Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1 Pengertian Kebudayaan

Secara etimologi kata kebudayaan berasal dari akar budaya yang berasal dari Bahasa

Sanskerta, yaitu Buddhi-Tunggal, jamaknya adalah buddhidayah yang diartikan sebagai

budi, atau akal budi atau pikiran. Kata kebudayaan, setelah mendapat awalan ke- dan

akhiran, an menjadi kebudayaan Yang berarti, hal ihwal tentang alam pikiran

manusia. Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama

artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata Latin colore, artinya mengolah atau

mengajarkan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal arti tersebut, yaitu colore

dan culture, diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan

mengubah alam. ( TAKBIR, 2019, hlm. 2)

Menurut Kamus Besa Bahasa Indonesia (kbbi), kebudayaan adalah,hasil kegiatan dan

penciptaan akal batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat.

Serta keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makluk sosial, yang digunakan untuk

memahami lingkungan serta pengalamannya dan menjadi pedoman tigkah lakunya.

Berdasarkan kedua sumber diatas dapat disimpulkan bahwa, kebudayaan dapat

berarti, kegiatan manusia berdasarkan akal budi, serta melibatkan seluruh unsur yang

terkandung dalam dirinya (kualitas diri), dalam memahami lingkungan dan kebiasaan

yang terdapat dalam sebuah tatanan sosial masyarakat.

1
2.1.1 Pengertian Tradisi

Tradisi dapat dipahami sebagai sesuatu yang diwariskan turun temurun dari nenek

moyang atau leluhur. Dalam tradisi (kebiasaan) atau adat istiadat yang mengandung

nilai-nilai, baik itu yang dilakukan oleh penduduk asli, ataupun berpengaruh kepada

masyarakat luar.tidak bisa dipungkiri sebab sifat dari budaya itu sendiri adalah sosial

Oleh karena itu yang pertama tingggal dalam suatu daerah dan melekat atau akrab

dengan aturan-aturan untuk dijalani bersama, dalam suatu kelompok masyarakat

tertentu, yang keudian dikenal dengan peradaban atau budaya, tradisi (kebiasaan), atau

adat istiadat. Aturan-aturan tersebut dapat meliputi nilai-nilai sosial budaya, norma-

norma, hukum dan aturan-aturan yang berlaku, sehingga kebiasaan-kebiasaan itu,

kemudian menjadi suatu sistem yang mencakup segala budaya dari suatu kebudayaan

yang berhasil akrab atau ditaati dan dipahami oleh kelompok masyarakat tertentu. 1A

rriyono dan Siregar, Aminuddi. Kamus Antropologi. Jakarta : Akademik Pressindo,1985.

hlm. 4

2.2 Menurut Para Ahli

2.2.1 Koentjaraningrat

Kata “budaya” berasal dari sansekerta “Buddhayah”, yakni bentuk jamak dari

“Budhi” (akal). Jadi budaya adalah segalah hal yang bersangkutan dengan akal. Selain itu

kata budaya juga berarti “budi dan daya” atau daya dari budi. Jadi budaya adalah segala

daya dari budi, yakni cipta, rasa dan karsa itu (Koentjaraningrat, 1981, hlm. 25)

2.2.2 Taylor & Liliweri

Kebudayaan adalah sebagai keseluruhan dari pengetahuan, kepercayaan, kesenian,

hukum, moral, kebiasaan dan cakapan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota

masyarakat. (liliweri, Alo (Liliweri, 2003, hlm. 4)

2
2.3 Pandangan Gereja Katolik Tentang Kematian

Kematian merupakan sebuah kejadian yang mutlak akan dirasakan atau dialami oleh

setiap manusia. Tidak dapat disangkal bahwa realitas hidup mengharuskan manusia untuk

mengalami hal demikian. Kamatian tidak memandang jabatan, atau harta yang dimiliki

oleh manusia. Hidup manusia hanya bersifat sementara, dan segalah harta miliknya yang

telah dikumpulkan selama masa hidup akan tidak menjadi dominan dalam

menyelamatkan sebuah kematian, namun akan ditinggalkan. Peristiwa kematian manusia

akan terasa menyedihkan, menakutkan khususnya terhadap keluarga, kerabat, kekasih,

kenalan dan lain sebagainya. Manusia merupakan makluk yang diciptakan untuk hidup,

dan bersosial, antara satu dengan yang lainnya, dengan tidak lupa taat dan takwa

kepadayang menjadi sumber hidup atau asal segala muasal. Meskipun Tuhan merupakan

sang pencipta, tentu saja manusia perlu mengalami sesuatu yang dinamakan proses,

kelahiran, sebagaimana yang dialami oleh yesus kristus dalam perwujudannya sebagai

manusia biasa. Manusia akan bertumbuh dan berkembang sesuai dengan lingkungan

tempat dimana ia tinggal, serta belajar banyak hal, yang baik dan yang buruk. Hal- hal

demikian yang kemudian akan membentuk kepribadianya. Pada akhirnya, dalam fase-fase

tertentu yaitu bagaimana ia menyelesaikan hidupnya dalam artian, mengalami sebuah

kematian. Kubur adalah tempat peristirahatan terakhir, yang mana tubuh jasmaninya

harus rela bersanding dengan debu tanah dan melalui proses-proses biologis lainnya.

(Pranadi, 2018, hlm. 249-250)

3
2.3.1 Sebab Kematian Sebagai Penyempurnaan Kemanusiaan

Pandangan teologis telah lama memehami bahwa ada kaitan antara peristiwa kamatian

dengan kedosaan manusia. Dasar biblis dari pemahaman tersebut dapat di lihat pada kitab

kejadian 2:16; 3:19 dan Roma 5:12. Kitab suci memahami bahwa kamatian terjadi akibat

dosa. Pemahama ini secara ekplisit dinyatakan oleh paulus sebagai berikut. “sebab itu

sama seperti dosa masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut,

demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang telah berbuat dosa” (Rm. 5:12.

“Maut adalah upah dari dosa” (Rm. 6:23). Dosa memimpin manusia kepada kematian.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa upah dari dosa adalah kematian, karena

berdasarkan penjelasan dasar teologi di atas bahwa kematian itu disebabkan karena akibat

dari dosa, sehingga dosalah yang menyebabkan kematian. (Rm. 6:16).

(Pranadi, 2018, hlm. 250)

2.3.2 Kematian sebagai Transformaasi kehidupan

Dalam KGK No. 366 yang di kutip oleh pranadi dalam tulisannya tentang “ KEMATIAN

DAN KEHIDUPAN ABADI: SEBUAH EKSPLORASI DALAM PERSPEKTIF GEREJA KATOLIK ”

menyatakan bahwa, peristiwa kamatian dilihat sebagai peristiwa terlepasnya jiwa dari

badan. Gereja Katolik mengajarkan bahwa setelah orang meninggal, jiwanya akan

terpisah dari badan. Badannya akan rusak dan hancur, sedangkan jiwanya tidak akan

mati. Seketika itu juga, jiwannya diadili dan setiap orang akan diadili secara pribadi. Ada

pun kemungkinan: orang masuk surga, neraka, atau mengalami api pengucian untuk

sementara. Jiwa akan menghadapi pengabdian Allah dan menantikan kebangkitan badan.

Bersarkan penjelasan tersebut diatas maka konsep kematian menurut pandangan

Gereja Katolik merupakan suatu peristiwa dimana badan terpisah dengan jiwannya. Yang

menyebabkan badnnya akan hancur dan jiwannya akan diadili; dan setiap orang

4
mengalami pengadilan secara pribadi sehingga ada satu kemungkinan bahwa setiap

manusia yang meninggal jiwanya akan masuk surga, neraka, atau mengalami api

pengucian untuk sementara dan menghadap pengabdian Allah sambil menantikan badan.

(Pranadi, 2018, hlm. 254)

2.3.3 Menurut Pandangan Para Teolog Katolik

2.3.3.1 Maurisio Flick

Pengertian dosa asal tidak dikaitkan dengan kejadian historis dalam Kej. 3:1-2,

melainkan berawal dari pengajaran paulus tentang universalitas penebus Kristus Rm.

5:12-19). Dalam konteks pewartaan tentang uiversalitas penebus Kristus, paulus mengacu

pada universalitas dosa Adam. Penjelasan mengenai keadaan manusia yang mewarisi

dosan asal diperlukan agar penebusan Kristus bagi seluruh umat manusia ditampakkan.

“kepastian mendasar yang menjadi pijakan doktri tentang dosa asal bukan informasi

historis tentang kenyataan yang telah terjadi pada awal dunia dijadikan – seperti anggapan

para teolog tradisionalis - melainkan suatu pewahyuan bahwa Yesus Kristus adalah yang

perlu bagi semua bangsa manusia. Tampa Yesus Kristus tidak seorang pun akan selamat”

Berdasarkan pada konsep Mourisio Flick mengambil kutipan dari Santa Pualus yang

telah dikatakan bahwa “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh

satu orang dan oleh dosa  itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada

semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa. Sebab sebelum hukum Taurat ada,

telah ada dosa di dunia. Tetapi dosa itu tidak diperhitungkan kalau tidak ada hukum

Taurat. Sungguhpun demikian maut telah berkuasa dari zaman Adam sampai kepada

zaman Musa juga atas mereka, yang tidak berbuat dosa dengan cara yang sama seperti

yang telah dibuat oleh Adam,  yang adalah gambaran Dia yang akan datang.   Tetapi

karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran

5
satu orang   semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih

karunia Allah  dan karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya atas semua orang karena satu

orang, yaitu Yesus Kristus. Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang.

Sebab penghakiman atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi

penganugerahan karunia atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran. Sebab,

jika oleh dosa satu orang, maut   telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi

mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan

hidup  dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus. Sebab itu, sama

seperti oleh satu pelanggaran semua orang  beroleh penghukuman, demikian pula oleh

satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran   untuk hidup Jadi sama seperti

oleh ketidaktaatan satu orang  semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula

oleh ketaatan   satu orang semua orang menjadi orang benar. ” (Rm 5:12-19).

(Pranadi, 2018 , hlm. 267)

2.3.3.2 Karl Rahner

Rahner memandang sebagai puncak pasivitas yang dialami manusia dalam

keseluruhan eksistensinya. Ketika mati, manusia berada pada kondisi paling pasif dan

paling menderita, namun ia menderita seabagai sebagai pribadi. Keaktifan manusia

terletak pada pengharapannya akan Allah. Ketika manusia mati, seluruh aktifitasnya

berhenti. Badan berhenti, jiwa juga berhenti. Kematian juga bisa dipandang sebagai

kegelapan. Ia mamandang juga kamatian sebagai garis pembatas, suatu akhir sekaligus

titik puncak kebebasan manusia. (Pranadi, 2018, hlm. 250)

6
2.3.3.3 Manfret T. Brauch

Menurut penafsiaran Manfret T. Brauch, Allah memberitakan hukum Taurat kepada

bangsa israel agar kesadaran manusia terhadap dosa bertambah. Hakekat dosa yang

merusak dan menghancurkan diungkapkan ketika tujuan Allah yang baik yang dinyatakan

dalam hukum Tuarat dilanggar oleh manusia. Pemahaman paulus dalam Rm. 5:20

dikuatkan melalui beberapa peryataan serupa yang diungkapkannya dalam Rm. 3:20, “

karena justru oleh hukum Tuarat orang yang mengenal dosa”, dan dalam Rm. 7:7-8

paulus mengungkapkan bahwa “hukum Taurat bukanlah dosa”. Bukan Hukum Taurat

yang membawa manusia kepada dosa. Dosa dalam hal ini dapat dimengerti secara

teologis sebagai keterputusan hubungan dengan Allah, namun dalam keadaan itu Allah

tetap mewartakan Rahmat kepada manusia. Peristiwa jatunya manusia ke dalam dosa,

membawa manusia pada kesedaran untuk menerima keberadaannya sebagai makluk yang

berdosadan akan mati. Jika tidak mati, ia bukanlah manusia. Manusia yang mangalami

kematian di dalam hidupnya adalah manusia sungguh-sungguh mengalami kehidupan

sebagai manusia. (Pranadi, 2018, hlm. 269)

2.4 Memahami Tradisi Tutu Kubi

2.4.1 Apa itu Tutu Kubi

Tutu kubi terdiri dari dua kata yaitu Tutu dan Kubi. Tutu artinya palu dan Kubi

artinya tempurung kelapa. Jadi dengan demikian Tutu Kubi adalah pemecahan tempurung

kelapa sebagai tanda sah dari sebuah perpisahan dengan salah satu anggota keluarga yang

telah meninggal. Tradisi tutu kubi adalah suatu tradisi yang terus-menerus dilakukan oleh

suku Kolo dari dulu sampai sekarang. Dalam tradisi atoni pah meto, seseorang baru akan

disemayakan setelah tiga hari, dibaringkan dirumah duka, pada hari ketiga jenasah akan

dikebumikan. Pada saat itu tradisi ini dilaksanakan. Hari ketiga merupakan hari terakhir

7
seseorang bersama keluarga, dan tradisi tutu kubi sebagai tanda perpisahan utuk selama-

lamanya, dan seseorang tidak lagi bersama kita, sehingga tradisi ini juga bisa diartikan

bahwa seseorang tidak lagi makan atau minum bersama kita sebagaimana mestinya.

(Anunut Y. , 2021, hlm. 1)

2.4.2 Makna Tradisi Tutu Kubi

Segalah sesuatu yang ada diseluruh bumi pada dasarnya akan kembali. Tidak semua

yang tumbuh di dunia ini bertahan, tetapi pada hakekatnya akan kembali. “Mansen pin

nem pah pinan lofan faen neo in balen boton”. Makna tradisi Tutu Kubi suku kolo

memaknai upacara kematian sebagai tanda perpisahan dengan keluarga yang

ditinggalkan. Tanda akhir kehidupan semasa ia berada dan tinggal bersama keluraga.

Sebab ia tidak bersama namun jiwa dan badan akan akan kembali secara utuh kepada

sang pencipta. Oleh sebab itu yang menekankan filosofi adalah “Kembali” mengingatkan

suku kolo bahwa setelah seorang anggota yang meninggal jiwa akan kembali pada titik

awal. Usi Amoet Kaet yang adalah kembali kepada sang pencipta. Peristiwa kematian

merupakan sebuah akhir kehidupan seorang ketika ia menghadapi peristiwa maut yang

menyakiti hatinya. (Anunut Y. 2021, hlm. 1)

2.4.3 Tokoh-tokoh yang berperan dalam Tutu Kubi

2.4.3.1 Atoin Amaf ( Saudara Ibu )

Atoin Amaf merupakan salah satu peran atau jabatan dalam sebuah rumpun suku atau

keluarga yang dimiliki oleh suku atau keluarga yang ada dalam suku dawan. Secara

harafiah, Atoen berati orang atau Amaf berarti bapak. Atoin Amaf juga dikanal sebagai

saudara kandung supupu laki-laki dari ibu kandung, dan itu disebutan atoen amaaf hnya

dikhususkan kepada laki-laki tidak kpada permpuan. Saudara kandung laki-laki dari ibu

kandung atau pun biasa dikenal dengan om atau dalam bahasa dawan Bab. Adapun

8
tingkatan ataoen amaf yang diprhitungkan berdasarkan garis teturunan dari ibu kandung.

Atoin amaf yang berada pada posisi atas Om atau Bab atau yang biasa dikenal Bab Hone.

Bab Hone yang adalah nama sapaan yang biasanya dikenal sebagai satatus paling

tertinggi berdasarkan garis keturunan ibu kandung. Sapaan ini tentu juga menegaskan

tentang kelahiran seorang yang tidak terlepas dari doa, berkat sebagai perjuangan seorang

Bab Hone (keturunan ibu kandung). Sedangkan makna secara gramatika, Atoin Amaf

berarti suku predikat yang diberikan kepada laki-laki dan akan diwariskan secara terun-

temurun. Atoin Amaf juga dikenal dengan istilah Bab (Om), pohon yang disebut sebagai

Bapak pohon karena dianggap sebagai ayah dan ibu untuk suku dawan. (Anunut Y. &.,

2021, hlm. 5)

2.4.3.2 Tahapan-tahapan dalam Tradisi Tutu Kubi

Dalam tradisi Tutu Kubi terdapat beberapa tahapan-tahapan yang harus dilakukan

yaitu :

A. Tasine Atoin Amaf ( Mengundang saudara ibu )

Dalam tradisi Tutu Kubi menurut kolo endik menyatkan pada tahapan pertama yang

dilakukan adalah Tasine Atoin Amaf ( mengundang saudara ibu ) dimana tahap ini

dilakukan untuk memberi tahu Atoin Amaf bahwa ada kelurga yang meninggal, dalam tata

cara mengundang Atoin Amaf ada istilah yang dinamakan In Sunan yakni membawa

puah manus ( sirih pinang ) disertai dengan uang minimal Rp. 250.000.- dan Tua Meto

( Sopi Kampung ). Ia menyatakan bahwa atoin amaf sebagai istilah sebagai raja atau bapa

yang paling tertinggi dari semua rumpun keturan kelaurga yang harus menghormati pada

satu suku.

9
B. Fe Molok ( Menyambut Atoin Amaf )

Dalam Fe Molok dilakukan penyerahan tanggungjawab dari keluarga almarhum

kepada Atoin Amaf untuk melakukan ritual Tutu Kubi, setelah Atoin Amaf menerima

tanggungjawab tersebut dinamaka Nono, selanjutnya Atoin Amaf bereperan sebagai In Es

Lekan Lalan ( Sang Penunjuk Jalan ). Bapa Anton menyatakan atoin amaf harus dihargai

karena ia yang sebagai pemegang Smanaf atau pemegang jiwa anggota keluarga.

C. Na Fomen Bin Ume Nanan ( pengharum ruangan )

Tahap selanjutnya dinamakan Na Fomen Bin Ume Nanan dimana pada tahap ini

Atoin Amaf melakukan pembakaran isi kelapa dan daun sufmuti ( daun balakacida ) yang

ditaruh di dalam tempurung kelapa dan diletakan di ruangan dimana jenazah almaruhum

disemayamkan yang berfungsi untuk mengharumi ruangan dan mengusir segala roh jahat

yang ada dalam rumah tersebut. Bapak endik nemambahkan bahwa hampir seluruh

masyarakat timor menggunakan bahan-bahan ini sebagai pengganti dupa dan kemeyang

yang pada jaman dulu digunakan untuk mengharumkan seluruh ruang rumah diamana

mayat ditempatkan.

D. Anah Amaf Enaf Mone ( mengumpulkan anggota keluarga dari Almarhum )

Menurut Bapak Darius Salu menyatakan bahwa tahap ini Atoin Amaf

mengumpumpulkan semua anggota kelurga suku dari almarhum, selanjutnya Atoin Amaf

memberikan kesempatan kepada kelurga untuk memberikan sumbangan berupa uang dan

barang-barang kepada almaruhum sebagi bekal bagi almarhum untuk digunakan dalam

kehidupan kekalnya. Tahapa selanjutnya Atoin Amaf melakukan ritual Fe Molok

(menyampaikan sepatah dua kata kepada jenazah) dan biasanya Atoin Amaf

10
menyampaikan harapan agar almarhum terus mengingat anggota keluarga yang

ditinggalkan dengan cara memberikan semua yang terbaik bagi keluarga dan juga kelurga

yang ditinggalkan dijauhkan dari hal buruk. Setelah itu dilakukan ritual Nanono Nitu

(mengikat kedua tangan dari jenazah) sebagi tanda agar almarhum berjalan menuju Uis

Pah (alam baka) dan Uis Neno (Allah Yang Maha Tinggi). Setelah dilakukan ritual

Nanono Nitu selanjutnya dilkaukan penutupan peti jenazah, dimana pada saat pemakuan

peti, pertama kali dilakukan oleh Atoin Amaf selanjutnya dilakukan oleh keluarga

almarhum.

E. Tutu Kubi (memecahkan tempurung kelapa)

Menurut Darius Salu menyatakan bahwa puncak dari ritual ini dinamakan Tutu Kubi

pada tahap ini terlebih dahulu Atoin Amaf mengumpulkan bahan-bahan berupa 1 buah

lesung, seikat padi, dan 2 buah kayu, tempurung kelapa kering yang sudah dibelah dan

dikeluarkan isinya dan juga sebuah batu,dimana seikat padi tersebut diletakan di dalam

lesung dan dibungkus menggunakan kain sarung lalu dihimpit oleh kedua kayu tersebut

agar tidak jatuh dan tempurung kelapa tersebut berserta batu yang digunakan untuk

memecahkan tempurung kelapa itu diletakan di depan pintu rumah dimana jenazah

disemayamkan. Setelah semuanya siap dari pihak keluarga menyerahkan uang yang

dibungkus menggunakan kertas putih kepada Ation Amaf, setelah itu Atoin Amaf bersiap

untuk melakukan tendangan untuk menjatuhkan lesung dengan cara membelakangi

lesung tersebut dan juga memecahkan tempurung kelapa sebagai tanda bahwa Atoin Amaf

mempersilahkan kelurga untuk menguburkan jenazah dari almarhum sebelum dikuburkan

kelurga juga memberikan penghormatan terakhir kepada almarhum dengan cara

menangisi jenazah dari almarhum. Dengan demikan berakhirlah ritual Tutu Kubi.

11
2.5 Dasar Biblis, Teologi, Kematian Ekatologi

2.6.1 Tinjauan Biblis Tentang Kamatian

2.6.2 Menurut Perjanjian Lama

Kitab Suci Perjanjian Lama menyatakan bahwa kematian atau maut sebagai sikap

manusia sehingga mengakibat dosa manusia. Allah menegaskan kepada Adam dan Hawa

agar tidak boleh makan buah dari pohon yang telah dilarang oleh Allah “ Tetapi pohon

pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab

pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Kej. 2:17). Dan pada saat Adam

dan Hawa melanggar perintah Allah, maka mereka tidak langsung mengalami kematian

secara jasmani atau fisik tubuh namun Rohlah yang memisahkan diri meraka dengan

Allah. Oleh sebab itulah mendatangkan kematian seseorang karena akibat dosa manusia.

Di dalam kitab pengkhotbah membuktikan bahwa “ dan dari debu tanah seperti semula

dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya.” Manusia mengalami kematian

kerena segalah perbuatan atau tindakan manusia di bumi ini tidak sesuai dengan perintah

Allah sehingga manusia mengalami hal tersebut. Manusia merupakan makluk ciptaan dari

Allah, di mana Allah membentuk manusia dari debu tanah sampai manusia mengalami

kehidupan dan jika suatu saat manusia mengakhir hidup akan kembali kepada debu tanah.

(Swastako, 2020, hlm. 131-132)

2.6.3 Menurut perjanjian Baru

Menurut Kitab Suci Perjanjian Baru, injil matius 16:27 Yesus berkata “ sebab anak

manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada

waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya.” Manusia kepercayaan

bahwa puncak kehidupan mereka bersumber Yesus kristus. Manusia mengarahkan

pandangan tersebut akan mendatangkan kehidupan kedua kali, hal ini dapat mendorong

manusia untuk senantiasa mempersipkan diri untuk menyambut-Nya. Dan Ia yang mati

12
akan datang kembali kepada Bapa. Injil markus 24:44 “ karena itu berjaga-jagalah sebab

kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang” dan injil Lukas Yesus berkata

“Hendaklah kamu juga siap sediah, karena anak manusia datang pada saat yang tidak

kamu sangkah-sangkah.” Kedua dasar biblis injil ini, mengacuh pada janji dan siap-

siaga. para murid-muridnya dan juga umat yang percaya, bahwa Yesus yang mengalami

kematian akan datang kedua kali, dapat ditekankan pada peristiwa saat Yesus naik ke

surga meninggalkan para murid-murid, dan pengaksian para murid-muridnya saat itu

sungguh-sungguh mendatang kegelisahan, serta mereka (para murid) menatap ke langit

untuk melihat sang penyelamat bergegas menuju ke surga. sebab itu juga muncul di depan

mereka, dua sosok yang berpakaian putih untuk memperingakan mereka kembali akan

janji Yesus Kristus. (Agustinus Faot, 2017, hlm.15-30)

2.7 Hubungan antara paham Ekskatologis dalam Gereja Katolik dengan Tradisi Tutu

Kubi

Dalam pandangan Gereja katolik diyakini bahwa kematian bukan merupakan akhir

dari kehidupan manusia,melainkan sebuah transformasi kehidupan dari yang fana menuju

yang baka. Dalam kehidupan perjanjian lama harapan oarng Yahudi akan kebangkitan

orang mati dapat ditemukan dalam kitab Daniel dan kitab Makabe, gagasan akan

kebangkitan dan kehidupan kekal dalam kitab Daniel dan kitab Makabe menjadi salah

satu dasar keykinan Gereja akan kebangkitan dan hidup abadi. Ungkapan kebangkitan

dan harapan akan hidup abadi terdapat juga dalam syhadat apostolik :

“... aku percaya akan Roh Kudus, Gereja Katolik yang Kudus,Peersekutuan para

kudus, pengampunan dosa, kebangkitan badan,kehidupan kekal. Amin (Syahdat

Apostolik).

Dalam ensiklik Spe Salvi art. 10, Ratzinger (paus benediktus XVI) mengutip kata-kata

Ambrosius untuk mengungkapkan keyakinan Gereja pada kehidupan abadi sebagai

13
berikut.
“kematian sejak semula bukan bagian dari alam; tetapi kemudian menjadi bagian dari alam. Allah tidak

menetapkan kematian dari sejak semula; kematian ditetapkan sebagai Pemulih. Kehidupan manusia oleh

karena dosa....mulai mengalami kemalangan, kesulitan, dan kesedihan. Kematian mesti mengembalikan

kehidupan manusia yang telah hangus. Tampa antuan Rahmat, keabadian hanya dianggap sebagai beban

daripada berkat”.

Masyarakat Dawan khususnya suku Kolo juga menyakini bahwa seseorang sudah

meninggal dunia kehidupannya tidak dilenyapkan melainkan hanya di rubah. Hal ini

dibuktikan dengan adanya tradisi Tutu Kubi dimana dalam tradisi ini dilakukan ritual-

ritual yang dilakukan untuk mempersiapkan seseorang yang sudah meninggal dunia untuk

memulai perjalanan hidupnya dalam kehidupan abadi, sehingga ritual ini juga sejalan

dengan keyakinan dalam tradisi Geereja katolik yang mempercayai adanya kehidupan

kekal. (Pranadi, 2018, hlm, 249-271)

14
7.1.1 KERANGKA PIKIR TEORITIS

Penulisan Proposal penelitian ini yang diberi judul: Mengkaji Makna Tutu Kubi

Dalam Tradisi Kematian Orang Katolik Pada Suku Kolo Di Desa Haumeni Kabupaten Timor

Tengah Utara.

Gambar....Kerangkah Pikir Teoritis

Gambaran Situasi Telaah Pustaka Rekomendasi

Gambaran Masyarakat Menghayati Tutuk Upaya untuk

di desa Haumeni akan Kubi dalam tradisi meningkatkan

makna Tutuk Kubi Kematian orang penghayatan akan Makna

dalam tradisi kematian Katolik dari Tutuk Kubi dalam

orang katolik Tradisi Kematian Orang

Katolik

15
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Model dan Pendekatan Penelitian

Metode penelitian ini digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah,

(sebagai lawannya eksperimen) di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,

pengembalian sampel sumber dan dilakukan secara purposive dan snowbal, teknik

pengumpulan dan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/ kualitatif, dan

hasilnya lebih menekankan makna dari pada generialisasi (Sugiyono, 2011:15).Dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, menggunakan metode ini

sesuai dengan masalah yang akan dideskriptifkan sesuai keadaan atau situasi riil lapangan,

pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, pendekatan ini menekankan suatu

proses penelitian dan pemahaman berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu

fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini peneliti membuat gambaran

kompleks, memiliki kata-kata, laporan terinci dan pandangan informan dan melakukan studi

pada situasi yang alami. Berdasarkan pandangan ini, peneliti akan mendata informasi yang

sesuai dengan keadaan sekarang (Sugiyono, 2011, hlm 15).

3.1.1 Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti mulai dari waktu yang telah

ditentukan yakni: mulai dari bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2023, Di Desa

Haumeni Kabupaten Timor Tengah Utara. Adapun tahapan-tahapan yang akan dilakukan

dalam penelitian ini yakni: pertama: Tahap persiapan, kedua: Tahap pelaksanaan, dan ketiga:

Tahap penyusunan hasil penelitian.

16
Tabel 3.1 jadwal penelitian

No Jenis kegiatan
Mei. Nov. Des. Jan. Feb. Mei. Juni.
1. Pengusunan proposal   

2. Pembimbingan proposal  

3. Seminar proposal 

4. Perbaikan hasil seminar  


proposal
5. Penelitian Lapangan 

6. Skripsi 

3.1.2 Lokasi Penelitian


Adapun lokasi penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk melakukan

penelitian adalah Di Desa Haumeni Kabupaten Timor Tengah Utara.

3.1.3 Sumber Data

Peneliti dalam menemukan sumber data, terlebih dahulu menentukan kriteria-

kriteria pemilihan sumber data yang menurut Spradley yang dikutip oleh Sanafiah

Faisal dalam Sugiyono. Maka sumber data yang digunakan peneliti ini akan

menghadirkan para tua-tua adat Di Desa Haumeni Kabupaten Timur Tengah Utara

serta menghadirkan para Atoin Amaf (saudara kandung ibu). Atoin Amaf ini sangat

penting dalam penelitian Makna Tutu Kubi Dalam Tradisi Kematian Orang Katolik

Pada Suku Kolo. Dimana semua informasi merupakan unsur dari Atoin Amaf.

(Sugiyono, 2016, hlm 400).

3.1.4 Jenis Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini dipandang dari segi sifat dan

sumber. Sifat data adalah kualitatif dalam arti data bersifat deskriptif. Dan menurut

sumber-sumber ditentukan sesudah melihat dan melakukan observasi awal

berdasarkan hasil secara lisan dari informan tentang Makna Tutu Kubi Dalam Tradisi

17
Kematian Orang Katolik Pada Suku Kolo Di Desa Haumeni Kabupaten Timor

Tengah Utara. Data ini merupakan data kualitatif yang diperoleh dari lapangan

penelitian, dan dari hasil wawancara dan diskusi dengan para informan dan nara

sumber.

3.1.5 Prosedur Penelitian

Untuk mengumpulkan data mengenai Makna Tutu Kubi Dalam Tradisi

Kematian Orang Katolik Pada Suku Kolo Di Desa Haumeni Kabupaten Timor

Tengah Utara, pertama-tama peneliti akan meminta surat ijin penelitian dari kampus,

yang kedua peneliti akan memasukan surat ijin kepada kepala desa dengan membawa

surat ijin penelitian, yang ke tiga meminta ijin kepada lembaga adat dengan membawa

surat pengantar injin penelitian. Dengan tujuan meminta ijin dan kesediaan dari pihak

yang berkaitan dengan sumber kajian informasi dalam wawancara untuk memperoleh

data hasil penelitian ini.

3.1.6 Alat dan teknik pengumpulan data

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

observasi yang penulis lakukan. Pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara sudah

disiapkan secara sistematis dalam daftar pertanyaan yang telah penulis buat

berdasarkan rincian yang ada, sedangkan metode observasi atau pengamatan langsung

penulis gunakan untuk memperoleh data yang lebih akurat dan nyata. Teknik

pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini adalah mengawali penelitian dengan

observasi terus terang (Langsung), dimana peneliti langsung menyampaikan tentang

penelitian pada beberapa informan, kemudian peneliti melakukan wawancara

terstruktur dengan menyiapkan beberapa pertanyaan berkaitan dengan penerapan

nilaia-nialai Tutu Kubi dalam Tradisi Kematian pada suku kolo yang merupakan

sebuah data guna memperkuat hasil observasi. Selain itu juga penulis melampirkan

18
beberapa dokumentasi berkaitan dengan sejarah, dan data-data lain serta foto-foto

pada lokasi penelitian.

3.1.7 Teknik Pengujian Data

Peneliti setelah melakukan penelitian dan sesudah merangkumnya menjadi

data yang aktual dan relavan, maka peneliti dapat menguji kebenaran dari data-data

yang diperoleh. Salah satu cara yang dilakukan ialah dengan melihat kebenaran dalam

kenyataan mengenai judul tulisan dan hubungan dengan berbagai sumber melalui

wawancara yang diperoleh mengenai judul tulisan.

3.1.8 Teknik Analisis Data

Teknik analisa data dalam penelitian kualitatif ini adalah dengan

menggunakan teknik data Colection, Data Reduction, data Display dan data

Verifying, guna menjaga keseragaman dalam penulisan Skripsi. (Sugiyono, 2016,

336-345).

3.1.9 Data Collection

Pada tahapan ini, penulis memilih data yang relevan berkaitan dengan tujuan

penelitian. Informasi dari lapangan sebagai bahan mentah yang diringkas, disusun

lebih sistematis, serta ditonjolkan pokok-pokok yang penting sehingga mudah

dikendalikan.

3.1.10 Data Reduction

Setelah data penelitian terkumpul, dilakukan pemilihan data atau informasi-

informasi yang menonjol atau sesuai dengan tujuan penelitian atau sebaliknya. Dalam

tahapan ini data dan informasi yang tidak cocok hendaknya tidak dimasukan atau

ditampilkan dalam tahap berikutnya yaitu penyajian data.

19
3.1.11 Data Display

Pada tahapan ini, peneliti berupaya mengklarifikasikan dan meyakinkan data

sesuai dengan pokok permasalahan yang diawali dengan pendekatan pada setiap sub

pokok permasalahan untuk memudahkan memperolehkan kesimpulan dari lapangan.

3.1.12 Data Verifying

Verifikasi dimaksud agar penilaian tentang kesesuaian data dengan maksud

yang terkandung dalam konsep-konsep dasar dalam penelitian tersebut lebih tepat dan

obyektif. Dengan kata lain, data-data penelitian menjadi kunci untuk merumuskan

kesimpulan yang mudah didapat atau kredibel

20
DAFTAR PUSTAKA

Agustinus Faot, J. O. (2017, SEPTEMBER Sabtu). KEMATIAN BUKAN AKHIR DARI SEGALANYA.
KERUSSO, 2, p. 15-30.

Andreas, S. N. (2022, Desember Minggu). Atoin Amaf, "Tuhan" dalam Tradisi Suku Dawan
(Timor). Retrieved Desember Sabtu, 17, from Salukh Neno andreas:
https://www.kompasiana.com/

Anunut, Y. &. (2021 p 5). realitas tradisi tutu kubi masyarakat suku anunut dalam upacara
kematian diwilaya kecamatan insana kabupaten timor tengah utara. Pastoralia, 5.

Anunut, Y. (2021 p 1, Januari-Juni vol 2). REALITAS TRADISI TUTU KUBI MASYARAKAT SUKU
ANUNUT DALAM UPACARA KEMATIAN DI WILAYAH KECAMATAN INSANA KABUPATEN
TIMOR TENGAH UTARA. p. 1.

Deki, K. (2011). Tradisi Lisan orang Manggarai. Jakarta: Amir Hendarsah.

Koentjaraningrat. (1981). pengantarIlmu Antropologi. Bangdung: Rineka Cipta.

Liliweri, A. (2003). Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: LkiS.

Pranadi, Y. (2018 ). Kematian Dan Kehidupan Abadi: Sebuah Eksplorasi dalam perspektif
Gereja Katolik. Melintas, 250.

Pranadi, Y. (2018). KEMATIAN DAN KEHIDUPAN ABADI: SEBUAH EKPLORASI DALAM


PERPEKTIF GEREJA KATOLIK. MELINTAS, 249-250.

Pranadi, Y. (2018). Kematian dan kehidupan abadi: sebuah ekplorasi dalam perspektif Gereja
Katolik. MELINTAS, 249-250.

Salu, D. (2022, Desember Kamis). Tahapan-Tahapan Dalam Tradisi Tutu Kubi. (Y. Kolo,
Interviewer)

Swastako, S. (2020). Pandangan Tentang kematian dan Kebangkitan Orang Mati Dalam
Perjanjian Lama. HUPĒRETĒS, 1, 131-132.

TAKBIR. (2019 p 2). Manusia dan kebudayaan (manusia dan sejarah kebudayaan, manusia
dalam keanekaragaman budaya dan peradaban. manajemen pendidikan islam, 2.

Tukan, Y. A. (2021 p 73). Realitas Tradisi Tutu Kubi Masyarakat Suku Anunut Dalam Upacara
Kematian Di Wilayah Kecamatan Insana Kabupaten Timor Tengah Utara. PASTORALIA,
73.

21
22

Anda mungkin juga menyukai