Anda di halaman 1dari 5

RESUME SINGKAT KONSILI EFESUS

431 M
Latar belakang politik:

• Sampai abad ketiga Masehi, kota Aleksandria memiliki pengaruh besar


nomor dua di wilayah Romawi setelah kota Roma, dan khususnya di
Romawi bagian Timur, kota Aleksandria adalah yang terbesar.
• Setelah tanggal 11 Mei 330 Masehi, Romawi memiliki dua ibukota, kota
Roma di Romawi bagian Barat, sedangkan Romawi di bagian Timur
ibukota yang baru ini diberi nama “Kota Konstantin” atau Konstantinopolis
(Konstantinopel) karena didirikan oleh Kaisar Konstantin Agung, yang
pada awalnya adalah sebuah kampung nelayan bernama Byzantium.
• Hasil konsili Konstantinopel tahun 381 M menyebutkan bahwa kedudukan
uskup Konstantinopel sama dengan kedudukan uskup Roma, karena
Konstantinopel adalah “Nova Roma” (Roma Baru).
• Diangkatnya posisi Konstantinopel ini menimbulkan kecemburuan dari
dua uskup: uskup Roma dan uskup Aleksandria, yang mana kedua
keuskupan ini memiliki “massa” yang banyak dan kedua uskup adalah
politikus besar yang dihormati oleh Kaisar Roma, sedangkan uskup
Antiokhia “kalah pamor,” tetapi unggul secara teologi dibandingkan kedua
wilayah keuskupan yang lain. Naiknya status Konstantinopel ini sempat
mendapat penolakan dari uskup Roma, walaupun pada akhirnya pada
tahun 451 M, kedudukan uskup Konstantinopel akhirnya diterima.
• Pada masa yang sama, juga terjadi persaingan teologi antara teologi
Antiokhia di Siria dan Aleksandria.
• Teologi Antiokhia bercorak literal-historis, sebagai contoh: Yesus Kristus
benar-benar manusia, walaupun kepenuhan ke-Allah-an bersemayam di
dalam Dia. Sekalipun demikian, keberadaan-Nya sebagai Yang Ilahi tidak
hilang karena kemanusiaan-Nya. Yesus dikatakan “Allah” tetapi dalam
pengertian kodrat, seperti yang dikatakan Alkitab dalam injil Yohanes 1:1,
bahwa “Allahlah Firman itu” (kai THEOS en o logos), tetapi perlu dipahami
bahwa “Firman itu bersama-sama dengan Allah” (kai o logos en pros TON
THEON), dengan demikian Firman itu adalah “THEOS” tetapi bukan “O
THEOS,” sebab bagi corak teologi Antiokhia, yang disebut “o theos” adalah
Allah Sang Bapa atau dalam Perjanjian Lama disebut sebagai
YHWH.Teologi Aleksandria bercorak alegoris-simbolis, sebagai contoh:
Yesus Kristus benar-benar Allah sejati, walaupun Ia telah menjadi manusia,
dan yang ilahi lebih mulia atau terutama daripada yang manusiawi, sesuai
apa yang dikatakan Alkitab dalam injil Yohanes 1:14, bahwa “Dan Firman
itu telah menjadi daging.” Memang Firman telah menjadi manusia, tetapi
harus dipahami bahwa kodrat asal dari Firman ini adalah Allah, sesuai
dengan injil Yohanes 1:1, bahwa “Allahlah Firman itu.”Dalam pandangan
Gereja Antiokhia, Gereja Aleksandria terlalu menekankan keilahian
Kristus dan sedikit merendahkan sisi kemanusiaan-Nya, sebaliknya dalam
pandangan Gereja Aleksandria, Gereja Antiokhia dianggap menekankan
kemanusiaan Kristus dan merendahkan sisi keilahian-Nya.
• Setelah tahun 381 M, banyak orang yang berlomba-lomba menduduki
posisi uskup Konstantinopel, tetapi karena teologi Antiokhia lebih unggul,
maka posisi uskup Konstantinopel banyak dipegang oleh orang-orang Siria
yang bercorak teologi Antiokhia, hal ini yang menjadikan kecemburuan
dan kedengkian dari Gereja Aleksandria semakin besar, sementara itu juga
kecemburuan datang dari Gereja Roma karena posisi Gereja
Konstantinopel dianggap menyaingi Gereja Roma. Di sinilah titik awal
ketegangan politik para uskup di wilayah Romawi.
• Teofilus dari Aleksandria, yang menjadi uskup dan patriark di Gereja
Aleksandria, adalah salah satu calon kuat dalam meraih suara uskup
Konstantinopel, ia adalah seorang politikus dan rohaniwan dari
Aleksandria, sangat pandai berbicara dan meyakinkan orang. Sementara
itu, di Siria, muncullah seorang rahib padang gurun bernama Yohanes
Krisostomos yang sangat saleh dan memperhatikan orang miskin, ia
banyak berderma dan memberikan sedekah dari apa yang dipunyainya,
walaupun ia berasal dari keluarga bangsawan, tetapi ia memilih jalan
hidupnya sebagai rahib. Kebaikan dan kesalehan Yohanes menarik simpati
hati banyak orang dan akhirnya banyak orang memberikan suaranya agar
ia dicalonkan menjadi uskup Konstantinopel.
• Persaingan antara Yohanes Krisostomos dari Antiokhia dan Teofilus dari
Aleksandria dimenangkan oleh Yohanes Krisostomos, ia dipilih dan
ditahbiskan menjadi uskup Konstantinopel.
• Yohanes Krisostomos didengki oleh Teofilus dari Aleksandria, sementara
itu Yohanes Krisostomos memiliki guru bernama Teodoros dari
Moepsoistia dan Diodoros dari Tarsus, yang mana keduanya adalah
“musuh” dari Teofilus dari Aleksandria.
• Karena kebaikan hatinya tanpa pandang bulu dan dan tak melihat status
siapa yang ditolongnya, termasuk para rahib Arian, Yohanes Krisostomos
dijerat dengan tuduhan menerima ajaran kelompok Arian, hal ini yang
dimanfaatkan oleh Kirillos dari Aleksandria, yang adalah keponakan
Teofilus, dan saat itu menjadi diaken yang membantu tugas Teofilus dari
Aleksandria. Atas laporan Kirillos, Teofilus mengadakan konsili lokal di
Aleksandria dan karena kefasihannya berbicara, ia berhasil meyakinkan
Kaisar Teodosius II dan akhirnya Yohanes Krisostomos diturunkan dari
posisi uskup Konstantinopel dan dibuang sampai kematiannya pada tahun
407 M.
• Dilengserkannya Yohanes Krisostomos tidak menyurutkan kecemburuan
Gereja Aleksandria terhadap Gereja Konstantinopel dan Gereja Antiokhia,
karena penerus Yohanes Krisostomos sebagai uskup Konstantinopel masih
dijawat oleh orang-orang yang bercorak teologi Antiokhia: Arsakios dari
Tarsus dan Sisinios dari Elea.
• Tahun 428 M, Nestorius, seorang rahib Siria, satu “almamater” dengan
Yohanes Krisostomos, yang juga murid dari Teodoros dari Moepsoistia. Ia
dikenal sebagai rahib yang saleh, tulus dan cerdas, karena itulah ia diangkat
menjadi uskup Konstantinopel, pada saat itu, Kirillos dari Aleksandria telah
menggantikan posisi Teofilus, pamannya, menjadi uskup dan patriark
Aleksandria pada tahun 412 M.
• Kirillos melihat Nestorius sebagai “ancaman” bagi posisi Gereja
Aleksandria. Di satu sisi, ia sangat berambisi untuk menjadi uskup utama di
wilayah Romawi bagian Timur, menaklukkan Gereja Konstantinopel dan
Antiokhia, dengan demikian posisi Gereja Konstantinopel dan teologi
Antiokhia dapat ia “tundukkan.”
• Ia mengajak Paus Celestine dan membujuk Kaisar Teodosios II untuk
mengadakan konsili di Efesus pada tahun 431 M. Tetapi pada tahun 430 M,
satu tahun sebelum konsili Efesus, ia sudah mengadakan konsili lokal,
bersamaan dengan Paus Celestine mengadakan konsili lokal, keduanya
sepakat meng-anathema Nestorius.
• Pada tahun 431 M, diadakan konsili Efesus, saat itu Yohanes, uskup dan
patriark Antiokhia belum datang, Nestorius, uskup dan patriark
Konstantinopel sendiri tidak pernah diundang dalam konsili, tiba-tiba
secara sepihak Patr. Kirillos membuka konsili dan menyatakan Patr.
Nestorius sebagai bidat.
• Pernyataan Patr. Kirillos menimbulkan reaksi keras dari para uskup di
Siria, dan akhirnya Patr. Yohanes, uskup Antiokhia, meng-anathema
Kirillos.
• Patr. Kirillos sebagai seorang politikus, berhasil meyakinkan Paus Celestine
dan Kaisar, mampu memaksa Patr. Yohanes dan para uskup di wilayah Siria
sebelah barat Sungai Efrat menerima konsili itu, tetapi dalam realitanya,
para uskup di wilayah Siria sebelah barat Sungai Efrat tidak pernah meng-
anathema Nestorius.
• Gereja Siria yang ada di sebelah timur Sungai Efrat, di Mesopotamia dan
Persia (Surat 1 Petrus 5:13 menuliskan sebagai Gereja di Babilon).
Dipimpin oleh Metropolitan Dadisho, uskup Seleukia-Ctesifon, beserta
para uskup di Mesopotamia dan Persia menolak hasil konsili yang mereka
anggap tidak adil dan berimbang itu. Metropolitan Dadisho beserta
sejumlah imam Gereja Siria yang ada di Mesopotamia dan Persia juga
merupakan murid dari Teodoros dari Moepsoistia dan Diodoros dari
Tarsus dengan corak teologi Antiokhia. Akhirnya Gereja Siria yang ada di
Mesopotamia, yang ada di sebelah timur Sungai Efrat, dikutuk dan
dikucilkan karena dianggap menolak konsili “Ekumenis” dan dianggap
mendukung Nestorius, musuh “Gereja.”
• Nestorius diturunkan dan diasingkan ke sebuah biara di Libia bersama para
uskup, presbiter dan diaken pendukungnya. Dalam pengasingannya, terjadi
upaya pembunuhan kepada Nestorius oleh pengikut Kirillos, dengan cara
mengirim para perampok bayaran untuk membakar biara tempat
Nestorius diasingkan. Dalam pembakaran itu, Nestorius berhasil
menyelamatkan diri hingga ia meninggal pada tahun 451 M dalam keadaan
sebagai pengemis dan gelandangan.

Salah satu catatan penting keadaan yang terjadi pada saat konsili Efesus 431
M adalah sebagai berikut:
Adalah lebih baik bagi kita untuk “memaafkan” dan berdamai dengan masa
lalu, daripada menyimpan kemarahan dan mencari pembenaran atas apa yang
terjadi di masa lalu. Sekali lagi, kita bukan pelaku sejarah, kita hanya
menerima akibat dari apa yang terjadi di masa lalu. Lebih bijaksana bagi kita
untuk melihat masa lalu sebagai pelajaran berharga sehingga kesalahan yang
sama tidaklah kita ulangi di kemudian hari, dan kita belajar untuk dapat
membawa kita ke arah yang lebih baik, bahwa Gereja Kristus di atas
kepentingan pribadi atau suatu kelompok, tugas kita mengembalikan Gereja
kepada kesatuan: Satu Allah, satu iman dan satu baptisan, bukan mengumbar
kebencian dan sikap saling membidatkan dan mengkafirkan orang, sebab:
“Iblis mencerai-beraikan kawanan domba Allah, dan ia adalah pencuri,
pembunuh dan pembinasa,” sedangkan “di dalam Roh ada kesatuan.”
Kristus ada di tengah-tengah kita!

Anda mungkin juga menyukai