Anda di halaman 1dari 1

Aditya Relliantoko (176114001)

Teologi Kebangsaan – Dr. Dionisius Bismoko M., Pr


Harmonis, menurut saya merupakan kata yang tepat untuk menggambarkan titik temu
antara demokrasi dan ajaran Islam. Letak ke-harmonis-an itu nampak dalam perjalanan bangsa
Indonesia dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila sendiri dirumuskan
dengan berbagai pertimbangan dan perspektif kala itu oleh para tokoh pendiri bangsa, seperti Ir.
Soekarno, Moh. Hatta, dkk. Makna dan isi dari Pancasila sendiri tidak jauh berbeda dari nilai-
nilai Islami, kendati Pancasila tidak bersumber langsung dari wahyu Ilahi. Hal itu dapat
dicermati pada setiap sila dalam Pancasila yang memiliki korelasi dengan ayat-ayat al-Qur’an
tertentu. Wujud konkret yang dapat dicermati ialah tentang keragaman budaya, agama, suku, dan
sebagainya, yang terjadi di Indonesia. Keragaman bukanlah suatu penghalang untuk bersatu.
Islam sendiri mengajarkan tentang keragaman sebagai sunnatullah (hukum Allah SWT). Oleh
sebab itu, melalui keragaman yang terjadi sangat dituntut adanya rasa persaudaraan yang adil
tanpa memandang identitas dan latarbelakang seseorang. Sila ketiga, Persatuan Indonesia, sangat
tegas menuntut adanya persatuan di tengah keragaman itu.

Dengan demikian, relasi antara Islam dengan Pancasila tidak boleh dipertentangkan dan
tidak bertentangan satu sama lain. Keduanya harus bersama-sama dilaksanakan dan diamalkan,
tidak harus memilih salah satu lalu menanggalkan yang lainnya. Keduanya dapat berjalan
bersama untuk saling menunjang dan memperkuat, sehingga melahirkan suatu keharmonisan di
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai