2. INDIKATOR/TIK
2.1. Pokok bahasan 1
Agar mahasiswa/i dapat menjelaskan
beragam problem yang membentuk Teologi
Fundamental sebagai sebuah disiplin teologis.
Problem itu nampak dalam: beragam nama yang
ditawarkan untuk disiplin baru ini sebelum secara
defenitif menjadi Teologi Fundamental;
Agar mahasiswa/i dapat menjelaskan problem
apologetika, razionalisme, dan demostratio yang
menjadi konteks pembentukan Teologi
Fundamental
=Diasosiasikan dengan
*teologi posetif (abad
XVII-XVIII) tapi ada soal
-posetif x negatif
-posetif =apa yg sdh
diletakkan
-posetif= eksegese,
kontroversi Katolik dan
Protestan
-posetif = pergeseran
dari pengetah praksis ---
reflektf
-posetif lawan dari
skolastik
*Teologi Posetif (abad
XIX) – Neoskolastik
-teologi posetif dan
teolgi skols: dua cabang
beda dari penget yg satu
dan sama
-teo skolastik memahami
teolgi posetif
^sbg cabang yg tentukan
data basis bg teologi; teo
spekul/sko berusaha
memahami data basis
itu.
^teo pos itu kmbl teliti
akar, sumber iman demi
pemahaman yg lbh baik;
teol posetif anggap teol
7
fundamental truths
Apologetika,
razionalisme,
demostratio
=apologetika
*tulisan-tulisan
apologetika
-Philip de Plessis-
Mornay: de la vérité de
la religion chrétienne
-Pierre Charron: les
trois vérités
-Hugo Grotius: de
veritater religi-onis
-Jaques Abbadie: Traité
de la vérité de la
religion chrétienne
-Pierre Daniel Huet:
demostratio evangelica
-Vitus Pichler: teologia
polemica
^hal-hal umum
^tf kontroversial
^hal partikular
-Tiga teolog/apoleget
besar
^Abbe Hautteville: la
religion chrétienne
provée par le fait –
9
TEOLO GI ======
FUNDAMENTA
a.Merumuskan Identitas
TF
+mempelajari event
revelasi dan kredi-
bilitasnya
+masalahnya: dimensi
epistemologs-nya kabur
+mendefenisikan TF sbh
penget = menegaskan
karakter ilmiahnya,
metode, materi,
hermeneutiknya
+TF – Grenzfragen
+TF – mengapa beriman
b. Peran Teologi
Fundamental di Era
Modern Ini
=masalah modernitas
=Peran TF
*memotivasi mns utk
beriman
*menunjukkan makna
terdalm eksistensi
manusia
*menjembatani teologi
dan praksis pastoral
c. Karakter dialogal TF
*hermeneutika
12
*antropologi
*eksegese
*rangkum smua agama
Kons Vat II
mengembalikan
‘komprehensitas ajaran
iman xten
*menemukan kmbl
totalitas ajarn ttg YX
*menemukan kmbl
hakekat Grj: pelayan
sabda
*menemukan tujuan
revelasi
*menemukan kmbl
hakekat KS
3.FUNDAMENT
AL SEBAGAI Karakter Teologis
TEOLOGI Fundamental
*fundamental – teologi
*ada bersama dgn
disiplin teologis lain: isi,
metode dan meteri
*obyek studi: revelasi
dan iman
13
Masalah Metode
*imanence
*transendence
*psikologis
*korelasi
*integrasi
4. TEOLOGI
FUNDA-
MENTAL
SEBAGAI a. Problem Yg Berelsi
FUNDAMENTA Dgn Revel
L.
b. Revelasi
c.Mengenal Lebih Jauh
Revelasi
d. Teologi Revelasi dan
Revelasi
a. Iman
b. Iman Menurut Kitab
5. IMAN Suci
c. Iman Menurut
Patristik
d. Iman dan Pembenaran
Menurut Thomas
Aquinas dan Martin
Luther
e. Iman dan pembenaran
Menurut Kons Trente
f Iman Menurut Vatikan
14
I dan II
g. Iman dan pengetahuan
4. KEGIATAN/STRATEGI PEMBELAJARAN
Bahan dan kepustakan diberikan kepada
mahasiswa/i disertai penugasan untuk dipelajari
sendiri (studi dan kerja mandiri) ataupun studi
dan kerja kelompok. Lalu bahan itu dibicarakan
atau didiskusikan pada session seminar dengan
input lanjut dari peserta seminar dan dosen.
Beberapa session dipakai oleh kelompok untuk
mempersiapkan dan mempresentasikan materi
dari bacaan yang relevan dengan pokok bahasan.
5. EVALUASI/PENILAIAN
Selain studi pribadi, paper kelompok, ada juga
evaluasi dalam bentuk essay test untuk
mengetahui seberapa jauh mahasiswa/i menguasai
pelajaran yang telah diberikan.
6. ACUAN
Beberapa referensi dicantumkan agar
mahasiswa/i bisa berkonsultasi atau membacanya
secara pribadi.
Dibuat oleh
15
Disetujui oleh
1. Ketua Jurusan
MODUL 1
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA
KUPANG
FAKULTAS FILSAFAT AGAMA
PROGRAM STUDI: STRATA 1 (SATU) FILSAFAT
AGAMA KATOLIK
MATA KULIAH: TEOLOGI FUNDAMENTAL
KODE MATA KULIAH: 001
16
PROBLEMATIKA MELAHIRKAN
TEOLOGI FUNDAMENTAL SEBAGAI SEBUAH
DISIPLIN
1. Pengantar
Diceritakan dalam Kitab Bilangan bahwa sebelum
meninggalkan padang gurun Yahweh meminta
Musa untuk melakukan pengukupan atas bangsa
Israel. Setelah itu Musa mengelompokkan mereka
menurut suku lalu menuntun mereka menuju
Kanaan.
Ziarah yang harus dijalani oleh Israel
sesungguhnya tak pernah luput dari bahaya. Israel
sering menentang Musa. Ketidakpuasan bani Israel
terhadap Musa makin berkembang seiring
bertambahnya waktu ziarah. Dosa dan tobat
terjadi silih berganti berbarengan dengan
kemarahan dan pengampunan Yahweh.
Kekurangan air di Meriba melahirkan konflik besar
yang menyebabkan Musa tak bisa masuk ke tanah
terjanji (Bil 20:12). Musa hanya merindukan dan
menatap Kanaan dari kejauhan. Kanaan adalah
sebuah horison dan kerinduan bagi Musa.
Cerita berlanjut dalam Ulangan. Sebelum
masuk ke tanah terjanji, Israel harus melakukan
tiga hal yaitu: mengevaluasi periode padang gurun
17
2. STANDAR KOMPETENSI/TIU
Dengan mempelajari modul 1 ini para
mahasiswa/i diharapkan memiliki pengetahuan
yang luas tentang problem dan konteks yang ada di
sekitar proses pembentukan Teologi Fundamental.
3. INIDKATOR/TIK
Kemampuan khusus yang diharapkan dari
mahasiswa/i dari pembelajaran Modul ini adalah
sebagai berikut:
1. Agar mahasiswa/i dapat menjelaskan kerumitan
memberikan nama kepada teologi fundamental
sebelum defenitif bernama teologi fundamental.
2. Agar mahasiswa/i dapat menjelaskan seluk
beluk teologi apologetika.
PROBLEMATIKA MELAHIRKAN
TEOLOGI FUNDAMENTAL SEBAGAI SEBUAH
DISIPLIN
1.1.1. Nama
Nama-nama yang dikenakan kepada Teologi
Fundamental itu adalah apologetika, teologi
fondasional, teologi fundamental formal, basis
pemikiran tentang iman, pengantar sebelum
memasuki dogma, teologi yang berciri filosofis dan
filsafat yang berciri teologis. Beragam nama ini
menunjukkan usaha serius untuk mengenal dan
mengetahui isi Teologi Fundamental serta
mendefenisikan Teologi Fundamental.
Teologi Fundamental merupakan usaha keras
Gereja Katolik Roma dalam rangka menjelaskan
dan menjadikan credible iman kristiani (abad XIX).
Pergeseran dari apologi kepada Teologi
Fundamental menunjukkan adanya suatu tendensi
menuju pluralitas dan diversitas teologi. Namun
pendapat ini sebenarnya tak benar. Teologi
Fundamental sebenarnya sudah muncul sejak abad
XVII/ XVIII. Usaha gigih bagi lahirnya struktur dan
perkembangan Teologi Fundamental datang bukan
dari Gereja Katolik Roma tetapi dari para penulis
Protestan. Pergeseran dari teologi apologetik ke
Teologi Fundamental nampaknya tidak
menghantar kepada pengembangan teologi tapi
lebih merupakan suatu usaha untuk meredusir
seluruh teologi kepada suatu fondasi archimedian.
4
AD. TANQUEREY, A Manual of Dogmatic Theology, Desclee Comp. NY 1959, 3-6.
29
5
K. FEIEREIS, Die Umprägung der natürlichen Theologie in Religionsphilosophie,
Leipzig 1965, 205-212.
6
P. EICHER, Offenbarung. Prinzip neuzeitlicher Theologie, Munich 1977, 98-150.
33
1.2.3.1. Demostratio
1). Religion (both natural and revealed)-
Demostratio religiosa: memperkenalkan nilai
objektif agama supaya setiap orang harus percaya. 7
Pencarian akan ekspresi-ekspresi universal yang
ada dalam diri setiap orang, analisis kritis terhadap
tradisi-tradisi religius berbeda dan refleksi atas
kebenaran-kebenaran natural menjadikan bagian
ini sebagai dimensi istimewa untuk membawa
setiap orang tidak saja untuk masuk ke dalam
kemungkinan percaya tetapi juga secara prinsipil
menghantar masuk pada keharusan menerima
rivelasi yang diungkapkan dalam ‘agama benar’
yang memanifestasikan karakter-karakter
supranatural dan yang bisa menjawab tuntutan-
tuntutan setiap manusia. Alamat khusus dari
dimonstratio religiosa adalah ateisme–
7
Sejarah apologi umum dibahas oleh A. DULLES, A History of Apologetics, London
1971; G. RUGGIERI (ed.), Enciclopedia di teologia fondamentale, I, Genova 1987, 3-400.
34
1.2.4. Kesepakatan
Semua problem di atas sebenarnya lebih
merupakan sebuah otokritik yang disampaikan
oleh mereka yang memiliki tugas untuk
mengajarkan apologetika. Di antara para pengajar
terdapat kesepakatan pada level negatif dan
posetif13 terhadap beberapa point berbeda yakni:
13
R. LATOURELLE, Apologétique et fondamentale, dalam Salesianum 27 (1965), 257-
261.
43
1.4. EVALUASI/PENILAIAN
Mahasiswa/i diminta mempelajari materi
perkuliahan lalu membuat sebuah rangkuman
singkat namun lengkgap atas seluruh pokok
bahasan.
1. Rangkuman: buatlah suatu rangkuman singkat
atas 2 point besar pelajaran yang sudah diperoleh.
Perhatikanlah secara saksama point mana yang
anda kuasai secara baik dan point mana yang
belum anda kuasai. Pelajari sekali lagi dan coba
buat rangkuman lagi, disertai catatan kritis atas
bahan yang telah dipelajari dengan
mengemukakan pandangan lain dari referensi lain.
2. Latihan: sebagai latihan dan evaluasi atas daya
serap anda terhadap bahan, maka setiap
pertemuan anda diminta untuk menjawab 3
pertanyaan dari beberapa pertanyaan yang telah
disediakan ini dengan rumusan penilaian:
jumlah jawaban yang benar x 100%
3
1. Uraikanlah apa yang anda ketahui tentang
nama dan asosiasi nama teologi fundamental
sebelum resmi menjadi teologi fundamental?
59
6. ACUAN
1. A. DULLES, A Histroy of Apologetics, London
1971.
2. F. S. FIORENZA: Foundational Theology,
Crossroad Publ. Comp, New York 1992.
3. R. LATOURELLE – R. FISICHELLA (eds),
Dictionary of Funda-mental Theology, Crossroad
Publ. Comp. New York 1994.
60
MODUL 2
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA
KUPANG
FAKULTAS FILSAFAT AGAMA
PROGRAM STUDI STRATA 1 (SATU) FILSAFAT
AGAMA KATOLIK
MATA KULIAH: TEOLOGI FUNDAMENTAL
KODE MATA KULIAH: 001
BEBAN MATA KULIAH: 2SKS
SEMESTER: II, TAHUN AJARAN 2006/2007
DOSEN: RM. DR. OKTOVIANUS NAIF, PR
KODE DOSEN: 634
1. Pengantar
Dari apologetika menuju ke teologi fundamental.
Teologi fundamental, tahap demi tahap berjalan
menuju eksistensinya. Teologi Fundamental mulai
eksist dan mencapai klimaksnya dalam promulgasi
Dei Verbum. Teologi Fundamental sebagai
‘pendatang baru’ coba mendalami hakekatnya, apa
perannya dan tugasnya, berdialog dengan partner-
partner baru yang ada di seputarnya demi
perwujudan perannya secara tepat sasar dan
61
2. Standar Kompetisi/TIU
Dengan mempelajari Modul 2 ini para
mahasiswa/i diharapkan memiliki pengetahuan
yang komprehensif tentang Teologi Fundamental
dan peranan Teologi Fundamental di zaman
modern ini.
3. Indikator/TIK
Kemampuan khusus yang diharapkan lahir
dari para mahasiswa/i dari pembelajaran Modul 2
ini ialah:
1. Agar mahasiswa/i dapat menjelaskan
secara tepat identitas Teologi Fundamental
2. Agar mahasiswa/i dapat menyebutkan dan
menjelaskan peran Teologi Fundamental di zaman
modern ini yang bercorak sekular- ateistik,
dikotomis, indiferentis.
3. Agar mahasiswa/i dapat menyebutkan dan
menjelaskan karakter Teologi Fundamental yang
terbuka untuk menerima bantuan dari ilmu-ilmu
lain.
4. Agar mahasiswa/i dapat menjelaskan usaha
pengembalian dan pene-muan kembali natura dan
unitas ajaran iman kristiani yang pernah kabur di
era apologetika.
62
27
Y. CONGAR, L’ecclésiologie de S. Augustin à l’époque moderne, Paris 1970, 413-458;
A. ANTON, El misterio de la Iglesia, Madrid 1987, 406-423.
64
2.2.1.1. Modernitas
Tak begitu mudah mendefenisikan konsep
“modernitas”. Dari satu sisi, konsepa ‘modernitas’
menunjukkan suatu event historis yang dimulai
dengan penemuan benua Amerika oleh Kristoforus
Columbus (1492) dan diikuti penemuan-
penemuan besar oleh Galileo dan Newton dan
berpuncak pada revolusi Perancis 1789. Dari pihak
lain, modernitas itu adalah juga suatu forma
pikiran, sebuah kultur yang menjadi jiwa dari
berbagai situasi hidup sosial dan personal yang
saling bertabrakan dalam aliran humanisme,
renaisanse dan yang menemui titik mulia dalam
filsafat Descartes, Kant, Hegel dan illuminisme
pada umumnya yang bermuara pada visi Nietzche.
Semua dimensi ini tak saja menyentuh dimensi
sosial dan kultural tetapi juga mempengaruhi
horison teologi.
Sejak abad XIX, kemajuan dunia teknik sangat
mengagumkan. Kemajuan teknologis ini menjadi
kriteria bagi modernitas. Modernitas lahir sebagai
suatu model berpikir, suatu gaya hidup dan suatu
mentalitas yang memiliki pekuliaritas tersendiri:
31
A. DULLES, Models of Revelation, Gill and Macmillan, New York 1983, 6-8.
71
2.4. Evaluasi/penilaian
Mahasiswa/i diminta untuk mempelajari
secara teliti seluruh materi perku-liahan, lalu
membuat ringkasan yang komprehensif atas
seluruh pokok bahasan.
Rangkuman : buat sebuah rangkuman singkat
namun lengkap atas 4 point pokok yang sudah
anda pelajari dalam pokok bahasan ini. Perhatikan
secara serius point mana yang anda kuasai dan
mana yang belum anda kuasai. Pelajari sekali lagi
bagian yang belum dikuasai dan buatlah sekali
rangkuman, disertai catatan kristis atas bahan
yang telah diperoleh dengan mengemukan
pandangan lain dari referensi lain.
Latihan : sebagai latihan dan evaluasi atas daya
serap anda terhadap bahan pembelajaran, maka
83
MODUL 3
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA
KUPANG
FAKULTAS FILSAFAT AGAMA
PROGRAM STUDI STRATA 1 (SATU) FILSAFAT
AGAMA KATOLIK
MATA KULIAH: TEOLOGI FUNDAMENTAL
KODE MATA KULIAH: 001
BEBAN MATA KULIAH: 2SKS
SEMESTER: II, TAHUN AJARAN 2006/2007
DOSEN: RM. DR. OKTOVIANUS NAIF, PR
KODE DOSEN: 634
TEOLOGI FUNDAMENTAL
SEBAGAI TEOLOGI
1. Pengantar
Perlu disadari bahwa Fundamental termasuk
dalam teologi sic et simpliciter. Sembari menjadi
sebuah disiplin yang terarah kepada spesialisasi
adalah jelas Fundamental kembali ke dalam ilmu
85
39
M. SECKLER, Teologia fondamentale: compiti e strutturazione, concetto e nomi, in
Handbuch der Fundamentaltheologie, IV Freiburg 1988, 559-375 (selanjutnya disingkat HFTh).
86
2. Standar Kompetisi/TIU
Dengan mempelajari Modul 3 ini para
mahasiswa/i diharapkan memiliki pengetahuan
yang sistematis mengenai konsep Fundamental
sebagai Teologi yang memiliki karakter ilmiah dan
metodologis tersendiri.
3. Indikator/TIK
Kemampuan khusus yang diharapkan lahir
dari para mahasiswa/i dari pembelajaran Modul 3
ini ialah:
40
Karakter ilmiah teologi diuraikan secara lengkap oleh R. FISICHELLA, Cos’è la
teologia? In C. ROCCHETTA -R. FISICHELLA-G. POZO, La teologia tra rivelazione e storia,
Bologna 1988, 177-188; ID, Prospettive epistemologiche circa il fondamento della teologia in
Ricerche Teologiche 2 (1991), 5-20; M. SECKLER, Teologia e scienze, in DTF, 1235-1242.
87
Pokok Bahasan 3
TEOLOGI FUNDAMENTAL
SEBAGAI TEOLOGI
42
Karakter ilmiah teologi diuraikan secara lengkap oleh R. FISICHELLA, Cos’è la
teologia? In C. ROCCHETTA -R. FISICHELLA-G. POZO, La teologia tra rivelazione e storia,
Bologna 1988, 177-188; ID, Prospettive epistemologiche circa il fondamento della teologia in
Ricerche Teologiche 2 (1991), 5-20; M. SECKLER, Teologia e scienze, in DTF, 1235-1242.
90
43
Informasi lengkap tentang metode teologi bisa ditemukan dalam tulisan dari W.
KASPER, Die Methoden der Dogmatik, Munchen 1967; J. BEUMER, Die theologische Methode,
Freiburg 1977; B. LONERGAN, Method in Theology, London 1973.
44
R. LATOURELLE, Apologétique et fondamentale. Problème de nature et methode, in
Salesianum 28 (1965), 256-273 ; K. LEHMANN, Apologetik und Fundamentaltheologie, in
Communio 7 (1978), 289-294; D. TRACY, Plurality and Ambiguity, London 1987, 28-46 ; R.
FISICHELLA, Metodo in teologia fundamentale, in RT 1 (1990), 75-90.
94
3.3. Evaluasi/penilaian
Mahasiswa/i diminta untuk mempelajari
secara teliti seluruh materi perku-liahan, lalu
membuat ringkasan yang komprehensif atas
seluruh pokok bahasan.
Rangkuman : buat sebuah rangkuman singkat
namun lengkap atas 2 point pokok yang sudah
anda pelajari dalam pokok bahasan ini. Perhatikan
secara serius point mana yang anda kuasai dan
mana yang belum anda kuasai. Pelajari sekali lagi
bagian yang belum dikuasai dan buatlah sekali
rangkuman, disertai catatan kristis atas bahan
yang telah diperoleh dengan mengemukan
pandangan lain dari referensi lain.
Latihan : sebagai latihan dan evaluasi atas daya
serap anda terhadap bahan pembelajaran, maka
dalam setiap pertemuan anda diminta untuk
menjawab 3 pertanyaan yang telah disediakan.
Rumusan penilaian :
jmlh jawaban benar x 100
3
Jelaskanlah apa yang dimaksudkan dengan
karakter teologis dari fundamental !
Uraikanlah secara rinci metode yang digunakan
dalam merumuskan fundamental sebagai teologi!
100
6. Acuan
1. M. SECKLER, Handbuch der
Fundamentaltheologie IV, Freiburg 1988
2. R. FISICHELA, Cos’è la teologia? Dalam C.
ROCCHETTA, et alii, La Teologia tra rivelazione e
storia, Bologna 1988.
101
MODUL 4
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA
KUPANG
FAKULTAS FILSAFAT AGAMA
PROGRAM STUDI STRATA 1 (SATU) FILSAFAT
AGAMA KATOLIK
MATA KULIAH: TEOLOGI FUNDAMENTAL
KODE MATA KULIAH: 001
BEBAN MATA KULIAH: 2SKS
SEMESTER: II, TAHUN AJARAN 2006/2007
DOSEN: RM. DR. OKTOVIANUS NAIF, PR
KODE DOSEN: 634
TEOLOGI FUNDAMENTAL
SEBAGAI FUNDAMENTAL
1. Pengantar
Dlm bab III kita telah melihat karakter teologis –
karakter ilmiah dari Fundamental sebagai teologi
dan metodologi dari Fundamental sebagai teologi.
Teologi Fundamental, dalam horison ini, mencari
untuk mengungkapkan alasan dari adanya,
tepatnya sebagai yang ‚fundamental’ bagi seluruh
teologi. Jika tujuan dari bab terdahulu adalah
102
2. Standar Kompetisi/TIU
Dengan mempelajari Modul 4 ini para
mahasiswa/i diharapkan memiliki pengetahuan
yang sistematis tentang konsep Teologi
Fundamental Sebagai Fundamental yakni yang
berelasi dengan hal dasariah ajaran kristiani:
Revelasi.
3. Indikator/TIK
103
Pokok Bahasan 4
104
TEOLOGI FUNDAMENTAL
SEBAGAI FUNDAMENTAL
54
Y. CONGAR, la Tradizione e le tradizioni, Roma 1961, 220-229.
55
P. LACORDAIRE, Jésus-Christ, Paris 1960, 117-123.
56
Dei Verbum 6
116
4.2.3.2.3. Langsung
Kitab Suci mewartakan sebuah revelasi
eskatologis yang tidak lagi meru-pakan manifestasi
kata-kata melainkan revelasi final dari realitas
dalamnya kita menegaskan eksistensi dengan iman
(Ibr 11:1). Kitab Suci berbicara tentang revelasi
Yesus Kristus dan kemuliaanNya. Kemuliaan Allah
ini dinyatakan dalam kita dan atas semua ciptaan
yang menantikan dengan rindu revelasi final ini.
118
4.2.4.2. Perumpamaan
Kata Origines dan Dionisius, sebuah ekspresi
yang penuh dengan gambaran melahirkan sejenis
pengkianatan spiritual. Walau demikian image bisa
dipakai sarana bantu bagi manusia dalam usaha
memahami Sabda, menarik manusia masuk ke
dalam relasi personal dengan Allah.
Perjanjian Lama, Injil dan Paulus sangat banyak
memakai gambaran dalam kaitan dengan revelasi.
Beragam artikel penting yang ber-katian dengan
iman dinyatakan dalam gambaran: Kristus
Penyelamat digambarkan sebagai Domba Allah,
Gereja digambarkan sebagai kebun anggur, tubuh,
dan bangunan. Gambaran-gambaran itu
merupakan velum yang menyembunyikan:
circumvelatur atau occullatio. Kitab Suci pada saat
yang sama adalah spiritual dan korporal, kaya
akan makna yang intelligible dan konkrit.
4.3.1.1.1. Sabda
Perjanjian Lama membaca event revelasi dalam
terang intervensi bebas dan penuh daya dari Allah.
Eskpresi istimewa untuk mengungkapkan
intervensi bebas itu ialah Sabda Yahweh. Sabda
Allah itu ide favorit yang lazim dipakai untuk
menyatakan komunikasi ilahi ini. Bagi manusia
biblis biar bisa ‘melihat’ atau ‘memandang’ Yahwe
namun yang terpenting adalah ‘mendengarkan’
Allah. Hal ini bisa dibuktikan secara kuantitatif
menurut LXX: term òráô (melihat) dipakai
sebanyak 520x sedangkan àkoúô (mendengar)
dipakai sebanyak 1080x.
124
4.3.1.1.2. Kemuliaan/kbd
Kemuliaan menunjukkan kehadiran Allah yang
nampak atas cara yg kelihatan. Kemuliaan
diungkapkan dalam term kabod – kbd (ibrani –
menjadi berat: menjadikan berat dan penting),
doxa (yunani), gloria (Latin). Kemuliaan Allah
menjadi pengalaman akan terang, api, kilat-guntur
dan panas menggigit.
Kemuliaan Allah dinyatakan dalam
ketegangan antara ruang tak terbatas dan ruang
terbatas seperti antara yang universal dan
partikular. Dari satu pihak kemuliaan Allah
memenuhi segala ruang, langit dan bumi dan
manusia penuh kemuliaanNya. Dari pihak lain
kemuliaan dinyatakan pada tempat tertentu dan
terbatas seperti di Sinai (Kel 24:16) dan dari sini
kemuliaan Allah menemani Israel dalam bentuk
awan sepanjang ziarah melintas padang gurun.
Manifestasi kemuliaan Allah dan pewartaan Sabda
berelasi secara erat dlm kehidupan Israel.
4.3.1.1.3. Nama
Relasi antara kemuliaan Allah dan Sabda Allah
menghantar kita kepada titik berangkat, sejauh
kita mengakui bahwa Allah tampak dan berbicara
pada saat yang sama kepada umat Israel. Isi dari
revelasi Allah sesungguhnya dlm Perjanjian Lama
61
M. SEYBOLD et alii (eds), Die Offenbarung: Von der Schrift bis zum Ausgang der
Scholastik, Freiburg 1971, 3-12; N. S. DISTER, Teologi Sistematik I, Yogyakarta 2004, 42.
127
62
W. H. SCHMIDT, Alttestamentlicher Glaube in seiner Geschichte, Neukirchen 1990,
63-64. Katekismus Gereja Katolik, no 203-20
128
4.3.1.3.1.Epifani.
63
W. PANNENBERG, Systematische Teologie, vol. I, Göttingen 1988, 255-257.
64
H. HAAG, Bibel-Lexikon, Einsiedeln 1982, 1245-1247.
129
4.3.1.3.2. Apokaplipsis
‘Revelasi’ Allah secara esensial adalah suatu event
eskatologis, yang bisa diverifikasi pada ‘hari
Tuhan’ – pada hari penghakiman terakhir. ‘Hari
Tuhan’ itu menyangkut segala sesuatu. ‘Hari
Tuhan’ adalah hari penghakim seluruh dunia dan
pada saat yang sama adalah akhir dunia.
Konsekuensinya ‘hari Tuhan’ akan dialami juga
sebagai suatu katastrofe. ‘Hari Tuhan’ dalam term
J. Moltmann ‘historisasi kosmos dalam eskatologi
apokaliptik.’67 Dalam konteks ini apokalip-tik
dikatakan sebagai ‘ibu dari teologi kristiani.’ 68
Singkat kata ide apokalipsis menampilkan suatu
dialetika antara ‘Deus absconditus et Deus
revelatus.’
65
M. SECKLER, Der Begriff der Offenbarung, in W. KERN et alii (edd.), Handbuch der
Fundamental-theologie, vol. II, Freiburg 1985-1989, 62-63.
66
J. MOLTMANN, Theologie der Hoffnung, München 1985, 85-91.
67
ID, Theologie der Hoffnung, 120-124.
68
E. Käsemann, Die Anfänge christlicher Theologie, in Zeitschrift für katholische
Theologie 59 (1960), 162-185; R. BULTMANN, Ist die Apokalyptik die Mutter Theologie? In W.
ELTESTER – F. H. KETTLER, Apophoreta, Berlin 1964, 64-69; J. B. METZ, Glaube in
Geschichte und Gesellschaft, Mainz 1992, 165-174.
130
69
N. LOHFINK, Zur Aussage des Alten testament über “Offenbarung” in G.
OBERHAMMER, Offenbarung, geistige Realität des Menschen, Wien 1974, 135-136.
70
R. LATOURELE, Theology of Revelation, New York 1966, 21-24; ID, Revelation
dalam Dictionary of Fundamental Theology, 907-911.
131
71
E. JACOB, Théologie de l’Ancient Testament, Paris 1968, 163-170. Ia mengatakan
bahwa ‘pemilihan dlm PL adlh suatu realitas sentral ; adlh suatu aktus inizial melalui mana Jahwe
masuk ke dlm relasi dgn umat ; pemilih-an adlh realitas permanen yg menjamin relasi. Setiap
intervensi Allah dalam sejarah Israel adalah suatu pemilihan : baik sebuah tempat utk
memanifestasikan secara lebih partikular kehadiranNya maupun suatu bangsa untuk
merealisasikan rencana-rencanaNya, pun memilih seorang manusia untuk menjadi utusanNya ;
Allah PL adalah Dia yang sambil mem-bentangkan kekuasaan universal, Ia menyatakannya
melalui disposisi bebas.
132
76
Lihat Bacaan Ofisi Ibadat Harian, seri no. 11, hal 175 (hari Senina, pekan biasa ke-
16), Yogyakarta 1982.
150
84
DS 3008-3026-3029.
85
DS 3005.
163
5. Evaluasi/penilaian
165
MODUL 5
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA
KUPANG
FAKULTAS FILSAFAT AGAMA
PROGRAM STUDI STRATA 1 (SATU) FILSAFAT
AGAMA KATOLIK
MATA KULIAH: TEOLOGI FUNDAMENTAL
KODE MATA KULIAH: 001
BEBAN MATA KULIAH: 2SKS
SEMESTER: II, TAHUN AJARAN 2006/2007
DOSEN: RM. DR. OKTOVIANUS NAIF, PR
KODE DOSEN: 634
167
1. Pengantar
Jawaban yang pantas untuk panggilan atau revelasi
diri Allah ialah iman. Iman adalah ikatan personal
manusia dengan Allah dan persetujuan bebas
terha-dap segala kebenaran yang diwahyukan oleh
Allah. Dalam iman akal budi dan kehendak
manusia bekerjasama dengan rahmat ilahi. Iman
itu sesuatu yang spiri-tual dan razional.
2. Standar Kompetisi/TIU
Dengan mempelajari Modul 5 ini para
mahasiswa/i diharapkan memiliki pengetahuan
yang memadai mengenai iman sebagai jawaban
bebas kepada panggilan Allah.
3. Indikator/TIK
Kemampuan khusus yang diharapkan lahir
dari para mahasiswa/i dari pembelajaran Modul 4
ini ialah:
1. Agar mahasiswa/i dapat menjelaskan
secara tepat apa yang dimaksudkan dengan iman.
2. Agar mahasiswa/i dapat menjelaskan iman
menurut Kitab Suci.
3. Agar mehasiswa/i dapat menjelaskan iman
menurut teologi Patristik
168
Pokok Bahasan 5
IMAN:
Jawaban bebas atas panggilan Allah
5. 1. Iman
170
88
P. Herman Embuiru, SVD (Penerj.) Katekismus Gereja Katolik, Nusa Indah, Ende
1995, art. 150 (selanjutnya disingkat KGK).
89
Dei Verbum (selanjutnya disingkat DV) art. 5.
90
Dr. Niko Syukur Dister, OFM, Pengantar Teologi, Kanisius,Yogyakarta, 1991, 127.
171
96
John Powel, S.J, Beriman Untuk Hidup Beriman Untuk Mati, Kanisius,, Yogyakarta
1991, 55.
97
Georg Kirchberger, Teologi Iman Perspektif Kristen, Ledalero, Maumere 2002, 10
174
100
B. S. Mardiarmadja, Beriman Dengan Tanggung Jawab, Kanisius. Yogyakarta 1985),
138.
176
5.2.2.1. Pisteuein
Dalam Perjanjian Baru kata pisteuein artinya
percaya, sering kali berarti percaya kepada Sabda
Allah, mengakui Sabda Allah. Iman diarahkan
kepada apa yang ditulis di dalam Torah dan buku
para nabi (Kis. 24:14; Luk. 24:25); begitu juga
orang mengimani kata-kata Yesus (menurut Injil
Yohanes) karena Ia diutus Allah dan
mengungkapkan kata-kata Allah (Yoh. 5:38; 3:34).
Mengimani perkataan itu berarti menaatinya
secara eksistensial dan sungguh-sungguh hidup
menurutnya, sebagaimana jelas dalam Ibrani 11.
juga Paulus menekankan sifat ketaatan dalam
iman. Iman sebagai kepercayaan itu berarti juga
mengandalkan daya Allah untuk mengadakan
mujizat (Ibr. 11:17-19). Begitu juga dalam injil-injil
sinoptik, iman seringkali berarti orang percaya
akan daya Yesus untuk mengadakan mujizat dan
dalam iman atau kepercayaan itu mereka
disembuhkan. Sesudah peristiwa kebangkitan itu,
orang percaya akan daya rasul untuk mengadakan
mujizat (Kis. 14:9-10), juga akan daya mengadakan
mujizat yang dimiliki setiap orang dalam berdoa
(Mrk. 11:22-23; Luk. 17:6; bdk. 1 Kor. 13:2).
180
5.2.2.2. Paulus105
Selain sebagai ketaatan, iman bisa digambarkan
sebagai keputusan untuk menerima dan
melaksanakan warta Injil. Iman yang diterima
dalam ketaatan berdasarkan sebuah keputusan
akan membentuk suatu keyakinan yang sungguh
mendasari seluruh hidup orang beriman. Dengan
demikian isi iman adalah: iman akan Yesus Kristus
yang wafat dan bangkit. Yesus Kristus adalah Dia
memberi orientasi baru bagi hidup orang beriman.
Iman yang merupakan rahmat Allah, tidak bisa
diperoleh manusia dengan daya sendiri, melainkan
harus dikerjakan Roh Allah dalam hati manusia.
Bila kita mulai percaya, Allah sudah lebih dahulu
memulai proses iman itu dan Dia jugalah yang
menyelesaikannya. Sebelum kita mengenal Allah,
kita sudah dikenal oleh Allah. Seperti kata St.
Alfonsus de Ligouri: “Kita dikenal oleh orang tua
dan sanak saudara kita ketika kita dilahirkan,
tetapi Allah telah mengenal kita sejak dalam
kandungan ibu”. Iman harus dinyatakan di muka
umum, harus diakui, dan harus mewarnai seluruh
hidup orang beriman. Seluruh hidup orang
beriman harus menjadi suatu pernyataan iman,
sehingga semua orang (termasuk yang belum
mengenal) dapat mengenal Yesus Kristus.
104
Georg Kirchberger, Op. Cit. 13
105
Ibid. 15
182
5.2.2.3. Yohanes
Dalam surat Yohanes terdapat satu kali (1 Yoh 5:4)
Yohanes menggunakan kata benda “iman” tetapi
kata kerja “percaya” sangat sering digunakannya,
baik dengan kata depan “eis” (akan) maupun
dengan dativus, keduanya dalam arti sama,
sehingga percaya akan Yesus yang mewartakan
dan percaya Yesus yang diwartakan, disatukan
oleh Yohanes. Yang percaya memperoleh
keselamatan. Hal ini dinyatakan melalui berbagai
rumusan: orang beriman memiliki hidup (11:25),
ia sudah beralih dari kematian ke pada kehidupan,
ia tidak dihukum (5:24) dan sebagainya. Dalam
pernyataan ini terkandung arti, bahwa hanya iman
yang memperoleh keselamatan (bdk 8:24).
Yohanes memperjuangkan pengertian yang benar
mengenai keselamtan itu sendiri. Keselamtan itu
umumnya disebut “hidup” (dengan kata Yunani
zoe). Yohanes mau memperlihatkan, bahwa apa
yang disebut hidup oleh dunia, sebenarnya bukan
hidup, hanya merupakan suatu hidup semu.
Dunia berada dalam keadaan dusta, dan karena
Yesus menyatakan kebenaran, maka dunia tidak
185
106
Georg Kirchberger, Ibid. 24
107
Antonius Atosokhi Gea, Noor Racmat, Antonia Panca Yuni Wulansari, Relasi
Dengan Tuhan, PT Elex Mediakomputindo, Jakarta 2004, 64.
108
Dr. C. Groenen, OFM dan Stefen Leks, Percakapan Tentang Alkitab, Kanisius,
Yogyakarta 1995, 7-8
186
109
Antonius Atosokhi Gea, Noor Rachmat, Antonia Panca Yuni Wulandari, Op. Cit.. 65
110
Georg Kirchberger, Op. Cit. 24
187
5. Evaluasi/penilaian
Mahasiswa/i diminta untuk mempelajari
secara teliti seluruh materi perkuliahan lalu
209
6. Acuan
1. B. S. MARDIATMADJA, Beriman Dengan
Tanggung Jawab, Kanisius, Yogyakarta 1985
KONKLUSI
Teologi fundamental dipanggil untuk
mempelajari event revelasi dan menunjukkan
kredibilitasnya pada dunia dewasa ini. Teologi
fundamental harus menemukan alasan-alasan
tepat untuk membuat lebih intelligible event
revelasi: teologi fundamental patut mengenal seluk
beluk siarah hidup manusia menuju revelasi dan
teologi fundamental harus menjadi pembawa
makna hakiki revelasi kepada umat manusia pada
zamannya.
Tugas utama teologi fundamental ialah
membuat bermakna aktus beriman. Teologi
fundamental mesti menyampaikan alasan
sedemikian rupa sehingga Injil bisa dipercaya dan
dengan percaya keselamatan bisa didapatkan.
Teologi fundamental menyampaikan argumen-
argumen brilian seputar makna eksistensial
manusia. Dalam aktus ketaatan kepada Allah,
teologi fundamental mesti menjelaskan kebenaran
212