Anda di halaman 1dari 8

PEMBENTUKAN IDENTITAS JEMAAT PERDANA PAULUS

DALAM KOMUNITAS KORINTUS


Mateus Seto Dwiadityo (NIM 196312009)

A. Selayang pandang Korintus


Kota Korintus adalah kota pelabuhan dan perdagangan yang mempunyai peranan
yang cukup penting di wilayah kekaisaran Roma. Peranannya yang cukup strategis ini
membuat kota Korintus menjadi pelabuhan transit dalam rute perdagangan antara wilayah
Roma dan Asia kecil. 1 Situasi dan keadaan kota Korintus sebagai kota pelabuhan memberi
gambaran yang cukup jelas bahwa penduduk yang tinggal di situ beraneka ragam jenis dan
profesinya, misal pedagang, pelaut, kuli/buruh, hingga penjahat kelas kakap.
Kota Korintus terletak di pusat wilayah yang sekarang disebut sebagai Yunani,
yaitu satu di antara negeri-negeri besar di sebelah timur Laut Tengah. Saat ini, Korintus
merupakan kota yang makmur di Teluk Korintus tetapi letaknya agak jauh dari tempat
kuno yang sekarang tinggal puing-puing. Pelabuhan-pelabuhan yang ada di Korintus
memberi makna tentang pentingnya Korintus di bidang perdagangan. Pelabuhan Korintus
ini melambangkan sifat internasional kota itu sendiri, bahwa banyak orang dari berbagai
latar belakang sosial dan budaya bisa bergaul satu dengan yang lain dengan bebasnya. 2
Di antara sekian banyak kota yang pernah dikunjungi oleh Paulus atau setidaknya
pernah disampaikan surat pastoral olehnya, Korintus cukup dikenal karena situasi
penduduknya yang tinggal di sana. Korintus dikenal karena penduduknya yang memiliki
tingkat moralitas yang cukup rendah. Hal ini tampak dalam cara hidupnya yang cenderung
menghalalkan banyak cara untuk mendapatkan harta kekayaan. Banyak di antara mereka
yang memilih untuk menjadi pencuri, penipu atau pemeras. Selain itu, di Korintus juga
banyak terdapat kuil-kuil sebagai tempat pemujaan dewa-dewi. Tempat ini biasanya
diidentikkan dengan tempat pelacuran yang dianggap sudah biasa terjadi.
Kota Korintus juga cukup terkenal karena moralitas yang rendah dan tingkat
kejahatan yang cukup tinggi. Di puncak Akrokorintus terdapat sebuah kuil yang
dipersembahkan untuk dewi cinta Yunani, yaitu Aphrodite. Di tempat ini banyak terdapat
wanita-wanita tuna susila yang sudah lama mengabdikan diri pada dewi Aphrodite, meraup
keuntungan materiil dari para tamu yang datang dan menimbun banyak keuntungan bagi
kuil itu sendiri dan juga bagi kota Korintus.
Sebagai kota pelabuhan dan perdagangan, Korintus banyak didatangi perantau atau
orang-orang baru yang berasal dari latar belakang budaya maupun sosial yang sangat
berbeda dengan Korintus. Kedatangan mereka ke Korintus rupanya juga membawa
semacam cara pandang yang baru, misalnya soal takhayul. Para perantau yang datang ke
Korintus rupanya sudah terbiasa dengan takhayul, sehingga banyak penduduk di Korintus
pun memiliki beragam aliran kepercayaan yang menyimpang. Di antara mereka, banyak
pula yang percaya dengan ramalan-ramalan atau ilmu gaib/supranatural tertentu.

B. Sejarah jemaat Kristen di Korintus


1
YM Seto Marsunu, Proto-Paulinum, (Jakarta: Lembaga Biblika Indonesia, __), 20.
2
Russell P. Spittler, Pertama & Kedua Korintus, (Malang: Gandum Mas, 1977), 6-7.

1
Dalam Kisah Para Rasul 18:1-17, diceritakan bagaimana Paulus berusaha untuk
mendirikan komunitas jemaat Kristen di Korintus. Setelah ia pergi meninggalkan Atena,
Paulus segera pergi ke Korintus. Di tempat ini, Paulus bertemu dengan seorang Yahudi
bernama Akwila, yang berasal dari Pontus, juga dengan Priskila, istrinya yang baru datang
dari Italia. Dua nama ini menjadi sosok yang penting dan besar dalam perjalanan pastoral
Paulus di Korintus. Priskila dan Akwila dikisahkan banyak memberi bantuan dan
dukungan kepada Paulus, terutama demi kebutuhan jemaat di sana.
Paulus bekerja sebagai tukang kemah, yaitu pekerjaan sama yang dimiliki oleh
Priskila dan Akwila. Pekerjaan yang sama ini membuat mereka tinggal bersama dan
bekerja bersama-sama (ay. 3). Selain bekerja sebagai tukang kemah, Paulus juga
menghadiri ibadat orang Yahudi dan berbicara di sana, berusaha meyakinkan orang-orang
Yahudi dan orang-orang Yunani. Priskila dan Akwila adalah mitra kerja Paulus yang
penting. Yang biasa terjadi dalam surat-surat Paulus adalah bahwa mereka yang disebutkan
beberapa kali memiliki peranan yang besar dalam misi Paulus dan memiliki ikatan batin.
Perihal Priskila dan Akwila, Paulus menyebutkan beberapa kali dalam beberapa suratnya :
Rm 16:3-5; 1Kor 16:19; 2Tim 4:19.3
Dalam Kisah 20:33-35, Paulus menekankan bahwa ia menghidupi dirinya sendiri
dan tidak mau menjadi beban bagi jemaat yang ia layani. Ia bekerja dengan tangannya
sendiri untuk memenuhi keperluannya sendiri, perjalanan misinya ke beberapa tempat dan
juga untuk keperluan kawan-kawan seperjalannannya (ay. 34). Paulus memberikan contoh
yang nyata soal bekerja dan mengatakan bahwa cara kerja yang demikian ini harus
membantu orang-orang yang lemah. Semangat yang ia pegang adalah perkataan Tuhan
Yesus yaitu : “adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima” (ay. 35).
Di antara komunitas Kristen yang didirikan oleh Paulus, komunitas Korintus di
kemudian hari menjadi komunitas yang paling subur. Bagi Paulus, perkara
mempertobatkan orang-orang di Korintus bukanlah perkara yang mudah. Paulus harus
berjuang keras untuk membina jemaat di Korintus yang memiliki cara pikir dan cara hidup
yang bertentangan dengan iman Kristiani, mulai dari kesadaran diri yang rendah,
rendahnya moralitas hingga praktek penyembahan berhala. Paulus tidak bekerja sendirian,
ada beberapa pribadi yang disebutkan oleh Paulus, yang banyak memberinya bantuan bagi
jemaat.
Dua nama selain Priskila dan Akwila yang telah disebut dahulu oleh Paulus, ada
nama Silas dan Timotius yang juga disebutkan oleh Paulus. Di Korintus, Paulus berkumpul
kembali dengan Silas dan Timotius yang datang dari Makedonia. Mereka, Silas dan
Timotius membantu Paulus untuk dapat memberitakan firman dengan sepenuhnya,
memberi kesaksian kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesus adalah Mesias (18:5).
Dalam Kisah Para Rasul, Silas disebut sebagai seseorang yang memiliki karunia sebagai
nabi (15:22), yang juga merupakan warga negara Romawi, sama seperti Paulus (16:37).
Dari hal ini, ada kemungkinan besar bahwa Silas merupakan orang yang sama yang disebut
oleh Paulus sebagai Silwanus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus yang pertama

3
Dianne Bergant, CSA, Robert J. Karris, OFM (Ed), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 2002), 240.

2
(1:19) dan suratnya yang pertama kepada jemaat di Tesalonika (1:1).4 Kedatangan Silas
dan Timotius dari Makedonia mengubah kebiasaan pengajaran yang biasanya hanya terjadi
di rumah ibadat, dan sekarang mereka memberi kebebasan kepada Paulus untuk
menggunakan seluruh waktunya untuk mengajar jemaat Kristen di Korintus. 5
Salah satu rintangan yang dihadapi Paulus dalam misi awalnya di Korintus adalah
penolakan dari jemaat di sana. Orang-orang memusuhi dan menghujat Paulus (18:6).
Menanggapi penolakan ini, Paulus mengatakan, “Biarlah darahmu tertumpah ke atas
kepalamu sendiri; aku bersih, tidak bersalah. Mulai dari sekarang aku akan pergi kepada
bangsa-bangsa lain.” Penolakan jemaat Korintus rupanya tidak membuat Paulus mudah
menyerah begitu saja. Ia kemudian datang ke rumah Titius Yustus, seorang yang beribadah
kepada Allah dan rumahnya dekat dengan rumah ibadat (18:7).
Dalam perikop ini, Paulus menyebutkan beberapa nama yang baginya penting dan
memiliki peranan yang besar dalam misinya di Korintus. Selain beberapa nama yang telah
disebutkan di atas, ada nama lain yang disebutkan oleh Paulus yaitu Krispus, yang adalah
seorang kepala rumah ibadat (18:8). Di kemudian hari, Krispus menjadi percaya pada
Tuhan karena pemberitaan Paulus tentang Yesus. Krispus merupakan pemimpin rumah
ibadat Yahudi yang bertanggung jawab untuk mengatur pertemuan dan mengundang
pembicara dan guru untuk pertemuan tersebut (1Kor 1:14).6 Status jabatan Krispus sebagai
kepala rumah ibadat yang telah menerima Tuhan, membuat banyak orang Korintus yang
akhirnya mau mendengarkan pemberitaan Paulus dan memberi diri mereka untuk dibaptis.
Paulus tinggal di Korintus selama satu tahun enam bulan, dan ia mengajarkan firman Allah
di tengah-tengah jemaat di Korintus (18:11).
Beberapa waktu setelah pengiriman surat 1Korintus, di dalam jemaat Korintus
terjadi krisis yang membuat Paulus terpaksa harus datang sendiri untuk mengunjungi
jemaat di sana. Namun, rupanya niat baik Paulus ini tidak disambut dengan tanggapan yang
baik pula oleh para jemaat. Kunjungan ini tidak membuahkan hasil yang diharapkan oleh
Paulus (2Kor 1:23-2:1; 12:14; 13:1-2). Paulus ditolak, tidak diterima dengan baik oleh
seluruh jemaat Kristen yang ada di Korintus. Kendati demikian, Paulus tidak menyerah
begitu saja. Ia berjanji untuk mengunjungi jemaat Kristen di Korintus lagi dalam waktu
dekat (2Kor 1:15-16).7

C. Kehidupan jemaat di Korintus


1. Pertikaian dalam jemaat
Di awal suratnya kepada jemaat di Korintus, setelah ucapan syukur, Paulus
menyampaikan tentang perpecahan yang terjadi dalam jemaat, yang mengancam
persatuan jemaat (1:10-11). Seolah-olah di dalam jemaat terjadi pengelompokan
menurut kelompok pemberita Injil dan pembaptis, bahwa mereka yang menerima
berita Injil dan dibaptis oleh orang yang sama terkumpul menjadi satu kelompok.

4
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Edisi Studi, (Bogor: Lembaga Alkitab Indonesia, 2011), 1810.
5
Dianne Bergant, CSA, Robert J. Karris, OFM (Ed), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 240.
6
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Edisi Studi, 1817.
7
YM Seto Marsunu, Proto-Paulinum, 29.

3
Paulus mengetahui realita perpecahan di jemaat Korintus dari keluarga Kloe
(ay. 11). Ia menasihatkan supaya tiap orang dalam jemaat Korintus bisa seia sekata
dan jangan ada perpecahan, sebaliknya supaya erat bersatu dan sehati sepikir
(ay.10). Paulus mengingatkan bahwa yang penting dan terutama adalah isi
pemberitaannya, yaitu Kristus (1:12-17), dan bukan pemberita Injil ataupun
pembaptisnya.
Perpecahan di antara jemaat Kristen di Korintus merupakan hal yang serius
karena ini merupakan ancaman utama bagi Injil. 8 Berhadapan dengan realita
tersebut, Paulus menyerang kelompok yang bertentangan, lalu ia menunjukkan
bahwa perpecahan ini mengungkapkan pemahaman jemaat Kristen di Korintus
akan hikmat sejati, yaitu hikmat yang datag dari Allah. Di bagian selanjutnya,
barulah Paulus menyebutkan beberapa contoh tentang ketidakdewasan jemaat
Kristen di Korintus.
Sumber perpecahan dalam jemaat adalah karena sikap anggota jemaat yang
terlalu menilai ciri corak manusiawi, yaitu kefasihan bicara dan hikmat manusiawi. 9
Menghadapi situasi seperti ini, Paulus memperlawankan hikmat manusiawi
tersebut dengan kebodohan salib yang sekaligus merupakan hikmat Allah (1:18-
2:5). Paulus mengungkapkan bahwa pemberitan salib memang adalah kebodohan
bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yag diselamatkan pemberitaan itu
adalah kekuatan Allah (ay.18). Dunia dalam hikmat Allah tidak mengenal Allah
oleh hikmatnya, sehingga Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya
oleh kebodohan pemberitaan Injil, yaitu salib (ay. 21).
Kehidupan orang-orang Kristen harus didasarkan pada realitas salib. Dalam
surat-suratnya, Paulus mengatakan bahwa pemberitaan tentang salib merupakan
satu-satunya kebijaksanaan yang sejati. Hanya ada satu Injil dan hikmatnya
haruslah mempersatukan, bukannya malah memecah belah. 10
Pemberitaan Paulus tentang Kristus yang disalibkan tidak mudah diterima
begitu saja. Bagi orang-orang Yahudi, pemberitaan tentang salib merupakan suatu
batu sandungan dan kebodohan bagi orang-orang bukan Yahudi (ay. 23).
Pernyataan ini cukup beralasan. Bagi Paulus, hikmat Allah adalah hikmat yang
tertinggi, dan supaya jangan ada seorang manusia yang memegahkan diri di
hadapan Allah (ay. 29). Ia melanjutkan, “Tetapi oleh Dia kamu berada dalam
Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan
dan menguduskan dan menebus kita” (ay.30).
Jemaat di Korintus menjadi bukti kuat bahwa Injil Yesus Kristus tidak
bergantung pada sarana manusiawi. Dalam hidup sosial, bisa dikatakan bahwa
banyak dari antara mereka yang tidak berarti (1:25-31), tetapi mereka mampu dan
mau menjadi percaya berkat pemberitaan Injil Yesus Kristus yang tidak bergantung
pda kefasihan bicara atau hikmat manusiawi (2:1-5).11

8
Dianne Bergant, CSA, Robert J. Karris, OFM (Ed), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 281.
9
YM Seto Marsunu, Proto-Paulinum, 22.
10
Dianne Bergant, CSA, Robert J. Karris, OFM (Ed), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 281.
11
YM Seto Marsunu, Proto-Paulinum, 22-23.

4
2. Seksualitas dan moralitas
Dalam bagian sebelumnya telah disebutkan bahwa kota Korintus cukup
terkenal karena penduduknya yang memiliki moralitas yang rendah. Salah satu hal
yang ditunjukkan berkaitan dengan hal ini adalah soal seksualitas. Orang-orang di
Korintus bisa dibilang sangat terbuka dalam hal seksualitas, bahkan mereka
melakukan banyak hal yang tidak dilakukan oleh orang yang tidak mengenal Allah
sekalipun, misalnya mengawini ibu tirinya sendiri.12 Secara amat jelas, Paulus
menggambarkan situasi ini dalam suratnya yang pertama kepada Jemaat di
Korintus (5:1-13).
Perikop ini diberi judul “Dosa dalam jemaat.” Judul ini memang cukup tepat
untuk menggambarkan situasi yang terjadi di Korintus. Paulus mengetahui dan
mengakui perihal tabiat dan perilaku buruk tersebut. Paulus merasa cukup prihatin
karena rupanya hal itu tidak membuat mereka introspeksi diri, sebaliknya malah
menjadi sombong (ay. 2). Mereka, jemaat di Korintus, malah tidak berdukacita atas
dosa itu dan tidak menjauhkan orang yang melakukan hal itu dari tengah-tengah
mereka; bahwa kesombongan telah menggoda jemaat Kristen di Korintus untuk
menganggap ringan kekacauan dasariah, yaitu inses. 13 Kesombongan ini membuat
mereka tanpa ragu-ragu berpendapat bahwa dirinya memiliki pengetahuan yang
mengatasi segala norma dan etika. Dengan sikapnya yang jelas dan tegas, Paulus
berekasi melawan anggota jemaat Kristen di Korintus yang menolak semua norma
moral dasariah. Paulus marah karena mereka tidak memiliki kewibawaan moral dan
kepemimpinan yang berani (Gal 6:1). Rupanya, jemaat Kristen di Korintus yang
sedang berkembang ini tidak mampu membedakan kelakuan atau tindakan mana
yang cocok dengan komitmen hidup bersama Kristus.
Di akhir perikop ini, Paulus memberi nasihat sekaligus ajakan untuk tidak
bergaul dengan orang-orang yang walaupun menyebut dirinya saudara, namun
merupakan orang-orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau
penipu. Dengan keras Paulus menasihatkan supaya jemaat di Korintus sekali-kali
jangan pernah makan bersama dengan mereka (ay. 11).
Dalam 1 Korintus 6:9-11, Paulus menyebutkan sebagia daftar orang-orang
yang melakukan perbuatan buruk : penyembahan berhala pada dewa-dewi,
pencurian, perzinahan.14 Dikatakan oleh Paulus bahwa orang-orang yang termasuk
dalam kelompok tersebut tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (ay.
10). Paulus memberikan penghiburan dan keyakinan pada jemaat di Korintus
bahwa mereka telah disucikan dan dikuduskan, dan dibenarkan dalam nama Tuhan
Yesus Kristus dan dalam Roh Allah (ay. 11).
3. Perkawinan dan perceraian
Paulus mengijinkan orang kristiani untuk menikah walaupun lebih baik
kalau semua orang kristiani tidak menikah seperti dia (1Kor 7:1-9).15 Perkataan ini

12
YM Seto Marsunu, Proto-Paulinum, 23.
13
Dianne Bergant, CSA, Robert J. Karris, OFM (Ed), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 285.
14
Russell P. Spittler, Pertama & Kedua Korintus, 4.
15
YM Seto Marsunu, Proto-Paulinum, 24.

5
masih melanjutkan dari pembahasan Paulus mengenai rendahnya tingkat moralitas
pada jemaat di Korintus. Paulus menganjurkan para laki-laki untuk tidak kawin
seperti dirinya. Namun, mengingat bahaya percabulan yang telah dibahas
sebelumnya, Paulus menasihatkan bahwa baiklah setiap laki-laki memiliki isterinya
sendiri dan setiap perempuan memiliki suaminya sendiri (ay. 2)
Dalam perikop ini, Paulus juga mengungkapkan soal problematika “pisah
ranjang.” Terhadap pasangan suami istri, Paulus menasihatkan agar mereka jangan
saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu,
supaya mereka mendapat kesempatan untuk berdoa (ay. 5). Setelah mengadakan
“perpisahan” sementara, Paulus menganjurkan untuk segera kembali hidup
bersama-sama, supaya Iblis tidak menggoda karena mereka tidak tahan bertarak.
Paulus mengatakan hal ini sebagai kelonggaran dan bukan sebagai perintah.
Berkaitan dengan cara hidup Paulus yang tidak kawin atau selibat, ia
mengungkapkan bahwa memang alangkah baik jika semua orang seperti dirinya
(ay. 7). Di balik perkataannya ini, Paulus mengungkapkan bahwa cara hidup
semacam ini merupakan cara hidup yang khas, bahwa setiap orang menerima dari
Allah karunianya yang khas, yang seorang ini, dan yang lain karunia itu.
4. Kebangkitan orang mati (1Kor 15:1-58)
Paulus mengingatkan tentang keselamatan kepada orang-orang yang
menjadi anggota keluarga jemaat melalui baptis dan Injil yang diwartakan kepada
mereka. Injil bukan hanya pengajaran ataupun doktirn, melainkan merupakan kuasa
untuk menyelamatkan (Rm 1:16).16 Dengan amat jelas dan tegas Paulus
mengingatkan anggota jemaat Kristen di Korintus bahwa pusat ajaran Kristen
adalah kematian dan kebangkitan Yesus.
Sebagian besar jemaat Kristen di Korintus berasal dari latar belakang
kebudayaan Yunani. Alam pikiran Yunani mengatakan bahwa pemberitaan soal
kebangkitan badan orang mati sangatlah sulit untuk diterima dengan akal sehat,
karena badan dianggap sebagai penjara jiwa bagi manusia dan jiwa itulah manusia
yang sebenarnya.17 Pemberitaan tentang kebangkitan badan orang mati dianggap
sebagai pemberitaan yang mengada-ada.
Paulus memberitakan bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang mati,
dan yang membuat dirinya heran adalah bagaimana mungkin jemaat mengatakan
bahwa tidak ada kebangkitan antara orang mati? (ay. 12). Bagi Paulus, kalau tidak
ada kebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitakan (ay. 13).
Andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan Paulus dan sia-
sialah kepercayaan yang telah dianut oleh jemaat Kristen di Korintus (ay. 14).
Berkaitan dengan kebangkitan badan orang mati, Paulus berusaha untuk
terus menjelaskan kepada jemaat Kristen di Korintus. Ia menjelaskan bagaimana
orang-orang yang mati akan mengalami kebangkitan. Hanya saja, yang menjadi
masalah adalah bahwa Paulus tidak berhasil memberikan gambaran yang jelas dan
detail. Ia mencoba menjelaskannya dengan mengatakan, “Yang ditaburkan adalah
16
Dianne Bergant, CSA, Robert J. Karris, OFM (Ed), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 305.
17
YM Seto Marsunu, Proto-Paulinum, 27-28.

6
tubuh alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah. Jika ada tubuh alamiah,
maka ada pula tubuh rohaniah” (ay. 44).

D. Bagaimana Paulus membentuk jemaat di Korintus?


1. Membaptis dan pengajaran dalam rumah ibadat
Kis 18:1-7 merupakan satu perikop panjang yang mengisahkan tentang perjalanan
Paulus di Korintus. Di sana, ia berjumpa dengan banyak orang yang selanjutnya
menjadi mitra kerja Paulus dalam upaya pewartaan Injil melalui berbagai kesempatan.
Salah satunya adalah melalui pembaptisan. Dikisahkan bahwa Paulus datang ke rumah
seorang bernama Titius Yustus. Ia merupakan seorang yang beribadah kepada Allah
dan yang rumahnya berdampingan dengan rumah ibadat (ay. 7). Selain Titius Yustus,
ada seorang tokoh yang bernama Krispus (ay. 8). Ia adalah kepala rumah ibadat di situ.
Krispus menjadi percaya kepada Tuhan dan bersama-sama dengan seisi rumahnya, dan
juga banyak dari orang-orang Korintus menjadi percaya karena pemberitaan Paulus
dan memberi diri mereka untuk dibaptis.
Selain membaptis, Paulus juga datang ke rumah ibadat, berbicara di situ dan
berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani. Ia memberi
kesaksian kepada orang-orang Yahudi bahwa Yesus adalah Mesias (ay. 4-5). Upaya-
upaya ini tak luput dari bantuan Silas dan Timotius yang datang dari Makedonia.
Kedua orang ini memberi banyak kesempatan pada Paulus untuk berbicara pada orang-
orang di Korintus.
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa inti pengajaran Paulus di Korintus
adalah soal hikmat salib, yaitu hikmat Allah sebagai hikmat yang tertinggi.
Pemberitaan Paulus tentang Kristus yang tersalib tidak mudah diterima oleh jemaat
Korintus. Bagi orang-orang Yahudi, pemberitaan tentang salib merupakan suatu batu
sandungan dan kebodohan bagi orang-orang bukan Yahudi.
2. Kelompok jemaat Paulus
Dalam jemaat yang didirikan oleh Paulus ini, muncul fenomena-fenomena tentang
eksklusivitas kelompok Paulus, yang memandang dirinya sebagai kelompok yang baik
dan benar, sementara memandang kelompok lain sebagai yang kurang baik sehingga
tidak layak untuk didekati. Pertanyaan selanjutnya yang patut diajukan adalah : Apa
yang menjadi batasan atau identitas utama dari kelompok Paulus? Jawabannya adalah
baptisan.
Baptisan menjadi salah satu identitas yang membedakan antara kelompok Paulus
dengan kelompok-kelompok lainnya yang ada di situ. Identitas adalah proses untuk
menjadi, bahwa identitas kelompok Paulus dibentuk untuk menjadi jemaat yang
percaya pada Yesus Kristus. Maka, untuk mempertegas hal tersebut, Paulus dalam
suratnya sering menuliskan salam dan sapaan dengan sebutan : satu saudara dalam
Kristus, saudara terkasih, yang kudus, dsb. Salam ini mau menyebutkan tentang
identitas khas yang berusaha untuk dibangun oleh Paulus. Hal lain yang dijadikan
sebagai pembeda dalam kelompok Paulus adalah soal ibadat. Pada hari Minggu, orang
Kristen merayakan hari kebangkitan Kristus, sedangkan orang Yahudi merayakan hari
sabat.

7
Perbedaan-perbedaan ini semakin mau menegaskan bahwa kelompok Paulus
merupakan kelompok yang berdasarkan pada iman akan Yesus Kristus. Iman inilah
yang membuat mereka memberikan dirinya untuk dibaptis. Baptisan yang mereka
terima ini berangkat dari pemberitaan Paulus tentang Kristus yang tersalib sebagai
hikmat Allah yang tertinggi. Walaupun penolakan datang dari berbagai orang, hal ini
tidak menyurutkan Paulus untuk terus berupaya mempertobatkan orang-orang di sana.
3. Apakah Paulus membentuk jemaat Kristen?
Pertanyaan ini tidak mudah untuk dijawab dan dijelaskan, karena memunculkan
pertanyaan-pertanyaan lainnya. Apakah Paulus membentuk/membangun komunitas
jemaat Kristen secara baru, atau Paulus melanjutkan pembangunan komunitas Kristen
yang sudah terbentuk? Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu pemahamam yang baik
tentang dua istilah berikut yaitu : created dan constued.
Created bisa diartikan sebagai aktivitas untuk membentuk atau mengembangkan
sesuatu. Istilah ini mau mengatakan bahwa sebuah komunitas dibentuk secara amat
baru yaitu dengan menciptakan budaya baru. Sesuatu yang baru yang datang dari luar
itu bisa masuk ke komunitas tersebut melalui teologi, tradisi dan budaya yang sudah
ada dan berkembang di situ. Construed merupakan upaya membangun sebuah
komunitas berdasarkan persepsi orang di luar dan diri sendiri. Ketika seseorang berada
di sebuah komunitas, apa yang membedakan dirinya dengan kelompok lainnya? Dan
bagaimana orang luar memandang dirinya? Paulus menggunakan dua metode ini
secara bersamaan. Ia membentuk komunitas jemaat Kristen yang baru, sekaligus
memberikan batasan yang jelas dan tegas, yang membedakan kelompoknya dengan
kelompok lainnya, yaitu dengan baptisan.

Referensi :
Bergant, CSA, Dianne; Robert J. Karris, OFM (Ed), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru,
(Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002)
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Edisi Studi, (Bogor: Lembaga Alkitab Indonesia, 2011).
P. Spittler, Russell, Pertama & Kedua Korintus, (Malang: Gandum Mas, 1977).
Seto Marsunu, YM, Proto-Paulinum, (Jakarta: Lembaga Biblika Indonesia, __).

Anda mungkin juga menyukai