Anda di halaman 1dari 135

STUDI HADIS-HADIS PEMBACAAN BASMALAH DALAM SALAT

(Kajian Hadis Tematik)

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh:

Muhammad Syaman
NIM: 109034000072

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H./2014 M.
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

‫ا‬ Tidak dilambangkan

‫ب‬ B Be

‫ت‬ T Te

‫ث‬ Ts Te dan es

‫ج‬ J Je

‫ح‬ H H dengan garis bawah

‫خ‬ Kh Ka dan ha

‫د‬ D Da

‫ذ‬ Dz De dan zet

‫ر‬ R Er

‫ز‬ Z Zet

‫س‬ S Es
‫ش‬ Sy Es dan ye
‫ص‬ S Es dengan garis bawah

‫ض‬ D De dengan garis bawah

‫ط‬ T Te dengan garis bawah

‫ظ‬ Z Zet dengan garis bawah

‫ع‬ ‘ Koma terbalik keatas, menghadap kekanan

‫غ‬ Gh Ge dan ha

‫ف‬ F Ef

‫ق‬ Q Ki

‫ك‬ K Ka

‫ل‬ L El

‫م‬ M Em

‫ن‬ N En

‫و‬ W We

‫ه‬ H Ha

‫ء‬ ‘ Apostrop

‫ﻱ‬ Y Ye

ix
Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vocal

tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong. Untuk vocal tunggal

alihaksaranya adalah sebagaiberikut :

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

a Fathah

i Kasrah

u Dammah

Adapun untuk vocal rangkap, ketentuan alihaksaranya sebagai berikut :

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

‫_______ﻱ‬ ai a dan i

‫_______و‬ au a dan u

Vokal Panjang(Madd)

Ketentuan alihaksara vocal panjang (madd), yang dalam bahasa arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut :

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

‫ﺄـــــ‬ â a dengan topi diatas

‫ﻲـــــ‬ î i dengan topi diatas

‫ﻮــــــ‬ û u dengan topi diatas

x
Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam system aksara arab dilambangkan dengan huruf,

yaitu alif dan lam, dialihaksarakan menjadi huruf /i/ ,baik diikuti oleh huruf

Syamsiyah maupun Qamariyah. Contoh :al-rijâl bukan ar-rijal, al-diwân bukan

ad-diwan.

Syaddah (Tashdid).

Syaddah atau tasydid yang dalam system bahasa tulisan arabdilambangkan

dengan sebuah tanda, dalam alihaksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini

tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secara lisan

berbunyi ad-darûrah, tidak ditulis “ad-darurah”, melainkan“al-darûrah”,

demikian seterusnya.

Ta Marbutah

Berkaitan dengan alihaksara ini, jika huruf ta marbutah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbutah tersebut diikuti

oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbutah tersebut

diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi

huruf /t/ (lihat contoh 3).

Contoh :

No Kata Arab Alih Aksara

1 ‫ةقيرط‬ Tarîqah

xi
2 ‫ةيمالسالا ةعماجال‬ al-jâmiah al-islâmiyah

3 ‫دﻮجﻮال ةدحو‬ Wahdat al-wujud

Huruf kapital

Meskipun dalam tulisan arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara

ini, huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang

berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain

yang menuliskan kalimat, huruf awal nama, tempat, nama bulan, nama diri, dan

lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, bukan

huruf awal atau kata sandangnya. Contoh : Abu Hamid al-Ghazali bukan Abu

Hamid Al-Ghazali, al-Kindi bukan Al-Kindi.

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hadis Rasulullah merupakan sumber kedua setelah al-Qur‟an. Bagi umat

Islam hadis menjadi pedoman dalam menjalankan agamanya setelah al-Qur‟an,

karena itu sudah merupakan keharusan baginya untuk mengikuti segala perintah

dan menjauhi larangan yang terkandung di dalamnya.

Hadis sering dikonotasikan dengan sunnah, secara definisi adalah segala

sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi SAW. baik berupa perbuatan, perkataan

maupun persetujuan beliau atas segala permasalahan yang terjadi dikalangan

1
kaum muslimin. Pada pengertian ini dapat dipahami bahwa hadis adalah segala

sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah yang merupakan respon terhadap

segala persoalan yang dihadapi umat Islam pada waktu itu.

Dalam agama Islam hadis memiliki peranan sangat penting, karena

bagaimanapun juga untuk memperoleh pemahaman keagamaan yang sempurna

diperlukan adanya petunjuk yang tidak hanya dari al-Qur‟an saja, sebagaimana

diketahui al-Qur‟an itu merupakan petunjuk yang universal oleh karenanya

dibutuhkan hadis sebagai petunjuk berikutnya. Bila ditinjau dari segi urutan dan

fungsinya, maka hadis menempati urutan kedua setelah al-Qur‟an, yang

merupakan sumber dalam mengambil segala keputusan yang menyangkut

2
persoalan-persoalan hidup umat manusia. Secara teknis dapat dijelaskan bahwa

1 Subhî al-Sâli , „Ulûm al-Hadîts wa Musṯalahuhu, (Bayrût: Dâr al-„Ilmi Lilmayîn,


1988), h. 3.
2 M. Syuhudi Ismail, Hadis Menurut Pembela, Pengingkar dan Pemandunya (Jakarta:
Gema Insani Press, 1995), h. 72.

1
2

hadis merupakan penjabaran lebih lanjut tentang makna-makna yang ada dalamal-

Qur‟an, karena kenyataannya yang terjadi dalam kehidupan sosial

masyarakatbanyak sekali hal-hal yang secara langsung tidak ditemukan

penjelasannya dalam

al-Qur‟an, akan tetapi hal tersebut ada dalam penjelasan Rasulullah yaitu

hadis.Rasulullah SAW. selalu mengajarkan kepada umatnya untuk mencari nilai

lebih dalam beribadah, dalam menjalankan ibadah yang memang diwajibkan

danjuga menjalankan ibadah-ibadah yang tidak diwajibkan (ibadah sunnah).

Bahkantidak hanya dalam hal ibadah, melainkan di dalam beraktivitas sehari-

hariRasulullah SAW. mengajarkan kepada umatnya untuk mencari nilai

lebihsekaligus mencari keberkahan dalam melakukan setiap pekerjaan, yaitu

dengancara mengawalinya dengan membaca basmalah. Seorang muslim

dianjurkanmembaca basmalah sebelum memulai sesuatu pekerjaan yang baik.

Yangdemikian itu adalah untuk mengingatkan bahwa pekerjaan itu

dikerjakannyakarena perintah Allâh, atau karena telah diizinkan-Nya. Maka

karena Allâh-lahdia mengerjakan pekerjaan itu dan kepada-Nya dia meminta

3
pertolongan supayapekerjaan itu terlaksana dengan baik dan berhasil.

Sebagaimana sabda Rasulullah

SAW. :
‫َفَّى‬5‫سو ُل ْعفَّوِص‬
ُ ‫ر‬ َ ‫أَِبىُ َريْ َر َة اَا َل اَا‬55ْ‫اُرَّ َة بَنْْعزقى ِْريِّ بَنْأَِبسَ َفدَّمَ َة بَن‬55ْ‫ن ْلَوْ ْ َزبِيِّ بَن‬
َ ‫ل‬ ُ ‫ ُد ْعفو ْب‬55ْ‫ َّد َث َنا بُبَ ي‬55َ‫َلفَ ْعسَ ْق َلنا َُّيق اَاع ُْو ح‬
ِ َّ ِ ‫ا‬

4 ْ ِ‫ْعفَّ ُو ُكلق أَمْرا ذِي بَال َل ُي ْب َدأ ُ فِيو ِب ِبقْم ْع َّفو‬


‫ْعرَّ حَ ِن ْعرَّ حِ ِيم أَ ْا َط ُع‬ ِ

3
Departemen Agama R.I .,Al-Qur‟andan Tafsirnya(Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab
Suci al-Qur‟an, 1983), h.
16.4 Abu Abdillah Muhammad Ibn Yazid al-Qazwini Ibnu Mâjah,Sunan Ibnu Mâjah
(Bayrût: Dâr al-Fikr , tth), jilid 6 , hadis no. 4881, h.5
3

“…Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda: Setiap pekerjaan


yang baik, yang tidak dimulai dengan (membaca) „Bismillâhirrahmânirrahîm‟, niscaya
terputus [berkahnya] (HR. Ibnu Mâjah)
Ketika seseorang membaca basmalah, maka makna-makna di atas yang

diharapkan menghiasi jiwanya. Ini membawa kepada kesadaran akan kelemahan

diri serta kebutuhan kepada Allâh. Orang yang membaca basmalah seharusnya

juga menghayati kekuatan dan kekuasaan Allâh, serta rahmat dan kasih sayang-

Nya yang tercurah bagi seluruh makhluk. Kalau yang demikian itu tertanam di

dalam jiwa, maka pasti nilai-nilai luhur terjelma keluar dalam bentuk perbuatan,

karena perbuatan merupakan cerminan dari suasana kejiwaan. Seorang yang

sedang dirundung kesedihan atau sakit, keindahan baginya menjadi hampa,

sedang yang dimabuk asmara, segala sesuatu akan tampak indah di pelupuk

matanya. Ini karena “setiap wadah menumpahkan isinya”. Yang membaca

basmalah akan mencurahkan rahmat dan kasih sesuai pola Tuhan

mencurahkanrahmat-Nya yang tidak hanya menyentuh sang muslim, tetapi juga

5
yang kafir, bahkan seluruh makhluk tanpa kecuali.

Dapat ditegaskan di sini bahwa apabila seseorang memulai pekerjaannya

dengan nama Allâh atau atas nama Allâh, maka pekerjaan tersebut akan menjadi

baik, indah dan benar, atau paling tidak akan terhindar pelakunya dari godaan

nafsu, atau dorongan ambisi dan kepentingan pribadi. Apabila seseorang

menjadikan pekerjaannya bertitik tolak dari pangkalan Ilahi dan demi karena Dia

Yang Maha Pengasih dan Penyayang itu, maka pastilah pekerjaannya tidak akan

mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Ia bahkan akan membawa manfaat bagi
5
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an (Jakarta:
Lentera Hati, 2002)Vol. 1, h. 23
4

diri, masyarakat dan lingkungan sekitarnya, bahkan kemanusiaan secara


6
keseluruhan.

Pengucap basmalah ketika mengaitkan ucapannya dengan kekuasaan dan

pertolongan Allâh – bagi yang mengaitkannya dengan kata itu – maka seakan-akan

ia berkata: “Dengan kekuasaan Allâh dan pertolongan-Nya pekerjaan yang

saya lakukan dapat terlaksana”. Maka dari itu, apa pun aktivitas yang kita

lakukan, termasuk menarik dan menghembuskan nafas, makan atau minum, gerak

refleks atau sadar, diam atau bergerak, semuanya tidak dapat terlaksana tanpa

7
kekuasaan dan pertolongan Allâh. Karena sebelum datang Islam orang Arab

mengerjakan sesuatu pekerjaan adalah dengan menyebut al-Lâta dan al-„Uzza,

yaitu nama-nama berhala mereka. Sebab itu Allâh SWT. mengajarkan kepada

penganut-penganut agama Islam yang telah meng-Esa-kan Nya, supaya mereka

8
mengerjakan dengan menyebut nama Allâh.

Di dalam al-Qur‟an ada 114 surat, semuanya dimulai dengan basmalah,

kecuali surat al-Taubah. Surat al-Taubah ini tidak dimulai dengan basmalah

karena memang tidak serasi kalau dimulai dengan basmalah. Di samping pada

permulaannya, basmalah ada disebutkan satu kali dipertengahan surat al-Naml

9
(ayat 30). Surat yang menempati urutan kedua puluh tujuh dalam susunan al-

Qur‟an. Dalam ayat ini, diceritakan bagaimana Nabi Sulaiman AS. memulai

suratnya yang dikirim dengan perantara seekor burung Hudhud kepada ratu Saba‟,

6 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 23


7 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 24l
8 Departemen Agama R.I., Al-Qur‟andan Tafsirnya, h. 16
9 Departemen Agama R.I., Al-Qur‟andan Tafsirnya, h. 13-14
5

konon bernama Balqis yang berisi ajakan untuk mengesakan Tuhan, dengan

basmalah

.Dari penjelasan singkat tentang basmalah di atas, para ulama sepakatbahwa

basmalah adalah firman Allâh SWT. yang tercantum dalam al-Qur‟an,paling

tidak pada surat al-Naml (QS 27:30). Tidak pula seorang ulama pun

mengingkari pentingnya mengucapkan basmalah pada awal setiap

10
kegiatan. Tetapi mereka berbeda pendapat apakah basmalah merupakan ayat

yang berdirisendiri pada awal setiap surat, ataukah merupakan bagian dari awal

masing-masing surat dan ditulis pada pembukaannya? Apakah basmalah itu

merupakansalah satu ayat dari setiap surat, atau bagian dari surat al-Fâtihah saja

dan bukansurat-surat lainnya? Apakah basmalah yang ditulis di awal masing-

masing surat

itu hanya untuk pemisah antara surat semata dan bukan merupakan

11
ayat?. Selain terjadi perbedaan pendapat tentang penetapannya sebagai

ayattersendiri (di dalam surat al -Fâtihah), terjadi juga perbedaan pendapat tentang
12
pembacaan secara jahr (nyaring) di dalam salat.

Umat Muslim sepakat bahwa ketika salat wajib membaca surat al-Fâti ah.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis Nabi SAW. :


ِ ُّْ
‫يع ْعَّذِي مَ َّج‬
ِ ‫ن ْعرَّ ِب‬
َ ‫ود ْب‬ َ ْ َّ‫شهَاب أَن‬
َ ُ‫مدَّم‬
ِ ِ
‫اعحا بَنْ ْْب ِن‬ ‫ص‬
َ
َ
ْ‫ح َّد َث َنا أِب بَن‬
َ
‫ا‬
‫سد‬
ْ ‫س‬
َ ‫ن‬
ِ ‫يم ْب‬
ِ
َ ْ‫سلُوب ُ ْب ُنإب‬
َ ‫رْى‬
ِ
ْ ‫يق حَ َّد َث َنا َي‬5َُّ‫ن بَفي ْلُ ْفو‬
ِ
ُ ‫ح َّد َث َنا ْلَ َقنُ ْب‬
َ

‫ب َر ُه‬ َ ْ ِ‫ن بِ ْئرى‬


َ ْ‫م أل‬
ِ ِ ِ
َ ‫س َّفمَ ِف‬ َ ‫ص َّفى ْع َّفوُ َب َفيْو‬
ِ ِ َّ
ِ ْ ‫جهو م‬ ْ ‫و‬ َ ‫و‬ َ ‫سو ُل ْعفو‬
ُ ‫ر‬
َ

10
M. Quraish Shihab,Tafsir al- Misbah,h. 25
11
Muhammad al-Caff, Tafsir Populer al-Fâtihah; Menyelami Makna Lahir dan Batin al-
Fâtihah Secara Mudah dan Sederhana (Bandung: PT . Mizan Pustaka, 2011) cet. Ke -1, h. 87
12
Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Syaukani, Tafsîr Fatẖal-Qadîr(Mesir: Dâr al-
Hadîts, 1413 H/1993 M) juz 1, h. 64
6

ْ‫ ِنآ ْر ْلُع‬13‫ْع ْنَب َةداََبُب ََّنأ‬5ََّّْ ‫ماص‬


ِ ِ ‫أَْل‬
‫هرب ت‬ ََ ‫س‬
َ ُ‫ر َّنأ‬
َِّ5َّ
َ ْ‫فصوفع‬
ُ ‫لو‬ َ
َّ َّ
‫امَّفسَ َو ِو ْيَف َبُوفعْ ى‬ َ ‫ّمُِأبْأرَ ْ َل ْي َل ْنمَّدَع َةا َن‬
َ َ‫ص َلال‬
ِ ِ

“... Dari „Ubâdah bin Shâmit r.a., sesungguhnya Rasulullah SAW.


bersabdabahwa tidak sah salat bagi orang yang tidak membaca Ummul Qur‟an.” (HR.
Muslim)

Namun umat muslim berbeda dalam prakteknya ketika salat. Ketika kita

melaksanakan salat berjamaah misalnya, terkadang kita mendengar ada imam

yang membaca dan mengeraskan bacaan basmalah di awal surat al-Fâtihah dan

surat al-Qur‟an sesudahnya, namun terkadang kita tidak mendengarnya pada

imam yang lain. Perbedaan basmalah pada surat al-Fâtihah dalam salat

menjadikan umat Islam terpecah-pecah. Di Indonesia perbedaan tersebut

memaksa umat Islam untuk membangun dua masjid di satu kampung yang

penduduknya tidak lebih dari 100 kepala keluarga. Yang lebih memprihatinkan

lagi, ada anggapan bahwa masyarakat yang terbiasa membaca basmalah dalam

salat di masjid yang imamnya tidak membaca basmalah salatnya tidak sah. Realita

ini sangat mencengangkan bagi siapa saja memahami Islam sacara tepat, terlebih

kondisi tersebut dipertahankan oleh kebanyakan tokoh agama dan dilestarikan

turun-temurun. Sebenarnya apa yang menyebabkan perbedaan ini? Apa yang

mendasari atau yang menjadi hujjah bagi masing- masing pendapat? Bagaimana

perspektif hadis terhadap masalah ini?

Agar lebih mendalam dalam penelitian skripsi ini, penulis bermaksud

menelusuri dan mengkaji hadis-hadis tentang pembacaan basmalah dalam salat

dan mengangkat sebagai judul skripsi yaitu: “STUDI HADIS-HADIS

PEMBACAAN BASMALAH DALAM SALAT (Kajian Hadis Tematik).”

13
Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisaburi, SahîhMuslim, (Bayrût:
Dâr al-Fikr, tth( hadis no. 597, juz 2, h. 351
7

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk memudahkan pada skripsi ini, kiranya perlu dibuat pembatasan dan

perumusan masalah, penulis akan membatasi masalah pada skripsi ini dengan

hanya membahas tentang pembacaan basmalah dalam salat, dan menguraikan

hadis-hadis yang berkaitan dengannya yang ada di dalam kitab-kitab hadis ( al-

kutub al-sittah) saja.

Serta untuk melengkapi kajian ini penulis juga mengungkapkan beberapa

pandangan fuqaha dan juga pendapat mufasir. Dari pernyataan tersebut maka

dapat dirumuskan perincian masalah yang menjadi penunjang dalam pembahasan

yaitu, sebagai berikut:

1. Apa yang menyebabkan perbedaan dalam masalah ini?

2. bagaimana perspektif hadis terhadap masalah pembacaan basmalah dalam

salat?

C. Tinjauan Pustaka

Sepanjang penelusuran yang penulis lakukan, ada satu buku yang

membahas tentang masalah basmalah, yaitu: Buku karya Saiful Anwar al-Batawy

dengan “Rahasia Kedahsyatan Basmalah.”

Selain itu, ada juga beberapa skripsi yang membahas tentang masalah

basmalah, diantaranya yaitu: Skripsi yang ditulis mahasiswa Ushuluddin

danFilsafat, penulis menemukan tiga judul yang membahas tentang basmalah,

yaitu:

1. Skripsi yang ditulis oleh Novi Kamelia, program studi Tafsir Hadis UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Ta‟wil Mullâ Shadrâ


terhadapBasmalah dalam Surat al-Fâtihah”.Skripsi ini menjelaskan

bahwa
8

basmalah dalamTa‟wil Mullâ Shadrâmemiliki makna yang sentral karena

didalamnya dijelaskan tentang ketauhidan, hingga benar adanya bahwa

basmalah merupakan induk dari al-Qur‟an karena tauhid adalah puncak

darikeimanan.

2. Skripsi yang ditulis oleh Harry Firmansyah, program studi Tafsir Hadis UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Pemikiran Quraish

Shihabtentang Ketiadaan Lafaz Basmalah pada Awal Surat al-

Taubah”.Dalamskripsi ini dijelaskan bahwa surat ini masih bagian dari surat

sebelumnya yaitu surat al-Anfâl, oleh karenanya tidak perlu tertulis basmalah

pada awal surat ini yang akan menjadi pemisah antara surat ini dan surat

sebelumnya.

3. Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Gunawan, program studi Tafsir Hadis UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013 dengan judul “Pemaknaan

Basmalah pada Surat-surat Juz „Amma dalam Tafsir al-

Jîlani”.Skripsiini menjelaskan bahwa al-Jîlani memaknai basmalah pada

setiap surat sebagai bentuk dakwahnya bahwa segala sesuatu harus dimulai

dengan

basmalah.

Dari tinjauan pustaka di atas, maka posisi skripsi ini adalah membahas

basmalah dalam perspektif hadis yang disusun dalam skripsi yang berjudul

“Studi Hadis-hadis PembacanBasmalahdalam Salat (Kajian Hadis

Tematik)”. Skripsi ini akan mencoba menelitibasmalahdalam perspektif hadis

yang termuat dalam al-Kutub al-Sittah.


9

Dari sebagian kajian pustaka yang telah dipaparkan di atas, belum ada

yang membahas penelitian ini khususnya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Maka peneliti ingin mengkaji pembahasan ini lebih lanjut.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut dapat diketahui tujuan yang dicapai

dalam penulisan skripsi ini, yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kandungan hadis tentang pembacaan basmalah dalam

salat.

2. Untuk menambah kajian keilmuan hadis.

3. Sebagai Tugas Akhir, guna memperoleh gelar Sarjana (SI) dalam bidang

Tafsir Hadis pada Fakultas Ushuludin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Untuk menjawab persoalan yang telah diuraikan pada pokok masalah, maka

dalam penelitian ini dibutuhkan data-data deskriptif, yakni berupa kata-kata

tertulis bukan berupa angka ataupun lapangan. Dengan demikian, penelitian ini

14
tergolong pada penelitian kualitatif deskriptif, atau bisa disebut dengan metode

dokumentasi. Sementara, jika dilihat dari tempatnya, penelitian ini termasuk

kategori penulisan konsep, yaitu jenis penelitian studi kepustakaan

(libraryresearch), yaitu melalui data yang lebih memerlukan olahan filosofik dan

teoritik

14
Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penulisan
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati. Lihat Lexy J. Moleong. Metodologi Penulisan Kualitatif. (Bandung:
Rosdakarya, 2005), h. 3.
1
0

daripada uji empirik. Dalam hal ini, penulis menggunakan serta memanfaatkan

literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji.

Untuk itu dalam penelitian ini, penulis menempatkan diri sebagai instrumen,

bertindak sebagai perencana, pelaksana pengumpul data, analis, penafsir data

tentang kajian pembacaan basmalah dalam salat dalam perspektif hadis, yang

pada akhirnya menjadi pelopor dari hasil penelitian ini.

2. Pendekatan Penelitian

Untuk menjawab persoalan yang termuat dalam pokok masalah, maka

dibutuhkan sebuah pendekatan yang relevan sebagai perangkat analisisnya. Dalam

hal ini, penulis menggunakan tiga pendekatan, yaitu:

a. Pendekatan kesehatan (fisik, mental [psikologi] dan sosial), digunakan

untuk melacak kebenaran tentang implikasi hadis pembacaan basmalah

dalam salat.

b. Pendekatan tekstual, dipergunakan sebagai pisau analisis terhadap

pemaknaan hadis secara tekstual baik melalui pemaknaan terhadap makna

gramatikal ataupun makna leksikalnya.

c. Pendekatan kontekstual, digunakan untuk melihat latar belakang baik

eksternal maupun internal, yaitu menyelidiki keadaan khusus yang dialami

15
saat kemunculannya. Kaitannya dengan penelitian ini, secara khusus

digunakan untuk mengkaji Asbâb al-Wurûd hadis.


15
Bakker dan Jubair, Metode Penulisan Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1994) h. 52
11

3. Sumber Data

Menurut Sugiyono dalam bukunya “Memahami Penulisan Kualitatif”,


16
membagi jenis data menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder.

Adapun yang termasuk sumber primer dalam penelitian, yaitu kitab-kitab hadis
17 18
yang termuat dalam al-Kutub al-Sittah beserta kitab-kitab syarah-nya. Dengan

alasan bahwa hadis yang diteliti oleh penulis semuanya terdapat dalam al-

Kutubal-Sittah, karena hadis yang tercantum dalam kitab-kitab tersebut telah

diakuiotentitasnya oleh para ulama. Dalam penelitiannya, penulis menggunakan


19
kamus hadis “al-Mu‟jam al-Mufahrâs li al-Fâẓal-Hadîts”, karya A.J.

Wensinck sebagai alat untuk mengetahui letak dimana redaksi-redaksi hadis

tentang pembacaan basmalah dalam salat termuat dalam kitab-kitab tersebut.

Kemudian untuk mengolah data primer dan mempertajam analisis, penulis juga

menggunakan data-data sekunder, yaitu berupa buku, kitab, artikel, tulisan ilmiah,

dan lain sebagainya yang dapat mendukung penelitian dalam skripsi ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Seperti diketahui bahwa penelitian ini tergolong ke dalam penelitian studi

kepustakaan (library research), sehingga data yang dibutuhkan adalah data yang

diperoleh dari hasil tela‟ah terhadap berbagai literatur, maka instrumen

16
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data. Sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, atau data yang mengutip dari sumber lain sehingga
tidak bersifat otentik karena sudah diperoleh dari sumber kedua dan ketiga. Sugiyono.
Memahamipenulisan Kualitatif. (Bandung: CV Alfabeta, 2005) h. 62.
17 Yaitu: Sahîhal-Bukhârî, SahîhMuslim, Sunan Abû Dâwud, Sunan al-Tirmîdzî,
Sunanal-Nasâ‟î,dan Sunan Ibnu Mâjah. Kitab-kitab tersebut disebut dengan al-Kutub al-Sittah.
18 Dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan satu kitab syarah dari kitab-
kitab tersebut. Yaitu kitab „Aun al-Ma‟bûd SyarhSunan Abû Dâwud, karya Muhammad Syamsul
Haq al-„azîm.
19 A. j. Wensinck. al-Mu‟jam al-Mufahrâs li al-Fâẓal-Hadîts. (Leiden: Maktabah
Bril,
1936).
12

pengumpulan terhadap data-data tersebut adalah dengan menggunakan metode

dokumentasi.

Dalam melakukan pengumpulan terhadap data-data yang dibutuhkan, terlebih

dahulu mengidentifikasi sumber data yang dapat dijadikan sebagai objek tela‟ah

dalam penelitian, kemudian dilanjutkan dengan upaya pengumpulan data-data dari

berbagai sumber yang telah ditentukan baik sumber primer maupun sumber

sekunder dengan cara menghimpun hadis-hadis yang sesuai dengan tema sentral

yang sedang diteliti melalui kamus hadis al-Mu‟jam al-Mufahras. Selain

penelusuran terhadap kamus tersebut, digunakan juga program al-Maktabah al-

Syâmilah.

5. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah melakukan

pengolahan atas data-data tersebut. Dalam proses penelitian ini, penulis

20 21
menggunakan metode deskriptif analitik. Metode deskriptif penulis gunakan

untuk memaparkan data dan memberikan penjelasan secara mendalam mengenai

sebuah data dan juga untuk menyelidiki dengan menuturkan, menganalisa data-

22
data kemudian menjelaskannya. Dalam hal ini penulis mengambil penjelasan

dari para ulama melalui kitab-kitab syarah, serta mengungkapkan beberapa

pandangan fuqaha dan juga pendapat mufasir. Sedangkan metode analitik yang

20 Metode deskriptif adalah menguraikan secara teratur seluruh konsep yang akan
dikaji. Lihat Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair. Metode Penulisan Filsafat. (Yogyakarta:
Kanisius, 1994), h.65.
21 Metode analitik adalah metode yang digunakan untuk pemeriksaan secara
konseptual atas data-data yang ada, kemudian diklasifikasikan sesuai permasalahan, dengan
maksud untuk memperoleh kejelasan atas data yang sebenarnya. Lois O Katsoff. Pengantar
Filsafat. Penerjemah Suyono Sumargono. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992) h. 18.
22 Bakker dan Zubair, Metode Penelitian Filsafat, h. 70.
13

dimaksud adalah menjelaskan hadis-hadis tentang pembacaan basmalah dalam

salat.

23
Selain itu, penulis juga menggunakan metode deduktif (deduksi) dan

induksi. Metode deduktif digunakan untuk menguraikan data dari suatu pendapat

yang bersifat umum kemudian diuraikan menjadi hal-hal yang bersifat khusus.

Sedangkan metode induksi merupakan alur pembahasan yang berangkat dari

realita-realita yang bersifat khusus atau peristiwa konkrit, kemudian ditarik secara

general sehingga bersifat umum.

Setelah mengelola data-data tersebut, maka diharapkan penelitian ini dapat

terlaksana secara rasional, sistematis dan terarah. Sementara, terkait dengan teknik

penulisan, skripsi ini merujuk pada pedoman penulisan skripsi UIN Syarif

24
Hidayatullah Jakarta tahun 2012-2013.

F. Sistematika Penulisan

Mengacu pada penelitian di atas, maka pembahasan dalam penelitian ini

akan disistematisasikan sebagai berikut:

Pembahasan diawali dengan pendahuluan yang menguraikan argumentasi

seputar signifikasi studi ini, bagian ini merupakan bab pertama yang berisi latar

belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tinjauan pustaka, tujuan

dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

23 Deduktif atau deduksi merupakan alur pembahasan yang berangkat dari realitas yang
bersifat umum kepada sebuah pemaknaan yang bersifat khusus. Sutrisno Hadi. Metode Research
1. (Yogyakarta: Andi Offset, 1987), h. 42.
24 Tim AAK UIN Jakarta. Pedoman Akademik: Program Strata 1 2012-2013. (Jakarta:
Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan UIN Jakarta, 2012).
1
4

Selanjutnya, bab kedua diisi dengan pembahasan mengenai tinjauan umum

tentang basmalah yaitu meliputi makna basmalah, keutamaan basmalah,

penafsiran ulama tafsir terhadap basmalah.

Pada bab ketiga penulis akan menguraikan hadis-hadis tentang pembacaan

basmalah dalam salat, pada bab ini diisi dengan teks dan terjemahan, asbâb al-

wurûd hadis, syarah dan komentar ulama hadis, pandangan fuqaha terhadap

basmalah dan pendapat mufasir tentang maslah pembacaan basmalah dalam salat.

Akhirnya studi skripsi ini akan ditutup dengan kesimpulan dan saran-saran

yang mengisi bab keempat.


BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG BASMALAH

A. Makna Basmalah

Kata basmalah(‫ ( ةلمسبال‬adalah maṣdar dari kata basmala(‫ )لمسب‬yang

1
artinya mengucapkan bismillâh atau membaca basmalah. Dalam penggunaan
kebahasaan terdengar pemakaian kata basmalah tersebut seperti basmala ar-
‫ه‬
ْ ‫حهزْالللَّ ِم‬
rajulu (‫)لجزال لمسب‬artinya orang itu mengucapkan atau menulis‫سِب‬ ِْ ‫ِـ‬ َ‫ِنم‬

‫حهزال‬
ِ ِ‫مي‬. Selain disebutbasmalahjuga disebuttasmiyah(‫)ةيمست‬.Kalimat itu disebut

tasmiyah karena orang yang mengucapkannya menyebut nama Allâh dengan sifat-
2
sifat-Nya yang mulia.

Imam al-Qurthubi berkata: basmalah adalah sumpah Tuhan kita yang Dia

turunkan di awal setiap surat. Dia bersumpah kepada hamba-hamba-Nya: „Wahai

hamba-hamba-Ku, sesungguhnya lafazh yang Aku letakan untuk kalian di surat

ini adalah suatu kebenaran, dan Aku akan memenuhi semua yang Aku jamin

dalam surat ini, yaitu janji, kelembutan-Ku dan kebaikan-Ku. Selanjutnya beliau

menambahkan, bahwa basmalah adalah sesuatu yang Allâh turunkan di dalam

1 Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir; Kamus arab-Indonesia (Surabaya:


Pustaka Progressif, 1997) cet. Ke-2, h. 85; lihat juga di Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor,
KamusKontemporer Arab-Indonesia (Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren
KrapyakYogyakarta, 1996) h. 327; dan lihat juga di Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia
(Jakarta: PT. Mahmud Yunus wa Dzurriyyah, 2010) h. 65
2 H. Ahmad Annuri, Panduan Tahsin Tilawah Al-Qur‟an & Ilmu Tajwid (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2010) cet. Ke-1, h. 36

15
16

kitab kita, dan diberikan kepada umat ini, khususnya setelah diberikan kepada
3
Sulaiman.

Di dalam kalimat basmalah terdapat beberapa kata kunci, yaitu:

1. Allâh merupakan lambang untuk Rabb, yakni nama untuk Rabb


4
YangMahasuci lagi Mahatinggi.

2. Ar-Rahmân yaitu nama atau sifat dari Allâh yang diambil dari kataar-

Rahmah, yang berarti Maha Pengasih. Yang mempunyai kasih sayang

5
yangmencakup dan meliputi untuk semua makhluk yang ada di dunia ini.

3. Ar-Rahîm yaitu nama Allâh yang diambil dari kataar-Rahmahyang

berartiMaha Penyayang, hanyalah diperuntukkan kepada orang-orang yang

beriman

di akhirat kelak. Artinya bahwa Allâh mempunyai sifat kasih sayang bagi

orang-orang yang beriman kelak di hari kiamat.

Basmalah merupakan pembuka kitab Ilâhi. Basmalah bukan hanyaterdapat


6
dalam permulaan al-Qur‟an, namun dalam seluruh kitab samawi.

Basmalah adalah kunci pembuka perbuatan dan pekerjaan seluruh nabi.

Ketikaperahu Nabi Nuh as. berhadapan dengan gelombang angin topan, beliau

berkata kepada para pengikutnya, sebagaimana yang diceritakan dalam al-Qur‟an:

 

3
Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar bin Farh al-Ansari al-Khazraji al-
Andalusi al-Qurthubi, Al-Jâmi‟ li Ahkâmil Qur‟ân (Mesir: Dâr al-Kutub al-Misriyah, tth) jilid
1, h. 237
4
Isma‟il bin „Amr al-Qurasyi bin Kasir al-Basri ad-Dimasyqi „Imâduddîn Abul
Fidâ‟ al-Hâfiz al-Muhaddis asy-Syafi‟i (Ibn Katsîr), Tafsîrul Qur‟ânil „Azîm (Kairo:
Matba‟ah al-Istiqâmah, 1958) jilid 1, h. 57
5 H. Darwis Abu Ubaidah, Tafsir Al-Asas; tafsir lengkap dan menyentuh ayat-
ayatseputar Islam, Iman dan Ihsan (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012) cet. Ke-1, h. 38
6 Muhammad Al-Caff, Tafsir Populer al-Fāti ah, h. 90
17

“Dan Nuh berkata: "Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama
Allâh di waktu berlayar dan berlabuhnya." Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Huud[11] : 41).
Ali bin Abi Thalib berkata, “Basmalahadalah penyebab datangnya

keberkahan dan meninggalkannya menyebabkan kekacauan dalam segala urusan.”

Ali juga berkata, “Sesungguhnya seorang hamba jika ingin membaca

ataumengerjakan suatu pekerjaan, lalu ia membaca lafadz Bismillâhirrahmânirrahîm,

maka ia akan diberkati dalam perbuatan tersebut.”

Basmalah merupakan ikrar dari seorang hamba dalam penyerahan dirinyabulat-

bulat kepada Allâh SWT. dalam segala aktivitasnya. Seorang ulama berpendapat bahwa

basmalah itu adalah wujud dari keingin-dekatannya seorang hamba dengan Penciptanya

dengan pengharapan apa yang dikerjakannya ini akan selalu dilindungi oleh Allâh,

sehingga dia tidak hanya menterjemahkan basmalahsecara harfiah: “Dengan

menyebut nama Allâh...” tetapi diartikannya sebagai: “Aku bersamaMu ya

Allâh... dalam melakukan segala aktivitas kehidupanku

ini...”.

Adapun makna basmalah pada setiap pembukaan surat al-Qur‟an menjadi

syiar kaum muslimin dalam mengekspresikan daya kekuatan untuk melakukan

semua kegiatan. Contoh, “Saya memulai suatu pekerjaan dengan menyebut nama

Allâh Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, (Bismillâhirrahmânirrahîm).”

Suatu pekerjaan yang dimulai dengan nama Allâh, memiliki arti bahwa semata-
7
mata karena perintah Allâh dan hanya untuk Allâh.

7
Ahmad Mus afa al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî (Mesir: Mus afa al-Bâbî al-Halabî, 1974)
jilid 1, h. 13
1
8

Dengan mengucapkan basmalah pada setiap pekerjaan menunjukkan sikap

untuk mengingatkan akan kebesaran Allâh, dan menyadari keagungan akan Allâh

di permulaan suatu pekerjaan yang akan mempunyai pengaruh.

Sedangkan pendapat yang dikemukakan oleh Syaikh Muhammad Abduh

sebagaimana yang dikutip oleh Hasbi ash-Shidiqi yaitu, “Sesungguhnya

pengucapan basmalah adalah manifestasi pembaca dalam usaha melepaskan diri

dari perbuatan buruk yang dilakukan oleh dirinya pula sebagai pernyataan

bahwasanya perbuatan itu dialamatkan kepada Allâh dan atas perintah-Nya

8
dengan takdir-Nya”.

Quraish Shihab menambahkan makna basmalah yaitu, bahwa Allâh

memulai al-Qur‟an dengan basmalah dan memerintahkan Nabi-Nya sejak dini

pada wahyu pertama agar melakukan pembacaan dan semua aktivitas dengan

nama Allâh, iqra‟ bismi Rabbika, maka tidak keliru jika basmalah merupakan

pesan pertama Allâh kepada manusia agar memulai setiap aktivitasnya dengan

9
nama Allâh.

Begitu juga dengan pendapat Sayyid Qutub dalam tafsirnya bahwa

memulai dengan nama Allâh adalah adab dan bimbingan pertama yang

diwahyukan Allâh kepada Nabi-Nya, Iqra‟ bismi Rabbika. Permulaan itu

sesuai dengan kaidah utama ajaran Islam yang menyatakan bahwa Allâh adalah

al-Awwâl wa al-Âkhîr wa az-Zâhir wa al-Bâtin. Dia Yang Maha Suci itu

yangmerupakan wujud yang haq, yang dari-Nya semua wujud memperoleh

wujudnya, dan dari-Nya bermula semua yang memiliki permulaan. Karena itu

dengan nama-
8
Hasbi ash-Shidiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir al-Qur‟an (Jakarta: Bulan
Bintang, 1994) h. 25
9
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 1, h. 11
19

Nya segala sesuatu harus dimulai dengan nama-Nya terlaksana setiap gerak dan
10
arah.

Allamah Kamal Faqih Imani dalam tafsirnya menambahkan bahwa

membaca basmalah setiap memulai suatu pekerjaan semestinya tidak hanya

dilakukan dengan lisan belaka, tapi mesti dilakukan dengan benar dan bermakna

11
agar berhasil dan diberkati.

Karena itu, ketika hendak memulai setiap pekerjaan, kita dianjurkan untuk

membaca basmalah: saat makan, minum, tidur, mengendarai kendaraan, dan

pekerjaan-pekerjaan yang lain. Bahkan, binatang yang disembelih tidak dengan

nama Allâh , dagingnya menjadi haram untuk dimakan. Dalam hadis disebutkan ,

“Hendaklah anda tidak tidak melupakan basmalahmeskipun hanya sekadar


12
menulis satu bait puisi.”

B. Keutamaan Basmalah

Setelah membicarakan segala sesuatu tentang basmalah, maka mengertilah

kita bagaimana pentingnya menyebut Bismillâhirrahmânirrahîm pada permulaan

tiap-tiap pekerjaan yang kita kerjakan. Karena di dalam kalimat basmalah itu

terdapat tiga nama yang terbesar dari nama-nama Allâh yang banyak dan

termasuk dalam Asmaul Husna yaitu Allâh, ar-Rahmân , ar-Rahîm. Sebab itu

10
Sayyid Quthb, Tafsîr FîZilâl al-Qur‟ân (Kairo: Dâr al-Ihya al-Tijari al-„Arabiyah,
1386) jilid 1, h. 30
11
Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur‟an; sebuah tafsir Sederhana menuju
Cahaya al-Qur‟an(Jakarta: al-Huda, 2003) vol 1, h. 25
12
Muhammad Al-Caff, Tafsir Populer al-Fâtihah, h. 92
20

maka kalimat basmalah ini dinamakan oleh Rasulullah SAW. sendiri dengan

nama Asmaul-A‟zam, yaitu nama teragung dari Allâh

13
SWT. Selain itu, basmalah juga mempunyai keutamaan-keutamaan

yangberlandaskan beberapa hadis. Keutamaan-keutamaan tersebut yaitu sebagai


berikut:

1. Pembukaan al-Qur‟an .

14
Basmalah adalah kalimat yang sangat indah yang berada di awal-awal al-

Qur‟anul Karim dibuka.


15
2. Penghalang antara pandangan jin dan aurat manusia.
ِ
‫س ِم اللَّو‬ ِ
َ ‫يف أَنْ يَقُو‬
ْ ‫ل ب‬ َ
ِ ْ
‫ل ال َكن‬
َ ‫خ‬ َ ِ‫عوْ َراتِ َبِن آدَ َم‬
َ َ‫إذا د‬ َ َ‫ْي ْالنِّ و‬
ِ
َ ‫م َب‬
َّ
َ ‫سل‬ َ ‫صلى اللوُ عَ لَيْو‬
َ ‫و‬
ِ َّ َّ
َ
ِ َّ
‫سو ُل اللو‬ َ ‫ي َف َة عَنْ عَ لِيٍّ َقا َل َقا‬
ُ َ‫ل ر‬ ْ ‫ح‬
َ ‫ج‬
ُ

“… Dari Ali ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda: Penghalang antara jin dan
auratanak Adam adalah mengucapkan bismillâhketika ingin masuk ke kamar
mandi.”(HR. Ibnu Mâjah)

3. Rasulullah SAW. mengawali surat yang beliau kirim ke raja-raja,

untukmengajak mereka masuk Islam, dengan lafadz basmalah.Seperti surat yang

beliau kirim ke raja Heraklius.4.

Basmalah merupakan isi surat yang dikirim oleh Nabi Sulaiman AS. kepada

Ratu Saba‟ yang ketika itu masih menyembah matahari. Allah SWT.

berfirman, menceritakan kisah mereka :

13
Saiful Anwar Al-Batawy,Rahasia Kedahsyatan Basmalah(Jakarta: Kunci Iman, 2012)
cet. Ke-1, h.
1714 H. Darwis Abu Ubaidah,Tafsir Al- Asas, hal. 25
15 16
H. Darwis Abu Ubaidah,Tafsir Al- Asas, hal. 30
Imam Ibnu Mâjah,Sunan Ibnu Mâjah, juz 1, hadis no. 293, h. 351
21

 


 


“Berkata ia (Balqis): "Hai pembesar-pembesar, Sesungguhnya telah


dijatuhkankepadaku sebuah surat yang mulia. Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman
danSesungguhnya (isi) nya: "Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah
lagiMaha Penyayang. Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku
dandatanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri". (QS. An-Naml
[27]:
29-31)

5. Bacaan basmalah menjadi pemula untuk berbagai bentuk ibadah,

sepertiwudhu, mandi dan tayamum menurut pendapat sebagian ulama. Dari Abu

Hurairah, Rasulullah SAW. bersabda:


َّ َّ ِ َّ
ُ ‫ُو‬5‫ي َر َة َقا َل َقا َل رَس‬
ُ‫َلى اللو‬5‫ل اللو ص‬
َ ْ ِ‫ن أَبِيو‬
ْ َ‫عَن أِب ىُر‬ َ َ‫ ْب ِن سَلَم‬5َ‫ن ُموسَى عَ نْ َيعْ قُوب‬
ْ َ‫ة ع‬ َّ ‫ح َّد َث َنا ُ َم‬
ُ ْ‫م ُد ب‬
ٍ ِ
َ ‫سعيد‬َ ‫ن‬
ُ
ُ ْ‫ح َّد َث َنا قُتَ يْ َبة ب‬
َ

17ِ
‫علَيْو‬ َ ‫اس َم اللَّوِ تَ عَا‬
َ ‫ل‬ ْ ُ ‫ل َي ْذ‬
ْ‫كر‬ َْ ‫ن‬
ِ
َ ‫ن َل وُضُوءَ لَ ُو َو‬
ْ َ‫ل وُضُوءَ لم‬
ِ َ
ْ َ‫ة لم‬ ‫سلَّ َم َل صََّل‬ َ ‫عَ لَيْو‬
َ ‫و‬
ِ

“… Dari Abu Hurairah ra. ia berkata, Nabi SAW. bersabda: Tidak sah salat
orangyang tidak berwudhu dan tidak sah wudhu orang yang tidak menyebut nama
Allah
(membaca basmalah).” (HR. Abû Dâwud)

Hadis ini berbicara tentang wudhu, namun ulama mengqiyaskannya untuk

mandi dan tayamum, karena semuanya adalah kegiatan bersuci.

6. Basmalah sebagai perlindungan dari setan ketika makan.

Orang yang makan atau minum dengan didahului membaca

basmalahsebelumnya maka setan tidak mampu untuk turut memakannya.

RasulullahSAW. bersabda:

17
Abû Dâwud Sulaymân bin al-Asy„ats al-Sijistânî,Sunan Abû Dâwud ,(Bayrūt: Dâr al-
Fikr , tt), jilid 1 ,hadis no. 29, h. 114
22

‫ َرأَة‬5 ‫ام‬
ٍ
ْ ‫ن‬
ْ ‫ع‬
ٍ
َ ‫ب ْيد‬
َ ‫ع‬ ِ ‫عبْد اللَّو ْب‬
ُ ‫ن‬
ِ ِ
َ ‫ن‬
ْ ‫ع‬
َ ‫ل‬
ٍ ‫دَي‬
ْ ‫ن ُب‬
ِ
ُ ‫َّس‬
ْ َ‫ت َوائيَّ ع‬
ِ َّ ِ
ْ ‫عَبد اللو الد‬
ْ ‫ن أَِب‬
َ ‫اب‬
ٍ
َ ِ‫ن ى‬
ْ ‫شام َيعِْن‬ ُ ‫ح َّد َث َنا ِ ْإسَعِي‬
ْ َ‫ل ع‬
ٍ
َ ِ‫ن ى‬
َ ‫شام‬ ُ ‫ح َّد َث َنا مُ َؤ َّم‬
ُ ‫ل ْب‬ َ

‫ ْذ ُكر‬55َ‫ ُد ُكمْ فَ ْلي‬55َ‫ا َل ِ َإذا أَ َكلَ أَح‬55‫َلَّ َم َق‬5‫وِ َوس‬55ْ‫ع َلي‬


ْ َ ُ‫صلَّى اللَّو‬
َ
ِ َّ َ َ ُ‫ي اللَّو‬
ُ َ‫ا أنَّ ر‬55َ‫عنْ ه‬
‫سو َل اللو‬ ِ َ ‫عائِ َش‬
َ ‫ة ر َض‬ َ ‫ن‬
ْ ‫ع‬
ٍ ُ ُْ
َ ‫كلثوم‬ ‫مِنْ ُه ْم ُي َقا ُل َلَا أُم‬

18
‫عا َل ِف أَوَّ لِوِ فَ ْليَ ُقلْ ِبسْ ِم اللَّوِ أَوَّ لَ ُو َوآخِ َر ُه‬
َ َ‫ي أَنْ يَ ْذ ُكرَ اسْ َم اللَّوِ ت‬
َ ‫ل َفإنْ َنس‬
ِ ِ
َ ‫عا‬
َ َ‫اس َم اللَّوِ ت‬
ْ

“… Dari „Aisyahra. ia berkata, bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda:Apabila


salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut namaAllah
SWT., jika ia lupa untuk menyebut nama Allah di awal, hendaklah iamengucapkan:
“Bismillâhi awwalahu waa âkhirahu (dengan nama Allah pada awal
dan akhirnya)”.(HR. Abû Dâwud)

Dari Huzaifah Nabi SAW. bersabda:


ِ19ِ
َ ‫م اللَّو‬
‫علَيْو‬ ِ
ُ ‫اس‬
ْ َ ‫ام الَّذِي َلْ ُي ْذ‬
ْ‫كر‬
َّ
َ َ‫س َتحل الطع‬
ِ َ ْ‫إنَّ ال َّشي‬
ْ َ‫طانَ لَي‬

Sesungguhnya setan dibolehkan makan makanan yang tidak dibacakan namaAllah


ketika hendak dimakan.” (HR. Abuû Dâwud)

7. Penjagaan dari gangguan setan ketika berhubungan badan.

Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Nabi SAW. bersabda:


20
‫ا أَ َب ًدا‬555َ‫ي نَ هُم‬ ِ ْ ‫جِّنبْ ال َّشيْ َطانَ مَا رَ َز‬
ْ ‫ق تَ َنا َفإ َّنوُإنْ يُ َقدَّرْ َب‬
ِ َ ‫ت أَ ْىلَوُ فَ َقا َل جَِّنبْ َنا ال َّش ْي‬
َ َ‫طانَ و‬
ِْ َ َ َ ِْ‫أَحَدَ ُكم‬
َ ‫إذا أرَادَ أنْ يَأ‬

َ‫َو َل ٌد ِف َذلِك‬

“… Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda: Sekiranya


salahseorang di antara kalian ingin mendatangi isterinya, maka panjatkanlah
doa:“Dengan nama Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan
yangengkau anugerahkan kepada kami” , jika ditakdirkan memperoleh anak
darikeduanya, maka setan tidak akan membahayakannya selama-lamanya.” (HR.
Al-
Bukhârî)

18 19
Abû Dâwud,Sunan Abû Dâwud, jilid 10, hadis no. 3275, h. 219 Abû
Dâwud,Sunan Abû Dâwud, jilid 10, hadis no. 3274, h. 218
20
Mu ammad bin „Ismā„īl Abū „Abdillāh al-Bukhārī al-Ju„fī,Sahîh al-Bukhârî,(Bayrūt:
Dār al-Fikr, 1994) jilid 22 , hadis no. 6847, h. 398
23

8. Penghalang setan untuk membuka tempat barang berharga.

Beberapa harta berharga yang kita simpan di malam hari, juga akanmenjadi

incaran setan. Dia berusaha mengganggu kita dengan mengotorimakanan atau

mengambil barang berharga itu. Untuk mengatasi hal ini,Rasulullah SAW.

mengajarkan umatnya agar ketika menutup semua makanan

dengan membaca basmalah.


‫لَّى‬5‫ص‬
َ
ِ َّ
‫سولِ اللو‬
ُ ‫ر‬
َ ‫ن‬
ْ ‫ع‬
َ ‫ر‬
ِ
ٍ ‫اب‬55َ‫عَن ج‬
ْ
ِ
ْ‫ث عَ نْ أَِب الزبَري‬
ُ ‫ن ُرمْح أَ ْخبَ َر َنا اللَّ ْي‬
ٍ
ٌ ْ‫ح َّد َث َنا َلي‬
َّ ‫ث ح و حَ َّد َث َنا ُ َم‬
ُ ْ‫م ُد ب‬
ٍ ِ
َ ‫سعيد‬َ ‫ن‬ ُ ‫ح َّد َث َنا قُتَ يْ َب‬
ُ ْ‫ة ب‬ َ

‫ا‬55ً‫ِ َقاءً َو َل يَ ْف َتحُ َباب‬5‫ل س‬55ُ‫إنَّ ال َّشيْ َطانَ َل َي‬55ِ‫ابَ َوأَ ْطفِ ُئوا السِّرَ اجَ َف‬55َ‫سلَّ َم أَ َّنوُ َقا َل غَ ط وا ْالِ َناءَ َوأَوْ ُكوا ال ِّس َقاءَ َوأَ ْغلِقُوا ْالب‬ َ ُ‫اللَّو‬
َ ‫ع َليْو‬
َ ‫و‬
ِ

21
‫ودا وَ َي ْذ ُكرَ اسْ َم اللَّوِ فَ ْليَ ْفعَ ْل‬ُ ‫ع َلى إ َنائو‬
ً ‫ع‬
ِ ِ ِ
َ ‫ض‬
َ ‫وَ َل يَ ْكشِفُ ِإ َناءً َفِإنْ َ ْل َيِ ْد أَحَ ُد ُكمِْإ َّل أَنْ يَعْ ُر‬

“… Dari Jabir ra., sesungguhnya Rasulullah SAW. telah bersabda: Tutuplahbejana,


ikatlah geribah (tempat menyimpan air yang terbuat dari kulit), tutuplahpintu,
matikanlah lentera (lampu api), karena sesungguhnya setan tidak mampumembuka
geribah yang terikat, tidak dapat membuka pintu, dan tidak juga dapatmenyingkap
bejana yang tertutup. Bila engkau tidak mendapatkan tutup kecualihanya dengan
melintangkan di atas bejananya sebatang ranting, dan menyebut nama
Allah, hendaknya dia lakukan.” (HR. Muslim)

9. Menghalangi setan menginap di dalam rumah

idajnem Bacaan basmalah diucapkan ketika masuk rumah, bisa

penghalang bagi setan untuk ikut memasukinya atau menginap di dalamnya.


ُ‫ُل َب ْي َتو‬ َ ‫ب َرِن أَ ُبو َي ُقو ُل ِ َإذا‬
ُ ‫دَخ َلالرَّ ج‬ َ ‫خ‬
َ ْ‫ج َري‬
ْ ‫ج أ‬
ٍ ُ ‫ن ْاب ِن‬
ْ ‫ع‬
َ ‫عاصِ ٍم‬ َ ْ ‫ك َي‬
َ ‫عِن أبَا‬ ُ ‫ُث ّنَّ ْال َع َنزِي الضَّحَّ ا‬
َ ‫ َّد َث َنا ُ َم َّم ُد ْبنُ ْالم‬555555555555‫ح‬
َ

ُ‫سلَّ َم ال َّشيْ َطان‬


َ ‫و‬
ِ
َ ُ‫صلَّى اللَّو‬
َ ‫ع َليْو‬ َ َّ ‫ال َّن‬
‫ِب‬
‫ل فَ َلمْ َي ْذ ُكر‬
ْ َ ‫دَخ‬
َ ‫عَ َشاءَ َوِ َإذا‬ ِ
‫د‬55ْ‫عب‬
َ ‫ن‬
ِ ْ‫ ِاب ِر ب‬55َ‫ن ج‬
ْ َ‫ريِ ع‬
ْ 55َ‫ َّد َث َنا الزب‬55َ‫ح‬

ِ 555ِ
َ َّ‫ر الل‬
َ ‫و ع ْن‬
ِ
َ ‫ْسِ َع َف َذ‬ َ ِ
ُ ‫اللَّو أ َّن‬
‫خول و َل مَبِيتَ َل ُكمْ َو َل‬ ُ ‫د‬
ُ ‫د‬ َ ‫ك‬ َ ‫و‬

‫َوعِ ْندَ َطعَامِوِ َقا َل‬

21
Muslim bin al- Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisabur,Sahîh Muslim, (Bayrût:
Dâr al-Fikr, tth ( hadis no. 3755, jilid 10, h. 285
24

َ‫عْالو‬
22
َ ‫ءا‬
َ ‫ش‬
ِ ِ
َ‫طيشالَّالَقولوخُ ُددَ ْنعَوَّ لال‬
َُ
ْ 5َ‫ْدأنُا‬5ََْ َ‫ُتكر‬
ْ ْ‫بمْالم‬ ِ
َ ‫تي‬ َ ‫إو‬
ِ ْ
َ ‫عَطدَ ْنعَوَّ لالرْ ُكذَ ْياَل َذ‬
ِ ِ ِ
َ ‫ْدأالَقوما‬5ََْ َ‫ُتكر‬
ْ ‫ْالم‬
ْ ‫بم‬
ِ
َ ‫تي‬َ

“… Dari Jabir bin Abdillah, sesungguhnya aku telah mendengar Nabi


SAW. bersabda: Jika seseorang masuk rumahnya dan dia mengingat nama Allah ketika masuk
dan ketika makan, maka setan akan berteriak: „Tidak ada tempat menginap bagi
kalian dan tidak ada makan malam.‟ Namun jika dia tidak mengingat Allah
ketika masuk maka setan mengatakan, „Kalian mendapatkan tempat menginap‟
dan jika dia tidak mengingat nama Allah ketika makan maka setan mengundang temannya,
„Kalian mendapat jatah menginap dan makan malam‟.” (HR. Muslim)

23
10. Menjadi syarat halalnya hewan sembelihan

Di antara keberkahan basmalah, orang yang menyembelih binatang

dengan membaca basmalah, hewan sembelihannya bisa menjadi halal.

Sebaliknya, orang yang menyembelih binatang tanpa mengucapkan

basmalah, baik disengaja maupun lupa, sembelihannya batal, dan hewan

itutidak boleh dimakan.

Allah SWT. berfirman:

 

 

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama


Allahketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu
kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka
membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah
menjadi orang-orang yang musyrik..” (QS. Al-An‟âm[6]: 121)

22 Imam Muslim, SahîhMuslim, jilid 10, hadis no. 3762, h. 293


23 H. Darwis Abu Ubaidah, Tafsir Al-Asas, hal. 26
25

C. Penafsiran Ulama Tafsir terhadapBasmalah

Bismillâhirrahmânirrahîm adalah kalimat yang pertama-tama tertulisnama

Allâh yang teragung lalu kemudian diikuti oleh Rahmân dan diakhiri Rahîm

adalah bahwa yang pemula dari segalanya adalah sang pencipta (khâliq), lalu

muncul kekuatan dan sifat-sifatnya yang memanifestasikan makna karunia dan

24
ampunan.

Kalimat basmalah terdiri atas 19 huruf dalam lima komponen. Satu

bearasal dari kata bantu (huruf) yaitu huruf al-jâr(‫ )ب‬yang terletak di permulaan

basmalah, dan empat lainnya berasal dari kata benda yaitu: ‫نمحزال‬,‫ال َّل‬,‫مسا‬, dan

25
.‫ميحزال‬

1. Penafsiran Huruf al-Jâr(‫)ب‬

Ba‟ atau yang dibacabiyang diterjemahkan dengan kata “dengan”

mengandung satu kata/kalimat yang tidak terucapkan tetapi harus terlintas di

dalam benak ketika mengucapkan basmalah,yaitu kata “memulai”. Sehingga

bismillâh berarti “Saya atau kami memulai apa yang kami kerjakan ini–dalam

konteks surat ini adalah membaca ayat-ayat al-Qur‟an – dengan nama Allâh”.

Dengan demikian, kalimat tersebut menjadi semacam do‟a atau pernyataan dari

pengucap bahwa ia memulai pekerjaannya atas nama Allâh. Atau dapat juga diartikan

sebagai perintah dari Allâh (walaupun kalimat tersebut tidak berbentuk perintah)

yang menyatakan, “Mulailah pekerjaanmu dengan nama Allâh”. Kedua

24
Mansur bin Mashadi, khasiat dan Mu‟jizat suratal-Fâtihah (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 1995), cet. Ke-3, h. 58
25
H. Nashruddin Baidan, Tafsir Kontemporer Surat al-Fâtihah (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2012), cet. Ke-1, h. 16
2
6

pendapat yang menyisipkan dalam benak kata “memulai” pada basmalahini

memiliki semangat yang sama, yakni menjadikan (nama) Allâh sebagai pangkalan

26
tempat bertolak.

Ada juga yang mengaitkan kata bi/dengan, dengan memunculkan dalam

benaknya “kekuasaan”. Pengucap basmalah, seakan-akan berkata, “Dengan

kekuasaan Allâh dan pertolongan-Nya, pekerjaan yang sedang saya lakukan ini

dapat terlaksana”. Pengucapnya ketika itu (seharusnya) sadar bahwa tanpa

kekuasaan Allâh dan pertolongan-Nya, apa yang sedang dikerjakannya itu tidak

akan berhasil. Dengan demikian ia menyadari kelemahan dan keterbatasan

dirinya, tetapi dalam saat yang sama pula (setelah menghayati arti basmalah ini)

ia memiliki kekuatan dan rasa percaya diri, karena ketika itu dia telah

menyandarkan dirinya kepada Allâh dan memohon bantuan Yang Maha Kuasa

27
itu.

Imam asy-Syaukani berkata, bahwa huruf ‫( ب‬Ba‟) yang bergantung

kepada ba‟ dalam lafazh bismillâh adalah sesuatu yang mahdzuf (dibuang atau

tidak ditampakkan), yaitu: Aqra‟ atauatlu (aku membaca), karena inilah yang

sesuai dengan konteks basmalah sebagai permulaannya. Maka, orang yang

memperkirakan bahwa yang mahdzuf itu didahulukan –sebelum lafazh bismillâh,

maka maksudnya adalah untuk menunjukkan didahulukannya yang mahdzuf itu

daripada perhatian terhadap perihal perbuatan, sedangkan orang yang

memperkirakan bahwa mahdzuf itu dikemudiankan, maka maksudnya adalah

untuk menunjukkan dikemudiankannya yang mahdzuf itu secara khusus, dengan


26 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 1, h. 12
27 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 1, h. 12
27

tetap mencapai apa yang dikandungnya, yaitu mengutamakan nama, dan

mengisyaratkan bahwa mengawali aktifitas dengannya adalah lebih penting, karena

tabarruk (mencari berkah) bisa dicapai dengannya. Dengan demikian tampaklah

keunggulan pendapat yang memperkirakan dikemudiankan fi‟lmahdzuf pada posisi

ini, dan yang demikian ini tidak kontradiktif dengan firman Allâh

Ta‟ala: ‫(قلخ يذال كبر مساب أزقا‬Bacalah dengan [menyebut] nama Rabbmu Yang

menciptakan). (QS. Al-„Alaq [96]: 1), karena posisi itu adalah posisi membaca,

28
maka perintah pelaksanaannya lebih penting.

2. Penafsiran Lafal “‫”مسا‬

Basmalah diawali dengan‫( مسب‬bismi) ungkapan ini terdiri dari dua kosa

kata, yaitu kata benda ‫„مسالا‬nama‟ yang didahului partikel ‫( ب‬huruf ba‟) kata

benda ‫ مسالا‬adalah lafal yang menunjukkan zat atau makna. Ulama bahasa

berbeda pendapat tentang asal kata ‫ مسا‬dalam dua pendapat golongan Basrah,

memandang bahwa kata itu berasal dari kata‫( ىمسال‬as-sumuw) yang bermakna

kemuliaan dan ketinggian ‫ ةعقــزالو ىلعال‬oleh karena itu ada yang berpendapat

bahwa nama seseorang mengangkat derajatnya sehingga ia dapat mengatasi orang

lain. Sedangkan golongan Kufah berpendapat bahwa kata ‫ مسالا‬berasal dari kata

‫ همسال‬yang bermakna ‫„ ةمالعال‬tanda‟.dikatakan demikian karena nama sesuatu

29
menjadi tanda yang dimuat atau diberikan untuknya.

28
Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Syaukani, Tafsîr Fatẖal-Qadîr (Mesir: Dâr al-
Hadîts, 1413 H/1993 M) juz 1, h. 67
29
Abd. Muin Salim, jalan Lurus menuju Hati Sejahtera; Tafsir surat al-Fâtihah (Jakarta:
Pustaka Hidayah, 1999), cet. Ke-1, h. 19
2
8

Lafal "‫( "مسب‬dengan menyebut nama),Imam ath-Thabariberkata:

“Sesungguhnya Allâh telah mengajarkan kepada Nabi-Nya SAW. agar

mendahulukan nama-Nya yang mulia atas sekalian perbuatan-Nya, dan

menjadikan apa yang telah diajarkan kepada Nabi-Nya tersebut sebagai sunnah

yang patut diikuti oleh semua makhluk-Nya dalam memulai setiap pembicaraan,

penulisan surat, buku dan aktifitas mereka; sehingga makna yang zhahir dari

indikasi ‫ ال َّل مسب‬mencukupi makna yang tersembunyi dari maksud pengucapnya.

Hal itu karena huruf ba‟ pada kata ‫ ال َّل مسب‬menghendaki adanya suatu pekerjaan,

dan tidak ada pekerjaan yang tampak padanya, sehingga sekedar mendengar kata

‫ الــــ َّل مسب‬diucapkan, maka orang yang mendengarnya telah memahami


maksudpengucapnya. Hal ini seperti orang yang ditanya, “Apakah yang kau makan

hari ini?” Ia menjawab, “Makanan.” Tanpa harus menjawab, “Aku makan

30
makanan.”

Dengan demikian jika ada seseorang yang mengucapkan lafazh ‫ال َّل مسب‬

‫ ميحــزال نمحــزال‬kemudian ia memulai sebuah surat, maka artinya secara logis:


“Akumembaca dengan menyebut nama Allâh Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang.” Demikian juga jika ada orang yang mengucapkan lafazh ‫ال َّل مسب‬

ketika hendak berdiri atau duduk atau apa saja, maka maksudnya, “Aku hendak

berdiri dengan menyebut nama Allâh, aku hendak duduk dengan menyebut nama

31
Allâh.

30 Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Khalid bin Kasir Abu Ja‟far Ath-Thabari,
Jâmi‟ulBayân fî Tafsîril Qur‟ân, (Bayrut: Dâr al-Kutbi al-Ilmiyah, 1426 H/2005 M) jilid 1, h. 201
31 Imam at-Tabari, Jâmi‟ul Bayân fî Tafsîril Qur‟ân, jilid 1, h. 201
29

Penulisan kata Bismi dalam basmalah tidak menggunakan huruf alif

berbeda dengan kata yang sama pada awal surat al-„Alaq atau Iqra‟, yang

tertulis dengan tata cara penulisan baku yakni menggunakan huruf alif persoalan

ini menjadi bahasan para pakar dan ulama. Al-Qurtubi (w. 671 H) berpendapat

sebagaimana dikutip oleh M. quraish Shihab, bahwa penulisan tanpa huruf alif

pada basmalah adalah karena pertimbangan praktis semata-mata. Kalimat ini

sering ditulis dan diucapkan, sehingga untuk mempersingkat tulisan ia ditulis

32
tanpa alif.

Az-Zarkasyi menambahkan dalam kitab al-Burhân, bahwa tata cara

penulisan al-Qur‟an mengandung rahasia-rahasia tertentu. Dalam hal

menanggalkan huruf alif pada tulisan satu kata dalam al-Qur‟an mengisyaratkan

bahwa ada sesuatu dalam rangkaian katanya yang tidak terjangkau oleh panca

indera. Rasyad Khalifah (w. 1990 M) menambahkan bahwa ditanggalkannya

huruf alif pada basmalah, adalah agar jumlah huruf-huruf ayat ini menjadi

sembilan belas huruf, tidak dua puluh. Karena angka 19 mempunyai rahasia yang

berkaitan dengan al-Qur‟an. Demikian yang dikutip oleh M. Quraish Shihab

33
dalam Tafsir al-Misbah.

Menurut penafsiran M. Quraish Shihab bahwa Ba‟ atau bi pada basmalah

tanpa huruf alif, yang diterjemahkan dengan kata dengan mengandung satu kata atau

kalimat yang tidak terucap tetapi terlintas di dalam benak ketika mengucapkan

basmalah, yaitu kata „memulai‟, sehingga bismillâh berarti “Sayaatau kami

memulai apa yang kami kerjakan ini, yaitu membaca al- Qur‟an”.
32
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 1, h. 15 33 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 1, h.
16
30

Dengan demikian kalimat tersebut menjadi semacam doa atau pernyataan dari

pengucap, bahwa ia memulai pekerjaan atas nama Allâh.

Berbeda dengan pendapat Ibn „Arabi, bahwa ketika ia menanyakannya

kepada Nabi Muhammad melalui mimpi, tentang keberadaan alif setelah ba‟,

34
Nabi Muhammad menjawab, bahwa huruf alif-nya dicuri setan.

3. Penafsiran Lafal “‫”هللا‬

Kata Allâh merupakan nama Tuhan yang paling popular. Apabila anda

berkata, “Allâh” maka apa yang anda ucapkan itu, telah mencakup semua nama-

nama-Nya yang lain. Tetapi jika hanya mengucapkan nama atau sifat-Nya saja,

maka hanya menggambarkan sifat atau nama-Nya saja. Di sisi lain, tidak satupun

dapat dinamai Allâh, baik secara hakikat maupun majaz, sedang sifat dan nama-

Nya secara umum dapat disandangkan oleh makhluk-makhluk-Nya.

Sekian banyak ulama yang berpendapat bahwa kata Allâh tidak terambil

dari satu akar kata tertentu, tetapi ia adalah nama yang menunjuk kepada Dzat

yang wajib wujudnya. Kata Allâh asalnya adalah (‫)هإل‬ilah, yang dibubuhi huruf

alif dan lam, dan dengan demikian Allâh merupakan nama khusus karena

tidakdikenal bentuk jamaknya, sedang ilah adalah nama yang bersifat umum dan

dapat

berbentuk jamak atau plural (‫)ةهأل‬alihah. Alif dan lamyang dibubuhkan pada kata

ilah berfungsi menunjukkan bahwa kata yang dibubuhi itu merupakan sesuatu

yang telah dikenal dalam benak. Sementara ulama berpendapat bahwa

kata ilah yang darinya terbentuk kata Allâh berakar dari kata (‫)ةهلإلا‬al-ilahah,

(‫ )ةهىلألا‬al-uluhah, dan (‫ )ةيهىلألا‬al-uluhiyahyang kesemuanya menurut mereka


34
Ibn „Arabi, Tafsir Qur‟anul Karim,(Dâr al-„Arabiyah, 1968) jilid 1, h. 9
31

bermakna ibadah dan penyembahan, sehingga Allâh secara harfiah bermakna


35
Yang disembah.

Rasyid Ridha menambahkan bahwa ‫ ال ـ َّل‬adalah lafal yang disebut al-

Jalalah, karena menunjukkan nama Zat yang mulia dan dimuliakan dan

yangberhak disembah manusia. Ibnu Malik berpendapat bahwa lafal Allâh adalah

36
nama yang mulia yang khusus ditujukan kepada Allâh.

Sedangkan menurut Ibn „Arabi, Allâhadalah sebuah nama yang

memilikisifat-sifat, yang termanifestasikan dari Zat Uluhiyyah yang mutlak, yang

37
tidak memiliki sifat dan tidak dapat diketahui dengan akal dan indera.

Lafal “َّ‫”الـــل‬,Imam ath-Thabariberkata: “kata‫ الـــ َّل‬menurut makna yang

diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas adalah: “Yang di Tuhan-kan oleh segala

sesuatu dan disembah oleh seluruh makhluk.” Jika ada yang mengatakan ,

“Apakah secara bahasa kata ‫ الـــ َّل‬mempunyai akar kata?” jawabannya: Secara

pendengaran tidak ada, namun secara indikasi ada. Jika ia berkata lagi, “apakah

dalil yang menunjukkan bahwa Tuhan berarti Yang berhak disembah, dan

memiliki akar kata secara bahasa?” Jawabannya: Tidak ada larangan dan

perselisihan pendapat di antara orang Arab dalam hal ini. Sebagaimana ucapan

38
Ru‟bah bin al-Ajjaj dalam syairnya:
‫ هدلماتايناغالردهلل‬# ‫ىأَل تنمنعجترساونحبس‬

“Alangkah baiknya wanita cantik yang tidak berdandan, mereka bertasbih


danberistirja‟ kepada Tuhan.”

35 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 1, h. 18


36 M. Rasyid Ridha, Tafsîr al-Manâr, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th), Juz 1, h. 19
37 Ibn „Arabi, Tafsir Qur‟anul Karim,h. 7
38 Yaitu Ru‟bah bin Abdullah al-Ajjaj bin ru‟bah at-Tamimi Abu Jahaf,
penyair tersohorberaliran rajaz, hidup dalam dua masa pemerintahan; Umawiyah dan abbasiyah.
32

Dan tidak diragukan bahwa kata ‫ هألتال‬memiliki akar kata ‫هألي هأل‬, dan

makna ‫ هأل‬jika diucapkan berarti menyembah Allâh. Ia memiliki kata sifat yang

menunjukkan bahwa orang Arab menggunakannya dengan bentuk kata ‫لعفي لعف‬

39
tanpa tambahan.

Jadi, lafazh Allâh ‫ ال َّل‬berasal dari perkataan orang Arab: ‫هلإلا‬, dimana huruf

hamzah dibuang, dan huruf lam yang asli bertemu dengan huruf lam tambahan,

lalu keduanya melebur menjadi satu dan jadilah lafazh 40.‫ال َّل‬

Imam Musthafa al-Maraghi juga mengatakan, bahwa )َّ‫ (الل‬adalah isim

„alam,khusus ditujukan kepada yang wajib disembah secara benar, dan nama initidak

boleh digunakan untuk selain Allâh. Pada masa Jahiliyyah, jika bangsa Arab ditanya

mengenai siapakah yang menciptakan bumi dan langit, mereka memberikan jawaban

“Allâh”. Dan jika mereka ditanya apakah “tuhan‟ Latadan

„Uzza dapat menciptakan suatu seperti Allâh, mereka menjawab “tidak”.

Sedangkan kata Ilah, adalah isim (nama) yang ditujukan setiap yang disembah
haq maupun batil. Kemudian, kata ini banyak digunakan untuk sesembahan yang

41
haq.

4. Penafsiran Lafal “‫ ”نمحرال‬dan “‫”ميحرال‬

Kata Allâh demikian juga ar-Rahmân pada basmalah tidak terjangkau

hakikatnya. Kedua kata itu tidak dapat digunakan kecuali untuk menunjuk Tuhan

Yang Maha Esa. Ibn „Arabi menambahkan bahwa ar-Rahmânadalah

39
Imam at-Tabari, Jâmi‟ul Bayân fî Tafsîril Qur‟ân, jilid 1, h. 207-208
40
Imam at-Tabari, Jâmi‟ul Bayân fî Tafsîril Qur‟ân, jilid 1, h. 209
41
Ahmad Mus afa al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî (Mesir: Mus afa al-Bâbî al-Halabî,
1974) jilid 1, h. 33
3
3

kesempurnaan wujud Allâh dan hanya dimiliki oleh Allâh. Sedangkan ar-Rahîm,
42
merupakan manifestasi dari rahmat Allâh yang dimiliki oleh makhluk Allâh.

Kata ar-Rahmân digambarkan bahwa Tuhan mencurahkan rahmatNya, dan

kata ar-Rahîm dinyatakan bahwa Dia memiliki sifat rahmat yang melekat pada

diri-Nya. Curahan rahmat Tuhan secara aktual dilukiskan dengan kata ar-Rahmân

sedang sifat yang dimiliki-Nya dilukiskan dengan ar-Rahîm. Gabungankedua kata

itu menyiratkan bahwa Allâh mencurahkan rahmat kepada makhluk-Nya karena

43
memang Dia merupakan Zat Yang memiliki sifat itu.

Jika Ibn Katsir berpendapat bahwa sifat ar-Rahmân dan ar-Rahîm, dua

kalimat pecahan dari Rahmatun untuk menyebut kelebihan, dan kata rahmân lebih

44
luas dari rahîm. Sebab rahîm menguatkan rahmân. Dan menurut Rasyid Ridha

kata ar-Rahmân dan ar-Rahîm yang berakar dari kata Rahmat yakni Yang

memiliki rahmat karunia yang tidak ada bandingan bagi-Nya dalam bentuk

rahmat. Sifat ar-Rahmân adalah sifat Allâh Yang Maha Pengasih di dunia, dan ar-

45
Rahîm adalah sifat Allâh Yang Maha Penyayang di akhirat.

Imam ath-Thabari mengatakan, kalau ada orang yang berkata, jika kata

“‫ ”نمحـــزال‬dan“‫ ” ميحـــزال‬adalah dua nama yang diambil dari kata ‫ةمحـــزال‬


(kasihsayang), lalu kenapa ia diulang sementara maknanya sama? Jawabannya: ia

tidak seperti yang anda duga, akan tetapi masing-masing dari keduanya memiliki

makna yang tersendiri. Adapun secara etimologi, tidak seorang pun ahli bahasa

yang

memungkiri bahwa kata ‫ نمحزال‬memiliki makna yang lebih spesifik daripada kata

42 Ibn „Arabi, Tafsir Qur‟anul Karim,h. 7


43 Ibn „Arabi, Tafsir Qur‟anul Karim,h. 7
44 Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, h. 19
45 M. Rasyid Ridha, Tafsîr al-Manâr, h. 31
34

‫ميحزال‬, meskipun keduanya berasal dari akar kata yang sama. Kemudian, dari
akarkata aslinya maknanya lebih spesifik daripada bentuk kata benda aslinya,

dimana yang disifati dengannya lebih utama daripada yang disifati dengan kata

benda aslinya jika menyangkut pujian atau celaan.

Dengan sifat ‫ نمحزال‬Allâh disebut Penyayang terhadap seluruh makhluk-

Nya, dan dengan sifat ‫ ميحــزال‬Allâh disebut Penyayang terhadap sekelompok

makhluk-Nya, baik dalam segala kondisi maupun kondisi tertentu. Jika demikian

adanya, maka kasih sayang yang khusus tersebut tidak mustahil adanya, baik di

dunia maupun di akhirat, atau pada kedua-duanya. Dan jika Allâh telah

mengkhususkan kasih sayang-Nya di dunia untuk para hamba-Nya yang beriman

dengan memberikan kemudahan kepada mereka dalam menjalankan ketaatan dan

meninggalkan kemaksiatan, sebuah anugerah yang tidak diberikan kepada orang-

orang yang ingkar, dan menyediakan bagi mereka balasan surga yang penuh

dengan kenikmatan di hari akhir kelak, maka nyatalah bahwa Allâh telah

memberikan anugerah secara khusus bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya

di dunia dan di akhirat, di samping anugerah-anugerah lain yang diturunkan secara

umum mencakup yang mukmin dan yang kafir, seperti anugerah rezeki, kesehatan

fisik dan akal, hujan, tanaman, binatang dan anugerah-anugerah lain yang yang

tidak terhitung jumlahnya. Jadi, Allâh adalah Tuhan Yang Maha Pengasih atas

sekalian makhluk-Nya di dunia dan di akhirat, dan Maha Penyayang kepada

46
hamba-Nya yang beriman secara khusus di dunia dan di akhirat.

46
Imam at-Tabari, Jâmi‟ul Bayân fî Tafsîril Qur‟ân, jilid 1, h. 212
35

Sementara ulama menjelaskan makna penggabungan kata Allâh, ar-

Rahmân dan ar-Rahîm dalam basmalah, menurutnya seorang yang

kalaubermaksud memohon pertolongan kepada Dia yang berhak disembah serta

Dia Yang Mencurahkan aneka nikmat, maka yang bersangkutan menyebut nama

teragung dari Dzat yang wajib wujudnya itu sebagai pertanda kewajaran-Nya

untuk dimintai.

Muhammad Abduh menilai bahwa penggabungan tiga kata yang menunjuk

Tuhan Yang Maha Esa itu adalah basmalah, merupakan bantahan tidak langsung

kepada orang-orang Nasrani, yang menganut paham Trinitas. Mereka memulai

doa-doa dengan menyebut Tuhan bapak, Tuhan anak dan Ruh al-Quds.

Islam datang membantah mereka bahwa Allâh Maha Esa, walaupun nama-nama-

Nya banyak, tetapi hanya nama dan sifat yang banyak bukan Dzat yang dinamai

47
dan disifati itu.
47
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 23
BAB III

HADIS-HADIS TENTANG PEMBACAAN BASMALAH DALAM SALAT

Setelah penulis telusuri mengenai perbedaan yang sangat berfariasi dikalangan

para ulama tentang pembacaan basmalah dalam salat, ada sebagianulama yang

melarang membaca basmalah ketika salat dan ada pula yangmembolehkan

membacanya. Perbedaan ini terjadi karena memang perbedaanhadis yang ada, ada

hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW. ketika salat

membaca basmalah berdasarkan hadis yang berbunyi:


‫ََِّّنبُي‬5ّ‫ان ال‬
َُ ‫َّاس َقا َُل َك‬
ُ ٍ ‫ ُِِن عَ ب‬5ُ ‫خالِ ُدٍ عَن ُم ابم‬
َ ُ‫نُ ََّْحا ُ ٍد عَنمُ أَِب‬ ُ ‫ ُِِن ِ ْإسمَعِي‬5ُ ‫ح َّد َث‬
ُ ‫لُ بم‬ َُ ‫ان َقا‬
َ ‫ل‬ ُُ ‫ح َّد َث َنا ْأَح َم ُد بم‬
َّّ5ّ ‫َُُة ال‬5َ َ‫َُُعبمد‬5َ ‫ن‬
ُُ ‫ُِِبي حَ َّد َث َنا الممُعمَتمِ ُرُ بم‬5ُ‫َض‬
َُ َ‫ن سُ َليمم‬ َ

ِ ِ َُّ5َّ ‫َِن‬
ُ‫الُرحيم‬ ْ ِ ُ‫صَل َتوُ ُ ُبِبِسممُِ اللَّو‬
ُِ 5ُ ‫الرَّ حم‬ َ ُ ُ 5‫م َيفم َتت‬
‫ح‬ ِ َّ
َ ُ ‫سل‬ َ ‫و‬
َ
ِ
ُ‫ص َّلى اللَّوُ ُ عَ لَيمو‬
َ

“... Dari Ibnu Abbas ia berkata; “Nabi SAW. membuka salatnya dengan
membaca: Bismillâhirrahmânirrahîm ( Dengan menyebut nama Allâh Yang Maha
Pengasih lagi Maha
1
Pemurah).” Dan ada juga yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW. tidak membaca

basmalah ketika salat berdasarkan hadis yang berbunyi:


ِ
َُ‫رضي‬َ ُ‫ر‬
َ َ‫عم‬ ٍُ 5ٍ َ‫سلَّ ُمَ َوأَبَا ب‬
ُ َ‫كمُر و‬ َ ‫و‬
َ
ِ
ُ‫ص َّلى اللَّوُ ُ عَ لَيمو‬
َ
َُّ5َّ ‫ََّّن‬5‫ ُِِن مَالِكٍُ أَنَُّ ال‬5ُ ‫ِس ُبم‬
‫ُِّب‬ 5ُُِ ‫َُُة عَن ُم أَ َن‬5َ َ‫شعمب َُة عَن ُم قَ َتاد‬
ُ ‫حَ َّد َث َنا حَ فمصُُ بمنُُ ُعم َ َُر َقا َُل حَ َّد َث َنا‬

} ُ‫ي‬ ِ
ُِ 5ُ ‫َ َُُة بُِ{ ْالمَم ُد لِلَّوُ ِ َر‬5 ‫صل‬
َ ‫ِب المعَالَم‬ ََّ ‫ون ال‬ ُ ‫كا ُنوا يَفم َتت‬
َُ ‫ح‬ ِ
َ ُ ُ‫اللَّو‬
َ ‫عنم هُمَا‬

“... Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi SAW., Abu Bakar dan „Umar ra., merekamemulai
salat dengan membaca Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn.”2
Ternyata, dari sinilah salah satu penyebab perbedaan pendapat tentang

pembacaan basmalah dalam salat itu

muncul.Penulis melakukan pengumpulan hadis-hadis tentang membaca

basmalahdalam salat dengan metode Takhrij Hadis melalui matan, yaitu

metodepenulusuran kata atau lafal pada salah satu kamus hadis yang penulis

gunakan,

1
Muhammad bin Isa Abu Isa al-Tirmîdzî,Sunan al-Tirmîdzî(Bayrût: Dâr al-Fikr, tth),
jilid 1, hadis no . 228, h. 414
2
Mu ammad bin „Ismā„īl Abū „Abdillāh al-Bukhārī al-Ju„fī,Sahîh al-Bukhârî,(Bayrūt:
Dār al-Fikr, 1994 ) jilid-3 , hadis 701, h. 186
36
37

yaitu “Mu‟jam al-Mufahrâs li al-Fâẓal-Hadîts”.Kata kunci yang digunakan ialah

3
. Selain itu, penulis juga melakukantakhrîjtersebut dengan menggunakan ‫ فتح‬jasa
komputer dengan program CD al-Maktabah al-Syâmilah dengan kata kunci
ِ
. ‫ِم‬5ُُِ ‫الرَّ حي‬ ِ ُ‫حمن‬ ْ ِ ُ‫ِم اللَّو‬5ُ ‫ِبسم‬
َّ‫الر‬
َ ُِ

Setelah dilakukan penulusuran, penulis menemukan hadis-hadis yangmembahas

pembacaan basmalah dalam salat sebanyak 54 hadis. Penulismembatasi

penelusuran hanya pada al-Kutub al-Sittah saja, yang berjumlah 24

hadis. Dari 24 hadis tersebut, penulis membaginya dalam 2

tema:1. Hadis tentang menyaringkan basmalah2. Hadis tentang

tidak menyaringkan basmalah

A. Hadis Tentang Menyaringkan Basmalah

Terdapat 8 hadis yang membahas tentang menyaringkan basmalah dalamsalat,

didapatkan dalam kitab sebagai berikut : Sahîh al-Bukhârî sebanyak 1 hadis,

Sahîh Muslim sebanyak 1 hadis, Sunan Abû Dâwud sebanyak3hadis, Sunan al-

ak 1 hadis, Sunan al-Nasâ‟î sebanyak 2

hadis.1. Teks

Hadis

ََُُّّ ًّ
a. Hadis yang terdapat dalam kitab Sahîh al-Bukhârî
َ‫ُُث ق‬ 5 ‫ًدا‬5ّ َ‫سلَّ ُمَ فَ َقا َُل َكا َنت ُم م‬
َ ‫و‬
َ
ِ
ُ‫علَيمو‬ َّ َّ
ِ ُ ‫ََّن‬5ّ‫اءةُ ال‬
َ ُ ُ‫ِّب صَلى اللو‬ َ ‫ر‬
ِ
َ ‫م ق‬ َُ ‫ل أَ َنسٌُ َكيم‬
ُ ‫ف َكا َنت‬ ِ َُ ‫َُُة َقا‬5َ َ‫ن عَ اصِمٍُ حَ َّد َثنا َهَّا ُمٌ عَنمُ قَ َتاد‬
َ ُ ‫ل سُئ‬ ُُ ‫ح َّد َث َنا عَمرُو ُبم‬
َ

َُّ5َّْ ِ‫ي ب‬
ُ‫ ُِِن وََيُدي‬5ُ َ‫الُرحم‬ ُ ‫ِم اللَّوُ ِ َوَيُد‬5ُُِ ‫ي بِبِسم‬ ِ
ُ ‫ِم } َيُد‬5ُُِ ‫حي‬ ْ ِ ُ‫ِم اللَّو‬5ُ ‫َرُأَ { بِسم‬
َّ‫ ُِِن الر‬5ُ َ‫الرَّ حم‬ ُِ

4
‫ِم‬5ُُِ ‫ِبالرَّ حِي‬

3
A. J . Wensinck,al-Mu'jam al-Mufahras li al-fâz al-Hadîts, Jilid V (Leiden: E. J . Brill,
1943), h. 48
4
Mu ammad bin „Ismā„īl Abū „Abdillāh al-Bukhārī al-Ju„fī,Sahîh al-Bukhârî,(Bayrūt:
Dār al-Fikr, 1994) Jilid-15, hadis 4658, h. 466
38

“... Dari Qatadah ia berkata, Anas pernah ditanya, “Bagaimanakah bacaan


NabiSAW.?” Ia pun menjawab, “Bacaan beliau adalah panjang.” Lalu ia pun
membaca:Bismillâhirrahmânirrahîm.”Anas menjelaskan, “Beliau memanjangkan bacaan,
„Bismillâh‟ dan juga memanjangkan bacaan, „ar-Rahmân‟ serta bacaan, „ar-Rahîm‟. (HR.
Al-
Bukhârî)b. Hadis yang terdapat dalam kitab Sahîh
Muslim
‫ل‬ 5ُُِ ‫عنمُ أَ َن‬
ُُ ‫و‬5555ُ‫كٍُ َيق‬555555ِ‫ ُِِن َمال‬5ُ ‫ِس بم‬ ُ ٍ ُ‫ن ُفلمف‬
َ ‫ل‬5555 ُُ ‫ارُ بم‬5555
ُ ‫ا الممُخم َت‬5555‫ب َر َن‬ َ ٍُ 5ٍ ِ‫مه‬5555‫ن ُمس‬
َ ‫ُر أخم‬ َ ‫ َّد َث َنا‬555555َ‫ي ح‬
ُُ ‫علِ ُي بم‬ ُ ِ‫عمد‬5555‫الس‬
َّ ‫ ٍُُر‬5ٍ 555555‫حجم‬
ُ ُ‫ن‬ َ ‫ َّد َث َنا‬555555َ‫ح‬
ُ ‫ع ِل‬
ُ ‫ي بم‬

َ َ‫ِمُِإِ َّنا ُ أ‬5ُ ‫ِنُِالرَّ حِي‬5ُ‫حم‬ ْ ِ‫ِمُِاللَّو‬5ُ ‫م‬55555555555555555555555555555555555‫ورةٌُفَ َق َرأَُ ِبس‬ 5ََِ ‫سلَّمَُأُنم‬ ‫َقالَُر اُُل‬
ُ55555555555555555555555555555555555‫ُع َليَُّآن ًفاُس‬ ُ َّ‫سو للَّوُصَلَّىُالل‬
َ َ‫وُعَلَيموُو‬
ِ ِ ِ
‫م‬ ‫عمطي‬ َ َّ‫ُالر‬ َ َ ‫ُِزلتم‬ ُ َ

ُ‫سولُوُُأَعملَمُُ َقالَُ َُفِإ َّنوُُ َنهم ٌر َُوعَ دَنِيو‬


ِ
ُ ‫ر‬
َ ‫ُو‬
َّ ُ َ ‫ُحَّ ُتخَ َتمَ َها ُ َقالَُىَلمُ َتدمرُو َُنمَاُالم‬
َ ُ‫كوم َثرُُ َقالواُاللو‬ َ َ‫كو م َثر‬
َ ‫َنا َكالم‬


‫ُِِبفِ ْالمَ َّن ُة‬5ُ‫َر‬
“... Anas bin Malik berkata, Rasulullah SAW. bersabda: “Tadi telah diturunkansuatu
surat kepadaku.” Lalu beliau membaca: Bismillâhirrahmânirrahîm,Inn āa‟thainākalkautsar...”
hingga akhir ayat. Beliau bersabda: “Apakah kalian tahu al-Kautsar?” para sahabat
menjawab; “Allâh dan rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliaubersabda: “Ia adalah sungai
di dalam surga yang telah dijanjikan oleh Rabbku kepadaku
kelak.” (HR.
Muslim)Mukhtar bin Fulful adalah maula Amru bin al-Huraits al-Kufi. Dia

meriwayatkan hadis dari Anas dan Ibrahim at-Taimi. Yang meriwayatkan darinyaadalah

Za‟idah dan ats-Tsauri. Ibnu Idris berkata, “Dia biasa menceritakan hadis

6
dengan kedua mata mencucurkan airmata.” Dia dianggaptsiqah oleh Ahmad.

c. Hadis yang terdapat dalam kitab Sunan Abû Dâwud


‫ا‬5 َ‫ًًُُة غَيم َرى‬5 5َ‫ا َذ َكرَت ُم أَومُ َكلِم‬5 َ‫َُُة أَ َّنه‬5َ َ‫َُُة عَنمُ أ ُ ِ ُم سَلَم‬5َ ‫ ُِِن أَِبُ مُ َليم َك‬5ُ ‫ ُدِ اللَّوُ ِ بم‬5‫ َريم ٍُج عَن ُم عَبم‬5ُ‫ن ج‬
ُُ ‫ َُّد َث َنا ابم‬5 َ‫ ُِِن أَِبُ ح‬5ُ ‫ َّد َث‬5 َ‫ي ح‬
ُ ‫يُ ْالمُمَ ِو‬ ُ ‫سعي ُد بم‬
َ ‫نُ َيم‬
ِ
َ ‫ح َّد َث َنا‬
َ

ْ ُ‫ي‬ ِ َُ ْ ِ ُ‫ِم اللَّو‬5ُ ‫سلَّ َُم بِسم‬ َُ َ ‫قِ َر‬


} ُ‫دِين‬5‫ومِ ُم ال‬55َ‫كُِ ي‬55ِ‫ِم مَل‬5ُُِ ‫رَّ حِي‬55‫ ُِِن ال‬5ُ َ‫الرَّ حم‬ ُِ 5ُ ‫ ُد ِللَّوُ ِ َر‬55‫ِم { ْالمَم‬5ُُِ ‫حي‬
َ ‫ُلَم‬5‫ا‬55َ ‫ِب المع‬
ِ
َّ‫ ُِِن الر‬5ُ َ‫الرَّ حم‬ ُِ َ ‫و‬
َ
ِ
َ ُ ُ‫صلَّى اللَّو‬
ُ‫و‬55‫علَيم‬ َ
ِ َّ
ُ َ‫ُة ر‬5َ ‫اء‬
ُ‫سولُِ اللو‬

7
‫ًًُُة‬5 َ‫ًًُُة آي‬5 ‫اء َتوُ ُ َآي‬
َ ‫ر‬
ِ
ُ ِ‫يُ َقط‬
َ ‫عُ ق‬

“... Dari Ummu Salamah bahwa ia menyebutkan kalimat yang lainnya bacaanRasulullah
SAW.: Bismillâhirrahmânirrahîm, Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn,Arrahmânirrahîm,
Malikiyaumiddîn, beliau membacanya dengan memutus bacaan satu
ayat satu ayat . (HR. Abû Dâwud)

5
Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisabur,Sahîh Muslim, (Bayrût:
Dâr al-Fikr, tth ( hadis no. 607, jilid 2, h. 362; lihat juga di Abû Dâwud , Sunan Abû Dâwud ,
jilid2, hadis no. 666, h. 437; dan lihat juga A mad bin Syu„âb Abū „Abdirra mân al-
Nasâ‟î,Sunan al-Nasâ‟î, (Bayrūt: Dâr al- Fikr, t.th.),jilid 3, hadis no. 894 , h. 458
6
Abu Ath -Thayyib ,Aunul Ma‟bud; Syarah Sunan Abû Dâwud terj.Anshari Taslim, h.
457
7
Abû Dâwud Sulaymân bin al -Asy„ats al-Sijistânî,Sunan Abû Dâwud ,(Bayrūt: Dâr al-
Fikr, tt), jilid 11 ,hadis no . 3487, h. 13
39

“Abû Dâwud berkata, “Aku mendengar Ahmad berkata, bacaan yang

8
lama adalah Mâlikiyaumiddîn.”
ُ ٍ ‫ِنُِعَ ب‬5ُ‫الَُقُتَ يمبَ ُ ُةفيوُعَنمُابم‬5555‫ُِجبَ ْيمٍُ َق‬
‫ َقا َُل‬5555‫َّاس‬ ِ ِ
ُ ‫ِن‬5ُ‫عيدُ بم‬5555‫ُس‬
ِ ِ
َ
ٍ ُ ُ ُ ‫ح َّد َث َنا‬
‫سفميَا ُنعَنمُعَمروُ عَنم‬ َ ُ ‫ِح َقالُوا‬
ُِ 5ُ ‫ُالممرم َوزِيُوَابم ُنُالسَّرم‬
َ ‫مَّد‬5َُ‫ُسعِيدٍُوَ ْأَح َم ُدبمن‬
ٍ َُ ُ ُ ُُ ‫ح َّد َث َناُقُتَ ي ب‬
َ ُ‫ةبمن‬ َ ‫م‬ 555555َ

ُُ َ‫ِم وى َذاُل‬5 ‫ِنُِالرَّ حِي‬5ُ‫ُالرَّ حم‬


‫ِح‬5ُُِ ‫ِنُِالسَّرم‬5ُ‫فمظابم‬ ْ ِ‫ِمُِاللَّو‬5ُ ‫س َّلمََُلُيَعم ِرفُ ُ َفصم َلُالسيورَةُِ حََّ ُتتَ نَ َّزلَُعَ َليموُِبِسم‬ َّ ُ َ
َ َ‫وُعَ لَيموُو‬
ُ ‫َنِّبيُصَلىُالل‬5ّ‫كا َنال‬
9 ِ َّ َّ
َ َ ُ ُِ َ

“... Dari Ibnu Abbas dia berkata: “Nabi SAW. tidak mengetahui pemisah antarsurat
hingga diturunkan kepada beliau Bismillâhirrahmânirrahîm. (dengan menyebut
penyayang).” Lafadz ini dari Ibnu As-Sarh.
(HR. Abû Dâwud )
Kualitas hadis: Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Hakim dan diamenyatakan ini

Sahîh berdasarkan syarat al- Bukhârî dan Muslim. Abû Dâwudjuga meriwayatkannya

dalam al-Marasil (himpunan hadis-hadis mursal) dariSa‟id bin Jubair, dan

menurutnya yang mursalini lebihSahîh.Setelahmenyebutkan hadis ini dari Ibnu

Abbas, adz -Dzahabi mengatakan dalamringkasan al -Mustadrak,„Adapun yang ini

statusnyatsabit(kuat).‟ al -Haitsamiberkata, “Dia diriwayatkan oleh al-Bazzar

dengan dua sanad dan para periwayat

10
dari salah satunya adalah periwayat kitab Sahîh.”

d. Hadis yang terdapat dalam kitab Sunan al-Tirmîdzî


َّ َُ ‫َّاس َقا َُل َك‬
‫ َِّن ُبي‬5ّ‫ان ال‬ ُ ٍ ‫عب‬
َ ‫ِن‬ َ ‫خال ُد‬
ُِ 5ُ ‫عن ُم ابم‬
ٍ ِ
َ ُ‫نُ ََّْحا ُ ٍد عَنمُ أَِب‬
ُ ‫ل بم‬
ِ ِ َ
ُ ُ ‫ِن ْإسمَعي‬
ُِ 5ُ ‫ح َّدث‬
َ ‫ل‬ َُ َ‫س َليمم‬
َُ ‫ان َقا‬ ُُ ‫الممعمَتمِ ُرُ بم‬
ُ ‫ن‬ ُ ُُ ‫ح َّد َث َنا ْأَح َم ُد بم‬
َّّ5ّ ‫َُُة ال‬5َ َ‫ن عَبمد‬
‫ُِِبي حَ َّد َث َنا‬5ُ‫َض‬ َ

11 ِ
‫ِم‬5ُُِ ‫حي‬ ْ ِ ُ‫ِم اللَّو‬5ُ ‫ُ ِبسم‬5‫صَل َتوُ ُ بم‬
َّ‫ ُِِن الر‬5ُ َ‫الرَّ حم‬ ‫ح‬ ِ
ُ َّ‫سل‬
ُ ُ ‫مَ َيفمتَت‬ َ ‫و‬
ِ
َ ُ ُ‫صلَّى اللَّو‬
ُ‫علَيمو‬
ُِ َ َ َ

“... Dari Ibnu Abbas ia berkata; “Nabi SAW. Membuka salatnya dengan membaca:
Bismillâhirrahmânirrahîm (Dengan menyebut nama Allâh Yang Maha Pengasih lagi
Maha Pemurah).” (HR. Al-
Tirmīdzī)Kualitas hadis: Abu Isa berkata, “Hadis ini sanadnya tidak kuat.
Beberapa

sahabat Nabi SAW. berpendapat dengan hadis ini. Di antara mereka adalah; Abu

8 9
Imam Abû Dâwud,Sunan Abû Dâwud, jilid 2, h. 13 Imam Abû Dâwud,Sunan Abû Dâwud,
10
jilid 2, hadis no.669, hal 441 Abu Ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq al-„Azim
Abadi,Aunul Ma‟bud; Syarah
Sunan Abû Dâwud terj. Anshari Taslim (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009) cet. Ke-1, jilid 3, h.
47111Muhammad bin Isa Abu Isa al-Tirmîdzî,Sunan al-Tirmîdzî(Bayrût: Dâr al-Fikr, tth),
jilid 1, hadis no . 228, h. 414
40

Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan Ibnu Zubair. Juga orang-orang setelah

mereka dari kalangan tabi‟in, mereka berpendapat dengan mengeraskan bacaan

Bismillâhirrahmânirrahîm. Ini adalah pendapat Syafi‟i. Isma‟il bin Hammad

namanya adalah Ibnu Abu Sulaiman, sedangkan Abu Khalid disebut dengan Abu
12
Khalid al-Walibi, dan namanya adalah Hurmuz, dan dia adalah orang Kufah.”

e. Hadis yang terdapat dalam kitabSunan al-Nasâ‟î


ٍُ ِ‫ ُِِن أَِبُ ى‬5ُ ‫َعِي ُدِ بم‬5‫ ٌُد عَن ُم س‬55ِ‫خال‬ ُُ ُُ ‫َُ َّم ُد بم‬5َ ُ‫أَخمبَ َر َنا‬
‫ا َُل‬55‫َلل عَنمُ ُنعَيم ٍ ُم الممُجمم ِ ُر َق‬ َ ‫ َّد َث َنا‬55َ‫ َّد َث َنا اللَّيمث ح‬55َ‫شعَيمبُ ح‬
ُ ُ‫ِم عَنم‬5ُُِ ‫ ُدِ ْالمَ َك‬55‫عبم‬ ُِ 5ُ ‫ ُد اللَّوُ بم‬55‫ن عَبم‬
55ِ ٍ ِ ِ
َ ‫ِن‬

َُّ َُّ ِ
‫ُوبُِ عَلَيمهِ ُمم ََوُل‬5‫غ { َْغيمُِ الممَغمض‬5
ُ َ 5َ‫َّت ِ َإذا بَل‬ ُِ 55‫أ ُ ِ ُم المقُرم‬55ِ‫ُُث قَ رَُأَ ب‬
ُ َ‫آن ح‬ ْ 5‫ِم اللَّوُ ِ ال‬5ُ ‫ََُُة فَ َق َرُأَ بِسم‬5 ‫ َريم َر‬55ُ‫صلَّيمتُُ وَ َرا ُءَ أَِبُ ى‬
5 ‫ِم‬5ُُِ ‫رَّ حي‬55‫ ُِِن ال‬5ُ َ‫رَّ حم‬5 ُِ َ

‫ا َُل اللَّوُ ُ أَكمبَ ُرُ وَِ َإذا‬55‫ُِم َق‬5ُ‫وِس ِفُ اَلِثم نَتَ ي‬5
5ُُِ 5ُ‫ج َُد اللَّوُ ُ أَكمبَ ُُر وَِ َإذا َقا ُمَ مِنمُ ْالمُل‬ ُ ُ‫يُ وُ َيَقُو ُل‬
َ َ‫كلَّمَا س‬ َ ‫ل ال َّناسُُ آم‬
ِ َُ ‫يُ فَ َقا‬ ِ َُ ‫الضَّالِيَُ } فَ َقا‬
َ ‫ل آم‬

13
‫سلَّ َُم‬
َ ‫و‬
َ
ِ
َ ُ ُ‫صلَّى اللَّو‬
ُ‫ع َليمو‬ َ
ِ َّ
ُ‫سولُِ اللو‬ ًُ5ً ‫ص‬
ُ َ‫َلُة ِبر‬ َ ُ ‫ ُِِن ْلَشمبَ ُه ُك‬5ُ ّ ‫سلَّ ُمَ َقا َُل َوالَّذِي َنفمسِي بِ َيدِ ُهِِإ‬
‫مم‬ َ

“... Dari Nu‟aim Al-Mujmir dia berkata; Aku pernah salat di belakang Abu
smillâhirrahmânirrahîm, lalu membaca surat al-Fâti
ah...” (HR. Al-Nasâ‟î)
14 15
Kualitas hadis: hadis di atas adalah hadis mauquf ,hadis ini hasan . Danberkata
16
al-Baihaqi: “Saẖîẖisnad -nya”. Namun ada juga yang men- a‟if-kannya

(menganggapnya sebagai hadis

17
lemah). Al-Bukhârî menyebutkannya secara mu‟allaq, sementara Ibnu Hajar dalam

unbI al-Fath menyebutkan, “Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban,

Khuzaimah dan al- Nasâ‟î, yaitu hadis yang paling sahîh dalam masalah ini. Az-

12
Imam al-Tirmîdzî,Sunan al-Tirmîdzî, jilid 1, h. 414
13
A mad bin Syu„âb Abû „Abdirrahmân al-Nasâ‟î,Sunan al-Nasâ‟î,(Bayrût: Dâr al-Fikr,
t.th. ), jilid 3, hadis no. 895, h.
45914 Sesuatu yang diriwayatkan dari seorang sahabat, baik berupa ucapan, perbuatan
maupun taqrir-nya, dan baik muttashil maupun
munqathi‟.15 Hadis hasan adalah hadis yang sanadnya bersambung dari awal sampai akhir serta
disampaikan oleh orang-orang yang adil, tidak ada kejanggalan dan tidak cacat. Hanya saja dalam
sanadnya terdapat perawi yang kurang sempurna kekuatan hafalannya.16 Abdul Malik Abdul Karim
Amrullah (HAMKA),Tafsir Al-Azhar(Jakarta: Pustaka Panjimas)cet. Ke-1 , jilid 1, h. 122
17
Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam,Syarah Bulughul Maram terj. Aan Anwariyah
dkk, jilid 2, h. 179
41

Zaila‟i menganggapnya ma‟lul(mengandung cacat). Ibnu Hajar membantah orang

yang mengatakan bahwa selain Nu‟aim meriwayatkannya tanpa menyebutkan

basmalah, dengan jawaban, bahwa Nu‟aim tsiqah (dapat dipercaya)

sehinggatambahannya dapat diterima. An-Nawawi pun mengutip klaim shahihnya

dalam al-Majmu‟dan kepastiannya dari ad-Daruquthni, Ibnu Khuzaimah, al-Hakim

18
danal-Baihaqi.

2. Asbâb al-Wurûd Hadis

Asbâb al-Wurûd hadis merupakan konteks historis yang

melatarbelakangimunculnya suatu hadis, ia dapat berupa peristiwa atau

pertanyaan yang terjadi pada suatu hadis itu disampaikan kepada Nabi SAW.

dengan lain ungkapan.

Asbâb al-Wurûd adalah faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya

suatuhadis. Dan tidak semua hadis ada Asbâb al-Wurûd-nya.

Mengenai Asbâb al-Wurûd hadis-hadis tentang menyaringkan basmalah

yang akan dibahas ini tidak dicantumkan penulis, sebab memang tidak terdapat

Asbâb al-Wurûd -nya. Setelah penulis menelusuri dua kitab, yaitu: al-Luma‟ Fi

Asbâb al-Wurûd al-Hadîts karya Jalaluddin al-Suyuti dan latar belakang

historistimbulnya hadis-hadis Rasul karya Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi al-

Damsyiqi, penulis tidak menemukan adanya keterangan tentang Asbâb Al-Wurûd

dalam hadis tersebut.

3. Syarah dan Komentar Ulama Hadis

Hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhârî, nyata sekali Anas

mengatakan bahwa Nabi membaca Bismillâhirrahmânirrahîm, dengan panjang :


18
Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Syarah Bulughul Maram terj. Aan Anwariyah
dkk, jilid 2, h. 179
42

Bismillâh-nya panjang. Ar-Rahmân-nya panjang dan ar-Rahîm-nya panjang

pula.Timbul pertanyaan sekarang, dari mana beliau tahu bahwa Rasulullah SAW.

membaca masing-masing kalimat itu dengan panjang (madd), kalau tidak

19
didengarnya sendiri?

Kalau kita kembali saja kepada Qaidah Ushul fiqih dan Ilmu hadis tentu kita

dapat menyimpulkan : “Yang menetapkan lebih didahulukan daripada yang

meniadakan.” Artinya, riwayat Anas yang mengatakan Rasulullah SAW. baca

Bismillâh panjang, ar-Rahmân panjang dan ar-Rahîm panjang itulah

yangdidahulukan. Oleh sebab itu Bismillâhirrahmânirrahîm kita jahr-kan dan

madd-

20
kan membacanya. Ini namanya menetapkan hukum ada jahr.

Tetapi al-Hafizh Ibnu Hajar sebagaimana yang disalinkan oleh asy-Syaukani

di dalam Nailul Autâr telah mendapat jalan keluar dari kesulitan ini, katanya, “Hal

ini bukanlah semata-mata karena mendahulukan hadis yang menetapkan hukum

(jahr) daripada yang menafsirkan (sirr). Karena amat jauh dari penerimaan akal

kita bahwa Anas yang mendampingi Abu Bakar, Umar dan Utsman dua puluh

lima tahun lamanya, tidak sekali juga akan mendengar mereka men-jahr agak

sekali salatpun. Tetapi yang terang ialah bahwa Anas sendiri mengakui bahwa dia

tidak ingat lagi (sudah lupa) hukum itu. Karena sudah lama masanya tidak dia

ingat lagi dengan pasti, apakah mereka (Nabi SAW. dan ketiga sahabat itu)

memulai dengan Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn secara jahr atau dengan


19 Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Azhar , jilid 1, h. 125
20 Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Azhar , jilid 1, h. 125
43

Bismillâhirrahmânirrahîm. Demikian yang dikutip oleh Abdul Malik Abdul

21
Karim Amrullah (HAMKA) dalam kitab tafsirnya.

Keterangan Ibnu Hajar diperkuat lagi dengan asy-Syaukani dalam

NailulAutâr, katanya : “Apa yang dikatakan al-Hafizh Ibnu Hajar dikuatkan oleh

sebuahhadis yang menjelaskan bahwa memang Anas tidak ingat lagi soal itu.

Yaitu hadis yang dirawikan oleh ad-Daruquthni dari Abu Salamah, demikian

22
bunyinya” :

“Aku telah tanyakan kepada Anas bin Malik, apakah ada Rasulullah SAW.
membuka salat dengan Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn, atau dengan
Bismillâhirrahmânirrahîm? beliau menjawab : Engkau telah menanyakan kepadaku
suatusoal yang aku tidak ingat lagi, dan belum pernah orang lain menanyakan soal itu
kepadaku sebelum engkau. Lalu saya tanyakan pula. Apakah ada Rasulullah SAW. salat
dengan memakai sepasang terompah? Beliau menjawab : Memang ada!”
Mengenai hadis yang berbunyi :
‫َُُبأرَ َقف‬5َ‫َُّوَّلالُمِسم‬5َّ‫َُّ َِنحْ مرُال‬5َّ‫ميحرُال‬
ِ ِ ِ ُِ ُ
ِ ‫اهمََت ُخَ َّت ُحَ َرَثوم َكمالكاَنيمَطعمَأاَّنإ‬
َ (beliau lalu membaca,

surat al-Kautsar sampai selesai) dalam Fath al-Waduddisebutkan, “Seakan dengan

hadis ini dia (Abû Dâwud) memberi isyarat bahwa basmalah itu bagian dari surat

al-Fâtihah sehingga harus dibaca jahr. Ketika dijawab bahwa mungkin saja beliau

SAW. membaca basmalah sekedar meminta berkah (ber-tabarruk) bukan karena

dia adalah bagian dari surat al-Fâtihah sehingga tidak harus dibaca jahr. Tapi ini

bisa dijawab, bahwa basmalah itu hanya untuk memisahkan antarsurat, sehingga

23
dia dibaca hanya di awal surat saja.”

Dalam Nail al-Autârdisebutkan ketika menerangkan hadis ini, “Hadis ini

merupakan salah satu dalil bagi yang menetapkan pembacaan basmalah, dan

mereka sudah disebutkan. Salah satu yang juga menjadi dalil mereka adalah

21 Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Azhar , jilid 1, h. 125
22 Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Azhar , jilid 1, h. 126
23 Abu ath-Thayyib, Aunul Ma‟bud; Syarah Sunan Abu Daud terj. Anshari Taslim, h. 457
44

penulisannya dalam mushaf tanpa membedakannya dari surat yang adasebagaimana

mereka membedakan nama surat dengan suratnya dengan tandamerah. Tapi ini

dijawab oleh yang mengatakan bahwa basmalah itu bukan bagiandari al-Qur‟an

bahwa ditulis demikian hanya untuk memisahkan antar surat. Tapiini bisa dijawab

oleh yang menetapkan basmalah, bahwa kalau hanya untukmemisahkan antar surat

maka penulisannya tanpa tanda khusus adalahpengelabuan. Juga dia tetap akan ditulis

antara al-Anfāl dan al-Taubah (al-bara‟ah), juga tidak perlu ditulis di awal al-

24
Fâtihah . Selain itu, pemisahan bisasaja dilakukan dengan menulis judul surat seperti

yang dilakukan antara al-Anfâl

dengan al-
25
Bara‟ah.” Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abû Dâwud, yang berbunyi :
ُ ٍ ‫ِن َُُِعب‬5ُ‫الَُقُتَ يمبَ ُ ُة ِفيوُِعَنمُابم‬5555‫ِنُِجُبَ ْيمٍُ َق‬5ُ‫عِيدُِ بم‬5555‫ُس‬
‫ َقا َُل‬5555‫َّاس‬ َ
ُ ُ ُِ 5ُ ‫ُالممرم َوزِيُوَابم ُنُالسَّرم‬
‫ِح َقالواُحَ َّد َث َناُسُفميَا ُنعَنمُعَمروُ عَنم‬
ٍ
َ ‫مَّد‬5َُ‫ُسعِيدٍُوَ ْأَح َم ُدبمن‬
ٍ َُ ُ ُ ُُ
َ ُ‫ َّد َث َناُقُتَ يم َبةبمن‬555555َ‫ح‬

ُُ َ‫ِم وى َذاُل‬5 ‫ِنُِالرَّ حِي‬5ُ‫ُالرَّ حم‬


‫ِح‬5ُُِ ‫ِنُِالسَّرم‬5ُ‫فمظابم‬ ْ ِ‫ِمُِاللَّو‬5ُ ‫س َّلمََُلُيَعم ِرفُ ُ َفصم َلُالسيورَةُِ حََّ ُتتَ نَ َّزلَُعَ َليموُِبِسم‬ َّ ُ َ
َ َ‫وُعَ لَيموُو‬
ُ ‫َنِّبيُصَلىُالل‬5ّ‫كا َنال‬
26 ِ َّ َّ
َ َ ُ ُِ َ

“... Dari Ibnu Abbas dia berkata: “Nabi SAW. tidak mengetahui pemisah antar
surathingga diturunkan kepada beliau Bismillâhirrahmânirrahîm. (dengan menyebut
nama
.” Lafadz ini dari Ibnu as-Sarh. (HR.Abû
Dâwud)
(tidak mengetahui pemisah antar surat). Hadis ini َُ‫ل ُيَعم ِرفُ ُ َفصم َلُالسيورَ ِة‬

menjadi dalil bagi yang mengatakan bahwa basmalah adalah bagian dari al-

Qur‟an. Ini berarti hanya dengan dia turun bersama al-Qur‟an maka dia adalah

bagian dari al-Qur‟an itu sendiri. Demikian diungkapkan asy-Syaukani.

24
Karena tidak ada surat sebelum al-Fâtihah sehingga tidak perlu ditulis pemisah dengan
surat lain di atasnya.
25
Abu Ath-Thayyib,Aunul Ma‟bud; Syarah Sunan Abû Dâwud terj.Anshari Taslim, h.
457
26
Abû Dâwud,Sunan Abû Dâwud, jilid 2, hadis no.669, hal 441
4
5

Berdalil dengan hadis ini dan juga hadis lain yang senada untuk

mengatakan bahwa membaca basmalah hendaknya dengan keras (jahr) dalam

salat tidaklah tepat. al-Hafizh Ibnu Sayyid an-Nas al-Ya‟muri

mengatakan,“Karena sekelompok orang yang mengharuskan

pembacaanbasmalahsecarakeras tetap tidak meyakini bahwa basmalah itu bagian

dari al-Qur‟an. Mereka malah mengatakan bahwa itu hanya sunah, sama halnya

dengan ta‟awwudz dan pembacaan âmîn. Sebaliknya, kelompok yang mengatakan

basmalah dibaca pelan

27
(sirr) malah meyakini bahwa basmalah bagian dari al-Qur‟an.

Karenanya an-Nawawi berkata, “Masalah mengeraskan atau

memelankan bacaan basmalah tidak ada hubungannya dengan masalah apakah dia

bagian dari al-Qur‟an atau bukan. Merupakan kesalahan pula berdalil dengan

hadis-hadis meniadakan pembacaan basmalah (secara keras) bahwa itu berarti

28
basmalah bukan ayat dari al-Qur‟an.

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Takhrij Hadits al-Hidayah,“Salah

satu dalil yang menetapkan pembacaan basmalah dengan suara keras adalah

bahwa hadisnya diriwayatkan dari banyak jalur. Sedangkan yang meniadakannya

hanya datang dari riwayat Anas dan Mughaffal. Sedangkan yang lebih kuat

29
tentulah yang lebih banyak.

Selain itu, hadis yang menyatakan pembacaan secara keras merupakan

peng itsbat-an (penetapan) dan penetapan biasanya lebih diunggulkan daripada

27 Abu Ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq Al-„Azhim Abadi, Aunul Ma‟bud;


SyarahSunan Abû Dâwud terj. Anshari Taslim (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009) cet. Ke-1, jilid 3, h. 471
28 Abu ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq al-„Azhim Abadi,Aunul Ma‟bud;
SyarahSunan Abû Dâwud terj. Anshari Taslim, h. 471
29 Abu ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq al-„Azhim Abadi,Aunul Ma‟bud;
SyarahSunan Abû Dâwud terj. Anshari Taslim, h. 471
4
6

peniadaan. Lagi pula yang meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. tidak

mengeraskan bacaan basmalah juga meriwayatkan bahwa beliau mengeraskan

bacaan basmalah. Bahkan ada riwayat dari Anas yang mengingkari hal itu.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad dan ad-Daraquthni dari jalur Sa‟id

binYazid Abu Maslamah, dia berkata, “Aku bertanya kepada Anas,

ApakahRasulullah SAW. Membaca Bismillâhirrahmânirrahîm, ataukah

Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn?”Dia menjawab, “Kamu bertanya padaku tentanghal

yang aku tidak ingat betul dan juga tak ada yang bertanya itu kepadaku selain

30
kamu.”

Tapi dalil pertama bisa dijawab, bahwa pengunggulan jalur yang lebih

banyak itu bisa dilakukan kalau sanadnya sama-sama sahîh. Dalam hal ini, tidak

ada satupun khabar (hadis) marfu‟ yang sahîh bahwa Rasulullah SAW. pernah

membaca basmalah dengan suara keras, sebagaimana diungkapkan oleh ad-

31
Daraquthni. Yang sahîh hanya perbuatan sebagian sahabat.

Sedangkan untuk yang kedua, meskipun dalil tidak membaca basmalah

dengan suara keras itu bentuknya nafi (peniadaan), tapi maknanya adalah itsbat

(penetapan). Dalil lain yang biasa dikatakan bahwa ada kemungkinan sahabat

yang meniadakan pembacaan basmalah dengan suara keras ini tidak

mendengarnya dari Rasulullah SAW. karena jarak mereka jauh. Ini

kemungkinannya jauh sekali, sebab demikian lamanya mereka mendampingi

beliau SAW.

30 Abu ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq al-„Azhim Abadi,Aunul Ma‟bud;


SyarahSunan Abû Dâwud terj. Anshari Taslim, h. 472
31 Abu ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq al-„Azhim Abadi,Aunul Ma‟bud;
SyarahSunan Abû Dâwud terj. Anshari Taslim, h. 472
4
7

Jawaban untuk yang ketiga (dalil Anas yang menyatakan lupa) maka yang

mendengar darinya pada saat dia masih hafal tentu harus lebih didahulukan daripada

yang mendengarnya di saat lupa. Anas sendiri pernah ditanya tentang sesuatu lalu dia

berkata kepada penanya, “Tanyakan kepada al-Hasan, karena dia

masih ingat sedang aku sudah lupa.”

Al-Hazimi mengatakan, “Hadis-hadis tentang membaca basmalah dengan

suara pelan tidak bisa ditakwil lain, juga tidak bisa dilawan oleh dalil lain karena

hadis tersebut sahîh. Sedangkan hadis yang menyatakan beliau membaca dengan

suara keras tidak sama dalam ke- sahîh-annya. Kalaupun ada yang sahîh tentang

penyaringan suara saat membaca basmalah adalah hadis Anas, itupun redaksinya

berbeda-beda. Dan, riwayat yang paling sahîh dari Anas adalah bahwa mereka

(Rasulullah SAW., Abu Bakar, Umar dan Utsman) memulai bacaan dengan

Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn. Seperti inilah riwayat kebanyakan murid-murid

Syu‟bah darinya, dari Qatadah dari Anas. Seperti ini pula redaksi kebanyakan

murid-murid Qatadah dari Qatadah. Redaksi ini pula yang disepakati oleh

32
Syaikhani (al-Bukhârî dan Muslim).

Ada pula versi redaksi lain dengan lafazh, “Aku belum pernah mendengar

seorang pun dari mereka yang mengeraskan bacaan basmalah. Perawi redaksi ini

lebih sedikit dibanding riwayat pertama, serta hanya diriwayatkan oleh Muslim

seorang diri.

Ada lagi riwayat dari Hammam dan Jarir bin Hazim dari Qatadah, “Anas

ditanya bagaimana bacaan Nabi SAW.? Dia menjawab, beliau membaca


32
Abu Ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq Al-„Azhim Abadi,Aunul Ma‟bud;
SyarahSunan Abû Dâwud terj. Anshari Taslim, h. 473
4
8

basmalah dengan panjang dan ar-Rahmânir Rahîm juga dengan panjang.”

Diriwayatkan oleh al-Bukhârî.

Ada pula riwayat darinya dari hadis Abu Maslamah sama seperti hadis

yang sudah disebutkan. Konon dia ditanya tentang bagaimana Nabi SAW.

membuka bacaan. Kemudian Abu al-Hazimi berkata, “Ini adalah perbedaan

33
pendapat yang dibolehkan, tidak ada nasikh dan mansukh di sini.

Ibnu al-Qayyim menyatakan dalam kitab al-Hady (Zad al-Ma‟ad) bahwa

Nabi SAW. terkadang mengeraskan bacaan basmalah terkadang pula

memelankannya, dan itulah yang lebih sering. Tidak mungkin beliau SAW. selalu

mengucapkannya dengan suara keras setiap kali salat baik siang maupun malam,

baik ketika dalam perjalanan maupun di rumah dan tidak ada satu pun para

khalifahnya yang mendengar itu. Hadis yang sahîh dalam masalah ini tidak tegas

34
mengatakan demikian, sementara yang tegas tidak sahîh.”

4. Analisa Hadis

Hadis-hadis di atas adalah hadis-hadis yang dijadikan dalil oleh orang

yang berpendapat bahwa Bismillâhirrahmânirrahîm dibaca jahr (nyaring). secara

tegas mereka mengharuskan pelafalan basmalah dalam salat, karena menurut

mereka basmalah termasuk ayat dalam surat al-Fâtihah. Salah satu dalil yang

dijadikan hujjah mereka adalah hadis yang diriwayatkan oleh al-Nasâ‟î dari

Nu‟aim al-Mujmir yang sudah disebutkan di atas.

33 Abu ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq al-„Azhim Abadi,Aunul Ma‟bud;


SyarahSunan Abû Dâwud terj. Anshari Taslim, h. 473
34 Abu ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq al-„Azhim Abadi,Aunul Ma‟bud;
SyarahSunan Abû Dâwud terj. Anshari Taslim, h. 473
4
9

Al-Nasâ‟î menetapkan bab dalam kitabnya dengan lafal “Bab

mengeraskan bacaan Bismillâhirrahmânirrahîm” dan hadis tersebut termasuk

35
yang paling saẖîẖ tentang masalah itu. Sehingga menguatkan hukum asal yaitu

hukum kalimat bismillâh itu sama dengan hukum bacaan al-Fâtihah dalam hal

membaca keras atau pelan. Apalagi hadis ini adalah ucapan dari Abu Hurairah

yang mengatakan: “Sungguh sayalah di antara kamu yang paling sama salatnya dengan

salat Rasulullah”.

Tetapi setelah diselidiki lebih mendalam oleh para ulama, tiap-tiap hadis yang

jadi pegangan buat men-jahr itu ada saja yang di-naqd (kritik) terhadap perawinya,

sehingga yang betul-betul bersih dari kritik tidak ada. Sampai Imam al-Tirmîdzî

mengatakan, “Isnadnya tidaklah sampai demikian tinggi nilainya.”

Begitupun dengan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, beliau pernah ditanya mengenai

hadis yang diriwayatkan al-Nasâ‟î di atas, beliau mengatakan, “Ahli hadis

telah sepakat bahwa tidak ada hadis saẖîẖ yang memastikan dikeraskannya (bacaan

basmalah) dengan al-Fâtihah, sedangkan yang jelas-jelas menyatakan

demikianterdapat dalam hadis-hadis palsu (hadis yang dibuat-buat).” Sedangkan

hadis riwayat al-Bukhârî yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW. menghitung

Bismillâhirrahmânirrahîm sebagai salah satu ayat dari al-Fatihah,

menurutsebagian ahli hadis, riwayat ini tidak dijelaskan sanadnya sehingga

diragukan keabsahannya sebagai hadis yang disandarkan dari Imam al-Bukhârî.

Mengenai perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di atas, penulis kurang

sependapat dengan perkataan beliau, karena ada beberapa hadis yang Sahîh
35
Ash-Shan‟anī,Terjemahan Subulus Salam terj. Abu Bakar Muhammad ( Surabaya:
Al-Ikhlas) jilid 1, h.531
50

tentang mengeraskan basmalah. Sebagaimana yang telah penulis telusuri di al-

Kutub al-Sittah mengenai hadis-hadis tentang mengeraskan basmalah, penulis

menemukan 8 hadis salah satu di antaranya ada di kitab Sahîh al-

Bukhârî.Sebagaimana yang kita ketahui bahwa para ulama dan kaum muslimin

telahsepakat atas ke- Sahîh-an kitab Sahîh al-Bukhârî dan Sahîh Muslim.

Bahkan,Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sendiri beliau mengatakan sebagaimana

yangdikutip oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam kitab al-Lu‟lu‟ wa al-

Marjân“Di kolong langit ini tidak ada kitab yang lebih Sahîhsetelah

kitab suci al-Qur‟anselain kitab Sahîh al-Bukhârî dan Sahîh Muslim, serta kitab-kitab

yang dihimpun

36
dari keduanya.

B. Hadis Tentang Tidak Menyaringkan Basmalah

Terdapat 16 hadis yang membahas tentang tidak menyaringkan basmalah

dalam salat, didapatkan dalam kitab sebagai berikut : Sahîh al-Bukhârî sebanyak

1hadis, Sahîh Muslim sebanyak 2 hadis, Sunan Abû Dâwud sebanyak 1

hadis,Sunan al-Tirmîdzî sebanyak 3 hadis, Sunan al-Nasâ‟î sebanyak 5 hadis dan

Sunan Ibnu Mâjah sebanyak 4

hadis.1. Teks

Hadis

a. Hadis yang terdapat dalam kitab Sahîh al-Bukhârî


‫ي‬ ِ
َُ ‫رض‬
َ ُ‫ر‬
َ َ‫عم‬ ٍُ 5ٍ َ‫سلَّ ُمَ َوأَبَا ب‬
ُ َ‫كمُر و‬ َ ‫و‬
َ
ِ
ُ‫ص َّلى اللَّوُ ُ عَ لَيمو‬
َ
َُّ5َّ ‫ََّّن‬5‫ ُِِن مَالِكٍُ ُأَنَُّ ال‬5ُ ‫ِس بم‬
‫ُِّب‬ 5ُُِ ‫ََُُة عَن ُم أَ َن‬5 َ‫شعمبَ ُة عَنمُ قَ َتاد‬
ُ ‫ح َّد َث َنا حَفمصُُ بمنُُ ُعم َ َُر َقا َُل حَ َّد َث َنا‬
َ

}37 ُ‫ي‬ ِ
ُِ 5ُ ‫ َُُة بُِ{ ْالمَم ُد لِلَّوُ ِ َر‬5َ ‫صل‬
َ ‫ِب المعَالَم‬ ََّ ‫ون ال‬ ُ ‫كا ُنوا يَفم َتت‬
َُ ‫ح‬ ِ
َ ُ ُ‫اللَّو‬
َ ‫عنم هُمَا‬

36
Muhammad Fuad Abdul Baqi,al-Lu‟lu‟ wa al-Marjân terj.Muhammad Suhadi dkk
(Jakarta: Ummul Qura) cet. 1, h.
xxxvii37Imam Bukhari,Sahîh al-Bukhârî,jilid-3, hadis 701, h. 186; lihat juga di Imam al-
Tirmîdzî, Sunan al-Tirmîdzî, jilid 1, hadis no . 229, h. 416; lihat juga di Imam al-Nasâ‟î,Sunan
al-Nasâ‟ī, jilid 3, hadis no. 892 dan 893, h. 455-456; dan lihat juga di Abu Abdillah Muhammad
IbnYazid al -Qazwini Ibnu Mâjah, Sunan Ibnu Mâjah (Bayrût: Dâr al-Fikr, tth), jilid 3, hadis no.
805,h. 41
51

“... Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi SAW., Abu Bakar dan „Umar ra., merekamemulai
salat dengan membaca Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn.” (HR. Al-Bukhârî)
b. Hadis yang terdapat dalam kitab Sahîh Muslim
ُُ ‫َُُة َ ُي د‬5َ َ‫اد‬55‫شع ب ُة َقا َُل ْسَ ِع تُ قَ َت‬ َّ َُ5َ ُ‫ َّد َث َنا‬55َ‫ث ّنَُّ ح‬ ُُ ‫َُ َّم ُد بم‬5َ ُ‫ح َّد َُث َنا‬
َ ‫ َّد َث َنا ُ م‬55َ‫ر ح‬ ُ ‫نُ جَعم َف‬
ُ ‫م ُد بم‬ َ ُ‫ن المم‬
ُُ ‫ َُُها عَنمُ ُغنمدَ ُرٍ َقا َُل ابم‬5َ َ‫ن بَ َّشا ُرٍ كَِل‬ َ ُ‫ن المم‬
ُُ ‫ث َُّن وَابم‬
ٍ
‫ِث‬ 55َ ُ ‫م‬ َ

ُ‫قمرُأ ُ بِسممُِ اللو‬


ِ َّ
َ ‫ح ًدا مِنم هُ ُمم َي‬ َ ُ ‫ان فَ لَ ُمم ْأَس َم‬
َ ‫عم أ‬ ٍُ 5ٍ َ‫َُُم وَأَِبُ ب‬5َ َّ‫سل‬
َُ َ‫كمُر وَعُمَ َرُ وَعُثمم‬ َ ‫و‬
َ
ِ
ُ‫ص َّلى اللَّوُ ُ عَ لَيمو‬
َ
ِ َّ
ُ‫سولُِ اللو‬
ُ َ‫عُ ر‬
َ َ‫تُ م‬
َّ
ُ ‫ل صَليم‬ ُ ٍ ‫عَن ُم أَ َن‬
َُ ‫س َقا‬

38ِ ِ
ُ‫حيم‬ َّ‫َِن الر‬ ْ
ُِ 5ُ ‫الرَّ حم‬

“... Dari Anas dia berkata, “Saya salat bersama Rasulullah SAW., Abu
Bakar,Umar dan Utsman, lalu aku belum pernah mendengar salah seorang dari mereka
membaca, Bismillâhirrahmânirrahîm.” (HR. Muslim)

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-Mutsanna telah

menceritakan kepada kami Abû Dâwud telah menceritakan kepada kami Syu‟bahdalam

isnad ini dan menambahkan “Syu‟bah berkata, maka saya berkata

kepadaQatadah, „Apakah kamu mendengarnya dari Anas? „Dia berkata, „Ya, dan

kami

39
menanyakannya tentangnya.”

Dalam lafazh lainnya disebutkan:


‫يُ }َُل‬ ِ
ُِ 5ُ ‫د ِللَّوُ ِ َر‬55‫ون بُِ { ْالمَم‬
َ ‫الَم‬55َ ‫ِب المع‬ َُ 55ُ‫متَ فمتِح‬5‫ان َف َكا ُنوا يَس‬
َُ 55َ5‫عثمم‬ ُ َ 55َ‫عم‬
ُ َ‫ر و‬ ٍُ 5ٍ َ‫َُُم وَأَِبُ ب‬5َ َّ‫سل‬
ُ َ‫كمُر و‬ َ ‫و‬
َ
ِ
َ ُ ُ‫صلَّى اللَّو‬
ُ‫و‬55‫ع َليم‬ َ
َّ َ َ‫صلَّيمتُُ خ‬
ِ ُ‫َّنِّب‬5‫لمفُ ال‬ َ

40
‫اءةٍُ ََوُل ِفُ آخِ ِرىَا‬
َ ‫ر‬
ِ ِ َ
َ ‫ِم ِفُ أوَّ لُ ق‬
ِ
5ُُِ ‫حي‬ ْ ِ ُ‫ِم اللَّو‬5ُ ‫ون ِبسم‬
َّ‫ ُِِن الر‬5ُ َ‫الرَّ حم‬ َُ ُ‫يَذم ُكر‬
ُِ

“Saya salat di belakang Nabi SAW., Abu Bakar, Umar, dan Utsman, maka
mereka memulai membaca dengan, Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn (segala puji bagi
Allâh ,Tuhan semesta alam).‟ Mereka tidak
menyebutkanBismillâhirrahmânirrahîm(dengannama Allâh Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang) pada awal bacaan, dan tidak
pada akhirnya.” (HR. Muslim)

c. Hadis yang terdapat dalam kitab Sunan Abû Dâwud


ُ ٍ َ‫سلَّمَُوَأَبَاُب‬
‫كمر‬ َ ‫ُو‬
ُ َّ ُ َ ُ ‫شا ٌ ُمعَنمُقَ تَادَ َُةعَنمُأ َ َن‬
َ ‫َنِّبَُّصَلَّىُاللَّوُ عَ لَيمو‬5ّ‫س أ َّنال‬
ِ
َ ‫ُح َّد َث َناُى‬
ِ ِ ِ
ُ ‫ح َّد َث َناُمُسمل‬
َ َ‫مُبمن ُُإبم رَاىيم‬
ِ
ٍ َ

}41‫ي‬ ِ
ُ ‫ُِِبالم‬5ُ‫اء َُةبِ{ُ ْالمَم ُُد ِللَّوِ َُر‬
َُ ‫عَالَم‬ َ ‫ر‬
ِ ُ ُ 5ِ‫ا َُن َكا ُنواُيَفم َتت‬5َ‫عثمم‬
َ ‫حو َنالمق‬ ُ ‫ُو‬
َ ‫ر‬َ َ‫عم‬
ُ َ‫و‬

“... Dari Anas bahwa Nabi SAW., Abu Bakar, Umar dan Utsman, mereka semuamemulai
bacaannya dengan Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn.” (HR. Abû Dâwud)
d. Hadis yang terdapat dalam kitab Sunan al-Tirmîdzî
38
Imam Muslim,Sahîh Muslim, hadis no. 605, jilid 2 , h. 361
39
Imam Muslim,Sahîh Muslim, hadis no. 605, jilid 2, h. 361
40
Imam Muslim,Sahîh Muslim, jilid 2, hadis no. 606 , h. 362
41
Imam Abû Dâwud,Sunan Abī Dâwud, jilid 2, hadis no . 664, h. 435
52

‫ ُِِن‬5ُ ‫ ُدِ اللَّوُ ِ بم‬55‫عبم‬


َ ‫ِن‬
ُِ 5ُ ‫عن ُم ابم‬
َُ َ ‫ِن‬5ُ ‫ِس بم‬
َ ‫ُة‬5َ 55َ‫ع َباي‬ ُِ 5ُُِ ‫عن ُم قَ يم‬
َ ‫ي‬ ُ ‫اس ْا‬
ُ ‫ ِر‬55‫لمرَ يم‬ ُُ ‫ َّد َث َنا سَعِي ُد بم‬55َ‫َُُم ح‬5َ ‫ن ِإبم رَ اىِي‬
ُ ٍ 5 ‫ن ِ َإي‬ ُُ ‫ َّد َث َنا ِ ْإسمَعِي ُلُ بم‬5 ‫ح‬ ُ ٍ ِ‫نُ َمن‬
َ ‫يع‬
َْ
ُ ‫ ُد بم‬55َ‫ َّد َث َنا أحم‬55َ‫ح‬

ُ ‫ ًدا مِن‬55َ‫ا َُل وَلَُم أَ َُر أَح‬55‫دَث َق‬


َُ 55َ‫َّاك وَ ْالم‬ ٌُ 5‫نَُّ ُم‬
َُ ‫دَث ِإي‬5 ْ 5‫ِم اللَّوُ ِ ال‬5ُ ‫م‬5‫و ُلُ ِبس‬55ُ‫لة أَُق‬
5ََّ ُ‫ا َُل ِ ُل أَيمُ ب‬55‫ِم فَ َق‬5ُُِ ‫رَّ حِي‬55‫ ُِِن ال‬5ُ َ‫رَّ حم‬5 ُِ َ
5‫الص‬
َّ ُ‫ا ِف‬55‫ ُِِن أَِبُ وَأَ َن‬5ُ ‫َِ َع‬5‫ا َُل ْس‬55‫ُمغَ َّف ٍ ُل َق‬
‫م‬ ُِ

ُ‫صلَّى اللَّو‬ َّ َ ُ َ‫تُ م‬ ُُ ‫ض ِإلَي وُ ِ ْالم‬


َُ َ‫ان أَبم غ‬ َ
ُ ‫صلَّيم‬ َُ ‫سلَّ ُمَ َك‬ َ ُ ُ‫صلَّى اللَّو‬
ِ َّ
ُ َ ِ ُ‫َّنِّب‬5‫ع ال‬ َ ‫ ُِِن مِنموُ ُ ُ َقا َُل وَ َقد ُم‬5ُ ‫دَث ِفُ ْالمِسم َِل ُم يَعم‬ َ ‫م‬ َ ‫و‬
َ
ِ
ُ‫ع َليمو‬ َ ُ‫سولُِ اللو‬
ُ ‫ر‬
ِ
َ ُ‫حاب‬
َ ‫أصم‬

َُ ‫ص َّليم‬
ُ‫ ُد للو‬5 ‫ت فَ قُلُم ْالمَم‬
ِ َّ ِ
َ
َُ َ‫ان فَ لَ ُمم ْأَس َم ُعم أَحَ ًدا مِنم هُ ُمم َيقُوُ لَا َف ُل تَ ُقلمهَا ِ َإذا أ‬
‫نمت‬ َُ َ‫سلَّ ُمَ َو َم ُ َع أَِبُ بَكم ُرٍ َومَ ُعَ عُمَ َ ُر وَ َم ُ َع عُثمم‬
َ ‫و‬
َ
ِ
ُ‫علَيمو‬
َ

َُ‫ِب المعَالَمي‬
42 ِ
ُِ 5ُ ‫َر‬

“... Dari Ibnu Abdullah bin Mughaffal ia berkata; Ayahku mendengarku ketika aku
dalam salat, ketika itu aku membaca, Bismillâhirrahmânirrahîm (Dengan menyebut
namaAllâh Yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah), lalu Ayahku berkata; “wahai
anakku,engkau telah melakukan hal yang baru, jauhilah perkara baru!” Ia (ayahku) berkata;
“Akutidak pernah melihat seorang pun dari sahabat Rasulullah SAW. membenci sesuatu
selainperkara yang baru (diada-adakan) di dalam Islam.” Ia berkata lagi, “Aku pernah
salatbersama Nabi SAW., Abu Bakar, Umar dan Utsman, namun aku belum pernah
melihatmereka mengucapkannya, maka janganlah engkau ucapkan itu. Jika
engkaumelaksanakan salat maka bacalah, Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn (segala puji bagi
Allâh ,
Rabb semesta alam).” (HR. Al-Tirmîdzî)

Abu Isa berkata; “Hadis Abdullah bin Mughaffal ini derajatnya hasan

Sahîh. Hadis ini diamalkan oleh kebanyakan ahli ilmu dari kalangan sahabat

NabiSAW., dan orang-orang setelah mereka dari kalangan tabi‟in. Pendapat

ini jugadipegang oleh Sufyan ats-Tsauri, Ibnu Mubarak, Ahmad dan Ishaq.

Merekaberpendapat bahwa ucapan Bismillâhirrahmânirrahîm (Dengan menyebut

namaAllâh Yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah) itu tidak dikeraskan. Mereka

43
berkata; “Hendaklah mereka mengucapkannya dalam hati.”

Menurut Ibnu Abdi al -Barr, hadis di atas a‟if karena ada salah satu

44
perawi yang majhul (tidak dikenal) yaitu Ibnu Mughaffal. Dan para ahli
hadisyang lain juga men- a‟if-kan hadis tersebut dan mereka menolak pendapat
at-

42
Imam al-Tirmîdzî,Sunan al-Tirmîdzî, Jilid 1,hadis no. 227, h. 412 ; lihat juga di Imam
asâ‟î, jilid 3, hadis no. 898, h. 463; dan lihat juga di Imam Ibnu
Mâjah,Sunan Ibnu Mâjah, jilid 3, hadis no.
807, h. 43
43 44
Imam al-Tirmîdzî,Sunan al-Tirmîdzî, Jilid 1,hadis no. 227, h. 412
Djaelan Husnan,Perbandingan Mazhab dalam Hukum Islam(Jakarta: Yayasan Wakaf
Baitussalam Billy Moon, 2013) jilid 1, h. 205
53

Tirmîdzî yang menggolongkannya sebagai hadis hasan, seperti Ibnu Khuzaimah

dan al-Khathib. Mereka berkata, “Masalahnya terletak pada Ibnu Abdillah bin

45
Mughaffal, dan ia adalah perawi yang tidak dikenal”.
‫ََُُة‬5 ‫ ُِِن أَِبُ ُم َليم َك‬5ُ ‫عنمُ ابم‬
َ ‫ج‬
ٍُ ‫ج َريم‬
ُ ‫ص لى‬
َ
َّ
‫ ُِِن‬5ُ ‫عن ُم ابم‬ ُ ‫ ِو‬5555َ‫ب رَ َنا َيم َُي بمنُُ سَعي ُد ْالمُم‬
َ ‫ي‬
ٍ ِ َ ُ ‫ل اللَّوُ َيق‬
َ ‫فُأخم‬
ُُ ‫و‬5ُ ‫ان رَس‬5
َُ 5‫الَت ُم َك‬55‫ ُرٍ َق‬55‫حجم‬
55ِ ِ
ُُ ‫ َّد َث َنا عَلِ ُي بم‬55َ‫ح‬
ُ ‫ن‬

ََُُّّ
ِ
ُ‫َُُة َيقُو ُلُ { ْالمَم ُد لِ َّلو‬5َ َ‫عنمُ أ ُ ِ ُم سَلَم‬ َُ ‫فُ وَ َك‬
َ ‫ان‬5 ُ
55ِ
‫ُُث يَق‬ 5 }ُ ُ‫و‬5‫اء َت‬
َ ‫ر‬
ِ
ُ ُ ‫م ُي َقط‬
َ ‫ع ق‬
55ِ َّ
َ ُ ‫سل‬ َ ‫و‬
َ
ِ ْ {
ُ‫و‬55‫ِماللَّوُ ُ عَ لَيم‬5ُُِ ‫ ُِِن الرَّ حِي‬5ُ َ‫الرَّ حم‬

ََُُّّ
َ ‫ِب المع َالَم‬
ِ ِ ِ
‫ُُث‬ 5 } ُ‫ي‬ ِ
ُِ 5ُ ‫قمرؤُ ىَا { َملكُ يَوم ُم َر‬
َ َ‫ي‬

46
ُ‫}الدِين‬
“... Dari Ummu Salamah ia berkata; Rasulullah SAW. biasa memotong bacaanbeliau,
beliau membaca; Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn, kemudian beliau
berhenti,Arrahmânirrahîm, kemudian beliau berhenti, lalu beliau membaca Maliki
yaumiddîn.”
(HR. Al-Tirmîdzî)
47
Abu Isa berkata, “Hadis ini gharib . Bacaan ini kemudian yang dibaca

oleh Abu „Ubaidah dan dipilihnya. Demikianlah Yahya bin Sa‟id al-

Umawi danyang lainnya meriwayatkan dari Ibnu Juraij dari Ibnu Abu Mulaikah dari

UmmuSalamah, namun sanadnya tidak bersambung, karena al-Laits bin Sa‟d

meri wayatkan hadis ini dari Ibnu Abu Mulaikah dari Ya‟la bin Mamlak dari

Ummu Salamah bahwa Ummu Salamah menyebut bacaan Nabi SAW.

kalimatperkalimat, hadis al- Laits lebih sahîh, namun dalam hadis al- Laits tidak

48
disebutkan: “Beliau membaca Malikiyaumiddîn.”

e. Hadis yang terdapat dalam kitabSunan al-Nasâ‟î


‫ا‬5َ‫ ُرُ فَ َل ُمم َنسممَعمه‬555َ‫ِم اللَّوُ ِ بِ َنا أَبُو بَكم ُرٍ َوعُم‬5ُُِ ‫َُُة ِبسم‬5َ ‫اء‬
َ ‫ر‬
ِ ِ
ُ ‫سلَّ ُمَ فَ َل‬
َ ‫مم ُيسممعم َنا ق‬ َ ‫و‬
َ
ِ
َ ُ ُ‫صلَّى اللَّو‬
ُ‫علَيمو‬ َ ُ‫سو ُلُ اللو‬
ِ َّ
ُ ‫ر‬
َ

49
‫مِنم هُمَا‬

45 46
Abu al-Ula Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-mubarakfuri Imam al-
47
Tirmîdzî,Sunan al-Tirmîdzî,jilid 10, hadis no. 2851 , h. 172 Hadis yang diriwayatkan
seseorang secara sendirian. Kadang-kadang perawinyatsiqat,
sehingga riwayatnya shahih. Tetapi kadang-kadang ia di bawah kualitas tsiqat, sehingga
riwayatnya hasan. Dan kadang-kadang ia dha‟if, sehingga riayatnya
dha‟if .48Imam al-Tirmîdzî,Sunan al-Tirmîdzî,jilid 10, hadis no. 2851 , h. 172
49
Imam al-Nasâ‟î,Sunan al-Nasâ‟î, jilid 3, hadis no. 896 , h. 461
54

“... Dari Anas bin Malik dia berkata; “Rasulullah saw.shalat bersama kami
dan kami tidak mendengar (bacaan) Bismillâhirrahmânirrahîm darinya. Kami
jugashalat bersama Abu Bakar serta Umar, dan keduanya juga tidak
membacaBismillāhirra mānirra īm.” (HR. Al-Nasâ‟î)
Dalam lafazh yang lainnya disebutkan:
50
‫ِم‬5ُُِ ‫ ُِِن الرَّ حِي‬5ُ َ‫الرَّ حم‬ ُِ ُِ 5ُ ُ‫فَ لَ ُمم ْأَسمَ ُعم أَحَ ًدا مِنم هُ ُمم َيم َه ُر‬
ْ ِ ُ‫ِم اللَّو‬5ُ ‫ِب ِبسم‬
naacab “Aku tidak mendengar salah seorang dari mereka mengeraskan
Bismillâhirrahmânirrahîm.” (HR.Al-
Nasâ‟î)f. Hadis yang terdapat dalam kitab Sunan Ibnu Mâjah
َُ5َ 5‫عن ُم عَائِ َش‬
‫الَت ُم‬55‫ُة َق‬
ِ
َ ‫ء‬ ُ ‫وم َزا‬55َ‫َُُة عَنمُ أَِبُ ْالم‬5َ ‫س َر‬
َ ‫ِن مَيم‬
ِ ٍ َُ ‫ار‬ ُُ ‫ َّد َث َنا َيزِي ُد بم‬55َ‫ َُُة ح‬5َ ‫نُ ُأَِبُ َشيم َب‬ ِ
ُ ‫ح َّد َث َنا أَبُو بَكم‬
ُِ 5ُ ‫ِل بم‬5ُُِ ‫دَيم‬55ُ‫سيمُ الممُعَل ُِم عَنمُ ب‬
َ ُ‫ون عَن ُم ح‬ ُ 55َ‫ن ى‬ ُ ‫ر بم‬ َ

ِ
ُِ 5ُ ‫َُُة بُِ { ْالمَم ُد ِللَّوُ ِ َُر‬5َ ‫اء‬
َ ‫ِب المع َالَم‬
}51 ُ‫ي‬ َ ‫ر‬
ِ
َ ‫ح المق‬
ِ
َُ َّ‫سل‬
ُ ُ ‫م َيفم َتت‬ َ ‫و‬
َ
ِ
َ ُ ُ‫صلَّى اللَّو‬
ُ‫ع َليمو‬ َ
ِ َّ ُُ ‫سو‬
ُ‫ل اللو‬ َُ ‫َك‬
ُ َ‫ان ر‬

“... Dari Aisyah ia berkata; “Rasulullah SAW. memulai bacaannya dengan;


Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn.” (HR. IbnuMâjah)
ُ ‫ ٍ ُع عن‬55ِ‫ َّد َث َنا ِبشمرُُ بمنُُ َراف‬55َ‫عيسَى ح‬
‫َ م‬
ِ
ُ‫ن‬
ُ ‫ان بم‬
ُ َ‫صفمو‬
َ ‫ن مُكمرٍَ ُم َقالُوا حَ َّد َث َنا‬
ُُ ‫ن خَ َلفٍُ وَعُقمبَ ُة بم‬ ُُ ‫ح َّد َث َنا َنصم ُرُ بم‬
ُُ ‫ن عَ لِ ُي ْالمَهمضَمِ ُي وَُبَكمرُُ بم‬ َ

ُِ 5ُ ‫ ُد لِلَّوُ ِ َر‬555‫ََُُة بُِ { ْالمَم‬5 ‫اء‬


‫ِب‬ َ ‫ر‬
555ِ ِ ُ َُ ‫َلَّ َُم َك‬55‫وُ ِ َوس‬555‫ع َليم‬
ُ ُ 5‫ان يَفم َتت‬55
َ ‫ح المق‬ َ ُ ُ‫لَّى اللَّو‬55‫ص‬
َّ ُ َ َُ َ ‫ َريم‬555ُ‫عن ُم أَِبُ ى‬
َّ ُ‫َّنِّب‬5‫َُة أنَّ ال‬5 ‫ر‬
َُ َ ‫ َريم‬555ُ‫ ُِِن عَ ُم أَِبُ ى‬5ُ ‫ ُدِ اللَّوُ ِ ابم‬555‫عبم‬
َ ‫َُة‬5 ‫ر‬ ُ‫أَِب‬
َ ِ َ

َ ‫المعالَم‬
}52 ُ‫ي‬ ِ
َ

“... Dari Abu Hurairah berkata; “Nabi SAW. membuka bacaannya dengan;
Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn.” (HR.Ibnu

Mâjah)Kualitas hadis: Hadis di atas sahîh. Sebagian mereka menganggapnyama‟lul

(mengandung cacat) karena kekacauan periwayatannya, namun al- HafizhIbnu Hajar

dalam al-Fath(2/266) mengatakan, “Para perawi yang bersumber

dariSyu‟bah telah berbeda dalam meriwayatkan lafazh hadis ini,

sekelompoksahabatnya yang menerima darinya meriwayatkan dengan lafazh,

“Merekamembuka salatnya dengan Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn.”Sementara

sekelompoklainnya yang juga menerima darinya meriwayatkan dengan lafazh,

“Aku tidak

50 51
Imam al-Nasâ‟î,Sunan al-Nasâ‟î, jilid 3, hadis no. 897 , h. 462 Imam Ibnu Mâjah,Sunan Ibnu
52
Mâjah, jilid 3, hadis no. 804, h. 40 Imam Ibnu Mâjah,Sunan Ibnu Mâjah, jilid 3, hadis no. 806, h. 42
55

acabmem pernah mendengar seorang pun di antara mereka yang

53
Bismillâhirrahmânirrahîm.”

2. Asbâb al-Wurûd Hadis

Begitu juga dengan Asbâb al-Wurûd hadis -hadis tentang tidakmenyaringkan

basmalah dalam salat yang akan dibahas ini tidak dicantumkanpenulis, sebab

memang tidak terdapat Asbâb al-Wurûd-nya. Setelah penulismenelusuri dua kitab,

yaitu:al-Luma‟ Fi Asbâb al-Wurûd al-hadîts karyaJalaluddin al-Suyuti dan latar

belakang historis timbulnya hadis-hadis Rasul karyaIbnu Hamzah al-Husaini al-

Hanafi al-Damsyiqi , penulis tidak menemukan adanya

keterangan tentang Asbâb al-Wurûd dalam hadis

tersebut.3. Syarah dan Komentar

Ulama Hadis

Abu ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq al-„Azhim Abadi, ketika

menerangkan hadis yang diriwayatkan Abû Dâwud. Dalam hal ini beliau

tidakmengutip pendapatnya sendiri, melainkan mengutip dari berbagai pendapat

ulama

hadis.
ُ‫سلَّ َمُوَأَبَاُبَكمر‬ َُُّ َّ ُ َ ُ ‫ح َّد َث َناُمس لِمُب نُإِب راىِيمُح َّد َث َناُىِ َشامُعَن ُقَ َتادَ َُةعَن ُأ َ َن‬
َ ‫ُبصَلىُاللوُُعَ لَيمو‬5َّ‫ّ َِّن‬5‫س أ َّنال‬
ٍ ِ َّ َّ
َ ‫ُو‬ ٍ ‫م‬ ‫ٌ م‬ َ َ َ ‫ُ م ُ م ُ م‬ َ

ِ ِ ُ ِ ُ ُ ُ 5ِ‫ا َُن َكا ُنواُيَفم َتت‬5َ‫عثمم‬


}54‫ي‬ َ ‫اء َةب{ُ ْالمَم ُدللَّو‬
َُ ‫ُِِبالمعَالَم‬5ُ‫ُر‬ َ ‫حو َنالمق‬
ِ ِ
َ ‫ر‬ ُ ‫ُو‬
َ ‫ر‬َ َ‫عم‬
ُ َ‫و‬

“... Dari Anas bahwa Nabi SAW., Abu Bakar, Umar dan Utsman, mereka semuamemulai
bacaannya dengan Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn.” (HR. Abû Dâwud)
ِ ِ ُ ِ ُ ُ ُ ِ‫َكا ُنواُيَفم َتت‬
َ ‫اء َةب{ُ ْالمَم ُدللَّو‬
َ ‫ُِِبالمعَالَم‬5ُ‫ُر‬ َ ‫حو َنالمق‬
ِ ِ
(mereka membuka bacaan ُ}ُ‫ي‬ َ ‫ر‬

ianegnem dengan Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn) ada perbedaan pendapat


53
Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam,Syarah Bulughul Maram terj. Aan Anwariyah
dkk, ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2010) cet. Ke-3 , jilid 2,
h.17354Abû Dâwud,Sunan Abû Dâwud, jilid 2, hadis no. 664, 665,1245,1246, h. 435
56

penafsiran ini. Ada yang mengatakan maksudnya adalah surat al-Fâtihah, dan

iniadalah pendapat orang yang menyatakan bahwa ayat pertama dari al-

Fâtihahadalah Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn. Pendapat lain bahwa artinya

mereka

memulai bacaan al-Fâtihah dengan mengucapkan


Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn,ini adalah pendapat yang menyatakan tidak ada
basmalah. Tapi ini tidak berarti
gnay (Dengan nama Allâh ‫ِم‬5ُُِ ‫ ُِِن الرَّ حِي‬5ُ ‫حم‬ ْ ِ ُ‫ِم اللَّو‬5ُ ‫ ِبسم‬bahwa mereka tidak membaca
َّ‫الر‬
َ ُِ

maha pemurah lagi maha penyayang) secara sirr

55
(pelan). Perlu diketahui ada perbedaan pendapat yang banyak tentang redaksi Anas

ini.

Dalam salah satu redaksinya sebagai berikut:


ِ
‫ِم‬5ُُِ ‫حي‬ ْ ِ ُ‫ِم اللَّو‬5ُ ‫قمرُأ ُ ِبسم‬
َّ‫ ُِِن الر‬5ُ َ‫الرَّ حم‬ ُِ َ ‫فَ لَ ُمم ْأَسمَ ُعم أَحَ ًدا مِنم هُ ُمم َي‬

,acabmem “Aku belum pernah mendengar salah seorang dari mereka


Bismillâhirrahmânirrahîm.”(HR. Ahmad dan Muslim)

Dalam versi riwayat lainnya:


ِ
ُ‫ِم‬5ُُِ ‫حي‬ ْ ِ ُ‫ِم اللَّو‬5ُ ‫ون ِب ِبسم‬
َّ‫ ُِِن الر‬5ُ َ‫الرَّ حم‬ َُ ‫َف َكا ُنوا َُُل َيمهَ ُر‬
ُِ

“Mereka tidak mengeraskan bacaan Bismillâhirrahmânirrahîm.”(HR. Ahmad dan


al-Nasâ‟î)

Dalam versi riwayat lain:


َُ‫اءةٍُ ََوُل ِفُ آخِ ِرىَا‬
َ ‫ر‬
ِ ِ َ 5ُُِ ‫ ُِِن الرَّ حِي‬5ُ ‫حم‬
َ ‫ِم ِفُ أوَّ لُ ق‬
ْ ِ ُ‫ِم اللَّو‬5ُ ‫ون بِسم‬
َّ‫الر‬ َُ ُ‫ل يَذم ُكر‬
َ ُِ

“Mereka tidak menyebutkan Bismillâhirrahmânirrahîm(dengan nama Allâh Yang


Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) pada awal bacaan, dan tidak pada akhirnya.” (HR.
Muslim)

55
Abu Ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq Al-„Azhim Abadi, Aunul Ma‟bud; Syarah
Sunan Abû Dâwud terj. Anshari Taslim (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009) cet. Ke-1, jilid 3, h. 448
5
7

Dalam versi riwayat lain:


ِ ِ ِِ ِ ِ
‫َُُةَءارَقمالُ َنوحُتفمَت ُس َميُاوُُ نوكَُي ُممَلَف‬5َ ‫م ُِيحرالَّ ُِنَحْ مرالَّوُ َّلال ُمِسمبب‬

“Mereka tidak membuka bacaan dengan Bismillâhirrahmânirrahîm.”(HR.


Abdullah bin Ahmad dalam musnad ayahnya).

Dalam riwayat Ibnu Khuzaimah redaksinya adalah, ‫( نورسيُاوناك‬mereka

menyembunyikan suara bacaan).

Al-Hafizh berkomentar, “Yang mungkin bisa dikompromikan dari

riwayat-riwayat yang berbeda ini bahwa Nabi SAW. membaca basmalah tidak

secara keras. Bila disebutkan dalam hadis Anas bahwa beliau tidak membacanya

berarti maksudnya beliau tidak mengeraskan bacaannnya, dan ketika disebutkan

beliau membaca berarti membaca dengan suara pelan (sirr). Bahkan ada riwayat

yang menafikan mengeraskan (bacaan basmalah) secara tegas, dan inilah yang

56
dapat dipegang.

Perkataan Anas dalam riwayat Muslim, “Mereka tidak menyebut

Bismillâhirrahmânirrahîm, baik di awal maupun di akhirbacaan.” Harusdipahami

bahwa beliau tidak mengeraskan bacaannya, karena itulah yang mungkin

ditiadakan. Sedangkan redaksi yang jelas-jelas meniadakan basmalah seperti pada

redaksi “Mereka memulai bacaan dengan

Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn.”Tidak menunjukkan bahwa beliau sama

sekalitidak membaca basmalah. Sebab, bacaan awal beliau sendiri adalah doa

iftitah, dan beliau juga mengucapkan ta‟awwudz, serta riwayat-riwayat lain yang

menyatakan ada bacaan lain yang diucapkan sebelum al-Fâtihah setelah takbir.
56
Abu Ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq Al-„Azhim Abadi,Aunul Ma‟bud;
SyarahSunan Abû Dâwud terj. Anshari Taslim, h. 449
5
8

Dengan demikian, perkataan, “Mereka memulai” maksudnya memulai bacaan

yang bisa didengar supaya bisa mengkompromikan semua versi redaksi yang

57
ada.”

Ini dalil bagi yang berpendapat bahwa bacaan basmalah tidak

dinyaringkan. Menurut al-Tirmîdzî ini adalah pendapat sebagian besar ulama

dikalangan sahabat Nabi SAW. antara lain Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan

setelah mereka dari kalangan tabi‟in. Ini pula yang menjadi pendapat

Sufyan ats-Tsauri, Ibnu Mubarak, Ahmad dan Ishaq. Mereka semua mengatakan

tidak mengeraskan bacaan basmalah, tapi hanya dibaca sendiri.

Al-Khaththabi berkata, “Terkadang orang yang berpendapat

bahwabasmalah bukan bagian dari surat al-Fâtihah juga berdalil dengan hadis ini.

Tapitidak demikian adanya. Hadis ini hanya menunjukkan bahwa bacaan

basmalah tidak dinyaringkan berdasarkan riwayat yang tsabit dari Anas, dia

berkata, “Aku pernah salat di belakang Rasulullah SAW., Abu Bakar, Umar

dan Utsman, dan tidak pernah satupun dari mereka yang mengeraskan bacaan

58
Bismillâhirrahmânirrahîm.”

Al-Munziri berkata, “Hadis ini diriwayatkan pula oleh al-Bukhârî,

Muslim, al-Nasâ‟î dari hadis Syu‟bah dari Qatadah. Al-Tirmîdzî dan Ibnu

Mâjah juga meriwayatkannya dari Abu Awanah, dari Qatadah dengan redaksi

yang mirip.

57 Abu ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq al-„Azhim Abadi, Aunul Ma‟bud;


SyarahSunan Abû Daâwud terj. Anshari Taslim (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009) Cet. Ke-1, Jilid 3, h.
449
58 Abu Ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq Al-„Azhim Abadi, Aunul Ma‟bud;
Syarah
Sunan Abû Daâwud terj. Anshari Taslim, h. 450
59

4. Analisa Hadis

Hadis di atas menunjukkan bahwa basmalah tidak termasuk surat al-Fâti

ah, sehingga membacanya tidak diharuskan bersama bacaannya, namun

membacanya itu sunnah sebagai pemisah antar surat. Walaupun dalam hal ini juga

ada perbedaan pendapat.

Hadis di atas juga menginformasikan sifat bacaan Nabi SAW. dan

Khulafa‟ Rasyidun, bahwa mereka membuka bacaan salat dengan

Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn. Tambahan Imam Muslim menegaskan

bahwamereka tidak menyebutkan basmalah, baik di awal bacaan maupun di

akhirnya.

Setelah penulis amati, mengenai hadis-hadis di atas yang diriwayatkan

oleh Imam al-Bukhâri, Imam Muslim dan juga yang lainnya sepintas kelihatan

saling bertentangan dengan ayat al-Qur‟an yang berbunyi :

 

“Dan Sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang


dibacaberulang-ulang dan al-Qur‟an yang agung.” (QS. Al-Hijr: 87)

Bahwa yang dimaksud tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang adalah

bacaan al-Fâti ah dalam setiap rakaat salat yang kita tahu ayat pertamanya

berbunyi Bismillâhirrahmânirrahîm.

Dan hadis di atas juga termasuk hadis yang sahîẖ, setidaknya menurut
mayoritas umat Islam yang menempatkan kedudukan kitab Sahîhal-Bukhârî dan

Sahîh Muslim sebagai kitab tershahih kedua dan ketiga di dunia setelah al-Qur‟an.

Dari Anas bin Malik " Aku biasa salat di belakang Nabi SAW., di belakang Abu
Bakar, Umar dan Utsman. Mereka hanya memulai bacaan dengan
Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn dan tidak pernah kudengar mereka membaca
Bismillâhirrahmânirrahîm pada awal bacaan (al-Fâtihah) dan tidak pula penghabisannya.
(HR. Al-Bukhârî dan Muslim)
60

Dari segi kekuatan periwayatan, hadis ini sudah tidak ada masalah.

Tinggal masalah cara memahami matan hadis ini dengan teliti.

Anas bin Malik melaporkan bahwa dirinya tidak pernah mendengar

Rasulullah SAW., Abu Bakar, Umar dan Utsman mengucapkan basmalah di

dalam salat.

Dari sini penulis bisa mengambil beberapa hal. Pertama, kalau Anas bin

Malik tidak merasa pernah mendengar basmalah, bukan berarti hal itu menjadi

suatu kepastian bahwa kapan dan di mana pun Rasulullah SAW. dan ketiga

sahabatnya itu tidak pernah mengucapkannya. Boleh jadi apa yang dilaporkan

oleh Anas bin Malik itu benar menurut pengalaman pribadinya, namun laporan itu

tidak harus menggugurkan orang lain yang misalnya melaporkan hal yang

sebaliknya.

Kedua, kalau Anas bin Malik menyatakan tidak pernah mendengar lafadz

basmalah diucapkan Nabi SAW. dalam salat, bukan berarti beliau sama

sekalitidak mengucapkannya. Ada kemungkinan beliau membaca dengan sirr

(suara direndahkan) sehingga pastilah Anas ra. tidak mendengarnya. Tetapi hadis

ini tidak bisa dijadikan dasar bahwa basmalah bukan termasuk ayat dalam surat

al-Fâtihah. Sebab ada hadis lainnya yang menegaskan bahwa basmalah termasuk

bagian dari surat al-Fâtihah.

“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW. bersabda, "Bila kamu membaca
Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn(surat al-Fâtihah) maka bacalah
Bismillâhirrahmânirrahîm,karena al-Fâtihah itu ummul Qur‟an`, ummul kitab, Sab`ul
matsani. Dan Bismillâhirrahmânirrahîm adalah salah satu ayatnya." (HR. Ad-Daruquthni).
Selain itu, para ahli hadis juga mempertanyakan hadis Anas di atas.

Sebagian menyatakan periwayatannya sangat rancu, sehingga tidak dapat dipakai


61

sebagai hujjah. Hal ini karena terkadang riwayat di atas diriwayatkan dari Nabi

SAW. secara marfu‟, tetapi pada riwayat yang lain diriwayatkan secara tidak

marfu‟. Di samping itu di antara perawi ada yang menyebutkan nama Utsman,

tetapi perawi yang lain ada yang tidak menyebutkan. Bahkan ada perawi yang

meriwayatkan: “Mereka tidak membacaBismillâhirrahmânirrahîm.” Dan ada

yang meriwayatkan “Mereka tidak mengeraskan (bacaan)

Bismillâhirrahmânirrahîm.”

Mengenai hadis Ibnu Mâjah dari „Aisyah yang berbunyi: “Rasulullah

SAW. memulai bacaannya dengan;

Alhamdulillâhirabbil‟âlamîn.”Itumenunjukkan bahwa „Aisyah menyebut

satu ayat saja

Alhamdulillâhirabbil‟âlamînuntuk memendekkan pembicaraan. Andaikata

„Aisyah menyebut permulaan surat denganBismillâhirrahmânirrahîmtentu

tidakjelas surat mana yang dimaksudkan, karena semua surat kecuali surat al-

Taubah dimulai dengan basmalah.

Menurut ahli hadis, hadis-hadis di atas adalah sahîh dan tidak dapat

diketahui mana di antara hadis-hadis tersebut yang datang terlebih dahulu,

sehingga tidak dapat ditetapkan mana yang nasikh (dihapus) dan mana yang

mansukh (menghapus).Sehingga kemudian inilah yang menjadi dasar

perbedaanpendapat di kalangan ulama.

C. Pandangan Fuqaha Terhadap Basmalah

Setelah diperhatikan hadis-hadis tersebut yang menceritakan tentang boleh

atau tidaknya membaca basmalah, ternyata masing-masing dikalangan umat islam

berbeda pendapat. Adapun pendapat ulama fiqih tentang basmalah adalah:


62

Imam Malik berpendapat bahwa basmalah bukan bagian dari surat al-

Fâtihah, dan karena itu ia tidak membaca basmalah ketika membaca surat al-

Fâtihah dalam salat. Alasannya, selain banyaknya perbedaan antara ulama

hadis,juga karena al-Qur‟an bersifat mutawatir, yaitu periwayatannya

disampaikan olehorang banyak yang jumlahnya meyakinkan, sedangkan riwayat

tentang basmalahdalam surat al-Fâtihah tidak demikian. Di samping itu, menurut

madzhab Malik,tidak ada satu riwayat pun yang bernilai sahîh yang dapat

dijadikan dalil bahwabasmalah pada al-Fâtihah adalah bagian dari al-Qur‟an.

Bahkan justrusebaliknya, sekian banyak riwayat yang membuktikan bahwa

basmalah bukanbagian dari al-Fâtihah. Salah satu di antaranya adalah hadis yang

membagi al-Fâtihah menjadi dua bagian, satu bagian bagi Allâh dan satu

bagiannya untuk

manusia, yaitu yang berbunyi:


ُ ُ‫َلَّى اللَّو‬5 ‫ََّنِّبُ ِ ص‬5ّ‫ َريم َرةَعَن ُم ال‬555ُ‫ َُُة عَن ُم المعََل ُءِ عَنمُ أَبِيوُ ِ عَنمُ أَِبُ ى‬5َ ‫نُ عُيَ يم َن‬ ُ َ‫نمظلِ ُي أَخمبَ َر َنا سُفمي‬
ُ ‫ان بم‬ َ َ‫ن ِإبم َراىِي ُمَ ْالم‬
ُُ ‫قُ ب م‬ َ ‫و حَ َّد َث َناه إسم‬
ُ ‫ح‬
ِ

ُِ 55َ‫َُُة ِإ َّنا َن ُكونُ َو َرا ُءَ ْالمِم‬5َ ‫ َريم َر‬55ُ‫َُُل َِْلِبُ ى‬5َ ‫دَ اجٌُ َث ًلثا غَيم ُرُ َ َتامٍُ َفقِي‬55ِ‫يُ خ‬
َ‫ام ف‬ َ ‫آنُ َفه‬55‫م المقُرم‬
ِ ِ ًًُ5 َ‫صلَّى ص‬
ُ ِ ُ ‫أ‬55ِ‫ا ب‬55َ‫َلُة َلُم َيقمرَُأم فِيه‬ َ ُ‫سلَّ َُم َقا َُل مَنم‬
َ ‫و‬
َ
ِ
ُ‫ع َليمو‬
َ

َُ ََّ ُُ‫مت‬5َ ‫ا َُل َقس‬55َ‫اللوُ ُ تَ ُع‬ ‫ا َُل‬55‫سلَّ َُم َيقُو ُلُ َق‬ ُ‫و‬55‫صلَّى اللَّوُ ُ عَ لَيم‬ ِ َّ
ُِ 5ُ ‫ُة بَيم‬5َ ‫ل‬5‫الص‬ ُ‫سو َُل اللو‬ ُِ 5ُ ّ ‫ك َف إ‬
55ِ ُ ِ
‫دِي‬55‫يمُ عَبم‬
َ ‫ِن وَ َب‬
َّ
َ ‫و‬
َ
ِ
َ ُ ‫ر‬
َ ُ‫ت‬
ِ
ُ ‫ِن ْسَ عم‬ َ ‫ا ِفُ َنفمس‬55َ‫َقا َُل اقم َرُأم ِب‬

‫ا َُل‬55‫ِم } َق‬5ُُِ ‫حي‬


ِ ْ {‫دِي وَِ َإذا َقا َُل‬55‫ َدِّنُ عَبم‬55ِ َ‫ا َُل ْح‬55َ‫يُ } َقا َُل اللَّوُ ُ تَ ع‬
َّ‫ ُِِن الر‬5ُ َ‫الرَّ حم‬ ِ
ُِ 5ُ ‫نِصم َفيمُِ وَ ِلعَبمدِي مَا سَأ َ َُل َفِ َإذا َقا َُل المعَبم ُد{ ْالمَم ُد لِلَّوُ ِ َر‬
َ ‫ِب المعَالَم‬

َُ ‫عبمدِي َِف َإذا َقا َُل{ِإي‬


َُ ‫َّاك َنعم ُب ُد وَِإي‬
‫َّاك‬ ََُُّ5َ ‫ُةًُ فَ وَّ ضَُ ِإ‬5ً َّ‫ي عَبمدِي وَِ َإذا َقا َُل{ َم ِالكُِ يَومِ ُم الدِينُ } َقا َُل َّ َدِّنُ عَبمدِي وَ َقا َُل مَر‬
َ ‫ل‬ َُّ َ‫اللَّوُ ُ تَ عَا َُل أَثم ّنَُ عَل‬

ُِ ‫تُ عَلَيمهِ ُمم َْغي‬ َُ ‫ َر‬5ِ ‫م َتقِي ُمَ ص‬5‫اط الممُس‬


َ َ ِ‫اط الَّذ‬ َُ َ‫ر‬5‫الص‬
ِ ‫ا َُل{ اىمدِ َنا‬55‫ َإذا َق‬55ِ‫َأ َ َُل َف‬5‫ا س‬55َ‫دِي م‬55‫دِي وَ ِلعَبم‬55‫يمُ عَبم‬ ُِ 5ُ ‫ َذا بَيم‬55َ‫ا َُل ى‬5‫م َتع ُي } َق‬5‫َنس‬
ِ
‫م‬ َ ‫ينُ أنم عَم‬ َ َ‫وب‬
َ ‫ِن‬

59
‫سأ َ َُل‬
َ ‫ما‬
ِ
َ ‫ل َى َذا لعَبمدي وَل‬
َ ‫عبمدي‬
ِ ِ ِ َُ ‫ِيُ } َقا‬
َ ‫وَُل الضَّال‬ ُ ِ‫علَيمه‬
َ ‫مم‬
ِ
َ ُ‫الممَغمضُوب‬

“... Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW., beliau bersabda: “Barangsiapa
yangmengerjakan shalat tanpa membaca Ummul Qur‟an di dalamnya, maka shalatnya
masih

59
Imam Muslim,Ṣa ī Muslim, jilid 2, hadis no.895, hal. 382; lihat juga di Imam Abū
Dāwud, Sunan Abû Daâwud, jilid 2, hadis no. 699, hal. 482; lihat juga di Imam Ibnu
Majah,SunanIbnu Mâjah, jilid 11, hadis no. 3774, hal. 226; dan lihat juga di Imam al-Nasâ‟î,
Sunan al-Nasâ‟î,jilid 3, hadis no . 900, h. 466
63

mempunyai hutang, tidak sempurna” Tiga kali. Ditanyakan kepada Abu Hurairah,
“Kami berada di belakang imam?” Maka dia menjawab, “Bacalah Ummul Qur‟an dalam
dirimu,karena aku mendengar Rasulullah bersabda, „Allâh berfirman, „Aku membagi
shalat antara Aku dan hambaKu, dan hambaKu mendapatkan sesuatu yang dia minta. Apabila
seorang hamba berkata, „Segala puji bagi Allâh Rabb semesta alam.‟ Maka Allâh
berkata, „HambaKu memujiKu.‟ Apabila hamba tersebut mengucapkan, „Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang.‟ Allâh berkata, „HambaKu memujiKu‟.....” (HR.
Muslim)

‫ ةالصالّ تمسق‬Jumhur ulama sepakat bahwa yang dimaksud denganas-


60
Salah di sini adalah al-Fâtihah. Menurut mereka, yang dapat ditafsirkan

darihadis tersebut adalah Allâh menjadikan tiga ayat pertama untuk Dzat-Nya, dan

ayat keempat mengandung unsur kerendahan diri dari seorang hamba dan

permohonan pertolongan kepada Allâh , dan tiga ayat selanjutnya menggenapkan

surat al-Fâtihah menjadi tujuh ayat.

Di antara bukti yang menunjukkan bahwa ayat yang menggenapkan tujuh

ayat itu berjumlah tiga ayat adalah bahwa di situ Allâh tidak berfirman: ” Kedua

ayat ini”. Firman Allâh ini menunjukkan bahwa lafadz ‫مهيلع تمعنا‬adalah satu

61
ayat. Mereka pun sepakat bahwa tidak sempurna salat kecuali dengan al-

Fâtihah. Maka ketika Allâh tidak menyebutkan lafadz Bismillâhirrahmânirrahîm,

maka ini sudah berarti bahwa memang basmalah bukan termasuk ayat dalam surat

al-Fâti ah. Apabila basmalah itu merupakan ayat dari surat al-Fâtihah, maka

otomatis dimulai dengan ayat itu. Pendapat yang masyhur menurut kelompok

ulama Malikiyah, yaitu bahwa basmalah bukanlah ayat dari al-Qur‟an kecuali

62
hanya dalam surat al-Naml yang merupakan bagian dari satu ayat.

60 Majlis Tafsir al-Qur‟an,Tafsir al-Qur‟an Suratal-Fatihah dan al-Baqarah


ayat 1-39 ( Solo: Percetakan al-Abror) h.3
61 Syaikh Imam al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi terj. Fathurrahman dkk, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2010) cet. Ke-2, jilid 1, h. 247
62 Imam an-Nawawi, Raudhatuth Thalibin terj. Muhyiddin Mas Rida dkk, jilid 1, h.
518
64

Dalam pengamatan Imam Malik terhadap pengamalan penduduk Madinah,

beliau menemukan bahwa imam atau masyarakat umum tidak membaca basmalah

63
ketika membaca surat al-Fâtihah.

Imam Syafi‟i menilai basmalahsebagai ayat pertama dari surat al-

Fâtihahdan karena salat tidak sah tanpa membaca al-Fâtihah, maka basmalah

64
harus dibaca ketika membaca al-Fâtihah, alasannya cukup banyak.

Fakhruddin ar-Razi menguraikan tidak kurang dari lima belas dalil tentang

basmalah dalam surat al-Fâtihah. Antara lain riwayat Abu Hurairah

yangmenyatakan bahwa Nabi SAW. Bersabda: “Al- Fâti ahterdiri dari tujuh

ayat,awalnya adalah Bismillâhirrahmânirrahîm”(HR. Ath-Thabarani dan

IbnMardawaih). Demikian juga informasi istri nabi, Ummu Salamah yang

menyatakan bahwa Rasulullah membaca al-Fâtihah termasuk basmalah. (HR. Abû

65
Dâwud dan Ahmad Ibn Hambali)

Sebagian ulama tampak menolak pendapat Imam Syafi‟i dengan

menyatakan bahwa jika basmalah merupakan satu ayat pada selain surat al-Naml,

niscaya akan dijelaskan oleh Rasulullah SAW., sebab al-Qur‟an diriwayatkan

secara mutawatir. Itulah pertanyaan al-Qadhi yang membantah pendapat Imam

Syafi‟i, dan menduga bahwa penolakan ini adalah sebuah kebenaran yang qat‟i

66
(pasti).

63 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 1, h. 26


64 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 1, h. 27
65 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 1, h. 27
66 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid terj. Beni Sarbeni, dkk (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2006) cet. Ke-1, jilid 1, h. 260
6
5

Lalu Abu Hamid al-Ghazali membenarkan pendapat Imam Syafi‟i,

ia mengatakan bahwa jika basmalah bukan salah satu ayat al-Qur‟an, niscaya

67
Rasulullah SAW. memberikan penjelasan yang demikian.

Imam al-Bukhârî juga meriwayatkan bahwa sahabat Nabi, Anas Ibn Malik
ditanya bagaimana Rasulullah membaca al-Qur‟an, kemudian Anas menjawab:
68
ِ
ُ ‫الَّبُيدُيَوَُوَّلالُمِسمِبِب‬
ِ
ِ ‫الَّبُيدُيَوَُنَِحْ مر‬
ِ ‫ميِحر‬
ِ ِ
َ َ‫َِّنالُة‬5َِّ‫َّلسوَُويمَلعَُُوَّ لالىَّلصَُ ّب‬
ُ َ‫ءار ُقتمَناك‬ {ِ ُ ِ ُ ُِ }
َ َ‫يدُيَ ُميِح رالَّنَِحْ مرالَّوَّلالُمِسمب َأُرَ َّق ُثا ًّدمَُتمَنا َُكالَ َقفُم‬

“Bacaan beliau adalah panjang.” Lalu ia pun membaca:


Bismillâhirrahmânirrahîm.”Anas menjelaskan, “Beliau memanjangkan bacaan,
Bismillâh dan juga memanjangkan bacaan, ar-Rahmân serta bacaan, ar-Rahîm. (HR. Al-
Bukhârî)
Selain itu telah menjadi kesepakatan bahwa seluruh umat Islam, mengakui

segala yang tercantum dalam al-Qur‟an sehingga bacaan âmîn pada akhir surat al-

Fâtihah ketika salat pun tidak dianggap oleh ulama sebagai bagian dari al-Qur‟an.

Imam Nawawi telah menjelaskan hal itu dalam Majmu (3/289). Beliau

mengatakan, pendapat madzhab kami adalah bahwa Bismillâhirrahmânirrahîm

merupakan ayat yang sempurna dari awal surat al-Fâtihah dan dalam hal ini tidak

69
ada perbedaan pendapat para imam madzhab Syafi‟iyah.

Para ahli qira‟at Makkah dan Kufah telah memastikan,

bahwabasmalahmerupakan salah satu ayat dari surat al-Fâtihah tapi bukan merupakan

salah satu ayat dari surat-surat lainnya. Mereka berkata,

“Dituliskannyabasmalah pada permulaan setiap surat itu, hanya sebagai pemisah

antar surat dan untuk

70
mendapatkan keberkahannya.”

67
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid terj. Beni Sarbeni dkk, h. 260
68
Imam al-Bukhārī,Ṣaḥīḥal-Bukhārī, Juz-15, hadis 4658, h. 466
69
Imam an-Nawawi, Raudhatuth Thalibin terj. Muhyiddin Mas Rida dkk, jilid 1, h. 517
70
Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Syaukani, Tafsîr Fatẖal-Qadîr (Mesir: Dâr al-
Hadîts, 1413 H/1993 M) juz 1, h. 63
66

Imam Hanafi berpendapat bahwa basmalah merupakan salah satu ayat dari al-

Qur‟an yang berdiri sendiri di awalnya dan bukan bagian dari surat apapun, tapi

71
ditulis pada setiap surat untuk memisahkan satu surat dengan surat berikutnya.

Muslim meriwayatkan dari al-Mukhtar bin Fulful dari Anas bahwa Nabi SAW
bersabda :
ِ ِ ِ ُ ُ ِ ِ
ُ‫َلزَن‬
َ ‫َلعُتم‬ َ ‫ميحرالَّ َنِحْ مرالَّوَّلالُمِسم ٌُب‬
َ َّ‫روة ُسا ًفنآ ُي‬ ِ ُ ‫َرَثومكَمالُكا َنيمَطعمَأاَّنإ‬

“Tadi baru saja turun surat (al-Kautsar)Bismillâhirrahmânirrahîm, sesungguhnya


Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.” (QS. Al-Kautsar). (HR.
Muslim).

Juga ada riwayat dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Rasulullah SAW tidak

mengetahui pemisahan surat kecuali diturunkan Bismillâhirrahmânirrahîm.” (HR.

Abû Dâwud dan Al-Hakim).

Ini juga merupakan pendapat Ibnu al-Mubarak dan Dâud (az-Zahiri), dan

inilah yang mansus (jadi pendapat resmi) dari Ahmad. Abu Bakr ar-Razi berkata,

“Inilah yang cocok dengan pendapat madzhab.”

Menurut Fuad bin Siraj „Abdul Ghafar beliau mengatakan, bahwa

yangrajih menurutnya adalah apa yang dikatakan oleh Ibnu Quddamah dalam

kitabnya

Ikhtiyarat; ijmak dengan penulisan basmalah sebagai ayat pada awal surat al-

Fâtihah dan merupakan bagian darinya, walaupun mereka berbeda pendapat

tentang basmalah sebagai bagian dari setiap surat. Yang rajih adalah bahwa

basmalah itu merupakan ayat dari al-Qur‟an. Diletakkannya basmalah itu untuk
71
Abu Ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq Al-„Azhim Abadi,Aunul Ma‟bud;
SyarahSunan Abû Dâwud terj. Anshari Taslim, h. 446
67

membedakan antara setiap surat, dengan menganggapnya sebagai ayat pada awal
72
surat al-Fâtihah dan bagian dari surat an-Naml.

Al-Mundziri berkata, perlu diketahui bahwa umat sudah sepakat bahwa yang

menetapkan basmalah bagian dari al-Qur‟an ataupun yang menafikannya tidaklah

kafir, karena para ulama sendiri masih berbeda pendapat mengenai hal ini. Berbeda

dengan orang yang menafikan (atau mengingkari) satu huruf dari al-

Qur‟an yang telah disepakati keberadaannya sebagai ayat al-Qur‟an, atau

menetapkan ada ayat tambahan yang belum pernah ditetapkan orang di masa lalu,

maka yang seperti ini kafir menurut ijma‟.73

Selain berbeda seputar apakah basmalah bagian dari surat al-Fâtihah dan

bagian dari setiap surat. Para fuqaha juga berbeda pendapat tentang membaca

keras atau menyamarkan basmalah dalam salat. Ulama pengikut madzhab Hanafi

dan Hanabilah berpendapat bahwa disunahkan untuk membaca secara samar pada

salat yang sirriyah dan jahriyah, baik pada awal surat al-Fâtihah atau pada surat

setelahnya. Imam al-Tirmîdzî mengatakan, “Wajib atasnya beramal menurut

kebanyakan ilmuwan dari para sahabat Nabi SAW. di antara mereka adalah Abu

Bakar, Umar, Utsman, Ali dan selain mereka. Dan setelah mereka juga para

tabi‟in, demikian dikatakan Sufyan ats-Tsauri, Ibnu Mubarak, Ahmad dan

Ishak. Mereka berpendapat bahwa Bismillâhirrahmânirrahîm tidak dibaca keras.

Mereka berkata, “Dia membacanya dengan pelan.” Kebanyakan ulama Malikiyah

berpendapat memakruhkan bacaan pembuka pada salat dengan

Bismillâhirrahmânirrahîm pada surat al-Fâtihah dan pada surat setelahnya, baik

72 Imam an-Nawawi, Raudhatuth Thalibin terj. Muhyiddin Mas Rida dkk, jilid 1, h.
518
73 Abu Ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq Al-„Azhim Abadi, Aunul Ma‟bud;
SyarahSunan Abû Dâwud terj. Anshari Taslim (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009) Cet. Ke-1, Jilid 3, h.
469
68

secara sirr maupun jahr. Al-Qarafi dari kalangan ulama Malikiyah berpendapat;

hendaklah memulai surat al-Fâtihah dengan basmalah secara sirr, dan makruh

hukumnya untuk mengeraskannya. Ulama Syafi‟iyah berpendapat bahwa bahwa

sunnah hukumnya dengan men-jahr-kan tasmiyah pada salat yang di-jahr-kan,

74
yaitu pada surat al-Fâtihah dan surat setelahnya.

Fuad bin Siraj „Abdul Ghafar, beliau mengatakan “Yang

rajihadalahmembacanya dengan menyamarkan karena banyaknya dalil yang

menunjukkan untuk membaca secara samar. Namun terkadang mengeraskannya

adalah karena ta‟lim atau pengajaran. Apabila kebanyakan dalil itu lemah, dan

tidaksahîẖ. IbnuQayyim rahimahullâh mengatakan bahwa ketika itu Nabi SAW.

mengeraskan bacaan basmalah dan terkadang ia menyembunyikannya dan itu lebih

banyak dilakukannya dari pada mengeraskannya. Tidak ada keraguan bahwa ia tidak

selalu mengeraskan pada salat lima waktu sehari semalam selamanya, baik ketika

berada ditempatnya atau sedang musafir. Akan tetapi para Khulafa‟urrasyidin

menyembunyikannya begitu juga mayoritas para sahabatnya, juga warga suatu

negeri ketika ada angin besar. Yang demikian ini merupakan kondisi yang kering

sehingga membutuhkan ketetapan dalam hal ini dengan lafazh-lafazh yang umum

dan hadis-hadis yang lemah, maka yang sahîh dari hadis-hadis itu adalah tidak

75
sahîh, dan kejelasan dari hadis-hadis itu juga tidak tidak sahîh.

74 Imam an-Nawawi, Raudhatuth Thalibin terj. Muhyiddin Mas Rida dkk, jilid 1, h.
519
75 Lihat Al-Mausu‟ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah 16/181-182, Ikhtiyarat Ibnu
Qudamahal-Fiqhiyah 1/319-321,Zadul Ma‟adkarya Ibnu Qayyim 1/206-207, danSitt
Rasa‟ilkarya ImamAdz-Dzahabi 165-192 dengan tahqiq Syaikh Jasim ad-Dusiri. (menurut
Raudhatuth Thalibin karya Imam An-Nawawi).
69

Ibnu Hazm berkata, “Mereka (Imam Malik dan Imam Asy-Syafi‟i)

mengungkapkan banyak sekali dalil yang tidak sahîẖ berupa atsar yang tidak

76
pantas menjadi hujjah bagi pendapat dua golongan madzhab ini.”

Misalnya riwayat yang bersumber dari Anas bahwa Rasulullah SAW., Abu

Bakar, Umar dan Utsman mengawali salatnya dengan bacaan

Alhamdulillâhirabbil‟âlamîntanpa membaca basmalah, baik sebelum

maupunsesudah al-Fâtihah. Demikian pula dengan riwayat yang bersumber dari

77
Abu Hurairah.

Ibnu Hazm berkata, “Semua hadis-hadis ini tidak sah dijadikan

dalil.Karena di dalam hadis-hadis ini tidak tercantum larangan dari Rasulullah

SAW. untuk membaca Bismillâhirrahmânirrahîm, hadis-hadis tersebut hanya

78
menjelaskan bahwa Rasulullah SAW. tidak membacanya.”

Hadis-hadis ini bertentangan dengan hadis-hadis lain, di antaranya, hadis

yang kami riwayatkan dari jalur periwayatan Ahmad bin Hanbal, dia berkata,

Waki menceritakan kepada kami, Syu‟bah menceritakan kepada kami dari

Qatadah dari Anas, dia berkata, “Aku salat di belakang Rasulullah


SAW., AbuBakar, Umar dan „Utsman. Mereka tidak mengeraskan bacaan
79
Bismillâhirrahmânirrahîm.”

Kami juga meriwayatkan dengan teks berbunyi, “Maka mereka tidak

mengeraskan bacaan Bismillâhirrahmânirrahîm.” Ini menunjukkan bahwa

mereka membaca Bismillâhirrahmânirrahîm, namun menyembunyikan

76
Ibnu Hazm, al-Muhalla terj. Abu Usamah Fathurrahman (Jakarta: Pustaka Azzam,
2008) cet. Ke-1, jilid 3, h.383
77 Ibnu Hazm, al-Muhalla terj. Abu Usamah Fathurrahman, h. 383
78 Ibnu Hazm, al-Muhalla terj. Abu Usamah Fathurrahman, h. 384
79 Ibnu Hazm, al-Muhalla terj. Abu Usamah Fathurrahman, h. 384
70

bacaannya. Ini juga sekaligus menetapkan wajibnya membaca basmalah.

80
Demikian pula dengan hadis-hadis yang lainnya.

Menurut Ibnu Hazm, pendapat yang benar dalam masalah ini adalah bahwa

nash hadis telah nyata mewajibkan membaca Ummul Qur‟an. Tidak ada seorang

umat Islam pun yang berselisih pendapat, bahkan mereka sepakat bahwa semua

bacaan dipastikan kebenarannya dan kesemuanya disampaikan kepada Rasulullah

SAW. melalui malaikat Jibril yang menerima langsung dari Allâh SWT. Bacaan-

bacaan tersebut disampaikan secara turun-temurun dari generasi ke generasi oleh

sejumlah manusia yang tidak terhitung banyaknya. Karena semua bacaan ini adalah

sebuah kebenaran, maka diwajibkan bagi manusia untuk memilih bacaan mana yang

akan dia baca. Bacaan Bismillâhirrahmânirrahîm‟yang terdapat pada qira‟at

yang sahîhtergolong satu ayat dariUmmul Qur‟an,dan

81
qira‟at sahîhyang lain tidak termasuk satu ayat dari Ummul Qur‟an.

D. Pendapat Mufasir Tentang Masalah Pembacaan Basmalah Dalam Salat

Imam asy-Syaukani berkata dalam tafsirnya : “Adapun hadis-hadis

yang menyebutkan tidak dibacanya basmalah di dalam, walaupun lebih sahîh, namun

yang memastikan dibacanya basmalah lebih unggul, walaupun keluar dari lingkup

sahîh, maka mengamalkannya lebih utama, apalagi dengan adanya

kemungkinanpenakwilan tidak dibacanya basmalah. Dan ini berkonsekwensi

penetapan essensial, maksudnya adalah karena sebagai al-Qur‟an, dan

berkonsekwensi penetapan karakter, maksudnya adalah menyaringkan bacaannya

saat membuka
80 Ibnu Hazm, al-Muhalla terj. Abu Usamah Fathurrahman, h. 384
81 Ibnu Hazm, al-Muhalla terj. Abu Usamah Fathurrahman, h. 384
71

bacaan surat di dalam salat (yakni di dalam salat jahr, yaitu salat yang bacaannya
82
dinyaringkan).

Menurut Ibnu Katsir, pendapat yang paling sahîh tentang basmalah adalah

bahwa ia merupakan pemisah antarsurat, sebagaimana hadis dari Ibnu Abbas yang

diriwayatkan oleh Abû Dâwud, “Bahwa Rasulullah SAW. tidak

mengetahui pemisah surat sehingga diturunkanlah Bismillâhirrahmânirrahîm.”

Jadi barang siapa yang berpandangan bahwa basmalah termasuk ayat surat al-

Fâthah, berarti ia berpendapat bahwa membacanya harus jahr dalam salat, dan

orang yang tidak berpendapat demikian, berarti membacanya secara sirr (tidak

nyaring). Masing-masing pendapat itu dianut oleh para sahabat sesuai dengan

pandanganya sendiri. Keterangan yang menegaskan ihwal khalifah yang empat

menyebutkan bahwa mereka men-sirr-kan basmalah,demikian pula beberapa

kelompok tabi‟in salaf dan khalaf. Men-sirr-kan basmalah juga merupakan

mazhab Abu Hanifah, ats-Tsauri, dan Ibnu Hambal. Menurut Imam Malik

basmalah itu tidak perlu dibaca, baik sirr maupun jahr. Kesimpulannya, salat

orang yang membaca basmalah secara sirr dan jahr adalah sah. Hal ini

83
berdasarkan riwayat dari Nabi SAW. dan kesepakatan para imam.

Imam al-Qurthubi dalam Jami‟ li Ahkam al-Qur‟an tentang basmalah,

menurut beliau pendapat membaca basmalah dengan samar bersama surat al-

Fâtihah merupakan pendapat yang baik dan sesuai dengan atsar yang

diriwayatkan dari Anas, serta tidak bertentangan dengannya. Pendapat ini juga
82 Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Syaukani, Tafsîr Fatẖal-Qadîr , juz 1, h. 66
83 Imam Ibn Katsîr, Tafsîrul Qur‟ânil „Azîm, jilid 1, h. 55
72

dapat memberi jawaban orang-orang dari silang pendapat seputar hukum


84
membaca basmalah.

Nashruddin Baidan juga berpendapat dalam tafsirnya, Tafsir

KontemporerSurat al-Fâtihah, beliau berkata: “Apabila dikaji dengan saksama

dalil-dalil yangmereka jadikan dasar untuk menetapkan hukum, maka akan

ditemukan kelebihan dan kekurangan dalil masing-masing; dalam arti dalil-dalil

yang mereka pakai mempunyai kekuatan dan kelemahan yang hampir sama,

karena kedua belah pihak sama-sama menggunakan hadis ahad, yakni hadis yang

tak sampai kederajat mutawatir. Dalam kasus serupa ini, pendapat mana yang

diyakini itulah yang dipakai (diamalkan). Namun telah popular di dalam kaedah

ushul fiqih bahwa dalil yang menetapkan (positif) lebih didahulukan dari pada

85
dalil yang menafikan (negatif).

Jangan sampai terjadi keretakan apalagi perpecahan umat, hanya

disebabkan hal-hal yang sepele seperti perbedaan persepsi tentang basmalah di

awal surat al-Fâtihah maupun di surat-surat lainnya. Jadi tidak perlu salah-

menyalahkan karena perbedaan tersebut telah ada sejak permulaan Islam. Perlu

ditanamkan di dalam diri kita masing-masing, bahwa beramal (beribadah) semata-

mata ditujukan untuk memperoleh ridha Allâh ; tidak perlu dikaitkan dengan

organisasi atau lembaga tertentu karena pertanggungjawabannya hanya kepada

86
Allâh , bukan kepada organisasi atau lembaga itu.

Abdul Malik Abdul karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan

HAMKA, beliau mengatakan dalam tafsirnya, Tafsir al-Azhar.“Setelah kita

84 Syaikh Imam al-Qurthubi, Al-Jâmi‟ li Ahkâmil Qur‟ân, jilid 1, h. 237


85 Nashruddin Baidan, Tafsir Kontemporer Surat al-Fāti ah, h. 34
86 Nashruddin Baidan, Tafsir Kontemporer Surat al-Fāti ah, h. 34
73

selidiki dengan seksama, semua hadis yang membicarakan di antara jahr dan

sirrBismillâhirrahmânirrahîm itu, jelas bahwa pedoman dari kata-kata atau

sabdaNabi SAW. sendiri (Aqwalun Nabi) tidak ada, yang memerintahkan men-

jahr atau menyuruh men-sirr-kan, dan sebaliknya. Yang jadi pedoman ialah

riwayat-riwayat dari sahabat-sahabat beliau. Baik yang yang menguatkan men-

jahr atau yang memiih sirr saja. Dan setelah diselidiki pula semua sanad hadis-

hadis itu, ada saja pembicaraan orang atasnya, baik hadis yang mengatakan jahr

atau mengatakan sirr. Malahan terdapat dua riwayat berlawanan di antara jahr dan

sirr dari satu orang. Sebab itulah masalah ini termasuk masalah khilafiyah

masalah yang dipertikaikan orang. Atau termasuk masalah ijtihadiyah, artinya

yang terserah kepada pertimbangan ijtihad masing-masing ahlinya. Dalam hal ini

87
terpakailah Qa‟idah Ilmu Ushul yang terkenal.

‫داهتجاَل بُدقني َلُداهتجاَل‬


“Ijtihad tidaklah dapat disalahkan dengan ijtihad pula.”

Sampai Ibnu Qayyim di dalam Zâdil Mâd mengambil satu jalan tengah.

Dia berkata : “Sesungguhnya Nabi SAW. adalah men-jahr-kan

Bismillâhirrahmânirrahîm sekali-kali dan membacanya dengan sirr

padakebanyakan kali. Dan tidak syak lagi, tentu tidaklah beliau selalu men-jahr-

kan tiap hari dan tiap malam lima kali selama-lamanya, baik ketika dia sedang

berada dalam kota ataupun sedang dalam perjalanan, akan tersembunyi saja yang

demikian itu bagi khalifah-khalifahnya yang bijak dan bagi jumhur sahabat-

sahabatnya dan ahli sejamannya yang mulia itu. Ini adalah hal yang sangat
87
Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Azhar , jilid 1, h. 127
74

mustahil, sehingga orang perlu menggapai-gapai ke sana ke mari mencari

sandaran dengan kata-kata yang mujmal dan hadis-hadis yang lemah. Meskipun

hadis-hadis yang diambil itu ada yang sahîh, namun dia tidaklah sarih, dan

88
meskipun ada yang sarih, tidak pula dia sahîh.”

M. Quraish Shihab dalam tafsirnya mengatakan bahwa masing-masing

pendapat mempunyai alasan-alasan keagamaan, masing-masing berusaha

mengikuti tata cara yang dicontohkan oleh Nabi yang diriwayatkan oleh para

sahabat beliau. Di sini timbul pertanyaan, apakah tidak mungkin justru Nabi

SAW. telah memberikan beberapa contoh atau mempraktikan sekian ragam cara

ibadah? Bukankah beliau hidup di tengah-tengah sahabatnya selama dua puluh

tahun lebih? Agaknya cukup logis untuk mengiyakan pertanyaan di atas. Dalam

hal ini, di kalangan sementara ulama dikenal istilah Ta‟adud al-Ibâdât

(keragaman cara beribadah). Kalau ini diterima, maka kita bisa menyimpulkan

bahwa semua cara yang disebut di atas itu dapat dibenarkan dan tidak perlu saling

dipertentangkan. Pintu surga sedemikian lebar sehingga dapat dimasuki oleh

semua orang yang secara ikhlas mengikuti cara dan ajaran yang ia yakini telah

89
diajarkan oleh Nabi SAW.

Betapapun, seperti kata Abduh yang dinukil oleh Rasyid Ridha dalam

Tafsîr al-Manâr, basmalah adalah ayat al-Qur‟an. Karena itu, dalam buku

tafsirini, tidak salahnya kita kaji kandungannya, terlepas dari persoalan apakah ia

bagian dari al-Fâtihah atau bukan. Penomoran ayat-ayat di dalam buku ini dibuat
88 Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Azhar , jilid 1, h. 127
89 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, jilid 1, h. 9
75

berdasarkan pendapat bahwa basmalah adalah ayat pertama surat al-Fâtihah.

90
Demikian yang dikutip oleh M. Quraish Shihab.

90
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, jilid 1, h. 9
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian yang telah dikemukakan dari bab I sampai IV, dapat diambil

sebuah kesimpulan, I’tibar dan pesan bahwa yang menyebabkan perbedaan di

kalangan ulama terkait dengan pembacaan basmalah dalam salat di antaranya

adalah:

1. Bermacam-macamnya hadis yang saling bertentangan satu sama lain.

2. Perbedaan dalam menentukan kedudukan basmalah dalam al-Fâtihah maupun

al-Qur’an.

3. Perbedaan dalam menafsirkan hadis-hadis yang tekait dengan masalah ini.

Jadi, orang yang berpedoman kepada bacaan para imam qira’at yang

memandang basmalah sebagai salah satu ayat dari surat al-Qur’an maka tidak sah

salatnya kecuali harus membaca basmalah. Sedangkan bagi orang yang

berpedoman kepada bacaan para imam qira’at yang tidak memandangbasmalah

sebagai salah satu ayat dari Ummul Qur’an, maka dia dipersilahkan memilih

antara membaca basmalah dengan tidak membaca basmalah.

Selanjutnya dalam membacanya, apakah dikeraskan atau tidak? Dalam hal

ini terdapat tiga pendapat yang semuanya mempunyai dalil hadis masing-masing

tempat mereka berpegang: pertama, sunah dikeraskan, pendapat tersebut

dikemukakan Imam asy-Syafi’i dan mereka yang menyepakatinya.Kedua, tidak

sunah dikeraskan (sunah disamarkan), pendapat itu dikemukakan Imam Abu

Hanifah, mayoritas ahli hadis, ahli ra’yi dan sejumlah fuqaha.Ketiga, boleh

76
77

memilih di antara keduanya (dibaca keras atau samar), pendapat tersebut adalah

pendapat Ishak bin Rahawaih dan Ibnu Hazm.

Jadi kesimpulannya, salat orang yang membaca basmalah secara sirr

(tidak dikeraskan) dan jahr (dikeraskan) adalah sah. Hal ini berdasarkan riwayat

dari Nabi SAW. dan kesepakatan para imam.

B. SARAN

Dari pembahasan yang telah diuraikan di atas, dapat dilihat bahwa masing-

masing kelompok mempunyai dalil yang dijadikan hujjah bagi mereka. Terlepas

dari kebenaran hujjah kelompok-kelompok di atas, hendaknya ini tidak

menjadikan alasan terpecah-belahnya umat Islam. Karena perlu dipahami bahwa

ini adalah permasalahan furu’iyah yang sangat wajar, jika terdapat perbedaan di

dalamnya. Asalkan tidak merusak yang asal atau yang inti, maka tidaklah jadi

persoalan. Masing-masing bisa mengamalkan sesuai dengan keyakinan dan hujjah

masing-masing dan tidak menjadikan perbedaan ini sebagai alat untuk merusak

ukhuwah islamiyah di antara sesama muslim.

Hasil penelitian ini merupakan sekelumit dari disiplin ilmu pengetahuan.

Terkait hadis-hadis yang penulis telusuri hanya terbatas pada al-Kutub al-Sittah,

sehingga bahan kajian sangat terbatas sekali. Adapun harapan penulis kepada

pembaca adalah dapat mengkaji hadis yang lainnya untuk lebih memperkaya

perbendaharaan kitab hadis, sehingga akan banyak bahan analisa yang dapat

diperbincangkan.

Demikian juga dengan kitab-kitab syarh dan buku referensi yang asngat

minim, penulis juga berharap kepada pembaca agar dapat melengkapi referensi
78

lebih banyak lagi. Dan bagi umat Islam hendaklah dalam menjalani hidup di dunia

ini mengacu pada dalil-dalil yang absolut kebenarannya, yakni al-Qur’an dan

hadis sahîh.

Saran terakhir, umat Islam jangan pernah berhenti untuk terus mengkaji

aspek kehidupan Nabi, karena penulis yakin, dengan demikian akan menambah

rasa cinta dan kerinduan kita kepada beliau. Sehingga yang diharapkan kelak

adalah dapat bersanding dengannya.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Abdul Malik. Tafsir al-Azhar. Jakarta:


Pustaka Panjimas, 1982.

Abu Ubaidah, Darwis. Tafsir al-Asas; tafsir lengkap dan menyentuh ayat-
ayatseputar Islam, Iman dan Ihsan. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2012.

Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisaburi, Muslim bin al-Hajjaj. SahîhMuslim.


Bayrût: Dâr al-Fikr, tth.

Agama R.I, Departemen. al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Proyek Pengadaan


Kitab Suci al-Qur’an, 1983.

Ali, Atabik. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Ali


Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, 1996.

Annuri, Ahmad. Panduan Tahsin Tilawah al-Qur’an & Ilmu Tajwid. Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 2010.

‘Arabi, Ibnu. Tafsir Qur’anul Karim.Dâr al-‘Arabiyah, 1968.

Baidan, Nashruddin. Tafsir Kontemporer Surat al-Fâtihah. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 2012.

Bakker dan Jubair. Metode Penulisan Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 1994.

Al-Bassam, Abdullah bin Abdurrahman. Syarah Bulughul Maram terj. Aan


Anwariyah dkk. Jakarta: Pustaka Azzam, 2010.

Al-Batawy, Saiful Anwar. Rahasia Kedahsyatan Basmalah. Jakarta: Kunci Iman,


2012.

Al-Bukhârī al-Ju‘fī, Mu ammad bin ‘Ismâ‘īl Abū ‘Abdillâh. Sahîhal-Bukhârî.


Bayrût: Dâr al-Fikr, 1994.

79
Al-Caff, Muhammad. Tafsir Populer al-Fâtihah; Menyelami Makna Lahir
danBatin al-Fâtihah Secara Mudah dan Sederhana. Bandung: PT.
MizanPustaka, 2011.

Faqih Imani, Allamah Kamal. Tafsir Nurul Qur’an; sebuah tafsir


Sederhanamenuju Cahaya al-Qur’an. Jakarta: al-Huda, 2003.

Hadi , Sutrisno. Metode Research 1. Yogyakarta: Andi Offset, 1987.

Hazm, Ibnu. Al-Muhalla terj. Abu Usamah Fathurrahman. Jakarta: Pustaka


Azzam, 2008.

Husnan, Djaelan. Perbandingan Mazhab dalam Hukum Islam. Jakarta: Yayasan


Wakaf Baitussalam Billy Moon, 2013.

Ibn Katsîr, Isma’il bin ‘Amr al-Qurasyi bin Kasir al-Basri ad-Dimasyqi
‘Imâduddîn Abul Fidâ’ al-Hâfizal-Muhaddis asy-Syafi’i.Tafsîrul
Qur’ânil ‘Azîm. Kairo: Matba’ah al-Istiqâmah, 1958.

Ibnu Mâjah, Abu Abdillah Muhammad Ibn Yazid al-Qazwini. Sunan Ibnu Mâjah.
Bayrût: Dâr al-Fikr, tth.

Ismail, M. Syuhudi. Hadis Menurut Pembela, Pengingkar dan Pemandunya.


Jakarta: Gema Insani Press, 1995.

Katsoff, Lois O. Pengantar Filsafat. Penerjemah Suyono Sumargono.


Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992.

J. Moleong , Lexy. Metodologi Penulisan Kualitatif. Bandung:


Rosdakarya, 2005.

Al-Marâghî, Ahmad Mus afa. Tafsîr al-Marâghî. Mesir: Mus afa al-Bâbî al-
Halabî, 1974.

Mashadi, Mansur. khasiat dan Mu’jizat suratal-Fâtihah. Jakarta: Pedoman Ilmu


Jaya, 1995.

80
Muhammad Syamsul Haq al-‘Azhim Abadi, Abu Ath-Thayyib. Aunul Ma’bud;
Syarah Sunan Abû Dâwud terj. Anshari Taslim. Jakarta: Pustaka
Azzam,2009.

Munawwir, Ahmad Warson. al-Munawwir; Kamus arab-Indonesia. Surabaya:


Pustaka Progressif, 1997.

Al-Nasâ’î, A mad bin Syu‘âb Abū ‘Abdirrahmân. Sunan al-Nasâ’î. Bayrût: Dâr
al-Fikr, t.th.

Nasib Ar-Rifa’i, Muhammad.Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir


IbnuKatsir. Jakarta: Gema Insani Press, 1999.

Al-Qurthubi, Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar bin Farh al-
Ansari al-Khazraji al-Andalusi. Al-Jâmi’ li Ahkâmil Qur’ân. Mesir: Dâr al-
Kutub al-Misriyah, tth.

Quthb, Sayyid. Tafsîr FîZilâl al-Qur’ân (Kairo: Dâr al-Ihya al-Tijari al-
‘Arabiyah, 1386)

Ridha, M. Rasyid. Tafsîr al-Manâr. Beirut: Dâr al-Fikr, t.th.

Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid terj. Beni Sarbeni, dkk. Jakarta: Pustaka Azzam,
2006.

Al- âli , ubhî. ‘Ulûm al-Hadîts wa Muṣṭalaḥuhu. Bayrūt: Dâr al-‘Ilmi Lilmayîn,
1988.

Salim, Abd. Muin. Jalan Lurus Menuju Hati Sejahtera; Tafsir surat al-Fâtihah.
Jakarta: Pustaka Hidayah, 1999.

Ash-Shan’anī. Terjemahan Subulus Salam terj. Abu Bakar Muhammad.


Surabaya: al-Ikhlas.

81
Ash-Shidiqi, Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir al-Qur’an. Jakarta: Bulan
Bintang, 1994.

Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an.


Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Softwere “al-Maktabah al-Syâmilah”,bagian 2.

Sugiyono. Memahami penulisan Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta, 2005.

Sulaymân bin al-Asy‘ats al-Sijistânî, Abû Dâwud. Sunan Abû Dâwud. Bayrût: Dâr
al-Fikr, tth.

Al-Syaukani, Muhammad bin Ali bin Muhammad, Tafsîr Fatẖal-Qadîr. Mesir:


Dâr al-Hadîts, 1413 H/1993 M.

At-Tabari, Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Khalid bin Kasir Abu Ja’far.
Jâmi’ul Bayân fî Tafsîril Qur’ân. Bayrut: Dâr al-Kutbi al-Ilmiyah,
1426H/2005 M.

Tafsir al-Qur’an, Majlis. Tafsir al-Qur’an Suratal-Fâtihah dan al-Baqarah ayat1-


39. Solo: Percetakan al-Abror.

Tim AAK UIN Jakarta. Pedoman Akademik: Program Strata 1 2012-2013.


Jakarta: Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan UIN Jakarta,
2012.

Al-Tirmîdzî, Muhammad bin Isa Abu Isa. Sunan al- Tirmîdzî. Bayrût: Dâr al-Fikr,
tth.

Wensinck, A. J. Al-Mu'jam al-Mufahras li al-fâz al-Hadîs. Leiden: E. J. Brill,


1943.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT. Mahmud Yunus wa


Dzurriyyah, 2010.

82

Anda mungkin juga menyukai