Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (S.Ag)
Oleh
Muhammad Yusuf
NIM: 1113034000124
MUHAMMAD YUSUF
Kajian Tematik Al-Qur’an Menanggulangi Berita Bohong
Salah satu alasan penelitian ini menarik untuk dibahas adalah
karena sampai saat ini penyebaran berita bohong semakin marak
bahkan dari tahun ke tahun kian meningkat, dikarenakan sikap
masyarakat yang sangat mudah terpengaruhi dan percaya akan berita
bohong yang beredar tersebut tanpa adanya proses tabayyun atau
penelusuran terhadap berita itu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap dan cara al-Qur’an
dalam menanggulangi berita bohong. Pada penelitian ini data yang
diperoleh yakni dengan cara mengumpulkan ayat-ayat yang
menjelaskan berita bohong (hoax) yang kemudian data tersebut di
analisis dengan menggunakan metode deskriptif analitis.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwasannya sikap al-Qur’an dalam
menanggulangi berita bohong adalah dengan cara bertabayyun dan
mengunakan etika dalam menyampaikan berita atau dalam
berkomunikasi serta berhusnudzan terhadap suatu berita. Agar tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dikarenakan dimasa sekarang ini
khusus nya di zaman dengan kemajuan teknologi yang sangat canggih
dengan sangat mudah seseorang menyebarkan berita baik itu fakta
ataupun berita bohong (hoax). Serta bagaimana sikap yang seharusnya
saat berita bohong sudah terlanjur tersebar dan menimbulkan suatu
problematika.
ii
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Padanan Aksara
ب B Be
ت T Te
ج J Je
خ Kh Ka dan Ha
د D De
ر R Er
ز Z Zet
س S Es
vi
ش Sy Es dan Ye
غ G Ge
ف F Ef
ق Q Qi
ك K Ka
ل L El
م M Em
ن N En
و W We
ه H Ha
ء _’ Apostrof
ي Y Ye
vii
2. Vocal
Vokal terdiri dari dua bagian, ialah vokal tunggal dan vokal
rangkap, transliterasi vokal tunggal sebagai berikut:
´ا A Fathah
¸ا I Kasrah
ا U Ḍammah
يﹷ Ai a dan i
ﹷو Au a dan u
3. Vokal panjang
viii
Tanda Vokal Vokal Latin Keterangan
4. Kata Sandang
5. Syaddah (Tasydīd)
ر
: rabbanā ´ ن´ نا: najjaīnā ْ لح ´ ا: al-ḥaqq
’ب ن
ْي ج ق
´ا
6. Huruf Kapital
Setiap kata, baik kata kerja, kata benda, maupun huruf ditulis
secara terpisah. Berikut contohnya dengan berpedoman pada
ketentuan-ketentuan diatas:
¸ذ’ ْك ´ر
´ي ۡح ˚ك ˚م ¸ب ´ها ٱل Yaḥkumu bihā al-nabiyyūna
َّنب¸ي و ´ن
ْٱ ۡست˚ ۡح ¸فظ˚وا Istuḥfiẓū
8. Singkatan
x
Huruf Latin Keterangan
M Masehi
H Hijriah
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN........................................................ i
ABSTRAK ………………………….……………………….. ii
KATA PENGANTAR.....................................................................iii
PEDOMAN TRANSLITERASI.....................................................vi
DAFTAR ISI...................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................... 1
xiii
c. Menjauhi sifat menjunjing, mengejek dan
mengolok-olok…………………………………… 87
3. Tabayyun dalam Menerima Suatu Berita……………. 89
4. Memperluas Wawasan dan Pengetahuan……………. 94
5. Al-Qur’ān Mengecam Keras Penyebaran Berita
Bohong……………………………………………….. 95
6. Peran Hoax Analyzer dan implikasinya……………… 97
A. Kesimpulan............................................................................100
B. Saran-saran.............................................................................102
DAFTAR PUSTAKA....................................................................103
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Onong Uchana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2002), 8.
2
Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Gramedia Wiasarana
Indonesia, 2004), 7.
1
2
3
Muhyar Fanani, Membumikan Hukum Langit (Yogyakarta: Tiara Wacana,
2008), 60.
4
Sutarman, Pengantar Teknologi Informasi (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009),
13.
5
Sutarman, Pengantar Teknologi Informasi, 17.
6
Sutarman, Pengantar Teknologi Informasi, 59.
3
7
Sutarman, Pengantar Teknologi Informasi, 64.
8
Sutarman, Pengantar Teknologi Informasi, 73.
9
S. Arifianto (ed.), Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Serta
Implikasinya di Masyarakat (Jakarta: PT Penerbit Media Bangsa, 2013), 451.
10
M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi (Bandung: PT Mizan Pustaka,
2007), 337-338.
4
Maksud ayat ini adalah, hai orang orang yang membenarkan Allah dan
rasul-Nya, jika telah datang kalian orang yang fasik dengan membawa
ُ َ َ َّ
suatu berita, ف ن وا ي ب ت “Maka periksalah dengan teliti”.
‘Ulama ahli qirāat berpendapat dalam membaca firman Allah SWT,
ُنوا َّي َب َت ف “Maka periksalah dengan teliti.” Ahli qirāat Madinah
umunya
membaca Fataṡabbatū, dengan huruf Ṡa. Disebutkan bahwa ini termaktub
dalam mushaf ‘Abdullāh.
ُ َ َ َ َّ
Sebagian ahli qirāat lainnya membaca, نوا ي ب ت ي ف dengan huruf
Ya.
Maknannya yaitu, tunggulah hingga kalian mengetahui kebenarannya.
ُ َ َ َ َّ
Jangan terburu-buru menerimanya. Begitu juga makna lafadz توا ب ث ت ف.
Pendapat yang benar tentang hal ini adalah, kedua-duannya merupakan
qirāat yang sudah dikenal, dan maknannya pun tidak jauh berbeda. Karena
itu, dengan qirāat mana saja yang digunakan, telah dianggap benar.11
Para ‘ulama menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan mengenai
peristiwa yang terjadi pada sahabat Nabi bernama al-Wālid bin ‘Uqbah bin
Abī Mu’īṭ yang ditugaskan oleh Rasulullah Saw agar mendatangi Banī
Muṣṭalaq untuk mengambil zakat. Tatkala anggota dari Banī Muṣṭalaq
11
Abu Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir al-Ṭabārī, jilid 23, terj.
Ahsan Askan, Yusuf Hamdani, Abdus Ṣamad, Misbah (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009),
715.
5
mengetahui utusan Nabi Saw telah datang, maka keluarlah dengan maksud
menyambut kedatangan utusan Nabi tersebut dengan membawa zakat
mereka. Akan tetapi al-Wālid mengira bahwa mereka hendak
menyerangnya. Maka dari itulah, al-Wālid kembali kepada Rasul dan
menyampaikan bahwa Banī Muṣṭalaq enggan membayar zakat dan
bermaksud menyerang Nabi SAW. (didalam riwayat lain menyatakan
bahwa mereka telah murtad). Rasulullah SAW pun marah dan mengutus
Khālid bin Walīd untuk memastikan keadaan sebenarnya dari apa yang
disampaikan oleh al-Wālid bin ‘Uqbah tersebut dan mengamanatkan
kepadanya supaya jangan melakukan hal yang tidak diinginkan apalagi
sampai menyerang mereka padahal persoalan tersebut belum jelas. Disana
Khālid ra mengutus salah seorang mata-matanya untuk mencari tau hal
tersebut, sesampainya di Banī Muṣṭalaq ternyata masyarakat disana masih
mengumandangkan adzan dan melaksanakan shalat berjama’ah. Khālid
kemudian mengunjungi mereka lalu menerima zakat yang telah mereka
kumpulkan. Didalam riwayat lain mengatakan bahwa justru mereka Banī
Muṣṭalaq yang datang langsung kepada Rasul SAW, menyampaikan zakat
sebelum Khālid Ibn Walīd melangkah ke perkampungan mereka.12
Ayat ini diturunkan terkait dengan kasus al-Wālid, tetapi berdasarkan
kaidah: Al-‘ibrah bi ‘umūmi al-lafẓi lā bi khuṣūṣi as-sababi (makna ayat
ditentukan berdasarkan keumuman lafadz, bukan berdasarkan spesifikasi
sebab), maka ayat ini berlaku untuk umum atau siapa saja. Berdasarkan
ayat inilah, para ‘ulama hadis kemudian membuat kaidah periwayatan
hadis sehingga menjadi karakteristik yang khas didalam ajaran Islam. Tak
hanya itu, ayat ini juga menjadi tolak ukur bahwa dalam meneliti suatu
informasi kita dianjurkan agar tidak tergesa-gesa dalam mengambil
keputusan sehingga pantas jika Rasul saw menyatakan:
12
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Miṣbāh (Ciputat: Lentera Hati, 2001), 578.
6
َ َ
ال َّت أ ِني َ ن وال ع م َن ش طا ِن
ُ َ
ْهلال َج لل ة ال ي
م
“Pembuktian itu berasal dari Allâh, sedangkan ketergesa-gesaan itu
berasal dari setan”.13
Kemudian pada dimasa ini pun sangat banyak sekali penyebaran berita
bohong seperti halnya yang terjadi khususnya dimasa pandemi corona
virus (covid-19), seperti beredar disosial media seruan gubernur daerah
khusus ibukota Jakarta nomor 6 tahun 2020 mengenai: “Penghentian
sementara hubungan suami istri dalam rangka penghentian virus covid-19
di lingkungan keluarga”, yang didalam edaran tersebut berisi : “Dalam
rangka menghambat penyebaran virus corona maka untuk sementara
waktu hubungan suami istri di hentikan sampai dengan batas waktu yang
di tentukan. Demikianlah himbauan ini untuk dapat di perhatikan dan di
laksanakan terimakasih dan mohon bersabar. Seolah surat edaran tersebut
dikeluarkan dan ditanda tangani oleh Gubernur DKI Jakarta Anis
Baswedan. Dan berdasarkan hasil penelitian serta penelusuran terhadap
edaran tersebut, bahwasannya edaran tersebut tidak pernah ada dan
diklaim salah dan diyakini itu merupakan hasil suntingan, editan dan
rekayasa. Yang mana seorang oknum telah mengedit atau mengcrop
bagian dari pada logo, nomor edaran surat beserta tanda tangan dari
Gubernur DKI Jakarta. Surat edaran yang asli berisi tentang seruan yang
ditujukan kepada semua perusahaan di Jakarta agar dapat menghentikan
sementara kegiatan perkantoran. Berikut isi seruanya: Seruan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2020, tentang “Penghentian
13
Hadist ini dicantumkan oleh Al-Suyūṭī dalam Al-Jāmi’ Al-Kabīr (1/3889) dari
riwayat Ibnu Abī Dunya tentang kecaman marah dari Mujtahid secara mursal, Sa’īd bin
Manṣūr dari Al-Hasan secara mursal, Al-Kharā’iṭi tentang budi pekerti yang mulia, dan
Baihaqī dalam As-Sunan dari Anas.
7
Maka dari itu jika kita mendapat suatu informasi yang masih belum
jelas akan kebenarannya hendaklah bertabayyun dengan tidak tergesa-gesa
agar tidak terjadi salah paham dan mengakibatkan kita menyakiti dan
merugikan orang lain. Penyesalan akan dirasakan pada orang yang
menuduh tanpa bertabayyun terlebih dahulu.
14
Adi Syafitrah, “Dampak Virus Covid-19 Hubungan Suami Istri Jadi
Terancam, 2020,” Diakses, 29 Maret, 2020, https://turnbackhoax.id/2020/03/27/salah-
dampak-virus-covid-19-hubungan-suami-istri-jadi-terancam/ /2020/ 03-Dampak Virus
15
Adi Syafitrah, “Foto Presiden Menggunakan Sepatu didalam Mesjid, 2020,”
Diakses, 05 Juni, 2020, https://turnbackhoax.id/2020/06/05/salah-foto-presiden-
menggunakan-sepatu-didalam-mesjid-terlaknaklahengkau/ /2020/05-Foto
8
ُ ۡ ۡ َ ُ َ كل ُأ كeٌۚ ۡ َ َ ب َ َ
ه سئ و ف ؤا ِ ع ل م ِإ م ل َ وَل ت ما ل
َ َٰٓ
ل
م
ْ ََٰ كا ن َ َع َ ر َّ ِۦه ف ي
ۡ ۡ
و ل ِئ ٱ
و د ب ن ٱل ل ق
ۡ ص س وٱ س ك ٦٣
ع ل
ۡ
ن
“Dan Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui.
Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan
diminta pertanggung jawabannya.” (QS Al-Isrā’ [17]:36)
Pada ayat ini kita sebagai orang yang beriman dianjurkan untuk
berhati-hati terhadap suatu informasi yang dibawa oleh orang yang tidak
kita ketahui, meskipun oleh orang-orang yang dekat dengan kita.16
Allah berfirman: QS. Al-Nūr ayat 15:
ُ َ ٞ ۡ ف َوا ِه ل ۡي ل ُكم ۦه ُ ُ َ َ َ َّ َ ۡ
وت س ٗ ن ِ إ ذ ت ل ق ۡو ن ِ س ن ِت و ت قو لو
َ َ ُ َ ُ ُ
ه ح ُبو ن ا كم ب أ ما س ب م ن ۥه ك ۡ م ب
َو ه ه
ُ َۡ
ع أل
و ˛ ۡ
ِ ل
ي
َ
٥١ مٞ عن د ٱ عظي
َِّلل
“(Ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut
ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu
ketahui sedikitpun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal
dalam pandangan Allah itu soal besar” (QS. Al-Nūr [24]: 15).
Maka dari itu banyak sekali dampak yang ditimbulkan dari penyebaran berita
bohong. Dalam hal ini pemerintah mengambil sikap tegas terhadap penyebar
berita-berita bohong atau Hoax17 serta Hate Speech (ujaran kebencian).
Pemerintah sendiri melakukan berbagai cara untuk menanggulangi berita
hoax tersebut antara lain dengan beberapa cara:18
Pertama, dalam hal ini pemerintah berperan sebagai seorang penegah
dengan mengklarifikasi suatu berita yang teridentifikasi sebagai berita
bohong dalam waktu secepat mungkin dengan menggunakan akun resmi
dan akun lain yang bekerja sama. Jika sebuah kebijakan dari suatu instansi
16
Choiruddin Hadhiri SP, Klasifikasi Kandungan Al-Qur‟an jilid 2 (Depok:
Gema Insani Press, 2005), 123-124.
17
Hoaks adalah berita bohong yakni ketidak benaran suatu informasi, Lihat Tim
Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
18
Pratama Persadha, “Apa Yang Bisa Dilakukan Pemerintah Menangani Berita
Hoax, 2017,” Diakses, 12 Oktober, 2017, http://tekno.liputan6.com/read/2824422/opini-
apa-yang-bisa-dilakukan-pemerintah-menangani-berita-hoax /2017/10-Berita
9
di serang dengan berita-berita yang tidak benar, maka dalam hal ini tidak
membutuhkan waktu yang lama untuk proses klarifikasi. Karena dalam hal
klarifikasi tidak hanya terpaku kepada teks saja melainkan dapat juga
dilakukan dalam bentuk video, grafis dan hal lain yang diproduksikan
dengan singkat dari jalur situs resmi, sosial media dan tradisional.
Kedua, dalam hal ini pemerintah berperan dengan melakukan
identifikasi dan pendekatan kepada suatu situs atau akun pemilik dari situs
tersebut yang terduga atau terbukti berisikan isu-isu negatife yang
berkembang didalam sosial media. Karena sosial media sendiri berfungsi
sebagai pengantar suatu opini, yang menjadikan suatu situs atau akun
memiliki peran penting. Situs atau akun yang memiliki pengaruh ini bisa
terbentuk dari perorangan ataupun kelompok tertentu.
Ketiga, dalam hal ini pemerintah melakukan suatu Kerjasama dengan
search engine dari Google, untuk membersihkan dan menghapus suatu
konten yang teridentifikasi berisikan berita bohong baik dari platform
blogspot ataupun blogger milik Google sendiri.
Keempat, dalam hal ini hendaknya pemerintah menciptakan situs atau
suatu aplikasi yang dapat mengidentifikasi suatu berita mana yang
didalamnya mengandung unsur kebohongan dan mana yang fakta.
Kelima, dalam hal ini hendaknya pemerintah mengikut sertakan
masyarakat dan menghimbau agar membentuk suatu komunitas anti hoax
yang mana bertujuan untuk membantu pemerintah dalam memerangi
berita hoax tersebut, yang mana dari komunitas tersebut nantinya akan
melaporkan kepada pemerintah mana konten yang mangandung unsur
kebohongan dan mana yang tidak.
Pada beberapa waktu lalu, para ilmuan menemukan cara untuk
menangani berita hoax yang tersebar dan beredar di media sosial yakni
dengan membuat aplikasi bernama Hoax Analyzer seperti yang dilakukan
10
Jadi dari masa Nabi kita telah diajarkan bagaimana sikap kita terhadap
suatu berita yang masih belum jelas yang didapat dari orang lain atau
sumber tertentu, yakni dengan adanya Tabayyun. Bagaimana bentuk nyata
dalam tabayyun, apa saja yang perlu diperhatikan dalam bertabayyun ini?
Serta bagaimana etika berkomunikasi didalam al-Qur’an dari sinilah
penulis tertarik untuk membahas masalah ini, hingga sampailah penulis
pada penetapan judul: KAJIAN TEMATIK AL-QUR’AN
MENANGGULANGI BERITA BOHONG.
B. Identifikasi Masalah
19
Holy Lovenia, “Hoax Analyzer, Inovasi Tim Cimol Yang Menembus Imagine
Cup 2017,“ Diakses, 03 Oktober 2017, https://www.itb.ac.id/news/read/5485/home/hoax-
analyzer-inovasi-tim-cimol-yang-menembus-imagine-cup-2017 /2017/10-Hoax
11
2. Rumusan Masalah
D. Tujuan Penelitian
E. Metode Penelitian
Dalam menyelesaikan karya ilmiah ini penulis menggunakan
jenis penelitian (library research) yaitu metode mengumpulkan data
melalui penelitian kepustakaan dengan membaca kitab-kitab yang
13
F. Kajian Pustaka
20
Abd. al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i: Sebuah Pengantar, terj.
Suryan A. Jamrah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), 45-46.
14
G. Sistematika Penulisan
Pada dasarnya sebuah karya ilmiah, dalam penyusunannya itu
diatur menurut bab-bab yang terbagi dalam sub-sub. Untuk menjaga
penulisan ini serta menjaga rangkaian urutan pemikiran, sistematikanya
akan berbentuk sebagai berikut:
Bab pertama berisi pendahuluan yang dimaksud adalah untuk
memperjelas latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab kedua diisi dengan uraian tentang kajian umum berita bohong,
berupa definisi berita bohong, term-term berita dalam al-Qur’an, dan
sistem penanggulangan berita bohong dari masa ke masa.
16
1
Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 186.
2
Suhaemi dan Rully Nasrullah, Bahasa Jurnalistik (Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Jakarta, 2009), 27.
3
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005), 55.
4
Yaitu vrit yang kemudian masuk kedalam bahasa Inggris menjadi write, yang
arti sebenarnya adalah “ada” atau “terjadi”. Sebagian ada yang menyebutkanya vritta,
yang artinya “kejadian” atau “yang telah terjadi”. Vritta masuk ke dalam Bahasa
Indonesia menjadi “berita” atau “warta”. Lihat Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan
Pers (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), 46.
5
Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 212.
6
Atabik ‘Alī Ahmad Zuhdī Muhdār, Kamus Kontemporer Arab Indonesia
(Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1999), 1498.
7
Atabik ‘Alī Ahmad Zuhdī Muhdār, Kamus Kontemporer, 176.
17
18
8
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989),
73.
9
Bohong merupakan pemerkosaan terhadap hak manusia karena setiap ucapan
yang tidak sesuai dengan yang sebenarnnya disebut juga dengan dusta. Lihat
Poedjawijatna, Etika Filsafat Tingkah Laku (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1982), 78.
10
Fitnah adalah suatu perkataan mengenai kebohongan atau tanpa berdasarkan
kebenaran yang disebarkan dengan tujuan merendahkan, menjelekan dan merugikan
orang lain. Lihat Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, Kamus besar Bahasa
Indonesia. 412.
11
Suatu hadits dikatakan palsu bila terbukti secara ilmiah tidak berasal dari
Rasulullah Saw sama sekali. Hadis palsu hanya perkataan bohong yang mengatas
namakan Rasulullah SAW, walaupun seringkali berisi hal yang baik. Lihat Anton
Ramdan, Jurnalistik Islam (Jakarta: Shahara Digital Publishing, t.th), 40.
19
12
Oik Yusuf, “Kenapa Orang Indonesia Doyan Sebar “Hoax” di Medsos?. 2017,”
Diakses, 03 Oktober, 2017,
http://tekno.kompas.com/read/2017/01/08/11083377/kenapa.orang.indonesia.doyan.sebar
.hoax.di.medsos /2017/ 10-Hoax
13
Aulia Bintang Pratama. “Ada 800 Ribu Situs Penyebar Hoax di Indonesia,
2016,” Diakses, 03 Oktober, 2017,
http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20161229170130-185-182956/ada-800-ribu-
situs-penyebar-hoax-di-indonesia/ /2017/10-Situs
14
Kabupaten Buleleng, “Pengertian Hate Speech, 2019,” Diakses, 05 Juni, 2019,
https://www.bulelengkab.go.id/detail/artikel/hate-speech-definisi-hate-speech-66,
/2019/05-Hate
15
Sutan Remy Syahdeini, Kejahatan dan Tindak Pidana Komputer (Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti, 2009), 38.
20
16
Anton Ramdan, Jurnalistik Islam, 38.
21
1. Kata Nabā’:
al-‘Arabi.
‘Ulama ahli Bahasa berpendapat suatu berita belum disebut “nabā”
jika bukan hal yang penting dan mempunyai dampak besar.
Sehingga, setiap berita yang penting disebut “nabā”.20 Diantara
yang mendukung makna ini adalah firman Allah Swt:
َ ِۢ ُ ۡ
و ِ ج ئ ت ك م ن س َب ِ إ ِ ب ن َب ٖإ َي
٢٢ ِقي ٍن
“Aku datang kepadamu dari negeri Saba' membawa suatu
berita yang meyakinkan”. (QS. An-Naml [27]: 22)
17
Ibnu al-Manzur, Lisan al-‘Arab, jilid 1 (Bairut: Dār al-Sadir, t.th), 163.
18
Abdullah Yusuf Ali, Tafsir Yusuf Ali (Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa,
2009), 1582.
19
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh (Ciputat: Lentera Hati, 2011), 589.
20
Muhammad ‘Alī Al-Ṣābūnī, Tafsir Ayat-ayat Ahkam (Depok: Keira
Publishing, 2016), 514-515.
22
ُ َّ
ة َو ْب ن ال َعة ْف ر˛ ال
bentuk dari kata yang berarti ِ (keluhuran
21
Tim Penyusun Ensiklopedi Al-Qur’an, Ensiklopedi al-Qur’ān (Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), 1275.
22
17 dalam bentuk mufrad dan 12 kali dalam bentuk jama’, kata tersebut
digunakan untuk merujuk kepada berita yang besar dan penting, meski belum bisa
23
2. Kata Khabar
Kata khabar terdiri dari kata kha, ba dan ra. Menurut Ibnu
Manzur dalam kamus lisan al-‘Arabi, kata khabar bermakna
informasi (nabā’) yang mendatangi seseorang dari pembawa
informasi. Kalimat khabbarahu bi każa dan akhbarahu itu
semakna dengan nabbā’ahu. Sedangkan kata istakbarahu
bermakna bertanya dan meminta diberikan sebuah informasi atau
kabar.25 Dalam tata bahasa khabar sendiri merupakan bentuk dari
mashdar yang berarti kabar dan berita.26 Secara pengetahuan,
khabar adalah berita yang biasanya belum lama terjadi, namun
tidak dikategorikan berita penting dan besar. Khabar bisa pula
dimaknai sebuah berita biasa yang datang belum tentu memiliki
nilai kebenaran. Beritanya tersebar terkadang lebih hebat dari
kenyataan yang sebenarnya.27
25
Ibnu al-Manzur, Lisan al-‘Arab, jilid 4 (Bairut: Dār al-Sadīr, t.th), 227.
26
Abū Al-Husainī Ahmad ibn Fāris ibn Zakariyya, Mu’jam Maqāyis al-Lughah,
Cet. I (Bairut: Dār al-Fikr, 1994), 339.
27
Ilham Badu, Berita Terorisme Dalam Perspektif Media Cetak; Studi Kasus
Koran Republika dan Koran Kompas, 16-17.
28
George A. Maksidi, Cita Humanisme Islam: panorama kebangkitan intelektual
dan budaya islam dan pengaruhnya terhadap renaisans barat (Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2005), 260.
29
M. Abduh Almanar, Pengantar Studi Hadits (Jakarta: Referensi, 2012), 5.
25
3. Ifkun
Makna Ifk berasal dari kata afaka sama dengan kata ifk yang
berarti bohong.31 Ifkun sama dengan khazib yang berarti dusta,
bohong, afaka-afkan wa afika wa affaka berarti berbohong,
berdusta,32 hadis al-ifki berarti berita bohong atau gossip,33 (ufika)
yang pada mulannya berarti ‘memalingkan’ atau ‘membalikan
sesuatu’. Setiap yang dipalingkan dari arah semula kearah lain
disebut ifk.34 Kata Ifk disebutkan didalam al-Qur’an dalam
berbagai bentuk sebanyak 22 kali. Didalam al-Qur’an sendiri kata
Ifk berarti pendusta, yakni sebuah perkataan yang tidak sesuai
dengan kenyataan, disebutkan dalam kasus istri Rasulullah Saw
yakni Aisyah ra, (QS. An-Nur/24: 11).
30
Tim Penyusun Ensiklopedi Hukum Islam, 895.
31
Abū al-Fadl Jamāl al-Dīn Muhammad Makrum Ibn Manẓūr al-Farīqī al-
Mishri, Lisan al-‘Arab, jilid 10 (Bairut: Darus hadir, 1990 M/1410 H), 390.
32
Ahmad Warson Munawwīr, Kamus al-Munawwīr Arab-Indonesia Terlengkap
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), 31.
33
Tim Kashiko, Kamus Lengkap Arab-Indonesia (Surabaya: Kashiko, 2000), 12.
27
2. Masa Nabi
36
Abu Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir al- Ṭabārī, jilid 17, terj.
Ahsan Askan, Yusuf Hamdani, Abdus Ṣamad, Misbah (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009),
537-571.
37
Abdullah Hadir, Kisah Wanita-wanita Teladan (Riyadh: Kantor Dakwah dan
Bimbingan Bagi Pendatang, 2005), 14.
30
3. Masa Shahabat
38
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thabari, Jami’ al-Bayan An-Ta’wil Ay al-
Qur’an, juz 17 (tk: Markaz Al-Buhuts Wa Dirasat Al-‘Arabiyah Al-Islāmiyyah, 2001),
190.
39
Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadis (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2016), 308.
40
Al-Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Jakarta: Bulan
Bintang, 1954), 54.
41
M. Abduh Almanar, Pengantar Studi Hadis, 90.
31
42
M. Abduh Almanar, Pengantar Studi Hadis, 91.
43
M. Abduh Almanar, Pengantar Studi Hadis, 101.
32
44
Gregorius Agung, Photoshop Hoax (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo,
2010), 144-146.
35
45
Yunita, “Ini Cara Mengatasi “Hoax” di Dunia Maya, 2017,” Diakses, 05 Juni,
2018, https://kominfo.go.id/content/detail/8949/ini-cara-mengatasi-berita-hoax-di-dunia-
maya/0/sorotan_media /2018/06-Hoax
36
46
T.m, Cara Kerja Hoax Analyzer, 2017,” Diakses, 05 Juni, 2018,
http://teknologi.metrotvnews.com/news-teknologi/VNxQa91b-begini-cara-kerja-hoax-
analyzer-karya-tim-cimol /2018/ 06-Hoax
BAB III
ْ َ ُّ َ َّ ُ َٰٓ ْ
فا َ ن َّ ي ُن أن صي ۡ و بج َlه ُ ِ حوا ك
ُ
ي أ ي ها ٱ ل ن و ا
ُ ْ
َْٰٓوا ف ت بو ا َُۢما َل ة ت ب َ ِسق
إن ءا َم
ِذين
ٖ ب ٖإ ۡم
ق ب َت َ َٰٓ
ف ص ب جا
َء
38
39
QS. An-Nisa: 94
َ ۡ َ ۡ َ ْ ُ ُ َ َ ُ ُ َّ َ
س ت قو لو ا ِ ۡل ن أ ل ق َم ن ض َۡرب ت ۡم ِفي َِّلل ف ت ي أ ُّي َها ٱ ل ِذين ءا
lَ َ ُ َ ْ ُ َ ْ َٰٓ
ل ى ِإ ل ۡي ك ُم ٱل وَلlَٰٓ س ِبي ِل ٱ َب َّي نو ا ِإ ذا وا
َم
lَ ۚۡٞ َ ۡ
لست م ۡؤ ِم ّٗنا َت ۡب َت ُغو ض ٱ ل َح َي َ د ٱ م َغا ِن ُم ك ِثي ر ة ك ذ ق
ِلك كن ُتم ِمن ۡبل ۡ
و ِة ٱل ُّد ن َيا َِّلل فl ن ع َر
َ
ۚ
ِعن
َٰٓ ُ
٤٩ ف َم َّن ُ َّ ك ُ ن وْا إ َ َّ كا َن ب َما َت ۡع خ ِبي ّٗرا
ِ ِ
ۡ
َ ُ َ َ ل َّ ٱ ل م ع
م لو ن ن ٱفت
ي ۡ َل
َ َّ ل ل
بي
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi
(berperang) di jalan Allah, Maka telitilah dan janganlah kamu
mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam"
kepadamu: "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu
membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan
di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. begitu
jugalah Keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan
nikmat-Nya atas kamu, Maka telitilah. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Pada ayat diatas ditegaskan bahwa jika “Apabila kamu pergi
(berperang) di jalan Allah,” yang dimaksud ialah jika engkau hendak
pergi berperang melawan musuh-musuh kamu, maka fatabayyanu (Maka
telitilah) yakni berhati-hatilah untuk membunuh seseorang yang masih
kalian ragukan kedudukannya, Karena kamu belum mengetahui secara
pasti kadar keimanannya atau kadar kekufurannya, dan apakah ia orang
41
1
Abu Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, jilid 7, terj. Ahsan
Askan, Yusuf Hamdani, Abdus Ṣamad, Misbah (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), 528-
529.
42
2
Abu Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, Jilid. 19, 22-25.
43
manik-manik Yaman dari kota Zafar itu telah putus. Dan ‘Āisyah pun
kembali mencari kalung itu, setelah menemukanya, ia kembali kepasukan
akan tetapi yang didapatinya pasukan tersebut sudah tidak ada dan tidak
menemukan seorangpun. Pada saat itu ‘Āisyah adalah seorang wanita
muda yang kurus. Orang-orang yang mengangkat tandu ‘Āisyah tidak
menyadari bahwa ‘Āisyah tidak ada dalam tandu tersebut dan mengira
bahwa sayyida ‘Āisyah ra sudah berada didalam tandu, maka berangkatlah
mereka tanpa sayyida ‘Āisyah ra.3 Ketika ‘Āisyah tidak menemukan
seorang pun, maka ia berbaring ditempat itu dan menunggu seraya
berharap pasukan tersebut kembali untuk menyemputnya, akan tetapi
‘Āisyah terbangun ketika mendengar ucapan Ṣafwān bin Al-Mu’aṭal,
“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un” pada saat itu Ṣafwān berada dibelakang
pasukan untuk mempertahankan bagian belakang pasukan. Menurut satu
pendapat, ‘Āisyah terjaga ketika Ṣafwān kembali. Ṣafwān turun dari
untanya dan mempersilakan ‘Āisyah untuk menaikinya dan Ṣafwān
kemudian menuntun unta tersebut.4 Lantas ketika sesampainya tiba di kota
Madinah terlihat bahwa sayyidah ‘Āisyah ra datang dengan menunggangi
seekor dengan ditemani salah seorang shahabat bernama Ṣafwān bin Al-
Mu’aṭal Al-Silmī. Peristiwa tersebut menimbulkan isu-isu negatif terhadap
sayyida ‘Āisyah ra dan Ṣafwān hingga menyebar menjadi berita bohong.
Rasulullah Saw sendiri tidak tahu akan kebenaran berita tersebut sehingga
3
‘Abdullah Hadīr, Kisah Wanita-wanita Teladan (Riyadh: Kantor Dakwah dan
Bimbingan Bagi Pendatang, 2005), 14.
4
Abū ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-Qurṭubī,
jilid 12, terj. Muhyiddin Mas Rida, Muhammad Rana Mengala, Ahmad Aṭaillah Mansur
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), 508.
44
Allah Swt menurunkan wahyu-Nya dalam QS. An-Nur ayat 11-20 sebagai
klarifikasi atas berita bohong tersebut.5
Ayat tersebut merupakan kecaman terhadap orang yang telah menuduh
istri Nabi dengan tidak adanya bukti-bukti. Allah menyatakan:
Sesungguhnya orang-orang yang membawa, maksudnya adalah siapa
orang yang menyebar berita dengan disengaja, berita bohong yang keji itu
menyangkut kehormatan keluarga Nabi Muhammad Saw adalah dari
golongan yang dianggap bagi komunitas kamu, yakni yang hidup ditengah
kamu, wahai kaum mukminin. Janganlah kamu mengira, yakni
menganggap berita bohong itu, buruk bagi kaum bahkan itu baik bagi
kamu karena, dengan demikian, kamu dapat membedakan siapa yang
munafik dan siapa yang kuat imannya. Setiap orang dari mereka yang
menyebarkan humor itu mendapat balasan sesuai kadar apa yang dengan
sengaja dan sungguh-sungguh dia kerjakan dari dosa isu buruk itu. Dan
barang siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar, yakni
yang menjadi sumber serta pemimpin kelompok itu, di dalamnya yakni
dalam penyiaran berita bohong itu, di antara mereka yang
menyebarkannya maka baginya azab yang besar di akhirat nanti.6
5
Abu Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Jami’ al-Bayān An-Ta’wīl Ay al-
Qur’an, juz 17 (tk: Markaz Al-Buhuṡ Wa Dirāsat Al-‘Arabiyyah Al-Islāmiyyah, 2001),
190.
6
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, Volume 8 (Ciputat: Lentera Hati, 2011),
490.
7
Muhyiddin Ad-Darwisy, I’rab al-Qur’an al-Karim, jilid 5 (Bairut: Dār Ibnu
Katsīr, 2005), 247.
45
Kata (‘ )عصبةushbah diambil dari kata (‘ )عصبashaba yang pada
mulanya berarti mengikat dengan keras. ‘Ushbah adalah sekelompok
orang yang sepakat untuk meraih tujuan bersama, semisal kelompok
pengedar narkotika, kelompok pencuri.11 Makna dasar ()عصبة
dalam bahasa Arab adalah sekelompok orang yang satu sama lain bersikap
fanatik.12 Dari akar kata yang sama lahir kata ( )متعصبmuta’ashib yakni
fanatik, juga kata (‘ )عصبةishabah yakni kelompok pembangkang. Kata
yang digunakan ini dipahami dengan arti kelompok yang terjalin kuat oleh
satu ide, dalam hal ini isu negatif itu yang jumlah mereka antara sepuluh
sampai empat puluh orang atau, menurut pendapat lain, dari tiga sampai
sepuluh orang. Diperoleh kesan dari kata ini bahwa ada diantara mereka
telah berkomplot untuk melakukan fitnah besar guna mencemarkan nama
baik keluarga Nabi dan merusak rumah tangga beliau.
8
Syeikh Muhammad Mutawallī Sya’rawī, Tafsir Sya’rawī (Medan; Duta Azhar,
2011), 559.
9
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, 492.
10
Fakhruddīn Al-Razī, Tafsir Kabir: Mafatih al-Ghaib, jilid 12 (Bairut: Dār al-
Kitāb al-‘Ilmiyyah, 1971), 150.
11
Syeikh Muhammad Mutawallī Sya’rāwī, Tafsir Sya’rāwī, 560.
12
Abū ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, Jilid. 12, 507.
46
yaitu Hassan Ibn Tsābit, Mistḥaḥ Ibn Atsatsaḥ, dan Hamnaḥ (saudara
perempuan istri Nabi Saw. Yakni Zaināb binti Jahsy).13
13
Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, Jilid. 19, 3.
14
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbāh, Volume 8, 493.
15
Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, Jilid.19, 5.
16
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbāh, Volume 8, 494.
47
Ayat diatas menyatakan bahwa akan ada siksaan yang sangat pedih
bagi siapa saja yang terlibat didalam suatu kebohongan itu, khususnya
bagi yang memiliki perang besar. Para ulama disini berbeda pendapat
mengenai hukuman apakah hukuman duniawi berupa pemcambukan
delapan puluh kali diterapkan atas mereka yang terlibat itu atau tidak.
Namun demikian, walaupun mereka tidak terkena sanksi pemcambukan,
kecaman ayat-ayat ini serta pandangan negatif yang tertuju kepada mereka
setelah turunnya ayat-ayat ini sungguh telah merupakan siksaan batin yang
tidak kecil.
Tatkala kabar berita yang tidak baik itu tersebar, Nabi Saw gundah dan
bimbang. Beliau memastikan Kembali dengan bertanya dan mencari
informasi ke banyak orang, diantaranya istri beliau yang selama ini
“bersaing” dengan ‘Āisyah, yaitu Zaināb binti Jahsy. Walau sebagai
“madu” Zaināb sama sekali tidak mendiskreditkan ‘Āisyah. Dia
menjawab: “Saya tidak mengetahui kecuali yang baik dari ‘Āisyah.”
Usamah juga menjawab dengan nada yang sama. Tetapi, Sayyidina ‘Alī
Ibn Abī Ṭalīb yang merupakan keponakan Rasul iba melihat beliau
sehingga menjawab: “Wahai Rasul, Allah tidak mempersempit wanita
untukmu. Banyak wanita selainnya. Jika engkau bertanya pada
jariyah/pembantunya, yakni Burairah, tentulah dia akan menjawab yang
sebenarnya.” Jawaban Sayyidina ‘Ali ra ini melukai ‘Āisyah ra. Yang
17
Ibnu Kaṡīr, Shahih Ibnu Kaṡīr, jilid 6 (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsīr, 2017),
341.
48
18
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbāh, Volume 8, 495.
49
rencana jahat yang dibuat dan dilaksanakan terhadap Nabi saw. Sekalipun
demikian, mereka harus dimarahi karena ketika mendengar desas-desus
palsu itu, mereka hanya berdiam diri saja. Dan lebih buruk lagi adalah
ketika mereka dengan sadar atau tidak, ikut menyebarluaskannya.19
19
Allamah Kamāl Faqīh, Tafsir Nurul Qur’an, jilid 11 (Jakarta: Al-Huda, 2006),
293-294.
20
Abū Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-Qurṭubī,
Jilid.12, 516.
21
Abū Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-Qurṭubī,
Jilid.12, 517.
50
yang baik, karena kalian mendapatkan tempat yang baik untuk kata-kata
itu”22
Tatkala berita yang tidak baik itu menyebar, ada diantara kaum
mukminin yang diam, mereka tidak membenarkan dan tidak membantah.
Dan aja juga yang membicarakan sambil bertanya mengenai kebenaran itu
sambil keheranan, dan ada pula yang tidak percaya dengan hal tersebut
dan percaya dengan kesucian sayyidah ‘Āisyah ra.
Dan ayat itu pun mengecam orang lain yang diam tapi seakan
mempercayai hal itu, dan bagi orang lain yang membicarakan hal tersebut
sambil membenarkannya. Pada ayat ini mengajarkan kepada kita agar
berhusnudzon bahwa: mengapa di waktu kamu mendengarkan, yakni
berita bohong itu, kamu selaku orang-orang mukmin dan mukminat tidak
bersangka baik terhadap saudara-saudara mereka yang dicemarkan
namanya, padahal yang dicemarkan namanya itu adalah bagian dari diri
mereka sendiri, bahkan menyangkut Nabi mereka dan keluarga beliau,
dan mengapa juga mereka tidak berkata: “ini adalah suatu berita
bohong
22
Akhmad Sagir, Husnuzzhan dalam Perspektif Psikologi (Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2011), 65.
23
Satrio Pinandito, Husnuzan dan Sabar Kunci Sukses Meraih Kebahagiaan
Hidup KiatKiat Praktis Berpikir Positif Menyiasati Persoalan Hidup (Jakarta: Penerbit
PT Elex Media Komputindo, 2011), 13.
24
Syeikh Muhammad Mutawallī Sya’rāwī, Tafsir Sya’rāwī, Jilid 9, 563.
52
Kemudian dari pada ayat ini menjelaskan bahwa jika kita dalam
ketidak tahuan terhadap suatu informasi berita maka hendaklah berhati-
25
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, Volume 8, 495-496.
53
hati jangan sampai kita menyampaikan hal tersebut ke orang lain yang
bahkan kita sendiri tidak tau dengan informasi berita itu yang
dikhawatirkan kita ikut tergolong seperti kedudukan si pembuat berita
bohong tersebut. Yang mana nantinya akan menjadi sebuah penyesalan
dikemudian hari atas apa yang kita lakukan, karena sudah dijelaskan
َٰٓ
didalam al-Qur’ān.26 Allah Swt berfirman:
lَ ْ َ َ ُ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َّ ٌۚۡ ۡ ۡ ۡ َ
وَل ت قف ما ل يس لك ب ِۦه ع ل م إ ن ٱلس م ع وٱ ل بص ر وٱ ل ف ؤا د كل أ و ل
ُ ۡ َ
ِئك كا ن ع ن ه
ّٗ ُ
٦٣ مس ٔٔوَل
“Dan janganlah engkau mengikuti apa yang engkau tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
pengelihatan dan hati semuanya itu akan dimintai
pertanggungjawabannya” (QS. al-Isra’ [17]: 36)
Maksudnya dari mendatangkan saksi adalah, mengapa golongan orang-
orang yang menyebarkan berita bohong itu dan menuduh ‘Āisyah dengan
kedustaan, tidak mendatangkan empat orang saksi atas tuduhan tersebut?
Jika mereka tidak mendatangkan empat orang saksi atas kebenaran yang
mereka tuduhkan, failaika ‘inda Allahi humul khazibun “Maka mereka
itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta,” terhadap berita bohong
yang mereka bawa.27
26
M.Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbāh, Volume 8, 496-497.
27
Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, Jilid. 19, 34.
28
Syeikh Muhammad Mutawallī Sya’rāwī, Tafsir Sya’rāwī, Jilid 9, 564.
29
Abi Hasan ‘Alī bin Muhammad bin Habīb Al-Māwardī Al-Baṣrī, Tafsir An-
Nukat wa Al-‘Uyun, jilid 3 (Bairut: Dār al-Kitāb al-‘Ilmiyyah, t.thn), 114-115.
54
yang menyebarkan berita bohong itu? Dalam hal ini ada dua pendapat,
yaitu:
30
Abū ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, Jilid. 12, 514.
31
Abū ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, Jilid. 12, 515.
32
Ibnu Kaṡīr, Shahih Ibnu Kaṡīr, jilid 6 (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsīr, 2017),
344-345.
56
Serta ayat ini merupakan sebuah celaan yang keras dari Allah Swt,
namun Allah Swt melindungi kalian dengan rahmat-Nya di dunia, dan
mengasihi di akhirat orang yang datang kepada-Nya dalam keadaan
bertaubat.33 Mengapa Allah tidak memberi mereka azab dan balasan atas
kebohongan yang mereka tuduhkan kepada ‘Āisyah ra? hal ini
dikarenakan Allah hendak menjadikan peristiwa ini sebagai ibrah dan
pelajaran pada mereka tentang bagaimana menjaga kehormatan kaum
mukmin.34
33
Abū ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, jilid. 12, 519.
34
Syeikh Muhammad Mutawallī Sya’rāwī, Tafsir Sya’rāwī, jilid 9, 564.
35
Allamah Kamāl Faqīh, Tafsir Nurul Qur’an, jilid 11 (Jakarta: Al-Huda, 2006),
295.
36
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, Volume 8, 496-498.
57
bagi mereka pada yang yang lalu. Firman Allah “ (ingatlah) ketika kamu
menerima (berita bohong) itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan
dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikutpun, dan kamu
menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal”.
Maksud nya ialah tatkala kalian menyebarkan berita negatif itu dengan
benar dari lisan kalian kepada orang lain dikalangan kalian, padahal kalian
tidak mengetahui kebenaran dari berita itu, kalian menyangka bahwa hal
itu adalah hal yang remeh, sepele atau hal kecil dan tidak akan dibalas
hukuman oleh Allah Swt, atau dibalas dengan hukuman yang ringan.
Padahal, itu merupakan sebuah dosa besar dan akan dibalas oleh Allah
Swt dengan hukuman yang berat pula. Dalam hal ini menurut pandangan
Ibnu Asyur ada dua sebab yang menjadikan ia suka menyampaikan suatu
informasi yang belum jelas: pertama, orang yang kurang cerdas yang
mana orang tersebut dengan mudah menyampaikan suatu hal yang bahkan
dia sendiri belum mengetahuinya dalam hal ini ia tergolong orang yang
dusta. Kedua, orang munafiq yang mana orang tersebut menyembunyikan
kebenaran yang diyakininya yang kemudian ia menyampaikan informasi
palsu yang padahal dia sendiri tidak tau akan kebenaran itu. Dilanjut
firman Allah Swt: “dan mengapa kamu tidak berkata ketika
mendengarnya, “tidak pantas bagi kita membicarakan ini. Mahasuci
Engkau, ini adalah kebohongan yang besar.” Maksudnya ialah, mengapa
kamu tidak berkata dengan tegas ketika secara langsung mendengarnya
dan berkata ”tidaklah pantas bagi kita membicarakan kebohongan ini,
terlebih ini menyangkut istri Nabi, maha suci engkau Ya Allah sungguh
ini merupakan kebohongan yang besar”.
Firman Allah, “Dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak
kamu ketahui sedikitpun.” Maksudnya, kalian mengatakan dengan mulut
kalian suatu perkara yang tidak kalian ketahui (kebenarannya) yang kalian
ceritakan diantara kalian. Kalian berkata , “Kami mendengar ‘Āisyah
melakukan ini dan itu,” padahal kalian tidak mengetahui kebenarannya.
“Dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja.” Kalian menyangka
ucapan kalian tentang berita itu merupakan hal yang ringan, yang
dimaksud ialah hal yang sepele.40 Kalian dengan ringannya mengatakan
suatu perkara kotor menyangkut pribadi Ummul Mukminin dan
menganggapnya sebagai perkara yang biasa-biasa saja.41
37
Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, Jilid. 19, 38.
38
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, Volume 8, 500.
39
Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, Jilid. 19, 37.
40
Abū Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, Jilid. 12, 521.
41
Ibnu Katsīr, Shahih Ibnu Katsīr, jilid 6 (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsīr, 2017),
345.
42
Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, Jilid.19, 40.
59
dan biasa saja, padahal ini sangat berat di sisi Allah, karena berkaitan
dengan kehormatan mukminin, apalagi ini menyangkut kehormatan
Rasulullah Saw.43
Dan dari kesekian kali penjelasan dari ayat ini bahwasanya Allah
mengancam orang-orang yang ikut terlibat dalam penyampaian berita
bohong tersebut baik orang itu tau akan kebenaran tersebut ataupun yang
belum sama sekali mengetahui akan kebenarannya, jika dikaitkan dengan
zaman sekarang ialah siapapun yang ikut men-share berita tersebut tanpa
adanya klarifikasi padahal ia tidak tau akan kebenarannya, apabila ia ikut
dalam penyebarannya maka ia pun mendapat ancaman dari Allah berupa
siksaan yang amat pedih. Karena, walau perkara itu adalah hal yang sepele
atau remeh akan tetapi disisi Allah adalah suatu hal yang besar, karena hal
ini menyangkut hubungan sesama umat muslim.44
43
Syeikh Muhammad Mutawallī Sya’rāwī, Tafsir Sya’rāwī, Jilid 9, 565.
44
Luṭfi Maulānā “Kitab Suci dan Hoax: Pandangan Al-Qur’an Dalam Menyikapi
Berita Bohong,” Jurnal Ilmiah Agama Islam dan Sosial Budaya, vol. 2, no. 2 (2017):
215-216.
60
Dan ada juga ulama yang berbeda pendapat mengenai turunya ayat ini,
tidak sedikit yang menolak riwayat tersebut untuk dijadikan landasan
bahwasanya tidak seluruh shahabat Nabi yang dapat diakui integritasnya.
Dan ada juga yang menyatakan bahwa Al-Walīd bin ‘Uqbah salah paham
menyangkut Bani Mustalaq, apalagi sebelumnya telah ada permusuhan
diantara mereka dan Al-Walīd yang pernah membunuh salah satu keluarga
mereka, dan yang salah paham tentunya tidak berdosa, sebagaimana
Firman Allah dalam Q.S :
45
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, 587
46
Syaikh Muhammad Thohīr Ibn ‘Asyur, Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir, jilid 10
(Tunisia: Dār Suhnun Lin Nasyār wa al-Tauzi’, t.th), 228.
47
Abū Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, Jilid. 17, 26.
48
Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, Jilid. 23, 716.
49
Abi Hasan ‘Ali bin Muhammad bin Habib Al-Māwardī Al-Baṣrī, Tafsir An-
Nukat wa Al-‘Uyun, jilid 5 (Beirut: Dār al-Kitāb al-‘Ilmiyyah, t.t), 328-329.
61
َٰٓ َ َٰٓ َٰٓ
في ٱل خ َ
اء ف ۡ ت ۡع ل َد أ َ ٱ ۡد ُ ه ۡلَ ب ا
˛ ُ l ُِ ۡ إ lْ َٰٓ ُ ِل ِإن م ۡ ۡ
و ن ِ دي ِن
ه م ف م وا ٱ ل م ئِ ه ۡم و قسط
ُ
ك ۡم ءا َب ل عن ه عو
َ َ َٰٓ
ُ ا ك و ب َُ ع َّم ق ُلو َ م ا ط ِ ۦه و ل
َ ُ l
و َم َ وِلي ك و ل ۡي ج
َّلل
َ ۚۡ ُ َ ۡ َ ُ ۚۡ
دت ما ك ۡم ن ٱ أخ في أ ب ِكن ۡم ل ك ۡم ناح
ت ُ ۡ
تم ي سع
ُ
٥ غ فو ّٗرا ر ِحي ًما
“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai)
nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah,
dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka
(panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan
maula-maulamu. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang
kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja
oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
Dan ada lagi yang mempersalahkan Al-Walīd dengan alasan jika dia
salah paham maka hal itu disampaikan kepada Nabi Saw sambal berkata,
“Saya duga mereka akan membunuhku.” Akan tetapi ia menyatakan
dengan “Mereka enggan membayar zakat”. Dengan demikian ialah yang
dimaksud dengan kata fasiq pada ayat ini, dan sejarah hidupnya menunjuk
kearah sana. Banyak ulama mengatakan Al-Walīd ditugaskan oleh Utsman
ra sebagai penguasa kota kufah di irak, pada suatu ketika dalam keadaan
mabuk ia memimpin shalat subuh sebanyak empat raka’at. Ketika ditegur
ia berkata, “Maukah aku tambah lagi raka’atnya. Akhirnya ia dipecat oleh
Khalifah Utsman ra.50
Kata Ya ayyuha adalah al-Nidā (kata untuk memanggil seseorang atau
beberapa bahkan secara keseluruhan), panggilan ini merupakan sebuah
sanjungan atau kehormatan yang diperuntukan kepada orang-orang yang
beriman, beda jika hanya menggunakan kata yā saja. Seperti halnya ketika
bani israil memanggil nabi Musa as dengan menggunakan kata ya semata
hal itu menunjukan bahwa mereka tidak menghormati dan memuliakan
Nabi yang diutus kepada mereka sebagai penuntun untuk mendapatkan
keridhaan, bahkan mereka mengejek, menyiksa hingga pada tahap
50
M. Quraish Shihab, Tafsīr al-Misbāh, Volume 12, 588.
62
51
Burhān al-Dīn Abī al-Ḥasan Ibrahim bin Amr al-Biqā’I, Naẓm al-Durar fi
Tanāsub al-Ayāt wa al-Suwar, jilid 1 (Al-Qāhirah: Dār al-Kitāb al-Islām, t.th), 412.
52
Asy -Syaikh Musṭafa al-Ghalaīnī, Jāmi’ ad-Durūs al-‘Arabiyyah (Bairut: Dār
al-Kutub al-Ilmiyyah, 1435 H/2014 M), 98.
53
Al-Rāgib al-Aṣfahāni, al-Mufradāt fī Garīb al-Qur’ān (Bairūt: Dār al-
Ma’rifah, t.th), 557.
54
M. Quraish Shihab, Tafsīr al-Misbāh Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ān,
Cet. I (Jakarta: Lentera Hati, 2009), 624.
63
56اي
kali terjadi, pada contoh diatas QS. Al-Baqarah 180 ketika ayat tersebut
menunjukan kata “kematian/tanda-tandanya” ia menggunakan kata Idza
karena hal tersebut merupakan suatu hal yang pasti akan terjadi,
sedangkan ketika berbicara tentang “harta yang banyak yang ditinggal,
ayat tersebut menggunakan kata In, karena itu jarang atau diragukan
terjadi pada setiap orang.
Contoh ayat lainnya:
ُ َ ْ ُ َ َ ُ َ ْ َٰٓ ُ َّ َ
و ِة فٱغ ِس لو ا و ُجو ه كl ي أ ُّي َها ٱ ل ِذين ءا َم ن و ا إ ذا ق ۡم ت ۡم إ لى ٱلص ل
َ َۡ َ ۡ ُ َ ۡ َ ۡ
م و أ ي ِد ي ك م إ لى ٱ ۡل را ِف ِق
ُ ُ ۡۚ َ ۡ َ ُ َ َ ُ ْ
وٱ ۡمس ُحو ا ب ُر ُءو ِس ك ۡم و أ ۡر ُج ل ك ۡم ِإ لى ٱ ل ك ۡع َب ۡي ِ ن ِو إن كن ت ۡم ج ن
ْۚۡ
َٰٓ َ ُ
ىl Sّٗبا فٱط َّه ُرو ا ِو إن كن تم م ر ض
ۡ
lَ ۡ َ َٰٓ َ ۡ َٰٓ
َ ُ ٞ َ َ َ َ َ
ى س ف ٍر أ و ج ا ء أح د ِمن كم ِم ن ٱ ل غ ا ِئط أ وl أ ۡو ع ل
ۡ
ْ ُ َّ َ َ ّٗ َٰٓ ْ ُ َ ۡ َ َ َٰٓ ˛ ُ
لس ت ُم ٱل ِ نس ا ء ف ل م ت ِج دو ا م ا ء ف ت ي م مو ا
ُ ُۚۡ ۡ ُ َ ُ ْ ّٗ
ص ِعي دا ط ِ˛ي ّٗبا فٱ ۡمس ُحو ا ب ُو ُجو ِه ك ۡم و أ ۡي ِدي كم ِم ن ه ما ي ِري د ٱ
ۡ ُ َ ُ
َّلل ِل َيج َعل ع ل ۡي كم ِم ن ح َر ٖج
َ ُ َ َ ۡ َّ ُ ۡ ُ َ ˛ ُ ُ ُ lَ
و ل ِكن ي ِري د ِل يط ِ ه ر ك م وِل ي ِت م ِن ع م ت ۥه ع ل
َ ُ َ ُ َّ َ ُ
٦ ۡي ك ۡم ل َع ل ك ۡم تش ك ُرو ن
“Wahai orang-orang yang beriman! Apakah kamu hendak
melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu
sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu
sampai ke dua mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah. Dan
jika kamu sakit59 atau dalam perjalanan kembali dari tempat buang
air (kakus) atau menyentuh60 perempuan, maka jika kamu tidak
memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik
(suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah
tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan
58
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tanggerang: Lentera Hati, 2013), 91.
59
Sakit yang tidak boleh terkena air.
60
Menyentuh, menurut jumhur ialah “Bersentuhan kulit”. Sedangkan Sebagian
mufasir berpendapat “Bercampur sebagai suami istri”.
65
ُي َأ ُّي َها ٱ َّل ذين ءا َم ُن َٰٓوْ ا إن َتنص ُرو ْا ٱ ََّلل َ ني ص ۡر ُك ۡم وي
ِ ِ
ُ َ ۡ َ ˛ َ
٧ ث ِ بت أ ق دا َم ك ۡم
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama)
Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu.”
Penggunaan kata In pada ayat tersebut bertujuan mengingatkan mitra
bicara agar tidak yakin tentang kualitas pembelannya terhadap agama
Allah atau imannya agar ia terdorong untuk mengingatkannya, karena
siapa yang telah yakin mencapai targetnya, makai a seringkali berhenti
tidak berusaha lagi. Hal ini yang tidak dikehendaki oleh pesan ayat-ayat
diatas.62
Selanjutnya kata Fasik dalam ayat ini pada dasarnya berasal dari akar
kata fasaqa-yafsuqu-fusuqan yang memiliki arti keluar dari jalan yang
hak, keshalehan serta syari’at.63 Dan Ibn Faris menyebutkan bahwa kata
61
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, 92.
62
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, 93.
63
Ahmad Warson Munawwīr, Al-Munawwīr: Kamus Arab-Indonesia (Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997), 1055. Lihat juga Abu al-Qasīm al-Husain Ibn Muhammad Ibn
Mufadil al-Ragib al-Ashfahani, Mu’jam Mufradat Alfaz al-Qur’an (Bairut: Dār al-Kutub
al-‘Ilmiyah, 2004), 425.
66
yang terdiri dari huruf fa, sin dan qaf bermakna keluar dari ketaatan.64
Dalam tafsir al- Maragi fāsiq bermakna orang yang keluar dari Batasan-
batasan agama.65 Kata ‘seorang fasik’ dan kata ‘berita’ disebutkan dalam
ayat tersebut secara nakirah (umum) adalah untuk menujukan keumuman
ayat ini yang mencangkup semua orang fasik dan semua jenis berita. 66
Sehingga menunjukan bahwa kesaksian seorang yang fasik tidak diterima,
sehingga menunjukan bahwa kesaksian orang yang fasik tidak akan
diterima, dan bahwa berita yang disampaikan oleh seorang yang adil dapat
dijadikan hujjah.
Ayat ini menggunakan kata naba’ yang mana memiliki arti ‘berita
penting’ atau ‘keterangan’.67 Kata naba’ digunakan dalam arti berita yang
penting, berbeda dengan kata khabara yang berarti kabar secara umum
baik itu peting atau tidak.68 Karena mengandung maksud tertentu, didalam
Al-Qur’an kata naba’ disebutkan sebanyak 15 kali,69 dengan satu macam
derivasi (naba’) artinya yaitu kabar. Sedangkan Naba’ memiliki makna
bukan sekedar berita biasa, namun merupakan berita yang penting.70
Menurut Ar-Ragib berita tidak disebut dengan naba’ kecuali memuat
perkara yang besar yang dengannya diperoleh pengetahuan atau
64
Abu al-Husain Ahmad Ibn Faris Ibn Zakariya, Mu’jam Maqayis al-Lugah, juz
4 (Bairut: Daar al-Fikr, t.th), 502.
65
Ahmad
66
Wahbah Zuhaily, Tafsir al-Wasit, jilid 3, terj. Muhtadi (Jakarta: Gema Insani,
2013), 485.
67
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’ān (Kajian Kosa Kata) (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), 219.
68
M. Quraish Shihab, Tafsīr al-Misbāh Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ān,
624.
69
Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi, Mu’jam al-Mufahras Li al-Fadzil al-Qur’an
al-Karim (Bairut: Daar al-Fikr, 1992), 859.
70
Sayyid Qutub, Terjemah Tafsir Fi Zilal al-Qur’an, jilid 8 (Jakarta: Gema
Insani Press, 2004), 396.
67
prasangkaan yang kuat.71 Salah satu kata naba’ disebutkan dalam QS. An-
Naml: 22, yang berbunyi:
َ ُۢ ۡ َ ف ل
َ ما َل ۡم ِ ب ۡ ئ ك س َب ِإ ِب ن َب ٖإ َي ر ي غ كث
َ َ
فم
َ َ
٢٢ ِقي ٍن من ُ ُ َب عي د قا أحط
ت ِح ت ِۦه ت و ٖ ِ
ِب ط ِ ج
71
Al-Rāgib al-Aṣfahāni, al-Mufradāt fī Garīb al-Qur’ān, 480.
68
karena itu, dengan qira’at mana saja yang digunakan, telah dianggap
benar.72
Cara membuktikan suatu berita telah tercantum didalam Al-Qur’an,
yakni Allah Swt memerintahkan kita untuk selalu kroscek (memastikan
kebenaran berita) dari apa yang disampaikan oleh orang-orang yang fasiq,
agar menjadi kehati-hatian bagi kita, agar kita tidak menghukumi
berdasarkan perkataannya sehingga dalam satu persoalan kita tidak
menjadi berdusta atau bersalah akibat apa yang kita perbuat. Dan disinilah
kelompok ulama melarang untuk menerima riwayat dari orang yang tidak
diketahui keadaannya, karena pada satu sisi ada kemungkinan ia fasik.
Namun ulama lain menerimanya, karena kita diperintahkan untuk
melakukan kroscek ketika ada kabar atau berita yang dibawa oleh orang
fasik, dan orang ini tidak diketahui kefasikannya karena keadaannya tidak
diketahui.73
Segala kabar angin dan laporan, terutama jika berasal dari orang yang
tak kita kenal, haruslah diuji kebenarannya. Jikalau yang demikian itu
dipercaya begitu saja, maka akan sangat berbahaya dan kemudian kita
akan menyesal.74 Sesungguhnya fasik itu adalah keluar dari sesuatu dan
melepaskan sesuatu darinya,75 dan walid sebagaimana menyampaikan
berita dengan keragu-raguan maka ia telah melakukan kesalahan dan
bersalah. Sebagaimana dikatakan oleh Ar-Razi: “ tidak disebut fasiq, pada
dasarnya orang fasiq itu memiliki niat, seperti dikatakan: jika orang fasiq
72
Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, jilid. 23, 715.
73
Ibnu Katsīr, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsīr, jilid 6 (Jakarta: Darus Sunnah,
2014), 74.
74
Abdullah Yusuf Alī, Tafsir Yusuf Alī, jilid 2 (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, 2009), 1346.
75
Muhyiddīn Al-Darwisy, I’rab al-Qur’an al-Karīm, jilid 7 (Bairut: Dār Ibnu
Katsīr, 2005), 249.
69
Ada dua hikmah yang terkandung di dalam ayat ini: yang pertama
adalah perintah untuk mengklarifikasi berita. Oleh karena itu, perkataan
orang fasik tidak diterima kecuali hakim sudah mengklarifikasi. Yang
kedua bahwasannya Allah mengingatkan agar kalian tidak menimpakan
suatu kebodohan kepada suatu kaum. Kata al-jahlu (bodoh) itu lebih
negatif dari pada al-khata (kesalahan) karena bahwasannya mujtahid
(orang yang berijtihad) apabila dia salah maka tidak bisa disebut bodoh.76
Dari peristiwa QS. Al-Nūr kita belajar bagaimana cepatnya sebuah isu
atau berita tersebar dari mulut kemulut, suatu berita yang menyebar
kepada pribadi ‘Āisyah, perbuatan yang tidak pernah ia lakukan menjadi
tuduhan terhadap dirinya. Dan sikap yang seharusnya ada pada seorang
muslim adalah sikap berhusnudzan (berbaik sangka) pada suatu berita
yang sampai dan belum tentu kejelasannya. Maka dari itu dalam QS Al-
Ḥujurāt: 6 memakai kata Nabā’ (berita besar) yakni suatu yang
menyangkut kehormatan seseorang.
Maka oleh karena itu Allah sangat membenci kepada orang yang
menyebarkan berita bohong dan Allah pun mengecam keras terhadap
prilaku yang demikian itu, banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits
mengenai kecaman Allah kepada penyebar berita bohong diantarannya:
76
Fakhruddin Ar-Rāzi, Tafsir Kabīr: Mafatih al-Ghaib, jilid 14 (Bairut: Dār al-
Kitab al-‘Ilmiyah, 1971), 103.
BAB IV
1
Fakhruddin Faiz, Hermeneutika al-Qur’an: Tema-tema Kontroversial
(Yogjakarta: Elsaq Press, 2011), 47.
70
71
tidak kita diketahui dan semakin kaya dan banyak hal-hal baru yang
terbuka dari segi hukum dll.2
Menurut Imam Asy-Syuyuthi (w. 911) setidak nya ada 15 kategori ilmu
yang dibutuhkan oleh seseorang jika ia hendak menafsirkan dan
mengeluarkan hukum dari al-Qur’ān yakni ialah: Ilmu bahasa, ilmu
nahwu, ilmu tashrīf, ilmu isytāq, ilmu ma’ānī, ilmu bayān, ilmu badī’,
ilmu qirā’at, ilmu ushūl al-dīn, ilmu ushūl al-fiqh, ilmu asbāb al-nuzūl,
2
Umar Syihab , Kontekstualitas Al-Qur’an (Jakarta: Penamadani, 2005), 3.
3
M.H. Thabathaba’I menjelaskan bahwa keuniversalan Al-Qur’an terbukti
karena tidak mengkhususkan pembicaraannya kepada umat Islam saja, melainkan juga
berbicara kepada umat non-Muslim, termasuk orang-orang kafir, musyrik, yahudi dan
nasrani. Lihat M.H Thabathaba’I, al-Qur’an Fiy Islam, terjemahan A. Malik Madani dan
Hamim Ilyas, dengan judul Mengungkap Rahasia al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1987),
33.
4
Secara garis besar, ayat-ayat Al-Qur’an terbagi atas dua bagian , yaitu ayat-ayat
muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat (QS. Ali ‘Imran: 7). Ayat muhkamat ialah ayat
yang dimaksudnya jelas dan tidak ada ruang bagi kekeliruan. Sedangkan ayat-ayat
mutasyabihat ialah ayat yang makna lainnya bukan yang dimaksudkan, makna hakikat
yang merupakan takwilnya hanya Allah yang tahu. Lihat, Subhy al-Shalih, Mabahis Fiy
Ulum al-Qur’an (Bairut: Dār al-‘Ilm li al-Malayin, 1977), 282.
72
ilmu naskh mansūkh, ilmu fiqh, ilmu hadīts, ilmu al-muhabah (ilmu yang
diberikan Allah kepada mereka yang mengamalkan apa yang diketahui).5
Tafsir yang menggunakan riwayat atau disebut juga dengan tafsir bil
ma’tsur adalah penjelasan-penjelasan dan perincian yang ada dalam
sebagian ayat-ayat Al-Qur’an itu sendiri, dan apa-apa yang dinukilkan dari
hadis Rasulullah SAW serta dari ucapan para shahabat. 7 Sedangkan tafsir
dirayah atau tafsir bil ra’yi adalah penjelasan mengenai Al-Qur’an dengan
jalan ijtihad setelah mufasir terlebih dahulu memahami Bahasa Arab dan
gaya-gaya ungkapannya, memahami lafadz-lafadz Arab, para mufasir juga
menggunakan syair-syair Arab Jahiliyah sebagai pendukung pendapatnya,
disamping memperhatikan asbab nuzul, nasikh Mansukh, dll.8
5
Jalāluddīn ‘Abdurrahmān al-Suyūthi, al-Itqān fī ‘Ulūm al-Qur’ān, jilid 2
(Bairut: Dār al-Fikr, 1991), 231.
6
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Ciputat: Lentera Hati, 2015), 14-15.
7
Mahmud Basuni Faudah , Tafsir-tafsir al-Qur’an: Pengenalan Dengan
Metodologi Tafsir terj. H.M. Mochtar Soerni, Abdul Qadir Hamid (Bandung: Penerbit
Pustaka, 1987), 24.
8
Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-tafsir al-Qur’an: Pengenalan Dengan
Metodologi Tafsir terj. H.M. Mochtar Soerni, Abdul Qadir Hamid, 62.
73
9
Metode tafsir maudhu’I merupakan tafsir yang membahas tentang masalah di
dalam al-Qur’ān yang memiliki kesatuan makna atau tujuan yang sama dengan cara
menghimpun ayat-ayat yang setema yang kemudian dilakukan analisis terhadap isi
kandungannya menurut cara-cara tertentu, dan berdasarkan syarat-syarat tertentu untuk
menjelaskan maknanya serta mengeluarkan unsur, serta menghubungan korelasi
komprehensif antara satu dengan yang lain. Lihat H. Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu
Tafsir (Bandung: Tafakur, 2009), 114.
10
Umar Syihab , Kontekstualitas Al-Qur’an (Jakarta: Penamadani, 2005), 13-15.
11
Umar Syihab , Kontekstualitas Al-Qur’an, 13.
74
َ َ ُ ُ َّ َّ ً ُ أ ۡو و َ َّ
ل ن ِ ن دو ب ل ٱ ن إ ل خ ِ ِن إ ن َما ُ ب ُدو ن
َ l
ِذين من ت ۡع ٱ دو َِّلل َ ُ ت ٱ دو ل من ت ۡع
ث قو ن ك
ل
ۚ ٗ
اإ نا
ۡ
ف
َ ُ َ ْ ُ َ ۡ ُ َ َ ر
فٱ ۡب ت َ د ٱل َ وٱع ُب ُدو ش ك ُرو ا ل ٓۖهۥ ِإ ل ۡي ِه ي م ِل كو ن ل
ۡ
َ ُ َ ۡ ُ ق وٱ ه ُ ˛ ۡر ز ْ ُ ُ ۡ ز
٧١ ت ر ج عو ن ِ ٱ ا غو
ٗ كم
عن َِّلل قا
12
Al-Syāfi’Ῑ, Al-Umm (Bairūt: Dār al-Jawād, t.th.), Jilid 1, 208.
13
Mereka menyatakan bahwa berhala-berhala itu dapat memberi syafa’at kepada
mereka di sisi Allah, dan ini adalah kebohongan.
75
14
Kata auṡana lebih khusus dari kata aṣnam yang berarti berhala yang disembah
walau hanya batu yang tidak berbentuk. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh
(Ciputat: Lentera Hati, 2011), Volume 10, 40.
15
Abū ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, jilid 13, terj. Muhyiddin Mas Rida, Muhammad Rana Mengala, Ahmad Aṭaillah
Mansur (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), 852.
16
Ahmad Musṭafa Al-Maragi, Tafsir al-Maragi, terj. K. Anṣari Umar Sitanggal,
Hery Noel Aly, Bahrun Abu Bakar (Semarang: Toha Putra, 1989), 95.
17
Abū ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, jilid. 13, 853.
18
Maksudnya ialah sandaran tersebut kepada Allah Swt bukan kepada selain-
Nya apalagi kepada berhala (patung) yang kamu sembah dan bermohon kepadanya.
Sekali-kali mereka tidak akan pernah bisa memberikan perlindungan dan rezeki
walaupun sedikit. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, Volume 10, 40, dan Abu
Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, Jilid. 20, 447.
76
Maka dari itulah manusia harus menyembah kepada Yang Maha Kuasa,
karena Allah menciptakan manusia untuk bersandar serta beribadah
kepada-Nya, firman Allah :
َّ ۡ ۡ
ُ
٦٥ ت ٱ ل ِج س ِإ َل ِل َي ۡع ُب دو ِن و َما
ۡ ق
َّن َوٱ ِۡلن
خ
َ
ل
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah
diberikan Allah Swt kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah,
jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.”
2. Kebohongan orang kafir yang mengatakan bahwa Allah Swt
Beranak
٢٥١
وَل َ ِ ۡ َٰ َك١٥١ ۡ ف ِك ِه ۡم ۡ أَ َ َٓل ِ إَّنهم
َد ٱ إنَّ م ِذُبون لَيُقوُلون ن
و ل
ل ه ’
ُ م
“Ingatlah, sesungguhnya di antara kebohongannya mereka
benar-benar mengatakan, “Allah mempunyai anak” dan
sungguh, mereka benar-benar pendusta
19
Abū ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, jilid. 15, 304.
20
Yang mana keserasian ayat yang terkait dengan munāsabah antara ayat dengan
ayat dalam satu surah, kemudian hubungan satu ayat dengan penutupnya selanjutnya
keserasian hubungan antara kalimat dengan kalimat dalam satu ayat, dilanjut hubungan
antara kata didalam satu ayat dan hubungan antara ayat yang pertama dengan yang akhir
didalam satu surah. Lihat Hasani Ahamd Said, “Mengagas Munāsabah AlQuran: Peran
dan Model Penafsiran AlQuran”. Hunafa: Jurnal Studia Islamika, vol.13, no.1 (Juni
2016): 20. Dan Hasani Ahmad Said, Diskursus Munāsabah Alquran dalam Tafsir al-
Miṣbah (Jakarta: Amzah, 2015), 166.
21
Sayyid Husain Affandi, al-Huṣūnu al-Hamīdiyyah : lil Muhafaẓati ‘ala al-
‘Aqāidi al-Islāmiyyah (Mesir: Maktabah at-Tijāriyah al-Qubra, 1932), 20.
78
ش َٰ َه ُ َم
ۡ ل ه ۡۚم ست ِه كَة ٱل ه ۡم ع ٱل َّر ۡح ۚ ا وج لوا
َدُت ُه َٰ َب َٓ َٰ
ۡك ت َ ب َق ْ
ُدوا َٰ َمن ًَٰنث ِذ ي ن ل ِئ
ۡم ُد
خ أَش ٱ ۡل
٩١ سُٔٔلو ن وي
22
23
Ibnu Kaṡīr, Shahih Ibnu Kaṡīr, jilid 7 (Jakarta: Pustaka Ibnu Kaṡīr, 2017), 639.
Firman Allah sekaligus menjadi bantahan ialah QS. Al-Ikhlaṣ ayat 3-4:
وَل ۡم َ ي ُكن ُ َّلۥه كُف ًوا َأح٣ َل ۡم َ ي ِل ۡد وَل ۡم ُ يوَل ۡد
٤ ُۢ ُد
“(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakan, dan tidak ada sesuatu yang
setara dengan Dia”
79
ۡ ۡ َ
ۡ ۡ ه َت ِ ۦه َّ َّ
و قال ٱ ل ِذين َ ف ل ل ِذين ءا ۡ كا ۡ ي ٗرا س ب
َ
ُ َ ي َ
ب ْ ُم ن ْ
ذ دوا ي ما خ قو ن ا َم ُنوْ ا و ُر و ا
ِۚه إ وإ ل ل ك
ِ
َ
ل
َ ُ ُ
١١ مٞ فس َي قو لو ن ا ِإ ك ق ِدي
ۡ
فه
َ
ذ
24
Bahwa orang-orang kafir itu mengejek orang-orang islam dengan mengatakan,
“Sekiranya al-Qur’ān ini benar, tentu kami lebih dahulu beriman kepadanya dari pada
orang-orang miskin dan lemah, seperti Bilal, ‘Ammar, Suhaib, Habbah dan lainnya.”
25
Sebagian besar kaum Muslimin dahulu itu terdiri dari golongan orang-orang
bawahan, dan dipandangan pemuka Quraisy mereka adalah orang hina. “Kalau mereka
dapat melihat hal yang baik, berarti di dalamnya tidak ada hal yang baik; kalau memang
ada hal yang baik, tentulah kita yang akan pertama kali melihatnya. Buta rohani ini telah
membawa mereka sedemikian rupa tertipu oleh diri mereka sendiri. Karena mereka
menolaknya dan karena wahyu itu memang terbukti punya dasar sejarah, mereka hanya
dapat mengatakan “ini suatu kebohongan lama saja, sudah kuno!.
26
Abū ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, Jilid. 16, 493.
80
l ۡ ُ َ ۡ
ح َ يl َ إ ب َ ر وَ ث ۡ و ۡ و نو ٖح و ِ ل ِه َّ َ
أ ل ۡم ي أ ِِته ن ب أ ٱ ل ِذي
َ
ِهي م ب ن م
َ
ُمو ِم َعا ٖد َن من ۡم ق
ِم ۡم
ۡ َ ۡب
وأ ص د د و
َ ق
َ
ق
lَ
َ م و ل كا ُن أن ُ ه ُ مو َ
َ ب َ كا ن ٱ َُ وٱ َُۡل ۡؤَ ت ۚ ت أ َت ۡت ه
َ ُ lَ
ۡ ف ْ ۡ ُ ُ ن ماlَ ˛ي ُ
مي نظ ه م ِكن و ا َّلل ِل َي ِ ۡم ر ُس ل ِف ك
ِل س ظ ِل ٓۖ ۡ ف
ت بٱ ل ُهم ٠٧
29
Muhammad ‘Alī Al-Ṣabūnī, Rawāihul Bayān Tafsir Ayat Ahkam min al-
Qur’an, juz 2 (Jakarta: Dārul Kutub al-Islamiyyah, 2001), 382.
82
orang yang fasik tidak boleh menjadi imam shalat. 30 Begitupun seharusnya
diluar masalah agama orang yang fasik tidak boleh menjadi pemimpin
karena orang fasik tidak menggunakan prinsip-prinsip yang diajarkan Al-
Qur’ān.
Fasik adalah predikat suatu perbuatan yang melanggar ketentuan-
ketentuan Allah. Ketentuan Allah sendiri ada dua hal, yakni ketentuan
yang dibawa oleh para Nabi dan ketentuan yang ada dialam semesta
(sunatullah). Apabila ketentuan-ketentuan tersebut dilanggar, maka akan
menimbulkan dampak negatife dalam kehidupan, baik terhadap pelakunya
maupun terhadap masyarakat dana lam lingkungan.31
Khusus pada diri muslim dewasa ini, terjadi kesenjangan antara ide
(ajaran) dan kenyataan (pelaksanaan) agama Islam. 32 Terdapat pula orang
yang mengaku sebagai muslim, akan tetapi tidak melaksanakan dan tidak
mengamalkan hakikat-hakikat ataupun tuntutan-tuntutan sebagai seorang
muslim yang sejati.33 Keberadaannya sebagai seorang muslim hanya
dilekati suatu identitas, tetapi hakikatnya kosong.34 Seperti tidak
melaksanakan shalat, padahal shalat itu adalah suatu sarana ibadah yang
dapat mendekatkan seorang hamba dengan penciptanya, karena didalam
30
Muhammad ‘Alī Al-Ṣabūnī, Rawāiḥul Bayān: Tafsir Ayat Ahkam min al-
Qur’ān, 396.
31
Muhammad Galīb M, Fasik: Makna dan Cakupannya (Makassar: Alauddin
Press, 2012), 209-211.
32
Muslīm A. Kadir, Ilmu Islam Terapan: Menggaga Paradigma Amali dalam
Agama Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 3.
33
Untuk menjadi Muslīm sejati ada tiga pokok yang dilaksanakan, yaitu iman,
tindakan yang sesuai dengan iman, dan perwujudan hubungan dengan Allah yang
diwujudkan ke dalam bentuk tindakan dan ketaatan atau amal. Amal merupakan
perwujudan aktualitas diri sebagai hamba Allah Seperti Shalat, puasa, zakat dan haji yang
dengan mentaatinya dalam bentuk pengamalannya, maka manusia menjadi seorang
Muslīm sejati. Lihat Khurshid Ahmad, dkk., Islam and Sharia: The Essentials, Basic
Principles and Charachteristics, Worship in Islam, The Way of God, and The Way of
Justice, terj. A. Nashir Budiman dan Mujibah Utami, Prinsip-prinsip Pokok Islam
(Jakarta: PT Rajawali, 1989), 4-5.
34
Muhammad Al-Ghazālī, Humumu Da’iah, terj. Muhammad Jamaluddin, Islam
yang Diterlantarkan: Keprihatinan Seorang Juru Dakwah (Bandung: Karisma, 1994), h.
128.
83
35
Islam nominal merupakan sebutan bagi himpunan orang yang menyatakan
dirinya Muslīm yang mayoritas secara kuantitatif, tetapi minoritas secara kualitatif.
Seperti mereka yang termasuk abangan dan priyayi. Lihat Jalaluddin Rakhmat, “Islam di
Indonesia: Masalah Defenisi, “ dalam M. Amien Rais, ed., Islam di Indonesia: Suatu
Ikhtiar Mengaca Diri (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1996), 42.
36
Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), 1-
4.
84
a. Jujur
ٗ
و ُقوُ لوْ ا ِلل َّناس حس نا
b. Adil
38
Wahbah al-Zuhailī, al-Tafsir al-Munīr fī al-‘Aqīdah wa Syar’iyyah wa al-
Manhāj, jilid 1 (Bairūt: Dārul Fikr al-Mu’āsir, 1418 H), 209.
39
Muslīm, Ṣahīh Muslīm, Kitab as-Silah wal Adab, bab Qabbul Kizb, no. 6805.
40
Al-Munāwi, al-Taisīr bi Syarh al-Jamī’ al-Ṣagir, jilid 2 (Riyād: Maktabah al-
Imām al-Syāfi’Ῑ, 1408 H), 276.
86
َ َ ْ ُ َ
ىlۖٓ َ ِوإ ذا ُ ت فٱع ِد لو ا كا ن ق ۡرب
ذا َ ۡم
َو ل ۡو
ق
ۡ
ل
Meskipun kontek ayat ini mengenai proses keadilan, sebagaimana
diungkapkan didalam al-Lubab fi ‘Ulūmul Qur’an juga mencangkup
semua bentuk komunikasi yang bersifat verbal (lisan). 41 Penjelasan Ibnu
‘Asyur mengenai kata Adil pada ayat ini adalah ucapan yang tidak adanya
unsur perampasan terhadap hak-hak orang lain.42
Dan dikemukakan kembali mengenai ayat ini, bahwasannya Allah
SWT memerintahkan bertuturkata atau menyampaikan informasi secara
adil dengan redaksi amr (perintah) bukan dengan redaksi nahi (larangan)
bertutur kata secara dzalim. Karena Allah Swt menyenangi seseorang
mengungkapkan ucapan kebenaran. Perintah berbicara secara adil adalah
perintah untuk mengemukakannya dan larangan untuk
menyembunyikannya kecuali karena suatu alasan-alasan tertentu. 43
41
Ibnū ‘Adīl, al-Lubāb fī ‘Ulūmī al-Qur’ān, jilid 8 (Bairūt: Dārul Kutub Al-
Ilmiyyah, 1998), 511.
42
Tahīr Ibnū ‘Asyur, al-Tahrīr wa al-Tanwīr, jilid 8 (Tunisia: Dārul Ṣanūn lī al-
Nasyr wa al-Tawzī, 1997), 166.
43
Tahīr Ibnū ‘Asyūr, at-Tahrīr wa al-Tanwīr , 166.
87
44
Muslīm, Ṣahīh Muslīm Kitābu al-‘Imārah, bab fadīlatu al- Imām al-‘Adīl, no.
4825. 45
Wahbah az-Zuhaili, al-Tafsir al-Munīs fī al-‘Aqidah wa Syar’iyyah wa al-
Manhāj, Jilid. 15, 99.
46
Shahīh Muslīm, Kitabul iman, bab al-Hās ‘al al- ikrāmi al-ḍa’īf. No. 183.
88
Maka dari itu hendaknya kita menjaga lisan agar terhindar dari
bahaya, yaitu dengan menjaga tutur kata yang baik serta
menghindari dari pada membicarakan kekurangan orang lain
(ghibah).51
َ lَ ُ ۡ َ
٦ ى ما ف َع ل ت ۡم ن ِد ِمي نl ع ل
Golongan dari hanafiyah menerima kesaksian orang fasik hanya dalam hal
pernikahan.53
hal nya orang yang fasik sangat mudah dideteksi. Akan tetapi lain
ceritanya dizaman modern saat ini dalam hal membedakan orang fasik dan
yang bukan merupakan suatu hal yang sulit dikarenakan maindset orang
saat ini ialah siapa yang patut dipercaya dan mereka beranggapan bahwa
yang dapat dipercaya adalah orang yang ternama, yang bergelar dan
memiliki posisi penting didalam kehidupan masyarakat.
Pada ayat ini kiranya perlu di pahami dan diambil Mafhum mukhalafah
nya agar tidak terjadinya ketidak sesuaian atau salah tafsir. Mafhum al-
Wasfi yakni menetapkan hukum dalam bunyi manṭuq54 suatu nash yang
dibatasi dengan sifat yang terdapat didalam lafaż, kemudian jika sifat
tersebut hilang maka terjadilah kebalikan dari hukum tersebut. Semisal
pada ayat diatas, ayat tersebut mengatakan bahwa perlunya tabayyun dari
kalam orang yang fasik yang jika diambil Mafhum mukhalafahnya
memberikan pengertian bahwa kalam orang yang tidak fasik dalam hal ini
kalam orang ‘Alim tidak wajib di tabayyun beritanya. Hal Ini
menandakan bahwa kalam orang ‘Alim atau orang yang adil wajib
diterima, semisal dalam keterangan keadaan, firman Allah Swt QS. Al-
Maidah ayat ke 95:
ُ َ َ
م و َمن ق ت ل ۥهٞ
ۚ ُي َأ ُّي َها ٱ َّل ِذي َن ءا َم ُنوْ ا ََل َت ۡق ُت ُلوْ ا ٱلص ۡي َد وَ أن ُت ۡم ح ر
ۡ َ ٗ َ ُ
ء ِم ثل ماٞ فج زا من كم م ت َع ˛ِم دا
َّ َ َ
ق تل م ن ٱل ن َع ِم
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
membunuh hewan buruan,55 ketika kamu sedang ihram (haji
atau umrah). Barang siapa diantara kamu membunuhnya
54
Mantuq secara bahasa adalah berucap asal kata naṭaqa, yang maksudnya ialah
makna yang dikandung oleh kata yang terucapkan. Al-Qaṭṭan menjelaskan manṭuq ialah
suatu makna yang ditunjukan oleh lafaż menurut ucapannya, yaitu pentunjuk dari makna
berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapkan. Lihat Ahmad Atabik, Peranan manṭuq
dan mafhum dalam menetapkan hukum dari al-Qur’ān dan sunnah (Agustus 2016): 99.
55
Hewan buruan laut yang diperoleh dengan jalan usaha seperti mengail,
memukat dan sebagainya. Termasuk juga dalam pengertian laut di sini ialah sungai,
danau, kolam dan sebagainya.
92
56
Ahmad Atabik, Peranan manṭuq dan mafhum dalam menetapkan hukum dari
al-Qur’ān dan sunnah, 111-112.
57
Aidh Al-Qarni, Tafsir Al-Muyassar, 153.
93
58
M. Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan dan Pelajaran Dari Surah-
surah al-Qur’an (Ciputat: Lentera Hati, 2012), 10.
94
ِأَ نفُ ِ س ِه ۡمH H ُو َ ن َ وٱ ۡل ُم ۡؤ ِم َٰن ُ ت بH Hَ ظ َّ ن ٱ ۡل ُم ۡؤ ِمن وُهHَّل ۡو َ َٓل ِإ ۡذ َ س ِم ۡعتُ ُم
نٞ ك ُّ مِبيٞ َخ ۡي ارا َ وَ قاُلواْ َٰ َه َذآ ِإ ۡف
Allah Swt disini mengancam kepada siapa orang yang ikut andil atau
mengambil bagian dalam hal penyebaran berita bohong tersebut baik ia
lakukan secara sadar atau pun tidak sadar dalam penyebarannya hal
tersebut dibahas dalam QS. An-Nūr ayat ke 14-15 yang berbunyi:
59
Rudi, A, “Kenapa "Hoax" Mudah Tersebar di Indonesia?, 2017,” Diakses, 03
Maret, 2020,
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/02/08/21160841/kenapa.hoax.mudah.tersebar
.di.indonesia. /2017/ 03-Hoax
96
ع
َ َ َ
َ و ل ۡوَل ف ضل ِ ُ ك ۡم ح َم ُت ُ ۥه ِفي ٱل ُّد ۡن َ ُ ك ۡم ِفي َ ۡ م ِ ه ذاب
َيا وٱ ۡ ۡل خ َر ة َل م ا س ف ض في ٱ لل و َر ع
ِ ِ
ُ َ
ت ل ۡي
أ
َ ُ ۡ َ َ ُ َ َّ َ ۡ
و ت سٞ و ت ف َوا ِه ل ۡي ل كم ِ ۦه ِإ ذ ت ل ق ۡو ن ۥه ب أ٤١ عظي ٌم
َ َ ُ َ ُ ُ َ ۡ
ل ِس ن ِت ك ۡم ُقو لو ن كم ب أ ما س ب م ح ُبو ن
ُ
ه ع
ۡ
ل
َ ُ ٗ
ه ِ˛ي نا و ه َو عن د ٱ َِّلل
٥١ مٞ عظي
“ Dan seandainya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya
kepadamu di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab
yang besar, disebabkan oleh pembicaraan kamu tentang hal itu
(berita bohong itu). “ (ingatlah) ketika kamu menerima (berita
bohong) itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan
mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit pun, dan kamu
menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal
besar.” (QS. An-Nūr 14-15).
walau itu sangatlah pahit dalam maqola dikatakan: “Kulil haq walau
kāna murran”. Serta sebagai muslim kita diharapkan dapat
mengestapetkan informasi berita dengan sebenar-benarnya sebagai
sebuah wujud dari pada keimanan dan ketaatan terhadap agama
Islam,60 seperti halnya yang dicita-citakan Islam. 61 Dengan demikian,
Islam mengajarkan kepada kita agar menyampaikan suatu informasi
berita dengan kebenaran dan sesuai aturan.62
Maka dari sini pula lah khususnya bagi orang-orang mukmin agar
senantiasa memperhatikan suatu informasi yang akan disampaikan
kepada orang lain dan menjadikan rem agar tidak berbuat seperti
demikian.
60
Zahrah, Al-Da’wah lla al- Islam. Amrullah Ahmad: Dakwah Dan Perubahan
Sosial (Yogyakarta: LP3Y, 1984), 7.
61
Mahna, al-Tarbiyah Fī al-Islam, 49.
62
Al-Razī, Mukhtaral-Sihah, 647.
63
Media Keilmuan dan Keislaman, hadis dan hoax (Ciputat: Darus-Sunnah,
2017), 22.
98
mengambil teks yang ada”. Lajut ujarnya bahwa hoax analyzer tidak
hanya mengandalkan kecerdasan buatan akan tetapi hoax analyzer pun
mendapatkan kontribusi dari para pengguna dalam menentukan
referensi, dan sampai saat ini hoax analyzer masih dalam tahap
pengembangan. Kritikan, masukan dll masih sangat diharapkan dari
para pengguna dan siapapun bisa memberikan kontribusinya.64
Jika dibandingkan dengan konteks Al-Qur’ān situs hoax analyzer
tersebut ada beberapa point yang sejalan dengan yang diajarkan Al-
Qur’ān, diantarannya bertabayyun dengan melakukan riset konfirmasi
terhadap situs-situs informasi. Mengidentifikasi pemilik situs atau blog,
dan memperhatikan apakah informasi tersebut mengandung makian,
cacian dll, serta dengan mengandalkan hasil referensi dari pada suatu
situs yang ditelusuri oleh para pengguna situs itu yang mana nantinya
akan dengan mudah menganalisis mana berita yang mengandung hoax
dan mana yang tidak.
64
Holy Lovenia, Hoax analyzer, “Inovasi Tim Cimol yang menembus imagine
cup 2017,” Diakses 11 Agustus, 2017, https://www.itb.ac.id/news/read/5485/home/hoax-
analyzer-inovasi-tim-cimol-yang-menembus-imagine-cup-2017/2017/ 08-Hoax
BAB V
A. Kesimpulan
Pengertian berita bohong ialah suatu pesan atau informasi yang tidak
sesuai atau diputar balikan dengan fakta yang disebarluaskan kepada
orang lain dengan tujuan dan maksud tertentu demi kepentingan si
pembawa berita, terdapat kata naba’ (berita besar atau penting) Ifkun
(berita yang diputar balikan) dan khabar (berita biasa atau tidak penting).
Terjadi nya berita bohong tidak hanya terjadi di masa sekarang jauh
dari masa Pra Nabi pun sudah terjadi, seperti hal nya peristiwa siti
Maryam, pada masa Nabi terjadi peristiwa berita bohong yang menimpa
istri beliau yakni sayyidah ‘Aisyah ra, pada masa shahabat pun terjadi
hingga saat ini penyebaran berita bohong masih saja terjadi.
Disini pun dijabarkan bagaimana sikap kita terhadap suatu berita yang
sudah tersebar yang menimpa saudara atau kerabat kita, yakni dengan
berhusnudzan bahwa berita tersebut belum tentu benar, dan tidak dengan
100
101
B. Saran-saran
kekurangan yang harus dibenahi baik dari sistem penulisan, pembahasan maupun
berbagai referensi yang penulis gunakan. Maka kritik dan saran yang penulis
harapkan dari berbagai pihak, agar penelitian seperti ini dapat diteruskan dan
103
104
https://turnbackhoax.id/2020/06/05/salah-foto-presiden-
menggunakan-sepatu-didalam-mesjid-terlaknaklahengkau/
/2020/05-Foto
Syahdeini, Sutan Remy. Kejahatan dan Tindak
Pidana Komputer. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009.
Syihab, Umar. Kontekstualitas Al-Qur’an. Jakarta:
Penamadani, 2005.
T.m, Cara Kerja Hoax Analyzer, 2017,” Diakses, 05 Juni,
2018, http://teknologi.metrotvnews.com/news-
teknologi/VNxQa91b-begini-cara-kerja-hoax-analyzer-karya-tim-
cimol /2018/ 06-Hoax
Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru. Ciputat: Kalam
Indonesia, 2005.
Thabathaba’I, M.H, al-Qur’an Fiy Islam, terjemahan A.
Malik Madani dan Hamim Ilyas, dengan judul Mengungkap
Rahasia al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1987.
Tim Penyusun Ensiklopedi Hukum Islam, 895.
Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, Kamus besar
Bahasa Indonesia. 412.
Wiryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Gramedia
Wiasarana Indonesia, 2004.
Yunita. “Ini Cara Mengatasi “Hoax” di Dunia Maya,
2017.” Diakses, 05 Juni, 2018,
https://kominfo.go.id/content/detail/8949/ini-cara-mengatasi-
berita-hoax-di-dunia-maya/0/sorotan_media /2018/06-Hoax
Yunus, Mahmud. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT.
Hidakarya Agung, 1989.
Yusuf, Oik. “Kenapa Orang Indonesia Doyan Sebar
“Hoax” di Medsos?. 2017.” Diakses, 03 Oktober, 2017,
http://tekno.kompas.com/read/2017/01/08/11083377/kenapa.oran
g.indonesia.doyan.sebar.hoax.di.medsos /2017/ 10-Hoax
Zahrah. Al-Da’wah lla al- Islam. Amrullah Ahmad:
Dakwah Dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: LP3Y, 1984.
Zakariyya, Abū Al-Husainī Ahmad ibn Fāris ibn, Mu’jam
Maqāyis al-Lughah, Cet. I. Bairut: Dār al-Fikr, 1994.
Zuhaily, Wahbah. Tafsir al-Wasit, terj. Muhtadi, jilid 3.
Jakarta: Gema Insani, 2013