Dalam bab ini, terdapat tiga hal utama yang akan diuraikan oleh penulis
yakni: Pertama, Selayang Pandang Desa Humusu Oekolo yang terdiri dari arti
nama Humusu Oekolo, sejarah Desa Humusu Oekolo, dan letak administratif dan
keadaan geografis. Pada bagian ini penulis akan menguraikan arti nama Humusu
Oekolo, sejarah desa, dan tata letak Desa Humusu Oekolo secara administratif
dalam kepemerintahan Kabupaten Timor Tengah Utara dan juga beberapa hal lain
yang berkaitan dengan keadaan geografisnya seperti keadaan suhu dan iklim,
keadaan tanah beserta tanaman dan juga binatang yang dapat mempertahankan
Kedua, kebudayaan Desa Humusu Oekolo. Pada bagian ini penulis akan
para ahli dan pengertian kebudayaan menurut masyarakat Desa Humusu Oekolo.
13
sistem pemerintahan adat, sistem mata pencaharian, sistem perkawinan, jumlah
secara khusus akan dibahas pada bab III dalam karya ini.
Timor, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Kecamatan Insana Utara. Dalam
point ini penulis akan mendeskripsikan secara umum tentang: Arti nama Humusu
Oekolo dan sejarah Desa Humusu Oekolo, keadaan geografis dan keadaan
demografis.
Secara etimologis istilah Humusu Oekolo berasal dari kata bahasa Dawan
yang terdiri dari tiga akar kata yakni “Humusu”, “Oe”, dan “Kolo”. “Humusu”
berarti rumput alang-alang, “Oe” berarti air, dan “Kolo” berasal dari akar kata
“Nakolo” artinya yang tersembunyi (kata dasar Kolo yang berarti burung). Jadi,
Dasar penamaan ini bertolak dari kisah para tua adat di Desa Humusu
Humusu Oekolo didatangi oleh dua orang lelaki dari arah timur. Seorang bernama
Bi Koa Silu dan yang lain bernama Bi Kol Puah. Mereka melakukan perjalanan
dari timur ke barat (`Noko man se saena ntea manse mof na` artinya: `Dari
14
ke barat, keduanya mendatangi Humusu Oekolo. Namun Bi Koa Silu melanjutkan
suatu bukit di Humusu Oekolo. Bukit tersebut berbentuk kerucut seperti pucuk
alang-alang dan lebih tinggi dari bukit-bukit lain yang berada di Humusu Oekolo.
Para tua adat dan masyarakat sekampung hingga saat ini meyakini bukit tersebut
sebagai tempat berdiamnya arwah Bi Kol Puah yang selalu memelihara dan
mereka terkandung dalam suatu istilah Dawan “Mulai muskita ho etam pao ma
mtol ho suf `a ma ho ka` uf” artinya (`Mulai Muskita (arwah Bi Kol Puah), kau
Oekolo)`).9
penghuni kampung mengalami kekrisisan air. Maka salah seorang dari antara
penghuni kampung yang bernama Sola pergi ke Fafinesu dan mengambil air (mata
Humusu Oekolo. Sola menggali sebuah lubang di tempat yang tersembunyi lalu
mengisi air yang dibawanya. Air itu kemudian berubah menjadi satu mata air yang
9
Emanuel Malafu Tikneon, (83 tahun), Wawancara di Kampung Oekolo, 02 Agustus
2021.
15
demikian mereka tidak mengalami kekrisisan lagi. Dan mata air itu masih ada
Bertolak dari kisah di atas, maka kampung tersebut diberi nama Humusu
sekampung khususnya para tua adat bahwa arwah Bi Kol Puah yang berdiam di
bukit itu selalu memelihara dan melindungi para penghuninya dari segala
marabahaya. Dan Oekolo menunjuk pada air yang dibawa Sola dari Aunimneko
dan diletakkan di tempat tersembunyi yang kemudian menjadi satu mata air yang
Uspupu mengutus salah seorang dari antara para penduduk pada waktu itu yang
bernama Efi Tua Banusu untuk pergi menghadap raja di Noetoko dengan tujuan
10
Gabriel Bini, (73 tahun), Wawancara di Kampung Oekolo, 31 Juli 2021.
11
Profile BWS Desa Humusu Oekolo.
16
Ketika menghadap raja, Efi Tua Banusu ditanya demikian: “Ho mu be he
mnao mkon beb a katan ma asu nisin esan hau mak tais alu `u ma niuf alu `u?”12
(`Engkau kuat pergi injak duri gewang dan gigi anjing di dekat laut luas serta
danau luas?` atau `Sanggupkah engkau menjelajahi hutan gewang yang penuh
duri dan membahayakan bagaikan tajamnya gigi anjing di dekat lautan yang luas
dan danau yang dalam?`) Efi Tua Banusu menjawab: “Au ka ubefa” (`Saya tidak
kuat atau Saya tidak sanggup`). Pertanyaan tersebut dilontarkan sebanyak dua kali
dan utusan tersebut menjawab yang sama. Adalah sesuatu yang haram bagi raja
pada waktu itu ketika utusan melontarkan jawaban terhadap raja demikian. Maka
raja menghukum Efi Tua Banusu dengan menyuruh masuk ke kolong tempat tidur
lalu disiram dengan air panas. Karena Efi Tua Banusu merasa kesakitan maka
dengan spontan ia berteriak: “Au ube” (`Saya kuat atau Saya sanggup`) sebanyak
dihentikan seketika dan ia disuruh pulang dengan pesan untuk mendatangi dan
mendiami wilayah Humusu Oekolo. Akhirnya Efi Tua Banusu bersama dengan
sesama sukunya (Banusu, Tikneon, dan Alen lalu menyusul Tulu dan Taslulu)
mendatangi wilayah tersebut dan berdomisili di sana. Karena Efi Tua Banusu
adalah utusan kepada raja dan mendapat hukuman maka ia dipilih sebagai Tamuku
Naek,13 Sanan Nusin sebagai Tamuku Ana, dan Saet Loka sebagai Tamuku Ana.14
12
Pertanyaan ini dilontarkan raja atas dasar keadaan wilayah Humusu Oekolo pada waktu
itu yang masih dalam keadaan hutan yang lebat dan belum ada penghuni.
13
Sebutan untuk status kepemimpinan pada waktu itu dalam sistem pemerintahan adat:
Tamuku Naek (`Temukung Besar`) sejajar dengan Kepala Desa dan Tamuku Ana (`Temukung
Kecil`) sejajar dengan Kepala Dusun sebagaimana yang berlaku dewasa ini. Dalam Andreas Tefa
Sa`u, SVD, KAMUS UAB METO-BAHASA INDONESIA, (Jakarta: Perum Percetakan Negara
Republik Indonesia (PNRI), 2020).
14
Gabriel Bini, (73 tahun), Wawancara di Kampung Oekolo, 31 Juli 2021.
17
Seiring berjalannya waktu, terjadi pergantian ketemukuan di mana Tamuku
Naek Efi Tua Banusu diganti oleh Tefa Luku sebagai Tamuku Naek dan Sali
Sunaf sebagai Tamuku Ana. Kemudian pada tahun 1942 ketika Belanda
dikalahkan oleh Jepang terjadi lagi pergantian ketemukuan di mana Tamuku Naek
Tefa Luku digantikan oleh Donatus Nome dan Tamuku Ana Sali Sunaf digantikan
pemerintahan yang baru di mana Marselinus Alen menjabat sebagai kepala Desa
dengan bernamakan Desa Humusu B dan pada tahun 1969 disahkan menjadi Desa
definitif. Sistem pemerintahan Desa berlaku hingga tahun 2000, kemudian diganti
berlaku hingga tahun 2009, kemudian mengalami perubahan lagi menjadi sistem
tahun 2014 terjadi lagi pergantian kepemimpinan dan yang terpilih sebagai kepala
Desa ialah Andreas Fanu.Ia menjabat selama 2 periode. 15 Andreas Fanu kemudian
digantikan oleh Eligadus Manas, S.E. sebagai penjabat sementara pada tahun
2021. Walaupun sistem pemerintahan telah berubah sebagaimana yang terjadi saat
ini namun sebagai masyarakat yang beradat, masyarakat Humusu Oekolo tetap
mengakui dan meyakini norma adat-istiadat sebagai pusat dan sumber kehidupan.
15
Profile BWS Desa Humusu Oekolo.
18
Secara geografis dapat diketahui bahwa Desa Humusu Oekolo terletak di
Kecamatan Insana Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT). Desa Humusu Oekolo berada di daerah dataran rendah
yang dikelilingi oleh beberapa bukit dan desa di sekitarnya. Desa Humusu Oekolo
dengan Desa Oepuah Selatan, bagian Barat berbatasan dengan Desa Humusu
Wini, bagian Utara berbatasan dengan Desa Oesoko, dan bagian Selatan
berbatasan dengan Desa Tainsala. Desa Husumu Oekolo memiliki luas wilayah
dan perbukitan. 16 Dari tipologi tersebut dapat diidentifikasi sumber daya alam
Daerah Desa Humusu Oekolo beriklim tropis dan musim kemarau lebih
panjang dari musim hujan. Pada bulan Juli dan Agustus udaranya sangat panas
menjadi dasar dalam memahami kebudayaan orang Oekolo. Karena itu, hanya
Oekolo akan dapat dipahami dengan lebih baik apa itu kebudayaan orang Oekolo.
16
Profil BWS Desa Humusu Oekolo.
17
Raimundus Tikneon, (49 Tahun-pemelihara hewan), Wawancara di Kampung
Oekolo, 25 Juli 2021.
19
Namun, sebelum menguraikan unsur-unsur kebudayaan yang terdapat di dalam
pengertian kebudayaan, baik itu secara umum, menurut para ahli, dan menurut
budaya.Sementara itu, kata budaya berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah
yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti kekuatan budi. Jadi,
berdasarkan asal katanya kebudayaan berarti apa saja yang dihasilkan oleh
kekuatan budi manusia. Namun karena manusia tidak hanya bekerja dengan
kekuatan budinya, melainkan juga dengan perasaan dan kehendak, maka secara
lebih utuh kebudayaan diartikan sebagai hasil karya budi, karsa, dan kehendak
manusia.18
dari kata Latin “colere” yang berarti mengelola atau mengerjakan. Bertolak dari
asal kata “colere” tersebut, kemudian menjadi “culture” yang diartikan sebagai
segala daya dan kegiatan manusia untuk mengelola dan mengubah alam. 19
kebudayaan merupakan hasil dari daya akal budi manusia yang mencakup
18
Bernard Raho, SVD, SOSIOLOGI, (Maumere: Penerbit Ledalero, 2016), hlm. 124.
19
Ani Sri Rahayu, Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2016),
hlm. 20.
20
keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, keseniaan, hukum, adat-istiadat, dan
setiap kemampuan lain serta kebiasaan yang dimiliki oleh manusia sebagai
gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
1. Wujud ide berupa gagasan, nilai, norma, dan aturan yang ada dalam
kompleksitas sistem simbol yang mengandung sistem makna yang abstrak. Para
20
Agus Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi II, Tim Penyusun Pustaka
Pembinaan Bahasa Depdikbud, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 226.
21
H. Daeng, Antropologi Budaya, (Ende: Nusa Indah, 1986), hlm. 19.
22
Konrad Kebung, Ph. D., Filsafat Berpikir Orang Timur, (Jakarta: Prestasi Pustaka
Kasih, 2011), hlm. 247.
23
Dr. Yohanes Vianey Watu, `Manusia Dan Kebudayaan Indonesia`, (Bahan Kulia
Fakultas Filsafat), (Kupang: Fakultas Filsafat, 2013), hlm. 6-7.
21
2. Wujud aktivitas atau produksi yang berciri faktual, fisikal, dan konkret yang
terikat dengan ruang dan waktu. Para antropolog menyebutnya dengan istilah
social system.
3. Wujud artefak atau produk budaya sebagai benda-benda material yang fisikal
dan konkret, yang ada dalam ruang dan waktu (historis). Para antropolog
universal yang terdiri dari elemen sistem komunikasi, sistem organisasi, sistem
2. Koentjaraningrat
24
Dr. Alo Liliweri, M. S., Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset, 2003), hlm. 107.
22
Dalam refleksinya berkaitan dengan kebudayaan seperti yang dikutip oleh
sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan sebagai milik kita melalui proses belajar. Kejayaan
mencapai kebahagiaan.
3. Ki Hajar Dewantara
dalam perjuangan melawan dua kekuatan besar dunia yaitu alam dan zaman atau
waktu.26
4. Y. B. Mangunwijaya
dan akal manusia sebagai upaya untuk menjawabi segala kebutuhan hidup
manusia.27
disebut dengan istilah Monik, Moenka,28 (`Hidup, Hidup Kita`) yang berarti hidup
25
Konrad Kebung, Loc., Cit.
26
Ibid., hlm. 248.
27
Y. B. Mangunwijaya, Pasca-Indonesia, Pasca-Einstein, Esei-Esei Tentang
Kebudayaan Indonesia Abad Ke-21, (Yogyakarta: Kanisius, 1999), hlm. 47.
28
Asterius Taku Banusu, (70 tahun), Wawancara di Kampung Oekolo, 02 Agustus
2021.
23
atau yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia sebagai manusia.
orang Humusu Oekolo ialah mencakup seluruh aspek kehidupan manusia baik itu
materi maupun non materi. Kebudayaan berupa materi itu mencakup harta-benda
yang memiliki kegunaan secara khusus dalam keyakinan orang Humusu Oekolo
tangan, leher, dan telinga, peralatan rumah tangga, pakaian, dan lain sebagainya.
percaya akan adanya Wujud Tertinggi atau Yang Transenden melampaui segala
sesuatu. Wujud Tertinggi atau Yang Transenden melampaui segala sesuatu yang
diyakini oleh masyarakat Humusu Oekolo sering disebut Uis Neno dalam bahasa
ibu (Bahasa Dawan). Bagi etnis Dawan termasuk masyarakat Humusu Oekolo,
Uis Neno diyakini sebagai pencipta manusia, alam, dan pemelihara kehidupan di
dunia. Karena itu, Uis Neno sering disebut Amoet-Apakaet yang berarti pencipta
29
Dra. Siti Maria, Julianus Limbeng, M.Si., dan Drs. Ahmad Sunarto, Kepercayaan
Komunitas Adat Suku Dawan Pada Siklus Ritus Tani Lahan Kering Di Kampung Maslete,
Kecamatan Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur,
24
Penjelmaan Uis Neno dikenal dalam bentuk dewa bumi yang sering
disebut Uis Pah/Uis Naijan dan arwah nenek moyang yang sering disebut Pah
Nitu yang mendiami bumi dan setiap benda yang hidup di atasnya. 30 Karena itu,
mereka sering mendatangi benda-benda bumi seperti mata air, pohon, batu, dan
lain sebagainya yang dianggap keramat karena berdiamnya arwah para nenek
Adat`) yang menjadi pusat kehidupan dan kekeramatan suatu suku atau marga.
Semua rumah adat merupakan tempat doa dan upacara-upacara adat, tempat
penyimpanan harta pusaka suku dan tempat berdiamnya arwah nenek moyang
selain di mata air, pohon, batu yang dianggap keramat, serta tempat peresmian
menghayati dan menjalankan dua kewajiban religius. Hal ini nyata dalam realisasi
melampaui segala sesuatu yang diyakini oleh mereka dengan sebutan Uis Neno
(Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME, Direktorat Jenderal Nilai Budaya Seni dan Film,
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Tahun 2006), hlm. 72.
30
Ibid., hlm. 72-73.
25
dan Uis Pah/Uis Naijan pada intinya sama dengan Wujud Tertinggi yang diyakini
Salah satu unsur budaya yang sangat penting adalah bahasa. Bahasa
realita. Ia menegaskan bahwa realita yang dilihat dan dialami sesorang dapat
dipahami secara lebih baik oleh orang lain melalui bahasa. Dengan bahasa,
manusia dapat mengenal orang lain dan di dunianya, karena itu bahasa tidak dapat
setiap hari oleh masyarakat Humusu Oekolo adalah bahasa Dawan atau Uab
Meto. Uab Meto (Bahasa Dawan) yang digunakan masyarakat Humusu Oekolo
merupakan bahasa yang mempunyai konjugasi atau perubahan bentuk kata kerja
menurut subjek pelakunya. Kata-kata kerja yang dipakai pada umumnya didahului
bekerja, in nmeup = dia bekerja, hai mmeup = kami bekerja, hit tmeup = kita
31
Dra. Yosefina Neonbeni, M. Hum., PEREMPUAN DAWAN Intan Yang Tak
Terlupakan, (Yogyakarta: Yayasan Pusataka Nusatama, 2007), hlm. 17-18
26
tinggi rendahnya kedudukan lawan bicara, misalnya dalam hal makan: Tah
sederajat, Bukae biasanya ditujukan kepada orang yang lebih tua, lebih tinggi
raja, ratu, dan anak-anaknya. Adapun ungkapan simbolis lainnya yang berlaku
bagi semua orang Dawan: “Tmeup on ate, tah on usif” yang berarti `Bekerja
seperti hamba, makan seperti raja`. Ungkapan inilah yang menjadi pedoman bagi
biasanya menggunakan bahasa kiasan dan simbol yang memiliki tingkatan yang
paling tinggi. Selain itu, masyarakat Humusu Oekolo juga menggunakan bahasa
Secara adat masyarakat dipimpin oleh seorang raja tertinggi (Usif Afinit).
(`Ajudan`) yang mendampinginya setiap hari dalam segala urusan kerajaan (Neno
kerajaannya. 33
32
Ibid., hlm. 19-24
33
Alexander Un Usfinit, Maubes-Insana Salah Satu Masyarakat Di Timor Dengan
Struktur Adat Yang Unik, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 46.
27
Humusu Oekolo merupakan bagian wilayah Kefetoran Fafinesu yang
Para penduduknya terdiri dari lima suku yakni Banusu, Tikneon, Alen, Tulu, dan
Taslulu yang biasanya disebut Ume Naek Nim (`Rumah Besar Lima` atau `Lima
tertinggi yakni sebagai Kapitan yang bertugas menerima dan meneruskan setiap
perintah dari Tatuin (`Ajudan`) yang diperintahkan oleh Usif Afinit (`Raja
kesejahteraan hidup bersama. Suku Banusu juga disebut Ama Naek sebab ia
memiliki peranan penting dalam setiap upacara adat yang dilakukan bersama.
Sedangkan suku lainnya disebut sebagai Nefu Hala35 dari suku Banusu. Dalam
menjadi Tobe untuk memimpin dalam suku. Tobe ini sangat dihormati dan
dihargai dalam suku, sebab ia memiliki peranan penting dalam segala macam
Suku-suku itu berasal dari wilayah Miomafo dan Naibenu. Mereka bermigrasi
34
Ibid., hlm. 138.
35
Andreas Tefa Sa`u, SVD, KAMUS UAB METO-BAHASA INDONESIA, (Jakarta:
Perum Percetakan Negara Republik Indonesia, 2020), hlm. 519. Ungkapan untuk para
pendamping, pengikut, dan pembantu adat dalam suatu wilayah tradisional.
28
2.3.4. Sistem Mata Pencaharian
pertanian yang diperoleh. 36 Jenis tanaman andalan masyarakat adalah padi dan
jagung. Selain itu hasil pertanian lainnya ialah ubi kayu, kacang-kacangan, dan
Bergantung pada hasil panen yang diperoleh, di samping itu terdapat beberapa
seperti pisang, jambu mente, mangga, kelapa, kayu jati, lombok, dan lain
Jenis ternak yang dipelihara ialah ternak produktif yang medatangkan keuntungan
dan digunakan untuk pesta-pesta adat seperti Bijae (Sapi), Bikase (Kuda), Bijae
Meto (Kerbau), Bibi (Kambing), Fafi (Babi), Manu (Ayam), dan Asu (Anjing). Di
samping itu, mata pencaharian yang digeluti ialah menenun yang dilakukan oleh
kaum wanita. Hasil tenun mereka berupa kain Bete untuk kaum pria, kain Tais
untuk kaum wanita, Bet Ana (Selendang), dan Futu (Ikat Pinggang) yang dapat
36
Bernard Raho, SVD, SOSIOLOGI, (Maumere: Penerbit Ledalero, 2016), hlm. 161.
29
Pola bertani, beternak, dan menenun mendatangkan pendapatan yang tidak tetap.
Dewasa ini ada masyarakat yang memiliki pendapatan tetap seperti PNS, Pegawai
adalah suku Dawan sehingga perkawinan yang terjadi antar sesama suku Dawan
perkawinan yang terjadi dengan suku berbeda menjadi suatu keuntungan dalam
disebabkan oleh kekuatan agama dan adat. Sistem perhitungan keturunan keluarga
mengikuti garis keturunan ayah yakni sistem patrilinear, di mana anak-anak yang
dilahirkan masuk dalam fam dari suku ayah. Perkawinan menurut pandangan
antara pria dan wanita, sehingga disebut dengan istilah Bae Mone-Bae Feto yang
mengandung arti dalam persatuan perkawinan antara seorang pria dan wanita
besar.
37
Ibid., hlm. 264.
30
Jumlah penduduk di Desa Humusu Oekolo sebanyak 2139 jiwa dengan
rincian laki-laki sebanyak 1060 jiwa dan perempuan sebanyak 1079 jiwa. Jumlah
KK sebanyak 544 dengan KK RTM (Rumah Tangga Miskin) sebanyak 149, dan
KK non RTM (Rumah Tangga non Miskin) sebanyak 395. Jumalah penduduk
yang memeluk agama Katolik rata-rata 99,58% dan yang memeluk agama Kristen
Protestan rata-rata 0,42%. Jumlah penduduk yang telah menikah sebanyak 922
orang, sedangkan yang belum menikah sebanyak 1161 orang, janda sebanyak 21
orang, dan duda sebanyak 2 orang.38 Kini penduduk Humusu Oekolo banyak yang
merantau (Para Pemuda) ke luar daerah ibu kota provinsi seperti Papua,
2.3.7. Pendidikan
Pada era yang semakin modern ini masyarakat Humusu Oekolo telah sadar
bahwa pendidikan sangat penting dalam kehidupan mereka sendiri. Karena itu,
mereka saling bersaing dalam berpendidikan. Hal ini didukung dengan adanya
Sekolah Dasar (SDK Oekolo dan SDN Oesusu), 1 lembaga Pendidikan Menengah
seperti keadaan ekonomi keluarga yang tidak mendukung sehingga ada pemuda
38
Data Penduduk Desa Humusu Oekolo tahun 2021.
31
yang pendidikannya hanya sebatas SMP dan SMA. Sebaliknya para pemuda lebih
32