SKRIPSI
Oleh:
Muamar
NIM: 105034001247
Swt. atas segala rahmat, hidayah serta nikmat yang telah Allah berikan kepada
yang telah membantu penyusunan skripsi ini. Penulis sadar skripsi ini tidak akan
bisa tuntas tanpa bantuan, bimbingan, arahan, dukungan dan kontribusi dari
banyak pihak. Oleh Karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Lilik Umi Kultsum, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis.
5. Dr. Ahzami Sami’un Jazuli, MA., selaku pembimbing yang telah memberikan
i
6. KH. Aceng Karimullah, B.E., S.E. selaku ketua departemen pendidikan dan
7. Seluruh dosen dan staf pada program studi Tafsir Hadis (TH) atas segala
8. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua
penulis Ayahanda Sa’ad Mursyid dan Ibunda Jannatun yang telah banyak
atas apa yang sudah diberikan untuk penulis, semoga itu semua senantiasa
10. Terima kasih tak lupa pula penulis ucapkan kepada kekasih hati Adinda
Maria Ulvha yang selalu memberi dukungan kepada penulis agar tetap
11. Seluruh teman-teman jurusan tafsir hadits angkatan 2005, khususnya Th.C.
ii
Khafidz, Ust.Asep, Wasikh, Noval, Hadi, Ulfah, Sha-sha, Sri, Ummi,
12. Terima kasih kepada teman-teman keluarga besar The Great (alumni Darul
Hendy, Yitno, Acong, Ce-u, Toing, Arief, Tatang, Aip, Sundoyo, Rozikin,
FUF UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Umum Islam Iman Jama.
yang masih sedikit, referensi dan rujukan-rujukan lain yang belum terbaca,
menjadikan penulisan skripsi ini jauh dari sempurna, Namun, penulis telah
meminta saran dan kritik yang membangun dari pembaca sebagai bahan
perbaikan penulisan ini. Penulis berharap semoga Allah Swt. memberikan balasan
Muamar
iii
Pedoman Transliterasi
B Be
T Te
Ts te dan es
J Je
Kh ka dan ha
D De
Dz de dan zet
R Er
Z Zet
S Es
Sy es dan ye
Hamid Nasuhi dkk, Pedoman Akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif
Hidayatullah, 2005.
iv
' koma terbalik di atas, menghadap ke kanan
G Ge
F Ef
Q Ki
K Ka
L El
M Em
N En
W We
ﮬ H Ha
' Apostrof
Y Ye
Vokal
I Kasrah
U Dammah
Vokal Rangkap
Au a dan u
v
Vokal Panjang (Madd)
Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau Tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda ( ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya kata: tidak ditulis
Kata Sandang
dialih-aksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
huruf qamariyyah. Contoh al-rijâl, bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.
Ta Marbūtah
1 Tarîqah
vi
2 al-jâmi’ah al-islâmiyyah
3 wahdat al-wujûd
vii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
viii
C. Catatan Para Ulama Tentang LDII .........................................26
ix
C. Analisa Terhadap Pemaknaan Bai’at Menurut LDII .............74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................84
B. Saran-saran .............................................................................86
LAMPIRAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
Tidak dapat diragukan lagi bahwa bai‟at merupakan salah satu aktivitas
politik yang paling menonjol. Bai‟at identik dengan sebuah “perjanjian” dan
sebagaimana layaknya semua ragam perjanjian. Bai‟at itu sendiri melibatkan dua
kelompok, disatu sisi pihak pemimpin dan masyarakat, disisi lain, tidak hanya
ulama yang berperan penting dalam proses konsultasi sebelum ba‟ait terwujud,
yaitu: pemimpin, orang-orang yang berbai‟at atau umat, dan apa yang dinyatakan
dalam bai‟at, yaitu syariat. Tanggung jawab umat tidak terhenti pada pelaksanaan
bai‟at, tapi terus berlanjut dengan tugas yang diemban dalam menjaga agama,
memerlukan teladan yang baik dalam usaha menghadapi tantangan zaman yang
serta membutuhkan contoh akhlak mulia yang telah diajarkan dan diperaktekkan
1
Khalid Ibrahim Jindan, Teori Politik Islam; Telaah Kritis Ibnu Taimiya Tentang
Pemerintahan Islam. Terj dari judul aslinya The Islamic Theory of Goverment According to Ibn
Taymiyyah (Surabaya: Risalah Gusti, 1999), h.95
2
Asma‟ Muhammad Ziyadah, Peran Politik Wanita Dalam Sejarah Islam. Terj dari judul
aslinnya, Daurul Mar’ah ash-Siyasi fi Ahdi an-Nbi wa al- Khulafa ar-Rasyidin (Jakarta: Pustaka
al-kautsar, 2001), h. 70
1
2
oleh Rasulullah SAW dan kemudian dikuti oleh para ulama dan pemimpin umat
tersebut tidak akan bisa hidup, dan masyarakat tidak akan menikmati buah
yang dikatakan oleh As-Syarastani, perselisihan umat Islam yang terbesar adalah
memang sudah menjadi suatu hal yang paling “sakral”, bahkan bisa lebih sakral
dari agama itu sendiri. Ketika sebuah keyakinan itu diusik atau bahkan hanya
karena ada kelompok lain yang berbeda pandangan dan pemahaman dengan kita,
maka ego lantas muncul. Ironis memang, sebuah perbedaan selalu diselesaikan
dengan kekerasan, entah itu kekerasan dalam bentuk wacana atau stuktural,
bahkan fisik. Seolah-olah itu telah mendarah daging dalam tubuh masyarakat
3
Alamah Sayyid Muhammad Husain Tabataba‟i, Inilah Islam, Upaya Memahami Seluruh
Konsep Islam Secara Mudah (Pntj) Ahsin Mohammad, (Bandung: Pustaka Hidayah,1992),Cet.
Ke-1,h.116
4
Ali as-Salas, Imâmah dan Khilafah Dalam Tinjauan Syar’i, (Jakarta: Gema Insani Press,
1997), Cet.ke-1, h. 16
3
Islam pada umumnya. Padahal ada satu sisi yang tidak bisa kita lupakan, bahwa
kita lahir di lingkungan dan menjadi bagian dari masyarakat Indonesia yang
plural.
Indonesia maupun pada tingkat global. Fenomena ini menguras banyak energi dan
pikiran umat Islam, padahal sebenarnya energi itu sangat diperlukan untuk
menghadapi banyak masalah ; mulai dari bencana, kisruh politik, wabah penyakit,
sangat kompleks.
dalam banyak kesempatan, umat Islam dalam hal ini ormas-ormasnya tidak
sejenisnya. Umat Islam seakan “jalan di tempat” pada saat umat lain telah meraih
peradaban.
aliran sesat adalah politik generalisasi yang cenderung dilakukan oleh sebagian
umat pada tingkat massa (grass roots) tanpa melalui proses tabayyun (klarifikasi)
mengulas sisi negatifnya saja. Sementara sisi positifnya, nyaris tak tersentuh.
informasi yang tidak berimbang. Sikap tersebut akan memunculkan respon yang
salah, seperti tindakan anarkhis terhadap LDII yang sedang dalam tahap tabayyun.
semestinya mampu mengambil posisi yang tepat, sehingga tidak menjadi bagian
yang justru semakin memperparah keadaan.5 Polemik ini harus segera disikapi
dengan bijaksana, baik oleh pemimpin umat dan maupun oleh umat itu sendiri.
apakah benar LDII mempunyai doktrin-doktrin atau ajaran agama yang berbeda
dan pemahaman yang berbeda dengan umat Islam pada umumnya? Sehingga
khusus penulis ingin mengungkapkan seperti apa dan Bai‟at dalam LDII yang
5
Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII (
Jakarta: Pusat Studi Islam Madani Institute, 2008), h.iii-iv.
5
minor yang dialamatkan kepada LDII yang terletak pada otoritas mutlak yang
melekat pada imam yang dibai‟atnya. Sistem Imâmah LDII tersebut, membuat
anggota LDII dilarang untuk menerima segala penafsiran yang tidak bersumber
dari penafsiran imamnya. Tetapi ketika penulis menemui salah seorang pengurus
LDII, LDII berbeda pandangan tentang konsep Imâmah dan Bai‟at dengan apa
yang orang katakan diatas. Berkaitan dengan stigma yang dialamatkan kepada
LDII, umat Islam masih mendapatkan data yang simpang-siur. Selain itu, LDII
masih dalam proses memperoleh klarifikasi secara resmi dari MUI pusat. Dan
berkaitan dengan stigma tersebut tidak terlepas dari masalah taqiyah. Taqiyah ini
bisa membahayakan diri sendiri, harta bendanya, dan berhati-hati dalam masalah
oleh rezim penguasa yang tiran dan dzalim. Menurut al-Thusi dalm kitab al-
Tibyan, taqiyah adalah: “...menyatakan dengan lisan yang menyalahi hati karena
takut kemudharatan diri walaupun yang disembunyikan itu perkara yang benar.”6
Konsep taqiyah ini disinyalir bersumber dari Q.s. Ali „Imran / 3 : 28 dan Q.s. an-
Nahl / 16 : 106.
6
Sebagaimana dikutip dari bahaya paham syiah: satu penjelasan, (Johor Bahru: Bahagian
Penyidikan, Jabatan Agama Johor, 2003), hal. 23
6
Artinya: Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia
mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya
tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang
melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan
baginya azab yang besar. (Q.S. an-Nahl: 106).
Pada saat ini klarifikasi tersebut masih dalam proses. Karena permasalahan
itulah maka penulis mencoba mengangkat dalam sebuah skripsi, dengan judul: “
B. Tinjauan Kepustakaan
kajian klasik yang sudah seringkali dibahas. Sebelumnya penulis telah melakukan
terhadap judul-judul skripsi yang telah ada, penulis setidaknya menemukan dua
judul yang membahas tentang Bai‟at. Yang pertama, skripsi dengan judul: Konsep
Bai’at dalam al-Qur’an “Studi analisa Surat al-Muntahana ayat: 12”. yang
Jurusan Tafsir Hadis 2002. Yang menurut penulis stressing penulisannya menitik
beratkan pada analisa surat al-Muntahana ayat: 12 Yang kedua, skripsi dengan
judul: Konsep Imâmah Menurut. Tabataba’i Yang ditulis oleh saudari Rahmah
mahasiswi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat 2005. Yang menurut penulis dalam
skripsi ini pula menitik beratkan pada penafsiran Tabataba‟i tentang konsep
Imâmah.
Terinspirasi dari dua skripsi di atas, penulis tertarik untuk menulis sebuah
skripsi yang berjudul: Bai’at Dalam Al-Qur’an (Kajian Atas Pemaknaan LDII
Terhadap Ayat 18 Surat al-Fath)” Karena sejauh ini penulis belum menemukan
Oleh karena itu penulis rasa, judul tersebut penting untuk dibahas dan
penulis memfokuskan penelitian pada masalah Bai‟at menurut LDII dan juga
khalayak ramai bahwa LDII itu sesat bukan tanpa alasan, karena penulis merasa
bahwa penelitian ini sangat penting untuk dibahas guna memenuhi jawaban atas
dan menganalisa suatu masalah (baik itu berupa data-data atau yang lainnya),
diperlukan adanya pembatasan dan perumusan masalah, agar lebih jelas dan
akan membatasi penelitian sebagai berikut: analisa Bai‟at dalam perspektif LDII
skripsi ini, bagaimana penafsiran LDII terhadap term Bai‟at sebagaimana yang di
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian (penulisan) dari skripsi ini antara lain adalah
Bai‟at yang benar dalam Islam dengan pengertiannya yang benar, dan bagaimana
penafsiran LDII terhadap term Bai‟at serta bertujuan untuk memenuhi persyaratan
mendapatkan gelar sarjana Theologi Islam (S. Th. I) pada Fakultas Ushuluddin
E. Kegunaan Penelitian
mempunyai kegunaan:
tafsir al-Qur‟an
F. Metodologi Penelitian
penelitian ini adalah kualitatif. Bagdan dan Taylor (1975: 5) mendefinisikan yaitu
cara menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang diamati.8 Dalam penelitian kualitatif peneliti terjun
yang diteliti (penelitian lapangan). Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif
adalah data yang bersifat langsung dan objek penelitian dalam skripsi ini, adalah
1 Jenis data
7
Irawan Soebantono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: Rosda Karya, 1996). H.9
8
Lexy J, Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remadja Karya, 1989)
10
sebagai berikut:
a. Wawancara
b. Penelitian kepustakaan
c. Analisa data
9
Kailan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, ( Yogyakarta: Paradigma, 2005),
hal.138.
11
2005.
G. Sistematika Penulisan
penulisan.
doktrin yang dianggap masyarakat luas doktin-doktrin tersebut sesat atau pada
menurut bahasa, istilah dan syar‟i, sejarah Bai‟at pada masa Rasulullah serta ayat-
Bab keempat, pada bab ini penulis menjelaskan tentang pemaknaan LDII
terhadap ayat 18 surat Al-Fath dan pendapat ulama tentang Bai‟at serta analisa
Bab kelima, merupakan bab penutup yang meliputi kesimpulan dan saran-
apakah LDII itu? LDII adalah singkatan dari Lembaga Dakwah Islam Indonesia,
(AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART), program kerja dan pengurus mulai
dari tingkat pusat sampai dengan tingkat desa. LDII sudah tercatat di Badan
Islam Jama’ah yang didirikan oleh Nurhasan Ubaidah Lubis. Pemilik nama kecil
Madkhal2 itu, merupakan keturunan asli pribumi Jawa Timur. Ayahnya bernama
Abdul Azis bin Thahir bin Irsyad. Madkhal lahir di Desa Bangi, Purwosari, Kediri
1
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Direktori LDII 2003 (Jakarta: LDII, 2003), h.
1
2
Dalam buku-buku yang ditulis oleh pihak luar LDII, nama madkhal sering ditulis
dengan ejaan Madekal atau Madigol. Tidak jelas kapan ejaan ini digunakan. Barang kalli ini
disebabkan karena lidah Jawa yang biasa”keseleo” ketika mengucapkan istilah-istilah Arab.
Wallahu a’lam
12
13
Keberadaan LDII selalu dikaitkan dengan nama Islam jama’ah atau Darul
Hadits yang didirikan pada tahun 1952, seiring dengan berdirinya pondok
pihak.4 Sejak tahun 1963, Ponpes “tempat persemaian kader” tersebut telah
pengamalan ajaran Islam yang dikenal dengan Islam Jama’ah, didakwah banyak
terjadi kesalahan karena itulah, pada tahun 1971 Jaksa Agung Republik Indonesia
(LEMKARI) didirikan pada tanggal 3 januari 1972 atas arahan pangdam VIII
tuduhan sesat, sehubungan salah satu tujuan pendirian lembaga ini adalah untuk
menampung dan mengarahkan para alumni Pondok Burengan atau para pengikut
anggotanya untuk mengajarkan ajaran Islam Jama’ah atau Darul Hadits. Terhadap
3
Penegasan tahun ini disebutkan dalam Riwayat singkat Pondok Burengan Kediri yang
ditullis oleh Abdul Rochman selaku pimpinan pondok pada tanggal 2 September 1979. Keterangan
resmi ini membantah pernyataan banyak pihak yang menyebut pendiri Islam Jama’ah pada tahun
1951.
4
Wawancara pribadi dengan Aceng karimullah, Jakarta, tanggal 19 Pebruari 2010.
5
Sk Jaksa Agung RI No. Kep-089/D.A/10/1971 tanggal 29 oktober 1971.
14
menampung eks pengikut Islam Jama’ah mempunyai nama yang berbeda. Di Jawa
Tengah lembaga penampung eks pengikut Islam Jama’ah dikenal dengan Yayasan
lembaga tersebut, atas arahan Amir Murtono selaku Ketua Umum DPP Golkar,
maka pada tanggal 9-10 Februari 1975 diadakan Reuni Alumni Pondok Pesantren
Burengan Banjaran kediri. Berdasarkan arahan dan petunjuk Amir Murtono dan
kesepakatan peserta reuni, dihasilkan satu nama yaitu Lembaga Karyawan Islam
Pada tahun 1990, atas dasar pidato pengarahan Rudini selaku Menteri
Atas dasar yang arahan kedua pejabat pemerintah tersebut, dan berbagai masukan
yang terjadi baik pada sidang-sidang komisi, maupun sidang Paripurna dalam
menegaskan secara mutlak untuk tidak berafiliasi dengan golongan ataupun partai
formal terjadi pada tahun 2005,7 ketika Munas LDII pada tahun tersebut berhasil
LDII dalam merespon stigmatisasi yang menggiring LDII dalam dakwaan sebagai
agama dan dakwah LDII, lahirrnya paradigma baru bermula pada masa
kepemimpinan pertama Prof. DR. Ir. KH Abdullah Syam, MSc. Pada tahun 1998-
2005. Kemudian pada Munas VI LDII 2005, konsep ini diperkuat kembali ketika
Abdullah Syam terpilih kembali sebagai ketua Umum LDII untuk yang kedua
kalinya. Pada Munas VI LDII 2005 ini pula LDII menegaskan sikap politiknya
6
Wawancara pribadi dengan Aceng karimullah.
7
Menurut keterangan pengurus LDII, pada tahun 1986, LDII sebagai ormas tidak
berafiliasi pada partai politik apapun (netral). Lalu netralitas ini dipertegas lagi pada Munas VII
LDII 2005.
16
berafiliasinya LDII ke golongan dan partai politik mana pun membuat warga LDII
suasana kerukunan hidup bermasyarakat dan beragama yang semakin dinamis dan
paradigma lama yang menerapkan prinsip “tangan kanan shodaqoh, tangan kiri
tidak mengetahui “ yang telah membuat berbagai kegiatan LDII terkesan tertutup
dan hanya untuk kalangan sendiri. Tetapi dengan paradigma baru yang
dilakukan oleh warga LDII menjadi lebih terbuka. Juga berdasarkan firman Allah
dalam al-Qur’an:
8
“Terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-menyebutnya (dengan
bersyukur).” (QS. Adh-Dhuha [93]: 11)
9
“ Tolaklah (balaslah) perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. “(QS. Al-
Mukminun [23]: 96)
17
polemik. Termasuk dalam hal ini terhadap berbagai buku yang disebarkan ke
LDII, sikap resmi LDII sementara ini masih menghindari polemik. Namun
demikian sebagai organisasi yang harus legal, LDII merupakan suatu lembaga
prinsip tabayyun, yang membuat LDII lebih terbuka pada saat diperlukan. Prinsip
Lamongan. Contoh lain adalah ibadah qurban. Pada tahun 2006 digelar secara
terbuka dalam kegiatan “Tebar Qurban LDII Jakarta” yang disaksikan oleh
sekretaris MUI provinsi DKI Jakarta. Begitu pula dengan kegiatan yang sama
pada tahun 2007 yang disaksikan oleh Ketua Umum MUI provinsi DKI Jakarta.
10
Sejak tanggal 20 pebruari 2008, sesuai dengan keputusan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia, No. AHU-18.AH.01.06.Tahun 2008-LDII secara resmi diakui
sebagai Badan Hukum
18
lunak) organisasi LDII. Sekarang, prinsip tersebut dikembangkan lagi secara lebih
tokoh masyarakat dan para ulama serta organisasi sosial kemasyarakatan lain.
Misalnya, menerima silahturrahmi dari MUI, MPU Aceh, Majelis Ugama Islam
pandang tentang diri dan lingkungan dalam kerangka pelaksanaan dakwah dalam
rangka mencapai tujuan nasional”11 dari Anggaran dasar ini ada beberapa doktrin
agama yang terdapat pada Lembaga Dakwah Islam Indonesia diantaranya sebagai
berikut:
1. Doktrin Manqul
internal LDII.
11
Lembaga Dakwah Islam Indonesia(LDII),Himpunan Keputusan Munas VI LDII
(Jakarta : LDII,2005), h. 64
19
Yafie, lebih banyak digunakan dalam ilmu tasawuf Manqul berasal dari kata
naqala (Bahasa Arab), yang artinya adalah ”pindah.” Manqul artinya belajar
secara langsung. Metode ini dikenal dalam pembelajaran ilmu hadîts, yang
menuntut perpindahan kalimat hadîts yang sempurna dari satu perawi ke perawi
lain.
Ilmu yang manqul adalah ilmu yang dipindahkan dari guru kepada
muridnya. Dalam pelajaran ilmu tafsir, dikenal istilah tafsir bi al-ma tsur yang
berarti menafsir suatu ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an yang lainnya, para
sahabat dan tabi’in.12 Dalam ilmu hadîts , manqul berarti belajar hadîts dari guru
12
Tafsir bi al-ma tsur adalah tafsir yang didasarkan pada riwayat manqul dengan urutan-
urutan yang telah disebutkan dimuka dalam syarat-syarat mufasir yaitu menafsirkan al-Qur’an
dengan al-Qur’an, atau menafsirkan al-Qur’an dengan as-sunnah karena fungsinya sebagai
penjelas bagi ayat-ayat al-Qur’an, atau menafsirkan al-Qur’an dengan pendapat yang diriwayat
dari para sahabat karena mereka adalah generasi yang paling memahami kitabullah, atau
menafsirkan dengan pendapat kibar at-tabi’in karena pada umumnya mereka mendapatkan
ilmunya langsung dari para sahabat. Untuk keterangan lebih lanjut, lihat manna’ al-Qathan,
mabahits fi ulum al-Qur’an (Riyadh: maktabah al-Ma’arif, 1981), cet. Ke-8, hal.347 tentang fafsir
bi al- ma’tsur; dan hal. 329-332 tentang syarat dan adab yang harus dimiliki seorang mufassir.
Dalam defenisi di atas, al-Qhatan menyatakan bahwa tafsir bi al-ma’tsur harus didasarkan pada
riwayat yang manqul ( yang pindah, dikutip langsung) dari Rasulullah SAW, sahabat, atau tabi’in.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mufassir sebagaimana disebutkan al-Qhatan adalah
(1)memiliki aqidah yang shahi, (2) bersih dari hawa nafsu, sehingga pendapat-pendapatnya tidak
digunakan untuk membela kelompoknya secara membabi buta, meski kelompoknya memiliki
kesalahan dan kekurangan (3) memulai menafsirkan al-Qu’an dengan al-Qur’an, kemudian
dengan sunnah, kemudian dengan pendapat para sahabat, kemudian dengan pendapat kibarat-
tabi’in. Tahap-tahap ini tidak boleh dilewatkan oleh mufassir, (4) menguasai Bahasa Arab dan
cabang-cabang ilmu yang berkaitan dengannya, (5) memiliki pengetahuan yang baik tentang
dasar-dasar ilmu yang berkaitan dengan al-qur’an, (6) memiliki pemahaman yang mendalam dan
komprehensif. Yang dimaksud manqul dalam konteks ini adalah bahwa menafsirkan al-Qur’an itu
harus didasarkan pada riwayat yang dimanqulkan (dipindahkan) dari rasulullah SAW. Riwayat
yang dimanqulkan dari rasulullah ini kemudian disampaikan oleh para sahabat kepada para
muridnya (tabi’in), dan seterusnya; dari guru kemuridnya. Namun demikian, manqul tidak bisa
dipahami secara sempit, dimana seorang murid hanya mau menerima ilmu dari guru-guru yang
sekelompok dengan mangabaikan ilmu dari guru-guru lain di luar kelompoknya. Para Imam
20
sederhana Syafi’i mencontohkan, “Saya pernah ngaji kepada seorang guru. Saya
membaca kitab Ihya’ Ulumiddin. Setelah tamat membaca Ihya’. Nah, saya bisa
membaca kitab Ihya’ seperti begini dari guru saya. Guru saya itu mendapatkan
kemampuannya itu dari gurunya. Itulah namanya silsilah. Manqul kalau dipahami
sebagai silsilah kayak begitu maka itu adalah hal yang biasa dan wajar. Persoalan
diajarkan oleh gurunya itu sajalah yang benar, sementara hadîts yang lain
dianggap salah. Padahal jumlah hadîts itu kan ratusan ribu. Nah, bagaimana dia
bisa mengatakan hanya gurunya sajalah yang sah meriwayatkan hadîts ini Kan,
praktek metode ini, meski tidak seperti yang dituduhkan oleh banyak pihak. Hal
itu dipertegas oleh Aceng Karimullah, beliau mengatakan “bahwa kesan ekslusif
kepadanya). Menurutnya, warga LDII yang akan mengaji kepada guru lain harus
berpikir, karena sungkan atau karena sebab lain. Bebeda jika mereka mengaji
mazhab besar tidak membatasi sumber ilmu dari suatu mazhab tertentu, bahkan, misalnya, Imam
Syafi’i (pendiri Mazhab Syafi’i) berguru pada Imam Malik yang merupakan pendiri Mazhab
Maliki.
21
kepada ustadz dari LDII, hal ini bisa dilakukan dengan mudah, tanpa memikirkan
ongkos yang harus dikeluarkan. Hal ini sangat mepermudah bagi jama’ahnya.13
LDII juga menyusun himpunan hadîts yang ditulis lengkap dengan sanad-
sanadnya.14 Hal itu dilakukan warga LDII karena warga LDII belum semuanya
mampu memiliki kitab hadîts lengkap seperti kutubus sittah (kitab-kitab hadîts
riwayat Bukhori, Muslim, Abu Daud, Thirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah).
efektif, jika memang ada politic will dari pihak LDII untuk menerapkan metode
tersebut. Terkecuali apabila memang kran keterbukaan mengakses ilmu dari luar
umum untuk secara praktis memahami isi kitab dengan makna gandul (sebagai
Tetapi ketika sang guru mengatakan bahwa hanya pendapatnya yang paling
13
Wawancara pribadi dengan aceng Karimullah.
14
Dalam definisinya tentang hadîts shahih, Mahmud Thahhan menulis: sebuah hadîts
dikatakan sahih apabila memenuhi syarat sebagai berikut: (1) ittishal sanad, yaitu para perawinya
menukil hadîts secara langsung dari rawi di atasnya, dari awal hingga akhir sanad, (2) adalah ar-
ruwat (rawi yang adil), yaitu setiap rawi yang terrlibat dalam periwayatan hadîts haruslah seorang
muslim yang baligh, berakal, tidak fasik, dan tidak melanggar muru’ah, (3) dhabt ar-ruwah, yaitu
setiap rawi harus dhabit (teliti), baik dalam hafalan maupun tulisan, (4) hadîts tidak syadz, artinya
tidak bertentangan dengan riwayat lain yang lebih tsiqoh atau lebih kuat, (5) tidak adanya illah ,
yaitu hal-hal kecil yang tersembunyi yang “mencederai” kesahihan hadîts. Lihat Mahmud
Thahhan, taisir Mustalah al- hadîts,(Surabaya: syarikah Bengkulu Indah,t.th), cet.ke-1, hal.34-35;
lihat juga Muhammad Ajjaj al-khatib, ushul al- hadîts : Ulumuhu wa Musthalahuhu, (Beirut: Dar
al-Fikr, 1989/ 1409) hal. 304-305, dan kitab-kitab lain yang sejenisnya.
22
Pengalaman yang menggoda warga non- LDII pada saat berinteraksi dengan
kader LDII adalah frasa “amal shaleh”. Dalam bahasa percakapan, kita akan
bandara,” atau “Amal shaleh”, jemput si fulan yang mau menemui pak Aceng di
Jakarta,” penggunaan Frasa “amal shaleh” seakan telah menjadi frasa atau
identitas yang digunakan oleh para kader LDII. Dan siapaun yang pernah
merasakan tentang bagaimana frasa “amal shaleh” menjadi suatu identitas dalam
Tidak diketahui pasti, kapan frasa “amal shaleh” itu mulai dipergunakan,
apakah setelah menjadi LDII atau malah sejak sejak gerakan ini bernama
merata di seluruh ranah organisasi LDII atau oleh alumni Ponpes LDII, baik di
Frasa “amal shaleh” bukanlah suatu yang harus dipersoalkan, karena dari segi
subtansi, frasa” amal shaleh” sama sekali tidak melanggar pakem-pakem ajaran
Islam yang lazim. Malah dalam beberapa hal, frasa “amal shaleh” mencerminkan
implementasi dari nilai-nilai Islam yang luhur. Frasa “amal shaleh” inilah yang
membuat LDII masuk dalam kategori sebagai ormas Islam yang ihsan dari sisi
dengan ormas-ormas Islam lainnya. Frasa “amal shaleh” dalam LDII telah
sosial. Menurut Aceng Karimullah di LDII tidak dikenal kata “pembantu” seperti
“tenaga amal shaleh” atau “tenaga amal shalehan” sebuah terminolog yang
Salah satu kesan yang tidak bisa dinafikan atau diabaikan oleh para ulama
terhadap LDII adalah soal ibadah ghoiru mahdhanya.15 Kesan ini menjadi
menarik, karena pada saat yang sama, LDII masih didera isu eksklusifitasnya.
Bagaimana sebenarnya kegiatan warga LDII, pihak eksternal LDII secara terbatas
hanya dapat melihatnya di Majalah Nuansa yang menjadi “corong” LDII. Majalah
ini secara rutin memuat rubrik “Lintas Persada” yang menampilkan profil
kegiatannya.
Dari sampling kegiatan yang diambil sejak pebruari 2007 hingga Pebruari
2008, terdapat 507 kegiatan LDII di seluruh Indonesia termasuk di luar negeri
kegiata LDII pada dua tahun tersebut dapat dilihat dalam lampiran tabel khusus
15
Ibadah ghairu mahdhoh disebut juga sebagai ibadah umum, yaitu semua perbuatan
yang oleh al-Qur’an dan atau hadîts dikategorikan sebagai perbuatan baik. Perbuatan baik tersebut
akan bernilai ibadah kalau dikerjakan dengan niat lillahi ta’ala. Ibadah ini lebih bersifat sosial
dalam rangka membina hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Contohnya antara lain
adalah: mencari ilmu (sekolah), mencari nafkah, berperilaku sopan, tidak merusak lingkungan, dan
justru melestarikan lingkungan.
Sebaliknya, ibadah mahdhoh disebut juga ibadah khusus, yaitu ibadah yang ketentuan
pelaksanaanya secara rinci diterangkan dalam al-Qur’an dan hadîts . ibadah lebih bersifat ritual
dalam rangka membina hubungan manusia sebagai makhluq dengan Allah sebagai al-Kholiq.
Contonya antara lain: shalat, puasa, zakat, dan ibadah haji.
24
mengapa label ekslusif masih tetap menempel hingga sampai sekarang? Karena
mengingat belum tentu semua kegiatan LDII terpublikasikan dalam rubrik Nuansa
inklusif LDII.
baik baik dengan pemerintah dan aparat (Hankam 194 kegiatan [34%]) maupun
dengan MUI (124 kegiatan [22%]). Urutan berikutnya adalah kegiatan, internal
LDII (118 kegiatan [21%]). Sedangkan hubungan LDII dengan ormas Islam lain
(35 kegiatan [6%]) dan dengan tokoh masyarakat (Tomas; 12 kegiatan [2%]),
memperoleh porsi 14% (81 kegiatan). Angka presentase tersebut dapat menjadi
horizontal warga LDII dan pada saat yang sama hubungan vertikal yang sudah
16
Walaupun MUI terdiri atas berbagai ormas Islam, tetapi dalam konteks ini penulis
masih menganggap MUI masih sebagai pemegang otoritas yang mengeluarkan fatwa. Dengan
demikian hubungan LDII-MUI masih dikategorikan hubungan “vertikal”. Tidak karena LDII
dengan MUI kemudian LDII otomatis akan dekat dengan ormas-ormas konstituen MUI.
25
antara lain:
a. Doktrin Manqul
beriku: bai'at merupakan janji setia dari kader LDII kepada imam,
17
Muhamad Amin Jamaludin, Kupas Tuntas Kesesatan Dan Kebohongan LDII Jawaban
Atas Buku Direktori LDII, (Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI), 2007), h.
25
18
Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII (
Jakarta: Pusat Studi Islam Madani Institute, 2008), h. 21.
26
Berikut ini, penulis akan memaparkan beberapa catatan khusus dari para ulama
1. KH Ma’ruf Amien
kesempatan kepada orang yang menyimpang itu untuk rujuk ilal haq. Kita
menyimpang. Adapun fatwa MUI khusus tentang LDII tidak ada, namun
menyimpang itu, maka ia terkait juga dengan fatwa tentang kesesatan Islam
Jama’ah. Memang ada satu keputusan Munas MUI ada yang menyinggung
19
Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h. 26.
27
nama. Dalam suatu rekomendasi dinyatakan bahwa “Aliran sesat itu seperti
Islam Jama’ah.
ini menegaskan bahwa LDII tidak menggunakan ajaran Islam Jama'ah sebagai
satu landasan, meski dalam beberapa ajaran ada yang sama, yang berkaitan
seperti menganggap najis kelompok lain. Mereka tidak lagi mencuci bekas
tempat shalat orang lain, tidak mengkafirkan kelompok lain. Bahkan, mereka
bersumpah di hadapan MUI Pusat bahwa, itu bukanlah taqiyah. Sesudah itu
secara parsial. Kedua, ada juga kelompok yang sangat mencurigai LDII, dan
meminta klarifikasi dilakukan dari tingkat bawah (bottom up), baru klarifikasi
nasional. Dengan demikian, ar-ruju’ ilal haq dilakukan secara qaulan wa fi Ian
Ketika LDII dianggap melakukan ar-ruju’ ilal haq, LDII dianggap sebagai
grass roots. Saya melihat, secara kelembagaan mereka tidak ada masalah, dari
pengurus pusat hingga pengurus daerah memiliki satu kata. Namun di tingkat
bawah, kemungkinan masih ada masalah, karena masih ada generasi LDII yang
sepenuhnya bisa kita jadikan indikasi bahwa LDII belum berubah. Kita
meminta ketegasan dari pengurus LDII dalam menyikapi kadernya yang masih
dinyatakan bukan bagian dari LDII. Sehingga LDII tidak lagi terkontaminasi
Saya melihat mereka mempunyai i'tikad baik. Karena itu, saya berpesan
kepada ustadz-ustadz kita untuk memandang masalah ini dengan hati yang jernih.
MUI 'kan mengajak yang sesat-sesat itu, seperti Ahmadiyah, untuk ruju' ilal
haq. LDII adalah organisasi lokal. Lain dengan Ahmadiyah yang merupakan
pimpinan tertinggi mereka. Dan, karena itu saya nyatakan bahwa pernyataan
ajaran yang diamalkan itu tidak mengandung kesesatan. Mereka sudah tidak
memegang secara penuh ajaran Nurhasan. Mungkin masih ada ajaran yang
dipertahankan, tetapi yang sifatnya amaliyah saja. Saya melihat, sudah ada
perubahan. Kita harus terus mendorong agar perubahan itu menyentuh sampai
Kalau orang mau bertaubat, jangan dilihat masa lalunya, maa madha
faata, itu sudah masa lalu. Yang jelas mereka telah berubah. Masa kita mau
membongkar Umar bin Khatab masa lalu. Sayyidina Umar masa lalunya kan
ada. Sekarang di dalam intern LDII ada pertarungan, antara yang ingin
dipegang oleh orang yang ingin berubah secara formal, dari pusat sampai ke
Mereka adalah bagian yang ingin berada di lingkungan MUI. Jadi, menurut saya,
supaya mereka berubah. Dan pada saatnya LDII harus berani membuat
tindakan terhadap jama'ahnya yang tidak mau melakukan perubahan itu. LDII
juga harus siap untuk menjaga kemurnian LDII dengan paradigma baru. Pada
30
saatnya, LDII harus berani menindak anggotanya yang bandel, yang masih
(Tokoh Ulama)
harus lihat LDII di situ. Jadi kita tidak boleh (menuding) sembarang, tanpa data
dan fakta dari hasil penelitian. Karena saya tidak punya data yang cukup, saya
tidak ingin memberikan vonis kepada LDII. Jadi saya anjurkan untuk melakukan
penelitian yang mendalam, secara kekerabatan, tidak seperti polisi atau jaksa yang
sebagai ilmuwan, kita tidak boleh ngomong seperti orang awam. Itu harapan saya
tokoh LDII. Saya berharap ada kajian yang terbuka tentang LDII, supaya ada
20
Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h 73-
78.
21
Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h. 79-
80.
31
konsep paradigma baru LDII sudah bagus kalau dilihat dari paparan yang
yang dulu diwariskan oleh Islam Jama'ah. Bahkan sekarang, justru mereka
masih ada di dalam tubuh gerakan LDII. Paradigma baru LDII adalah suatu
lakukan baru sampai tingkat PAC, belum sampai ke grass roots. Kalau begitu
secara cepat dan maksimal. Selama ini, memang kita masih melihat dan
mana di beberapa tempat masih ada pola-pola lama yang mereka terapkan Tapi
pada umumnya, informasi dari MUI Provinsi dan Kabupaten atau Kota
menyatakan bahwa sudah bagus pembinaan di internal LDII. Mereka (LDII) juga
22
Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h. 81-
84.
32
sudah membuka komunikasi dengan MUI dan ormas-ormas yang lain, meski di
beberapa tempat masih terdapat kekakuan dari pihak LDII sendiri dalam berbaur
cukup tegas dalam menerapkan paradigma barunya. Bahkan, beberapa kali saya
"Andaikata masih ada yang menerapkan pola lama dan menjalankan paham
paham Islam Jama'ah, maka kepada mereka diminta untuk keluar dari LDII, dan
dianggap itu bukan warga LDII. " Jadi, kalau melihat ketegasan semacam itu sih,
saya agak optimis bahwa paham-paham tentang Islam Jama'ah secara bertahap
jawaban saya tidak begitu valid, karena belum mendalami apa yang terjadi di
lapangan. Sebatas yang saya dengar, sebatas apa yang saya lihat, dan
terkait dengan paradigma baru LDII. Ini harus terus dipantau sejauh mana
ataupun yang biasa mereka buka itu, mestinya dilakukan pemantauan dan
Aliran atau madzhab atau firaq Islamiah itu, sepanjang masa akan tetap ada.
Kharijah anil Islam (firqah-firqah yang keluar dari Islam) adalah salah satu mata
kuliah wajib di Timur Tengah, baik itu di Ummul Qura Makkah maupun di
dan Zaidiah. Sedangkan firqah yang keluar dari Islam yaitu Syiah Ismailiah,
Bahaiyah, Qadianiyah, dan Iain-lain. Kelompok kedua ini dianggap keluar dari
sebagai bagian dari kelompok Islam (firaq Islamiah), padahal mereka telah
23
Habib setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h. 89-
92
24
Hal-hal, prisip-prinsip pokok agama yang sudah final dan pasti, yang tidak boleh
dipertentangkan
34
golongan tersebut tidak bisa dianggap sesat, karena ada dua perbedaan, yaitu
perbedaan yang bersifat wacana dan perbedaan yang bersifat aksi/amal, Lha,
LDII ini perbedaannya amal. Mereka tidak kita anggap sesat, tetapi
demikian, LDII masih dalam bagian firqah Islamiah, karena meyakini apa yang
dugaan para pengamat itu benar, perbedaan itu tidak menyebabkan LDII
menyandang label "sesat." Itu tidak sesat, hanya salah atau sempit. Itu
tanaththu, mutanatti, hatta Khawarij kita tidak mengatakan sesat. Padahal dia
yang membunuh Sayidina Ali, kita tidak mengatakan sesat, tetapi mutasyaddid,
mutatharrif.
secara positif. Paradigma Baru LDII harus disikapi dengan positif. Mereka
(LDII) mengakui kesalahan, dalam tanda petik: kesalahan ajarannya atau kesalahan
doktrinnya, bukan kesalahan aqidah. Aqidah nggak salah, dari awal nggak salah.
Aqidah dia rukun iman yang enam itu. Rukun Islamnya itu sama. Ya seperti
Orang yang menganggap orang lain sesat itu, juga sesat. Man kaffara
ahlal kitab (al-Qur'an) fahuwa kafir. Orang yang menganggap sesat orang lain,
yang tidak menolak hal-hal prinsip maka ia sesat juga, kecuali yang prinsip tadi.
menyatakan aliran Ahmadiyah adalah aliran yang ditolak oleh mayoritas umat
Islam, (tapi) tidak mengatakan sesat, karena sesat itu adalah caci-maki. Kata
para ustadz dan dai tidak boleh berhenti belajar, agar wawasan menjadi luas dan
siap menerima perbedaan. Asal mereka mau belajar, mereka akan menjadi
tasamuh. Bukan berarti menghalalkan yang haram, menerima yang sesat, tidak.
LDII yang saya ketahui itu kan sebuah organisasi Islam. Yang awalnya
dari LEMKARI kemudian menjadi LDII. Nah, sebelumnya ada yang namanya
Islam Jama'ah. Sebelum Islam Jama'ah, ada yang namanya Darul Hadits. Jadi,
itu proses dimulainya sebuah tafsir terhadap ajaran-ajaran Islam tentang imȃ mah
Sebetulnya, ajaran inti dari yang kita kenal Islam Jama'ah itu adalah
Islam Jama'ah itu adalah atsar-nya dari Sayidina Umar yaitu la islama illa bil
jama'ah walajamaata illa bil imamah wala imamata illa bithoah wala thoata illa
bil bai'at. Kemudian mamata laisa lahu biatun mata mitatan jahiliyatan,
haditsnya maupun atsarya. itu, lazim di kalangan umat Islam. Tidak merupakan
sesuatu yang aneh, artinya masyhur (umum, dikenal). Yang menjadi aneh pada
waktu itu adalah, kalau orang tidak masuk jama'ah, mereka itu dianggap bukan
Islam. Itu masalahnya. Nah, ini kekeliruan penafsiran yang banyak dilakukan
sebagai kelompok sesat. Itu adalah klaim kebenaran yang hanya ada pada
mereka. La islama illa bil jama'ah. Kata-kata jama'ah itu hanya untuk Darul
Hadits, Islam Jama'ah. Kan begitu awalnya. Mestinya tidak begitu. Jadi, Islam
Jama'ah adalah Al jama'ah min jamaatul muslimin. Jadi, satu jama'ah dari
25
Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h. 97.
37
jama'ah-jama'ahnya umat Islam. Umat Islam itu banyak jama'ahnya. Tidak satu-
Kalau ada orang mengatakan bahwa LDII itu eksklusif, dimana dia
menganggap paling benar sendiri, yang kalau ada yang shalat di masjidnya, dia
cuci, itu kita kan mengecek, "Apa benar perkataan orang itu." Orang yang
ngomong pada kita, yang menyampaikan kepada kita tentang hal-hal yang tidak
benar, kita perlu tabayyun. Tabayyun inilah pekerjaan ulama yang mesti
dilakukan. Tabayyun, apakah LDII itu sudah berubah, atau masih seperti Islam
tabayyunnya.
Kalau sudah paradigma baru seperti itu, mana lagi yang sesat, ya
nggak ada. Sepuluh kriteria kesesatan yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama
Indonesia, tidak bisa diterapkan untuk LDII, kalau seperti yang dinyatakan dari
hasil Rakernasnya. Nah, kalau mengenai praktek ini, kan manusia sekian ratus
ribu atau sekian juta itu, untuk melakukan perubahan paradigma itu
memerlukan waktu. Jadi kalau masih ada sisa-sisa Islam Jama'ah atau Darul
Hadits yang dititipkan untuk dibina di LDII belum lurus benar, itu proseslah.
Menurut saya LDII itu sebuah organisasi Islam yang bagus, dan itu
organisasi Islam yang lahir pasca kemerdekaan. Ormas-ormas Islam ini, yang
Syarikat Islam, NU, Muhammadiyah, Persis, Perti, Al Irsyad. Semua itu lahir
kemerdekaan ini dengan karya nyata, karya nyata yang persis dengan tujuan
ormas-ormas Islam yang baru, termasuk LDII. Nah, yang saya lihat nyatanya
Anggotanya itu tertib teratur. Nah, ini mudah-mudahan ke depan kalau asumsi
saya ini benar, ormas-ormas seperti LDII itu bisa memposisikan diri sebagai
agent of change dalam kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Maka umat Islam
di Indonesia ini akan punya kelanjutan yang bagus. Tapi kalau masih bangga
Sejauh yang saya ketahui, MUI saat ini sedang melakukan penelitian dan
harus dichek tentang persoalan inti LDII itu. Karena dulu, mereka dikenal
(diisukan) mempunyai sanad sendiri dan merasa orang Islam yang lain bukan
lalu kursi itu dilap (dibersihkan) lagi. Orang Islam lain dianggap najis dan lain
26
Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h.
109-112.
39
seseorang tidak berbai'at, maka orang itu akan mati seperti matinya orang
jahiliyah. Yang mereka maksud dengan bai'at di sini adalah harus bai'at kepada
imamnya. Nab, karena hal inilah kemudian, umat Islam yang lain menganggap
Jika sekarang mereka mengatakan ada paradigma baru, menurut saya hal
itu perlu ditelaah. Apakah mereka betul serius? Apakah benar mereka sudah
ini saudara se-Islamnya, dan mereka boleh menikah dengan orang Islam yang
lain, dan mereka boleh bermakmum di belakang orang Islam yang lain. Apakah
sudah seperti itu? Sebab sejauh ini, meskipun ada banyak perbedaan di antara
perbedaan itu tidak ada masalah. Termasuk menikah dengan ormas lain juga
boleh, tidak menimbulkan masalah. Hal-hal semacam itu, saya kira perlu
dievaluasi.
lama. Apakah buku-buku dan ajaran-ajaran itu sudah direvisi? Jadi tidak cukup
mereka, tetapi harus melihat realita di lapangan. Itu yang lebih penting, karena
ada masjid LDII, apakah jama'ah masjid itu sudah berbaur dengan jama'ah
yang lain? Kalau dulu mereka tidak mau shalat Jum'at dengan yang lain,
mereka membuat jama'ah Jum'at sendiri. Nah, sekarang semua itu sudah
berubah atau belum? Jadi, lebih penting praktek di lapangan, dan literatur lama
lebih jauh. Meski demikian, kita tidak apriori. Okelah sekarang ada statement
seperti itu, kita sambut dengan baik. Menurut saya, di samping menggunakan
pendekatan yang lebih aktif dan persuasif terhadap mereka. Inilah yang disebut
dengan dakwah. Barangkali mereka belum tahu, bahwa ada sebagian yang salah
dari ajaran mereka. Nah, kita tunjukkan kepada mereka dimana letak
PENGERTIAN BAI’AT
A. Pengertian Bai’at
politik yang sehat dan negara yang kuat dan stabil, serta jamaah yang sempurna
jamaah tidak ada harganya apabila individu-individu mereka tidak diikat oleh
sistem (Islam), dan tidak dipersatukan oleh pemimpin yang mengatur urusan
ia direndahkan oleh jamaahnya, tidak didengar, dan ditaati. Oleh karena itu Islam
kepada imam mereka, serta tidak keluar dari jamaah, kecuali dalam keadaan yang
sangat mendesak.1
Ada beberapa pengertian tentang bai'at dan dalam hal ini bahwa bai'at jika
dilihat dari fiqih siyasah di kalangan kaum muslimin setelah pengajuan calon
khalifah dan pemilihan dari pihak ahl al-hill wa al-aqd, atau setelah penggantian
dari khalifah sebelumnya kaum muslimin diajak untuk memberikan bai'at kepada
1
Ramli Kabi‟ Ahmad Shiddiq Abdurrahman, Bai’at Suatu Prinsip Gerakan Islam,
“Telaah Bai’at dalam Khalifah dan Jamaah”. Terj dari judul aslinya Al-Bai’ah Fi’n- Nizhami as
siyasi al- Islami wa Thathabiqatuha fi Hayati as-Siyasiyah al-Muashirah (Jakarta: el-Fawaz Press,
1993), h. 35
41
42
Arti bai'at dilihat dari segi etimologis (lughot) adalah berasal dari bahasa
bahasa Arab karangan Prof Dr. H. Mahmud Yunus adalah artinya bersetia,
kamus al-Munawwar karangan A.W. Munawwar kata bai'at adalah عملية بيع:البيعة
artinya transaksi penjualan dan ( عقد البيعة )التو ليةartinya: ikatan janji. 4
b. Adanya dua barang atau sarana yang saling dipertukarkan oleh dua pihak
dalam akad.
c. Adanya kerelaan yang sempurna dari dua belah pihak yang berakal,
2
Ramli kabi‟ Ahmad Shiddiq Abdurrahman, Bai’at Suatu Prinsip Gerakan Islam, “
Telaah Bai’at Dalam Khilafah Dan Jamaah”. Terj dari judul Aslinya Al-Bai’ah Fi’n-Nizhami As
Siyasi Al-Islami Wa Thathbiqatuha Fil Hayati As-Siyasiya Al-Muashirah, h. 36
3
Muhammad Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidayah Karya
Agung, 1997) cet. ke-1, hal. 75
4
A. W. Munawir, Kamus al-Munawir, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1984) cet. ke-1,
hal. 135
5
Ramli kabi‟ Ahmad Shiddiq Abdurrahman, Bai’at Suatu Prinsip Gerakan Islam, “
Telaah Bai’at Dalam Khilafah Dan Jamaah”. Terj dari judul Aslinya Al-Bai’ah Fi’n-Nizhami As
Siyasi Al-Islami Wa Thathbiqatuha Fil Hayati As-Siyasiya Al-Muashirah, h. 40
43
mengenai bai'at diantaranya adalah: bai'at diambil dari kata ba'a yang berarti
membeli sesuatu dengan harga dan kesepakatan dua orang yang sedang
tangan yang lainnya sebagai tanda setuju. Bai'at seperti ini telah berjalan
kesepakatan kewajiban menjual (ba'i) dan janji setia. Jadi bai'at berarti pemberian
janji orang yang membai'at untuk patuh dan taat kepada pemimpin dalam
keadaan susah dan lapang, yang disukai dan yang tidak disukai, tidak
Ibnu Khaldun mendefinisikan. “... bai'at adalah janji setia, seorang pemberi
bai'at tidak akan menentang sedikitpun mentaati dan mematuhi perintah dan tugas
yang diberikan kepadanya dalam hal yang disukai maupun yang tidak disukai.
Mereka apabila membai'at amir dan memberi ikatan sumpah setia kepadanya
demikian itu mirip dengan apa yang dilakukan oleh pembeli dan penjual. Bai'at
menjadi jabat tangan karena bai'at merupakan bentuk kata benda (masdar) dari
kata ba'a....”7
6
Muhammad Abdul Qadir Abu fariz, Sistem Politik Islam, (Jakarta: Rabani Press, 1987),
cet. ke-1, h. 205
7
Muhammad Abdul Qadir Abu Fariz, “Sistem Politik Islam” hal. 205
44
Menurut Dr. Muhamad Abdul Qadir Abu Faris: “... Bai‟at adalah
menyatakan janji dari orang yang berbai‟at untuk mendengar, taat kepada
pemimpin, baik dalam hal yang menyenangkan maupun pada hal yang tidak di
urusan kepadanya...”8
pengakuan Ummat untuk mematuhi dan mentaati imam yang dilakukan oleh ahlu
dialamatkan kepada khalifah, jika masih ada di muka bumi. Sehingga maksud
bai‟at adalah perjanjian untuk taat, bersumpah setia kepada khalifahnya untuk
mendengar dan taat kepadanya, baik dalam hal yang menyenangkan maupun tidak
8
Ramli Kabi‟ Ahmad Shiddiq Abdurrahman, Bai’at Suatu Prinsip Gerakan Islam, “
Telaah Bai’at Dalam Khilafah Dan Jamaah”. Terj dari judul aslinya Al-Bai’ah Fi’n-Nizhami As
Siyasi Al-Islami Wa Thathbiqatuha Fil Hayati As-Siyasiya Al-Muashirah. h. 45
9
T.M. Habsi Ash Shidieqy, Asas-asas Hukum Tata Negara Menurut Syariat Islam,
(Yogyakarta: Matahari Masa, 1969), h. 66
45
firqoh-firqoh), yang tidak mengikuti seorang pun dalam firqoh yang ada. Dengan
kata lain, apabila khlifah atau kekhalifahan sedang vakum maka wajib bai‟at pun
tidak ada.
kultus modern lain baik di pelosok desa maupun di pusat metropolitan selalu
berfirman:
46
Serta Rasul pun sebagai suri tauladan bagi umat manusia sebagaimana yang
difirmankan oleh Allah di dalam al-Qur'an:
Artinya "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.s. al-Ahzab [33]: 21)
bukan hanya sebagai penyampai dan penjelas keseluruhan wahyu Allah tetapi
juga diberi hak legistatif atau hak menetapkan hukum bagi manusia dan hak
tugas yang beliau lakukan setelah di Madinah, peranan luas bukan hanya sebagai
Rasul dan pendakwah yang mengajak manusia beriman pada Allah dan sebagai
pemimpin dari kelompok Madinah pada bai'at Aqobah I (62I M) dan bai'at
proses yang unik. Yang d i p i l i h memang rnempunyai kwalitas yang unik, yaitu
antara sesama manusia. Isinya biasa berupa kemauan timbal balik dan
kesepakatan politik.
Bai'at pada masa Rasulullah Saw bagi laki-laki adalah berbentuk kata-kata
disertai jabat tangan, yang intinya adalah ikrar janji setia kepada pemimpin.
adalah dengan kata-kata tanpa disertai dengan jabat tangan. Pada musim haji tahun
ke-12 H sesudah kenabian (ba'da bi'tsah) dua belas laki-laki dan seorang wanita
10
J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintah Dalam Piagam Madinah Ditinjau
dari Sudut Pandang al-Qur’an, (Jakarta: Rajawali Press, 1996), cet. II, hal. 70
11
Keduabelas anggota ini dikenal sebagai penelong (Anshor) adalah anggota dua suku
besar yang mendominasi Yastrib. Yaitu Aws dan Kharaj. Masing-masing suku ini bercabang
dalam klan yang lalu datang. Awf dan Muadz, keduanya putra „Afra;mKlan Zurayq: Rafi bin
Malik dan Dakhwan bin Abdul Qoys. Klan Salimah: Uqbah bin Amir. Klan Sawad: Qutbah bin
Amir. Klan Salim: abbas bin Ubadah. Klan Awwf: Ubadah bin Samit dan Yazid bin Tsa‟labah
alias Abu Abdurrahman. Klan amr bin awf: Umyam bin Sa‟idah, banu Aws diwakili Abul haytsam
bin Tayyihan, alias Malik, yang berasal dari klan Abdul asyhal.
48
dan tangan Nabi berada di atas tangan mereka. Adapun materi bai'at (seperti
dituturkan oleh 'Ubadah ibn Shamit, salah seorang peserta bai'at) sebagai
berikut:
Bahwa kami tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun; tidak
akan mencuri (korupsi), tidak akan berzinah (prostitusi) tidak akan membunuh
kami dan tidak akan mendurhakainya (Rasul) dalam hal yang ma'ruf."
Isi bai'at Aqobah I bersifat religius dan akhlaqi, ikrar ini hanya semacam
berhasil melapangkan jalan bagi hijrah kaum muslimin dan Nabi serta
masuk Islam, yaitu Sa'ad ibn Mu'az dan Asid ibn Hudayr, yang kemudian
menjadi pembela Nabi dan Islam dengan gigih dan penuh keikhlasan.12 Bai'at
Aqobah I ini disebut juga bai'at an-Nisa (perjanjian wanita) karena dalam bai'at itu
ikut seorang wanita bernama Afra binti 'Abid ibn Tsa'labah. Di samping itu pula
12
Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan UUD 1945, Kajian Perbandingan Tentang
Dasar Hidup Bersama Dalam Masyarakat yang Majemuk, (Jakarta: UI Press, 1995), cet. I, hal. 85
49
mungkin juga karena tidak ada acara "jabat tangan" sebagaimana dalam ikrar
Aqobah II nanti, ketika Muhammad tidak menjabat tangan dua pengikut wanita.
Madinah terdiri dari 73 pria dan 2 wanita bertemu dengan Nabi di Aqobah,
diantar oleh Mushab bin Umayr. Saat janji itu tiba, mereka menuju ke lembah
sempit antara dua bukit. Seorang wajah baru adalah Abdullah bin Amir, ia diajak
masuk Islam demi mengubah nasib dan diminta merahasiakan hal ini dari
rombongan kafir. Ada dua wanita di antara Anshar ini, yang satu bernama
Nusaybah, dan wanita yang satu lagi bernama Asma' alias Umm Mani. Kedua
wanita itu ikut berikrar, tetapi tidak menjabat tangan Muhammad, karena
kedua pihak, menanyakan apakah setuju, dan kalau ya. Lalu mengatakan:
"teruskan, kami telah berikrar dengan anda. Banyak tokoh kabilah Aws dan
Kami adalah tukang perang dan selalu bertengkar. Jika kami memutuskan
hubungan dengan kaum Yahudi, sudikah anda membela kaumku?" Jawab Nabi:
akan memerangi musuh kalian dan aku akan berdamai dengan siapa saja yang
Bai'at Aqobah II ini juga dinamai bai'at Aqobah besar dan bai'at
Salah satu isi penting dari ikrar Aqobah II ini adalah dicantumkannya
penghormatan.
rombongannya turun di tempat itu merasa khawatir akan serangan yang hendak
muslimin ke kota Mekkah dengan segenap kekuatan yang ada pada mereka.
memanggil Umar bin Khattab ra, tetapi Umar menjawab: "Ya Rasulullah, di
Mekkah tidak ada seorang pun dari Bani 'Adiy bin Ka'ab (kabilahnya Umar) yang
akan marah dan membelaku jika aku diserang. Sebaiknya anda mengutus
51
Utsman bin Affan ra. Di sana ia mempunyai banyak kerabat yang akan
memakan waktu yang sangat lama, sehingga Utsman dikabarkan telah terbunuh.
Mereka gelisah menantikan Utsman yang tidak kembali juga, dugaan tersebut
menjadi kuat bahwa utusan Rasulullah Saw telah terbunuh oleh kaum musyrikin
musyrikin. Para sahabat pun semuanya menyatakan janji setia (bai'at) kepada
Rasulullah mereka mengikrarkan sumpah setia akan tetap membela Allah dan
Rasul-Nya dalam keadaan bagaimanapun juga dan seorang pun yang akan lari
pernyataan dan janji setia yang diridhoi Allah, peristiwa ini diabadikan di dalam
52
Peristiwa Hudaibiyyah ini terjadi dengan adanya perjanjian dari kedua pihak
sebagai berikut:
4. Orang-orang Arab atau kabilah yang ada di luar perjanjian itu dibolehkan
5. Untuk tahun ini Rasulullah Saw dan kaum muslimin harus kembali ke
(tiga) hari.
dalam sarung.13
Mekkah tahun depan. Diantara mereka masih banyak yang kecewa, karena
ketidak adilan yang diterima oleh kaum muslimin dalam perjanjian Shulhul
(tiga) bulan, Muhammad telah merasakan bahwa ajalnya akan segera tiba.
sangat tegang. Keadaan itu demikian kritis, pedang hampir saja terhunus dari
13
Muhammad al-Hamidi al-Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad Saw,
(Jakarta: Yayasan al-Hamidi, 1996), cet. ke-6, hal. 667
54
Dalam sejarah Islam 4 (empat) orang pengganti Nabi dan meneruskan misinya,
mereka adalah pemimpin yang adil dan benar, setelah keempat pemimpin itu
bin Ubadah di Saqifah Bani Saidah. 14 All bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam
Usaid bin Hudhair dari Banu Abdul Asyhal. Kemudian seseorang datang kepada
Abu Bakar dan Umar, mengatakan bahwa kaum Anshor telah berkumpul di
kaum Anshor di Saqifah pada sore hari Senin 12 Rabiul Awwal 11 H, pada
saat Rasul belum dimakamkan, mereka itu adalah Abu Bakar, Umar, Abu
'Ubaidah, Mughirah bin Syu'bah, Abdurrahman bin Auf dan Salim Maula Abu
Khuzaifah.15
14
Saqifah adalah nama lembaga permusyawaratan masyarakat Madinah. Saqifah atau
bailairung bertempat di suatu tcrnpat selatan 500 m sebelah barat masjid Nabi. Disini terdapat sebuah
sumber air yang bernama Bi'r Budha'ah dan sebuah masjid. Marga Sa'idah yang mendiami "desa"
ini memiliki semua bailairung (Saqifah) tempat musyawarah yang terkenal dengan nama Saqifah
Bani Sa'idah. Disinilah kaum Anshor berkumpul pada saat Rasulullah wafat, untuk mengangkat
Sa'id bin Ubadah pemimpin kaum Anshor menjadi pemimpin umat.
15
O. Hashem, Saqifah, suksesi Sepeninggalan Rasulullah, Awal Perselisihan Umat,
(Depok: Penerbit Yafi, 1989), cet. ke-2, h. 209
55
tengah-tengah, keturunan kami yang mulia, dan kami adalah saudara Rasul
yang paling dekat, sedang kamu, kaum Anshor adalah saudara-saudara kami
dalam Islam, dan kawan-kawan kami dalam agama. Kalian menolong kami,
kebaikan kalian. Maka kami adalah pemimpin (umara') sedang kalian adalah
pembantu (wuzara), menteri. Orang Arab tidak akan tunduk kecuali kepada
orang Quraisy. Tentu sebagian dari kamu mengetahui betul: para pemimpin
adalah dari orang Quraisy, (al-a'immah min Quraisy), maka janganlah kalian
anugrah dari Allah. Dan ketahuilah bahwa kami adalah sahabat Rasul yang
Dari argumen Abu Bakar ini diketahui "bahwa", Abu Bakar, Umar dan Abu
Ubadah adalah kerabat Rasul, dan ketika disampaikan argumen tersebut, kepada
Ali, Ali pun berkata: "Bila anda berargumentasi kepada kaum muslimin dengan
dekatnya kekerabatan kepada Rasul, bukankah yang lebih dekat lagi kepada beliau
lebih berhak dari diri anda sendiri?. Dari argumen Abu Bakar ini diketahui
"bahwa", Abu Bakar, Umar dan Abu Ubadah adalah kerabat Rasul, dan ketika
disampaikan argumen tersebut, kepada- Ali, Ali pun berkata: "Bila anda
Rasul, bukankah yang lebih dekat lagi kepada beliau lebih berhak dari diri anda
sendiri?
16
O. Hashem, Saqifah, suksesi Sepeninggalan Rasulullah, Awal Perselisihan Umat, hal.
210
56
Bakar berkata: "Kaum Quraisy lebih dekat kepada Rasul dari pada kalian.
Maka inilah Umar b i n Khattab kepada siapa Nabi berdo'a Ya Allah kuatkan
imannya (Umar)17 dan yang l ai n adalah Abu Ubadah, yang oleh Rasul disebut
sebagai orang terpercaya dari umat ini; pilihlah orang yang kalian kehendaki
mengatakan," Kami tidak menyukai diri kami melebihi anda. Anda adalah
sahabat Nabi, dan orang kedua dari yang dua (dalam gua pada waktu hijrah).18
Dan ketika Abu Bakar mencalonkan dirinya, Umar berkata, "Sementara anda masih
hidup? Siapakah yang dapat menggeser kedudukan anda yang telah ditentukan
oleh Rasul?"
kawan Anshor, kalian adalah yang pertama membela Islam, maka janganlah
kamu menjadi orang yang pertarna memisahkan diri dan berubah." Kemudaian
Abdurrahman bin Auf berdiri dan berkala: "Kalian memang berjasa tetapi kalian
tidak memiliki orang-orang seperti Abu Bakar, Umar dan Ali." Sampai di sini,
seorang Anshor yang bernama al-Mundzir bin Arqom menjawab: "Kami tidak
17
As-Syaikhani meriwayatkan dengan sanad keduanya dari Abdullah bin umar ra, dia
berkata: dikatakan kepada Umar, "tidakkah anda mengangkat seorang khalifah?" Umar berkata,
"kalau aku mengangkat seorang khalifah, maka sungguh ada yang lebih baik dariku yang
megangkat seorang khalifah, yaitu Abu Bakar, dan kalau aku membiarkannya, maka telah ada
orang yang lebih baik dariku yang membiarkannya, yaitu RasuluIIah saw. Maka orang-orang
pun memujinya lantas ia berkata, "dengan harap dan cemas aku mengharapkan andaikan aku
selamat darinya dengan keadaan nihil, tidak ada pahala dan tidak ada dosa. Aku tak sanggup
menanggungnya baik ketika hidup maupun sesudah mati."
18
O. Hashem, Saqifah, suksesi Sepeninggalan Rasulullah, Awal Perselisihan Umat,
hal.212
57
seorang di antara kalian yang tidak akan ada seorang pun menolak, apabila ia
menginginkan kepemimpinan ini; orang itu adalah Ali bin Abi Thalib.
Bard Saqifah dan ketiaka Abu Bakar akan memenangkan perdebatan itu
dengan argumennya, maka Ali adalah orang yang paling tepat memenuhi
argumen itu, lalu mereka berteriak: "Kami tidak akan membai'at yang lain kecuali
Ali" Bahkan suara-suara itu masih terdengar di saat pembai'atan Abu Bakar
berlangsung.
Dalam keadaan yang tegang itu dan teriakan-teriakan semakin keras yang
Abu Bakar, "Buka tangan anda wahai Abu Bakar", Umar pun membai'at Abu Bakar
tidak berbeda secara substansial dengan pencalonan Abu Bakar. Ketika Abu
Bakar dibai'at di Saqifah keesokan harinya ia duduk di atas mimbar, dan Umar
pun berdiri berbicara sebelum Abu Bakar berbicara, "Dan sekalian manusia,
yang tidak aku temukan di dalam kitab Allah dan tidak pula ada janji
pencalonan seseorang kepada Rasulullah Saw. Akan tetapi aku telah melihat
Allah akan memberi petunjuk kepada kalian. Allah telah memberikan urusan
kalian kepada orang yang berhak dan terbaik diantara kalian, sahabat
Rasulullah Saw, orang kedua diantara dua orang ketika mereka berdua di
dalam gua. Maka berdirilah kalian dan bai‟atlah Abu Bakar.” Kemudian
orang-orang pun memberi bai‟at kepada Abu Bakar secara umum setelah
bai‟at di Saqifah. 19
untuk membeli keperluan sehari-hari di pasar Madinah yang dibuka pada hari
kamis, Umar pun telah menyuruh mereka dari anggota-anggota klan Aslam
untuk membai‟at Abu Bakar. Tetapi banyak juga yang tidak membai‟at Abu
hari setelah Rasulullah wafat. Ali tidak membai‟at Abu Bakar bukan karena
kekhalifahan itu adalah hak Ali dan Abu Bakar telah merampas darinya.
19
Muhammad Abdul Qadir Abu Fariz, Sistem Politik Islam, hal. 160
59
la bernama Umar ibn Khattab ibn Nufail keturunan Abdul 'Uzza al-
Quraesy dari Suku „Adi; salah satu suku yang mulia.20 Umar masuk Islam pada
tahun kelima setelah kenabian, salah satu sahabat Nabi yang terdekat. Umar bin
Khattab adalah seorang yang dapat memecahkan masalah yang rumit tentang
wafatnya Rasulullah Saw. dengan memilih dan membai'at Abu Bakar sebagai
Setelah Abu Bakar menjabat khalifah selama dua tahun, Abu Bakar
jatuh sakit. Dalam keadaan sakitnya itu, Abu Bakar berinisiatif untuk mengangkat
Umar sebagai khalifah, namun sebagian para sahabat khawatir terhadap karakter
Umar, karena ia dikenal di kalangan para sahabat sebagai orang yang memiliki
orang untuk memanggil Abdurahman bin Auf dan Usman bin Affan. Untuk
wasiat Abu Bakar ditulis oleh Usman bin Affan yang bertuliskan sebagai bertkut:
20
Ali Mufrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
2000), cet. ke-1, h. 52
21
Ali Ahmad As-Syalus, Ensiklopedia Sunnah-Syi’ah; Study Perbandingan Aqidah dan
Tafsir, (Jakarta, al- Kautsar, 2001), cet. ke-1, h. 20
60
"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang" ini
adalah wasiat kepada kaum mukminin dari saya, Abu Bakar bin Abi
maka dengarkanlah dan turutilah dia, saya membuat dia jadi penguasa
Setelah wasiat itu tertulis, Umar telah berpakaian rapih dikelilingi oleh
membawa surat wasiat tersebut yang kemudian dibacakan secara resmi. Dan
ketika Abu Bakar meninggal dunia Umar pergi ke masjid dan menyampaikan
tidak seorangpun terlambat dalam pembai'atan Umar kecuali Sa'ad bin Ubadah.
Kekhalifahan Umar berlangsung dengan lancar dan baik hingga masa akhir.
2. Bila dua calon yang mendapat dukungan yang sama besar, maka
22
O. Hashem, Saqifah, suksesi Sepeninggalan Rasulullah, Awal Perselisihan Umat,
hal.290
23
Keenam Sahabat tersebut adalah: Ustman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Saad bin
Abi Waqqosh, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Thalha bin Ubaidillah serta Abdullah bin
Umar
61
menang.
3. Bila ada anggota dari badan ini yang tidak mau mengambil bagian
kepalanya.
yang bersaing dalam masalah ini. Akan tetapi jika kalian berkenan aku akan
malam itu hingga pagi harinya, lalu membai'at Utsman. Orang-orang yang
berembuk itu, setelah berkumpul di dekat mimbar. Masyarakat luas dari berbagai
lapisan diminta hadir. Pada saat mereka telah berkumpul kemudian Abdurrahman
mengamati terhadap urusan kalian, dan aku lihat mereka cenderung kepada
62
Aku membai'atmu (wahai Utsman) atas sunnah Allah dan Rasul-Nya serta dua
disusul kemudian dengan pemberian bai'at kepada Utsman oleh khalayak umum,
kaum Muhajirin dan Anshor, para komandan militer dan kaum muslimin pada
umumnya.
sarat dengan kemakmuran dan keberkahan. Khalifah Utsman adalah khalifah yang
sangat lama masanya dibandingkan khalifah yang lainnya yaitu selama 12 tahun.
berhasil.
Madinah saat itu sedang kosong, para sahabat banyak yang berkunjung ke
berada di Madinah, antara lain Thalhah bin 'Ubaidillah, dan Zubair bin Awwam.
24
Kedua sahabat itu menemui Ali dan berkata, "Umat ini harus mempunyai imam."
Ali menjawab, "Aku tidak perlu dalam urusan kalian ini. Siapapun yang akan
24
O. Hashem, Saqifah, suksesi Sepeninggalan Rasulullah, Awal Perselisihan Umat, hal.
64
63
dipilih aku akan menerimanya. Mereka berkata lagi, "Kami tidak memilih
kami tidak mengetahui apakah ada seseorang yang berhak daripada engkau
yang lebih dahulu masuk Islam dan lebih dekat kekerabatannya dengan
Rasulullah Saw." Ali masih saja menjawab, "Menjadi wazir itu lebih baik
daripada menjadi 'amir." Mereka menjawab, "Demi Allah kami tidak melakukan
apapun hingga kami membai'at engkau." Ali berkata," Jika demikian maka
Ali datang dan naik ke mimbar dan berpidato," Hai, sekalian manusia,
dalamnya selain orang yang kalian angkat. Kami kemarin telah berbeda. dalam
suatu masalah dan aku tidak suka pada urusan kalian ini kecuali aku diberi
amanat atas kalian. Ketahuilah bahwa aku hanya membawa kunci-kunci harta
kalian. Aku tidak berhak mengambil satu dirhampun milik kalian itu. Jika
kalian mau, aku berikan kepada kalian. Jika tidak, maka aku tidak menjanjikan
kepada siapapun." Mereka berkata, "Kami menyepakati atas apa yang kalian
rnembai'atnya. Ali berkata. "Jika kalian ingin membai'atku dan jika tidak aku
membai'at engkau." Keduanya membai'at Ali, yang kemudian diikuti oleh kaum
muslimin.
64
yang tidak bersalah oleh pedang saudaranya sendiri di wilayah kaum muslimin.
ayat al-qur'an tentang Bai'at. Bahwa kata bai ( ) adalah bentuk masdar dari
Qur‟an, bai‟ dan kata keturunannya tersebut 15 kali, tersebar dalam delapan
Dalam hal ini apabila kata itu dirubah wazan (bentuk)-nya menjadi bâya’a
Namun, dilihat dari bentuk katanya, yang di dalam hal ini menggunakan
sehingga baik yang membai‟at maupun yang dibai‟at harus secara timbal balik
25
M. Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur’an Kajian Kosa Kata, (Jakarta: Lentera Hati,
2007), hal. 123-124
65
1. Surat Al-Fath
Ayat 10
Artinya: “Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu
Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. tangan Allah di atas tangan
mereka, Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia
melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati
janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar”.
Ayat 18
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin
ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Maka Allah
mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan
atas mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan kemenangan yang
dekat (waktunya)”.
Dari kedua ayat pada surat al-Fath ini kami menerangkan bahwa Pada
di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke
Utsman ditahan oleh kaum musyrikin kemudian tersiar lagi kabar bahwa
Utsman telah dibunuh. karena itu Nabi menganjurkan agar kamu muslimin
66
setia kepada Nabi dan mereka akan memerangi kamu Quraisy bersama Nabi
sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat ini, karena itu disebut Bai'atur
yang berjanji setia biasanya berjabatan tangan. Caranya berjanji setia dengan
Rasul ialah meletakkan tangan Rasul di atas tangan orang yang berjanji itu.
Jadi maksud tangan Allah di atas mereka ialah untuk menyatakan bahwa
berjanji dengan Rasulullah sama dengan berjanji dengan Allah. Jadi seakan-
diperhatikan bahwa Allah Maha suci dari segala sifat-sifat yang menyerupai
makhluknya.
2. Surat al-Mumtahanah
Ayat 12
67
ini adalah tentang bai‟at terhadap kaum wanita yang datang kepada Nabi
Muhammad Saw, dan Nabi Saw menguji mereka dengan syarat-syarat yang
tertera di dalam surat tersebut, dan dalam bai‟at tidak ada anjuran untuk
berperang, hanya bersifat ketaatan dan kepatuhan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Adapun perbuatan yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka itu.
hubungan antara pria dan wanita seperti tuduhan berzina, tuduhan bahwa anak
3. Surat al-Ahzab
Ayat 15
Artinya: “Dan Sesungguhnya mereka sebelum itu telah berjanji kepada
Allah: "Mereka tidak akan berbalik ke belakang (mundur)". dan adalah
Perjanjian dengan Allah akan diminta pertanggungan jawabnya”.
Ayat 23
68
keteguhan dan sikap yang kokoh merupakan inti kekuatan Islam dan kaum
kepadanya yaitu sikap keteguhan ummat untuk selalu taat kepada Allah agar
lebih dekat kepada Allah, walaupun dalam hal itu mereka akan menemui
Bai’at merupakan sisi kegiatan politik yang paling jelas yang dilakukan
oleh umat. Dalam pandangan Islam, ba’iat merupakan tiang pancang bagi
sistem hukum dan bahkan dalam sejarah Islam pada zaman Rasulullah Saw,
politik Islam dan perangkat untuk menyatakan kelaziman kepada jalan dan
syariat Islam.
pertemuan nasional atau muktamar luar biasa yang membicarakan nasib umat
dalam perjalanannya pada masa yang akan datang. Hasil yang terbesar dalam
pertemuan adalah berdirinya institusi kekhalifahan yang sejak saat itu menjadi
Artinya :”Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu
Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah tangan Allah di atas tangan
mereka. Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia
1
M. Abdul Qadir Abu Fariz, Sistem Politik Islam, (Jakarta: Rabbani Press), cet. ke-1, h.
157
69
70
melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati
janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar”. (Q.S.
al-Fath: 10)
merupakan janji setia dari kader LDII kepada imam, dalam hal ini Nurhasan;
dipahami dalam syari’at, seperti apa yang penulis jelaskan pada bab sebelumnya,
dimana bai’at tersebut dialamatkan kepada khalifah, jika masih ada di muka bumi.
Sehingga maksud bai’at adalah perjanjian untuk taat, bersumpah setia kepada
khalifahnya untuk mendengar dan taat kepadanya, baik dalam hal yang
firqoh-firqoh), yang tidak mengikuti seorang pun dalam firqoh yang ada. Dengan
kata lain, apabila khlifah atau kekhalifahan sedang vakum maka wajib bai’at pun
tidak ada.
khalifah. Kajian tentang Ba’iat dalam LDII, tidak diarahkan sebagai wacana
saja. Hal ini sama dengan yang berlaku dalam pemahaman umum orang-orang
71
wallahu a‟lam pada saat dipertanyakan bai’at dan karena selama bergabung di
bahwa LDII tidak menggunakan atau menganut sistem keamiran yang harus di
bai’at. Yang ada hanya keberadaan ketua umum di tingkat DPP dan berbagai
tingkat pengurus dibawahnya (ketua DPD Provinsi, Kabupaten atau kota, PC, dan
PAC). Masalah keamiran tersebut sebatas masalah keilmuan saja dan nilai-nilainya
dalam kehidupan kita sehari-hari dengan sebutan lain seperti manager, ketua atau
kepala bahkan dalam hadîts ada istilah lain lagi untuk pemimpin ini, yaitu roo‟in
hakekatnya setiap orang adalah roo‟in sebagaimana diriwayatkan dalam shahih al-
Bukhari:
Demikian pula dengan bai’at kata ini juga bukan istilah yang menyeramkan
bahkan kata-kata ini juga terdapat di dalam al-Qur’an seperti dalam surat al-Fath
2
Wawancara pribadi dengan Aceng Karimullah, Jakarta, tanggal 19 Pebruari 2010
72
Artinya :”Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu
Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah tangan Allah di atas tangan
mereka. Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia
melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati
janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar”. (Q.S.
al-Fath: 10)
Artinya: “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang
beriman untuk Mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan
Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-
anaknya, tidak akan berbuat Dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan
kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, Maka
terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk
mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(Q.S. al-
Mumtahanah: 12)
sistem politik Islam atau kekhalifahan, serta kesetian dan kepatuhan kepada
lancar dan mulus tanpa adanya seorang pemimpin atau imâmah. Dan
tidak akan sah seorang menjadi imam (khalifah) kecuali melalui proses
73
bai’at. Dan selama setia terhadap bai’at maka hukumnya wajib, tidak
yang bersifat adil dengan cara bai’at dan musyawarah dengan ada
perselisihan dalam beberapa hal, seperti penentuan siapa orang yang sah
dibai’at.3
kaum muslimin.
dilakukan ketika zaid bin Ali di masa pemerintahan Hisyam bin Abdul
adalah suatu jabatan “ketuhanan” yang dipilih oleh Allah swt. Menurut
Rasulullah adalah Ali bukan Abu Bakar, Umar dan Ustman. Mereka
3
Ali Ahmad as-Salus, Ensiklopedi Sunnah-Syiah, Study Banding Aqidah dan Tafsir,
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), jilid 1, cet. ke-1, hal. 17.
4
As-salus, Esiklopedi Sunnah-Syiah, h. 25.
74
terdapat dalam satu bab fiqih pun yang bernama bai’at misalnya.
diberikan kepada seorang imam atau pemimpin apa saja, maka bai’at itu
Era hijrah Rasulullah merupakan pencerahan atau era baru dalam usaha
beliau dalam mengefektifkan dakwah Islam, karena di kota Madinah itu Rasulullah
Saw telah mendapatkan dukungan yang kuat dari kalangan umat Islam.
Sebagaimana telah diterangkan pada bab sebelumnya bahwa rasulullah Saw untuk
madinah pada bai’at Aqobah I (621 M) dan bai’at Aqobah II (622 M)7. Dengan
Madinah, dan perjanjian tertulis hanya dikuti beberapa orang-orang pemimpin atau
pemuka setiap suku dari kalangan orang-orang muslim dan non muslim yang
5
As-salus,Esiklopedi Sunnah-Syiah, h. 27.
6
Husein Shihab, al-Huda Jurnal kajian Ilmu-ilmu Islam; Bai‟at dalam al-Qur‟an dan
Sunnah, (Jakarta: Pusat Penelitian Islam, 2002), h. 26.
7
J. Suyuti Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerinyahan dalam Piagam Madinah Di Tinjau
dari Pandangan Al-Qur‟an, (Jakarta: Rajawali Press, 1996), cet. ke-2, h.70
75
memiliki warga dan sukunya, namun dapat dikatakan bahwa mereka telah
“kehendak rakyat”. Dalam negara demokratis sudah pasti ada, dan mungkin juga
merupakan “pilihan semua warga negara” artinya, walaupun seluruh rakyat tidak
terlibat langsung dalam proses pemilihan pemerintah yang berkuasa sering diklaim
Wacana sirah Nabi Saw yang menjelaskan bahwa ada 2 macam bai’at
yaitu:
1. Bai’at wajib Ain (Bay‟ah ayniyyah wajibah) atas setiap orang Islam lelaki
dan perempuan. Bai’at wajib ain adalah meliputi aqidah dan akhlaq sosial
Islam.
2. Bai’at wajib kifayah (Bay‟ah kifayyah wajibah) atas sebagian orang tanpa
melibatkan orang lain. Bai’at ini adalah yang berkaitan dengan perkara-
menyimpulkan, bahwa bai’at dalam ayat tersebut merupakan bai’at yang terjadi
di bawah pohon kayu (Samurah) yang dinamai “Bai’atur Ridhwan”, yaitu bai’at
yang telah dilakukan dengan suka rela, dengan kemauan tiap-tiap orang-orang
dan dengan kebulatan tekad, sedia berperang dan sedia mati untuk membela Nabi
kabar bahwa Ustman Bin Affan r.a telah dibunuh oleh orang-orang kafir Quraisy.
Yang mana dalam peristiwa kelak akan terjadi perjanjian Hudaibiyyah yaitu
Umat adalah pemilik yang sah dalam memilih khalifah yang diangkat untuk
wakil-wakil mereka untuk diserahi imam dan membai’at kepadanya. Para wakil-
wakil itu assalah oarang pilihan, tokoh pemikir, praktisi dan para pemuka yang
diistilahkan dalam fiqih siyasah dengan a-hill wa al-aqd; atau dengan cara
pencalonan seseorang yang diajukan oleh khalifah yang terdahulu untuk menjadi
terlebih daahulu. Sebagaimana yang dilakukan Abu Bakar yang mana juga
apapun dengan cara lain yang mungkin terjadi di masa mendatangdengan syarat
pemimpin pertama umat Islam, itu terbukti oleh sejarah dengan terjadinya bai’at
terhadap beliau baik di Aqobah ataupun di bawah pohon Samurah. Langkah inilah
yang membawa kepada terbentuknya komunitas atau negara Islam yang pertama
kali. Pada saat itu unsur-unsur negara telah terpenuhi, yaitu ada teritorial
8
M. Abdul Qadir Abu Fariz, Sistem Politik Islam, cet. ke-1, h. 159
9
Ahmad Azhar Basyir, Refleksi Atas Persoalan Keislaman, (Bandung: Mizan, 1994), cet.
ke-2, h. 50
77
ketaatan kepada khalifah atau ulil amri, penulis mencoba mengajukan beberapa
al-amri itu ialah para raja dan kepala pemerintahan, yang perintahnya
dimaksud dengan ulil amri adalah para amir (pemimpin) kaum muslimin
pada zaman Rasulullah Saw. Peninggalan para ulil amri itu dipindahkan
kepada para khalifah, qâdi, dan kepala para pasukan tentara yang
wajib ditaati oleh kaum muslimin selama mereka itu di dalam kebenaran.11
amri yang wajib ditaati oleh kaum muslimin itu ialah ahli ijmak menurut
yang telah ditetapkan dalam ushul fiqh. Mereka itu adalah ahli ijtihad
tentang hukum keagamaan pada masa itu. Ulil amri juga berarti segolongan
umat ahlul halli wal aqdi (kelompok yang ahli dalam mengambil keputusan
dan memberi pertimbangan yang sehat demi kepentingan umat). Jadi , yang
dimaksud ulil amri itu ialah ahli ijmak dan ahlul halli wal aqdi.12
4. Al-Ashfani mengemukakan empat makna ulil amri, yakni (1) para Nabi
10
Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1995), h. 98.
11
Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, h. 98.
12
Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, h. 98.
78
filosof yang menguasai kehidupan batin orang-orang tertentu; dan (4) para
lembaga yang terdiri dari para amir, hakim, ulama, kepala pasukan militer,
serta seluruh ketua dan pemimpin masyarakat yang menjadi rujukan dalam
pemimpin, dan tokoh-tokoh yang memiliki keahlian khusus yang relevan dengan
kehidupan ummat. Mereka ini apabila telah bersepakat dalam menetapkan sebuah
Para ulama tafsir dan fiqih siyasi membuat empat definisi ulil amri, yaitu:
(1) raja dan kepala pemerintahan yang patuh dan taat kepada Allah Swt dan
Rasulullah Saw, (2) raja dan ulama, (3) amir di zaman Rasulullah Saw. Setelah
Rasulullah wafat jabatan itu berpindah kepada qâdi (hakim), komandan militer,
dan mereka yang meminta anggota masyarakat untuk taat atas dasar kebenaran, (4)
mujahid atau yang dikenal dengan sebutan ahlul halli wal aqdi (yang memiliki
Ketaatan kepada ulil amri secara pasti telah diperintahkan oleh Allah
sebagai rangkaian ketaatan kepada dzat-Nya dan Rasulullah Saw, mereka itu meski
terdiri dari orang-orang yang memiliki sifat terbebas dari semua kotoran kesalahan
dan dosa, karena sifat mulia ini juga menjadi karekter Nabi sendiri.15
13
Sihabudin, Ensiklopedi al-Qur‟an: Kajian Kosakata, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), h.
1030.
14
Suplemen Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), jilid 2,h. 246.
15
Sayid Mujtaba Musawi Lari, Imam Penerus Nabi Muhammad Saw Tinjauan Historis
Teologis dan Filosofis, (Jakarta: Lentera, 2004), cet. pertama, h.146.
79
LDII mengemukakan bahwa ulil amri adalah ahlul ilmi wal fiqhi yang
mana LDII memaparkan bahwa kita harus taat kepada Allah dan Rasul-Nya kita
juga harus taat kepada ulama yang mana ketaatan tersebut harus dibarengi dengan
penyembahan dan ketaatan kepada ulil amri itu tidak boleh disertai dengan
penyembahan dan selama penafsirannya tidak ma’shiat (tidak ada ketaatan kepada
Apakah yang dimaksudkan oleh al-Qur’an dengan ulil amri. Bisakah orang
kekuasaan dari masyarakat sebagai ulil amri, dengan pengertian bahwa rakyat
diwajibkan untuk menaati siapa saja yang menetapkan bagi dirinya sendiri hak
dan tidak tahu akan kebodohannya? (Bisakah hal itu diterapkan pada orang ) yang
kepentingan tirani dan hawa nafsu, dan melindungi para penindas dan para pelaku
tertindas tak berdaya lagi dan mayoritas masyarakat Islam terpenjara dalam borgol
kehinaan.17
maka hal itu akan jelas-jelas bertentangan dengan syariat Islam, karena jika
16
Wawancara Pribadi dengan Aceng karimullah.
17
Sayid Mujtaba Musawi Lari, Imam Penerus Nabi Muhammad Saw Tinjauan Historis
Teologi dan Filosofis, cet. pertama
80
kekuasaan juga harus ditaati. Meskipun nyata bahwa al-Quran tidak mungkin
mensejajarkan dua hal yang bertentangan ditempat yang sama, atau memerintah
Di samping itu, kearifan dan akal tidak bisa menerima ide bahwa wajib
untuk tunduk kepada penguasa apa saja secara absolute, sekalipun ia melanggar
dengan mengikuti pemerintahan seperti itu? Apakah pemerintahan seperti itu bisa
mendorong kaum muslimin untuk meraih kekuasaan dan harga diri? Apakah
orang bisa menisbahkan kepada Allah pandangan yang tidak berdasar dan bodoh
kesulitan yang tidak bisa diabaikan atau dilupakan. Jelas bahwa tidak semua
18
Sayid Mujtaba Musawi Lari, Imam Penerus Nabi Muhammad Saw Tinjauan Historis
Teologi dan Filosofis, cet. pertama
81
menaatinya ketika sesuai dengan kriteria agama dan menentangnya kapan saja
Lebih jauh lagi, jika seorang muslim menerima hipotesis seperti itu, ketika
mematuhi penguasa itu), maka ketaatan kepada ulil amri berubah menjadi
kekufuran yang nyata. hukumnya tetap fardhu bagi seluruh kaum muslimin.
Sebagairnana Allah Swt berfirman dalarn surah an-Nisa ayat 59, dan juga Sabda
"Siapa saja yang menaati aku, maka dia telah menaati Allah, dan
barangsiapa yang berbuat maksiat kepadaku, maka dia telah berbuat
maksiat kepada Allah. Dan siapa saja telah menaati pemimpinku, maka
dia telah mena'ati aku. sedangkan siapa saja yang tidak taat pada
pemimpinku, maka dia telah berbuat maksiat kepadakku." (H.R.
Bukhari) 20
penguasa, amir atau imam. Perintah itu disertai dengan sebuah indikasi yang
kepada pemimpin itu sebagai sebuah kemaksiatan kepada Allah dan Rasul. Serta
menjadi penguasa adalah budak hitam legam, semuanya itu merupakan indikasi
19
Sayid Mujtaba Musawi Lari, Imam Penerus Nabi Muhammad Saw Tinjauan Historis
Teologi dan Filosofis, cet. pertama, h. 142-144.
20
Muhammad bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari.
82
yang menunjukan bahwa perintah itu menuntut dengan tegas agar dilaksanakan,
Kata ulil amri yang berarti orang yang memegang kekuasaan ini
mempunyai arti yang luas, sehingga perkara apa saja yang bertalian dengan
Kehidupan manusia, mempunyai ulil amri sendiri-sendiri. Hal inilah senada dengan
yang LDII kemukakan bahwa Komandan militerpun harus dianggap sebagai ulil
amri. Dalam urusan duniawi, para penguasa dunia harus ditaati, sedangkan
penguasa dalam bidang agama harus ditaati dalam soal keagamaan. Peristiwa
dalam keagamaan seringkali timbul perselisihan. Dalam hal ini, umat Islam wajib
Karena itu, ulil amri ditaati karena ia menaati Allah dan Rasul-Nya.
Barangsiapa diantara ulil amri itu menyuruh dengan apa yang sesuai dengan yang
yang menyuruh (memerintah) dengan menyalahi apa yang dibawa oleh Rasulullah
Saw, perintah itu tidak boleh didengar dan ditaati. Sebab, ketentuan sunah telah
mengatur tentang batas-batas ketaatan terhadap ulil amri dan melarang rakyat
untuk menaatinya, jika ulil amri menyalahi hukum yang telah diatur oleh Allah
dan Rasul-Nya.23
muslimin setelah Nabi wafat, Rasulullah Saw tidak merasa puas dengan pembicaraan
umum saja. Beliau langsung berbicara tentang masalah tersebut sejak hari pertama
21
Taqiyudin An-Nabani, Sistem Pemerintahan Islam Doktrin Sejarah dan Realitas
Empirik, (Bangil Jatim:Al-Izzah, 1997), h.335-336.
22
Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1995), h. 95-96.
23
Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, h. 101.
83
yang dilakukan nabi pada saat itu adalah mengumumkan Ali as sebagai wali, masalah-
masalah agama dan kemasyarakatan, dan pengganti beliau dalam mengurus masalah
kaum muslimin. Menurut riwayat-riwayat yang diterima, pada hari ketika Rasulullah
Saw. Mula-mula diperintah untuk berdakwah secara terbuka kepada masyarakat, beliau
sebagai pengganti beliau. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Nabi Muhammad Saw:
“Barang siapa yang menganggap aku sebagai pemimpinnya, maka Ali adalah
pemimpinnya juga.”
48
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari semua penjelasan tentang konsep imâmah dan bai‟at dalam al-Qur‟an
pemaknaan LDII terhadap ayat 18 surat Al-Fath yang penulis paparkan di atas
yang terdiri darri bab terdahulu dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
dibutuhkan, sebagai wujud dari kesetian umat muslim dan kesetiaan itu
bukan saja hanya patuh atau taat terhadap seorang pemimpin, akan tetapi
2. Dalam ajaran Islam, mengurusi umat itu tergolong kewajiban yang bernilai
karena itu pengangkatan seorang pemimpin merupakan hal yang wajib dan
dalam mengurusi umat sebagaimana yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-
Nya.
sebenarnya pada masa kini. Paparan diatas juga mengajak kita untuk
dengan jawaban yang dikemukakan oleh LDII. Dari sekian banyak ajaran
84
85
yang dianggap berbeda dari kaum Salafi adalah tuduhan atas praktek
ﻹ
"Tidak ada Islam tanpa jama'ah, dan tidak ada jama'ah tanpa imarah, dan
Dalam kalangan umat Islam, atsar ini bukanlah suatu yang asing. Hal ini
menjadi persoalan ketika orang yang tidak masuk ke dalam jama'ah itu
Khawarij.
terhadap LDII.
radikal dari sisi mindset terjadi pada saat Munas VI LDII tahun 2005.
"Paradigma Barunya, yang membuat wajah LDII lebih toleran dan lebih
dalam praktek keagamaannya, masih membuat ormas Islam yang satu ini,
berada dalam posisi yang masih tercurigai. Dalam posisi konstelatif yang
B. Saran-saran
Melihat dari fenomena kehidupan manusia terutama umat Islam yang selalu
dengan perubahan zaman dan berusaha untuk mencapai kehidupan yang Islami,
Rasulullah atau sahabat. Dan tidak perlu lagi digunakan pada masa
sekarang bahkan bai‟at dalam Islam sama sekali sudah hilang dan
Islam saat ini masih mendapatkan data yang simpang siur, selain
88
Abdurrahman, Ramli Kabi Ahmad Sidiq. Bai’at Suatu Prisip Gerakan Islam. El-
Fawazz, 1993, Cet. Ke-1.
Abu Fariz, Muhammad Abdul Qadir. Sistem Politik Islam. Jakarta: Rabbani Press,
tt, Cet. Ke-1.
Aceh, Abu Bakar. Syi’ah Rasionalisme dalam Islam. Solo: CV. Ramadhani, 1998,
Cet. ke-1.
Al-Bukhârî, Abî Abdillah Muhammad bin Ismâ‟îl. Sahîh Bukhâri, Al-Azhar: Dâr
al-Bayân al-„Arabî, 2005.
Al-Qur‟an al- Karim dan Terjemahannya. Semarang CV. Toha Putra.
Basyir, Ahmad Azhar, Refleksi Atas Persoalan Keislaman, Bandung: Mizan, 1994,
cet. ke-1.
Djaelani, Abdul Qadir. Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam. Surabaya: PT.
Bina Ilmu, 1995.
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarief Hidayatullah Jakarta. Pedoman
Akademik Tahun 2005/2006. Jakarta: 2005
Hashem, D. Saqifah, Suksesi Sepeninggalan Rasulullah, Awal Perselisihan Umat.
Depok: PenerbitYafi, 1989, Cet. ke-2.
Hasjmi, A. Dimana letaknya Negara Islam. Surabaya: Bina Ilmu Surabaya, 1984,
Cet.ke-1.
Husaini, H. M. H. Al- Hamidi. Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad Saw.
Jakarta: Yayasan al-Hamidi, 1996, Cet. Ke-6.
Hassem, Fuad, Sirah Muhammad Rasulullah Suatu Penafsiran Baru, Bandung:
Mizan, 1997, cet. ke-2
Islam Syi‟ah. “Leksikon Islam”. Jakarta: PT Pustazet Perkasa,vol. 1.
Jabatan Agama Johor. Bahaya faham Syi’ah: Satu Penjelasan. Johor Baru:
Penyelidikan, Jabatan Agama Johor, 2003.
Jafri, S.Muhammad. Awal dan Sejarah Perkembangan Islam Syi’ah dari Syaqifah
Sampai Imȃmah. Bandung: Pustaka Hidayah, 1995, Cet. ke-1.
90
91
Jindan Khalid Ibrahim, Teori Politik Islam: Telaah Kritis Ibnu Taimiyya tentang
Pemerintahan Islam. Surabaya: Risalah Gusti, 1999
Kailan. Metode Penelitian Kualitatif Filsafat. Yogyakarta: Paradigma, 2005.
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Direktori LDII 2003. Jakarta: LDII,
2003.
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Himpunan Keputusan Munas VI LDII.
Jakarta: LDII, 2005.
Moleong, J. Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Karya,
1989.
Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: logos Wacana Ilmu,
2000, Cet. Ke-1.
Munawir, A.W. Kamus al-Munawir. Yogyakarta: Pustaka Progresi, 1984,
Cet. ke- 1.
Musawi, Lari Sayid Mustajab. Imam Penerus Nabi Muhammad Saw, Tinjauan
Historis, Teologis, dan Filosofis. Jakarta: Lentera, 2004, Cet. ke-1.
Nabani, Faqiyudin. Sistem Pemerintahan Islam Doktrin Sejarah Dan Realitas
Empirik. Bangil Jatim: al-Izzah, 1997.
Pulungan, J. Suyuti. Prinsip-prinsip Pemerintah Dalam Piagam Madinah di
Tinjau Dari Pandangan Islam. Jakarta: Rajawali Press, 1996, Cet ke-2.
Qathan, Manna „al. Mabahits fi ulum al-Qur’an. Riyadh: Maktabah al-Ma‟arif,
1981.
Raharjo,M. Dawam. Ensiklopedi al-Qur’an. Jakarta: Paramadina, 1996, Cet. ke-1.
Salas, Ali. Imâmah dan khilâfah Dalam Tinjauan Syar’i. Jakarta: Gema Insani
Press, 1997, Cet. Ke-1.
Salus, Ali Ahmad. “Studi Perbandingan Aqidah dan Tafsir”. Ensiklopedi Sunnah
Syi‟ah. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, vol.1.
Setiawan, Habib. dkk. After New Paradigm Catatan Para Ulama Tentang LDII.
Jakarta: Pusat Studi Islam Madani Institute, 2008.
92
Setiawan, Habib. Dialog Ulama dan Ormas Islam Dengan Lembaga Islam
Indonesia (LDII)” Apa dan Bagaimana LDII Paradigma Baru”. Jakarta:
Majelis Ulama Indonesia provinsi Jakarta, 2008.
Shihab, Husaen. Al-Huda Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Islam, Bai’at dalam al-Qur’an
dan Sunnah. Jakarta: Pusat Penelitian Islam, 2002.
Sihabudin. Ensiklopedi al-Qur’an: kajian Kosa Kata. Jakarta: Lentera Hati, 2007.
Shihab, M. Qurash. Ensiklopedi al-Qur’an Kajian Kosa Kata. Jakarta: Lentera
Hati, 2007.
Soebantono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Rosda Karya, 1989.
Sukardja, Ahmad. Piagam Madinah dan UUD 1945, Kajian Perbandingan Aqidah
Dan Tafsir. Jakarta: al-Kautsar, 2001, Cet. Ke-1.
Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta: al-Husna Zikra, 1995,
Cet. Ke-1.
Syari‟ati, Ali.Ummah dan Imâmah. Bandar Lampung: YAPI, 1990, Cet. Ke-1.
Tabataba‟i, Alamah Sayyid Muhammad Husain., Inilah Islam; Upaya Memahami
Seluruh Konsep Islam Secara Mudah, (Pntj) Ahsin Mohammad, Bandung:
Pustaka Hidayah, 1992, Cet. Ke-1
Wawancara Pribadi dengan KH. Aceng karimullah. Jakarta, tanggal 19 februari
2010.
Wawancara pribadi dengan KH. Aceng karimullah. Jakarta, tanggal 5 juli 2010.
Yunus, Muhammad. Kamus Bahasa Arab-Indonesia. Jakarta: PT. Hidayah Karya
Agung, 1997. Cet. ke-1.
Ziyadah, Asma‟ Muhammmad. Peran Politik Wanita dalam Sejarah Islam.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Ramli Kabi Ahmad Sidiq. Bai’at Suatu Prisip Gerakan Islam. El-
Fawazz, 1993, Cet. Ke-1.
Abu Fariz, Muhammad Abdul Qadir. Sistem Politik Islam. Jakarta: Rabbani Press,
tt, Cet. Ke-1.
Aceh, Abu Bakar. Syi’ah Rasionalisme dalam Islam. Solo: CV. Ramadhani, 1998,
Cet. ke-1.
Al-Bukhârî, Abî Abdillah Muhammad bin Ismâ‟îl. Sahîh Bukhâri, Al-Azhar: Dâr
al-Bayân al-„Arabî, 2005.
Al-Qur‟an al- Karim dan Terjemahannya. Semarang CV. Toha Putra.
Basyir, Ahmad Azhar, Refleksi Atas Persoalan Keislaman, Bandung: Mizan, 1994,
cet. ke-1.
Djaelani, Abdul Qadir. Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam. Surabaya: PT.
Bina Ilmu, 1995.
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarief Hidayatullah Jakarta. Pedoman
Akademik Tahun 2005/2006. Jakarta: 2005
Hashem, D. Saqifah, Suksesi Sepeninggalan Rasulullah, Awal Perselisihan Umat.
Depok: PenerbitYafi, 1989, Cet. ke-2.
Hasjmi, A. Dimana letaknya Negara Islam. Surabaya: Bina Ilmu Surabaya, 1984,
Cet.ke-1.
Husaini, H. M. H. Al- Hamidi. Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad Saw.
Jakarta: Yayasan al-Hamidi, 1996, Cet. Ke-6.
Hassem, Fuad, Sirah Muhammad Rasulullah Suatu Penafsiran Baru, Bandung:
Mizan, 1997, cet. ke-2
Islam Syi‟ah. “Leksikon Islam”. Jakarta: PT Pustazet Perkasa,vol. 1.
Jabatan Agama Johor. Bahaya faham Syi’ah: Satu Penjelasan. Johor Baru:
Penyelidikan, Jabatan Agama Johor, 2003.
Jafri, S.Muhammad. Awal dan Sejarah Perkembangan Islam Syi’ah dari Syaqifah
Sampai Imȃmah. Bandung: Pustaka Hidayah, 1995, Cet. ke-1.
87
Jamaluddin, M. Amin. Kupas Tuntas kesesatan dan Kebohongan LDII Jawaban
Atas Buku Direktori LDII. Jakarta: LPPI, 2007.
Jindan Khalid Ibrahim, Teori Politik Islam: Telaah Kritis Ibnu Taimiyya tentang
Pemerintahan Islam. Surabaya: Risalah Gusti, 1999
Kailan. Metode Penelitian Kualitatif Filsafat. Yogyakarta: Paradigma, 2005.
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Direktori LDII 2003. Jakarta: LDII,
2003.
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Himpunan Keputusan Munas VI LDII.
Jakarta: LDII, 2005.
Moleong, J. Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Karya,
1989.
Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: logos Wacana Ilmu,
2000, Cet. Ke-1.
Munawir, A.W. Kamus al-Munawir. Yogyakarta: Pustaka Progresi, 1984,
Cet. ke- 1.
Musawi, Lari Sayid Mustajab. Imam Penerus Nabi Muhammad Saw, Tinjauan
Historis, Teologis, dan Filosofis. Jakarta: Lentera, 2004, Cet. ke-1.
Nabani, Faqiyudin. Sistem Pemerintahan Islam Doktrin Sejarah Dan Realitas
Empirik. Bangil Jatim: al-Izzah, 1997.
Pulungan, J. Suyuti. Prinsip-prinsip Pemerintah Dalam Piagam Madinah di
Tinjau Dari Pandangan Islam. Jakarta: Rajawali Press, 1996, Cet ke-2.
Qathan, Manna „al. Mabahits fi ulum al-Qur’an. Riyadh: Maktabah al-Ma‟arif,
1981.
Raharjo,M. Dawam. Ensiklopedi al-Qur’an. Jakarta: Paramadina, 1996, Cet. ke-1.
Salas, Ali. Imâmah dan khilâfah Dalam Tinjauan Syar’i. Jakarta: Gema Insani
Press, 1997, Cet. Ke-1.
Salus, Ali Ahmad. “Studi Perbandingan Aqidah dan Tafsir”. Ensiklopedi Sunnah
Syi‟ah. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, vol.1.
Setiawan, Habib. dkk. After New Paradigm Catatan Para Ulama Tentang LDII.
Jakarta: Pusat Studi Islam Madani Institute, 2008.
88
Setiawan, Habib. Dialog Ulama dan Ormas Islam Dengan Lembaga Islam
Indonesia (LDII)” Apa dan Bagaimana LDII Paradigma Baru”. Jakarta:
Majelis Ulama Indonesia provinsi Jakarta, 2008.
Shihab, Husaen. Al-Huda Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Islam, Bai’at dalam al-Qur’an
dan Sunnah. Jakarta: Pusat Penelitian Islam, 2002.
Sihabudin. Ensiklopedi al-Qur’an: kajian Kosa Kata. Jakarta: Lentera Hati, 2007.
Shihab, M. Qurash. Ensiklopedi al-Qur’an Kajian Kosa Kata. Jakarta: Lentera
Hati, 2007.
Soebantono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Rosda Karya, 1989.
Sukardja, Ahmad. Piagam Madinah dan UUD 1945, Kajian Perbandingan Aqidah
Dan Tafsir. Jakarta: al-Kautsar, 2001, Cet. Ke-1.
Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta: al-Husna Zikra, 1995,
Cet. Ke-1.
Syari‟ati, Ali.Ummah dan Imâmah. Bandar Lampung: YAPI, 1990, Cet. Ke-1.
Tabataba‟i, Alamah Sayyid Muhammad Husain., Inilah Islam; Upaya Memahami
Seluruh Konsep Islam Secara Mudah, (Pntj) Ahsin Mohammad, Bandung:
Pustaka Hidayah, 1992, Cet. Ke-1
Wawancara Pribadi dengan KH. Aceng karimullah. Jakarta, tanggal 19 februari
2010.
Wawancara pribadi dengan KH. Aceng karimullah. Jakarta, tanggal 5 juli 2010.
Yunus, Muhammad. Kamus Bahasa Arab-Indonesia. Jakarta: PT. Hidayah Karya
Agung, 1997. Cet. ke-1.
Ziyadah, Asma‟ Muhammmad. Peran Politik Wanita dalam Sejarah Islam.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001.
89
90