Yohanes Agil P (196114005) Profil • Edith Stein juga dikenal dengan nama Santa Teresa Benedicta dari Salib. Ia merupakan seorang biarawan Ordo Carmel Tak Bersepatu. • Ia lahir dari sebuah keluarga Yahudi, di Breslau, Jerman pada tanggal 12 Oktober 1891 • Pada periode tahun 1904-1911 ia pernah menjadi seorang ateis, dan mempertanyakan keberadaan-Nya tentang Tuhan. • Titik balik pengalaman kembali kepada Tuhan adalah ketika tiba- tiba ia merasakan suatu perasaan yang mendalam ketika melihat ibunya berdoa di kenisah. Profil • Ia sampai pada pengalaman bahwa Tuhan baginya adalah seorang pribadi yang selalu mewartakan diri-Nya kepada pribadi-pribadi lain. • Artinya Tuhan itu lebih dari sekedar objek pemikiran dan iman itu lebih daripada sikap hidup. • Setelah pengalaman tersebut, ia mengalami berbagai macam pengalaman perjumpaan yang semakin menununtunya ke jalan Tuhan. Ia merasa bahwa imannya akan Tuhan terwujud dalam orang-orang di sekitarnya. Filsafat Edith Stein “Bagiamana menemukan keterkaitan dalam semesta alam, makna dari semua yang terjadi, atau yang sekarang bersangkutan dengan sejarah dunia, atau kehidaupan pribadi setiap individu?” “Apabila kita mampu melihat hubungan dalam sejarah, kita dapat menentukan arti setiap kejadian. Sejarah berusaha mengerti kehidupan dalam keterkaitannya.” Fenomenologi Edith Stein • Edith Stein merupakan murid istimewa dan bahkan pernah menjadi seorang assisten dari Husserl, tokoh besar fenomenologi. • Edith mengembangkan filosofi psikologinya dan terkait erat dengan tujuan akhir untuk mengembangkan fenomenologis transedental tentang pribadi manusia. • Hubungan sistematis antara dua bagian utama dari Edith Stein yaitu Kausalitas Psikis dan Individu - Komunitas, terletak pada proyek menyeluruh dari pekerjaan untuk mengukir tempat ontologis manusia dalam kaitannya dengan alam dan spiritual dan dunia, yang terakhir dibentuk oleh hubungan sosial dan komunal. Fenomenologi Edith Stein • Adapun tiga masalah utama filsafat pikiran dan psikologi dari Edith Stein adalah : • a. Hubungan antara pengalaman sadar, aliran kesadaran mental dan psikis. Berhubungan dengan hal yang berbau psikologi • b. Hukum motivasi dan domain mental, konatif dan kehendak. Meliputi sesuatu yang cukup spiritual, agak metafisis, sebab motivasi atau kehendak terkadang tidak dapat terkontrol. • c. Hubungan dari berbagai bentuk kausalitas dan motivasi. Poin satu dan dua saling berkaitan. Filsafat Edith Stein “Fenomenologi digambarkan sebagai kerinduan akan apa yang objektif, apa yang suci dalam alam, kemurnian dan kebersihan benda-benda. Dengan demikian fenomenologi bertujuan agar kembali ke benda-benda seperti apa adanya. Yang penting ialah gejala alam, benda itu sendiri, dan bukan kesan dari indra serta pendapat orang tentang apa yang ada di sekitarnya. Fenomenologi ingin menunjukan realitas kepada manusia seperti adanya dan bersikap terbuka terhadapnya. Fenomenologi ingin menanggalkan penutup mata dan prasangka, kesadaran harus di bebaskan dari semua pandangan yang menghalang-halangai agar mata dapat melihat benda-benda secara penuh objektif. Empati menurut Edith Stein “Tindakan selalu merupakan ciptaan dari sesuatu yang tidak ada. Pada fiat dari keputusan kehendak sesuai dengan " fieri " dari yang diinginkan dan" facere " dari subjek kehendak dalam tindakan. Tindakan ini dapat berupa fisik tindakan. Saya memutuskan untuk mendaki gunung dan menerapkan keputusan ini.tindakan, sebagai pemenuhan kehendak, hasil sepenuhnya ditentukan olehkehendak ". «Tindakan kehendak tidak hanya memiliki korelasi objektif - diinginkan - sebelum itu tetapi, sementara ia melepaskan dirinya dari dirinya sendiri, tindakan itumenawarkan realitas yang diinginkan dan menjadi kreatif. Seluruh dunia kita budaya, semua yang telah dibentuk oleh tangan manusia, semua benda yang digunakan, semua karya kerajinan, teknologi dan seni berhubungan dengan semangatyang telah menjadi kenyataan”. 21 “Kehendak menggunakan mekanisme psikofisiknisme untuk mencapai dan mencapai apa yang diinginkan, seperti halnya sentimen menggunakan mekanisme yang sama untuk mewujudkan ekspresinya” Empati menurut Edith Stein • Empati menurut Stein dapat diekspresikan sebagaian besar melalui tubuh, kemauan dan kerohanian. • Tubuh adalah media yang memanifestasika interioritasnya dan merupakan jembatanan yang memungkinakan kita untuk memahami interioritas yang lain. • Kehendak, meskipun tidak mutlak, mampu mendominasi keduanya di tubuh pada jiwa. • Kehendak adalah milik hati nurani dan karena itu tidak pada determinasi yang kaku • Kehendak sescara tidak langsung memanifestasikan dimensi spiritual dan membuat pemahaman empati itu menjadi semakin dalam. Gerakan Emansipasi Wanita • Selama masa studi Edith Stein menaruh perhatian terhadap politik, terutama terhadap gerakan wanita. • Dia menolak deskripsi perempuan sebagai jenis kelamin yang lemah, dan membela kapasitas mereka untuk bekerja dalam pekerjaan yang menuntut fisik. Perempuan juga memiliki keahlian khusus dan juga harus, misalnya terlibat dalam pembuatan undang- undang yang berdampak pada perempuan atau anak-anak. • Edith Stein mengkritik perkembangan sepihak perempuan dalam masyarakat kontemporer. Gerakan Emansipasi Wanita • Dia juga mengkritik hak pilih dalam tujuan mereka untuk membangun antara pria dan wanita, untuk menyangkal kekhasan feminin yaitu wanita memiliki panggilan alami untuk menjadi pasangan dari pria menjadi seorang istri dan ibu, tapi mereka juga punya bakat lain : ilmiah, artistik, teknis dan sebagainya. • Edith Stein menegaskan bahwa semua pendidikan harus memperhatikan sifat khusus dan spiritualitas khusus mereka. Edith Stein mengikuti Thomas Aquinas yang berpendapat bahwa jiwa adalah bentuk tubuh, karena pria dan wanita memiliki tubuh yang berbeda, maka mereka pasti memiliki jenis jiwa yang berbeda. Feminisme Edith Stein “Edith Stein memiliki pandangan yang tegas tentang kodrat khusus perempuan dan laki-laki. Namun peran perempuan tidak terbatas menjadi pengasuh kaum muda dan penolong laki-laki. Wanita memiliki bakat khusus mereka sendiri yang dapat berkontribusi pada kehidupan sosial dan publik dalam berbagai cara berdasarkan individualitas mereka. Dia juga berpendapat bahwa perempuan pada dasarnya bukan hanya aktor publik tetapi juga memiliki tanggung jawab khusus untuk anak-anak. Selain itu wanita lebih selaras dengan kehidupan afektif mereka, dan ekspresi tertinggi dari esensi mereka adalah cinta yang memberi diri. Dengan demikian dia percaya pada status laki-laki dan perempuan yang setara tetapi saling melengkapi. “ Terimakasih