Anda di halaman 1dari 5

Ringkasan Artikel Kematian dalam Konstelasi Budaya Jawa

Mata Kuliah : Ilmu Sosial dan Kajian Budaya Dasar


Dosen Pengampu: Dr. Yustinus Tri Subagya

Oleh :

Aloysius Anggoro 196114004

Anandito Putra Kapindo 196114006

Paulus Sih Nugroho 196114034

Andreas Subagya Wahyu Pribadi 196114090

Semester II

FAKULTAS FILSAFAT KEILAHIAN


UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2020
A. Mati dalam Konsepsi Jawa
Kabar tentang adanya kematian orang-orang di sekitar kita bukan merupakan kejadian
yang aneh. Hal ini sudah lumrah dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa. Adanya mati suri
juga bukan sesuatu yang aneh, walaupun hal itu jarang-jarang terjadi. Kematian merupakan
suatu hal yang tidak mungkin diketahui kapan akan terjadi. Kematian tak dapat diketahui
maupun dilukiskan, kecuali ada anggapan bahwa kematian merupakan titik tamat yang
dihadapi oleh semua makhluk. Pengalaman kematian tidak dapat dialami seseorang secara
langsung. Namun, orang dapat segera sadar bahwa ia suatu saat akan mati dengan melihat
kematian sesamanya. Kematian merupakan lenyapnya segala aktivitas kehidupan yang
dialami semua manusia tanpa terkecuali. Tidak ada hal apapun di dunia ini yang mampu
menghentikan datangnya kematian.
Bagi orang Jawa, kematian tidak dilihat sebagai titik tamat yang menelan kehidupan
melainkan sebagai proses pasif yang dicapai dalam rentang kehidupan. Diri manusia
dibayangkan merupakan wujud kesatuan antara tubuh dengan nyawa yang masing-masing
tidak bisa berdiri sendiri. Saat manusia mengalami kematian, nyawa dipandang tidak turut
binasa bersama tubuhnya, melainkan menyatu dalam ujud asal menuju alam kelanggengan.
Ada perjalanannya pula ketika orang mati yang diperingati orang Jawa dengan upacara dari
peringatan tiga hari hingga 1000 hari. Hilangnya nyawa hanya merupakan metaphor bahwa
manusia dalam eksistensinya tidak abadi di dunia. Orang Jawa merenungkan bahwa dunia
merupakan arena kehidupan yang fana. Kehidupan sejati terletak manakala kematian tiba.
Kematian merupakan paradoks kehidupan. Kematian disimbolkan berlawanan dengan
kehidupan dilihat dari posisi dan arah kuburan-kuburan Jawa yang melintang dari arah terbit
hingga tenggelamnya matahari yang merupakan sumber kehidupan. Menurut tradisi Jawa,
kematian dibedakan menjadi dua bentuk, mati yang utama dan mati salah. Mati yang utama
dipandang membawa ganjaran karena dianggap mempertaruhkan nyawa demi kebenaran
(mati ngurag, mati sabil, mati konduran dan kluron). Lalu, mati salah merupakan kematian
yang belum dapat diiklhaskan oleh orang yang mati atau kerabatnya (bunuh diri,
pembunuhan, atau kecelakaan). Namun, pada akhirnya mereka semua akan kembali ke
pangkuan Yang Maha Kuasa bila waktunya tiba. Begitu keyakinan Orang Jawa yang juga
percaya bahwa kemtian juga tidak bisa ditebak kapan akan datang. Yang pasti, bila manusia
telah mencapai kodratnya, ia akan menemui ajalnya.

2
B. Eskatologi Kematian Orang Jawa

Kematian dalam pandangan orang Jawa memiliki makna tersendiri. Kematian


memiliki dua sudut padang yaitu pertama, mereka menghadapi kematian dengan kepasrahan
total kepada Allah dan menyadari ketidakberdayaan mereka. Kedua, adanya keyakinan bahwa
hidup di alam lain lebih menyenangkan. Maka mereka percaya bahwa kehidupan di alam lain
akan memberikan ketenangan yang abadi karena mereka sudah memikirkan hal-hal duniawi.
Menurut Clifford Geertz ada beberapa pandangan mengenai kematian. Misalnya
dalam agama Islam ditawarkan gagasan mengenai konsep balas jasa abadi yang termasuk
hukum dan pahala di akhirat. Gagasan lainnya seperti pandangan mengenai kembali jasad
manusia menjadi debu setelah kematian. Ada pula gagasan mengenai reinkarnasi bahwa
masyarakat Jawa umumnya percaya pada ide mengenai alam wadag (dunia nyata tempat kita
hidup) yang penuh dosa, serta alam kalanggengan (dunia roh halus) tempat jiwa berasal dan
pulang. Maka kematian merupakan transformasi keberadaan seseorang dari alam wadag ke
alam kelanggengan yang mana orang mengalami kematian manakala roh meninggalkan
tubuh. Setelah kematian, jiwa-jiwa pulang menuju alam kalanggengan, akan tetapi ada pula
jiwa yang tidak segera pulang, melainkan bergentayangan terlebih dahulu. Untuk jiwa-jiwa
ini disediakan sesaji.
Masyarakat Jawa memandang arwah sebagai makhluk yang sangat dihormati. Orang
yang sudha meninggal dikenang sebagai leluhur dengan sebutan kyai untuk laki-laki dan nyai
untuk perempuan. Penghormatan untuk mengenang arwah orang meninggal dapat dilakukan
dengan cara komunikasi dengan mereka melalui doa yang dilakukan menggunakan bahasa
Jawa Krama (bahasa yang khusus digunakan ketika berbicara dengan orang yang lebih tua).
Pekerjaan dan aktivitas yang berhubungan dengan roh juga diusahakan tanpa cacat cela.
Status almarhum sewaktu masih hidup juga mempengaruhi perlakuan terhadap jasad
serta pekuburannya. Kuburan orang terhormat tentu akan mendapat tamu peziarah lebih
banyak dibanding kuburan orang tak dikenal. Bangunan kuburan (kijing) serta letak pun
kerap disesuaikan menurut agama almarhum. Perawatan terhadap jenazah, serta ritual
perawatannya juga tergantung dari agama orang yang meninggal sewaktu masih hidup. Turut
menyertai juga berbagai ritual, misalnya mengenai penyakit sawan dari jenazah yang
menjangkiti anak-anak. Orang yang sudah meninggal memperoleh hidup yang baru dapat
dilambangkan melalui pemberian pakaian pada tubuhnya yang sesuai dengan agama masing-
masing.
C. Mitos Infalibilitas Medis dan Kematian

3
Perkembangan teknologi medis memungkinkan ditunjukkannya secara tepat
mengenai keadaan tubuh. Kecanggihan ini juga dapat menentukan kehidupan manusia.
Berbagai pertolongan medis dapat membantu menentukan kehidupan manusia. Bisa jadi
bahwa dukungan-dukungan teknologi tersebut banyak membantu hidup orang-orang. Jadi,
teknologi medis di zaman ini memiliki peran yang sangat berpengaruh dalam kehidupan
manusia.
Berjalannya perkembangan teknologi ini diiringi juga dengan berbagai program-
program peningkatan kesehatan masyarakat. Banyak program-program kesehatan yang
mampu meningkatkan mutu kehidupan atau harapan hidup manusia. Di sisi lain hal ini dapat
menjauhkan pikiran masyarakat mengenai tradisi yang bekaitan dengan takhayul karena ide-
ide dalam dunia medis sangat rasional. Kematian juga dapat dipandang sebagai sebab akibat
dari pengaruh medis. Oleh sebab itu, kematian kemudian menjadi jelas dikarenakan faktor-
faktor rasional dan medis, bukan karena mistis yang sangat irasional. Meskipun demikian,
kematian tetaplah dianggap sebagai suatu hal yang misteri dalam kehidupan manusia.
Kekuatan medis menjadi suatu hal yang luar biasa dan banyak orang percaya dan
merasa terbantu akan pelayanan medis. Namun, tetap saja bahwa medis memiliki batasan-
batasan tertentu dalam usahanya dalam kesehatan hidup manusia. Meskipun dapat
menyembuhkan berbagai macam penyakit, bahkan menahan waktu atau mungkin
mempercepat waktu kematian seseorang, pada akhirnya kekuatan medis tidak akan bisa
menjawab semua pertanyaan tentang kematian. Kematian tetaplah suatu hal yang penuh
misteri dalam hidup manusia.

D. Refleksi
Bagi orang di zaman sekarang ini terkadang kematian dianggap sebagai suatu hal
yang menakutkan karena takut jika masuk neraka sebab memiliki banyak dosa, tidak bisa lagi
menikmati duniawi, takut kehilangan harta bendanya dan lain sebagainya. Padahal apa yang
ditakutkan oleh manusia mengenai kematian belum tentu terjadi karena semua itu ada pada
rencana Allah. Memang sejatinya manusia tidak tahu apa yang akan terjadi di kehidupan
selanjutnya atau di alam lainnya. Maka orang tidak perlu takut akan kematian tetapi mereka
seharusnya percaya bahwa Allah akan memberikan jalan yang terbaik bagi kehidupan mereka
di alam lain.
Setidaknya kematian menyadarkan kita bahwa hidup kita demikian berharga. Maka
dari itu, selagi masih hidup di dunia hendaknya manusia memanfaatkan kesempatan hidup ini
untuk melakukan hal-hal yang baik dan mengarahkan diri pada Allah yang kelak akan

4
menyelamatkan mereka dari segala dosa mereka. Kita pun sebagai manusia harus menyadari
bahwa kita ciptaan-Nya. Maka ketika meninggal, kita hendaknya bersyukur karena Allah
telah mengambil kita kembali untuk bersama-Nya.

Anda mungkin juga menyukai