TELAAH PUSTAKA
Secara etimologi kata kebudayaan berasal dari akar budaya yang berasal dari Bahasa
budi, atau akal budi atau pikiran. Kata kebudayaan, setelah mendapat awalan ke- dan
akhiran, an menjadi kebudayaan Yang berarti, hal ihwal tentang alam pikiran
manusia. Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama
artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata Latin colore, artinya mengolah atau
mengajarkan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal arti tersebut, yaitu colore
dan culture, diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan
Menurut Kamus Besa Bahasa Indonesia (kbbi), kebudayaan adalah,hasil kegiatan dan
penciptaan akal batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat.
Serta keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makluk sosial, yang digunakan untuk
berarti, kegiatan manusia berdasarkan akal budi, serta melibatkan seluruh unsur yang
terkandung dalam dirinya (kualitas diri), dalam memahami lingkungan dan kebiasaan
1
2.1.1 Pengertian Tradisi
Tradisi dapat dipahami sebagai sesuatu yang diwariskan turun temurun dari nenek
moyang atau leluhur. Dalam tradisi (kebiasaan) atau adat istiadat yang mengandung
nilai-nilai, baik itu yang dilakukan oleh penduduk asli, ataupun berpengaruh kepada
masyarakat luar.tidak bisa dipungkiri sebab sifat dari budaya itu sendiri adalah sosial
Oleh karena itu yang pertama tingggal dalam suatu daerah dan melekat atau akrab
tertentu, yang keudian dikenal dengan peradaban atau budaya, tradisi (kebiasaan), atau
adat istiadat. Aturan-aturan tersebut dapat meliputi nilai-nilai sosial budaya, norma-
kemudian menjadi suatu sistem yang mencakup segala budaya dari suatu kebudayaan
yang berhasil akrab atau ditaati dan dipahami oleh kelompok masyarakat tertentu. 1A
hlm. 4
2.2.1 Koentjaraningrat
Kata “budaya” berasal dari sansekerta “Buddhayah”, yakni bentuk jamak dari
“Budhi” (akal). Jadi budaya adalah segalah hal yang bersangkutan dengan akal. Selain itu
kata budaya juga berarti “budi dan daya” atau daya dari budi. Jadi budaya adalah segala
daya dari budi, yakni cipta, rasa dan karsa itu (Koentjaraningrat, 1981, hlm. 25)
hukum, moral, kebiasaan dan cakapan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota
2
2.3 Pandangan Gereja Katolik Tentang Kematian
Kematian merupakan sebuah kejadian yang mutlak akan dirasakan atau dialami oleh
setiap manusia. Tidak dapat disangkal bahwa realitas hidup mengharuskan manusia untuk
mengalami hal demikian. Kamatian tidak memandang jabatan, atau harta yang dimiliki
oleh manusia. Hidup manusia hanya bersifat sementara, dan segalah harta miliknya yang
telah dikumpulkan selama masa hidup akan tidak menjadi dominan dalam
kenalan dan lain sebagainya. Manusia merupakan makluk yang diciptakan untuk hidup,
dan bersosial, antara satu dengan yang lainnya, dengan tidak lupa taat dan takwa
kepadayang menjadi sumber hidup atau asal segala muasal. Meskipun Tuhan merupakan
sang pencipta, tentu saja manusia perlu mengalami sesuatu yang dinamakan proses,
kelahiran, sebagaimana yang dialami oleh yesus kristus dalam perwujudannya sebagai
manusia biasa. Manusia akan bertumbuh dan berkembang sesuai dengan lingkungan
tempat dimana ia tinggal, serta belajar banyak hal, yang baik dan yang buruk. Hal- hal
demikian yang kemudian akan membentuk kepribadianya. Pada akhirnya, dalam fase-fase
kematian. Kubur adalah tempat peristirahatan terakhir, yang mana tubuh jasmaninya
harus rela bersanding dengan debu tanah dan melalui proses-proses biologis lainnya.
3
2.3.1 Sebab Kematian Sebagai Penyempurnaan Kemanusiaan
Pandangan teologis telah lama memehami bahwa ada kaitan antara peristiwa kamatian
dengan kedosaan manusia. Dasar biblis dari pemahaman tersebut dapat di lihat pada kitab
kejadian 2:16; 3:19 dan Roma 5:12. Kitab suci memahami bahwa kamatian terjadi akibat
dosa. Pemahama ini secara ekplisit dinyatakan oleh paulus sebagai berikut. “sebab itu
sama seperti dosa masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut,
demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang telah berbuat dosa” (Rm. 5:12.
“Maut adalah upah dari dosa” (Rm. 6:23). Dosa memimpin manusia kepada kematian.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa upah dari dosa adalah kematian, karena
berdasarkan penjelasan dasar teologi di atas bahwa kematian itu disebabkan karena akibat
Dalam KGK No. 366 yang di kutip oleh pranadi dalam tulisannya tentang “ KEMATIAN
menyatakan bahwa, peristiwa kamatian dilihat sebagai peristiwa terlepasnya jiwa dari
badan. Gereja Katolik mengajarkan bahwa setelah orang meninggal, jiwanya akan
terpisah dari badan. Badannya akan rusak dan hancur, sedangkan jiwanya tidak akan
mati. Seketika itu juga, jiwannya diadili dan setiap orang akan diadili secara pribadi. Ada
pun kemungkinan: orang masuk surga, neraka, atau mengalami api pengucian untuk
sementara. Jiwa akan menghadapi pengabdian Allah dan menantikan kebangkitan badan.
Gereja Katolik merupakan suatu peristiwa dimana badan terpisah dengan jiwannya. Yang
menyebabkan badnnya akan hancur dan jiwannya akan diadili; dan setiap orang
4
mengalami pengadilan secara pribadi sehingga ada satu kemungkinan bahwa setiap
manusia yang meninggal jiwanya akan masuk surga, neraka, atau mengalami api
pengucian untuk sementara dan menghadap pengabdian Allah sambil menantikan badan.
Pengertian dosa asal tidak dikaitkan dengan kejadian historis dalam Kej. 3:1-2,
melainkan berawal dari pengajaran paulus tentang universalitas penebus Kristus Rm.
5:12-19). Dalam konteks pewartaan tentang uiversalitas penebus Kristus, paulus mengacu
pada universalitas dosa Adam. Penjelasan mengenai keadaan manusia yang mewarisi
dosan asal diperlukan agar penebusan Kristus bagi seluruh umat manusia ditampakkan.
“kepastian mendasar yang menjadi pijakan doktri tentang dosa asal bukan informasi
historis tentang kenyataan yang telah terjadi pada awal dunia dijadikan – seperti anggapan
para teolog tradisionalis - melainkan suatu pewahyuan bahwa Yesus Kristus adalah yang
perlu bagi semua bangsa manusia. Tampa Yesus Kristus tidak seorang pun akan selamat”
Berdasarkan pada konsep Mourisio Flick mengambil kutipan dari Santa Pualus yang
telah dikatakan bahwa “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh
satu orang dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada
semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa. Sebab sebelum hukum Taurat ada,
telah ada dosa di dunia. Tetapi dosa itu tidak diperhitungkan kalau tidak ada hukum
Taurat. Sungguhpun demikian maut telah berkuasa dari zaman Adam sampai kepada
zaman Musa juga atas mereka, yang tidak berbuat dosa dengan cara yang sama seperti
yang telah dibuat oleh Adam, yang adalah gambaran Dia yang akan datang. Tetapi
karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran
5
satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih
karunia Allah dan karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya atas semua orang karena satu
orang, yaitu Yesus Kristus. Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang.
Sebab penghakiman atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi
jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi
mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan
hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus. Sebab itu, sama
seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh
satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup Jadi sama seperti
oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula
oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar. ” (Rm 5:12-19).
keseluruhan eksistensinya. Ketika mati, manusia berada pada kondisi paling pasif dan
terletak pada pengharapannya akan Allah. Ketika manusia mati, seluruh aktifitasnya
berhenti. Badan berhenti, jiwa juga berhenti. Kematian juga bisa dipandang sebagai
kegelapan. Ia mamandang juga kamatian sebagai garis pembatas, suatu akhir sekaligus
6
2.3.3.3 Manfret T. Brauch
bangsa israel agar kesadaran manusia terhadap dosa bertambah. Hakekat dosa yang
merusak dan menghancurkan diungkapkan ketika tujuan Allah yang baik yang dinyatakan
dalam hukum Tuarat dilanggar oleh manusia. Pemahaman paulus dalam Rm. 5:20
dikuatkan melalui beberapa peryataan serupa yang diungkapkannya dalam Rm. 3:20, “
karena justru oleh hukum Tuarat orang yang mengenal dosa”, dan dalam Rm. 7:7-8
paulus mengungkapkan bahwa “hukum Taurat bukanlah dosa”. Bukan Hukum Taurat
yang membawa manusia kepada dosa. Dosa dalam hal ini dapat dimengerti secara
teologis sebagai keterputusan hubungan dengan Allah, namun dalam keadaan itu Allah
tetap mewartakan Rahmat kepada manusia. Peristiwa jatunya manusia ke dalam dosa,
membawa manusia pada kesedaran untuk menerima keberadaannya sebagai makluk yang
berdosadan akan mati. Jika tidak mati, ia bukanlah manusia. Manusia yang mangalami
Tutu kubi terdiri dari dua kata yaitu Tutu dan Kubi. Tutu artinya palu dan Kubi
artinya tempurung kelapa. Jadi dengan demikian Tutu Kubi adalah pemecahan tempurung
kelapa sebagai tanda sah dari sebuah perpisahan dengan salah satu anggota keluarga yang
telah meninggal. Tradisi tutu kubi adalah suatu tradisi yang terus-menerus dilakukan oleh
suku Kolo dari dulu sampai sekarang. Dalam tradisi atoni pah meto, seseorang baru akan
disemayakan setelah tiga hari, dibaringkan dirumah duka, pada hari ketiga jenasah akan
dikebumikan. Pada saat itu tradisi ini dilaksanakan. Hari ketiga merupakan hari terakhir
7
seseorang bersama keluarga, dan tradisi tutu kubi sebagai tanda perpisahan utuk selama-
lamanya, dan seseorang tidak lagi bersama kita, sehingga tradisi ini juga bisa diartikan
bahwa seseorang tidak lagi makan atau minum bersama kita sebagaimana mestinya.
Segalah sesuatu yang ada diseluruh bumi pada dasarnya akan kembali. Tidak semua
yang tumbuh di dunia ini bertahan, tetapi pada hakekatnya akan kembali. “Mansen pin
nem pah pinan lofan faen neo in balen boton”. Makna tradisi Tutu Kubi suku kolo
ditinggalkan. Tanda akhir kehidupan semasa ia berada dan tinggal bersama keluraga.
Sebab ia tidak bersama namun jiwa dan badan akan akan kembali secara utuh kepada
sang pencipta. Oleh sebab itu yang menekankan filosofi adalah “Kembali” mengingatkan
suku kolo bahwa setelah seorang anggota yang meninggal jiwa akan kembali pada titik
awal. Usi Amoet Kaet yang adalah kembali kepada sang pencipta. Peristiwa kematian
merupakan sebuah akhir kehidupan seorang ketika ia menghadapi peristiwa maut yang
Atoin Amaf merupakan salah satu peran atau jabatan dalam sebuah rumpun suku atau
keluarga yang dimiliki oleh suku atau keluarga yang ada dalam suku dawan. Secara
harafiah, Atoen berati orang atau Amaf berarti bapak. Atoin Amaf juga dikanal sebagai
saudara kandung supupu laki-laki dari ibu kandung, dan itu disebutan atoen amaaf hnya
dikhususkan kepada laki-laki tidak kpada permpuan. Saudara kandung laki-laki dari ibu
kandung atau pun biasa dikenal dengan om atau dalam bahasa dawan Bab. Adapun
8
tingkatan ataoen amaf yang diprhitungkan berdasarkan garis teturunan dari ibu kandung.
Atoin amaf yang berada pada posisi atas Om atau Bab atau yang biasa dikenal Bab Hone.
Bab Hone yang adalah nama sapaan yang biasanya dikenal sebagai satatus paling
tertinggi berdasarkan garis keturunan ibu kandung. Sapaan ini tentu juga menegaskan
tentang kelahiran seorang yang tidak terlepas dari doa, berkat sebagai perjuangan seorang
Bab Hone (keturunan ibu kandung). Sedangkan makna secara gramatika, Atoin Amaf
berarti suku predikat yang diberikan kepada laki-laki dan akan diwariskan secara terun-
temurun. Atoin Amaf juga dikenal dengan istilah Bab (Om), pohon yang disebut sebagai
Bapak pohon karena dianggap sebagai ayah dan ibu untuk suku dawan. (Anunut Y. &.,
2021, hlm. 5)
Dalam tradisi Tutu Kubi terdapat beberapa tahapan-tahapan yang harus dilakukan
yaitu :
Dalam tradisi Tutu Kubi menurut kolo endik menyatkan pada tahapan pertama yang
dilakukan adalah Tasine Atoin Amaf ( mengundang saudara ibu ) dimana tahap ini
dilakukan untuk memberi tahu Atoin Amaf bahwa ada kelurga yang meninggal, dalam tata
cara mengundang Atoin Amaf ada istilah yang dinamakan In Sunan yakni membawa
puah manus ( sirih pinang ) disertai dengan uang minimal Rp. 250.000.- dan Tua Meto
( Sopi Kampung ). Ia menyatakan bahwa atoin amaf sebagai istilah sebagai raja atau bapa
yang paling tertinggi dari semua rumpun keturan kelaurga yang harus menghormati pada
satu suku.
9
B. Fe Molok ( Menyambut Atoin Amaf )
kepada Atoin Amaf untuk melakukan ritual Tutu Kubi, setelah Atoin Amaf menerima
Lekan Lalan ( Sang Penunjuk Jalan ). Bapa Anton menyatakan atoin amaf harus dihargai
karena ia yang sebagai pemegang Smanaf atau pemegang jiwa anggota keluarga.
Tahap selanjutnya dinamakan Na Fomen Bin Ume Nanan dimana pada tahap ini
Atoin Amaf melakukan pembakaran isi kelapa dan daun sufmuti ( daun balakacida ) yang
ditaruh di dalam tempurung kelapa dan diletakan di ruangan dimana jenazah almaruhum
disemayamkan yang berfungsi untuk mengharumi ruangan dan mengusir segala roh jahat
yang ada dalam rumah tersebut. Bapak endik nemambahkan bahwa hampir seluruh
masyarakat timor menggunakan bahan-bahan ini sebagai pengganti dupa dan kemeyang
yang pada jaman dulu digunakan untuk mengharumkan seluruh ruang rumah diamana
mayat ditempatkan.
Menurut Bapak Darius Salu menyatakan bahwa tahap ini Atoin Amaf
mengumpumpulkan semua anggota kelurga suku dari almarhum, selanjutnya Atoin Amaf
memberikan kesempatan kepada kelurga untuk memberikan sumbangan berupa uang dan
barang-barang kepada almaruhum sebagi bekal bagi almarhum untuk digunakan dalam
(menyampaikan sepatah dua kata kepada jenazah) dan biasanya Atoin Amaf
10
menyampaikan harapan agar almarhum terus mengingat anggota keluarga yang
ditinggalkan dengan cara memberikan semua yang terbaik bagi keluarga dan juga kelurga
yang ditinggalkan dijauhkan dari hal buruk. Setelah itu dilakukan ritual Nanono Nitu
(mengikat kedua tangan dari jenazah) sebagi tanda agar almarhum berjalan menuju Uis
Pah (alam baka) dan Uis Neno (Allah Yang Maha Tinggi). Setelah dilakukan ritual
Nanono Nitu selanjutnya dilkaukan penutupan peti jenazah, dimana pada saat pemakuan
peti, pertama kali dilakukan oleh Atoin Amaf selanjutnya dilakukan oleh keluarga
almarhum.
Menurut Darius Salu menyatakan bahwa puncak dari ritual ini dinamakan Tutu Kubi
pada tahap ini terlebih dahulu Atoin Amaf mengumpulkan bahan-bahan berupa 1 buah
lesung, seikat padi, dan 2 buah kayu, tempurung kelapa kering yang sudah dibelah dan
dikeluarkan isinya dan juga sebuah batu,dimana seikat padi tersebut diletakan di dalam
lesung dan dibungkus menggunakan kain sarung lalu dihimpit oleh kedua kayu tersebut
agar tidak jatuh dan tempurung kelapa tersebut berserta batu yang digunakan untuk
memecahkan tempurung kelapa itu diletakan di depan pintu rumah dimana jenazah
disemayamkan. Setelah semuanya siap dari pihak keluarga menyerahkan uang yang
dibungkus menggunakan kertas putih kepada Ation Amaf, setelah itu Atoin Amaf bersiap
lesung tersebut dan juga memecahkan tempurung kelapa sebagai tanda bahwa Atoin Amaf
menangisi jenazah dari almarhum. Dengan demikan berakhirlah ritual Tutu Kubi.
11
2.5 Dasar Biblis, Teologi, Kematian Ekatologi
Kitab Suci Perjanjian Lama menyatakan bahwa kematian atau maut sebagai sikap
manusia sehingga mengakibat dosa manusia. Allah menegaskan kepada Adam dan Hawa
agar tidak boleh makan buah dari pohon yang telah dilarang oleh Allah “ Tetapi pohon
pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab
pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Kej. 2:17). Dan pada saat Adam
dan Hawa melanggar perintah Allah, maka mereka tidak langsung mengalami kematian
secara jasmani atau fisik tubuh namun Rohlah yang memisahkan diri meraka dengan
Allah. Oleh sebab itulah mendatangkan kematian seseorang karena akibat dosa manusia.
Di dalam kitab pengkhotbah membuktikan bahwa “ dan dari debu tanah seperti semula
dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya.” Manusia mengalami kematian
kerena segalah perbuatan atau tindakan manusia di bumi ini tidak sesuai dengan perintah
Allah sehingga manusia mengalami hal tersebut. Manusia merupakan makluk ciptaan dari
Allah, di mana Allah membentuk manusia dari debu tanah sampai manusia mengalami
kehidupan dan jika suatu saat manusia mengakhir hidup akan kembali kepada debu tanah.
Menurut Kitab Suci Perjanjian Baru, injil matius 16:27 Yesus berkata “ sebab anak
waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya.” Manusia kepercayaan
pandangan tersebut akan mendatangkan kehidupan kedua kali, hal ini dapat mendorong
manusia untuk senantiasa mempersipkan diri untuk menyambut-Nya. Dan Ia yang mati
12
akan datang kembali kepada Bapa. Injil markus 24:44 “ karena itu berjaga-jagalah sebab
kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang” dan injil Lukas Yesus berkata
“Hendaklah kamu juga siap sediah, karena anak manusia datang pada saat yang tidak
kamu sangkah-sangkah.” Kedua dasar biblis injil ini, mengacuh pada janji dan siap-
siaga. para murid-muridnya dan juga umat yang percaya, bahwa Yesus yang mengalami
kematian akan datang kedua kali, dapat ditekankan pada peristiwa saat Yesus naik ke
surga meninggalkan para murid-murid, dan pengaksian para murid-muridnya saat itu
untuk melihat sang penyelamat bergegas menuju ke surga. sebab itu juga muncul di depan
mereka, dua sosok yang berpakaian putih untuk memperingakan mereka kembali akan
2.7 Hubungan antara paham Ekskatologis dalam Gereja Katolik dengan Tradisi Tutu
Kubi
Dalam pandangan Gereja katolik diyakini bahwa kematian bukan merupakan akhir
dari kehidupan manusia,melainkan sebuah transformasi kehidupan dari yang fana menuju
yang baka. Dalam kehidupan perjanjian lama harapan oarng Yahudi akan kebangkitan
orang mati dapat ditemukan dalam kitab Daniel dan kitab Makabe, gagasan akan
kebangkitan dan kehidupan kekal dalam kitab Daniel dan kitab Makabe menjadi salah
satu dasar keykinan Gereja akan kebangkitan dan hidup abadi. Ungkapan kebangkitan
dan harapan akan hidup abadi terdapat juga dalam syhadat apostolik :
“... aku percaya akan Roh Kudus, Gereja Katolik yang Kudus,Peersekutuan para
Apostolik).
Dalam ensiklik Spe Salvi art. 10, Ratzinger (paus benediktus XVI) mengutip kata-kata
13
berikut.
“kematian sejak semula bukan bagian dari alam; tetapi kemudian menjadi bagian dari alam. Allah tidak
menetapkan kematian dari sejak semula; kematian ditetapkan sebagai Pemulih. Kehidupan manusia oleh
karena dosa....mulai mengalami kemalangan, kesulitan, dan kesedihan. Kematian mesti mengembalikan
kehidupan manusia yang telah hangus. Tampa antuan Rahmat, keabadian hanya dianggap sebagai beban
daripada berkat”.
Masyarakat Dawan khususnya suku Kolo juga menyakini bahwa seseorang sudah
meninggal dunia kehidupannya tidak dilenyapkan melainkan hanya di rubah. Hal ini
dibuktikan dengan adanya tradisi Tutu Kubi dimana dalam tradisi ini dilakukan ritual-
ritual yang dilakukan untuk mempersiapkan seseorang yang sudah meninggal dunia untuk
memulai perjalanan hidupnya dalam kehidupan abadi, sehingga ritual ini juga sejalan
dengan keyakinan dalam tradisi Geereja katolik yang mempercayai adanya kehidupan
14
7.1.1 KERANGKA PIKIR TEORITIS
Penulisan Proposal penelitian ini yang diberi judul: Mengkaji Makna Tutu Kubi
Dalam Tradisi Kematian Orang Katolik Pada Suku Kolo Di Desa Haumeni Kabupaten Timor
Tengah Utara.
Katolik
15
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah,
pengembalian sampel sumber dan dilakukan secara purposive dan snowbal, teknik
pengumpulan dan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/ kualitatif, dan
penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, menggunakan metode ini
sesuai dengan masalah yang akan dideskriptifkan sesuai keadaan atau situasi riil lapangan,
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, pendekatan ini menekankan suatu
proses penelitian dan pemahaman berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu
fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini peneliti membuat gambaran
kompleks, memiliki kata-kata, laporan terinci dan pandangan informan dan melakukan studi
pada situasi yang alami. Berdasarkan pandangan ini, peneliti akan mendata informasi yang
Jadwal penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti mulai dari waktu yang telah
ditentukan yakni: mulai dari bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2023, Di Desa
Haumeni Kabupaten Timor Tengah Utara. Adapun tahapan-tahapan yang akan dilakukan
dalam penelitian ini yakni: pertama: Tahap persiapan, kedua: Tahap pelaksanaan, dan ketiga:
16
Tabel 3.1 jadwal penelitian
No Jenis kegiatan
Mei. Nov. Des. Jan. Feb. Mei. Juni.
1. Pengusunan proposal
2. Pembimbingan proposal
3. Seminar proposal
6. Skripsi
kriteria pemilihan sumber data yang menurut Spradley yang dikutip oleh Sanafiah
Faisal dalam Sugiyono. Maka sumber data yang digunakan peneliti ini akan
menghadirkan para tua-tua adat Di Desa Haumeni Kabupaten Timur Tengah Utara
serta menghadirkan para Atoin Amaf (saudara kandung ibu). Atoin Amaf ini sangat
penting dalam penelitian Makna Tutu Kubi Dalam Tradisi Kematian Orang Katolik
Pada Suku Kolo. Dimana semua informasi merupakan unsur dari Atoin Amaf.
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini dipandang dari segi sifat dan
sumber. Sifat data adalah kualitatif dalam arti data bersifat deskriptif. Dan menurut
berdasarkan hasil secara lisan dari informan tentang Makna Tutu Kubi Dalam Tradisi
17
Kematian Orang Katolik Pada Suku Kolo Di Desa Haumeni Kabupaten Timor
Tengah Utara. Data ini merupakan data kualitatif yang diperoleh dari lapangan
penelitian, dan dari hasil wawancara dan diskusi dengan para informan dan nara
sumber.
Kematian Orang Katolik Pada Suku Kolo Di Desa Haumeni Kabupaten Timor
Tengah Utara, pertama-tama peneliti akan meminta surat ijin penelitian dari kampus,
yang kedua peneliti akan memasukan surat ijin kepada kepala desa dengan membawa
surat ijin penelitian, yang ke tiga meminta ijin kepada lembaga adat dengan membawa
surat pengantar injin penelitian. Dengan tujuan meminta ijin dan kesediaan dari pihak
yang berkaitan dengan sumber kajian informasi dalam wawancara untuk memperoleh
disiapkan secara sistematis dalam daftar pertanyaan yang telah penulis buat
berdasarkan rincian yang ada, sedangkan metode observasi atau pengamatan langsung
penulis gunakan untuk memperoleh data yang lebih akurat dan nyata. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini adalah mengawali penelitian dengan
nilaia-nialai Tutu Kubi dalam Tradisi Kematian pada suku kolo yang merupakan
sebuah data guna memperkuat hasil observasi. Selain itu juga penulis melampirkan
18
beberapa dokumentasi berkaitan dengan sejarah, dan data-data lain serta foto-foto
data yang aktual dan relavan, maka peneliti dapat menguji kebenaran dari data-data
yang diperoleh. Salah satu cara yang dilakukan ialah dengan melihat kebenaran dalam
kenyataan mengenai judul tulisan dan hubungan dengan berbagai sumber melalui
menggunakan teknik data Colection, Data Reduction, data Display dan data
336-345).
Pada tahapan ini, penulis memilih data yang relevan berkaitan dengan tujuan
penelitian. Informasi dari lapangan sebagai bahan mentah yang diringkas, disusun
dikendalikan.
informasi yang menonjol atau sesuai dengan tujuan penelitian atau sebaliknya. Dalam
tahapan ini data dan informasi yang tidak cocok hendaknya tidak dimasukan atau
19
3.1.11 Data Display
sesuai dengan pokok permasalahan yang diawali dengan pendekatan pada setiap sub
yang terkandung dalam konsep-konsep dasar dalam penelitian tersebut lebih tepat dan
obyektif. Dengan kata lain, data-data penelitian menjadi kunci untuk merumuskan
20
DAFTAR PUSTAKA
Agustinus Faot, J. O. (2017, SEPTEMBER Sabtu). KEMATIAN BUKAN AKHIR DARI SEGALANYA.
KERUSSO, 2, p. 15-30.
Andreas, S. N. (2022, Desember Minggu). Atoin Amaf, "Tuhan" dalam Tradisi Suku Dawan
(Timor). Retrieved Desember Sabtu, 17, from Salukh Neno andreas:
https://www.kompasiana.com/
Anunut, Y. &. (2021 p 5). realitas tradisi tutu kubi masyarakat suku anunut dalam upacara
kematian diwilaya kecamatan insana kabupaten timor tengah utara. Pastoralia, 5.
Anunut, Y. (2021 p 1, Januari-Juni vol 2). REALITAS TRADISI TUTU KUBI MASYARAKAT SUKU
ANUNUT DALAM UPACARA KEMATIAN DI WILAYAH KECAMATAN INSANA KABUPATEN
TIMOR TENGAH UTARA. p. 1.
Liliweri, A. (2003). Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: LkiS.
Pranadi, Y. (2018 ). Kematian Dan Kehidupan Abadi: Sebuah Eksplorasi dalam perspektif
Gereja Katolik. Melintas, 250.
Pranadi, Y. (2018). Kematian dan kehidupan abadi: sebuah ekplorasi dalam perspektif Gereja
Katolik. MELINTAS, 249-250.
Salu, D. (2022, Desember Kamis). Tahapan-Tahapan Dalam Tradisi Tutu Kubi. (Y. Kolo,
Interviewer)
Swastako, S. (2020). Pandangan Tentang kematian dan Kebangkitan Orang Mati Dalam
Perjanjian Lama. HUPĒRETĒS, 1, 131-132.
TAKBIR. (2019 p 2). Manusia dan kebudayaan (manusia dan sejarah kebudayaan, manusia
dalam keanekaragaman budaya dan peradaban. manajemen pendidikan islam, 2.
Tukan, Y. A. (2021 p 73). Realitas Tradisi Tutu Kubi Masyarakat Suku Anunut Dalam Upacara
Kematian Di Wilayah Kecamatan Insana Kabupaten Timor Tengah Utara. PASTORALIA,
73.
21
22