Anda di halaman 1dari 155

KAJIAN TEMATIK AL-QUR’AN

MENANGGULANGI BERITA BOHONG

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (S.Ag)

Oleh
Muhammad Yusuf
NIM: 1113034000124

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H /
2020
ABSTRAK

MUHAMMAD YUSUF
Kajian Tematik Al-Qur’an Menanggulangi Berita Bohong
Salah satu alasan penelitian ini menarik untuk dibahas adalah
karena sampai saat ini penyebaran berita bohong semakin marak
bahkan dari tahun ke tahun kian meningkat, dikarenakan sikap
masyarakat yang sangat mudah terpengaruhi dan percaya akan berita
bohong yang beredar tersebut tanpa adanya proses tabayyun atau
penelusuran terhadap berita itu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap dan cara al-Qur’an
dalam menanggulangi berita bohong. Pada penelitian ini data yang
diperoleh yakni dengan cara mengumpulkan ayat-ayat yang
menjelaskan berita bohong (hoax) yang kemudian data tersebut di
analisis dengan menggunakan metode deskriptif analitis.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwasannya sikap al-Qur’an dalam
menanggulangi berita bohong adalah dengan cara bertabayyun dan
mengunakan etika dalam menyampaikan berita atau dalam
berkomunikasi serta berhusnudzan terhadap suatu berita. Agar tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dikarenakan dimasa sekarang ini
khusus nya di zaman dengan kemajuan teknologi yang sangat canggih
dengan sangat mudah seseorang menyebarkan berita baik itu fakta
ataupun berita bohong (hoax). Serta bagaimana sikap yang seharusnya
saat berita bohong sudah terlanjur tersebar dan menimbulkan suatu
problematika.

Kata kunci: Berita, Bohong, Tabayyun, Hoax, Husnudzan

ii
PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi hasil keputusan bersama (SKB) Mentri


Agama dan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan
Nomer: 0543b/U/1987.

1. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

‫ا‬ Tidak di lambangkan Tidak di lambangkan

‫ب‬ B Be

‫ت‬ T Te

‫ث‬ Ṡ Es dengan titik di atas

‫ج‬ J Je

‫ح‬ Ḥ Ha dengan titik di bawah

‫خ‬ Kh Ka dan Ha

‫د‬ D De

‫ذ‬ Ż Zet dengan titik di atas

‫ر‬ R Er

‫ز‬ Z Zet

‫س‬ S Es

vi
‫ش‬ Sy Es dan Ye

‫ص‬ Ṣ Es dengan titik di bawah

‫ض‬ Ḍ De dengan titik di bawah

‫ط‬ Ṭ Te dengan titik di bawah

‫ظ‬ Ẓ Zet dengan titik di bawah

‫ع‬ ʻ_ Apostrof terbaik

‫غ‬ G Ge

‫ف‬ F Ef

‫ق‬ Q Qi

‫ك‬ K Ka

‫ل‬ L El

‫م‬ M Em

‫ن‬ N En

‫و‬ W We

‫ه‬ H Ha

‫ء‬ _’ Apostrof

‫ي‬ Y Ye

vii
2. Vocal

Vokal terdiri dari dua bagian, ialah vokal tunggal dan vokal
rangkap, transliterasi vokal tunggal sebagai berikut:

Tanda Vokal Vokal Latin Keterangan

´‫ا‬ A Fathah

¸‫ا‬ I Kasrah

‫ا‬ U Ḍammah

Berikut ini adalah vokal rangkap berupa gabungan antara harakat


dan hurup.

Tanda Vokal Vokal Latin Keterangan

‫يﹷ‬ Ai a dan i

‫ﹷو‬ Au a dan u

3. Vokal panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang bahasa arab dilambangkan


dengan harkat dan huruf, yaitu:

viii
Tanda Vokal Vokal Latin Keterangan

´‫ا‬ Ā a dengan topi di atas

‫¸ا‬ Ī i dengan topi di atas

‫ا‬ Ū u dengan topi di atas

4. Kata Sandang

Kata sandang dilambangkan dengan huruf ‫ ال‬dialih aksara menjadi


‘I’ baik di sandangkan dalam huruf syamsiyah maupun di sandangkan
dengan huruf qamariyah. Contoh: al-ẓikr bukan az-ẓikr.

5. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau Tasydīd dalam sistem tulisan arab dilambangkan

dengan sebuat tanda Tasydīd (ّ


), dalam translit ini dilambangkan
dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang di beri tanda Tasydīd.
Contoh:

‫ر‬
: rabbanā ´‫ ن´ نا‬: najjaīnā ْ‫ لح ´ ا‬: al-ḥaqq
‫’ب ن‬
‫ْي ج‬ ‫ق‬
‫´ا‬

6. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf capital tidak


dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga
digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan
Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan permulaan
kalimat, huruf awal nama tempat, nama bukan, nama diri, dan lain-
ix
lain. Jika nama diri didahukui oleh kata sandang, maka yang ditulis
dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan
huruf awal atau kata sandang. Contoh: Abu Hāmid al-Ghazālī
bukan Abu Hâmid Al-Ghazālī, al-Kindī bukan Al-Kindi.

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat


diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai
huruf cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut
EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian
halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh
yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak
dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab.
Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani tidak’Abd al-Samad
al-Palimbānī; Nuruddin al-Raniri, tidak Nur al-Dīn al-Rānīrī.
7. Cara penulisan kata

Setiap kata, baik kata kerja, kata benda, maupun huruf ditulis
secara terpisah. Berikut contohnya dengan berpedoman pada
ketentuan-ketentuan diatas:

‫إ¸َّنا ن´ ْح ˚ن ن´ َّز ْلن´ا ال‬ Innā naḥnu nazzalnā al-żikra

‫¸ذ’ ْك ´ر‬
‫´ي ۡح ˚ك ˚م ¸ب ´ها ٱل‬ Yaḥkumu bihā al-nabiyyūna
‫َّنب¸ي و ´ن‬
ْ‫ٱ ۡست˚ ۡح ¸فظ˚وا‬ Istuḥfiẓū

8. Singkatan
x
Huruf Latin Keterangan

Swt. Subḥanahu wa ta‘ālā

Saw. Ṣalla Allāh ‘alaihi wa sallam

QS. Quran Surah

M Masehi

H Hijriah

xi
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN........................................................ i

ABSTRAK ………………………….……………………….. ii

KATA PENGANTAR.....................................................................iii

PEDOMAN TRANSLITERASI.....................................................vi

DAFTAR ISI...................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................... 1


B. Identifikasi Masalah.................................................................10
C. Pembatasan dan perumusan masalah.......................................10
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian...............................12
E. Metodologi Penelitian..............................................................12
F. Kajian Pustaka.........................................................................13
G. Sistematika Penulisan..............................................................15

BAB II KAJIAN UMUM MENGENAI BERITA BOHONG....17

A. Pengertian Berita Bohong…....................................................17


B. Istilah Berita dalam Al-Qur’ān................................................21
1. Kata Nabā..........................................................................21
2. Kata Khabar........................................................................24
3. Kata Ifkun..........................................................................26
C. Berita Bohong dan Penanggulangannya..................................27
1. Masa Pra Nabi....................................................................27
2. Masa Nabi..........................................................................29
xii
3. Masa Shahabat....................................................................30
4. Masa Modern (Konteks Indonesia)....................................31

BAB III PENAFSIRAN AYAT TENTANG BERITA................38

A. Bunyi Teks Ayat dan Terjemah...............................................38


B. Ayat yang Sejalan dengan Al-Ḥujurāt.....................................39
C. Kedudukan QS. Al-Ḥujurāt dengan Ayat Lain........................40
D. Hubungan QS. Al-Ḥujurāt 6 Dengan QS Al-Nūr 11-15..........41

BAB IV ANALISA AL-QUR’ĀN DALAM MENANGGULANGI


BERITA BOHONG…....................................................................70

A. Al-Qur’ān dan Tafsir Tematik.................................................70


B. Penggambaran al-Qur’ān Terhadap Orang Kafir yang
Menyebarkan Berita Bohong……………………………. 74
1. Kebohongan orang kafir terhadap sesembahan
mereka yang dapat memberi syafa’at bagi siapa yang
menyembahnya..................................................................74
2. Kebohongan orang-orang kafir yang mengatakan
bahwa Allah Swt Beranak…..............................................76
3. Kebohongan orang-orang kafir yang mengatakan
bahwa al-Qurān itu tidak memberi petunjuk bagi
manusia..............................................................................78
C. Penanggulangan Al-Qur’ān Terhadap Berita Bohong….........81
1. Batasan dan Kedudukan orang Fasik….............................81
2. Etika dalam Berkomunikasi...............................................83
a. Jujur.............................................................................84
b. Adil..............................................................................85

xiii
c. Menjauhi sifat menjunjing, mengejek dan
mengolok-olok…………………………………… 87
3. Tabayyun dalam Menerima Suatu Berita……………. 89
4. Memperluas Wawasan dan Pengetahuan……………. 94
5. Al-Qur’ān Mengecam Keras Penyebaran Berita
Bohong……………………………………………….. 95
6. Peran Hoax Analyzer dan implikasinya……………… 97

BAB V PENUTUP ................................................................... 100

A. Kesimpulan............................................................................100
B. Saran-saran.............................................................................102

DAFTAR PUSTAKA....................................................................103

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa membutuhkan informasi


dengan sesamanya, baik dalam hal bertukar pikiran, perasaan dan
keinginan. Dan hal tersebut dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung, baik secara lisan maupun nonlisan. Hal ini sudah tertanam
didalam diri setiap manusia dan secara naluri dilakukan sejak mereka
lahir. Manusia saling berhubungan satu sama lain dengan cara
berkomunikasi dan berinteraksi, dilakukan secara perorangan ataupun
kelompok dalam kehidupan sehari-hari. Karena salah satu dasar dari
komunikasi adalah sebuah proses pernyataan atau penyampaian kepada
sesama manusia.1
Komunikasi merupakan bentuk sebuah hubungan antar sesama manusia
dan saling mempengaruhi satu sama lain, baik secara sengaja ataupun
tidak, serta tidak terbatas pada bentuk komunikasi lisan, tetapi juga dalam
hal ekpresi wajah, lukisan, seni dan teknologi.2 Hal ini
mengidentifikasikan bahwa manusia berkomunikasi dengan berbagai
macam media guna memberi dan menerima suatu informasi.
Era globalisasi informasi dan komunikasi adalah gejala yang wajar dan
sering sekali terjadi pada masyarakat modern. Baik dikalangan Muslim
ataupun Non muslim. Globalisasi disinyalir telah menimbulkan
pertentangan yang keras yang mengakibatkan tingginya akses masyarakat

1
Onong Uchana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2002), 8.
2
Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Gramedia Wiasarana
Indonesia, 2004), 7.

1
2

terhadap informasi.3 Menurut Information Technology Association of


America (ITAA), teknologi informasi adalah suatu bidang studi,
perancangan, pengembangan, implementasi, dukungan atau management
sistem informasi berbasis komputer, khususnya dalam hal aplikasi
perangkat lunak dan perangkat keras komputer. Teknologi informasi
memanfaatkan perangkat komputer elektronik untuk mengubah,
menyimpan, melindungi, memperoses, mentransmisikan dan memperoleh
suatu informasi secara aman.4
Banyak sekali kemajuan teknologi di zaman sekarang, dikarenakan
sasaran dari teknologi informasi dan komunikasi adalah untuk mengatasi
berbagai persoalan, membuka kreativitas dan meningkatkan efektifitas dan
efisiensi dalam melakukan pekerjaan.5 Setiap saat, masyarakat senantiasa
disuguhkan dengan berbagai macam informasi yang beragam melalui
media radio, televisi, sosial media dan masih banyak lagi.
Bagi manusia kehadiran dan kemajuan teknologi diyakini sebagai alat
pengubah. Bagaimana tidak, penemuan teknologi dari para ilmuan yang
jenius berawal dari tujuan untuk memudahkan aktivitas manusia dan hal
tersebut dapat kita rasakan saat ini, seperti telepon bertujuan untuk
mempermudah komunikasi antara satu dengan yang lain, tanpa terbatasi
dengan jarak dan waktu. Maka dari itu Teknologi Informasi dan
Komunikasi mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari.6 Akan tetapi dari kemajuan teknologi ini tidak hanya
memberikan dampak positif melaikan ada pula dampak negatif yang
didapat.

3
Muhyar Fanani, Membumikan Hukum Langit (Yogyakarta: Tiara Wacana,
2008), 60.
4
Sutarman, Pengantar Teknologi Informasi (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009),
13.
5
Sutarman, Pengantar Teknologi Informasi, 17.
6
Sutarman, Pengantar Teknologi Informasi, 59.
3

Banyak sekali keuntungan yang didapat dari penggunaan Teknologi


Informasi Komunikasi antara lain;7 Mempermudah komunikasi, mencari
informasi, membantu serta memajukan kualitas pendidikan. Selain itu,
dalam hal kerugian ada banyak pula yang diperoleh dari penggunaan
Teknologi Informasi Komunikasi diantarannya;8 Memicu terjadinya
kejahatan baru, seperti halnya Cybercrime dan Cryberlaw, serta memicu
akan masuknya budaya asing yang tidak relevan, baik dalam hal-hal yang
menyangkut pornografi, dan masih banyak lagi.
Teknologi Informasi saat ini sangat sering digunakan khususnya dalam
hal bersosialisasi, berkomunisasi, dan berbagi informasi dengan siapapun
tanpa harus bertemu dengan orang yang bersangkutan. Penyampaian
informasi saat ini begitu sangat cepat dan mudah melalui berbagai sosial
media seperti twitter, facebook, Instagram dll. Dan dimana setiap orang
dapat membuat dan mengolah informasi itu sendiri. Hasil survei
menyatakan 63% dari total 1.600 orang menyatakan bahwasanya situs-
situs diinternet itu mengubah hidup mereka, serta menyatakan bahwa
mereka lebih sering berkomunikasi secara online ketimbang
berkomunikasi secara langsung baik dengan teman atau keluarga.9
Media internet tidak hanya menyajikan informasi yang benar saja,
tetapi terdapat juga informasi yang tidak benar bahkan tanpa kejelasan
identitas pemberi informasinya. Dimasa sekarang ini tidak jarang fitnah
disajikan menjadi kebenaran, dosa ditata dalam bentuk hiburan atau
kesenangan dan kejelekan manusia menjadi perbincangan.10

7
Sutarman, Pengantar Teknologi Informasi, 64.
8
Sutarman, Pengantar Teknologi Informasi, 73.
9
S. Arifianto (ed.), Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Serta
Implikasinya di Masyarakat (Jakarta: PT Penerbit Media Bangsa, 2013), 451.
10
M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi (Bandung: PT Mizan Pustaka,
2007), 337-338.
4

Allah berfirman dalam QS. Al-Ḥujurāt ayat ke 6:


َٰ
‫تصي ۡ و بج َه‬ ْ َٰٓ ُ َ ُ َ َٰٓ َّ َ
‫فا ن َّ ي ن وا‬ ‫إن ج ا ء ك‬ ‫ي أ ُّي َها ٱ ل ِذين‬
َ ْ ُ
ُۢ
َ
‫بو ما ل ٖة‬ ‫ا‬ َ ‫ِسق‬ ْ َٰٓ ُ َ
‫َب ٖإ أن ف ت‬ ‫ۡم ءا م ن وا‬
‫ق‬
‫َب‬ ‫ب‬
َ ََٰ ُ ۡ ْ ُ
‫ص ِبحو ا ع ف َع ل ت ۡم ن ِد ِمي ن‬ ‫فت‬
َ
‫ل َٰى ما‬

“Hai orang-orang yang beriman, jika telah datang kepadamu


orang yang fasik dengan membawa suatu berita, maka telitilah
akan kebenarannya, supaya kamu tidak mencelakakan suatu kaum
karena kebodohan (kecerobohan), yang pada akhirnya kamu
menyesali akan perbuatanmu itu” (QS. Al-Ḥujurāt [49]: 3).

Maksud ayat ini adalah, hai orang orang yang membenarkan Allah dan
rasul-Nya, jika telah datang kalian orang yang fasik dengan membawa
ُ َ َ َّ
suatu berita, ‫ف‬ ‫ن وا ي ب ت‬ “Maka periksalah dengan teliti”.
‘Ulama ahli qirāat berpendapat dalam membaca firman Allah SWT,
ُ‫نوا َّي َب َت ف‬ “Maka periksalah dengan teliti.” Ahli qirāat Madinah

umunya
membaca Fataṡabbatū, dengan huruf Ṡa. Disebutkan bahwa ini termaktub
dalam mushaf ‘Abdullāh.
ُ َ َ َ َّ
Sebagian ahli qirāat lainnya membaca, ‫نوا ي ب ت ي ف‬ dengan huruf
Ya.
Maknannya yaitu, tunggulah hingga kalian mengetahui kebenarannya.
ُ َ َ َ َّ
Jangan terburu-buru menerimanya. Begitu juga makna lafadz ‫ توا ب ث ت ف‬.
Pendapat yang benar tentang hal ini adalah, kedua-duannya merupakan
qirāat yang sudah dikenal, dan maknannya pun tidak jauh berbeda. Karena
itu, dengan qirāat mana saja yang digunakan, telah dianggap benar.11
Para ‘ulama menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan mengenai
peristiwa yang terjadi pada sahabat Nabi bernama al-Wālid bin ‘Uqbah bin
Abī Mu’īṭ yang ditugaskan oleh Rasulullah Saw agar mendatangi Banī
Muṣṭalaq untuk mengambil zakat. Tatkala anggota dari Banī Muṣṭalaq
11
Abu Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir al-Ṭabārī, jilid 23, terj.
Ahsan Askan, Yusuf Hamdani, Abdus Ṣamad, Misbah (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009),
715.
5

mengetahui utusan Nabi Saw telah datang, maka keluarlah dengan maksud
menyambut kedatangan utusan Nabi tersebut dengan membawa zakat
mereka. Akan tetapi al-Wālid mengira bahwa mereka hendak
menyerangnya. Maka dari itulah, al-Wālid kembali kepada Rasul dan
menyampaikan bahwa Banī Muṣṭalaq enggan membayar zakat dan
bermaksud menyerang Nabi SAW. (didalam riwayat lain menyatakan
bahwa mereka telah murtad). Rasulullah SAW pun marah dan mengutus
Khālid bin Walīd untuk memastikan keadaan sebenarnya dari apa yang
disampaikan oleh al-Wālid bin ‘Uqbah tersebut dan mengamanatkan
kepadanya supaya jangan melakukan hal yang tidak diinginkan apalagi
sampai menyerang mereka padahal persoalan tersebut belum jelas. Disana
Khālid ra mengutus salah seorang mata-matanya untuk mencari tau hal
tersebut, sesampainya di Banī Muṣṭalaq ternyata masyarakat disana masih
mengumandangkan adzan dan melaksanakan shalat berjama’ah. Khālid
kemudian mengunjungi mereka lalu menerima zakat yang telah mereka
kumpulkan. Didalam riwayat lain mengatakan bahwa justru mereka Banī
Muṣṭalaq yang datang langsung kepada Rasul SAW, menyampaikan zakat
sebelum Khālid Ibn Walīd melangkah ke perkampungan mereka.12
Ayat ini diturunkan terkait dengan kasus al-Wālid, tetapi berdasarkan
kaidah: Al-‘ibrah bi ‘umūmi al-lafẓi lā bi khuṣūṣi as-sababi (makna ayat
ditentukan berdasarkan keumuman lafadz, bukan berdasarkan spesifikasi
sebab), maka ayat ini berlaku untuk umum atau siapa saja. Berdasarkan
ayat inilah, para ‘ulama hadis kemudian membuat kaidah periwayatan
hadis sehingga menjadi karakteristik yang khas didalam ajaran Islam. Tak
hanya itu, ayat ini juga menjadi tolak ukur bahwa dalam meneliti suatu
informasi kita dianjurkan agar tidak tergesa-gesa dalam mengambil
keputusan sehingga pantas jika Rasul saw menyatakan:

12
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Miṣbāh (Ciputat: Lentera Hati, 2001), 578.
6

َ َ
‫ال َّت أ ِني َ ن وال ع م َن ش طا ِن‬
ُ َ
ْ‫هلال َج لل ة ال ي‬
‫م‬
“Pembuktian itu berasal dari Allâh, sedangkan ketergesa-gesaan itu
berasal dari setan”.13
Kemudian pada dimasa ini pun sangat banyak sekali penyebaran berita
bohong seperti halnya yang terjadi khususnya dimasa pandemi corona
virus (covid-19), seperti beredar disosial media seruan gubernur daerah
khusus ibukota Jakarta nomor 6 tahun 2020 mengenai: “Penghentian
sementara hubungan suami istri dalam rangka penghentian virus covid-19
di lingkungan keluarga”, yang didalam edaran tersebut berisi : “Dalam
rangka menghambat penyebaran virus corona maka untuk sementara
waktu hubungan suami istri di hentikan sampai dengan batas waktu yang
di tentukan. Demikianlah himbauan ini untuk dapat di perhatikan dan di
laksanakan terimakasih dan mohon bersabar. Seolah surat edaran tersebut
dikeluarkan dan ditanda tangani oleh Gubernur DKI Jakarta Anis
Baswedan. Dan berdasarkan hasil penelitian serta penelusuran terhadap
edaran tersebut, bahwasannya edaran tersebut tidak pernah ada dan
diklaim salah dan diyakini itu merupakan hasil suntingan, editan dan
rekayasa. Yang mana seorang oknum telah mengedit atau mengcrop
bagian dari pada logo, nomor edaran surat beserta tanda tangan dari
Gubernur DKI Jakarta. Surat edaran yang asli berisi tentang seruan yang
ditujukan kepada semua perusahaan di Jakarta agar dapat menghentikan
sementara kegiatan perkantoran. Berikut isi seruanya: Seruan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2020, tentang “Penghentian

13
Hadist ini dicantumkan oleh Al-Suyūṭī dalam Al-Jāmi’ Al-Kabīr (1/3889) dari
riwayat Ibnu Abī Dunya tentang kecaman marah dari Mujtahid secara mursal, Sa’īd bin
Manṣūr dari Al-Hasan secara mursal, Al-Kharā’iṭi tentang budi pekerti yang mulia, dan
Baihaqī dalam As-Sunan dari Anas.
7

sementara kegiatan perkantoran dalam rangka mencegah penyebaran


wabah corona virus disease (covid-19). 14

Kemudian kebohongan lainnya adalah berita “President Joko Widodo


menggunakan sepatu didalam masjid, didalam berita itu terdapat sebuah
foto yang menunjukan bahwa president Joko Widodo mengenakan sepatu
putih saat berada didalam masjid baiturrahim di kompleks istana yang
didampingi oleh Menteri sekretaris negara Pratikno. Setelah tabayyyun
klaim bahwa presiden Joko Widodo mengenakan sepatu di dalam masjid
adalah klaim yang salah. Faktanya foto itu menunjukan bahwa presiden
Joko Widodo mengenakan kaos kaki berwarna putih, hal ini diperkuat
oleh sebuah video yang diunggah di kanal youtube metrotvnews pada 4
Juni 2020 yang berjudul “Presiden Tinjau Kesiapan New Normal di
Masjid Baiturrahim Istana”. Dalam video yang berdurasi 9.23 menit
jelasnya pada durasi 44 - 53 detik, terlihat bahwa presiden Joko Widodo
mengenakan sepatu berwarna hitam dan kaos kaki berwarna putih sebelum
memasuki area dalam masjid. Maka dari itu berita yang beredar mengenai
presiden Joko Widodo adalah berita bohong.15

Maka dari itu jika kita mendapat suatu informasi yang masih belum
jelas akan kebenarannya hendaklah bertabayyun dengan tidak tergesa-gesa
agar tidak terjadi salah paham dan mengakibatkan kita menyakiti dan
merugikan orang lain. Penyesalan akan dirasakan pada orang yang
menuduh tanpa bertabayyun terlebih dahulu.

Allah Swt mengingatkan dalam firmannya:

14
Adi Syafitrah, “Dampak Virus Covid-19 Hubungan Suami Istri Jadi
Terancam, 2020,” Diakses, 29 Maret, 2020, https://turnbackhoax.id/2020/03/27/salah-
dampak-virus-covid-19-hubungan-suami-istri-jadi-terancam/ /2020/ 03-Dampak Virus
15
Adi Syafitrah, “Foto Presiden Menggunakan Sepatu didalam Mesjid, 2020,”
Diakses, 05 Juni, 2020, https://turnbackhoax.id/2020/06/05/salah-foto-presiden-
menggunakan-sepatu-didalam-mesjid-terlaknaklahengkau/ /2020/05-Foto
8

ُ ‫ ۡ ۡ َ ُ َ كل ُأ ك‬eٌۚ ۡ ‫َ َ ب‬ َ َ
‫ه سئ و‬ ‫ف ؤا‬ ‫ِ ع ل م ِإ م ل‬ ‫َ وَل ت ما ل‬
َ َٰٓ
‫ل‬
‫م‬
‫ْ ََٰ كا ن‬ َ ‫َع َ ر‬ َّ ‫ِۦه‬ ‫ف‬ ‫ي‬
ۡ ۡ
‫و ل ِئ‬ ‫ٱ‬
‫و‬ ‫د‬ ‫ب‬ ‫ن ٱل‬ ‫ل‬ ‫ق‬
ۡ ‫ص‬ ‫س وٱ‬ ‫س ك‬ ٦٣
‫ع‬ ‫ل‬
ۡ
‫ن‬
“Dan Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui.
Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan
diminta pertanggung jawabannya.” (QS Al-Isrā’ [17]:36)
Pada ayat ini kita sebagai orang yang beriman dianjurkan untuk
berhati-hati terhadap suatu informasi yang dibawa oleh orang yang tidak
kita ketahui, meskipun oleh orang-orang yang dekat dengan kita.16
Allah berfirman: QS. Al-Nūr ayat 15:
ُ َ ٞ ‫ۡ ف َوا ِه ل ۡي ل ُكم ۦه‬ ُ ُ َ َ َ َّ َ ۡ
‫وت س ٗ ن‬ ِ ‫إ ذ ت ل ق ۡو ن ِ س ن ِت و ت قو لو‬
َ َ ُ َ ُ ُ
‫ه‬ ‫ح ُبو ن ا‬ ‫كم ب أ ما س ب م‬ ‫ن‬ ‫ۥه ك ۡ م ب‬
‫َو‬ ‫ه ه‬
ُ َۡ
‫ع‬ ‫أل‬
‫و‬ ˛ ۡ
ِ ‫ل‬
‫ي‬
َ
٥١ ‫م‬ٞ ‫عن د ٱ عظي‬
‫َِّلل‬
“(Ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut
ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu
ketahui sedikitpun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal
dalam pandangan Allah itu soal besar” (QS. Al-Nūr [24]: 15).
Maka dari itu banyak sekali dampak yang ditimbulkan dari penyebaran berita
bohong. Dalam hal ini pemerintah mengambil sikap tegas terhadap penyebar
berita-berita bohong atau Hoax17 serta Hate Speech (ujaran kebencian).
Pemerintah sendiri melakukan berbagai cara untuk menanggulangi berita
hoax tersebut antara lain dengan beberapa cara:18
Pertama, dalam hal ini pemerintah berperan sebagai seorang penegah
dengan mengklarifikasi suatu berita yang teridentifikasi sebagai berita
bohong dalam waktu secepat mungkin dengan menggunakan akun resmi
dan akun lain yang bekerja sama. Jika sebuah kebijakan dari suatu instansi
16
Choiruddin Hadhiri SP, Klasifikasi Kandungan Al-Qur‟an jilid 2 (Depok:
Gema Insani Press, 2005), 123-124.
17
Hoaks adalah berita bohong yakni ketidak benaran suatu informasi, Lihat Tim
Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
18
Pratama Persadha, “Apa Yang Bisa Dilakukan Pemerintah Menangani Berita
Hoax, 2017,” Diakses, 12 Oktober, 2017, http://tekno.liputan6.com/read/2824422/opini-
apa-yang-bisa-dilakukan-pemerintah-menangani-berita-hoax /2017/10-Berita
9

di serang dengan berita-berita yang tidak benar, maka dalam hal ini tidak
membutuhkan waktu yang lama untuk proses klarifikasi. Karena dalam hal
klarifikasi tidak hanya terpaku kepada teks saja melainkan dapat juga
dilakukan dalam bentuk video, grafis dan hal lain yang diproduksikan
dengan singkat dari jalur situs resmi, sosial media dan tradisional.
Kedua, dalam hal ini pemerintah berperan dengan melakukan
identifikasi dan pendekatan kepada suatu situs atau akun pemilik dari situs
tersebut yang terduga atau terbukti berisikan isu-isu negatife yang
berkembang didalam sosial media. Karena sosial media sendiri berfungsi
sebagai pengantar suatu opini, yang menjadikan suatu situs atau akun
memiliki peran penting. Situs atau akun yang memiliki pengaruh ini bisa
terbentuk dari perorangan ataupun kelompok tertentu.
Ketiga, dalam hal ini pemerintah melakukan suatu Kerjasama dengan
search engine dari Google, untuk membersihkan dan menghapus suatu
konten yang teridentifikasi berisikan berita bohong baik dari platform
blogspot ataupun blogger milik Google sendiri.
Keempat, dalam hal ini hendaknya pemerintah menciptakan situs atau
suatu aplikasi yang dapat mengidentifikasi suatu berita mana yang
didalamnya mengandung unsur kebohongan dan mana yang fakta.
Kelima, dalam hal ini hendaknya pemerintah mengikut sertakan
masyarakat dan menghimbau agar membentuk suatu komunitas anti hoax
yang mana bertujuan untuk membantu pemerintah dalam memerangi
berita hoax tersebut, yang mana dari komunitas tersebut nantinya akan
melaporkan kepada pemerintah mana konten yang mangandung unsur
kebohongan dan mana yang tidak.
Pada beberapa waktu lalu, para ilmuan menemukan cara untuk
menangani berita hoax yang tersebar dan beredar di media sosial yakni
dengan membuat aplikasi bernama Hoax Analyzer seperti yang dilakukan
10

oleh ilmuan-ilmuan muda dari universitas ITB bandung. Aplikasi yang


mereka ciptakan tersebut adalah untuk mengidentifikasi situs mana yang
mengandung unsur kebohongan dan mana yang tidak dengan didasari
dengan sumber informasi fakta yang beredar di internet atau sosial media.
Hoax Analyzer beroperasi dengan melakukan sebuah identifikasi terhadap
suatu berita dengan menggunakan sebuah teknologi yakni pengolahan
bahasa yang sering sekali dipergunakan oleh manusia pada umumnya
dalam kegiatan sehari-hari agar dapat dimengerti oleh media komputer
atau dikenal dengan nama (NLP) Natural Language Processing dan
Machine Learning adalah sebuah proses pengkajian komputer dari data
yang diambil. Yang kemudian nantinya akan ditampilkan oleh Hoax
Analyzer berupa kesimpulan dari sebuah konten berita apakah informasi
tersebut bersifat kebohongan atau fakta, yang dianalaisis oleh Hoax
Analyzer dari data-data dan sumber yang terkait.19

Jadi dari masa Nabi kita telah diajarkan bagaimana sikap kita terhadap
suatu berita yang masih belum jelas yang didapat dari orang lain atau
sumber tertentu, yakni dengan adanya Tabayyun. Bagaimana bentuk nyata
dalam tabayyun, apa saja yang perlu diperhatikan dalam bertabayyun ini?
Serta bagaimana etika berkomunikasi didalam al-Qur’an dari sinilah
penulis tertarik untuk membahas masalah ini, hingga sampailah penulis
pada penetapan judul: KAJIAN TEMATIK AL-QUR’AN
MENANGGULANGI BERITA BOHONG.

B. Identifikasi Masalah

19
Holy Lovenia, “Hoax Analyzer, Inovasi Tim Cimol Yang Menembus Imagine
Cup 2017,“ Diakses, 03 Oktober 2017, https://www.itb.ac.id/news/read/5485/home/hoax-
analyzer-inovasi-tim-cimol-yang-menembus-imagine-cup-2017 /2017/10-Hoax
11

Dari latar belakang yang diuraikan diatas, terdapat beberapa


permasalahan, diantaranya:

1. Apa yang dimaksud berita bohong didalam Al-Qur’an dan


Term-term nya
2. Bagaimana potret kasus penyebaran berita bohong di masa
sebelum Nabi, dimasa Nabi dan modern serta penanganannya.
3. Bagaimana Penafsiran Para Ulama Tafsir terhadap ayat-ayat
berita bohong
4. Penggambaran al-Qur’ān terhadap orang kafir mengenai berita
bohong.
5. Bagamana Sikap al-Qur’an menanggulangi berita bohong serta
dengan adanya lafadz tabayyun.
6. Adanya beberapa dampak yang terjadi dalam penyebaran berita
bohong di kalangan masyarakat.
7. Penemuan Hoax Analyzer oleh mahasiswa/mahasiswi ITB
untuk mengetahui kelebihan dan kekurangannya dalam
menangani berita bohong, serta keserasian nya dengan
penanggulangan didalam al-Qur’an.

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah


1. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah untuk menghindari pembahasan


yang melebar, maka dari itu kiranya penulis perlu memberikan
batasan dan perumusan masalah. Didalam skripsi yang penulis
tulis ini hanya membatasi pada kajian analisa al-Qur’an
menanggulangi berita bohong. Ayat yang akan penulis bahas
terbatas pada penyebaran berita bohong dimasa Nabi yakni pada
12

QS. Al-Nūr: 11-15, dan penanggulangan al-Qur’an dalam


menyikapi berita bohong yakni pada QS. Al-Ḥujurāt: 6.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka rumusan


masalahnya adalah bagaimana sikap al-Qur’an terhadap berita
bohong dan bagaimana cara al-Qur’an menanggulangi berita
bohong.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain adalah Pertama, untuk


mengetahui kandungan firman Allah SWT mengenai berita bohong,
Kedua untuk mengetahui bagaimana sikap al-Qur’an dalam
menanggulangi berita bohong. Ketiga, untuk mengetahui bagaimana
etika didalam al-Qur’an dalam berkomunikasi guna meminimalisir
penyebaran berita bohong. Keempat, untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar sarjana dari Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Adapun manfaat penelitian ini adalah mengetahui penafsiran
para mufassir bagaimana sikap al-Qur’an dalam menanggulangi
berita bohong yang semakin banyak tersebar, serta bagaimana cara
etika berkomunikasi didalam al-Qur’an. Kemudian diharapkan
penelitian ini dapat menjadi bahan perbandingan dengan penafsiran
atau dengan karya yang lain.

E. Metode Penelitian
Dalam menyelesaikan karya ilmiah ini penulis menggunakan
jenis penelitian (library research) yaitu metode mengumpulkan data
melalui penelitian kepustakaan dengan membaca kitab-kitab yang
13

terkait dengan pembahasan penulis. Pengumpulan data berasal dari


dua sumber yakni sumber primer dan sekunder. Dari data primer
penulis mengambil dari tafsir-tafsir diantaranya tafsir al-Qurthubi,
tafsir ath-Thabari, tafsir al-Misbah, tafsir al-Sya’rāwī dll. Sedangkan
data-data sekunder (data pendukung) diambil dari berbagai sumber
seperti buku-buku, majalah, jurnal, skripsi dan masih banyak lagi.
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini
menggunakan deskriptif analisis, yakni sebuah pendekatan dengan
mengumpulkan data-data dan pendapat para ahli ilmuan yang
disajikan sesuai dengan datanya, kemudian dipelajari dan dianalisa
sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan yang komprehensif
terkait dengan pembahasan ini.
Sedangkan pengolahan data berdasarkan pada langkah-langkah
tafsir mauḍūʻi yang dikemukakan oleh al-Farmāwi, yakni
menentukan judul atau tema yang akan diteliti, kemudian
mengumpulkan data-data dan menyusun ayat-ayat yang berkaitan
dengan judul atau tema tersebut sesuai dengan urutannya.
Selanjutnya mengatahui asbab nuzul dan munasabah ayat, kemudian
membuat sub judul yang sesuai dengan tema pembahasan secara
sistematis, melengkapi pembahasan dalam penafsiran dengan hadis-
hadis dan menyelaraskan dengan ayat-ayat yang lain yang memiliki
pembahasan yang setema agar tidak terjadi kontradiksi.20

F. Kajian Pustaka

Sepanjang penelusuran yang penulis lakukan, belum pernah ada


yang membahas esensi kajian tematik sistem analisa al-qur’an dalam
menanggulangi berita bohong. Namun ada beberapa karya ilmiah

20
Abd. al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i: Sebuah Pengantar, terj.
Suryan A. Jamrah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), 45-46.
14

yang membahas mengenai masalah yang masih terkait, diantaranya


yaitu:
1. Skripsi yang ditulis oleh Dina Nasicha, fakultas Ushuluddin dan
Humaniora UIN Walisongo Semarang pada tahun 2016 dengan
judul Makna Tabayyun dalam Al-Qur’an “studi perbandingan
antara tafsir Al-Muyassar dan tafsir Al-Miṣbāh”. Dalam skripsi
tersebut, penulis hanya memfokuskan pada kata Tabayyun dan
membandingkan makna tersebut antara tafsir Al-Muyassar dengan
Al-Misbah, akan tetapi didalamnya hanya menganalisis dari kedua
mufassir tersebut menjadikan nya belum terlalu objektif bagaimana
cara Al-Qur’an menanggulangi berita bohong.
2. Skripsi yang ditulis oleh Amirullah, fakultas dakwah dan
komunikasi UIN Syarif Hidayatullah yang berjudul Tabayyun
dalam Al-Qur’an analisis tayangan infotaiment. Ia menjabarkan
bahwasanya sikap Tabayyun merupakan suatu perilaku yang
penting untuk diaplikasikan di lingkungan masyarakat. Karena
banyak nya gesekan yang terjadi diantara mereka, mulai dari
timbulnya perselisihan, pertengkaran dan ketidaksesuaian atas
kekeliruan pemahaman dan tuduhan yang tidak sesuai dalam hal
memahami prilaku orang lain.
3. Jurnal yang ditulis oleh Iftitah Jafar, Dosen Jurusan Jurnalistik
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar,
dengan Konsep Berita Dalam Al-Qur’an (Implikasinya dalam
Sistem Pemberitaan di media sosial), yang menjelaskan tentang
makna tabayyun, khabar, ifk dan makna yang berkaitan tentang
berita. Bahwasanya jika suatu berita tidak di teliti lebih lanjut akan
menimbulkan kegoncangan dalam tatanan kehidupan masyarakat.
15

Karena itu, diperlukan pedoman dan bimbingan khusus dalam


berinteraksi dengan berita.
4. Tesis yang ditulis oleh Said Mujahid, Mahasiswa Pascasarjana
UIN Sunan Kalijaga yang berjudul Hadits tentang peristiwa
Fitnah Ifk Persfektif Sunni dan Syi’ah, menjelaskan mengenai
berita bohong yang menimpa istri Nabi yang bernama ‘Aisyah r.a
dengan focus kajian hadits dalam persfektif Sunni dan Syi’ah.
Dari kajian pustaka yang telah penulis paparkan diatas, belum ada
yang membahas secara menyeluruh. Oleh karena itu, penulis ingin
mengkaji pembahasan ini lebih lanjut. Kemudian yang menjadi perbedaan
skripsi ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang telah disebutkan
di atas tadi yaitu terletak pada objek penelitiannya. Penelitian dalam
skripsi ini terfokus kepada ayat-ayat mengenai berita bohong dan apa saja
langkah-langkah Al-Qur’an dalam menganalisa berita-berita bohong
khususnya pada era globalisasi saat ini.

G. Sistematika Penulisan
Pada dasarnya sebuah karya ilmiah, dalam penyusunannya itu
diatur menurut bab-bab yang terbagi dalam sub-sub. Untuk menjaga
penulisan ini serta menjaga rangkaian urutan pemikiran, sistematikanya
akan berbentuk sebagai berikut:
Bab pertama berisi pendahuluan yang dimaksud adalah untuk
memperjelas latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab kedua diisi dengan uraian tentang kajian umum berita bohong,
berupa definisi berita bohong, term-term berita dalam al-Qur’an, dan
sistem penanggulangan berita bohong dari masa ke masa.
16

Bab ketiga berisi uraian tentang kajian tafsir tematik sistem


penanggulangan berita, dengan mengkaji QS. Al-Nur: 11-16 dan QS. Al-
Ḥujurāt: 6 melalui beberapa penafsiran terdahulu disertai dengan asbab
nuzulnya.
Bab keempat berisi uraian tentang uraian analisa berita bohong
dalam al-Qur’an.
Bab kelima berisi uraian berupa penutup mengenai kesimpulan dan
saran-saran.
BAB II

KAJIAN UMUM MENGENAI BERITA BOHONG

A. Pengertian Berita Bohong (Hoax)

Berita didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kabar, informasi


dan laporan pers.1 Berita pun didefinisikan sebagai sebuah laporan tentang
suatu peristiwa yang belum lama terjadi dan dapat juga diartikan sebagai
kabar atau pemberitahuan.2 Didalam sebuah buku dikatakan bahwa berita
ialah suatu lintasan mengenai sebuah kejadian. Maka dari itu dapat
disimpulkan bahwa berita merupakan suatu kejadian yang dibarengi
dengan lintasan atau jalan dari kejadian tersebut, karena bukan disebut
sebuah berita jika tidak ada lintasan atau jalan dari suatu kejadian.3
Istilah berita diambil dari perkataan sansakerta yang masuk kedalam
bahasa Inggris dan masuk kedalam bahasa Indonesia 4, Sedangkan bohong
didalam KBBI yakni ialah suatu hal yang tidak sesuai dengan kebenaran
atau bukti.5 Dalam bahasa Arab kata bohong memiliki beberapa perbedaan
kosa kata diantaranya adalah kadzīb (tidak benar, bohong),6 ifk
(kebohongan, kedustaan),7 dan buhtān (kedustaan).8

1
Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 186.
2
Suhaemi dan Rully Nasrullah, Bahasa Jurnalistik (Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Jakarta, 2009), 27.
3
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005), 55.
4
Yaitu vrit yang kemudian masuk kedalam bahasa Inggris menjadi write, yang
arti sebenarnya adalah “ada” atau “terjadi”. Sebagian ada yang menyebutkanya vritta,
yang artinya “kejadian” atau “yang telah terjadi”. Vritta masuk ke dalam Bahasa
Indonesia menjadi “berita” atau “warta”. Lihat Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan
Pers (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), 46.
5
Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 212.
6
Atabik ‘Alī Ahmad Zuhdī Muhdār, Kamus Kontemporer Arab Indonesia
(Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1999), 1498.
7
Atabik ‘Alī Ahmad Zuhdī Muhdār, Kamus Kontemporer, 176.

17
18

Secara istilah menurut poedjawijatna bohong adalah mengatakan


(dengan cara bagaimanapun) sesuatu yang tidak sesuai dengan
keyakinannya.9 Berbohong biasannya dilakukan untuk memanipulasi atau
memutar balikkan fakta atau kebenaran. Secara umum dusta merupakan
suatu hal yang tidak sesuai dengan realita atau kebenaran, seperti
menginformasikan bahwa malam ini akan ada gempa padahal tidak.
Berbohong juga berarti menceritakan suatu hal yang tidak benar atau palsu
secara sadar, dan pemberitaan yang mengandung unsur kebohongan
disebut fitnah.10
Di dunia online berita bohong lebih dikenal dengan istilah “hoax”.
Berita bohong (hoax) ialah suatu laporan yang tidak benar dengan tujuan
membuat sipenerima berita percaya dengan hal tersebut. Seringkali hoax
itu berisi hal-hal baik seperti nasehat dan hikmah dari suatu peristiwa,
peringatan, ajakan, dan lain sebagainya. Namun tetap saja itu adalah hoax,
berita palsu. Didalam ilmu periwayatan hadits dikenal dengan hadits
maudhu atau hadits palsu.11
Berita bohong ini menjadi sebuah fenomena yang marak terjadi
khususnya di Indonesia, Seperti hal nya yang disampaikan oleh Ketua
Masyarakat Anti Hoax (KMHA) yakni Septiaji Eko Nugroho bahwa di
Indonesia banyak sekali terjadi kasus berita bohong karena kebanyakan

8
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989),
73.
9
Bohong merupakan pemerkosaan terhadap hak manusia karena setiap ucapan
yang tidak sesuai dengan yang sebenarnnya disebut juga dengan dusta. Lihat
Poedjawijatna, Etika Filsafat Tingkah Laku (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1982), 78.
10
Fitnah adalah suatu perkataan mengenai kebohongan atau tanpa berdasarkan
kebenaran yang disebarkan dengan tujuan merendahkan, menjelekan dan merugikan
orang lain. Lihat Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, Kamus besar Bahasa
Indonesia. 412.
11
Suatu hadits dikatakan palsu bila terbukti secara ilmiah tidak berasal dari
Rasulullah Saw sama sekali. Hadis palsu hanya perkataan bohong yang mengatas
namakan Rasulullah SAW, walaupun seringkali berisi hal yang baik. Lihat Anton
Ramdan, Jurnalistik Islam (Jakarta: Shahara Digital Publishing, t.th), 40.
19

masyarakat indonesia menggunakan media tanpa di dasari dengan budaya


kritis terhadap suatu persoalan yang merebak dimedia.12 Imbas dari
penyebaran berita bohong (hoax) sendiri benar-benar sangat merugikan
banyak pihak baik dalam hal pribadi, materi atau bahkan dapat
mengancam keselamatan jiwa. Hingga saat ini dari badan pemerintah
sendiri yang diinformasikan dari situs Menkominfo bahwasanya berita
bohong (hoax) serta hate speech tersebar lebih dari 800.000 situs di sosial
media.13
Ujaran kebencian (hate speech) merupakan sebuah Tindakan
komunikasi yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dalam bentuk
hasutan, provokasi, hinaan kepada seseorang atau kelompok lain dalam
berbagai aspek dari ras, warna kulit, gender, cacat, orientasi seksual,
agama dll.14 Didalam arti hukum ujaran kebencian (hate speech) adalah
sebuah perkataan, perilaku, tulisan ataupun pertunjukan yang dilarang
yang dapat memicu terjadinya tindak kekerasan dan sikap prasangka dari
pihak pelaku pernyataan atau korban. 15 Ujaran kebencian dapat dilakukan
melalui banyak media diantarannya orasi kampanye, spanduk atau banner,
sosial media, penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi),
ceramah, media massa dan masih banyak lagi.

12
Oik Yusuf, “Kenapa Orang Indonesia Doyan Sebar “Hoax” di Medsos?. 2017,”
Diakses, 03 Oktober, 2017,
http://tekno.kompas.com/read/2017/01/08/11083377/kenapa.orang.indonesia.doyan.sebar
.hoax.di.medsos /2017/ 10-Hoax
13
Aulia Bintang Pratama. “Ada 800 Ribu Situs Penyebar Hoax di Indonesia,
2016,” Diakses, 03 Oktober, 2017,
http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20161229170130-185-182956/ada-800-ribu-
situs-penyebar-hoax-di-indonesia/ /2017/10-Situs
14
Kabupaten Buleleng, “Pengertian Hate Speech, 2019,” Diakses, 05 Juni, 2019,
https://www.bulelengkab.go.id/detail/artikel/hate-speech-definisi-hate-speech-66,
/2019/05-Hate
15
Sutan Remy Syahdeini, Kejahatan dan Tindak Pidana Komputer (Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti, 2009), 38.
20

Para jurnalis muslim dan media Islam sudah seharusnya menjunjung


tinggi kejujuran. Bagaimanapun peristiwa yang terjadi, harus secara jujur
diberitakan. Melakukan pengeditan memang perlu sebelum
dipublikasikan. Tetapi tidak boleh sampai mengubah isi berita hingga
bertolak belakang dengan kejadian yang sebenarnya. Tidak boleh
meletakan unsur kebohongan demi popularitas suatu berita yang
disampaikan. Jangan sekali-kali rela melakukan kebohongan demi
popularitas yang semu. Selain itu, berita bohong tidak hanya merugikan
media yang mempublikasikannya. Tetapi juga seseorang, kelompok, atau
pihak yang dijadikan objek berita tersebut. Karena berita bohong
menjelaskan perihal mereka yang tidak sebenarnya kepada publik. Mereka
akan terkesan sebagai pihak yang buruk. Padahal mereka sama sekali tidak
melakukan hal yang buruk. Itu semua terjadi karena berita bohong yang
disebarkan oleh media. Dan hal tersebut bisa masuk ke ranah fitnah atau
istilah modern dan keren nya sebagai pencemaran nama baik.16
Oleh karena itu, jurnalistik Islam adalah kegiatan jurnalistik yang
berdiri diatas prinsip kejujuran dan menekankan para jurnalis muslim
untuk selalu jujur dalam pemberitaan dan kegiatan jurnalistik lainnya.
Jurnalistik Islam tidak boleh sedikit pun mengandung unsur kebohongan.
Apalagi berdiri diatas berbagai macam bentuk kebohongan. Apapun niat
dan tujuannya, jurnalistik muslim tidak boleh menghalalkan kebohongan.
Tidak boleh menyebarkan hoax apalagi menjadi pembuatnya. Berita buruk
yang didapat tapi benar, jauh lebih bagus daripada berita baik tapi
sebenarnya bohong. Dan ingatlah pesan dari Rasulullah pada hadits diatas
bahwa kejujuran akan membawa pada kebaikan dan kebohongan akan
membawa pada keburukan.

16
Anton Ramdan, Jurnalistik Islam, 38.
21

B. Istilah Berita Di dalam Al-Qur’an

Berkenaan dengan berita, setidaknya ada beberapa term yang


disebutkan di dalam al-Qur’an yakni: nabā’, khabār, dan ‘ifk:

1. Kata Nabā’:

Didalam kamus lisān al-‘Arabi term nabā’ bermakna khabar


yakni berita atau informasi.17 Pengertian Nabā’ secara bahasa
adalah suatu berita yang agung18, berita besar, dan berita yang
َ
penting.19 Dari segi kebahasaan kata ‫ باء ن‬adalah bentuk jama’ dari
َ‫ اء ْن أ‬T‫ب‬ demikian seperti yang tertera dalam kamus lisānu

al-‘Arabi.
‘Ulama ahli Bahasa berpendapat suatu berita belum disebut “nabā”
jika bukan hal yang penting dan mempunyai dampak besar.
Sehingga, setiap berita yang penting disebut “nabā”.20 Diantara
yang mendukung makna ini adalah firman Allah Swt:
َ ِۢ ُ ۡ
‫و ِ ج ئ ت ك م ن س َب ِ إ ِ ب ن َب ٖإ َي‬
٢٢ ‫ِقي ٍن‬
“Aku datang kepadamu dari negeri Saba' membawa suatu
berita yang meyakinkan”. (QS. An-Naml [27]: 22)

Kemudian firman Allah Swt yang lain:


ُ ۡ ُ َ ْ ٌ َ
‫ أن ت ۡم ع ن ه م ۡع‬٧٦ ‫قل ه َو ن َب ؤ ا عظي ٌم‬
َ
٨٦ ‫ِرضو ن‬

"Katakanlah (Muhammad) Al-Qur’an itu berita penting, yang


kamu berpaling darinya”. (QS. Shad [38]: 67-68).

17
Ibnu al-Manzur, Lisan al-‘Arab, jilid 1 (Bairut: Dār al-Sadir, t.th), 163.
18
Abdullah Yusuf Ali, Tafsir Yusuf Ali (Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa,
2009), 1582.
19
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh (Ciputat: Lentera Hati, 2011), 589.
20
Muhammad ‘Alī Al-Ṣābūnī, Tafsir Ayat-ayat Ahkam (Depok: Keira
Publishing, 2016), 514-515.
22

Kemudian kata ‫باء‬


َ berkaitan dengan kata ِ ‫ بي ن‬jamaknya ‫َياء‬
َْ ْ
‫ا ْل ن ِب‬
‫ن‬
(orang yang menjadi pilihan Allah Swt untuk menerima wahyu
agar disampaikan kepada orang lain). Serta ada dua kemungkinan

asal kata nabi. Pertama, berasal dari kata dasar


َ‫باء َْلْ ن ْ ا‬ (berita
dan

pemberitahuan), dalam pengertian ini dikaitkan dengan persoalan-


persoalan gaib dan tidak digunakan untuk menunjuk persoalan-
persoalan yang nyata seperti dalam QS. Alī-‘Imrān ayat ke 15 dan
ُ ُّ
49 serta QS al-Taḥrīm ayat 3. Kedua, berasal dari kata ‫ة َّو ُب ن ال‬
adalah

ُ َّ
‫ة َو ْب ن ال‬ َ‫عة ْف ر˛ ال‬
bentuk dari kata yang berarti ِ (keluhuran

dan ketinggian derajat). Berdasarkan asal kata dan pengertian yang


pertama nabi berarti orang yang memiliki berita, sedangkan
menurut asal kata dan pengertian kedua, nabi berarti orang yang
memiliki derajat dan kedudukan yang tinggi. Menurut ‘Abdul
Halīm Maḥmūd (ahli tafsir kontemporer dari Mesir) asal kata dan
pengertian yang pertama lebih tepat bagi kata nabi. Pengertian nabi
yang berasal dari kata dari kata al-anbā’ dapat mencangkup
pengertian nabi yang berasal dari kata an-nubuwwah. Sebab,
setiap orang yang dijadikan nabi oleh Allah Swt dengan berita-
berita dan ilmu yang dimilikinya pastilah memiliki derajat dan
kedudukan yang tinggi, sedangkan orang yang memiliki derajat
dan kedudukan yang tinggi tidak mesti memiliki berita dan
pengetahuan atau wahyu.21
Kata nabā’ tercantum didalam al-Qur’an sebanyak 29 kali 22 dan
kata nabā’ sendiri digunakan dalam arti suatu informasi yang

21
Tim Penyusun Ensiklopedi Al-Qur’an, Ensiklopedi al-Qur’ān (Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), 1275.
22
17 dalam bentuk mufrad dan 12 kali dalam bentuk jama’, kata tersebut
digunakan untuk merujuk kepada berita yang besar dan penting, meski belum bisa
23

sangat penting. Beda halnya dengan kata khabara yang berarti


kabar secara umum, baik itu relevan atau tidak. Dalam hal ini
menjadi suatu keharusan pentingnya mengklarifikasi suatu
informasi serta sipembawa informasi tersebut. Dalam Islam sendiri
diajarkan bagaimana sikap terhadap suatu informasi yang masih
ambigu serta dianjurkan agar mengklarifikasi suatu informasi
terlebih khusus informasi yang sangat penting, agar tidak
membuang-buang waktu dalam hal yang tidak penting.23
Istilah Nabā’ (berita besar yang penting), kata ini dipergunakan
pada suatu peristiwa atau kejadian besar yang penting, berbeda
dengan kata khabar yang dipergunakan untuk suatu peristiwa atau
kejadian biasa yang tidak penting. Dalam hal ini ulama
berpendapat suatu informasi berita dikatakan nabā’ jika dalam
pemberitaannya mengandung manfaat yang besar lagi penting.
Pensifatan kata nabā’ dan kata al-‘aẓhīm (besar atau agung)
menunjukkan bahwa berita tersebut bukanlah hal biasa akan tetapi
hal yang luar biasa. Bukan hanya pada peristiwanya tetapi juga
pada kejelasan dan bukti-buktinya, sehingga mestinya ia tidak
dipertanyakan lagi.24

dibuktikannya kebenarannya karena terbatasnya pengetahuan. Dalam hal ini termasuk


berita ghaib mengenai hari kebangkitan, disitu terdapat penggunaan kata nabā’ dalam hal
pemberitaan yang disampaikan oleh Allah Swt yang dapat diketahui manusia dikarenakan
ilmu yang dimilikinya. Termasuk berita-berita yang menyangkut umat terdahulu yang
Allah Swt sampaikan kepada Nabi Muhammad Saw yang tercantum dalam QS. Hūd
(11): 100, 120, QS. Ṭāhā (20): 99, dan QS. al-A’rāf (7): 101. Lihat M. Galib Mattola,
“nabā” dalam Syihābuddīn et al (ed.), Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, jilid 2
(Jakarta: Lentera Hati, 2007), 675.
23
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Miṣbāh, jilid 13, 238.
24
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Miṣbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’an, jilid 15 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 6.
24

2. Kata Khabar

Kata khabar terdiri dari kata kha, ba dan ra. Menurut Ibnu
Manzur dalam kamus lisan al-‘Arabi, kata khabar bermakna
informasi (nabā’) yang mendatangi seseorang dari pembawa
informasi. Kalimat khabbarahu bi każa dan akhbarahu itu
semakna dengan nabbā’ahu. Sedangkan kata istakbarahu
bermakna bertanya dan meminta diberikan sebuah informasi atau
kabar.25 Dalam tata bahasa khabar sendiri merupakan bentuk dari
mashdar yang berarti kabar dan berita.26 Secara pengetahuan,
khabar adalah berita yang biasanya belum lama terjadi, namun
tidak dikategorikan berita penting dan besar. Khabar bisa pula
dimaknai sebuah berita biasa yang datang belum tentu memiliki
nilai kebenaran. Beritanya tersebar terkadang lebih hebat dari
kenyataan yang sebenarnya.27

Secara bahasa, khabar berarti kabar, informasi, sepotong berita,


sepenggal kisah atau dongeng; sama artinya dengan kata nabā’
(berita).28 Menurut terminologi ahli hadits, khabar ialah berita dari
Nabi Saw, shahabat maupun Tābi’in.29
Berikut firman Allah tentang kata khabar:

25
Ibnu al-Manzur, Lisan al-‘Arab, jilid 4 (Bairut: Dār al-Sadīr, t.th), 227.
26
Abū Al-Husainī Ahmad ibn Fāris ibn Zakariyya, Mu’jam Maqāyis al-Lughah,
Cet. I (Bairut: Dār al-Fikr, 1994), 339.
27
Ilham Badu, Berita Terorisme Dalam Perspektif Media Cetak; Studi Kasus
Koran Republika dan Koran Kompas, 16-17.
28
George A. Maksidi, Cita Humanisme Islam: panorama kebangkitan intelektual
dan budaya islam dan pengaruhnya terhadap renaisans barat (Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2005), 260.
29
M. Abduh Almanar, Pengantar Studi Hadits (Jakarta: Referensi, 2012), 5.
25

‫ق‬ ُ ‫َ ِم ٍر‬ ‫ت‬ َ ۡ َ ۡ


‫كم ِب ِش‬ ‫س ٔٔا ِتي‬ ‫ن‬ ‫ى ِ ْل ه ِل‬Sٰ‫ِ إ ذ قال مو َس‬
َ َ َ ۡ َ
‫بس‬ ‫ُكم ن ها أ ۡو‬ ‫نا ٗرا‬
‫َهاب ءا ِتي‬ ‫ِۦٓه إ ِ˛ن ٓي س‬
َ ‫ب‬ ِ
‫ِ خب‬ ‫ءا‬
َ ُ َ ُ َّ
‫ل َع ل ك ۡم تصط لو ن‬
Artinya: “ Ingatlah, ketika musa berkata kepada
keluarganya, “Sungguh, aku melihat api. Aku membawa
kabar tentang itu kepadamu, atau aku akan membawa
suluh api (obor) kepadamu agar kamu dapat berdiang
(menghangatkan badan dekat api).

Firman Allah yang lain:


ۡ َ ۡ َ َ
‫قال ِ ْل ه ِل ِه ٱ‬ ‫جا ِنب ٱلطو‬ ‫س‬ ‫ى َ ر ِب أ ه ِل ِٓۦه‬S‫ى مو َس‬Sٰ‫ف ل َّما ق ض‬
ْ ُ ُ ۖ َ ‫من‬ َ َۡ
‫ۡم ك ث ٓو ا‬ ‫ِر نا ٗ را‬ ‫ٱ ْل َج ءا ن ل و َسا‬
َ ُ َّ َ ۡ ˛ َّ َ ˛
‫ص ط لو ن‬ ‫ِ م ن ٱل نا ِر‬ ‫ذ‬ ‫إ ِ ن ٓي ءا نا ٗرا ل َع ِ ل ٓي ِ م ٍ ر‬
َ ۡ
٩٢ َ ُ َّ َ
‫ل َع ل ك ۡم ت‬ ‫َو ٖ ة‬ ۡ‫ن ها َأ و‬ ُ َ
‫ءا ِتي كم ت‬ ‫نس‬
‫ج‬ ‫ِب‬
َ
‫خب‬
“Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang
ditentukan dan dia berangkat dengan keluargannya,
dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata kepada
keluarganya: “Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku
melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu
berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa)
sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan”.
Khabar searti dengan nabā’, keduannya dipakai dalam
pengertian yang sama. Kata ini telah diserap ke dalam Bahasa
Indonesia menjadi “kabar”. Kata khabar secara khusus lebih
dikenal didalam ilmu hadis, yang pengertiannya secara
terminologis berbeda dikalangan ulama. Definisi khabar; Pertama,
menurut ulama ahli hadis, khabar sama dengan hadis dalam
pengertian yang luas, yaitu segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi, shahabat dan tabi’in. Baik itu dari segi perkataan,
perbuatan dan ketetapan (takrir). Dengan pengertian ini, khabar
mencangkup semua hadis baik yang shahih, hasan maupun ḍa’īf.
Kedua, menurut sebagian ulama hadis, khabar ialah segala sesuatu
yang disandarkan kepada selain Nabi Saw. Ketiga, menurut ulama
26

ahli fiqih Khurāsān, khabar didefinisikan sebaliknya, yaitu segala


sesatu yang disandarkan hanya kepada Nabi SAW. Keempat,
sebagian ulama hadis berpendapat bahwa antara khabar dan hadis
berlaku kaidah ‘ummu wa khusus mutlaq, yakni bahwa setiap hadis
adalah khabar, tetapi tidak setiap khabar itu hadis. Untuk pendapat
terakhir ini, khabar berarti mencangkup segala pemberitaan yang
bukan hanya dari Nabi SAW, shahabat, dan tabi’in, tetapi juga dari
sumber-sumber lainnya.30

3. Ifkun

Makna Ifk berasal dari kata afaka sama dengan kata ifk yang
berarti bohong.31 Ifkun sama dengan khazib yang berarti dusta,
bohong, afaka-afkan wa afika wa affaka berarti berbohong,
berdusta,32 hadis al-ifki berarti berita bohong atau gossip,33 (ufika)
yang pada mulannya berarti ‘memalingkan’ atau ‘membalikan
sesuatu’. Setiap yang dipalingkan dari arah semula kearah lain
disebut ifk.34 Kata Ifk disebutkan didalam al-Qur’an dalam
berbagai bentuk sebanyak 22 kali. Didalam al-Qur’an sendiri kata
Ifk berarti pendusta, yakni sebuah perkataan yang tidak sesuai
dengan kenyataan, disebutkan dalam kasus istri Rasulullah Saw
yakni Aisyah ra, (QS. An-Nur/24: 11).

30
Tim Penyusun Ensiklopedi Hukum Islam, 895.
31
Abū al-Fadl Jamāl al-Dīn Muhammad Makrum Ibn Manẓūr al-Farīqī al-
Mishri, Lisan al-‘Arab, jilid 10 (Bairut: Darus hadir, 1990 M/1410 H), 390.
32
Ahmad Warson Munawwīr, Kamus al-Munawwīr Arab-Indonesia Terlengkap
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), 31.
33
Tim Kashiko, Kamus Lengkap Arab-Indonesia (Surabaya: Kashiko, 2000), 12.
27

Kata ‘ifk diartikan dengan “perkataan bohong” digunakan al-


Qur’an untuk melukiskan antara lain:

a. Kebohongan orang kafir tentang sembahan mereka yang


dapat memberi syafaat bagi yang menyembahnya (QS. al-
‘Ankabūt (29): 17.
b. Kebohongan orang kafir yang mengatakan bahwa Allah
beranak (QS. al-Ṣāffāt (37): 151.
c. Kebohongan orang kafir yang mengatakan bahwa al-
Qur’an itu tidak memberi petunjuk bagi manusia (QS. al-
Aḥqāf (46): 11).
d. Kebohongan orang munafik yang menuduh bahwa sahabat
Rasulullah melakukan perbuatan yang memalukan dengan
isteri-Nya (QS. Al-Nūr (24): 11-12)35

C. Berita Bohong dan Penanggulangannya

Sejatinya, peristiwa berita bohong sudah banyak terjadi dari zaman


dahulu bahkan sebelum datang nya Islam. Penulis akan memaparkan
peristiwa berita bohong dari masa Pra Nabi, masa Nabi, masa
Shahabat dan masa Modern.

1. Masa Pra Nabi


Salah satu contohnya adalah peristiwa ibunda Nabi Isa as
yakni siti Maryam yang tercantum dalam QS. Maryam ayat 26-
35:
ٗ َ ۡ َ ۖ ٗ َ ُ
‫ف ك ِلي وٱش َِربي و ق ˛ِري ع ۡي ن ا ف ِإ َّما ت َِري َّن م ن ٱ ل بش ِر أح دا‬
ُ َ ˛ ُ
‫ف قِو ل ٓي إ ِ ني ن ذ ۡر ت‬
َ َ ٗ ۡ ˛ َ ۡ َ ٰ
‫ ف أ تت ب‬٦٢ ‫لل َّر ۡح َم ِن ص ۡو ٗما ف ل ن أ ك ِ ل َم ٱ ل َي ۡو َم إن ِس ˛يا‬
ْ ُ ُ ُ
‫ِۦه ق ۡو َم َها تح ِم ل ۖۥه قا لو ا‬
35
Fauzi Damrah, “Ifk” h. Dalam Syihābuddīn et al (ed.), Ensiklopedia Al-
Qur’an, jilid. 1, 342.
‫‪28‬‬
‫ُ‬
‫ي َم َۡري ُم َ ق ج ۡئت ش‪ۡ S‬ي ‪ ٧٢‬ي أخت ه ُرو َن ما أ ُبو ِك ٱ ۡم‬
‫ۡ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ٗ‬ ‫ٗ‬ ‫ۡ‬
‫رأ س و ٖء‬ ‫كا ن‬ ‫ف ِر˛يا‬ ‫ٔٔا‬ ‫د‬
‫ل‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ۡ‬ ‫َ‬ ‫ٗ‬ ‫َ‬
‫أ ˛يا ‪ ٨‬شا َر ت إ ل ۡي ۡ ف ن ك كا ن ِفي ٱ‬ ‫و َما كا ن‬
‫َۡ‬ ‫˛‬ ‫ۖ ُ ْ‬ ‫ُّ‬
‫ۡل ۡه ِد‬ ‫ِ ه قا لو ا ي ِ ل ُم من‬ ‫مك ‪ ٢‬ب ِغ أ‬
‫ف‬ ‫ت‬
‫ك‬
‫َ‬ ‫َ َ‬ ‫َ‬ ‫َ َ‬ ‫ۡ‬ ‫˛ٗ‬
‫ص ِب يا ‪ ِ ٩٢‬إ ُ ِ َّ ِ ن َي ٱ ل ب و ج ع ل و ج ع ل م َبا‬
‫َ ً‬ ‫َ ˛ٗ‬ ‫ل َٰ َ‬ ‫˛‬
‫رَ كا‬ ‫‪٠٣‬‬ ‫ني‬ ‫ِ‬ ‫ا‬ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫ِ‬ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫ن‬ ‫ِ‬ ‫ت‬ ‫ءا‬ ‫ت‬ ‫ك‬ ‫ِ‬ ‫ٱ‬ ‫د‬ ‫ي‬ ‫ن‬ ‫ِ‬
‫ٰ‬ ‫ل‬
‫ى‬ ‫ق ال ع‬
‫َ ٰ‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ٰ‬ ‫ٰ‬ ‫َ ۡب َّ َ َ‬
‫َ دب ِتوِلي‬ ‫صز لكو ِوة ِة ومٱلا‬ ‫ۡ َ‬
‫ُ ول ۡم‬ ‫ۡ م ح ‪ ١٣‬و ب‬ ‫ٰ‬ ‫أ ي ن ما كنت وأ ِ ن بٱ‬
‫ِۢ‬ ‫ٗ‬
‫َّرا‬ ‫ت ˛ي‬ ‫ۡو ي ل‬
‫ص‬
‫د ا‬
‫َ‬ ‫ٗ‬ ‫ۡ‬
‫˛يا ‪ ٢٣‬ل َ ي ۡو ِول ت وَ ي ۡو َم َو ي ۡو َم أ‬ ‫يج َع ل ِني‬
‫ب َعث‬
‫ۡ‬
‫أ ُموت‬ ‫ٰج شِ وٱل ُم َم ع د‬
‫َ‬ ‫َّ‬
‫س لۡ َّي‬ ‫با ق‬
‫ل‬
‫َ ˛ َ ۡ َّ‬
‫ٱ‬ ‫ق‬
‫ل‬
‫و‬ ‫ق‬ ‫ح‬
‫ذي‬ ‫ح ˛ٗيا ‪ٗ ٣٣‬را‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ِ ِ‬
‫َ ِ ه ت ُرو ‪ ٤٣‬ما كا ن‬ ‫ذ عي َس‪S‬ى م‬ ‫َ‬
‫َ‬
‫في ن ي‬ ‫ِلك َٱ ۡب ُن ۡرَي‬
‫ۖ‬
‫َ ۡم‬ ‫َم‬
‫ُ ُ‬
‫َّ َِّلل أن َي َّت ِخ من ۡ ح َن ُه ضٓ ٰ‪S‬ى أ ف ِإ َّن َما َي ُقو ف َي كو ن‬
‫‪٥٣‬‬ ‫ُل ُ‬ ‫ا‬ ‫ر‬ ‫ۡم ٗ‬ ‫َ‬ ‫ب‬ ‫ۖ‬ ‫َ‬
‫ل ۥه كن‬ ‫د‬ ‫ٖ‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫ذ‬
‫ِإ ذا ق‬
‫س‬

‫‪Dimulai ketika Maryam ditiupkan ruh kedalam perutnya‬‬


‫‪melalui perantara malaikat Jibril, kemudian ia mengasingkan‬‬
‫‪diri selama masa hamilnya hingga melahirkan, dan ia bernazar‬‬
‫‪berpuasa untuk tidak berbicara karena Tuhan Yang Maha‬‬
‫‪Pemurah. Dan setelah melahirkan, ia kembali kepada mereka‬‬
dengan menggendong seorang bayi sehingga orang-orang
menuduhnya telah berbuat sesuatu yang amat munkar. Padahal
pada saat itu ia dikenal memiliki bapak dan ibu yang ahli
ibadah, juga merupakan saudara dari Harun, yang dikenal
sebagai seorang laki-laki sholeh, zuhud dan taat beribadah.
Karena itulah mereka menuduh Maryam berbuat Munkar. Maka
Maryam hanya menjawab tuduhan mereka dengan isyarat
menunjuk kepada bayinya. Kemudian disusul dengan ejekan-
ejekan bahwa itu hal yang tidak mungkin dapat berbicara
dengan seorang bayi. Maka atas kebesaran Allah SWT bayi
tersebut pun berbicara, mensucikan Rabbnya, menyatakan
29

bahwa dirinya adalah seorang Nabi, serta membebaskan ibunya


dari tuduhan-tuduhan keji.36

2. Masa Nabi

Dimasa Nabi berita bohong (hoax) terjadi pada peristiwa


yang menimpa saida ‘Aisyah ra atau dikenal dengan (hadis al-
ifki) berikut adalah hadis Nabi yang menerangkan tentang
peristiwa sayyida ‘Aisyah ra:
Berawal dari kisah ketika Rasulullah Saw akan pergi
berperang, kemudia beliau mengundi para istrinya, dan
ternyata yang mendapatkan undian tersebut adalah sayyida
‘Aisyah ra sebelum perjalanan pulang, sayyida ‘Aisyah ra tidak
menemukan kalung yang dikenakannya, yang kemudia ia
memutar balik untuk memeriksa kembali ditenda peristirahatan
sebelumnya. Disamping itu para pengankat tandu telah mengira
bahwa sayyidah ‘Aisyah sudah berada didalamnya, maka
mereka pergi tanpa sayyidah ‘Aisyah ra.37 Lantas sesampainya
dikota Madinah, terlihat bahwa sayyidah ‘Asiyah datang
dengan menunggangi seekor kuda dengan ditemani salah
seorang shahabat bernama Shafwan bin Mu’aththal. Peristiwa
tersebut menimbulkan isu-isu negatife terhadap sayyidah
‘Aisyah dan Shafwan, sehingga tersebarlah berita yang tidak
baik dan tak pantas. Baginda Nabi sendiri sama sekali tidak
mengetahui akan kebenaran berita tersebut sehingga Allah Swt

36
Abu Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir al- Ṭabārī, jilid 17, terj.
Ahsan Askan, Yusuf Hamdani, Abdus Ṣamad, Misbah (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009),
537-571.
37
Abdullah Hadir, Kisah Wanita-wanita Teladan (Riyadh: Kantor Dakwah dan
Bimbingan Bagi Pendatang, 2005), 14.
30

menurunkan wahyu-Nya dalam QS. Al-Nūr ayat 11-20 sebagai


klarifikasi atas berita bohong tersebut.38

3. Masa Shahabat

Pada masa shahabat berita bohong kian meningkat baik


ketika Nabi masih hidup hingga Nabi wafat. Dalam ilmu hadis
berita bohong yang mengatasnamakan Nabi disebut dengan
Hadis Maudhū’i (hadis palsu), yakni hadis yang disandarkan
kepada Rasulullah Saw, dengan dusta dan tidak ada kaitan yang
hakiki dengan Rasulullah Saw.39
Hadits atau sunnah dalam penulisannya ketika itu kurang
memperoleh perhatian lebih seperti halnya al-Qur’an. Penulisan
hadis dilakukan oleh beberapa sahabat secara tidak resmi,
karena tidak diperintahkan oleh Rasul sebagaimana ia
memerintahkan mereka untuk menulis Al-Qur’an. 40 Pemalsuan
berita pernah dilakukan oleh golongan kaum zindik, adalah
golongan yang merusak islam dari dalam, dengan berpura-pura
masuk islam dan menyebarkan fitnah, mengobarkan api
permusuhan dikalangan umat islam serta merusak sumber ajaran
dengan kebohongan mereka.41
Diantara berita palsu yang mereka buat adalah riwayat
kaum zindiq; “Bahwa sekelompok yahudi datang kepada: Rasul

38
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thabari, Jami’ al-Bayan An-Ta’wil Ay al-
Qur’an, juz 17 (tk: Markaz Al-Buhuts Wa Dirasat Al-‘Arabiyah Al-Islāmiyyah, 2001),
190.
39
Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadis (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2016), 308.
40
Al-Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Jakarta: Bulan
Bintang, 1954), 54.
41
M. Abduh Almanar, Pengantar Studi Hadis, 90.
31

SAW, lalu berkata: “Siapa yang menjaga ‘Arsy? Mereka


menjawab: ‘Arsy disangga oleh singa dan taring-taringnya. Air
yang turun dari langit itu merupakan keringatnya’. Abu Al-
Qasim Al-Balkhi berkata: “Demi Allah, ini jelas palsu. Sebab,
kaum muslimin telah sepakat bahwa yang menyangga ‘Arsy
adalah para malaikat.42
Adapun usaha-usaha yang dilakukan untuk membendung
berita palsu (hadis maudlu’I) antara lain dengan:
a. Bertabayyun, seperti yang telah diajakan oleh Nabi.
b. Pembawa berita datang kepada Nabi dan bertanya
langsung.
c. Berpegang pada sanad, yaitu mengharuskan
penyebutan (sanad) atau orang-orang yang terkait
dalam penyampaian berita.
d. Melakukan gerakan pembasmian terhadap para pemalsu
hadis/berita.43

4. Masa Modern (konteks Indonesia)

Dimasa modern penyebaran berita bohong semakin


menjadi, tatkala masyarakat diberikan kebebasan berpendapat.
Hal ini menjadikan dorongan bagi mereka untuk
mengemukakan pendapat nya masing-masing, akan tetapi
disamping itu semua. Peraturan perundangan ini harapkan dapat
memberikan rasa aman serta menjerat pelaku tindak pidana
penyebaran berita hoax yang semakin hari semakin meresahkan,
meskipun telah maraknya pemberitaan bohong di masyarakat

42
M. Abduh Almanar, Pengantar Studi Hadis, 91.
43
M. Abduh Almanar, Pengantar Studi Hadis, 101.
32

hingga mengakibatkan kepanikan dan kekhawatiran di


masyarakat seperti kasus pemberitaan penjualan organ tubuh
yang di muat di Koran Manadopos. Pemberitaan ini membuat
masyarakat merasa khawatir dan menimbulkan kepanikan di
masyarakat namun untungnya hal ini telah dikonfirmasi oleh
Kepala Polisi Republik Indonesia ia menjelaskan bahwa hal
tersebut merupakan berita hoax
Septiaji Eko Nugroho menyampaikan beberapa langkah
mudah untuk membantu mengklarifikasi suatu berita agar
diketahui berita tersebut fakta atau hanyalah sebuah
kebohongan, berikut penjabarannya:
a. Berhati-hati dengan judul yang menghasut (provokatif)

Dalam hal ini sering sekali berita bohong memakai judul


yang menghasut dan sensasional, contohnya dengan langsung
menuduh terhadap satu pihak. Terkadang kontenya diambil dari
situs media resmi akan tetapi argument nya diubah sesuai
dengan keinginan sipembuat berita bohong (hoax) tersebut.
Oleh karena itu, jika menemukan suatu konten berita yang
menghasut, alangkah baiknya mencari referensi dari situs resmi
lainnya kemudian bandingkan konten berita nya apakah terdapat
perbedaan atau tidak. Dengan demikian, setidaknya Anda
sebabagi pembaca bisa memperoleh kesimpulan yang lebih
berimbang.
b. Teliti dengan alamat situs
Teliti dengan alamat situs, link dan URL yang dimaksud,
guna bertujuan mengetahui apakah situs tersebut terverifikasi
sebagai situs pers resmi atau tidak, seperti halnya blogspot dari
url tersebut bisa dibilang meragukan. Dari jumlah tersebut, yang
33

sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300.


Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi
menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.

c. Periksa kebenaran konten berita


Disini ditekankan dalam hal identifikasi mengenai kebenaran
suatu informasi, dari mana asal berita itu dan siapakah
sumbernya. Sebaiknya jangan cepat percaya jika informasi
tersebut datang dari berbagai pihak baik dari pegiat ormas,
tokoh politik ataupun pengamat dan juga memperhatikan
keberimbangan berita tersebut. Jika hanya ada satu sumber,
pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh. Hal lain
yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat
berdasarkan fakta dan opini. Fakta merupakan sebuah peristiwa
yang sebenarnya digukung oleh kesaksian dan bukti, sementara
opini merupakan sebuah kesan atau pendapat seseorang yang
menyampaikan berita tanpa didukung ileh kesaksian dan bukti
maka dari itu opini cenderung berifat subjektif.
d. Cek foto atau gambar

Dizaman serba modern saat ini, konten berita tidak hanya


berbentuk sebuah teks yang dapat diubah atau dimanipulasi,
akan tetapi konten yang lain sekalipun dapat diubah seperti hal
nya foto dan video. Terkadang sipembuat berita pun mengubah
dan mengedit. Dengan memanfaatkan fitur dari Google untuk
mendeteksi foto atau gambar dari sebuah situs yakni dengan
mengunjungi Goggle Image kemudian pilih image atau foto
yang kita ingin cari dan klik search nanti nya dari database
Goggle akan mendeteksi foto tersebut berasal dari mana dan
34

kita dapat membandingkan hasil foto dengan hasil dari


pencarian tersebut. Atau dengan melakukan uji coba pada
photoshop, yakni dengan cara menyiapkan foto yang akan di uji
keasliannya menggunakan metode CMYK untuk menganalisis,
memperhatikan tampilan foto atau gambar pada masing-masing
channel atau warna, kemudian kita dapat melihat apakah
gambar atau foto tersebut hasil editan atau asli.44
e. Mengikuti Grup dan forum diskusi anti hoax
Langkah terakhir yakni dengan mengikuti grup dan forum
anti hoax, seperti hal nya forum Anti Fitnah, Hasut dan Hoax
(FAFHH), yang bermula dari sebuah grup di Facebook yang
kini telah menjadi web resmi yang didalam nya memuat diskusi
dan hasil nya di share, mana konten berita yang mengandung
hoax, fitnah dan hasut atau ujaran kebencian, kemudian ada juga
fanfage dan grup indonesia Hoax Buster dan masih banyak lagi.
Dengan melakukan hal ini nanti nya kita dapat bertanya dan
berdiskusi di grup tersebut kepada orang lain seputar konten
berita yang kita dapat dan masih belum jelas akan keabsahannya
serta menyimak klarifikasi terhadap berita yang sudah dilakukan
oleh kawan di grup tersebut, didalam grup itu nantinya akan
banyak orang lain yang ikut berkontribusi dalam menyikapi
konten berita, layaknya crowdsourcing yang mana
memanfaatkan banyak kontribusi orang lain. Kemudian jika dari
diskusi tersebut konten berita yang kita dapat mengandung hoax
alangkah baik nya kita melaporkan hal tersebut kepada halayak
disosial media dengan mendeskripsikan bahwa konten tersebut

44
Gregorius Agung, Photoshop Hoax (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo,
2010), 144-146.
35

berisikan unsur kebohongan, yang mana bisa kita sebar luaskan


melalui banyak situs seperti halnya Facebook, Instagram,
Twitter dll atau dapat juga dengan memanfaatkan fitur Report
yang dimiliki setiap sosial media seperti Facebook, Twitter,
Instagram dll dengan memilih menu report yang nantinya kita
mengadukan suatu konten yang tersebar kepada pemilik situs
sosial media, dan jika banyaknya report dari orang-orang
nantinya pihak Fb, Twitter, Instagram dll akan menghapus
konten tersebut. Kemudian bisa juga mengecek referensi dari
database situs Trunsbackhoax.id yang mana berisikan berita
hoax atas laporan orang lain. Dan bagi pengguna internet biasa
dapat melaporkan langsung kepada badan pemerintah
Kementrian Komunikasi dan Informatika dengan mengirim
deskripsi atau aduan mengenai konten berita yang diidentifikasi
hoax ke email: aduankonten@mail.kominfo.go.id.45
Kemudian pada tahun 2017 lalu mahasiswa asal ITB
membuat penemuan baru yakni sebuah situs Hoax Analyzer
adalah sebuah search engine untuk mengidentifikasi berita pada
jejaring internet atau sosial media. Bagi sebagian orang
mungkin menganggap situs pendeteksi berita hoax tersebut hal
yang biasa dengan memeriksa konten berita dari beberapa
referensi yang sudah ada. Akan tetapi disinilah keunggulan yang
dimiliki situs HOAX Analyzer, meski situs ini terbilang
sederhana akan tetapi situs ini memiliki mekanisme tersembunyi
yang bernama machine learning dan kecerdasan buatan
sehingga membuat situs ini sangat menjanjikan. Mekanisme

45
Yunita, “Ini Cara Mengatasi “Hoax” di Dunia Maya, 2017,” Diakses, 05 Juni,
2018, https://kominfo.go.id/content/detail/8949/ini-cara-mengatasi-berita-hoax-di-dunia-
maya/0/sorotan_media /2018/06-Hoax
36

situs ini ialah ketika digunakan untuk pemeriksaan konten


berita, maka kecerdasan buatan yang telah ditanamkan didalam
situs ini akan mendeteksi berbagai pola dari mulai kata kunci,
tagar, hingga situs-situs yang terkait dengan objek yang kita cari
tersebut. Yang kemudian hoax analyzer akan menganalisis dan
mempelajari kata kuci dan pola tagar yang sering muncul dari
berbagai situs yang nantinya akan di bagi kepada beberapa
kategori dan juga mengambil beberapa referensi dari Wikipedia
atau sumber lain sebagai perbandingan dengan konten yang
dicari. Dan dari sini keluarlah hasil analisis, dari analisis
tersebut kemudian digabung dengan klarifikasi yang telah
dilakukan yang nantinya akan muncul persentase terhadap
tingkatan koten hoax tersebut. Dengan semakin sering situs
hoax analyzer digunakan, maka akan semakin efektif juga
tingkat akurasinya dan akan semakin efisien dalam memastikan
apakah konten berita itu hoax atau tidak. Situs ini diberikan
penerapan dan pembelajaran dengan menggunakan beberapa
layanan Microsoft seperti hal nya Azure Congnitive Service dan
juga mesin penelusuran Bing. Azure Congnitive Service pada
hoax analyzer memungkinkan penerapan pembelajaran pada
mesin, yang nantinya mesin akan semakin meningkat seiring
dipergunakannya oleh banyak orang. “Namun tetap harus ada
manusia yang mengawasi perkembangannya,” Feryandi
Nurdiyantoro mengatakan bahwa pengawasan oleh manusia
tetap harus dilakukan demi memastikan ketepatan pemeriksaan
sesuai pada jalurnya, dan ujar nya bahwa hoax analyzer tidak
hanya bisa mengidentifikasi dalam bentuk tulisan saja bahkan
bisa dalam bentuk gambar atau tautan secara langsung, akan
37

tetapi untuk tautan tidak bisa ditelusuri seluruhnya “Tergantung


situsnya, ada beberapa halaman yang tidak memungkinkan kita
untuk mengambil teks yang ada”. Lajut ujarnya bahwa hoax
analyzer tidak hanya mengandalkan kecerdasan buatan akan
tetapi hoax analyzer pun mendapatkan kontribusi dari para
pengguna dalam menentukan referensi, dan sampai saat ini hoax
analyzer masih dalam tahap pengembangan. Kritikan, masukan
dll masih sangat diharapkan dari para pengguna dan siapapun
bisa memberikan kontribusinya.46

46
T.m, Cara Kerja Hoax Analyzer, 2017,” Diakses, 05 Juni, 2018,
http://teknologi.metrotvnews.com/news-teknologi/VNxQa91b-begini-cara-kerja-hoax-
analyzer-karya-tim-cimol /2018/ 06-Hoax
‫‪BAB III‬‬

‫‪PENAFSIRAN AYAT TENTANG BERITA‬‬

‫‪KEDUDUKAN QS AL-ḤUJURĀT AYAT 6‬‬

‫‪1. Bunyi Teks Ayat dan Terjemah‬‬

‫‪QS. Al-Ḥujurāt: 6‬‬

‫ْ‬ ‫َ ُّ َ َّ ُ َٰٓ ْ‬
‫فا َ ن َّ ي ُن أن صي ۡ و بج َ‪l‬ه ُ ِ حوا‬ ‫ك‬
‫ُ‬
‫ي أ ي ها ٱ ل ن و ا‬
‫ُ ْ‬
‫َْٰٓوا ف ت بو ا َُۢما َل ة ت ب‬ ‫َ‬ ‫ِسق‬
‫إن ءا َم‬
‫ِذين‬
‫ٖ‬ ‫ب ٖإ‬ ‫ۡم‬
‫ق‬ ‫ب َت َ‬ ‫َٰٓ‬
‫ف ص‬ ‫ب‬ ‫جا‬
‫َء‬

‫َ‬ ‫ۡ ُ َ‪l‬‬ ‫َ‬


‫ع ل ‪l‬ى ما ف َع ل ت ۡم ن ِد ِمي ن ‪٦‬‬

‫‪“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang‬‬


‫‪Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar‬‬
‫‪kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa‬‬
‫‪mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas‬‬
‫‪perbuatanmu itu.” (QS. Al-Ḥujurāt [49]: 6).‬‬

‫‪QS. Al-Nūr: 11-15‬‬ ‫َٰٓ‬


‫َ‬ ‫ۖ‬ ‫ُ ُ ˛ّٗ َّ ُ‬ ‫ُ ۡۡۚ َ َ‬ ‫َ ‪ٞ‬‬ ‫ۡ ۡ‬ ‫ُ‬ ‫َّ َّ‬
‫إ ن ٱ ل ِذين ج ا ءو ِبٱ ِۡل فك عص ب ة ِمن ك م َل تحس بو ه ش را ل ك م بل ه‬
‫ۡ ‪ُ ۚۡۡ ُ َّ ٞ‬‬
‫َو خ ي ر ل ك م ِل ك ِ ل ٱ م ِري‬
‫ۡ‬ ‫˛‬
‫ُ‬ ‫ۡ‬ ‫َّ‬ ‫َّ‬ ‫َ ۡ ۡ ۡۚ‬ ‫ۡ َ‬ ‫ۡ‬
‫ِ م ن ُهم ما ٱ ك تس ب م ن ٱ ِۡل ث ِ م وٱ ل ِذي ت َو ل ‪l‬ى ك ۡب َر ُ ۥه م ن ُه ۡم ل ۥه‬
‫ۡ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ۡ‬ ‫ۡ‬
‫ع ذاب عظي ‪ٞ‬م ‪ ١١‬ل ۡ وَل إ ذ‬
‫َ ُ ْ‬ ‫ُ‬ ‫َ‪l‬‬ ‫ُ ۡ‬ ‫ُۡ ُ َ‬ ‫ُ‬
‫س ِم ۡع ت ُمو ُه ظ َّن ۡٱل ؤ ِم نو ن وٱ ۡل ؤ ِم ن َٰٓت ِبأن ف ِس ِه ۡم خ ۡي ّٗ را و قا َٰٓ لو ا‬
‫‪َ lَٰٓ َّ ُ ٞ‬‬ ‫ۡ‬ ‫ۡ َ‬ ‫َ‬
‫ه ذ ا ِإ فك م ِب َٰٓي ن ‪ ٢١‬ل ۡ وَل ج ا ُءو‬ ‫َٰٓ‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ ‪l‬‬ ‫ُ ْ‬ ‫ۡ‬ ‫َ ۡۚ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ع ل ۡي ِه بأ ۡرب َع ِة ش َه د ا َء ف ِإ ذ ل ۡم يأ تو ا بٱلش َه َٰٓد ا ِء فأ ْو ل ِئك عن د ٱ‬
‫َ َٰٓ َ‬ ‫َ‬ ‫ۡ َ‬
‫‪ ٣١‬يو لم ۡ ٌاو أَل‬ ‫ُّ ۡ َ َِّلل َه ُ ۡم ُٱ ۡل َ ك ِذَ َُبو ُ َۡ‬
‫ن‬ ‫َ ۡ ُ ۡ َ َ ُ ُ‬
‫بف عظي م‬ ‫ِ‬ ‫م‬ ‫ا‬ ‫ذ‬ ‫ك‬ ‫ع‬‫س‬ ‫ه‬‫ۡل‬ ‫ة‬
‫ي‬ ‫ر‬
‫ف‬
‫ِ ِ ِ‬ ‫م‬‫خ‬ ‫ت‬ ‫ۡل‬
‫ض‬ ‫ٱ‬ ‫و‬
‫ف‬ ‫ا‬ ‫ي‬ ‫ن‬ ‫د‬ ‫ل‬‫ٱ‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫فضل ٱ َِّلل ع ل ي ك م و رح م ت ِ‬
‫ه‬
‫ۥ‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
ُ ۡ ُ ۡ َ ُ ُ َ ُ َ ۡ ُ َ َّ َ ۡ
‫ إ ذ ت ل ق ۡو ن ۥه بأ ل ِس ن ِت ك ۡم و ت قو لو ن بأ ف َوا ِه كم ما ل يس ل كم ب ِۦه‬٤١
ّٗ ُ َ َ ۡ
‫م و تحس ُبو ن ۥه ه ِ˛ي نا‬ٞ ‫ع ل‬
َ ُ
٥١ ‫م‬ٞ ‫و ه َو عن د ٱ َِّلل عظي‬
(11) “ Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong
itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kamu mengira
berita itu buruk bagi kamu bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang

38
39

dari mereka mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Dan


barang siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar
(dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar
(pula). (12) “ Mengapa orang-orang Mukmin dan Mukminat tidak
berbaik sangka terhadap diri mereka sendiri, ketika kamu
mendengar berita bohong itu dan berkata, “Ini adalah (suatu berita)
bohong yang nyata.” (13) “ Mengapa mereka (yang menuduh itu)
tidak datang membawa empat saksi? Oleh karena mereka tidak
membawa saksi-saksi, maka mereka itu dalam pandangan Allah
adalah orang-orang yang berdusta. (14) “ Dan seandainya bukan
karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu di dunia dan di
akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, disebabkan oleh
pembicaraan kamu tentang hal itu (berita bohong itu). (15) “
(Ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut ke
mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu
ketahui sedikit pun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal
dalam pandangan Allah itu persoalan yang besar.

2. Ayat Yang Sejalan Dengan Al-Ḥujurāt Ayat 6


1. QS. Al-Ḥujurāt: 6
ْ ُ َّ َ ُ ُ َّ َ
‫حوا‬ ُ ‫ه‬lَ ‫صي ۡ و بج‬ ‫ن‬ ‫فا ن ي‬ ‫ك‬ ‫ي أ ُّي َها ٱ ل ِذين ءا َم ن‬
ِ ‫أن‬
‫ِسق َب إ َْٰٓوا ف ت ُبو ا ما ل ة ت ب‬
َ ُۢ
َ ْ
‫ۡ َٰٓم‬
ْ َٰٓ
ٖ ٖ ‫و ا إن‬
‫ص‬ ‫ق‬ َ َ
‫ب تب‬ ‫جا‬
‫ف‬ ‫َء‬
َ lَ ُ ۡ َ
٦ ‫ى ما ف َع ل ت ۡم ن ِد ِمي ن‬l ‫ع ل‬
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar
kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu.”
2. QS. An-Nisa: 94
ۡ َ ُ َ َ
‫ى س‬lَٰٓ ‫ي أ ُّي َها ٱ َّل ِذي َن ءا َم ض َۡرب ُت ۡم ِفي َِّلل ف َت وَل ت ُقو لوْ ا َِۡل ۡن أ ل َق‬
l َ ْ ُ َ ْ َٰٓ ُ
‫ِإ ل ۡي ُك ُم ٱل ل‬ ‫س ِبي ِل ٱ َب َّي نو ا‬ ‫ن و ا ِإ ذا‬
‫َم‬
lَ ۚۡ ۡ
‫ة ك ذ ق‬ٞ ‫لست م ۡؤ ِم ّٗنا َت ۡب َت ُغو ض ٱ ل َح َي َ د ٱ م َغا ِن ُم ك ِثي َر‬
‫ِلك كن ُتم ِمن ۡبل‬ ۡ
‫و ِة ٱل ُّد ن َيا َِّلل ف‬l ‫ن ع َر‬
َ
ۚ
‫ِعن‬
َٰٓ ُ
٤٩ ‫ف َم َّن ُ َّ ك ُ ن وْا إ َ َّ كا َن ب َما َت ۡع خ ِبي ّٗرا‬
ِ ِ
ۡ
َ ُ َ ‫َ ل‬ َّ ‫ٱ ل م ع‬
‫م لو ن‬ ‫ن ٱفت‬ َ
‫َ َّ ل‬ ‫ل ل ۡي‬
‫بي‬
“ Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi
(berperang) di jalan Allah, maka telitilah (carilah keterangan) dan
janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan
40

“salam” kepadamu, “kamu bukan seorang yang beriman”, (lalu


kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda
kehidupan dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak.
Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah memberikan
nikmat-Nya kepadamu, maka telitilah. Sungguh, Allah Maha teliti
terhadap apa yang kamu kerjakan.

3. Kedudukan QS Al-Ḥujurāt: 6 Dengan Ayat Lain

Dalam ayat Al-Qur’an tentunya ada kesinambungan antara ayat


yang satu dengan yang lainnya. Berikut adalah ayat lain yang sejalan
dengan Al-Ḥujurāt: 6.

QS. An-Nisa: 94
َ ۡ َ ۡ َ ْ ُ ُ َ َ ُ ُ َّ َ
‫س‬ ‫ت قو لو ا ِ ۡل ن أ ل ق‬ ‫َم ن ض َۡرب ت ۡم ِفي َِّلل ف ت‬ ‫ي أ ُّي َها ٱ ل ِذين ءا‬
lَ َ ُ َ ْ ُ َ ْ َٰٓ
‫ل‬ ‫ى ِإ ل ۡي ك ُم ٱل وَل‬lَٰٓ ‫س ِبي ِل ٱ َب َّي نو ا‬ ‫ِإ ذا‬ ‫وا‬
‫َم‬
lَ ۚۡٞ َ ۡ
‫لست م ۡؤ ِم ّٗنا َت ۡب َت ُغو ض ٱ ل َح َي َ د ٱ م َغا ِن ُم ك ِثي ر ة ك ذ ق‬
‫ِلك كن ُتم ِمن ۡبل‬ ۡ
‫و ِة ٱل ُّد ن َيا َِّلل ف‬l ‫ن ع َر‬
َ
ۚ
‫ِعن‬
َٰٓ ُ
٤٩ ‫ف َم َّن ُ َّ ك ُ ن وْا إ َ َّ كا َن ب َما َت ۡع خ ِبي ّٗرا‬
ِ ِ
ۡ
َ ُ َ ‫َ ل‬ َّ ‫ٱ ل م ع‬
‫م لو ن‬ ‫ن ٱفت‬
‫ي‬ ۡ ‫َل‬
‫َ َّ ل‬ ‫ل‬
‫بي‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi
(berperang) di jalan Allah, Maka telitilah dan janganlah kamu
mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam"
kepadamu: "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu
membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan
di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. begitu
jugalah Keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan
nikmat-Nya atas kamu, Maka telitilah. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Pada ayat diatas ditegaskan bahwa jika “Apabila kamu pergi
(berperang) di jalan Allah,” yang dimaksud ialah jika engkau hendak
pergi berperang melawan musuh-musuh kamu, maka fatabayyanu (Maka
telitilah) yakni berhati-hatilah untuk membunuh seseorang yang masih
kalian ragukan kedudukannya, Karena kamu belum mengetahui secara
pasti kadar keimanannya atau kadar kekufurannya, dan apakah ia orang
41

beriman atau kafir. Dan juga jangan kalian tergesa-gesa membunuh


mereka yang belum kalian ketahui setatusnya secara pasti. Janganlah
kalian langsung membunuh kecuali yakin pada diri orang tersebut
memerangi Allah dan Rasul-Nya.1

4. Hubungan QS Al-Ḥujurāt 6 Dengan QS Al-Nūr 11-15

Peristiwa penyebaran berita bohong tidak hanya terjadi dizaman


sekarang sejak zaman Rasulullah pun sudah terjadi hal tersebut diabadikan
pada QS An-Nūr 11-15 dan QS Al-Ḥujurāt 6. Hubungan antar kedua surah
tersebut adalah An-Nuur 11-15 turun sebelum berperang dengan Bani
Mustalaq yang yang mempunyai asbab nuzul dan tafsiran:
ُ ۚۡۡ ُ َّ ٞ ُ َّ ّٗ˛ ُ ٞ َ ۡ َٰٓ َّ َّ
‫ك‬ ‫ل‬ ‫م‬ ‫ك‬ ‫ل‬ ‫ر‬ ‫ك‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ر‬ ‫ش‬ ‫س‬ ‫ك‬ ‫ن‬‫م‬ ‫ة‬ ‫ب‬ ‫ص‬ ‫ۡل‬ ‫ٱ‬ ‫ب‬ ‫و‬ ‫ء‬ ُ ‫ا‬ ‫ج‬ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫ذ‬ ‫ل‬ ‫إنٱ‬
ِ ِ ِ ِ ِۡ ِ
ۡ ˛ َ َ ۖ ُ ُ َ َ ۚۡۡ
‫ل ٱ م ِري خ‬ ‫م َل تح بو ه م بل ه و‬ ‫فك ع‬
ۡ‫ي‬ ۚۡ َ ۡ ۡ َ ۡ
‫ن‬
‫م‬ ‫م‬‫ث‬ ‫ب‬
‫ۡل‬ ‫ٱ‬‫س‬ ‫ت‬ ‫ك‬ ‫ٱ‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫ه‬ ُ ‫م ۡن‬
َ ۡ ّ َ َّ ِ ِ ِ
‫ ل‬١١ ‫م‬ٞ ‫ذا عظي‬ ‫وٱ ل ِذي ت َو ل م ن ُه‬ ۡ ۡ
ۡ َ
‫وَل إ ذ‬ ‫ى ك ۡب َر ُه ۡم ل ب‬l
‫ع‬ ‫ۥه‬
ٞ ۡ َٰٓ َ ُ ُ ُۡ ُ
٢١ ‫س ِم ۡع ت ُمو ُه ظ َّن ۡٱل ؤ ِم نو ت ِبأن ف ِس ِه ۡم خ ۡي ه ذ ا ِإ فك م ِب ي َٰٓن‬
l َ َّ ْ ُ َ lَ ۡ ُ َ َ
‫ل ۡوَل ج ا ُءو‬ ‫ّ ٗ ر ا و قا لو ا‬ ‫ن وٱ ۡل َٰٓؤ ِم ن‬
َ َ ۡ َ lَٰٓ ۡ ۚۡ َ َ
‫ع ل ۡي ِه بأ ۡرَب َع ِة ش َه د ۡ ا َء ف ِإ ذ ش َ َٰٓه فأ ْو ل ِئك عن ه ُم ٱ ل ك ِذ ُبو ن‬
َ َ َ َ َ ْ ُ
‫ و ل ۡوَل‬٣١ ‫د ٱ َِّلل‬ ‫ل ۡم يأ تو ا بٱل َٰٓد ا‬
َ
َٰٓ ‫ِء‬
ُ َ ُ ۡ ُّ ُ ُ َ
‫م ا أ فض ت ۡم في ِه ع‬ ‫فضل ٱ َِّلل ع ل ۡي ح َم ت ۥه ِفي ٱل د ن َي ك ۡم‬
َ ۡ
‫ذاب عظي ٌم‬ ‫ا وٱ ۡل ِخ َِر ة ِف ي‬ ‫ك ۡم و‬
َ َ
‫ۡ َلس‬ ‫َر‬
ُ َ َ ۡ َ ۡ ۡ َ َ ۡ َ َّ َ ۡ
‫م و تحس ُبو ن ۥه ه‬ٞ ‫و ت بأ ف َوا ما ل يس ل ع ل‬ ‫ إ ذ ت ل ق ۡو ن بأ ل ِس ن‬٤١
ّٗ ُ ُ َ ُ ُ ُ ُ
‫ِ˛ي نا ب ِ ۦه‬ ‫كم‬ ‫ۥه ِت ك ۡم قو لو ن ِه كم‬
َ ‫و ُه َ و‬
٥١ ‫م‬ٞ ‫د ٱ عظي‬
‫َِّلل عن‬
(11) “ Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong
itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kamu mengira
berita itu buruk bagi kamu bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang
dari mereka mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Dan
barang siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar
(dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar
(pula). (12) “ Mengapa orang-orang Mukmin dan Mukminat tidak
berbaik sangka terhadap diri mereka sendiri, ketika kamu
mendengar berita bohong itu dan berkata, “Ini adalah (suatu berita)

1
Abu Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, jilid 7, terj. Ahsan
Askan, Yusuf Hamdani, Abdus Ṣamad, Misbah (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), 528-
529.
42

bohong yang nyata.” (13) “ Mengapa mereka (yang menuduh itu)


tidak datang membawa empat saksi? Oleh karena mereka tidak
membawa saksi-saksi, maka mereka itu dalam pandangan Allah
adalah orang-orang yang berdusta. (14) “ Dan seandainya bukan
karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu di dunia dan di
akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, disebabkan oleh
pembicaraan kamu tentang hal itu (berita bohong itu). (15) “
(Ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut ke
mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu
ketahui sedikit pun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal
dalam pandangan Allah itu persoalan yang besar.

Ayat ini diturunkan karena terjadinya peristiwa penyebaran berita


bohong di masa Nabi, berupa tuduhan yang tidak benar tentang pribadi
‘Āisyah ra atau dikenal dengan istilah (Hadis al-Ifk). Al-Qurṭubī dalam
tafsirnya menyebutkan bahwa sebab diturunkannya ayat itu adalah apa
yang diriwayatkan para imam dalam sebuah hadis yang panjang, yang
menjelaskan tentang berita bohong yang ditujukan kepada ‘Āisyah ra.
Hadis tersebut adalah hadis shahih dan masyhur. Hal ini sedana dengan
Al-Ṭabarī dalam tafsirnya Jami’ al-Bayān ‘An Ta’wīl ‘Ay Al-Qur’an juga
berpendapat bahwa ayat tersebut diturunkan untuk klarifikasi atas
peristiwa yang menimpa pribadi ‘Asiyah.2
Berawal dari kisah tatkala ketika Rasulullah hendak pergi untuk
berperang melawan musuh yakni Bani Musṭalaq yaitu pada perang Al-
Muraisi. Baginda Nabi biasa mengundi istri-istrinya siapa yang akan ikut
dengannya dan ketika undian berlangsung ternyata yang mendapatkan
undian tersebut adalah sayyida ‘Āisyah ra. Saat kembali dari perang
tersebut dan ketika hendak mendekati Madinah, Rasul menyerukan agar
berangkat pada malam hari, ‘Āisyah pun berdiri ketika mereka diserukan
agar berangkat, dan ‘Āisyah pun berjalan menuju tentara akan tetapi
ketika ‘Āisyah memegang dadanya, ternyata kalung yang terbuat dari

2
Abu Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, Jilid. 19, 22-25.
43

manik-manik Yaman dari kota Zafar itu telah putus. Dan ‘Āisyah pun
kembali mencari kalung itu, setelah menemukanya, ia kembali kepasukan
akan tetapi yang didapatinya pasukan tersebut sudah tidak ada dan tidak
menemukan seorangpun. Pada saat itu ‘Āisyah adalah seorang wanita
muda yang kurus. Orang-orang yang mengangkat tandu ‘Āisyah tidak
menyadari bahwa ‘Āisyah tidak ada dalam tandu tersebut dan mengira
bahwa sayyida ‘Āisyah ra sudah berada didalam tandu, maka berangkatlah
mereka tanpa sayyida ‘Āisyah ra.3 Ketika ‘Āisyah tidak menemukan
seorang pun, maka ia berbaring ditempat itu dan menunggu seraya
berharap pasukan tersebut kembali untuk menyemputnya, akan tetapi
‘Āisyah terbangun ketika mendengar ucapan Ṣafwān bin Al-Mu’aṭal,
“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un” pada saat itu Ṣafwān berada dibelakang
pasukan untuk mempertahankan bagian belakang pasukan. Menurut satu
pendapat, ‘Āisyah terjaga ketika Ṣafwān kembali. Ṣafwān turun dari
untanya dan mempersilakan ‘Āisyah untuk menaikinya dan Ṣafwān
kemudian menuntun unta tersebut.4 Lantas ketika sesampainya tiba di kota
Madinah terlihat bahwa sayyidah ‘Āisyah ra datang dengan menunggangi
seekor dengan ditemani salah seorang shahabat bernama Ṣafwān bin Al-
Mu’aṭal Al-Silmī. Peristiwa tersebut menimbulkan isu-isu negatif terhadap
sayyida ‘Āisyah ra dan Ṣafwān hingga menyebar menjadi berita bohong.
Rasulullah Saw sendiri tidak tahu akan kebenaran berita tersebut sehingga

3
‘Abdullah Hadīr, Kisah Wanita-wanita Teladan (Riyadh: Kantor Dakwah dan
Bimbingan Bagi Pendatang, 2005), 14.
4
Abū ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-Qurṭubī,
jilid 12, terj. Muhyiddin Mas Rida, Muhammad Rana Mengala, Ahmad Aṭaillah Mansur
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), 508.
44

Allah Swt menurunkan wahyu-Nya dalam QS. An-Nur ayat 11-20 sebagai
klarifikasi atas berita bohong tersebut.5
Ayat tersebut merupakan kecaman terhadap orang yang telah menuduh
istri Nabi dengan tidak adanya bukti-bukti. Allah menyatakan:
Sesungguhnya orang-orang yang membawa, maksudnya adalah siapa
orang yang menyebar berita dengan disengaja, berita bohong yang keji itu
menyangkut kehormatan keluarga Nabi Muhammad Saw adalah dari
golongan yang dianggap bagi komunitas kamu, yakni yang hidup ditengah
kamu, wahai kaum mukminin. Janganlah kamu mengira, yakni
menganggap berita bohong itu, buruk bagi kaum bahkan itu baik bagi
kamu karena, dengan demikian, kamu dapat membedakan siapa yang
munafik dan siapa yang kuat imannya. Setiap orang dari mereka yang
menyebarkan humor itu mendapat balasan sesuai kadar apa yang dengan
sengaja dan sungguh-sungguh dia kerjakan dari dosa isu buruk itu. Dan
barang siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar, yakni
yang menjadi sumber serta pemimpin kelompok itu, di dalamnya yakni
dalam penyiaran berita bohong itu, di antara mereka yang
menyebarkannya maka baginya azab yang besar di akhirat nanti.6

Kata ( ‫ ) اإلفك‬al-ifk diambil dari kata ( ‫ ) األفك‬al-afku yaitu keterbalikan,


baik secara material, seperti hal nya gempa yang menjungkirbalikkan
suatu tempat atau negeri, maupun immaterial, seperti keindahan bila
dilukiskan dalam bentuk keburukan atau sebaliknya. Ifk adalah
menyampaikan suatu kebohongan,7 kebohongan yang disengaja,

5
Abu Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Jami’ al-Bayān An-Ta’wīl Ay al-
Qur’an, juz 17 (tk: Markaz Al-Buhuṡ Wa Dirāsat Al-‘Arabiyyah Al-Islāmiyyah, 2001),
190.
6
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, Volume 8 (Ciputat: Lentera Hati, 2011),
490.
7
Muhyiddin Ad-Darwisy, I’rab al-Qur’an al-Karim, jilid 5 (Bairut: Dār Ibnu
Katsīr, 2005), 247.
45

menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan hakikatnya.8 Yang


dimaksud di sini adalah kebohongan yang besar karena kebohongan
adalah memutarbalikkan fakta.9 Ifk itu maknanya lebih dari dalam dari
pada kalimat kizbun dan iftira dan dikatakan ifk itu buhtān yang bermakna
kebohongan.10

Kata (‫‘ )عصبة‬ushbah diambil dari kata (‫‘ )عصب‬ashaba yang pada
mulanya berarti mengikat dengan keras. ‘Ushbah adalah sekelompok
orang yang sepakat untuk meraih tujuan bersama, semisal kelompok
pengedar narkotika, kelompok pencuri.11 Makna dasar (‫)عصبة‬
dalam bahasa Arab adalah sekelompok orang yang satu sama lain bersikap
fanatik.12 Dari akar kata yang sama lahir kata (‫ )متعصب‬muta’ashib yakni
fanatik, juga kata (‫‘ )عصبة‬ishabah yakni kelompok pembangkang. Kata
yang digunakan ini dipahami dengan arti kelompok yang terjalin kuat oleh
satu ide, dalam hal ini isu negatif itu yang jumlah mereka antara sepuluh
sampai empat puluh orang atau, menurut pendapat lain, dari tiga sampai
sepuluh orang. Diperoleh kesan dari kata ini bahwa ada diantara mereka
telah berkomplot untuk melakukan fitnah besar guna mencemarkan nama
baik keluarga Nabi dan merusak rumah tangga beliau.

Riwayat-riwayat menyebutkan sekian nama selain ‘Abdullah Ibn Ubay


Ibn Salūl pemimpin kelompok itu, antara lain sahabat dan penyair Nabi

8
Syeikh Muhammad Mutawallī Sya’rawī, Tafsir Sya’rawī (Medan; Duta Azhar,
2011), 559.
9
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, 492.
10
Fakhruddīn Al-Razī, Tafsir Kabir: Mafatih al-Ghaib, jilid 12 (Bairut: Dār al-
Kitāb al-‘Ilmiyyah, 1971), 150.
11
Syeikh Muhammad Mutawallī Sya’rāwī, Tafsir Sya’rāwī, 560.
12
Abū ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, Jilid. 12, 507.
46

yaitu Hassan Ibn Tsābit, Mistḥaḥ Ibn Atsatsaḥ, dan Hamnaḥ (saudara
perempuan istri Nabi Saw. Yakni Zaināb binti Jahsy).13

Dari penjelasan diatas menunjukan bahwa makna dari penggunaan kata


‫كت ِإْ سب‬
َ ) iktasaba menunjukan bahwa penyebaran isu itu dilakukan dengan
(
kesungguh-sungguhan atau adanya usaha. Ini bukan saja dipahami dari
kata (َ‫ ) كسب‬kasaba yang mengandung makna usaha, tetapi juga dari
penambahan huruf (‫ )ت‬ta’ pada kata tersebut.

Dalam mengutarakan QS. Al-Baqarāh ayat 286 dengan memakai kata


kasaba dan iktasaba, disini saya menyampaikan bahwa al-Qur’an
menggunakan kata kasaba untuk menggambarkan usaha yang baik dan
kata iktasaba untuk usaha yang buruk. Meskipun, dua-duanya berakar
kata sama, akan tetapi hal yang dikandungnya berbeda. Kata iktasaba
digunakan untuk menunjukan adanya kesungguhan serta usaha ekstra. 14
Berbeda dengan kasaba, yang berarti melakukan sesuatu dengan mudah
dan tidak disertai dengan upaya sungguh-sungguh.

Kata (˚َ ‫ ) ره ْب ِك‬kibrahu diambil dari kata (ْ ‫ ) بر ِك‬kibr atau )ْ ‫) ˚بر ك‬


kubr yang digunakan dalam arti yang terbanyak dan terbesar. Mayoritas
ahli qira’at dari penjuru kota membacanya (˚َ ‫ ) ره ْب ِك‬kibrahu dengan
memberi harakat kasrah pada kaf yang maknanya adalah bagian terbesar
dalam kebohongan dan dosa.15 Yang dimaksud disini adalah yang paling
banyak terlibat dan paling besar peranannya dalam penyebaran isu itu.16
Firman Allah “Dan barang siapa diantara mereka yang mengambil
bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya).” Menurut satu pendapat
maksudnya adalah orang yang pertama yang memunculkan fitnah ini,
sedangkan menurut

13
Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, Jilid. 19, 3.
14
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbāh, Volume 8, 493.
15
Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, Jilid.19, 5.
16
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbāh, Volume 8, 494.
47

pendapat yang lainnya maksudnya adalah orang yang menghimpun,


menambahkan beritanya dan menyebar fitnah yang keji. 17 Firman Allah,
“Dia mendapatkan adzab yang besar” atas perbuatannya ini ia adalah
‘Abdullah Ubay bin Salūl.

Ayat diatas menyatakan bahwa akan ada siksaan yang sangat pedih
bagi siapa saja yang terlibat didalam suatu kebohongan itu, khususnya
bagi yang memiliki perang besar. Para ulama disini berbeda pendapat
mengenai hukuman apakah hukuman duniawi berupa pemcambukan
delapan puluh kali diterapkan atas mereka yang terlibat itu atau tidak.
Namun demikian, walaupun mereka tidak terkena sanksi pemcambukan,
kecaman ayat-ayat ini serta pandangan negatif yang tertuju kepada mereka
setelah turunnya ayat-ayat ini sungguh telah merupakan siksaan batin yang
tidak kecil.

Tatkala kabar berita yang tidak baik itu tersebar, Nabi Saw gundah dan
bimbang. Beliau memastikan Kembali dengan bertanya dan mencari
informasi ke banyak orang, diantaranya istri beliau yang selama ini
“bersaing” dengan ‘Āisyah, yaitu Zaināb binti Jahsy. Walau sebagai
“madu” Zaināb sama sekali tidak mendiskreditkan ‘Āisyah. Dia
menjawab: “Saya tidak mengetahui kecuali yang baik dari ‘Āisyah.”
Usamah juga menjawab dengan nada yang sama. Tetapi, Sayyidina ‘Alī
Ibn Abī Ṭalīb yang merupakan keponakan Rasul iba melihat beliau
sehingga menjawab: “Wahai Rasul, Allah tidak mempersempit wanita
untukmu. Banyak wanita selainnya. Jika engkau bertanya pada
jariyah/pembantunya, yakni Burairah, tentulah dia akan menjawab yang
sebenarnya.” Jawaban Sayyidina ‘Ali ra ini melukai ‘Āisyah ra. Yang

17
Ibnu Kaṡīr, Shahih Ibnu Kaṡīr, jilid 6 (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsīr, 2017),
341.
48

kemudian berbekas sehingga berdampak pada sikapnya terhadap


pengangkatan Sayyidina ‘Alī sebagai khalifah.

Dengan turunya ayat tersebut barulah kegelisahan Nabi Saw berakhir.


Dinyatakan dalam satu Riwayat bahwasanya kegundahan dan kegelisahan
Nabi mengenai berita bohong itu adalah sekitar satu bulan, dimasa itulah
Nabi sangat dilemma dan mengalami kegundahan yang dahsyat. Nabi Saw
didalam hati percaya dengan sayyidah ‘Āisyah ra yang tak akan mungkin
melakukan perbuatan seperti itu, akan tetapi disisi lain tidak ada bukti
yang kuat yang bisa beliau utarakan untuk menapik hal tersebut, apalagi
petunjuk yang ditampakan oleh penyebar berita itu dapat mendukung
kebenaran. Dan dari sinilah dapat disimpulkan bahwa jika al-Qur’ān
merupakan buatan Nabi Muhammad Saw tentulah beliau tidak harus
menunggu lama, bukankah beliau dapat dengan mudah menghapus berita
bohong itu dengan mengatasnamakan wahyu. Kemudian bila itu terjadi
pasti tidak aka nada seorang pun yang akan meragukan hal tersebut akan
tetapi karena wahyu berada diluar kendali dan kemampuan beliau,
dengannya beliau hidup dalam kegelisahan sekian lama.18

Pada peristiwa ‘Āisyah ra ini terdapat pelajaran berharga dari Allah


terhadap orang-orang mukmin yang sebagiannya terhasut oleh provokasi
dan fitnah keji itu. Ayat ini bermaksud mengatakan mengapa orang-orang
beriman itu, ketika mendengar omongan orang-orang munafik tentang
saudara-saudara mereka yang beriman, tidak mengatakan bahwa itu
hanyalah fitnah yang besar? Mereka mengetahui latar belakang jahat dari
orang-orang munafik tersebut. Dan yakin bahwa, berdasarkan berbagai
konteks, tuduhan seperti itu mustahil benar. Mereka semua tahu betul soal
kesucian moral orang yang dituduh itu. Mereka tau tentang rencana-

18
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbāh, Volume 8, 495.
49

rencana jahat yang dibuat dan dilaksanakan terhadap Nabi saw. Sekalipun
demikian, mereka harus dimarahi karena ketika mendengar desas-desus
palsu itu, mereka hanya berdiam diri saja. Dan lebih buruk lagi adalah
ketika mereka dengan sadar atau tidak, ikut menyebarluaskannya.19

Ini merupakan celaan dari Allah SWT terhadap orang-orang yang


beriman, tepatnya terhadap dugaan mereka, saat orang-orang yang
menyebarkan berita bohong itu mengatakan apa yang telah mereka
katakan. Ibnu Zaid berkata, “Orang-orang yang beriman menduga bahwa
seorang mukmin itu tidak akan menuduh berzinah terhadap ibunya.”
Demikianlah pendapat yang dikatakan oleh Al-Mahḍawī. Lafadz laula
dalam firman Allah ini mengandung makna halla (mengapa tidak).20
Menurut satu pendapat maknanya adalah hendaknya mereka
menganalogikan kaum mukminin dan mukminat yang utama itu kepada
diri mereka sendiri. Jika perbuatan seperti itu mustahil bagi diri mereka,
maka perbuatan itu pun lebih mustahil lagi bagi ‘Āisyah dan Ṣafwān.
Maka dari itu, para ulama berkata, “Ayat ini merupakan dasar yang
menyatakan bahwa derajat keimanan yang telah didapatkan seorang
muslim, tingkatan sebagai orang baik yang telah diperoleh seorang
mukmin, dan pakaian kesucian yang menutupi tubuh seorang muslim,
tidak dapat dihilangkan oleh berita yang belum pasti kebenarannya,
meskipun berita itu tersebar luas, jika asal berita tersebut rusak atau tidak
diketahui (kebenarannya).”21

19
Allamah Kamāl Faqīh, Tafsir Nurul Qur’an, jilid 11 (Jakarta: Al-Huda, 2006),
293-294.
20
Abū Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-Qurṭubī,
Jilid.12, 516.
21
Abū Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-Qurṭubī,
Jilid.12, 517.
50

Allah mengarahkan kita untuk bersikap yang semestinya ketika


menghadapi fitnah semacam ini. Kita harus yakin pada diri dan iman kita.
Al-Qur’an telah mengajarkan kepada kita untuk berbaik sangka terhadap
suatu peristiwa yang dialami hal tersebut termaktub dalam QS. Al-Ḥujurāt
ayat 12:
˛ ۡ َّ ˛ َ ْ َ ْ ُ َّ َ
‫نإ‬ ِ ْ ‫ِم ن ٱلظ ِ ن ۡ إ ۖ ن ب عض ٱلظ‬ ‫ي أ ُّي َها ٱ ل ِذين ءا َم نو ا ٱج ت ِن ُبو ا ك ِثي ّٗرا‬
َ
‫وَل‬ ‫م و َل تجسسو ا‬ٞ ‫ث‬
َ َ ۡ َ ُ ۡ َ ُ ۡ َ َ ۡ ُ ُ َ ُ َ ۚۡ ۡ َ ُ ۡ َّ َ ۡ
‫م أن ي أ كل ي أ كل ل ح م أ ِخي ِه‬ ‫ي غ تب ب عض كم ب عض ا أ ي ِحب أح د ك‬
ْ ُ َّ ُۚۡ ُ ۡ َ ّٗ
‫م ۡي تا ف ك ِر ه ت ُمو ه وٱ ت قو ا‬
ٞ‫ٱ ََّۡۚلل إ َّن ٱ ََّلل َت َّواب ر حي م‬
ِ ِ
٢١

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-


sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa.
dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu
yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang.”
Ayat ini menjelaskan bahwasanya Allah memerintahkan orang-orang
yang beriman untuk menjauhi sifat buruk sangka (su’udzan), mencari-cari
aib, dan menggunjing kepada sesama manusia, khususnya orang yang
beriman. Sebab hal tersebut termasuk perbuatan dosa, dan diibaratkan
dengan memakan bangkai saudaranya sendiri. Jadi sebagai manusia, sudah
selayaknya kita berprilaku ḥusnuẓẓan dan bukan sebaliknya. Ahmad
Mustafa al-Maraghi mengutip sebuah riwayat Umar bin Khattab ra.
berkata: “Janganlah sekali-kali kalian menyangka sesuatu perkataan yang
keluar dari mulut saudara kalian yang beriman, kecuali sebagai sesuatu
51

yang baik, karena kalian mendapatkan tempat yang baik untuk kata-kata
itu”22

Menurut Pinandito, husnudzan menjadi sebuah landasan pokok bagi


manusia dalam berpikir positif atas segala peristiwa yang dialami. 23 Selalu
bersikap husnudzan dan jauhi berpikir untuk menuduh hal-hal yang tidak
layak dalam masyarakat mukmin. Telinga pertama yang mendengar
tuduhan ini, harus segera membantahnya, karena tidak mungkin Allah
mendiskreditkan Rasul-Nya dengan menjadikan istrinya sumber keraguan
dan tuduhan. 24

Tatkala berita yang tidak baik itu menyebar, ada diantara kaum
mukminin yang diam, mereka tidak membenarkan dan tidak membantah.
Dan aja juga yang membicarakan sambil bertanya mengenai kebenaran itu
sambil keheranan, dan ada pula yang tidak percaya dengan hal tersebut
dan percaya dengan kesucian sayyidah ‘Āisyah ra.

Dan ayat itu pun mengecam orang lain yang diam tapi seakan
mempercayai hal itu, dan bagi orang lain yang membicarakan hal tersebut
sambil membenarkannya. Pada ayat ini mengajarkan kepada kita agar
berhusnudzon bahwa: mengapa di waktu kamu mendengarkan, yakni
berita bohong itu, kamu selaku orang-orang mukmin dan mukminat tidak
bersangka baik terhadap saudara-saudara mereka yang dicemarkan
namanya, padahal yang dicemarkan namanya itu adalah bagian dari diri
mereka sendiri, bahkan menyangkut Nabi mereka dan keluarga beliau,
dan mengapa juga mereka tidak berkata: “ini adalah suatu berita
bohong

22
Akhmad Sagir, Husnuzzhan dalam Perspektif Psikologi (Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2011), 65.
23
Satrio Pinandito, Husnuzan dan Sabar Kunci Sukses Meraih Kebahagiaan
Hidup KiatKiat Praktis Berpikir Positif Menyiasati Persoalan Hidup (Jakarta: Penerbit
PT Elex Media Komputindo, 2011), 13.
24
Syeikh Muhammad Mutawallī Sya’rāwī, Tafsir Sya’rāwī, Jilid 9, 563.
52

yang nyata karena kami mengenal mereka sebagai orang-orang mukmin


apalagi mereka adalah istri Nabi bersama sahabat terpercaya beliau”.25

Seperti ucapan Sayyidina ‘Ali, “Bila kebaikan meliputi suatu masa


beserta orang-orang didalamnya, lalu seorang berburuk sangka terhadap
orang lain yang belum pernah melakukan cela/kesalahan, sesungguhnya ia
telah menzaliminya. Tetapi apabila kejahatan telah meliputi suatu masa
beserta banyak pula yang berlaku zalim, lalu seorang berbaik sangka
terhadap orang yang belum dikenalnya, ia akan sangat mudah tertipu.”
Ketersebaran isu itu adalah dalam kelompok orang-orang mukmin serta
terhadap orang-orang yang selama ini sangat terpercaya. Maka sudah
sepantasnya ayat ini menjadi kecaman bagi mereka para penyebar berita
bohong. Dan seharusnya sikap yang ada pada diri seorang muslim ialah
kehati-hatian terhadap suatu berita apalagi berita yang datang dari orang
yang fasiq seperti yang sudah termaktub di QS. Al-Hujurat ayat ke 6.
Maka sepantasnya mereka senantiasa memahami dan memperhatikan
petunjuk-petunjuk dari suatu peristiwa yang terjadi, seperti halnya dalam
konteks bahwa seharusnya mereka memperhatikan kedatangan sayyidah
‘Āisyah ra dan Ṣafwān itu terjadi di siang hari dan banyak sekali
kerumunan pasukan. Logikanya jika mereka melakukan suatu hal yang
tidak baik pastilah mereka tidak akan datang secara bersamaan, karena
sudah pasti jika datang secara bersama akan membuat orang lain curiga.
Maka sudah sepantasnya al-Qur’ān menyatakan bahwa “ini adalah suatu
kebohongan yang nyata” dan menjadi identifikasi bagi orang beriman agar
menyatakan yang demikian pula, agar terhindar dari pada dosa.

Kemudian dari pada ayat ini menjelaskan bahwa jika kita dalam
ketidak tahuan terhadap suatu informasi berita maka hendaklah berhati-

25
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, Volume 8, 495-496.
53

hati jangan sampai kita menyampaikan hal tersebut ke orang lain yang
bahkan kita sendiri tidak tau dengan informasi berita itu yang
dikhawatirkan kita ikut tergolong seperti kedudukan si pembuat berita
bohong tersebut. Yang mana nantinya akan menjadi sebuah penyesalan
dikemudian hari atas apa yang kita lakukan, karena sudah dijelaskan

َٰٓ
didalam al-Qur’ān.26 Allah Swt berfirman:
lَ ْ َ َ ُ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َّ ٌۚۡ ۡ ۡ ۡ َ
‫وَل ت قف ما ل يس لك ب ِۦه ع ل م إ ن ٱلس م ع وٱ ل بص ر وٱ ل ف ؤا د كل أ و ل‬
ُ ۡ َ
‫ِئك كا ن ع ن ه‬
ّٗ ُ
٦٣ ‫مس ٔٔوَل‬
“Dan janganlah engkau mengikuti apa yang engkau tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
pengelihatan dan hati semuanya itu akan dimintai
pertanggungjawabannya” (QS. al-Isra’ [17]: 36)
Maksudnya dari mendatangkan saksi adalah, mengapa golongan orang-
orang yang menyebarkan berita bohong itu dan menuduh ‘Āisyah dengan
kedustaan, tidak mendatangkan empat orang saksi atas tuduhan tersebut?
Jika mereka tidak mendatangkan empat orang saksi atas kebenaran yang
mereka tuduhkan, failaika ‘inda Allahi humul khazibun “Maka mereka
itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta,” terhadap berita bohong
yang mereka bawa.27

Dan juga telah dijelaskan mengenai hukum menuduh wanita berzinah,


yaitu bahwa si penuduh harus menghadirkan empat orang saksi sebagai
penguat tuduhannya. Apabila tidak dihadirkan, berarti ia telah berbohong
dan hukuman baginya.28 Al-Mawardi29 dan lainnya berkata, “Para ulama
berbeda pendapat, apakah Nabi Saw mendera (mencambuk) orang-orang

26
M.Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbāh, Volume 8, 496-497.
27
Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, Jilid. 19, 34.
28
Syeikh Muhammad Mutawallī Sya’rāwī, Tafsir Sya’rāwī, Jilid 9, 564.
29
Abi Hasan ‘Alī bin Muhammad bin Habīb Al-Māwardī Al-Baṣrī, Tafsir An-
Nukat wa Al-‘Uyun, jilid 3 (Bairut: Dār al-Kitāb al-‘Ilmiyyah, t.thn), 114-115.
54

yang menyebarkan berita bohong itu? Dalam hal ini ada dua pendapat,
yaitu:

1. Nabi Saw tidak mendera (mencambuk) seorang pun dari


orang-orang yang menyebarkan berita bohong itu karena adanya
pengakuan atau kesaksian. Dalam hal ini Allah tidak memerintahkan
untuk menjadikan pelaksanaan hukuman sebagai sebuah ibadah, meskipun
Allah telah memberitahukan hukuman tersebut, sebagaimana Allah tidak
memerintahkan beliau menjadikan pembunuhan orang-orang munafik
sebagai ibadah, meskipun Allah telah memberitahukan kepada beliau
bahwa mereka itu kafir.”
2. Nabi Saw mendera (mencambuk) orang-orang yang
menyebarkan berita bohong tersebut. Mereka adalah ‘Abdullah bin Ubai,
Mistḥaḥ bin Utsatsaḥ, Hasan bin Tsabit, dan Hamnaḥ bin Jaḥsy.

Menurut Al-Qurṭubī pendapat pertama adalah pendapat yang tidak


benar dan bertentangan dengan Firman Allah:
َ َ ُ ُ َ ْ ُ ۡ َ َ ُ ُۡ َ َّ
‫َ د وَل ت‬ ‫ت ث َّم ل ۡم ي أ تو ا َٰٓ ِب أ فٱج ِل دو ه ۡم‬ ‫وٱ ل ِذين َي ۡر ُمو ن ٱ ۡل‬
ْ ُ ۡ َ l َ lَ
‫ّٗة ق َب لو ا‬ ‫ث َ م ِني ن‬ َ
‫ۡرب َع ِة ش َه د ا َء‬
َ
‫ۡح َٰٓ ص ن‬
l
‫ج‬
ۡ
‫ل‬
ْ ْ َّ َّ lَ ۡ ّٗ َ ً َ l
‫ك ُ حوا ف‬ ‫ ِإ َل ٱ ل تا ُبو ا م ُۢن ب ۡع‬٤ ‫ل ُه ۡم ش َ ه د ة أ َب د ه ُم ٱ ل ف‬
َّ َ َ َ ُ َ ْ ُ ۚۡ
‫و أ ِإ ن ص‬ ‫ِ د ذ ِل‬ ‫ِذي ن‬ ‫ن‬ ‫ا و أ و ل ِئك ِس قو‬
َ
‫ل‬
َ
٥ ‫م‬ٞ ‫غ ر ِحي‬ ‫ٱ َّلل‬
ُ
‫فو‬
‫ر‬ٞ
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik
(berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi,
Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera,
dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-
lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik. (QS. Al-Nūr
[24]: 4-5).
Dan pendapat yang paling masyhur menurut keterangan dan diketahui
para ulama adalah, bahwa yang dijatuhi hukuman adalah Hasan, Misthah,
55

dan Ḥamnaḥ. Sementara ‘Abdullah bin Ubai tidak pernah terdengar


dijatuhi hukuman.30

Para ulama madzhab maliki berkata, “Allah Swt tidak menjatuhkan


hukuman kepada ‘Abdullah bin Ubai, karena Allah telah menyiapkan
baginya siksaan yang pedih di akhirat kelak. Seandainya ia dijatuhi
hukuman di alam dunia, niscaya hal itu akan mengurangi dan
meringankan hukuman baginya diakhirat. Dalam hal ini, Allah Swt
menjatuhkan hukuman kepada kaum muslimin untuk menghapus dosa
akibat menuduh berzina yang mereka lakukan, supaya tidak ada bekas-
bekas dari perbuatan tersebut yang terbawa ke akhirat. Rasulullah Saw
bersabda tentang hukuman, “Sesungguhnya ia (hukuman) adalah penebus
dosa bagi orang yang dijatuhinya.” Hal ini sebagaimana yang dijelaskan
dalam hadits Ubadah bin Al-Ṣamīt.31

Ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang terbawa arus berita


bohong tentang pribadi ‘Āisyah ra. Dan karunia yang mereka terima
adalah taubat mereka didunia dan dimaafkannya dosa disebabkan
keimanan mereka terhadap akhirat. Seandainya tidak ada rahmat ini,
“Niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu
tentang berita bohong itu.” Mereka itu diantarannya, Misthah, Ḥasan bin
Tsabit, dan Ḥamnaḥ binti Jaḥsy. Kemudian ‘Abdullah bin Ubay bin Salūl,
dan para pengikutnya tidak tergolong kepada orang-orang yang diserukan
ayat ini. Karena mereka tidak memiliki iman dan amal shalih.32

30
Abū ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, Jilid. 12, 514.
31
Abū ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, Jilid. 12, 515.
32
Ibnu Kaṡīr, Shahih Ibnu Kaṡīr, jilid 6 (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsīr, 2017),
344-345.
56

Serta ayat ini merupakan sebuah celaan yang keras dari Allah Swt,
namun Allah Swt melindungi kalian dengan rahmat-Nya di dunia, dan
mengasihi di akhirat orang yang datang kepada-Nya dalam keadaan
bertaubat.33 Mengapa Allah tidak memberi mereka azab dan balasan atas
kebohongan yang mereka tuduhkan kepada ‘Āisyah ra? hal ini
dikarenakan Allah hendak menjadikan peristiwa ini sebagai ibrah dan
pelajaran pada mereka tentang bagaimana menjaga kehormatan kaum
mukmin.34

K (‫َ ضت˚ ْم‬


‫ )أ َف‬afadhtum diambil dari kata ( ‫ )ِإَفا‬ifāḍa yaitu mencurahkan
ata
‫ض‬
air banyak-banyak,35 maksudnya adalah luas dalam suatu hal akan tetapi
tidak dibarengi dengan hehati-hatian dan prediksi. Kata (‫ َف)ض‬fadha yang
artinya membanjiri/meluap. Pada bagian ini ayat al-Qur’ān menyampaikan
bahwasanya hal yang sudah dilakukan oleh orang-orang mukmin adalah
suatu hal yang sudah keterlaluan atau melampaui batas terkait hal-hal yang
dibicarakan seputar shahabat dan istri Nabi, yang dimaksud disini ialah
mereka-mereka yang membicarakan dan mempertanyakan dan kemudian
mereka-mereka yang bungkam yang tidak menyampaikan keraguan dari
berita tersebut.36

Selanjutnya ayat yang diutarakan dengan ayat yang lalu merupakan


lanjutan mengenai ancaman terhadap orang penyebaran berita bohong.
Dalam hal ini Allah Swt mengilustrasikan kejadian tersebut, tatkala orang-
orang menyebarkan berita tersebut dari satu orang ke orang lain melalui
lisan mereka, dalam ayat inilah ilustrasi mengenai siksaan dan ancaman

33
Abū ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, jilid. 12, 519.
34
Syeikh Muhammad Mutawallī Sya’rāwī, Tafsir Sya’rāwī, jilid 9, 564.
35
Allamah Kamāl Faqīh, Tafsir Nurul Qur’an, jilid 11 (Jakarta: Al-Huda, 2006),
295.
36
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, Volume 8, 496-498.
57

bagi mereka pada yang yang lalu. Firman Allah “ (ingatlah) ketika kamu
menerima (berita bohong) itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan
dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikutpun, dan kamu
menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal”.
Maksud nya ialah tatkala kalian menyebarkan berita negatif itu dengan
benar dari lisan kalian kepada orang lain dikalangan kalian, padahal kalian
tidak mengetahui kebenaran dari berita itu, kalian menyangka bahwa hal
itu adalah hal yang remeh, sepele atau hal kecil dan tidak akan dibalas
hukuman oleh Allah Swt, atau dibalas dengan hukuman yang ringan.
Padahal, itu merupakan sebuah dosa besar dan akan dibalas oleh Allah
Swt dengan hukuman yang berat pula. Dalam hal ini menurut pandangan
Ibnu Asyur ada dua sebab yang menjadikan ia suka menyampaikan suatu
informasi yang belum jelas: pertama, orang yang kurang cerdas yang
mana orang tersebut dengan mudah menyampaikan suatu hal yang bahkan
dia sendiri belum mengetahuinya dalam hal ini ia tergolong orang yang
dusta. Kedua, orang munafiq yang mana orang tersebut menyembunyikan
kebenaran yang diyakininya yang kemudian ia menyampaikan informasi
palsu yang padahal dia sendiri tidak tau akan kebenaran itu. Dilanjut
firman Allah Swt: “dan mengapa kamu tidak berkata ketika
mendengarnya, “tidak pantas bagi kita membicarakan ini. Mahasuci
Engkau, ini adalah kebohongan yang besar.” Maksudnya ialah, mengapa
kamu tidak berkata dengan tegas ketika secara langsung mendengarnya
dan berkata ”tidaklah pantas bagi kita membicarakan kebohongan ini,
terlebih ini menyangkut istri Nabi, maha suci engkau Ya Allah sungguh
ini merupakan kebohongan yang besar”.

kata dari ( ˚‫ْ ونَه‬


) “Kamu menerima berita bohong itu,”
َّ‫ ذْتَلق‬Maksud
yakni, kamu mengambil berita bohong itu dari ahlul ifki, kemudian
58

menyebarkannya di antara kalian.37 Kata (ْ‫ )م ك˚ ِت ْلسَن ا‬alsinatikum merupakan


bentuk jama dari kata (ِ‫ ) لسان‬lisan yang artinya lidah, yang maksudnya
ialah lidah yang berada didalam mulut merupakan alat sebagai indra
perasa, pengecap dan juga alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi
secara majaz berarti bahasa.38 Dalam hal ini yang dimaksud adalah dengan
perbuatanmu dalam perkara ‘Āisyah, yaitu ketika kamu menerima berita
bohong itu dari mulut ke mulut, maka kamu akan ditimpa azab yang
besar.39

Firman Allah, “Dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak
kamu ketahui sedikitpun.” Maksudnya, kalian mengatakan dengan mulut
kalian suatu perkara yang tidak kalian ketahui (kebenarannya) yang kalian
ceritakan diantara kalian. Kalian berkata , “Kami mendengar ‘Āisyah
melakukan ini dan itu,” padahal kalian tidak mengetahui kebenarannya.
“Dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja.” Kalian menyangka
ucapan kalian tentang berita itu merupakan hal yang ringan, yang
dimaksud ialah hal yang sepele.40 Kalian dengan ringannya mengatakan
suatu perkara kotor menyangkut pribadi Ummul Mukminin dan
menganggapnya sebagai perkara yang biasa-biasa saja.41

Firman Allah, “Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.”


Maksudnya cerita dan ucapan kalian kepada sesama muslim bagi Allah
adalah suatu perkara yang besar, karena kalian telah menyakiti Rasulullah
Saw dan istrinya.42 Kalian menganggap gossip ini sebagai hal yang remeh

37
Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, Jilid. 19, 38.
38
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, Volume 8, 500.
39
Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, Jilid. 19, 37.
40
Abū Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, Jilid. 12, 521.
41
Ibnu Katsīr, Shahih Ibnu Katsīr, jilid 6 (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsīr, 2017),
345.
42
Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, Jilid.19, 40.
59

dan biasa saja, padahal ini sangat berat di sisi Allah, karena berkaitan
dengan kehormatan mukminin, apalagi ini menyangkut kehormatan
Rasulullah Saw.43

Dan dari kesekian kali penjelasan dari ayat ini bahwasanya Allah
mengancam orang-orang yang ikut terlibat dalam penyampaian berita
bohong tersebut baik orang itu tau akan kebenaran tersebut ataupun yang
belum sama sekali mengetahui akan kebenarannya, jika dikaitkan dengan
zaman sekarang ialah siapapun yang ikut men-share berita tersebut tanpa
adanya klarifikasi padahal ia tidak tau akan kebenarannya, apabila ia ikut
dalam penyebarannya maka ia pun mendapat ancaman dari Allah berupa
siksaan yang amat pedih. Karena, walau perkara itu adalah hal yang sepele
atau remeh akan tetapi disisi Allah adalah suatu hal yang besar, karena hal
ini menyangkut hubungan sesama umat muslim.44

Kemudian dilanjut dengan QS Al-Ḥujurāt ayat 6 yang turun setelah


surah An-Nuur dimana setelah peperangan dengan Bani Mustalāq dan
mereka sudah memeluk agama Islam, dan berikut adalah asbab nuzul serta
tafsirannya:
ْ ُ َّ َ ُ ُ َ َّ َ ُّ َ
‫حوا‬ ُ ‫ه‬lَ ‫صي ۡ و بج‬ ‫ن‬ ‫فا ن ي‬ ‫ك‬ ‫ي أ ي ها ٱ ل ِذين ءا م ن‬
ِ ‫أن‬
‫ِسق َب إ َْٰٓوا ف ت ُبوْ ا َُۢما َل ة ت ب‬ ‫ۡم‬
ْ َٰٓ
ٖ ٖ َٰٓ ‫و ا إن‬
َ
‫ص‬ ‫ق‬ ‫ب ت َب‬ ‫جا‬
‫ف‬ ‫َء‬
َ lَ ُ ۡ َ
٦ ‫ى ما ف َع ل ت ۡم ن ِد ِمي ن‬l ‫ع ل‬
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar
kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu.”

43
Syeikh Muhammad Mutawallī Sya’rāwī, Tafsir Sya’rāwī, Jilid 9, 565.
44
Luṭfi Maulānā “Kitab Suci dan Hoax: Pandangan Al-Qur’an Dalam Menyikapi
Berita Bohong,” Jurnal Ilmiah Agama Islam dan Sosial Budaya, vol. 2, no. 2 (2017):
215-216.
60

Quraisy syihab dalam tafsir nya al-Misbāh menyebutkan bahwa ayat


ini, menurut banyak ulama turun menyangkut kasus al-Walīd Ibn ‘Uqbah
Ibn Abā Mu’īth yang ditugaskan oleh Nabi Saw menuju kepada Bani
45
Mustaliq untuk memungut zakat. begitupula dengan al-Imam Ibnu
‘Asyur dalam tafsirnya at-Taḥrīr wa at-Tanwīr,46 Al-Qurṭubī dalam
tafsirnya Jami’ al-Ahkām al-Qur’an47 dan imam Al-Ṭabarī dalam tafsir
nya Jami’ al-Bayān ‘An Ta’wīl ‘Ay Al-Qur’an beliau juga menyebutkan
bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan kasus al-Walīd Ibn ‘Uqbah
ketika ditugaskan Rasul datang ke Bani Mustalāq untuk memungut
zakat.48 Dan Al-Mawardi dalam tafsirnya An-Nukat wa Al-‘Uyun juga
mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan kasus al-Walīd Ibn
‘Uqbah Ibn Abi Mu’ith ketika Nabi mengutus al-Walīd untuk datang ke
Bani Mustalaq dan memungut zakat.49

Dan ada juga ulama yang berbeda pendapat mengenai turunya ayat ini,
tidak sedikit yang menolak riwayat tersebut untuk dijadikan landasan
bahwasanya tidak seluruh shahabat Nabi yang dapat diakui integritasnya.
Dan ada juga yang menyatakan bahwa Al-Walīd bin ‘Uqbah salah paham
menyangkut Bani Mustalaq, apalagi sebelumnya telah ada permusuhan
diantara mereka dan Al-Walīd yang pernah membunuh salah satu keluarga
mereka, dan yang salah paham tentunya tidak berdosa, sebagaimana
Firman Allah dalam Q.S :

45
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, 587
46
Syaikh Muhammad Thohīr Ibn ‘Asyur, Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir, jilid 10
(Tunisia: Dār Suhnun Lin Nasyār wa al-Tauzi’, t.th), 228.
47
Abū Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, Jilid. 17, 26.
48
Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, Jilid. 23, 716.
49
Abi Hasan ‘Ali bin Muhammad bin Habib Al-Māwardī Al-Baṣrī, Tafsir An-
Nukat wa Al-‘Uyun, jilid 5 (Beirut: Dār al-Kitāb al-‘Ilmiyyah, t.t), 328-329.
61
َٰٓ َ َٰٓ َٰٓ
‫في ٱل‬ ‫خ‬ َ
‫اء‬ ‫ف ۡ ت ۡع ل‬ ‫َد‬ ‫أ‬ َ ‫ٱ ۡد ُ ه ۡلَ ب ا‬
˛ ُ l ِ‫ُ ۡ إ‬ lْ َٰٓ ُ ‫ِل ِإن م‬ ۡ ۡ
‫و ن ِ دي ِن‬
‫ه م ف‬ ‫م وا‬ ‫ٱ ل‬ ‫م ئِ ه ۡم و قسط‬
ُ
‫ك ۡم‬ ‫ءا َب‬ ‫ل‬ ‫عن‬ ‫ه‬ ‫عو‬
َ َ َٰٓ
ُ ‫ا‬ ‫ك‬ ‫و‬ ‫ب‬ ُ‫َ ع َّم ق ُلو‬ ‫َ م ا ط ِ ۦه و ل‬
َ ُ l
‫و َم َ وِلي ك و ل ۡي ج‬
‫َّلل‬
َ ۚۡ ُ َ ۡ َ ُ ۚۡ
‫دت ما ك ۡم ن ٱ‬ ‫أخ في أ ب ِكن‬ ‫ۡم ل ك ۡم ناح‬
‫ت‬ ُ ۡ
‫تم‬ ‫ي سع‬
ُ
٥ ‫غ فو ّٗرا ر ِحي ًما‬
“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai)
nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah,
dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka
(panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan
maula-maulamu. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang
kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja
oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
Dan ada lagi yang mempersalahkan Al-Walīd dengan alasan jika dia
salah paham maka hal itu disampaikan kepada Nabi Saw sambal berkata,
“Saya duga mereka akan membunuhku.” Akan tetapi ia menyatakan
dengan “Mereka enggan membayar zakat”. Dengan demikian ialah yang
dimaksud dengan kata fasiq pada ayat ini, dan sejarah hidupnya menunjuk
kearah sana. Banyak ulama mengatakan Al-Walīd ditugaskan oleh Utsman
ra sebagai penguasa kota kufah di irak, pada suatu ketika dalam keadaan
mabuk ia memimpin shalat subuh sebanyak empat raka’at. Ketika ditegur
ia berkata, “Maukah aku tambah lagi raka’atnya. Akhirnya ia dipecat oleh
Khalifah Utsman ra.50
Kata Ya ayyuha adalah al-Nidā (kata untuk memanggil seseorang atau
beberapa bahkan secara keseluruhan), panggilan ini merupakan sebuah
sanjungan atau kehormatan yang diperuntukan kepada orang-orang yang
beriman, beda jika hanya menggunakan kata yā saja. Seperti halnya ketika
bani israil memanggil nabi Musa as dengan menggunakan kata ya semata
hal itu menunjukan bahwa mereka tidak menghormati dan memuliakan
Nabi yang diutus kepada mereka sebagai penuntun untuk mendapatkan
keridhaan, bahkan mereka mengejek, menyiksa hingga pada tahap
50
M. Quraish Shihab, Tafsīr al-Misbāh, Volume 12, 588.
62

pembunuhan, sehingga bani israil dikenal sebagai golongan pembunuh


para Nabi.51
Kata al-Lażīna dalam bahasa arab merupakan isim mausul yang
melanjutkan pada sesuatu dengan adanya jumlah sesuatu (yang
mengikutinya) sedangkan didalam bahasa Indonesia kata ini merupakan
penghubung atau disebut dengan kata sambung, kata ini hanya berlaku
untuk isim yang berakal saja,52 dan fungsinya digunakan hanya untuk
jamak akil (orang). Lafadz Āmanū ialah fi’il māḍi sekaligus sebagai ṣilaḥ
al-mauṣūl yang berarti al-qulūb atau at-taṣdīq yakni ketentraman jiwa atau
kepercayaan. Al-Rāgib al-Aṣfaḥāni mengartikan kata tersebut dengan
ṭuma’nīnah al-Nafsi wa zawāl al-Khauf yakni ketenangan hati dari
ketakutan.53
Kata in jākum yang dimasuki huruf in yang biasa digunakan untuk
sesuatu yang diragukan atau jarang terjadi. Dari sini menyisyaratkan
bahwa ketika datang orang yang fasik kepada orang-orang beriman
diragukan atau jarang terjadi. Hal ini disebabkan karena orang fasik
mengetahui bahwa orang yang beriman tidak akan mudah untuk dibohongi
dan bahwa mereka akan senantiasa meneliti kebenaran dari setiap
informasi sehingga orang fasik dapat dipermalukan dengan
kebohongannya.54
Didalam ayat ini menggunakan kata syarat yang mana pada kitab
Qawāid al-Lugah al-‘Arābiyyah disebutkan bahwasannya pembahasan

51
Burhān al-Dīn Abī al-Ḥasan Ibrahim bin Amr al-Biqā’I, Naẓm al-Durar fi
Tanāsub al-Ayāt wa al-Suwar, jilid 1 (Al-Qāhirah: Dār al-Kitāb al-Islām, t.th), 412.
52
Asy -Syaikh Musṭafa al-Ghalaīnī, Jāmi’ ad-Durūs al-‘Arabiyyah (Bairut: Dār
al-Kutub al-Ilmiyyah, 1435 H/2014 M), 98.
53
Al-Rāgib al-Aṣfahāni, al-Mufradāt fī Garīb al-Qur’ān (Bairūt: Dār al-
Ma’rifah, t.th), 557.
54
M. Quraish Shihab, Tafsīr al-Misbāh Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ān,
Cet. I (Jakarta: Lentera Hati, 2009), 624.
63

mengenai kata syarat (Adatu al-Syarṭi) terbagi menjadi dua bagian:55


Pertama, kata syarat yang menjazamkan dua fi’il yakni pada :
– ‫ان – من – ما – مهما – متى – ايان – اين – اينما – انى – حيثما – كيفما‬

56‫اي‬

Kedua, kata syarat yang tidak menjazamkan fi’il yakni pada :


‫لؤ – لَول – لوما – اما – اذا – ۡال – كلما‬
Kemudian syarat memiliki serangkaian bagian, diantaranya : ‘Adat
(kata) syarat, fi’il syarat (jika kata tersebut masuk pada kalimat fi’il) dan
jawab syarat (walau terkadang syarat dan fi’il syarat bisa dibuang
tergantung beberapa faktor).57 Banyak kata-kata syarat terpakai di dalam
al-Qur’ān, misalnya kata :
In (‫)ان‬
ْ ُ ْ َٰٓ ُ َّ َ َ َ َ ۡ ُ َ َٰٓ ْ َٰٓ ُ َ َّ َ ُّ َ
‫ت ب ي ن و ا أن تصي بو ا‬ ‫ي أ ي ها ٱ ل ِذين ءا م ن و ا إن ج ا ء ك م فا ِسق ب ن ب ٖإ ف‬
ْ ُ َ l ُۢ
‫بج َ ه ل ٖة ف تص ِبحو ا‬ ‫ق ۡو َما‬
lَ ُ ۡ َ
‫ى ما ف َع ل ت ۡم ن‬l ‫ع ل‬
َ
Idza (‫)اذا‬ ٦ ‫ِ د ِ مي ن‬
َ l ۡ ۡ َ ۡ َ َ ۡ
‫ل ل َ وِل د ۡي ِن‬ ‫ك ِتب م إ ذا حض َر أح د ۡل ت َ ر ٱ ل َو ِص‬
َ ۡ َۡ ۡ‫ُك ُم ع َل ۡي ُك ۡو ٱ إن َك َّي ُة خ ي‬
‫وٱ ۡل ق َِربي ن‬ ‫ت‬
ً‫را‬
َ َّ ُ ۡ َ ۡ َۡ
٠٨١ ‫بٱ ۡل ع ُرو ح ع لى ٱ ۡل ت ِقي ن‬
ًّ ۖ
‫ف قا‬
55
Fuad Ni’mah, Qawāid al-Lugah al-‘Arābiyyah, juz 1 (Surabaya: al-Hidayah,
t.thn), 176-177.
56
Adatu al-Syaraṭ ini merupakan adatu al-Jazm jika ditinjau dari kajian ilmu
nahwu
57
Bahauddin bin ‘Abdullah Ibnu ‘Aqil, Syarah al-Fiyyah Ibnu ‘Aqil, terj. Bahrun
Abu Bakar (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012), 190.
64

Perbedaan penggunaan In dan Idza di dalam al-Qur’ān ialah, In (‫)ان‬

digunakan untuk menunjukan hal yang diragukan atau jarang terjadi. 58


Sedangkah Idza (‫ )اذا‬digunakan untuk sesuatu yang diyakini atau sering

kali terjadi, pada contoh diatas QS. Al-Baqarah 180 ketika ayat tersebut
menunjukan kata “kematian/tanda-tandanya” ia menggunakan kata Idza
karena hal tersebut merupakan suatu hal yang pasti akan terjadi,
sedangkan ketika berbicara tentang “harta yang banyak yang ditinggal,
ayat tersebut menggunakan kata In, karena itu jarang atau diragukan
terjadi pada setiap orang.
Contoh ayat lainnya:
ُ َ ْ ُ َ َ ُ َ ْ َٰٓ ُ َّ َ
‫و ِة فٱغ ِس لو ا و ُجو ه ك‬l ‫ي أ ُّي َها ٱ ل ِذين ءا َم ن و ا إ ذا ق ۡم ت ۡم إ لى ٱلص ل‬
َ َۡ َ ۡ ُ َ ۡ َ ۡ
‫م و أ ي ِد ي ك م إ لى ٱ ۡل را ِف ِق‬
ُ ُ ۡۚ َ ۡ َ ُ َ َ ُ ْ
‫وٱ ۡمس ُحو ا ب ُر ُءو ِس ك ۡم و أ ۡر ُج ل ك ۡم ِإ لى ٱ ل ك ۡع َب ۡي ِ ن ِو إن كن ت ۡم ج ن‬
ْۚۡ
َٰٓ َ ُ
‫ى‬l S‫ّٗبا فٱط َّه ُرو ا ِو إن كن تم م ر ض‬
ۡ
lَ ۡ َ َٰٓ َ ۡ َٰٓ
َ ُ ٞ َ َ َ َ َ
‫ى س ف ٍر أ و ج ا ء أح د ِمن كم ِم ن ٱ ل غ ا ِئط أ و‬l ‫أ ۡو ع ل‬
ۡ

ْ ُ َّ َ َ ّٗ َٰٓ ْ ُ َ ۡ َ َ َٰٓ ˛ ُ
‫لس ت ُم ٱل ِ نس ا ء ف ل م ت ِج دو ا م ا ء ف ت ي م مو ا‬
ُ ُۚۡ ۡ ُ َ ُ ْ ّٗ
‫ص ِعي دا ط ِ˛ي ّٗبا فٱ ۡمس ُحو ا ب ُو ُجو ِه ك ۡم و أ ۡي ِدي كم ِم ن ه ما ي ِري د ٱ‬
ۡ ُ َ ُ
‫َّلل ِل َيج َعل ع ل ۡي كم ِم ن ح َر ٖج‬
َ ُ َ َ ۡ َّ ُ ۡ ُ َ ˛ ُ ُ ُ lَ
‫و ل ِكن ي ِري د ِل يط ِ ه ر ك م وِل ي ِت م ِن ع م ت ۥه ع ل‬
َ ُ َ ُ َّ َ ُ
٦ ‫ۡي ك ۡم ل َع ل ك ۡم تش ك ُرو ن‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Apakah kamu hendak
melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu
sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu
sampai ke dua mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah. Dan
jika kamu sakit59 atau dalam perjalanan kembali dari tempat buang
air (kakus) atau menyentuh60 perempuan, maka jika kamu tidak
memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik
(suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah
tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan
58
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tanggerang: Lentera Hati, 2013), 91.
59
Sakit yang tidak boleh terkena air.
60
Menyentuh, menurut jumhur ialah “Bersentuhan kulit”. Sedangkan Sebagian
mufasir berpendapat “Bercampur sebagai suami istri”.
65

kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu; agar kamu


bersyukur”
Dalam konteks diatas, melaksanakan shalat menggunakan kata Idza
karena shalat pasti dilaksanakan oleh orang yang diajak dalam ayat ini,
yakni merekalah orang-orang yang beriman. Akan tetapi dalam konteks
Junub, sakit menggunakan kata In karena ia jarang atau tidak sering
terjadi.61

Juga sering kali huruf In ditemukan di dalam al-Qur’ān digunakan


dalam konteks kalam Allah yang ditujukan kepada orang-orang yang
beriman misalnya QS. Muhammad ayat ke 7:

ُ‫ي َأ ُّي َها ٱ َّل ذين ءا َم ُن َٰٓوْ ا إن َتنص ُرو ْا ٱ ََّلل َ ني ص ۡر ُك ۡم وي‬
ِ ِ
ُ َ ۡ َ ˛ َ
٧ ‫ث ِ بت أ ق دا َم ك ۡم‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama)
Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu.”
Penggunaan kata In pada ayat tersebut bertujuan mengingatkan mitra
bicara agar tidak yakin tentang kualitas pembelannya terhadap agama
Allah atau imannya agar ia terdorong untuk mengingatkannya, karena
siapa yang telah yakin mencapai targetnya, makai a seringkali berhenti
tidak berusaha lagi. Hal ini yang tidak dikehendaki oleh pesan ayat-ayat
diatas.62

Selanjutnya kata Fasik dalam ayat ini pada dasarnya berasal dari akar
kata fasaqa-yafsuqu-fusuqan yang memiliki arti keluar dari jalan yang
hak, keshalehan serta syari’at.63 Dan Ibn Faris menyebutkan bahwa kata

61
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, 92.
62
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, 93.
63
Ahmad Warson Munawwīr, Al-Munawwīr: Kamus Arab-Indonesia (Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997), 1055. Lihat juga Abu al-Qasīm al-Husain Ibn Muhammad Ibn
Mufadil al-Ragib al-Ashfahani, Mu’jam Mufradat Alfaz al-Qur’an (Bairut: Dār al-Kutub
al-‘Ilmiyah, 2004), 425.
66

yang terdiri dari huruf fa, sin dan qaf bermakna keluar dari ketaatan.64
Dalam tafsir al- Maragi fāsiq bermakna orang yang keluar dari Batasan-
batasan agama.65 Kata ‘seorang fasik’ dan kata ‘berita’ disebutkan dalam
ayat tersebut secara nakirah (umum) adalah untuk menujukan keumuman
ayat ini yang mencangkup semua orang fasik dan semua jenis berita. 66
Sehingga menunjukan bahwa kesaksian seorang yang fasik tidak diterima,
sehingga menunjukan bahwa kesaksian orang yang fasik tidak akan
diterima, dan bahwa berita yang disampaikan oleh seorang yang adil dapat
dijadikan hujjah.
Ayat ini menggunakan kata naba’ yang mana memiliki arti ‘berita
penting’ atau ‘keterangan’.67 Kata naba’ digunakan dalam arti berita yang
penting, berbeda dengan kata khabara yang berarti kabar secara umum
baik itu peting atau tidak.68 Karena mengandung maksud tertentu, didalam
Al-Qur’an kata naba’ disebutkan sebanyak 15 kali,69 dengan satu macam
derivasi (naba’) artinya yaitu kabar. Sedangkan Naba’ memiliki makna
bukan sekedar berita biasa, namun merupakan berita yang penting.70
Menurut Ar-Ragib berita tidak disebut dengan naba’ kecuali memuat
perkara yang besar yang dengannya diperoleh pengetahuan atau

64
Abu al-Husain Ahmad Ibn Faris Ibn Zakariya, Mu’jam Maqayis al-Lugah, juz
4 (Bairut: Daar al-Fikr, t.th), 502.
65
Ahmad
66
Wahbah Zuhaily, Tafsir al-Wasit, jilid 3, terj. Muhtadi (Jakarta: Gema Insani,
2013), 485.
67
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’ān (Kajian Kosa Kata) (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), 219.
68
M. Quraish Shihab, Tafsīr al-Misbāh Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ān,
624.
69
Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi, Mu’jam al-Mufahras Li al-Fadzil al-Qur’an
al-Karim (Bairut: Daar al-Fikr, 1992), 859.
70
Sayyid Qutub, Terjemah Tafsir Fi Zilal al-Qur’an, jilid 8 (Jakarta: Gema
Insani Press, 2004), 396.
67

prasangkaan yang kuat.71 Salah satu kata naba’ disebutkan dalam QS. An-
Naml: 22, yang berbunyi:
َ ُۢ ‫ۡ َ ف ل‬
‫َ ما َل ۡم ِ ب ۡ ئ ك س َب ِإ ِب ن َب ٖإ َي‬ ‫ر‬ ‫ي‬ ‫غ‬ ‫كث‬
َ َ
‫فم‬
َ َ
٢٢ ‫ِقي ٍن‬ ‫من‬ ُ ُ ‫َب عي د قا أحط‬
‫ت ِح ت ِۦه ت و‬ ٖ ِ
‫ِب ط ِ ج‬

“Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata:


“Aku telah mengetahui sesuatu yang belum engkau ketahui. Aku
datang kepadamu dari negeri Saba` membawa suatu berita yang
meyakinkan.”
Diriwayatkan tatkala Nabi Sulaiman mencari burung hud-hud yang
mana ia bergi tanpa berpamitan. Nabi Sulaiman mengancamnya jika
burung hud-hud tidak datang dengan membawa berita penting, tak lama
datanglah burung hud-hud dengan membawa berita penting.

Maksudnya adalah, hai orang-orang yang beriman yang membenarkan


Allah dan rasul-Nya, jika datang kepada kalian orang fasik membawa
َُ
suatu berita, ‫فتَ بَّينوا‬ “Maka periksalah dengan teliti.” Dan jangan
langsung dipercaya begitu saja tanpa adanya usaha untuk mencari
kebenaran berita tersebut.
َ ُ َّ َ َ
Ahli qira’at berpendapat dalam membaca firman Allah Ta’ala, ‫ف ت ب ي نوا‬
“Maka periksalah dengan teliti.” Ahli qira’at Madinah umunya membaca
fatatsabbatuu, dengan huruf tsa’. Disebutkan bahwa ini termaktub dalam
َ ُ َّ َ َ َ
mushaf Abdullah. Sebagian ahli qira’at lainnya membaca, ‫ف يت ب ينوا‬ dengan
huruf ya’. Maknannya yaitu, tunggulah hingga kalian mengetahui
kebenarannya. Jangan terburu-buru menerimanya. Begitu juga makna
َ َ ُ َّ
lafadz ‫ ثت بتوا ف‬.
Pendapat yang benar tentang hal ini adalah, kedua-duannya merupakan
qira’at yang sudah dikenal, dan maknannya pun tidak jauh berbeda. Oleh

71
Al-Rāgib al-Aṣfahāni, al-Mufradāt fī Garīb al-Qur’ān, 480.
68

karena itu, dengan qira’at mana saja yang digunakan, telah dianggap
benar.72
Cara membuktikan suatu berita telah tercantum didalam Al-Qur’an,
yakni Allah Swt memerintahkan kita untuk selalu kroscek (memastikan
kebenaran berita) dari apa yang disampaikan oleh orang-orang yang fasiq,
agar menjadi kehati-hatian bagi kita, agar kita tidak menghukumi
berdasarkan perkataannya sehingga dalam satu persoalan kita tidak
menjadi berdusta atau bersalah akibat apa yang kita perbuat. Dan disinilah
kelompok ulama melarang untuk menerima riwayat dari orang yang tidak
diketahui keadaannya, karena pada satu sisi ada kemungkinan ia fasik.
Namun ulama lain menerimanya, karena kita diperintahkan untuk
melakukan kroscek ketika ada kabar atau berita yang dibawa oleh orang
fasik, dan orang ini tidak diketahui kefasikannya karena keadaannya tidak
diketahui.73

Segala kabar angin dan laporan, terutama jika berasal dari orang yang
tak kita kenal, haruslah diuji kebenarannya. Jikalau yang demikian itu
dipercaya begitu saja, maka akan sangat berbahaya dan kemudian kita
akan menyesal.74 Sesungguhnya fasik itu adalah keluar dari sesuatu dan
melepaskan sesuatu darinya,75 dan walid sebagaimana menyampaikan
berita dengan keragu-raguan maka ia telah melakukan kesalahan dan
bersalah. Sebagaimana dikatakan oleh Ar-Razi: “ tidak disebut fasiq, pada
dasarnya orang fasiq itu memiliki niat, seperti dikatakan: jika orang fasiq

72
Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, jilid. 23, 715.
73
Ibnu Katsīr, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsīr, jilid 6 (Jakarta: Darus Sunnah,
2014), 74.
74
Abdullah Yusuf Alī, Tafsir Yusuf Alī, jilid 2 (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, 2009), 1346.
75
Muhyiddīn Al-Darwisy, I’rab al-Qur’an al-Karīm, jilid 7 (Bairut: Dār Ibnu
Katsīr, 2005), 249.
69

datang kepadamu dengan membawa suatu berita atau informasi maka


mereka sedang menguji.

Ada dua hikmah yang terkandung di dalam ayat ini: yang pertama
adalah perintah untuk mengklarifikasi berita. Oleh karena itu, perkataan
orang fasik tidak diterima kecuali hakim sudah mengklarifikasi. Yang
kedua bahwasannya Allah mengingatkan agar kalian tidak menimpakan
suatu kebodohan kepada suatu kaum. Kata al-jahlu (bodoh) itu lebih
negatif dari pada al-khata (kesalahan) karena bahwasannya mujtahid
(orang yang berijtihad) apabila dia salah maka tidak bisa disebut bodoh.76

Dari peristiwa QS. Al-Nūr kita belajar bagaimana cepatnya sebuah isu
atau berita tersebar dari mulut kemulut, suatu berita yang menyebar
kepada pribadi ‘Āisyah, perbuatan yang tidak pernah ia lakukan menjadi
tuduhan terhadap dirinya. Dan sikap yang seharusnya ada pada seorang
muslim adalah sikap berhusnudzan (berbaik sangka) pada suatu berita
yang sampai dan belum tentu kejelasannya. Maka dari itu dalam QS Al-
Ḥujurāt: 6 memakai kata Nabā’ (berita besar) yakni suatu yang
menyangkut kehormatan seseorang.

Maka oleh karena itu Allah sangat membenci kepada orang yang
menyebarkan berita bohong dan Allah pun mengecam keras terhadap
prilaku yang demikian itu, banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits
mengenai kecaman Allah kepada penyebar berita bohong diantarannya:

76
Fakhruddin Ar-Rāzi, Tafsir Kabīr: Mafatih al-Ghaib, jilid 14 (Bairut: Dār al-
Kitab al-‘Ilmiyah, 1971), 103.
BAB IV

ANALISA AL-QUR’ĀN DALAM MENANGGULANGI BERITA


BOHONG

A. Al-Qur’an dan Tafsir Tematik

“Aku tinggalkan untukmu dua hal, jika berpegang pada keduannya


kalian tidak akan tersesat selamannya. Yakni Kitab Allah dan Sunnah
Rasul-Nya”. Begitulah kira-kira redaksi sebuah hadits yang cukup terkenal
dikalangan umat Islam.1 Tidak dapat dipungkiri bahwa kedudukan Al-
Qur’an di kalangan kaum muslim tidak lain adalah sebagai petunjuk untuk
mencapai keselamatan dunia dan akhirat.

Seperti yang diketahui bahwa secara tulisan al-Qur’ān tidak akan


pernah berubah sejak zaman dimana al-Qur’ān diturunkan hingga nanti
hari kiamat, hal tersebut diperkuat oleh firman Allah Swt dalam QS. Al-
Hijr ayat ke 9:
َ َ ۡ َ َ َّ
٩ ‫وإ َّنا َل ُه ظو ن‬ ‫إ نا ن ُ ن ن َّزل نا‬
ِ ۡ ˛
l َ ‫ٱل ِذ ك َر‬
‫ل َ ح ِف‬
‫ح‬
“ Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’ān, dan pasti
Kami (pula) yang memeliharannya.”

Akan tetapi penafsiran tehadap tulisan al-Qur’ān akan selalu berubah-


ubah sesuai dengan kondisi si penafsir tersebut. Maka dari itu al-Qur’ān
senantiasa siap untuk diteliti, diamati dianalisis dari segi tulisannya
dengan berbagai metode dan pendekatan demi menguak hukum baru yang
semakin kesini semakin bertambah persoalan-persoalan manusia. Dan
dengan dianalisisnya al-Qur’ān ternyata semakin banyak hal-hal yang

1
Fakhruddin Faiz, Hermeneutika al-Qur’an: Tema-tema Kontroversial
(Yogjakarta: Elsaq Press, 2011), 47.
70
71

tidak kita diketahui dan semakin kaya dan banyak hal-hal baru yang
terbuka dari segi hukum dll.2

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa Al-Qur’an merupakan


kitab suci universal, berlaku untuk setiap ruang dan waktu manusia.
Keuniversalan Al-Qur’an terletak pada cakupan pesannya yang
menjangkau ke seluruh lapisan umat manusia, kapan pun dan dimana
pun.3 Itulah sebabnya, dalam rangka mencari kebenaran suatu teks dalam
suatu ayat, dengan itu sangat dibutuhkan ilmu alat atau ilmu yang
menopang dalam hal mencari tau hukum didalam al-Qur’ān. Dengan ilmu
tersebut akan dengan mudah mempelajari, mengaplikasikan dan menggali
hal baru dalam persoalan kehidupan. Apalagi mengenai ayat-ayat Al-
Qur’an yang berkategori mutasyabih,4 tentu kian rumit. Maka dari itulah
sangat dibutuhkan ilmu-ilmu yang menopang agar dalam menerjemahkan,
mencari hukum dll didalam al-Qur’ān menjadi mudah.

Menurut Imam Asy-Syuyuthi (w. 911) setidak nya ada 15 kategori ilmu
yang dibutuhkan oleh seseorang jika ia hendak menafsirkan dan
mengeluarkan hukum dari al-Qur’ān yakni ialah: Ilmu bahasa, ilmu
nahwu, ilmu tashrīf, ilmu isytāq, ilmu ma’ānī, ilmu bayān, ilmu badī’,
ilmu qirā’at, ilmu ushūl al-dīn, ilmu ushūl al-fiqh, ilmu asbāb al-nuzūl,

2
Umar Syihab , Kontekstualitas Al-Qur’an (Jakarta: Penamadani, 2005), 3.
3
M.H. Thabathaba’I menjelaskan bahwa keuniversalan Al-Qur’an terbukti
karena tidak mengkhususkan pembicaraannya kepada umat Islam saja, melainkan juga
berbicara kepada umat non-Muslim, termasuk orang-orang kafir, musyrik, yahudi dan
nasrani. Lihat M.H Thabathaba’I, al-Qur’an Fiy Islam, terjemahan A. Malik Madani dan
Hamim Ilyas, dengan judul Mengungkap Rahasia al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1987),
33.
4
Secara garis besar, ayat-ayat Al-Qur’an terbagi atas dua bagian , yaitu ayat-ayat
muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat (QS. Ali ‘Imran: 7). Ayat muhkamat ialah ayat
yang dimaksudnya jelas dan tidak ada ruang bagi kekeliruan. Sedangkan ayat-ayat
mutasyabihat ialah ayat yang makna lainnya bukan yang dimaksudkan, makna hakikat
yang merupakan takwilnya hanya Allah yang tahu. Lihat, Subhy al-Shalih, Mabahis Fiy
Ulum al-Qur’an (Bairut: Dār al-‘Ilm li al-Malayin, 1977), 282.
72

ilmu naskh mansūkh, ilmu fiqh, ilmu hadīts, ilmu al-muhabah (ilmu yang
diberikan Allah kepada mereka yang mengamalkan apa yang diketahui).5

Prinsip-prinsip dasar seperti yang tertera dalam karya-karya tentang


kaidah tafsir menjadi bagian penting dalam khazanah penafsiran Al-
Qur’an M. Quraish Shihab mengatakan, kaidah tafsir membantu seseorang
menarik makna-makna yang dikandung oleh kosakata dan rangkaian
lafadz/kalimat-kalimat Al-Qur’an. Bahkan ia membantunnya untuk
menemukan makna-makna yang tidak dikandung secara lahiriyah oleh
kosakata/kalimat Al-Qur’an sehingga dapat mengantarnya mengungkap
rahasia dan menjelaskan kemusykilan yang boleh jadi timbul dari
ungkapan-ungkapan Al-Qur’an.6

Tafsir yang menggunakan riwayat atau disebut juga dengan tafsir bil
ma’tsur adalah penjelasan-penjelasan dan perincian yang ada dalam
sebagian ayat-ayat Al-Qur’an itu sendiri, dan apa-apa yang dinukilkan dari
hadis Rasulullah SAW serta dari ucapan para shahabat. 7 Sedangkan tafsir
dirayah atau tafsir bil ra’yi adalah penjelasan mengenai Al-Qur’an dengan
jalan ijtihad setelah mufasir terlebih dahulu memahami Bahasa Arab dan
gaya-gaya ungkapannya, memahami lafadz-lafadz Arab, para mufasir juga
menggunakan syair-syair Arab Jahiliyah sebagai pendukung pendapatnya,
disamping memperhatikan asbab nuzul, nasikh Mansukh, dll.8

Dalam hal upaya dan pedoman dari al-Qur’ān tentang informasi


bagaimana al-Qur’ān menyikapi berita bohong dalam hal ini, metode tafsir

5
Jalāluddīn ‘Abdurrahmān al-Suyūthi, al-Itqān fī ‘Ulūm al-Qur’ān, jilid 2
(Bairut: Dār al-Fikr, 1991), 231.
6
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Ciputat: Lentera Hati, 2015), 14-15.
7
Mahmud Basuni Faudah , Tafsir-tafsir al-Qur’an: Pengenalan Dengan
Metodologi Tafsir terj. H.M. Mochtar Soerni, Abdul Qadir Hamid (Bandung: Penerbit
Pustaka, 1987), 24.
8
Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-tafsir al-Qur’an: Pengenalan Dengan
Metodologi Tafsir terj. H.M. Mochtar Soerni, Abdul Qadir Hamid, 62.
73

maudhu’I (tematik) dapat membantu upaya tersebut.9 Kemudia ikhtiar


memahami tema per tema dari ayat-ayat yang memiliki semangat yang
sama dalam struktur makna yang lebih universal (umum) tanpa dilemma
persialis (khusus), agar makna masing-masing ayat itu tidak dalam posisi
saling berbenturan satu dengan yang lainnya, adalah suatu kemestian.
Disinilah pentingnya kajian tematik itu diketengahkan. Dengan demikian
kajian tematik Al-Qur’an akan mempertautkan kita dengan situasi dan
kondisi kesejarahan suatu ayat. Bahkan, melalui kajian tematik, kitapun
menjadi tahu bahwa Al-Qur’an tidak diturunkan dalam situasi dan kondisi
tertentu saja, melainkan juga untuk semua situasi dan kondisi.10

Maka dari itu, untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan dalam


memahami ayat Al-Qur’an, hendaknya seseorang tidak terlalu tergesa-
gesa berpegang pada satu ayat tanpa memperhatikan ayat yang lain.
Sebab, ayat-ayat Al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak
dapat dipisahkan.11

Penyebaran berita bohong dizaman sekarang sudah menjadi hal yang


sangat banyak terjadi entah dikarenakan pola piki masyarakat saat ini
menganggap hal tersebut adalah hal biasa, sepele ataukan karena
kurangnya keilmuan pada diri mereka. Terlebih hal tersebut sangatlah
merugikan banyak pihak, terkadang berita bohong tersebut mengatas
namakan orang lain, merugikan suatu pihak dan bahkan masuk kedalam
ranah teks al-Qur’ān, namun hal tersebut tidak berhasil dilakukan oleh

9
Metode tafsir maudhu’I merupakan tafsir yang membahas tentang masalah di
dalam al-Qur’ān yang memiliki kesatuan makna atau tujuan yang sama dengan cara
menghimpun ayat-ayat yang setema yang kemudian dilakukan analisis terhadap isi
kandungannya menurut cara-cara tertentu, dan berdasarkan syarat-syarat tertentu untuk
menjelaskan maknanya serta mengeluarkan unsur, serta menghubungan korelasi
komprehensif antara satu dengan yang lain. Lihat H. Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu
Tafsir (Bandung: Tafakur, 2009), 114.
10
Umar Syihab , Kontekstualitas Al-Qur’an (Jakarta: Penamadani, 2005), 13-15.
11
Umar Syihab , Kontekstualitas Al-Qur’an, 13.
74

sebelah pihak dikarenakan al-Qur’ān sendiri sudah dijamin keasliannya


dan tidak akan pernah bisa dirubah secara teks meski dengan bantuan jin
sekalipun hal tersebut sudah diperjelas didalam QS al-Hijr ayat 9. 12 Dan
oleh karenanyalah al-Qur’ān mengutarakan bahwa bertabayyunlah kalian
terhadap suatu informasi berita yang masih belum jelas akan
kredibilitasnya, prilaku tabayyun disini dimaksud agar manusia dapat
mengantisipasi penyebaran berita bohong dan tidak merugikan orang lain
dengan kebodohan yang enggan mengklarifikasi suatu informasi berita.

B. Penggambaran al-Qur’ān terhadap orang kafir yang menyebarkan


berita bohong
1. Kebohongan orang kafir mengenai sesembahan mereka yang
dapat memberi syafa’at bagi siapa yang menyembahnya.

Firman Allah Swt QS. Al-‘Ankabut ayat 17:

َ َ ُ ُ َّ َّ ً ُ ‫أ ۡو و‬ َ َّ
‫ل‬ ‫ن‬ ِ ‫ن‬ ‫دو‬ ‫ب‬ ‫ل‬ ‫ٱ‬ ‫ن‬ ‫إ‬ ‫ل‬ ‫خ‬ ِ ‫ِن‬ ‫إ ن َما ُ ب ُدو ن‬
َ l
‫ِذين من ت ۡع ٱ دو َِّلل‬ َ ُ ‫ت‬ ‫ٱ دو ل‬ ‫من ت ۡع‬
‫ث قو ن ك‬
‫ل‬
ۚ ٗ
‫اإ‬ ‫نا‬
ۡ
‫ف‬
َ ُ َ ْ ُ َ ‫ۡ ُ َ َ ر‬
‫فٱ ۡب ت َ د ٱل َ وٱع ُب ُدو ش ك ُرو ا ل ٓۖهۥ ِإ ل ۡي ِه‬ ‫ي م ِل كو ن ل‬
ۡ
َ ُ َ ۡ ُ ‫ق‬ ‫وٱ‬ ‫ه‬ ُ ‫˛ ۡر ز‬ ْ ُ ‫ُ ۡ ز‬
٧١ ‫ت ر ج عو ن‬ ِ ‫ٱ‬ ‫ا‬ ‫غو‬
ٗ ‫كم‬
‫عن َِّلل‬ ‫قا‬

“Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah hanyalah


berhala-berhala, dan kamu membuat kebohongan.13
Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu tidak
mampu memberikan rezeki kepadamu; maka mintalah rezeki
dari Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya.
Hanya kepada-Nya kamu akan dikembalikan.
Maksud dari pada ayat tersebut adalah yang kamu sembah itu berupa
patung-patung, kata auṡana merupakan jamak dari al-Waṡan yaitu berhala
yang terbuat dari batu atau kayu yang meiliki bentuk seperti manusia atau
hewan yang mereka pilih kemudian mereka sembah, berbeda dengan

12
Al-Syāfi’Ῑ, Al-Umm (Bairūt: Dār al-Jawād, t.th.), Jilid 1, 208.
13
Mereka menyatakan bahwa berhala-berhala itu dapat memberi syafa’at kepada
mereka di sisi Allah, dan ini adalah kebohongan.
75

aṣnam14. Berkata Abu Ubaidah bahwa aṣ-Ṣanam ialah patung berhala


yang terbuat dari emas atau perak dan al-Waṡan ialah patung berhala yang
terbuat dari tanah atau batu. Al Jauhari berkata bahwa al-Waṡna artinya
adalah aṣ-Ṣanam yakni patung berhala yang disembah.15 Di dalam tafsir
al-Maraghi dijelaskan, bahwasanya pada ayat ini Allah Swt
memberitahukan kepada orang-orang kafir bahwa apa yang mereka
sembah hanyalah berhala-berhala yang mereka buat dengan tangan mereka
sendiri dan mereka berdusta ketika menamakanya sebagai Tuhan serta
mengakui bahwa mereka dapat membantu memberi rezeki dan syafa’at.16

“Dan kamu membuat dusta.” Al-Hasan berkata Arti tahluqūna ialah


tanhitun yakni memahat, maksudnya ialah bagaimana mungkin kalian
menganggap sesembahan yang kalian buat atau pahat sendiri dengan
tangan kalian dapat memberikan rezeki dan bantuan, dan itu merupakan
sebuah kebohongan yang kalian buat-buat.17 Pada dasarnya manusia
memang membutuhkan bantuan dan rezeki sehingga jiwanya senantiasa
mendambakan sandaran yang kuat, yang mana sandaran itu haruslah
kepada Yang Maha Kuasa.18

14
Kata auṡana lebih khusus dari kata aṣnam yang berarti berhala yang disembah
walau hanya batu yang tidak berbentuk. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh
(Ciputat: Lentera Hati, 2011), Volume 10, 40.
15
Abū ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, jilid 13, terj. Muhyiddin Mas Rida, Muhammad Rana Mengala, Ahmad Aṭaillah
Mansur (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), 852.
16
Ahmad Musṭafa Al-Maragi, Tafsir al-Maragi, terj. K. Anṣari Umar Sitanggal,
Hery Noel Aly, Bahrun Abu Bakar (Semarang: Toha Putra, 1989), 95.
17
Abū ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, jilid. 13, 853.
18
Maksudnya ialah sandaran tersebut kepada Allah Swt bukan kepada selain-
Nya apalagi kepada berhala (patung) yang kamu sembah dan bermohon kepadanya.
Sekali-kali mereka tidak akan pernah bisa memberikan perlindungan dan rezeki
walaupun sedikit. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, Volume 10, 40, dan Abu
Ja’far Muhammad bin Jarīr Al-Ṭabārī, Tafsir Al-Ṭabārī, Jilid. 20, 447.
76

Maka dari itulah manusia harus menyembah kepada Yang Maha Kuasa,
karena Allah menciptakan manusia untuk bersandar serta beribadah
kepada-Nya, firman Allah :

َّ ۡ ۡ
ُ
٦٥ ‫ت ٱ ل ِج س ِإ َل ِل َي ۡع ُب دو ِن‬ ‫و َما‬
ۡ ‫ق‬
‫َّن َوٱ ِۡلن‬
‫خ‬
َ
‫ل‬

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan


supaya mereka menyembahku”
Setelah itu ayat ini ditutup dengan “Kepada-Nyalah kamu akan
Kembali”, yang mana manusia dianjurkan untuk mencari ridho tuhan-Nya
dengan jalan mendekatkan diri kepada-Nya dan bersiap-siap bertemu
kepada-Nya dengan beribadah dan bersyukur (memakan makanan yang
halal). Sebagaimana firman Allah Swt :

٤١١ ‫كُلوا َ ر ُ َّللُ ح‬


‫كنتُ ۡم ِ إ َّياهُ تَ ۡعب‬ ‫ت َّٱلِل‬ َ ْ‫ُ روا‬ ‫ِ’ي‬
‫ُد و ن‬ ‫ِإن‬ ‫وٱشك م‬ ‫ابا‬ ‫ََٰل‬ ‫ّم َزق م‬
‫ط‬ ‫اٗل‬ ‫ٱ‬ ‫ا‬
‫ع‬ ‫ك‬ ‫م‬

“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah
diberikan Allah Swt kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah,
jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.”
2. Kebohongan orang kafir yang mengatakan bahwa Allah Swt
Beranak

Firman Allah Swt QS. Al-Ṣāffāt ayat 151-152:

٢٥١
‫ وَل َ ِ ۡ َٰ َك‬١٥١ ‫ۡ ف ِك ِه ۡم‬ ۡ ‫أَ َ َٓل ِ إَّنهم‬
‫َد ٱ إنَّ م ِذُبون‬ ‫لَيُقوُلون‬ ‫ن‬
‫و‬ ‫ل‬
‫ل ه‬ ’
ُ ‫م‬
“Ingatlah, sesungguhnya di antara kebohongannya mereka
benar-benar mengatakan, “Allah mempunyai anak” dan
sungguh, mereka benar-benar pendusta

Ayat diatas merupakan kebohongan yang kembali diutarakan oleh


orang-orang kafir yang mana mereka menyatakan bahwasanya Allah Swt
memiliki anak, dan kemudian mereka berkata bahwa malaikat adalah anak
77

perempuan Allah Swt.19 Penting sekiranya dalam memahami ayat


perlunya munasabah pada ayat-ayat sebelumnya, setelahnya bahkan pada
surah yang lain agar ditemukan titik terang dari apa yang sedang dicari
Hasani Ahmad Said dalam disertasinya menyebutkan tentang munāsabah
yakni lima keserasian ayat dan delapan keserasian surah. 20 Hal itupun
mustahil terjadi karena tidak sesuai dengan sifat Allah yang bersifat
Mukhālafatul lil hawādiṡ (yakni berbeda dari makhluknya) didalam kitab
al-Huṣūnu al-Hamīdiyyah menjelaskan bahwa Allah Swt berbeda dengan
sesuatu, maka mustahil Allah sama dengan sesuatu (Mumāṡalatu lil
hawādiṡ) seperti mustahil Allah menyerupai alam, baik ketentuan atau
tabi’atnya seperti bertubuh, sifat-sifatnya, keadaannya, berubah-ubahnya,
bersusun atau berpecahnya keluar dari yang lain atau mengeluarkan yang
lainnya dan masih banyak lagi maka itu merupakan hal yang mustahil.
Jadi, Allah Swt tidak menyerupai sesuatu apa pun.21

Pada ayat sebelumnya Allah Swt membantah pernyataan kaum Quraisy


yang diantaranya adalah Juhainah, Khaza’ah, Bani Mulaih, Bani Salamah
dan Abdi ad-Dār yang berkata “Sesungguhnya malaikat adalah anak
perempuan Allah” yang kemudian dibantah pada ayat selanjutnya yakni,
bagaimana mereka bisa sampai menetapkan malaikat adalah anak
perempuan Allah Swt sedangkan mereka tidak menyaksikan penciptaan

19
Abū ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, jilid. 15, 304.
20
Yang mana keserasian ayat yang terkait dengan munāsabah antara ayat dengan
ayat dalam satu surah, kemudian hubungan satu ayat dengan penutupnya selanjutnya
keserasian hubungan antara kalimat dengan kalimat dalam satu ayat, dilanjut hubungan
antara kata didalam satu ayat dan hubungan antara ayat yang pertama dengan yang akhir
didalam satu surah. Lihat Hasani Ahamd Said, “Mengagas Munāsabah AlQuran: Peran
dan Model Penafsiran AlQuran”. Hunafa: Jurnal Studia Islamika, vol.13, no.1 (Juni
2016): 20. Dan Hasani Ahmad Said, Diskursus Munāsabah Alquran dalam Tafsir al-
Miṣbah (Jakarta: Amzah, 2015), 166.
21
Sayyid Husain Affandi, al-Huṣūnu al-Hamīdiyyah : lil Muhafaẓati ‘ala al-
‘Aqāidi al-Islāmiyyah (Mesir: Maktabah at-Tijāriyah al-Qubra, 1932), 20.
78

malaikat tersebut,22 sebagaimana firman Allah Swt QS. Az-Zukhūf ayat


19:

‫ش َٰ َه‬ ‫ُ َم‬
‫ۡ ل ه ۡۚم ست‬ ‫ِه‬ ‫كَة ٱل ه ۡم ع ٱل َّر ۡح ۚ ا‬ ‫وج لوا‬
‫َدُت ُه‬ ‫َٰ َب‬ َٓ َٰ
‫ۡك ت َ ب‬ َ‫ق‬ ْ
‫ُدوا‬ ‫َٰ َمن ًَٰنث‬ ‫ِذ ي ن‬ ‫ل ِئ‬
‫ۡم‬ ‫ُد‬
‫خ‬ ‫أَش‬ ‫ٱ ۡل‬
٩١ ‫سُٔٔلو ن‬ ‫وي‬

“Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat yang mereka itu


adalah hamba-hamba Allah yang maha pemurah sebagai
orang-orang perempuan. Apakah mereka menyaksikan
penciptaan malaikat-malaikat itu? Kelak akan dituliskan
persaksian mereka dan mereka akan dimintai
pertanggungjawaban.”

Pada ayat setelahnya yakni ayat ke 153 menyatakan: “Apakah dia


(Allah) memilih anak-anak perempuan daripada anak laki-laki? Jika kita
berandai Allah memiliki anak maka apakah Allah yang Maha Suci itu
lebih memilih atau mengutamakan anak perempuan dari pada anak laki-
laki seperti hal nya yang didambakan para kaum Quraisy? Tentulah tidak,
tidaklah ada yang dipilih-Nya sebagai anak karena Dia Maha Suci dari
sifat melahirkan dan dilahirkan.23 Dialah Allah yang Maha Pencipta yang
tidak membutuhkan suatu apapun, termasuk tidak membutuhkan anak,
baik laki-laki ataupun perempuan.

3. Kebohongan orang kafir yang mengatakan bahwa al-Qur’ān itu


tidak memberi petunjuk bagi manusia.

Firman Allah Swt QS. Al-Aḥqāf ayat 11:

22
23
Ibnu Kaṡīr, Shahih Ibnu Kaṡīr, jilid 7 (Jakarta: Pustaka Ibnu Kaṡīr, 2017), 639.
Firman Allah sekaligus menjadi bantahan ialah QS. Al-Ikhlaṣ ayat 3-4:
‫ وَل ۡم َ ي ُكن ُ َّلۥه كُف ًوا َأح‬٣ ‫َل ۡم َ ي ِل ۡد وَل ۡم ُ يوَل ۡد‬
٤ ‫ُۢ ُد‬
“(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakan, dan tidak ada sesuatu yang
setara dengan Dia”
79

ۡ ۡ َ
‫ۡ ۡ ه َت ِ ۦه‬ َّ َّ
‫و قال ٱ ل ِذين َ ف ل ل ِذين ءا ۡ كا ۡ ي ٗرا س ب‬
َ
‫ُ َ ي‬ َ
‫ب‬ ْ ُ‫م‬ ‫ن‬ ْ
‫ذ دوا ي‬ ‫ما خ قو ن ا‬ ‫َم ُنوْ ا و‬ ‫ُر و ا‬
‫ِۚه إ وإ ل‬ ‫ل‬ ‫ك‬
ِ
َ
‫ل‬
َ ُ ُ
١١ ‫م‬ٞ ‫فس َي قو لو ن ا ِإ ك ق ِدي‬
ۡ
‫فه‬
َ
‫ذ‬

“Dan orang-orang yang kafir berkata kepada orang-orang yang


beriman, “Sekirannya Al-Qur’ān itu sesuatu yang baik, tentu
mereka tidak pantas mendahului kami (beriman) kepadanya. 24
Tetapi karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya,
maka mereka akan berkata,”ini adalah dusta yang lama.”

Selanjutnya adalah kebohongan orang kafir terhadap al-Qur’ān, pada


ayat di atas mereka membantah bahwa jika di dalam al-Qur’ān terdapat
sesuatu yang baik25 pastinya mereka yang akan terlebih dahulu memeluk
islam ketimbang orang-orang miskin seperti Bilal, ‘Ammar, Suhaib,
Habbah dan lainnya. Namun bantahan ini dapat dipatahkan atau dibalikan
kepada mereka oleh pihak yang tidak sejalan dengan mereka dengan
mengatakan: jika apa yang kalian anut itu merupakan sebuah kebaikan,
niscaya kami tidak akan meninggalkannya. Dan seandainya pendustaan
kalian terhadap Baginda Nabi adalah sebuah kebaikan, niscaya kalian
tidak akan mendahului kami dalam melakukannya, itulah yang dikatakan
al-Mawardi.26

24
Bahwa orang-orang kafir itu mengejek orang-orang islam dengan mengatakan,
“Sekiranya al-Qur’ān ini benar, tentu kami lebih dahulu beriman kepadanya dari pada
orang-orang miskin dan lemah, seperti Bilal, ‘Ammar, Suhaib, Habbah dan lainnya.”
25
Sebagian besar kaum Muslimin dahulu itu terdiri dari golongan orang-orang
bawahan, dan dipandangan pemuka Quraisy mereka adalah orang hina. “Kalau mereka
dapat melihat hal yang baik, berarti di dalamnya tidak ada hal yang baik; kalau memang
ada hal yang baik, tentulah kita yang akan pertama kali melihatnya. Buta rohani ini telah
membawa mereka sedemikian rupa tertipu oleh diri mereka sendiri. Karena mereka
menolaknya dan karena wahyu itu memang terbukti punya dasar sejarah, mereka hanya
dapat mengatakan “ini suatu kebohongan lama saja, sudah kuno!.
26
Abū ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, Jilid. 16, 493.
80

Setelah ayat sebelumnya orang-orang kafir menuduh al-Qur’ān adalah


sihir, menuduhnya sebagai kebohongan yang dinisbatkan kepada Allah
Swt pada ayat ini mereka menyangkal bahwa tidak suatu kebaikan di
dalam al-Qur’ān, karena jika ada pastilah mereka yang akan lebih dahulu
masuk islam dari pada kalangan orang-orang miskin, dan ketika tidak ada
lagi dalih untuk membantah, mereka akan mengatakan “Ini dusta yang
lama” yang Kembali di sampaikan oleh Muhammad. Itu disebabkan oleh
sikap kepala batu mereka, dan mereka adalah para pembangkang yang
bejat.27

Itulah sebab mengapa mereka selalu dipalingkan karena seringnya


mereka berdusta, berpaling dan membantah kepada rasul yang
menyampaikan ayat-ayat Allah, firman Allah QS. Yunus ayat ke 39:28
َّ lَ
‫ب ٱ ل ق ۡ ب ف ٱ ظ ۡر‬ ‫ك‬ ‫و‬
ْ َ ْ َّ
‫بل ك ذ ُبو ا ِب َما ل ۡم ُي ِحيطو ا ِب‬
‫له ن‬ َّ
ِ ِ ‫ِذين من‬ ‫ذ ذ‬ ۡ
ۖٓ ‫ِع ل ِم ِۦه‬
‫ِل ك‬
‫ۡم‬ َ
‫ِت ه ۡم ت‬
ۡ
‫لا َي أ‬
‫ك‬
ُ ُ ۡ
‫ِوي ل ه‬ ‫أ‬
َ َ ۡ
٩٣ ‫ك ي ف ع ِق ب ظ ِل ِمي ن‬
ُ َ
‫كا ن ة ٱل‬

“Bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang


mereka belum ketahui dengan sempurna padahal belum datang
kepada mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang
sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Maka
perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu.
Kemudian akibat dari sikap mereka itu seperti hal yang terjadi pada
umat terdahulu antaranya QS. At-Taubah ayat ke 70:
27
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, Volume 12, 396.
28
Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, Tafsir al-
Qurṭubī, Jilid. 16, 494.
81

l ۡ ُ َ ۡ
‫ح َ ي‬l َ ‫إ ب َ ر‬ ‫وَ ث ۡ و‬ ‫ۡ و نو ٖح و‬ ‫ِ ل ِه‬ َّ َ
‫أ ل ۡم ي أ ِِته ن ب أ ٱ ل ِذي‬
َ
‫ِهي م ب ن م‬
َ
‫ُمو ِم‬ ‫َعا ٖد‬ ‫َن من ۡم ق‬
‫ِم‬ ‫ۡم‬
ۡ َ ‫ۡب‬
‫وأ ص د‬ ‫د و‬
َ ‫ق‬
َ
‫ق‬

‫َ م و ل كا ُن أن ُ ه ُ مو‬ َ
‫َ ب َ كا ن ٱ‬ ُ‫َ وٱ َُۡل ۡؤَ ت ۚ ت أ َت ۡت ه‬
َ ُ lَ
ۡ ‫ف‬ ْ ۡ ُ ُ ‫ن ما‬lَ ‫˛ي‬ ُ
‫مي نظ‬ ‫ه م ِكن و ا‬ ‫َّلل ِل َي‬ ِ ‫ۡم ر ُس ل‬ ‫ِف ك‬
‫ِل‬ ‫س‬ ‫ظ ِل‬ ‫ٓۖ ۡ ف‬
‫ت بٱ ل‬ ‫ُهم‬ ٠٧

“Apakah tidak sampai kepada mereka berita (tentang) orang-


orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, Ad, Samud,
kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan (penduduk) negeri-
negeri yang telah musnah? Telah datang kepada mereka rasul-
rasul dengan membawa bukti-bukti yang nyata; Allah tidak
menzalimi mereka, tetapi merekalah yang menzalimi diri
mereka sendiri.

C. Penanggulangan Al-Qur’ān Terhadap Berita Bohong

Peristiwa penyebaran berita bohong atau hoax akan mudah diredam,


jika kaum muslimin memiliki arah efektif dalam menghadapi persoalan
seperti ini. Beberapa cara untuk menghadapi persoalan tersebut adalah:
1. Batasan dan Kedudukan Orang Fasik

Fasik menurut Muhammad Alī Al-Ṣābunī adalah orang yang keluar


dari ketentuan-ketentuan syari’at.29 Pengertian seperti ini telah
memposisikan istilah fasik hanya dalam konteks agama tanpa
mengaitkannya dengan konteks diluar agama. Jika dikaitkan dalam
konteks politik orang fasik adalah para makelar politik yang biasanya
menargetkan politik tertentu dengan menyuguhkan informasi-informasi
yang tidak benar serta menimbulkan chaos. Imam syafi’I dan beberapa
ulama lain berpendapat bahwa orang fasik tidak boleh dijadikan wali
nikah. Sebagian ulama termasuk ibnu ‘Arabi juga berpendapat, bahwa

29
Muhammad ‘Alī Al-Ṣabūnī, Rawāihul Bayān Tafsir Ayat Ahkam min al-
Qur’an, juz 2 (Jakarta: Dārul Kutub al-Islamiyyah, 2001), 382.
82

orang yang fasik tidak boleh menjadi imam shalat. 30 Begitupun seharusnya
diluar masalah agama orang yang fasik tidak boleh menjadi pemimpin
karena orang fasik tidak menggunakan prinsip-prinsip yang diajarkan Al-
Qur’ān.
Fasik adalah predikat suatu perbuatan yang melanggar ketentuan-
ketentuan Allah. Ketentuan Allah sendiri ada dua hal, yakni ketentuan
yang dibawa oleh para Nabi dan ketentuan yang ada dialam semesta
(sunatullah). Apabila ketentuan-ketentuan tersebut dilanggar, maka akan
menimbulkan dampak negatife dalam kehidupan, baik terhadap pelakunya
maupun terhadap masyarakat dana lam lingkungan.31
Khusus pada diri muslim dewasa ini, terjadi kesenjangan antara ide
(ajaran) dan kenyataan (pelaksanaan) agama Islam. 32 Terdapat pula orang
yang mengaku sebagai muslim, akan tetapi tidak melaksanakan dan tidak
mengamalkan hakikat-hakikat ataupun tuntutan-tuntutan sebagai seorang
muslim yang sejati.33 Keberadaannya sebagai seorang muslim hanya
dilekati suatu identitas, tetapi hakikatnya kosong.34 Seperti tidak
melaksanakan shalat, padahal shalat itu adalah suatu sarana ibadah yang
dapat mendekatkan seorang hamba dengan penciptanya, karena didalam
30
Muhammad ‘Alī Al-Ṣabūnī, Rawāiḥul Bayān: Tafsir Ayat Ahkam min al-
Qur’ān, 396.
31
Muhammad Galīb M, Fasik: Makna dan Cakupannya (Makassar: Alauddin
Press, 2012), 209-211.
32
Muslīm A. Kadir, Ilmu Islam Terapan: Menggaga Paradigma Amali dalam
Agama Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 3.
33
Untuk menjadi Muslīm sejati ada tiga pokok yang dilaksanakan, yaitu iman,
tindakan yang sesuai dengan iman, dan perwujudan hubungan dengan Allah yang
diwujudkan ke dalam bentuk tindakan dan ketaatan atau amal. Amal merupakan
perwujudan aktualitas diri sebagai hamba Allah Seperti Shalat, puasa, zakat dan haji yang
dengan mentaatinya dalam bentuk pengamalannya, maka manusia menjadi seorang
Muslīm sejati. Lihat Khurshid Ahmad, dkk., Islam and Sharia: The Essentials, Basic
Principles and Charachteristics, Worship in Islam, The Way of God, and The Way of
Justice, terj. A. Nashir Budiman dan Mujibah Utami, Prinsip-prinsip Pokok Islam
(Jakarta: PT Rajawali, 1989), 4-5.
34
Muhammad Al-Ghazālī, Humumu Da’iah, terj. Muhammad Jamaluddin, Islam
yang Diterlantarkan: Keprihatinan Seorang Juru Dakwah (Bandung: Karisma, 1994), h.
128.
83

shalat seseorang seakan sedang berkomunikasi. Perbuatan meninggalkan


perkara ini dapat termasuk dalam kategori fasik, karena salah satu sifat
yang menjadi ciri khas kefasikan ialah melanggar perjanjian dengan Allah
setelah diteguhkan, yakni perjanjian menyembah kepadannya.
Contoh konkrit yang dapat diperhatikan dalam konteks muslim di
Indonesia yakni dengan munculnya istilah Islam KTP, Islam nominal,35

2. Etika Dalam Berkomunikasi

Komunikasi adalah suatu yang urgen dalam kehidupan manusia. Oleh


karena itu, kedudukan komunikasi dalam Islam mendapat tekanan yang
cukup kuat bagi manusia sebagai anggota masyarakat dan sebagai
makhluk Tuhan. Serta komunikasi adalah proses dalam memperoleh
pengetahuan dan mengenali benda-benda di sekitar kita.36
Didalam islam diajarkan untuk senantiasa mengikuti segala apa yang
Allah dan Rasul-Nya perintahkan dan menjauhi segala yang dilarang,
karena pada dasarnya suatu hukum, ketentuan dan apa-apa yang diatur
didalam agama merupakan suatu informasi bagi umat manusia agar
mereka mengikuti tata tertib yang sudah diatur didalam agama. A. Muis
dalam bukunya Komunikasi Islam, telah memberikan uraian yang baik
mengenai perbedaan antara komunikasi Islami dengan komunikasi umum.
Yakni:
“Ihwal, yang membedakan komunikasi Islam (islami) dengan teori
komunikasi umum adalah latar belakang filosofinya (Al-Qur’ān dan
Hadis Rasulullah) dan aspek etika yang juga didasarkan pada landasan
filosofi

35
Islam nominal merupakan sebutan bagi himpunan orang yang menyatakan
dirinya Muslīm yang mayoritas secara kuantitatif, tetapi minoritas secara kualitatif.
Seperti mereka yang termasuk abangan dan priyayi. Lihat Jalaluddin Rakhmat, “Islam di
Indonesia: Masalah Defenisi, “ dalam M. Amien Rais, ed., Islam di Indonesia: Suatu
Ikhtiar Mengaca Diri (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1996), 42.
36
Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), 1-
4.
84

tersebut. Komunikasi umum (non-Islamm, non-Religius) memang


mementingkan pula etika, tetapi sanksi atas pelanggaran komunikator
terhadap etika berkomunikasi hanya berlaku di dunia. Sedangkan, sanksi
atas pelanggaran terhadap etika berkomunikasi Islam berlaku sampai
akhirat.”37
Jadi dengan demikian, komunikasi Islam didasarkan atas ideologi atau
ajaran Islam itu sendiri yang dimana merujuk kepada Al-Qur’ān dan
Hadis. Melalui prinsip inilah, seorang Muslim beretika dalam melakukan
proses komunikasi tidak semata-mata memperhatikan aspek keduniaan
saja seperti keuntungan materi, namun juga memperhatikan aspek yang
lebih luhur, yaitu dimensi ukhrawi (akhirat). Sebab seorang Muslim
memiliki keyakinan bahwa apa yang dilalui melalui proses komunikasi
memberikan implikasi kepada kehidupan diahirat nanti. Maka komunikasi
yang dijalani dan dilandasi dengan etika religious.

Setidaknya ada empat prinsip komunikasi yang akan dijelaskan berikut:

a. Jujur

Berperilaku jujur dalam segala tindakan secara umum adalah


sebuah perintah dari Allah SWT, dimana hal tersebut termaktub
didalam Q.S al-Baqarah ayat 83 mengenai kejujuran dalam ucapan
itu sendiri:

ٗ
‫و ُقوُ لوْ ا ِلل َّناس حس نا‬

“Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia (Q.S Al-


Baqarah/ 2: 83).
Wahbah Zuhailî didalam menafsirkan kata husnâ pada ayat itu dengan
penuturan yang tidak mengandung unsur dosa dan keburukan, tetapi
37
A. Muiz, Komunikasi Islami, Cet. I (Bandung: Rosakarya, 2001), 41.
85

mengandung unsur amar ma’ruf nahi munkar, serta disampaikan dengan


baik dan lembut.38 Dan penegasan Rasul Saw mengenai keharusan
berkomunikasi dengan jujur tercantum dalam sabdanya:

“Kamu harus selalu bersifat jujur, maka sesungguhnya kejujuran


menunjukan kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu membawa
kesurga. Jika seseorang senantiasa bersifat jujur dan menjaga kejujuran,
ia ditulis di sisi Allah Swt sebagai seorang yang jujur. (HR Bukhari dan
Muslim dari ‘Abdullah bin Mas’ud).39

Selanjutnya didalam kitab at-Taisir bi syarh al-Jami’ as-Shagir , al-


Munawi menjelaskan alaikum bi shidqi pada hadis diatas dengan ucapan
yang jujur.40 Dengan demikian ayat dan hadis diatas menegaskan penting
dan perlunya kejujuran didalam berkomunikasi serta menyampaikan
informasi. Prinsip kejujuran ini mengharuskan setiap informasi yang
disampaikan kepada orang lain benar-benar berupa fakta kebenaran, bukan
informasi yang berupa kebohongan.

b. Adil

Yang dimaksud adil disini adalah tidak timpang atau berat


sebelah dalam hal berkomunikasi dan menyampaikan informasi
sehingga menguntungkan satu pihak-pihak tertentu dan
merugikan pihak-pihak lain. Islam sendiri menjunjung tinggi
keseimbangan dalam berkomunikasi, Allah Sst memerintahkan
agar berbuat adil dalam semua tindakan, terlebih khusus
mengenai berbicara secara adil:

38
Wahbah al-Zuhailī, al-Tafsir al-Munīr fī al-‘Aqīdah wa Syar’iyyah wa al-
Manhāj, jilid 1 (Bairūt: Dārul Fikr al-Mu’āsir, 1418 H), 209.
39
Muslīm, Ṣahīh Muslīm, Kitab as-Silah wal Adab, bab Qabbul Kizb, no. 6805.
40
Al-Munāwi, al-Taisīr bi Syarh al-Jamī’ al-Ṣagir, jilid 2 (Riyād: Maktabah al-
Imām al-Syāfi’Ῑ, 1408 H), 276.
86

َ َ ْ ُ َ
‫ى‬lۖٓ ‫َ ِوإ ذا ُ ت فٱع ِد لو ا كا ن ق ۡرب‬
‫ذا‬ َ ‫ۡم‬
‫َو ل ۡو‬
‫ق‬
ۡ
‫ل‬
Meskipun kontek ayat ini mengenai proses keadilan, sebagaimana
diungkapkan didalam al-Lubab fi ‘Ulūmul Qur’an juga mencangkup
semua bentuk komunikasi yang bersifat verbal (lisan). 41 Penjelasan Ibnu
‘Asyur mengenai kata Adil pada ayat ini adalah ucapan yang tidak adanya
unsur perampasan terhadap hak-hak orang lain.42
Dan dikemukakan kembali mengenai ayat ini, bahwasannya Allah
SWT memerintahkan bertuturkata atau menyampaikan informasi secara
adil dengan redaksi amr (perintah) bukan dengan redaksi nahi (larangan)
bertutur kata secara dzalim. Karena Allah Swt menyenangi seseorang
mengungkapkan ucapan kebenaran. Perintah berbicara secara adil adalah
perintah untuk mengemukakannya dan larangan untuk
menyembunyikannya kecuali karena suatu alasan-alasan tertentu. 43

Begitu pentingnya berlaku adil dalam setiap tindakan, khusunya dalam


hal berkomunikasi dan menyampaikan informasi, Rasulullah Saw
memberikan apresiasi kepada siapa saja yang melakukannya beliau
bersabda:

“Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil menurut pandangan


Allah, akan ditempatkan diatas mimbar dari cahaya sisi kanan Tuhan
Yang Maha Pengasih. Mereka itulah orang-orang yang berlaku adil
dalam keputusannya, dikeluargannya dan pada apa-apa yang mereka

41
Ibnū ‘Adīl, al-Lubāb fī ‘Ulūmī al-Qur’ān, jilid 8 (Bairūt: Dārul Kutub Al-
Ilmiyyah, 1998), 511.
42
Tahīr Ibnū ‘Asyur, al-Tahrīr wa al-Tanwīr, jilid 8 (Tunisia: Dārul Ṣanūn lī al-
Nasyr wa al-Tawzī, 1997), 166.
43
Tahīr Ibnū ‘Asyūr, at-Tahrīr wa al-Tanwīr , 166.
87

pimpin (mereka tidak bergeser dari keadilan) (HR Muslim dari


‘Abdullah bin ‘Amr).44

c. Menjauhi sifat menjunjing, mengejek dan mengolok-olok

Lisan adalah sebuah perantara untuk menyampaian suatu


informasi, lisan pun selalu menjadi pangkal utama yang dapat
membuat orang lain tersakiti dan terdzalimi dan juga lisan dapat
menjadi sebuah perhiasan serta mutiara yang sangat berharga.

Oleh karenanya, salah satu komunikasi lisan yang baik dalam


menyampaikan informasi dan argumentasi adalah menghindari
kata-kata yang mengandung makian, cercaan dan kata-kata yang
menyakitkan.45 Baginda Nabi Saw menjelaskan dalam hadisnya
yang artinya: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau diam saja. (HR.
Muslim dari Abu Hurairah).46

Maka dari itu argument imam an-Nawawi mengenai hadis


tersebut ialah yang dimaksud dengan “hendaklah berkata baik
atau diam”, yang dimaksudkan ialah jika seseorang hendak
menyampaikan suatu informasi maka diharuskan untuk
menganalisis terlebih dahulu apa yang hendak ia utarakan. Apabila
dari informasi yang ia sampaikan itu berdampak kebaikan dan
akan mendatangkan pahala maka katakanlah, dan jika sebaliknya
jika informasi yang ia sampaikan itu menyangkut hal buruk, aib
dan lain-lain yang merugikan suatu pihak maka lebih baik ia diam

44
Muslīm, Ṣahīh Muslīm Kitābu al-‘Imārah, bab fadīlatu al- Imām al-‘Adīl, no.
4825. 45
Wahbah az-Zuhaili, al-Tafsir al-Munīs fī al-‘Aqidah wa Syar’iyyah wa al-
Manhāj, Jilid. 15, 99.
46
Shahīh Muslīm, Kitabul iman, bab al-Hās ‘al al- ikrāmi al-ḍa’īf. No. 183.
88

dan menahan perkataanya, karena itu merupakan prilaku yang


baik.47

Itulah alasannya seseorang harus menjaga baik-baik lisannya,


agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan. Itulah alasan sehingga
Abdullah ibnu Mas’ud berkata: “Demi Allah yang tidak ada tuhan
selain dia, tidak ada sesuatu yang lebih membutuhkan penjara
dari pada lisan”.48

Siapa orang yang mampu menjaga lisan dengan baik dan


menggunakannya dengan tepat, niscaya meningkat martabatnya.49
Sabda Nabi Muhammas SAW dalam hal menjaga lisan:
َ َ َ َّ َ َّ ُ ْ ُ ُ َ َ َّ
‫ح د ث نا أ‬ ‫قا‬ ‫ث‬ ‫د‬ ‫ح‬ ‫ق‬ ‫س ِعي د ْب ن س ِعي ٍد ا ل‬ ‫ح د ث نا‬
َ َ َ َ
‫ُبو ُب ْر د ة‬ ‫ل‬
‫ ُّي قال نا أ ِبي‬S‫َر ِش‬ ‫َيح َيى ْب ِن‬
ُ ْ َ ُ َ ْ َ َ ُ
‫ع ن ه ق ال‬ َُّ ‫ى ر‬S ‫س‬
َ ‫أ‬ ‫ُ ب ْر د ة ع ن أ ِبي ب‬ ‫ب ن ع ْب‬
ُ َ
‫ق ا ل وا‬ ‫ َي مو‬S ‫ْر َد َة َِّلال ْب ِن أ بي بي ِض‬ ‫ِد‬
‫لال‬ ْ ِ ِ
‫عن‬
ْ َ
‫أ ي ا ِۡل ْس ضل ْ س ِل ِ ل ْ ن ِ ن وَ ي ِد ِه‬ ‫يا ر ُسو َل‬
َ ُ
‫ِه‬
‫ِل‬ ‫ن‬ ‫قال ن َم ا مو‬ ْ َ َ
‫َِل م أ ف‬ ‫َِّلال‬
‫سا‬ ‫س‬ ُ
‫م‬
‫َل‬ ‫م‬
“Telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Yahya bin
Sa’id Al Qurasyi dia berkata, Telah menceritakan kepada
kami bapakku berkata, bahwa Telah menceritakan kepada
kami Abu Burdah bin Abdullah bin Abu Burdah dari Abu
Burdah dari Abu Musa berkata: ‘Wahai Rasulullah, Islam
manakah yang paling utama?” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab: “Siapa yang Kaum Muslimin
selamat dari lisan dan tangannya”.”
Sayyidina Ibnu Abi Muthi pun berkata dalam sya’ir nya: “Lisan
sesorang ibarat singa dalam kandang, jika lepas pasti menerkam.
Jagalah mulutmu dari ucapan kotor dan kendalikanlah, niscaya
kendali itu akan menjadi dinding dari segala perkataan”.50
47
Yaḥyā bin Syarāf al-Nawāwī, Syarh al-Nawāwī ‘alā Ṣahīh Muslīm, jilid 2
(Bairūt: Dār al-Iḥyā al-Ṭurās, 1392 H), 19.
48
Al-Ghazālī, Mutiara Ihyā ‘Ulūmuddīn, Cet. I, terj. Irwan Kurniawan
(Bandung: Mizan, 1997), 235.
49
Nurul Mubin, Misteri Lidah Manusia, (Yogyakarta : Sabil, 2012), 65
50
Imam al-Ghazali, Wasiat imam al-Ghazali; Minhajul ‘Abidin (Jakarta: Darul
Ulum Press, 1986), 140-142.
89

Maka dari itu hendaknya kita menjaga lisan agar terhindar dari
bahaya, yaitu dengan menjaga tutur kata yang baik serta
menghindari dari pada membicarakan kekurangan orang lain
(ghibah).51

3. Tabayyun dalam menerima suatu berita

Umat islam dianjurkan agar mengklarifikasi ketika menerima suatu


informasi yang mana hal tersebut sudah diatur didalam al-Qur’ān. Al-
Qur’ān mengharuskan pemeluknya agar bertabayyun dalam menerima
suatu informasi yang masih belum jelas. Sebagaimana disebutkan dalam
QS. Al-Ḥujurāt ayat 6:
‫ح‬ ُ ‫ه‬lَ ‫فا َ ن َّ ي ُن أن صي ۡ و بج‬ َ ُ َ َّ َ ُّ َ
‫ء‬ ‫ي أ ي ها ٱ ل ِذين ءا م ن‬
ْ ِ ْ ُ
‫ت ب وا‬ َ َُۢ ‫ت بو ا‬ ْ ‫ۡ ِسق‬ ُ
‫ما ل ٖة‬ ‫َ ب ٖ إ وا ف‬ ‫وْ ا إن ك م‬
‫ق‬ َ ‫ب َت‬
‫ف ص‬ ‫ب‬ ‫جا‬

َ lَ ُ ۡ َ
٦ ‫ى ما ف َع ل ت ۡم ن ِد ِمي ن‬l ‫ع ل‬

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang


Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar
kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu.”
Ayat tersebut menjadi tolak ukur dan ajakan kepada pemeluknya agar
senantiasa berhati-hati dalam hal menerima suatu informasi yang samar
atau yang belum jelas akan kebenarannya apalagi yang datang dari orang
fasik.52 Sebagian ulama mempergunakan ayat ini untuk dijadikan sebagai
dalil bahwa orang yang fasik dapat menjadi saksi, akan tetapi dianjurkan
untuk menyelidiki berita atau informasi yang ia sampaikan. Namun
kebanyakan dari para ulama menolak dan menentang hal tersebut.
51
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al Quran ( Jakarta:
Amzah, 2007), 71.
52
‘Aiḍ Al-Qarnī, Tafsir Al-Muyassār (Jakarta: Qisthi Press, 2008), 153.
90

Golongan dari hanafiyah menerima kesaksian orang fasik hanya dalam hal
pernikahan.53

Itulah sebabnya ayat tersebut menekankan kata tabayyun agar kita


memiliki sikap kritis akan suatu informasi yang datangnya dari orang fasik
sebab berita yang dibawa oleh mereka itu adalah sebuah informasi berita
yang meragukan yang harus kita teliti supaya kita tidak menimpakan hal
yang buruk kepada orang lain yang akan membuat kita menyesali atas apa
yang kita lakukan tersebut. Kemudian Allah Swt memerintahkan umat
manusia agar bertabayyun terdapat didalam QS. Al-Hujurāt ayat ke 6 dan
QS. An-Nisā ayat ke 94 yang berbunyi:
َ l َ ۡ َ ۡ َ ْ ُ ُ َ َ ۡ ُ َۡ ُ َ َّ َ ُّ َ
‫ ى ِإ ل‬l‫ت قو لو ا ِ َل ن أ ل ق‬ ‫ي أ ي ها ٱ ل ِذين ءا م ن ض رب ت م ِفي َِّلل ف ت‬
َ َ ُ ْ ُ َ ْ
‫ۡي ك ُم ٱلس ل َم وَل‬ ‫س ِبي ِل ٱ َب َّي نو ا‬ ‫و ا ِإ ذا‬
lَ َ َ َ ۡ َ ۡ َ ٗ ۡ
‫ك كن ِ م ن‬ ‫غا ر‬ ‫لست م ؤ ِم نا ت ب ت ع ض ٱ ل ح َي َ د ٱ‬
ۡ
‫ُتم ق بل‬ ۚٞ ۡ َ ُ
‫ِ ن ُم ة ذ‬ ‫و ِة ٱل ُّد ن َيا َِّلل ف‬l ‫غو ن َر‬
ۚ
‫م ِثي ِل‬ ‫ِعن‬
‫ك ك‬
ُ
‫ف َم َّن ُ َّ ك ُ ن وْا إ َ َّ كا َن ب َما َت ۡع خ ِبي ٗرا‬
ِ ِ
ۡ
َ ُ َ ‫َ ل‬ َّ ‫ٱ ل م ع‬
‫م لو ن‬ ‫نٱفت‬
‫ي‬ ۡ ‫َل‬
‫َ َّ ل‬ ‫ل‬
‫بي‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang)
di jalan Allah, Maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan
kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu: "Kamu
bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan
maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi
Allah ada harta yang banyak. begitu jugalah Keadaan kamu
dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu,
Maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan.”
Dimasa baginda Nabi Saw, merupakan masa dimana merupakan hal
yang begitu mudah dalam membedakan atau menyeleksi orang fasik
dengan yang tidak fasik dikarenakan bahwa shahabat dan orang yang
mengikuti Nabi dengan sungguh-sungguh bukanlah orang yang fasik dan
tidak pula mereka memiliki sifat yang munafik, berbeda hal nya dengan
orang yang membangkang dan tidak mengikuti Nabi dengan baik seperti
53
Teungku Muhammad Hasbi Aṣ-Ṣiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), 3915.
91

hal nya orang yang fasik sangat mudah dideteksi. Akan tetapi lain
ceritanya dizaman modern saat ini dalam hal membedakan orang fasik dan
yang bukan merupakan suatu hal yang sulit dikarenakan maindset orang
saat ini ialah siapa yang patut dipercaya dan mereka beranggapan bahwa
yang dapat dipercaya adalah orang yang ternama, yang bergelar dan
memiliki posisi penting didalam kehidupan masyarakat.
Pada ayat ini kiranya perlu di pahami dan diambil Mafhum mukhalafah
nya agar tidak terjadinya ketidak sesuaian atau salah tafsir. Mafhum al-
Wasfi yakni menetapkan hukum dalam bunyi manṭuq54 suatu nash yang
dibatasi dengan sifat yang terdapat didalam lafaż, kemudian jika sifat
tersebut hilang maka terjadilah kebalikan dari hukum tersebut. Semisal
pada ayat diatas, ayat tersebut mengatakan bahwa perlunya tabayyun dari
kalam orang yang fasik yang jika diambil Mafhum mukhalafahnya
memberikan pengertian bahwa kalam orang yang tidak fasik dalam hal ini
kalam orang ‘Alim tidak wajib di tabayyun beritanya. Hal Ini
menandakan bahwa kalam orang ‘Alim atau orang yang adil wajib
diterima, semisal dalam keterangan keadaan, firman Allah Swt QS. Al-
Maidah ayat ke 95:
ُ َ َ
‫م و َمن ق ت ل ۥه‬ٞ
ۚ ُ‫ي َأ ُّي َها ٱ َّل ِذي َن ءا َم ُنوْ ا ََل َت ۡق ُت ُلوْ ا ٱلص ۡي َد وَ أن ُت ۡم ح ر‬
ۡ َ ٗ َ ُ
‫ء ِم ثل ما‬ٞ ‫فج زا‬ ‫من كم م ت َع ˛ِم دا‬
َّ َ َ
‫ق تل م ن ٱل ن َع ِم‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
membunuh hewan buruan,55 ketika kamu sedang ihram (haji
atau umrah). Barang siapa diantara kamu membunuhnya
54
Mantuq secara bahasa adalah berucap asal kata naṭaqa, yang maksudnya ialah
makna yang dikandung oleh kata yang terucapkan. Al-Qaṭṭan menjelaskan manṭuq ialah
suatu makna yang ditunjukan oleh lafaż menurut ucapannya, yaitu pentunjuk dari makna
berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapkan. Lihat Ahmad Atabik, Peranan manṭuq
dan mafhum dalam menetapkan hukum dari al-Qur’ān dan sunnah (Agustus 2016): 99.
55
Hewan buruan laut yang diperoleh dengan jalan usaha seperti mengail,
memukat dan sebagainya. Termasuk juga dalam pengertian laut di sini ialah sungai,
danau, kolam dan sebagainya.
92

dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti hewan ternak


yang sepadan dengan buruan yang dibunuhnya… (QS. Al-
Maidah: 95).

Pada ayat tersebut jika diambil Mafhum mukhalafahnya maka tiada


hukuman dan denda bagi orang yang membunuh tanpa disengaja.56
Maka dari itu dari kandungan QS. Al-Hujurāt ayat ke 6, diatas
menegaskan kepada kita sekaligus sebagai rambu-rambu agar kita dalam
hal berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain hendaklah senantiasa
bertabayyun atau meneliti kembali suatu suatu informasi berita yang kita
terima dan yang akan kita sampaikan kepada orang lain, jangan-jangan
informasi berita yang kita dapat berasal dari orang yang fasik yang mana
tujuan mereka adalah ingin merusak,menyesatkan dan membuat khawatir
umat islam terhadap problematika saat ini seperti halnya dalam peristiwa
Covid-19 banyak sekali informasi yang beredar yang isinya hanya
membuat resah orang lain khususnya umat muslim. Maka dari itulah
sudah sepatutnya kita sebagai seorang muslim yang baik hendaknya
meneliti ulang berita yang kita dapat yang mana berita tersebut masih
samar dan hal ini pula merupakan sebuah antisipasi dan untuk
meminimalisir tersebarnya berita bohong yang sudah banyak meresahkan
umat manusia yang menyebabkan permusuhan dll.57
Maka dari itu menjadi suatu kewajiban meneliti kebenaran berita yang
didengar, apalagi bila dampak nya buruk terhadap seseorang atau
masyarakat. Selidikilah jika berita itu penting, dan jika tidak penting maka

56
Ahmad Atabik, Peranan manṭuq dan mafhum dalam menetapkan hukum dari
al-Qur’ān dan sunnah, 111-112.
57
Aidh Al-Qarni, Tafsir Al-Muyassar, 153.
93

hiraukanlah, karena menyelidikinya hanya akan menghabiskan waktu dan


energi. 58

Seperti halnya yang terjadi belakangan ini mengenai beredarnya berita


mengenai isu Covid-19 yang sampai didaerah penulis yaitu di Cibinong.
Berita begitu cepat tersebar saat salah seorang yang melihat ambulance di
RSUD Cibinong sedang menurunkan pasien yang diduga itu adalah pasien
Covid-19 dan kemudian orang tersebut segera memontretnya dan
mengekpose nya di sosial media yang menyebabkan kepanikan dan
keresahan khusus nya didaerah penulis. Al hasil setelah penulis crosscek
info tersebut dengan bertanya kepada saudara yang kebetulan bekerja di
RSUD Cibinong menyatakan bahwa itu merupakan reka adegan atau
pembelajaran bagaimana mengatasi saat ada nya pasien yang
teridentifikasi Covid-19. Disitu kemudian penulis membantu
mengklarifikasi melalui komentar di media-media. Itulah mengapa
pentingnya bertabayyun dengan bertanya langsung kepada si pembuat
berita.

Berikut adalah potret dari penyebar berita:

58
M. Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan dan Pelajaran Dari Surah-
surah al-Qur’an (Ciputat: Lentera Hati, 2012), 10.
94

Kemudian mengambil sikap berhusnudzan terhadap berita bohong


seperti yang diperintahkan oleh Allah dalam QS. Al-Nūr ayat ke 12:

‫ِأَ نفُ ِ س ِه ۡم‬H H ‫ُو َ ن َ وٱ ۡل ُم ۡؤ ِم َٰن ُ ت ب‬H H‫َ ظ َّ ن ٱ ۡل ُم ۡؤ ِمن‬ ‫ وُه‬H‫َّل ۡو َ َٓل ِإ ۡذ َ س ِم ۡعتُ ُم‬
‫ن‬ٞ ‫ك ُّ مِبي‬ٞ ‫َخ ۡي ارا َ وَ قاُلواْ َٰ َه َذآ ِإ ۡف‬

“Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohon itu orang-orang


mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri
mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu
berita bohong yang nyata."
Agar terhindar nya kita dari dosa berburuk sangka terhadap suatu berita
yang masih belum jelas akan kedudukannya.
4. Memperluas Wawasan dan Pengetahuan

Solusi lain untuk menanggulangi dan mencegah berita bohong yakni


adalah dengan memperluas wawasan atau Ilmu. Karena dengan banyaknya
pengetahuan secara mendalam, maka kita akan terhidar dari tipu daya
orang-orang fasik. Memperluas wawasan dapat dilakukan bukan dengan
hanya membaca buku, atau melihat berita. Akan tetapi bisa juga
95

dibiasakan dengan melakukan kegiatan diskusi atau betukar argumentasi,


fikiran dll dalam hal menguak sebuah persoalan tertentu dengan
berlandaskan pengetahuan yang faktual.
Karena umumnya di Indonesia ini sangat rentan terjadi nya penyebaran
berita bohong, menurut Deddy Mulyana yang merupakan Guru besar ilmu
komunikasi Universitas Padjajaran Bandung menyatakan setidaknya, ada
tiga faktor mengapa masyarakat di Indonesia sangat mudah sekali
dipengaruhi oleh berbagai konten yang mengandung unsur hoax yaitu: 59
Pertama, Minat baca masyarakat cendeung masih sangat kurang.
Kedua, tidak memeriksa akan kebenaran dan keaslian dari konten berita
tersebut. Hal ini memberikan perubahan berbagai pandangan masyarakat
Indonesia terhadap fenomena yang sedang marak dibicarakan. Ketiga,
terlalu cepat dalam menyimpulkan suatu peristiwa yang terjadi. Hal
tersebut disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan wawasan atas
sebab dan akibat ketika hal tersebut terjadi, dan kurangnya niat dalam
mencari tahu hal yang lebih jelas.

5. Al-Qur’ān Mengecam Keras Penyebaran Berita Bohong

Allah Swt disini mengancam kepada siapa orang yang ikut andil atau
mengambil bagian dalam hal penyebaran berita bohong tersebut baik ia
lakukan secara sadar atau pun tidak sadar dalam penyebarannya hal
tersebut dibahas dalam QS. An-Nūr ayat ke 14-15 yang berbunyi:

59
Rudi, A, “Kenapa "Hoax" Mudah Tersebar di Indonesia?, 2017,” Diakses, 03
Maret, 2020,
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/02/08/21160841/kenapa.hoax.mudah.tersebar
.di.indonesia. /2017/ 03-Hoax
96
‫ع‬
َ َ َ
‫َ و ل ۡوَل ف ضل ِ ُ ك ۡم ح َم ُت ُ ۥه ِفي ٱل ُّد ۡن َ ُ ك ۡم ِفي َ ۡ م ِ ه ذاب‬
‫َيا وٱ ۡ ۡل خ َر ة َل م ا س ف ض في‬ ‫ٱ لل و َر ع‬
ِ ِ
ُ َ
‫ت‬ ‫ل ۡي‬
‫أ‬
َ ُ ۡ َ َ ُ َ َّ َ ۡ
‫ و ت س‬ٞ ‫و ت ف َوا ِه ل ۡي ل كم ِ ۦه‬ ‫ ِإ ذ ت ل ق ۡو ن ۥه ب أ‬٤١ ‫عظي ٌم‬
َ َ ُ َ ُ ُ َ ۡ
‫ل ِس ن ِت ك ۡم ُقو لو ن كم ب أ ما س ب م ح ُبو ن‬
ُ
‫ه‬ ‫ع‬
ۡ
‫ل‬
َ ُ ٗ
‫ه ِ˛ي نا و ه َو عن د ٱ َِّلل‬
٥١ ‫م‬ٞ ‫عظي‬
“ Dan seandainya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya
kepadamu di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab
yang besar, disebabkan oleh pembicaraan kamu tentang hal itu
(berita bohong itu). “ (ingatlah) ketika kamu menerima (berita
bohong) itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan
mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit pun, dan kamu
menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal
besar.” (QS. An-Nūr 14-15).

Pada ayat diatas Allah Swt mengecam keras kepada orang-orang


yang menyebar berita bohong dan yang ikut andil dalam penyebaran
tersebut dengan tidak akan diberikannya kepada mereka karunia serta
rahmat Allah Swt. Jika mereka ikut serta dalam penyebaran tersebut
maka hendaklah mereka cepat-cepat bertaubat atas apa yang telah
mereka perbuat karena Allah Swt maha penerima taubat dan maha
pengampun bagi hambanya yang hendak bertaubat. Dan jika mereka
tidak segera bertaubat tunggulah azab Allah yang amat pedih karena
belum tentu hal yang kita anggap remeh atau ringan itu adalah hal yang
remeh atau ringan juga dihadapan Allah, begitu juga sebaliknya belum
tentu hal yang kita anggap besar atau penting itu adalah hal yang besar
atau penting juga dihadapan Allah.
Dari penjelasan diatas dini Allah Swt sangat membenci dan
mengecam keras terhadap orang-orang yang menyebarkan informasi
berita bohong serta orang-orang yang ikut andil dalam penyebaran
tersebut. Maka dari itulah kita sebagai seorang muslim hendaknya
memiliki sikap ketelitian dan kehati-hatian dalam hal menerima dan
menyampaikan suatu informasi berita kepada orang lain. Oleh
karenanya umat islam dituntut untuk menyampaikan sebuah kebenaran
97

walau itu sangatlah pahit dalam maqola dikatakan: “Kulil haq walau
kāna murran”. Serta sebagai muslim kita diharapkan dapat
mengestapetkan informasi berita dengan sebenar-benarnya sebagai
sebuah wujud dari pada keimanan dan ketaatan terhadap agama
Islam,60 seperti halnya yang dicita-citakan Islam. 61 Dengan demikian,
Islam mengajarkan kepada kita agar menyampaikan suatu informasi
berita dengan kebenaran dan sesuai aturan.62
Maka dari sini pula lah khususnya bagi orang-orang mukmin agar
senantiasa memperhatikan suatu informasi yang akan disampaikan
kepada orang lain dan menjadikan rem agar tidak berbuat seperti
demikian.

6. Peran Hoax Analyzer dan Implikasinya

Pada dasarnya, keberadaan media sosial merupakan salah satu dari


cipta karsa dari keinginan manusia untuk bersosialisasi dan
berinteraksi. Dengan kata lain media sosial adalah sarana untuk
mempermudah suatu komunikasi.63
Seperti yang telah diberitakan bahwa mahasiswa ITB membuat
sebuah penemuan guna membantu memberantas berita-berita bohong
khususnya di social media, dikarenakan belakangan ini semakin
maraknya penyebaran berita bohong tersebut. Akan tetapi disinilah
keunggulan yang dimiliki situs HOAX Analyzer, meski situs ini
terbilang sederhana akan tetapi situs ini memiliki mekanisme
tersembunyi yang bernama machine learning dan kecerdasan buatan

60
Zahrah, Al-Da’wah lla al- Islam. Amrullah Ahmad: Dakwah Dan Perubahan
Sosial (Yogyakarta: LP3Y, 1984), 7.
61
Mahna, al-Tarbiyah Fī al-Islam, 49.
62
Al-Razī, Mukhtaral-Sihah, 647.
63
Media Keilmuan dan Keislaman, hadis dan hoax (Ciputat: Darus-Sunnah,
2017), 22.
98

sehingga membuat situs ini sangat menjanjikan. Mekanisme situs ini


ialah ketika digunakan untuk pemeriksaan konten berita, maka
kecerdasan buatan yang telah ditanamkan didalam situs ini akan
mendeteksi berbagai pola dari mulai kata kunci, tagar, hingga situs-
situs yang terkait dengan objek yang kita cari tersebut. Yang kemudian
hoax analyzer akan menganalisis dan mempelajari kata kuci dan pola
tagar yang sering muncul dari berbagai situs yang nantinya akan di bagi
kepada beberapa kategori dan juga mengambil beberapa referensi dari
Wikipedia atau sumber lain sebagai perbandingan dengan konten yang
dicari. Dan dari sini keluarlah hasil analisis, dari analisis tersebut
kemudian digabung dengan klarifikasi yang telah dilakukan yang
nantinya akan muncul persentase terhadap tingkatan koten hoax
tersebut. Dengan semakin sering situs hoax analyzer digunakan, maka
akan semakin efektif juga tingkat akurasinya dan akan semakin efisien
dalam memastikan apakah konten berita itu hoax atau tidak. Situs ini
diberikan penerapan dan pembelajaran dengan menggunakan beberapa
layanan Microsoft seperti hal nya Azure Congnitive Service dan juga
mesin penelusuran Bing. Azure Congnitive Service pada hoax analyzer
memungkinkan penerapan pembelajaran pada mesin, yang nantinya
mesin akan semakin meningkat seiring dipergunakannya oleh banyak
orang. “Namun tetap harus ada manusia yang mengawasi
perkembangannya,” Feryandi Nurdiyantoro mengatakan bahwa
pengawasan oleh manusia tetap harus dilakukan demi memastikan
ketepatan pemeriksaan sesuai pada jalurnya, dan ujar nya bahwa hoax
analyzer tidak hanya bisa mengidentifikasi dalam bentuk tulisan saja
bahkan bisa dalam bentuk gambar atau tautan secara langsung, akan
tetapi untuk tautan tidak bisa ditelusuri seluruhnya “Tergantung
situsnya, ada beberapa halaman yang tidak memungkinkan kita untuk
99

mengambil teks yang ada”. Lajut ujarnya bahwa hoax analyzer tidak
hanya mengandalkan kecerdasan buatan akan tetapi hoax analyzer pun
mendapatkan kontribusi dari para pengguna dalam menentukan
referensi, dan sampai saat ini hoax analyzer masih dalam tahap
pengembangan. Kritikan, masukan dll masih sangat diharapkan dari
para pengguna dan siapapun bisa memberikan kontribusinya.64
Jika dibandingkan dengan konteks Al-Qur’ān situs hoax analyzer
tersebut ada beberapa point yang sejalan dengan yang diajarkan Al-
Qur’ān, diantarannya bertabayyun dengan melakukan riset konfirmasi
terhadap situs-situs informasi. Mengidentifikasi pemilik situs atau blog,
dan memperhatikan apakah informasi tersebut mengandung makian,
cacian dll, serta dengan mengandalkan hasil referensi dari pada suatu
situs yang ditelusuri oleh para pengguna situs itu yang mana nantinya
akan dengan mudah menganalisis mana berita yang mengandung hoax
dan mana yang tidak.

64
Holy Lovenia, Hoax analyzer, “Inovasi Tim Cimol yang menembus imagine
cup 2017,” Diakses 11 Agustus, 2017, https://www.itb.ac.id/news/read/5485/home/hoax-
analyzer-inovasi-tim-cimol-yang-menembus-imagine-cup-2017/2017/ 08-Hoax
BAB V

A. Kesimpulan

Pengertian berita bohong ialah suatu pesan atau informasi yang tidak
sesuai atau diputar balikan dengan fakta yang disebarluaskan kepada
orang lain dengan tujuan dan maksud tertentu demi kepentingan si
pembawa berita, terdapat kata naba’ (berita besar atau penting) Ifkun
(berita yang diputar balikan) dan khabar (berita biasa atau tidak penting).

Terjadi nya berita bohong tidak hanya terjadi di masa sekarang jauh
dari masa Pra Nabi pun sudah terjadi, seperti hal nya peristiwa siti
Maryam, pada masa Nabi terjadi peristiwa berita bohong yang menimpa
istri beliau yakni sayyidah ‘Aisyah ra, pada masa shahabat pun terjadi
hingga saat ini penyebaran berita bohong masih saja terjadi.

Dari penafsiran yang disampaikan oleh para mufassir bahwasanya al-


Qur’ān memberikan wawasan terhadap sikap yang harus dilakukan ketika
berita yang tidak sesuai atau tidak benar menyebar luas. Yakni dengan
cara bertabayyun seperti yang termaktub didalam QS. Al-Ḥujurāt ayat ke
6, akan tetapi al-Qur’ān pun disini memberikan pengetahuan terhadap kita
tentang etika dalam hal berkomunikasi agar berkurang nya angka
penyebaran berita bohong. Identiknya suatu berita bohong itu tersebar atas
dasar pola pikir si penyebar berita, jika dalam hal ini penyebar berita
merupakan orang yang fasik maka cenderung ia menyebarkan berita yang
tidak sesuai dengan fakta.

Disini pun dijabarkan bagaimana sikap kita terhadap suatu berita yang
sudah tersebar yang menimpa saudara atau kerabat kita, yakni dengan
berhusnudzan bahwa berita tersebut belum tentu benar, dan tidak dengan

100
101

serta merta menyebarkan kembali berita tersebut, itulah sikap yang


diajarkan al-Qur’ān dan dari sinipun dapat meminimalisir angka
penyebaran berita bohong, karena banyak dampak negatif yang timbul dari
penyebaran berita bohong ini, seperti hal nya merugikan satu pihak atau
banyak pihak, membuat orang lain was-was atau khawatir dan masih
banyak lagi.

Penggambaran al-Qur’ān terhadap orang-orang kafir tentang perkataan


bohong mereka, yang mana mereka memutar balikkan argument dan
mencari alasan atas ajakan pada utusan Allah yakni para Nabi dan Rasul,
mereka mendustakan dan memutar balikan mengenai sesembahan mereka,
kemudian kebohongan mereka terhadap Allah Swt, dan kebohongan
mereka terhadap al-Qur’ān, hal itu disebabkan karena tertutup dan
kerasnya hati mereka akibat dari seringnya mereka berkata mengenai
kebohongan, berpaling dan membantah kepada rasul yang menyampaikan
ayat-ayat Allah Swt.

Dari penemuan para mahasiswa mengenai program Hoax Analyzer


ataupun situs-situs yang memberantas mengenai informasi hoax sekiranya
metode yang dipakai atau yang diterapkan banyak kesamaan dari apa yang
di ajarkan di dalam al-Qur’ān, dari mencari info lebih lanjut mengenai
pemberi informasi, mengidentifikasi konten berita, mengidentifikasi
gambar dari suatu berita apakah ada editan atau kesengajaan yang dibuat
oleh si penyebar berita dan masih banyak lagi. Dan sekirannya masyarakat
perlu tau dan mengikuti forum-forum pemberantas berita hoax sebagai
acuan sekiranya mendapat berita bisa langsung didiskusikan atau
ditelusuri apa berita itu benar adanya atau hanya hoax semata.

Tujuan dari kita mempelajari dan tau bagaimana sikap al-Qur’ān


terhadap berita bohong yakni supaya kita mengikuti langkah tersebut agar
102

dalam hal menerima dan menyampaikan informasi kita tetap berpegang


teguh dari apa yang sudah dikatakan didalam al-Qur’ān.

B. Saran-saran

Peradaban manusia akan terus berubah dan berkembang, oleh karena

itu menurut penulis penelitian terhadap penaggulangan al-qur’ān

terhadap berita bohong ini haruslah terus dilakukan guna menciptakan

kemaslahatan di muka bumi. Dan penulis menyadari bahwa pembahasan tentang

penaggulangan al-qur’ān terhadap berita bohong di sini masih sangat banyak

kekurangan yang harus dibenahi baik dari sistem penulisan, pembahasan maupun

berbagai referensi yang penulis gunakan. Maka kritik dan saran yang penulis

harapkan dari berbagai pihak, agar penelitian seperti ini dapat diteruskan dan

dikembangkan pada masa yang akan datang.


DAFTAR PUSTAKA

‘Adīl, Ibnū. al-Lubāb fī ‘Ulūmī al-Qur’ān, jilid 8. Bairūt:


Dārul Kutub Al-Ilmiyyah, 1998.
‘Aiḍ, Al-Qarnī. Tafsir Al-Muyassār. Jakarta: Qisthi Press,
2008.
‘Aqil, Bahauddin bin ‘Abdullah Ibnu. Syarah al-Fiyyah
Ibnu ‘Aqil, terj. Bahrun Abu Bakar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2012.
‘Asyur, Tahīr Ibnū, al-Tahrīr wa al-Tanwīr, jilid 10.
Tunisia: Dārul Ṣanūn lī al-Nasyr wa al-Tawzī, 1997.
‘Asyur, Tahīr Ibnū, al-Tahrīr wa al-Tanwīr, jilid 8.
Tunisia: Dārul Ṣanūn lī al-Nasyr wa al-Tawzī, 1997.
‘Itr, Nuruddin. Ulumul Hadis. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2016.
A, Rudi. “Kenapa "Hoax" Mudah Tersebar di Indonesia?,
2017.” Diakses, 03 Maret, 2020,
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/02/08/21160841/kena
pa.hoax.mudah.tersebar.di.indonesia. /2017/ 03-Hoax
Abdullah, M. Yatimin. Studi Akhlak Dalam Perspektif Al
Quran. Jakarta: Amzah, 2007.
Ad-Darwisy, Muhyiddin. I’rab al-Qur’an al-Karim, jilid 5.
Bairut: Dār Ibnu Katsīr, 2005.
Affandi, Sayyid Husain. al-Huṣūnu al-Hamīdiyyah : lil
Muhafaẓati ‘ala al-‘Aqāidi al-Islāmiyyah. Mesir: Maktabah at-
Tijāriyah al-Qubra, 1932.
Agung, Gregorius. Photoshop Hoax. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo, 2010.
Ahmad, Khurshid, dkk. Islam and Sharia: The Essentials,
Basic Principles and Charachteristics, Worship in Islam, The
Way of God, and The Way of Justice, terj. A. Nashir Budiman
dan Mujibah Utami, Prinsip-prinsip Pokok Islam. Jakarta: PT
Rajawali, 1989.
Al-Aṣfahāni, Al-Rāgib. al-Mufradāt fī Garīb al-Qur’ān.
Bairūt: Dār al-Ma’rifah, t.thn.

103
104

Al-Ashfahani, Abu al-Qasīm al-Husain Ibn Muhammad


Ibn Mufadil al-Ragib. Mu’jam Mufradat Alfaz al-Qur’an. Bairut:
Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2004.
Al-Baṣrī, Abi Hasan ‘Ali bin Muhammad bin Habib Al-
Māwardī. Tafsir An-Nukat wa Al-‘Uyun, jilid 5. Beirut: Dār al-
Kitāb al-‘Ilmiyyah, t.thn.
Al-Biqā’I, Burhān al-Dīn Abī al-Ḥasan Ibrahim bin Amr.
Naẓm al-Durar fi Tanāsub al-Ayāt wa al-Suwar, jilid 1. Al-
Qāhirah: Dār al-Kitāb al-Islām, t.thn.
Al-Farmawi, Abd. al-Hayy. Metode Tafsir Maudhu’i:
Sebuah Pengantar, terj. Suryan A. Jamrah. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1996.
Al-Ghalaīnī, Asy-Syaikh Musṭafa. Jāmi’ ad-Durūs al-
‘Arabiyyah. Bairut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1435 H/2014 M.
Al-Ghazālī, Al-Imam Abī Ḥāmid Muhammad bin
Muhammad. Mutiara Ihyā ‘Ulūmuddīn, terj. Irwan Kurniawan,
Cet. I. Bandung: Mizan, 1997.
Al-Ghazālī, Al-Imam Abī Ḥāmid Muhammad bin
Muhammad. Wasiat imam al-Ghazali; Minhajul ‘Abidin. Jakarta:
Darul Ulum Press, 1986.
Al-Ghazālī, Muhammad, Humumu Da’iah, terj.
Muhammad Jamaluddin, Islam yang Diterlantarkan:
Keprihatinan Seorang Juru Dakwah. Bandung: Karisma, 1994.
Alī, Abdullah Yusuf. Tafsir Yusuf Alī, jilid 2. Bogor:
Pustaka Litera AntarNusa, 2009.
Almanar, M. Abduh. Pengantar Studi Hadis. Jakarta:
Referensi, 2012.
Al-Manzur, Ibnu. Lisan al-‘Arab, jilid 1. Bairut: Dār al-
Sadir, t.thn.
Al-Manzur, Ibnu. Lisan al-‘Arab, jilid 4. Bairut: Dār al-
Sadir, t.thn.
Al-Maragi, Ahmad Musṭafa. Tafsir al-Maragi, terj. K.
Anṣari Umar Sitanggal, Hery Noel Aly, Bahrun Abu Bakar.
Semarang: Toha Putra, 1989.
Al-Mishri, Abū al-Fadl Jamāl al-Dīn Muhammad
Makrum Ibn Manẓūr al-Farīqī. Lisan al-‘Arab, jilid 10. Bairut:
Darus hadir, 1990 M/1410 H.
105

Al-Munāwi. al-Taisīr bi Syarh al-Jamī’ al-Ṣagir, jilid 2.


Riyād: Maktabah al-Imām al-Syāfi’Ῑ, 1408 H.
Al-Nawāwī, Yaḥyā bin Syarāf. Syarh al-Nawāwī ‘alā
Ṣahīh Muslīm, jilid 2. Bairūt: Dār al-Iḥyā al-Ṭurās, 1392 H.
Al-Qarni, Aidh. Tafsir Al-Muyassar. Jakarta: Darul Haq,
t.thn.
Al-Qur’an, Tim Penyusun Ensiklopedi. Ensiklopedi al-
Qur’ān. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.
Al-Qurṭubī, Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-
Anṣarī. Tafsir al-Qurṭubī, terj. Muhyiddin Mas Rida, Muhammad
Rana Mengala, Ahmad Aṭaillah Mansur, Jilid. 16. Jakarta:
Pustaka Azzam, 2009.
Al-Qurṭubī, Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-
Anṣarī. Tafsir al-Qurṭubī, terj. Muhyiddin Mas Rida, Muhammad
Rana Mengala, Ahmad Aṭaillah Mansur, jilid. 12. Jakarta:
Pustaka Azzam, 2009.
Al-Qurṭubī, Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-
Anṣarī. Tafsir al-Qurṭubī, terj. Muhyiddin Mas Rida, Muhammad
Rana Mengala, Ahmad Aṭaillah Mansur, jilid. 13. Jakarta:
Pustaka Azzam, 2009.
Al-Qurṭubī, Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-
Anṣarī. Tafsir al-Qurṭubī, terj. Muhyiddin Mas Rida, Muhammad
Rana Mengala, Ahmad Aṭaillah Mansur, jilid. 15. Jakarta:
Pustaka Azzam, 2009.
Al-Qurṭubī, Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-
Anṣarī. Tafsir al-Qurṭubī, terj. Muhyiddin Mas Rida, Muhammad
Rana Mengala, Ahmad Aṭaillah Mansur, jilid. 17. Jakarta:
Pustaka Azzam, 2009.
Al-Razī, Fakhruddīn. Tafsir Kabir: Mafatih al-Ghaib, jilid
12. Bairut: Dār al-Kitāb al-‘Ilmiyyah,
1971. Al-Razī, Mukhtaral-Sihah,
647.
Al-Ṣabūnī, Muhammad ‘Alī. Rawāihul Bayān Tafsir Ayat
Ahkam min al- Qur’an, juz 2. Jakarta: Dārul Kutub al-Islamiyyah,
2001.
Al-Ṣābūnī, Muhammad ‘Alī. Tafsir Ayat-ayat Ahkam, terj.
Ahmad Dzulfikar, Taufik, Muklis Yusuf Arbi, jilid 2. Depok:
Keira Publishing, 2016.
106

Al-Shalih, Subhy. Mabahis Fiy Ulum al-Qur’an. Bairut:


Dār al-‘Ilm li al-Malayin, 1977.
Al-Suyūthi, Jalāluddīn ‘Abdurrahmān. al-Itqān fī ‘Ulūm
al-Qur’ān, jilid 2. Bairut: Dār al-Fikr, 1991.
Al-Syāfi’I, Al-Imam Abī ‘Abdullāh Muhammad bin Idrīs.
Al-Umm, Jilid 1. Bairūt: Dār al-Jawād, t.thn.
Al-Ṭabārī, Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr. Jami’ al-
Bayān An-Ta’wīl Ay al-Qur’an, juz 17. tk: Markaz Al-Buhuṡ Wa
Dirāsat Al-‘Arabiyyah Al-Islāmiyyah, 2001.
Al-Ṭabārī, Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr. Tafsir al-
Ṭabārī, terj. Ahsan Askan, Yusuf Hamdani, Abdus Ṣamad,
Misbah, jilid 17. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
Al-Ṭabārī, Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr. Tafsir al-
Ṭabārī, terj. Ahsan Askan, Yusuf Hamdani, Abdus Ṣamad,
Misbah, jilid 23. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
Al-Ṭabārī, Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr. Tafsir al-
Ṭabārī, terj. Ahsan Askan, Yusuf Hamdani, Abdus Ṣamad,
Misbah, jilid 7. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
Al-Ṭabārī, Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr. Tafsir al-
Ṭabārī, terj. Ahsan Askan, Yusuf Hamdani, Abdus Ṣamad,
Misbah, jilid 19. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
Al-Ṭabārī, Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr. Tafsir al-
Ṭabārī, terj. Ahsan Askan, Yusuf Hamdani, Abdus Ṣamad,
Misbah, jilid 20. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
Al-Zuhailī, Wahbah. al-Tafsir al-Munīr fī al-‘Aqīdah wa
Syar’iyyah wa al- Manhāj, jilid 1. Bairūt: Dārul Fikr al-Mu’āsir,
1418 H.
Al-Zuhailī, Wahbah. al-Tafsir al-Munīr fī al-‘Aqīdah wa
Syar’iyyah wa al- Manhāj, jilid 15. Bairūt: Dārul Fikr al-Mu’āsir,
1418 H.
Arifianto (ed.), S. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Komunikasi Serta Implikasinya di Masyarakat. Jakarta: PT
Penerbit Media Bangsa, 2013.
Ash-Shiddieqy, Al-Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu
Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1954.
Aṣ-Ṣiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Tafsir Al-
Qur’anul Majid An-Nur. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000.
107

Atabik, Ahmad. Peranan manṭuq dan mafhum dalam


menetapkan hukum dari al-Qur’ān dan sunnah, 111-112.
Atabik, Ahmad. Peranan manṭuq dan mafhum dalam
menetapkan hukum dari al-Qur’ān dan sunnah. Agustus 2016.
Badu, Ilham. Berita Terorisme Dalam Perspektif Media
Cetak; Studi Kasus Koran Republika dan Koran Kompas.
Baqi, Muhammad Fuad ‘Abdul. Mu’jam al-Mufahras Li
al-Fadzil al-Qur’an al-Karim. Bairut: Daar al-Fikr, 1992.
Buleleng, Kabupaten. “Pengertian Hate Speech, 2019.”
Diakses, 05 Juni, 2019,
https://www.bulelengkab.go.id/detail/artikel/hate-speech-definisi-
hate-speech-66, /2019/05-Hate
Djuroto, Totok. Manajemen Penerbitan Pers. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2004.
Effendy, Onong Uchana. Ilmu Komunikasi Teori dan
Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002.
Faiz, Fakhruddin. Hermeneutika al-Qur’an: Tema-tema
Kontroversial. Yogjakarta: Elsaq Press, 2011.
Fanani, Muhyar. Membumikan Hukum Langit.
Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008.
Faqīh, Allamah Kamāl. Tafsir Nurul Qur’an, jilid 11.
Jakarta: Al-Huda, 2006
Faudah, Mahmud Basuni. Tafsir-tafsir al-Qur’an:
Pengenalan Dengan Metodologi Tafsir, terj. H.M. Mochtar
Soerni, Abdul Qadir Hamid. Bandung: Penerbit Pustaka, 1987.
Fauzi Damrah, “Ifk” h. Dalam Syihābuddīn et al (ed.),
Ensiklopedia Al-Qur’an, jilid. 1, 342.
Galīb M, Muhammad. Fasik: Makna dan Cakupannya.
Makassar: Alauddin Press, 2012.
Hadhiri SP, Choiruddin. Klasifikasi Kandungan Al-
Qur‟an, jilid 2. Depok: Gema Insani Press, 2005.
Hadīr, ‘Abdullah. Kisah Wanita-wanita Teladan. Riyadh:
Kantor Dakwah dan Bimbingan Bagi Pendatang, 2005.
Hadist ini dicantumkan oleh Al-Suyūṭī dalam Al-Jāmi’
Al- Kabīr (1/3889) dari riwayat Ibnu Abī Dunya tentang kecaman
marah dari Mujtahid secara mursal, Sa’īd bin Manṣūr dari Al-
Hasan secara mursal, Al-Kharā’iṭi tentang budi pekerti yang
mulia, dan Baihaqī dalam As-Sunan dari Anas.
108

Ilaihi, Wahyu. Komunikasi Dakwah. Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2010.
Indonesia, Tim Penyusun Kamus Bahasa. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Izzan, H. Ahmad. Metodologi Ilmu Tafsir. Bandung:
Tafakur, 2009.
Kadir, Muslīm A. Ilmu Islam Terapan: Menggaga
Paradigma Amali dalam Agama Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003.
Kashiko, Tim. Kamus Lengkap Arab-Indonesia.
Surabaya: Kashiko, 2000.
Kaṡīr, Ibnu. Shahih Ibnu Kaṡīr, jilid 6. Jakarta: Pustaka
Ibnu Katsīr, 2017.
Kaṡīr, Ibnu. Shahih Ibnu Kaṡīr, jilid 7. Jakarta: Pustaka
Ibnu Katsīr, 2017.
Katsīr, Ibnu. Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsīr, jilid 6.
Jakarta: Darus Sunnah, 2014.
Lovenia, Holy. “Hoax Analyzer, Inovasi Tim Cimol
Yang Menembus Imagine Cup 2017.“ Diakses, 03 Oktober
2017, https://www.itb.ac.id/news/read/5485/home/hoax-analyzer-
inovasi-tim-cimol-yang-menembus-imagine-cup-2017 /2017/10-
Hoax
Mahna, al-Tarbiyah Fī al-Islam, 49.
Maksidi, George A. Cita Humanisme Islam: panorama
kebangkitan intelektual dan budaya islam dan pengaruhnya
terhadap renaisans barat. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta,
2005.
Mattola, M. Galib. “nabā” dalam Syihābuddīn et al (ed.),
Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, jilid 2. Jakarta:
Lentera Hati, 2007.
Maulānā, Luṭfi. “Kitab Suci dan Hoax: Pandangan Al-
Qur’an Dalam Menyikapi Berita Bohong.” Jurnal Ilmiah Agama
Islam dan Sosial Budaya, vol. 2, no. 2 (2017): 215-216.
Media Keilmuan dan Keislaman, hadis dan hoax. Ciputat:
Darus-Sunnah, 2017.
Mubin, Nurul. Misteri Lidah Manusia. Yogyakarta : Sabil,
2012.
109

Muhdār, Atabik ‘Alī Ahmad Zuhdī. Kamus


Kontemporer Arab Indonesia. Yogyakarta: Multi Karya Grafika,
1999.
Muiz, A. Komunikasi Islami, Cet. I. Bandung: Rosakarya,
2001.
Munawwīr, Ahmad Warson. Al-Munawwīr: Kamus Arab-
Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.
Muslīm, Ṣahīh Muslīm Kitābu al-‘Imārah, bab fadīlatu
al- Imām al-‘Adīl, no. 4825.
Muslīm, Ṣahīh Muslīm, Kitab as-Silah wal Adab, bab
Qabbul Kizb, no. 6805.
Muslīm, Shahīh. Kitabul iman, bab al-Hās ‘al al-
ikrāmi al-ḍa’īf. No. 183.
Ni’mah, Fuad. Qawāid al-Lugah al-‘Arābiyyah, juz 1.
Surabaya: al-Hidayah, t.thn.
Persadha, Pratama. “Apa Yang Bisa Dilakukan
Pemerintah Menangani Berita Hoax, 2017.” Diakses, 12
Oktober, 2017, http://tekno.liputan6.com/read/2824422/opini-
apa-yang-bisa- dilakukan-pemerintah-menangani-berita-hoax
/2017/10-Berita
Pinandito, Satrio. Husnuzan dan Sabar Kunci Sukses
Meraih Kebahagiaan Hidup KiatKiat Praktis Berpikir Positif
Menyiasati Persoalan Hidup. Jakarta: Penerbit PT Elex Media
Komputindo, 2011.
Poedjawijatna. Etika Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: PT.
Bina Aksara, 1982.
Pratama, Aulia Bintang. “Ada 800 Ribu Situs
Penyebar Hoax di Indonesia, 2016.”
Diakses, 03 Oktober, 2017,
http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20161229170130-185-
182956/ada-800-ribu-situs-penyebar-hoax-di-
indonesia/ /2017/10-Situs
Qutub, Sayyid. Terjemah Tafsir Fi Zilal al-Qur’an, jilid 8.
Jakarta: Gema Insani Press, 2004.
Rakhmat, Jalaluddin. “Islam di Indonesia: Masalah
Defenisi. “ dalam M. Amien Rais, ed. Islam di Indonesia: Suatu
Ikhtiar Mengaca Diri. Jakarta: PT Raja Grafindo, 1996.
Ramdan, Anton. Jurnalistik Islam. Jakarta: Shahara
Digital Publishing, t.thn.
Sagir, Akhmad. Husnuzzhan dalam Perspektif Psikologi.
Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011.
110

Said, Hasani Ahmad. Diskursus Munāsabah Alquran


dalam Tafsir al-Miṣbah. Jakarta: Amzah, 2015.
Said, Hasani Ahmad. “Mengagas Munāsabah AlQuran:
Pran dan Model Penafsiran AlQuran.” Hunafa: Jurnal Studia
Islamika, vol. 13, no. 1 (Juni 2016): 20.
Shihab, M. Quraish. Al-Lubab: Makna, Tujuan dan
Pelajaran Dari Surah-surah al-Qur’an. Ciputat: Lentera Hati,
2012.
Shihab, M. Quraish. Ensiklopedia Al-Qur’ān (Kajian
Kosa Kata). Jakarta: Lentera Hati, 2007.
Shihab, M. Quraish. Kaidah Tafsir. Ciputat: Lentera Hati,
2013.
Shihab, M. Quraish. Secercah Cahaya Ilahi. Bandung: PT
Mizan Pustaka, 2007.
Shihab, M. Quraish. Tafsīr al-Misbāh Pesan, Kesan
dan Keserasian al-Qur’ān, Cet. I. Jakarta: Lentera Hati, 2009.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbāh, Volume 10.
Ciputat: Lentera Hati, 2011.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbāh, Volume 11.
Ciputat: Lentera Hati, 2011.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbāh, Volume 12.
Ciputat: Lentera Hati, 2011.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbāh, Volume 8. Ciputat:
Lentera Hati, 2011.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Miṣbāh: Pesan, Kesan
dan Keserasian Al-Qur’an, jilid 15. Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Suhaemi dan Nasrullah, Rully. Bahasa Jurnalistik.
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009.
Sutarman. Pengantar Teknologi Informasi. Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2009.
Sya’rawī, Syeikh Muhammad Mutawallī, Tafsir Sya’rawī,
jilid 9. Medan; Duta Azhar, 2011.
Syafitrah, Adi. “Dampak Virus Covid-19 Hubungan
Suami Istri Jadi Terancam, 2020.” Diakses, 29 Maret, 2020,
https://turnbackhoax.id/2020/03/27/salah-dampak-virus-covid-
19-hubungan-suami-istri-jadi-terancam/ /2020/ 03-Dampak Virus
Syafitrah, Adi. “Foto Presiden Menggunakan Sepatu
didalam Mesjid, 2020.” Diakses, 05 Juni, 2020,
111

https://turnbackhoax.id/2020/06/05/salah-foto-presiden-
menggunakan-sepatu-didalam-mesjid-terlaknaklahengkau/
/2020/05-Foto
Syahdeini, Sutan Remy. Kejahatan dan Tindak
Pidana Komputer. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009.
Syihab, Umar. Kontekstualitas Al-Qur’an. Jakarta:
Penamadani, 2005.
T.m, Cara Kerja Hoax Analyzer, 2017,” Diakses, 05 Juni,
2018, http://teknologi.metrotvnews.com/news-
teknologi/VNxQa91b-begini-cara-kerja-hoax-analyzer-karya-tim-
cimol /2018/ 06-Hoax
Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru. Ciputat: Kalam
Indonesia, 2005.
Thabathaba’I, M.H, al-Qur’an Fiy Islam, terjemahan A.
Malik Madani dan Hamim Ilyas, dengan judul Mengungkap
Rahasia al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1987.
Tim Penyusun Ensiklopedi Hukum Islam, 895.
Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, Kamus besar
Bahasa Indonesia. 412.
Wiryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Gramedia
Wiasarana Indonesia, 2004.
Yunita. “Ini Cara Mengatasi “Hoax” di Dunia Maya,
2017.” Diakses, 05 Juni, 2018,
https://kominfo.go.id/content/detail/8949/ini-cara-mengatasi-
berita-hoax-di-dunia-maya/0/sorotan_media /2018/06-Hoax
Yunus, Mahmud. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT.
Hidakarya Agung, 1989.
Yusuf, Oik. “Kenapa Orang Indonesia Doyan Sebar
“Hoax” di Medsos?. 2017.” Diakses, 03 Oktober, 2017,
http://tekno.kompas.com/read/2017/01/08/11083377/kenapa.oran
g.indonesia.doyan.sebar.hoax.di.medsos /2017/ 10-Hoax
Zahrah. Al-Da’wah lla al- Islam. Amrullah Ahmad:
Dakwah Dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: LP3Y, 1984.
Zakariyya, Abū Al-Husainī Ahmad ibn Fāris ibn, Mu’jam
Maqāyis al-Lughah, Cet. I. Bairut: Dār al-Fikr, 1994.
Zuhaily, Wahbah. Tafsir al-Wasit, terj. Muhtadi, jilid 3.
Jakarta: Gema Insani, 2013

Anda mungkin juga menyukai