Anda di halaman 1dari 131

Tambahan Ref untuk :BUKU ETIKA dan Kearifan Budaya LOKAL

ETIKA DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL


Dikutip Martin Sembiring

1.Kata Pengantar.

Etika dan Kearifan Budaya lokal dibutuhkan untuk membuat kebebasan individual secara Bersama.
Dengan demikian, materi akan kita awali dengan Pandangan umum etika, dengan memahami Falsafah
Etika itu sendiri. Materi akan diperkaya dengan pandangan Sosiologi etika, dalam kebutuhan profesi,
hingga kita melihat Subjek Etika itu, hingga ada wacana kita, tentang tata cara kebijakn penerapan etika.

Secara Aksiologi Etika, akan dipaparkan untuk Bahan diskusi, hingga kita memiliki pilihan bahan narasi
agar mampu menyesuaikan dengan kebutuhan untuk merangkul sesama. Dan untuk berkemampuan
melakukan manifestasi Etika, maka timbul kesadaran merangkul dan mempersatukan tujuan Bersama,
hingga tercapai tujuan hidup lebih hidup kedamaian Bersama.

Untuk Praktisi dalam aksiologinya narasi Budaya lokal antara lain Budaya Suku Karo, Suku Toba, Suku
Melayau, Suku Mandailing, Suku Simalungun, Suku Nias, dan Suku Jawa untuk bekal jadi sumber
Inspirasi bagi Pembaca.

Etika Pancasila akan kita Perhatikan Makna Bhineka Tunggal Ika, yang diawali dengan Sumpah Palapa,
ditindak Lanjuti Sumpah Pemuda, Hingga tercetus Etika Berbangsa dalam Pembukaan UUD 1945.

Kami Menyadari Buku Etika ini jauh dari Sempurna, untuk Merobah cara pikir kita, tanpa perjuangan
untuk jujur terhadap diri sendiri. Maka segala masukan dan keritik menyempurnakan alas an kita
menjungjung Tinggi etika yang di gariskan Pancasila menuju perwujutan Intergrasi bernegara dan
integritas profesi.

Medan, 08n Januri 2000

Pengumpul Narasi

Martin Sembiring

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 1 dari halaman 125
2.Pendahuluan
Etika dibutuhkan untuk menyatukan jadi Satu Pandangan bukan Mempersatukan Pendapat dan Sikap agar
Bulat (Sapu Lidi). tapi berperinsip “Bhineka Tunggal Ika” berbeda itu Satu itu tetapi Bukan yang “banyak
itu disatukkan”. Hingga kita mampu merasakan yang tiada jadi ada, dan yang ada jadi tiada.
Cicero berpandangan bahwa, etika sebagai suatu refleksi rasional akan baik atau buruk itu hidup manusia
dimulai oleh Sokrates (469-399). “Adalah Pandanganku, dan ini disetujui secara universal, bahwa
Sokrates adalah orang pertama yang memanggil filsafat keluar dari misteri-misteri yang terselubung
dalam penyembunyian oleh alam sendiri, yang di atasnya semua filsuf sebelumnya sudah terlibat, dan
membawanya menjadi subjek dari hidup keseharian, untuk meneliti keutamaan-keutamaan dan cela-
cela,dan kebaikan dan keburukan secara umum, dan untuk menyadari bahwa hal-hal surgawi adalah jauh
dari pengetahuan kita atau juga, sebagaimana diketahui secara penuh, tidak memiliki hubungan dengan
hidup yang baik." (Academica, I.5.15); Cicero juga menyatakan: “Sokrates pertama kali menyebut filsafat
turun dari langit, meletakkannya di kota-kota dan bahkan memperkenalkannya di rumah-rumah, dan
mendesaknya memikirkan hidup dan moral, baik dan buruk” (dalam Tuscuan Disputations, V. 4. 10). Bila
klaim Cicero itu benar, maka etika mulai dengan Sokrates (abad IV SM) sebagai etika yang bukan
sekadar pengajuan proposisi moral, tetapi pengujian rasional atas apa yang terbaik untuk membuat
manusia memiliki keunggulan, termasuk dalam hidup, dalam masyarakat yunani kuno yang mengidealkan
hidup berkeutamaan. Etika menurut Sokrates adalah pengetahuan atau keahlian untuk dipraktikkan dan
dipelajari sebagaimana pengetahuan atau keahlian lainnya, namun yang membedakannya dari pengetahun
dan keahlian lainnya adalah objeknya, yaitu kebaikan. Pengetahuan pada Sokrates menunjuk pada daya,
kapasitas dalam tindakan-tindakan yang dispesifikasi oleh objeknya. Bagi Sokrates pengetahuan adalah
perlu dan memadai untuk keutamaan. Semua orang bertindak menurut apa yang diketahuinya sebagai
baik. Orang yang berkeutamaan adalah orang yang mengetahui perihal keutamaan itu. Tak seorangpun
bertindak buruk kecuali keluar dari ketidaktahuan akan kebaikan. Dengan kata lain, tak seorangpun
pernah melakukan yang salah secara sengaja.

Perbuatan buruk terjadi karena ketidaktahuan atau kekeliruan tentang hakikat keutamaan. Pada Sokrates
tampak etika sebagai ilmu kritis pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya oleh orang-orang bergulat
dengan etika: apakah mereka berada dalam posisi yang tepat untuk menjelaskan mengenai bagaimana
memiliki keutamaan karena itu menuntut mereka mengerti apa itu keutamaan. Ia melancarkan kritik
negatif pada pandangan moral orang lain dengan interogasi sistematis dan pemeriksaan menyeluruh
bukan karena ia tahu lebih, tapi justru karena ia merasa bebas dari kesalahan yang dibuat orang yang
merasa dirinya tahu. Sokrates sendiri mengakui kekurangan keahlian padanya sehingga keutamaan
melarangnya untuk memberikan teori moral. Ia terus mencari definisi tanpa menemukannya dan ia sendiri
tidak yakin bisa memberikan definisi seperti yang ditanyakannya pada orang lain.

Dalam psikologi moral Plato ditemukan bahwa keinginan itu soal persetujuan, penerimaan, dan lawannya
adalah kebencian (Republik, buku IV). Dibedakan olehnya keinginan rasional atau bagian rasional dari
jiwa dan prinsip keinginan irasional atau bagian irasioaal dari jiwa. Keberadaan amarah atau emosi

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 2 dari halaman 125
merusak membuat ada yang ditengah-tengah antara dua prinsip keinginan itu. Ketiganya esensial sebagai
prinsip-prinsip tindakan (rasio, afektivitas, dan kesenangan) dengan kesenanganya masing-masing dan
berlawanan satu sama lain. Rasio berhubungan dengan dua prinsip jiwa lainnya dalam bentuk dorongan
dan perlawanan sehubungan dengan hal menggerakkan tindakan. Intelek merupakan prinsip dari
tindakan-tindakan rasional dan memiliki kemampuan menggerakkan tindakan dari dirinya sendiri secara
khas. Keinginan-keinginan irasional hadir dalam bentuk kebutuhan-kebutuhan natural seperti minum dan
makan. Pada bagian ketiga jiwa ditemukan keinginan terus- menerus akan dominasi, kemenangan,
reputasi (Republik, 581 a-b) dengan isinya marah atau emosi kasar.

Aristoteles mengajukan suatu etika yang bukan hanya kritis, tapi reflektif, argumentatif, dan sistematis
dalam karya-karyanya: Ethika Eudemia, Ethika Nikomacheia, Politike. Karena itu, dianggap bahwa
Aristoteles merupakan pendiri etika. Mengapa ia menulis etika yang sedemikian itu? Aristoteles hidup
dalam suatu konteks masyarakat Yunani Kuno yang mengagungkan keunggulan diri dan komunitas
(arete). Arete menunjuk pada keutamaan yang membuat orang yang memilikinya menjadi baik, bermutu.
Bagi Aristoteles orang mencari tahu tentang,keutamaan bukan untuk mengetahui apakah keutamaan itu,
melainkan untuk menjadi baik karena kalau tidak, penyelidikan kita tidak akan ada gunanya. Aristoteles
ingin membuat dirinya dan orang lain menjadi orang-orang yang lebih baik. Karena itu, ia mengajukan
suatu panduan seni untuk hidup baik. Secara khusus Ethika Nikomacheia ditulis untuk kaum muda yang
akan berkarir politik untuk mendidik mereka berkembang dalam keutamaan, yang mana untuk diperlukan
pengetahuan mengenai keutamaan ini. Etika Aristoteles bermaksud bukan untuk memberi potret
pengetahuan mengenai apa itu hidup yang baik, melainkan untuk dapat bertindak dengan baik. Tujuannya
bukan pengetahuan, tetapi hidup yang baik. Ia juga tidak berpretensi memberikan panduan terperinci dan
presisif dalam setiap situasi karena situasi yang berubah-ubah dan tak terduga.

Epikuros semua tindakan kita membawa pada suatu tujuan terakhir (Lettre a Menecee, 127) yang disebut
olehnya sebagai kebahagiaan (eudaimonia) (LM, 128). Karena itu, etika Epikuros merupakan
eudaimonisme. Dalam hal apa terletak kebahagiaan menurut Epikuros? Kebahagiaan sebagai tujuan
tertinggi terletak dalam mengetahui kesenangan (LM,128).
Kesenangan merupakan tujuan dari semua tindakan kita. Yang bahagia adalah orang yang berhasil, yaitu
dia yang mempunyai perasaan nikmat dan tenang dalam ketenangan (autarkia)

Pandangan Kaum Stoa? Dalam realitas yang duniawi dan yang ilahi menyatu. Ada jiwa semesta (logos).
Stoa melihat realitas sebagai yang tunduk pada determinisme sehingga diakui adanya takdir.
Bagaimanakah kodrat itu menurut Kaum Stoa? Menurut Zeno kodrat manusia itu secara esensial rasional
sehingga “sesuai dengan kodrat” berarti hidup “sesuai dengan rasio.” Ini berarti manusia harus hidup
sesuai dengan kesempurnaan dirinya sendiri sesuai dengan kodrat manusiawinya sebagai pengada
rasional. Keutamaaan terletak di sini. Cleanthe menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan kodrat di sini
bukan kodrat partikular manusia, melainkan kodrat komunal universal manusia. Menurut Chrysippe
kodrat hadir dalam “impuls” yang mengarah pada “tujuan.”

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 3 dari halaman 125
Pandangan Kaum Stoa dalam realitas yang duniawi dan yang ilahi menyatu. Ada jiwa semesta (logos).
Stoa melihat realitas sebagai yang tunduk pada determinisme sehingga diakui adanya takdir. Menurut
Zeno kodrat manusia itu secara esensial rasional sehingga “sesuai dengan kodrat” berarti hidup “sesuai
dengan rasio.” Ini berarti manusia harus hidup sesuai dengan kesempurnaan dirinya sendiri sesuai dengan
kodrat manusiawinya sebagai pengada rasional. Keutamaaan terletak di sini. Cleanthe menunjukkan
bahwa yang dimaksud dengan kodrat di sini bukan kodrat
partikular manusia, melainkan kodrat komunal universal manusia. Menurut Chrysippe kodrat hadir dalam
“impuls” yang mengarah pada “tujuan.”

menurut St. Agustinus, kehendak, termasuk yang serius sekali berusaha mewujudkan keinginannya, bisa
tidak terlaksana oleh karena faktor luariah. Di sini kehendak baik saja sudah berarti secara moral. Allah
melihat hati manusia dan hati itu penentu. Kehendak atau sikap hati ini menentukan nilai moral.
Kehendak membuat manusia memiliki keterarahan. Sebagai inti batiniah ia dapat melahirkan sikap yang
bisa mewujud secara realistis. Dengan kehendaknya manusia bisa mengarahkan dirinya pada Allah.
Makin hati manusia dalam cinta terarah pada Allah, maka tindakannya makin mencerminkan keterarahan
itu: “cintailah, dan lakukan saja apa yang kau kehendaki.” Cinta yang terarah pada Nilai Tertinggi lebih
“tahu” yang benar sesuai hukum Allah. Cinta memberi pengetahuan tentang baik dan benar tanpa
bergantung pada hukum. Selanjutnya, dengan mencintai Allah dengan mendahulukan Allah daripada diri
sendiri ini manusia bisa mencintai diri sendiri karena mencintai Sang Pencipta membuat si pencinta
makin menemukan diri sendiri dan mencintai dirinya. Cinta diri ini berbeda dengan cinta pada diri sendiri
yang menghalangi cinta pada Allah dan karenanya menghambat untuk mencintai diri sendiri. Kehendak
manusia bisa diperlemah oleh nafsu-nafsu dagingiah tak teratur (concupiscentia). Nafsu-nafsu rendah
perlu dikalahkan untuk mengembangkan diri, mencapai identitas sepenuhnya, mengalami kegembiraan,
dan mencapai kebahagiaan sejati serta agar berkenan di hati Allah. Tampak bahwa St. Agustinus
terpengaruh katharsis neoplatonisme, yaitu pembersihan diri untuk bersatu dengan Yang Ilahi.

Nafsu-nafsu rendah akibat dosa manusia pertama melemahkan kodrat manusia sehingga roh kalah kuat
terhadap ”daging” dan karenanya tidak dapat menjadi tuan atas diri sendiri. Manusia tidak bisa
menyelamatkan diri dari nafsu-nafsu rendah karena kehendaknya sudah dilemahkan. Ia dapat selamat
karena rahmat atau belaskasih Allah yang menyembuhkannya dari dalam. Kebahagiaan adalah
menyatunya nilai objektif dan nilai subjektif dengan menyatunya cinta manusia dengan Allah.
Kebahagiaan ditemukan hanya dalam Allah yang personal dan terlibat dalam sejarah manusia. Allah
merupakan kebahagiaan manusia. Secara objektif Allah merupakan nilai tertinggi. Karena itu, manusia
tertarik pada Allah, penciptanya. Secara subjektif Allah merupakan prinsip terakhir segala nilai moral.
Persatuan dengan Allah yang membuat kebahagiaan, dan ini Menyusun tujuan manusia. Kebahagiaan
hadir berupa ketentraman. Tiap orang menginginkan ketentraman. Ketentraman sempurna dicapai tidak di
dunia, tetapi dalam persatuan dengan Allah. Manusia bisa mencicipi kebahagiaan melalui keutamaan.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 4 dari halaman 125
Keutamaan terletak dalam rasionalitas harmonis dari seluruh hidup manusia. “Hidup manusia berbahagia
dan damai sepanjang seua gerakannya sesuai dengan rasio dan kebenaran.” (De Gen c. Man., I, 20, 31).
Ini dimengerti dalam hubungan rasionalitas dan tatanan yang sangat erat dan kerap diidentikkan.
Keutamaan sebagai rasionalitas dalam tindakan terarah mengikuti tatanan rasional atau tatanan yang
ditulis oleh Allah dalam kodrat segala sesuatu.

“Keutamaan adalah tindakan habitual dari roh yang sesuai dengan kodrat dan rasio.” (De div. Quaest.,
LXXXIII, 31, 1). Hidup selaras secara rasional merupakan hidup manusia yang penuh. Kesesuaian
dengan tatanan selama hidup membawa manusia pada Allah dan sebaliknya ketidaksesuaian dengannya
menghalangi sampai pada Allah (De ord., I, 9, 27). Di sini ada cara pandang pula akan dunia sebagai
suatu hirarki kosmis yang tertata yang merefleksikan rasionalitas ilahi yang di atasnya semua didirikan.
Tugas moral manusia adalah menyesuaikan keinginan-keinginan dan tindakan-tindakannya dengan
tatanan ini.
Pernyataan St. Agustinus tentang keutamaan berikut meneguhkan ini: “Definisi singkat dan benar dari
keutamaan adalah cinta akan tatanan.” (City of God, XV, 22) Pada kodrat ciptaan sudah tertulis nilai-
nilai. Dapat dirumuskan bahwa keutamaan merupakan kemantapan kehendak manusia dalam sikap-sikap
dan tindakan-tindakan baik sesuai dengan tatanan kodrati di mana padanya ada kebebasan kehendak dari
keterikatan pada keinginan rendah yang tidak teratur (concupiscentia). Di sini ada penundukan semua
gerakan jiwa (keinginan-keinginan tidak teratur dagingiah) pada intelek dan roh. Menurut St. Agustinus
keutamaan itu pertama-tama berupa cinta pada Allah: “Jika keutamaan membawa kita ke jalan
kebahagiaan, aku akan menegaskan bahwa keutamaan itu tak lain secara absolut daripada cinta tertinggi
pada Allah.” (De mor,I, 15, 25) Keutamaan ini berkembang oleh karena rahmat Allah, bukan karena
kekuatan manusia.
Suatu afinitas antara cinta akan Kesatuan, Kebaikan, dan Keindahan. Hanya cinta pada Allah yang dapat
memberikan kebahagiaan. Dalam hubungan dengan cinta pada Allah ini dapat dielaborasi keutamaan
sebagaimana ini tampak pada empat keutamaan
kardinal tradisional menerima ekuivalennya masing-masing dalam diskursus St. Agustinus tentang cinta:
“Ketahubatasan,demikian dapat kita katakan, adalah cinta Allah yang dipelihara seluruhnya dan tanpa
henti; keberanian, cinta yang menopang semua dengan mudah oleh karena Allah; keadilan, cinta untuk
melayani Allah saja dan yang, untuk itu, memerintahkan yang baik pada hal-hal lain yang tunduk pada
manusia; kearifan, cinta yang menilai dengan baik hal-hal yang membantu untuk Tuhan dari hal-hal yang
membuat halangan.” (De mor., I, 15, 25)
St. Thomas bicara tentang tema-tema moral dalam berbagai tempat dalam karyanya, tetapi dapat dilihat
bahasan teologisnya terhadap moral dalam Summa Theologiae, dan bahasan secara filosofis dalam
Komentar akan Ethika Nikomacheia. Pokok-pokok etikanya dapat dilihat dari susunan Summa
Theologiae yang menampilkan suatu moral yang didasarkan pada suatu metafisika dalam suatu tatanan
semesta serta antropologi. Summa Theologiae disusun sebagai suatu skema yang menampakkan gerakan
“keluar-kembali” (exitus-reditus) dari semesta yang berasal dari Allah dan kembali pada penciptanya itu
sebagai tujuan terakhir.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 5 dari halaman 125
1.Kata Pengantar.
2.Pendahuluan
A.Etika Umum

I. PENGERTIAN MANUSIA

1.1 Pengertian Etika

1.2 Etika Menurut Para Ahli

1.3 Pengertian Profesi

1.4 Etika Secara Sistematis Dibedakan Atas Etika Umum dan Khusus
1.5 Peran dan Manfaat Etika

1.6 Tujuan Mempelajari Etika

1.7 Beberapa Faktor Penyebab Pelanggaran Etika :

1.8 Pelanggaran Etika & Sanksi

1.8.1 Sanksi Pelanggaran Etika :

1.9 Pengertian Profesional

1.10 Profesionalisme
1.11 Profesionalisasi

1.12 Profesionalitas
1.13 Kode Etik

1.14 Kebenaran dan Etika (Narasi)

II PERAN IQ, EQ,SQ,CQ DAN AQ DALAM PERKEMBANGAN PROFESI

2.1 INTELLEGENCE QOUTIENT (IQ)

2.2 EMOTIONAL QOUTIENT (EQ)

2.3 SPIRITUAL QOUTIENT (SQ


2.4 CREATIVITY QOUTIENT (CQ)

2.5 AQ ( ADVERSITY QOUTIENT )

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 6 dari halaman 125
III PENGENDALIAN DAN PENGGUNAAN DORONGAN

3.1 Faktor-faktor apakah yang mendorong anda untuk maju sukses:

IV PROFESIONAL KERJA DAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

4.1 Pengertian Profesi

4.2 Pengertian Profesional

4.3 Pengertian Profesionalisme

4.4 Kerja adalah Amanah: Bekerja Benar Penuh Tanggung Jawab

4.5 Kerja adalah Panggilan: Bekerja Tuntas Penuh Integritas.

4.6 Integritas

4.8 Cara Pengembangan Prefesionalisme Kerja

4.9 Standard Operasional Prosedur (SOP)

V KEBENARAN,KEBAIKAN, KEBAJIKAN DAN KEBAHAGIAAN Mg XIV

5.1 KEBAIKAN
5.2 BENTUK-BENTUK ETIKA BAIK

5.3 KEBAJIKAN

5.4 KEBAHAGIAAN

5.5 KEBENARAN DAN ETIKA BANGSA

5.1.1 Pandangan Filsuf


5.1.2 REALITA KEBENARAN dan ETIKA KEHIDUPAN
5.1.3 LIMA DASAR KEBENARAN PANCASILA

VI MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERNEGOSIASI DAN PROBLEM

SOLVING Mg XV-Mg VI
6.1 NEGOSIASI

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 7 dari halaman 125
6.2 MENGGUNAKAN KOMUNIKASI NON-VERBAL

6.3 MERANCANG NEGOSIASI

6.4 MENYIASATI NEGOSIASI YANG RUMIT

6.5 NEGOSIASI LEWAT E-MAIL, WA, ZOOM.

6.6 BERNEGOSIASI DENGAN ORANG DARI BUDAYA LAIN

6.7 MENEGOSIASIKAN KENAIKAN GAJI YANG PANTAS ANDA DAPATKAN

6.8 PROBLEM SOLVING

6.9 MENGHIMPUN ALTERNATIF PEMECAHAN

6.9.1 MEMILIH ALTERNATIF YANG PALING TEPAT PEMILIHAN JAWABAN

PEMECAHAN.

6.9.2 MELAKSANAKAN NTINDAKAN DALAM BENTUK KEGIATAN

TERENCANA

6.10 PROBLEM SOLVING DENGAN METODE SWOT

VII RAPAT

B.ETIKA DAN KEARIFAN BUDAYA

I.PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA


II.PANCASILA MENJADI SISTEM ETIKA

III.ADAB DAN KESANTUNAN BERBAHASA KEARIFAN BUDAYA LOKAL DALAM

KELUARGA

IV.KERAMAHATAMAHAN DAN ETIKA

V.SISI LAYANAN PRIMA UNTUK PUBLIK


VI KARAKTER ETIKA PEKERJA

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 8 dari halaman 125
A.ETIKA

I.PENGERTIAN MANUSIA
Dalam Kampus Besar Bahasa Indonesia manusia diartikan sebagai “makhluk yang
berakal budi” (mampu menguasai makhluk yang lain).Sedangkan menurut Endang Saifuddin
Anshari yang dikutip oleh Mahmud dan Tedi Priatna manusia adalah hewan yang
berfikir.Berfikir adalah bertanya.Bertanya adalah mencari jawaban.Mencari jawaban tentang
Tuhan,alam,manusia,artinya mencari kebeneran tentang Tuhan,alam,dan manusia.Jadi,pada
akhirnya manusia adalah makhluk pencari kebeneran.
Berikut diuraikan pendapat para filosof Barat tentang pengertian manusia ini sebagai berikut:
1. Plato memandang manusia pada hakikatnya sebagai sutau kesatuan pikiran,kehendak,dan
nafsu-nafsu;
2. Aristoteles memandang manusia sebagai makhluk rasional yang memiliki kesatuan
organik antara tubuh dan jasad;
3. Sartre mendefinisikan manusia sebagai “nol yang me-nol-kan” pour soi yang bukan
merupakan objek melainkan subjek,yang kodratnya bebas.

Jika dilihat dari segi biologis,hampir tidak dapat dibedakan antara manusia dan
hewan.Perbedaan terdapat pada sisi rohani yang memiliki manusia,dan akal budinya. Dengan
akal inilah manusia melahirkan kebudayaan dan peradaban. Dengan akalnya tersebut, manusia
dapat berimajinasi dan memiliki tujuan.
Sejak lahir,seorang manusia sudah langsung terlibat didalam kegiatan pendiidkan dan
pembelajaran.Dia dirawat,dijaga,dilatih,dan didik oleh orangtua,keluarga,dan masyarakatnya
menuju tingkat kedewasaan dan kematangan,sampai kemudian terbentuk potensi kemandirian
dalam mengelola kelangsungan hidupnya.
Setelah taraf kedewasaan tercapai,manusia tetap melanjutkan kegiatan pendidikan dalam
rangka pematangan diri.Kematangan diri adalah kemampuan menolong diri sendiri,orang
lain,dan terutama menolong kelestarian alam agar tetap berlangsung dalam ekosistemnya.Antara
manusia dan pendidikan terjalin hubungan kausalitas.Karena manusia,pendidikan mutlak ada dan
karena pendidikan,manusia semakin menjadi diri sendiri sebagai manusia yang manusiawi.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 9 dari halaman 125
Dengan kegiatan pendidikan dan pembelajaran secara terus menerus,manusia
mendapatkan ilmu pengetahuan yang sarat dengan nilai kebenaran baik yang universal-
abstrak,teoritis,maupun praktis.Nilai kebenaran ini selanjutnya mendorong terbentuknya sikap
perilaku arif dan berkeadilan.Lebih lanjut,dengan sikap dan perilaku tersebut,manusia
membangun kebudayaan dan peradabannya.Kebudayaan,baik yang material ataupun yang
spiritual,adalah upaya manusia untuk mengubah dan membangun keterhubungan berimbang baik
secara horizontal maupun vertikal.
Manusia merupakan makhluk sosial.Manusia disebut makhluk sosial karena memiliki
faktor-faktor sebagai berikut:
1. Sifat ketergantungan manusia dengan manusia lainnya;
2. Sifat adaptabiliti dan intelegensi.
Sifat ketergantungan manusia misalna terlihat dari contoh seorang bayi yang dilahirkan,ia
sangat tergantung kepada pertolongan orang tuanya.Tanpa ada pertolongan dari kedua orang
tuanya,bayi tersebut akan meninggal.Manusia juga memiliki potensi untuk menyesuaikan
diri,meniru dan beridentifikasi diri,mampu mmempelajari tingkah laku dan mengubah tingkah
laku.
Senada dengan hal di atas,Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimah (2004: 525-526)
mengatakan bahwa : “Manusia adalah makhluk sosial,pernyataan ini mengandung arti bahwa
seorang manusia tidak bisa hidup sendirian dan eksistensinya tidaklah terlaksana kecuali
dengan kehidupan bersama.Dia tidak akan mampu menyempurnakan eksistensi dan mengatur
kehidupannya dengan sempurna secara sendirian.Benar-benar sudah menjadi wataknya,apabila
manusia butuh bantuan dalam memenuhi kebutuhannya”.

1.1 Pengertian Etika


Pengertian Etika (Etimologi),berasal dari bahasa Yunani adalaah “Ethos”,yang berati
watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom).Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan
moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin,yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya
“Mores”,yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan
perbuatan yang baik (kesusilaan),dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral
lebih kurang sama pengertiannya,tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan,yaitu
moral atau moralitas untuk penilaian perbutan yang dilakukan,sedangkan etika adalah untuk

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 10 dari halaman 125
pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.Etika adalah ilmu yang membahas perbuatan baik dan
buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.

1.2 Etika Menurut Para Ahli

- Drs.O.P.SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku


menurut ukuran dan nilai yang baik.
- Drs.Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku
perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk,sejauh yang dapat ditentukan oleh
akal.
- Drs.H.Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan
norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
- Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia : etika adalah nilai mengenai benar dan salah
yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
- Menurut Aristoteles : didalam bukunya yang berjudul Etika Nikomacheia,Pengertian etika
dibagi menjadi dua yaitu,Terminius Technicus yang artinya etika dipelajari untuk ilmu
pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.Dan kedua
yaitu,Manner dan Custom yang artinya membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan
kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (in herent in human nature) yang terikat
dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
- Menurut kamus Webster : Etika adalah sebagai suatu studi formal tentang moral.
- Menurut Ahli filosofi : Etika adalah dipandang sebagai adat istiadat,kebiasaan dan budaya
dalam berprilaku.
- Pengertian Etika Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,etika diartikan ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).

Soal Test Aktif 1


Coba anda Buat Pegertian Etika sesuai dengan Tempat anda Magang, Kost, atau Kampung
halaman anda (Rumah orang Tua anda) Silakan Tulis asal asalan sesuai Pengetahuan/
Pengalaman anda, Kata Kunci : "Luapan Niat baik dalam tingkah laku hingga kita bebas dari
rasa Bersalah".

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 11 dari halaman 125
1.3 Pengertian Profesi
➢ Profesi berasal dari bahasa latin “Proffesio” yang mempunyai dua pengertian yaitu:
- Janji/Ikrar
- Pekerjaan
➢ Profesi merupakan satu jabatan atau pekerjaan yang mmenuntut keahlian atau
keterampilan dari pelakunya.
➢ Profesi,adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan
nafkah hidup yang mengandalkan suatu keahlian.
➢ Profesi adalah suatu hal yang berkaitan dengan bidang yag sangat dipengaruhi oleh
pendidikan dan keahlian di suatu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktik
pelaksanaan dan hubungan antara teori dan praktis dalam penerapannya.
1.4 Etika Secara Sistematis Dibedakan Atas Etika Umum dan Khusus
1. Etika khusus ialah peneraapan moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus
misalnya olahraga,bisnis,atau profesi tertentu.Dari sinilah nanti akan lahir etika
bisnis dan etika profesi (wartawan,dokter,hakim,pustakawan,dan lainnya).Etika
khusus lebih bersifat normatif,sifat normatif etika khusus terlihat misalya pada etika
profesi.
2. Etika umum ialah etika yang membahas tentang kondisi-kondisi dasar bagaimana
manusia itu bertindak secara etis.Etika iniilah yang dijadikan dasar dan pegangan
manusia untuk bertindak dan digunakan sebagai tolak ukur penilaian baik buruknya
suatu tindakan.Etika umum lebih deskriptif,sifat deskriptif etika umum terlihat dari
paparan filsof tertentu pada ajaran,doktrin atau teorinya.Etika secara umum
menggambarkan tingkah laku manusia apa adanya,seperti contohnya etika jawa
yang diritualkan dalam acara panggih tergambar norma-norma yang dianut oleh
masyarakat jawa,khususnya dalam menapaki bahtera rumah tangga.

1.5 Peran dan Manfaat Etika


Etika memiliki peran dan manfaat yang penting di dallam kehidupan kita.Diantaranya
adalah sebagai berikut:

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 12 dari halaman 125
1. Manusia hidup dalam jajaran norma moral,religius,hukum,kesopanan,adat istiadat
dan permainan.Oleh karena itu,manusia harus siap mengorbankan sedikit
kebebasannya.
apa maksud mengorban kan kebebasan?

2. Norma moral memberikan kebebasan bagi manusia untuk bertindak sesuai dengan
kesadaran akan tanggung jawabnya.Menaati norma moral berarti menaati diri
sendiri,sehingga manusia menjadi otonom dan bukan heteronom.
Coba jelaskan Ciri-ciri heteronom?
Heteronomi adalah sikap manusia dalam bertindak dengan hanya sekadar mengikuti
atural moral yang bersifat eksternal, suatu tindakan baik hanya karena sesuai dengan
aturan moral dengan menggunakan prisip pembiaran sesuatu selain hukum moral untuk
menentukan apa yang mesti dilakukan dalam bertindak, dan disertai perasaan takut atau
bersalah, Heteronomi ini di kemukakan oleh seorang filosof bernama Imanuel kant
3. Sekalipun sudah ada norma hukum,etika tetap diperlukan karena normma hukum tidak
menjangkau wilayah abu-abu,norma hukum cepat ketinggalan zaman,sehingga sering
terdapat cela-cela hukum,norma hukum sering tidak mampu mendeteksi dampak secara
etis,dikemudian hari,etika mempersyaratkan pemahaman dan kepedulian tentang
kejujuran,keadilan dan prosedur yang wajar terhadap manusia,dan masyarakat,asas
legalitas harus tunduk pada asas moralitas.
4. Manfaat etika adalah mengajak orang bersikap kritis dan rasional dalam mengambil
keputusan secara otonom,mengarahkan perkembangan masyarakat menuju suasana yang
tertib,teratur,damai dan sejahtera.
5. Etika dapat membuka mata manusia untuk melihat baik buruk akan suatu tingkah laku.
6. Etika dapat menyelidiki dengan seksama segala perbuatan yang dikemukakan
kepadanya,dengan tidak tunduk dalam menentukan hukumnya kepada kebiasaan
orang,tetapi segala pendapatnya hanya di ambil dari pandangan (theory) ilmu
pengetahuan,peraturannya dan timbangannya.
7. Etika mempengaruhi dan mendorong kehendak kita supaya membentuk hidup suci dan
menghasilkan kebaikan dan kesempurnaan dan memberi faedah kepada sesama manusia.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 13 dari halaman 125
1.6 Tujuan Mempelajari Etika
Dalam kehidupan sehari-hari,Etika sangat penting untuk diterapkan untuk menciptakan
nilai moral yang baik.Beberapa orang mengartikan bahwa etika hanyaah sebagai konsep untuk
dipahami dan bukan menjadi bagian dari diri kita.Namun sebenarnya etika harus bener-benar
dimiliki dan diterapkan oleh diri kita masing-masing,sebagai modal utama moralitas kita pada
kehidupan yang menuntut kita berbuat baik.Etika baik,mencerminkan perilaku yang
baik,sedangkan etika yang buruk,mencerminkan perilaku kita yang buruk pula.Selain itu etika
dapat membuat kita menjadi lebih tanggung jawab,adil dan responsif.
Beberapa contoh tujuan kita menerapkan atau mempelajari etika itu sendiri ialah:
1. Untuk mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian baik dan buruknya perilaku atau
tindakan manusia dalam ruang dan waktu tertentu.
2. Mengarahkan perkembangan masyarakat menuju suasana yang harmonis,tertib,teratur,damai
dan sejahtera.
3. Mengajak orang bersikap kritis dan rasional dalam mengambil keputusan secara otonom.
4. Etika merupakan sarana yang memberi orientasi pada hidup manusia.Untuk memiliki
kedalaman sikap,untuk memiliki kemandirian dan tanggung jawab terhadap hidupnya.
5. Mengatur manusia pada bagiamana menjadi baik.

1.7 Beberapa Faktor Penyebab Pelanggaran Etika :


1. Tidak berjalannya cotrol dan pengawasan dari masyarakat.
2. Kurangnya iman dari individu tersebut.
3. Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik pada setiap bidang karena
buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak prepesi sendiri.
4. Belu terbentuknya kultur dan kesadaran dari orang tersebut.
5. Tidak adanya kesadaran etis dan moralitas dari orang tersebut.
6. Kebutuhan individu.
7. Tidak ada pedoman hidup dari individu tersebut.
8. Perilaku dan kebiasaan individu buruk sehingga menjadi sebuah kebiasaan.
9. Lingkungan tidak etis mempengaruhi individu tersebut melakukan sebuah pelanggaran.
10. kurangnya sanksi yang keras atau tegas di Negara kita tentang pelanngaran kode etik.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 14 dari halaman 125
1.8 Pelanggaran Etika & Sanksi
Interaksi hubungan dalam kehidupan masyarakat senantiasa diwarnai dengan
penyalahgunaan,pelanggaran,ataupun penyimpangan.Walaupun telah ada etika sebagai pedoman
dalam mengatur kehidupa masyarakat,namun ada sebagian diantaranya yang tidak taat,atau
menentang dan bahkan membuat pelnggaran terhadap pedoman yang telah ada.
Kondisi demikian akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam masyarakat.Pola
interaksi antara masyarakat tidak lagiberjalan lancar,karena muncul konflik dan saling tidak
percaya,terjadi ketidakharmonisan dalam penghormatan terhadap etika yang ada,dimana ada
yang masih setia terhadap etika,namum sebagian cenderung menentang dan membenarkan
tindakannya.Dalam kondisi ini maka jika etika ataupun aturan yang berlaku tidak memiliki
kemampuan untuk memecahkan permasalahan,maka masyarakat dalam kondisi krisis dan
kekacauan pasti akan timbul.

Adapun beberapa hal yang membuat seseorang melanggar etika antara lain:
1. kebutuhan Individu : Kebutuhan seringkali adalah hal utama yang mempengaruhi
seseorang untuk melakukan pelanggaran,misalnya seorang anak rela mencuri untuk
mendapatkan uang demi untuk membayar uang unggakan sekolah.Seorang bapak
yang akhirnya tewas digebukin massa gara-gara mengambil susu dan beras di
swalayan untuk menyambug hidup bayi dan istrinya.Karyawan sebuah pabrik yang
bertindak anarkis,karena THR belum juga dibayarkan,padahal sudah melebihi jadwal
yang ditentukan pemerintah,dan lain-lain.
2. Tidak Ada Pedoman : Ketika masyarakat dihadapkan pada persoalan yang belum
jelas aturannya,maka mereka melakukan intrepretasi sendiri atas persoalan yang
belum jelas aturannya,maka mereka melakukan intrepretasi sendiri atas persoalan
yang dialami.Contohnya pembangunan rumah kumuh di pinggir rel kereta api,
dibawah jembatan layang,di tanah kosong.Hal ini dikarenakan belm adanya perda
ataupun ketentuan mengikat yang memberikan kejelasan bahwa daerah tersebut tidak
boleh ditempati dan dibangun pemukiman liar.Sehingga masyarakat
mengintrepretasikan,bahwa lahan kosong yang tidak digunakan boleh dibuat tempat
tinggal,apalagi mereka bagian dari warga Negara.Sehingga pada saat tiba waktunya

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 15 dari halaman 125
untuk membersihkan,maka sudah tertlalu komplek permasalahannya dan sulit
dipecahkan.
3. Perilaku dan Kebiasaan Individu : Kebiasaan yang terakumulsi dan tidak dikoreksi
akan dapat menimbulkan pelanggaran.Contohnya;anggota DPR yang setiap
menelurkan kebijakann selalu ada komisi atau uang tips,ataupun ada anggota yang
hidup pada saat sidang berlangsung.Hal demikian ini salah dan keliru.Namun karena
telah dilakukan bertahun-tahun,dan pelakunya hampir mayoritas,maka perilaku yang
menyimpang tadi dianggap biasa,tidak ada masalah.
4. Lingkungan Yang Tidak Etis : Lingkungan yang memiliki daya moral yang
buruk,akan mampu membuat seseorang menjadi menyimpang perilakunya untuk
tidak taat terhadap pedoman yang berlaku.Contohnya seorang residivis
kambuhan,yang selalu keluar masuk penjara.Dalam penjara yang notabene
merupakan tempat yang kurang baik,maka mempengaruhi pola pikir
seseorang.Sehingga setiap kali dia masuk penjara,ketika keluar telah memiliki
informasi,keahlian,keterampilan yang baru untuk dapat menyempurnakan tindakan
kejahatannya.
5. Perilaku Orang yang Ditiru : Dalam hal ini,ketika seseorang melakukan pelanggaran
terhadap etika,dapat juga karena dia mengimitasi tindakan orang yang dia pandang
sebagi tauladan.Seorang anak yang setiap hari melihat ibunya dipukuli oleh
bapaknya,maka bisa jadi pada saat dalam pergaulan,si anak cenderung kasar baik
dalam perkataan ataupun perbuatan.Dan itu semua dia dapatkan dari pengamatan
dirumah yang dilakukan oleh bapaknya.
apa alasan orang melanggar Etika Selain lima faktor yang membuat manusia melanggar Etika,
?
1.8.1 Sanksi Pelanggaran Etika :
1. Sanksi Sosial : Sanksi ini diberikan oleh masyarakat sendiri,tanpa melibatkan pihak
berwenang.Pelanggaran yang terkena sanksi sosial biasanya merupakan kejahatan
kecil,ataupun pelanggaranyang dapat dimaafkan.Dengan demikian hukuman yang
diterima akan ditentukan oleh masyarakat,misalnya membayar ganti rugi dan
sebagainya,pedoman yang digunakan adalah etika setempat berdasarkan keputusan
bersama.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 16 dari halaman 125
2. Sanksi Hukum : Sanksi ini diberikan oleh pihak berwenang dalam hal ini pihak
kepolisian dan hakim.Pelanggaran yang dilakukan tergolong pelanggaran berat dan
harus diganjar dengan hukuman pidana ataupun perdata.Pedomannya suatu KUHP.

1.9 Pengertian Profesional


Profesional adalah orang yang menyandang suatu jabatan atau pekerjaan yang dilakukan
dengan keahlian atau keterampilan yang tinggi.Hal ini juga pengaruh terhadap penampilan atau
performance seseorang dalam melakukan pekerjaan di profesinya.
“Professional” mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan tentang orang yang
menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan sesorang dalam mewujudkan unjuk
kerja sesuai dengan profesinya.Penyandangan dan penampilan “professional” ini telah mendapat
pengakuan,baik secara formal maupun informal.
Kata profesional berasal dari profesi yang artinya menurut Syafruddin Nurdin,diartikan
sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut di dalam scince dan teknologi yang
digunakan sebagai prangkat dasar untuk di implementasikan dalam berbagai kegiatan yang
bermanfaat.
Profesional adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup
dari pekerjaan itu denga mengandalka suatu keahlian yang tinggi.Atau seorang profesional
adalah seseorang yang hidup dengan memperaktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan
terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian,sementara orang lain melakukan hal
yang sama sebagai sekedar hobi,untuk senang-senang,atau untuk mengisi waktu luang.

1.10 Profesionalisme
Profesionalisme adalah komitmen para profesional terhadap profesinya.Komitmen
tersebut ditunjukkan dengan kebanggan dirinya sebagai tenaga profesional,usaha terus-menerus
utuk mengembangkan kemampuan profesional,dst.
Profesionalisme merupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan
kemampuan secara terus-menerus.
“profesionalisme” adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk
komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan
kualitas profesionalnya.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 17 dari halaman 125
Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan
kerja tertentu dalam masyarakat,berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa
keterpanggilan serta ikrar utuk menerima panggilan tersebut dengan semangat pengabdian selalu
siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan ditengah gelapnya
kehidupan.

1.11 Profesionalisasi
Profesionalisasi adalah suatu proses menuju kepada perwujudan dan peningkatan profesi
dalam mencapai suatu kriteria yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

1.12 Profesionalitas
Profesionalitas merupakan sikap para anggota profesi benar-benar menguasai,sungguh-
sungguh kepada profesinya.
“Profesionalitas” adalah suatu sebutan terhadap kualitas sikap para anggota suatu profesi
terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat
melakukan tugas-tugasnya.
Ciri khas profesi:
1. Adanya pengetahuan khusus
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi.Hal iii biasanya setiap pelaku profesi
mendasarkan kegiatannya pada kode rtik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat,artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan
kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.

1.13 Kode Etik


Tata nilai yang mengatur dan tertuang serta tertulis dan menjadi pegangan pada anggota
organisasi profesi. Kode etik berupa produk etik terapan,dihasilkan dari pemikiran etis profesi
tersebut.Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis,tetapi selalu di dampingi refleksi etis.Kode
etik mutlak harus disusun oleh profesi sendiri (self regulation).

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 18 dari halaman 125
Keberhasilan kode etik sangat tergantung pada peran control terus-menerus dan
pengendalian sanksi-sanksi bagi pelanggar kode etik.
• Sanksi Moral.
• Sanksi dikeluarkan dari organisasi.
Sanksi Kode Etik :
1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip
profesionalitas yang digariskan.
2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang
bersangkutan.
3. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan
etika dalam keanggotaan profesi.

II PERAN IQ, EQ,SQ,CQ DAN AQ DALAM PERKEMBANGAN PROFESI

Dengan memiliki IQ yang baik dan berstandard, maka masing-masing individu memiliki
kemampuan pemahaman tentang profesi diri dan pengembangannya untuk kegiatan-kegiatan
yang kreatif, produktif dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk peranannya sebagai
pelaksana/ pelaku profesi. Kalau dulu orang mengirabahwa kecerdasan seseorang itu bersifat
“tunggal” (dalam satuan IQ). dampak negative atas persepsi ini adalah individu yang rendah
kecerdasan nya”akademik tradisionalnya yakni matematik dan verbal (bahasa) seakan tidak
dihargai dihadapan masyarakat luas. Kini tradisi tersebut sudah terbungkam dan terkuak, bahwa
kecerdasan itu banyak rumpunnya. Kecerdasan itu “Multidimensional” banyak cabang nya. Jadi
tidak ada manusia yang bodoh. Setiap manusia punya rumpun kecerdasan. Rumpun atau macam-
macam kecerdasan tersebut adalah:
1. IQ (Intellegency Qoutient)
2. EQ (Emotional Qoutient)
3. SQ (Spiritual Qoutient)
4. CQ (Creativity Qoutient)
5. AQ (Adversity Qoutient)

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 19 dari halaman 125
Setiap pelaksanaan atau pelaku profesi harus terdorong dan berpeluang melakukan eksplorasi
kreatif dengan banyakcara (Multi modalitas) yang cocok dengan karakteristik individu masing-
masing.
CIRI CIRI MENDASAR KECERDASAN (INTELEGENCY)
1. To judge well > dapat menilai.
2. To comprehend well > memahami secara keseluruhan
3. To reason well > memberi alas an dengan baik.
CIRI-CIRI PELAKU INTELEGEN (CERDAS)
1. Masalah yang dihadapi merupakan masalah baru bagi yang bersangkutan.
2. Serasi tujuan dan ekonomis.
3. Masalah mengandung tingkat kesulitan.
4. Keterangan pemecahan nya dapat diterima
5. Sering menggunakan abstraksi.
6. Bercirikan kecepatan
7. Memerlukan pemusatan perhatian.
2.1 INTELLEGENCE QOUTIENT (IQ)
Intelegensi adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara
logis, terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif
Faktor yang mempengaruhi kecerdasan
a. Pembaruan : kapasitas/batas kesanggupan
b. Kematangan : kesanggupan menjalankan fungsinya
c. Minat
d. Kebebasan : terutama dalam memecahkan masalah
Ciri Kas IQ ( Intellegence Qoutient)
1. Logis
2. Rasional
3. Linier
4. Sistematis
Pengukuran / klasifikasi IQ
1. Very Superior : 130 –
2. Superior : 120 – 129

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 20 dari halaman 125
3. Bright Normal : 110 – 119
4. Average : 90 – 109
5. Dull Normal : 80 – 89
6. Borderline : 70 – 79
7. Mental Defective : bellow – 69

2.2 EMOTIONAL QOUTIENT (EQ)


Adalah kemampuan untuk mengenali perasaan sendri, perasaan oranglain, memotivasi
diri sendiri, mengelola emosi dengan baik dan berhubungan dengan orang lain.
Emosi = letupan perasaan seseorang
• Menurut SALOVELY & GOLDMAN ada 5 aspek EQ
o Kemampuan mengenal diri ( kesadaran diri )
o Kemampuan mengelola emosi ( penguasaan diri)
o Kemampuan memotivasi diri
o Kemampuan mengendalikan emosi orang lain
o Kemampuan berhubungan dengan orang lain (empati)
• EQ → dianggap sebagai persyaratan bagi “Kesuksesan Pribadi”
→ 90 % prestasi kerja ditentukan oleh EQ
(Pengetahuan dan teknis hanya berkontribusi 4%)
• R.Daniel Goleman memberikan satu asumsi betapa pentingnya peran EQ dalam
kesuksesan pribadi
• Untuk mencapai Keterampilan Emosional Dr.Patricia Paton mengemukakan harus
membangun benteng:
▪ Paham pentingnya peran emosi dan pemahaman yang memungkinan anda
meraskan perbedaan besar dalam bagaiaman kita mengendalikan emosi
▪ Mengekspresikan kenyataan bahwa tidak seorangpun memiliki perasaan yang
sama tentang persoalan yang serupa
▪ Mengekang emosi adalah tindakan yang tidak sehat yang dapat mengarahkan kita
kepada hal-hl yang negative
▪ Mempertajam intuisi pemecahan masalah
▪ Mengetahui keterbatasan diri sendiri

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 21 dari halaman 125
▪ Memungkinkan oranglain menjadi diri sendiri
▪ Mengetahui diri sendiri dan menghargai potensi yang kita miliki
▪ Mengetahui pentingnya kasih saying,perhatian dan berbagi bersama

2.3 SPIRITUAL QOUTIENT (SQ)


Spiritual Qoutient = kecerdasan spiritual
Adalah sumber yang ilham , menyemangati dan mengikat diri seseorang kepada nilai-
nilai kebenaran tanpa batas waktu.
*Spiritual adalah inti dari pusat diri sendiri
Menurut Psikolo VICTOR FRANK
1. Motivasi utama manusia dalam hidup adalah pencarian akan makna hidup
2. Kearifan spiritual adalah sikap hidup arif dan bijak secara spiritual yang cenderung lebih
bermakna dan bijak
3. Kecerdasan spiritual adalah bisa menyikapi segala sesuatu lebih jernih dan benar sesuai
hati nurani kita
SQ tinggi mempunyai ciri-ciri
1. Memiliki prinsip dan visi yang kuat
o Prinsip adalah sesuatu kebenaran yang hakiki dan fundamental berlaku secara
universal bagi seluruh umat dan merupakan pedoman berperilaku yang berupa
nilai-nilai permanen dan mendasar
o Visi adalah cara pandang bagaimana memandang sesuatu dengan visi yang benar
2. Mampu melihat kesatuan dalam keanekaragaman
3. Mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan penderitaan
4. Mampu memaknai setiap sisi kehidupan
5. Mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan penderitaan
o Prinsip utama bagi orang yang spiritualnya tinggi ada 3
✓ Prinsip kebenaran
✓ Prinsip keadilan
✓ Prinsip kebaikan

2.4 CREATIVITY QOUTIENT (CQ)

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 22 dari halaman 125
Creativity Qoutient = kecerdasan kreativitas
Yaitu potensi seseorang untuk memunculkan sesuatu penemuan-penemuan baru dalam
bidang ilmu dan teknologi serta semua bidang dalam usaha lainnya.
*GCIL FORD mengemukakan bahwa “Ciri-ciri Kreativitas” adalah
a. Kelancaran → kemampuan memproduksi banyak ide
b. Keluwesan → kemampuan untuk mengajukan bermacam-macam pendekatan
jalan, pemecahan masalah
c. Keaslian → kemampuan untuk melahirkan gagasan yang orisinal sebagai
hasil pemikiran sendiri
d. Penguraian → kemapuan menguraikan sesuatu secara terperinci
e. Perumusan kembali → kemampuan untuk mengkaji kembali suatu persoalan
melalui cara yang berbeda dengan yang sudah lajim
• Kreativitas terdiri dari 2 unsur
1. Kepasihan : kemampuan menghasilkan sejumlah gagasan dan ide pemecahan
masalah dengan lancer
2. Keluwesan : kemampuan untuk menemukan gagasan yang berbeda dan luar
biasa untuk memcahkan suatu masalah
• Hambatan untuk menjadi kreatif
✓ Kebiasaan
✓ Waktu
✓ Dibanjiri masalah
✓ Tidak ada masalah
✓ Takut gagal
✓ Kebutuhan akan sebuah jawaban sekarang
✓ Kegiatan mental yang sulit diarahkan
✓ Takut bersenang-senang
✓ Kritik orang lain
• Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai pelaksana suatu profesi dengan tingkat kecerdasan
kreativitas (CQ) yang tinggi adalah mereka yang kreatif , mampu mencari dan
menciptakan terobosan-terobosan dalam mengatasi berbagai kendala atau permaslaahan
yang muncul dalam lembaga profesi yang digeluti.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 23 dari halaman 125
2.5 AQ ( ADVERSITY QOUTIENT )
Apakah Adversity Qoutient (AQ) itu
Menurt P.Stoltz , AQ adalah kecerdasan untuk mengatasi kesulitan
AQ merupakan factor yang dapat menentukan bagaimana, jadi atau tidaknya serta
sejauh mana sikap , kemampuan dan kinerja anda terwujud didunia
(orang yang memiliki AQ tinggi akan lebih mampu mewujudkan cita-citanya
dibandingkan orang AQnya lebih rendah).
PAUL G.STOLTZ memberikan gambaran dengan meninjam terminology para pendaki
gunung. Dalam hal ini Stoltz membagi para pendaki gunung menjadi tiga (3) bagian :
1. Quitter (yang menyerah) → pekerja yang sekedar untuk bertahan hidup
2. Camper (berkemah ditengah perjalanan)
3. Climber (pendaki yang mencapai puncak)
• Para Quitter adalah para pekerja yang sekedar untuk bertahan hidup
• Para Camper lebih baik, karena biasanya mereka berani melaukan pekerjaan yang
beresiko, tetapi tetap mengambil resiko terukur dan aman
• Para Climber yakni mereka yang dengan segala keberaniannya menghadapi.
AQ adalah kemampuan / kecerdasan seseorang untuk bertahan menghadapi kesulitan-
kesulitan dan mampu mengatasi tantangan hidup,resiko,akan menuntaskan
pekerjaanya.(dalam hal ini Climber dianggap memiliki AQ tinggi)
Para Climber inilah yang berhasil menggerakan perekonomian PAUL G.STOLT
A. AQ tingkat “Guitters” (orang yang berhenti)
Tingkatan AQ paling rendah yakni orang-orang yang langsung menyerah ketika
menghadapi kesulitan hidup (orang yang tidak beriktiar dan hanya berkeluh
kesah)
B. AQ tingkat “Campers”(orang yang berkemah)
Campers adalah AQ tingkat bawah
Awalnya giat mendaki, berusaha menghadapi kesulitan hidup. Ditengah
perjalanan mudah merasa cukup dan mengakhiri pendakian/usahanya.
Contoh : orang yang sudah merasa cukup dengan menjadi sarjana, merasa sukses
bila memiliki jabatan dan materi.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 24 dari halaman 125
C. AQ tingkat “Cilmbers” (orang yang mendaki)
Cilmbers adalah pendaki sejati. Orang yang seumur hidup mendaki mencari hakikat
kehidupan menuju kemuliaan manusia dunia akirat.

Rentang AQ meliputi 3 golongan


• AQ rendah : 0 – 50
• AQ sedang : 95 – 134
• AQ tinggi : 166 – 200
AQ bukan sekedar anugerah yang bersifat pemberian. AQ ternyata bisa dipelajari, dengan
latihan-latihan tertentu, setiap orang bisa diberi pelatihan untuk meningkatlam level AQ nya
• Dunia kerja adalah dunia yang penuh dengan tantangan dan rintangan karena sanggupkan
kita menjalaninya?
• Sebagai pelaksana profesi yang ingin menjadi seorang yang professional hendaklah
menetapkan di hati bahwa “SAYA ADALAH PENDAKI SEJATI”yang akan
mengarungi semua tantangan dan rintangan yang ada.
• Namun satu hal yang perlu kita yakini bersama bahwa tidak ada manusia yang sempurna
, tidak ada jalan lurus mulus. Setiap individu mempunyai kelebihan dan kekurangan
dalam dirinya
• Hambatan dan peluang akan ditemui dalam mencapai cita-cita masa depan.

III.PENGENDALIAN DAN PENGGUNAAN DORONGAN

3.1 Faktor-faktor apakah yang mendorong anda untuk maju sukses:


▪ Beberapa ahli menyatakan bahwa hanyalah cara-caranya yang berbeda dalam memenuhi
kebutuhan - kebutuhan itu yaitu yang dipengaruhi atau ditentukan oleh kebudayaan dimana
seseorang itu hidup.
1. DORONGAN UNTUK MENADI LEBIH KONMPETEN
❖ Beberapa ahli psikologis akhir-akhir ini menyatakan, bahwa orang masih mempunyai
kebutuhan dasar yang lain, kebutuhan mana selama ini kurang mendapatkan perhatian.
2. BAGAIMANA SISTEM TNDAKAN ANDA BEKERIA
❖ Adalah dorongan oleh suatu kebutuhan untuk keunggulan dan kompetensi.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 25 dari halaman 125
❖ Dorongan motivasi ini sebagai suatu system tindakan (action system).
3. MENGHADAPI DORONGAN-DORONGAN ANDA
❖ Seseorang yang mempunyai suatu tingkat kegiatan yang tinggi, belum tentu menghadapi
alam sekitarnya dengan efektif.
4. KESIBUKAN HARUS EFISIEN
❖ Sibuk terus saja tidak cukup. Melainkan anda harus mengarahkan usaha – usaha anda. Anda
harus mengefisienkan pemakaian energi anda.
5. JANGAN MEREMEHKAN KELEBIHAN DAN KEUNGGULAN YANG SEDIKT
❖ Perbadaan yang kadang-kadang sangat tipis itu, dalam hal kelebihan atau keunggulan, sering
kali sangat besar arti dan akibatnya.
❖ Orang yang sukses dan efektif, sering hanya sedikit saja kelebihannya dari saingannya.
6. BUKAN BERAPA BANYAKNYA TAPI BAGAIMANA MENGGUNAKANNYA
❖ Jika anda sedikit lebih baik dibandingkan teman-teman anda dalam hal komunikasi dengan
para pekerja, maka pergunakanlah setiap kesempatan yang ada untuk melakukan hal tersebut
sesering mungkin.
7. PISAHKANLAH YANG PENTING DARI YANG KURANG PENTING DAN
TIDAK PENTING
❖ Suatu pendekatan yang paling kondusif adalah dengan memisahkan atau mengisolasi yang
penting dari yang kurang penting dan dengan menentukan proyek-proyek mana yang harus
lebih didahulukan.
8 SEPULUH JALAN UNTUK MEMAKSIMALKAN TENAGA DAN DORONGAN
❖ Beberapa ketidak efisienan berguna juga
❖ Atur dan rencanakanlah tujuan-tujuan yang efektif.
❖ Persiapkanlah diri anda sendiri.
❖ Jangan mencoba untuk menjadi orang yang ahli dalam setiap hal.
❖ Sadariah kemampuan – kemampuan anda dan terimalah kekurangan – kekurangan anda.
❖ Taksir dan nilailah pengaruh anda terhadap orang lain.
❖ Ulangi sukses - sukses anda.
❖ Belajarlah dari kegagalan kegagalan anda.
❖ Carilah seorang manejer dan pelatih yang baik.
❖ Perhatikanlah hal-hal yang kecil.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 26 dari halaman 125
9. BUATLAH RENCANA UNTUK MASA DEPAN.
❖ Hindarilah usaha self study itu, sehingga bersifat menghukum diri sendiri.
❖ Harapkanlah perubahan-perubahan kecil dan terimalah kemajuan yang lambat.
❖ Sadar dan mengertilah mengapa anda memerlukan perubahan.
❖ Ambilah keputusan berdasarkan keseimbangan yang wajar.
❖ Bedakan tujuan-tujuan personil jangka panjang dari tujuan-tujuan jangka pendek dan
sementara.

Selain 9 Pokok Dorongan diatas, apa yang anda ingin kejar untuk esok hari? Dan apa yang anda
tangisi masa lalu yang menhambat anda?

IV.PROFESIONAL KERJA DAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


4.1 Pengertian Profesi
Profesi adalah pekerjaan tetap bidang tertentu berdasarkan keahlian khusus yang
dilakukan secara bertanggung jawab dengan tujuan memperoleh penghasilan
Adapun nilai moral profesi menurut Franz Magnis Suseno yaitu :
• Berani berbuat untuk memenuhi tuntutan profesi
• Menyadari kewajiban yang harus dipenuhi selama menjalankan profesi
• Idealism sebagai perwujudan makna misi organisasi profesi

4.2 Pengertian Profesional


Profesional adalah pekerjaan yang menjalankan profesi. Setiap profesional berpegang
teguh pada nilai moral yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Dalam melakukan
tugas profesi, para profesional harus bertindak objektif artinya bebas dari rasa malu, sentimen,
benci, sikap malas dan enggan bertindak.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 27 dari halaman 125
Dengan demikian seorang professional jelas harus memiliki profesi tertentu yang
diperolah melalui sebuah proses pendidikan maupun pesanan yang khusus dan disamping itu
pula ada unsure semangat pengabdian (panggilan profesi) didalam melakukan suatu kegiatan
kerja. Hal ini perlu ditekankan benar untuk membedakan dengan kerja biasa (occupation) yang
semata bertujuan untuk mencari nafkah dan/atau kekayaan material duniawi.
Kelompok professional merupakan kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran yang
diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi yang
dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan
dinilai dari dalam oleh rekan sejawan, sesame profesi sendiri.
Tiga Watak Kerja Seorang Professional :
1. Kerja seorang professional itu beritikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya
kehormatan profesi yang digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu mementingkan atau
mengharapkan imbalan upah materil.
2. Kerja seorang professional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas
tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan dan atau pelatihan yang panjang,ekslusif
dan berat
3. kerja seorang professional-diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral-harus
menundukkan diri pada sebuah mekanisme control berupa kode etik yang di kembangkan
dan disepakati bersama di dalam sebuah organisasi profesi.

4.3 Pengertian Profesionalisme


Propesionalisme adalah suatu paham yang mencintakan dilakukan kegiatan-kegiatan kerja
tertentu dalam masyarakat,berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan
serta ikrar (fateri/profiteri) untuk menerima panggilan tersebut _ untuk dengan semangat
pengabdian selau siap memberikan pertolaongan kepada sesame yang tengah dirundung
kesulitan ditengah gelanya kehidupan(Wignjosoebroto,1999)
4.3.1 Faktor-faktor yang mendukung sikap Profesionalisme
Faktor yang mendukung sikap profesionalisme,dalam Royaen (2007.13)adalah
Performance dapat diartikan sebagai prestasi kerja ,pelaksanaan kerja,penampilan
kerja menurut Gibson,Performance atau kehandalan serta prestasi kerja adalah hasil yang

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 28 dari halaman 125
diiginkan dari pelaku prestasi yang dihasilkan dalam urutan maupun kurun waktu
tertentu .Sedangkan menurut Gomes prestasi kerja dapat dilihat dari:
• Kuantitas kerja
• Kualitas kerja
• Pengetahuan tentang pekerjaan
• Pendapat atau pernyataan yang disampaikan
2.Akuntablitas Aparatur
Akuntabilitas merupakan kebijakan stategis,hal ini harus dapat di implementasikan
untuk menciptakan kepatuhan pelaksanaa tugas dan kinerja pegawai Akuntabilitas juga
merupakan kewajiban untuk memberikan tanggung jawab kinerja kepada pihak –pihak
tertentu .Hal ini didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
• Adanya komitmen dari pimpinan dan dari seluruh staf instansi untuk melakukan
pengelolaan pelaksanaan misi agar akuntabel.
• Menjamin pengunaan sumber-sumber daya secara konsisten dan sesuai dengan
peraturan .
• Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan .
• Berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang diperooleh.
• Jujur ,objektif ,transparan ,dan inofatif.

3. Loyalitas Pegawai
Loyalitas aparat yang berkaitan dengan karakteristik sosk profesionalisme menurut
islam dalam Royen adalah kesetiaan diberikan kepada konstitusi, hukum, pimpinan,
bawahan dan rekan sekerja berbagai jenis kesetiaan tersebut satu sama lain dan tidak ada
kesetiaan yang mutlak diberikan kepada satu jenis kesetiaan tertentu dengan mengabaikan
yang lainnya.
4. Kemampuan Aparatur /Pegawai
Menurut Thoha, kemampuan merupakan salah satu unsur kematangan yang berkaitan
dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pendidikan dan pelatihan serta
pengalaman profesionalisme pegawai sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan pegawai
yang tercermin dalam perilaku sehari –hari. Istilah tersebut mengacu kepada potensi pegawai

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 29 dari halaman 125
dalam mengerjakan tugas dan bagiaanya. Adapun aspek-aspek profesionalisme Qemar
Hamalik dalam Royen(2007) dapat menambah pemahvaman terhadap profesionalisme yaitu :
- Aspek potensial
Setiap tenaga kerja tentunya memiliki potensi-potensi yang bersifat dinamik yang
dapat dikembangkan dan terus berkembang.
- Aspek profesionalisme
Setiap pegawai memiliki keahlian yang berbeda dari orang lain tergantung bidangnya
masing-masing. Hal ini menyebabkan seseorang terus meningkatkan keahliannya agar
bias bekerja lebih handal.

- Aspek fungsional
Para pegawai melaksanakan pekerjaannya yang didasarkan pada hasil tepat juna,
artinya bekerja sesuai tugas dan fungsinya
-Aspek operasional
Setiap pegawai dapat mendayagunakan kemampuan dan keterampilannya dalam
proses dan prosedur pelaksanaan keja yang ditekuninya.

-Aspek personal
Setiap pegawai harus memiliki sifat kepribadian yang menunjang pekerjaannya.
-Aspek produktifitas
Setiap pegawai harus memiliki motofkena dun prestasi baik kualitas maupun kuantitas

4.4 Kerja adalah Amanah: Bekerja Benar Penuh Tanggung Jawab


Amanah melahirkan sebuah sikap tanggungjawab, dengan demikian maka tanggung jawab harus
ditunaikan dengan baik dan benar bukan hanya sekedar formalitas Rasa tanggung jawab
terhadappekerjaan yang didelegasikan kepadakita akan menumbulkankehendak kuat untuk
melaksanakan tugas dengan benar sesuaiJob description untuk mencapai targct yang ditetapkan.

4.5 Kerja adalah Panggilan: Bekerja Tuntas Penuh Integritas.


Dalam konteks pekerjaan, panggilan umum ini memiliki arti bahwa apa saja yang kita kerjakan
hendaknya memenuhi tuntutan profesi Profesi yang kita jalani untukmenjawab panggilan kita

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 30 dari halaman 125
sebagai akuntan, hakim, dokter, dsb. Agar panggilan dapat diselesaikan hingga tuntas traka
diperlukan integritas yang kuat karena dengan memegang teguh integritas maka kita dapat
bekerja dengan sepenuh hati.segenap pikiran, segenap tenaga kita secara total, utuh dan
menyelunuh

4.6 Integritas
Integritas adalah kosistensi dalam bertindak sesuai dengan norma-norma moral etika dan hukum.
serta berkomitmen untuk senantiasa menjaga dan memeliharanya Penusahaan yang tidak
memiliki integritas sebarai fondasinya biasanya tak akan benahan lama Karena itu nilai ini
menjadi yang pertama dan utama dan hans dimil dihayati dan diamalkan oleh setiap karyawan.
Pada tingkat korporasi, integritas merupakan salah satu praktik dalam pelaksanaan Tata kelola
perusahaan yang baik
Prinsip-prinsip integitas dalam tindakan:
1. Jujur ,beretika, bertanggung Jawab dan dapat dipercaya
2. Satu dan satu tindakan, berdasarkan data dan fakta
3. Mempunyai rasa memiliki terhadap perseroan
4. Menjaga kepatutan dan nama baik Peneroan
5. Menghargai piliak yang telah berjasa kepada Perseroan
4.7 Cara Pengembangan Prefesionalisme Kerja
Dalam rangka mengembangkan profesionalisme kerja,tentu saja diperlukan proses
pendidikan, pelatihan dan pembelajaran bagi para pegawai berdasarkan kategori pegawai
pelatihan dapat berupa program orientasi pegawai baru, pelatihan umum secara
ekstensif ,pelatihan job-spesific, praktik standar setahap demi setahap dan pelatihan
peralatan,serta prosedur operasi
Adapun hal yang harus dilakukan dari pilak tempat kita bekerja sebagai benkut;
o Menyelenggarakan kegiatan penataran dan pelatihan terhadap para pekerja yang
dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan
o Memberikan kempatan kepada para pekerja untuk melanjutkan pendidikannya ketingkat
yang lebih tinggi
o Mengirim atau menyekolahkan para pekeja pilhan ke luar negeri

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 31 dari halaman 125
o Menyelenggarakan kegiatan seminar atau workshop yang berkaitan dengan peningkatan
kualitas tenaga kerja
o Menyediakan fasilitas dan bantuan dana kepada para pekerja yang berprestasi untuk
meningkatkan keahlian bidangnya

4.8 Profesionalisme Kerja


Profesionalisme Kerja adalah komitmen para pekerja (anggota suatu profesi ) untuk
meningkatkan kemampuannya secara terus menerus
❖ Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil (perfect result) .
Sehingga kita dituntut untuk selalu mencari peningkatan mutu
❖ Profesionalisme memerlukan kesungguhan kerja yang hanya dapat diperoleh melalui
pengalaman dan kebiasaan
❖ Profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tidak mudah puas atau
putus asa sampai hasil tercapai
❖ Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak terryahkan oleh “keadaan
terpaksa” atau godaan iman seperti harta dan kenikmatan hidup.
❖ Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan fikiran dan perbuatan, sehingga terjaga
efektivitas kerja yang tinggi

Dalam profesionalisme kerja dituntut adanya kompetensi. Menurut ILO ASPDEP pada
seminar penyusunan Regional Model Competency Standards, Bangkok, 1999, kompetensi
meliputi:
1. Keterampilan melaksanakan tugas individu dengan efisien ( Task skill).
2. Keterampilan mengelola beberapa tugas yang berbeda dalam pekerjaannya(Task
management skill)
3. Keterampilan merespon dengan efektif hal-hal yang bukan merupakan pekerjaan rutin
dan kerusakan (Contigency management skill).
4. Keterampilan menghadapi tanggung jawab dan tuntutan lingkungan termasuk bekerja
dengan orang lain dan bekerja dalam kelompok (Job/role environmet skill).

4.9 Standard Operasional Prosedur (SOP)

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 32 dari halaman 125
4.9.1 Pengertian Standard Operasional Prosedur (SOP)

Standard Operasional Prosedur atau disingkat SOP adalah dokumen yang berkaitan
dengan prosedur yang dilakukan secara kronologis untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang
bertujuan untuk memperoleh hasil kerja yang paling efektif dari para pekerja dengan biaya yang
serendah rendahnya.

SOP juga dapat dikatakan sebagai acuanatau pedoman untuk melakukan pekerjaan atau
tugasnya sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja para karyawan sesuai indikator-
indikator administrasi, teknik dan prosedural berdasarkan tata kerja, sistem kerja dan prosedur
kerja pada unit kerja yang berkaitan.

4.9.2 Tujuan Standar Operasional Prosedur (SOP)

Secara umum tujuan dari SOP adalah untuk:

• Agar petugas (pegawai)menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas/pegawai atau tim
dalam organisasi atau unit kerja
• Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi
• Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas/pegawai terkait.
• Melindungi organisasi (unit) kerja dan petugas/pegawai dari malpraktek atau kesalahan
administrasi lainnya.
• Untuk menghindari kegagalan atau kesalahan, keraguan, duplikasi dan inefesiensi

4.9.3 Fungsi Standar Operasional Prosedur (SOP)

Berikut adalah fungsi dari Standard Operasional Prosedur (SOP):

• Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim/unit kerja.


• Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.
• Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak.
• Mengarahkan petugas/pegawai untuk sama-sama displin dalam bekerja.
• Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin.

4.9.4 Manfaat dan Kegunaan Standard Operasional Prosedur (SOP)

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 33 dari halaman 125
Setelah mengetahui pengertian dan fungsi SOP, simaklah manfaat dan kegunaan Standard
Operasional Prosedur (SOP):

• SOP yang baik akan menjadi pedoman bagi pelaksana, menjadi alat komunikasi dan
pengawasan dan menjadikan pekerjaan diselesaikan secara konsistensi.
• Para pegawai akan lebih memiliki percaya diri dalam bekerja dan tahu apa yang harus
dicapai dalam setiap pekerjaan.
• SOP juga bisa dipergunakan sebagai salah satu alat training dan bisa digunakan untuk
mengukur kinerja pegawai.

Manfaat Standard Operasional Prosedur (SOP) menurut Permenpan No.PER/21/M-PAN/11/2008


adalah:

• Sebagai standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan


khusus, mengurangi kesalahan dan kelalaian.
• SOP membantu staf menjadi lebih mandiri dan tidak bergantung pada intervensi
manajemen, sehingga akan mengurangi keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan proses
sehari-hari.
• Meningkatkan akuntabilitas dengan mendokumentasikan tanggung jawab khusus dalam
melaksanakan tugas.
• Menciptakan ukuran standar kinerja yang akan memberikan pegawai cara konkret untuk
memperbaiki kinerja serta membantu evaluasi usaha yang telah dilakukan.
• Menciptakan bahan-bahan training yang dapat membantu pegawai baru untuk cepat
melakukan tugasnya.
• Menunjukan kinerja bahwa organisasi efisien dan dikelola dengan baik.
• Menyediakan pedoman bagi setiap pegawai di unit pelayanan dalam melaksanakan
pemberian pelayanan sehari-hari.
• Menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas pemberian pelayanan.
• Membantu penelusuran terhadap kesalahan-kesalahan prosedural dalam memberikan
pelayanan. Menjamin proses pelayanan tetap berjalan dalam berbagai situasi.

V.KEBENARAN, KEBAIKAN, KEBAJIKAN DAN KEBAHAGIAAN


5.1 KEBAIKAN

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 34 dari halaman 125
Kebaikan berasal dari kata baik (al-khair), yang berarti sesuatu telah mencapai kesempurnaan,
sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dalam kepuasan, membawa kesenangan dan
persatuan. Baik juga berarti sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran, nilai yang diharapkan
memberikan kepuasan, mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang atau bahagia.
Kebaikan apabila memberikan kesenangan, kepuasan, kenikmatan, yang di nilai positif
oleh orangyang menginginkannya.baik adalah sesuatu yang berharga untuk suatu tujuan. Sesuatu
itu baik bagi seseorang apabila sesuai dan berguna untuk tujuannya. Masing-masing orang
mempunyai tujuan yang berbeda-beda, ada yang bertentangan, sehingga yang berharga untuk
seseorang berbeda dengan yang berharga untuk orang atau golongan lainnya.
Sesuatu yang dapat dikatakan baik apabila member kesenangan, kepuasan, kenikmatan,
sesuai dengan yang di harapkan, dapat di nilai positif oleh orang yang menginginkannya. Baik di
sebut juga mustahab, yaitu amal atau perbuatan yang disenangi. Al-Ghazali menyebutkan,
perbuatan dapat dikatakan baik karena adanya pertimbangan akal yang mengambil keputusan
secara mendesak,seperti menyelamatkan orang-orang yang menderita kecelakaan.
Baik berarti sesuatu yang pantas dikerjakan dan diusahakan atau dikehendaki. Sesuatu yang
baik adalah yang memenuhi hasrat dasar manusia. Bila diterapkan bagi kehendak manusia
merupakan predikat yang positif. Dalam filsafat dikatakan bahwa kebaikan melandaskan diri
pada kebaikan dan setiap kenyataan yang ada berkecenderungan mempertahankan diri. Mengejar
kesempurnaan dirinya tetap berada, sehingga pada hakikatnya dapat bersifat dan berbuat baik.
Baik dikatakan baik, apabila sesuai dilakukan berdasarkan fitrah manusia sesuai dengan
hakikatnya.
Al-Ghazali menerangkan adanya empat pokokkeutamaan etika baik, yaitu sebagai berikut :
• Mencari Hikmah. Hikmah adalah keutamaan yang lebih baik. Ia memandang bentuk
hikmah yang harus dimiliki seseorang yaitu jika berusaha untuk mencapai kebenaran dan
ingin terlepas dari semua kesalahan dari semua hal.
• Bersikap Berani. Berani berarti sikap yang dapat mengendalikan kekuatan amarahnya
dengan akal untuk maju. Orang yang memiliki etika baik biasanya pemberani,dapat
menimbulkan sifat-sifat yang mulia, suka menolong, cerdas, dapat mengendalikan jiwanya,
suka menerima saran dan kritik orang lain, penyantun, memiliki perasaan kasih dan cinta.
• Bersuci Diri. Suci berarti mencapai fitrah, yaitu sifat yang dapat mengendalikan
syahwatnya dengan akal dan agama. Orang yang memiliki sifat fitrah dapat menimbulkan

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 35 dari halaman 125
sifat-sifat pemurah, pemalu, sabar, toleransi, sederhana, sederhana, cerdik, dan tidak rakus.
Fitrah merupakan suatu potensi yang diberikan Allah, dibawa oleh manusia sejak lahir yang
menurut tabi’atnya cenderung kepada kebaikan, dan mendorong manusia untuk berbuat
baik.
• Berlaku Adil. Adil yaitu seseorang yang dapat membagi dan memberi haknya sesuai
dengan fitrahnya, atau seseorang mampu menahan kemarahannya dan nafsu syahwatnya
untuk mendapatkan hikmah di balik peristiwa yang terjadi. Adil juga berarti tindakan
keputusan yang dilakukan dengan cara tidak berat sebelah atau merugikan satu pihak, tetapi
saling menguntungkan. Pepatah mengatakan bahwa langit dan bumi di tegakkan dengan
keadilan.
Orang yang mempunyai etika baik dapat bergaul dengan masyarakat secara luwes, karena
dapat melahirkan sifat saling cinta mencintai dan saling tolong menolong. Etika baik, bukanlah
semata-mata teori yang muluk-muluk, melainkan etika baik sebagai tindak-tanduk manusia yang
keluar dari hati. Etika baik merupakan sumber dari segalaperbuatan yang sewajarnya. Suatu
perbuatan yang dilihat merupakan gambaran dari sifat-sifatnya tertanam dalam jiwa baik.

5.2 BENTUK-BENTUK ETIKA BAIK


Bentuk-bentuk etika baik secara umum adalah sebagai berikut :
• Etika Sopan Santun. Di Jepang dan Cina etika sopan santun paling di utamakan,
contohnya memperlihatkan rasa terimakasih pada hal-hal yang kecil.
• Etika Minimalis. Bentuk ini yang paling dikenal, yaitu tidak selalu mementingkan
kepentingan pribadi, tetapi lebih mementingkan kepentingan pribadi, tetapi lebih
mementingkan kepentingan bersama.
• Etika Fungsional. Yaitu etika seorang legislator dengan individu lainnya dalam hubungan
dengan konstituen memberikan suatu subyek yang lebih sesuai secara alamiah.
• Etika Jabatan. Para pejabat bertindak atas nama orang lain, mereka diandaikan memiliki
hak dan kewajiban yang tidak dimiliki warga Negara biasa, atau sekurang-kurangnya dimiliki
warga Negara biasa, tetapi pada taraf yang tidak sama sebagai alat Negara, para pejabat
dinilai dengan prinsip-prinsip yang interpretasi secara berbeda disbanding prinsip-prinsip
yang berlaku bagi orang-orang yang bertindak untuk diri mereka sendiri dan bagi kelompok
yang tidak terlalu inklusif.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 36 dari halaman 125
5.3 KEBAJIKAN
Setiap akan mendefinisikan kebajikan, maka tidak lepas akan dari empat hal, yaitu :
• Kebiasaan (habit) merupakan kualitas kejiwaan, keadaan yang tepat, sehingga
memudahkan pelaksanaan perbuatan.
Kebiasaan disebut juga “Kodrat yang kedua”. Ulangan perbuatan memperkuat kebiasaan,
sedangkan meninggalkan suatu perbuatan atau melakukan perbuatan yang bertentangan
akan melenyapkan kebiasaan.
Kebiasaan dalam pengertian yang sebenarnya hanya ditentukan pada manusia, karena
hanya manusia yang dapat dengan sengaja, bebas, mengarahkan kegiatan.
• Kebiasaan yang dari sudut kesusilaan baik dinamakan kebajikan (virtue),sedangkan yang
jahat, buruk, dinamakan kejahatan (vice).
Kebajikan adalah kebiasaan yang menyempurnakan manusia. Selain itu, kebajikan adalah
pengetahuan, kejahatan ketidaktahuan. Tidak ada orang berbuat jahat atas suka rela
(Socrates).
“Keinginan manusia dapat menentang akal, dan akal tidak mempunyai kekuasaan mutlak
atas keinginan, kecuali kekuasaan tidak langsung. Keinginan harus dilatih untuk tunduk
pada budi” (Aristoteles)
• Kebajikan budi menyempurnakan akal menjadi alat yang baik untuk menerima
pengetahuan. Bagi budi spekulatif kebajikan disebut pengertian, pengetahuan. Bagi budi
praktis disebut kepandaian, kebijaksanaa.
Kebajikan kesusilaan menyempurnakan keinginan, yaitu dengan cara tengah
• Kebajikan pokok, kebajikan susila yang terpenting, meliputi :
o Menuntut keputusan budi yang benar guna memilih alat-alat dengan tepat untuk
tujuan yang bernilai (kebijaksanaan)
o Pengendalian keinginan kepada kepuasan badaniah (pertahanan/ pengendalian
hawa nafsu inderawi)
o Tidak menyingkir dari kesulitan (kekuatan)
o Memberikan hak kepasa yang memilikinya (keadilan)

5.4 KEBAHAGIAAN

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 37 dari halaman 125
Dalam pengertian biasa, bahagia itu disamakan artinya dengan kesenangan. Kesenangan
yang dimaksud adalah menurut ukuran fisik, harta, atau apa saja yang tampak, yang dapat di nilai
dengan uang. Jadi orang yang sudah senang karena harta bendanyayang banyak, sudah sama
artinya dengan orang yang berbahagia. Bahagia = kesenangan.
Yang mengherankan adalah orang yang sudah menganggap diri bahagia tidak tahu
memberikan penjelasan, apakah sebenarnya bahagia yang telah di peroleh itu.
Para ahli Filosof berpendapat tentang bahagia sebagai berikut :
▪ Celakalah orang yang berakal karena kemajuan akalnya, dan bahagialah orang yang
bodoh karena kebebalannya. Ini kata Muntanabbi, filosof mistik Arab yang terkenal itu.
Apa benar demikian? Tertas rasa hati berat menerimanya.
▪ Bertambah luas akal, bertambah luasnya hidup, bertambahlah bahagia bagi diri.
Bertambah sempit akal, bertambah sempit pulalah kehidupan, bertambah datanglah
celaka bagi diri. Ini kata Hamka, filosof Indonesia yang termasyur itu. Jelas merupakan
sanggahan atas pendapat Mutanabbi yang mengecilkan peranan dan arti akal bagi
manusia.
▪ Kenapa manusia begitu gila memburu bahagia? Ketahuilah bahwa bahagia di dunia ini
tidak ada, umur saja yang habis untuk menjawabnya! Ini ucapan Thomas Hardy, (1840-
1928) salah seorang pujangga inggris kenamaan. Bila anda setuju pendapat ini, tidur
sajalah dirumah, nanti bahagia itu yang dating mencari anda.
▪ Sesungguhnya kebahagiaan itu di dapati dalam perjuangan yang terus menerus. Bahagia
yang paling besar adalah pada kesenangan yang silih berganti. Kesenangan itu
sebenarnya tidak ada, kalau tidak ada perjuangan. Ini pendapat Amin Raihany, pejuang
Arab Kristen (ketika Mesir masih dalam jajahan Inggris)
▪ Bahagia atau kesenanganadalah tujuan hidup manusia. Kesentosaan hidup tersimpan
dalam bahagia, dan kesengsaraan hidup adalah dalam penderitaan. Pandangan budi
tertuju kepada perbuatan yang mendatangkan bahagia. Sifat-sifat keutamaan tidaklah
mempunyai harga sendiri, tetapi harganya adalah terletak pada ukuran kesenangan yang
mengiringinya sebagai akibatnya. Demikian pendapat Epicurus (342-270 SM), salah
seorang dari filosof Yunani yang terkenal dengan filsafat kesenangan
▪ Bahagia itu terbagi dua. Yang pertama tempat timbulnya adalah pada perasaan, dan yang
kedua sumbernya adalah pada pikiran. Kedua jenis bahagia itu sama derajatnya, tetapi

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 38 dari halaman 125
yang kedua ini hanya dapat dinikmati oleh ahli-ahli piker. Ini pendapat Bertrand Russel
(1872-1970), filosof Inggris kenamaan itu.
Menurut Aristoteles, kebahagiaan dalam bahasa Yunani adalah Eudimonia. Oleh karena itu
etika Aristoteles dinamakan eudemonisme. Sedangkan kebahagiaan menurutnya akan semakin
dinikmati apabila kita merealisasikan potensi-potensi kita sebagai manusia. Etika menawarkan
kita kepada petunjuk untuk hidup bahagia.
Selain itu, kebahagiaan mesti terletak dalam kegiatan yang khas bagi manusia dan itulah kegiatan
bagian jiwa yang berakal tinggi. Maka nilai tertinggi, kebahagiaan, tercapai apabila manusia mau
menggiatkan akal budi, baik secara murni dalam kontemplasi filosofi, maupun dengan secara
aktif melibatkan diri dalam kehidupan komunitas.

5.5 KEBENARAN DAN ETIKA BANGSA


Untuk menentukan kepercayaan dari sesuatu yang dianggap benar, para filosof bersandar kepada
5 cara untuk menguji kebenaran, yaitu koresponden (yakni persamaan dengan fakta), teori
koherensi atau konsistensi, teori pragmatis, teori kebenaran performatif, dan teori
kebenaran konsensus.
A. Pandangan Filsuf
1. Teori Korespondensi (Kebenaran Faktual)
Rumusan teori korespondensi tentang kebenaran ini bermula dari Aritoteles (384-322 S.M.) dan
disebut teori penggambaran yang definisinya berbunyi sebagai berikut :
“VERITAS EST ADAEQUATIO INTELCTUS ET RHEI”
[kebenaran adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan].
Kemudian teori korespondensi ini dikembangkan oleh Bertrand Russel (1872-1970). Ujian
kebenaran yang dinamakan teori korespondensi adalah paling diterima secara luas oleh
kelompok realisme dan materialisme. Teori ini berprinsip pada pemikiran Induksi, yaitu
pengambilan kesimpulan dari Umum ke Khusus. Kebebaran diperoleh setelah diadakan
pengamatan dan pembuktian (Observasi dan Verifikasi).
Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita obyektif (fidelity to objective
reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau
antara pertimbangan (judgement) dan situasi yang pertimbangan itu berusaha untuk melukiskan,
karena kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita
lakukan tentang sesuatu (Titus, 1987:237).

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 39 dari halaman 125
Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu
pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut
(Suriasumantri, 1990:57). Misalnya jika seorang mahasiswa mengatakan “kota Yogyakarta
terletak di pulau Jawa” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek
yang bersifat faktual, yakni kota Yogyakarta memang benar-benar berada di pulau Jawa.
Sekiranya orang lain yang mengatakan bahwa “kota Yogyakarta berada di pulau Sumatra” maka
pernnyataan itu adalah tidak benar sebab tidak terdapat obyek yang sesuai dengan pernyataan
terebut. Dalam hal ini maka secara faktual “kota Yogyakarta bukan berada di pulau Sumatra
melainkan di pulau Jawa”.
Menurut teori koresponden, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan langsung
terhadap kebenaran atau kekeliruan, oleh karena atau kekeliruan itu tergantung kepada kondisi
yag sudah ditetapkan atau diingkari. Jika sesuatu pertimbangan sesuai dengan fakta, maka
pertimbangan ini benar, jika tidak, maka pertimbangan itu salah (Jujun, 1990:237).

2. Teori Koherensi (Kebenaran Rasio)


Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau
konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar (Jujun, 1990:55).,
artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan pertimbangan
lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurut logika.
Misalnya, bila kita menganggap bahwa “semua manusia pasti akan mati” adalah suatu
pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “si Hasan seorang manusia dan si Hasan pasti
akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang
pertama.
Seorang sarjana Barat A.C Ewing (1951:62) menulis tentang teori koherensi, ia mengatakan
bahwa koherensi yang sempurna merupakan suatu ideal yang tak dapat dicapai, akan tetapi
pendapat-pendapat dapat dipertimbangkan menurut jaraknya dari ideal tersebut. Sebagaimana
pendekatan dalam aritmatik, dimana pernyataan-pernyataan terjalin sangat teratur sehingga tiap
pernyataan timbul dengan sendirinya dari pernyataan tanpa berkontradiksi dengan pernyataan-
pernyataan lainnya. Jika kita menganggap bahwa 2+2=5, maka tanpa melakukan kesalahan lebih
lanjut, dapat ditarik kesimpulan yang menyalahi tiap kebenaran aritmatik tentang angka apa saja.
Kelompok idealis, seperti Plato (427-347 S.M.) juga filosof-filosof modern seperti Hegel, F. H.
Bradley (1864-1924) dan Royce memperluas prinsip koherensi sehingga meliputi dunia; dengan
begitu maka tiap-tiap pertimbangan yang benar dan tiap-tiap sistem kebenaran yang parsial
bersifat terus menerus dengan keseluruhan realitas dan memperolah arti dari keseluruhan

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 40 dari halaman 125
tersebut (Titus, 1987:239). Meskipun demikian perlu lebih dinyatakan dengan referensi kepada
konsistensi faktual, yakni persetujuan antara suatu perkembangan dan suatu situasi lingkungan
tertentu.

3. Teori Pragmatik
Teori selanjutnya adalah teori pragmatisme tentang kebenaran. Pragmatisme berasal dari bahasa
yunani pragma, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan.
Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang
terbit pada tahun 1878 yangberjudul “How to Make Ideals Clear”. Teori ini kemudian
dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika yang
menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini di
antaranya adalah William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart Mead
(1863-1931) dan C.I. Lewis (Jujun, 1990:57)
Pragmatisme menantang segala otoritanianisme, intelektualisme dan rasionalisme. Bagi mereka
ujian kebenaran adalah manfaat (utility), kemungkinan dikerjakan (workability) atau akibat yang
memuaskan (Titus, 1987:241), Sehingga dapat dikatakan bahwa pragmatisme adalah suatu aliran
yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan
perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Pegangan pragmatis adalah logika
pengamatan dimana kebenaran itu membawa manfaat bagi hidup praktis (Hadiwijono, 1980:130)
dalam kehidupan manusia.
Kriteria pragmatisme juga dipergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran ilmiah dalam
prespektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu
mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat
pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu
dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan
ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan (Jujun,
1990:59), demikian seterusnya. Tetapi kriteria kebenaran cenderung menekankan satu atau lebih
dati tiga pendekatan (1) yang benar adalah yang memuaskan keinginan kita, (2) yang benar
adalah yang dapat dibuktikan dengan eksperimen, (3) yang benar adalah yang membantu dalam
perjuangan hidup biologis. Oleh karena teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan
pragmatisme) itu lebih bersifat saling menyempurnakan daripada saling bertentangan, maka teori
tersebut dapat digabungkan dalam suatu definisi tentang kebenaran. kebenaran adalah
persesuaian yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta pengalaman atau kepada
alam seperti adanya. Akan tetapi karena kita dengan situasi yang sebenarnya, maka dapat
diujilah pertimbangan tersebut dengan konsistensinnya dengan pertimbangan-pertimbangan lain
yang kita anggap sah dan benar, atau kita uji dengan faidahnya dan akibat-akibatnya yang praktis
(Titus, 1987:245).

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 41 dari halaman 125
4. Teori Kebenaran Performatif
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas
tertentu. Contoh pertama mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim di Indonesia
mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkan sebagian yang lain mengikuti
fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu. Contoh kedua adalah pada masa rezim orde lama
berkuasa, PKI mendapat tempat dan nama yang baik di masyarakat. Ketika rezim orde baru, PKI
adalah partai terlarang dan semua hal yang berhubungan atau memiliki atribut PKI tidak berhak
hidup di Indonesia. Contoh lainnya pada masa pertumbuhan ilmu, Copernicus (1473-1543)
mengajukan teori heliosentris dan bukan sebaliknya seperti yang difatwakan gereja. Masyarakat
menganggap hal yang benar adalah apa-apa yang diputuskan oleh gereja walaupun bertentangan
dengan bukti-bukti empiris.
Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif. Pemegang
otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat, pemimpin
masyarakat, dan sebagainya. Kebenaran performatif dapat membawa kepada kehidupan sosial
yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil dan sebagainya.
Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis dan rasional.
Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari pemegang
otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebenaran ini
seakan-akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin adat dan
tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.

5. Teori Kebenaran Konsensus


Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu
dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung paradigma tersebut.
Banyak sejarawan dan filosof sains masa kini menekankan bahwa serangkaian fenomena atau
realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh kelompok ilmiah tertentu ditentukan oleh pandangan
tertentu tentang realitas yang telah diterima secara apriori oleh kelompok tersebut. Pandangan
apriori ini disebut paradigma oeh Kuhn dan world view oleh Sardar. Paradigma ialah apa yang
dimiliki bersama oleh anggota-anggota suatu masyarakat sains atau dengan kata lain masyarakat
sains adalah orang-orang yang memiliki suatu paradigma bersama.
Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karena adanya paradigma. Sebagai
konstelasi komitmen kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi
determinan penting dari perilaku kelompok meskipun tidak semua anggota kelompok
menerapkannya dengan cara yang sama. Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman
individual dalam penerapan nilai-nilai bersama yang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu
karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 42 dari halaman 125
pengetahuan. Paradigma berfungsi sebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak
tertulis.
Pengujian suatu paradigma terjadi setelah adanya kegagalan berlarut-larut dalam memecahkan
masalah yang menimbulkan krisis. Pengujian ini adalah bagian dari kompetisi di antara dua
paradigma yang bersaingan dalam memperebutkan kesetiaan masyarakat sains. Falsifikasi
terhadap suatu paradigma akan menyebabkan suatu teori yang telah mapan ditolak karena
hasilnya negatif. Teori baru yang memenangkan kompetisi akan mengalami verifikasi. Proses
verifikasi-falsifikasi memiliki kebaikan yang sangat mirip dengan kebenaran dan memungkinkan
adanya penjelasan tentang kesesuaian atau ketidaksesuaian antara fakta dan teori.
Pengalih kesetiaan dari paradigma lama ke paradigma baru adalah pengalaman konversi yang
tidak dapat dipaksakan. Adanya perdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatif
suatu paradigma dalam memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa
mendatang dapat menjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas.
Adanya jaringan yang kuat dari para ilmuwan sebagai peneliti konseptual, teori, instrumen, dan
metodologi merupakan sumber utama yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan
pemecahan berbagai masalah.

B. REALITA KEBENARAN dan ETIKA KEHIDUPAN

Dari Zaman ke Zaman, (Ribuan Tahun) Setiap orang menjadi bertanya-tanya, apakah yang
dimaksudkan dengan kebenaran dan apakah ada kebenaran yang mutlak?
“Kebenaran dirindukan walau belum ditemukan”
Mari kita melihat contoh yang sederhana, misalkan kita dihadapkan pada suatu realitas ada balon
berwarna merah. Kalau seseorang mengatakan bahwa balon tersebut berwarna ungu, maka orang
tersebut tidak mengatakan kebenaran, walaupun di dalam pikirannya dia mengatakan bahwa
balon tersebut berwarna ungu atau dia memakai kacamata dengan warna tertentu, sehingga
membuat balon tersebut berwarna ungu.
Orang tersebut tidak mengatakan kebenaran karena apa yang ada di pikirannya tidaklah sesuai
dengan kenyataan. Jadi, kebenaran dapat didefinisikan sebagai “conformity of mind with
reality” atau kesesuaian antara pikiran dan realitas. Oleh karena itu, kebenaran sebenarnya
adalah adalah persamaan antara pikiran (thought) dan sesuatu (thing). Dikatakan formal atau
logical truth jika pemikiran memberikan pertimbangan yang benar akan suatu realitas. Oleh
karena itu, kebenaran senantiasa berhubungan dengan pertimbangan dimana pikiran memberikan
persetujuan atau ketidaksetujuan akan ide-ide dan realitas, dimana ide-ide ini dimanifestasikan.
Karena manusia diciptakan mempunyai akal budi (reason) yang terdiri dari akal (intellect) dan
kehendak (will). Dengan akalnya, manusia dapat mengetahui kebenaran dan dengan budinya

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 43 dari halaman 125
manusia dapat menginginkan kebenaran atau sesuatu yang dia pandang baik. Secara
kodrat, manusia mempunyai kapasitas untuk mengetahui kebenaran hakiki, seperti:
keberadaan dirinya dan keberadaan Pencipta-Nya. Namun untuk mengetahui kebenaran
sejati tentang Penciptanya dan hakekat dirinya sendiri, dibutuhkan waktu yang lama dan
tidak semua orang dapat sampai pada kebenaran tersebut, karena sering tercampur dengan
banyak kesalahan, baik dari pemikiran sendiri maupun dari lingkungan. Dalam sejarah kita dapat
mengenal Aristoteles yang berdasarkan pemikiran manusia dapat mencapai kesimpulan
akan adanya Tuhan yang satu, yang baik, yang benar dan yang indah.

C. LIMA DASAR KEBENARAN PANCASILA

1. Ke-Tuhanan

Menurut Notonagoro, sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa mengandung isi arti mutlak, bahwa
dalam Negara Republik Indonesia tidak ada tempat bagi pertentangan dalam hal ke-Tuhanan atau
keagamaan, bagi sikap dan perbuatan anti-Ketuhanan atau anti keagamaan dan bagi paksaan
agama. Pertentangan dalam hal ke-Tuhanan pada dasarnya berasal dari dunia Barat yang
bersumber pada pengaruh hasil ilmu pengetahuan alam kodrat.

Berdasarkan tafsir Notonagoro ini, maka kebenaran dalam konteks Pancasila dipahami atau
dimaknai sebagai tiadanya pertentangan dengan Tuhan. Dalam makna yang lain, kebenaran
adalah kesesuaian dengan nilai-nilai ketuhanan. Hidup yang benar apabila kehidupan yang
dijalani mengandung harmonisasi dengan kehendak Tuhan. Hal ini tentu berbeda dengan dunia
ilmu pengetahuan di Barat yang seringkali mengabaikan harmonisasi dengan kehendak dalam
mencapai kebenaran. Makna kebenaran ini sangat berbeda dengan yang berlaku di Barat. Teori
kebenaran korespondensi, misalnya, yang menyatakan bahwa kebenaran adalah kesesuaian
dengan fakta (fact).

Mengenai kebenaran akan adanya Tuhan, seperti Aristoteles, Pancasila dalam tafsir Notonagoro
memaknai Tuhan sebagai causa prima. Dia mangatakan: ”Hakekat Tuhan adalah causa prima,
dan unsur-unsur hakekat yang terkandung dalam causa prima.” Namun tentunya, Pancasila tidak
mengandung dualisme materi dan bentuk dalam filsafat Aristoteles.

2. Kemanusiaan

Kebenaran adalah aktualisasi atau perwujudan dan terpenuhinya hakekat manusia. Notonagoro
menyatakan, sila kedua dari Pancasila mengandung cita-cita kemanusiaan, yang lengkap

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 44 dari halaman 125
sempurna memenuhi hakekat manusia. Hakekat yang dimaksud dalam hal ini meliputi:
bhinneka-tunggal dan majemuk-tunggal atau monopluralis.

Hakekat bhinneka-tunggal menunjukkan bahwa pada manusia terdapat gejala-gejala alam atau
proses-proses fisis, gejala-gejala vegetatif, dan gejala-gejala animal. Selain itu, berbeda dengan
tumbuh-tumbuhan dan hewan, manusia memiliki kemampuan berpikir, berasa, dan berkehendak.
Sedangkan hakekat majemuk-tungal atau monopluralis menunjukkan bahwa hakekat manusia itu
adalah untuk melakukan perbuatan lahir dan batin atas dorongan kehendak, berdasarkan atas
putusan akal, selaras dengan rasa untuk memenuhi hasrat-hasrat sebagai ketunggalan, yang
ketubuhan, yang kejiwaan, yang perseorangan, yang kemakhlukan sosial, yang berkepribadian
berdiri sendiri, yang kemakhlukan Tuhan.

Sesuatu hal dikatakan benar apabila sesuatu itu mendorong pada semakin menguatnya nilai-nilai
kemanusiaan. Segala upaya mencapai tujuan dengan menghalalkan segala cara tidak
mendapatkan tempat dalam Pancasila. Sebagai refleksi, Niccolo Machiavelli. Baginya
menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan dapat dibenarkan.

3. Persatuan

Notonagoro menyatakan, sifat mutlak kesatuan bangsa, wilayah dan Negara Indonesia yang
terkandung dalam sila ketiga, dengan segala perbedaan dan pertentangan di dalamnya,
memenuhi sifat hakekat daripada satu, yaitu mutlak tidak dapat dibagi. Segala perbedaan dan
pertentangan adalah hal yang biasa yang justru pasti dapat disalurkan untuk memelihara dan
mengembangkan kesatuan kebangsaan.

Berangkat dari pemahaman di atas tersebut, maka kebenaran adalah suatu hal yang satu, tidak
dapat dibagi-bagi. Namun, untuk mencapai kebenaran tidak berarti menutup segala bentuk
dinamika pemikiran. Pertentangan dan perbedaaan adalah niscaya sebagai bagian dari proses
menuju yang satu, yang benar. Karena itulah, demokrasi memiliki tempat dalam aktualisasi nilai-
nilai pancasila.

4. Kerakyatan

Dalam dunia kefilsafatan Barat, kita mengenal pragmatisme yang menganggap bahwa sesuatu itu
benar apabila memiliki faedah atau bermanfaat bagi sesuatu yang lain. Kebenaran adalah sesuai

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 45 dari halaman 125
atau searah dengan kemanfaatan. Nampaknya kebenaran dalam artian ini dapat kita temukan
dalam Pancasila sila keempat.

Menurut Notonagoro, sila keempat terdiri atas dua cita-cita kefilsafatan, yaitu:

1. Kerakyatan yang mengandung cita-cita bahwa negara adalah alat bagi keperluan seluruh
rakyat serta pula cita-cita demokrasi sosial-ekonomi;
2. Musyawarah atau demokrasi politik yang dijelmakan dalam asas politik negara, ialah
Negara Berkedaulatan Rakyat.

Kebenaran merupakan persoalan apakah sesuatu itu bermanfaat atau tidak. Sesuatu akan
bermanfaat apabila dirumuskan secara bersama-sama dengan keterlibatan bersama dari subjek.
Dalam hal ini setiap manusia adalah subjek dan objek dari apa yang dianggap benar. Namun
tidak seperti pragmatisme yang berbicara kebenaran pada tataran antar individu, Pancasila
berbicara pada tataran massa (rakyat). Dengan kata lain, kebenaran adalah kemanfaatan untuk
semua pihak.

5. Keadilan

Kebenaran adalah terpenuhinya hakekat keadilan (adil). Inilah makna kebenaran dalam Pancasila
yang bersumber dari sila kelima. Hakekat daripada adil menurut pengertian ilmiah, yaitu
terpenuhinya segala sesuatu yang telah merupakan suatu hak dalam hidup bersama sebagai sifat
hubungan antara satu dengan yang lain, mengakibatkan bahwa memenuhi tiap-tiap hak di dalam
hubungan antara satu dengan yang lain adalah wajib. Sehingga, kebenaran dalam konteks
Pancasila merupakan kebenaran yang memiliki keterkaitan dengan moralitas.

Pemahaman Pancasila secara filosofis, akan mengingatkan kita semua bahwa Pancasila bukanlah
sekedar suatu konsensus politik, melainkan juga sebagai suatu konsensus filosofis/moral yang
mengandung suatu komitmen transendental yang menjanjikan persatuan dan kesatuan sikap,
serta pandangan kita dalam menyambut masa depan gemilang yang kita cita-citakan bersama.
Sebagai filsafat atau pandangan hidup, Pancasila bermakna jauh lebih luas dan lebih dalam
daripada sekedar pragmatisme.

Namun, yang perlu kita sadari bahwa kritik pragmatisme sangat penting bagi masa depan
Pancasila. Bagi pragmatisme, Pancasila dalam pidato dan upacara tidak berarti apa pun. Pragma
berarti tindakan sehingga tuntutan-tuntutan pragmatisme banyak berada pada taraf perilaku yang
harus diterjemahkan dari nilai-nilai sebuah gagasan.

Kesimpulan

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 46 dari halaman 125
Berdasarkan pada bagian pembahasan, maka pemahaman filosofis tentang kebenaran dalam
konteks Pancasila dapat digeneralisasikan bahwa dalam konteks Pancasila, kebenaran adalah 1)
tiadanya pertentangan dengan Tuhan, 2) aktualisasi atau perwujudan dan terpenuhinya hakekat
manusia, 3) suatu hal yang satu, tidak dapat dibagi-bagi, 4) kemanfaatan pada semua pihak, dan
5) terpenuhinya hakekat keadilan (adil).

1.>Menurut Nalar anda ! apakah kebenaran itu? (Buat narasi MAKSIMAL 4 Lembar Font 12,
spasi 1,2 dalam huruf Times New Roman, terlepas dari ajaran Agama, tapi sangat baik
dikaitkan dengan Pancasila.)
2.>Apakah hubungan Kebenaran dengan Etika Profesi anda kelak ? (sesuai Pilihan Kode Etik yang anda
Buat.)

VI.MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERNEGOSIASI DAN PROBLEM


SOLVING

6.11 NEGOSIASI
Negosiasi adalah sebuah proses usaha untuk menemukan kesepakatan di antara dua
pihak atau lebih yang memiliki perbedaan pandangan atau harapan tentang masalah tertentu.
Beberapa orang menghindari negosiasi karena menegosiasikan nya dengan konflik, rasa tidak
enak dan keharusan berkorban. Tapi negosiasi yang baik dapat menemukan kesetimbangan
antara tujuan masing-masing pihak untuk menciptakan hasil yang sama-sama
menguntungkan.

PENYAJIAN
Langkah-langkah dalam bernegosiasi:

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 47 dari halaman 125
1.Memahami Ragam Negosiasi
Negosiasi kompetitif, negosiasi kompetitif sering kali memiliki suasana yang tidak
ramah dan masing-masing pihak berusaha habis-habisan untuk mendapatkan tawaran terbaik
bagi dirinya sendiri, tujuan pihak kedua cenderung tidak samapai pada kesetaraan. Lebih baik
hindari jenis negosiasi ini apabila mungkin.
Negosiasi kooperatif banyak orang melihat negosiasi sebagai pertempuran dimana pihak
yang lebih kuat mengalahkan yang lebih lemah, dimana muncul pemenang dan pecundang.
Dalam negosiasi kooperatif konflik dapat diminimalkan dan seluruh gagasan bertujuan
mencapai solusi di mana orang mendapatkan manfaat pendekatan ini cenderung memberikan
hasil terbaik, utamanya karena terjadi komunikasi yang jauh lebih baik di antara semua pihak
yang terlibat sebagai pembukaannya adalah pengumpulan sebanyak mungkin informasi di
samping juga pengungkapan informasi sehingga solusi bias dibuat dan bisa dinerima kedua
pihak (Mempertimbangkan sejumlah alternatif bagi tiap permasalahan?fleksibel).

2. Siapkan Diri Anda


Sama halnya dengan situasi-situasi bisnis lainnya, persiapan yang baik akan membantu
Anda mengurangi stress. Jangan Anda kira Waktu persiapan itu sia-sia. Mulailah dengan
menggarap tujuan-tujuan Anda, dan pastikan tujuan itu spesifik, bisa dicapai dan ditukar.
Pastikan harapan Anda realitis dan hasilnya mudah diperoleh. Sebaiknya menuliskan tujuan
yang diurutkan berdasarkan prioritasnya. Sebelum melakukan negosiasi apapun, kumpulkan
sebanyak mungkin infomnasi tentang topik yang akan dibicarakan orang yang memilili
sebagian besar informasi biasanya lebih pandai dalam negosiasi.

3. Bicarakan dan Eksplorasilah Berbagai opsi yang Ada


Pada awal setiap pertemuan,tiap pihak perlu mengeksplorasi kebutuhan pihak - pihak
lawan dan memberikan penawaran pembuka. Pemyataan pembuka adalah cara yang baik untuk
mencakup semua permasalahan utama yang menjadi pegangan tiap pihak

4. sampaikan usulan

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 48 dari halaman 125
Ketika kedua pihak mempunyai kesempatan untuk menilai posisi pilak lawan,usulan
dan anjuran bisa diajukan dan diterima. Ingat balwa anda perlu bertukar berbagai hal dan bukan
sekedar menerima.

5. Mulai Menawar
Setelah membicarakan persyaratan masing-masing dan bertukar infonnas,tawar
menawar bisa dimulai. Jadi secara umum semakin Anda memintasemakin banyak yang Anda
dapatkan. Ungkapkan informasi dengan jelas.

6. Berkomunikasi Secara Jelas dan Terbuka


Ketika Anda bernegosiasi dengan seseorang secara langsung atau tatap muka, gunakanlah
bahasa tubuh dan jagalah kontak mata. Cobalah untuk menghindari duduk dengan lengan dilipat
di dadadan kaki disilangkan. Cobalah utnuk menggunakan bahasa yang tidak menyengkelkan
orang lain.

7. Dengarkan
Terkadang ketika Anda grogi karena suatu hal, Anda menadi amat terfokus pada apa
yangingin Anda katakan sehingga anda kurang memperhatikan apayang dikatakan orang lain
kepada Anda Berkonsentrasi, menunjukkanbahwa anda mengerti, menekankan bahwa Anda
mengerti, berempati dengansitas komunikator)
8. Mintalah Istirahat Apabila Memang Perlu
Kadang kala istirahat singkat selama 10 atau 15 menit akan bennanfaatapabila negosiasi lemyata
lebih kompleks atau mengundang perdebatan danyang Anda duga sebelumnya.
9. Mencapai Kata Sepakat
Ketika pembicaraan tenas berlanjut, cermati indikasi indikasi verbal dari pdsakkedua seperti
kata "mungkin" atau "barangkali" ini bisamenjadi kata sepakatyang sudah ada di depan mata
Kesimpulan.
• Pahami hakikat negosiasi.
• Ketahuilah perbedaan antara negosiasi kompetitif atau bersaing dan negosiasi kooperatif
atau saling mempermudah jalan.
• Siapkan diri dengan baik sebelum negosiasi dan ketahuilah tujuan-tujuan Anda.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 49 dari halaman 125
• Bicarakan kebutuhan Anda dan pihak kedua saat bertamuajukan penawaran-penawaran
pembuka yang masuk akal.
• Berkomunikasilah dengan jelas dan tepat khususnya ketika membalas angka angka
Jadilah pendengar yang baik.
• Mintalah istirahat apabila pembahasan memanas atau Anda menemukan Jalan buntu
• Ketika Anda sudah sepakat, buatlah nngkasan dan catatan hasil pembahasansecara
tertulis

6.2 MENGGUNAKAN KOMUNIKASI NON-VERBAL


Sukses dalam bermegosiasi bergantung pada komunikasi yang bak antara pihak-
pihak yang terlibat, dan membangn hubungan yang baik amat vital bagi
elektifitaskommikasi tersebut Karena perilaku non-verbal atau bahasa tubuh adalah
bagianwajar dari alat komunikasi kita, interprestasi dan penggunaannya menyadi kunci
untuk membuka pemahaman terhadap manusia dan membangun hubungan secara lebih
luas dan lebih baik.
Langkah langkah menggunakan komunikasi non-verbal :

1. Memandankan dan Merupakan


Apabila Anda melihat dua orang berbicara dengan santai dan percaya diri,anda
akan melihat bahwa tubuh mereka dalam posisi yang mirip. Keduanya menyilangkan
kaki, atau duduk di kursi mereka dalam sikap tubuh yang sama,dan apabila merrka
makan dan minum dalam kecepatan yang sama. Ini disebut memandankan atau
merupakan (Matching atau mirroring)
2. Menggunakan Bahasa yang sama
Meski bahasa yang kita gunakan tidak persis sebagai salah satu komponenpenlaku
non verbal ini juga merupakan bagian penting dari alat komunikasi dengan orang lain.
Ketika berbicara dengan orang yang tidak dikenal dengan baik, dengarkanragam kata
yang ia pilih Penggunaan bahasa yang sama secara nyata akan mempertinggi tingkat
pemahaman di antara Anda berdua
3. Menyimak Secara Aktif

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 50 dari halaman 125
Menyimak secara aktif merupakan keterampilan yang langka, tapi sangat efektif
untuk membantu Anda berkomunikasi dengan orang lain.

4 Lakukan Interprestasi Menurut Konteksnya


Hati-hatilah agar tidak melompat pada kesimpulan bahwa seseo rang
sedangmerasa begini atau begitu tanpa mendapatkan informasi lebih jauh.
Pastikan Anda mempunyai waktu yang cukup untuk mengamati apa yang sedang terjadi
diseputar
Kesimpulan:
• Perhatikan bahasa tubuh orang lain dan tirukan apabila Anda ingin membangun rasa
percaya
• Amati bahasa yang digunakan oleh mereka yang ingin Anda pengaruhi, dengan
mendengarkan isyarat-syarat indrawi.
• Simaklah secara aktif sehingga memberitahu pihak kedua bahwa Anda tertarik.
• Pikirkan dengan cermat sebelum menginterprestasikan sinyal-sinyal nonverbal, ada
banyak alasan di balik penlaku yang tidak biasa.
• Waspadai adanya kebccoran dan ketidak selarasan.
• Ingat bahwa orang lain mengetahui teknik ini dan mampu mengetahui
adanyaupayaupaya nyata untuk mempenganahi pendapat mereka (pekalah).

6.3 MERANCANG NEGOSIASI


Rancangan yang baik menjadi esenti utama dar negosiasi yang bahasa, jangan pemah
tergoda untuk berimprovisasi. Tujuan dari bernegosiasi adalah untuk memberi dan menerima.
Untuk menemukan kesepakatan terbaik bagi kedua belah pihak.

Langkah-langkah :
1. Perjelas Tujuan-Tujuan Anda

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 51 dari halaman 125
Apabila Anda hendak memulai negoasiasi apapun, penting kiranya agar Anda
mengetahui dengan jelas di mana Anda memulai dan dimana Anda ingin berhenti.
2. Kumpulkan semua Informasi yang Anda Butuhkan
Dalam bemegosiasi informasi benar-benar menjadi kekuatan Jangan meremehkan banyak
waktu yang Anda perlukan untuk melakukan persiapan Anda.
3. Pahami Konteks Negosiasi
Dalam bemegosiasi agangan, hasil yang ideal hampir selalu situasi sama-sama untung
dimana setiap pihak pulang dengan perasaan puas
4. Rencanakan Proses Negosiasi yang Mulus
Sebelum negosiasi :
• Anggap orang dan organisasi yang terlihat sebagai bagian dari rencana Anda
• Apakah berbagai masalah yang harus dipenjelas alau kesepahaman yang hanus dicapai.
• Apakah yang membuat anda jengkel atau marah
• Carilah informasi tentang berbagai penganih terhadap organisasi pihak kedua
• Selama pembicaraan Dengarkan baik-baik agar anda paham apa yang penting bagi pihak
kedua
• Tutup selalu negosiasi dengan catatan kesimpulan yang kooperatif
5. Pahamilah Keseimbangan Kekuasaan dalam Negosiasi
Hati-hatilah terhadap pihak kedua yang menggunakan taktik kekuasaan terhadap anda.
Jangan terburu-buru pikirkan dengan baik dan jadikan umpan balik kata-kata dan jangan
merespon terlalu cepat.
Kesimpulan:
• Mantapkan tujuan-tujuan Anda.
• Lakukan riset terhadap berbagai fakta kunci dan konteks negosiasi ini.
• Berikan Anda waktu yang cukup untuk melakukan persiapan
• Cobalah memahami kebutuhan dan motivasi pihak kedua dan bekerjalah bersama-sama
• Jangan tergoda untuk masuk dalam benang ruwet
• Pahamilah keseimbangan kekasasaan dalam negosiasi.

6.4 MENYIASATI NEGOSIASI YANG RUMIT

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 52 dari halaman 125
Meskipun Anda sudah berusaha keras merem canakan negosiasi Anda dengan
baik,seckali auda menemukan kesulitan.
Langkah-langkah:
1. Menghadapi Orang yang Sulit
Putuskan apakah Anda ingin nsenyelamatkan situasi ini.
Mengunakan kekuatan pertanyaan Ingat pedomannya
Cari rencana cadangan apabila yang lainnya gagal.
2. Menghadapi Situasi Sulit
Pahami apakah anda bertempur padahal tidak setimpal dengan yang akan didapatkan
Apakah Anda tidak mengetahui dengan gamblang mengapa seseorang ‘sulit’:
Kesimpulan ;
• Berusaha keras lah apabila situastn ya memang hanus diselamatkan
• Apabila semuanya sudah terlalu jauh, pertimbangkan penundaan negosiasi pada
keesokan harinya.
• Ajukan pertanyaan terbuka
• Mintalah pandangan dan gagasan dan pihak kedua
• Tajamkan indera Anda.
• Siapkan rencana cadangan

6.5 NEGOSIASI LEWAT E-MAIL


Banyak negosiasi dalam bisnis dewasa ini dilakukan lewat email, sebuah proses
yang memiliki kernggulan sekaligus kekurangan dan diperlukan penanganan yang hati-
hati agar bias berjalan dengan baik.
Langkah-langkah:
1. Ingatkan Diri Anda tentang Prinsip-Prinsip Negosiasi
• Siapkan diri Anda dengan baik
• Pastikan anda sudah yakin dengan tuuan-tujuan Anda.
• Sampaikan secara jelas dan mintalah penjelasan dan pilak kedua atau pilak
lain yang terkait
• Bersiaplah untuk fleksibel.
2. Menyusun Penawaran Pembuka

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 53 dari halaman 125
Apabila Anda dan pihak anda melakukan paa awaran tertebih dalulu di dalam
negosiasi, mulailah dempun mengirimkan e-mail untuk menjajaki dan apa hasil
idenya.
3. Rencanakan Korespondensi
Sejak dan awal dimulainya proses ini, simpanlah kopian semua e- mail
sehingga anda bias merujuk pada i sebelumnya apabila sutusidan koodisi berubah.
4. Jagalah agar Anda Tetap Berkepala Dingin
Gunakan nada bicara yang santun tapi tegas dalam semua komunikasi formal.
Apabila Anda marah tertuadap sesaat, tunggu sesaat sebelum merjawab
5. Perhatikan Nada Bicara Anda
Cobalah untuk menghindari kata-kata seperti “Cuma”, “sepele”, “memusingkan”,
dan “meragukan”.
6. Buatlah Ringkasan dan Kesimpulan
lni merupakan peninjauan kembali berbagai keputusan dan memastikan diri bahwa
mercka senang dengan hasilnya.
Kesimpulan ;
• Gunakanlah sebanyak mungkin waktu yang diperlukan untuk melakukan
perisapan sebelumnya
• Pastikan anda mengetahui dengan baik fakta-fakta yang relevan
• Apabila paak adan melalakan penawaran pembuka, tuliskan e-mail dengan
struktur jelas dan sederhana.
• Mintalah klarifikasi apabila anda memerlukan ketika menerima penawaran balik.
• Buatlah ringkasan dan kesimpulan dengan surat apabila mungkin

6.6 BERNEGOSIASI DENGAN ORANG DARI BUDAYA LAIN


Cara terbaik untuk menyiapkan negosasi lintas budaya adalah den gan tinggal
Dalam kebudayaan lain, atau dengan mencari penasehat atau mitra lokal yang andal.
Perencanaan dan perhatian yang cennat akan memberikan hasil yang setimpal.
Langkah-langkah:
1. Selidikilah Konvensi Sosial Anda

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 54 dari halaman 125
Kemana pun Anda bepergian dalam rangka bisnis, mengetahui konvensi atauaturan-
aturan sosial suatu negara atau kawasan akan membenkan hasil yanglak lemilai
harganya Jadi Amatilah.

Berbagai hal dengan cermat ketika berada di negara yang bersangkutan dan
selidikilah sebanyak mungkin.
• Prosedur berkenalan dan menyapa
• Beberapa pemikiran tentang waktu
• Peran wanita
• Etika makanaan minum
• Hadiah
• Humor

2. Memahami Praktek Praktek Bisnis


Karakteristik Nasonal Pemaluanaan dan penerimaan mereka terhadap
Bernegosiasilah dengan bahasa Anda sendiri apabila bias Bekerja menggunakan
penerjemah

3. Ingat Selalu Beberapa Hal Dasar


Jangan terburu buru, berikan waktu diri sendiri dalam menghadapi hal yang tak
terduga Pastikan standar teknis, profesional, keamanan dan lingkungan.
Kesimpulan :
• Apabila Anda bernegosiasi di luar negeri atau dengan orang lain
darikebudaywan yang
berbeda, can tahu bagaimana mereka melakukan berbagailial wbelum Anda
bertemu
• Amatilah aturan-aturan dalam berkenalan dan bertegur sapa
• Perhatikan etika mskandaa minum
• Berhati-hatilah memberikan hadiah pada pihak lain,
• Bernegosiasilah dengan bihasa asli Anda sendin apalila menungkinkan

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 55 dari halaman 125
• Apabila tidak gunakan penerjemah yang netral

6.7 MENEGOSIASIKAN KENAIKAN GAJI YANG PANTAS ANDA DAPATKAN


Wilayah yang sulit dalam bernrgosiasi, tapi harus kita hadapi, adalah kenaikan
gaji Banyak orang merasa aneh ketika membahas uang, tapi diingat, apabila Anda tidak
bersedia duduk nyaman dan menegosiasikannya, paling-paling majikan Anda tidak akan
merasa bersalah jika hanya membayar Anda dengan upah minimal.
Langkah-langkah :
1. Pilih saat yang Tepat
Waktu yang paling tepat meminta kenaikan gaji adalah ketika Anda melakukan
peninjauan kinerja dengan BosAnda.
2. Catatlah Prestasi Anda
Ketika Anda meminta kelaikan gaji, Anda perlu membangun sebuah kasusbisnis
sebagai alasan mengapa perusahaan harus membayar Anda lebih
3. Ketahuilah Nilai Anda di Pasar
Di samping mencermati ailai pasar eksternal, cobalal mencari informasitentang
struktur intimal. Kenaikan gui diberikan karasa memenuli atau melampaui tujuan
kinena
4. Berdiskusilah, Jangan mengatur
Mintalah jumlah dan persentase kenaikai yang menurut Anda layak anda dapatkan
dan jelaskan
Bersiapkan mendengar keberatan dan menjelaskan mengapa Anda masih pantas
untuk mendapatkan kenaikan
5. Menerima keputusan
Apabila Anda diberitabu taliwa Anda tidak akan mendapatkau kenaikan gaji pada
saat itu,tanyakan apa yang perlu Anda lakukan agar bisa mendapatkan kenaikan.
Setelah mpat, tulikau mermo terima kasih kepada bos atas wakni yangdiberikan
untuk rapat tersebut.

Kesimpulan:

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 56 dari halaman 125
• Apabila anda merasa pantas mendapatkan kenaikan gaji,lakukan sesuatu untuk
mendapatkannya
• Jangan terburu-buru bernegosiasi Berikan waktu bagi anda dati Bos untuk
melakukan persiapan
• Kumpulkan bukti – bukti untuk mendukung argumentasi anda
• Dapatkan seberapa besar yang akan anda minta
• Tetap tenang dalam rapat tersebut, lakukan sebagai sebuah percakapan, bukan
pertemuan
• Berikan saran alternative apabila kenaikan gaji tidak mungkin diberikan.
• Apabila anda tidak berhasil, belajarlah dari pengalaman itu
6.8 PROBLEM SOLVING
Problem solving sama artinya dengan pemecahan masalah. Problem solving adalah suatu
pendekAtan dalam menghadapimasalah. Problem solving juga merupakan suatu prosedur
yang di dalamnya terdapat langkah-langkah yang harus diikuti dalam memecahkan sebuah
masalah yang ahadapi seseorang sebagai perorangan atau seseorang sebagai pemimpin
organisasi atau anggota organisasi. Pernahkah anda menghadapi masalah?. Dapatkah anda
mengemukakan contohnya Apakah masalah yang anda hadapi masalah pribadi social, belajar
atau karier? Bagaimana pemecahannya Atau langkah-langkah anda tempuh setiap masalah
yang anda hadapi? Bagaimana basilnya? Siapa diantara anda yang bisa mengungkapkan
pendapatnya?

1. Apa Masalah?
Pengertian masalah atau problem yang diladapi seseorang berbeda dengan orang
lain.Pengertian masalah yang dihadapi oleh seorang berbeda dengan yang dihadapi oleh
seorang sarjana. Berbeda pula pemimpin seseorang sebagai pemimpin anggota organisasi.
Masalah dapat digambarkan sebagai suatu keadaan (terlihat atau tidak terlihat) dimana
antara yang diharapkan dengan kenyataan tidak sesuai. Antara apa yang direncanakan
dengan kenyataan tidak sesuai, Atau terdapat hambatan antara yang dinginkan dengan
keadaan sebenarnya. Masalah berbeda dengan keluhan. Keluhan menupakan akibat dan
masalah yang tidak jelas atau tidak teratasi tidak terselesaikan. Keluhan yang dirasakan
seseorang dapat dijadikan pertanda seseorang sedang mengalami masalah yang tidak

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 57 dari halaman 125
dikenali atau sebuah masalah yangtidak dipecahkan. Masalah yang tidak dipecahkan akan
dapat menimbulkan masalah baru. Oleh sebab itu setiap orang harus menyikapi setiap
masalah yang dialaminya

2. Bagaimana Menyikapi Masalah


Lari dari masalah? Menghadapi dan memecahkan nya? Mengeluh? Tidak tahu apa yang
harus dilakukan? Meminta bantuan kepada orang lain?
Setiap orang tidak mungkin dapat menyikapi masalahnya dengan tepat apabila ia tidak
tahu atau belum mengenali masalah itu. Disamping itu ia harus mengenali sumber masalah
yang dialami Pada umumnya masalah yang dialami setiap orang bersumber dari diri sendiri
(internal) dan dapat juga bersumber dari luar diri(ekstemal).
Sebagai seorang siswa masalah yang bersumber dari dalam diri sendin meliputi kondisi
pribadi misalnya kecerdasan, bakat, fisik, nilai, kepribadian, keterampian belajar dan
keputusan.
Langkah pertama dalam mengambil keputusan efesien adalah mendiagnosakan masalahnya.
Karena masalah tersebut biasanya didefenisikan.
Dari segi serangkaian kesulitan atau rintangan yang harus atasi dalam mencapai suatu
tujuan, Maka pentinglah bagi anggota kelompok untuk menyetujui tujuannya, maka ketidak
kesepakatan ini harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum kelompok tersebut
mengidentifikasikan rintangan untuk mencapai tujuan. Sejauh mana kelompok mendiagnosa
masalah-masalahnya dengan mempengaruhi hasil akhimya.
Diagnosa masalah merupakan suatu proses yang sulit lebih-lebih bila kelompoknya
tidak
menyetujui tentang tupuannya
Beberapa kesalahan yang dilakukan selama diagnosis masalah meliputi:
1. Pencampur adukan fakta dengan masalah
2. Pencampur adukan gejala dengan penyebab
3. Mencari kambing hitam untuk dicekam
4. Mengusulkan jawaban pemecahan sebelum maslahnya dipahami dengan baik
5. Mengalihkan diagnosa masalah dengan menampilkan pemecahan yang disukainya
Pada tahap pemecahan maslah ini penting sekali bagi pemimpin untuk memusatkan

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 58 dari halaman 125
perhatian kelompok pada diagnose maslah serta menghindari pertimbangan-
pertimbangan pemecahan yang terlalu dini. Kelompok seharusnya didorong untuk
meneliti perbedaaan-perbedaan presepsi anggota dalam memahami masalah serta
mengusulkan diagnose alternative sebelum mencapai keputusan tentang maslah apa
yang sebenarnya. Analisa tentang data factual dari catatan organisasi, survey dan
sumber-sumber lain seharusnya digunakan bila dianggap wajar untuk melengkapi
pendapat pendapat subjektif tentang penyebab masalahnya, orang amerika(Industriawan
Charles F.Kattering) mengatakan bahwa suatu masalah yang sudah di defenisikan
dengan baikberarti sudah separuh terpecahkan.

Analisa sebab akibat dari masalah


Setiap masalah yang akan dipecahkan perlu diketahui sebab masalah itu terjadi dan akibat
konsekuensi yang akan muncul bila tidak diatasi Dalam menganalisa sebab-akibat dari suatu
masalah memerlukan pengetahuan dan pengalaman memerlukan data dan fakta yang jelas
akurat. Tanpa hal itu akan sulit mencari solusi dari masalah yang dihadapi. Hal ini bertujuan
untuk memperkecil resiko yang muncul dari sebuah keputusan yang akan diambil dari
pemecahan masalah yang dialami suatu.
Beberapa kesalahan umum yang sering muncul ketika kita menganalisa sebab dan
akibat dari pemasalahan, yaitu :
- Menyarankan pemecahan yang tidak relevan dengan masalahnya
-Mendiskusikan apa yang seharusnya dikerjakan pada masa yang silam dan bukannya apa
yang bisa dikerjakan saat ini. Membicarakan keuntungan dan kerugian suatu pemecahan
sebelum setiap orang telah mendapat kesempatan untuk memberikan saran pemecahan
-Memusatkan pada pemecahan pemecahan yang telah digunakan pada masa sebelumnya
tanpa suatu usaha menciptakan cara cara pemecahan yang baru. Peran pemimpin sebaiknya
mendorong para anggota yang takut atau segan untuk memberikan sumbangan sumbangan
ide serta membatu anggota. Pemimpin seharusnya menghindarkan sikap menunjukkan
kesukaan terhadap pemecahan masalah anggota tertentu dan seharusnya tidak mengusulkan
jawaban pemecahan masalah kelompok telah mengakhiri pemberian saran pemecahannya.
Jika tidak, pemimpin akan memberikanpengaruh yang berlebihan dan membatasi rentang
pemecahan yang dipertimbangkan.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 59 dari halaman 125
6.8.1 MENGHIMPUN ALTERNATIF PEMECAHAN
Kegiatan berikutnya ialah menghimpun atau mengumpulkan alternative altematis
pemecahan-pemecahan, yaitu berbagai kemungkinan yang dapat dipilih untuk dilaksanakan
sebagai jalan keluar yang di hadapi.
Setiap alternatif harus dikaji faktor-faktor pendukung dan faktor penghambat yang ada
dalam setiap alternative. keuntugan apakah yang akan diperoleh apabila alternatif tersebut
menjadi pilihan atau sebaliknya kerugian resiko apa yang akan muncul apabila altematif
tetsebut menjadi pililan
Disamping itu juga harus diperhitungkan kekuatan kemauan dan kemampuan untuk
melaksanakannya untuk menghindari munculnya masalah baru, dan masalah ini lebila sulit
di pecahkan daripada maslah aslinya. Cukup membantu pula memberikan sejumlah ramalan
tentangkemunskinan keberhasilannya dari setiap alternatif pemecahan yang diusulkan serta
mangadakan perbandingan mengenai keuntungan keuntungan dan biayanya. Pemimpin
sebaiknya mendorong untuk menggunakan metode peramalan serta analisis keuntungan
secara kwantitatif bila tampak lebih di sukai penilaian-penilaian yang subyektif.
Kesalahan-kesalan umum yang dilakukan kelompok selama menghimpun berbagai
alternative pemecahan , meliputi:
- Kegagalan mencurahkan perhatian yang lebih memadai untuk meramalkan berbagai
akibat dan pemecahan satu masalah
- Mengalihkan ramalan tentang suatu akibat pemecahan sena perkiraan kemungkinan
kepada usaha mendukung suatu pemecahan yang "faforir”
- Melakukan serangan lisan kepada anggota lain ketimbang membatasi pembicaraan pada
pemecahan masalah itu sendiri
- Tergesa-gesa melakukan pilihan sebelum pemecahan itu di atasi dengan baik Disini
pemimpin dapat memainkan peran pentingnya dalam membantu kelompok untuk
menghindari kesalahan-kesalahan di atas

6.8.2 MEMILIH ALTERNATIF YANG PALING TEPAT PEMILIHAN JAWABAN


PEMECAHAN.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 60 dari halaman 125
Setelah kita menghimpun beberapa alternatirpemecahan masalah di evaluasi secara
terpisah, kelompok seharusnya membandingkan danfara basil evaluasi dan berusaha
memilih altematif pemecahan yang terbaik Terkadang pililhan akan ditentukan lebih dahulu
sebelum tahap menghimpun alternative pemecahan, bila kelilatanjelas bahwa suatu
pemecahan lebth unggul dalam segala aspeknya. Namun lebih banyak kasus dimana
ditemukan beberapa pemecahan yang baik serta masuk akal, tetapi masing-masing kejelasan
jelas kebaikan dan keburukannya ukuran altematiyang paling tepat dapat di lihat dari segi
biaya, waktu, sarana, kemampuan dalam melaksanakan. Dengan kata lain apakah altematif
pemecahan yang dipilih dapat mempermudah tercapainya tujuan, dapat mengurangi
kerugian, dapat mengurangi konflik dengan orang lain, dapat memberikan kepuasan, dapat
atau mampu melaksanakannya dan sebagainya. Prosedur pemilihan alternatif yang di
ketahui yang terbaik dari kelompok adalah consensus dan ketentuan mayoritas".
Bila keputusan di buat dengan ketentuan mayoritas, biasanya yang terbesar adalah golongan
mayoritas atau kualisi akan memaksakan sesuatu keputusan sebelum pembicaraan
mendapatkan waktu memadai Bila suatu kelompok di tuntut untuk mencapai konsensus,
maka sedikit akan mendapatkan keputusan yang terburu-buru atan memilih alternatif yang
sangat bertentangan. Di pihak lain mencapai konsensus mungkin memerlukan waktu yang
sangat panjang. Lebih dari itu keputusan konsensus mendorong kearah pemecahan
kompromi yang dirancang sesuai dengan pendapat setiap anggota. dan jenis pemecahan ini
kadang-kadang bukan kepentingan jangka panjang yang terbaik dari kelompok.

Kesalahan umum yang dibuat pada tahap pilihan ini adalah konsensus "palsu". Bila
setiap anggota memperjuangkan secara gigih alternatif pemecahan dan anggota lain diam
dapat menunjukkan paham persetujuan. Untuk menghindarkan konsensus palsu, setiap
anggota sebaiknya di dorong kecenderungannya dan ikut serta dalam pembuatan pemilihan
kelompok Kartu rahasia mungkin di perlukan dalam beberapa kasus danana para anggota
kelompok enggan menyatakan secara terbuka ketepatan pilihannya. Kasus dan kelompok
yang sangat tegalin,sangatlah sulit mendapatkan anggota yang tidak setuju dengan pendapat
mayoritas.

Biasanya menjadi tanggung jawab pemimpin kelompok untuk menjalin bahwa setiap

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 61 dari halaman 125
orang berpartisifasi dan menentukan prosedur pemulihan yang sesuai. Misalnya, pemimpin
terlebih dahulu berusaha untuk mengawali pencapaian konsensus. Bila hal ini tidak
mungkin, lantas pemimpin dapat berusaha untuk mengikuti keputusan mayoritas atau
menyarankan bahwa kelompok sebaiknya menghasilkan keputusan tambahan.

6.8.3 MELAKSANAKAN NTINDAKAN DALAM BENTUK KEGIATAN


TERENCANA

Langkah terakhir dalam pembuatan keputusan adalah bagaimana keputusan itu akan di
tetapkan dalam duatu tindakan atau kegiatan terencana Langkah-langkah tindakan yang
terinci serta metode monitoring serta evaluasi kemajuannya seharusnya dikembangkan.
Keputusan yang baik menjadi gagal hanya karena tidak ada orang yang tidak mau
memperhatikan bagaimana langkah ini dilaksanakan. Bila keputusan diambil oleh orang
yang tidak terlibat dalam pembuatan keputusan, maka orang tersebut tidak mungkin
mengerti jawaban tertentu yang menjadi pilihan. Akibatnya mungkin saja mereka menolak
keputusan atau menolak melaksanakan keputusan, atau juga mau melaksanakan keputusan
tetapi tanpa antusias yang nyata.

Cara terbaik untuk menghindarkan jenis kegagalan ini ialah menyertakan sejumlah atau
semua pesonalia pelaksana untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan. Jika cara ini
tidak mungkin, orang.orang yang bertanggung jawab dalam pelaksanaannya diberikan
keterangan tentang apa yang telah dibicarakan dalam setiap langkah dalam proses
pembuatan keputusan serta alasan-alasan untuk sampai pada pilihan terakhir, Pada akhimya
keputusan yang diambil akan dapat berfungi memecahkan masalah. apabila dapat
dilaksanakan oleh karena itu harus disusun rencana kegiatan pelaksanaannya. Keputusan
yang diambil oleh perorangan untuk mengatasi masalah perorangan tetap memerlukan
rencana kegiatan pelaksanaannya, apalagi keputusan yang diambil oleh organisasi untuk
keperluan memecahkan masalah organisasi yang pelaksanaannya melibatkan banyak orang,
memerlukan koordinasi, pengawasan dan penggunaan biaya sangat perlu adanya rencana
kegiatan yang matang agar masalah dapat terpecahkan dan tidak muncul mengurangi
munculnya masalah baru yang rumit.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 62 dari halaman 125
Reset yang di lakukan meier dan kawan-kawannya,dalam memecahkan masalah yang
dialami yang perlu memahami langkah-langkah :

1. Diagnosa permasalahan
2. Menganalisa sebab akibat dari masalah
3. Menghimpun berbagai altematif pemecahan masalah
4. Memilih alternatif yang paling tepat
5. Melaksanakan pilihan dalam bentuk kegiatan terencana diagnosa pemecahan masalah

Berdasarkan langkah-langkah diatas secara ringkas, tepat ada 3 langkah-langkah "Problem


Solving”:
1. Mengidentifikasikan masalah secara tepat
2. Menentukan sumber dan akar penyebab dari masalah
3. Solusi masalah secara efektif dan efisien

Adapun langkah-langkah lain yaitu menurut konsep DEWEY bahwa "dasar" untuk
Problemsolving adalah "Berfikir". Menjadi yaitu:
1. Adanya kesulitan yang dirasakan atau kesadaran akan adanya "masalah”
2. Masalah itu dipenjelas dan dibatasi
3. Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan atau diklarifikasikan
4. Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesa-hipotesa, kemudian hipotesa
di nilai, di uji agar dapat ditentukan untuk diterima atau di tolak
5. Menerapkan pemecahan terbadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sebagai
pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai kepada kesimpulan.
Sedangkan KENEDY menyarankan 4 langkah proses pemecahan masalah Matematika
yaitu dengan :
1. Memahami masalah
2. Merencanakan petmecahan masalah
3. Melaksasakan pemecahan masalah
4. Momeriksa kembali

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 63 dari halaman 125
6.9 PROBLEM SOLVING DENGAN METODE SWOT
Sebelum memecahkan porsoalan dan mengatasi masalah harus diketahui dan dipahami

1. Apa yang menjadi “kekuatan” → Strenght (s)


2. Apa yang menjadi “kelemahan” →Weakness (W)
3. Apa yang menjadi “peluang” → Opportunity (O)
4. Apa yang sebenarnya yang menjadi "ancaman" → Threat (T)

Manfaat dan analisis swoTini membuat menjadi satu bahasa, satu persepsi, satu
pandangan melihat secara benar berbagai macan pernoalan yang ada di hadapan kita.

• Apakah itu berupa kekuatan (S)


• Apakah itu berupa kelemahan (W)
• Apakah itu berupa peluang (O)
• Apakah itu berupa ancaman (T)

Skema 4 Langkah Program Memecahkan Persoalan Masalah

LANGKAH 1 LANGKAH 2 LANGKAH 3 LANGKAH 4

Agenda aksi

Identifikasi Inventarisasi Skala Program


masalah masalah prioritas
masalah
1. Judul
Apa Kesepakatan 2. Penang125
saja? etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 64 dari halaman
karakter
menemukan Berdasarkan gung jawab
yang mana 3. Batas
korelasi dan
waktu
interaksi
4. Anggaran
Keterangan.

Langkah I :
• tentukan dan kenali apa saja yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman,
• Dalam proses identifikasi tidak perlu diskusi bertele-tele menghabiskan waktu yang
lama jika tidak tercapai kesepakatan dalam musyawarah dapat saja dilakukan voting
unnik mengambil keputusan.

Langkah 2:
• Dari sejumlah identifikasi masalah yang ada, lakukanlah inventarisasi masalah Dan
sejumlah banyak catatan dan uraian yang dibahas terjawablah yang menjadi kekuatan
(S),kelemahan (W), peluang (O), dan ancaman (T)

Langkah 3:
• Setelah berhasil menginventarisasi,tentukan skala proritasnya,dari sejumlah masalah
yang sudah di inventarisasi, harus mampu ditentukan jenis soal mana yang menjadi
“prioritas” untuk di atasi (yang harus segera kita atasi) skala prioritas ditentukan
berdasarkan kepentingannya.
• Dalam menentukan skala prioritas masalah harus juga diperhatikan strategi berdasarkan
kolerasi dan interaksi

1. Strategi S – OManfaatkan kekuatan (S) untuk merebut peluang (o) yang ada.
2. Strategi S − T Manfaatkan kekuatan(S) untuk menghadapi ancaman (T)
3. Strategi W − O manfaatkan peluang (O) untuk mengatasi kelemahan(W) yang
ada.
4. Strategi W − T Kurangi kelemahan (W) dan hindari ancaman (T)

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 65 dari halaman 125
5.
Langkah 4: Agenda aksi
Agenda aksi adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang
sudah kita identifikasikan, inventarisasi dan telah ditentukan waktu prioritasnya. Untuk
melaksanakan agenda aksi ini di susunlah "program".

Program disusun atas 4 syarat utama :


1. Tentukan lebih dahulu judul dari program
2. Tentukan penanggung jawab program (yang bertanggung jawab untuk
mengerjakan, siapa penanggung jawabnya harus jelas dan tegas)
3. Bual batas waktu
-Ada jadwal penyelesaian pekeraan (apakah pekerjaan itu di dalam 2 atau 3
minggu)
- Batas waktu harus ditentukan dari awal (penyalesaian terukur dan dapat
dilakukan penelitian)
4. Anggaran
Tentukan anggarannya, (apakah dalam pelaksanaan program itu dibutuhkan
biaya dan di perinci penggunaannya untuk apa saja.
Jadi dari 4 syarat ini tersusunlah program yang terdiri dari:
1.Judul program.
2.Penanggung jawab program.
3 .adwal penyalesaian program.
4.Anggaran program.

B.ETIKA dan Kearifan BUDAYA

I.PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

Tujuan Pembelajaran

Setelah membaca Unit 7 diharapkan Anda dapat menjelaskan tentang Pancasila sebagai Sistem
Etika yang meliputi;

1. Pengertian Pancasila pada beberapa fase secara komprehensif.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 66 dari halaman 125
2. Analisis objektif tentang sistem Etika Pancasila yang utuh.
3. Tanggung jawab atas keputusan yang diambil dari pengambilan kajian Pancasila yang
dipandang benar berdasarkan hasil kajian yang dilakukan secara kolektif.

Uraian Materi

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA A.

Pengertian Nilai, Moral dan Norma

1. Pengertian nilai

Nilai menunjukkan sifat atau kualitas kepada sesuatu (objek) yang mempunyai nilai apabila ada
sifat atau kualitas yang melekat jadi yang mempunyai nilai itu tidak hanya sesuatu yang tidak
berwujud saja, akan tetapi juga sesuatu yang tidak berwujud seperti benda atau material bahkan
sesuatu yang bukan benda atau material dapat menjadi memiliki nilai yang sangat tinggi dan
mutlak bagi manusia.
Oleh karena itu, Pancasila secara normatif dapat dijadikan sebagai suatu acuan atas tindakan baik,
dan secara filosofis dapat dijadikan perspektif kajian atas nilai dan norma yang berkembang dalam
masyarakat. Sebagai suatu nilai yang tidak terpisah satu sama lain, nilai-nilai tersebut bersifat
universal, dapat ditemukan di manapun dan kapanpun. Namun, sebagai suatu kesatuan nilai yang
utuh, nilai-nilai tersebut memberikan ciri khusus pada ke-Indonesia-an karena merupakan
komponen utuh yang terkristalisasi dalam Pancasila. Sebagai Sistem Etika Pancasila digali dan
bersumber dari agama, adat dan kebudayaan yang hidup di Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila
yang pada awalnya merupakan konsensus politik yang memberi dasar bagi berdirinya negara
Indonesia.

2. Pengertian Moral

Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral
adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan
manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaedah dan norma yang berlaku dalam
masyarakat, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka
pribadi itu dianggap tidak bermoral.

Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik
terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang
mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

3. Pengertian Norma

Norma kesadaran manusia yang membutuhkan hubungan yang ideal akan menumbuhkan
kepatuhan terhadap suatu peraturan atau norma. Hubungan ideal yang seimbang, serasi dan
selaras itu tercermin secara vertikal (Tuhan), horizontal (masyarakat) dan alamiah (alam

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 67 dari halaman 125
sekitarnya) Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk berbudaya, dan religi.
Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi
(Siswanto 2015). Oleh karena itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama,
norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan
untuk dipatuhi karena adanya sanksi.

B. Pancasila Sebagai Sistem Etika

Pancasila memiliki bermacam-macam fungsi dan kedudukan, antara lain sebagai dasar negara,
pandangan hidup bangsa, ideologi negara, jiwa dan kepribadian bangsa. Pancasila juga sangat
sarat akan nilai, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Oleh
karena itu, Pancasila secara normatif dapat dijadikan sebagai suatu acuan atas tindakan baik, dan
secara filosofis dapat dijadikan perspektif kajian atas nilai dan norma yang berkembang dalam
masyarakat. Sebagai suatu nilai yang tidak terpisah satu sama lain, nilai-nilai tersebut bersifat
universal, dapat ditemukan di manapun dan kapanpun. Namun, sebagai suatu kesatuan nilai yang
utuh, nilai-nilai tersebut memberikan ciri khusus kepada Indonesia karena merupakan komponen
utuh yang terkristalisasi dalam Pancasila sebagai Sistem Etika. Pancasila digali dan bersumber dari
agama, adat dan kebudayaan yang hidup di Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila
yang pada awalnya merupakan konsensus politik yang memberi dasar bagi berdirinya negara
Indonesia.

1. Pengertian Etika

Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran
tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral.
Kedua kelompok etika itu adalah sebagai berikut :

a) Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
b) Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubungannya dengan
berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individual) maupun makhluk
sosial (etika sosial) Secara etimologis (asal kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos, yang
artinya watak kesusilaan atau adat. Istilah ini identik dengan moral yang berasal dari bahasa
Latin, mos yang jamaknya mores, yang juga berarti adat atau cara hidup. Meskipun kata etika
dan moral memiliki kesamaan arti, dalam pemakaian sehari-hari dua kata ini digunakan secara
berbeda. Moral atau moralitas digunakan untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan
etika digunakan untuk mengkaji sistem nilai yang ada (Zubair, 1987).

2. Pancasila sebagai sistem etika di samping merupakan way of life bangsa Indonesia, juga
merupakan struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan tuntunan atau panduan kepada
setiap warga negara Indonesia dalam bersikap dan bertingkah laku. Pancasila sebagai sistem
etika, dimaksudkan untuk mengembangkan dimensi moralitas dalam diri setiap individu sehingga
memiliki kemampuan menampilkan sikap spiritualitas dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Mahasiswa sebagai peserta didik termasuk anggota masyarakat

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 68 dari halaman 125
ilmiah-akademik yang memerlukan sistem etika yang orisinal dan komprehensif agar dapat
mewarnai setiap keputusan yang diambilnya dalam profesi ilmiah. Sebab keputusan ilmiah yang
diambil tanpa pertimbangan moralitas, dapat menjadi bumerang bagi dunia ilmiah itu sendiri
sehingga menjadikan dunia ilmiah itu hampa nilai (value –free)

Anda sebagai mahasiswa berkedudukan sebagai makhluk individu dan sosial sehingga setiap
keputusan yang diambil tidak hanya terkait dengan diri sendiri, tetapi juga berimplikasi dalam
kehidupan sosial dan lingkungan. Pancasila sebagai sistem etika merupakan moral guidance yang
dapat diaktualisasikan ke dalam tindakan konkrit, yang melibatkan berbagai aspek kehidupan. Oleh
karena itu, sila-sila Pancasila perlu diaktualisasikan lebih lanjut ke dalam putusan tindakan sehingga
mampu mencerminkan pribadi yang saleh, utuh, dan berwawasan moral-akademis. Dengan demikian,
mahasiswa dapat mengembangkan karakter yang Pancasilais melalui berbagai sikap yang positif,
seperti jujur, disiplin, tanggung jawab, mandiri (Latif, 2002)

Mahasiswa sebagai insan akademis yang bermoral Pancasila juga harus terlibat dan berkontribusi
langsung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai perwujudan sikap tanggung jawab warga
negara. Tanggung jawab yang penting berupa sikap menjunjung tinggi moralitas dan menghormati
hukum yang berlaku di Indonesia. Untuk itu, diperlukan penguasaan pengetahuan tentang pengertian
etika, aliran etika, dan pemahaman Pancasila sebagai sistem etika sehingga mahasiswa memiliki
keterampilan menganalisis persoalan-persoalan korupsi dan dekadensi moral dalam kehidupan bangsa
Indonesia (Ismawan, 2002).
Taat beragama dalam kehidupan individu, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam
pengembangan keilmuan, serta kehidupan akademik dan profesinya; mengaktualisasikan nilai-nilai
Pancasila dalam bentuk pribadi yang saleh secara individual, sosial, dan alam; mengembangkan
karakter Pancasilais yang teraktualisasi dalam sikap jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, santun,
ramah lingkungan, gotong royong, cinta damai, responsif, dan proaktif; berkontribusi aktif dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, berperan dalam pergaulan dunia dengan menjunjung tinggi
penegakan moral dan hukum; menguasai pengetahuan tentang pengertian etika. Pancasila sebagai
solusi problem moralitas bangsa; terampil merumuskan solusi atas problem moralitas bangsa dengan
pendekatan Pancasila (Kaelan, 2000).

Dari hasil pengerjaan silahkan Anda cocokkan dengan kunci jawaban yang tersedia, kemudian
gunakan rumus di bawah ini untuk menghitung nilai ketercapaian pembelajaran.

Penilaian Pembelajaran

Untuk menilai pencapaian penguasaan materi, silahkan Anda kerjakan soal berikut;

1. Nilai, Ide-ide, Ideologi, moral dan pandangan hidup merupakan... a.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 69 dari halaman 125
Objek material filsafat
b. Objek formal filsafat c.
Objek kajian
d. Objek Kajian dan Penelitian
e. Objek Penelitian
2. Cabang filsafat yang berkaitan dengan persoalan tentang hakikat yang ada disebut... a.
Logika
b. Etika c.
Moral
d. Metafisika
e. Epistemologi
3. Cabang filsafat yang berkaitan dengan persoalan hakikat metode ilmiah disebut... a.
Logika
b. Etika c.
Moral
d. Metafisika
e. Epistemologi

4. Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa, yaitu...


a. Sebagai konsep dasar kehidupan yang dicita-citakan suatu bangsa. b.
Pancasila sebagai ajaran bangsa.
c. Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa. d.
Pancasila sebagai peraturan pemerintah. e.
Pancasila dalam Undang Undang.
5. Sistem filsafat Pancasila merupakan subjek yang memberikan penilaian terhadap segala
sesuatu yang menyangkut kehidupan...
a. Sendiri
b. Golongan
c. Partai politik d.
Kampus
e. Masyarakat, bangsa dan Negara

6. Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Yunani, yaitu... a.


Sophia
b. Logos
c. Bahasa Jawa d.
Panca
e. Philosophia
7. Ajaran filsafat yang bulat, mengajarkan tentang berbagai segi kehidupan mendasar, seperti
sumber dan hakekat realita, filsafat, hidup dan tata nilai (etika) termasuk teori terjadinya
pengetahuan dan logika disebut...

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 70 dari halaman 125
a. Hakekat Pancasila b.
Sistem filsafat
c. Tujuan Filsafat
d. Teori Filsafat
e. Nilai-nilai filsafat

8. Semua peraturan perundang-undangan harus bersumber kepada... a.


Pancasila
b. Presiden
c. DPR RI
d. Polisi
e. ORMAS

9. Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa berarti... a.


Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa
b. Sebagai konsep dasar kehidupan yang dicita-citakan suatu bangsa c.
Kehidupan yang dicita-citakan suatu bangsa ke depan
d. Pancasila sebagai ajaran bangsa e.
Semua benar
10. Fungsi pancasila dalam hubungan dengan pengaruh budaya asing dan iptek adalah a.
Sebagai pandangan hidup
b. Sebagai penyaring / filter
c. Merupakan pedoman hidup d.
Sebagai pangkal budaya
e. Merupakan landasan berpijak

Kunci Jawaban
Silahkan cocokkan jawaban Anda dengan kunci jawabn berikut;

1. A
2. D
3. D
4. A
5. E
6. E
7. B
8. A
9. B
10. B

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 71 dari halaman 125
Tindak Lanjut Pembelajaran
Setelah memahami materi di Unit ini dan Anda sudah menyelesaikan Soal yang diberikan, silahkan
membaca sumber lain yang ada di referensi.

Referensi
Ismawan, Indra. (2020). Menegakkan Pilar ‘Good Governance’ Di Daerah Sebagai Realisasi
Otonomi Daerah. Jakarta: Business News.

Latif, Yudi. (2002). Negara Paripurna, Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta:
Gramedia Pustaka.

_. (2013). “Soekarno Sebagai Penggali Pancasila”, dalam Prisma Edisi Khusus


Soekarno, Membongkar Sisi-sisi Hidup Putera Sang Fajar, Volume 32, No.2 & No.3,
2013. Jakarta: LP3ES.

Fauzi, Achmad. (1983). Pancasila Ditinjau Dari Segi Yuridis Konstitusional dan Segi Filosofis.
Malang: Lembaga Penerbitan UB.

Kaelan. (2000). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

Siswanto, Joko. (2015). Pancasila (Refleksi Komperehensif Hal-Ikhwal Pancaila). Yogyakarta:


Ladang Kata.

Soekarno. (1984). Pancasila Sebagai Dasar Negara. Jakarta: Inti Idayu Press dan Yayasan
Pendidikan Soekarno.

Suwarno. (1993). Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.

Zubair. (1987). Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta : Yayasan Pembinaan
Fakultas Filsafat UGM.

Nurdin, Encep Syarief. (2012). “Pancasila Dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia”, dalam E-
Materi Pendidikan Pancasila. Dikti dan UGM.

Daftar ISTILAH

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 72 dari halaman 125
1. Moralitas sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan
buruk atau kualitas dalam perbuatan manusia menunjukkan bahwa perbuatan
itu benar

2. Normatif berpegang teguh pada norma, menurut norma atau kaidah yang berlaku

3. Filosofis kajian masalah mendasar dan umum tentang persoalan seperti eksistensi,
pengetahuan. nilai akal pikiran

4. Universal konsep ini dipercaya dimiliki oleh setiap manusia tanpa membedakan apakah
manusia tersebut berbudaya, adat istiadatnya agamanya

5. Kristalisasi proses pembentukan atau proses pemindahan dan teknik pemisahan


(transper)

6. Etimologis cabang ilmu yang mempelajari asal usul suatu kata

7. Akademis kemampuan yang dapat di ukur secara pasti karena ilmu pengetahuan itu
sendiri bersifat pasti dan dapat diuji kebenarannya

8. Historis kebenaran yang dianggap dalam sejarah di masa lalu

9. Sosiologis ilmu yang mempelajari hubungan antar manusia dalam kelompok (ilmu
pengetahuan)

10. Konkrit kata yang memiliki makna acuan objek yang bisa di lihat, di rasa, di dengar di
cium oleh panca indra.

11. Objekvitas objektif dalam ilmu untuk menangkap sifat alamiah dengan suatu cara di mana
tidak tergantung pada pasilitas apapun

12. Konsensus sebuah perasa untuk menghasilkan atau menjadikan sebuah kesepakatan
yang di setujui secara bersama sama antar kelompok

13. Individual merupakan unit yang terkecil atau bagian yang terkecil dalam suatu
masyarakat.

14. Pancasilais penganut idiologi pncasila sebagai dasar negara bangsa indonesia

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 73 dari halaman 125
II.PANCASILA MENJADI SISTEM ETIKA

Gambar VI.0 Etika merupakan struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan tuntunan atau panduan dalam
bersikap dan bertingkah laku

Pancasila sebagai sistem etika di samping merupakan way of life bangsa Indonesia, juga
merupakan struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan tuntunan atau panduan
kepada setiap warga negara Indonesia dalam bersikap dan bertingkah laku. Pancasila sebagai
sistem etika, dimaksudkan untuk mengembangkan dimensi moralitas dalam diri setiap
individu sehingga memiliki kemampuan menampilkan sikap spiritualitas dalam kehidupan
bermasycarakat, berbangsa, dan bernegara. Mahasiswa sebagai peserta didik termasuk
anggota masyarakat ilmiah-akademik yang memerlukan sistem etika yang orisinal dan
komprehensif agar dapat
mewarnai setiap keputusan yang diambilnya dalam profesi ilmiah. Sebab keputusan ilmiah
yang diambil tanpa pertimbangan moralitas, dapat menjadi bumerang bagi dunia ilmiah itu
sendiri sehingga menjadikan dunia ilmiah itu hampa nilai (value –free).
Anda sebagai mahasiswa berkedudukan sebagai makhluk individu dan sosial sehingga setiap
keputusan yang diambil tidak hanya terkait dengan diri sendiri, tetapi juga berimplikasi dalam
kehidupan sosial dan lingkungan. Pancasila sebagai sistem etika merupakan moral guidance
yang dapat diaktualisasikan ke dalam tindakan konkrit, yang melibatkan berbagai aspek
kehidupan. Oleh karena itu, sila-sila Pancasila perlu diaktualisasikan lebih lanjut ke dalam
putusan tindakan sehingga mampu mencerminkan pribadi yang saleh, utuh, dan berwawasan
moral-akademis. Dengan demikian, mahasiswa dapat mengembangkan karakter yang

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 74 dari halaman 125
Pancasilais melalui berbagai sikap yang positif, seperti jujur, disiplin, tanggung jawab,
mandiri, dan lainnya.
Mahasiswa sebagai insan akademis yang bermoral Pancasila juga harus terlibat dan
berkontribusi langsung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai
perwujudan sikap tanggung jawab warga negara. Tanggung jawab yang penting berupa
sikap menjunjung tinggi moralitas dan menghormati hukum yang berlaku di Indonesia. Untuk
itu, diperlukan penguasaan pengetahuan tentang pengertian etika, aliran etika, dan
pemahaman Pancasila sebagai sistem etika sehingga mahasiswa memiliki keterampilan
menganalisis persoalan-persoalan korupsi dan dekadensi moral dalam kehidupan bangsa
Indonesia.

Kompetensi Dasar
Taat beragama dalam kehidupan individu, bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan dalam
pengembangan keilmuan, serta kehidupan akademik dan profesinya; mengaktualisasikan
nilai-nilai Pancasila dalam bentuk pribadi yang saleh secara individual, sosial, dan alam;
mengembangkan karakter Pancasilais yang teraktualisasi dalam sikap jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, cinta damai, responsif, dan
proaktif; berkontribusi aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, berperan dalam
pergaulan dunia dengan menjunjung tinggi penegakan moral dan hukum; menguasai
pengetahuan tentang pengertian etika, aliran-aliran etika, etika Pancasila, dan Pancasila
sebagai solusi problem moralitas bangsa; terampil merumuskan solusi atas problem
moralitas bangsa dengan Pendekatan Pancasila; melaksanakan projek belajar
implementasi Pancasila dalam kehidupan nyata.

Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika


1. Konsep Pancasila sebagai Sistem Etika
a. Pengertian Etika

Pernahkah Anda mendengar istilah “etika”? Kalaupun Anda pernah mendengar istilah tersebut,
tahukah Anda apa artinya? Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani, “Ethos” yang artinya
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap,
dan cara berpikir. Secara etimologis, etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan
kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun
masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke
generasi yang lain. Dalam artian ini, etika sama maknanya dengan moral. Etika dalam arti
yang luas ialah ilmu yang membahas tentang kriteria baik dan buruk (Bertens, 1997: 4--6).
Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu yang
dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 75 dari halaman 125
Keseluruhan perilaku manusia dengan norma dan prinsip-prinsip yang mengaturnya itu kerap
kali disebut moralitas atau etika (Sastrapratedja, 2002: 81).
Etika selalu terkait dengan masalah nilai sehingga perbincangan tentang etika, pada
umumnya membicarakan tentang masalah nilai (baik atau buruk). Apakah yang Anda ketahui
tentang nilai? Frondizi menerangkan bahwa nilai merupakan kualitas yang tidak real karena
nilai itu tidak ada untuk dirinya sendiri, nilai membutuhkan pengemban untuk berada
(2001:7). Misalnya, nilai kejujuran melekat pada sikap dan kepribadian seseorang. Istilah nilai
mengandung penggunaan yang kompleks dan bervariasi. Lacey menjelaskan bahwa paling
tidak ada enam pengertian nilai dalam penggunaan secara umum, yaitu sebagai berikut:
1. Sesuatu yang fundamental yang dicari orang sepanjang hidupnya.
2. Suatu kualitas atau tindakan yang berharga, kebaikan, makna atau pemenuhan
karakter untuk kehidupan seseorang.
3. Suatu kualitas atau tindakan sebagian membentuk identitas seseorang sebagai
pengevaluasian diri, penginterpretasian diri, dan pembentukan diri.
4. Suatu kriteria fundamental bagi seseorang untuk memilih sesuatu yang baik di antara
berbagai kemungkinan tindakan.
5. Suatu standar yang fundamental yang dipegang oleh seseorang ketika bertingkah laku
bagi dirinya dan orang lain.
6. Suatu ”objek nilai”, suatu hubungan yang tepat dengan sesuatu yang
sekaligus membentuk hidup yang berharga dengan identitas kepribadian seseorang. Objek
nilai mencakup karya seni, teori ilmiah, teknologi, objek yang disucikan, budaya, tradisi,
lembaga, orang lain, dan alam itu sendiri. (Lacey, 1999: 23).
Dengan demikian, nilai sebagaimana pengertian butir kelima (5), yaitu sebagai standar
fundamental yang menjadi pegangan bagi seseorang dalam bertindak, merupakan kriteria
yang penting untuk mengukur karakter seseorang. Nilai sebagai standar fundamental ini pula
yang diterapkan seseorang dalam pergaulannya dengan orang lain sehingga perbuatannya
dapat dikategorikan etis atau tidak.
Namun, tahukah Anda bahwa dalam bahasa pergaulan orang acap kali
mencampuradukkan istilah “etika” dan “etiket”? Padahal, keduanya mengandung perbedaan
makna yang hakiki. Etika berarti moral, sedangkan etiket lebih mengacu pada pengertian sopan
santun, adat istiadat. Jika dilihat dari asal usul katanya, etika berasal dari kata “ethos”,
sedangkan etiket berasal dari kata “etiquette”. Keduanya memang mengatur perilaku manusia
secara normatif. tetapi Etika lebih mengacu ke filsafat moral yang merupakan kajian kritis
tentang baik dan buruk, sedangkan etiket mengacu kepada cara yang tepat, yang diharapkan,
serta ditentukan dalam suatu komunitas tertentu. Contoh, mencuri termasuk pelanggaran
moral, tidak penting apakah dia mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri. Etiket,
misalnya terkait dengan tata cara berperilaku dalam pergaulan, seperti makan dengan tangan
kanan dianggap lebih sopan atau beretiket (Bertens, 1997: 9).

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 76 dari halaman 125
Anda dipersilakan untuk mencermati gambar berikut dan diminta untuk membedakan
persoalan etika, persoalan etiket, dan kode etik profesi.

Gambar VI.1: Tidak mencontek merupakan salah satu etika dalam melaksanakan ujian sekolah
Sumber: http://yumnaku.blogspot.com/2012/06/mencontek.html

Gambar VI.2: Meminta doa restu orang tua merupakan salah satu etika sebelum berangkat sekolah
Sumber: http://www.anneahira.com/adab-terhadap-orang-tua.htm

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 77 dari halaman 125
Gambar VI.3: Korupsi merupakan penyakit moral yang kronis yang perlu disembuhkan.
(Sumber: http://loperkoran.wordpress.com/)

Anda dipersilakan untuk menelusuri konsep dan pengertian etika, etiket, dan kode etik dalam
kehidupan sehari-hari. Kemudian, mendiskusikannya dengan teman sekelompok Anda untuk
menganalisis perbedaan di antara ketiganya dan melaporkannya secara tertulis.

b. Aliran-aliran Etika

Ada beberapa aliran etika yang dikenal dalam bidang filsafat, meliputi etika keutamaan,
teleologis, deontologis. Etika keutamaan atau etika kebajikan adalah teori yang mempelajari
keutamaan (virtue), artinya mempelajari tentang perbuatan manusia itu baik atau buruk.
Etika kebajikan ini mengarahkan perhatiannya kepada keberadaan manusia, lebih
menekankan pada What should I be?, atau “saya harus menjadi orang yang bagaimana?”.
Beberapa watak yang terkandung dalam nilai keutamaan adalah baik hati, ksatriya, belas
kasih, terus terang, bersahabat, murah hati, bernalar, percaya diri, penguasaan diri, sadar,
suka bekerja bersama, berani, santun, jujur, terampil, adil, setia, ugahari (bersahaja), disiplin,
mandiri, bijaksana, peduli, dan toleran (Mudhofir, 2009: 216--219). Orang yang memelihara
metabolisme tubuh untuk mendapatkan kesehatan yang prima juga dapat dikatakan
sebagai bentuk penguasaan diri dan disiplin, sebagaimana nasihat Hippocrates berikut ini.
“All parts of the body which have a function, if use moderation and exercise in labours in which
each is accustomed, become thereby healthy, well-developed and age slowly, but if unused and
left idle they become liable to disease, defective growth, and age quickly” 1

Etika teleologis adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari tindakan moral menentukan
nilai tindakan atau kebenaran tindakan dan dilawankan dengan kewajiban. Seseorang yang
mungkin berniat sangat baik atau mengikuti asas- asas moral yang tertinggi, akan tetapi hasil
tindakan moral itu berbahaya atau jelek, maka tindakan tersebut dinilai secara moral sebagai
tindakan yang tidak etis. Etika teleologis ini menganggap nilai moral dari suatu tindakan

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 78 dari halaman 125
dinilai berdasarkan pada efektivitas tindakan tersebut dalam mencapai tujuannya. Etika
teleologis ini juga menganggap bahwa di dalamnya kebenaran dan kesalahan suatu
tindakan dinilai berdasarkan tujuan akhir yang diinginkan (Mudhofir, 2009: 214). Aliran-aliran
etika teleologis, meliputi eudaemonisme, hedonisme, utilitarianisme.
Etika deontologis adalah teori etis yang bersangkutan dengan kewajiban moral sebagai
hal yang benar dan bukannya membicarakan tujuan atau akibat. Kewajiban moral
bertalian dengan kewajiban yang seharusnya, kebenaran moral atau kelayakan, kepatutan.
Kewajiban moral mengandung kemestian untuk melakukan tindakan. Pertimbangan
tentang kewajiban moral lebih diutamakan daripada pertimbangan tentang nilai moral.
Konsep- konsep nilai moral (yang baik) dapat didefinisikan berdasarkan pada kewajiban moral
atau kelayakan rasional yang tidak dapat diturunkan dalam arti tidak dapat dianalisis
(Mudhofir, 2009: 141).
Aliran Etika dan Karakteristiknya
Aliran Orientasi Watak nilai Keterangan

Etika Keutamaan Disiplin, kejujuran, Moralitas yang didasarkan


Keutamaan atau kebajikan belas kasih, murah pada agama kebanyakan
hati, dan seterusnya menganut etika keutamaan.

1 (http://www.medscape.org/viewarticle/554276)

Teleologis Konsekuensi Kebenaran dan Aliran etika yang berorientasi


atau akibat kesalahan pada konsekuensi atau hasil
didasarkan pada seperti: Eudaemonisme,
tujuan akhir Hedonisme, Utilitarianisme.

Deontologis Kewajiban Kelayakan, Pandangan etika yang


atau kepatutan, mementingkan kewajiban
keharusan kepantasan seperti halnya pemikiran
Immanuel Kant yang terkenal
dengan sikap imperatif
kategoris, perbuatan baik
dilakukan tanpa pamrih.

Ketiga mainstream dalam bidang etika sebagaimana diuraikan di atas mewarnai sikap
dan perilaku masyarakat dewasa ini.
Anda dipersilakan untuk menelusuri dan menemu kenali (mengidentifikasi)
konsep dan pengertian Eudaemonisme, Hedonisme, Utilitarianisme dalam kehidupan
masyarakat di sekitar Anda! Kemudian, Anda diminta untuk
mendiskusikannya dalam kelompok Anda tentang keunggulan dan
kelemahan masing-masing aliran etika tersebut dan melaporkannya secara tertulis.

c. Etika Pancasila

Setelah Anda mendapat gambaran tentang pengertian etika dan aliran etika, maka
selanjutnya perlu dirumuskan pengertian etika Pancasila, dan aliran yang lebih sesuai
dengan etika Pancasila.
karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 79 dari halaman 125
Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk
mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
Oleh karena itu, dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia
Indonesia dalam semua aspek kehidupannya. Sila ketuhanan mengandung dimensi moral
berupa nilai spiritualitas yang mendekatkan diri manusia kepada Sang Pencipta, ketaatan
kepada nilai agama yang dianutnya. Sila kemanusiaan mengandung dimensi humanus,
artinya menjadikan manusia lebih manusiawi, yaitu upaya meningkatkan kualitas
kemanusiaan dalam pergaulan antar sesama. Sila persatuan mengandung dimensi nilai
solidaritas, rasa kebersamaan (mitsein), cinta tanah air. Sila kerakyatan mengandung dimensi
nilai berupa sikap menghargai orang lain, mau mendengar pendapat orang lain, tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain. Sila keadilan mengandung dimensi nilai mau
peduli atas nasib orang lain, kesediaan membantu kesulitan orang lain.
Etika Pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan atau etika kebajikan,
meskipun corak kedua mainstream yang lain, deontologis dan teleologis termuat pula di
dalamnya. Namun, etika keutamaan lebih dominan karena etika Pancasila tercermin dalam
empat tabiat saleh, yaitu kebijaksanaan, kesederhanaan, keteguhan, dan keadilan.
Kebijaksanaan artinya melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh kehendak yang
tertuju pada kebaikan serta atas dasar kesatuan akal – rasa – kehendak yang berupa
kepercayaan yang tertuju pada kenyataan mutlak (Tuhan) dengan memelihara nilai-nilai
hidup kemanusiaan dan nilai-nilai hidup religius. Kesederhaaan artinya membatasi diri dalam
arti tidak melampaui batas dalam hal kenikmatan. Keteguhan artinya membatasi diri dalam arti
tidak melampaui batas dalam menghindari penderitaan. Keadilan artinya memberikan sebagai
rasa wajib kepada diri sendiri dan manusia lain, serta terhadap Tuhan terkait dengan segala
sesuatu yang telah menjadi haknya (Mudhofir, 2009: 386).

Anda dipersilakan untuk menelusuri konsep dan pengertian Pancasila sebagai sistem etika
sebagaimana yang terkandung dalam sila 1, 2, 3, 4, dan 5 sehingga penamaan etika Pancasila
sebagai Common Denominator dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah-filosofis.
Kemudian mendiskusikan tentang etika Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa di Indonesia dalam kelompok Anda dan melaporkannya secara tertulis.

2. Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika

Pentingnya Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan problem yang dihadapi bangsa
Indonesia sebagai berikut. Pertama, banyaknya kasus korupsi yang melanda negara Indonesia
sehingga dapat melemahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua, masih
terjadinya aksi terorisme yang mengatasnamakan agama sehingga dapat merusak semangat
toleransi dalam kehidupan antar umat beragama, dan meluluhlantakkan semangat
persatuan atau mengancam disintegrasi bangsa. Ketiga, masih terjadinya pelanggaran hak
asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara, seperti: kasus penyerbuan Lembaga
Pemasyarakatan Cebongan Yogyakarta, pada tahun 2013 yang lalu. Keempat, kesenjangan

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 80 dari halaman 125
antara kelompok masyarakat kaya dan miskin masih menandai kehidupan masyarakat
Indonesia. Kelima, ketidakadilan hukum yang masih mewarnai proses peradilan di Indonesia,
seperti putusan bebas bersyarat atas pengedar narkoba asal Australia Schapell Corby.
Keenam, banyaknya orang kaya yang tidak bersedia
membayar pajak dengan benar, seperti kasus penggelapan pajak oleh perusahaan, kasus
panama papers yang menghindari atau mengurangi pembayaran pajak. Kesemuanya itu
memperlihatkan pentingnya dan mendesaknya peran dan kedudukan Pancasila sebagai
sistem etika karena dapat menjadi tuntunan atau sebagai Leading Principle bagi warga
negara untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Etika Pancasila diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebab
berisikan tuntunan nilai-nilai moral yang hidup. Namun, diperlukan kajian kritis-rasional
terhadap nilai-nilai moral yang hidup tersebut agar tidak terjebak ke dalam pandangan yang
bersifat mitos. Misalnya, korupsi terjadi lantaran seorang pejabat diberi hadiah oleh seseorang
yang memerlukan bantuan atau jasa si pejabat agar urusannya lancar. Si pejabat menerima
hadiah tanpa memikirkan alasan orang tersebut memberikan hadiah. Demikian pula halnya
dengan masyarakat yang menerima sesuatu dalam konteks politik sehingga dapat
dikategorikan sebagai bentuk suap, seperti contoh berikut:

Gambar VI.4: Salah satu etika dalam berdemokrasi adalah menolak berbagai macam bentuk suap dalam proses
pemilihan wakil-wakil rakyat.
Sumber: kompas.com

Anda diharapkan untuk menelusuri dan mendiskusikan dalam kelompok Anda berbagai contoh
yang terkait dengan pemberian hadiah yang tulus dan hadiah yang mengandung unsur
gratifikasi sehingga Anda dapat membedakan antara suatu pemberian itu dikatakan suap dan
hadiah atau pemberian yang tulus atau pemberian tanpa pamrih. Kemudian, buatlah laporan
hasil diskusi tersebut secara tertulis.

Menanya Alasan Diperlukannya Pancasila sebagai Sistem Etika

Anda perlu mengetahui bahwa Pancasila sebagai sistem etika tidaklah muncul begitu saja.
Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk mengatur sistem

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 81 dari halaman 125
penyelenggaraan negara. Anda dapat bayangkan apabila dalam penyelenggaraan kehidupan
bernegara tidak ada sistem etika yang menjadi guidance atau tuntunan bagi para
penyelenggara negara, niscaya negara akan hancur. Beberapa alasan mengapa Pancasila
sebagai sistem etika itu diperlukan dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara di
Indonesia, meliputi hal-hal sebagai berikut:
Pertama, dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama generasi muda
sehingga membahayakan kelangsungan hidup bernegara. Generasi muda yang tidak
mendapat pendidikan karakter yang memadai dihadapkan pada pluralitas nilai yang
melanda Indonesia sebagai akibat globalisasi sehingga mereka kehilangan arah. Dekadensi
moral itu terjadi ketika pengaruh globalisasi tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, tetapi
justru nilai-nilai dari luar berlaku dominan. Contoh-contoh dekadensi moral, antara lain:
penyalahgunaan narkoba, kebebasan tanpa batas, rendahnya rasa hormat kepada orang tua,
menipisnya rasa kejujuran, tawuran di kalangan para pelajar. Kesemuanya itu menunjukkan
lemahnya tatanan nilai moral dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila
sebagai sistem etika diperlukan kehadirannya sejak dini, terutama dalam bentuk pendidikan
karakter di sekolah-sekolah.
Kedua, korupsi akan bersimaharajalela karena para penyelenggara negara tidak memiliki
rambu-rambu normatif dalam menjalankan tugasnya. Para penyelenggara negara tidak
dapat membedakan batasan yang boleh dan tidak, pantas dan tidak, baik dan buruk (good
and bad). Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan pemahaman atas kriteria baik (good)
dan buruk (bad). Archie Bahm dalam Axiology of Science, menjelaskan bahwa baik dan buruk
merupakan dua hal yang terpisah. Namun, baik dan buruk itu eksis dalam kehidupan
manusia, maksudnya godaan untuk melakukan perbuatan buruk selalu muncul. Ketika
seseorang menjadi pejabat dan mempunyai peluang untuk melakukan tindakan buruk
(korupsi), maka hal tersebut dapat terjadi pada siapa saja. Oleh karena itu, simpulan Archie
Bahm, ”Maksimalkan kebaikan, minimalkan keburukan” (Bahm, 1998: 58).
Ketiga, kurangnya rasa perlu berkontribusi dalam pembangunan melalui pembayaran
pajak. Hal tersebut terlihat dari kepatuhan pajak yang masih rendah, padahal peranan pajak
dari tahun ke tahun semakin meningkat dalam membiayai APBN. Pancasila sebagai sistem etika
akan dapat mengarahkan wajib pajak untuk secara sadar memenuhi kewajiban perpajakannya
dengan baik. Dengan kesadaran pajak yang tinggi maka program pembangunan yang tertuang
dalam APBN akan dapat dijalankan dengan sumber penerimaan dari sektor perpajakan.
Berikut ini diperlihatkan gambar tentang iklan layanan masyarakat tentang pendidikan yang
dibiayai dengan pajak.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 82 dari halaman 125
Gambar VI.5: Pajak yang telah dibayar oleh masyarakat salah satunya digunakan untuk membiayai
pendidikan di Indonesia, membangun gedung sekolah, mendanai Bantuan Operasional Sekolah, maupun
untuk membeli buku-buku pelajaran agar jutaan anak Indonesia dapat terus bersekolah. (Sumber:
www.pajeglempung.com)

Keempat, pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara di Indonesia
ditandai dengan melemahnya penghargaan seseorang terhadap hak pihak lain. Kasus-kasus
pelanggaran HAM yang dilaporkan di berbagai media, seperti penganiayaan terhadap
pembantu rumah tangga (PRT), penelantaran anak-anak yatim oleh pihak-pihak yang
seharusnya melindungi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan lain-lain. Kesemuanya
itu menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap nilai-
nilai Pancasila sebagai sistem etika belum berjalan maksimal. Oleh karena itu, di samping
diperlukan sosialisasi sistem etika Pancasila, diperlukan pula penjabaran sistem etika ke
dalam peraturan perundang-undangan tentang HAM (Lihat Undang-Undang No. 39 Tahun
1999 tentang HAM).
Kelima, kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan
manusia, seperti kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib generasi yang akan datang,
global warming, perubahan cuaca, dan lain sebagainya. Kasus-kasus tersebut menunjukkan
bahwa kesadaran terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai sistem etika belum mendapat tempat
yang tepat di hati masyarakat. Masyarakat Indonesia dewasa ini cenderung memutuskan
tindakan berdasarkan sikap emosional, mau menang sendiri, keuntungan sesaat, tanpa
memikirkan dampak yang ditimbulkan dari perbuatannya. Contoh yang paling jelas adalah
pembakaran hutan di Riau sehingga menimbulkan kabut asap. Oleh karena itu, Pancasila
sebagai sistem etika perlu diterapkan ke dalam peraturan perundang-undangan yang
menindak tegas para pelaku pembakaran hutan, baik pribadi maupun perusahaan yang

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 83 dari halaman 125
terlibat. Selain itu, penggiat lingkungan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara juga perlu mendapat penghargaan seperti gambar berikut.

Gambar VI.6: Penerima penghargaan Kalpataru sebagai bentuk apresiasi pemerintah terhadap pemerhati
lingkungan.
Sumber: http://www.voaindonesia.com/content/presiden-bagikan-penghargaan-kalpataru-
dan-adipura/1678556.html

Lingkungan hidup yang nyaman melahirkan generasi muda yang sehat dan bersih sehingga
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menjadi lebih bermakna
sebagaimana tercermin dalam gambar berikut.

Gambar VI.7: Menanam pohon sebagai bentuk kesadaran atas lingkungan hidup yang asri.
Sumber: http://seminarhasilpenelitian.wordpress.com/2010/03/24/10-alasan-untuk- menanam-pohon/

Anda dipersilakan untuk mendiskusikan dalam kelompok Anda berbagai faktor penyebab
terjadinya perusakan lingkungan dan dampak perusakan lingkungan terhadap hajat hidup
orang banyak, kemudian melaporkannya
secara tertulis.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 84 dari halaman 125
Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Sistem
Etika
1. Sumber historis

Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih berbentuk sebagai
Philosofische Grondslag atau Weltanschauung. Artinya, nilai-nilai Pancasila belum
ditegaskan ke dalam sistem etika, tetapi nilai-nilai moral telah terdapat pandangan hidup
masyarakat. Masyarakat dalam masa orde lama telah mengenal nilai-nilai kemandirian
bangsa yang oleh Presiden Soekarno disebut dengan istilah berdikari (berdiri di atas kaki
sendiri).
Pada zaman Orde Baru, Pancasila sebagai sistem etika disosialisasikan melalui penataran P-4
dan diinstitusionalkan dalam wadah BP-7. Ada banyak butir
Pancasila yang dijabarkan dari kelima sila Pancasila sebagai hasil temuan dari para peneliti
BP-7. Untuk memudahkan pemahaman tentang butir-butir sila Pancasila dapat dilihat pada
tabel berikut (Soeprapto, 1993: 53--55).
SILA PANCASILA CARA PENGAMALAN

1. Ketuhanan Yang a. Manusia Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
b. Hormat menghormati dan bekerja sama antar para pemeluk agama
dan para penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina
kerukunan hidup.
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya.
d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2. Kemanusiaan yang a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan
Adil dan Beradab kewajiban asasi antar sesama manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
b. Saling mencintai sesama manusia.
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
d. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
g. Berani membela kebenaran dan keadilan.
h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia. Oleh karena itu, dikembangkan sikap hormat menghormati
dan bekerja sama dengan bangsa lain.
3. Persatuan a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, keselamatan
Indonesia bangsa dan bernegara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
c. Cinta tanah air dan bangsa.
d. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang
berbhineka tunggal ika.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 85 dari halaman 125
4. Kerakyatan yang a. Sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai
Dipimpin oleh kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dengan mengutamakan
Hikmat kepentingan negara dan masyarakat.
Kebijaksanaan b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
dalam
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
Permusyawara-tan/
kepentingan bersama.
Perwakilan
d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
e. Dengan itikad yang baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil putusan musyawarah.
f. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati
nurani yang luhur.
g. Putusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan, dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
5. Keadilan Sosial a. Mengembangkan perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap
bagi Seluruh dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Rakyat Indonesia b. Bersikap adil.
c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

d. Menghormati hak-hak orang lain.


e. Suka memberi pertolongan kepada orang lain
f. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain. g. Tidak bersifat
boros.
h. Tidak bergaya hidup mewah.
i. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum. j. Suka bekerja
keras.
k. Menghargai hasil karya orang lain.
l. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem etika tenggelam dalam hiruk- pikuk perebutan
kekuasaan yang menjurus kepada pelanggaraan etika politik. Salah satu bentuk pelanggaran
etika politik adalah abuse of power, baik oleh penyelenggara negara di legislatif, eksekutif,
maupun yudikatif. Penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan inilah yang
menciptakan korupsi di berbagai kalangan penyelenggara negara.

Anda dipersilakan untuk menggali sumber historis Pancasila sebagai sumber etika pada
zaman Orde Lama, Orde Baru, dan era reformasi. Membandingkan dan menunjukkan
kekhasan yang terdapat pada masing-masing zaman.
Menunjukkan dalam berbagai contoh bentuk pelanggaran etis yang dilakukan pada
masing-masing zaman.
Kemudian, mendiskusikannya dalam kelompok Anda dan melaporkannya
secara tertulis.

2. Sumber Sosiologis

Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan dalam kehidupan
masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Misalnya, orang Minangkabau dalam hal
bermusyawarah memakai prinsip “bulat air oleh pembuluh, bulat kata oleh mufakat”. Masih
banyak lagi mutiara kearifan lokal yang bertebaran di bumi Indonesia ini sehingga
memerlukan penelitian yang mendalam.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 86 dari halaman 125
Anda diminta mencari dan menggali sumber sosiologis tentang berbagai kearifan lokal di
Indonesia yang terkait dengan sistem etika berdasarkan sila-sila Pancasila. Kemudian,
mendiskusikan dalam kelompok Anda berbagai bentuk kearifan lokal (local wisdom) dan
hambatan lokal (local constraint) dalam kelompok etnis tertentu.

3. Sumber politis

Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam norma-norma dasar
(Grundnorm) sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan perundangan-undangan di
Indonesia. Hans Kelsen mengatakan bahwa teori hukum itu suatu norma yang berbentuk
piramida. Norma yang lebih rendah memperoleh kekuatannya dari suatu norma yang lebih
tinggi. Semakin tinggi suatu norma, akan semakin abstrak sifatnya, dan sebaliknya, semakin
rendah kedudukannya, akan semakin konkrit norma tersebut (Kaelan, 2011: 487). Pancasila
sebagai sistem etika merupakan norma tertinggi (Grundnorm) yang sifatnya abstrak,
sedangkan perundang-undangan merupakan norma yang ada di bawahnya bersifat konkrit.
Etika politik mengatur masalah perilaku politikus, berhubungan juga dengan praktik institusi
sosial, hukum, komunitas, struktur-struktur sosial, politik, ekonomi. Etika politik memiliki 3
dimensi, yaitu tujuan, sarana, dan aksi politik itu sendiri. Dimensi tujuan terumuskan dalam
upaya mencapai kesejahteraan masyarakat dan hidup damai yang didasarkan pada kebebasan
dan keadilan. Dimensi sarana memungkinkan pencapaian tujuan yang meliputi sistem dan
prinsip-prinsip dasar pengorganisasian praktik penyelenggaraan negara dan yang mendasari
institusi-institusi sosial. Dimensi aksi politik berkaitan dengan pelaku pemegang peran sebagai
pihak yang menentukan rasionalitas politik. Rasionalitas politik terdiri atas rasionalitas tindakan
dan keutamaan. Tindakan politik dinamakan rasional bila pelaku mempunyai orientasi situasi
dan paham permasalahan (Haryatmoko, 2003: 25 – 28).
Hubungan antara dimensi tujuan, sarana, dan aksi politik dapat digambarkan sebagai berikut
(Haryatmoko, 2003: 26).

Tujuan

Politik

Gambar VI.8 Hubungan antara dimensi tujuan, sarana, dan aksi politik

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 87 dari halaman 125
Anda diminta untuk menggali sumber politis tentang Pancasila sebagai sistem etika dalam
bentuk perilaku politik yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Kemudian,
mendiskusikannya dalam kelompok
Anda dan melaporkannya secara tertulis.

Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan


Pancasila sebagai Sistem Etika
1. Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Sistem Etika

Beberapa argumen tentang dinamika Pancasila sebagai sistem etika dalam penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama, pada zaman Orde Lama,
pemilu diselenggarakan dengan semangat demokrasi yang diikuti banyak partai politik, tetapi
dimenangkan empat partai politik, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Muslimin
Indonesia (PARMUSI), Partai Nahdhatul Ulama (PNU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tidak
dapat dikatakan bahwa pemerintahan di zaman Orde Lama mengikuti sistem etika Pancasila,
bahkan ada tudingan dari pihak Orde Baru bahwa pemilihan umum pada zaman Orde
Lama dianggap terlalu liberal karena pemerintahan Soekarno menganut sistem demokrasi
terpimpin, yang cenderung otoriter.
Kedua, pada zaman Orde Baru sistem etika Pancasila diletakkan dalam bentuk penataran P-4.
Pada zaman Orde Baru itu pula muncul konsep manusia Indonesia seutuhnya sebagai
cerminan manusia yang berperilaku dan berakhlak mulia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Manusia Indonesia seutuhnya dalam pandangan Orde Baru, artinya manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang secara kodrati bersifat monodualistik, yaitu
makhluk rohani sekaligus makhluk jasmani, dan makhluk individu sekaligus makhluk sosial.
Manusia sebagai makhluk pribadi memiliki emosi yang memiliki pengertian, kasih sayang, harga
diri, pengakuan, dan tanggapan emosional dari manusia lain dalam kebersamaan hidup.
Manusia sebagai makhluk sosial, memiliki tuntutan kebutuhan yang makin maju dan sejahtera.
Tuntutan tersebut hanya dapat terpenuhi melalui kerjasama dengan orang lain, baik
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itulah, sifat kodrat manusia sebagai makhluk
individu dan sosial harus dikembangkan secara selaras, serasi, dan seimbang (Martodihardjo,
1993: 171).
Manusia Indonesia seutuhnya (adalah makhluk mono-pluralis yang terdiri atas susunan kodrat:
jiwa dan raga; Kedudukan kodrat: makhluk Tuhan dan makhluk berdiri sendiri; sifat kodrat:
makhluk sosial dan makhluk individual. Keenam unsur manusia tersebut saling melengkapi
satu sama lain dan merupakan satu kesatuan yang bulat. Manusia Indonesia menjadi
pusat persoalan, pokok dan pelaku utama dalam budaya Pancasila. (Notonagoro dalam Asdi,
2003: 17-18).
Ketiga, sistem etika Pancasila pada era reformasi tenggelam dalam eforia demokrasi. Namun
seiring dengan perjalanan waktu, disadari bahwa demokrasi tanpa dilandasi sistem etika

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 88 dari halaman 125
politik akan menjurus pada penyalahgunaan kekuasaan, serta machiavelisme (menghalalkan
segala cara untuk mencapi tujuan). Sofian Effendi, Rektor Universitas Gadjah Mada dalam
sambutan pembukaan Simposium Nasional Pengembangan Pancasila sebagai
Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Nasional (2006: xiv) mengatakan sebagai
berikut:
“Bahwa moral bangsa semakin hari semakin merosot dan semakin hanyut dalam arus konsumerisme,
hedonisme, eksklusivisme, dan ketamakan karena bangsa Indonesia tidak mengembangkan blueprint
yang berakar pada sila Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Gambar VI.9: Hilangnya Nasionalisme


Sumber: http://blogs.itb.ac.id/djadja/tag/nasionalisme/

2. Argumen tentang Tantangan Pancasila sebagai Sistem Etika

Apakah Anda mengetahui bentuk tantangan terhadap Pancasila sebagai sistem etika apa
saja yang muncul dalam kehidupan bangsa Indonesia? Hal- hal berikut ini dapat
menggambarkan beberapa bentuk tantangan terhadap sistem etika Pancasila.
Pertama, tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde Lama berupa sikap
otoriter dalam pemerintahan sebagaimana yang tercermin dalam penyelenggaraan negara
yang menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Hal tersebut tidak sesuai dengan sistem etika
Pancasila yang lebih menonjolkan semangat musyawarah untuk mufakat.
Kedua, tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde Baru terkait dengan
masalah NKK (Nepotisme, Kolusi, dan Korupsi) yang merugikan penyelenggaraan negara. Hal
tersebut tidak sesuai dengan keadilan sosial karena nepotisme, kolusi, dan korupsi hanya
menguntungkan segelintir orang atau kelompok tertentu.
Ketiga, tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada era Reformasi berupa eforia kebebasan
berpolitik sehingga mengabaikan norma-norma moral. Misalnya, munculnya anarkisme yang

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 89 dari halaman 125
memaksakan kehendak dengan mengatasnamakan kebebasan berdemokrasi.
Anda dipersilakan untuk membangun argumen dan menemukan faktor-faktor penyebab terjadinya
penyimpangan atas Pancasila sebagai sistem etika pada zaman Orde Lama, Orde Baru, dan era
Reformasi.
Kemudian, mendiskusikannya dalam kelompok Anda dan melaporkannya secara tertulis.

Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem


Etika
1. Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika

Hakikat Pancasila sebagai sistem etika terletak pada hal-hal sebagai berikut:
Pertama, hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan
sebagai penjamin prinsip-prinsip moral. Artinya, setiap perilaku warga negara harus
didasarkan atas nilai-nilai moral yang bersumber pada norma agama. Setiap prinsip moral
yang berlandaskan pada norma agama,
maka prinsip tersebut memiliki kekuatan (force) untuk dilaksanakan oleh pengikut-
pengikutnya.
Kedua, hakikat sila kemanusiaan terletak pada actus humanus, yaitu tindakan manusia yang
mengandung implikasi dan konsekuensi moral yang dibedakan dengan actus homini, yaitu
tindakan manusia yang biasa. Tindakan kemanusiaan yang mengandung implikasi moral
diungkapkan dengan cara dan sikap yang adil dan beradab sehingga menjamin tata
pergaulan antarmanusia dan antarmakhluk yang bersendikan nilai-nilai kemanusiaan yang
tertinggi, yaitu kebajikan dan kearifan.
Ketiga, hakikat sila persatuan terletak pada kesediaan untuk hidup bersama sebagai warga
bangsa yang mementingkan masalah bangsa di atas kepentingan individu atau kelompok.
Sistem etika yang berlandaskan pada semangat kebersamaan, solidaritas sosial akan
melahirkan kekuatan untuk menghadapi penetrasi nilai yang bersifat memecah belah bangsa.
Keempat, hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah untuk mufakat. Artinya,
menghargai diri sendiri sama halnya dengan menghargai orang lain.
Kelima, hakikat sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan perwujudan dari
sistem etika yang tidak menekankan pada kewajiban semata (deontologis) atau menekankan
pada tujuan belaka (teleologis), tetapi lebih menonjolkan keutamaan (virtue ethics) yang
terkandung dalam nilai keadilan itu sendiri.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 90 dari halaman 125
2. Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika

Hal-hal penting yang sangat urgen bagi pengembangan Pancasila sebagai sistem etika
meliputi hal-hal sebagai berikut: Pertama, meletakkan sila-sila Pancasila sebagai sistem etika
berarti menempatkan Pancasila sebagai sumber moral dan inspirasi bagi penentu sikap,
tindakan, dan keputusan yang diambil setiap warga negara. Kedua, Pancasila sebagai sistem
etika memberi guidance bagi setiap warga negara sehingga memiliki orientasi yang jelas
dalam tata pergaulan baik lokal, nasional, regional, maupun internasional. Ketiga, Pancasila
sebagai sistem etika dapat menjadi dasar analisis bagi berbagai kebijakan yang dibuat oleh
penyelenggara negara sehingga tidak keluar dari semangat negara kebangsaan yang berjiwa
Pancasilais. Keempat, Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi filter untuk menyaring
pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagai dampak globalisasi
yang memengaruhi pemikiran warga negara.

ILUSTRASIKAN GAMBAR TENTANG PENEMPATAN PANCASILA SEBAGAI SISTEM


ETIKA DALAM KEHIDUPAN BERNEGARA DI INDONESIA!

Rangkuman tentang Pengertian dan Pentingnya Pancasila sebagai Sistem


Etika
Pancasila sebagai sistem etika adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila- sila Pancasila
untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
Oleh karena itu, di dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia
Indonesia dalam semua aspek kehidupannya.
Pentingnya pancasia sebagai sistem etika bagi bangsa Indonesia ialah menjadi rambu normatif
untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
Dengan demikian, pelanggaran dalam kehidupan bernegara, seperti korupsi
(penyalahgunaan kekuasaan) dapat
diminimalkan.
Tugas Belajar Lanjut: Proyek Belajar Pancasila sebagai Sistem
Etika
Untuk memahami Pancasila sebagai sistem etika, Anda dipersilakan mencari informasi dari
berbagai sumber tentang:

1. Beberapa kasus yang memperlihatkan keterampilan individu atau kelompok dalam


merumuskan solusi atas problem moralitas bangsa (misalnya: kepatuhan membayar
pajak, mencegah korupsi, dan lain-lain) dengan pendekatan Pancasila.
2. Beberapa contoh individu atau kelompok di lingkungan Anda yang melaksanakan proyek

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 91 dari halaman 125
belajar implementasi Pancasila dalam kehidupan nyata.
III.ADAB DAN KESANTUNAN BERBAHASA KEARIFAN BUDAYA LOKAL DALAM
KELUARGA

Target minimal dua dari

1.Mengemukakan Karakteristik Warisan Budaya Takbenda (WBTb)


2.Mengidentifikasi Karakteristik Kategori Domain Warisan Budaya Takbenda
(WBTb)
3.Menelusuri Sejarah Warisan Budaya Takbenda (WBTb) dalam Konteksnya di
Masyarakat
3.Mengklasifikasi Data Warisan BudayaTakbenda (WBTb)
4.Mencatatkan Warisan Budaya Takbenda (WBTb)

Petemuan Minggu XV
1.*Etika Budaya Sejahtera bagi Orang Karo (3M)*:

a,.*MEHAMAT* :
(sinonim kata al: mulia; hamat, erkemalangen; haga; Rorat, Medolat, ersintabi mejemat;
mehangke, meliam, sulbang, ngergai;, kehormatan kemulian , Ketuhuan (TUHU))

Gambaran perilaku dan cara pikirnya dari hati:


a.kasih, Kebenaran ,kesabaran, baik hati , tidak cemburu, Tahu diri , sopan santun,tidak
menghakimi dan tidak mencari keuntungan, tidak pemarah, menutupi semua sesuatu,
Percaya,mengharapkan ,sabar menanggung sesuatu. tiada berkesudahan,.
b.sukacita, Bersyukur, bergembira, memotivasi diri
c.damai sejahtera, kepenuhan, kesempurnaan atau ketenangan jiwa yang tidak dipengaruhi
oleh keadaan ataupun tekanan, kekuatan ketertiban .
d.kesabaran, kelunakan, mau menanggung, panjang sabar, tabah, tahan menderita.
d.Selalu Memerlukan Pemusatan pemikiran dalam setiap bekerja.
e.Selalu berani mengambil resiko
f.Mengutamakan Kebijakan dalam Bertindak.

Adab ini Terkait dengan Sila Pertama, dan Sila Kedua

2.*MEGERMET* :
(sinonim kata al:metenget;tenteng, germet; memperhatikan, diatena, metulih pernehen;
pepayo;) Gambaran perilaku dan cara pikirnya dari hati:

a.kemurahan, karya nyata, kecocokan,kelembutan, bersikap penuh rahmat.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 92 dari halaman 125
b.kebaikan, Keadaan atau kualitas untuk bersikap baik.Kemuliaan perilaku;
kebajikan.Perasaan manis, murah hati, ringan tangan.Bagian terbaik dari semuanya;
Intisari; Kekuatan.
c.kesetiaan, mendedikasikan diri,Integritas,
d.kelemahlembutan, stabil, tenang, seimbang, tidak sombong, menguasai emosi, menguasai
energy diri dan kekuatan, mampu mengampuni kesalahan, memperbaiki kekeliruan, dan
menguasai jiwanya sendiri dengan baik.
d.Setiap hari yang dihadapi dianggap masalah baru bagi yang bersangkutan.
e.Selalu Serasi Tujuan dan ekonomis
f.Setiap masalah dianggap mengandung tingkat kesulitan tersendiri.

Adab ini Terkait Sila Ke 3 dan Sila ke 4 Pancasila

3.*MELIAS* :
(sinonim kata al:keleng; tami; sayang; Payo, ate keleng, merandal; me juah-juah, madan
simejilena; simehulina; ngaruh) Gambaran perilaku dan cara pikirnya dari hati:

a.penguasaan diri kebajikan pengetahuan, kesalehan,


b.kerendahan hati, Kecerian
c.kesederhanaan dan Kegembiraan
d.kemurnian
e.Keterangan Pemecahan setiap masalah dianggap solusi yang dapat diterima.
f.Sering menggunakan abstrak saat penjelasan
g.Bercirikan Kecepatan untuk bekerja

Adab Ini terkait Sila ke 4 dan Ke 5 Pancasila

b.MELAYU

Dalam bertutur dan berkata, banyak dijumpai nasehat dan petuah karena kata-kata sangat
berpengaruh dalam keselarasan pergaulan. “ Bahasa Menunjukkan Bangsa” . Pengertian bangsa
yang dimaksud di sini adalah orang baik-baik atau orang yang berderajat atau disebut juga
dengan “ orang berbangsa”. Orang baik-baik tentu mengeluarkan kata-kata yang baik dan
tekanan suaranya akan menimbulkan simpati orang.
Orang yang menggunakan kata-kata yang kasar dan tidak senonoh biasanya disebut “tidak
berbangsa” atau “rendah derajatnya”. Bahasa selalu dikaitkan dengan budi, oleh karena itu selalu
disebut dengan “budi bahasa”. Dengan demikian ketinggian budi seseorang juga diukur dari
kata-katanya, seperti disebutkan dalam ungkapan :

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 93 dari halaman 125
Hidup sekandang sehalaman
tidak boleh tengking-menengking
tidak boleh tindih-menindih
tidak boleh dendam kesumat
Pantang membuka aib orang
Pantang merobek baju di badan
Pantang menepuk air di dulang
Hilang budi karena bahasa
Habis daulat karena kuasa
Pedas lada hingga ke mulut
Pedas kata menjemput maut

Bisa ular pada taringnya


Bisa lebah pada sengatnya
Bisa manusia pada mulutnya
Bisa racun boleh diobat
Bisa mulut nyawa padannya

Oleh karena itu kata dan ungkapan memegang peran penting dalam pergaulan, maka selalu
diberikan tuntunan tentang bertutur agar kerukunan tetap terpelihara. Tinggi rendah budi
seseorang diukur dari cara berkata-kata seseorang yang mengeluarkan kata-kata yang salah
akan menjadi aib baginya, seperti kata pepatah “biar salah kain asal jangan salah cakap”.

Adat bertutur orang Melayu juga dapat dilihat dalam Gurindam Dua Belas karangan Raja Ali
Haji seperti :
Pasal III
Apabila terpelihara lidah
Niscaya dapat daripadanya faedah

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 94 dari halaman 125
Pasal IV

Mengumpat dan memuji hendaklah pikir


Disitulah banyak orang yang tergelincir

Jika sedikitpun berbuat bohong


Boleh diumpamakan mulutnya itu pekong

Barangsiapa berkata kotor


Mulutnya itu umpama ketur

Pasal V

Jika hendak mengenal orang berbangsa


Lihat pada budi dan bahasa

Pasal VII

Apabila banyak berkata-kata


Distulah jalan masuk dusta

Apabila banyak mencela orang


Itulah tanda dirinya kurang

Apabila lemah lembut


Lekaslah segala orang mengikut

Apabila perkataan yang amat kasar


Lekaslah orang sekalian gusar

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 95 dari halaman 125
1.Kata Mendaki dalam bahasa Melayu Riau
Dalam berbahasa melayu dikenal ada kata mendaki yang merupakan adat dan tradisi
yang turun temurun di bumi melayu. Kata mendaki adalah adab bertutur terhadap orang tua-tua
yang harus dihormati dan disegani. Kata-kata yang dipakai hendaklah terkesan meninggikan
martabat atau dengan gaya menghormati. Dalam kehidupan sehari-hari kata mendaki ini
digunakan untuk anak kepada orang tua, kemenakan kepada paman, yang muda kepada yang tua,
kepada orang-orang yang dihormati seperti tetua adat, pemimpin.

2.Kata Mendatar Dalam Bahasa Melayu Riau


Kata mendatar adalah cara berkomunikasi terhadap teman sebaya. Dalam hal ini kita
boleh memakai dengan bebas penggunaan kata-kata, gaya, kiasan, sindiran atau kritikan yang
sesuai dengan ruang, waktu dan medan komunikasi.

3.Kata Menurun Dalam Bahasa Melayu Riau


Inilah medan komunikasi terhadap orang yang lebih muda dari kita, seperti terhadap
adik, anak dan kemenakan, serta orang yang berkedudukan sosial lebih rendah dari kita. Kata-
kata yang dipakai memberi petunjuk, ajaran, pedoman dan berbagai pesan mengenai kehidupan
yang mulia atau bermartabat. Terhadap yang lebih rendah kedudukan sosialnya barangkali diberi
gugahan, agar menjunjung tinggi kejujuran, kerja keras serta memegang amanah dengan teguh,
sehingga dia dapat meningkatkan taraf dan kualitas hidupnya.

4.Kata Melereng Dalam Bahasa Melayu Riau


Kata Melereng, yaitu adab berbicara dengan orang semenda. Pertalian keluarga krn perkawinan
dng anggota suatu kaum. Caranya tidak boleh langsung begitu saja. Terhadap orang semenda
dalam masyarakat adat, disamping dipanggil dengan gelar juga dipakai bahasa berkias atau kata
perlambangan, gunannya untuk menjaga perasaan dalam rangka menghormati orang semenda
tersebut.

b.ADAB TOBA

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 96 dari halaman 125
Pada bahasa toba, kita biasa mengenal kata ”Horas” sebagai sebuah sapaan umum. Kata tersebut
sebenarnya merupakan salam khas dari Toba. Salam khas ini sama halnya dengan ”Mejuah-juah”
dari daerah Karo dan ”Yahobu” dari daerah Nias.

Bila Anda hendak mencari padanan kata ”Horas” dalam bahasa Indonesia, barangkali justru sulit,
namun disinilah letak uniknya bahasa daerah.
Kata ”Horas” sejatinya memiliki makna yang sangat luas. Makna-makna ini bisa berarti apa
kabar? selamat pagi/siang/malam, selamat datang/jalan, salam kenal, salam dalam pembuka
dan penutup acara, dan sebagainya.
Bahkan lebih dari itu, ”Horas” memiliki makna ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
agar selalu diberkahi. Ketika Anda disapa dengan ungkapan ”Horas!” maka dijawab juga dengan
kata ”Horas” pula.
Bahasa Batak memiliki banyak keunikan yaitu penggunaan kata dalam bahasa Batak yang kasar
dan halus.
Misalnya dalam berkomunikasi bahasa yang kasar digunakan untuk pergaulan yang sudah akrab
atau sejajar dan bahasa yang halus untuk pergaulan yang umum dan lebih hormat.
Akan terasa aneh jika menggunakan hata andung atau bahasa yang halus terhadap orang yang
sudah sejajar umur atau dengan tingkat kekerabatan yang sudah sangat akrab.
Oleh sebab itu memang sangat wajar jika terhadap orang yang dihormati atau tingkat
kekerabatan masih jauh (belum menjadi sahabat dekat) harus menggunakan kata atau bahasa
Batak yang halus.
Misalnya penggunaan kata “Ho” yang artinya kau adalah bersifat kasar dan baiknya pengucapan
“Ho” dalam berbicara hanya untuk sesama Batak yang sudah akrab dalam persahabatan tidak
baik jika digunakan terhadap orang tua.

Itulah sebabnya Batak Toba memiliki tenggang rasa yang cukup tinggi terhadap suku atau orang
lain. Hata Andung dalam bahasa Batak Toba adalah bahasa yang halus yang biasanya diucapkan
dalam acara formal dan kepada orang yang lebih tua.

Misalnya dalam menyebutkan bagian tubuh, tidak baik mengatakan “mata mu”, “ulu mu”
(kepalamu), “butuha mu” (perut mu) terhadap orang yang lebih tua, harus dengan Hata Andung.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 97 dari halaman 125
Begitu juga dalam hal panggilan, adalah kurang sopan jika memanggil nama terhadap orang
Batak yang memiliki tingkat stratifikasi sosial yang lebih tinggi dan sudah berkeluarga.
Memanggil nama seorang Batak yang sudah berkeluarga dan sudah memiliki anak adalah tidak
sopan dan akan membuat tersinggung dan merasa keluarga terhina karena dianggap masih anak-
anak.
Hanya sesama anak-anaklah yang diperkenankan memanggil nama asli satu sama lain itupun
harus dilihat berdasarkan tingkat kekerabatan dalam keluarga atau tingkat kelahirannya.
Begitulah keunikan bahasa Batak yang justru memiliki rasa tenggang rasa, baik terhadap suku
maupun kepercayaan lain. Hal inilah yang seringkali luput sebab paradigma kasar yang
berseliweran di layar media membuatnya demikian.

c.KESANTUNAN BUDAYA NIAS

budaya berbahasa yang ditradisikan oleh masyarakat Nias pada khususnya. Masyarakat Nias
memiliki ciri khas dan norma berbahasa tersendiri sebagai wujud dari budaya komunikasi yang
dianggap pantas dan etis.

Hal ini sangat penting untuk dipahami bersama untuk bisa menjalin hubungan komunikasi yang
harmonis terhadap komunitas/ kelompok pengguna budaya dimaksud.

Berbicara mengenai kehidupan masyarakat Nias, tradisi sopan santun adalah hal yang paling
penting untuk dimengerti bersama. Hal ini adalah dalam batas kewajaran di mana umumnya
semua masyarakat di dunia memiliki ciri khas tertentu dalam berkomunikasi sesuai dengan
tradisi atau budaya mereka sendiri.

Masyarakat Nias yang dipengaruhi oleh adat istiadat yang masih kental membuat cara hidup
yang unik. Mereka pada umumnya menghormati setiap perbedaan yang ikut berbaur dengan
kehidupannya.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 98 dari halaman 125
Jika anda pernah mengikuti acara adat orang Nias, anda akan memahami bagaimana cara mereka
menyampaikan pendapat/pesan kepada orang lain.

Dalam suatu acara adat, seseorang biasanya cenderung menyampaikan pesan dengan
menggunakan berbagai amaedola (peribahasa) yang tujuannya adalah untuk menyampaikan
suatu pesan tersirat kepada individu atau kelompok lain secara tidak langsung. Tradisi ini sering
terlaksana pada acara adat seperti pernikahan dan lainnya.

Selain itu, mereka tidak menyukai pembahasan yang langsung tertuju pada ranah privasi, terlebih
jika pembahasan yang bertujuan merendahkan.

Beberapa hal yang penting diperhatikan:

1. USIA LAWAN BICARA

Orang Nias adalah masyarakat yang sangat menghormati perbedaan usia lawan bicara. Mereka
biasanya "Tidak menyebutkan nama asli" dari lawan bicara tersebut.

Itulah sebabnya orang Nias memberikan gelar setiap orang yang sudah menikah seperti Ama +
Nama Anak atau Ina + Nama Anak.

Selain itu, jika mereka tidak mengenal sebutan gelar anda yang layak untuk disebutkan, mereka
akan memanggil anda Ama, Ina, Ga'a, Akhi, Baya, Ina Lawe atau sebutan lainnya yang dianggap
sopan dan bukan nama asli lawan bicara.

Jika anda sebagai pembicara yang tidak mengikuti norma ini akan dianggap tidak sopan. Hal ini
juga menunjukkan karakter orang Nias yang "tidak langsung".

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 99 dari halaman 125
2. MENGGUNAKAN KATA "KAU"

Kata "KAU" adalah salah satu kata yang jarang dituturkan oleh orang Nias, terlebih jika anda
menggunakannya terhadap lawan bicara yang kategori usianya lebih tua daripada anda. Kata
"kau" dianggap lebih kasar maknanya secara budaya komunikasi orang Nias.

Orang Nias umumnya menggunakan kata "Anda, Kamu" sebagai pengganti dari kata "Kau".
Kata tersebut hanya sedikit digunakan oleh anak-anak berusia muda terhadap rekan sebaya yang
kompak dengannya.

Anda yang berbicara kepada orang yang lebih tua daripada anda dengan menggunakan kata
"Kau" sangat tidak dianjurkan. Selain itu, kata "kau" hanya digunakan dalam situasi yang tidak
menyenangkan.

Meskipun demikian, kata tersebut masih dapat digunakan dalam penyusunan syair lagu / teks/
puisi yang dibuat dengan kalimat bernilai moral yang baik.

3. NAMA "ORANGTUA"

Orang Nias tergolong masyarakat yang sangat menghormati orangtuanya sendiri, baik di
keluarga maupun kerabat lainnya.

Nama orang tua umumnya adalah hal yang sensitif untuk disebutkan sembarangan terlebih
dengan niat untuk menjelekkan.
Pengucapan nama orang tua tidak diperkenankan secara publik jika bukan kewenangan anda
untuk menyebutkannya. Itulah sebabnya mengapa orang Nias sering memanggil orang lain
menggunakan Ama, Ina atau hanya dengan panggilan marga saja.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 100 dari halaman 125
4. MEMOTONG PEMBICARAAN
Setiap orang yang memotong pembicaraan saat orang lain sedang berbicara dianggap sangat
tidak sopan atau tidak beretiket.

Setiap orang yang diberikan kesempatan untuk berbicara memiliki hak yang sama dengan yang
lain untuk menyampaikan pendapat. Hal ini tentunya tidak hanya terjadi di Pulau Nias.

5. BERBICARA DENGAN MEMBELAKANGI LAWAN BICARA

Beda daerah, tentunya beda budaya. Membelakangi lawan bicara dianggap sangat tidak sopan di
Pulau Nias pada khususnya.

Orang Nias biasanya sangat menghormati lawan bicara yang menghadap ke arah depan
pandangannya. Menghadap ke arah pandangan pembicara adalah salah satu cara yang
menunjukkan perilaku saling menghormati.

Jika anda sedang berbicara namun pandangan anda tertuju pada mobile, gadget atau hal lain yang
sedang anda gunakan, perilaku tersebut menunjukkan ketidaksopanan.
Perilaku tersebut sangat janggal pada sudut pandang orang Nias.

6. BERBICARA DENGAN MENUNDUKKAN KEPALA

Ada dua hal yang penting untuk diketahui jika anda menundukan kepala saat anda sedang
berbicara kepada seseorang menurut tradisi orang Nias. Menundukkan kepala bisa dianggap
sopan atau sebaliknya.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 101 dari halaman 125
Jika anda menundukkan kepala di saat anda sedang diberi nasehat oleh orang tua atau orang lain
yang peduli dengan anda, perilaku tersebut dianggap sangat sopan.

Namun sebaliknya, jika anda menundukkan kepala ketika sedang dimintai keterangan atau
informasi, anda dianggap tidak sopan, sombong, sedang berbohong atau penakut.

7. BERBICARA DENGAN EKSPRESI BERLEBIHAN

Orang Nias umumnya melakukan pembicaraan dengan ekspresi wajah dan gerakkan tangan yang
sederhana saja.
Berekspresi wajah berlebihan ketika anda sedang berbicara, anda bisa saja dianggap lucu (dalam
artian "aneh"). Hindari berbicara dengan menunjukkan ekspresi menarik anda yang berlebihan
supaya anda tidak dikatakan sebagai seorang yang lucu.

e.MANDAILING

Dalam kehidupan berkomunikasi sehari-hari di dalam masyarakat Mandailing rasa kekeluargaan


dan keakraban diucapkan lewat partuturan. Partuturan biasanya berdasarkan hubungan darah dan
perkawinan serta kekerabatan. Partuturan yang berlaku dalam masyarakat Mandailing diciptakan
oleh nenek moyangnya sebagai sistem tutur sapaan yang dipergunakan dalam berinteraksi dalam
kehidupan sehari-hari orang Mandailing.

Keunikan bahasa Mandailing terdiri tujuh (7) macam ragam adalah:


1. Bahasa adat (ata adat) bahasa yang dipergunakan pada waktu upacara adat.
2. Untuk bahasa sehari-hari dipergunakan jenis bahasa yang dinamakan ata somal atau ata na
biaso.
3. Untuk bahasa ratapan (lamentasi) dipergunakan jenis bahasa yang dinamakan ata andung,
ragam bahasa ini tergolong bahasa sastra.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 102 dari halaman 125
4. Untuk bahasa yang dipergunakan untuk pemyembuhan atau kegiatan yang berkaitan dengan
dunia gaib, yang dinamakan ata sibaso.
5. Untuk bahasa yang digunakan ketika berada dalam hutan, yang dinamakan ata parkapur.
6. Untuk bahasa yang digunakan ketika bertengkar berkelahi, yaitu ragam bahasa caci maki yang
dinamakan ata bura dohot jampolak.
7. Untuk bahasa yang menggunakan dedaunan sebagai lambang untuk istilah-istilahnya, yang
dinamakan ata bulung-bulung.

Masyarakat Mandailing mempunyai gaya bicara yang khas, yaitu gaya bicara dengan lagu
kalimat yang membujuk, memikat (yang disebut gaya bicara pantis) dengan logat, aksen lemah
lembut dengan suara yang halus dan sopan santun. Gaya bicara tersebut bersifat diplomatis,
sering tidak langsung kepada pokok pembicaraan.

Secara kultural Pemerintah Kolonial Belanda membiarkan masyarakat setempat hidup dengan
bahasa mereka sendiri, dengan kesusastraan mereka sendiri dan bahkan dengan pola interaksi
mereka yang sudah ada (Edy Effendy, Membaca kembali realitas sastra pasca kolonial, Media
Indonesia, 2 Juni 2007).

Setelah Republik Indonesia sampai saat ini khusus Bahasa Daerah hampir di seluruh Indonesia
khususnya bahasa Mandailing tersisih akibat dominasi dari Bahasa Indonesia dan Bahasa
Inggris.

Maka perlu generasi muda melestarikan Bahasa Mandailing, Tata cara/etika interaksi di
masyarakat Mandailing dan kesusastraan Mandailing agar tidak punah dalam era globalisasi
pada saat ini maupun akan datang.

IV.KERAMAHATAMAHAN DAN ETIKA


Dalam berkomunikasi,penting berbahasa sopan terutama kepada orang yang lebih tua dari usia
kita. Bahasa santun artinya digunakan secara positif, tidak menyinggung perasaan orang lain dan
tata bahasanya pun sesuai aturan. Karena kesantunan berbahasa dapat menjaga hubungan baik

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 103 dari halaman 125
dan rasa saling percaya, termasuk menghindarkan perselisihan, maka dari itu berbahasalah
dengan sopan santun.

Dari semua kepentingan memiliki kesantunan dalam berbahasa ada beberapa banyak hambatan
dalam upaya pembelajaran tata krama berbahasa. Contohnya, tayangan televisi yang sangat
bertolak belakang dengan prinsip tata kehidupan dan tata krama orang timur. Lalu sekolah juga
dinilai kurang memperhatikan kesantunan berbahasa dan lebih mengutamakan keenceran otak
siswa dalam penguasaan iptek.

Selain dalam lingkungan sekolah pun dalam lingkungan keluarga belajar bahasa pun kadang
diabaikaan, padahal belajar bahasa seharusnya dilaksanakan setiap hari agar anak dapat
menggunakan bahasa yang benar.

Bahasa bisa dijadikan sebagai alat kekerasan verbal seperti memaki, mengancam, menghasut,
menghina atau hal lain yang membuat orang menjadi tertekan Ketidaksantunan bertutur kata ini
memberi andil kekerasan pada masyarakat tidak saja dikalangan bawah tapi juga kalangan elit
dan terpelajar, seperti yang seringkal kita lihat.. Padahal Nabi SAW pernah berpesan, "Orang
yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya berkata baik-baik atau (jika tidak bisa)
lebih baik diam."

Seorang Muslim adalah orang menyelamatkan kaum muslim lainnya dari lisan dan tangannya,
orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan hal-hal yang terlarang untuk
dilakukannya dan seorang mukmin adalah orang yang memberikan keamanan bagi orang lain
atas darah dan harta mereka." (HR. Tirmidzi dan Nasa'i)

Namun realita yang terjadi, dalam kehidupan nyata sehari kita mulai melihat terjadinya degradasi
dalam berbahasa, hampir tiap hari kita disuguhi oleh bahasa bahasa yang tidak santun, dari mulai
orang dewasa hingga anak kecil sekalipun, dari mulai desa hingga kota mulai berkurang bahasa
bahasa santun dalam berkomunikasi, dan tentunya ini harus menjadi perhatian kita sebagai orang
dewasa sekaligus pendidik, dan posisi kita tidak hanya sebagai Penyampai Ilmu Pengetahuan (

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 104 dari halaman 125
transfer of knowledge ) tapi orang dewasa / guru harus bisa memberikan teladan yang baik untuk
semua orang,
Miris sekali melihat di dunia pendidikan sekarang banyak anak-anak hingga dewasa yang minim
dalam berbahasa santun kepada orang tua maupun teman sekolahnya, Banyak faktor yg
membuat seseorang berbahasa kasar/tidak sopan,salah satunya pendidikan
lingkungan,pergaulan.

Menurut survei tahun 2016 oleh Associated Press-NORC Center for Public Affairs Research,
tiga perempat orang Amerika berpikir perilaku di Amerika Serikat sudah memburuk selama
beberapa dekade terakhir. Generasi Z, yang mencakup orang-orang di bawah usia 22 tahun dan
menyumbang hampir sepertiga dari populasi global, merupakan bagian yang berkembang dari
iklim yang kurang sopan ini.

Berdasarkan laporan Pew Research Center 2014, bersikap baik masuk dalam empat kebajikan
teratas yang ingin orang tua tanamkan ke anaknya. Sedangkan tiga lainnya yaitu tanggung jawab,
kerja keras, dan menolong orang lain. Namun apa yang orang tua katakan dan apa yang
sebenarnya mereka lakukan tidak selalu sama, dan banyak keluarga gagal dalam hal ini.

Keramahtamahan dan etika yang seyogyanya menjadi ciri bangsa ini seolah tergerus seiring
pencitraan yang dilakukan demi mengejar sebuah jabatan.Kesantunan ataupun tata krama tak
lagi menjadi pertimbangan ketika berbicara.
Kata demi kata yang keluar dari mulut “kata-kata toilet”seakan busur yang melesat menohok
perasaan setiap orang yang dituju tak lagi digubris, yang penting ngomong,“Crot !” selesai;
sebagai contoh :
1).Terserah orang mau terima atau tidak itu bukan urusan gua. Yang penting gua bicara !,
2). Elu, jaga mulut lu, ya…Emangnya lu nggak kenal ama gua. Ha…? Enak aja nuduh-nuduh,
pake otak lu !ntar nenek lu kualat..!,
3). Abang jangan macam-macam, ntar Masuk Barang Tuh…!

Melihat gejala kata-kata ataupun kalimat yang tidak wajar diucapkan initentu kita tidak bisa
melepaskan diri dari makna ataupun tujuan kalimat tersebut. Apakah ada yang salah dalam

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 105 dari halaman 125
kalimat tersebut?, Apakah kalimat tersebut telah memenuhi standar baku bahasa Indonesia,
sopan atau tidak sopan?, Apakah kalimat itu cukup etis ketika disampaikan kepada publik?

Dalam menyampaikan informasi di depan khalayak tentu saja haruslah menunjukkan kesahihan
data, berterima dan dimengerti oleh khalayak. Nilai-nilai estetika dan etika dalam kalimat
haruslah menjadi acuan pertimbangan. Sudah banyak contoh ketidakharmonisan berbuah
menjadi huru hara hanya karena faktor etika tidak diperhatikan pada saat berkomunikasi.
Pertanyaannya adalah mengapa masalah etika ini begitu penting (urgent) dalam berkalimat?

Sejenak marilah merenung bahwa sebenarnya nenek moyang kita telah meninggalkan segudang
nilai hikmah (wisdom values) dalam menjalankan hidup keseharian kita , masalahnya adalah
banyak yang pura-pura tidak tahu dan juga tidak mau tahu. Tata krama, kesantunan dan etika
sebenarnya sudah tersedia dan dimiliki oleh berbagai suku yang ada di negeri ini

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, Etika politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis
kehidupan manusia, atau cabang filsafat yang membahas prinsip-prinsip moralitas politik. Etika
politik sebagai ilmu dan cabang filsafat lahir di Yunanipada saat struktur-struktur
politiktradisional mulai ambruk.Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Ethes” yang berarti
kesediaan jiwa akan kesusilaan, atau dapat diartikan kumpulan peraturan tentang
kesusilaan.Dengan kata lain, etika politik merupakan prinsip moral tentang baik-buruk dalam
tindakan atau perilaku dalam berpolitik.Etika politik juga dapat diartikan sebagai tata susila
(kesusilaan), tata sopan santun (kesopanan) dalam pergaulan politik.Dalam prakteknya, etika
politik menuntut agar segala klaim atas hak untuk menata masyarakat dipertanggungjawabkan
pada prinsip-prinsip moral dasar. Untuk itu, etika politik berusaha membantu masyarakat untuk
mengejawantahkan ideologi negara yang luhur ke dalam realitas politik yang nyata.

Selain itu, dalam TAP MPR No. VI/MPR/ 2001 disebutkan bahwa etika adalah rumusan yang
bersumber dari ajaran agama yang bersifat universal dan nilai-nilai budaya bangsa yang terjamin
dalam Pancasila sebagai acuan dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.Maknanya adalah dalam bernegara, hilangnya etika perpolitikan

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 106 dari halaman 125
adalah awal dari kesewenang-wenangan para penguasa untuk merampas apa yang menjadi hak
rakyat.

Dalam etika, aturan-aturan yang sudah menjadi hukum itu perlu ditinjau ulang.Aturan bukanlah
hukum yang sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi.Jika pada suatu saat nantiterbukti bahwa
aturan-aturan tersebut menuai kritikan yang keras dari masyarakat berarti aturan yang berlaku
itu perlu diubah karena melanggar hak-hak orang lain.

Maka pemerintah dan badan kehormatan yang ada di lembaga dewan perwakilan rakyat, tidak
dapat menggunakan hukum yang berlaku sebagai senjata ampuh untuk membenarkan diri.Perlu
kita ketahui bahwa hukum yang berlaku sekarang ini adalah hukum yang dibuat oleh pemerintah
dan DPR yang sarat dengan kepentingan.Etika merupakan hukum terakhir yang mampu memberi
keadilan bagi setiap warga negara.Etika mempertanyakan semua hukum yang sudah berjalan
selama ini demi kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat. Terkait dengan ini, maka
filsufAristoteles tidak pernah melepaskan politik dari etika. Menurut beliau politik harus
berjalan di atas etika.

Politik tak bisa dipisahkan dari komunikasi, oleh karena itu parapolitikus dalam kesehariannya
tidak akan bisa melaksanakan tugasnya kalau tidak memahami kaidah-kaidah bahasa yang
sebenarnya.
Dalam menyampaikan visi misi program kerakyatan misalnya, maka tak heran seorang politisi
haruslah memperhatikan ide-ide yang disampaikan bisa berterima atau tidak kepada masayarakat
yang dihadapinya.
Dapat disaksikan bahwa ketika musim kampanye begitu banyak kalimat-kalimat yang
dilontarkan oleh kaum politisi ini dalam bentuk janji-janji manis hingga sampai pada tingkatan
menguak kelemahan pesaing-pesaingnya agar masyarakat bisa mendukungnya. Namun, di balik
kalimat-kalimat tersebut kita bisa menilai kesesuaian antara harapan dengan kenyataan yang
akan terjadi.
Fakta menunjukkan bahwa hampir semua kalimat yang pernah dilontarkan oleh para juru
kampanye dan politikus yang pernah berhadapan dengan masyarakat adalah tak ubahnya bak
PEPESAN KOSONG belaka.Kenapa?

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 107 dari halaman 125
Karena ketika telah mendapatkan kursi yang diinginkannya maka sikap dan bahasa yang dulu
dipergunakan ketika kampanye berubah drastis. Mereka tidak ada waktu lagi
untuk bertemudengan konstituennya. Gaya bahasa dan perilakunya yang dulu lembut dan
santun berubah menjadi seseorang yang selalu menderita “sakit gigi”, cuek bebek dan suka
menghindar, bahkan bisa lebih parah menjadi penganut SAD- Social Anxiety Disorder
(ketakutan bertemu dengan orang lain).
Oknum pejabatyang mengamalkan gaya dan perilaku bahasa dalam berpolitik seperti ini sudah
terbukti pelan tapi pasti akan ditinggalkan oleh msayarakat.

Bahasa adalah Cermin


Ungkapan “bahasa identik dengan cermin” adalah sebuah pernyataan istimewa yang harus
dicermati dalam berbahasa oleh setiap orang, sebab seseorang yang berbicara baik itu secara
pribadi maupun mewakili sebuah kelompok, maka apa yang disampaikan menjadi cermin dari
kepribadiannya.

Hal ini jelas bukanlah hal yang keliru, mengingat cara berbahasa seseorang akan menjadi
kebiasaan yang membentuk perilaku seseorang, dan pada gilirannya perilaku tersebut akan
membentuk kepribadiannya. Jadi, berbahasa dengan baik, benar, dan santun merupakan hal yang
mesti diupayakan sebab berbahasa dan berperilaku santun merupakan kebutuhan setiap orang.
Seseorang yang berperilaku dan berbahasa dengan santun sebenarnya lebih dimaksudkan sebagai
wujud aktualisasi diri.Karena setiap orang harus menjaga kehormatan dan martabat diri sendiri.
Jadi, disamping benar, pemakaian bahasa haruslah mengandung nilai-nilaikesantunan dan
berbudaya dimana kalimat yang diujarkan tidak menyinggung perasaan orang lain, tidak
mengandung nilai-nilai SARA apalagi bermakna negatif.
Sapir dan Worf (dalam Wahab, 1995) menyatakan bahwa bahasa menentukan perilaku dimana
orang yang ketika berbicara menggunakan pilihan kata, ungkapan yang santun, struktur kalimat
yang benar menandakan bahwa kepribadian orang itu memang baik.
Sebaliknya, jika ada orang yang sebenarnya kepribadiannya tidak baik, meskipun berusaha
berbahasa secara baik, benar, dan santun di hadapan orang lain; pada suatu saat tidak mampu

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 108 dari halaman 125
menutup-nutupi kepribadian buruknya sehingga muncul pilihan kata, ungkapan, atau struktur
kalimat yang tidak benar dan tidak santun, halus, dan baik.
Berpikir dan berbahasa adalah sebuah kesatuan sistem yang dimiliki seseorang dan secara sadar
dioperasikan dalam mesin canggih manusia (brain), menginstruksikan dan mengontrol alat ujar
(speech organ) sehingga mampu mengeluarkan bunyi-bunyi, kata, frase, dan kalimat.
Berpikir tertib, berarti kita mampu memecahkan suatu persoalan dengan analisis yang sistematis
dan kontekstual. Sedangkan, berbahasa secara santun, berarti kita terampil menggunakan bahasa
berdasarkan kaidah baku yang berlaku dalam ragam bahasa (Wahyu Wibowo, 2003: 61).
Prinsip Baik, Benar dan Santun
Penutur bahasaIndonesiaseharusnya di samping dapat berbahasa Indonesia secara baik dan
benar, juga haruslah dapat berbahasa secara santun. Berbahasa secara baik dan benar sudah
dikenal masyarakat secara luas karena diajarkan di seluruh jenjang pendidikan dan dipergunakan
dalam berbagai situasi.
Sementara itu, penggunaan bahasa Indonesia secara santun, belum banyak dikenal dalam
masyarakat. Pemakaian bahasaIndonesia secara santun baru dilakukan atas dasar pranata adat
dan budaya yang berlaku dalam bahasa setempat, tetapi belum mendapat perhatian para ahli
bahasa untuk merumuskan kaidah secara pasti dan belum menjadi metode dalam
pembelajaran bahasa Indonesia secara khusus.
Harus diakui bahwa bahasaIndonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi negara
membutuhkan kebakuan. Pranarka (1979) menjelaskan peranan modernisasi dalam komponen
berbahasa, yakni (1) discipline, (2) accuracy, dan (3) precision.Sebagai konsekuensi di dalam
berbahasa, orang harus menepati kaidah baik dalam pemeliharaan pola struktur maupun
kosakatanya (dicipline).Selain itu,seseorang harus secara akurat dan tepat menyatakan idenya
yang sesuai dengan pola struktur bahasa serta forum, dan situasi berkomunikasi (accuracy).
Ketepatan berbahasa seperti itu tidak hanya membutuhkan disiplin, tetapi juga kecendekiaan
(intelektualitas).Hal ini menuntut penutur untuk dapat membatasi bahasa dalam situasi yang
aktual. Dapat dilukiskan bahwa untuk menerapkan kaidah komunikasi yang baik dan aktual,
penutur didorong untuk menampilkan kecermatannya (precision).
Selanjutnya, pada saat berkomunikasi, Grice (1975) mengajukan 4 (empat) komponen agar
tuturan dapat menjadi santun yaitu: prinsip kerja sama (cooperative principles) yang meliputi (a)
prinsip kualitas jika berbahasa, apa yang dikatakan harus didukung oleh data), (b) prinsip

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 109 dari halaman 125
kuantitas (jika berbahasa, apa yang dikatakan cukup seperlunya saja, tidak ditambah dan tidak
dikurangi), (c) prinsip relevansi (jika berbahasa, yang dikatakan harus selalu ada relevansinya
dengan pokok yang dibicarakan, dan (d) prinsip cara. (jika berbahasa, di samping harus
memikirkan pokok masalah yang dibicarakan, juga bagaimana cars menyampaikannya).
Pemikiran Grice ini cukup mencerahkan, setidaknya sudah mulai memikirkan perlunya ada
kaidah berbahasa di luar kaidah tata bahasa.Namun demikian, pemikiran Grice tersebut hanya
cocok untuk menyampaikan informasi, tetapi justru dapat mengancam keharmonisan hubungan
sosial.
Terkait dengan kesantunan berkomunikasi, Austin (1978) juga menyatakan ada
hubungannyadengan tindak tutur . Austin menyampaikan bahwa setiap ujaran dalam tindak
komunikasi selalu mengandung tiga unsur yaitu (1) tindak lokusi berupa ujaran yang dihasilkan
oleh seorang penutur, (2) tindak ilokusi berupa maksud’yang terkandung dalam ujaran, dan (3)
tindak perlokusi berupa efek yang ditimbulkan oleh ujaran. Hal ini juga diperkuat
oleh Poedjosoedarmo (1978) yang mengemukakan bahwa santun tidaknya pemakaian bahasa
dapat diukur melalui 7 (tujuh) prinsip yaitu:
1).Kemampuan mengendalikan emosi agar tidak “lepas kontrol” dalam berbicara.
2).Kemampuan memperlihatkan sikap bersahabat kepada mitra tutur.
3). Penggunaan kode bahasa yang mudah dipahami oleh mitra tutur.
4). Kemampuan memilih topik yang disukai oleh mitra tutur dan cocok dengan situasi.
5). Penyampaian tujuan pembicaraan dengan jelas, meskipun tidak harus seperti bahasa resmi
(proposal).
6). Pembicara hendaknya memilih bentuk kalimat yang baik dan mengucapkan dengan enak agar
mudah dipahami dan diterima oleh mitra tutur dengan enak pula.
7). Memperhatikan norma tutur lain, seperti gerakan tubuh (gestur), urutan tuturan. Jika ingin
menyela, katakan maaf,dan mengenai gerakan tubuh (gestur), pada saat berbicara tunjukkan
wajah berseri dan penuh perhatian terhadap mitra bicara.
Di samping prinsip-prinsip di atas, untuk menyatakan kesantunan dibutuhkan strategi dalam
berkomunikasi, yaitu:
(a) apa yang dikomunikasikan,
(b) bagaimana cara mengomunikasikannya, dan
(c) mengapa sesuatu hal perlu dikomunikasikan.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 110 dari halaman 125
Jika ketiga hal itu dapat digunakan secara benar, komunikasi akan terasa santun dan tidak
mustahil berbagai tujuan komunikasi dapat dicapai.
Selanjutnya, pemakaian bahasa dapat dikatakan santun jika ada prinsip rukun dan kurmat
(Geertz dalam Magnes Suseno, 1985: 38). Prinsip kerukunan mengarah kepada kewajiban setiap
anggota untuk (harmoni) menjaga keseimbangan sosial, sedangkan prinsip kurmat bermakna
“hormat” merujuk pada “kewajiban” menghargai orang lain sesuai dengan status dan kedudukan
masing-masing dalam masyarakat . Selain dua hal itu, nilai-nilai lainnya seperti rendah hati,
sikap mau menjaga perasaan, sikap mau berkorban, sikap mawas diri dalam budaya
nasional dapat menumbuhkan nilai luhur lain. Seperti budaya malu, budaya hormat, berhati-hati
dalam bertindak, dan timbangrasa. Nilai-nilai dalam budaya nasional (sebagai contoh; Jawa)
dapat menjadi prinsip yang dipegang dalam membiasakan berbahasa santun.
Realitas dalam masyarakat, pemakaian bahasa ada yang santun dan ada yang tidak
santun.Kondisi ini disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari ketidaktahuan kaidah kesantunan
sampai pada ketidakmahiran dalam berbahasa santun.Kondisi ini menjadi persoalan bagi kita,
jika ingin membudayakan bahasa santun di masyarakat.
Untuk mengatasinya, beberapa hal yang bisa dilakukan diantaranya dengan pembinaan yang
dilakukan terus-menerus melalui berbagai jalur, baik keluarga, sekolah, kantor, dan lembaga-
lembaga lain tempat berkumpulnya banyak orang. Selain itu, juga dibutuhkan pengawasan atau
kontrol yang sifatnya “sapa senyum” agar masyarakat semakin sadar untuk menggunakan bahasa
yang santun secara berkelanjutan.
Meskipun kaidah kesantunan belum ada acuan yang tersusun secara sistematis, jika setiap orang
memiliki motivasi untuk berbahasa secara santun, niscaya akan dapat berbicara secara santun,
minimal setingkat dengan kesantunan yang berkembang di lingkungan keluarga dan masyarakat
sekitar.
Pada pemakaian bahasa santun setidaknya dapat dilihat dari dua hal, yaitu pilihan kata
(diksi)dangaya bahasa. Kecerdikan memilih kata akan mempengaruhi seorang penutur dapat
menjadi salah satu penentu santun-tidaknya bahasa yang digunakan. Setiap kata disamping
memiliki makna tertentu, juga memiliki daya (kekuatan) tertentu.
Jika pilihan kata yang digunakan menimbulkan daya bahasa tertentu dan menjadikan mitra tutur
tidak berkenan, maka penutur akan dipersepsi sebagai orang yang tidak santun . Selain itu,

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 111 dari halaman 125
kesanggupan menggunakan gaya bahasa seorang penutur dapat terlihat tingkat kesantunannya
dalam berkomunikasi.
Gaya bahasa bukan sekadar mengefektifkan maksud pemakaian bahasa, tetapi memperlihatkan
keindahan tuturan dan kehalusan budi bahasa penutur .Faktor penentu kesantunan sendiri dapat
dilihat dari beberapa aspek.
Yakni aspek kebahasaan dan aspek nonkebahasaan.Aspek kebahasaan meliputi intonasi, nada,
pilihan kata, gerak-gerik tubuh, mata, kepala, dan sebagainya.Sedangkan aspek nonkebahasaan
berupa pranata sosial budaya masyarakat.Misalnya, anak kecil harus selalu hormat dengan orang
tua, makan tidak boleh sambil bicara dan berkecap, perempuan tidak boleh tertawa terbahak-
bahak, dan lainnya.
Kesantunan Berpolitik
Kesantunan dan Politik adalah dua kata yang menyatu dan kini telah menjadi bagian tak
terpisahkan dari pentas politik di tanah air. Citra politik seseorang dapat dirancang, dibangun dan
diperkuat melalui proses kognitif dan afektif. Semua kegiatannya tentu saja tak berlepas dari
media massa. Salah satu bentuk pencitraan yang dilakukan oleh para elit politik adalah “Politik
Santun”.
Melalui pendekatan ini diyakini akan sangat besar pengaruhnya di tengah budaya Indonesia
yang menjunjung tinggi budaya kesantunan (politeness-context culture). Bahkan filsuf Socrates
menyebutkan bahwa politik adalah kesantunan. Politik adalah martabat dan harga diri sehingga
dalam berpolitik seseorang harus memiliki keutamaan moral.
Dalam melaksanakannya, politik adalah ilmu dan seni yang berorientasi pada upaya mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.Jadi, manakala kepentingan masyarakat tidak terpenuhi bahkan
terabaikan maka sesungguhnya hal ini telah menodai politik itu sendiri.Politik santun dan
kesantunan berpolitik bukanlah sekedar impian.
Hal itu bisa diwujudkan melalui dorongan dan tekad bulat untuk mempraktekkan politik yang
bermoral dan santun dalam bingkai kesungguhan hati, kejernihan berpikir serta keberanian untuk
memulai.
Sebagai contoh dari keberhasilan pencitraan“ Politik Santun”ini, penulis mencoba mengambil
contohsosok seorang SBY yang berhasil naik ke puncak tertinggi pemerintahan di negeri ini.Di
berbagai kesempatan SBY selalu menggaungkan kesantunan berbicara dan beretika dalam
berpolitik, sehingga pada saat kemunculannya menjadi pemicu keterpesonaan publik ketika

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 112 dari halaman 125
pasca reformasi yang telah melahirkan dan mengakomodasi kebebasan berorganisasi dan
menyatakan pendapat membuat suasana cenderung anarkis.Apalagi kian hari ada kecenderungan
bahwa kedewasaan berpolitik belum sepenuhnya terwujud. Reformasi yang digulirkan
seharusnya menjadi motor lahirnya politisi-politisi yang matang karena kran politik tidak lagi
tersumbat sebagaimana yang terjadi pada masa Orde Baru ternyata hanya menunjukkan
pergantian elit tanpa perubahan perilaku. Tapi apa dinyana, reformasi tersebut malah telah
menjadi bumerang yakni menjadi ajang kebablasan dimana elit politiknya sibuk “bergulat”
meributkan hal-hal yang tidak penting bahkan tidak etis.
Akhirnya tidak ada yang dapat dibanggakan oleh masyarakat terhadap elit politiknya yang tidak
memiliki rasa peduli atau empati atas keadaan masyarakat. Alih-alih mengurus masyarakat, elit
politik justru asyik denganide imajinatif yang ditawarkan kepada masyarakat terus
memanfaatkan jurus aji mumpung yang dimilikinya.
Selanjutnya, perlu dijelaskan bahwa yang dimaksud berpolitik secara santun adalah ketika
menyampaikan pendapat atau kritik tidak disampaikan dengan bahasa atau kata-kata kasar,
menyerang pribadi, kelompok atau partai.Tidak memanfaatkan kesempatan atau memancing di
air keruh.
Himbauan untuk berpolitik secara santun biasanya terjadi kalau pemerintah atau partai
pemerintah (plus koalisi-nya) diterpa masalah.Sehingga datang serangan dari pihak lainnya.
Maka mereka yang berbuat seperti itu, menyerang di kala orang lemah, mengata-ngatai dengan
kalimat yang kasar akan dikecam sebagai berpolitik tanpa sopan-santun.
Namun sebaliknya yang tidak bersikap demikian akan dipandang sebagai politisi yang baik,
politisi yang santun. Contohnya adalah tidak mengomentari apa yang terjadi di partai lain, apa
yang terjadi di partai lain adalah urusan internal, dapur mereka sendiri. Andai saja saya anggota
sebuah partai, lalu ada anggota partai lain yang duduk di tampuk pemerintahan melakukan
korupsi, apakah benar kalau saya diam saja dan tidak mengomentarinya?. Apakah diam dan
mengatakan bahwa itu urusan atau dapur mereka sendiri adalah cara berpolitik yang
benar?.Bukankah korupsi tidak saja menyangkut urusan di dalam partai melainkan urusan
publik, urusan semua orang yang baik langsung maupun tidak dirugikan oleh kasus korupsi itu?
Sopan santun adalah norma sosial yang lazim berlaku di mana saja, jadi tak perlu di tekan-
tekankan apalagi kalau kita mendesakkan sikap sopan santun itu sebagai ‘menjunjung tinggi
budaya timur’ , seolah-olah orang di luar budaya timur tak mengenal sopan santun. Jadi

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 113 dari halaman 125
sesungguhnya apa yang mendasari penekanan sopan santun dalam dunia politik? Dapat diduga,
himbauan agar sopan berpolitik adalah agar kebusukan, aib dan praktek-praktek kecurangan
tidak diumbar di depan publik. Membongkar kasus dianggap sebagai mempermalukan orang
lain, dan mempermalukan orang lain itu tidaklah santun.
Keadaan politik yang sesungguhnya adalah pertarungan kepentingan, meski sama-sama
berjuang untuk rakyat atau masyarakat banyak, belum tentu argumen atau rasionalisasinya akan
sama. Maka adalah wajar jika dalam dinamika politik kerap muncul kata-kata kasar, keras dan
bahkan saling tunjuk hidung.Benturan-benturan seperti itu dengan sendirinya bisa dikurangi atau
dieliminir bukan dengan menonjolkan kesantunan melainkan para pelaksana atau pelaku
kepemerintahan merumuskan segala sesuatunya dengan jelas, arah mana yang hendak dicapai
dan dengan cara apa perjalanan itu ditempuh. Andai itu semua jelas dan terbuka maka
kemungkinan munculnya dugaan-dugaan yang bisa dianggap sebagai kecurigaan atau bahkan
fitnah tentu saja akan semakin mengecil.
Membangun Prinsip Berpolitik Yang Santun
Di bidang politik, Harold Lasswell mendefinisikan politik sebagai who gets what, when and how
(Siapa mendapat Apa, Kapan dan Bagaimana).Sedangkan Aristotelesmemiliki pandangan bahwa
politik merupakan best possible system that could be reached(sistem terbaik yang mungkin bisa
dicapai).Pengertian yang diberikan kedua filsuf tersebut memang benar adanya dalam setiap
urusan politik, bagaimana setiap pihak yang berusaha mendapatkan kepentingannya dalam
berpolitik. Tapi fakta berbicara lain, berbagai hal untuk mencapai kepentingannya sering
dilakukan dengan cara-cara yang kurang baik. Contohnya, praktik-praktik menjatuhkan lawan
politik dengan cara-cara kotor pun telah menjadi populer dalam tahun politik 2014
lalu.Peristiwa-peristiwa yang awalnya sederhana berubah menjadi besar dianggap sebagai sebuah
fenomena kebebasan yang kebablasan dapat terlihat jelas ketika bagaimana dalam konteks
pertarungan politik lalu terlihat adanya upaya pembunuhan karakter diantara calon pasangan
yang ada. Bahkan hingga muncul istilah politisasigossip karena seperti halnya selebritis para
calon banyak digosipkan dalam infotaiment maupun berita TV dengan isu- isu yang simpang siur
yang tidak jelas kebenarannya.Tentunya hal tersebut menimbulkan efek yang negatif khususnya
bagi kepercayaan publik terhadap praktik politik di negeri ini.
Untuk menghindari efek negatif tersebut setiap politisi seharusnya mengedepankan berpolitik
secara santun baik dengan berusaha mencontoh gaya ataupun cara yang pernah

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 114 dari halaman 125
dipraktikkan oleh almarhum sejumlah tokoh bangsa ini sepertiKHA. Dahlan, Ahmad Nassir,
maupu n Buya Hamka dengan selalu mengdepankan kelemahlembutan dan kesantunan dalam
berbicara.Membangun prinsip-prinsip berpolitik secara santun dapat dibangun dari berbagai
pemikiran filsuf politik klasik.Pemikiran dari nama-nama seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles
dapat juga dijadikan sebagai rujukan berfikir.
Socrates yang merupakan bapak filsuf politik sangat mendasarkan pemikiran politiknya pada
nilai- nilai kesantunan politik tak ubahnya kesantunan. Di samping itu Socrates juga
menjelaskan bahwa politik adalah the art of the possible. Pemikiran politiknya merujuk pada
konsep pembagian kekuasaan yang ideal, mengutamakan kepentingan umum, kesejahteraan
rakyat, dan kedamaian negara.Berpolitik santun ala Socrates adalah selalu mendasarkan motif
dengan keutamaan moral, tutur kata bijak serta kesantunan kebijakan.Intinya, berpolitik secara
santun berarti selalu berorientasi hanya pada kemaslahatan rakyat dan kemajuan negara.
Begitu pula ketika merujuk pada pemikiran Plato, yang mana Plato mendasakan pada
prinsip membangun masyarakat adalah hal yang utama dan politik adalah jalan menuju perfect
society.Berpolitik secara santun haruslah didasari oleh prinsip-prisip yang jelas agar tidak
menimbulkan bias kesantunan politik. Membangun prinsip berpolitk secara santun dapat diawali
dengan menanamkan obyektivitas, rendah hati, dan berpikir luas (open-minded person.)
Dengan demikian tidak berlebihan jika pada saat inikita mencoba berandai-andai;
seandainya Socrates masih hidup tentulah ia akan menjadi orang yang paling sibuk. Sebab,
tentu ia akan disibukkan dengan aktivitas mengajarkan kepada para politisi bagaimana cara
berpolitik yang santun dan santun berpolitik. Atau, seandainya Socrates masih ada kira-kira apa
yang akan ia lakukan ketika melihat banyak elit politik yang tidak santun dalam
berpolitik. Budaya politik santun yang telah dibangun dengan susah payah dan diamalkan
secara konsisten diharapkan akan menciptakan citra positif seorang politisi benaran dan
matang, bukan politisi karbitan yang penuh kepura-puraan.

Kesimpulan
Pada hakikatnya, politik sopan santun mengajarkan untuk saling menghormati sesama manusia,
tidak saling menghujat apalagi menghina sekalipun itu pesaingpolitik.Dalam menyampaikan ide
haruslah memperhatikan etika dan kesantunan berbahasa, sebab mengabaikan norma-
norma dalam berbicara ini bisa menyebabkan kegaduhan yang dahsyat. Memberlakukan lawan

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 115 dari halaman 125
sebagai dirinya sendiri sertamenjunjung prinsip perjuangan dalam gelanggang politik harus
jelas, yakni kesejahteraan dan keadilan.
Tujuan politik adalah memperjuangkan terwujudnya kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya—
kesejahteraan pribadi dan kelompok.Apalagi politik saling menikam, menusuk, dan saling
menggigit adalah sesuatu yang jauh dari cita-cita luhur politik yang sebenarnya. Para kompetitor
politik harus berdewasa dalam mengarungi samudra politik, bila tidak, semuanya akan terhanyut
dan cita-cita menuju dermaga kesejahteraan umum tidak akan tercapai (atau tinggal kenangan),
karena nafsu pribadi untuk ingin berkuasa.

Marilah kita belajar dari para leluhur kita (founding fahers of this nation) yang telah
meninggalkan kepada kita berupa budaya ketimuran nan luhur;santun,beretikadan beradab.
Sudah saatnya, kita mengakhiri politik kotor, tujuan menghalalkan segala cara. Apa pun boleh
dilakukan, termasuk membungkam nyawa lawan politik, demi mencapai kursi kekuasaan,
adalah hal yang ditentang dalam politik sopan santun, karena itu politik yang tidak baik-politik
busuk. Politisi berwatak seperti ini cenderung mengabaikan politik sopan santun yang lebih
mengutamakan dimensi kemanusiaan “Homo Homuni Socius”(manusia yang satu menjadi
sahabat bagi sesama yang lain). Hendaknya setiap pihak harus mampu berjiwa besar menerima
setiap hasil akhir proses politik.
Menjaga profesionalitas, tidak mudah emosi, tidak pura-pura, menjaga amanah,
bertindak atas kesadaran penuh serta perhitungan yang matang harus menjadi nilai yang
dibawa oleh setiap politisi. Seorang politisi haruslah benar-benar menjadi penyambung
lidah rakyatkarena kepadanya melekat tiga fungsi utama yang yakni sebagai legal
drafting, policy maker, dan legislator.

V.SISI LAYANAN PRIMA UNTUK PUBLIK

Achieving Customer Amazement 2020, survei pada lebih dari 1000 orang pelanggan menyatakan
ingin dilayani dengan hormat dan bermartabat bukan hanya sekadar transaksional karena
pelanggan adalah manusia.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 116 dari halaman 125
Sudah menjadi kodratnya manusia membutuhkan pelayanan bahkan sejak lahir. Sesuai dengan
life cycle theory of leadership (LCTL), sejak awal kehidupan (bayi) pelayanan secara fisik sangat
dibutuhkan dan semakin menurun seiring bertambahnya usia.
Pelanggan yang kecewa cenderung akan mudah menyebarkan kekecewaannya pada orang lain.

Laporan The Annual Customer Experience Impact (CEI) 2011 menyebutkan 26% pelanggan
menyebar kekecewaan terhadap buruknya pelayanan dengan memposting komentar negatif pada
media sosial. Narasi kekecewaan itu dapat dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru angin.

Pelayanan publik yang prima berimplikasi terhadap kepuasan pelanggan, citra institusi, dan lebih
jauh lagi kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Pelayanan publik yang prima adalah
pelayanan yang diberikan dengan kualitas melebihi harapan pengguna layanan. Untuk itu ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjalankan pelayanan publik yang prima.
Mengetahui Keinginan pelanggan
Hal yang dapat dilakukan untuk menjadi pelayan publik yang prima dengan mengidentifikasi
customer thinking dan customer feeling. Customer thinking adalah mengetahui apa yang
diinginkan dan apa yang tidak diinginkan oleh pelanggan. Sedangkan Customer feeling adalah
mengetahui apa yang membuat pelanggan senang dan tidak senang.
Secara umum ada dua kebutuhan besar seorang pelanggan yaitu kebutuhan bisnis dan kebutuhan
personal. Pelanggan ingin mencapai tujuan transaksinya beriringan dengan menciptakan dampak
emosional yang didapat dari pengalaman dalam menggunakan layanan. Namun kenyataanya,
layanan emosional mengambil 70% dari keseluruhan yang diharapkan pelanggan seperti ingin
dihargai, kenyamanan, empati dan lainnya. Sedangkan 30% pelanggan menginginkan hal-hal
yang rasional dalam pelayanan seperti durasi layanan, proses layanan, biaya, lokasi dan lainnya.
Secara garis besar, harapan para pengguna layanan di antaranya memperoleh kejelasan
informasi, dilayani dengan adil, rasa nyaman dan aman, dapat dipahami keinginannya, dapat
segera dilayani, dilayani oleh petugas yang professional, dan mudah menghubungi petugas.

Karakter Pelanggan
Pelanggan memiliki karakter yang unik. Teknik pelayanan yang berbeda perlu digunakan untuk
memberikan kepuasan yang optimal. Beragam metode dapat digunakan salah satunya dengan
metode DISC. Teori yang dikemukakan oleh William Moulton Marston ini mengkategorikan
perilaku emosi manusia menjadi 4 tipe yaitu Dominance (D), Influence (I), Steadiness (S), dan
Compliance (C).
Karakter orang tipe D antara lain tegas, ambisius, independen, penuntut, spontan, tidak sabar,
dan cepat dalam mengambil keputusan. Cara menghadapinya adalah berbicara dengan tegas dan
to the point, bertindak dengan efisien, disiplin waktu, dan terorganisir dengan baik. Karakter tipe
I antara lain ramah, ekspresif, antusias, optimis, motivator, komunikatif, kurang memperhatikan
hal detail, dan seringkali bereaksi berlebihan terhadap sesuatu. Cara menghadapinya adalah
menghindari pendekatan terlalu formal, menunjukkan sikap antusias, menjadi pendengar yang
baik, dan jangan menempatkan terlalu banyak penekanan pada fakta dan detail.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 117 dari halaman 125
Karakter tipe S antara lain penuh pengertian, sabar, loyal, tidak terlalu menuntut, jujur, gigih,
kurang tegas, cenderung menghindari konflik, sensitif, dan sulit Menyusun prioritas. Cara
menghadapinya adalah memberikan dukungan personal untuk pandangan mereka, memberikan
waktu untuk memahami respons Anda, dan berupaya membangun kesepakatan dengannya.
Karakter tipe C antara lain teliti, terstruktur, berhati-hati dalam membuat keputusan, kritis dalam
menganalisa, patuh terhadap aturan, kurang fleksibel, defensive ketika dikritik dan lamban dalam
menyelesaikan tugas. Cara menghadapinya adalah menggunakan pernyataan yang spesifik,
memberikan informasi yang detail dan komprehensif, menawarkan pendekatan yang terorganisir,
dan jangan pernah menekan dalam membuat keputusan.
Pelayanan Publik Prima
Pelayanan publik yang prima yaitu pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan
terukur yang diberikan oleh penyelenggaran layanan kepada penerima layanan. Adapun aspek
pelayanan publik yaitu aspek kebijakan pelayanan, aspek profesionalisme sumber daya manusia
(SDM), aspek sarana prasarana, aspek sistem informasi pelayanan publik, aspek konsultasi dan
pengaduan, serta aspek inovasi.
Konsep pelayanan publik yang prima dirumuskan dalam 5 RATER (Reliability, Assurance,
Tangible, Empathy, dan Responsiveness). Reliability adalah kemampuan memberikan layanan
secara akurat kepada pelanggan. Pada tahap ini layanan dapat diakses kapan saja dan di mana
saja oleh pelanggan. Assurance adalah kemampuan institusi untuk menumbuhkan kepercayaan
pelanggan dengan standar tertentu. Tangible adalah segala sesuatu yang nampak dan
mempengaruhi kualitas layanan misalnya ruang tunggu pelanggan, dekorasi ruangan, dan
penampilan karyawan. Empathy adalah kemampuan dalam memahami dan memberikan
perhatian terhadap pelanggan. Responsiveness adalah tindakan instansi dalam merespons
pelanggan tepat waktu misalnya dalam menanggapi keluhan, permintaan produk, dan pemberian
informasi.
Pada aspek sumber daya manusia (SDM), pelaksana pelayanan publik wajib mengerti tentang
tiga kunci pelayanan yaitu attitude, skill, dan knowledge (ASK). Dalam sebuah laporan tahun
2000 oleh Michael LaBoeuf berjudul “How to Win Customers & Keep Them for Life”
menghasilkan 68% pelanggan tidak akan kembali menggunakan layanan karena buruknya sikap
karyawan dalam melakukan pelayanan.

Pelayan juga harus mengetahui dasar dalam pelayanan seperti tersenyum, memberi salam, dan
menyebutkan nama. Selain itu, ada rumus 10+10 di mana pada jarak10 meter pelayan harus
memberikan senyuman dan Bahasa tubuh yang baik ketika melihat pelanggan dari kejauhan.
Kemudian 10 detik ketika pelanggan memasuki ruangan, pelayan harus menyapa.
Kemampuan untuk menjalin keakraban dengan pelanggan juga penting. Teknik passing-leading
dapat digunakan dengan memperhatikan kemiripan pelanggan dilanjutkan memimpin jalannya
komunikasi ke arah yang kita inginkan. Pacing dapat dibangun menggunakan mirroring-
modelling dengan memperhatikan bahas tubuh pelanggan dan sedikit mengikuti gerakannya atau
dengan cara menyamakan percakapan. Jika berkomunikasi melalui telepon dapat menggunakan
paralanguange seperti mempelajari volume, rate, pitch, dan tone suara pelanggan.
Pada aspek sistem informasi pelayanan publik dan konsultasi, setiap unit penyelenggara
pelayanan publik wajib menyediakan pengelolaan konsultasi dan pengaduan serta budaya
pelayanan. Misalnya pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang memiliki Unit
Layanan Pengaduan Konsumen dan Contact Center HALOBPOM 1500533 serta Budaya
Pelayanan 5S (Sambut dengan Senyum dan Salam dengan Semangat untuk memberikan Solusi).
karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 118 dari halaman 125
Dengan memahami konsep pelayanan publik yang prima berimplikasi pada tingkat kepuasan dan
opini positif masyarakat terhadap pelayanan publik.

1. Sapa dengan ramah

Meski terdengar paling dasar, namun menyapa pelanggan dengan ramah justru menjadi langkah
pertama dalam memberikan pelayanan yang prima. Menyapa dengan ramah tentu akan membuat
pelanggan merasa “diterima”. Hal ini menciptakan perasaan nyaman dalam diri pelanggan
sehingga ia tak segan untuk membeli produk Anda.

2. Batasi waktu pelayanan

Cara lain dalam memberikan pelayanan prima adalah membatasi waktu pelayanan. Untuk setiap
satu pelanggan, Anda bisa membatasi waktu pelayanan selama maksimal 10-15 menit.

Tujuannya untuk menghindari pelanggan lain menunggu terlalu lama. Jika pelanggan menunggu
terlalu lama, maka mereka akan protes dan memberikan review yang buruk pada usaha Anda.

3. Bersikap responsif dan reaktif

Baik Anda atau karyawan yang melayani pelanggan secara langsung haruslah responsif dan
reaktif pada suatu masalah.

Jangan sampai pelanggan dibuat menunggu lama saat mereka membutuhkan sesuatu. Supaya
tidak ada karyawan yang kewalahan, tanggung jawab dalam melayani pelanggan ini bisa dibagi
dengan peran yang jelas.

Misalnya, karyawan A menangani pelanggan yang membeli produk X, sedangkan karyawan B


menangani pelanggan yang membeli produk Y.

4. Perhatikan penampilan

Salah satu faktor penting dalam pelayanan prima adalah penampilan. Berpakaianlah dengan
sopan supaya pelanggan yang datang tidak ragu dengan usaha Anda.

Meskipun pelayanan yang diberikan bagus, jasa atau barangnya juga berkualitas baik, namun
bisa kalah bila penampilan orang yang memberikan layanan justru kurang maksimal.

5. Kesediaan untuk melayani

Baik pengusaha atau karyawan harus memiliki jiwa kesediaan melayani pelanggan dengan
sepenuh hati. Tanamkan bahwa pelanggan selalu membutuhkan bantuan untuk mengetahui jasa
atau produk yang dijual.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 119 dari halaman 125
Jawablah segala pertanyaannya dan layani segala kebutuhannya agar mereka tidak ragu membeli
jasa atau barang yang Anda jual.

6. Bersikap jujur

Dalam mendirikan sebuah usaha, kejujuran adalah hal yang sangat penting, baik dalam bentuk
aturan, pembiayaan, hingga menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan tenggat waktu yang
diberikan.

Hal ini berlaku pula pada pelayanan pelanggan. Misalnya, jika seorang pelanggan memesan
barang A, tapi ternyata stok sedang habis, maka jujurlah.

Jangan mengatakan sebaliknya hanya karena Anda tidak mau pelanggan beli di tempat lain.
Berbohong hanya akan mengecewakan pelanggan dan membuat mereka enggan membeli produk
Anda.

7. Siapkan strategi khusus untuk mengatasi keluhan pelanggan

Tips lain dalam pelayanan prima adalah menyiapkan strategi khusus untuk mengatasi keluhan
pelanggan. Sebaik apa pun Anda berusaha, perlu diingat bahwa Anda tidak bisa memuaskan
seluruh pelanggan. Pasti akan ada saat di mana Anda menerima keluhan.

Jika ini terjadi, segeralah sampaikan permintaan maaf atas kesalahan Anda. Berikan pengertian
kepada pelanggan dan jika diperlukan, Anda juga bisa memberikan ganti rugi atau kompensasi.

Dengan melihat penanganan keluhan ini, pelanggan bisa melihat bila usaha Anda dalam
bertanggung jawab. Di sinilah kepercayaan pelanggan Anda akan tumbuh kembali.

Pentingnya pelayanan ini tidak lepas dari efek yang ditimbulkan dari kesan atau persepsi ketika
pelanggan berhubungan langsung. Salah satu yang dapat ditangkap oleh pelanggan adalah etika
dalam memberikan pelayanan yang ditunjukkan oleh pemberi layanan. Mengingat dampaknya
yang cukup hebat dalam menggaet pelanggan, maka para pemilik usaha harus memberikan
perhatian dan pelatihan yang memadai kepada Customer Service sebagai garda terdepan untuk
mendukung kemajuan usaha mereka.

Dalam pengertian sempit, etiket atau sering disebut sebagai etika yang berarti tata cara
berhubungan dengan manusia lainnya. Sedangkan dalam arti luas, etika sering disebut tindakan
yang mengatur perilaku atau tingkah laku manusia dalam bermasyarakat. Tingkah laku ini perlu
diatur agar tidak melanggar norma-norma atau kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Hal ini
disebabkan karena norma-norma atau kebiasaan masyarakat berbeda. Beberapa hal yang diatur
dalam beretika secara umum, antara lain:

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 120 dari halaman 125
1.Penampilan. Penampilan merupakan keseluruhan dari cara berpakaian, berbicara, gerak-gerik,
sikap dan perilaku dengan tujuan agar dapat membuat Pelanggan terkesan. Penampilan ini harus
dijaga dengan baik dan prima selama jam kerja.

2.Sikap dan Perilaku. Pada saat berhubungan dengan Pelanggan seringkali sikap dan perilaku
kita diperhatikan oleh Pelanggan, terutama sikap yang menolong dan peduli terhadap kebutuhan
Pelanggan.

3.Cara berpakaian. Cara kita berpakaian harus serasi antara baju dan celana termasuk
menghindari menggunakan warna yang terkesan berlebihan.

4.Cara berbicara. Berbicara dengan Pelanggan harus jelas, singkat, dan tidak bertele-tele.
Janganlah berbicara mengenai hal-hal yang bukan pada pokok bermasalahan dan hindari
pembicaraan yang mengejek Pelanggan.

5.Gerak-gerik. Pada saat melayani Pelanggan, kita harus memperhatikan atau menjaga gerak-
gerik anggota badan karena hal ini akan selalu diperhatikan oleh Pelanggan pada saat kita
memberikan pelayanan. Oleh karena itu kita harus menghindari gerak-gerik yang dapat membuat
curiga Pelanggan kita, misalnya tatapan mata yang sinis.

6.Cara bertanya. Dalam memberikan pelayanan, kita juga harus mengetahui sifat-sifat Pelanggan
yang berbeda-beda terutama dalam hal bertanya kepada Pelanggan. Bila Pelanggan pendiam,
maka karyawanlah yang harus proaktif untuk bertanya atau memulai pembicaraan sehingga
membuat Pelanggan mau berbicara. Sedangkan bila Pelanggan yang banyak Tanya, sebaiknya
karyawan mendengarkan dengan baik dan menjawab dengan baik pula.

Dalam mewujudkan etika yang baik dalam pemberikan pelayanan dipengaruhi dua faktor. Faktor
pertama, yaitu faktor manusia yang memberikan pelayanan tersebut. Manusia (karyawan) yang
melayani Pelanggan harus memiliki kemampuan melayani Pelanggan secara tepat dan cepat. Di
samping itu, karyawan harus memiliki kemampuan dalam berkomunikasi, sopan santun, ramah
dan bertanggung jawab penuh terhadap Pelanggan, serta memiliki pengetahuan dan kemampuan
yang baik dalam memahami kebutuhan Pelanggan.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 121 dari halaman 125
Faktor kedua dalam memberikan pelayanan yang terbaik juga harus diikuti oleh tersedianya
sarana dan prasarana yang mendukung kecepatan, ketepatan, dan keakuratan pekerjaan.
Prasarana dan sarana yang dimiliki harus didukung oleh kemajuan teknologi terkini dan
teknologi ini juga harus dioperasikan oleh manusia yang berkualias pula.

Tidak kalah pentingnya adalah untuk menghindari pelanggaran terhadap etika pelayanan yang
dapat berakibat complain atau buruknya pelayanan yang diberikan. Akibat dari pelanggaran
terhadap etiket pelayanan, dapat menyebabkan Pelanggan:

1. menjadi tidak puas dan mungkin untuk sementara waktu tidak akan membeli produk atau jasa
yang ditawarkan oleh perusahaan.

2. meninggalkan atau tidak menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan
untuk selamanya.

3. akan menceritakan keburukan atau ketidakpuasan yang dialaminya kepada Pelanggan lain
yang dapat berdampak Pelanggan lama maupun Pelanggan yang baru untuk menggunakan
produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan.

Agar tidak terjadi pelanggaran dalam etiket pelayanan, terdapat beberapa hal yang harus
dihindari ketika memberikan pelayanan, seperti berpakaian sembarangan, melayani Pelanggan
atau tamu sambil makan, melayani nasabah atau tamu sambil mengobrol atau bercanda,
menampakkan wajah tidak menyenangkan, berdebat atau menyanggah, meninggal Pelanggan,
berbicara terlalu keras atau pelan, meminta imbalan.

Bila beberapa hal di atas dapat dihindari dengan baik saat memberikan pelayanan kepada
Pelanggan, besar kemungkinan Pelanggan yang kita layani akan merasa puas dan tentunya akan
menceritakan pengalamannya kepada rekan-rekannya.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 122 dari halaman 125
Menjalankan etiket pelayanan yang baik tidak hanya akan sangat bermanfaat bagi perusahaan
saja, namun juga akan bermanfaat bagi Pelanggan yang berhubungan langsung ataupun
masyarakat luas. Adapun manfaat yang akan diperoleh dengan adanya etiket, antara lain:

1. Percaya diri.

Dengan adanya etiket akan meningkatkan rasa percaya diri kepada seluruh karyawan perusahaan.
Percaya diri yang tinggi perlu dan harus dilakukan agar mampu menumbuhkan motivasi
karyawan untuk meningkatkan pelayanan yang sesuai dengan harapan atau tujuan perusahaan.

2. Dihormati dan dihargai.

Dengan berlaku sopan, ramah , murah senyum dan berperilaku menyenangkan pada Pelanggan,
maka cutomer pun akan berlaku sebaliknya. Dengan merasa dihormati dan dihargai Pelanggan,
karyawan harus dapat berlaku lebih dalam memberikan pelayanan terhadap Pelanggan.

3. Disegani dan disenangi.

Dengan etiket yang baik dalam memberikan pelayanan kepada Pelanggan, sering terjadi
karyawan akan sangat menjadi disegani dan disenangi oleh Pelanggan. Pelanggan yang kita
hormati pada akhirnya akan merasa segan untuk berbuat yang tidak-tidak.

Tantangan dalam etiket Customer Service bagi perusahaan adalah membentuk atau membuat
standar etika dalam memberikan pelayanan kepada Pelanggan atau stakeholeder Untuk
menunjang terwujudnya etika Customer Service yang standar, harus didukung dengan pelatihan-
pelatihan yang berkaitan dengan tata cara atau etika dalam memberikan pelayanan yang baik.
Bila tercipta etika pelayanan yang baik, bukan tidak mungkin pertumbuhan Pelanggan akan
bertambah dengan pesat dan menunjang tujuan dari perusahaan serta memberikan manfaat yang
diinginkan bagi perusahaan dan Pelanggan.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 123 dari halaman 125
*Untuk Anda Kami ADA*

Dengan Fakta semua orang itu Unik dan berbeda dengan yang lain, maka untuk jadi sukses,
_Perkuatlah Keunikan anda dalam cara berpikir yang dianggap Jati DIRI_.

1.Kala anda Semester akhir D3 menghadapi TA, berpikirlah anda level D4 atau S1.
2.Kala anda Smester Akhir S1 menghadapi Skripsi, Kejarlah agar anda berpikir Level S2
3.Kala anda Smester akhir S2 menghadapi Thesis, berpikirlah anda Level S3
4.Bgmn kala anda Pasca Sarjana S3 menghadapi Desertasi?
Kata orang mereka berpikir Level Menteri atau seperti ahli UTAMA

*Jauhi Berpikir anak kampung* Tamatan D3 mirip tamatan SMP, Tamatan S1 persis kayak
SMA.. dan Tamatan S2 malah kayak D1... hahahaha

VI KARAKTER ETIKA PEKERJA

1. PENDAHULUAN
Tujuan Bekerja agar manusia mampu memiliki Nilai berketahanan Hidup sejahtera. Adapun
Hidup sejahtera didasari terpenuhinya Dasar kebutuhan Jiwa manusia antara lain; a. Kebutuhan
Spritual , b.Kebutuhan Jasmani, c. Kebutuhan psikologi , dan d. Kebutuhan Sosial.
Hidup Sejahtera menjadi dambaan setiap orang. Berbagai cara dikejar dan dilakukan agar
kecapaian hidup sejahtera terpenuhi. Ketercapaian tujuan dihalangi dan dihambat oleh
sempitnya pemahaman Hidup sejahtera itu sendiri. Untuk memahami maka berbagai kegiatan di
ikuti masyarakat melalui Pendidikan, Agama, Kursus, seminar dan lain sebagai nya.
Untuk mencapai harapan,maka orang akan selalu menerobos berbagai upaya. cara seperti itu
ditempuh, agar mampu sadar arti dan mengerti cara menempuh Hidup sejahtera sesuai dambaan.
Kebanyakan orang mencapai dan memahami itu melalui dunia KERJA, hingga masyarakat
bergantung sepenuhnya pada pilihan dunia Karier yang sudah terbukti mampu meraih hidup
Sejahtera. Ketergantungan Masyarakat pada Dunia kerja ini akan merupakan Anugrah kala
Karakter kerja kita sesuai idiologi NKRI, serta dipahami oleh setiap tenaga kerja mulai dari
tamatan SMK/SMU sampai tamatan Pendidikan Tinggi.
2. DASAR ETIKA KARAKTER KERJA.
Dasar Karakter etos KERJA Kita adalah Pancasila, yang tertuang pada pembukaan UUD 1945,
Rakyat Indonesia yang Hidup sejahtera dapat diartikan Rakyat Berbahagia. Ketercapaian Hidup

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 124 dari halaman 125
sejahtera itu akan tercapai Atas Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, yang dengan bebas
kita nikmati di Indonesia.
Bangsa kita yang Religius mampu mengutamakan Kehidupan “sprituil” mewujudkan Kehidupan
sesuai ajaran Agama agar tabah berjuang mengutmakan nilai Prikemanusian dan Prikeadilan
dalam kehidupan Berbangsa.
Selain itu pada Pembukaan juga hidup sentosa dalam alam Merdeka, Kehidupan “Jasmani” yang
bebas bekerja sesuai Kemampuan yang dimiliki dan didalami sesuai jalur kompentensi pada
setiap bidang Pekerjaan secara Profesional.
Selanjutnya Tuntutan Pekerja terdidik juga berkemampuan bersatu, dan berdaulat merupakan
kebutuhan prilaku “Psiskolog” untuk menumbuhkan rasa percaya diri agar tetap semangat
Pantang menyerah dengan semboyan “Sekali layar berkembang, pantang diturunkan”. Serta
mengutamakan kehidupan “Sosial’ yang adil dan makmur mengutamakan prinsip “Lebih baik
memberi dari pada Menerima”.
Dari Keempat Tuntutan kerja tersebut, kini Kesadaran Pekerja Sukses untuk menumbuhkan
Sikap Etos kerja didasari berpikir : 1.Yang harus dihindari: menjauhkan diri dari setiap orang
yang malas melakukan kerja yang mesti dilakukan walaupun itu bukan tanggung jawabnya,
tetapi 2. Yang harus dilakukan: Mendekati dan mengikuti orang yang mampu bekerja dengan
sepenuh tenaga, memikul beban dengan Jerih payah siang malam tanpa Mengeluh dan tetap
semangat dengan mengingat ”Jika seseorang tidak mau bekerja keras,hendaklah jangan mau
Makan”.

2.1 KESADARAN KEBUTUHAN SPRITUAL


Manusia sukses dilihat besarnya Semangat jiwa, Tekad dengan Visi ikut melaksanakan
ketertiban dunia dimulai dari Keluarga, lingkungan dan Negara indonesia. Prinsip tertib aman
sentosa yang ditanamkan para pahlawan bangsa menjadi jadi jati diri bangsa Indonesia, dan
hendaknya tertanam pada diri masing-masing dengan penuh kesadaran yang tumbuhnya
didukung sarana prasarana difasilitasi dunia Kerja dengan berbagai simulasi.
Agar Semangat ini tetap terpelihara tinggi, dan mampu tegar menghadapi Perubahan, maka
orang yang terdidik kerja dapat dimulai dengan ketaatan akan “Religius”, untuk menanamkan
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
Dengan Akhlak seperti itu maka akan berkembang sikap “Kreatif”, untuk selalu
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan karya Nyata atau hasil baru dari sesuatu
yang telah dimiliki, sebagai ujud aktulitas diri.
Hal ini akan menumbuhkan “Semangat Kebangsaan” yang memiliki daya mampu berpikir,
bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya. Kesadaran Ini menumbuhkan “Cinta Tanah Air” yang
mengutamakan kebutuhan Negara, Mencintai produksi dalam Negeri atau segala sesuatu

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 125 dari halaman 125
mampu menilai dari kandungan dalam negeri baik dalam hal Material, Budaya, atau pun
Kreatifitas.
Pekerja yang Terdidik juga akan berperan aktif “ Peduli Lingkungan”, suatu Sikap dan
tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Hingga
sebagai Rakyat negara Indonesia yang terdidik merasa berkewajiban melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2.2 MEMAHAMI KEBUTUHAN JASMANI
Rakyat yang terdidik jadi PEKERJA memiliki tanggung jawab memajukan kesejahteraan umum
secukupnya, bersama bergandengan tangan mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan
mengutamakan Bekerja “Disiplin”, agar Tindakan nya menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan, serta berwatak “Kerja Keras” yang menunjukkan
perilaku tak mudah menyerah, selalu berinovasi mencari solusi dengan berbagai stategi
penerapan dari berbagi Pengalaman untuk menuntaskan setiap Pekerjaan.
Demikian juga diharapkan memiliki “Rasa Ingin Tahu”, dengan Sikap dan tindakan untuk
mampu keluar dari “Zona aman” selalu berupaya mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, didengar, dan Mencobanya pada bangku Belajar.
2.2a apa makna dilihat, didengar, pada kalimat diatas?

Perjuangan berat bagi Orang yang terdidik menemukan suatu solusi yang dihargai, juga
akan mampu “Menghargai Prestasi” orang lain, suatu Sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
Sebagai Bangsa yang digolongkan masuk Negara maju, Kebutuhan jasmani yang secukupnya
mampu disadari dengan simulasi cerita kasus demi kasus, yaitu kecukupan yang seperlunya
tanpa butuh berkelebihan atau pamer harga diri.
2.2b apa maksud dari kecukupan yang,seperlunya tanpa butuh berkelebihan atau pamer harga
diri?
Dilihat: mampu mengamati sedetail mungkin, hingga setiap garis, mimik, dan warna kita kenali
perubahannya serta kita memahami arti perubahan tersebut,
coba anda bayangkan Mimik wajah orang yang anda Kenal dekat? bgmn perubhan mimiknya
dan apa maknanya?

2.3 KEBUTUHAN HIDUP PHISKOLOG PEKERJA,

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 126 dari halaman 125
Setiap Pekerja terdidik diharapkan terlibat langsung mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan
belajar dan “Gemar Membaca” anti copy paste , melatih Kebiasaan menyediakan waktu
untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
Selain itu dibutuhkan “pribadi Mandiri”, suatu Sikap dan perilaku yang tidak mudah
tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
Hingga mampu “Tanggung Jawab”, dengan Sikap dan perilaku seseorang melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang seharusnya dilakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan
(alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Hingga terdidik “mampu jujur” terhadap hati nuraninya , yang akan tergamabar dari
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, “penuh Empati” sesama.
Hingga tumbuh manusia “penuh Toleransi” , yang melahirkan Sikap dan tindakan yang
menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda
dari dirinya.
2.4 KEBUTUHAN JIWA SOSIAL PEKERJA
Perdamaian abadi dan keadilan sosial merupakan cara berpikir hidup rukun, menjalani kehidupan
Damai sejahtera. Kebutuhan Pribadi yang mengutamakan Bermusywarah untuk konsensus
Mufakat dipandang sebagai hasil konsensus bersama anggota masyarakat , agar terpenuhi
kerinduan masyarakat berhakekat ingin teratur dan stabil, jauh dari penyimpangan nilai/norma
bersama yang sudah disepakati, hingga disepakati penyelesaian masalah sosial selalu masuk
dalam kerangka tata sosial yang sudah ada (tata sosial tidak dipersoalkan).
Kala musyawarah tak dapat kesepakatan mufakat , sosial diselesaikan dengan konflik sosial
yang akan terjadi akibat pemaksaan sekelompok kecil anggota masyarakat terhadap mayoritas
warga masyarakat , struktur sosial sebagai dominasi sekelompok kecil dan kepatuhan sebagian
besar warga masyarakat atas dominasi kelompok kecil yang ada, hingga Hukum dan undang-
undang dalam masyarakat hasil ciptaan pemaksaan sekelompok kecil orang yang ditujukan
untuk segelintir orang, demi kepentingan, dengan harapan perubahan dan konflik merupakan hal
yang positif bagi perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik, sehingga selalu
mempertanyakan struktur sosiail/budaya yang sudah ada.
Kedua sudut pandang tindakan tersebut jadi kenyataan ditengah masyarakat, sering diterapkan
saling melengkapi, menyemangati PEKERJA yang bertujuan dalam rangka menerangi
kemiskinan .
Musyawarah untuk mufakat , “bentuk Demokratis” yang membentuk Cara berfikir, bersikap,
dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Dengan kesadaran
berpikir tersebut dapat menjalin “Bersahabat/Komunikatif” yang bersikap dan bertindak
berusaha mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. Kebutuhan akan “Cinta Damai”
terbentuknya Relasi yang akan mampu melahirkan Sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain., hingga “Kepedulian Sosial” yang dilihat dari Sikap

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 127 dari halaman 125
dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan,berupa infag, gotong royong, sumbangan atau bentuk lain.
“Etika Sosial” untuk berinteraksi yang sudah lahir dari Budaya Bangsa maupun agama, dapat
diterapkan dalam kehidupan saat acara suka maupun duka, agar mencapai titik kepuasan
tersendiri yang memang seharusnya mesti dilakukan semestinya walaupun itu merepotkan atau
menambah Pekerjaan dan biaya, serta tetap mampu mengucapkan “Terimakasih , Permisi, Minta
tolong, dan Mohon maaf” saat iteraksi tutur kata.
3.KESIMPULAN ETIKA KARAKTER KEBUTUHAN PEKERJA
>Etika Kebutuhan karakter spritual 1. “religius”, 2. “kreatif”, 3.”semangat kebangsaan”,
4.“cinta tanah air” , dan 5.“ peduli lingkungan”.

> Etika Kebutuhan karakter jasmani : dengan fokus mampu 1. bekerja “disiplin”,
2.berwatak “kerja keras”, 3. penuh “rasa ingin tahu”, 4. mampu keluar dari “zona aman”, 5.
serta mampu “menghargai prestasi”
> Etika Kebutuhan karakter phiskolog,: dengan fokus pribadi 1. “gemar membaca”,
2.“pribadi mandiri”, 3. “tanggung jawab”, 4. “mampu jujur”, 5. “penuh empati”, serta
6.“penuh toleransi” (perdamaian)
>Etika Kebutuhan karakter sosial, dengan Fokus 1.“bentuk Demokratis” yang
mempersatukan, 2.“Bersahabat/Komunikatif”, 3.“Cinta Damai”, 4.“Kepedulian
Sosial”,5.“Etika Sosial”, dan 6. Selalu mengucapkan “Terimakasih , Permisi, Minta tolong, dan
Mohon maaf (Relasi &rekonsiliasi)

TUGAS Kelas : maksimal 5 orang/kelompok, cukup Pilih satu Topik , buat narasi untuk
menjawab satu dari item dibawah.

1. Mengapa harus kita Bekerja Penuh Etika yang merupakan kebutuhan spiritualitas
Pekerja!

2. Sebagai angkatan Kerja terdidik, bagaimana sikap kita dalam Bekerja?

3. Uraikan kebutuhan dasar hidup jasmani manusia yang diberikan dari upah Kerja!

4. Jelaskan cara motivasi Phikologi untuk menaikkan Etos kerja!

5. Uraikan kebutuhan kerja untuk hidup Sosial hingga tetap semangat bekerja

Paper/Karya tulis diketik rapi lengkap sumber


Keertas A4, 1 spasi Singel, huruf time roman ukuran huruf 12, minimal tulisan 4-6 halaman,
diluar ilustrasi atau gambar. Kumpul Minggu UTS. Konsultasi saat Daring, kita tetapkan waktu
Daring sesuai kebutuhan. Jadwal Daring kita Kamis

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 128 dari halaman 125
Soal Narasi ETIKA bahan Diskusi

1. Kala Hidup merupakan Berkah bagi sesama , maka lebih besar kewajiban memberi dari pada hak
meminta. Coba jelaskan Pernyataan maksud dari Etika berkah bagi sesama tersebut!

2. Untuk keperluan apa saja dibutuhkan kelengkapan Indentitas diri dan dari mana kita Peroleh
identitas tersebut? Buat suatu narasi yang berbentuk cerita kebutuhan identitas setiap orang
untuk Bekerja.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 129 dari halaman 125
3. Kompentisi apa yang anda banggakan untuk dipersembahkan pada saat anda mulai bekerja dalam
suatu perusahaan?

4. Apa kriteria anda menyebut orang sebagai orang Sukses? Jelaskan alasannya

5. Tuliskan Doa anda sesuai agama anda? Tapi doa tersebut harus anda mampu ucapkan secara
lisan.

6. Sebutkan 3 nama yang anda kenal hidup sejahtera, dan jelaskan alasannya.!

Jawaban yang Benar dan memiliki kandungan narasi cerdas akan di utamakan jadi Soal UTS 2020.

karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 130 dari halaman 125
karakter etika DAN KERAIFAN BUDAYA LOKAL ditulis:martin sembiring,M.T. hal 131 dari halaman 125

Anda mungkin juga menyukai