Anda di halaman 1dari 9

DOSA DAN RAHMAT MENURUT AGUSTINUS

I. PENGANTAR

Kejadian 1 dan 2 mengisahkan tentang Allah menciptakan,


mengatur, memisahkan, mendekorasi alam semesta dan menempatkan segala
sesuatu pada tempatnya. Allah melihat semuanya itu baik adanya. Di sini terjadi
perubahan yakni dari dunia/situasi yang tidak teratur, belum berbentuk menjadi
dunia yang teratur, indah, baik dan harmonis. Inilah situasi optimal manusia
ketika diciptakan oleh Allah: sebagai “citra Allah”, manusia berada dalam
hubungan yang harmonis antara manusia dengan Pencipta, manusia dengan
manusia dan antara manusia dengan ciptaan lainnya.1.

Namun dalam bab 3 dari Kitab yang sama, situasi optimal itu berakhir
ketika manusia mulai bertindak aneh, melakukan kekacauan sana-sini.
Terjadilah tragedi di taman Eden dimana manusia jatuh dalam dosa, manusia
kehilangan martabat sebagai citra Allah, manusia mulai berada dalam situasi
frustrasi yang dalam. Relasi dengan sesama menjadi terganggu; terjadi saling
melempar kesalahan antara Adam dan Eva dan Eva mempersalahkan ular (Kej
3:12-13)2, terjadi pertarungan di antara saudara sampai Kain membunuh
adiknya Habel (Kej 4). Relasi dengan alam pun menjadi terganggu; tanah
dikutuk oleh Allah dan tidak lagi memberikan hasil yang maksimal kepada
manusia, melainkan manusia harus berjuang keras untuk mengolahnya agar
dapat memberikan hasil (Kej 3).3 Dengan demikian suasana optimal yang telah
ada menjadi hilang akibat dosa manusia. Kata lain dari situasi optimal; saat
sebelum manusia jatuh dalam dosa adalah Rahmat. Artinya manusia hidup
1
Rm. Herman Punda Panda, Pr, Soteriologi (Manuskrip)
2
Ibid.,
3
Ibid.,

1
dalam damai sejahtera tanpa kekurangan apapun. Dosa asal adalah suatu
keadaan atau situasi yng empengaruhi setiap orang sekian sehingga segala
keputusan bebasnya dan segala kegiatannya diarahkan secara salah sehingga
manusia pada akhirnya merusakkan dirinya, hidup sosial dan lingkungan hidup.
Keadaan demiian tidak diciptakan oleh Tuhan, melainkan berasal dari
keputusan bebas dan perbuatan manusia dalam sejarah. Setiap manusia baru
dilahirkan di dalam situasi demikian dan akan dipengaruhi olehnya di dalam
batinnya4.

Dalam pandangan Gereja Katolik dosa Adam itu tetap diwariskan kepada
seluruh umat manusia. Manusia lahir dalam kondisi dosa dan selalu terarah
kepada dosa. Untuk menyembuhkan kodrat manusia yang telah rusak itu hanya
terjadi dengan beriman kepada Kristus yang diwujudkan melalui pembaptisan.
Ajaran Gereja ini didukung kuat oleh St. Agustinus, maka berdasarkan sumber
yang ada, dalam makalah ini Pemakalah menampilkan bagaimana pandangan
St. Agustinus tentang dosa dan rahmat. Dua hal ini merupakan persoalan yang
tidak pernah selesai dibicarakan sampai di era modern ini bahkan semakin
penting untuk dipahami secara baik agar tidak terjadi relativisme dan
pemahaman yang

keliru.

II. DOSA DAN RAHMAT MENURUT ST. AGUSTINUS

Ajaran Agustinus mengenai dosa dan rahmat sesungguhnya merupakan


jawaban terhadap ajaran Pelagius tentang dosa dan rahmat. Maka sebelum
melihat ajaran Agustinus pertama-tama harus dilihat bagaimana pemikiran
Pelagius tentang dosa dan rahmat.

4
Georg Kirchberger, pandangan Kristen tentang manusia dan dunia, (maumere,
ledalero, 2002), hlm. 49

2
2.1. Pandangan Pelagius Tentang Dosa dan Rahmat

Pelagius lahir pada masa pertengahan abad IV di negeri Inggris atau


Irlandia, dan belajar hukum di Roma sekitar tahun 380. Sama seperti St.
Agustinus, Pelagius dibaptis pada usia dewasa. Ia meninggalkan karier duniawi
dan menjalankan kehidupan olah tapa yang keras dan mawas diri yang terus
menerus sepaya dengan lebih sungguh-sungguh dapat memenuhi segala
kewajiban Kristiani. Dia mengajarkan suatu pertarungan rohani untuk melawan
dosa dengan semangat asketis yang tinggi.

Menurut Pelagius, dosa hanya bersifat tindakan saja, yakni tindakan jahat.
Pelagius tidak memandang dosa sebagai suatu keadaan atau situasi ataupun
sebagai suatu kuasa yang menguasai manusia, sedalam-dalamnya, tetapi dosa
adalah perbuatan jahat yang dilakukan dengan bebas.5 Dalam kaitan dengan
dosa asal, menurut Pelagius tidak ada dosa asal yang diwariskan dari Adam,
tetapi hanya inklinasi (kecenderungan berdosa) yang telah masuk ke dalam
semua umat manusia karena contoh buruk dari Adam.6. Dengan kata lain bagi
Pelagius dosa asal bukan kekurangan pada kodrat (natura corrupta) tetapi
kekurangan pada kehendak.7 Masing-masing kita tidaklah dibebani dosa
orisinal yang terbawa sejak lahir dan masing-masing kita punya kebebasan
untuk memilih kebaikan dan keburukan. Dengan hidup secara baik dan
melakukan yang baik tiap pribadi akan bebas dari beban dosa.8

Sedangkan rahmat dalam pandangan Pelagius, merupakan bantuan yang


diberikan Allah kepada manusia yang berdosa sejauh perlu. Bantuan itu terdiri
dari: pertama, kodrat manusia yang mampu untuk berbuat baik. Kedua, hukum
Musa yang mendidik manusia dengan memberi petunjuk untuk hidup sesuai
5
Dr. Nico Syukur Dister, OFM, Teologi Sistematika 2, (Yogjakarta: Kanisius, 2004),
hlm. 158
6
Rm. Herman Punda Panda, Pr, Soteriologi (Manuskrip)
7
Ibid.,
8
www.googlebottle.com/tokoh-dunia/st...)

3
dengan panggilan kodrat, teladan dan ajaran Yesus sendiri. Ketiga,
pengampunan dosa karena pahala Yesus Kristus. Dalam ajaran Pelagius ini
tersirat pandangan tentang penyelamatan berupa pembebasan manusia dari dosa
asal: di mana manusia yang sejak Adam ditarik oleh pengaruh yang jahat dapat
diubah asalkan diberi petunjuk yang tepat dan contoh yang baik.9 .

Dengan demikian jelaslah bagi Pelagius baik dosa maupun rahmat bersifat
personal dan menyangkut hal ekstrinsik bukan intrinsik. Manusia dapat tidak
berdosa bila dia menghendaki yang baik dan benar sekaligus dapat melakukan
yang baik dan benar berdasarkan kehendak bebasnya.10

2.2 Pandangan Agustinus tentang Dosa dan Rahmat

2.2.1 Dosa menurut St. Agustinus

St. Agustinus lahir pada tahun 354 di kota Tagaste (Afrika utara)
sebagai putera Patrisius seorang tidak beriman dan Monica, seorang Krsten.
Mulanya dia belajar di kota asalnya. Pada usia 16 dia dikirim ke Chartago untuk
menuntut ilmu. Di usia 19 dia memutuskan untuk belajar filsafat. Tak lama
sesudah itu dia menjadi pemeluk aliran manichaeisme (agama yang didirikan
sekitar tahun 240 oleh seorang nabi bernama Mani. Bagi Agustinus agama
manichaeisme sangat masuk akal, sedangkan agama Kristen tidak bermutu.
Tetapi setelah 9 tahun menjadi penganut aliran manichaeisme, sedikit demi
sedikit dia mulai sadar apa itu manichaeisme. Ketika berumur 30 tahun
melawan kehendak ibunya, dia pindah ke Roma, tapi tidak lama kemudian dia
ke Milan bagian Utara Italia. Di sana dia menjadi guru besar ilmu retorika. Di
sanalah pula dia mulai berkenalan dengan faham Neoplatonisme, versi
penyempurnaan filsafat Plato yang sudah dikembangkan oleh Plotinus pada
abad ke-3.

9
Dr. Nico Syukur Dister, OFM, Loc. Cit
10
Rm. Herman Punda Panda, Pr, Soteriologi (Manuskrip)

4
Melalui Uskup Milan waktu itu St. Ambrosias, Agustinus menyimak
beberapa kotbahnya yang memperkenalkan kepadanya beberapa pengertian dan
aspek baru dari kekristenan yang lebih bernilai. Pada usia 32 Agustinus menjadi
Kristen. Dengan menjadi Kristen Agustinus yang dahulu ragu-ragu bahkan
mencela agama Kristen kini menjadi penganut Kristen yang amat taat. Pada
tahun 387 pada malam paskah ia dibaptis oleh Uskup Ambrosius dan sejak saat
itu dia menekuni sebuah kehidupan yag diabdikan untuk studi dan
permenungan. Mula-mula di Italia kemudian di Kartago, Afrika utara.
Kehidupan yang tenang ini dipertahankannya juga setelah dia juga sebenarnya
bertentangan dengan kehendaknya sendiri. Dia ditahbiskan enjadi imam dan
diangkat menjadi uskup untuk wilayah Hippo. Ia meninggal pada tahun 43011.

Menurut St. Agustinus dosa merupakan suatu daya kekuatan yang merongrong
dan merusak seluruh jiwa manusia begitu rupa sehingga kodrat manusia tidak
mampu melakukan kehendak Allah. Dosa Adam (dosa asal/dosa orisinal/dosa
bawaan) telah menyebabkan kelemahan fundamental dalam kodrat manusia
sehingga kita dari diri kita sendiri tidak mampu menghindari perbuatan-
perbuatan jahat yang meneguhkan dosa asal.12

Agustinus membedakan dosa sebagai perbuatan dan dosa sebagai status,


keduanya berhubungan sangat erat. Dosa selalu dihubungkan dengan kegiatan
dari kehendak bebas manusia. Tanpa kehendak bebas tidak ada dosa, namun ada
juga status/keadaan berdosa sebagai akibat dari dosa yang dibuat. Dosa asal
adalah suatu ketidakteraturan internal manusia, yakni ketidakmampuan secara
terus menerus melakukan hanya yang baik. Dosa awal mula (dosa asal itu)
merupakan permulaan dari kebiasaan berdosa bagi manusia dan mengakibatkan

11
Richard Price, Agustinus (editor seri: Peter Vardy), (Yogyakarta, Kanisius, 2000),
hlm. 15
12
Dr. Nico Syukur Dister, OFM, Op. Cit, hlm. 159

5
kecenderungan berdosa bagi manusia. Singkatnya menurut Agustinus, kodrat
manusia yang diwarisi dari Adam adalah kodrat yang terluka: kodrat yang
buruk dan bergerak menuju keburukan (natura viata in deterius commutate).13

Dasar ajaran Agustinus tentang dosa asal adalah paralelisme antara


Adam dan Kristus dalam Roma bab 5. Dalam teks ini ada pertentangan antara
Adam dan Kristus (unum et unus). Ada solidaritas universal seluruh umat
manusia dalam dosa Adam dan solidaritas universal seluruh umat manusia
dalam kebenaran Kristus (omnes et omnes).14

Mengenai cara penerusan dosa asal itu, menurut Agustinus adalah


melalui kegiatan reproduksi. Walaupun orang tua sudah dibaptis dan menerima
pernikahan suci, tetapi sejauh kegiatan menghasilkan keturunan itu disertai oleh
nafsu, concupiscentia, maka dosa asal tetap diteruskan kepada keturunan
mereka yang akan lahir.15

2.2.2 Rahmat Menurut St. Agustinus

Rahmat bagi Agustinus merupakan suatu daya kekuatan Allah di dalam


diri manusia yang mempengaruhi manusia sampai ke dalam lubuk hatinya yang
terdalam. Kekuatan itu terletak dalam kesatuan kita dengan Kristus. Pengaruh
intrinsik Allah ke dalam hati manusia tidak hanya mengakibatkan
pengampunan, tetapi juga penyembuhan dan penguatan diri kita oleh Allah 16.
Dalam hal ini rahmat adalah suatu bantuan (auxilium). Rahmat
menganugerahkan kemungkinan konkrit untuk merealisasikan
kebebasan/kemungkinan efektif memilih untuk berorientasi pada Allah.

13
Rm. Herman Punda Panda, Pr, Soteriologi (Manuskrip)
14
Ibid.,
15
Ibid.,
16
Dr. Nico Syukur Dister, OFM, Loc. Cit,

6
Adam sebelum berdosa hidup dalam rahamt yaitu kemungkinan efektif
memiliki kebebasan. Sesudah jatuh dalam dosa, Adam kehilangan rahmat
sebaliknya berada di bawah kekuasaan concupiscentia. Hanya rahmat yang
memungkinkan Adam untuk memilih yang baik dan kembali memiliki
kebebasan yang telah hilang akibat dosanya. Bagi Agustinus rahmat tidak
menggantikan kehendak bebas, tetapi menjadikannya kembali secara efektif
mampu merealisasikan kebebasan. Kebebasan hanya ada berkat rahmat Allah
dan jasa Yesus Kristus, sehingga kehendak bebas bekerjasama dengan rahmat
untuk merealisasikan kebebasan.17

Dengan demikian, Agustinus membantah pandangan Pelagius yang


melihat dosa dan rahmat bersifat individualistik dan ekstrinsik. Sebaliknya
Agustinus mengatakan bahwa dosa dan rahmat berciri kristologis dan sosio-
historis18. Kedua ciri ini saling kait-mengait; sebagaimana seluruh umat
manusia bersatu dengan Adam dalam dosa, demikian pula seluruh umat
manusia bersatu dengan Kristus dalam rahmat penebusan.

III. PENUTUP ( REFLEKSI KRITIS )

Santo Agustinus merupakan tokoh terkenal dalam Gereja Barat. Melalui


refleksi teologinya yang mendalam, dia telah memberikan sumbangan bagi
doktrin dan sikap Kristen hingga saat ini. Sumbangan Agustinus yang amat
berarti adalah refleksinya tentang dosa dan rahmat. Dosa Adam/manusia
pertama melahirkan solidaritas universal seluruh umat manusia dalam dosa
Adam, tetapi dalam dan melalui Kristus ada solidaritas dalam rahmat
penebusan Kristus bagi seluruh umat manusia.

Persoalan yang muncul dari ajaran St. Agustinus tentang dosa adalah
identifikasi antara dorongan sexual dan concupiscentia. Akibatnya kegiatan
17
Rm. Herman Punda Panda, Pr, Soteriologi (Manuskrip)
18
Dr. Nico Syukur Dister, OFM, Loc. Cit,

7
suami istri dalam menghasilkan keturunan selalu dilihat sebagai kegiatan yang
buruk.19 Sementara ajaran tentang rahmat dapat menimbulkan pertanyaan baru
apa yang dapat dilakukan manusia tanpa rahmat dan apa yang dapat dilakukan
dengan rahmat? Karena pandangan Agustinus tentang rahmat semat-mata
merupakan inisiatif Allah dan membuat manusia pasif dalam proses
pembenaran dan penyelamatan. Pemahaman seperti ini dikembangkan secara
ekstrem oleh Luther dan pengikut-pengikutnya hingga saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rm. Herman Punda Panda, Pr, Soteriologi (Manuskrip)

19
Rm. Herman Punda Panda, Pr, Soteriologi (Manuskrip)

8
2. Dr. Nico Syukur Dister, OFM, Teologi Sistematika 2,

3. Richard Price, Agustinus (editor seri: Peter Vardy), (Yogyakarta, Kanisius, 2000)

4. Georg Kirchberger, pandangan Kristen tentang manusia dan dunia, (Maumere,


Ledalero, 2002),

5. www.googlebottle.com/tokoh-dunia/st...)

Anda mungkin juga menyukai