PENDAHULUAN
manusia yang pasti akan dihadapi dan dialami oleh seluruh manusia.
Setiap manusia yang memiliki jiwa pasti akan mati karena kematian
manusia pun, baik dulu, sekarang, maupun yang akan datang, yang
datang pada setiap individu manusia di mana pun dan kapan pun.
Hampir setiap manusia percaya bahwa cepat atau lambat kematian akan
umum yang terjadi di setiap budaya dan di setiap zaman. Yang berbeda
1
2
suatu fenomena alamiah yang akan dilalui oleh setiap makhluk hidup,
tak terkecuali manusia, sehingga tidak perlu ditakuti. Bagi orang Jawa,
kehidupan yang lain (alam fana), di mana dalam kehidupan yang lain
karena itu, bagi orang Jawa, kematian bukan sesuatu yang harus
ditakuti. Bagi orang Jawa, meskipun manusia sudah mati, tapi ruhnya
diberikan untuk menghormati arwah dan roh-roh dari orang yang sudah
pada kebanyakan orang Jawa, dan orang berbicara tentang itu secara
1
Capt. R.P. Suyono, Dunia Mistik Orang Jawa. Roh, Ritual, Benda Magis,
(Yogyakarta: LKiS, 2009), p.147.
2
Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, Terj.
Aswab Mahasin, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1983), p.99.
3
ritus pemakaman dianggap sebagai hal yang sangat serius dan sakral
kehidupan di alam baka, mereka dihantui oleh rasa takut akan tetap
berada di bumi namun sebagai hantu. Jenazah yang tidak dikubur atau
ke dunia bawah (dunia arwah atau ruh). Hal ini berarti bahwa arwah
jenazahnya.
alam barzakh. Oleh karena keyakinan bahwa ruh orang meninggal tetap
3
Michael Kerrigan, Sejarah Kematian. Tradisi Penguburan dan Ritus-Ritus
Pemakaman dari Zaman Kuno sampai Eropa Modern, iterj. Agustina Reni Eta
Sitepoe, (Jakarta: PT Alex Media Komputindo, 2017), p.60.
4
cita.
dan etnis Banten. Kedua etnis ini memiliki ritus kematian yang
4
Wazin, dkk, Etnis Bugis di Banten, (Serang: LP2M IAIN SMH Banten,
2015), pp.144-145.
6
terdapat etnis Bugis yang memiliki karakteristik cukup unik dalam hal
B. Rumusan Masalah
Banten?
C. Tujuan Penelitian
Banten.
Banten.
D. Kerangka Pemikiran
dengan ritus; dan hal ihwal ritus‟.5 Ritual merupakan tata cara dalam
upacara.6
5
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Pembinaan
Pengembangan Bahasa, Balai Pustaka, 1990), pp.883-884.
6
Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta: Dian
Rakyat, 1985), p.56.
7
Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama, (Bandung: Alfabeta, 2011),
p.50.
9
dan upacara. Sistem ritus dan upacara dalam suatu religi berwujud
kadang-kadang saja. Suatu ritus atau upacara religi biasanya terdiri dari
Oleh karena itu, ada beragam tata cara perlakuan terhadap yang sesuatu
8
Koentjaraningrat, Beberapa Pokok…, pp.243-246.
9
Y. W. Wartaya Winangun, Masyarakat Bebas Struktural, Liminalitas dan
Komunitas Menururt Victor Turner, (Yogyakarta: Kanisius Anggota IKAPI), p.67.
10
yang dianggap sakral dan gaib tersebut agar mau memenuhi kebutuhan
terhadap yang profane. Ada tata tertib tertentu yang harus dilakukan
dan ada juga larangan atau pantangan yang harus dihindari.10 Oleh
berkah atau rezeki yang banyak dari suatu pekerjaan. Seperti upacara
permanen dengan orang yang kita cintai. Kematian ini sendiri membuat
10
Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia. Pengantar
Antropologi Agama, (Jakarta: raja Grafindo Persada, 2005), p.98.
11
Humaeni, Akulturasi Islam dan Budaya Lokal dalam Magi Banten,
(Serang: Bantenologi Press), p.199.
12
Bustanudin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: Raja
Grafindoo Persada, 2007), p.95.
11
sehingga ketika kehilangan orang yang kita cintai kita mengalami duka-
E. Kajian Pustaka
Selanjutnya, kajian tentang ritus kematian juga ditulis oleh Andi Karina
berikutnya. 14
peralihan pada masyarakat Banten. Dalam karyanya ini, ada satu sub
13
Baca Muhammad Taufiq, “Nilai-Nilai Pendidikan dalam Ritual Adat
Kematian pada Masyarakat Jawa, (Studi di Desa Kebondowo, Kec. Banyubira, Kab.
Semarang)”, (Skripsi, Jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam,
STAIN Salatiga, 2013).
14
Baca Andi Karina Deapati, “Ruang dan Ritual Kematian. Hubungan
Upacara dan Arsitektur Kelompok Etnis Toraja”, (Skripsi, Program Studi Arsitektur,
Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, 2009).
13
sendiri hanya diberikan porsi yang sangat sedikit dalam karyanya ini.
Bali dan Muslim Banten, tapi porsinya lebih banyak pada aspek
data terkait tradisi ritus kematian yang ada pada masyarakat Banten.
15
Baca Ayatullah Humaeni, “Rites of Passages (Ritus Peralihan masyarakat
Banten)”, (Laporan Penelitian, LP2M IAIN SMH Banten, 2015).
16
Baca Wazin, dkk., “Etnis Bugis di Banten. Kajian tentang Orang Bugis di
Kampung Bugis Karangantu”, (Laporan Penelitian, LP2M IAIN SMH Banten, 2014).
17
Baca Eneng Purwanti,dkk., Sesajen: Menesulsuri Akar Tradisi dan Makna
Sesajen Masyarakat Muslim Banten dan Masyarakat Hindu Bali, (Laporan
Penelitian, LP2M UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2017).
14
F. Metode Penelitian
a. Kajian kepustakaan
relevan dengan fokus kajian ini untuk menjadi bahan rujukan dan
b. Wawancara Mendalam
masalah.
G. Sistematika Pembahasan
yang terdiri dari, tahapan tradisi mapasili dalam ritus kematian etnis
seluruh isi yang ada dalam skripsi ini, dan diakhiri dengan daftar
pustaka.