselingkuhan biasanya dilakukan karena hawa nafsu baik dari
pihak suami maupun pihak istri, yang mendasari timbulnya hawa nafsu tersebut
biasanya dikarenakan oleh ketidakpuasan terhadap pasangan. Faktor lain disebabkan
oleh pelayanan yakni ketidak puasan pelayanan sex dan pelayanan sehari-hari.63

61
Undang-Undang No. 23 Tahun 2004
62
Undang-Undang No. 23 Tahun 2004
63
Abdul Aziz Ahmad, All About Selingkuh: Problematika dan Jalan Keluarnya, (Bandung:
Pustaka Hidayat, 2009), h.85

33
6. Pemabuk/Pemadat
Pemabuk atau pemadat dan penjudian merupakan perbuatan yang diharamkan
oleh Islam dan wajib dijauhi oleh siapapun termasuk suami istri. Pemabuk/pemadat
dan penjudi menjadi faktor penyebab perceraian, karena memicu perselisihan dan
pertengkaran yang terus menerus terjadi didalam rumah tangga. Yang mengakibatkan
goyahnya suatu rumah tangga tersebut. Karena kebiasaan suami yang suka mabuk
dan bermain judi membuat istri merasa tidak nyaman. Hal ini juga menjadikan
seorang suami tidak lagi memberi nafkah wajib karena sering mabuk dan berjudi
membuat dia malas berkerja dan hanya menghabiskan harta benda.

7. Poligami
Terjadinya perceraian akibat poligami dalam suatu keluarga yang disebabkan
oleh kepribadian yang belum matang, pendidikan, dan latar belakang keluarga.64

Nusyuz secara bahasa adalah bentuk masdar dari kata nasyaza yang berarti
tanah yang tersembul tinggi ke atas. Sedangkan secara terminologis, nusyuz
mempunyai beberapa pengertian di antaranya: Fuqaha Hanafiyah mendefinisikannya
dengan ketidaksenangan yang terjadi pada suami-istri. Fuqaha Malikiyah
mengartikan nusyuz sebagai permusuhan yang terjadi diantara suami-istri. Ulama
Syafi’iyah, nusyuz adalah perselisihan yang terjadi diantara suami-istri. Ulama
Hambaliyah mendefinisikannya dengan ketidaksenangan dari pihak istri maupun
suami disertai dengan pergaulan yang tidak harmonis.65 Sebagaimana (Q.S. An-
Nisaa[4]:34) :

َ َ ‫اج ِع َوٱض ِربُوهُن فَإِن أ‬


‫طع َن ُكم‬ ِ ‫ض‬ ُ ‫شوزَ هُن فَ ِع‬
َ ‫ظوهُن َوٱه ُج ُروهُن فِي ٱل َم‬ ُ ُ‫َوٱل ِتي تَخَافُونَ ن‬
‫ع ِليا َك ِبيرا‬
َ َ‫س ِبيال إِن ٱَّللَ َكان‬ َ ْ‫فَ َال تَبغُوا‬
َ ‫علَي ِهن‬

64
Badruddin Nasir, Faktor-Faktor Yang Mengakibatkan Perceraian Kecamatan Sungai
Kuncang Kota Samarinda, Jurnal Psikostudia Universitas Mulawarman, Vol.1 / Juni 2012, h.39
65

34
Artinya:Dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz, maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah SWT Maha Tinggi lagi Maha Besar. (Q.S.
An-Nisaa[4]:34)

Al-Jassas menjelaskan bahwa tentang perlakuan suami pertama kali ketika


istrinya berbuat nusyuz yaitu menasehatinya. Kemudian mengingatkannya agar takut
kepada Allah SWT dan azab-Nya. Langkah kedua adalah melakukan pisah ranjang,
ada beberapa pendapat tentang pisah ranjang, yaitu memisahkan secara bahasa atau
mengucilkannya dengan kata-kata, meninggalkan jima’ atau tidak menggaulinya, dan
pisah ranjang. Langkah terakhir ketika cara tersebut tidak berhasil yaitu memukulnya.
Jika istri telah kembali menaati suami setelah dipisah ranjang, maka tidak boleh
dipukul. Dalam sebuah riwayat di jelaskan bahwa takutlah kepada Allah SWT
terhadap perempuan karena kamu sekalian telah mengambil mereka sebagai amanah
Allah SWT dan bagimu agar istri-istrimu tidak melakukan jima’ dengan laki-laki lain
yang tidak kamu sukai diranjangmu, maka pukullah istrimu itu dengan pukulan yang
tidak menyebabkan luka, dan istri-istrimu berhak atas rizki dan pakaian yang baik.

C. Pandemi Covid-19

a. Sejarah dan Pengertian Pandemi Covid-19

Pada bulan Desember 2019 Kota Wuhan China melaporkan kemunculan virus
corona baru yang dinamai Sindrom Pernafasan Akut Parah Coronavirus 2 (SARS-
CoV-2). SARS-CoV-2 merupakan virus yang menghasilkan sekelompok pneumonia
atipikal, menyebar dengan cepat keseluruh dunia sebagain penyakit Coronavirus 2019
(COVID-19). WHO (2020) mengatakan pada 30 Januari 2020 pandemi COVID-19
menjadi perhatian internasional (PHEIC), darurat COVID-19 dinyatakan sebagai

35
darurat kesehatan masyarakat keenam oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Pada 11 Maret 2020, WHO menyatakan COVID-19 termasuk batuk, demam, diare,
sesak napas, myalgia, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan kelelahan. Komplikasi
penyakit ini termasuk pneumonia, sindrom gangguan pernafasan berat akut, gagal
ginjal, atau bahkan kematian pada kasus tertentu.

Pandemi Covid-19 bisa diartikan sebagai wabah yang menyebar secara luas
dan serempak yang disebabkan oleh jenis Corona Virus yang menyerang tubuh
masnusia.66 Pandemi COVID-19 diperkirakan akan meningkatkan beban morbiditas
dan mortalitas yang sangat besar, sangat mengganggu masyarakat dan perekonomian
di seluruh dunia. Pemerintah perlu mempersiapkan akses dan distribusi vaksin
COVID-19 dengan adil untuk masyarakat aman dan efektif ketika vaksin sudah
tersedia. Infeksi COVID-19 yang dinyatakan Organisasi Kesehatan Dunia sebagai
“pandemi” karena telah menyebar ke lebih dari 114 negara telah menyebabkan lebih
dari 43.140.173 kasus yang dikonfirmasi dan lebih dari 1.155.235 kematian pada 25
Oktober 2020. Proses penularan dari virus COVID-19 disebabkan oleh pengeluaran
droplet yang mengandung virus SARS-CoV-2 ke udara oleh pasien terinfeksi pada
saat batuk ataupun bersin. Droplet di udara selanjutnya dapat terhirup oleh manusia
lain di dekatnya yang tidak terinfeksi COVID-19 melalui hidung maupun mulut.
Droplet selanjutnya masuk menembus paru-paru dan proses infeksi pada manusia
sehat berlanjut. Keragu-raguan dan kesalahan informasi vaksin dapat mengakibatkan
hambatan besar untuk mencapai cakupan dan kekebalan komunitas.

Pemerintah, tim kesehatan masyarakat dan kelompok advokasi yang menjadi


garda terdepan dalam mengatasi keraguan masyarakat, sehingga nantinya masyarakat
akan menerima imunitas pada saat dan waktu yang tepat.67 Dengan menerapkan

66
Monika Freshlini Patiyati Daur. Skripsi “Korelasi Antara Kesehatan Peserta Didik Selama
Pandemi Covid-19 Terhadap Motivasi Belajar Fisika Peserta Didik”(Yogyakarta Universitas Hanata
Dharma Yogyakarta), h.12
67
Nining Puji Astuti dkk, Persepsi Masyarakat Terhadap Penerimaan Vaksin Covid-19,
“Jurnal Keperawatan, Vol.13, No. 3, September 2021, h.570

36
sosial distancing bagi masyarakat serta memberikan prinsip protocol kesehatan,
menggunakan masker, cuci tangan/hand sanitizer, juga menjaga jarak/menghindari
kerumunan, meningkatkan daya tahan tubuh, mengkonsumsi gizi seimbang, kelola
penyakit comorbid dam memperhatikan kelompok rentan serta perilaku hidup bersih
dan sehat. Selain itu juga terdapat keputusan Presiden Indonesia mengenai satuan
tugas untuk respon cepat covid-19. Pada 13 Maret 2020 Presiden telah membuat
Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Corona Virus Disease 2019 bertujuan untuk:68

1. Meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan


2. Mempercepat penanganan Covid-19 melalui sinergi antar
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah
3. Meningkatkan antisipasi perkembangan eskalasi penyebaran Covid-19.
4. Meningkatkan sinergi pengambilan kebijakan operasional.
5. Meningkatkan kesiapan dan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi,
dan merespon terhadap Covid-19.

Pengarah Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 5 dan 6 memiliki tugas:

1. Memberikan arahan kepada Pelaksana dalam melaksanakan percepatan


penanganan COVID-19
2. Melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan percepatan penanganan
COVID-19
3. Menetapakan dan melaksanakan rencana operasional percepatan
penanganan COVID-19
4. Mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan percepatan
penanganan COVID-19

68
Ririn Noviyanti Putri, Indonesia Dalam Menghadapi Pandemi Covid-19,(Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi,2020, h.707

37
5. Melakukan pengawasan pelaksanaan percepatan penanganan COVID-19
6. Mengerahkan sumber daya untuk pelaksanaan kegiatan percepatan
penanganan COVID-19
7. Melaporkan pelaksanaan percepatan penanganan COVID-19 kepada
Presiden dan Pengarah.69

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan langkah-langkah


perlindungan untuk semua orang terhadap virus corona Covid-19 sebagai berikut:

1. Bersihkan tangan secara teratur dan menyeluruh dengan cairan berbasis


alcohol atau cuci tangan dengan sabun dan air.
2. Pertahankan jarak setidaknya 1 meter (3 kaki) antara anda dan siaoa saja
yang batuk atau bersin.
3. Hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut. Tangan menyentuh banyak
permukaan dan virus bisa menempel disana, setelah terkontaminasi tangan
dapat memindahkan virus ke mata, hidung atau mulut dan dapat
menimbulkan penyakit.
4. Pastikan orang-orang di seitar menjaga kebersihan pernapasan, yaitu
dengan menutup mulut dan hidung dengan siku atau bagian lainnya yang
tertekuk saat batuk atau bersin kemudian segera buang tisu bekas.
5. Tetap dirumah jika anda merasa tidak sehat dan ketika mengalami batuk,
demam dan kesulitan bernapas, segara cari bantuan medis dan langsung
menghubungi serta mengikuti arahan otoritas kesehatan setempat.
6. Baca dan mencari tahu perkembangan teraru Covid-19 dan ikuti saran
yang diberikan oleh penyedia layanan kesehatan, otoritas kesehatan
kesehatan public nasional dan lokal tentang cara melindungi diri sendiri
dan orang lain dari Covid-19.70

69
https://peraturan.bpk.go.id diakses pada Selasa 5 April 2022 Pukul 13.14 wib
70
Walsyukurniat Zendrato, Gerakan Mencegah Daripada Mengobati Terhadap Pandemi

38
Secara internasional, dikenal tanda kode warna yang menujukan tingkat
kegawatan wabah secara respon yang hrus dilakukan. Urutan kode warna tersebut
adalah hijau, kuning oranye, dan merah yang merupakan kode tertinggi dan
mengindikasi kondisi terbutuk. Kegawatan wabah dibagi menjadi empat tingkat.
Tingkat 1 (Satu) adalah yang paling aman dan tingkat 4 adalah kondiri paling gawat
atau terburuk.71

Infeksi SARS-CoV-2 umumnya dapat menyebabkan penyakit pernapasan


ringan hingga berat dan kematian, sedangkan sbagian orang yang terifeksi SARS-
Cov-2 ini tidak pernah menunjukan gejala apapun. Penularan SARS-CoV-2 dapat
melalui beberapa cara:

1. Penularan kontak dan Droplet


Penularan SARS-CoV-2 ini dapat terjadi melalui kontak langsung, kontak
tidak langsung atau kontak erat dengan orang yang terifeksi melalui sekresi seperti air
liur atau Droplet saluran napas yang keluar saat orang tersebut, batuk, bersin,
berbicara, atau bernyanyi. penularan droplet saluran napas dapat terjadi ketika
seseorang melakukan kontak erat (berada dalam jarak 1 meter) dengan orang yang
mengalami gejala-gejala pernapasan (seperti batuk atau bersin) atau yang sedang
berbicara atau menyanyi. Dalam keadaan-keadaan ini, droplet saluran napas yang
mengandung virus dapat mencapai mulut, hidung, mata orang yang rentan, dan dapat
menimbulkan infeksi.

2. Penularan Melalui Udara


Penularan melalui udara yaitu penyebaran agen infeksi yang diakibatkan oleh
penyebaran dropletnuclei (aerosol) yang tetap infeksius saat melayang di udara dan
bergerak hingga jarak yang jauh. Penularan SARS-Cov-2 melalui udara dapat terjadi

Covid-19, “Jurnal Education and Development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan, Vol. 8 No. 2, Mei
2020, h.245
71
F.G Winarno, Pelajaran Berharga Dari Sebuah Pandemi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2020), h.3

39
selama pelaksanaan prosedur medis yang menghasilkan aerosl, bersama dengan
kalangan ilmuan, terus secara aktif mendiskusikan dan mengevaluasi apakah SARS-
CoV-2 juga dapat menyebar melaui aerosol, di mana prosedur yang menghasilkan
aerosol tidak dilakukan terutama di tempat dalam ruangan dengan ventilasi yang
buruk.

3. Penularan Formit

Droplet yang dikeluarkan oleh orang yang terinfeksi dapat mengontaminasi


permukaan dan benda, sehingga terbentuk formit (permukaan yang terkontaminasi),
SARS-CoV-2 yang hidup dan terdeteksi melalui RT-PCR dapat ditemukan di
permukaan-permukaan tersebut selama berjam-jam hingga berhari-hari, tergantung
lingkungan sekitarnya (termasuk suhu dan kelembapan) dan jenis permukaan.
Konsenntrasi virus atau RNA ini lebih tinggi di fasilitas pelayanan kesehatan dimana
pasien Covid-19 diobati.72

Strategi Penanganan Pandemi Covid-19 antara lain:

1. Pemerintah, pejabat publik perlu dan harus memahami konsep dan


implementasi dasar hukum kebijakan PSBB.
2. Perlu dan penting satu kesatuan dan cara pandang dalam implementasi
kebijakan PSBB di daerah, mislanya menjaga social and physical
distancing, cuci tangan pakai sabun, stay at home, tidak melakukan
kerumunan dan memakai masker bilamana keluar rumah.
3. Perlu dan penting satu komando dalam implementasi kebijakan PSBB.
4. Perlu dan penting penegakan hukum yang dikawal oleh aparatur Penegak
Hukum berupa sanksi kepada pelanggar kebijakan PSBB.

72
Ana Yuliana dan Ruswanto, Covid-19 : Pandemi Menyerang Bumi Kami, (Surabaya:
CV.Jakad Media Publishing, 2019), h.11-12

40
5. Perlu dan penting Komitmen pimpinan, penyelenggara negara, pejabat
public dan semua pihak yang terlibat dalam penanganan Covid-19.73

a. Dampak Pandemi Covid-19

Pandemi COVID-19 memberikan dampak yang cukup signifikan dalam


penurunan kualitas hidup manusia dalam berbagai aspek, baikfisik, psikologis,
maupun lingkungan. Perlambatan ekonomi yang terjadi pada masa pandemi COVID-
19 ini selanjutnya menyebabkan peningkatan pengangguran serta kemiskinan.
Coibion et al. (2020) menyatakan bahwa pandemi COVID-19 menyebabkan banyak
pekerja yang kehilangan pekerjaan, sementara angkatan kerja baru juga tidak
berusaha mencari pekerjaan karena ketidaktersediaan lapangan kerja baru.
Selanjutnya, pandemi COVID-19 juga menyebabkan penurunan pendapatan yang
diikuti meningkatnya jumlah penduduk miskin. Whitehead et al. (2021) menyatakan
bahwa penduduk miskin merupakan kelompok yang paling rentan terkena dampak
Pandemi COVID-19. Bank Dunia memprediksi jumlah penduduk miskin secara
global di tahun 2020 mengalami peningkatan hingga mencapai 130 juta jiwa (Tateno
& Zoundi, 2021). Kondisi yang sama juga terjadi diIndonesia. Pandemi COVID-19
menyebabkan peningkatan pengangguran menjadi lebih dari7%, sementara
kemiskinan juga meningkat menjadi 9,77% (BPS, 2021).74

Di Indonesia angka perceraian memang tinggi pada setiap tahun terlebih lagi
pada masa pandemi covid-19 perceraian di Indonesia meningkat sebesar 5%
sepanjang masa pandemic covid-19, hal ini secaraumum karena sebagian keluarga
mengalami kesulitan dalam ekonomi. Dari kesulitan ekonomi tersebut kemudian

73
Ahmad Fauzi, Implementasi Pembatasan Sosial Berskala Besar, Sebuah Kebijakan Publik
Dalam Penanganan Pandemi Covid-19, “Jurnal Ilmu Administrasi Negara”, Vol. 16, No.1, Juli 2020,
h.178
74
Nurul Aini, Pandemi Covid-19 Dampak Kesehatan, Ekonomi, dan Sosial, Jurnal Litbang:
Media Informasi Penelitian, Pengembangan dan IPTEK, Vol.17, No. 1 / Juni 2021. h. 21

41
berdampak pada perceraian. Hal ini tentu merupakan fenomena yang
menghawatirkan, tetapi itulah kenyataan yang tidak dapat dibantah.75

75
Robiah Awaliah dan Wahyudin Darmalaksana, Perceraian Akibat Dampak Covid-19
Dalam Perspektif Hukum Islam dan Perundang-Undangan di Indonesia, Jurnal Khazanah Hukum,
Vol. 3, No.2, h.92

42
BAB III

GAMBARAN UMUM PENGADILAN AGAMA CIBINONG

A. Sejarah Pengadilan Agama Cibinong


Melihat kembali sejarah peradilan agama di Indonesia, kita dapat
menyaksikan suatu rangkaian sejarah perjalanan yang penuh dengan liku. Peradilan
agama, lahir dan berkembang di bumi Nusantara jauh sebelum Indonesia merdeka.
Peradilan agama melembaga di masyarakat, oleh karena ia sejatinya dibutuhkan dan
bahkan menjadi elemen mendasar penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat yang
selaras dengan tuntunan syariat.

Keberadaan peradilan agama di Indonesia melalui fase yang sangat rumit


dikarenakan kuatnya tekanan dari pemerintah colonial (pada masa awal lahirnya
peradilan Islam). Abu Tolhah mencatat bahwa konflik dan penngalaman yang terjadi
dalam dinamika tumbuh dan berkembangnya pengadilan agama di Indonesia bermula
dari datangnya penjajah Belanda yang mengusung politik dagang (VOC) dan politik
penyebaran ajaran kristus (misionaris kristen). Pergulatan politik yang menghambat
perkembangan peradilan agama juga disebabkan oleh epistimologi hukum antara
paham negara sekuler dan paham negara agama.76

Menurut K.H.Zubair, sebenarnya pengadilan agama sudah ada sebelum tahun


1882, yang didirikan oleh raja-raja yang beragama Islam yang disebabkan rakyat
sudah banyak yang masuk agama Islam dan rakyat pada saat itu, membutuhkan
perlindungan hukum secara agama Islam yang berkaitan dengan urusan kekeluargaan.
Pada prinsipnya, pemerintah Hindia-Belanda merasa berat dan tidak rela atau dengan
kata lain terpaksa memenuhi tuntutan rakyat Indonesia dalam masalah keagamaan.
Kemudian mereka menggunakan dan menjalankan strategi politiknya dengan
76
Abdul manan, Pengadilan Agama Cagar Budaya Nusantara Memperkuat NKRI,
(Jakarta:Prenada Media,2019), Cet-1, h. 181

43
membatasi tugas dan kewenangan pengadilan agama yang hanya berhak memeriksa
perselisihan antara suami istri yang beragama Islam dan perkara lain tantang nikah,
talak, dan rujuk saja, sedangakan hak untuk memeriksa perkara lain seperti warisan,
hadanah, wakaf, dan gono gini semuanya diserahkan kepada pengadilan negeri.77

Peradilan berasal dari bahasa Arab adil yang sudah diserap menjadi bahasa
Indonesia yang artinya: proses mengadili atau suatu upaya untuk mencari keadilan
atau penyelesaian sengketa hukum di hadapan badan peradilan menurut peraturan
yang berlaku. Peradilan merupakan suatu pengrtian yang umum. Dalam bahasa Arab
di sebut al-Qadha, artinya proses mengadili dan proses mencari keadilan. “dalam
bahasa Belanda disebut recshpraak (kini tertuang dalam pasal 1 butir 2 UU Nomor 3
Tahun 2006).

Pengadilan merupakan pengertian yang khusus adalah suatu lembaga


(institusi) tempat mengadili atau menyelesaikan sengketa hukum di dalam rangka
kekuasaan kehakiman, yang mempunyai kewenangan absolute dan relative sesuai
dengan Peraturan PerUndang-Undangan yang menentukannya/membentuknya.
Dalam bahasa Arab disebut al-Mahkamah, dalam bahasa belanda disebut raad.
Sedangkan Pengadilan Agama, adalah sesuatu badan Peradilan Agama Pada tingkat
pertama. Pengadilan Tinggi Agama, adalah Peradilan Agama Tingkat Banding.78

Pengadilan adalah dewan atau mejelis yang mengadili perkara proses


mengadili, keputusan hakim, sidang hakim ketika mengadili perkara, rumah tempat
mengadili perkara. Pengadilan adalah untuk mendapatkan penentuan tentang hukum
suatu perkara tertentu, hubungan hukum ditinjau dari kedua belah pihak yang sedang
berperkara yang harus mendapatkan keadilan. Segala sesuatu yang ditetapkan oleh
pengadilan dapat direalisasikan sampai pada eksekusinya sehingga hak-hak dan

77
Abdul Manan. Pengadilan Agama Cagar Budaya Nusantara Memperkuat NKRI, Cet-1,
h.186-187
78
Erfaniah Zuhriah, Peradian Agama Indonesia Sejarah, Konsep Dan Praktik di Pengadilan
Agama, (Malang: Setara Press, 2014), h. 4

44
kewajiban-kewajiban yang diberikan oleh hukum yang diputuskan atau ditetapkan
oleh pengadilan dapat diwujudkan dengan penuh keadilan.

Dalam praktiknya, proses pengadilan dapat berjalan berdasarkan aturan atau


Undang-Undang yang telah mengatur sesuai dengan aturan beracara bagi pengadilan.
Dengan kata lain, http://www.pa-cibinong.go.id/index.php/tentang-pengadian/profile-
pengadilan/tugas-pokok-dan-fungsi proses pengadilan berjalan berdasarkan hukum
acara, baik acara peradilan maupun acara pidana. Adapun hukum acara, sering juga
disebut sebagai hukum formal, formal artinya bentuk atau cara sehingga hukum
formal adalah hukum yang mengutamakan pada kebenaran bentuk atau kebenaran
cara. Dengan demikian, beracara di muka pengadilan tidak hanya mengetahui materi
hukum, tetapi juga harus mengetahui dan memahami bentuk atau caranya yang
spesifik. Dengan kata lain hukum acara bertujuan mewujudkan hukum maretiel.79

Pengadilan Agama Cibinong dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden


Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1996 tanggal 1 Nopember 1996, dan
pengoperasionalnya di resmikan oleh Bapak Direktur Pembinaan Badan Peradilan
Agama (DIRBINBAPERA) pada tanggal 25 Juni 1997. Berkedudukan di pusat ibu
kota Kabupaten Bogor, yaitu terletak di Kelurahan Tengah Kecamatan Cibinong,
nama Pengadilan Agama Cibinong itu sendiri diambil dari nama ibu kota Kabupaten
Bogor, yaitu Cibinong, karena sebelumnya Pusat Pemerintahan Bogor semula masih
berada di wilayah Kota Bogor yaitu tepatnya di Panaragan, kemudian berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1982, Ibu Kota Kabupaten Bogor dipindahkan
dan ditetapkan di Cibinong. Sejak tahun 1990 pusat kegiatan pemerintahan
menempati Kantor Pemerintahan di Cibinong, maka nama Pengadilan Agamanya
berdasarkan Kepres tersebut menjadi Pengadilan Agama Cibinong.

79
Zulkarnaen dan Dewi Mayaningsih, Hukum Acara Peradilan Agama Indonesia, (Bandung:
CV Pustaka Setia, 2017), h.3-4

45
Pada awalnya Pengadilan Agama Cibinong menyewa rumah penduduk
sebagai gedung operasionalnya dan tanggal 25 Juni 2003 pernah menempati Gedung
Balai Kota Cibinong di Jalan Bahagia Raya No.11 Cibinong dan diresmikan
operasioanalnya oleh Bupati Cibinong dan melayani masyarakat pencari keadilan
efektif 1 Juli 2003. Saat ini Pengadilan Agama Cibinong Kelas IA beralamat di Jalan
Bersih No. 1 Komplek Pemda, Kelurahan Tengah, Kecamatan Cibinong, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat 16914. Telpon (021) 8765483, Fax. (021) 8765491.80

Pengadilan Agama Cibinong mempunyai tugas pokok yang sama


sebagaimana tugas pokok pengadilan agama yang lain. Sebagaimana diamanatkan
dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006,
disebutkan bahwa :

“Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan


menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di
bidang” :

a. Perkawinan, yang meliputi:


1. Izin beristri lebih dari seorang;
2. Izin melangsugkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua
puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus
ada perbedaan pendapat.
3. Dispensasi kawin.
4. Pencegahan perkawinan
5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah.
6. Pembatalan perkawinan
7. Pugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri.

80
http://www.pa-cibinong.go.id/tentang-pengadian/profile-pengadilan/sejarah-pengadilan
diakses tanggal 10 febuari 2022

46
8. Perceraian karena talak
9. Gugatan perceraian.
10. Penyelesaian harta bersama.
11. Penguasaan anak-anak.
12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana
bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya.
13. Penentuan kewajiban member biiaya penghidupan oleh suami kepada
bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri.
14. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak.
15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua.
16. Pencabutan kekuasaan wali
17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan
seorang wali dicabut.
18. Penunjuk seorang wali dalam hal seorang anak yang lum cukup umur 18
(delapan belas) tahun yang ditinggal keua orang tuannya.
19. Pembebanan kewajiban gantikerugian atas harta benda anak yang ada di
bawah kekuasaanya.
20. Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak
berdasarkan hukum Islam.
21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan
perkawinan campuran.
22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut
peraturan yang lain :
b. Waris.
c. Wasiat
d. Hibah.
e. Wakaf.
f. Zakat.

47
g. Infaq.
h. Shadaqoh, dan
i. Ekonomi Syariah, yang meliputi :
a. Bank Syari’ah
b. Lembaga keuangan mikro syariah’.
c. Asuransi Syari’ah.
d. Reasuransi syari’ah
e. Reksa dana syariah’ah
f. Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah
g. Sekuritas syari’ah
h. Pembiayaan syari’ah
i. Pengadaian syari’ah
j. Dana pension lembaga keuangan syari’ah dan
k. Bisnis syari’ah.
Dalam melaksanakan tugas-tugas pokokya Pengadilan Agama Cibinong
memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Fungsi mengadili (juducial power), yaitu memeriksa dan mengadili


perkara-perkara yang menjadi keweangan pengadilan agama didaerah
hukum masing-masing. (Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006)
b. Fungsi pengawasan, yaitu mengadakan pengawasan atau pelaksanaan
tugas dan tingkah laku hakim, panitera/ sekertaris, dan seluruh jajaranya.
(Pasal 53 ayat (1) Undang-Undnag Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-
Undnag Nomor 3 Tahun 2006) serta terhadap pelaksanaan administrasi
umum. (Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan
kehakiman. Pengawasan tersebut dilakukan secara berkala oleh Hakim
Pengawas Bidang.

48
c. Fungsi pembinaan, yaitu memberikan pengarahan, bimbingan dan
petujuk kepada jajarannya, baik yang mnyangkut tugas teknis yustisial,
administrasi peradilan maupun administrasi umum. (Pasal 53 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006).
d. Fungsi administrative, yaitu memberikan pelayanan administrasi
kepanitraan bagi perkara tingkat pertama serta penyitaan dan eksekusi,
perkara banding, kasasi dan peninjauan kembali serta administrasi
peradilan lainnya. Dan memberikan pelayanan administrasi umum kepada
semua unsure dilingkungan Pengadilan Agama (Kepegawaian, keuangan,
dan umum).
e. Fungsi nasehat, yaitu memeberikan keterangan, pertimbangan dan
nasehat tetang hukum Islan pada instansui pemerintah didaerah
hukumnya, apabila diminta sebagaimana diatur dalan Pasal 52 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tetang Peradilan Agama.
f. Fungsi lainnya, yaitu pelayanan terhadap penyuluhan hukum,
riset/penelitian dan sebagainya, seperti diatur dalam Keputusan Ketua
Mahkamah Agung RI. Nomor:KMA/004/SK/11/1991 dan Peraturan
Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kepaniteraan dan Kesekretariatan Peradilan.
B. Profil Pengadilan Agama Cibinong

Salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh satuan kerja Pengadilan
Agama adalah melaporkan seluruh kegiatan dalam sebuah laporan tahunan, sehingga
dapat terukur kinerja yang telah dilakukan dalam 1 tahun tersebut apakah dapat
berjalan atau tidak berjalan sesuai dengan program yang telah ditentukan dalam awal
tahun kegiatan, tujuan kegiatan secara umum adalah memberikan pelayanan prima
bagi masyarakat pencari keadilan dan meminimalisir terjadi penyimpangan dalam
pelayanan priba sehingga masyarakat pencari keadilan benar-benar merasakaan

49
bahwa pelayanan yang diberikan Pengadilan Agama Cibinong jauh dari korupsi,
kolusi dan Nepotisme.

Berbagai upaya selama tahun 2021 telah dilakukan Pengadilan Agama


Cibinong dalam mewujudkan pelayanan prima tersebut, diantaranya dengan
meningkatkan sarana dan prasarana ruang tunggu yang nyaman, penertiban antrian
pendaftaran, antrian sidang dan antrian pengambilan produk, serta pertemuan-
pertemuan rutin dan berkala dalam rangka evaluasi kinerja secara kontinyu, terlebih
dalam masa pandemi akibat Covid-19, maka pelayanan kepada pencari keadilan yang
sedianya telah direncanakan dalam awal tahun tidak sepenuhnya dilaksanakan secara
maksimal, karena Pengadilan Agama Cibinong beberapa kali menetapkan PPKM
Level 3 dalam pelayanan.

Dengan kondisi tersebut maka ada beberapa kegiatan yang tidak bisa
dilaksanakan secara maksimal akan tetapi Pengadilan Agama Cibinong mengalami
peningkatan putusan perkara, perkara yang diputus sampai dengan 31 Desember 2021
adalah sebanyak 9089 perkara, jika dibandingkan dengan tahun 2020 yang memutus
perkara sebanyak 7177. Maka hal ini mengalami kenaikan sebanyak 1912 perkara
atau sebesar 26,64%.81

Visi adalah suatu gambaran tentang keadaan masa depan yang berisikan cita-
cita dan citra yang ingin diwujudkan Pengadilan Agama Cibinong di masa
mendatang. Dalam merumuskan visinya, Pengadilan Agama Cibinong
menselaraskan dengan visi Mahkamah Agung RI yang dicanangkan untuk tahun
2010-2035, sebagai hasil Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung RI Tahun 2009,
yaitu :

“TERWUJUDNYA PENGADILAN AGAMA CIBINONG YANG AGUNG”

81
Laporan tahunan Pengadilan Agama Cibinong Tahun 2021, h.2

50
Untuk mencapai visi tersebut, Pengadilan Agama Cibinong dalam konteks
organisasi yang telah ditetapkan dalam kebijakan mutu organisasi menjelaskan bahwa
untuk terwujudnya Peradilan Agama Cibinong yang Agung harus dapat
“Terwujudnya Kesatuan Hukum dan Aparatur Pengadilan Agama Cibinong yang
Profesional dan Akuntabel”.

Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai dengan visi
yang telah ditetapkan bersama sebelumnya yang merupakan tujuan organisasi
sehingga dapat terlaksana dan terwujud dengan baik. Misi Pengadilan Agama
Cibinong , adalah:

1. Menjaga Kemandirian Pengadilan Agama Cibinong:


2. Memberikan Pelayanan Hukum Yang Berkeadilan, Kepada Pencari Keadilan;
3. Meningkatkan Kualitas Pimpinan Badan Peradilan:
4. Meningkatkan Kredibilitas Dan Transparansi Pengadilan Agama Cibinong.

Sejalan dengan waktu, upaya yang dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama
Cibinong guna mencapai visi dan misi yang agung tersebut jelaslahbukan suatu
pekerjaan yang mudah tapi bukanlah suatu keniscayaan apabila komponen perangkat
pendukung organisasinya bersama bekerja secara optimal dan penuh tanggung jawab.
Hal ini diperlukan suatu pemahaman yang mendalam atas permasalahan-
permasalahan yang dihadapi Pengadilan Agama Cibinong serta rencana strategis
yang tepat dan menyeluruh untuk menjawab permasalahan yang ada dengan maksud
agar dapat mendorong terwujudnya lembaga peradilan yang bermartabat, berwibawa
dan dihormati demi tegaknya supremasi hukum.

Untuk memudahkan pencapaian visi dan misi tersebut, ditetapkanlah tujuan


strategis. Tujuan strategis merupakan penjabaran atau implementasi dari pernyataan
visi yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1 (satu) sampai dengan 5
(lima) tahun. Dengan diformulasikannya tujuan strategis, Pengadilan Agama
Cibinong akan dapat secara tepat mengetahui apa yang harus dilaksanakan oleh

51
organisasi dalam memenuhi visi misinya untuk kurun waktu satu sampai lima tahun
ke depan dan memungkinkan untuk mengukur sejauh mana visi misi organisasi telah
dicapai mengingat tujuan strategis dirumuskan berdasarkan visi misi organisasi.
Tujuan rencana strategis yang ditetapkan Pengadilan Agama Cibinong untuk tahun
berjalan di 2021 adalah:

1. Terwujudnya kepercayaan masyarakat terhadap system peradilan melalui


proses peradilan yang pasti, transparan dan akuntabel;
2. Terwujudnya penyederhanaan proses penanganan perkara melalui
pemanfaatan teknologi informasi;
3. Terwujudnya pelayanan prima bagi masyarakat pencari keadilan;
4. Terwujudnya peningkatan akses peradilan bagi masyarakat miskin dan
terpinggirkan.

Sehingga dengan adanya penjabaran tujuan rencana strategis yang terukur,


Pengadilan Agama Cibinong mempunyai sasaran target capaian yang akan
dihasilkan dalam kurun waktu lima tahun terhitung tahun 2020 sampai dengan tahun
2024. Sasaran target capaian yang hendak dicapai oleh Pengadilan Agama Cibinong
adalah:

1. Terwujudnya proses peradilan yang pasti, transparan dan akuntabel;


2. Peningkatan Efektifitas pengelolaan penyelesaian perkara;
3. Meningkatnya kepatuhan terhadap putusan Pengadilan;
4. Meningkatnya pelayanan system informasi manajemen yang terintegrasi
dalam menunjang system peradilan yang sederhana, transparan dan
akuntabel;
5. Meningkatnya pengelolaan manajerial lembaga peradiilan secara
akuntabel, efektif dan efisien;
6. Meningkatnya akses peradilan bagi masyarakat miskin dan terpinggirkan.

52
Penjabaran rencana strategis tahun 2020-2024, merupakan komitmen bersama
dalam menetapkan kinerja Pengadilan Agama Cibinong yang terencana dan
terprogram secara sistematis melalui mekanisme penataan, penertiban, perbaikan,
pengkajian, pengelolaan terhadap sistem, kebijakan dan peraturan perUndang-
Undangan yang efektif dan efisien dengan menselaraskan (RPJPN) tahun 2020-2024
dan (RPJPN) tahun 2005-2025.82

a. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Cibinong

Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undamg Nomor 50 Tahun 2009


tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, disebutkan bahwa “Tugas serta tanggung jawab, susunan
organisasi dan tata kerja kepaniteraan dan sekretariatan diatur dalam Peraturan
Mahkamah Agung RI Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan Peraturan Mahkama
Agung RI Nomor 1 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepanitraan Dan
Kesekretariatan Peradilan.

Struktur organisasi Pengadilan Agama Cibinong 1A pada tahun 2021 sebagai


berikut :

(1) Ketua : H. Akhmad Junaedi, S.H.


(2) Wakil Ketua : Drs. H. Arif. Mukhsin, S.H, M.H.
(3) Sekertaris : Siti Aisah, S.H
(4) Panitera : H. Dede Supriyadi, S.H, M.H.
(5) Panitera Pengganti : Asep Ruchyana, SH.
: Chairul Cholid, S.Ag
: Kurniasari, S.E., S.Sy
(6) Panitera Muda Hukum : Hj. Hidayah, S.Ag.
(7) Panitera Muda Gugatan : Dra. Hj. Siti Maryam Adam
(8) Panitera Muda Permohonan : Asep Husni, SH.
82
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Cibinong, h.6-8

53
(9) Kasubag Kepegawaian : Fina Agustina, S. Kom
(10) Kasubag Perencanaan : Marwan Hasbuloh, S.H.I, M.H.
(11) Kasubag umum dan Keuangan :Anggie Satria W, S.E. M.S.Ak
(12) Jurusita Pengganti/ Kasir : Ade Sutisna
(13) Bendahara : Chain, Chd d.S.Ag

Penjabaran atas kedudukan tugas pokok dan fungsi Pengadilan Agama


Cibinong Tahun 2021 meliputi :

b. Kedudukan

Pengadilan Agama Cibinong yang merupakan salah satu emegang kekuasaan


kehakiman dilingkungan peradilan agama secara organisatoris, administratif dan
financial serta teknis yustisial mempunyai kedudukan berada di bawah pembinaan
dan pengawasan Mahkamah Agung RI.

Pengadilan Agaman Cibinong berdasarkan Surat Keputusan Nomor:


37/KMA/SK/II/2017 tentang Peningkatan Kelas Pada Dua Puluh Sembilan
Pengadilan Agama Kelas 1B Menjadi , mengalami kenaikan kelas dari Pengadilan
Agama Kelas 1B menjadi Pengadilan Agama Kelas IA, mempunyai kedudukan di
Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor, saat ini telah menempati gedung baru,
permanen berlantai 2 yang terletak di kelurahan Tengah, Kecamatan Cibinong,
Kabupaten Bogor dengan alamat di Jalan Bersih No.1 Telp. 021-8765483 fax. 021-
8765491, email: pa.cibinong@gmail.com, home page: www.pa.cibinong.go.id, Kode
Pos 16914.

Sebagaimana dalam Undang-Undang Dasar 1945 BAB IX Pasal 24 ayat (2)


disebutkan bahwa peradilan agama merupakan salah satu pemegang kekuasaan
kehakiman, kedudukan ini selanjutnya dikemukakan kembali dalam Pasal 10 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 1999 dan perubahan pertama dengan Undang-Undang Nomor 4

54
Tahun 2004 dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Pokok Kehakiman.

Sedangkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang


perubahan pertama atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan perubahan kedua
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama disebutkan bahwa:

“Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini”.83

C. Data Perceraian di Pengadilan Agama Cibinong


Untuk mengetahui data kasus perceraian di Pengadilan Agama Cibinong
khususnya pada masa pendemi covid-19, Berikut adalah data-data yang terdapat di
Pengadilan Agama Cibinong pada tahun 2020 sampai 2021 :
1. Kasus perceraian tahun 2020 di Pengadilan Agama Cibinong.
Kasus perceraian di Pengadilan Agama Cibinong dibagi menjadi dua
kasus, yaitu cerai talak dan cerai gugat., jumlah Perceraian pada tahun 2020
terdapat 1324 kasus cerai talak, dan 4408 kasus cerai gugat.

Laporan Perkara Tingkat Pertama yang Diterima


Pada Pengadilan Agama Cibinong
Bulan Desember 2020
No Bulan Cerai Talak Cerai Gugat
1 Januari 191 597
2 Febuari 132 430
3 Maret 103 329
4 April 13 28
5 Mei 11 13
6 Juni 147 511
7 Juli 155 557

83
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Cibinong, h.17-19

55
8 Agustus 135 516
9 September 170 535
10 Oktober 85 305
11 November 124 423
12 Desember 58 164
Jumlah 1324 4408

Tabel 1.1 Laporan Perkara Perceraian Tingkat Pertama Pengadilan Agama Cibinong
2. Kasus perceraian tahun 2021 di Pengadilan Agama Cibinong
Kasus perceraian di Pengadilan Agama Cibinong dibagi menjadi dua
kasus yaitu cerai talak dan cerai gugat. Jumlah perceraian pada tahun 2021
terdapat 1727 kasus cerai talak dan cerai gugat sebanyak 5919.

Laporan Perkara Tingkat Pertama yang Diterima


Pada Pengadilan Agama Cibinong
Bulan Desember 2021

No Bulan Cerai Talak Cerai Gugat


1 Januari 245 895
2 Febuari 123 519
3 Maret 168 565
4 April 110 352
5 Mei 92 303
6 Juni 168 642
7 Juli 18 37
8 Agustus 149 522
9 September 185 574
10 Oktober 141 492
11 November 161 511
12 Desember 167 467
Jumlah 1727 5879

Tabel 1.2 Laporan Perkara Perceraian Tingkat Pengadilan Agama Cibinong84

84
Laporan Perkara Tahunan Pengadilan Agama Cibinong

56
BAB IV

ANALISIS PENINGKATAN PERCERAIAN ERA PANDEMI


COVID-19 DI PENGADILAN AGAMA CIBINONG

A. Faktor Penyebabkan angka perceraian meningkat pada masa pandemi


Covid-19 di Pengadilan Agama Cibinong

Pandemi dengan dampak yang terjadi telah mengakibatkan terjadinya


perubahan, terutama dalam kehidupan rumah tangga. Di antara dampak yang terjadi
yaitu meningkatnya angka perceraian selama pandemi Covid-19 menyebabkan terjadi
masalah ekomoni. Pandemi Covid-19 dengan berbagai dampak telah menginfeksi
paru-paru ekonomi mereka sehingga menjadikan sulit untuk bernafas.85 Pada saat
terjadinnya pandemi Covid-19 banyak kepala keluarga atau suami kehilangan
pekerjaan sehingga masalah perekonomian menjadi gangguan yang serius dalam
kehidupan rumah tangga, karna suami tidak dapat kembali bekerja istri menjadi yang
bertanggunjawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang melebihi batas
kemampuan dan kesanggupan istri. Akibatnya hal tersebut berdampak terjadinya
konflik rumah tangga yang berlarut-larut, sehingga perceraian mejadi solusi terakhir.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang perceraian di masa pandemi Covid-


19, dapat dikatakan bahwa perceraian umumnya disebabkan oleh konflik rumah
tangga yang disebabkan oleh masalah ekonomi, ketidakseimbangan aktifitas dan
waktu, kekerasan dalam rumah tangga, perubahan pola komunikasi yang meningkat,
dan faktor usia dalam membina rumah tangga.86 Dalam situasi pandemi Covid-19,
negara Indonesia mengalami krisis ekonomi, dan banyak perusahaan yang tutup

85
Abuzar Alghifari dkk, Faktor Ekonomi dan Dampaknya Terhadap Kasus Perceraian Era
Pandemi Cocid-19 Dalam Tinjauan Tafsir Hukum Keluarga Islam,Jurnal Of Civil and Islamic Family
Law, Vol.1, No.2, Desember 2020, h.9
86
Aris Tristanto, Perceraian DI Masa Pandemi Covid-19 Dalam Prespektif Ilmu Sosial,
Jurnal Sosio Informa, Vol.6, No.3, 2020, h.296-297

57
permanen atau mengambil kebijakan pemutusan hubungan kerja secara besar-
besaran. Pekerja atau buruh merasakan dampak negatifnya karena dalam kondisi
sepeti ini meraka tidak ingin di PHK karena mereka akan kehilangan mata
pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan keluarga.87

Menurut George Lavinger terdapat beberapa keluhan yang menjadi faktor


penyebab terjadinya perceraian adalah sebagai berikut:

1. Pasangan mengabaikan kewajiban terhadap rumah tangga, tidak adanya


kedekatan emosional dengan anak dan pasangan.
2. Masalah keuangan yang tidak memnuhi kebutuhan keluarga.
3. Adanya kekerasan dalm rumah tangga (KDRT) terhadap pasangan.
4. Pasangan sering mengeluarkan kata-kata kasar yang menyakitkan.
5. Tidak setia. Atau terjadinnya perselingkuhan.
6. Ketidak cocokan dalam masalah hubungan seksual.
7. Sering mabuk.
8. Adanya keterlibatan atau campur tangan dan juga tekanan sosial dari
kerabat pasangan.
9. Kurangnya komunikasi, perhatian dan kebersamaan antara pasangan.
10. Adanya tuntutan yang dianggap terlalu berlebihan sehingga pasangannya
sering menjadi tidak sabar, dan tidak ada toleransi yang dirasakan terlalu
menguasai.88

Dalam menjalani kehidupan rumah tangga pasti akan menemukan konflik atau
permasalahan yang terjadi pada ikatan suami-istri mulai dari konflik biasa sampai
konflik yang serius. Konflik yang sengaja maupun tidak sengaja penyelesaian dari
konflik tersebut tergantung bagaimana suami-istri menyikapinnya. Konflik yang

87
Khalda Fadilah dan Andriyanto Adhi, Pemutusan Hubnungan Kerja Pada Saat Pandemi
Covid-19 Di Indonesia Ditijau Dari Prespektif Hukum Ketenagakerjaan, Jurnal Ilmu Hukum daN
Humaniora, Vol.8, No.1, 2021, h.341
88
Hamidah Hamid, Perceraian dan Penanganannya, (Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan),
Vol.4 No.3, 2018, h.26

58
besar dan serius pada hubungan suami-istri akan berdampak pada ketidak harmonisan
hubungan suami-istri dan akan memicu terjadinya perceraian. Banyak faktor yang
menjadi penyebab sebuah pereraian pada hubungan pernikahan. Faktor ini bisa
terbagi menjadi 2, yaitu Faktor Internal dan Faktor eksternal:.

1. Faktor Internal
a. Suami tidak menfkahkan istri, kebutuhan jasmani dan rohani yang tidak
terprnuhi.
b. Kewajiban yang tidak dilaksanakan (suami maupun istri).
c. perbedaan prinsip secara terus menerus.
d. keinginan memiliki anak atau sebaliknya.
e. Tidak ada lagi ikatan cinta dan kasih sayang dalam hubungan suami-
istri.
f. KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
g. Mental yang tidak siap dari kedua pasangan (suami-istri) dan lain-lain.

2. Faktor Eksternal.

a. Munculnya orang ketiga dalam hubungan pernikahan.

b. Ekonomi yang sulit sehinggamembuat kehidupan menjadi tidak


menyenangkan

c. Penolakan untuk dimadu atau poligami.89

Dari data yang diperolah dari Pengadilan Agama Cibinong berikut adalah
Tabel data faktor penyebab yang melatarbelakangi faktorterjadinya perceraian dari
tahun ke tahun, mulai dari tahun 2019 sampai 2021

Laporan Faktor-Faktor Penyebab Perceraian Tahun 2019

89
Fachia Octaviani dan Nunung Nurwati, Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap
Perceraian Di Indonesia, (Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial HUMANITAS), Vol.2 No.2 September
2020 ,h.47

59
STATISTIK FAKTOR PENYEBAB PERCERAIAN
2019

NO. Alasan Perceraian Jumlah


Peselisian dan Pertengkaran Terus
1
Menerus 5563
2 Ekonomi 279
3 Meninggalkan Salah Satu Pihak 127
4 Poligami 46
5 Kekerasan Dalam Rumah Tangga 20
6 Murtad 14
7 Mabuk 10
8 Madat 1
9 Kawin Paksa 1
10 Judi 1
11 Zina 1
Jumlah Kasus 6063

Tabel 1.1 Laporan Pengadilan Agama Cibinong Tahun 2019

60
Laporan Faktor-Faktor Penyebab Perceraian Tahun 2020

STATISTIK FAKTOR PENYEBAB PERCERAIAN


2020
NO. Alasan Perceraian Jumlah
Peselisian dan Pertengkaran Terus
1 3608
Menerus
2 Ekonomi 648
3 Meninggalkan Salah Satu Pihak 350
4 Poligami 19
5 Kekerasan Dalam Rumah Tangga 35
6 Murtad 25
7 Dihukum Penjara 3
8 Cacat Badan 2
9 Judi 2
10 Mabuk 2
Jumlah Kasus 4693

Tabel 1.2 Laporan Pengadilan Agama Cibinong Tahun 2020

Laporan Faktor-Faktor Penyebab Perceraian Tahun 2021

STATISTIK FAKTOR PENYEBAB PERCERAIAN


2021
NO. Alasan Perceraian Jumlah
Peselisian dan Pertengkaran Terus
1 4827
Menerus
2 Ekonomi 1342

61
3 Meninggalkan Salah Satu Pihak 658
4 Murtad 54
5 Kekerasan Dalam Rumah Tangga 54
6 Poligami 23
7 Mabuk 11
8 Dihukum Penjara 7
9 Judi 7
10 Cacat Badan 3
11 Madat 2
12 Kawin Paksa 2
13 Zina 1
Jumlah Kasus 6991

Tabel 1.3 Laporan Pengadilan Agama Cibinong Tahun 2021

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi faktor dominan
terjadinya perceraian yaitu karna perselisihan terus menerus antara suami dan istri
yang mengakibatkan terjadinya perpisahan atau perceraian. Pada tahun 2019, 2020
dan 2021 terjadi peningkatan kasus perceraian di Pengadilan Agama Cibinong. Dari
jumlah perkara dapat dilihat bahwa pada tahun 2020 terjadi penuruan perkara yang
diakibatkan karna terjadinya PSBB atau PPKM daerah, akibatnya perkara yang
diputuskan mengantri dan mengalami penundaan. Lalu pada tahun 2021 perkara di
Pengadilan Agama Cibinong mengalami peningkatan karna PSBB atau PPKM yang
sebelumnya dilaksanakan sudah mengalami peringanan dan pandemi covid-19 sudah
dapat diatasi.

Dari tabel atau gambar diatas terdapat 14 Faktor yang mengakibatkan


terjadinya perceraian di Pengadilan Agama Cibinong , yaitu:

1. Perselisihan dan pertengkaran terus menerus

62
2. Ekonomi
3. Meninggalkan salah satu pihak
4. Poligami
5. Kekerasan dalam Rumah Tangga
6. Murtad
7. Madat (Candu pemakaian obat-obatan terlarang)
8. Kawin paksa
9. Judi
10. Zina
11. Dihukum penjara
12. Cacat badan
13. Mabuk

Penulis menganalisis terdapat dua factor peningkatan kasus perceraian di era


pandemic Covid-19 dari hasil data jumlah perceraian yang terjadi di Pengadilan
Agama Cibinong selama tahun 2019 sampai 2021. Adapun factor penyebabnya
meliputi:

1. Faktor internal

Dari faktor internal ini peningkatan perceraian itu terjadi karena pandemi
covid-19. Dampak dari covid 19 menyebabkan peningkatan PHK atau suami bekerja
dirumah Work From Home (WFH), sehingga suami dan istri terus bertatap muka atau
sering bertemu dirumah yang menyebabkan sering terjadinya percekcokan dalam
rumah tangga. Dari hal ini juga penurun ekomoni menjadi suatu faktor penyebab
terjadinya perceraian.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal terjadi perceraian yaitu dari pengadilan agama sendiri itu,
ketika pandemi covid 19 munculah kentutan baru dimana sidang percerai dibatasi

63
dengan menurunkan angka sidang setiap harinya, dan menggunakan sitem baru yaitu
dengan menggunakan sidang online dimana masyarakat kurang mengetahui hal
tersebut. Ketika tahun 2019-2020 pada masa pandemi covid 19 terjadi penurun
perceraian, namun ditahun 2021 terjadi peningkatan perceraian.

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Faktor-Faktor Perceraian di Pengadilan


Agama Cibinong

Dalam tinjauan hukum Islam yang digunakan sebagai salah satu acuan faktor-
faktor terjadinya perceraian di Pengadilan Agama Cibinong meliputi tinjauan hukum
pendapat para ulama yang terkait dengan faktor-faktor perceraian. Perceraian atau
talak adalah pengertian dari mengakhiri perkawinan yang merupakan suatu perbuatan
yang diperbolehkan oleh Allah, meskipun diperbolehkan, disisi lain talak atau cerai
merupakan sesuatu yang dibenci oleh Allah. Terkait dengan halal yang di benci oleh
Allah terdapat pada hadist berikut:

َ ‫هللا ت َ َعالى ال‬


)‫ط َالقَ (رواه أبو داود‬ ُ ‫أ َ ْبغ‬
ِ ‫َض ال َحالَ ِل ِإلَى‬
Bersumber dari Ibnu Umar r.a., ia berkata bahwa Rasulullah Saw. Bersabda:
“Perbuatan halal yang paling dimurkai oleh Allah ialah menjatuhkan talak.” (H.R.
Abu Daud).

Hadist ini menerangkan bahwasannya perceraian adalah halal yang dimurkai


oleh Allah, yang dimaksud halal yang dimurkai Allah jika tidak dipergunakan
sebagaiamana mestinya, dan Allah paling memurkai apabila melakukannya tanpa
alasan yang jelas dan tanpa alasan yang dibenarkan ialah perbuatan menjatuhkan
talak, menjatuhkaan talak itu sama sekali tidak ada pahalanya dan tidak dapat
dipandang sebagai perbuatan ibadah. Suami hanya dibenarkan menjatuhkan talak jika
terpaksa, tidak ada jalan lain untuk menghindarinya, dan talak itu salah satunya jalan
terciptanya kemaslahatan. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa meskipun

64
diperbolehkan bercerai, namun, Islam tidak menghalalkan cerai yang dilakukan
secara sembarangan dan tanpa adanya landasan dan ketentuan yang berlaku.

Islam mengatur keluarga dengan segala perlindungan dan pertanggung


syariatnya. Akan tetapi realita kehidupan membuktikan banyak hal yang menjadi
kehidupan rumah tangga hancur, Islam mengajarkan mereka agar tetap bertahan dan
sabar sampai dalam keadaan yang tidak sesuai. Jika permasalahan dan keduannya
sudah tidak ada rasa saling mencintai. Langkah awal yang harus dilakukan adalah
upaya perdamaian diantara kedua belah pihak oleh pihak keluarga baik dari pihak
suami juga istri. Jika jalan penengah ini tidak didapatkan hasilnya, dan permasalah
tidak mendapat jalan keluar maka hal yang dilakukan adalah talak, walaupun dalam
Islam talak adalah hal yang paling dibenci Allah.90

Perceraian dalam hukum Islam, walaupun termasuk bagian yang halal namun
dibenci oleh Allah. Pengucapan dapat dilakukan oleh suami dengan atau tanpa alasan
apapun, bahkan percerian bisa terjadi walaupun dilakukan dengan cara yang tidak
serius dan alasan yang prinsip, maka dari itu, pengucapan kata talak sebaiknya tidak
boleh dipermainkan, karena bagaimanapun juga dan dalam kondisi apapun apabila
terucap maka hal tersebut memiiki konsekuensi hukum.

Hukum perceraian dalam Islam, merupakan bukti atas keniscayaan sebuah


perceraian yang mungkin terjadi ditengah kehidupan keluarga muslim dengan segala
macam masalah yang dihadapinya, dan sangat mudah diucapkan bahkan tidak boleh
main-main dalam pengucapannya. Apalagi sudah jelas Allah sangat membenci akan
perceraian atau talak tidak bersifat haram terhadap hukum asalnya. Pengucapan kata
talak atau cerai dalam Islam, memiiki legalitas hukum sejak diucapkannya, dalam arti

90
Abdul Aziz dan Abu Wahhab Sayyed, Fiqh Munakahad Khitbah, Nikah, dan Talak,
(Jakarta : Amzah, 2017), cet-5, h.251-253

65
konsekuensi cerai tersebut harus dilaksanakan oleh suami dan istri, berubah menjadi
hukum haram yang tidak boleh dilanggar.91

Pada dasarnya perceraian itu adalah hal yang di bolehkan tetapi hal tersebut
adalah hal yang dibenci oleh Allah SWT. maka dari itu, sebisa mungkin manusia
menghidari perceraian tersebut. Syariat Islam menjadikan pertalian suami istri dalam
ikatan perkawinan sebagai pertalian suci dan kokoh sebagaimana Al-Qur’an
memberikan istrilah pertalian itu dengan mitsaqon gholizon. Dalam ajaran Islam
Talak diperbolehkan (mubah) sebagai jalan terakhir ketika kehidupan rumah tangga
mengalami jalan buntu, talak hanya dapat dilakukan apabila hubungan perkawinan
sudah tidak dapat dipertahankan lagi.92

Menurut Jumhur Ulama hukum talak itu mubah tetapi lebih baik dijauhi.
Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa talak terkadang wajib, terkadang
haram Sunnah. Apabila dilihat latar belakang terjadinya talak, maka hukum talak bisa
berubah kepada:

1. Wajib

Talak menjadi wajib hukumnya apaila hakim tidak menemukan jalan lain,
kecuali talak yang bisa itempuh untuk meredakan pertikaian yang terjadi diantara
suami dan istri. Dan juga apabila seorang suami bersumpah ila’ (tidak akan
mencampuri istri) sampai masa tertentu, sedangkan ia tidak mau membayar kafarah
sumpah agar ia dapat bergaul dengan istrinya.

2. Haram

Talak yang diharamkan adalah talak yang dilakukan bukan karena adanya
tuntutan yang dapat dibenarkan karena hal itu akan membawa mudhorot bagi diri

91
Mohsi, Konstruksi Hukum Perceraian Islam Dalam Fiqh Indonesia, “Jurnal Studi
KeIslaman”, Vol. 1 No,2 Desember:2015, h. 241

66
sang suami dan juga istrinya serta tidak memberikan kebaikan bagi keduanya.
Diharamkaan bagi suami menceraikan istri pada saat haid, atau pada saat suci dan di
masa sucu itu sang suami telah berjamak dengan istrinya

Sebaiknya, bagi istri tidak boleh (haram) meminta kepada suami untuk
menceraiakn tanpa ada sebab syar’i. hal ini berdasarkan hadist:

‫أيما امرأة سألت زوجها طالقها من غير بأس فحرام عليها رائحة الجنة‬

“Siapapun Wanita yang memita cerai dari suaminya tanpa ada alasan
(Syar’i), maka haram baginya bau surga” (HR, Ahmad,Abu Daud, Ibnu
Majah, dan Attarmidzi dimana baliau menghasankannya)

3. Mubah

Hukum talak bisa menjadi mubah jika seorang istri memilik akhlak yang
buruk, jelek tabiatnya dalam bermuamalah, melalaikan hak suami, dan lain
sebagainya, sehingga tujuan perikahan yang diinginkan tidak tercapai sama sekali

4. Sunnah

Hukum talak akan menjadi sunnah apabila keadaan rumah tangga sudah sulit
dipertahankan, dan apabila dipertahankan akan lebih banyak bahayanya, misalnya
seorang istri tidak mau atau lalai dalam menjalankan hak-hak Allah SWT seperti
sholat, puasa, dan lain sebagainya. Setelah beberapa kali diperintahkan agar jangan
melalaikan perintah Allah SWT, namun seorang istri tetap tidak menghiraukan, maka
suami disunnahkan untuk menceraikan.

5. Makruh

Bila dilakukan tanpa alasan yang kuat atau ketika hubungan suami-istri baik-
baik saja.

67
(QS. Al-Baqoroh:[2]:227)

‫ع ِليْم‬ َ ٰ ‫عزَ ُموا الط َالقَ فَاِن‬


َ ‫َّللا‬
َ ‫س ِميْع‬ َ ‫َوا ِْن‬

Yang artinya: Jika mereka berketetapan hati untuk bercerai, sesungguhnya


Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. 93

Dalam hal perceraian, Allah SWT kepada kaum muslimin agar dalam
menjatuhkan perceraiannya sebaiknya dilakukan pembicaraan atau perbaikan dari
kedua belah pihak, pihak dari suami dan pihak dari istri. Terdapat pada QS. An-
Nisa[4 ]: 35) :

ْ ِ‫َوا ِْن ِخ ْفت ُ ْم ِشقَاقَ َب ْي ِن ِه َما فَا ْبعَث ُ ْوا َح َكما ِم ْن ا َ ْه ِله َو َح َكما ِم ْن ا َ ْه ِل َها ا ِْن ي ُِّر ْيدَآ ا‬
‫ص َالحا‬
َ َ‫َّللا َكان‬
‫ع ِليْما َخ ِبيْرا‬ َ ٰ ‫َّللاُ َب ْي َن ُه َما اِن‬
ٰ ‫ق‬ ِ ِ‫ي َُّوف‬
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka
kirimlah seorang hukum dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga
perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya
Allah member taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal”. (QS. An-Nisa [4]:35).

Dalam ayat ini menjelaskan bahwasannya dalam suatu pertengkaran ataupun


perselisihan dalam rumah tangga, sebaiknya dibicarakan baik-baik dengan cara
kekeluargaan dengan meminta bantuan atau pertolongan dari satu pihak suami dan
satu pihak istri yang berselisih. Dalam menyelesaikan perselisihan ini apabila kedua
belah pihak menemui titik terangnya atau ada indikasi perbaikan hubungan maka
disitulah Allah akan memberi Taufik untuk suami istri tersebut. Namun, apabila
dalam upaya perbaikan masalah tersebut tidak menemukan titik terang atau tidak ada
kata damai dan terjadi perceraian maka diperbolehkan.

Rusli Halil Nasution, Talak Menurut Hukum Islam, “Jurnal Ilmiah Al-Hadi” , Vol. III
93 93

No. 2.2018, h.707-709

68
Sebelum permasalahan perceraian masuk ke dalam ruang pengadilan, kedua
belah pihak dapat menyelesaian permasalahan mereka dengan menghadirkan
mediator untuk memediasi (islah) mereka agar berdamai. Bagi lingkungan peradilan
agama, pada prinsipnya penetapan mediasi harus dapat diterima dan dikembangkan.
Hal ini sangat sesuai dengan kaidah-kaidah dalam Islam, baik yang tercantum dalam
Al-Qur’an, al-Hadist maupun tradisi dalam Islam yang memerintahkan untuk
mengutamakan perdamaian dan kesepakatan dalam segala hal, kecuali kesepakatan
untuk menghalalkan yang haram atau sebaliknya. Akan tetapi ketika berkas perkara
terlebih dahulu, maka dalam penerapanya, perlu diperhatikan dan dibuatkan rambu-
rambu agar ada jaminan bahwa peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan
biaya ringan, serta untuk mewujudkan rasa keadilan bagi pihak pencari keadilan dan
masyarakat pada umumnya.

Penulis menganlisis untuk menghindari semena-mena dan agar hati-hati


dalam pengucapan talak. Melalui keterangan di atas, maka muncul masalah baru di
Indonesia yakni benturan antara fiqh dan qanun tentang kapankah dihitung putusnya
perceraian, karena, di satu sisi (fiqh) ketika suami menyatakan ungkapan cerai kepada
istrinya maka putuslah perkawinan pada saat itu juga. Sedangkan di dalam taqnin
yakni KHI pasal 123 diungkapkan bahwa “perceraian itu dihiitung pada saat
perceraian itu dinyatakan di depan sidang pengadilan” .

Dari pernyataan diatas penulis menganalisi bahwasannya untuk menjaukan


agar masyarakat tidak semena-mena dalam mengucap talak makan peraturan diatas
dibuat. Yang menjelaskan perceraian yang sah adalah perceraian yang dilakukan
didepan persidangan dan tercatat keabsahannya.

Dalam hal ini Allah SWT dalam firmannya :

QS. An-Nisa [4] : 59 :

69
‫س ْو َل َواُو ِلى ْاَلَ ْم ِر ِم ْن ُك ْم فَا ِْن تَنَازَ ْعت ُ ْم فِ ْي‬ ُ ‫َّللا َوا َ ِط ْيعُوا الر‬ َ ٰ ‫يا َ ُّي َها ال ِذيْنَ ا َمنُ ْوا ا َ ِط ْيعُوا‬
َ ْ‫اَّلل َو ْال َي ْو ِم ْاَل ِخ ِر ذلِكَ َخيْر واَح‬
‫س ُن‬ ِ ٰ ‫س ْو ِل ا ِْن ُك ْنت ُ ْم تُؤْ ِم ُن ْونَ ِب‬ ِ ٰ ‫ش ْيءٍ فَ ُرد ُّْوهُ اِلَى‬
ُ ‫َّللا َوالر‬ َ
ࣖ ‫تَأ ْ ِويْال‬

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maa
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. An-Nisa’ [4]: 59).

Kita sebagai makhluk yang bertakwa kepada Allah harus mengikuti dan
mempelajari perintah-Nya dan juga menjauhi larangannya. Sebagai hamba Allah kita
hidup didunia juga harus mengikuti perintah ulil amri. Di Indonesia saat ini, perintah
ulil amri pelaksanaanya diatur dalam kompilasi hukum Islam, dimana setiap suami-
atau istri yang ingin bercerai harus mendapatkan persetujan dari pengadilan dengan
menggunakan sighat talak, hal ini merupakan bentuk sahnya suatu peceraian.

Menurut Quraish Shihab, kata ulil amri adalah orang-orang yang berwenang
mengurus urusan kaum muslimin, dan baginya bentuk jamak “uli” (‫ )أولي‬tidak mutlak
dipahami dalam arti badan atau lembaga yang beranggotakan sekian banyak orang,
tetapi bisa saja mereka terdiri dari orang-perorangan yang masing-masing memiliki
wewenang yang sah untuk memerintah dalam bidang masing-masing. Adapun
pemimpin seperti di Indonesia yang status negaranya bukan sebagai negara Islam,
maka urusan keIslaman telah diakomodir oleh Kementerian Agama dalam urusan
pembinaan umat dan Pengadilan Agama sebagai problem solver dari berbagai
permaslahan hukum agama di masyarakat. Dalam membangun konsep tata aturan

70
hukum yang diberlakukan dan yang akan diberlakukan tentunya memiliki dimensi
kemaslahatan dan jauh dari kesesatan dan kemadharatan.94

94
Agus Toni, Aktualisasi Hukum Perceraian Perspektif Pengadilan Agama di
Indonesia,”Jurnal Hukum Islam, Vol. 1 No.2 . 2018, h. 57-60

71
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan skripsi yang telah diuraikan diatas, penulis dapat mengambil
beberapa kesimpulan untuk menjawab pertanyaan dari rumusan masalah sebagai
berikut:

1. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa faktor-faktor perceraian mengenai


tingginya kasus perceraian di Pengadilan Agama Cibinong terdapat tiga
faktor dominan. Pertama, perselisihan dan pertengkaran terus menerus.
Kedua, ekonomi. Ketiga, Meninggalkan salah satu pihak.
2. Dalam analisis hukum islam perceraian yang diakibatkan karena faktor
ekonomi hukumnya makruh, mengapa dikatakan makruh, karna dilihat dari
pertanggung jawaban suami dalam menafkahi keluarganya, jika perceraian
karna faktor ekonomi suami pengagguran dan tidak ada usaha dalam
menafkahi keluarganya maka hukumnya wajib, tapi apabila suami sudah
bekerja keras dan usaha dalam menafkahi keluaraganya dan sang istri ingin
cerai maka talak itu makruh. Sedangkan perceraian akibat dari faktor
perselisihan terus menerus hukum dijatuhkannya talak adalah wajib, karena
jika dari keluarga pihak laki-laki dan perempuan sudah mengupayakan
perdamaian dan gagal. Maka wajib talak itu dilakukan, dikhawatirkan akan
terjadi tindakan yang tidak diinginkan karna saling menyelakai.

B. Saran

Dari kesimpulan diatas, berikut beberapa saran atau rekomendasi yang diajukan:
1. Bagi pemerintah dalam program pembuatan peraturan seminar Pra-nikah di KUA
(Kator Urusan Agama) untuk memperketat kembali peraturan yang sudah dibuat ini,

72
alasannya agar para calon pasangan suami istri ini memdapat pembekalan yang
cukup dan dapat menjadi acuan yang baik dikemudian hari.
2. Untuk masyarakat yang akan melangsungkan pernikahan agar dapat siap dalam
memenuhi kebutuhan material dan mental yang cukup, karna dalam pernikahan akan
diuji mengenai kesiapan dan diri dan batin.
3. Terkait dengan penelitian ini, Penulis hanya meneliti tentang apa saja faktor yang
menyebabkan terjadinya perceraian di era pandemi covid-19, dan ditinjau menurut
hukum Islam selanjutnya penulis menyarankan untuk memperluas penelitian dengan
menyertai hukum positif yang berlaku di Indonesia.

73
DAFTAR PUSTAKA

A. Nash Alquran dan Undang-Undang

Al-quran dan Hadist

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:


Balai Pustaka, 1994, Cet-3, Edisi ke-2.

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Undang-Undang No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Laporan Tahunan Pengadilan Agama Cibinong 2019-2021

B. Buku

Ahmad, Abdul Aziz, All About Selingkuh: Problematika dan Jalan Keluarnya,
(Bandung: Pustaka Hidayat, 2009.
Al-Subki, Ali Yusuf, Fiqh Keluarga (Niẓām Al-Usrah Fī Al-Islām), Amzah 2010.
Al-Zuhaily, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Beirut: Dar al-Fikr, 1985.
Al-Zuhaily, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Beirut: Dar al-Fikr, 1986.
Ananto, Elizabeth Goenawan, Metode Penelitian Untuk Public Relations, Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2014.
Arfa, Faisal Ananda, dan Watni Marpaung, Metode Penelitian Hukum Islam, Jakarta:
Prenadamedia Group, 2016.
Aziz, Abdul, dan Abu Wahhab Sayyed, Fiqh Munakahad Khitbah, Nikah, dan Talak,
Jakarta : Amzah, 2017, cet-5.
Azni, Ilmu Fiqih dan Hukum Keluarga Perspektif Ulama Tradisional dan
Kontenporer, Pekanbaru, 2015.

74
Bunyamin, Mahmudin, dan Agus Hermato, Hukum Perkawinan Islam, Bandung: CV
Pustaka Setia, 2017 , Cet-1.
Daur, Monika Freshlini Patiyati, Skripsi “Korelasi Antara Kesehatan Peserta Didik
Selama Pandemi Covid-19 Terhadap Motivasi Belajar Fisika Peserta Didik”,
Yogyakarta Universitas Hanata Dharma Yogyakarta.
Ghazali, Abdurrahman, Fiqh Munakahad, Jakarta:Prenada Media Group 2019, cet-8.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Penelitian Research, Yogyakarta: Yayasan Penerbit
Fak.Psikologi UGM, 1979.
Jawad, Muhammad, Fiqh lima Mazhab (Ja’fari, Hanafi, Maliki, syafi’i, Hambali),
alih
bahasa, Masykur A.B, afif Muhammad, idrus al-kaff, Cet.Ke-11, Jakarta:
lentera, 2004.
Kamal, Abu Malik, Fiqih Sunnah Wanita: Panduan Lengkap Wanita Muslimah (Fiqh
Al-Sunnah Lin Nisā: Wa Mā Yajibu an Ta’rifuh Kulli Muslimah Min Aḥkām),
Griya Ilmu Mandiri Sejahtera 2016.
Manan, Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata di Indonesia, Jakarta: Kencana,
2006.
Manan, Abdul, Pengadilan Agama Cagar Budaya Nusantara Memperkuat NKRI,
Jakarta:Prenada Media,2019, Cet-1.
Mardani, Hukum Keluarga Islam Di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2016, Cet-1.
Milah, Saiful, dan Asep Saefudin, Dualisme Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,
Jakarta: Amzah, 2019.
Naily, Nabiela, dkk, Hukum Perkawinan Islam Indonesia, Jakarta : Prenadamedia
Group, 2019.
Rifa’I, Moh, Fiqih Islam Lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang,
2014.
Rofiq, Ahmad, Hukum Perdata Islam Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2015.

75
Rusdiana, Kama, dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2007, Cet-1.
Soekanto, Soerjono, dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta:
Rajawali, 1986.
Soeroso, dan Moerti Hadiati, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif
Yuridis Fiktimologis, Jakarta:Sinar Grafik, 2010.
Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2005.
Syaifuddin, Muhammad, dkk, Hukum Perceraian, Jakarta: Sinar Grafika, 2014, Cet-
2.
Tihami dan Sobari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta:
PT Grafindo Pesada, 2010, Cet-2.
Waidah, Kamil Muhammad, Fiqih wanita, Jakarta: Pustaka Kautsar 1996, cet-1.
Winarno, F.G, Pelajaran Berharga Dari Sebuah Pandemi, Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2020.
Yuliana, Ana, dan Ruswanto, Covid-19 : Pandemi Menyerang Bumi Kami, Surabaya:
CV.Jakad Media Publishing, 2019.
Yunus, Mahmud, Kamus Bahasa Arab Indonesia, Jakarta, PT. Hidakarya Agung,
1990.
Yusuf, A. Muri, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan,
Padang: Kencana Prenamedia Group, 2014, cet.1.
Zuhriah, Erfaniah, Peradian Agama Indonesia Sejarah, Konsep Dan Praktik di
Pengadilan Agama, Malang: Setara Press, 2014.
Zulkarnaen dan Dewi Mayaningsih, Hukum Acara Peradilan Agama Indonesia,
Bandung: CV Pustaka Setia, 2017.

C. Jurnal

76
Aini, Nurul, Pandemi Covid-19 Dampak Kesehatan, Ekonomi, dan Sosial, Jurnal
Litbang: Media Informasi Penelitian, Pengembangan dan IPTEK, Vol.17,
No. 1 / Juni 2021.

Astuti, Nining Puji, dkk, Persepsi Masyarakat Terhadap Penerimaan Vaksin Covid-
19, “Jurnal Keperawatan, Vol.13, No. 3, September 2021.

Awaliah, Robiah, dan Wahyudin Darmalaksana, Perceraian Akibat Dampak Covid-


19 Dalam Perspektif Hukum Islam dan Perundang-Undangan di Indonesia,
Jurnal Khazanah Hukum, Vol. 3, No.2.

Azizah, Linda, Analisi Perceraian Dalam Hukum Islam, dalam Jurnal Al’adalah, vol.
10, no.4 Juli 2012.

Fadilah, Khalda, dan Andriyanto Adhi, Pemutusan Hubnungan Kerja Pada Saat
Pandemi Covid-19 Di Indonesia Ditijau Dari Prespektif Hukum
Ketenagakerjaan, Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, Vol.8, No.1, 2021.

Fauzi, Ahmad, Implementasi Pembatasan Sosial Berskala Besar, Sebuah Kebijakan


Publik Dalam Penanganan Pandemi Covid-19, “Jurnal Ilmu Administrasi
Negara”, Vol. 16, No.1, Juli 2020.

Gelora, Ahmad, dan Rizky Saputra, Kedudukan Hukum Pemberlakuan Pembatasan


Kegiatan Masyarakat Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Jurnal
Hukum dan PerUndang-Undangan, Vol 1 No 1 2021.

Habibi, Muhammad, dkk, Fasakh Nikah Dengan Alasan Suami Miskin (Studi
Perbandingan antara Ulama Syafi’iyyah dan Hukum Positif di Indonesia,
Jurnal Hukum Islam, PerUndang-Undangan dan Pranata Sosial, 2018. Vol.8,
No.2.

Hamid, Hamidah, Perceraian dan Penanganannya, Jurnal Ilmiah Wahana


Pendidikan., Vol.4 No.3, 2018.

77
Handayani, Diah, dkk, Penyakit Virus Corona 2019, Jurnal Respirologi Indonesia,
Vol. 40, No. 2 2020.

Latif, Adri, dkk, Kontradiksi Penyelenggaraan Resepsi Pernikahan Di Tengah


Wabah Virus Corona Perspektif Hukum Islam, Jurnal Hukum dan Keadilan,
Vol.8, No.2, Mei 2021.

Modjo, Mohamad Ikhsan, “Memetakan Jalan Penguat Ekonomi Pasca Pandemi”,


Jurnal Of Develofment Planning, Vol IV No. 2, Juni 2020.

Mona, Nailu, Konsep Isolasi Dalam Jaringan Sosial Untuk Meminimalisasikan Efek
Contagious (Kasus Penyebaran Virus Corona Di Indonesia, Jurnal Sosial
dan Budaya Syar’i, Vol. 7, No. 7, 2020.

Mohsi, Konstruksi Hukum Perceraian Islam Dalam Fiqh Indonesia, Jurnal Studi
KeIslaman, Vol. 1, No.2 Desember, 2015.

Nasir, Badruddin, Faktor-Faktor Yang Mengakibatkan Perceraian Kecamatan


Sungai Kuncang Kota Samarinda, Jurnal Psikostudia Universitas
Mulawarman, Vol.1 / Juni 2012.

Nasruddin, Rindam, dan Ismail Haq, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan
Masyarakat Bepenghasilan Rendah, Jurnal Sosial dan Budaya Syar’I, Vol. 7
No. 7 2020.

Nasution, Rusli Halil , Talak Menurut Hukum Islam, Jurnal Ilmiah Al-Hadi , Vol. III
No. 2.2018.

Octaviani, Fachia, dan Nunung Nurwati, Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap
Perceraian Di Indonesia, (Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial HUMANITAS),
Vol.2 No.2 September 2020.

78
Putri, Ririn Noviyanti, Indonesia Dalam Menghadapi Pandemi Covid-19, Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi,2020.

Rizky, Salsabila, dan Nunung Nurwati, Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Angka
Perceraian, Jurnal Pengabdian dan Penelitian Kepada Masyarakat (JPPM),
Vol. 2 No. 1 April 202.

Suharto, Mukhamad, Perspektif Hukum Islam-Sosial Terhadap Kontekstualisasi


Nafkah Cerai Gugat, “Jurnal Kajian Hukum dan Studi Islam”, Vol.2, No.1,
Januari 2020.

Suhendra, Darmiko, Khulu Dalam Persfektif Hukum Islam, Jurnal Ilmu Syariah dan
Perbankan Islam, Vol.1 No,1, 2016.

Syahmedi, Ramadhan, Dampak Perceraian Yang Tidak Sesuai, Jurnal, Vol.01 No. 1
Januari-Juni 2015.

Toni, Agus, Aktualisasi Hukum Perceraian Perspektif Pengadilan Agama di


Indonesia,”Jurnal Hukum Islam, Vol. 1 No.2 . 2018.

Tristanto, Aris, Perceraian DI Masa Pandemi Covid-19 Dalam Prespektif Ilmu


Sosial, Jurnal Sosio Informa, Vol.6, No.3, 2020.

Zendrato, Walsyukurniat, Gerakan Mencegah Daripada Mengobati Terhadap


Pandemi Covid-19, “Jurnal Education and Development Institut Pendidikan
Tapanuli Selatan, Vol. 8 No. 2, Mei 2020.

D. Internet

https://www.tempo.co/abc/5811/seberapa-aman-pesta-pernikahan-di-indonesia-saat-
penularanhttps://www.tempo.co/abc/5811/seberapa-aman-pesta-pernikahan-di-
indonesia-saat-penularan-corona-masih-tinggicorona-masih-

79
tinggihttps://www.tempo.co/abc/5811/seberapa-aman-pesta-pernikahan-di-
indonesia-saat-penularan-corona-masih-tinggi.

https://id.com/doc/306349047/Adapun-Pengertian-Dari-Metode-DeskriptifAnalitis-
Menurut-Sugiono.

https://peraturan.bpk.go.id

http://www.pa-cibinong.go.id/tentang-pengadian/profile-pengadilan/sejarah-
pengadilan

80
LAMPIRAN-LAMPIRAN

81
82
83
84
85
86
87
88

Anda mungkin juga menyukai