Anda di halaman 1dari 13

Edith stein

Antonius Kevin (196114026)


Yohanes Agil P (196114005)
Profil
• Edith Stein juga dikenal dengan nama Santa Teresa Benedicta dari
Salib. Ia merupakan seorang biarawan Ordo Carmel Tak Bersepatu.
• Ia lahir dari sebuah keluarga Yahudi, di Breslau, Jerman pada
tanggal 12 Oktober 1891
• Pada periode tahun 1904-1911 ia pernah menjadi seorang ateis, dan
mempertanyakan keberadaan-Nya tentang Tuhan.
• Titik balik pengalaman kembali kepada Tuhan adalah ketika tiba-
tiba ia merasakan suatu perasaan yang mendalam ketika melihat
ibunya berdoa di kenisah.
Profil
• Ia sampai pada pengalaman bahwa Tuhan baginya adalah seorang
pribadi yang selalu mewartakan diri-Nya kepada pribadi-pribadi
lain.
• Artinya Tuhan itu lebih dari sekedar objek pemikiran dan iman itu
lebih daripada sikap hidup.
• Setelah pengalaman tersebut, ia mengalami berbagai macam
pengalaman perjumpaan yang semakin menununtunya ke jalan
Tuhan. Ia merasa bahwa imannya akan Tuhan terwujud dalam
orang-orang di sekitarnya.
Filsafat Edith Stein
“Bagiamana menemukan keterkaitan dalam semesta alam,
makna dari semua yang terjadi, atau yang sekarang
bersangkutan dengan sejarah dunia, atau kehidaupan pribadi
setiap individu?”
“Apabila kita mampu melihat hubungan dalam sejarah, kita
dapat menentukan arti setiap kejadian. Sejarah berusaha
mengerti kehidupan dalam keterkaitannya.”
Fenomenologi Edith Stein
• Edith Stein merupakan murid istimewa dan bahkan pernah menjadi
seorang assisten dari Husserl, tokoh besar fenomenologi.
• Edith mengembangkan filosofi psikologinya dan terkait erat dengan tujuan
akhir untuk mengembangkan fenomenologis transedental tentang pribadi
manusia.
• Hubungan sistematis antara dua bagian utama dari Edith Stein yaitu
Kausalitas Psikis dan Individu - Komunitas, terletak pada proyek
menyeluruh dari pekerjaan untuk mengukir tempat ontologis manusia
dalam kaitannya dengan alam dan spiritual dan dunia, yang terakhir
dibentuk oleh hubungan sosial dan komunal.
Fenomenologi Edith Stein
• Adapun tiga masalah utama filsafat pikiran dan psikologi dari Edith
Stein adalah :
• a. Hubungan antara pengalaman sadar, aliran kesadaran mental dan
psikis. Berhubungan dengan hal yang berbau psikologi
• b. Hukum motivasi dan domain mental, konatif dan kehendak.
Meliputi sesuatu yang cukup spiritual, agak metafisis, sebab motivasi
atau kehendak terkadang tidak dapat terkontrol.
• c. Hubungan dari berbagai bentuk kausalitas dan motivasi. Poin satu
dan dua saling berkaitan.
Filsafat Edith Stein
“Fenomenologi digambarkan sebagai kerinduan akan apa yang objektif,
apa yang suci dalam alam, kemurnian dan kebersihan benda-benda.
Dengan demikian fenomenologi bertujuan agar kembali ke benda-benda
seperti apa adanya. Yang penting ialah gejala alam, benda itu sendiri,
dan bukan kesan dari indra serta pendapat orang tentang apa yang ada
di sekitarnya. Fenomenologi ingin menunjukan realitas kepada manusia
seperti adanya dan bersikap terbuka terhadapnya. Fenomenologi ingin
menanggalkan penutup mata dan prasangka, kesadaran harus di
bebaskan dari semua pandangan yang menghalang-halangai agar mata
dapat melihat benda-benda secara penuh objektif.
Empati menurut Edith Stein
“Tindakan selalu merupakan ciptaan dari sesuatu yang tidak ada. Pada fiat dari keputusan
kehendak sesuai dengan " fieri " dari yang diinginkan dan" facere " dari subjek kehendak
dalam tindakan. Tindakan ini dapat berupa fisik tindakan. Saya memutuskan untuk mendaki
gunung dan menerapkan keputusan ini.tindakan, sebagai pemenuhan kehendak, hasil
sepenuhnya ditentukan olehkehendak ". «Tindakan kehendak tidak hanya memiliki korelasi
objektif - diinginkan - sebelum itu tetapi, sementara ia melepaskan dirinya dari dirinya
sendiri, tindakan itumenawarkan realitas yang diinginkan dan menjadi kreatif. Seluruh
dunia kita budaya, semua yang telah dibentuk oleh tangan manusia, semua benda yang
digunakan, semua karya kerajinan, teknologi dan seni berhubungan dengan semangatyang
telah menjadi kenyataan”. 21 “Kehendak menggunakan mekanisme psikofisiknisme untuk
mencapai dan mencapai apa yang diinginkan, seperti halnya sentimen menggunakan
mekanisme yang sama untuk mewujudkan ekspresinya”
Empati menurut Edith Stein
• Empati menurut Stein dapat diekspresikan sebagaian besar melalui tubuh,
kemauan dan kerohanian.
• Tubuh adalah media yang memanifestasika interioritasnya dan merupakan
jembatanan yang memungkinakan kita untuk memahami interioritas yang lain.
• Kehendak, meskipun tidak mutlak, mampu mendominasi keduanya di tubuh
pada jiwa.
• Kehendak adalah milik hati nurani dan karena itu tidak pada determinasi yang
kaku
• Kehendak sescara tidak langsung memanifestasikan dimensi spiritual dan
membuat pemahaman empati itu menjadi semakin dalam.
Gerakan Emansipasi Wanita
• Selama masa studi Edith Stein menaruh perhatian terhadap politik,
terutama terhadap gerakan wanita.
• Dia menolak deskripsi perempuan sebagai jenis kelamin yang
lemah, dan membela kapasitas mereka untuk bekerja dalam
pekerjaan yang menuntut fisik. Perempuan juga memiliki keahlian
khusus dan juga harus, misalnya terlibat dalam pembuatan undang-
undang yang berdampak pada perempuan atau anak-anak.
• Edith Stein mengkritik perkembangan sepihak perempuan dalam
masyarakat kontemporer.
Gerakan Emansipasi Wanita
• Dia juga mengkritik hak pilih dalam tujuan mereka untuk membangun
antara pria dan wanita, untuk menyangkal kekhasan feminin yaitu wanita
memiliki panggilan alami untuk menjadi pasangan dari pria menjadi
seorang istri dan ibu, tapi mereka juga punya bakat lain : ilmiah, artistik,
teknis dan sebagainya.
• Edith Stein menegaskan bahwa semua pendidikan harus memperhatikan
sifat khusus dan spiritualitas khusus mereka. Edith Stein mengikuti
Thomas Aquinas yang berpendapat bahwa jiwa adalah bentuk tubuh,
karena pria dan wanita memiliki tubuh yang berbeda, maka mereka pasti
memiliki jenis jiwa yang berbeda.
Feminisme Edith Stein
“Edith Stein memiliki pandangan yang tegas tentang kodrat khusus
perempuan dan laki-laki. Namun peran perempuan tidak terbatas menjadi
pengasuh kaum muda dan penolong laki-laki. Wanita memiliki bakat khusus
mereka sendiri yang dapat berkontribusi pada kehidupan sosial dan publik
dalam berbagai cara berdasarkan individualitas mereka. Dia juga
berpendapat bahwa perempuan pada dasarnya bukan hanya aktor publik
tetapi juga memiliki tanggung jawab khusus untuk anak-anak. Selain itu
wanita lebih selaras dengan kehidupan afektif mereka, dan ekspresi tertinggi
dari esensi mereka adalah cinta yang memberi diri. Dengan demikian dia
percaya pada status laki-laki dan perempuan yang setara tetapi saling
melengkapi. “
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai